ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI PROVINSI LAMPUNG (Skripsi) Oleh RIZKA MARDELA OKTA PUTRI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG 2016 ABSTRACT ANALYSIS OF FACTORS THAT AFFECTING TO THE INEQUALITY OF ECONOMICS DEVELOPMENT IN LAMPUNG PROVINCE By RIZKA MARDELA OKTA PUTRI Inequality of region is an aspect that occurs in every country, both in poor countries, developing country, as well as developed countries have a problem of inequality of development among regions with the size difference. This study aims to provide empricial evidence about the economic growth, influence of labor, and development assistance funds allocated to the inequality of economic development in Lampung Province. the method used with classic assumption test, hypothesis testing, Ordinary Least Square (OLS) by using analytical tools Eviews 8. Calculation shows that economic growth, influence of labor, and development assistance funds allocated effect on inequality of economic development in Lampung Province. Keywords: inequality of economic development, economic growth, influence of labor, and development assistance funds allocated. ABSTRAK ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI PROVINSI LAMPUNG Oleh RIZKA MARDELA OKTA PUTRI Ketimpangan wilayah merupakan suatu aspek yang umum terjadi di setiap negara, baik negara miskin, negara berkembang, bahkan negara maju sekalipun memiliki masalah ketimpangan pembangunan antar wilayah maupun dengan ukuran yang berbeda-beda. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja, dan dana alokasi bantuan terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan uji asumsi klasik, hipotesis, dan Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan alat analisis Eviews 8. Hasil perhitungan menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja, dan dana alokasi bantuan berpengaruh terhadap tingkat ketimpangan pembangunan di Provinsi Lampung. Kata Kunci: Ketimpangan pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja, dana alokasi bantuan pembangunan, ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI PROVINSI LAMPUNG Oleh Rizka Mardela Okta Putri Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA EKONOMI pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Rizka Mardela Okta Putri lahir di Bandarlampung pada tanggal 8 Oktober 1993. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Masykur Arrahman dan Ibu Masitoh. Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak Kartini, selanjutnya penulis meneruskan pendidikan di SDN II Rawa Laut (Teladan). Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP N 5 Bandarlampung dan SMA N 1 Bandarlampung. Pada Tahun 2012 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung jurusan ekonomi pembangunan melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri Tertulis (SNMPTN) Tertulis. Pada tahun 2014 penulis melakukan Kuliah Kunjungan Lapangan (KKL) ke BAPPENAS, Direktorat Jendral Anggaran, dan Otoritas Jasa Keuangan. Pada Januari 2015 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Sukanegara, Kecamatan Ngambur, Kabupaten Pesisir Barat. Penulis menyelesaikan pendidikan di Universitas Lampung pada tahun 2016. MOTTO Tidak semua yang terlihat itu benar, dan tidak semua yang benar itu terlihat. (Rizka Mardela Okta Putri) Berkerjalah bagai tak butuh uang mencintailah bagai tak pernah disakiti (Mark Twain) Hidup tidak akan hidup jika anda tidak membuat kesalahan (Joan Collins) Harapan adalah kebutuhan dalam setiap kondisi (Samuel Jonshon) PERSEMBAHAN Dengan segenap rasa syukur kepada Allah SWT, serta atas rahmat dan nikmat yang luar biasa, sholawat serta salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW. Kupersembahkan karya yang sederhana ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati kepada: Mama dan Papaku tercinta sebagai wujud terima kasihku kepada kedua orang tuaku yang selalu mendoakan keberhasilanku di setiap sujudnya,rela berkeja keras dan selalu mencurahkan kasih sayangnya, mendukungku dalam setiap langkahku, dan mendidiku serta membesarkanku dengan baik dan tulus. Kakakku Briptu Dika Yuliandri, Adikku Renaldi Hamarriza dan Aulika Norisa yang senantiasa memberikan dukungan, semangat dan doa. Dan Almamater tercinta. Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. SANWACANA Dengan mengucap puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi Lampung” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Satria Bangsawan, S.E., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung beserta jajarannya; 2. Bapak Dr. Nairobi, S.E., M.Si, selaku ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan. 3. Ibu Emi Maimunah, S.E., M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan; 4. Bapak Dr. Toto Gunarto, S.E., M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan, saran dan kritik, dukungan, dan selalu meluangkan waktunya untuk penulis dalam penyelesaian skripsi ini; 5. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.Ep. selaku Dosen Penguji atas kesediaannya meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini; 6. Bapak Thomas Andrian, S.E., M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik; 7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi dan Bisnis; 8. Staf dan pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung, Bu Yati, Bang Fery, Mas Makruf, Mas Rohaidi, Pak Kasim, Bu Hudaiyah, terima kasih telah membantu proses kelancaran skripsi ini; 9. Teristimewa untuk kedua orang tuaku yang luar biasa dan yang kusayangi, Papaku Masykur Arahman dan Mamaku Masitoh yang telah merawat, membimbing, mendidik, menyayangiku, mendoakanku, serta mendukungku secara moral maupun materi yang selalu memotivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini; 10. Kakakku Briptu Dika Yuliandri, adikku Renaldi Hamarriza dan Aulika Norisa, terima kasih atas doa dan dukungan serta semangat yang telah diberikan selama ini; 11. Sahabat-sahabat seperjuanganku Frisca Dewi (Pika), Istiningdiah (Nuway), Devani Ariestha Sari (Depanay), Rina Anggraini (Ley), yang selalu setia menemaniku, mendukungku, dan memberikan semangat tiada henti; 12. Sahabat-sahabat terbaiku Sophi Kristira, May Nutrika, Anisa Virda S. Evariani, Novaliana Citra A., Kharisma Surya A., Meta Dian S., Istiana Pratiwi, Terima kasih untuk segalanya; 13. Teman-teman mahasiswa Ekonomi Pembangunan angkatan 2012, Almira, Devina Octarrum, Bella, Athina, Aprida, Vivi, Handicky, Ageng, Sony, Gerry, Ulung, Epsi, Rini, Amiza, Mia, Maulidya, Ria, Anto, Asri, Danty, Firdha, Selvi, Tomi, Ulfa, Erinda, Vema, Yoka, Yusmitha, Dewi, Deffa, Boli, Deri, Ketut, serta yang lainnya yang tidak dapat dituliskan satu-persatu. Semoga kedepannya kita akan selalu sukses. 14. Teman-teman satu pembimbing, Frisca, Devani, Devina, Rina, Rhenica, Shinta, Arli, Hara, Mute, Korni, Adib, Rizky, May yang telah berjuang bersama. 15. Teman-teman KKN di Desa Sukanegara Kec. Ngambur Kab. Pesisir Barat, Launa, Maria, Fajri, Rosyid, Selverico, Julian. 16. Untuk almamater tercinta, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat untuk menambah wawasan keilmuan bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Bandar Lampung, 4 Agustus 2016 Penulis, Rizka Mardela Okta Putri DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. i DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………….. ii DAFTAR TABEL ……………………………………………………………….. iii DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………..… iv I. 1 PENDAHULUAN …………………………………………………………... A. Latar Belakang ……………………………………………………………. 1 B. Rumusan Masalah ………………………………………………………… 10 C. Tujuan Penelitian ……………………………………............................... 11 D. Kegunaan Penelitian …………………………………………………..….. 11 E. Kerangka Pemikiran ……………………………………………………… 12 F. Hipotesis ………………………………………………………………….. 14 G. Sistematika Penulisan ……………………………………………………... 14 II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………….. 15 A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi ………………………………. 15 B. Pentingnya Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah …………. 18 C. Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah ………………………………. 20 D. Dana Alokasi bantuan ……………………………………………………. 24 E. Tenaga Kerja ……………………………………………………………... 28 F. Indeks Williamson ……………………………………………………….. 30 G. Penelitian Terdahulu ……………………………………………………... 33 III. METODE PENELITIAN …………………………….…………………..... 36 A. Jenis dan Sumber Data …...……………………………………………….. 36 B. Populasi dan Sampel penelitian ................................................................. 37 C. Definisi Operasional Variabel ……………………………………….…... 38 D. Metode Analisis Data ..…………………………………………………… 40 E. Uji Hipotesis ……………………………………………………………… 43 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………… 46 A. Analisis Deskriptif Variabel Penelitian ……………………………………. 46 B. Analisis Data ………………………………………………………………. 51 C. Pembahasan Hasil Penelitian ………………………………………………. 57 V. SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………………... 62 A. Simpulan …………………………………………………………………... 62 B. Saran ………………………………………………………………………. 63 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Kerangka Penelitian …………………………………………………………….. 