Pengaruh Faham Familisme yang Dianut Orang

advertisement
ARTIKEL HASIL PENELITIAN
Pengaruh Faham Familisme yang Dianut Orang Cina
dalam Upaya Membentuk dan Mengembangkan Sikap
Kewirausahaan Orang Cina Pontianak.
Oleh
Dra. Lina Sunyata. M.Si (Ketua)
Pengaruh Faham Familisme yang dianut Orang Cina dalam upaya Membentuk
dan Mengembangkan Sikap Kewirausahaan Orang Cina Pontianak.
Abstrak
Lina Sunyata
Orang Cina dikenal memiliki kemampuan dan keunggulan untuk menggeluti
berbagai bidang wirausaha yang menjadikan mereka dapat bersaing dan berhasil
menjalankan roda perekonomian di berbagai tempat. Kemanapun mereka pergi mereka
seralu membawa serta adat istiadat sebagai falsafah hidupnya yakni faham familisme
yang merupakan inti ajaran Konfusius. Berdasarkan penelitian sebelumnya (2007)
diketahui bahwa system familisme masih teguh dan diterapkan dalam sosialisasi di
lingkungan keluarga inti orang Cina Pontianak. Dalam jumlahnya yang mencapai
150.540 orang (30,11%), sebagaian besar orang Cina memberikan kontribusi yang
besar pada jalannya roda perekonomian kota Pontianak. Fenomena ini setidaknya
menunjukkan bahwa orang Cina memiliki kemampuan untuk membangun dan bersaing
di bidang ekonomi serta memiliki spirit dan perilaku kewirausahaan. Sikap perilaku
yang khas dari orang Cina ini kiranya dibentuk dan dikembangkan dalam waktu yang
panjang melalui proses sosialisasi keluarga dalam menerapkan sistim familisme yang
diajarkan Konfusius. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa proses internalisasi
nilai-nilai melalui sosialisasi tersebut sangat mempengaruhi pembentukan watak dan
sifat-sifat tertentu yang akhirnya dipraktekkan dalam berbagai kegiatan usaha orang
Cina yang banyak mencapai sukses di berbagai bidang.
Kata kunci : familisme, konfusius, sosialisasi, kewirausahaan, etos kerja
Pengaruh Faham Familisme yang dianut Orang Cina dalam upaya Membentuk
dan Mengembangkan Sikap Kewirausahaan Orang Cina Pontianak.
I.Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan penelitian terdahulu, mengenai ”Peran Keluarga Inti Dalam Proses
Komunikasi Budaya pada Masyarakat Cina Pontianak” (tahun 2007)1 terungkap bahwa bahwa
Sosialisasi dalam keluarga inti pada orang Cina berazaskan pewarisan budaya Cina yang
ditekankan pada komunikasi budaya rnelalui pengenalan, pengajaran dan pengarahan perilaku
sesuai tuntutan nilai dan norma budaya Cina dari orang tua kepada keturunannya yang
mengacu pada "sistem familisme" dari Konfusius. Dalam proses ini kedua orang tua berperan
penting dalam mengkomunikasikan pesan budaya dengan cara memperkenalkan nilai budaya
Cina, membina, mengarahkan, membentuk cara pandang dan perilaku anak-anaknya sesuai
norma budaya Cina dengan mengacu pada ajaran Konfusius yang mengutamakan ajaran
tentang rnoral yang harus ditanamkan kuat dalam keruarga agar warisan budaya leluhur mereka
tetap lestari. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap dan perilaku yang khas
bercirikan budaya Cina yang ditampilkan orang Cina dalam kehidupannya di tengah-tengah
masyarakat, merupakan produk sosialisasi yang bertitik tolak dari komunikasi budaya di
lingkungan keluarga inti.
Azas familisme.yang dianut orang Cina mengatakan bahwa keluarga lebih utama
daripada kepentingan individu bangsa dan negara. Segala sesuatu diabdikan dan ditujukan
menyangkut seluruh hidupnya diabdikan dan ditujukan untuk kepentingan keluarganya. Seperti
halnya orang Cina, mereka dikenal sangat menjunjung tinggi budaya leluhurnya. Dalam
manyampaikan oan menerapkan norma budayanya mereka mengacu pada berbagai aturan yang
dijadikan patokan sesuai aturan norma budaya Cina. Dengan menjalankan kehidupan selaras
dengan ajaran budaya Cina yang diyakini dapat mengantarkan mereka mencapai kesuksesan,
maka nilai-nilai budaya Cina tersebut tetap dipegang teguh dan dilestarikan oleh hampir semua
orang Cina dimanapun mereka berada. Ajaran Konfusius dalam mengembangkan azas
familisme jelas rnenunjukkan bahwa keluarga mendapat tempat yang tegar dan kokoh sebagai
dasar struktur sosial.
