BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KORPORASI DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP A. Pengertian Tindak Pidana di Bidang Lingkungan Hidup Untuk membahas tindak pidana lingkungan perlu diperhatikan konsep dasar tindak pidana lingkungan hidup yang ditetapkan sebagai tindak pidana umum (delic genus) dan mendasari pengkajiannya pada tindak pidana khususnya (delic species).114 Tindak pidana lingkungan atau delik lingkungan adalah perintah dan larangan undang – undang kepada subyek hukum yang jika dilanggar diancam dengan penjatuhan sanksi – sanksi pidana, antara lain pemenjaraan dan denda dengan tujuan untuk melindungi lingkungan hidup secara keseluruhan maupun unsur – unsur dalam lingkungan hidup seperti hutan, satwa, lahan, udara, dan air serta manusia.115 Oleh sebab itu dengan pengertian ini, delik lingkungan hidup tidak hanya ketentuan – ketentuan pidana yang dirumuskan dalam UUPPLH, tetapi juga ketentuan – ketentuan pidana yang dirumuskan dalam peraturan perundang – udangan lain sepanjang rumusan ketentuan itu ditujukan untuk melindungi lingkungan hidup secara keseluruhan atau bagian – bagiannya.116 Perbuatan mencemari dan menimbulkan kerusakan lingungan merupakan kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung dapat membahayakan 114 Alvi Syahrin, Beberapa Isu Hukum Lingkungan Kepidanaan, (Jakarta: PT. Sofmedia, 2009), hlm. 19 115 Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 221 116 Ibid Universitas Sumatera Utara kehidupan dan jiwa manusia.117 Hukum pidana pada dasarnya bertujuan untuk melindungi jiwa dan kehormatan manusia dan harta benda. 118 Namun pada waktu Kitab Undang – Undang Hukum Pidana disusun, masalah lingkungan belum muncul sebagai masalah yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia perorangan ataupun masyarakat karena industri belum berkembang sebagaimana adanya pada saat ini.119 Pengertian tindak pidana lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 41 ayat (1) UUPLH dihubungkan dengan Pasal 41 ayat (2), Pasal 43 dan Pasal 44 UUPLH melalui metode konstruksi hukum dapat diperoleh pengertian bahwa inti dari tindak pidana lingkungan (perbuatan yang dilarang) adalah “mencemarkan atau merusak lingkungan”.120 Rumusan ini dikatakan sebagai rumusan umum (genus) dan selanjutnya dijadikan dasar untuk menjelaskan perbuatan pidana lainnya yang bersifat khusus (species), baik dalam ketentuan UUPLH maupun dalam ketentuan undang – undang lain (ketentuan sektoral di luar UUPLH) yang mengatur perlindungan hukum pidana bagi lingkungan hidup.121 Kata “mencemarkan” dengan “pencemaran” dan “merusak” dengan “perusakan” memiliki makna substansi yang sama, yaitu tercemarnya atau rusaknya lingkungan.122 Tetapi keduanya berbeda dalam memberikan penekanan mengenai suatu hal, yakni dengan kalimat aktif dan dengan kalimat pasif (kata benda) dalam proses menimbulkan akibat.123 117 Ibid Ibid 119 Ibid 120 Alvi Syahrin, Loc. cit 121 Ibid 122 Ibid 123 Ibid 118 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Pasal 41 UUPLH sampai dengan Pasal 44 UUPLH, tindak pidana lingkungan yaitu berupa:124 1. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan : a. Pencemaran, dan/atau b. Perusakan lingkungan hidup; 2. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan : Pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan orang mati atau luka berat. 3. Melakukan perbuatan melanggar ketentuan perundang – undangan berupa: a. Melepaskan atau membuang zat, energi dan/atau komponen lain yang berbahaya atau beracun masuk di dan/atau ke dalam tanah, ke dalam udara, atau ke dalam air; b. Impor, ekspor, memperdagangkan, mengangkut, menyimpan bahan, menjalankan instalasi, yang dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum. 4. Melakukan perbuatan berupa: a. Memberikan informasi palsu, atau b. Menghilangkan informasi, atau c. Menyembunyikan informasi, atau d. Merusak informasi, Yang diperlukan (dalam kaitannya dengan perbuatan angka 3 diatas), yang mana perbuatan ini dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain. 