13 2. Kurva Ketimpangan Regional (Arsyad, 1999) dalam Hartono (2008) ………… 20 DAFTAR TABEL Tabel 1. Halaman Jumlah Presentase Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2009-2012 (Persen) …………………………….……………………… 2 2. PDRB Kabupaten/Kota seProvinsi Lampung Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) …………… 3 3. Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Lampung Tahun 2000-2014 ……………. 6 4. Total Kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi Lampung Tahun 2000-2014 …… 7 5. Kondisi Dana Alokasi Bantuan Pembangunan di Provinsi Lampung Tahun 2000-2014 (Rupiah) ………………………………………………………….. 9 6. Penelitian Terdahulu …………………………………………………………. 33 7. Nama Variabel, Simbol, Periode Waktu, Satuan Pengukuran dan Sumber Data …………………………………………………………………………... 40 8. Tingkat Ketimpangan Pembangunan di Provinsi Lampung Tahun 2010-2014 46 9. Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Lampung Tahun 2010-2014 ……………. 48 10. Jumlah Tenaga Kerja di Provinsi Lampung Tahun 2010-2014 ……………… 49 11. Dana Alokasi Bantuan Pembangunan di Provinsi Lampung Tahun 2010-2014 …………………………………………………………………….. 50 12. Hasil Estimasi ………………………………………………………………… 52 13. Hasil Uji Normalitas ………………………………………………………….. 52 14. Hasil Uji Multikolinearitas …………………………………………………… 53 15. Hasil Uji Autokolerasi ………………………………………………………... 54 16. Hasil Uji Heteroskedastisitas …………………………………………………. 55 17. Hasil Uji t-Statistik Pertumbuhan Ekonomi ………………………………….. 55 18. Hasil Uji t-Statistik Tenaga Kerja ……………………………………………. 56 19. Hasil Uji t-Statistik ……………………………………………………………. 56 20. Hasil Uji F-Statistik …………………………………………………………… 57 21. Hasil Estimasi …………………………………………………………………. 57 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Perhitungan Indeks Williamson di Provinsi Lampung Tahun 2000-2014 …..... L1 2. PDRB Berdasarkan Harga Konstan Tahun Dasar 2000 perKabupaten di Provinsi Lampung Tahun 2000-2014 ................................................................. L2 3. Hasil Estimasi …………………………………………………………………... L3 4. Hasil Uji Normalitas ……………………………………………………………. L4 5. Hasil Uji Multikolinearitas …..…………………………………………………. L5 6. Hasil Uji Autokolerasi…..………………………………………………………. L6 7. Hasil Uji Heteroskedastisitas …………………………………………………… L7 8. Tabel Uji t ........................................................................................................... L8 9. Tabel Uji F .......................................................................................................... L9 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tujuan dari pembangunan ekonomi Indonesia adalah masyarakat yang adil dan makmur. Dalam pembentukan masyarakat yang adil dan makmur maka diperlukannya kesejahteraan yang merata. Proses pemerataan kesejahteraan tentunya bukan perkara yang mudah mengingat sulitnya indikator-indikator yang harus dipenuhi agar kesejahteraan dapat tercapai. Kuznet mengemukakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk atau yang lazim disebut dengan ketimpangan yang tinggi. (Kuncoro, 2003). Ketimpangan wilayah merupakan suatu aspek yang umum terjadi di setiap negara, baik negara miskin, negara berkembang, bahkan negara maju sekalipun memiliki masalah ketimpangan pembangunan antar wilayah maupun dengan ukuran yang berbeda-beda. Menurut Neo Klasik ketimpangan wilayah ini terjadi karna setiap daerah memiliki perbedaan sumber daya, tenaga kerja dan teknologi. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda, maka tidak heran apabila ada yang disebut dengan daerah maju dan daerah terbelakang (Harun, 2012). 2 Indonesia merupakan negara agraris yang seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi bergerak menuju negara industri. Perekonomian yang semakin maju dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyebabkan perubahan pada struktur perekonomian di Indonesia. Pulau Sumatera sebagai pulau yang berada di barat Indonesia pun turut mengalami perubahan struktur perekonomian itu sendiri. Akan tetapi, walaupun pertumbuhan ekonomi terus meningkat dan terus mengalami perubahan angka kemiskinan di Pulau Sumatera masih tergolong tinggi. Berikut merupakan data jumlah penduduk miskin di Pulau Sumatera. Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2009-2012 ( juta jiwa) Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kepulauan Bangka Belitung Kepulauan Riau 2009 Jiwa 892,9 1.499,7 429,3 527,5 249,7 1.167,9 324,1 1.558,3 % 21,8 11,51 9,54 9,48 8,77 16,28 18,59 20,22 2010 Jiwa 861,9 1.490,9 430 500,3 241,6 1.125,7 324,9 1.479,9 % 21 11,3 9,5 8,65 8,34 15,5 18,3 18,9 2011 Jiwa 894,81 1.481,3 442,09 482,05 272,67 1.074,8 303,6 1.298,7 % 19,6 11,3 9,04 8,47 8,65 14,2 17,5 16,9 2012 Jiwa 909 1.407,2 404,7 483,1 271,7 1.057 311,7 1.253,8 % 19,5 10,7 8,19 8,22 8,42 13,8 17,7 16,2 76,6 7,46 67,8 6,51 72,06 5,75 71,4 5,53 128,2 8,27 129,7 8,05 129,56 7,40 131,2 7,11 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015 Dapat kita lihat pada Tabel 1, Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Sumatra, memperlihatkan bahwa Provinsi Lampung masuk dalam katagori 3 Provinsi dengan presentase penduduk miskin setelah Provinsi Aceh dan Bengkulu, yakni pada tahun 2009 mencapai 20,22% akan tetapi dari tahun ke tahun Provinsi Lampung mengalami penurunan tingkat kemiskinan dari tahun-tahun sebelumnya. Meskipun Provinsi Lampung memiliki presentasi penduduk miskin yang cukup tinggi Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang kaya akan potensi 3 sumber daya alam yang dapat dikembangkan sesuai dengan kemampuan masyarakatnya, guna untuk membantu peningkatan pembangunan daerah. Pada umumnya pembangunan daerah difokuskan pada pembangunan ekonomi. Dalam rangka memajukan pembangunan ekonomi, maka diperlukannya pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat diukur dengan melihat PDRB dan laju pertumbuhannya atas dasar harga konstan (Masli, 2008). Tabel 2. PDRB Kabupaten/Kota SeProvinsi Lampung Atas Dasar Harga Konstan 2010 menurut Lapangan Usaha, 2010-2014 (Juta Rupiah) No Kabupaten/Kota 1 Lampung Barat 2 Tanggamus 3 Lampung Selatan 4 Lampung Timur 5 Lampung Tengah 6 Lampung Utara 7 Way Kanan 8 Tulang Bawang 9 Pesawaran 10 Pringsewu 11 Mesuji 12 Tulang Bawang Barat 13 Pesisir Barat*) 14 Bandar Lampung 15 Metro Total Kabupaten/Kota Provinsi Lampung 2010 2011 2012 2013 2014 4941600 6462521 18535506 19496113 29113812 10181182 6017240 9771793 7120091 4748220 4370085 4851050 5271085 6841758 19613120 20582085 30867150 10729166 6336558 10284191 7513109 5042603 4585332 5095213 22409557 2542072 150560842 150560842 23818685 2695657 159275713 160437501 3440999 7470391 20782043 21455319 32702372 11333804 6687926 10827946 7954316 5367487 4840754 5388189 2165799 25403655 2876025 168697023 170769207 3682582 7905596 22060244 23182063 34719010 12008526 7025299 11430142 8407664 5697373 5107764 5696244 2274506 27123918 3070593 179392022 180636658 3887691 8362244 23384064 23817440 36739948 12720394 7377069 12188294 8845907 6029850 5382670 6002466 2381143 29011529 3268982 189333676 189809459 Sumber: Badan Pusat Statistik 2015 Tabel 2 menunjukan bahwa PDRB Provinsi Lampung terus meningkat setiap tahunnya, dapat dilihat pada tahun 2010 PDRB Provinsi Lampung sebesar 150560842, dan selalu mengalami peningkatan hingga tahun 2014 sebesar 189809459. Penyebab ketimpangan antar wilayah di Provinsi Lampung diantaranya adalah perbedaan kandungan sumber daya alam, sumber daya manusia. Pertumbuhan ekonomi yang cepat akan berdampak terhadap ketimpangan dalam distribusi 4 pendapatan. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka diperlukan pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan distribusi pendapatan yang merata. Pembangunan ekonomi diartikan sebagai serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf pendidikan semakin tinggi dan teknologi semakin meningkat. Sebagai implikasi dari perkembangan ini diharapkan kesempatan kerja akan bertambah, tingkat pendapatan meningkat, dan kemakmuran masyarakat semakin tinggi (Sukirno, 2006). Walaupun banyak mendapat tanggapan di kalangan masyarakat namun tidak dapat disangkal bahwasanya pemerataan pembangunan merupakan salah satu indikator yang lazim digunakan oleh badan-badan dunia dalam menilai keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan berbagai perubahanperubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan institusi sosial, di samping akselerasi pertumbuhan ekonomi, pemerataan ketimpangan pendapatan, serta pemberantasan kemiskinan (Zahara, 2013). Tujuan utama dari usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus dan mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (M.P.Todaro, 2000). Kesenjangan antar daerah seringkali menjadi permasalahan yang serius. Beberapa daerah mencapai 5 pertumbuhan yang cukup baik, sementara beberapa daerah lainnya mengalami pertumbuhan yang lambat. Pertumbuhan ekonomi regional merupakan bagian penting dalam analisa Ekonomi Regional. Alasannya jelas karena pertumbuhan merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan ekonomi regional dan mempunyai implikasi kebijakan yang cukup luas. Sasaran utama analisa pertumbuhan ekonomi regional ini adalah untuk menjelaskan mengapa suatu daerah dapat tumbuh cepat dan ada pula yang tumbuh lambat (Sjafrizal. 