Sebagaimana yang berlaku pada system familisme, seorang anak setelah dewasa
dituntut untuk bedanggung jawab, mengabdi pada keluarga dan
melaksanakan berbagai
upacara adat yang berkenaan dengan pembiayaan yang besar, menjadikan orang Cina memiliki
orientasi yang tinggi terhadap hal hal yang bersifat materi. Untuk sejak kecil sampai dewasa
keluarga membentuk dan mengarahkan serta menanamkan motivasi yang kuat kepada anak
anaknya untuk mewarisi jiwa kewirausahaan yang selanjutnya harus dipraktekkan kedalam
sikap perilaku yang mengantarkan mereka sukses dimanapun mereka membangun usaha.
Dalam menanamkan dan mmembentuk sikap perilakuanak anak orang Cina, mengacu pada
prinsip dan falsafah yang mengacu pada faham familisme yang diajarkan Konfusius yang
ditekankan pada rasa bakti seorang anak kepada orang tua, juga ditanamkan agar seorang anak
memiliki sifat sifat terlentu yang berhubungan dengan tata sopan santun yang disebut ajaran
”Pat-Tik” dan tata urutan yang mengatur hubungan antar manusia yang di sebut ” Wu-Lun”
Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar orang Cina di berbagai tempat mencapai
sukses mencapai sukses sebagai seorang wirausahawan. Mulai dari usaha kecill, menengah
dan besar, hampir hampir semuanya diikuasai oleh orang Cina. Etos kerja yang tinggi, tak tik
berdagang yang handal, teknik negosiasi, sikap ulet, tak mudah menyerah, berani berspekulasi,
kreatif dan inovatif serta memiliki ikatan soridaritas untuk membangun jaringan bisnis yang lua
merupakan sebagian karakteristik dan ciri knas pengusaha cina yang sulit ditandingi oleh etnis
lain. Selanjutnya muncul pertanyan, kapan dan bagaimanakah menumbuhkan sikap dan
perilaku kewirausaan pada orang Cina tersebut? Sikap dan perilaku kewirausahaan yang khas
ini tentunya tidak muncul dengan sendirinya, akan tetapi tentu saja melalui proses panjang
yang dibangun mulai sejak kecil sampai dewasa yang akhirnya menumbuhkan spirit
kewirausahaan pada orang Cina. Secara teoritis diketahui bahwa sikap dapat ditumbuhkan dan
dikembangkan melalui proses belajar, dan dalam proses tersebut tidak terlepas dari proses
komunikasi dimana terjadi proses transfer pengetahuan dan nilai. Adapun sikap dapat tumbuh
selama manusia hidup sepanjang hidupnya, manusia belajar dan tidak pernah berhenti.
Proses akomodasi dan transfer pengetahuan serta pengalaman, berlangsung sepanjang
hidup manusia. Dalam proses yang panjang inilah nilai-nilai hidup didapatkan oleh manusia,
yang kemungkinan besar akan dapat menumbuhkan sikap mereka terhadap subyek atau obyek.
Kenyataan ini menarik perhatian untuk mengkaji fenomena tersebut dan menghubungkan sikap
kewirausahan orang Cina dengan proses belajar/sosialisasi orang Cina yang mengacu pada
faham Familisme. Selanjutnya tentu saja sangat menarik untuk menitik beratkan perhatian pada
proses menumbuhkan dan membentuk sikap kewirausahaan orang Cina dikaitkan dengan
faham familisme yang dianut orang Cina.
II. DESAIN DAN METODE PENELITIAN
2.1. Pendekatan Penelitian
Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini rnenggunakan
model penelitian etnografi. Etnografi sebagai metode penelitian digunakan untuk
meneliti perilaku manusia dalam lingkungan spesifik alamiah. Mempelajari bagaimana
perilaku sosial dapat dideskripsikan sesuai dengan cara memandang pola perilaku dari
komunitas
yang
menjadi
sasaran
penelitian
sebagaimana
adanya:
Peneliti
mengkonstruksi konsep berdasarkan proses induktif atau empirik sesuai dengan cara
memandang atau pola perilaku komunitas yang menjadi sasaran.