124 Ibid, hlm. 21 - 22 Universitas Sumatera Utara 5. Melakukan perbuatan pada angka 3 atau angka 4 yang mengakibatkan orang mati atau luka berat. Jika ditinjau dari perumusan tindak pidana, ketentuan pasal 41 – 44 UUPLH, terdapat tindak pidana materil yang menekankan pada akibat perbuatan, dan tindak pidana formil yang menekankan pada perbuatan.125 Tindak pidana materil dapat dilihat dari rumusan pasal 41 dan Pasal 42 UUPLH, sedangkan tindak pidana formil dapat dilihat dari rumusan pasal 43 dan Pasal 44 UUPLH.126 Dalam tindak pidana materil, perlu terlebih dahulu dibuktikan adanya akibat dalam hal ini terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.127 Pencemaran lingkungan terjadi karena masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.128 Selanjutnya, kerusakan lingkungan terjadi karena tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.129 Dalam tindak pidana formil, rumusan ketentuan pidana yang jika melanggar ketentuan peraturan perundang – undangan, maka telah dapat dinyatakan sebagai telah terjadi tindak pidana dan karenanya pelaku dapat dijatuhi hukuman.130 125 Ibid, hlm. 22 Ibid 127 Ibid, hlm. 23 128 Ibid 129 Ibid 130 Ibid 126 Universitas Sumatera Utara Tindak pidana formil dapat digunakan untuk memperkuat sistem tindak pidana materil jika tindak pidana materil tersebut tidak berhasil mencapai target bagi pelaku yang melakukan tindak pidana yang berskala ecological impact.131 Artinya tindak pidana formil dapat digunakan bagi pelaku tindak pidana lingkungan yang sulit ditemukan bukti – bukti kausalitasnya.132 Tindak pidana formil ini tidak diperlukan akibat (terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan) yang timbul, sehingga tidak perlu dibuktikan adanya hubungan sebab akibat (causality) dari suatu tindak pidana lingkungan.133 Hal yang perlu diketahui dalam tindak pidana formil, yaitu:134 1. Seseorang telah melakukan pelanggaran atas peraturan perundang – undangan, atau 2. Diketahui atau patut diduganya bahwa dengan pelanggaran tersebut dapat atau berpotensi menimbulkan akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Ketentuan Hukum Pidana dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 diatur dalam Pasal 97 sampai dengan Pasal 120.135 UUPPLH dengan tegas menetapkan bahwa tindak pidana lingkungan hidup merupakan kejahatan.136 Kejahatan adalah rechtsdelicten, yaitu perbuatan – perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam undang – undang sebagai perbuatan pidana, 131 Ibid Ibid 133 Ibid 134 Ibid 135 Syamsul Arifin, Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia, (Jakarta: PT. Sofmedia, 2012), hlm. 217 136 Ibid 132 Universitas Sumatera Utara telah dirasakan sebagai onrecht, sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum.137 B. Hak dan Kewajiban Korporasi dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Hak atas suatu akan memberikan kepada sipemegangnya wewenang untuk menikmati, menggunakan atau tidak menggunakan atas apa yang merupakan haknya itu.138 Namun demikian hak bukanlah sesuatu yang timbul dalam ruangan yang kosong dan bebas nilai, serta bebas kepentingan. 139 Suatu hak akan memberikan tuntutan adanya suatu kewajiban tertentu.140 Seseorang yang telah memperoleh hak tertentu menurut hukum, tidak serta merta dapat menjalankan haknya dengan sebebas – bebasnya, karena hal ini akan bertentangan dengan asas kepentingan umum atau kepentingan individu orang lain.141 Dalam hubungan dengan hukum lingkungan, fenomena diatas tidak akan terlepas dalam ikatan hukum yang mengatur suatu perjanjian dalam pengelolaan lingkungan hidup untuk memperoleh suatu perizinan.142 Oleh sebab itu, dalam suatu perjajian pasti disyaratkan bahwa seseorang yang telah mendapatkan hak tertentu disyaratkan pula tentang kewajiban – kewajiban tertentu.143 137 Ibid, hlm. 218 Ibid, hlm. 146 139 Ibid 140 Siswanto Sunarso, Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), hlm. 56 141 Ibid 142 Ibid 143 Ibid 138 Universitas Sumatera Utara Beberapa hak dan kewajiban setiap orang terhadap lingkungan hidup diatur dalam Bab III Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 UU Nomor 23 Tahun 1997, seperti di bawah ini: 144 a. Hak setiap orang, ialah mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, setiap orang mempunyai hak atas inormasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup, dan setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang – undangan yangberlaku. b. Kewajiban setiap orang, ialah: berkewajiban memelihara kelestarian ungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan inormasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup. c. Sedangkan peran masyarakat, ialah: mempunyai kesempatan yang sama dan seluas – luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pelaksanaannya dilakukan dengan cara meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan, menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat, menumbuhkan kesegeraan tanggapan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial, memberikan saran/pendapat dan menyampaikan inormasi dan/atau menyampaikan laporan. Hak timbul karena suatu perjuangan dari suatu kelompok sosial untuk memperoleh pengakuan dan perlindungan bagi kepentingan – kepentingannya.145 144 Ibid, hlm. 60 - 61 Universitas Sumatera Utara Perangkat hukum positif telah memberikan pengakuan adanya hak – hak yang dipunyai, baik oleh individu – individu warga masyarakat atau kelompok sosial tertentu dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup seperti yang ditetapkan dalam Undang – Undang nomor 32 Tahun 2009.146 Dengan adanya pengakuan hak –hak yang demikian itu, maka timbul pula kewajiban – kewajiban (obligations) yang harus dilaksanakan oleh si pemegang hak tersebut, karena menurut hukum orang individu, warga masyarakat atau kelompok sosial mempunyai status sebagai subyek hukum.147 Subyek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban, di dalam Pasal 1 butir 32 dari Undang – Undang No. 32 Tahun 2009, siapa yang dikelompokkan sebagai subyek hukum, (setiap orang) adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.148 Di dalam Pasal 65 Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009, ada 5 (lima) kategori hak yang diberikan kepada setiap orang, yaitu :149 (1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. (2) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. (3) Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. 145 Syamsul Arifin, Loc. Cit Ibid 147 Ibid, hlm. 146 - 147 148 Ibid, hlm 147 149 Ibid, hlm. 147 - 148 146 Universitas Sumatera Utara (4) Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. (5) Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Penjelasan dari pasal 65 ayat (2) menyebutkan bahwa, hak atas informasi lingkungan hidup merupakan suatu konsekuensi logis dari hak berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berlandaskan pada asas keterbukaan.150 Hak atas informasi lingkungan hidup akan meningkatkan nilai dan efektivitas peran serta dalam pengelolaan lingkungan hidup, di samping akan membuka peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.151 Informasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat berupa data, keterangan, atau informasi lain yang berkenaan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang menurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup, laporan, dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan hidup, baik pemantauan penaatan maupun pemantauan perubahan kualitas lingkungan hidup dan rencana tata ruang.152 Kewajiban untuk memelihara fungsi lingkungan hidup juga berlaku bagi setiap kegiatan usaha, sebagaimana ditetapkan dalam pasal 68 dari Undang – Undang No. 32 Tahun 2009 : “ setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban :153 150 Ibid, hlm. 147 Ibid 152 Ibid 153 Ibid, hlm. 153 - 154 151 Universitas Sumatera Utara a. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu; b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. C. Jenis – Jenis Tindak Pidana Korporasi di Bidang Lingkungan Hidup Menurut Undang - Undang Nomor 23 Tahun 1997 jo Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 Selain orang perseorangan atau individu yang dapat dikelompokkan sebagai subyek yang melakukan tindak pidana lingkungan adalah badan usaha, sebagaimana ditetapkan dalam pasal 1 butir 32 Undang – Undann Nomor 32 Tahun 2009, “ Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.” 154 Dari ketentuan pasal diatas, bahwa subyek tindak pidana lingkungan, yaitu :155 4. Orang perseorangan atau individu 5. Badan usaha 6. Badan usaha yang berbadan hukum Badan usaha yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum sebagai subyek dalam hukum pidana dengan istilah atau nama “ korporasi”.156 154 Syamsul Arifin, Op. Cit, hlm. 229 Ibid 156 Ibid 155 Universitas Sumatera Utara Dalam Undang – Undang No. 32 Tahun 2009, mengenai ketentuan pidana yang berkaitan dengan badan usaha yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum diatur dalam Pasal 116 sampai dengan Pasal 120.157 Pasal 116 berbunyi sebagai berikut :158 (1) Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada: a. badan usaha; dan/atau b. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut. (2) Apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau bersama- sama. Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf b, ancaman pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberat dengan sepertiga. (Pasal 117 UUPPLH) 159 157 Ibid Ibid 159 Ibid 158 Universitas Sumatera Utara Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf a, sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selaku pelaku fungsional. (Pasal 118 UUPPLH)160 Yang dimaksud dengan pelaku fungsioanal dalam pasal ini adalah badan usaha dan badan hukum.161 Tuntutan pidana dikenakan terhadap pemimpin badan usaha dan badan hukum karena tindak pidana badan usaha dan badan hukum adalah tindak pidana fungsional sehingga pidana dikenakan dan sanksi dijatuhkan pada mereka yang memiliki kewenangan terhadap pelaku fisik dan menerima tindakan pelaku fisik tersebut.162 Yang dimaksud dengan menerima tindakan dalam Pasal ini termasuk menyetujui, membiarkan, atau tidak cukup melakukan pengawasan terhadap tindakan pelaku fisik, dan/atau memiliki kebijakan yang memungkunkan terjadinya tindak pidana tersebut.163 Tindak pidana lingkungan hidup menurut UU No. 23 tahun 1997 ini dirumuskan dalam empat pasal yang intinya sebagai perikut: 164 a. Pasal 41 (1) Secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup 160 Ibid Ibid 162 Ibid, hlm. 230 163 Ibid, hlm. 231 164 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 93 161 Universitas Sumatera Utara Jadi ada 2 tindak pidana lingkungan hidup dalam rumusan pasal tersebut, yaitu:165 1. Pencemaran lingkungan hidup (environmental pollution) yang dilakukan secara melawan hukum dan dengan sengaja; 2. Perusakan lingkungan hidup (environmental damage) yang dilakukan secara melawan hukum dan dengan sengaja b. Pasal 42 (1) Karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup Tindak pidana ligkungan hidup dalam pasal ini merupakan delik culpa dari delik dalam pasal 41 (1).166 c. Pasal 43 Tindak pidana dalam pasal ini dirumuskan dalam Ayat (1) dan (2). Unsur – unsur tindak pidana yang dirumuskan dalam ayat (1) adalah sebagai berikut:167 1. - melepaskan atau membuang zat/energy/komponen lain yang berbahaya atau beracun masuk di atas atau ke dalam tanah, udara atau air permukaan; - melakukan impor, ekspor, memperdagangkan, mengangkut, menyimpan bahan tersebut; - menjalankan instalasi yang berbahaya 2. perbuatan tersebut dilakukan dengan : - melanggar perundang – undangan; 165 Ibid Ibid, hlm. 95 167 Ibid, hlm. 96 166 Universitas Sumatera Utara - sengaja; - mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain. Unsur – unsur tindak pidana yang dirumuskan dalam ayat (2) adalah sebagai berikut:168 1. sengaja memberikan informasi palsu atau menghilangkan atau menyembunyikan atau merusak informasi yang diperlukan dalam kaitannya dengan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), 2. padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain. d. Pasal 44 Tindak pidana lingkungan hidup dalam pasal