ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

advertisement
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI PROVINSI
LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
RIZKA MARDELA OKTA PUTRI
EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016
ABSTRACT
ANALYSIS OF FACTORS THAT AFFECTING TO THE INEQUALITY
OF ECONOMICS DEVELOPMENT IN LAMPUNG PROVINCE
By
RIZKA MARDELA OKTA PUTRI
Inequality of region is an aspect that occurs in every country, both in poor
countries, developing country, as well as developed countries have a problem of
inequality of development among regions with the size difference.
This study aims to provide empricial evidence about the economic growth,
influence of labor, and development assistance funds allocated to the inequality of
economic development in Lampung Province. the method used with classic
assumption test, hypothesis testing, Ordinary Least Square (OLS) by using
analytical tools Eviews 8.
Calculation shows that economic growth, influence of labor, and development
assistance funds allocated effect on inequality of economic development in
Lampung Province.
Keywords: inequality of economic development, economic growth, influence of
labor, and development assistance funds allocated.
ABSTRAK
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI PROVINSI
LAMPUNG
Oleh
RIZKA MARDELA OKTA PUTRI
Ketimpangan wilayah merupakan suatu aspek yang umum terjadi di setiap
negara, baik negara miskin, negara berkembang, bahkan negara maju sekalipun
memiliki masalah ketimpangan pembangunan antar wilayah maupun dengan
ukuran yang berbeda-beda. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan mengenai
pengaruh pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja, dan dana alokasi bantuan terhadap
ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung. Metode yang
digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan uji asumsi klasik, hipotesis,
dan Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan alat analisis Eviews 8.
Hasil perhitungan menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja, dan
dana alokasi bantuan berpengaruh terhadap tingkat ketimpangan pembangunan di
Provinsi Lampung.
Kata Kunci: Ketimpangan pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi,
tenaga kerja, dana alokasi bantuan pembangunan,
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI PROVINSI
LAMPUNG
Oleh
Rizka Mardela Okta Putri
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA EKONOMI
pada
Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Rizka Mardela Okta Putri lahir di Bandarlampung pada tanggal 8
Oktober 1993. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara, dari
pasangan Bapak Masykur Arrahman dan Ibu Masitoh.
Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak Kartini, selanjutnya penulis
meneruskan pendidikan di SDN II Rawa Laut (Teladan). Kemudian penulis
melanjutkan pendidikan di SMP N 5 Bandarlampung dan SMA N 1
Bandarlampung.
Pada Tahun 2012 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Lampung jurusan ekonomi pembangunan melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri Tertulis (SNMPTN) Tertulis. Pada
tahun 2014
penulis melakukan Kuliah Kunjungan Lapangan (KKL) ke
BAPPENAS, Direktorat Jendral Anggaran, dan Otoritas Jasa Keuangan. Pada
Januari 2015 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa
Sukanegara, Kecamatan Ngambur, Kabupaten Pesisir Barat.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Universitas Lampung pada tahun 2016.
MOTTO
Tidak semua yang terlihat itu benar, dan tidak semua yang benar itu terlihat.
(Rizka Mardela Okta Putri)
Berkerjalah bagai tak butuh uang
mencintailah bagai tak pernah disakiti
(Mark Twain)
Hidup tidak akan hidup jika anda tidak membuat kesalahan
(Joan Collins)
Harapan adalah kebutuhan dalam setiap kondisi
(Samuel Jonshon)
PERSEMBAHAN
Dengan segenap rasa syukur kepada Allah SWT, serta atas rahmat dan nikmat
yang luar biasa, sholawat serta salam selalu tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW. Kupersembahkan karya yang sederhana ini dengan segala
ketulusan dan kerendahan hati kepada:
Mama dan Papaku tercinta sebagai wujud terima kasihku kepada kedua orang
tuaku yang selalu mendoakan keberhasilanku di setiap sujudnya,rela berkeja keras
dan selalu mencurahkan kasih sayangnya, mendukungku dalam setiap langkahku,
dan mendidiku serta membesarkanku dengan baik dan tulus.
Kakakku Briptu Dika Yuliandri, Adikku Renaldi Hamarriza dan Aulika Norisa
yang senantiasa memberikan dukungan, semangat dan doa.
Dan
Almamater tercinta. Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
SANWACANA
Dengan mengucap puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketimpangan
Pembangunan Ekonomi di Provinsi Lampung” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. H. Satria Bangsawan, S.E., M.Si, selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung beserta jajarannya;
2.
Bapak Dr. Nairobi, S.E., M.Si, selaku ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan.
3.
Ibu Emi Maimunah, S.E., M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi
Pembangunan;
4.
Bapak Dr. Toto Gunarto, S.E., M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang
senantiasa memberikan bimbingan, saran dan kritik, dukungan, dan selalu
meluangkan waktunya untuk penulis dalam penyelesaian skripsi ini;
5.
Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.Ep. selaku Dosen Penguji atas
kesediaannya meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan
bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
6.
Bapak Thomas Andrian, S.E., M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik;
7.
Seluruh Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama penulis
menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi dan Bisnis;
8.
Staf dan pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung, Bu
Yati, Bang Fery, Mas Makruf, Mas Rohaidi, Pak Kasim, Bu Hudaiyah, terima
kasih telah membantu proses kelancaran skripsi ini;
9.
Teristimewa untuk kedua orang tuaku yang luar biasa dan yang kusayangi,
Papaku Masykur Arahman dan Mamaku Masitoh yang telah merawat,
membimbing, mendidik, menyayangiku, mendoakanku, serta mendukungku
secara moral maupun materi yang selalu memotivasi sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi ini;
10. Kakakku Briptu Dika Yuliandri, adikku Renaldi Hamarriza dan Aulika
Norisa, terima kasih atas doa dan dukungan serta semangat yang telah
diberikan selama ini;
11. Sahabat-sahabat seperjuanganku Frisca Dewi (Pika), Istiningdiah (Nuway),
Devani Ariestha Sari (Depanay), Rina Anggraini (Ley), yang selalu setia
menemaniku, mendukungku, dan memberikan semangat tiada henti;
12. Sahabat-sahabat terbaiku Sophi Kristira, May Nutrika, Anisa Virda S.
Evariani, Novaliana Citra A., Kharisma Surya A., Meta Dian S., Istiana
Pratiwi, Terima kasih untuk segalanya;
13. Teman-teman mahasiswa Ekonomi Pembangunan angkatan 2012, Almira,
Devina Octarrum, Bella, Athina, Aprida, Vivi, Handicky, Ageng, Sony,
Gerry, Ulung, Epsi, Rini, Amiza, Mia, Maulidya, Ria, Anto, Asri, Danty,
Firdha, Selvi, Tomi, Ulfa, Erinda, Vema, Yoka, Yusmitha, Dewi, Deffa, Boli,
Deri, Ketut, serta yang lainnya yang tidak dapat dituliskan satu-persatu.
Semoga kedepannya kita akan selalu sukses.
14. Teman-teman satu pembimbing, Frisca, Devani, Devina, Rina, Rhenica,
Shinta, Arli, Hara, Mute, Korni, Adib, Rizky, May yang telah berjuang
bersama.
15. Teman-teman KKN di Desa Sukanegara Kec. Ngambur Kab. Pesisir Barat,
Launa, Maria, Fajri, Rosyid, Selverico, Julian.
16. Untuk almamater tercinta, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Lampung dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis
mengucapkan banyak terima kasih.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
kepada kita semua.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi
semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat untuk
menambah wawasan keilmuan bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis
pada khususnya.
Bandar Lampung, 4 Agustus 2016
Penulis,
Rizka Mardela Okta Putri
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..
i
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………..
ii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………..
iii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………..…
iv
I.
1
PENDAHULUAN …………………………………………………………...
A. Latar Belakang ……………………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………… 10
C. Tujuan Penelitian ……………………………………...............................
11
D. Kegunaan Penelitian …………………………………………………..….. 11
E. Kerangka Pemikiran ……………………………………………………… 12
F. Hipotesis ………………………………………………………………….. 14
G. Sistematika Penulisan ……………………………………………………... 14
II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………….. 15
A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi ………………………………. 15
B. Pentingnya Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah …………. 18
C. Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah ………………………………. 20
D. Dana Alokasi bantuan ……………………………………………………. 24
E. Tenaga Kerja ……………………………………………………………... 28
F. Indeks Williamson ……………………………………………………….. 30
G. Penelitian Terdahulu ……………………………………………………... 33
III. METODE PENELITIAN …………………………….…………………..... 36
A. Jenis dan Sumber Data …...……………………………………………….. 36
B. Populasi dan Sampel penelitian .................................................................
37
C. Definisi Operasional Variabel ……………………………………….…... 38
D. Metode Analisis Data ..…………………………………………………… 40
E. Uji Hipotesis ……………………………………………………………… 43
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………… 46
A. Analisis Deskriptif Variabel Penelitian ……………………………………. 46
B. Analisis Data ………………………………………………………………. 51
C. Pembahasan Hasil Penelitian ………………………………………………. 57
V. SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………………... 62
A. Simpulan …………………………………………………………………... 62
B. Saran ………………………………………………………………………. 63
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Kerangka Penelitian …………………………………………………………….. 13
2. Kurva Ketimpangan Regional (Arsyad, 1999) dalam Hartono (2008) ………… 20
DAFTAR TABEL
Tabel
1.
Halaman
Jumlah Presentase Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau Sumatera
Tahun 2009-2012 (Persen) …………………………….……………………… 2
2.
PDRB Kabupaten/Kota seProvinsi Lampung Atas Dasar Harga Konstan
2010 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014 (Juta Rupiah) …………… 3
3.
Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Lampung Tahun 2000-2014 …………….
6
4.
Total Kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi Lampung Tahun 2000-2014 ……
7
5.
Kondisi Dana Alokasi Bantuan Pembangunan di Provinsi Lampung Tahun
2000-2014 (Rupiah) …………………………………………………………..
9
6.
Penelitian Terdahulu ………………………………………………………….
33
7.
Nama Variabel, Simbol, Periode Waktu, Satuan Pengukuran dan Sumber
Data …………………………………………………………………………...
40
8.