2.2. Teknik Penelitian
Selaku peneliti dalam (insider recsearcher). peneliti menggunakan metode pengamatan
berperan serta yang mencakup teknik pengamatan berperan serta dan wawancara
mendalam serta analisis dokumen. Metode penentuan sumber data dilakukan secara
purposive dengan menetapkan beberapa kriteria seperti berapa lama informan
menggeluti bidang usahanya, usia dan pengalaman dan tempat domisili. Adapun teknik
pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah:
1. Teknik berperan serta peneliti tinggal beberapa waktu di lingkungan para informan
dan peneliti berusaha terlibat dalam kegiatan sehari-hart dan dan di lingkungan
organisasi kemasyarakatan orang Cina seperti mengadakan hubungan kerjasama
ekonomi mengikuti ritual budaya dan mengamati secara langsung interaksi dalam
keluarga-keluarga orang Cina agar dapat menangkap nuansa komunikasi budaya
yang berlangsung dalam mensosialisasikan nilai-nilai kewirausahaan dalam
Keluarga.
2. Wawancara mendalam Peneliti melakukan wawancara terhadap informan yang telah
ditentukan diatas berpedoman kepada aspek-aspek penelitian yang telah diformat
didalam pedoman wawancara.
3. Observasi lapangan dengan melaksanakan pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian Peneliti langsung
melakukan pengamatan terhadap lingkungan dan arena sosialisasi masyarakat Cina
Pontianak
2.3 Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yakni disesuaikan dengan tehnik pengumpulan data yang
digunakan, yaitu wawancara mendalam, alat yang digunakan adalah:
1. Pedoman wawancara, buku catatan, pena, audio tapes dan kamera
2. Observasi lapangan, alat yang digunakan adalah ”buku catatan” pena dan daftar
cheklisf pemeriksaan dan pengumpulan dokumen alat yang digunakan buku catatan
pena dan mesin pengcopyan untuk menggandakan dokumen dengan maksud untuk
menghasilkan deskrlpsi etnografis yang orisinal Namun dengan pendekatan ilmu
komunikasi penelitian ini menggunakan acuan dari James P. Spradley dalam buku
"Metode Etnografi" mengenai langkah langkah proses "Alur Penelitian Maju Bertahap
(Developmentat Research Sequence) yang harus ditempuh oleh peneliti etnografi.
2.4 Subjek dan Objek Penelitian
Subjek utama yang diteliti adaiah Orang Cina Pontianak yang terdiri dari dua
suku yaitu Halkka alau Ziu Cu. Sementara objek penelitian dalam penelitian ini adalah
pola dan proses bagaimana orang Cina mengejawantahkan nilai- nilai familiisme yang
di anut dianut untuk menanamkan dan mengembangkan sikap dan perilaku
kewirausahaan yang mengantarkan mereka sukses dalam bidang perekonomian.
2 5. Pengolahan dan Analisis Data
Analisis informasi dimulai dengan mengumpulkan berbagai Informasi yang
berwujud kata-kata, disusun kedalam teks yang diperluas. Hal ini mendorong peneliti
untuk menulis catatan lapangan secara lengkap dan rinci. Karena
analisis erat
kaitannya hasil dari proses pengumpulan informasi' Miles (1992:16) maka proses
analisis kualitatif dilakukanmelalui tiga jalur kegiatan yang terjadi secara bersamaan
yaitu reduksi penguiian informasi dan penarikan kesimpulan.
III. Pembahasan
Paham familisme yang dianut orang Cina merupakan inti dari ajaran Konfusius.
Pengkajian dan analisis mendalam mengenai pengaruh nilai familisme yang dianut
orang Cina
dalam membentuk dan mengembangkan sikap
kewiraushaan
dilatarbelakangi, adanya sikap dan perilaku khas yang tampak dalam way of life yang
sangat membedakan mereka dengan berbagai etnis lain ditengah-tengah masyarakat
multikultural di kota Pontianak. Ciri yang tampak jelas dari komunitas etnis Cina ini
antara lain sikap perilaku yang sangat bernuansakan budaya Cina sebagai warisan
budaya nenek moyang mereka yang sangat dipegang teguh sampai saat ini. Bagi orang
luar sikap dan perilaku masyarakat Cina di lingkungan masyarakat multikultural dinilai
etnosentrik dan eksklusif.