ini merupakan delik culpa terhadap delik yang dirumuskan dalam Pasal 43.169 Tindak pidana lingkungan hidup yang dirumuskan dalam Pasal 43 dan Pasal 44 merupakan delik formil.170 Tindak pidana lingkungan yang dilakukan untuk dan/atau atas nama korporasi, setidak – tidaknya di dalamnya terdapat, bahwa:171 168 Ibid Ibid, hlm. 97 170 Ibid 169 Universitas Sumatera Utara 1. Tindakan illegal dari korporasi dan agen – agennya berbeda dengan perilaku kriminal kelas sosio ekonomi bahwa dalam hal prosedur administrasi. Karenanya, yang digolongkan kejahatan korporasi tidak hanya tindakan kejahatan atau hukum pidana, tetapi juga pelanggaran atas hukum perdata dan administrasi. 2. Baik korporasi (sebagai subyek hukum perorangan “legal person”) dan perwakilan termasuk sebagai pelaku kejahatan (as illegal actors), dimana dalam praktek yudisialnya, antara lain bergantung pada kejahatan yang dilakukan, aturan dan kualitas pembuktian dan penuntutan. 3. Motivasi kejahatan yang dilakukan korporasi bukan hanya bertujuan untuk keuntungan pribadi, melainkan pada pemenuhan kebutuhan dan pencapaian keuntungan organisasional. Tidak menutup kemungkinan motif tersebut ditopang pula oleh norma operasional (internal) dan sub kultur organisasional. Dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009, mengenai tindak pidana terhadap lingkungan hidup dapat dibedakan sebagai berikut : Delik Materil Delik materil adalah delik atau perbuatan yang dilarang oleh hukum yang dianggap sudah sempurna atau terpenuhi apabila perbuatan itu telah menimbulkan akibat,172 yaitu didalam rumusan Pasal 98 UUPPLH 171 Alvi Syahrin, Ketentuan Pidana Dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, (Jakarta : PT. Sofmedia, 2011), hlm. 58 172 Syamsul Arifin, Op. Cit, hlm. 219 Universitas Sumatera Utara Dari ketentuan diatas UUPPLH menganut delik materil dengan dua kategori pemberatan :173 Pertama, dari ketentuan ayat (1) dari pasal diatas, pemeratan terkait dengan mangakibatkan orang lain luka dan/atau bahayakesehatan manusia. Kedua, dari ketentuan ayat (2) dan (3) dari pasal diatas, pemberatan berupa mengakibatkan orang luka berat atau mati. Jika delik materil dilaukan dengan kelalaian (culva) sebagaimana diatur dalam Pasal 99.174 Delik materil lain yang diberlakukan kepada pejabat pemerintah yang berwenang di bidang pengawasan lingkungan, dirumuskan dalam pasal 112.175 Delik formil Delik formil adalah delika atau perbuatan yang dilarang oleh hukum yang sudah dianggap sempurna atau terpenuhi begitu perbuatan itu dilakukan tanpa mengharuskan adanya akibat dari perbuatan.176 Terdapat 16 (enam belas) delik formil di dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang dirumuskan dalam pasal – pasal berikut ini :177 Delik formil Pertama, Pasal 100. Tuntutan pidana berdasarkan pasal 100 ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila sanksi administrasi yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelaku telah 173 Ibid, hlm. 220 Ibid 175 Ibid 176 Ibid, hlm. 221 177 Ibid, hlm. 221 - 226 174 Universitas Sumatera Utara lebih dari satu kali melakukan pelanggaran baku mutu air limbah atau baku mutu emisi atau baku gangguan. Berarti ketentuan ini menganut asas ultimum remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil, karena pelanggaran terhadap baku mutu air limbah,baku mutu emisi, baku mutu gangguan merupakan pelanggaran hukum lingkungan administrasi. Delik formil kedua, dirumuskan dalam pasal 101. Penjelasan dari pasal diatas, mengemukakan yang dimaksud dengan “melepaskan produk rekayasa genetik” adalah pernyataan diakuinya suatu hasil pemuliaan produk rekayasa genetik menjadi varietas unggul dan dapat disebarluaskan setelah memenuhi persyartan berdasarkan peraturan perundang – undangan. Yang dimaksud dengan “mengedarkan produk rekayasa genetik” adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran komoditas produk rekayasa genetika kepada masyarakat, baik unuk diperdagangkan maupun tidak. Delik formil ketiga, dalam Pasal 102 yang berbunyi sebagai berikut : Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Universitas