2008). Gambaran perkembangan pembangunan daerah tidak lepas dari perkembangan distribusi dan alokasi dana terhadap daerah. Tetapi selain itu diperlukan juga campur tangan pemerintah untuk mengurangi ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah, oleh karena itu penelitian ini memfokuskan hanya kepada pengaruh tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi dan dana alokasi bantuan pemerintah sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pembangunan ekonomi pada daerah di Provinsi Lampung. Pertumbuhan ekonomi dapat mempengaruhi secara negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi. Artinya dengan adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi akan mengakibatkan kegiatan ekonomi dan peningkatan kemakmuran penduduk sehingga ketimpangan akan menurun (Harun, 2012). Berikut akan ditampilkan tabel yang memperlihatkan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Lampung: 6 Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Lampung Tahun 2000-2014 Tahun Pertumbuhan Ekonomi 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 (%) 3,43 3,59 5,69 5,72 4,98 4,07 4,98 5,94 5,35 5,26 5,85 6,39 6,55 4,39 6,44 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015 Berdasarkan Tabel 3, Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Lampung Tahun 20002014, pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung cendrung meningkat dari tahun ketahun, dapat dilihat pada tahun 2000 pertumbuhan ekonomi sebesar 3,43 dan terus meninggat hingga tahun 2003 mencapai 5,72. Akan tetapi mengalami penurunan ditahun 2004 dan 2005, kemudian terjadi lagi peningkatan hingga pada tahun 2014 mencapai 6,44%. Teori ekonomi menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi, yang menunjukkan semakin banyaknya output nasional mengindikasikan semakin banyaknya orang yang bekerja, sehingga seharusnya mengurangi pengangguran (Sobita dan Suparta, 2014). Dalam penelitian Nur, 2011 mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja mengelompokan Provinsi Lampung sebagai daerah yang mengalami hubungan 7 yang tidak seimbang antara pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Dimana terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun dibarengi dengan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang rendah. Di bawah ini ditampilkan kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Lampung Tahun 2000 sampai dengan Tahun 2014 : Tabel 4. Total Kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi Lampung Tahun 2000-2014 (Jiwa) Tahun Jumlah Penduduk Angkatan Kerja 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 6.678.415 6.724.052 6.787.654 6.852.998 6.915.951 6.983.676 7.504.834 7.289.767 7.391.128 7.500.674 7.608.405 7.691.007 7.767.312 7.932.132 8.100.967 3.478.791 3.731.869 3.932.932 4.113.736 4.303.123 4.488.878 4.587.186 3.550.483 3.568.770 3.627.155 3.957.697 3.696.066 3.637.897 3.595.510 3.711.932 Bekerja & Penyerapan Tenaga Kerja 3.361.128 3.466.784 3.620.103 3.780.202 3.947.383 4.121.958 4.211.861 3.281.351 3.313.553 3.387.175 3.462.297 3.547.030 3.616.574 3.385.046 3.505.089 Menganggur 117.663 265.085 312.829 333.534 355.740 366.920 375.325 269.132 255.217 239.980 220.619 213.765 211.123 210.464 206.844 Sumber: Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi Provinsi Lampung, 2015 Berdasarkan Tabel 4, menunjukkan jumlah penduduk di Provinsi Lampung pada tahun 2000 sebesar 6.678.415 jiwa terdiri 3.478.791 jiwa angkatan kerja sedangkan tenaga kerja yang terserap hanya 3.361.128 jiwa sehingga tingkat pengangguran yang terjadi berjumlah 117.663 jiwa. Dan hingga tahun 2014 jumlah penduduk berjumlah 8.100.967 jiwa terdiri dari 3.711.932 jiwa angkatan kerja dengan tenaga kerja yang terserap sebesar 3.505.089 jiwa, sehingga tingkat pengangguran sebesar 206.844 jiwa. Banyaknya para pecari kerja menjadikan daerah-daerah yang memiliki potensi cukup tinggi menjadikan tempat tujuan 8 mencari kerja sehingga menjadikan perebutan atau peluang dengan kelompok daerah asli. Fitrani, et al (2005) memperkirakan ada empat faktor yang mendorong daerah melakukan pemekaran, salah satunya ialah Fiscal Spoils, dengan pemekaran wilayah akan memperoleh tambahan sumber daya fiskal dalam bentuk transfer umum, dana bagi hasil (berbagai sumber daya alam), dan untuk daerah dalam bentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya di perkotaan. Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, “Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi”. Dana perimbangan terdiri dari bagi hasil pajak/ bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana alokasi bantuan pembangunan daerah berupa Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu sumber keuangan untuk melakukan pembangunan ekonomi daerah. Di bawah ini ditampilkan dana alokasi bantuan pembangunan berupa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Daerah Otonom Baru di Provinsi lampung dari tahun 2000 sampai dengan 2014 : 9 Tabel 5. Kondisi Dana Alokasi Bantuan Pembangunan di Provinsi Lampung Tahun 2000 - 2014 (Rupiah) Tahun DAK & DAU 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 104.346.876 115.384.005 176.699.751 233.302.875 305.117.936 346.266.831 202.068.877 177.128.916 224.370.694 668.566.673 670.949.934 839.183.238 970.226.927 61.158.893 1.184.904.661 Perubahan % 0,18 0,11 0,53 0,32 0,31 0,13 -0,42 -0,12 0,27 1,98 0,00 0,25 0,16 -0,94 18,37 Sumber : Badan Pusat Statistik 2015 (Data Diolah) Berdasarkan Tabel 5, pada tahun 2000 hingga tahun 2014 di Provinsi Lampung terjadi peningkatan dana alokasi bantuan dimana pada dana alokasi bantuan pada tahun 2000 sebesar Rp. 104.346.876 meningkat sebesar 0,18 dari tahun sebelumnya dan pada tahun 2014 terjadi perubahan sebesar 18,37 dari tahun sebelumnya, menjadi Rp. 1.184.904.661. Dalam rangka menngkatkan pembangunan nasional harus didukung dengan pembangunan daerah yang dilaksanakan secara serasi dan terpada dalam rangka mewujudkan keserasian dan keseimbangan pembangunan nasional. Pembangunan ekonomi daerah lebih menekankan pada pendekatan daerah secara administrasi dan pendekatan sektoral, yang diarahkan untuk lebih mengembangkan dan menserasikan laju pertumbuhan antar daerah, antar perkotaan, antar pedesaan yang pelaksanaannya disesuaikan dengan prioritas daerah serta pengembangan 10 daerah seoptimal mungkin dengan memperhatikan dampak pembangunan (Hartono, 2008 dalam Zahara, 2014). Bagi daerah yang terlebih dulu membangun sudah tentu lebih banyak menyediakan sarana dan prasarana misalkan iklim usaha yang baik, jasa perbankan yang baik, sehingga menarik minat investor untuk mengadakan investasi. Proses tersebut menunjukkan bahwa kesenjangan pembangunan antar daerah sebenarnya akibat dari proses pembangunan itu sendiri. Berdasarkan atas penyebab ketimpangan regional antar wilayah dari tahun ke tahun cenderung melebar maka dapat diambil suatu dugaan, yaitu ketimpangan pembangunan ekonomi yang dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja dan dana alokasi bantuan pembangunan (Hartono, 2008). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung dengan judul penelitian sebagai berikut “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi Lampung” B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Seberapa besar tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung? 2. Bagaimana pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung? 11 3. Bagaimana pengaruh Tenaga Kerja terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung? 4. Bagaimana pengaruh Dana Alokasi Bantuan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang penulis kemukakan di atas, maka dapat dijelaskan tujuan dari penelitian ini adalah: 1 Untuk mengetahui seberapa besar tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung. 2 Untuk mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung. 3 Untuk mengetahui pengaruh Tenaga Kerja terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung. 4 Untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Bantuan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung. D. Kegunaan Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan pengetahuan serta bukti empiris mengenai pengaruh Tenaga Kerja, Pertumbuhan Ekonomi serta Dana Alokasi Bantuan Pembangunan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung. 12 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan bagi mereka yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung. 3. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Pusat Provinsi Lampung tentang variabel yang signifikan berpengaruh terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung. E. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya pembangunan ekonomi diartikan sebagai serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf pendidikan semakin tinggi dan teknologi semakin meningkat. Sebagai implikasi dari perkembangan ini diharapkan kesempatan kerja akan bertambah, tingkat pendapatan meningkat, dan kemakmuran masyarakat semakin tinggi (Sukirno, 2006). Pertumbuhan ekonomi yang dialami daerah dapat mempengaruhi secara negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung. Artinya dengan adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi akan menunjukan kegiatan ekonomi dan peningkatan kemakmuran penduduk sehingga ketimpangan akan menurun. Jumlah tenaga kerja yang ada dapat mempengaruhi tingkat ketimpangan. Dengan adanya tenaga kerja yang meningkat berarti ada kenaikan kegiatan ekonomi dan tingkat kemakmuran, sehingga ketimpangan mengalami penurunan. Jumlah tenaga kerja mempunyai pengaruh secara negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi. Berarti semakin meningkat tenaga kerja akan 13 menurunkan ketimpangan pembangunan ekonomi. Keberhasilan suatu program pembangunan sangat tergantung pada pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Sehingga perlu adanya campur tangan pemerintah untuk mengurangi ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah, misal dengan memberikan bantuan kepada daerah untuk mempercepat pembangunan daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dana perimbangan yang khusus terdiri dari DAU dan DAK yang selanjutnya disebut dana alokasi bantuan pembangunan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi, Jika dana alokasi bantuan pembangunan daerah meningkat maka ketimpangan pembangunan akan semakin kecil. Berdasarkan uraian dari kerangka pemikiran maka hubungan antara variabel independen (bebas) dengan variabel dependen (terikat) dapat dilihat pada gambar berikut : Pertumbuhan ekonomi (PE) Indeks Ketimpangan Pembangunan Ekonomi (Iw) Tenaga Kerja (TK) Dana Alokasi Bantuan Gambar 1. Kerangka Pemikiran 14 F. Hipotesis Berdasarkan tujuan penelitian ini, maka diajukan hipotesis sebagai berikut: 1. Diduga variabel Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh secara negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung. 2. Diduga variabel Tenaga Kerja berpengaruh secara negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung. 3. Diduga variabel Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh secara negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung. G. Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan yang meliputi, latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan pustaka yang berisi landasan teori, tujuan teoritis dan tujuan empiris yang relevan dalam penulisan tulisan ini. BAB III : Metode penelitian yang berisikan jenis dan sumber data, definisi oprasional variabel, metode analisis data, uji hipotesis. BAB IV : Pembahasan dan hasil penelitian, menyajikan hasil estimasi data melalui alat analisis yang telat disediakan. BAB V : Penutup, Membuat kesimpulan dan saran setelah melakukan penelitian DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan dapat diartikan sebagai upaya terencana dan terprogram yang dilakukan secara terus menerus oleh suatu negara untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik, dan merupakan proses dinamis untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Proses kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengembangan kegiatan ekonomi dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Tiap-tiap negara selalu mengejar dengan yang namanya pembangunan. Dengan tujuan semua orang turut mengambil bagian. Sedangkan kemajuan ekonomi adalah suatu komponen esensial dari pembangunan itu,walaupun bukan satu-satunya, hal ini disebabkan pembangunan itu bukanlah semata-mata fenomena ekonomi. Dalam pengertian yang paling mendasar, bahwa pembangunan itu haruslah mencakup masalahmasalah materi dan financial dalam kehidupan. Pembangunan seharusnya diselidiki sebagai suatu proses multidimensional yang melibatkan reorganisasi dan reorientasi dari semua system ekonomi dan sosial (Todaro, 2000, dalam Hartono, 2008 ). Proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat merupakan salah satu syarat dalam pembangunan. Pembangunan ekonomi 16 mengandung pengertian yang lebih luas. Djojohadikusumo (1987) dalam Hartono (2008) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi mencakup perubahan pada tata susunan ekonomi masyarakat secara menyeluruh. Pertumbuhan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,1985) dalam Afrizal (2013) Dari definisi tersebut terdapat tiga hal penting yaitu: 1. Suatu proses yang dilakukan secara terus menerus, 2. Usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita 3. Peningkatan pendapatan per kapita yang secara terus menerus dalam jangka waktu yang panjang. Pada umumnya pembangunan selalu disertai dengan pertumbuhan, tetapi pertumbuhan belum tentu disertai dengan pembangunan. Pada tingkat permulaan, pembangunan ekonomi dibarengi pula dengan pertumbuhan dan sebaliknya (Baiquni, 2004). Menurut Sukirno (1985) dalam Aldilla (2011) laju pertumbuhan ekonomi daerah diartikan sebagai kenaikan dalam produk domestik regional bruto tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pada pertambahan jumlah penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Sedangkan menurut Tambunan (2001) dalam Aldilla (2011), bahwa pembangunan ekonomi dalam periode panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi. Ada kecenderungan atau dapat dilihat sebagai suatu hipotesis bahwa 17 semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi rata – rata per tahun yang membuat semakin tinggi atau semakin cepat perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi bahwa faktor – faktor penentu lain mendukung proses tersebut, seperti tenaga kerja, bahan baku dan teknologi tersedia (Aldilla, 2011). Menurut Lincolin Arsyad (1999) dalam Hartono (2008), pembangunan ekonomi daerah merupakan proses pemerintah daerah dan masyarakat daerah mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan untuk mendorong perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam suatu wilayah tertentu. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang (Budiarto, 2007). Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Di sini ada dua sisi penting yaitu output total dan jumlah penduduk. Output per kapita adalah output total dibagi jumlah penduduk. Aspek ketiga dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah perspektif waktu jangka panjang. Kenaikan output per kapita selama satu atau dua tahun, yang kemudian diikuti dengan penurunan output per kapita bukan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan menurut Kuznets dalam (Todaro, 2000) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari suatu negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional dan ideologis terhadap berbagai keadaan yang ada. 18 B. Pentingnya Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di daerah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (Added Value) yang terjadi di daerah tersebut. Pertambahan tersebut di ukur dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Berkaitan dengan pembangunan daerah ada tiga pengertian tentang definisi daerah. Pengertian pertama daerah homogen (homogenues region) yaitu menganggap suatu daerah sebagai space atau ruang dimana kegiatan ekonomi berlaku dan diberbagai pelosok ruang tersebut sifatsifatnya sama. Misalnya dari aspek geografis, etnik, ataupun aspek ekonomi. Pengertian kedua adalah daerah modal yaitu daerah sebagai ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Pengertian ketiga daerah administrasi yaitu daerah yang memiliki dan memberikan batasan suatu daerahnya dengan batasan administrasi. Pembangunan ekonomi daerah merupakan proses pemerintah daerah dan masyarakat daerah mengelola sumber-sumber dana yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan untuk mendorong perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam suatu wilayah tertentu (Arsyad,1999). Saat ini tidak ada suatu teori yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komperhensif. Namun demikian ada beberapa teori yang secara parsial dapat membantu untuk memahami arti penting pembangunan ekonomi daerah. Pada hakikatnya, inti dari teori tersebut berkisar pada metode dalam 19 menganalisis perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas tentang faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah tertentu. Secara umum pendapat-pendapat yang mendasari bidang teori pembangunan ekonomi regional yang masing-masing mempunyai asumsi yang berbeda yaitu sebagai berikut: 1. Model Neo Klasik Model Neo Klasik mendasarkan analisa pada peralatan fungsi produksi, sama halnya dengan analisis pertumbuhan ekonomi nasional. Kelompok Neo-Klasik berpendapat bahwa unsur-unsur yang menentukan pertumbuhan ekonomi regional adalah modal, tenaga kerja, kemajuan teknologi. Namun demikian ada kekhususnya teori pertumbuhan regional Neo Klasik yaitu membahas secara mendalam pengaruh dari perpindahan penduduk / migrasi dan lalu lintas modal terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Kelompok Neo Klasik mengatakan bahwa pada saat proses pembangunan baru dimulai (negara yang sedang berkembang), tingkat perbedaan kemakmuran antara wilayah cenderung menjadi tinggi (divergence), ketika proses pembangunan telah berjalan dalam waktu lama (negara yang telah berkembang) maka perbedaan tingkat kemakmuran antara wilayah cenderung menurun (convergen). Kebenaran pendapat ini mula-mula diselidiki secara empiris oleh Williamson (1965) dalam Afrizal (2013). 20 Ketimpangan Regional Kurva Ketimpangan Regional Tingkat Pembangunan Nasional 0 Gambar 2. Kurva ketimpangan Regional (Arsyad,1999) dalam Hartono (2008) Sesuai dengan kesimpulan dari model Neo-Klasik ini, hipotesa yang dapat ditarik, Pertama, kemajuan teknologi, peningkatan investasi dan peningkatan jumlah tenaga kerja suatu wilayah berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi wilayah. Kedua, pada permulaan proses pembangunan, ketimpangan regional cenderung meningkat, tetapi setelah titik maksimum bila pembangunan terus dilanjutkan, maka ketimpangan antar daerah akan berkurang dengan sendirinya. C. Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Ketimpangan antar daerah di Indonesia, selain warisan historis, juga karena kebijaksanaan pembangunan selama ini lebih menekankan kepada pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan antar golongan masyarakat serta belum signifikan dalam memfokuskan pemerataan pembangunan antar wilayah. Ketimpangan ini diperkuat pula oleh perbedaan karakteristik wilayah, kuantitas dan kualitas sumber daya manusia serta kelengkapan infrastrukturnya. Hasil studi Kuncoro (2004) menyimpulkan adanya perbedaan dalam laju pertumbuhan antara daerah dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya: kecenderungan peranan 21 modal (investor) memilih daerah perkotaan atau daerah yang memiliki fasilitas yang lengkap seperti: prasarana perhubungan, jaringan jalan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi, juga tenaga kerja yang terampil, disamping itu adanya ketimpangan redistribusi pembagian pendapatan dari pemerintah pusat kepada daerah. Adanya perbedaan tingkat pembangunan di berbagai daerah atau wilayah dalam suatu negara akan menyebabkan tingkat kesenjangan antar daerah yang maju dengan daerah yang belum berkembang yang mana bila hal ini terus dibiarkan maka akan menyebabkan tingkat kesenjangan yang akan semakin meluas. Tentunya juga akan menyebabkan pula tingkat kesejahteraan penduduknya secara umum akan timpang hal ini disebabkan perbedaan tingkat PDRB per kapita yang dimiliki masing-masing wilayah tidak sama. (Sari, 2009). Thee Kian Wie, (1981) dalam Hartono (2008) menyatakan bahwa ketidakmerataan distribusi pendapatan dari sudut pandangan ekonomi dibagi menjadi tiga, yaitu : 1. Ketimpangan pembagian pendapatan antar golongan penerima pendapatan (size distribution oncome); 2. Ketimpangan pembagian pendapatan antar daerah perkotaan dan daerah pedesaan (urbanrural income disparities); 3. Ketimpangan pembagian pendapatan antar daerah (regional income disparities); Ketimpangan pembangunan antar daerah dengan pusat dan antar daerah dengan daerah lain merupakan suatu hal yang wajar, karena adanya perbedaan dalam sumber daya dan awal pelaksanaan pembangunan antar daerah. (Williamson, 22 1965) dalam Hartono (2008). Pembangunan dengan hasil seperti yang digambarkan oleh hipotesis U terbalik, sebagian besar didasarkan pada model pembangunan Dualistik (Sudibyo, 1995). Model pembangunan dualistik ini berdasarkan artikel terkenal tentang ekonomi surplus tenaga kerja dari Artur Lewis, yang memperbaharuhi model klasik. Menurut model pembangunan yang diajukan Lewis (Todaro, 2000), perekonomian terbelakang terdiri 2 sektor yaitu : 1. Sektor tradisionil yaitu sektor pedesaan sub sistem yang kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja sama dengan nol. Hal ini merupakan situasi yang memungkinkan Lewis untuk mendefinisikan kondisi surplus tenaga kerja sebagai suatu fakta bahwa sebagian tenaga kerja tersebut ditarik dari sektor pertanian dan sektor tersebut tidak akan kehilangan outputnya sedikitpun. 2. Sektor industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor subsistem. Perhatian utama dari model ini diarahkannya pada terjadinya proses pengalihan tenaga kerja, serta pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor modern. Pengalihan tenaga kerja dan pertumbuhan kesempatan kerja tersebut dimungkinkan oleh adanya perluasan ouput pada sektor modern. Adapun laju atau kecepatan terjadinya perluasan tersebut ditentukan oleh tingkat investasi dibanding industri dan akumulasi modal secara keseluruhan di sektor modern. Peningkatan investasi itu sendiri dimungkinkan oleh adanya kelebihan keuntungan sektor modern dari selisih upah dengan asumsi para kapitalis yang 23 berkecimpung dalam sektor modern tersebut bersedia menanamkan kembali seluruh keuntungannya. Hal ini dapat meningkatkan pangsa keuntungan pada pendapatan nasional. Tingkat upah di sektor industri perkotaan (sektor modern) diasumsikan konstan dan berdasarkan suatu premis tertentu, jumlahnya ditetapkan melebihi tingkat rata-rata upah sektor pertanian subsisten tradisional (Todaro, 1999). Menurut teori Neo Klasik ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut dapat mencapai keseimbangan kembali dengan sendirinya, karena daerah-daerah tertinggal akan dengan sendirinya konvergen dengan daerah yang lebih maju. Para ekonom Neo Klasik seperti Solow (1956), Suan (1956) dan Meade (1961) mengajukan model pertumbuhan dengan menggunakan beberapa asumsi (Sukirno, 1981 dalam Hartono, 2008) sebagai berikut (1) Full employment; (2) Persaingan sempurna; (3) Komoditi Homogen; (4) Ongkos transportasi nol; (5) Constant return to scale antar wilayah; (6) Supply tenaga kerja tetap; (7) Tingkat teknologi tetap. Berdasarkan asumsi tersebut, maka tingkat upah merupakan fungsi langsung dari rasio kapital dan tenaga kerja, sehingga akan terjadi pergerakan tenaga kerja dari daerah yang tingkat upahnya rendah ke daerah yang tingkat upahnya tinggi, sementara modal bergerak sebaliknya. Kebijaksanaan pusat pengembangan yang dilakukan oleh suatu negara dapat dikatakan berhasil dari segi pandangan nasional tetapi gagal dari dalam sudut pembangunan wilayah. Kebijaksanaan pusat pengembangan yang hanya tertuju pada beberapa tempat saja bila tidak hati-hati dapat memperbesar jurang 24 kemakmuran antara penduduk yang berada di dalam pusat dan dengan yang berada di luarnya. Kebijakan alokasi investasi regional menjadi penting bila tujuan pembangunan wilayah yang dicapai yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan, karena dengan hal itu dapat ditentukan prioritas - prioritas yang akan dilaksanakan (Sjafrizal, 1997) dalam Hartono (2008). Dalam hal pemerataan, bahwa unsur pemerataan pembangunan antar wilayah dapat dipertimbangkan melalui pelaksanaan switching policy. Bila menurut analisa alokasi anggaran perlu lebih banyak diarahkan pada daerah yang relatif maju, maka setelah mencapai titik tertentu maka prioritas alokasi anggaran harus dibelokkan ke daerah yang kurang maju. Dengan demikian unsur pertumbuhan dan unsur pemerataan akan dapat dipertimbangkan secara sekaligus. D. Dana Alokasi Bantuan Pembangunan Dana alokasi bantuan pembangunan daerah merupakan salah satu sumber keuangan untuk melakukan pembangunan daerah. Pada dasarnya dalam melaksanakan pembangunan diperlukan sumber dana. Untuk mencapai keberhasilan suatu program pembangunan sangat tergantung pada pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Namun potensi dan pemanfaatan sumber daya tersebut bervariasi antar daerah. Sejalan dengan hal tersebut, menurut Marisa dan Hutabarat (1988) serta Nurmanah (1989) dalam Hartono (2008) mengidentifikasikan bahwa ketimpangan dan variasi distribusi pendapatan mempunyai hubungan yang positif dengan distribusi penguasaan faktor-faktor produksi. Dengan demikian tidak mengherankan bila keberhasilan pembangunan antar daerah berbeda-beda. Sehingga perlu adanya campur tangan pemerintah 25 pusat untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antar daerah, misal dengan memberikan bantuan kepada daerah untuk mempercepat pembangunan daerah. Dana alokasi bantuan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah merupakan pengeluaran pembangunan pemerintah pusat ke daerah kabupaten/kota. Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, “Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi”. Dana Perimbangan disebut juga transfer atau grants. Transfer merupakan konsekuensi dari tidak meratanya keuangan dan ekonomi daerah. Selain itu tujuan transfer adalah mengurangi keuangan horizontal antar daerah, mengurangi kesenjangan vertical Pusat-Daerah, mengatasi persoalan efek pelayanan publik antar daerah, dan untuk menciptakan stabilitas aktivitas perekonomian di daerah (Prakoso, 2011). Dana perimbangan terdiri Dari Bagi Hasil Pajak/ Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). 1. Dana Bagi Hasil (DBH) Menurut Syarifin dan Jubaedah (2005) “Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”. Dana bagi hasil ini bersumber dari pajak dan kekayaan daerah. Dimana menurut Pasal 11 ayat 1 UU No. 33 Tahun 2004, Dana Bagi Hasil yang berasal dari pajak terdiri dari : “1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), 2) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan 26 Bangunan (BPHTB), 3) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Orang Wajib Pajak Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21”. Sedangkan pada pasal 11 ayat 2 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Dana Bagi Hasil yang berasal dari sumber daya alam terdiri dari “1) kehutanan, 2) pertambangan umum, 3) perikanan, 4) pertambangan minyak bumi, 5) pertambangan gas bumi, 6) pertambangan panas bumi ”. 2. Dana Alokasi Umum (DAU) Dana alokasi umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum merupakan block grants yang diberikan kepada semua kabupaten/kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara kapasitas dan kebutuhan fiskalnya. Penggunaan Dana Alokasi Umum ditetapkan oleh daerah. Penggunaan Dana Alokasi Umum dan penerimaan umum lainnya dalam APBD harus tetap pada kerangka pencapaian tujuan pemberian otonomi kepada daerah yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, seperti pelayanan di bidang kesehatan dan pendidikan. 