Hal mana sikap tersebut
tampak mulai dari pola
pemukiman yang berkelompok, ikatan solidaritas sesama etnis yang tinggi melalui
organisasi sosial budaya dan jaringan perdagangan, pendidikan, pergaulan dan lain
sebagainya.
Semua informan yang diteliti dapat berbahasa Cina dan selalu menggunakan
bahasa Cina dalam berinteraksi dengan seluruh anggota keluarga dan sesama orang
Cina. Sebagaimana yang diungkapkan oleh semua informan penelitian ini, faham
familisme yang dianut mereka, senantiasa dijadikan orientasi dalam berperilaku dan
mencapai tujuan hidup mereka.
Ajaran Konfusius sendiri telah dianut lebih dari dua abad dan telah menjadi
tradisi yang sengaja diciptakan dan dicita-citakan oleh Konfusius untuk membangun
negerinya, Ajaran ini menyumbangkan kekhasan pada kultur orang Cina, yang
sebagian besar banyak membicarakan keluarga dan mempengaruhi pola pikir orang
Cina. Tidak terkecuali orang Cina yang merantau ke berbagai penjuru dunia beserta
keturunannya termasuk orang-orang Cina yang telah turun temurun
berdiam dan
memiliki penghidupan di kota Pontianak.
Hal menarik yang yang dapat digambarkan melaui penelitian ini adalah, peneliti
melihat terjalinnya ikatan solidaritas diantara sesama orang Cina yang bermula dari
ikatan keluarga inti, keluarga besar, ikatan marga, dan ikatan etnis terlihat begitu kental
dan solid diantara sesama orang Cina. Hal ini secara jelas tampak melalui interaksi dan
komunikasi intrabudaya yang berlangsung efektif di dalam komunitas etnis Cina.
Kecenderungan untuk senantiasa berdekatan (berkelompok/menjalin kebersamaan)
diupayakan oleh orang Cina melalui penggunaan bahasa Cina, pola pemukiman,
membentuk jaringan usaha dan lain-lain bahkan sampai saat meninggal dan
dimakamkanpun mereka tidak ingin dipisahkan dari kelompok etnisnya. Ditemui
kenyataan bahwa, orang-orang Cina yang telah memeluk agama lain (Katolik , Kristen
dan Budha) tetap dimakamkan pada area pemakaman Cina dan dimakamkan dengan
adat istiadat Cina. Kenyataan ini setidaknyamemperlihatkan betapa besar pengaruh
falsafah familisme yang dianut orang Cina sehingga nilai-nilai yang diajarkan
senantiasa dijadikan pedoman hidup mulai sejak kecil bahkan sampai mereka
meninggal dunia.
Azas familisme yang dianut orang Cina mengatakan bahwa keluarga lebih
penting dari pada kepentingan individu, masyarakat atau bangsa dan negara. Segala
sesuatu yang dilakukan menyangkut seluruh hidupnya diabdikan dan ditujukan untuk
kepentingan keluarganya. Dengan pandangan seperti ini orang Cina diarahkan untuk
bertanggung jawab tidak saja untuk individunya sendiri, akan tetapi dituntut
bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Dengan amanah
semacam ini sudah barang tentu mereka dituntut untuk bekerja keras, ulet dan tidak
mengenal putus asa dalam mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan keluarganya. Ini
harus dilakukan agar ia dapat dianggap sebagai anak yang berbakti (soleh/hao) dan
apabila ia tidak dapat membela dan bertanggungjawab dengan keluarganya maka ia
akan di cap sebagai anak durhaka(put hao) . Untuk membentuk karakteristik orang
Cina sebagaimana yang dicita-citakan konfusius untuk menjadikan Cina sebagai pusat
superioritas dunia, maka diciptakanlah sebuah sistem yang harus dipatuhi
serta
dijadikan pedoman berperilaku bagi semua orang Cina yang sudah berlangsung secara
turun temurun. Tidak terkecuali dengan orang Cina Pontianak, walaupun mereka telah
hidup dan tinggal selama beberapa generasi di luar negeri asalnya. Nilai nilai luhur
nenek moyang mereka masih tetap lestari dan menjadi kebanggaan serta di taati oleh
generasi mudanya. Salah satu fakta yang menguatkan asumsi tersebut adalah
keberadaan kuil-kuil yang tersebar di berbagai penjuru kota Pontianak yang dijadikan
pusat pelestarian budaya Cina disamping menjadi tempat beribadah, dan pada saat yang
saat yang sama pula orang Cina ini menunjukkan eksistensinya di berbagai tempat
perantauannya.