Tingkat Ketimpangan Pembangunan di Provinsi Lampung Tahun 2010-2014
46
9.
Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Lampung Tahun 2010-2014 …………….
48
10. Jumlah Tenaga Kerja di Provinsi Lampung Tahun 2010-2014 ………………
49
11. Dana Alokasi Bantuan Pembangunan di Provinsi Lampung Tahun
2010-2014 …………………………………………………………………….. 50
12. Hasil Estimasi ………………………………………………………………… 52
13. Hasil Uji Normalitas ………………………………………………………….. 52
14. Hasil Uji Multikolinearitas …………………………………………………… 53
15. Hasil Uji Autokolerasi ………………………………………………………... 54
16. Hasil Uji Heteroskedastisitas …………………………………………………. 55
17. Hasil Uji t-Statistik Pertumbuhan Ekonomi ………………………………….. 55
18. Hasil Uji t-Statistik Tenaga Kerja ……………………………………………. 56
19. Hasil Uji t-Statistik ……………………………………………………………. 56
20. Hasil Uji F-Statistik …………………………………………………………… 57
21. Hasil Estimasi …………………………………………………………………. 57
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Perhitungan Indeks Williamson di Provinsi Lampung Tahun 2000-2014 ….....
L1
2. PDRB Berdasarkan Harga Konstan Tahun Dasar 2000 perKabupaten di
Provinsi Lampung Tahun 2000-2014 .................................................................
L2
3. Hasil Estimasi …………………………………………………………………... L3
4. Hasil Uji Normalitas ……………………………………………………………. L4
5. Hasil Uji Multikolinearitas …..…………………………………………………. L5
6. Hasil Uji Autokolerasi…..………………………………………………………. L6
7. Hasil Uji Heteroskedastisitas …………………………………………………… L7
8. Tabel Uji t ...........................................................................................................
L8
9. Tabel Uji F ..........................................................................................................
L9
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tujuan dari pembangunan
ekonomi Indonesia adalah masyarakat yang adil dan makmur. Dalam
pembentukan masyarakat yang adil dan makmur maka diperlukannya
kesejahteraan yang merata. Proses pemerataan kesejahteraan tentunya bukan
perkara yang mudah mengingat sulitnya indikator-indikator yang harus dipenuhi
agar kesejahteraan dapat tercapai. Kuznet mengemukakan bahwa pada tahap awal
pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk atau yang
lazim disebut dengan ketimpangan yang tinggi. (Kuncoro, 2003).
Ketimpangan wilayah merupakan suatu aspek yang umum terjadi di setiap negara,
baik negara miskin, negara berkembang, bahkan negara maju sekalipun memiliki
masalah ketimpangan pembangunan antar wilayah maupun dengan ukuran yang
berbeda-beda. Menurut Neo Klasik ketimpangan wilayah ini terjadi karna setiap
daerah memiliki perbedaan sumber daya, tenaga kerja dan teknologi. Akibat dari
perbedaan ini, kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan
juga menjadi berbeda, maka tidak heran apabila ada yang disebut dengan daerah
maju dan daerah terbelakang (Harun, 2012).
2
Indonesia merupakan negara agraris yang seiring berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi bergerak menuju negara industri. Perekonomian yang
semakin maju dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyebabkan perubahan
pada struktur perekonomian di Indonesia. Pulau Sumatera sebagai pulau yang
berada di barat Indonesia pun turut mengalami perubahan struktur perekonomian
itu sendiri. Akan tetapi, walaupun pertumbuhan ekonomi terus meningkat dan
terus mengalami perubahan angka kemiskinan di Pulau Sumatera masih tergolong
tinggi. Berikut merupakan data jumlah penduduk miskin di Pulau Sumatera.
Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Provinsi di Pulau
Sumatera Tahun 2009-2012 ( juta jiwa)
Provinsi
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka
Belitung
Kepulauan Riau
2009
Jiwa
892,9
1.499,7
429,3
527,5
249,7
1.167,9
324,1
1.558,3
%
21,8
11,51
9,54
9,48
8,77
16,28
18,59
20,22
2010
Jiwa
861,9
1.490,9
430
500,3
241,6
1.125,7
324,9
1.479,9
%
21
11,3
9,5
8,65
8,34
15,5
18,3
18,9
2011
Jiwa
894,81
1.481,3
442,09
482,05
272,67
1.074,8
303,6
1.298,7
%
19,6
11,3
9,04
8,47
8,65
14,2
17,5
16,9
2012
Jiwa
909
1.407,2
404,7
483,1
271,7
1.057
311,7
1.253,8
%
19,5
10,7
8,19
8,22
8,42
13,8
17,7
16,2
76,6
7,46
67,8
6,51
72,06
5,75
71,4
5,53
128,2
8,27
129,7
8,05
129,56
7,40
131,2
7,11
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015
Dapat kita lihat pada Tabel 1, Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin menurut
Provinsi di Pulau Sumatra, memperlihatkan bahwa Provinsi Lampung masuk
dalam katagori 3 Provinsi dengan presentase penduduk miskin setelah Provinsi
Aceh dan Bengkulu, yakni pada tahun 2009 mencapai 20,22% akan tetapi dari
tahun ke tahun Provinsi Lampung mengalami penurunan tingkat kemiskinan dari
tahun-tahun sebelumnya.
Meskipun Provinsi Lampung memiliki presentasi penduduk miskin yang cukup
tinggi Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang kaya akan potensi
3
sumber daya alam yang dapat dikembangkan sesuai dengan kemampuan
masyarakatnya, guna untuk membantu peningkatan pembangunan daerah.
Pada umumnya pembangunan daerah difokuskan pada pembangunan ekonomi.
Dalam rangka memajukan pembangunan ekonomi, maka diperlukannya
pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat. Pertumbuhan ekonomi suatu
daerah dapat diukur dengan melihat PDRB dan laju pertumbuhannya atas dasar
harga konstan (Masli, 2008).
Tabel 2. PDRB Kabupaten/Kota SeProvinsi Lampung Atas Dasar Harga Konstan
2010 menurut Lapangan Usaha, 2010-2014 (Juta Rupiah)
No
Kabupaten/Kota
1 Lampung Barat
2 Tanggamus
3 Lampung Selatan
4 Lampung Timur
5 Lampung Tengah
6 Lampung Utara
7 Way Kanan
8 Tulang Bawang
9 Pesawaran
10 Pringsewu
11 Mesuji
12 Tulang Bawang Barat
13 Pesisir Barat*)
14 Bandar Lampung
15 Metro
Total Kabupaten/Kota
Provinsi Lampung
2010
2011
2012
2013
2014
4941600
6462521
18535506
19496113
29113812
10181182
6017240
9771793
7120091
4748220
4370085
4851050
5271085
6841758
19613120
20582085
30867150
10729166
6336558
10284191
7513109
5042603
4585332
5095213
22409557
2542072
150560842
150560842
23818685
2695657
159275713
160437501
3440999
7470391
20782043
21455319
32702372
11333804
6687926
10827946
7954316
5367487
4840754
5388189
2165799
25403655
2876025
168697023
170769207
3682582
7905596
22060244
23182063
34719010
12008526
7025299
11430142
8407664
5697373
5107764
5696244
2274506
27123918
3070593
179392022
180636658
3887691
8362244
23384064
23817440
36739948
12720394
7377069
12188294
8845907
6029850
5382670
6002466
2381143
29011529
3268982
189333676
189809459
Sumber: Badan Pusat Statistik 2015
Tabel 2 menunjukan bahwa PDRB Provinsi Lampung terus meningkat setiap
tahunnya, dapat dilihat pada tahun 2010 PDRB Provinsi Lampung sebesar
150560842, dan selalu mengalami peningkatan hingga tahun 2014 sebesar
189809459.
Penyebab ketimpangan antar wilayah di Provinsi Lampung diantaranya adalah
perbedaan kandungan sumber daya alam, sumber daya manusia. Pertumbuhan
ekonomi yang cepat akan berdampak terhadap ketimpangan dalam distribusi
4
pendapatan. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat maka diperlukan pertumbuhan ekonomi yang
meningkat dan distribusi pendapatan yang merata. Pembangunan ekonomi
diartikan sebagai serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk
mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak
tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf pendidikan
semakin tinggi dan teknologi semakin meningkat. Sebagai implikasi dari
perkembangan ini diharapkan kesempatan kerja akan bertambah, tingkat
pendapatan meningkat, dan kemakmuran masyarakat semakin tinggi (Sukirno,
2006). Walaupun banyak mendapat tanggapan di kalangan masyarakat namun
tidak dapat disangkal bahwasanya pemerataan pembangunan merupakan salah
satu indikator yang lazim digunakan oleh badan-badan dunia dalam menilai
keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara. Pembangunan
adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan berbagai perubahanperubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan institusi sosial,
di samping akselerasi pertumbuhan ekonomi, pemerataan ketimpangan
pendapatan, serta pemberantasan kemiskinan (Zahara, 2013).
Tujuan utama dari usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan
yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus dan mengurangi tingkat
kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Kesempatan
kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya (M.P.Todaro, 2000). Kesenjangan antar daerah
seringkali menjadi permasalahan yang serius. Beberapa daerah mencapai
5
pertumbuhan yang cukup baik, sementara beberapa daerah lainnya mengalami
pertumbuhan yang lambat. Pertumbuhan ekonomi regional merupakan bagian
penting dalam analisa Ekonomi Regional. Alasannya jelas karena pertumbuhan
merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan ekonomi regional dan
mempunyai implikasi kebijakan yang cukup luas. Sasaran utama analisa
pertumbuhan ekonomi regional ini adalah untuk menjelaskan mengapa suatu
daerah dapat tumbuh cepat dan ada pula yang tumbuh lambat (Sjafrizal. 2008).
Gambaran perkembangan pembangunan daerah tidak lepas dari perkembangan
distribusi dan alokasi dana terhadap daerah. Tetapi selain itu diperlukan juga
campur tangan pemerintah untuk mengurangi ketimpangan pembangunan
ekonomi antar daerah, oleh karena itu penelitian ini memfokuskan hanya kepada
pengaruh tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi dan dana alokasi bantuan
pemerintah sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pembangunan
ekonomi pada daerah di Provinsi Lampung. Pertumbuhan ekonomi dapat
mempengaruhi secara negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi.
