PDF (Bab I)

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kanker masih menjadi masalah kesehatan dunia (Wahyudi dan
Djajanegara, 2009). Kanker merupakan penyebab kematian kedua setelah
penyakit jantung di Amerika Serikat. Setiap tahun dijumpai 1.000.000 kasus baru
kanker ganas dengan mortalitas sebesar 22% (Pasaribu, 2006). Kanker merupakan
penyakit yang disebabkan oleh keadaan mutasi pada gen yang mengatur
pertumbuhan sel-sel dan proses mitosis (Guyton, 1997). Menurut SK Menteri
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 tentang pedoman pengendalian
penyakit kanker, Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
menunjukkan bahwa penyakit kanker sebagai penyakit non infeksi merupakan
penyebab kematian nomor lima (5) di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan
Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Ahli Patologi Indonesia tahun 1998 di 13
rumah sakit di Indonesia didapatkan bahwa kanker payudara menduduki peringkat
kedua dari seluruh kasus kanker sebesar 12,2% (Anonim, 2007).
Pengobatan utama penyakit kanker ditujukan untuk membinasakan selsel kanker dengan membunuhnya atau membuangnya. Hal ini dapat dilakukan
dengan operasi atau pembedahan, penyinaran atau radiasi, kemoterapi, dan
imunoterapi. Biaya pengobatan dengan metode tersebut cukup mahal dan kadang
menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan (Wahyudi dan Djajanegara,
2009). Eksplorasi bahan-bahan alam yang dianggap potensial sebagai alternatif
agen antikanker perlu dilakukan mengingat efek samping yang ditimbulkan
tersebut (Ikawati et al., 2008). Salah satu bahan alami yang potensial adalah kulit
batang Srikaya (Annona squamosa L.)
Penelitian mengenai tanaman A. squamosa L telah banyak dilakukan.
Penelitian yang dilakukan oleh Pisutthanan et al. (2004) mengenai uji sitotoksik
bagian-bagian tanaman Annona squamosa dengan metode Brine Shrimp Lethality
Test menunjukkan bahwa fraksi metanol 90% ekstrak metanol daun dan biji
1
2
Annona squamosa menyebabkan kematian terhadap larva udang dengan nilai
LC50 berturut-turut sebesar 0,63 µg/mL dan 0,10 µg/mL. Pardhasaradhi et al.
(2005) meneliti efek sitotoksik ekstrak biji A. squamosa terhadap sel tumor
manusia. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak organik dan ekstrak air
biji buah Annona squamosa menginduksi apoptosis sel tumor MCF-7 dan K-562.
Berdasarkan pada penelitian-penelitian tersebut diketahui bahwa bagian tanaman
A. squamosa L. memiliki banyak manfaat, untuk itu dilakukan penelitian
mengenai aktivitas sitotoksik pada fraksi semipolar ekstrak etanol kulit batang A.
squamosa L.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah,
1. Apakah fraksi semipolar ekstrak etanol kulit batang Srikaya (Annona
squamosa L.) mempunyai efek sitotoksik terhadap sel T47D dan berapa harga
IC50 nya?
2. Golongan senyawa apakah yang terkandung dalam fraksi semipolar ekstrak
etanol kulit batang Srikaya (Annona squamosa L.)?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan pada
penelitian ini adalah,
1. Mengetahui aktivitas sitotoksik fraksi semipolar ekstrak etanol kulit batang
Srikaya (Annona squamosa L.) terhadap sel T47D dan menentukan harga IC50
nya dengan metode MTT assay.