Orang Cina Pontianak pada umumnya masih sangat kuat mempertahankan adat
istiadat Cina seperti sembahyang kubur dan makan bersama sekeluarga untuk
merayakan beberapa hari besar Cina. Untuk tetap mempertahankan adat istiadat ini
tentu saja memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit. Untuk itu kepada keturunannya
senantiasa diajarkan untuk selalu berusaha dengan etos kerja agar dapat menghasilkan
materi sebanyak banyaknya, karena dengan jalan itulah seorang anak dapat berbuat dan
mendapat pengakuan sebagai anak yang saleh. Kepada keturunannya pula selalu
ditekankan bahwa jika seorang anak sangat menghormati dan dapat menyenangkan
orang tuanya baik semasa hidup maupun setelah meninggal (merayakan pesta kubur
yang meriah) maka anak tersebut akan selalu mendapat berkah yaitu akan berhasil
dalam berusaha dan mencari rezeki.
Berbagai hari besar seperti hari raya Imlek, cap Go Meh, sembahyang Bulan,
sembahyang Kubur dan lain lain merupakan peristiwa budaya yang turut mempererat
solidaritas sosial dan keeratan hubungan dalam setiap keluarga. Dan pada saat itulah
sewluruh anggota keluarga berkumpul untuk makan bersama dan bertukar pikiran dan
pengalaman serta saling membantu apabila diantara saudara ada yang mengalami
hambatan dalam berusaha. Keadaan ini memberikan dorongan dan semangat untuk
saling memperlihatkan eksistensinya dalam keluarga dan menjadikan mereka terpacu
untuk semakin berhasil di tahun tahun berikutnya.
Nilai familisme yang bersifat hakiki yaitu: (1) Seorang anak harus berbakti
kepada orang tua; (2) Pemujaan secara leluhur; (3) Nama keluarga; dan (4) Sebutan
kekeluargaan. Bertitik tolak dari nilai yang dianut dalam familisme maka setiap orang
Cina diarahkan untuk memiliki karakter tertentu dan kelihatannya cara pandang ini
sangat menunjang pembentukan spirit entrepreneurship pada diri seseorang.
Pembentukan watak atau karakter ini ditanamkan secara ketat melaui proses sosialisasi
dalam keluarga. Pada proses sosialisasi, pada seorang anak dalam sebuah keluarga
Cina selain ditanamkan nilai-nilai familisme yang ditekankan pada rasa bakti seorang
anak kepada orang tua, juga ditanamkan agar seorang anak mempunyai sifat-sifat
tertentu yang berhubungan dengan tata sopan santun yang disebut ajaran Pat Tik
,yaitu ajaran kepada seorang anak agar dibiasakan untuk berbakti, rendah hati, satya,
susila, menjunjung kebenaran, keadilan, kewajiban,
ketulusan, suci hati, dapat
dipercaya dan tahu malu/mengenal harga diri.
Sebagai tindak lanjut dari rasa hormat anak kepada orang tua, berkembang pula
rasa cinta dan hormat pada leluhurnya. Kebiasaan berbakti kepada leluhur ini
ditetapkan oleh Konfusius dalam berbagai bentuk pemujaan lehuhur. Menurut ajaran
ini, upacara tradisional pemujaan leluhur dapat memperluas budi kebaikan manusia,
yaitu mengingatkan akan kebajikan serta tugas terhadap keluarga dan masyarakat
sebagai keseluruhan. Perilaku semacam ini dapat menjamin
ketenteraman
dan
kesejahtraan keluarga. Apabila masyarakat telah teratur, maka negara akan menuju
kedamaian dan kesejahteraan. Berdasarkan sifat sifat dasar yang dibentuk sesuai faham
familisme, maka selanjutnya berkembang spirit untuk mampu menjalankan tanggung
jawab dan mendapatkan materi yang cukup. Karena itu keturunan Cina terpacu untuk
selalu bekerja keras, ulet, kreatif, percaya diri, tak mudah menyerah, inovatif dan ini
merupakan sikap sikap utama yang dituntut dari seorang wirausahawan. Dengan
demikian jelas bahwa faham familisme yang dianut orang Cina memberikan pengaruh
besar pada keberhasilan orang Cina di bidang kewiraushaan.