Artinya dengan adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi akan mengakibatkan
kegiatan ekonomi dan peningkatan kemakmuran penduduk sehingga ketimpangan
akan menurun (Harun, 2012).
Berikut akan ditampilkan tabel yang memperlihatkan Pertumbuhan Ekonomi di
Provinsi Lampung:
6
Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Lampung Tahun 2000-2014
Tahun
Pertumbuhan Ekonomi
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
(%)
3,43
3,59
5,69
5,72
4,98
4,07
4,98
5,94
5,35
5,26
5,85
6,39
6,55
4,39
6,44
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015
Berdasarkan Tabel 3, Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Lampung Tahun 20002014, pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung cendrung meningkat dari tahun
ketahun, dapat dilihat pada tahun 2000 pertumbuhan ekonomi sebesar 3,43 dan
terus meninggat hingga tahun 2003 mencapai 5,72. Akan tetapi mengalami
penurunan ditahun 2004 dan 2005, kemudian terjadi lagi peningkatan hingga
pada tahun 2014 mencapai 6,44%.
Teori ekonomi menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi, yang menunjukkan
semakin banyaknya output nasional mengindikasikan semakin banyaknya orang
yang bekerja, sehingga seharusnya mengurangi pengangguran (Sobita dan
Suparta, 2014). Dalam penelitian Nur, 2011 mengenai hubungan antara
pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja
mengelompokan Provinsi Lampung sebagai daerah yang mengalami hubungan
7
yang tidak seimbang antara pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
Dimana terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun dibarengi dengan
pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang rendah.
Di bawah ini ditampilkan kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Lampung Tahun
2000 sampai dengan Tahun 2014 :
Tabel 4. Total Kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi Lampung Tahun 2000-2014
(Jiwa)
Tahun
Jumlah Penduduk
Angkatan Kerja
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
6.678.415
6.724.052
6.787.654
6.852.998
6.915.951
6.983.676
7.504.834
7.289.767
7.391.128
7.500.674
7.608.405
7.691.007
7.767.312
7.932.132
8.100.967
3.478.791
3.731.869
3.932.932
4.113.736
4.303.123
4.488.878
4.587.186
3.550.483
3.568.770
3.627.155
3.957.697
3.696.066
3.637.897
3.595.510
3.711.932
Bekerja & Penyerapan
Tenaga Kerja
3.361.128
3.466.784
3.620.103
3.780.202
3.947.383
4.121.958
4.211.861
3.281.351
3.313.553
3.387.175
3.462.297
3.547.030
3.616.574
3.385.046
3.505.089
Menganggur
117.663
265.085
312.829
333.534
355.740
366.920
375.325
269.132
255.217
239.980
220.619
213.765
211.123
210.464
206.844
Sumber: Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi Provinsi Lampung, 2015
Berdasarkan Tabel 4, menunjukkan jumlah penduduk di Provinsi Lampung pada
tahun 2000 sebesar 6.678.415 jiwa terdiri 3.478.791 jiwa angkatan kerja
sedangkan tenaga kerja yang terserap hanya 3.361.128 jiwa sehingga tingkat
pengangguran yang terjadi berjumlah 117.663 jiwa. Dan hingga tahun 2014
jumlah penduduk berjumlah 8.100.967 jiwa terdiri dari 3.711.932 jiwa angkatan
kerja dengan tenaga kerja yang terserap sebesar 3.505.089 jiwa, sehingga tingkat
pengangguran sebesar 206.844 jiwa. Banyaknya para pecari kerja menjadikan
daerah-daerah yang memiliki potensi cukup tinggi menjadikan tempat tujuan
8
mencari kerja sehingga menjadikan perebutan atau peluang dengan kelompok
daerah asli.
Fitrani, et al (2005) memperkirakan ada empat faktor yang mendorong daerah
melakukan pemekaran, salah satunya ialah Fiscal Spoils, dengan pemekaran
wilayah akan memperoleh tambahan sumber daya fiskal dalam bentuk transfer
umum, dana bagi hasil (berbagai sumber daya alam), dan untuk daerah dalam
bentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya di perkotaan. Berdasarkan
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, “Dana Perimbangan adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk
mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi”. Dana
perimbangan terdiri dari bagi hasil pajak/ bukan pajak, Dana Alokasi Umum
(DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana alokasi bantuan pembangunan
daerah berupa Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU)
merupakan salah satu sumber keuangan untuk melakukan pembangunan ekonomi
daerah.
Di bawah ini ditampilkan dana alokasi bantuan pembangunan berupa Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Daerah Otonom Baru di
Provinsi lampung dari tahun 2000 sampai dengan 2014 :
9
Tabel 5. Kondisi Dana Alokasi Bantuan Pembangunan di Provinsi Lampung
Tahun 2000 - 2014 (Rupiah)
Tahun
DAK & DAU
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
104.346.876
115.384.005
176.699.751
233.302.875
305.117.936
346.266.831
202.068.877
177.128.916
224.370.694
668.566.673
670.949.934
839.183.238
970.226.927
61.158.893
1.184.904.661
Perubahan
%
0,18
0,11
0,53
0,32
0,31
0,13
-0,42
-0,12
0,27
1,98
0,00
0,25
0,16
-0,94
18,37
Sumber : Badan Pusat Statistik 2015 (Data Diolah)
Berdasarkan Tabel 5, pada tahun 2000 hingga tahun 2014 di Provinsi Lampung
terjadi peningkatan dana alokasi bantuan dimana pada dana alokasi bantuan pada
tahun 2000 sebesar Rp. 104.346.876 meningkat sebesar 0,18 dari tahun
sebelumnya dan pada tahun 2014 terjadi perubahan sebesar 18,37 dari tahun
sebelumnya, menjadi Rp. 1.184.904.661.
Dalam rangka menngkatkan pembangunan nasional harus didukung dengan
pembangunan daerah yang dilaksanakan secara serasi dan terpada dalam rangka
mewujudkan keserasian dan keseimbangan pembangunan nasional. Pembangunan
ekonomi daerah lebih menekankan pada pendekatan daerah secara administrasi
dan pendekatan sektoral, yang diarahkan untuk lebih mengembangkan dan
menserasikan laju pertumbuhan antar daerah, antar perkotaan, antar pedesaan
yang pelaksanaannya disesuaikan dengan prioritas daerah serta pengembangan
10
daerah seoptimal mungkin dengan memperhatikan dampak pembangunan
(Hartono, 2008 dalam Zahara, 2014).
Bagi daerah yang terlebih dulu membangun sudah tentu lebih banyak
menyediakan sarana dan prasarana misalkan iklim usaha yang baik, jasa
perbankan yang baik, sehingga menarik minat investor untuk mengadakan
investasi. Proses tersebut menunjukkan bahwa kesenjangan pembangunan antar
daerah sebenarnya akibat dari proses pembangunan itu sendiri. Berdasarkan atas
penyebab ketimpangan regional antar wilayah dari tahun ke tahun cenderung
melebar maka dapat diambil suatu dugaan, yaitu ketimpangan pembangunan
ekonomi yang dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja dan dana
alokasi bantuan pembangunan (Hartono, 2008).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang
ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung dengan judul
penelitian sebagai berikut “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi Lampung”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan masalah
pada penelitian ini adalah:
1. Seberapa besar tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi
Lampung?
2. Bagaimana pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap tingkat
ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung?
11
3. Bagaimana pengaruh Tenaga Kerja terhadap tingkat ketimpangan
pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung?
4. Bagaimana pengaruh Dana Alokasi Bantuan terhadap tingkat
ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang penulis kemukakan di atas, maka dapat
dijelaskan tujuan dari penelitian ini adalah:
1 Untuk mengetahui seberapa besar tingkat ketimpangan pembangunan
ekonomi di Provinsi Lampung.
2 Untuk mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap tingkat
ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung.
3 Untuk mengetahui pengaruh Tenaga Kerja terhadap tingkat
ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung.
4 Untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Bantuan terhadap tingkat
ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung.
D. Kegunaan Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan
pengetahuan serta bukti empiris mengenai pengaruh Tenaga Kerja,
Pertumbuhan Ekonomi serta Dana Alokasi Bantuan Pembangunan
terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi
Lampung.
12
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan
wawasan bagi mereka yang akan melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung.
3. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumbangan pemikiran kepada
Pemerintah Pusat Provinsi Lampung tentang variabel yang signifikan
berpengaruh terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi
Lampung.
E. Kerangka Pemikiran
Pada dasarnya pembangunan ekonomi diartikan sebagai serangkaian usaha dalam
suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga
infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin
berkembang, taraf pendidikan semakin tinggi dan teknologi semakin meningkat.
Sebagai implikasi dari perkembangan ini diharapkan kesempatan kerja akan
bertambah, tingkat pendapatan meningkat, dan kemakmuran masyarakat semakin
tinggi (Sukirno, 2006). Pertumbuhan ekonomi yang dialami daerah dapat
mempengaruhi secara negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di
Provinsi Lampung. Artinya dengan adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi
akan menunjukan kegiatan ekonomi dan peningkatan kemakmuran penduduk
sehingga ketimpangan akan menurun.
Jumlah tenaga kerja yang ada dapat mempengaruhi tingkat ketimpangan. Dengan
adanya tenaga kerja yang meningkat berarti ada kenaikan kegiatan ekonomi dan
tingkat kemakmuran, sehingga ketimpangan mengalami penurunan. Jumlah
tenaga kerja mempunyai pengaruh secara negatif terhadap ketimpangan
pembangunan ekonomi. Berarti semakin meningkat tenaga kerja akan
13
menurunkan ketimpangan pembangunan ekonomi. Keberhasilan suatu program
pembangunan sangat tergantung pada pemanfaatan sumber daya yang tersedia.