2. Menentukan golongan senyawa yang terkandung dalam fraksi semipolar
ekstrak etanol kulit batang Srikaya (Annona squamosa L.) dengan teknik
Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
3
D. Tinjauan Pustaka
1. Tanaman Srikaya (Annona squamosa L.)
a. Sistematika Tanaman
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Anak Kelas
: Magnoliidae
Bangsa
: Magnoliales
Suku
: Annonaceae
Marga
: Annona
Jenis
: Annona squamosa Linn
(Cronquist, 1981; Backer et al., 1965)
b. Nama Daerah
Tanaman Srikaya mempunyai bermacam-macam julukan di berbagai
daerah. Masyarakat Aceh menyebut tanaman ini dengan delima bintang atau serba
bintang, orang Melayu menyebutnya delima srikaya, atau seraikaya di Lampung,
dan sarikaya di Sunda. Tanaman Srikaya di Jawa sering disebut sebagai serkaya
atau surikaya, dan sarkaya, serekaya, sirikaya di Madura, Gorontalo, dan Buru.
Masyarakat Timor menyebutnya ata, sedangkan di Bali disebut sirkaya, di
Sumbawa disebut srikaya kebo, dan nagametawata di Sumba. Masyarakat Bima
menyebut tanaman Srikaya sebagai garoso, dan disebut atis di daerah Sulawesi
Utara, Ternate, dan Tidore, sedangkan di Halmahera tanaman Srikaya disebut atisi
dan hirikaya (Achmad dkk., 2007).
c. Deskripsi Tanaman
Tanaman Srikaya memiliki ciri-ciri morfologi batang yang gilik,
percabangan simpodial, ujung rebah, dan kulit batang berwarna coklat muda.
Daun tanaman Srikaya berupa daun tunggal berseling, helaiannya berbentuk elips
memanjang sampai bentuk lanset, berujung tumpul sampai meruncing pendek.
Panjang daun berkisar antara 6-17 cm, lebar 2,5-7,5 cm dengan tepi daun rata,
gundul, daunnya berwarna hijau mengkilat. Bunga tanaman Srikaya adalah bunga
tunggal, dalam berkas, letak bunga 1-2 berhadapan atau di samping daun. Daun
kelopak bunga tanaman Srikaya berbentuk segitiga dan sewaktu kuncup
4
bersambung seperti katup berukuran kecil. Daun mahkota berbentuk segitiga,
yang terluar berdaging tebal, panjang daun mahkota berkisar antara 2-2,5 cm,
berwarna putih kekuningan dengan pangkal yang berongga berubah ungu, daun
mahkota yang terdalam sangat kecil atau mereduksi. Buah Srikaya tumbuh secara
majemuk membentuk agregat, buahnya berbentuk bulat membengkok di ujung,
dengan garis tengah 5-10 cm, permukaannya berduri, berlilin, dan bagian buah
dengan ujung melengkung pada waktu masak, sedikit atau banyak melepaskan
diri satu dengan yang lain, daging buah Srikaya berwarna putih keabu-abuan. Biji
Srikaya dalam satu buah agregat banyak, biji buah yang masak berwarna hitam
mengkilat (Gunawan dkk, 2001).
d. Khasiat Tanaman
Setiap bagian tanaman Srikaya memiliki berbagai macam manfaat. Akar
digunakan sebagai obat pencahar, biji untuk membantu enzim pencernaan, obat
cacing, pembunuh serangga, sedangkan daun untuk mempercepat pemasakan
(bisul), dan untuk obat kudis (Gunawan dkk, 2001). Akar dan kulit batang
digunakan untuk mengatasi gangguan saluran pencernaan seperti sembelit, diare,
dan disentri (Achmad, dkk., 2007).
e. Kandungan Kimia
Kandungan kimia biji Srikaya berupa senyawa poliketida, Asetogenin
squasmostatin C, D; anonain, anonasin, anonasin A, anostastin, annonin I, IV,
neoanonin; suatu senyawa bistetrahidrofuran yaitu Annonin IV, VIII, IX, XVI, I,
II; squamostatin A; bullatasin, bullatasinone, squamon; asetogenin, neo-annonin
B, neo-des-asetilurarisin, neo-retikulatasin A, asetogenin squamosten A, asimisin,
skuamosin (Gunawan dkk, 2001). Secara umum, pada struktur asetogenin terdapat
substitusi dua gugus hidroksil di antara rangkaian rantai karbon.