3. Dana Alokasi Khusus (DAK) Berdasarkan UU NO. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Pasal 39 menyebutkan bahwa Dana Alokasi Khusus dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan Urusan Daerah sesuai dengan fungsi yang ditetapkan dalam APBN. Dana Alokasi Khusus (DAK) 27 ditujukan untuk daerah khusus yang terpilih untuk tujuan khusus, karena itu alokasi yang didistribusikan oleh pemerintah pusat sepenuhnya merupakan wewenang pusat untuk tujuan nasional khusus. Ada tiga kreteria dari kebutuhan khusus seperti ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu: o Kebutuhan tidak dapat diperhitungkan dengan menggunakan rumus dana alokasi umum. o Kebutuhan merupakan komitmen atau prioritas nasional. o Kebutuhan untuk membiayai kegiatan reboisasi dana penghijauan oleh daerah penghasil. Menurut Wijaya (2007) menyatakan bahwa biaya administrasi, biaya penyiapan proyek fisik, biaya penelitian, biaya perjalanan pegawai daerah, dan lain-lain. Biaya umum yang sejenis tidak dapat dibiayai oleh dana alokasi umum. Dengan demikian DAK pada dasarnya merupakan transfer yang bersifat spesifik untuk tujuan yang sudah digariskan. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris dana perimbangan yang terdiri dari DAU dan DAK yang selanjutnya disebut dana alokasi bantuan pembangunan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi, penelitian ini tidak memasukan Dana Bagi Hasil (DBH) sebagai bagian dari dana alokasi bantuan, karena menurut pengertian sebelumnya DBH bersumber dari pajak dan kekayaan daerah dan kembali lagi ke daerah sesuai persentase yang ditetapkan, berbeda dengan DAU dan DAK yang langsung bersumber dari APBN. 28 E. Tenaga Kerja Menurut pendapat Suparmoko (2002), tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara dalam memproduksi barang atau jasa, tenaga kerja yang dalam usia kerja yaitu antara 15-64 tahun. Menurut pendapat Simanjuntak (2002), tenaga kerja adalah penduduk yang berumur diatas 10 tahun atau lebih. Memang di setiap negara batasan umur tenaga kerja berbeda-beda. Contohnya di India, tenaga kerja adalah penduduk yang berumur antara 14 sampai 60 tahun. Selain golongan umur tersebut dianggap bukan tenaga kerja. Di Indonesia tidak ada batasan umur maksimal karena di Indonesia tidak ada jaminan sosial nasional. Memang ada sebagian penduduk yang menerima tunjangan di hari tua tapi jumlah hanya sedikit, yaitu pegawai negeri dan sebagian kecil pegawai swasta. Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun-64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Adapun klasifikasi tenaga kerja sebagai berikut : 1. Berdasarkan penduduk o Tenaga kerja Tenaga kerja adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat 29 bekerja dan sanggup bekerja jika tidak ada permintaan kerja. Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja, mereka yang dikelompokkan sebagai tenaga kerja yaitu mereka yang berusia antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun. o Bukan tenaga kerja Bukan tenaga kerja adalah mereka yang dianggap tidak mampu dan tidak mau bekerja, meskipun ada permintaan bekerja. Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2003, mereka adalah penduduk di luar usia, yaitu mereka yang berusia di bawah 15 tahun dan berusia di atas 64 tahun. Contoh kelompok ini adalah para pensiunan, para lansia (lanjut usia) dan anak-anak. 2. Berdasarkan batas usia kerja o Angkatan kerja Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia 15-64 tahun yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan. o Bukan angkatan kerja Bukan angkatan kerja adalah mereka yang berumur 10 tahun ke atas yang kegiatannya hanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan sebagainya. Contoh kelompok ini adalah: a. anak sekolah dan mahasiswa b. para ibu rumah tangga dan orang cacat, dan c. para pengangguran sukarela 30 3. Berdasarkan kualitasnya o Tenaga kerja terdidik Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki suatu keahlian atau kemahiran dalam bidang tertentu dengan cara sekolah atau pendidikan formal dan nonformal. Contohnya: pengacara, dokter, guru, dan lain-lain. o Tenaga kerja terlatih Tenaga kerja terlatih adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu dengan melalui pengalaman kerja. Tenaga kerja terampil ini dibutuhkan latihan secara berulang-ulang sehingga mampu menguasai pekerjaan tersebut. Contohnya: apoteker, ahli bedah, mekanik, dan lain-lain. o Tenaga kerja tidak terdidik dan terlatih Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja kasar yang hanya mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh angkut, pembantu rumah tangga, dan sebagainya F. Indeks Williamson Disparitas (ketimpangan) pembangunan ekonomi antar wilayah merupakan fenomena umum yang terjadi dalam proses pembangunan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini pada awalnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masingmasing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mendorong proses pembangunan juga 31 menjadi berbeda. Karena itu tidaklah mengherankan bilamana setiap daerah biasanya terdapat wilayah relative maju (developed region) dan wilayah relative terbelakang (underdeveloped region). Ukuran ketimpangan pendapatan yang lebih penting lagi untuk menganalisis seberapa besarnya kesenjangan antar wilayah/daerah adalah dengan melalui perhitungan indeks Williamson. Dasar perhitungannya adalah dengan menggunakan PDRB per kapita dalam kaitannya dengan jumlah penduduk per daerah. Indeks Williamson lazim digunakan dalam pengukuran ketimpangan pembangunan antar wilayah. Indeks Williamson menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita sebagai ketimpangan regional (regional inequality) sebagai data dasar. Alasannya jelas karena yang diperbandingkan adalah tingkat pembangunan antar wilayah dan bukan tingkat distribusi pendapatan antar kelompok masyarakat (Sjafrizal, 2012). Indeks Williamson merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur tingkat ketimpangan daerah yang semula dipergunakan oleh Jeffrey G. Wlliamson. Formulasi Indeks Williamson yang digunakan menurut Sjafrizal (2012) yaitu: = Keterangan ∑(y − y) (f : n ) ,0 < y Iw = Indeks Williamson fi = Jumlah penduduk kabupaten/kota ke-i (jiwa) n = Jumlah penduduk Provinsi Lampung Yi = PDRB per kapita kabupaten/kota ke-i (Rupiah) <1 32 ͞y = PDRB per kapita rata-rata di Provinsi Lampung Hasil pengukuran dari nilai Indeks Williamson ditunjukkan oleh angka 0 sampai angka 1 atau 0 < IW < 1. Jika nilai IW semakin mendekati angka 0 maka semakin kecil ketimpangan pembangunan ekonomi dan jika nilai IW semakin mendekati angka 1 maka semakin melebar ketimpangan pembangunan ekonomi (Sjafrizal, 2012). 33 G. Penelitian Terdahulu No PENULIS JUDUL JURNAL VARIABEL ALAT ANALISIS SIMPULAN 1. Budiantoro Hartono Analisis Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi Jawa tengah (Y) timpangan Pembangunan Ekonomi, (X1) Investasi, (X2) Angkatan Kerja, (X3) Dana Alokasi Bantuan Uji statistik t, Uji statistik f dan regresi berganda variabel bebas secara parsial berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah. Nilai F hitung sebesar 1,899, dengan angka signifikansi sebesar 0,000 (0,000 < 0,05) 2. Linda Tustiana Puspitawati Analisis Perbandingan Faktor-Faktor Penyebab Ketimpangan Pembangunan antar Kabupaten/Kota di Kawasan Kedungsapur (Y) ketimpanagn pembangunan, (X1) kondisi sektoral,, (X2) pola pertumbuhan, (X3) fasilitas Analisis Location Quotient (LQ), Analisis Shift Shar, Analisis Tipologi Klassen, Analisis Skalogram Berdasarkan analisis Tipologi Klassen pada setiap kabupaten/kota di Kawasan Kedungsapur, diperoleh empat klasifikasi keadaan ekonomi daerah. Kuadran I adalah daerah maju dan cepat tumbuh yaitu Kota Semarang. Kuadran II adalah daerah yang maju tapi tertekan yaitu Kabupaten Semarang. Kuadran III adalah daerah berkembang cepat yaitu Kabupaten Kendal. Kuadran IV adalah daerah relatif tertinggal yaitu Kabupaten Demak, Kabupaten Grobogan, dan Kota Salatiga. 34 3. Mulyanto Sudarmono Analisis Transformasi Struktural, Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Antar Daerah Di Wilayah Pembangunan I Jateng (Y) Ketimpangan Antar daerah, (X1) transformasi struktural, (X2) Pertumbuhan ekonomi Sumbangan sektor (kontribusi) terhadap PDRB, Location Quotient (Kuosien Lokasi), SHIFT SHARE, Analisis Overlay, Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil Terjadinya kecenderungan peningkatan nilai Indeks enthropi Theil maupun nilai Indeks Williamson mengandung arti bahwa ketimpangan yang terjadi di Wilayah Pembangunan I Jawa Tengah semakin membesar atau semakin tidak merata. Kota Semarang masih mendominasi nilai PDRB dan nilai pendapatan perkapita, sementara kelima daerah yang lain jauh lebih rendah. 4. Sri Kuncoro Pertumbuhan Ekonomi, Kesempatan Kerja, Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Jambi (Y) ketimpanagn pendapatan, (X1) Pertumbuhan Ekonomi, (X2) kesempatan kerja, (X3) kemiskinan analisis regresi sederhana dengan Panel Data Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kesempatan kerja di Kabupaten Merangin, Sarolangun, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat dan Bungo Provinsi Jambi positif dan tidak signifikan. Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di Kabupaten Merangin, Sarolangun, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat dan Bungo Provinsi Jambi negatif dan tidak signifikan. Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan di Kabupaten Merangin, Sarolangun, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat dan Bungo Provinsi Jambi positif dan tidak signifikan. 35 5. Lukman Harun, Ghozali Maski Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Pembangunan Wilayah (Studi pada Kabupaten dan Kota di Jawa Timur) (Y) Kertimpangan Pembangunan wilayah, (X1) Pengeluaran Pemerintah, (X2) Pertumbuhan Ekonomi regresi data panel dengan pendekatan Random Effect Model (REM) Sesuai fungsi alokasi dan distribusi yang dimiliki APBD maka seharusnya APBD diharuskan dapat mengalokasikan serta mendistribusikan seluruh sumber daya, kesempatan dan hasil ekonomi secara optimal dan adil. Oleh karena itu peran pemerintah dapat dilihat dari pengeluaran APBD. Dari berbagai penelitian yang dilakukan di Propinsi Jawa Timur pertumbuhan ekonomi memberikan pengaruh positif terhadap ketimpangan pembangunan namun dengan data time series, dalam penelitian ini menggunakan data panel yang kemungkinan dapat memberikan hasil yang berbeda. Hasil dari regresi yang dilakukan dengan menggunakan Random Effect Model diperoleh nilai koefisien dari variabel pengeluaran pemerintah adalah negatif dan signifikan, sedangkan nilai koefisien dari variabel pertumbuhan ekonomi adalah positif dan signifikan. 36 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan merupakan data runtun waktu (time series) yaitu sekumpulan observasi dalam rentang waktu tertentu. Dalam penelitian ini menggunakan data kurun waktu tahun 2000-2014. Data sekunder tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnaker Trans) Provinsi Lampung. Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data jumlah penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, PDRB per kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung atas dasar harga konstan, Jumlah Tenaga Kerja (TK) Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, Tingkat Pertumbuhan Ekonomi (PE) Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, serta data Dana Alokasi Bantuan Pembangunan (DAB) yang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Keseluruhan data berupa data runtun waktu (Time Series) Tahun 2000 hingga Tahun 2014. 37 B. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek/subyek mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2009). Penelitian ini menggunakan populasi Pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Lampung. Jumlah pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Lampung adalah sebanyak 15 pemerintah daerah yang terdiri dari 2 pemerintah kota, dan 13 pemerintah kabupaten. Populasi penelitian ini adalah Kabupaten Lampung Barat, Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Timur, Lampung Utara, Mesuji, Pesawaran, Pringsewu, Tanggamus, Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat, Way Kanan, Pesisir Barat, Kota Bandar Lampung dan Kota Metro. Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Sugiono, 2009). Dalam penelitian ini daerah yang menjadi sampel dipilih berdasarkan Purposive Sampling (kriteria yang dikehendaki). Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung yang masa pemerintahannya lebih dari 10 tahun. 2. Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung yang telah menyusun laporan keuangan tahun 2000 sampai dengan 2014. 3. Pemerintah Kabupaten atau Kota di Provinsi Lampung yang mempunyai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2000 sampai dengan 2014 telah di publikasi melalui website resmi BPS. 38 Berdasarkan pertimbangan tersebut maka ukuran sampel pada penelitian ini yaitu sebanyak 10 Kota/Kabupaten yaitu: 1. Kabupaten Lampung Barat 6. Kabupaten Tanggamus 2. Kabupaten Lampung Selatan 7. Kabupaten Tulang Bawang 3. Kabupaten Lampung Tengah 8. Kabupaten Way Kanan 4. Kabupaten Lampung Timur 9. Kota Bandar Lampung 5. Kabupaten Lampung Utara 10. Kota Metro C. Definisi Operasional Variabel Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu hal yang terbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik simpulan (Sugiono, 2009). Variabel-variabel yang dalam penelitian ini terdiri dari 1 variabel terikat dan 3 variabel bebas. 1. Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Indeks Ketimpangan Pembangunan Ekonomi. Indeks Ketimpangan Pembangunan Ekonomi merupakan ukuran dari disparitas (ketimpangan) pembangunan ekonomi antar wilayah. Ketimpangan Pembangunan Ekonomi diukur dengan menggunakan rumus Indeks Williamson (Sjafrizal, 2012) : √ ̅ ̅ 39 Keterangan: Iw = Indeks Williamson fi = Jumlah penduduk kabupaten/kota ke-i (jiwa) n = Jumlah penduduk Provinsi Lampung Yi = PDRB per kapita kabupaten/kota ke-i (Rupiah) y = PDRB per kapita rata-rata di Provinsi Lampung Dimana menggunakan PDRB per kapita atas dasar harga konstan Tahun 2000 untuk setiap Kabupaten di Provinsi Lampung dari Tahun 2000 sampai Tahun 2014. Sedangkan Indeks Ketimpangan Pembangunan Ekonomi ditunjukkan oleh angka 0 sampai angka 1 atau 0 < IW < 1. Jika indeks Williamson semakin mendekati angka 0 maka tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi semakin kecil dan jika indeks Williamson semakin mendekati angka 1 maka semakin tinggi ketimpangan pembangunan ekonomi (Safrizal, 2012). 2. Variabel Independen Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen / terikat (Sugiono, 2009). Variable independen dalam penelitian ini adalah: a. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi menggunakan data pertumbuhan ekonomi. Diukur dalam satuan persen di Provinsi Lampung. b. Tenaga Kerja Tenaga kerja menggunakan data tenaga kerja yang bekerja yang berumur 15 sampai dengan 64 tahun yang berpartisipasi dalam aktivitas produksi barang dan jasa (Simanjuntak, 2002). 40 c. Dana Alokasi Bantuan Pembangunan Dana alokasi bantuan pembangunan diukur dari jumlah dana bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang telah dihitung berdasarkan kuota. Dalam penelitian ini menggunakan jumlah Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dinyatakan dalam jutaan rupiah. Berikut adalah Tabel rangkuman Operasional Variabel Penelitian : Tabel 7. Nama Variabel, Simbol, Periode Waktu, Satuan Pengukuran dan Sumber Data Nama Variabel Simbol Periode Waktu Satuan Pengukuran Sumber Data Pertumbuhan Ekonomi PE Tahunan Persen BPS Tenaga Kerja TK Tahunan Jiwa DISNAKER TRANS DAB Tahunan Rupiah BPS IW Tahunan Nilai Pengolahan Data Dana Alokasi Bantuan Indeks Williamson D. Metode Analisis Data 1. Alat Analisis Analisis data dalam penelitian ini dengan menngunakan model regresi yang digunakan untuk mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi (PE), Tenaga Kerja (TK), dan Dana Alokasi Bantuan (DAB) terhadap Ketimpangan Pembangunan Ekonomi (IW) dengan menggunakan OLS (Ondinary Least Square). Analisis data digunakan untuk menyederhanakan data yang telah diperoleh kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan, pada penelitian ini menggunakan software Eviews 8. Model umum dari analisis ini adalah: 41 Iw = Indeks Williamson (Nilai) = Konstanta = Koefisien regresi PE = Pertumbuhan Ekonomi TK = Tenaga Kerja DAB = Dana Alokasi Bantuan = Error term i,t = i untuk masing-masing provinsi dan t untuk tahun 2. Pengujian Asumsi Klasik Untuk mengetahui apakah model estimasi yang telah dibuat tidak menyimpang dari asumsi-asumsi klasik, maka dilakukan beberapa uji antara lain, Uji Normalitas, Uji Multikolinearitas, Uji Autokorelasi dan Uji Heteroskedastisitas. a. Uji Normalitas Uji Normalitas adalah untuk mengetahui apakah residual terdistribusi secara normal atau tidak, pengujian normalitas dilakukan menggunakan metode JarqueBera (Gujarati, 2003). Residual dikatakan memiliki distribusi normal jika Jarque Bera < Chi square, dan atau probabilita (p-value) > α = 10%. Hipotesis masalah normalitas adalah sebagai berikut : Ho : Jarque Bera stat < Chi square = Terditribusi dengan normal. Ha : Jarque Bera stat > Chi square = Tidak berditribusi dengan normal. b. