FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SIKAP SISWASISWI SLTA TERHADAP HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KOTA SAMARINDA THE FACTORS THAT ASSOCIATED WITH SENIOR HIGH SCHOOL STUDENT’S ATTITUDES TOWARD PREMARITAL SEXUAL RELATIONSHIPS IN SAMARINDA Fit Nawati1,Mappeaty Nyorong2, Sudirman Natsir2 1 Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur 2 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Alamat Korespondensi: Fit Nawati Jln.Milono No.1 Samarinda Kalimantan Timur Hp:085350626915 Email:[email protected] ABSTRAK Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak kemasa dewasa yang meliputi suatu perkembanganyang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa.Penelitian ini bertujuan untukmengetahui factor-faktor yang berhubungan dengan sikap efektif, koknitif dan konatif siswa-siswi SLTA terhadap hubungan seksual pranikah di kota Samarinda.Penelitian ini dilakukan di Kota samarinda dengan observasional dengan menggunakan pendekatan Cross-Sectional Study. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pengumpulan data survey pada remaja. Pengumpulan data dengan menggunakan angket serta metode pertanyaan tertutup. Dalam penelitian ini dibatasi pada faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap siswa-siswi SLTA terhadap hubungan seksual pranikah di kota Samarinda. Populasi Penelitian adalah siswa-siswi pria dan wanita SLTA yang berusia 16 tahun yang ada di kota Samarinda. Dengan besar sempel 385 responden.Hasil penelitian menunjukkan bahwafaktor lingkungan, pendidikan, sosial budaya, kesehatan berpengaruh spesifik terhadap sikap remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah dengan nilai p (0,000), Faktor yang paling berpengaruh adalah faktor pendidikan seks dengan nilai wald (38,181).Disimpulkan bahwa ada hubungan antara faktor lingkungan, pendidikan seks, sosial budaya dan kesehatan dengan sikap siswa-siswi SLTA terhadap hubungan seks pranikah di kota Samarinda. Kata kunci : Lingkungan, pendidikan seks, sosial budaya,kesehatan, sikap remaja ABSTRACT Adolescence is a period of transition from childhood to adulthood which involves a progression experienced in preparation for entering adulthood. This research aims to determine the factors associated with effective gesture, and conative koknitif high school students toward premarital sexual relations in the city is done in the City Samarinda.Penelitian samarinda with observational approach Cross-Sectional Study. This research is a quantitative survey data collection in adolescents. Data collection using questionnaires and methods of closed questions. In this study is limited to the factors associated with high school students attitudes toward premarital sexual relations in the city of Samarinda. The study population was male students and female 16-year-old high school in the city of Samarinda. With great sempel 385 respondents. The results showed that environmental factors, educational, social, cultural, health specific influence adolescent attitudes to premarital sex with a p value (0.000), the most influential factor is the factor of sex education with wald value (38.181). It can be concluded that there is a relationship between environmental factors, sex education, social, cultural and health with high school students' attitudes toward premarital sex in the city of Samarinda. Keywords: Environment, education, sex, socio-cultural, health, adolescent attitudes PENDAHULUAN Penambahan jumlah penduduk usia remaja telah terjadi di berbagai negara. Pada tahun 2007 usia remaja yang berumur 10-24 tahun sekitar 64 juta atau 28,6% dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 222 juta. Disamping jumlahnya yang sangat besar, remaja juga mempunyai permasalahan yang sangat kompleks seiring dengan masa transisi yang dialami remaja. Masalah yang paling menonjol dikalangan remaja diantaranya masalah seksualitas (BKKBN, 2009). Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak kemasa dewasa yang meliputi suatu perkembanganyang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Kehidupan remaja merupakan kehidupan yang sangat menentukan bagi kehidupan masa depan mereka selanjutnya. Masa remaja seperti ini oleh Bank Dunia disebut sebagai masa transisi kehidupan remaja. Transisi kehidupan remaja oleh Bank Dunia dibagi menjadi 5 (lima) hal yaitu melanjutkan sekolah, mencari pekerjaan, memulai kehidupan berkeluarga, menjadi anggota masyarakat dan mempraktekkan hidup sehat (Depkes, 2004). Menurut Azwar (1995), sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluasi. Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Respon evaluasi berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh prosesa evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif-negatif, menyenangkan tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagaimana potensi reaksi terhadap objek sikap. Faktor yangmempengaruhi sikap remaja terhadap perilaku seksual adalah faktor lingkungan, pendidikan, sosial budaya, serta faktor kesehatan (Azwar, 2011). Seiring dengan arus globalisasi informasi dan teknologi yang terus berkembang dan berjalan, maka terjadi perubahan yang sangat besar sekali pada norma seks, terutama pada para remaja. Hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat pada tahun2004 bahwa penayangan seks di televisi telah mempengaruhi perilaku seks remaja.Dari hasil penelitian itu menunjukkan bahwa terdapat 20% remaja yang berusia 17 tahun telah melakukan hubungan intercourse40% remaja yang berusia 17 tahun mulai melakukan perabaan pada payudara dan terdapat 20% remaja yang berusia 17 tahun meraba genetalia atau alat kelamin (Diene, 2002). Kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik, mental dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem fungsi serta proses produksi, bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit atau kecacatan. Oleh karena itu kesehatan reproduksi mempunyai implikasi bahwa setiap orang mampu memiliki kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya dan mampu menurunkan serta memenuhi keinginannya tanpa ada hambatan apapun, kapan dan berapa sering untuk memiliki keturunan (BKKBN,2001). Masalah kesehatan reproduksi ini ternyata sangat serius sekali untuk diperhatikan. Remaja mencoba mendapatkan informasi secara benar dari berbagai sumber. (Andiyani,1996). Penelitian sebelumnya oleh Noor (2004) menyatakan bahwa Ada hubungan bermakna antara pengetahuan kesehatan reproduksi remaja dengan kecenderungan remaja melakukan hubungan seksual pranikah. Sebuah penelitian lain menunjukkan bahwa remaja laki-laki yang terpapar terhadap buku-buku porno sebesar 59,3% dan film-film porno sebesar 48,8%. Sementara pada remaja putri yang terpapar pada buku porno sebesar 28,4% dan pada film-film porno sebesar 15,9% (Yahya, 2011). Namun hal tesebut dapat dicegah dengan Pendekatan faktor resiko dan pendekatan ekologis, memberikan dukungan yang kuat bagi memahami Perilaku seksual remaja (Small et al, 1994) serta Pengetahuan kesehatan reproduksi remaja, peran media massa dan peer education berpengaruh terhadap sikap hubungan seksual pranikah (Turuy, 2004). Pada tahun 2010 PKBI juga melakukan survey kembali tentang perilaku seksual remaja di Kota Samarinda, didapatkan bahwa 25 % remaja pernah melakukan hubungan seksual (HUS). Sementara usia remaja yang melakukan hubungan seksual pada usia 15-16 tahun sebesar 23%, dan 35% pada usia 17-18 tahun serta usia diatas 18 tahun sebesar 25%. Mereka melakukan hubungan seksual bersama pacar sebesar 77% dan hubungan seksual dilakukan dirumah sebesar 52%. Remaja juga pernah menonton video porno sebesar 60% dan didapat melalui teman sebaya sebesar 59% serta melalui HP sebesar 57%. Sementara 61% mereka mengatakan masih membutuhkan informasi atau pengetahuan tentang hubungan seksualitas sebesar 61%. Hal tersebutyang melatar belakangi peneliti untuk melakukan penelitian terhadap remaja yang ada di Kota Samarinda(PKBI Provinsi Kaltim, 2010).Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap (afektif, kognitif dan konatif) siswa-siswi SLTA terhadap hubungan seksual pranikah di Kota Samarinda. METODOLOGI PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif dengan metode observasional menggunakan rancangan cross sectional study. Desain ini dimaksudkan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap (afektif, kognitif dan konatif) siswa-siswi SLTA terhadap hubungan seksual pra nikah di Kota Samarinda.Variabel bebas adalah lingkungan, pendidikan, sosial budaya dan kesehatan. Sedangkan variabel terikat adalah sikap remaja terhadap hubungan seksual pra nikah di Kota Samarinda. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Kota Samarinda, yang menjadi responden penelitian adalah remaja yang ada di Kota Samarinda yang meliputi remaja putra dan putri yang berusia 16 tahun dan duduk dibangku SLTA di Kota Samarinda.Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada bulan September 2012. Populasi dan Teknik Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja yang ada di Kota Samarinda. Meliputi remaja putra dan putri yang duduk di bangku SLTA dan berusia 16 tahun yang ada di Kota Samarinda dengan jumlah populasi 2.342 siswa-siswi.Sampel pada penelitian adalah remaja yang masih duduk di di SLTA dan berusia 16 tahun pada 10 kecamatan yang ada di Kota Samarinda. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik multiple stagesampling, yaitu pengampilan sampel dari kelompok populasi, tetapi tidak semua anggota kelompok populasi menjadi anggota sampel hanya sebagian dari anggota subpopulasi menjadi anggota sampel. Caranya dengan proportional probability, yaitu tiap anggota kelompok mempunyai probabilitas yang sebanding dengan besar relatif dari kelompokkelompok yang dimasukkan dalam subsampel. Teknik Pengolahan dan Analisa Data Data yang sudah terkumpul di kelompok berdasarkan jawaban yang ada, untuk memudahkan dalam melakukan analisis melalui tahapan editing untuk memeriksa kelengkapan data, koding memberikan kode pada masing-masing data dan entry data untuk memasukkan data dalam komputer untuk melakukan analisis pada program komputer statistik SPSS untuk Windows versi 20, cleaning untuk mengecek data apakah semua data di kuesioner telah sesuai dengan data di tabel. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis kuantitatif yang dimaksud untuk mengolah dan mengorganisasikan data, serta menemukan hasil yang dapat di baca dan diinterpretasikan. Analisis kuantitatif dilakukan dengan metode analisis univariat , analisis bivariate, dan analisis Multivariat HASIL PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Kota Samarinda, yang meliputi siswa-siswi dari 10 SLTA yang ada di Kota Samarinda yang merupakan perwakilan dari 10 kecamatan. Sedangkan populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SLTA dan berusia 16 tahun yang ada di 10 SLTA di Kota Samarinda dengan jumlah populasi sebesar 2.342 siswa- siswi.Sedangkan jumlah sampel 385 siswa-siswi. Setelah kuesioner diperiksa kebenaran isinya maka semua memenuhi syarat untuk diikutkan dalam pengolahan data. Penelitian menggunakan cross sectional study yang bertujuan untuk melihat faktor yang berhubungan dengan sikap remaja terhadap hubungan seks pranikah pada remaja. Analisis Univariat Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah faktor lingkungan, pendidikan, sosial budaya dan kesehatan. Berdasarkan hasil jawaban kuesioner dari 385 orang responden, diperoleh distribusi frekuensi berdasarkan faktor lingkungan, pendidikan, sosial budaya dan kesehatan sebagai berikut. Responden terbanyak adalah mempunyai lingkungan baik, yaitu sebanyak 218 orang atau sebesar 56,6%. Distribusi responden menurut faktor pendidikan menunjukkan responden terbanyak adalah mempunyai pendidikan baik, yaitu sebanyak 235 orang atau sebesar 61%.Distribusi responden menurut faktor sosial budaya menunjukkan bahwa responden terbanyak adalah mempunyai sosial budaya baik, yaitu sebanyak 204 orang atau sebesar 53%. Jika dilihat dari distribusi responden menurut faktor kesehatan responden terbanyak adalah mempunyai kesehatan baik, yaitu sebanyak 240 orang atau sebesar 62,3%. Variabel terikat pada penelitian ini adalah sikap responden terhadap hubungan seksual pranikah. Berdasarkan hasil jawaban kuesioner dari 385 orang responden diperoleh distribusi frekuensi berdasarkan sikap responden terhadap hubungan seksual pranikahresponden terbanyak adalah mempunyai sikap baik, yaitu sebanyak 261 orang atau sebesar 67,8%. Terhadap hubungan seksual pranikah. Distribusi responden menurut faktor lingkungan dengan sikap terhadap hubungan seksual pranikah