Gambar 1. Struktur umum asetogenin pada Annonaceae (Orru et al., 1997)
5
Daun
Srikaya
mengandung
alkaloid
tetrahidro
isokuinolin,
p-
hidroksibenzil-6,7-dihidroksi-1,2,3,4-tetrahidro-Isokuinolin, HCN (Gunawan dkk,
2001). Kulit batang Srikaya mengandung Annonaceous asetogenin: bullatasin,
bullatasinon,
squamon,
squamolinon,
9-oksoasimisinon,
bullasin
B,
4-
deoksianoretikuin, squamoksinon, mosinon A, alkaloid, koridin, isokoridin,
anonain, glausin (Anonim, 2011).
f. Efek Farmakologi
Tanaman A. squamosa L memiliki banyak khasiat. Infusa biji srikaya
mempunyai daya larvasida terhadap Aedes aegypti. Ekstrak biji A. squamosa L.
menyebabkan kematian serangga uji secara bermakna. Ekstrak daun A. squamosa
L. mampu membunuh Ascaridia galli (Gunawan dkk, 2001). Daun A. squamosa
L. mempunyai efek antifertilitas dan embriotoksik pada tikus betina, serta
mempengaruhi daya reproduksi Sitophillus oryzae. Senyawa insektisida yang
terdapat dalam biji A. squamosa L. mempunyai daya bunuh ektoparasit. Daun
mengandung
alkaloid
tetrahidroisokuinolin
kardiotonik.
Higenamin
yang
mempunyai
aktivitas
(p-hidroksibenzil-6,7-dihidroksi-1,2,3,4-tetrahidro-
isokuinolin) yang berinteraksi dengan adrenoreseptor menghasilkan aktivitas
inotropik positif pada otot jantung. Senyawa poliketida dan bistetrahidrofuran
memiliki efek antitumor (Gunawan dkk, 2001).
2. Kanker
a. Tinjauan Umum
Kanker adalah suatu jenis penyakit yang identik dengan pertumbuhan
yang tidak terkontrol dan penyebaran sel yang tidak normal (Anonim, 2010). Selsel normal dalam tubuh berinteraksi dengan sel lain dan mengatur perkembangbiakan selnya sendiri. Sel berkembang-biak (mengalami proliferasi) untuk
menggantikan sel yang rusak. Ketika kanker terjadi, pertumbuhan dan
perkembang-biakan sel tersebut menjadi lepas kendali (Clark et al., 1997),
akibatnya adalah pembengkakan atau benjolan yang disebut tumor atau
neoplasma.
Sel
kanker
itu
menginfiltrasi
jaringan
sekitarnya
dan
memusnahkannya. Gejala-gejala umum utama adalah nyeri yang sangat hebat,
6
penurunan berat badan mendadak, kepenatan total (cachexia), dan berkeringat
malam (Tjay, 2007).
b. Penyebab Kanker
Onkogen adalah suatu gen yang mengkode protein untuk mengubah selsel normal menjadi sel-sel kanker. Sel memiliki proto-onkogen yang mengkode
protein yang dibutuhkan untuk fungsi sel normal. Proto-onkogen tersebut
sebagian besar berperan dalam mengatur siklus sel dan mengontrol pertumbuhan
sel. Perubahan proto-onkogen menjadi onkogen dapat terjadi melalui beberapa
cara dan biasanya adalah melalui proses bertahap yang dipicu oleh karsinogen, zat
kimia, atau agen-agen fisik yang dapat menyebabkan kanker (O’day, 2010).
c. Karakteristik Sel Kanker
Hanahan et al. (2000) menyatakan bahwa sel kanker memiliki
kemampuan-kemampuan tertentu yang membedakan mereka dengan sel yang
normal:
1) Kemampuan untuk mencukupi kebutuhan sel terhadap sinyal pertumbuhan.
Sel-sel yang normal membutuhkan sinyal-sinyal pertumbuhan mitogenik
tertentu sebelum dapat berpindah dari fase pasif ke fase proliferasi aktif.