Sehingga perlu adanya campur tangan pemerintah untuk mengurangi ketimpangan
pembangunan ekonomi antar daerah, misal dengan memberikan bantuan kepada
daerah untuk mempercepat pembangunan daerah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dana perimbangan yang khusus terdiri
dari DAU dan DAK yang selanjutnya disebut dana alokasi bantuan pembangunan
terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi, Jika dana alokasi bantuan
pembangunan daerah meningkat maka ketimpangan pembangunan akan semakin
kecil.
Berdasarkan uraian dari kerangka pemikiran maka hubungan antara variabel
independen (bebas) dengan variabel dependen (terikat) dapat dilihat pada gambar
berikut :
Pertumbuhan
ekonomi
(PE)
Indeks Ketimpangan
Pembangunan
Ekonomi
(Iw)
Tenaga Kerja
(TK)
Dana Alokasi
Bantuan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
14
F. Hipotesis
Berdasarkan tujuan penelitian ini, maka diajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Diduga variabel Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh secara negatif
terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung.
2. Diduga variabel Tenaga Kerja berpengaruh secara negatif terhadap
ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung.
3. Diduga variabel Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus
berpengaruh secara negatif terhadap ketimpangan pembangunan
ekonomi di Provinsi Lampung.
G. Sistematika Penulisan
BAB I
: Pendahuluan yang meliputi, latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran,
hipotesis dan sistematika penulisan.
BAB II
: Tinjauan pustaka yang berisi landasan teori, tujuan teoritis dan
tujuan empiris yang relevan dalam penulisan tulisan ini.
BAB III
: Metode penelitian yang berisikan jenis dan sumber data, definisi
oprasional variabel, metode analisis data, uji hipotesis.
BAB IV
: Pembahasan dan hasil penelitian, menyajikan hasil estimasi data
melalui alat analisis yang telat disediakan.
BAB V
: Penutup, Membuat kesimpulan dan saran setelah melakukan
penelitian
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
15
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan dapat diartikan sebagai upaya terencana dan terprogram yang
dilakukan secara terus menerus oleh suatu negara untuk menciptakan masyarakat
yang lebih baik, dan merupakan proses dinamis untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat. Proses kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengembangan
kegiatan ekonomi dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Tiap-tiap negara selalu
mengejar dengan yang namanya pembangunan. Dengan tujuan semua orang turut
mengambil bagian. Sedangkan kemajuan ekonomi adalah suatu komponen
esensial dari pembangunan itu,walaupun bukan satu-satunya, hal ini disebabkan
pembangunan itu bukanlah semata-mata fenomena ekonomi. Dalam pengertian
yang paling mendasar, bahwa pembangunan itu haruslah mencakup masalahmasalah materi dan financial dalam kehidupan. Pembangunan seharusnya
diselidiki sebagai suatu proses multidimensional yang melibatkan reorganisasi dan
reorientasi dari semua system ekonomi dan sosial (Todaro, 2000, dalam Hartono,
2008 ).
Proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat
merupakan salah satu syarat dalam pembangunan. Pembangunan ekonomi
16
mengandung pengertian yang lebih luas. Djojohadikusumo (1987) dalam Hartono
(2008) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi mencakup perubahan pada tata
susunan ekonomi masyarakat secara menyeluruh. Pertumbuhan ekonomi pada
umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan
perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang
(Sukirno,1985) dalam Afrizal (2013) Dari definisi tersebut terdapat tiga hal
penting yaitu:
1. Suatu proses yang dilakukan secara terus menerus,
2. Usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita
3. Peningkatan pendapatan per kapita yang secara terus menerus dalam
jangka waktu yang panjang.
Pada umumnya pembangunan selalu disertai dengan pertumbuhan, tetapi
pertumbuhan belum tentu disertai dengan pembangunan. Pada tingkat permulaan,
pembangunan ekonomi dibarengi pula dengan pertumbuhan dan sebaliknya
(Baiquni, 2004).
Menurut Sukirno (1985) dalam Aldilla (2011) laju pertumbuhan ekonomi daerah
diartikan sebagai kenaikan dalam produk domestik regional bruto tanpa
memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pada
pertambahan jumlah penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi
atau tidak. Sedangkan menurut Tambunan (2001) dalam Aldilla (2011), bahwa
pembangunan ekonomi dalam periode panjang, mengikuti pertumbuhan
pendapatan nasional, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur
ekonomi. Ada kecenderungan atau dapat dilihat sebagai suatu hipotesis bahwa
17
semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi rata – rata per tahun yang membuat
semakin tinggi atau semakin cepat perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi
bahwa faktor – faktor penentu lain mendukung proses tersebut, seperti tenaga
kerja, bahan baku dan teknologi tersedia (Aldilla, 2011).
Menurut Lincolin Arsyad (1999) dalam Hartono (2008), pembangunan ekonomi
daerah merupakan proses pemerintah daerah dan masyarakat daerah mengelola
sumber-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara
pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru
dan untuk mendorong perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi)
dalam suatu wilayah tertentu. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan
output per kapita dalam jangka panjang (Budiarto, 2007). Pertumbuhan ekonomi
berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Di sini ada dua sisi penting yaitu
output total dan jumlah penduduk. Output per kapita adalah output total dibagi
jumlah penduduk. Aspek ketiga dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah
perspektif waktu jangka panjang. Kenaikan output per kapita selama satu atau dua
tahun, yang kemudian diikuti dengan penurunan output per kapita bukan
pertumbuhan ekonomi. Sedangkan menurut Kuznets dalam (Todaro, 2000)
pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari suatu
negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada
penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh
adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional dan
ideologis terhadap berbagai keadaan yang ada.
18
B. Pentingnya Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang
terjadi di daerah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (Added Value) yang
terjadi di daerah tersebut. Pertambahan tersebut di ukur dalam nilai riil, artinya
dinyatakan dalam harga konstan. Berkaitan dengan pembangunan daerah ada tiga
pengertian tentang definisi daerah. Pengertian pertama daerah homogen
(homogenues region) yaitu menganggap suatu daerah sebagai space atau ruang
dimana kegiatan ekonomi berlaku dan diberbagai pelosok ruang tersebut sifatsifatnya sama. Misalnya dari aspek geografis, etnik, ataupun aspek ekonomi.
Pengertian kedua adalah daerah modal yaitu daerah sebagai ekonomi ruang yang
dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Pengertian ketiga daerah
administrasi yaitu daerah yang memiliki dan memberikan batasan suatu daerahnya
dengan batasan administrasi. Pembangunan ekonomi daerah merupakan proses
pemerintah daerah dan masyarakat daerah mengelola sumber-sumber dana yang
ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor
swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan untuk mendorong
perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam suatu wilayah
tertentu (Arsyad,1999).
Saat ini tidak ada suatu teori yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi
daerah secara komperhensif. Namun demikian ada beberapa teori yang secara
parsial dapat membantu untuk memahami arti penting pembangunan ekonomi
daerah. Pada hakikatnya, inti dari teori tersebut berkisar pada metode dalam
19
menganalisis perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas tentang
faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah tertentu.
Secara umum pendapat-pendapat yang mendasari bidang teori pembangunan
ekonomi regional yang masing-masing mempunyai asumsi yang berbeda yaitu
sebagai berikut:
1. Model Neo Klasik
Model Neo Klasik mendasarkan analisa pada peralatan fungsi produksi, sama
halnya dengan analisis pertumbuhan ekonomi nasional. Kelompok Neo-Klasik
berpendapat bahwa unsur-unsur yang menentukan pertumbuhan ekonomi regional
adalah modal, tenaga kerja, kemajuan teknologi. Namun demikian ada
kekhususnya teori pertumbuhan regional Neo Klasik yaitu membahas secara
mendalam pengaruh dari perpindahan penduduk / migrasi dan lalu lintas modal
terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Kelompok Neo Klasik mengatakan
bahwa pada saat proses pembangunan baru dimulai (negara yang sedang
berkembang), tingkat perbedaan kemakmuran antara wilayah cenderung menjadi
tinggi (divergence), ketika proses pembangunan telah berjalan dalam waktu lama
(negara yang telah berkembang) maka perbedaan tingkat kemakmuran antara
wilayah cenderung menurun (convergen). Kebenaran pendapat ini mula-mula
diselidiki secara empiris oleh Williamson (1965) dalam Afrizal (2013).
20
Ketimpangan
Regional
Kurva Ketimpangan
Regional
Tingkat Pembangunan
Nasional
0
Gambar 2. Kurva ketimpangan Regional (Arsyad,1999) dalam Hartono
(2008)
Sesuai dengan kesimpulan dari model Neo-Klasik ini, hipotesa yang dapat ditarik,
Pertama, kemajuan teknologi, peningkatan investasi dan peningkatan jumlah
tenaga kerja suatu wilayah berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi
wilayah. Kedua, pada permulaan proses pembangunan, ketimpangan regional
cenderung meningkat, tetapi setelah titik maksimum bila pembangunan terus
dilanjutkan, maka ketimpangan antar daerah akan berkurang dengan sendirinya.
C. Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah
Ketimpangan antar daerah di Indonesia, selain warisan historis, juga karena
kebijaksanaan pembangunan selama ini lebih menekankan kepada pertumbuhan
ekonomi dan pemerataan pembangunan antar golongan masyarakat serta belum
signifikan dalam memfokuskan pemerataan pembangunan antar wilayah.