Pengaruh faham familiis me yang anust orang Cina yang dipraktekkan dalam
sikap dan perilaku sehar-hari antara lain tampak dari adanya spirit yang kuat untuk
membuka usaha sendiri (tidak mau bergantung pada orang lain) dengan dibuktikan
oleh keuletan dalam bekerja, mengembangkan kemampuan kreatif, bersikap inovatif
dan berani mengambil resikio. Sikap dan semangat seperti yang telah dijelaskan, rata
rata dimiliki oleh orang Cina. Karena itu tidak mengherankan apabila usaha yang
dimiliki dan dikembangkan oleh orang-orang Cina ini terus berkembang dan menyebar,
mulai dari pusat perkotaan, kemudian semakin menyebar ke daerah-daerah luar kota.
Dan hampir pasti setiap komplek perumahan yang terus dibangun di berbagai penjuru
kota, pasti ada ruko-ruko yang menjadi tempat usaha milik orang Cina yang
dikembangkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan di lingkungan baru tersebut
Rata-rata orang Cina memiliki sikap dan perilaku kewirausahaan yang berbeda
dengan wirausahawan dari beragam etnik lain, hal mana sangat menonjol tampak pada
spirit yang kuat untuk membuka usaha mandiri dan berusaha mempertahankan kualitas
serta tidak cepat merasa puas. Pada akhirnya yang menjadi pertanyaan tim peneliti
adalah bagaimana dan faktor apakah yang mempengaruhi sikap dan perilaku
kewirausahaan Cina yang terlihat sangat khas ini. Selanjutnya maka analisa terhadap
perilaku kewirausahaan Cina diarahkan pada paham familisme yang dianut orang Cina
dimanapun mereka hidup.
IV. Simpulan
Pola sikap dan perilaku khas wirausahawan Cina tampak pada semangat yang
kuat untuk membuka usaha secara mandiri, tidak kenal lelah (ulet), kreatif dan inovatif,
serta berani mengambil resiko yang mana hal ini menjadikan para pelaku usaha etnis
Cina umumnya mampu meraih kesuksesan dan mampu bersaing dimanapun mereka
membangun usaha. Fenomena tersebut terbentuk atau dipengaruhi melalui faham
familisme yang dianut orang Cina mengarahkan keturunannya untuk senantiasa
menjadi anak yang soleh dan mampu bertanggungjawab dan menyenangkan orang
tuanya baik semasa hidup maupun setelah orang tuanya meninggal menyebabkan
mereka harus mencari uang sebanyak banyaknya agar dapat memikul tanggungjawab
dan hal ini mempengaruhi pengembangan spirit dan perilaku kewirausahaan yang
handal dan menonjol pada orang Cina.
Hasil kajian tersebut setidaknya dapat memberikan masukan dan manfaat bagi
berbagai etnis lain untuk mempelajari fenomena kesuksesan ekonomi orang Cina di
berbagai tempat. Karena itu dapat dikemukakan suatu kesimpulan bahwa strategi untuk
menumbuhkan jiwa kewirausahaan pada generasi penerus Cina adalah dengan cara
memperkenalkan dan menanamkan nilai nilai luhur nenek moyang, melibatkan dalam
kegiatan usaha dengan memberikan kesempatan untuk mepraktekkan berbagai
keterampilan yang dimiliki orang tua melalui proses sosialisasi di lingkungan keluarga
yang akhirnya membentuk karakter tertentu yang mengantarkan orang Cina menjadi
entrepreneurship- entrepreneurship yang sukses diberbagai tempat.
V. Ucapan Terima Kasih
Dalam melaksanakan penelitian fundamental ini, mulai saat persiapan hingga
penyelesaian penelitian berupa penulisan laporan hasil penelitian, semua ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu peneliti sampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya antara lain kepada :
1. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional selaku
pihak yang membiayai penelitian ini.