Umumnya, tidak ada sel normal yang dapat berproliferasi tanpa kehadiran
sinyal-sinyal stimulator tersebut. Sel-sel tumor dapat menghasilkan banyak
sinyal-sinyal
pertumbuhan
mereka
sendiri
sehingga
mengurangi
ketergantungam terhadap rangsangan dari jaringan normal.
2) Ketidakpekaan terhadap sinyal-sinyal antipertumbuhan.
Sinyal-sinyal antipertumbuhan dapat menghalangi proliferasi melalui dua
mekanisme yang berbeda. Sel-sel dipaksa keluar dari siklus proliferasi aktif ke
fase pasif (G0), yang dapat muncul kembali ketika ada isyarat dari luar sel.
Mekanisme lain, sel-sel diinduksi untuk melepaskan kemampuan proliferasi
mereka secara permanen dengan memasuki fase postmitotic. Sel-sel kanker
yang masih dalam tahap awal harus menghindari sinyal-sinyal antiproliferasi
tersebut untuk dapat berkembang.
7
3) Kemampuan untuk dapat menghindari apoptosis.
Resistensi terhadap apoptosis diperoleh sel kanker dari berbagai jalan. Secara
umum, yang pasti terjadi adalah hilangnya pengatur mekanisme proapoptosis
melalui mutasi yang melibatkan gen penekan tumor p53.
4) Kemampuan replikasi yang tidak terbatas.
Kebanyakan jenis sel tumor yang dipropagasi dalam kultur tampak seperti
tidak dapat mati, hal ini menunjukkan kemampuan replikasi yang tidak
terbatas adalah suatu fenotip yang diperoleh secara in vivo selama
pertumbuhan tumor dan penting untuk perkembangan maligna.
5) Kemampuan untuk melakukan angiogenesis terus-menerus.
Sel-sel dengan kemampuan proliferasi yang menyimpang pada awalnya
memiliki kemampuan angiogenesis yang kurang sehingga penyebarannya
dapat dibatasi, untuk itu neoplasia pada tahap awal harus mengembangkan
kemampuan angiogenesis agar dapat berkembang menjadi ukuran yang lebih
besar. Kemampuan untuk menginduksi dan melakukan angiogenesis
kemungkinan
diperoleh
dari
beberapa
tahap
yang
berbeda
selama
perkembangan tumor.
6) Kemampuan untuk menginvasi jaringan dan metastasis
Massa tumor primer menghasilkan sel-sel yang dapat berpindah-pindah,
menginvasi jaringan di dekatnya yang kemudian dapat bergerak menuju lokasi
yang lebih jauh untuk membentuk koloni baru.
d. Perkembangan Sel Kanker
Sel-sel pada tumor dapat menyebar dan memisah, dengan merusak
matriks luar sel dan masuk aliran darah. Ketika mereka mencapai suatu lokasi
yang memungkinkan, sel-sel tersebut dapat keluar dari aliran darah dan
berkembang menjadi tumor sekunder (mengalami metastasis).
Tahap-tahap dalam metastasis:
1) Memisahnya sel dari lokasi pertumbuhan awal.
2) Penyebaran melalui pembuluh darah/ sirkuler.
3) Pergerakan melalui sistem sirkuler.