Ketimpangan ini diperkuat pula oleh perbedaan karakteristik wilayah, kuantitas
dan kualitas sumber daya manusia serta kelengkapan infrastrukturnya. Hasil studi
Kuncoro (2004) menyimpulkan adanya perbedaan dalam laju pertumbuhan antara
daerah dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya: kecenderungan peranan
21
modal (investor) memilih daerah perkotaan atau daerah yang memiliki fasilitas
yang lengkap seperti: prasarana perhubungan, jaringan jalan, jaringan listrik,
jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi, juga tenaga kerja yang terampil,
disamping itu adanya ketimpangan redistribusi pembagian pendapatan dari
pemerintah pusat kepada daerah. Adanya perbedaan tingkat pembangunan di
berbagai daerah atau wilayah dalam suatu negara akan menyebabkan tingkat
kesenjangan antar daerah yang maju dengan daerah yang belum berkembang yang
mana bila hal ini terus dibiarkan maka akan menyebabkan tingkat kesenjangan
yang akan semakin meluas. Tentunya juga akan menyebabkan pula tingkat
kesejahteraan penduduknya secara umum akan timpang hal ini disebabkan
perbedaan tingkat PDRB per kapita yang dimiliki masing-masing wilayah tidak
sama. (Sari, 2009). Thee Kian Wie, (1981) dalam Hartono (2008) menyatakan
bahwa ketidakmerataan distribusi pendapatan dari sudut pandangan ekonomi
dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Ketimpangan pembagian pendapatan antar golongan penerima
pendapatan (size distribution oncome);
2. Ketimpangan pembagian pendapatan antar daerah perkotaan dan
daerah pedesaan (urbanrural income disparities);
3. Ketimpangan pembagian pendapatan antar daerah (regional income
disparities);
Ketimpangan pembangunan antar daerah dengan pusat dan antar daerah dengan
daerah lain merupakan suatu hal yang wajar, karena adanya perbedaan dalam
sumber daya dan awal pelaksanaan pembangunan antar daerah. (Williamson,
22
1965) dalam Hartono (2008). Pembangunan dengan hasil seperti yang
digambarkan oleh hipotesis U terbalik, sebagian besar didasarkan pada model
pembangunan Dualistik (Sudibyo, 1995). Model pembangunan dualistik ini
berdasarkan artikel terkenal tentang ekonomi surplus tenaga kerja dari Artur
Lewis, yang memperbaharuhi model klasik. Menurut model pembangunan yang
diajukan Lewis (Todaro, 2000), perekonomian terbelakang terdiri 2 sektor yaitu :
1. Sektor tradisionil yaitu sektor pedesaan sub sistem yang kelebihan
penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja sama
dengan nol. Hal ini merupakan situasi yang memungkinkan Lewis untuk
mendefinisikan kondisi surplus tenaga kerja sebagai suatu fakta bahwa
sebagian tenaga kerja tersebut ditarik dari sektor pertanian dan sektor
tersebut tidak akan kehilangan outputnya sedikitpun.
2. Sektor industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya tinggi dan
menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi
sedikit dari sektor subsistem. Perhatian utama dari model ini diarahkannya
pada terjadinya proses pengalihan tenaga kerja, serta pertumbuhan output
dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor modern. Pengalihan
tenaga kerja dan pertumbuhan kesempatan kerja tersebut dimungkinkan
oleh adanya perluasan ouput pada sektor modern. Adapun laju atau
kecepatan terjadinya perluasan tersebut ditentukan oleh tingkat investasi
dibanding industri dan akumulasi modal secara keseluruhan di sektor
modern.
Peningkatan investasi itu sendiri dimungkinkan oleh adanya kelebihan
keuntungan sektor modern dari selisih upah dengan asumsi para kapitalis yang
23
berkecimpung dalam sektor modern tersebut bersedia menanamkan kembali
seluruh keuntungannya. Hal ini dapat meningkatkan pangsa keuntungan pada
pendapatan nasional. Tingkat upah di sektor industri perkotaan (sektor modern)
diasumsikan konstan dan berdasarkan suatu premis tertentu, jumlahnya ditetapkan
melebihi tingkat rata-rata upah sektor pertanian subsisten tradisional (Todaro,
1999).
Menurut teori Neo Klasik ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut
dapat mencapai keseimbangan kembali dengan sendirinya, karena daerah-daerah
tertinggal akan dengan sendirinya konvergen dengan daerah yang lebih maju. Para
ekonom Neo Klasik seperti Solow (1956), Suan (1956) dan Meade (1961)
mengajukan model pertumbuhan dengan menggunakan beberapa asumsi (Sukirno,
1981 dalam Hartono, 2008) sebagai berikut (1) Full employment; (2) Persaingan
sempurna; (3) Komoditi Homogen; (4) Ongkos transportasi nol; (5) Constant
return to scale antar wilayah; (6) Supply tenaga kerja tetap; (7) Tingkat teknologi
tetap. Berdasarkan asumsi tersebut, maka tingkat upah merupakan fungsi
langsung dari rasio kapital dan tenaga kerja, sehingga akan terjadi pergerakan
tenaga kerja dari daerah yang tingkat upahnya rendah ke daerah yang tingkat
upahnya tinggi, sementara modal bergerak sebaliknya.
Kebijaksanaan pusat pengembangan yang dilakukan oleh suatu negara dapat
dikatakan berhasil dari segi pandangan nasional tetapi gagal dari dalam sudut
pembangunan wilayah. Kebijaksanaan pusat pengembangan yang hanya tertuju
pada beberapa tempat saja bila tidak hati-hati dapat memperbesar jurang
24
kemakmuran antara penduduk yang berada di dalam pusat dan dengan yang
berada di luarnya.
Kebijakan alokasi investasi regional menjadi penting bila tujuan pembangunan
wilayah yang dicapai yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan,
karena dengan hal itu dapat ditentukan prioritas - prioritas yang akan dilaksanakan
(Sjafrizal, 1997) dalam Hartono (2008). Dalam hal pemerataan, bahwa unsur
pemerataan pembangunan antar wilayah dapat dipertimbangkan melalui
pelaksanaan switching policy. Bila menurut analisa alokasi anggaran perlu lebih
banyak diarahkan pada daerah yang relatif maju, maka setelah mencapai titik
tertentu maka prioritas alokasi anggaran harus dibelokkan ke daerah yang kurang
maju. Dengan demikian unsur pertumbuhan dan unsur pemerataan akan dapat
dipertimbangkan secara sekaligus.
D. Dana Alokasi Bantuan Pembangunan
Dana alokasi bantuan pembangunan daerah merupakan salah satu sumber
keuangan untuk melakukan pembangunan daerah. Pada dasarnya dalam
melaksanakan pembangunan diperlukan sumber dana. Untuk mencapai
keberhasilan suatu program pembangunan sangat tergantung pada pemanfaatan
sumber daya yang tersedia. Namun potensi dan pemanfaatan sumber daya tersebut
bervariasi antar daerah. Sejalan dengan hal tersebut, menurut Marisa dan
Hutabarat (1988) serta Nurmanah (1989) dalam Hartono (2008)
mengidentifikasikan bahwa ketimpangan dan variasi distribusi pendapatan
mempunyai hubungan yang positif dengan distribusi penguasaan faktor-faktor
produksi. Dengan demikian tidak mengherankan bila keberhasilan pembangunan
antar daerah berbeda-beda. Sehingga perlu adanya campur tangan pemerintah
25
pusat untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antar daerah, misal dengan
memberikan bantuan kepada daerah untuk mempercepat pembangunan daerah.
Dana alokasi bantuan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah merupakan
pengeluaran pembangunan pemerintah pusat ke daerah kabupaten/kota.
Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, “Dana Perimbangan adalah
dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah
untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi”.
Dana Perimbangan disebut juga transfer atau grants. Transfer merupakan
konsekuensi dari tidak meratanya keuangan dan ekonomi daerah. Selain itu tujuan
transfer adalah mengurangi keuangan horizontal antar daerah, mengurangi
kesenjangan vertical Pusat-Daerah, mengatasi persoalan efek pelayanan publik
antar daerah, dan untuk menciptakan stabilitas aktivitas perekonomian di daerah
(Prakoso, 2011). Dana perimbangan terdiri Dari Bagi Hasil Pajak/ Bukan Pajak,
Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
1. Dana Bagi Hasil (DBH)
Menurut Syarifin dan Jubaedah (2005) “Dana bagi hasil adalah dana yang
bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan
angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi”. Dana bagi hasil ini bersumber dari pajak dan
kekayaan daerah. Dimana menurut Pasal 11 ayat 1 UU No. 33 Tahun
2004, Dana Bagi Hasil yang berasal dari pajak terdiri dari : “1) Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB), 2) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
26
Bangunan (BPHTB), 3) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29
Orang Wajib Pajak Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21”. Sedangkan
pada pasal 11 ayat 2 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Dana Bagi
Hasil yang berasal dari sumber daya alam terdiri dari “1) kehutanan, 2)
pertambangan umum, 3) perikanan, 4) pertambangan minyak bumi, 5)
pertambangan gas bumi, 6) pertambangan panas bumi ”.
2. Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana alokasi umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Dana Alokasi Umum merupakan block grants yang
diberikan kepada semua kabupaten/kota untuk tujuan mengisi kesenjangan
antara kapasitas dan kebutuhan fiskalnya. Penggunaan Dana Alokasi
Umum ditetapkan oleh daerah. Penggunaan Dana Alokasi Umum dan
penerimaan umum lainnya dalam APBD harus tetap pada kerangka
pencapaian tujuan pemberian otonomi kepada daerah yaitu peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, seperti
pelayanan di bidang kesehatan dan pendidikan.
3. Dana Alokasi Khusus (DAK)
Berdasarkan UU NO. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Pasal 39 menyebutkan
bahwa Dana Alokasi Khusus dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk
mendanai kegiatan khusus yang merupakan Urusan Daerah sesuai dengan
fungsi yang ditetapkan dalam APBN. Dana Alokasi Khusus (DAK)
27
ditujukan untuk daerah khusus yang terpilih untuk tujuan khusus, karena
itu alokasi yang didistribusikan oleh pemerintah pusat sepenuhnya
merupakan wewenang pusat untuk tujuan nasional khusus. Ada tiga
kreteria dari kebutuhan khusus seperti ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku yaitu:
o Kebutuhan tidak dapat diperhitungkan dengan menggunakan rumus
dana alokasi umum.
o Kebutuhan merupakan komitmen atau prioritas nasional.
o Kebutuhan untuk membiayai kegiatan reboisasi dana penghijauan oleh
daerah penghasil.
Menurut Wijaya (2007) menyatakan bahwa biaya administrasi, biaya penyiapan
proyek fisik, biaya penelitian, biaya perjalanan pegawai daerah, dan lain-lain.