2. Lembaga Penelitian Universitas Tanjungpura sebagai pihak yang mengkoordinir
penelitian ini.
3. Kepada anggota masyarakat Cina Pontianak yang menjadi informan dalam
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bonafia David. 1990. Cina dan Masyarakatnya
Oetomo. Jakarta: PT Erlangga.
The Chinese. alih bahasa: Dede
Berger, Charles, R. & Steven, H. Chaffee, 1987. Handbook of Communication Science,
California: Sage Publication Ltd.
Burhanuddin, 1988. Ance dan Baba dalam Stereotipe Etnik, Asimilasi, Integrasi
Sosial. Jakarta: PT Gramedia.
Cresswell, W. John. 1994. Research Design Qualitative & Quantitative Approaches.
Terjemahan, Nurkhabibah. Jakarta: KIK Press
Fung Yu Lan, 1990. Sejarah Ringkas Filsafat Cina: Alih Bahasa Soejono Soemargono.
Yogyakarta: Liberty.
Hamijoyo, S. Santoso, 1993. Landasan Ilmiah Komunikasi. Pidato Pengukuhan Guru
Besar di Universitas Soetomo Surabaya 1993 dalam: Kenangan Perjalanan
Profesi Dan Pengabdian Santoso S Hamijoyo, Jakarta: BKKBN.
Knapp, L. Mark & A. Hall Judith. 1982. Nonverbal Communication in Human
Interaction. Florida: Holt, Rinehart and Wiston, Inc.
Krech, David .1962. Individual In Society A Textbook of Social Psychology. Tokyo:
Mc Graw-Hill Kogakusha,Ltd.
LeVine, Robert, A. 1972. Ethnocentrism: Theories of Conflict, Ethnic Attitudes, and
Group Behavior . Canada: John Wiley & Sons.inc
Suparlan Parsudi, 1989. Interaksi Antar Etnik Di Beberapa Propinsi Di Indonesia.
Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan
Pembinaan Nilai-Nilai Budaya.
Porter, E. Richard & Larry, A. Samovar. 1985. Intercultural Communition a Reader.
Fourth Edition. California: Wardsworth, Publishing Company.
Sammopar, Larry, A., and Richard, E. Potter. 1982. Prejudice In Intercultural
Communication . California: A Reader Madworth Publishing Company.
Spradley, James, P. 1997. Metode Etnografi, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya
Sumner, William Graham. 1907. Folkways. Boston: Ginn & Company, Publisher.
Suryadinata, Leo. 1988. Kebudayaan Minoritas Tionghoa. Jakarta: PT Gramedia.
Suryadinata, Leo. 1995. Kong Hu Cuisme Dan Agama Kong Hucu Di Indonesia:
Sebuah Kajian Awal. Dalam Konfusianisme di Indonesia: Pergulatan Mencari
Jati Diri. Jakarta: INTERFEDEI.
Tan, Melly, G. 1981. Golongan Minoritas Tionghoa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Identitas Penulis
Dra.Lina Sunyata.MS adalah staf pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Tanjungpura Pontianak. Bertempat tanggal lahir di Pontianak, 11
November 1961 dan menyelesaikan pendidikan S1 dalam bidang ilmu administrasi
negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura pada tahun
1986. Pendidikan pada jenjang S2 di selesaikan pada Tahun 1993 dalam bidang ilmu
manajemen pada program pascasarjana Universitas Gajah Mada dengan bidang
keahlian Manajemen Strategi.
Penulis yang beralamat di Jalan Tanjung Harapan 35 Pontianak, aktif
melakukan berbagai kegiatan penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Adapaun
beberapa penelitian yang dilakukan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir antara lain
berjudul : 1). Sistem Familisme Sebagai Sumber Motivasi dasar Pembentukan Sikap
Kewirausahaan Orang Cina Pontianak dibiayai oleh DP2M dikti, 2) Pengejawantahan
Nilai Familisme Yang Dianut Orang Cina Melalui Interaksi dan Komunikasi Antar
Budaya Dalam Masyarakat Multikultural Di Pontianak yang di biayai DP2M Dikti dan
3) Persepsi Wajib Pajak Terhadap Pelayanan Public Di kantor Sistem Administrasi
yang dibiayai oleh DIPA Untan.
Download