4) Pembentukan koloni baru
(O’day, 2010)
8
3. Kanker Payudara
Wanita-wanita muda dan remaja perempuan memiliki jaringan payudara
yang sensitif terhadap agen-agen penyebab kanker (karsinogen). Kebanyakan
perkembangan payudara terjadi antara masa pubertas dan masa kehamilan
pertama. Sel-sel payudara yang belum dewasa, disebut stem cells, melakukan
pembelahan dengan cepat selama masa pubertas. Sel-sel yang belum dewasa
tersebut tidak efisien dalam dalam proses perbaikan sel apabila terjadi mutasi, dan
sel-sel tersebut lebih mudah untuk mengikat senyawa karsinogen. Karena itu,
penting untuk mengurangi paparan senyawa karsinogen terhadap para wanita
muda dan remaja perempuan tersebut yang kemungkinan dapat merusak DNA
selama perkembangan sel-sel payudara (Clark et al., 1997). Dua macam gen
penyebab kanker payudara telah diidentifikasi, yaitu BRCA 1 dan BRCA 2. Protein
BRCA 1 dan 2 mengikat enzim DNA repair, Rad51, untuk memperbaiki DNA
yang rusak. Apabila terjadi mutasi pada gen BRCA, menyebabkan akumulasi
mutasi yang tidak dapat diperbaiki pada gen supresor tumor dan onkogen (Kumar
dan Clark, 2006)
4. Sel T47D
Sel kanker payudara T47D merupakan continous cell lines yang
morfologinya seperti sel epitel yang diambil dari jaringan payudara seorang
wanita berumur 54 tahun yang terkena ductal carcinoma (Burdall et al., 2003 cit
Anonimb, 2012). Sel T47D membawa beberapa reseptor untuk hormon steroid dan
kalsitonin. Sel T47D mengekspresikan mutasi yang terjadi pada protein penekan
tumor p53. Pada kondisi kultur yang normal, sel T47D mengekspresikan reseptor
progesteron dan sel tersebut peka terhadap estrogen. Sel T47D pernah digunakan
sebagai model dalam penelitian resistensi obat tamoxifen pada pasien dengan
tumor payudara dengan mutasi pada protein p53 (Anonimc, 2012).
Segev et al., (1985), menyatakan bahwa sel T47D pada adenokarsinoma
payudara manusia, secara in vitro melepaskan partikel seperti virus dan protein
yang terlarut, terdapat kemiripan yang terbatas secara imunologis antara gp25
MMTV (Mouse Mammary Tumor Virus) dan protein pada sel T47D. Hal ini
9
berarti bahwa sel T47D yang merupakan sel kanker payudara manusia, memiliki
kemiripan dengan MMTV, sejenis tumor yang menyerang payudara tikus.
5. Uji Sitotoksik
Sitotoksisitas tidak merujuk pada mekanisme kematian sel secara
spesifik. Sitotoksisitas menggambarkan kematian sel yang disebabkan oleh suatu
senyawa kimia atau mediator sel, terlepas dari mekanisme kematian sel yang
umum. Beberapa metode telah dikembangkan untuk mempelajari viabilitas sel
dan proliferasi sel dalam populasi. Metode yang relatif mudah adalah microplate
assay yang dikembangkan berdasarkan beberapa parameter yang berbeda yang
berhubungan dengan viabilitas dan proliferasi sel. Analisis secara kolorimetri
dapat mengukur secara langsung dalam microplate menggunakan ELISA reader.
Salah satu parameter yang digunakan sebagai dasar dalam analisis
kolorimetri adalah aktivitas metabolik sel hidup. Garam tetrazolium, MTT , saat
ini secara luas digunakan untuk mengukur proliferasi sel dan sitotoksisitasnya.
(Anonima, 2012). Garam MTT tetrazolium (3-(4,5-dimetiltiazol-il-2)-2,5difeniltetrazolium bromide) direduksi oleh sel yang aktif secara metabolik,
melibatkan enzim dehidrogenase menyebabkan reduksi pada NADH dan
NADPH. Kristal ungu formazan yang dihasilkan dapat dilarutkan dan diukur
serapannya dengan spektrofotometri (Anonim, 2001).
6. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) untuk Annona squamosa L.