Biaya umum yang sejenis tidak dapat dibiayai oleh dana alokasi umum. Dengan
demikian DAK pada dasarnya merupakan transfer yang bersifat spesifik untuk
tujuan yang sudah digariskan.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris dana perimbangan
yang terdiri dari DAU dan DAK yang selanjutnya disebut dana alokasi bantuan
pembangunan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi, penelitian
ini tidak memasukan Dana Bagi Hasil (DBH) sebagai bagian dari dana alokasi
bantuan, karena menurut pengertian sebelumnya DBH bersumber dari pajak dan
kekayaan daerah dan kembali lagi ke daerah sesuai persentase yang ditetapkan,
berbeda dengan DAU dan DAK yang langsung bersumber dari APBN.
28
E. Tenaga Kerja
Menurut pendapat Suparmoko (2002), tenaga kerja adalah penduduk dalam usia
kerja atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara dalam memproduksi
barang atau jasa, tenaga kerja yang dalam usia kerja yaitu antara 15-64 tahun.
Menurut pendapat Simanjuntak (2002), tenaga kerja adalah penduduk yang
berumur diatas 10 tahun atau lebih. Memang di setiap negara batasan umur tenaga
kerja berbeda-beda. Contohnya di India, tenaga kerja adalah penduduk yang
berumur antara 14 sampai 60 tahun. Selain golongan umur tersebut dianggap
bukan tenaga kerja. Di Indonesia tidak ada batasan umur maksimal karena di
Indonesia tidak ada jaminan sosial nasional. Memang ada sebagian penduduk
yang menerima tunjangan di hari tua tapi jumlah hanya sedikit, yaitu pegawai
negeri dan sebagian kecil pegawai swasta. Tenaga kerja merupakan penduduk
yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat
2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu
negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga
kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki
usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun-64
tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai
tenaga kerja. Adapun klasifikasi tenaga kerja sebagai berikut :
1. Berdasarkan penduduk
o Tenaga kerja
Tenaga kerja adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat
29
bekerja dan sanggup bekerja jika tidak ada permintaan kerja. Menurut
Undang-Undang Tenaga Kerja, mereka yang dikelompokkan sebagai
tenaga kerja yaitu mereka yang berusia antara 15 tahun sampai dengan
64 tahun.
o Bukan tenaga kerja
Bukan tenaga kerja adalah mereka yang dianggap tidak mampu dan
tidak mau bekerja, meskipun ada permintaan bekerja. Menurut
Undang-Undang Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2003, mereka adalah
penduduk di luar usia, yaitu mereka yang berusia di bawah 15 tahun
dan berusia di atas 64 tahun. Contoh kelompok ini adalah para
pensiunan, para lansia (lanjut usia) dan anak-anak.
2. Berdasarkan batas usia kerja
o Angkatan kerja
Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia 15-64
tahun yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak
bekerja, maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan.
o Bukan angkatan kerja
Bukan angkatan kerja adalah mereka yang berumur 10 tahun ke atas
yang kegiatannya hanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan
sebagainya. Contoh kelompok ini adalah:
a. anak sekolah dan mahasiswa
b. para ibu rumah tangga dan orang cacat, dan
c. para pengangguran sukarela
30
3. Berdasarkan kualitasnya
o Tenaga kerja terdidik
Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki suatu
keahlian atau kemahiran dalam bidang tertentu dengan cara sekolah
atau pendidikan formal dan nonformal. Contohnya: pengacara, dokter,
guru, dan lain-lain.
o Tenaga kerja terlatih
Tenaga kerja terlatih adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian
dalam bidang tertentu dengan melalui pengalaman kerja. Tenaga kerja
terampil ini dibutuhkan latihan secara berulang-ulang sehingga
mampu menguasai pekerjaan tersebut. Contohnya: apoteker, ahli
bedah, mekanik, dan lain-lain.
o Tenaga kerja tidak terdidik dan terlatih
Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja kasar
yang hanya mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh angkut,
pembantu rumah tangga, dan sebagainya
F. Indeks Williamson
Disparitas (ketimpangan) pembangunan ekonomi antar wilayah merupakan
fenomena umum yang terjadi dalam proses pembangunan ekonomi suatu daerah.
Ketimpangan ini pada awalnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan
sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masingmasing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mendorong proses pembangunan juga
31
menjadi berbeda. Karena itu tidaklah mengherankan bilamana setiap daerah
biasanya terdapat wilayah relative maju (developed region) dan wilayah relative
terbelakang (underdeveloped region).
Ukuran ketimpangan pendapatan yang lebih penting lagi untuk menganalisis
seberapa besarnya kesenjangan antar wilayah/daerah adalah dengan melalui
perhitungan indeks Williamson. Dasar perhitungannya adalah dengan
menggunakan PDRB per kapita dalam kaitannya dengan jumlah penduduk per
daerah. Indeks Williamson lazim digunakan dalam pengukuran ketimpangan
pembangunan antar wilayah. Indeks Williamson menggunakan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) perkapita sebagai ketimpangan regional (regional
inequality) sebagai data dasar. Alasannya jelas karena yang diperbandingkan
adalah tingkat pembangunan antar wilayah dan bukan tingkat distribusi
pendapatan antar kelompok masyarakat (Sjafrizal, 2012). Indeks Williamson
merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur tingkat ketimpangan daerah yang
semula dipergunakan oleh Jeffrey G. Wlliamson. Formulasi Indeks Williamson
yang digunakan menurut Sjafrizal (2012) yaitu:
=
Keterangan
∑(y − y) (f : n )
,0 <
y
Iw = Indeks Williamson
fi = Jumlah penduduk kabupaten/kota ke-i (jiwa)
n = Jumlah penduduk Provinsi Lampung
Yi = PDRB per kapita kabupaten/kota ke-i (Rupiah)
<1
32
͞y = PDRB per kapita rata-rata di Provinsi Lampung
Hasil pengukuran dari nilai Indeks Williamson ditunjukkan oleh angka 0 sampai
angka 1 atau 0 < IW < 1. Jika nilai IW semakin mendekati angka 0 maka semakin
kecil ketimpangan pembangunan ekonomi dan jika nilai IW semakin mendekati
angka 1 maka semakin melebar ketimpangan pembangunan ekonomi (Sjafrizal,
2012).
33
G. Penelitian Terdahulu
No PENULIS
JUDUL
JURNAL
VARIABEL
ALAT
ANALISIS
SIMPULAN
1.
Budiantoro
Hartono
Analisis
Ketimpangan
Pembangunan
Ekonomi di
Provinsi Jawa
tengah
(Y) timpangan
Pembangunan
Ekonomi,
(X1) Investasi,
(X2) Angkatan
Kerja, (X3)
Dana Alokasi
Bantuan
Uji statistik t,
Uji statistik f
dan regresi
berganda
variabel
bebas
secara
parsial
berpengaruh
signifikan terhadap
ketimpangan
pembangunan
ekonomi
di
Provinsi
Jawa
Tengah. Nilai F
hitung
sebesar
1,899,
dengan
angka signifikansi
sebesar
0,000
(0,000 < 0,05)
2.
Linda
Tustiana
Puspitawati
Analisis
Perbandingan
Faktor-Faktor
Penyebab
Ketimpangan
Pembangunan
antar
Kabupaten/Kota
di Kawasan
Kedungsapur
(Y)
ketimpanagn
pembangunan,
(X1) kondisi
sektoral,,
(X2) pola
pertumbuhan,
(X3) fasilitas
Analisis
Location
Quotient
(LQ),
Analisis Shift
Shar, Analisis
Tipologi
Klassen,
Analisis
Skalogram
Berdasarkan analisis
Tipologi
Klassen pada setiap
kabupaten/kota di
Kawasan
Kedungsapur,
diperoleh
empat
klasifikasi keadaan
ekonomi
daerah.
Kuadran I adalah
daerah maju dan
cepat tumbuh yaitu
Kota
Semarang.
Kuadran II adalah
daerah yang maju
tapi tertekan yaitu
Kabupaten
Semarang. Kuadran
III adalah daerah
berkembang cepat
yaitu
Kabupaten
Kendal.
Kuadran
IV adalah daerah
relatif
tertinggal
yaitu
Kabupaten
Demak, Kabupaten
Grobogan,
dan
Kota Salatiga.
34
3.
Mulyanto
Sudarmono
Analisis
Transformasi
Struktural,
Pertumbuhan
Ekonomi Dan
Ketimpangan
Antar Daerah Di
Wilayah
Pembangunan I
Jateng
(Y)
Ketimpangan
Antar daerah,
(X1)
transformasi
struktural,
(X2)
Pertumbuhan
ekonomi
Sumbangan
sektor
(kontribusi)
terhadap
PDRB,
Location
Quotient
(Kuosien
Lokasi),
SHIFT
SHARE,
Analisis
Overlay,
Indeks
Williamson
dan Indeks
Entropi Theil
Terjadinya
kecenderungan
peningkatan
nilai
Indeks
enthropi
Theil maupun nilai
Indeks Williamson
mengandung
arti
bahwa ketimpangan
yang terjadi di
Wilayah
Pembangunan
I
Jawa
Tengah
semakin membesar
atau semakin tidak
merata.
Kota
Semarang
masih
mendominasi nilai
PDRB dan nilai
pendapatan
perkapita,
sementara kelima
daerah yang lain
jauh lebih rendah.
4.
Sri Kuncoro
Pertumbuhan
Ekonomi,
Kesempatan
Kerja,
Kemiskinan
dan
Ketimpangan
Pendapatan di
Provinsi Jambi
(Y)
ketimpanagn
pendapatan,
(X1)
Pertumbuhan
Ekonomi,
(X2)
kesempatan
kerja,
(X3)
kemiskinan
analisis
regresi
sederhana
dengan Panel
Data
Pengaruh
pertumbuhan ekonomi
terhadap kesempatan
kerja di Kabupaten
Merangin,
Sarolangun,
Muaro
Jambi,
Tanjung
Jabung Barat dan
Bungo Provinsi Jambi
positif
dan
tidak
signifikan.
Pengaruh
pertumbuhan ekonomi
terhadap kemiskinan
di
Kabupaten
Merangin,
Sarolangun,
Muaro
Jambi,
Tanjung
Jabung Barat dan
Bungo Provinsi Jambi
negatif dan tidak
signifikan.