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah hubungan linier yang terjadi diantara variabel-variabel independen, meskipun terjadinya multikolinearitas tetap menghasilkan estimator yang BLUE. Pengujian terhadap gejala multikolinearitas dapat dilakukan dengan 42 menghitung Variance Inflation Factor (VIF) dari hasil estimasi (Widarjono, 2007). Hipotesis masalah multikolinearitas adalah sebagai berikut : Ho : VIF > 10, terdapat multikolinearitas antar variabel Ho : VIF < 10, tidak terdapat multikolinearitas antar variable c. Uji Autokorelasi Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan dengan mengembangkan uji autokorelasi yang lebih umum dan dikenal dengan uji LM atau LM-Test. Uji LM test menjelaskan apabila nilai Chi squared hitung (Obs*Rsquared) lebih kecil dari nilai Chi squared kritis pada α=10% maka tidak bersifat autokorelasi. Sebaliknya apabila Chi squared hitung (Obs*R-squared) lebih besar dari pada Chi squared kritis pada α=10% dan probabilitas (Obs*R-squared) lebih kecil dari α=10% maka data bersifat autokorelasi. Gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan uji serial Correlation LM test H0 : Obs*R square (X² - hitung) < Chi – square (X² - tabel), Model terbebas dari masalah autokorelasi. Ha : Obs*R square (X² - hitung ) > Chi-square (X² - tabel), Model mengalami masalah autokorelasi. d. Uji Heteroskedastisitas Heteroskeadstisitas adalah situasi tidak konstannya varian diseluruh faktor gangguan. Suatu model regresi dikatakan terkena heteroskedastisitas apabila terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain 43 tetap, maka disebut homoskedastisitas. Jika varian berbeda disebut heteroskedastisitas. Hipotesis masalah heteroskedastisitas adalah sebagai berikut : Ho : Obs*R square ( χ2 -hitung ) > Chi-square (χ2–tabel), Model mengalami masalah heteroskedastisitas. Ha : Obs*R square ( χ2 -hitung ) < Chi-square (χ2–tabel), Model terbebas dari masalah heteroskedastisitas. E. Uji Hipotesis 1. Uji t statistik (Uji Parsial) Uji-t digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh dari masingmasing variabel bebas terhadap variabel terikat. Digunakan uji 1 arah dengan tingkat kepercayaan 90% dengan hipotesis: Hipotesis 1 Ho : 1 = 0 tidak terdapat pengaruh variabel pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pembangunan. Ha : 1 < 0 terdapat pengaruh negatif variabel pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pembangunan. Hipotesis 2 Ho : 1 = 0 tidak terdapat pengaruh variabel tenaga kerja terhadap ketimpangan pembangunan. Ha : 1 < 0 terdapat pengaruh negatif variabel tenaga kerja terhadap ketimpangan pembangunan. Hipotesis 3 44 Ho : 1 = 0 tidak terdapat pengaruh variabel dana alokasi bantuan terhadap ketimpangan pembangunan. Ha : 1 < 0 terdapat pengaruh negatif variabel dana alokasi bantuan terhadap ketimpangan pembangunan. Kriteria pengambil keputusan : Jika nilai t-hitung > nilai t-tabel maka H0 ditolak atau menerima Ha, artinya variabel bebas berpengaruh negatif terhadap variabel terikat. Jika nilai t-hitung < nilai t-tabel maka H0 diterima atau menolak Ha, artinya variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat 2. Uji F Statistik Uji F statistik dikenal dengan Uji serentak atau Uji model/Uji Anova yaitu uji yang digunakan untuk melihat bagaiamana pengaruh semua variabel bebas terhadap variabel terikat dan untuk menguji apakah model regresi yang ada signifikan atau tidak signifikan. Uji F dapat dilakukan dengan membandingkan F hitung dengan F tabel (Gujarati, 2003). H0 : 1, 2, 3 = 0 => Diduga secara bersama-sama variabel pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja, dana alokasi bantuan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan. Ha : 1, 2, 3 ≠ 0 => Diduga secara bersama-sama variabel pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja, dana alokasi bantuan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan. 45 kriteria pengambilan keputusan: Jika F-hitung > F-tabel maka ditolak, artinya secara bersama-sama variabel bebas berpengaruh negatif terhadap variabel terikat. Jika F-hitung < F-tabel maka diterima, artinya secara bersama-sama variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat. 62 V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Nilai Indeks Williamson di Provinsi Lampung selama tahun penelitian 2000-2014 menunjukan bahwa ketimpangan pembangunan ekonomi yang terjadi adalah tergolong ketimpangan yang sedang. 2. Hasil penelitian membuktikan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan di Provinsi Lampung. Setiap peningkatan jumlah pertumbuhan ekonomi (PE) sebesar 1% maka tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi akan menurun sebesar 0,014644 satuan 3. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa variabel tenaga kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan di Provinsi Lampung. Setiap peningkatan jumlah tenaga kerja (TK) sebesar 1 jiwa maka tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi akan menurun sebesar 0,318333 satuan. 63 4. Hasil penelitian membuktikan bahwa variabel Dana Alokasi Bantuan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan di Provinsi Lampung. Setiap peningkatan dana alokasi bantuan (DAB) sebesar 1 Rupiah maka tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi akan menurun sebesar 0,122852 satuan. 5. Secara bersama-sama variabel pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja, dan dana alokasi pembangunan berpengaruh terhadap tingkat ketimpangan pembangunan di Provinsi Lampung B. Saran 1. Sebaiknya pemerintah daerah ikut serta dalam membantu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dengan adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan yang merata akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 2. Tenaga kerja sebagai input dalam proses produksi harus ditingkatkan kuantitas maupun kualitasnya. Kualitas tenaga kerja yang baik akan dapat mempengaruhi produktivitas tenaga kerja sehingga pertumbuhan ekonomi diharapkan akan meningkat sehingga dapat mengurangi tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi. 3. Dengan adanya ketimpangan pembangunan antar daerah memberikan indikasi bahwa dana alokasi bantuan pembangunan dari pemerintah pusat sangatlah penting. Seharusnya dana alokasi pembangunan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah hendaknya disesuaikan 64 dengan situasi maupun kondisi masing-masing daerah, sehingga diharapkan daerah yang tertinggal mampu mengejar daerah yang sudah maju. Daftar Pustaka Afrizal, Fitrah. 2013. Analisis Pengaruh Tingkat Investasi, Belanja Pemerintah Dan Tenaga Kerja Terhadap PDRB Di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 20012011.Skripsi Jurusan Ilmu Ekonomi. Universitas Hasanudin. Makassar. Aldilla, Rezza. 2011. Analisis pengaruh tenaga kerja dan output Terhadap indeks ketimpangan penyerapan Tenaga kerja industri manufaktur di Kabupaten/kota di wilayah provinsi jawa Tengah. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang Ambya, 2014, Belanja Pemerintah Daerah Dan Pertumbuhan Ekonomi: Studi Daerah Otonom Baru (Dob) Di Indonesia Tahun 2001-2010, Yogyakarta Universitas Gadjah Mada. Arsyad, Lincolin, 1999, Ekonomi Pembangunan, Ed. 3, Yogyakarta : STIE YKPN BPFE. Badan Pusat Statistik (BPS). 2014. Lampung Dalam Angka 2014. Provinsi Lampung Baiquni, M. 2004. Membangun Pusat-Pusat di Pinggiran-Otonomi di Wilayah Kepulauan. Yogyakarta : Ide As dan PKPEK. Budiarto, Bambang. 2007. Pengukuran Keberhasilan Pengelolaan Keuangan Daerah. Seminar Ekonomi Daerah. Surabaya. Dinas Ketenagakerjaan (Disnakers). 2014. Provinsi Lampung. Fitrani, Hofman, dan Kaiser, 2005, Unity In Diversity The Creation Of New Local Governments In A Decentralising Indonesia, The World Bank Jakarta. Greene, W.H. 2000. Econometrics Analysis. New Jersey : Prentice Hall Inc. Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar (Terjemahan Sumarno Zain). Jakarta. Hartono, Budiantoro, 2008, Analisis Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah, Tesis S.2 Program Pasca Sarjana. Undip. Semarang. Harun, Maski, 2012, Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Pembangunan Wilayah (Studi pada Kabupaten dan Kota di Jawa Timur), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Kuncoro, Mudrajat. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Erlangga. Jakarta Masli, lili. 2008, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, STIE STAN IM, Jakarta Nur, Syafi’I, 2011, Adakah Anomali Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sari, Vera Yolanda. 2009. Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah Di Provinsi Lampung. Skripsi Fakultas Ekonomi. Universitas Lampung. Lampung. Sembiring, E. R. 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial. Jakarta. Simposium Nasional. Simanjuntak, Payaman, J. 2002. Undang-Undang yang Baru tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Kantor Perburuhan Internasional: Jakarta. Sjafrizal, 2012, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat, Jakarta, Jurnal Buletin Prisma. Sobita, Suparta, 2014, Pertumbuhan Ekonomi Dan Penyerapan Tenaga Kerja Di Provinsi Lampung, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. Sudibyo, Bambang dkk, 1995, Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia, Yogyakarta : Bagian Penerbitan Aditya Media. Sugiono (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung Sukirno, Sadono, 2001. Ekonomi Pembangunan, Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Bima Grafika. Suparmoko, (2002), Pengantar Ekonomi Makro. UGM, Yogyakarta. Syarifin, Pipin dan Jubaedah, Dedah. 2005. Pemerintahan Daerah di Indonesia. Bandung: CV Pustaka Setia Todaro, Michael P. 2000, Ekonomi Pembangunan Di Dunia Ketiga Edisi 7, Jakarta : Erlangga. Widarjono, Agus. 2009. Ekonomi Pengantar dan Aplikasi. Penerbit Ekonisia, Yogyakarta. Wijaya, H.A.W. 2007. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada Zahara, Hastari 2014, Faktor-Faktor yang Memepengaruhi Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Provinsi Lampung Tahun 2008 – 2012, Universitas Lampung Zuhri, Mursid. 1998, Kajian Hubungan Fungsional Jawa Tengah – Jawa Timur dalam Pengembangan Wilayah, Semarang : BAPPEDA Propinsi Jawa Tengah.