Metode KLT biasanya digunakan untuk menganalisis kandungan
senyawa dalam sampel secara kualitatif. Himesh et al. (2011) melakukan skrining
fitokimia dengan menggunakan metode KLT untuk mengetahui keberadaan
golongan senyawa alkaloid, flavonoid, dan sterol pada ekstrak daun Annona
squamosa menggunakan fase diam silika gel F254. Analisis keberadaan senyawa
alkaloid dilakukan dengan menggunakan sistem fase gerak campuran kloroform:
metanol (15:1) pada sampel ekstrak kloroform daun Annona squamosa. Analisis
adanya senyawa flavonoid dilakukan dengan sampel ekstrak metanol daun
Annona squamosa menggunakan campuran fase gerak kloroform: metanol (19:1)
dan n-butanol: asam asetat glasial: air (3:1:1), sedangkan untuk analisis senyawa
sterol dilakukan pada ekstrak metanol daun Annona squamosa dengan fase gerak
10
benzen: etil asetat (2:1). Analisis KLT tersebut menunjukkan hasil positif yang
berarti ekstrak kloroform dan metanol daun Annona squamosa
mengandung
senyawa alkaloid, flavonoid, dan sterol.
E. Landasan Teori
Penelitian mengenai aktivitas sitotoksik dan aktivitas kemopreventif
terhadap kulit batang Annona squamosa telah banyak dilakukan. Pisutthanan et al.
(2004) melakukan uji sitotoksik terhadap berbagai tanaman dari suku Meliaceae
dengan metode Brine Shrimp Lethality Test. Ekstrak metanol kulit batang Annona
squamosa pada penelitian tersebut digunakan sebagai kontrol positif yang
menyebabkan toksisitas pada larva udang dengan LC50 sebesar 6,53 µg/mL.
Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa ekstrak kulit batang Annona squamosa
memiliki LC50 sebesar 1,55 µg/mL (Hopp et al., 1998). Pemberian ekstrak etanol
kulit batang Annona squamosa dengan dosis 500 mg/kg BB dan 300 mg/kg BB
secara signifikan mencegah pembentukan sel karsinoma pada mulut hamster yang
diinduksi dengan 0,5% 7,12-dimetilbenz (a) antrasena (DMBA) tiga kali
seminggu
selama
14
minggu.
Hasil
tersebut
mengindikasikan
peran
kemopreventif yang poten terhadap induksi DMBA penyebab karsinogenesis oral
(Suresh et al., 2006).
Daun, akar, kulit batang, buah, dan biji tanaman annona mengandung
beberapa substansi bioaktif seperti asetogenin, alkaloid, terpen, flavonoid, dan
lemak (Pinto et al., 2005). Kulit batang Srikaya mengandung Annonaceous
asetogenin: bullatasin, bullatasinon, squamon, squamolinon, 9-oksoasimisinon,
bullasin B, 4-deoksianoretikuin, squamoksinon, mosinon A, alkaloid, koridin,
isokoridin, anonain, glausin (Anonim, 2011). Secara spesifik target kerja
asetogenin adalah NADH-ubikuinon oksidoreduktase pada mitokondria, yaitu
suatu membran terikat protein yang penting pada transport elektron. Asetogenin
menghambat ubikuinon berikatan dengan NADH-oksidase pada membran plasma
sel tumor. Penghambatan tersebut dapat menyebabkan hilangnya ATP yang akan
menuntun pada apoptosis (Alali et al., 1999).
11
Penelitian Suresh et al. (2006), menyebutkan bahwa ekstraksi kulit
batang Annona squamosa dilakukan dengan maserasi menggunakan etanol 95%.
Penggunaan pelarut ekstraksi yang relatif bersifat semipolar seperti etanol
kemungkinan dapat menarik senyawa-senyawa semipolar yang bersifat sitotoksik
seperti asetogenin. Asetogenin kemungkinan relatif bersifat semipolar karena
terdapat substitusi dua gugus hidroksil di antara rantai karbon yang panjang, maka
untuk penelitian ini diharapkan asetogenin dapat tersari pada fraksi semipolar
ekstrak etanol kulit batang Srikaya (Annona squamosa L.).
F. Hipotesis
Fraksi semipolar ekstrak etanol kulit batang Srikaya (Annona squamosa
L.) memiliki aktivitas sitotoksik pada sel T47D dan senyawa-senyawa yang
terkandung dalam fraksi semipolar ekstrak etanol kulit batang Srikaya (Annona
squamosa) adalah alkaloid, flavonoid, dan polifenol.
Download