Pengaruh
pertumbuhan ekonomi
terhadap ketimpangan
pendapatan
di
Kabupaten Merangin,
Sarolangun,
Muaro
Jambi,
Tanjung
Jabung Barat dan
Bungo Provinsi Jambi
positif
dan
tidak
signifikan.
35
5.
Lukman
Harun,
Ghozali
Maski
Analisis
Pengaruh
Pengeluaran
Pemerintah
Daerah dan
Pertumbuhan
Ekonomi
Terhadap
Ketimpangan
Pembangunan
Wilayah (Studi
pada Kabupaten
dan Kota di Jawa
Timur)
(Y)
Kertimpangan
Pembangunan
wilayah,
(X1)
Pengeluaran
Pemerintah,
(X2)
Pertumbuhan
Ekonomi
regresi data
panel dengan
pendekatan
Random
Effect Model
(REM)
Sesuai
fungsi
alokasi
dan
distribusi
yang
dimiliki
APBD
maka
seharusnya
APBD diharuskan
dapat
mengalokasikan
serta
mendistribusikan
seluruh
sumber
daya, kesempatan
dan hasil ekonomi
secara optimal dan
adil. Oleh karena itu
peran
pemerintah
dapat dilihat dari
pengeluaran APBD.
Dari
berbagai
penelitian
yang
dilakukan
di
Propinsi
Jawa
Timur pertumbuhan
ekonomi
memberikan
pengaruh
positif
terhadap
ketimpangan
pembangunan
namun dengan data
time series, dalam
penelitian
ini
menggunakan data
panel
yang
kemungkinan dapat
memberikan hasil
yang berbeda.
Hasil dari regresi
yang
dilakukan
dengan
menggunakan
Random
Effect
Model
diperoleh
nilai koefisien dari
variabel
pengeluaran
pemerintah adalah
negatif
dan
signifikan,
sedangkan
nilai
koefisien
dari
variabel
pertumbuhan
ekonomi
adalah
positif
dan
signifikan.
36
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan merupakan data runtun waktu (time series) yaitu
sekumpulan observasi dalam rentang waktu tertentu. Dalam penelitian ini
menggunakan data kurun waktu tahun 2000-2014.
Data sekunder tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnaker Trans) Provinsi Lampung. Adapun data
yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data jumlah penduduk
Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, PDRB per kapita Kabupaten/Kota di
Provinsi Lampung atas dasar harga konstan, Jumlah Tenaga Kerja (TK)
Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, Tingkat Pertumbuhan Ekonomi (PE)
Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, serta data Dana Alokasi Bantuan
Pembangunan (DAB) yang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana
Alokasi Khusus (DAK). Keseluruhan data berupa data runtun waktu (Time Series)
Tahun 2000 hingga Tahun 2014.
37
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek/subyek mempunyai
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2009). Penelitian ini menggunakan
populasi Pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Lampung. Jumlah
pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Lampung adalah sebanyak 15
pemerintah daerah yang terdiri dari 2 pemerintah kota, dan 13 pemerintah
kabupaten. Populasi penelitian ini adalah Kabupaten Lampung Barat, Lampung
Selatan, Lampung Tengah, Lampung Timur, Lampung Utara, Mesuji, Pesawaran,
Pringsewu, Tanggamus, Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat, Way Kanan,
Pesisir Barat, Kota Bandar Lampung dan Kota Metro.
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Sugiono, 2009). Dalam penelitian ini daerah
yang menjadi sampel dipilih berdasarkan Purposive Sampling (kriteria yang
dikehendaki). Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung yang masa pemerintahannya lebih
dari 10 tahun.
2. Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung yang telah menyusun
laporan keuangan tahun 2000 sampai dengan 2014.
3. Pemerintah Kabupaten atau Kota di Provinsi Lampung yang mempunyai
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan pemerintah
daerah tahun 2000 sampai dengan 2014 telah di publikasi melalui website
resmi BPS.
38
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka ukuran sampel pada penelitian ini yaitu
sebanyak 10 Kota/Kabupaten yaitu:
1. Kabupaten Lampung Barat
6. Kabupaten Tanggamus
2. Kabupaten Lampung Selatan
7. Kabupaten Tulang Bawang
3. Kabupaten Lampung Tengah
8. Kabupaten Way Kanan
4. Kabupaten Lampung Timur
9. Kota Bandar Lampung
5. Kabupaten Lampung Utara
10. Kota Metro
C. Definisi Operasional Variabel
Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu hal yang terbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik simpulan (Sugiono, 2009).
Variabel-variabel yang dalam penelitian ini terdiri dari 1 variabel terikat dan 3
variabel bebas.
1.
Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Indeks Ketimpangan Pembangunan
Ekonomi. Indeks Ketimpangan Pembangunan Ekonomi merupakan ukuran dari
disparitas (ketimpangan) pembangunan ekonomi antar wilayah. Ketimpangan
Pembangunan Ekonomi diukur dengan menggunakan rumus Indeks Williamson
(Sjafrizal, 2012) :
√
̅
̅
39
Keterangan:
Iw = Indeks Williamson
fi = Jumlah penduduk kabupaten/kota ke-i (jiwa)
n = Jumlah penduduk Provinsi Lampung
Yi = PDRB per kapita kabupaten/kota ke-i (Rupiah)
y = PDRB per kapita rata-rata di Provinsi Lampung
Dimana menggunakan PDRB per kapita atas dasar harga konstan Tahun 2000
untuk setiap Kabupaten di Provinsi Lampung dari Tahun 2000 sampai Tahun
2014. Sedangkan Indeks Ketimpangan Pembangunan Ekonomi ditunjukkan oleh
angka 0 sampai angka 1 atau 0 < IW < 1. Jika indeks Williamson semakin
mendekati angka 0 maka tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi semakin
kecil dan jika indeks Williamson semakin mendekati angka 1 maka semakin
tinggi ketimpangan pembangunan ekonomi (Safrizal, 2012).
2.
Variabel Independen
Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen / terikat (Sugiono, 2009).
Variable independen dalam penelitian ini adalah:
a. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi menggunakan data pertumbuhan ekonomi. Diukur dalam
satuan persen di Provinsi Lampung.
b. Tenaga Kerja
Tenaga kerja menggunakan data tenaga kerja yang bekerja yang berumur 15
sampai dengan 64 tahun yang berpartisipasi dalam aktivitas produksi barang dan
jasa (Simanjuntak, 2002).
40
c. Dana Alokasi Bantuan Pembangunan
Dana alokasi bantuan pembangunan diukur dari jumlah dana bantuan pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah yang telah dihitung berdasarkan kuota. Dalam
penelitian ini menggunakan jumlah Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana
Alokasi Khusus (DAK) yang dinyatakan dalam jutaan rupiah.
Berikut adalah Tabel rangkuman Operasional Variabel Penelitian :
Tabel 7. Nama Variabel, Simbol, Periode Waktu, Satuan Pengukuran dan
Sumber Data
Nama Variabel
Simbol
Periode Waktu
Satuan Pengukuran
Sumber Data
Pertumbuhan Ekonomi
PE
Tahunan
Persen
BPS
Tenaga Kerja
TK
Tahunan
Jiwa
DISNAKER TRANS
DAB
Tahunan
Rupiah
BPS
IW
Tahunan
Nilai
Pengolahan Data
Dana Alokasi Bantuan
Indeks Williamson
D. Metode Analisis Data
1. Alat Analisis
Analisis data dalam penelitian ini dengan menngunakan model regresi yang
digunakan untuk mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi (PE), Tenaga
Kerja (TK), dan Dana Alokasi Bantuan (DAB) terhadap Ketimpangan
Pembangunan Ekonomi (IW) dengan menggunakan OLS (Ondinary Least Square).
Analisis data digunakan untuk menyederhanakan data yang telah diperoleh
kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan, pada penelitian
ini menggunakan software Eviews 8.
Model umum dari analisis ini adalah:
41
Iw
= Indeks Williamson (Nilai)
= Konstanta
= Koefisien regresi
PE
= Pertumbuhan Ekonomi
TK
= Tenaga Kerja
DAB
= Dana Alokasi Bantuan
= Error term
i,t
= i untuk masing-masing provinsi dan t untuk tahun
2. Pengujian Asumsi Klasik
Untuk mengetahui apakah model estimasi yang telah dibuat tidak menyimpang
dari asumsi-asumsi klasik, maka dilakukan beberapa uji antara lain, Uji
Normalitas, Uji Multikolinearitas, Uji Autokorelasi dan Uji Heteroskedastisitas.
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas adalah untuk mengetahui apakah residual terdistribusi secara
normal atau tidak, pengujian normalitas dilakukan menggunakan metode JarqueBera (Gujarati, 2003). Residual dikatakan memiliki distribusi normal jika Jarque
Bera < Chi square, dan atau probabilita (p-value) > α = 10%.
Hipotesis masalah normalitas adalah sebagai berikut :
Ho
: Jarque Bera stat < Chi square = Terditribusi dengan normal.
Ha
: Jarque Bera stat > Chi square = Tidak berditribusi dengan normal.
b. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah hubungan linier yang terjadi diantara variabel-variabel
independen, meskipun terjadinya multikolinearitas tetap menghasilkan estimator
yang BLUE. Pengujian terhadap gejala multikolinearitas dapat dilakukan dengan
42
menghitung Variance Inflation Factor (VIF) dari hasil estimasi (Widarjono,
2007).
Hipotesis masalah multikolinearitas adalah sebagai berikut :
Ho : VIF > 10, terdapat multikolinearitas antar variabel
Ho : VIF < 10, tidak terdapat multikolinearitas antar variable
c. Uji Autokorelasi
Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan dengan
mengembangkan uji autokorelasi yang lebih umum dan dikenal dengan uji LM
atau LM-Test. Uji LM test menjelaskan apabila nilai Chi squared hitung (Obs*Rsquared) lebih kecil dari nilai Chi squared kritis pada α=10% maka tidak bersifat
autokorelasi. Sebaliknya apabila Chi squared hitung (Obs*R-squared) lebih besar
dari pada Chi squared kritis pada α=10% dan probabilitas (Obs*R-squared) lebih
kecil dari α=10% maka data bersifat autokorelasi. Gejala autokorelasi dapat
dilakukan dengan uji serial Correlation LM test
H0 : Obs*R square (X² - hitung) < Chi – square (X² - tabel), Model terbebas
dari masalah autokorelasi.