Sumatera Utara Delik formil keempat, dalam pasal 103 yang berbunyi sebagai berikut : Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Delik formil Kelima, dalam pasal 104 yang berbunyi sebagai berikut : Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Delik formil Keenam, dalam pasal 105 yang berbunyi sebagai berikut : Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf c dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah). Delik formil Ketujuh, dalam pasal 106 yang berbunyisebagai berikut : Setiap orang yang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama Universitas Sumatera Utara 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). Delik formil Kedelapan, dalam pasal 107 yang berbunyi sebagai berikut : Setiap orang yang memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang– undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). Delik formil Kesembilan, dalam pasal 108, berbunyi sebagai berikut : Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Delik formil Kesepuluh, dalam pasal 109, yang menetapkan sebagai berikut : Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Delik formil Kesebelas, dalam pasal 110, berbunyi sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Setiap orang yang menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf i, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Delik formil Ke 12, diatur dalam pasal 111 menetapkan sebagai berikut : (1) Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). (2) Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Delik formil Ketigabelas, sebagaimana diatur dalam pasal 112, sebagai berikut : Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang- undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Universitas Sumatera Utara Delik formil Keempatbelas, sebagaimana diatur dalam pasal 113, sebagai berikut : Setiap orang yang memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar yang diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Delik formil Kelimabelas, sebagaimana ditetapkan dalam pasal 114, sebagai berikut: Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Delik formil Keenambelas, sebagaimana ditetapkan dalam pasal 115, yang berbunyi sebagai berikut : Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau pejabat penyidik pegawai negeri sipil dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Universitas Sumatera Utara Secara rinci UUPPLH memuat 19 bentuk perbuatan atau tindakana yang dapat dijatuhi sanksi hukum pidana, yaitu :178 1. Sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu lingkungan 2. Kelalaian yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu lingkungan 3. Melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan 4. Melepaskan dan/atau mengedarkan produk rekayasa genetic ke media lingkungan 5. Pengelolaan limbah B3 tanpa izin 6. Menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan 7. Melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan tanpa izin 8. Memasukkan limbah ke dalam wilayah Negar kesatuan Republik Indonesia 9. Memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia 10. Memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang – undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia 11. Melakukan pembakaran lahan 12. Melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin usaha 13. Menyusun Amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal 178 Ibid, hlm. 226 - 227 Universitas Sumatera Utara 14. Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal UKL-UPL 15. Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan 16. Pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggungjawab usaha atas peraturan perundang – undangan dan izin lingkungan 17. Memberikan informasi palsu, menyesatkan yang diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum lingkungan 18. Penanggungjawab usaha dan /atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah 19. Dengan sengaja mencegah, menghalang – halangi, atau menggagalkan palaksanaan tugas PPNS-LH. Universitas Sumatera Utara