Ha : Obs*R square (X² - hitung ) > Chi-square (X² - tabel), Model mengalami
masalah autokorelasi.
d. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskeadstisitas adalah situasi tidak konstannya varian diseluruh faktor
gangguan. Suatu model regresi dikatakan terkena heteroskedastisitas apabila
terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain
43
tetap, maka disebut homoskedastisitas. Jika varian berbeda disebut
heteroskedastisitas.
Hipotesis masalah heteroskedastisitas adalah sebagai berikut :
Ho
: Obs*R square ( χ2 -hitung ) > Chi-square (χ2–tabel), Model mengalami
masalah heteroskedastisitas.
Ha
: Obs*R square ( χ2 -hitung ) < Chi-square (χ2–tabel), Model terbebas
dari masalah heteroskedastisitas.
E. Uji Hipotesis
1. Uji t statistik (Uji Parsial)
Uji-t digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh dari masingmasing variabel bebas terhadap variabel terikat. Digunakan uji 1 arah dengan
tingkat kepercayaan 90% dengan hipotesis:
Hipotesis 1
Ho : 1 = 0 tidak terdapat pengaruh variabel pertumbuhan ekonomi terhadap
ketimpangan pembangunan.
Ha : 1 < 0 terdapat pengaruh negatif variabel pertumbuhan ekonomi terhadap
ketimpangan pembangunan.
Hipotesis 2
Ho : 1 = 0 tidak terdapat pengaruh variabel tenaga kerja terhadap ketimpangan
pembangunan.
Ha : 1 < 0 terdapat pengaruh negatif variabel tenaga kerja terhadap ketimpangan
pembangunan.
Hipotesis 3
44
Ho : 1 = 0 tidak terdapat pengaruh variabel dana alokasi bantuan terhadap
ketimpangan pembangunan.
Ha : 1 < 0 terdapat pengaruh negatif variabel dana alokasi bantuan terhadap
ketimpangan pembangunan.
Kriteria pengambil keputusan :

Jika nilai t-hitung > nilai t-tabel maka H0 ditolak atau menerima Ha,
artinya variabel bebas berpengaruh negatif terhadap variabel terikat.

Jika nilai t-hitung < nilai t-tabel maka H0 diterima atau menolak Ha,
artinya variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat
2. Uji F Statistik
Uji F statistik dikenal dengan Uji serentak atau Uji model/Uji Anova yaitu uji
yang digunakan untuk melihat bagaiamana pengaruh semua variabel bebas
terhadap variabel terikat dan untuk menguji apakah model regresi yang ada
signifikan atau tidak signifikan. Uji F dapat dilakukan dengan membandingkan F
hitung dengan F tabel (Gujarati, 2003).
H0 : 1, 2, 3 = 0 => Diduga secara bersama-sama variabel pertumbuhan
ekonomi, tenaga kerja, dana alokasi bantuan tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat
ketimpangan pembangunan.
Ha : 1, 2, 3 ≠ 0 => Diduga secara bersama-sama variabel pertumbuhan
ekonomi, tenaga kerja, dana alokasi bantuan berpengaruh
secara signifikan terhadap tingkat ketimpangan
pembangunan.
45
kriteria pengambilan keputusan:

Jika F-hitung > F-tabel maka
ditolak, artinya secara bersama-sama
variabel bebas berpengaruh negatif terhadap variabel terikat.

Jika F-hitung < F-tabel maka
diterima, artinya secara bersama-sama
variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat.
62
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Nilai Indeks Williamson di Provinsi Lampung selama tahun penelitian
2000-2014 menunjukan bahwa ketimpangan pembangunan ekonomi yang
terjadi adalah tergolong ketimpangan yang sedang.
2. Hasil penelitian membuktikan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat ketimpangan
pembangunan di Provinsi Lampung.
Setiap peningkatan jumlah pertumbuhan ekonomi (PE) sebesar 1% maka
tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi akan menurun sebesar
0,014644 satuan
3. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa variabel tenaga kerja berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan di
Provinsi Lampung.
Setiap peningkatan jumlah tenaga kerja (TK) sebesar 1 jiwa maka tingkat
ketimpangan pembangunan ekonomi akan menurun sebesar 0,318333
satuan.
63
4. Hasil penelitian membuktikan bahwa variabel Dana Alokasi Bantuan
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat ketimpangan
pembangunan di Provinsi Lampung.
Setiap peningkatan dana alokasi bantuan (DAB) sebesar 1 Rupiah maka
tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi akan menurun sebesar
0,122852 satuan.
5. Secara bersama-sama variabel pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja, dan
dana alokasi pembangunan berpengaruh terhadap tingkat ketimpangan
pembangunan di Provinsi Lampung
B. Saran
1. Sebaiknya pemerintah daerah ikut serta dalam membantu pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, dengan adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi
dan distribusi pendapatan yang merata akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
2. Tenaga kerja sebagai input dalam proses produksi harus ditingkatkan
kuantitas maupun kualitasnya. Kualitas tenaga kerja yang baik akan dapat
mempengaruhi produktivitas tenaga kerja sehingga pertumbuhan ekonomi
diharapkan akan meningkat sehingga dapat mengurangi tingkat
ketimpangan pembangunan ekonomi.
3. Dengan adanya ketimpangan pembangunan antar daerah memberikan
indikasi bahwa dana alokasi bantuan pembangunan dari pemerintah pusat
sangatlah penting. Seharusnya dana alokasi pembangunan yang diberikan
oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah hendaknya disesuaikan
64
dengan situasi maupun kondisi masing-masing daerah, sehingga
diharapkan daerah yang tertinggal mampu mengejar daerah yang sudah
maju.
Daftar Pustaka
Afrizal, Fitrah. 2013. Analisis Pengaruh Tingkat Investasi, Belanja Pemerintah Dan
Tenaga Kerja Terhadap PDRB Di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 20012011.Skripsi Jurusan Ilmu Ekonomi. Universitas Hasanudin. Makassar.
Aldilla, Rezza. 2011. Analisis pengaruh tenaga kerja dan output Terhadap indeks
ketimpangan penyerapan Tenaga kerja industri manufaktur di Kabupaten/kota
di wilayah provinsi jawa Tengah. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang
Ambya, 2014, Belanja Pemerintah Daerah Dan Pertumbuhan
Ekonomi: Studi Daerah Otonom Baru (Dob) Di Indonesia Tahun 2001-2010,
Yogyakarta Universitas Gadjah Mada.
Arsyad, Lincolin, 1999, Ekonomi Pembangunan, Ed. 3, Yogyakarta : STIE YKPN
BPFE.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2014. Lampung Dalam Angka 2014. Provinsi Lampung
Baiquni, M. 2004. Membangun Pusat-Pusat di Pinggiran-Otonomi di Wilayah
Kepulauan. Yogyakarta : Ide As dan PKPEK.
Budiarto, Bambang. 2007. Pengukuran Keberhasilan Pengelolaan Keuangan
Daerah. Seminar Ekonomi Daerah. Surabaya.
Dinas Ketenagakerjaan (Disnakers). 2014. Provinsi Lampung.
Fitrani, Hofman, dan Kaiser, 2005, Unity In Diversity The Creation Of New Local
Governments In A Decentralising Indonesia, The World Bank Jakarta.
Greene, W.H. 2000. Econometrics Analysis. New Jersey : Prentice Hall Inc.
Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar (Terjemahan Sumarno Zain).
Jakarta.
Hartono, Budiantoro, 2008, Analisis Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di
Provinsi Jawa Tengah, Tesis S.2 Program Pasca Sarjana. Undip. Semarang.
Harun, Maski, 2012, Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah dan
Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Pembangunan Wilayah (Studi
pada Kabupaten dan Kota di Jawa Timur), Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya.
Kuncoro, Mudrajat. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Erlangga. Jakarta
Masli, lili. 2008, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
dan Ketimpangan Regional antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat,
STIE STAN IM, Jakarta
Nur, Syafi’I, 2011, Adakah Anomali Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dan
Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sari, Vera Yolanda. 2009. Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah Di Provinsi
Lampung. Skripsi Fakultas Ekonomi. Universitas Lampung. Lampung.
Sembiring, E. R. 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung
Jawab Sosial. Jakarta. Simposium Nasional.
Simanjuntak, Payaman, J. 2002. Undang-Undang yang Baru tentang Serikat
Pekerja/Serikat Buruh. Kantor Perburuhan Internasional: Jakarta.
Sjafrizal, 2012, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah
Indonesia Bagian Barat, Jakarta, Jurnal Buletin Prisma.
Sobita, Suparta, 2014, Pertumbuhan Ekonomi Dan Penyerapan Tenaga Kerja Di
Provinsi Lampung, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
Sudibyo, Bambang dkk, 1995, Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia,
Yogyakarta : Bagian Penerbitan Aditya Media.
Sugiono (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung
Sukirno, Sadono, 2001. Ekonomi Pembangunan, Jakarta : Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Bima Grafika.
Suparmoko, (2002), Pengantar Ekonomi Makro. UGM, Yogyakarta.
Syarifin, Pipin dan Jubaedah, Dedah. 2005. Pemerintahan Daerah di Indonesia.
Bandung: CV Pustaka Setia
Todaro, Michael P. 2000, Ekonomi Pembangunan Di Dunia Ketiga Edisi 7, Jakarta :
Erlangga.
Widarjono, Agus. 2009. Ekonomi Pengantar dan Aplikasi. Penerbit Ekonisia,
Yogyakarta.
Wijaya, H.A.W. 2007. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Zahara, Hastari 2014, Faktor-Faktor yang Memepengaruhi Ketimpangan
Pembangunan Ekonomi Provinsi Lampung Tahun 2008 – 2012, Universitas
Lampung
Zuhri, Mursid. 1998, Kajian Hubungan Fungsional Jawa Tengah – Jawa Timur
dalam Pengembangan Wilayah, Semarang : BAPPEDA Propinsi Jawa Tengah.
Download