terlihat bahwa distribusi responden menurut faktor lingkungan dengan sikap terhadap hubungan seksual pranikah terbanyak adalah pada lingkungan baik, yaitu sebanyak 218 orang dan mempunyai sikap baik 90,8% serta kurang baik 9,2%. Kemudian terendah pada lingkungan kurang baik, yaitu sebanyak 167 orang dan mempunyai sikap baik 37,7% serta kurang baik 62,3%. Berdasarkan distribusi responden menurut faktor pendidikan dengan sikap terhadap hubungan seksual pranikah dapat dilihat pada tabel berikut. terlihat bahwa distribusi responden menurut faktor pendidikan dengan sikap terhadap hubungan seksual pranikah terbanyak adalah pada pendidikan baik, yaitu sebanyak 235 orang dan mempunyai sikap baik 94,9% serta kurang baik 5,1%. Kemudian terendah pada pendidikan kurang baik, yaitu sebanyak 150 orang dan mempunyai sikap baik 25,3% serta kurang baik 74,7%. Distribusi responden menurut faktor sosial budaya dengan sikap terhadap hubungan seksual pranikah terlihat bahwa distribusi responden menurut faktor sosial budaya dengan sikap terhadap hubungan seksual pranikah terbanyak adalah pada sosial budaya baik, yaitu sebanyak 204 orang dan mempunyai sikap baik 90,7% serta kurang baik 9,3%. Kemudian terendah pada sosial budaya kurang baik, yaitu sebanyak 181 orang dan mempunyai sikap baik 42% serta kurang baik 58%.Distribusi responden menurut faktor kesehatan dengan sikap terhadap hubungan seksual pranikah terbanyak adalah pada kesehatan baik, yaitu sebanyak 204 orang dan mempunyai sikap baik 90,7% serta kurang baik 9,3%. Kemudian terendah pada sosial budaya kurang baik, yaitu sebanyak 181 orang dan mempunyai sikap baik 42% serta kurang baik 58%. Analisis Bivariat Setelah dilakukan analisis data secara univariat, maka selanjutnya dilakukan analisis secara bivariat yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat yang dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square. Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa nilai peluang (p) sebesar 0,000 kurang dari nilai tingkat signifikansi () sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna antara faktor lingkungan dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah di Kota Samarinda. Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa nilai p (0,000) kurang dari nilai (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna antara faktor pendidikan dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah di Kota Samarinda.Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa nilai p (0,000) kurang dari nilai (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna antara faktor sosial budaya dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah di Kota Samarinda. Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa nilai p (0,000) kurang dari nilai (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna antara faktor kesehatan dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah di Kota Samarinda. Berdasarkan hasil analisis bivariat antara lingkungan, pendidikan, sosial budaya, kesehatan dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah, diperoleh hasil bahwa variabel lingkungan, pendidikan, sosial budaya dan kesehatan masing-masing mempunyai nilai p (0,000) kurang dari 0,25. Oleh karena itu variabel lingkungan, pendidikan, sosial budaya dan kesehatan akan dimasukkan ke dalam analisis multivariat menggunakan regresi logistik. Analisis Multivariat Analisis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel bebas yang diperoleh dari analisis bivariat terhadap variabel terikat menggunakan regresi logistik. Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa nilai p untuk variabel lingkungan, pendidikan, sosial budaya dan kesehatan masing-masing sebesar 0,000 kurang dari nilai sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik ada pengaruh yang bermakna variabel lingkungan, pendidikan, sosial budaya dan kesehatan terhadap sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah di Kota Samarinda. Kemudian variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap sikap remaja mengenai hubungan seksual pranikah di Kota Samarinda adalah variabel pendidikan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Wald untuk variabel pendidikan (38,181) paling besar dibanding nilai Wald variabel lingkungan, sosial budaya dan kesehatan. Berdasarkan Tabel 5 diperoleh model regresi logistik yang menyatakan hubungan dan pengaruh faktor lingkungan, pendidikan, sosial budaya dan kesehatan berpengaruh terhadap sikap remaja mengenai hubungan seksual pra nikah di Kota Samarinda, yaitu seperti pada persamaan berikut: y = 7,023 - 3,211 (lingkungan) - 3,076 (pendidikan) + - 2,780 (sosial budaya) - 2,807 (kesehatan) Berdasarkan model regresi logistik pada persamaan di atas, dapat digunakan untuk memprediksi peluang remaja di Kota Samarinda melakukan hubungan seksual pranikah dengan menggunakan rumus: p = 1/(1 + e-y), dimana p adalah peluang remaja di Kota Samarinda melakukan hubungan seksual pranikah, e adalah bilangan natural, yaitu 2,7 dan y adalah nilai yang diperoleh dari persamaan regresi logistik di atas. Jika seorang remaja mempunyai lingkungan baik, pendidikan baik, sosial budaya baik dan kesehatan baik, maka peluang remaja mempunyai sikap baik adalah 99,91%, artinya peluang remaja tidak melakukan hubungan seksual pranikah adalah 99,91% atau peluang remaja melakukan hubungan seksual pranikah adalah 9%. Sebaliknya jika seorang remaja mempunyai lingkungan kurang baik, pendidikan kurang baik, sosial budaya kurang baik dan kesehatan kurang baik, maka peluang remaja mempunyai sikap baik adalah 7,8%, artinya peluang remaja tidak melakukan hubungan seksual pranikah adalah 7,8% atau peluang remaja melakukan hubungan seksual pranikah adalah 92,2%. PEMBAHASAN Penelitian ini menemukan bahwa faktor lingkungan berpengaruh terhadap sikap remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah, (p =0,000;˂(0,05)) dan nilai Wald (26,215). Faktor pendidikan berpengaruh signifikan terhadap sikap remaja untuk melakukan hubungan seks pra nikah(p=0,000; ˂ (0,05) dan nilai Wald (38,181). Faktor sosial budaya berpengaruh terhadap sikap remaja untuk melakukan hubungan seks pra nikah (p=0,000; ˂ (0,05)) dan nilai Wald (19,790). Faktor kesehatan berpengaruh spesifik terhadap sikap remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah (p=0,000˂ (0,05)) dan nilai Wald (32,909). Peer education sangat diperlukan pada remaja sebagai sumber informasi yang cukup siknifikan dalam membentuk pegetahuan seksual dikalangan remaja (Kartono, 2005). Remaja akan lebih percaya diri dan terbuka ketika mengungkapkan masalahnya bersama teman sebayanya daripada dengan orangtua.Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses untuk membentuk perilaku sehat yang melibatkan penerapan ilmu perilaku dan ilmu sosial kemasalah pemeliharaan kesehatan.Pendidikan tentang seks bagi remaja sangat dibutuhkan sekali. Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat. Teori Hurlock (1991), seorang ahli psikologi perkembangan mengemukakan tanda seks primer yang penting pada laki-laki dan perempuan. Menurut Hurlock tanda seks primer pada laki-laki ditandai dengan adanya mimpi basah, sedangkan tanda seks skundernya ditandai dengan tumbuh rambut pada kemaluan dan keiak, kulit menjadi kasar, otot betambah besar dan kuat serta suara membesar. Sedangkan pada perempuan tanda seks primernya ditandai dengan adanya haid, sedangkan tanda seks skundernya ditandai dengan pinggul melebar, payudara mulai membesar, tumbuh rambut pada kemaluan dan ketiak. Nilai-nilai sosial yang berlaku dan mentaati tuntutan agama maupun keyakinan yang di yakini akan mampu mengeliminasi permasalahan remaja hingga menginjak dewasa. Ada pendapat yang mengatakan bahwa keyakian dan agama bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa untuk tidak melakukan hal yang merugikan dan bertentangan dengan kehendak atau pandangan masyarakat. (Azwar,1995).Kesehatan remaja dikenal dengan suatu tahap perkembangan fisik ketika alat-alat reproduksi mencapai kematangan. Secara anatomis berarti alat reproduksi khususnya dan keadaan tubuh pada umumnya memperoleh bentuknya yang sempurna. Kesehatan reproduksi remaja sangat memengaruhi perilaku remaja untuk hidup sehat. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sirajudin Noor (2004) tentang kesehatan reproduksi remaja pria-wanita melakukan hubungan seks (intercourse) pranikah di Indonesia, maka dari hasil peneitian didapatkan ada hubungan bermakna antara kesehatan reproduksi dengan kecenderungan remaja melakukan hubungan seks pranikah. Untuk itu dituntut peran aktif dari instansi kesehatan dan pendidikan dalam memberikan informasi yang memuat tentang fungsi organ sistem reproduksi manusia yang mencakup pemahaman remaja tentang perubahan fisik, terjadinya proses kehamilan, pencegahan penyakit menular, perilaku seks yang sehat dan bertanggung jawab serta akibat kehamilan yang tidak dikehendaki. Perubahan perilaku terjadi karena adanya perubahan kualitas dari unsur-unsur perilaku, yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan baik sendiri maupun ketiganya. Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (mahluk hidup) yang bersangkutan baik yang dapat diamati langsung maupun tidak dapat diamati secara langsung oleh pihak luar (Suprapto, 203). Perilaku mempunyai empat arti yaitu beberapa respon yang dilakukan organisme, sebagai salah satu respon spesifik dari seluruh respon, suatu kegiatan atauaktivitas, suatu kegiatan yang kompleks. Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan) dari luar. Ada beberapa penyebab remaja melakukan hubungan seks pra nikah. Antara lain kurangnya pengawasan dan perhatian orang tua dan keluarga, pola pergaulan yang semakin bebas, lingkungan yang semakin permisif, semakin banyak hal yang memberikan rangsangan seksual dan sangat mudah dijumpainya VCD porno serta adanya fasilitas pendukung yang sering kali diberikan oleh keluarga sendiri tanpa disadari. Misalnya Hp, uang saku yang berlebihan dan motor. Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen koknitif (cognitive) yang merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik merupakan sikap, komponen afektif (affective) merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional dan komponen konatif (conative) yang meupakan aspek kecenderungan untuk berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki.Promosi kesehatan sangat diperlukan untuk mencegah remaja agar tidak melakukan hubungan seks pranikah. Peran keluarga, masyarakat dan pemerintah sangatdiperlukan. Orang tua diharapkan bisa memberikan perhatian, perlindungan serta menjalin komunikasi secara terbuka pada remaja. Masyarakat diharapkan dapat membantu dalam memberikan informasi dan pengawawasan pada remaja untuk mencegah agar mereka tidak melakukan hubungan seks pranikah. Misalnya saja melalui pengenalan norma-norma dan agama di lingkungan sekitarnya Sementara pemerintah perlu menyiapkan model pembinaan, pendidikan untuk menampung permasalahan yang dihadapi oleh remaja. KESIMPULAN DAN SARAN Terdapat hubungan antara lingkungan dengan sikap siswa-siswi SLTA terhadap hubungan seks pranikah di Kota Samarinda, dengan nilai p (0,000) kurang dari nilai (0,05)..Ada hubungan antara pendidikan dengan sikap siswa-siswi SLTA terhadap hubungan seks pranikah di Kota Samarinda, dengan nilai p (0,000) kurang dari nilai (0,05)..Ada hubungan antara sosial budaya dengan sikap siswa-siswi SLTA terhadap hubungan seks pranikah di Kota Samarinda, dengan nilai p (0,000) kurang dari nilai (0,05).Ada hubungan antara kesehatan dengan sikap siswa-siswi SLTA terhadap hubungan seksual pranikah di Kota Samarinda, dengan nilai p (0,000) kurang dari nilai (0,05). Disarankan perlunya pengembangan metode peer education (ramah terhadap remaja) dilingkungan sekolah ataupun keluarga, kerjasama pihak sekolah dan pihak kesehatan untuk melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah untuk memberikan informasi dasar tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas yang proposional sesuai dengan pemahaman dan tingkat pendidikan remaja serta tidak menganggap tabu untuk membicarakan permasalahan kesehatan reproduksi. Perlu adanya advokasi kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk membantu dalam pencegahan terjadinya hubungan seks pra nikah pada remaja dan menyelenggarakan program/kegiatan Pusat Informasi, Bimbingan dan Konseling Remaja, dalam hal pengenalan, status menjelang usia dewasa awal disekolah dengan sasarannya semua remaja yang ada di sekolah pada tingkat SMP dan SMA yang sederajat. DAFTAR PUSTAKA Andiyani, A. (1996). Konsep Diri, Harga Diri dan Kepercayaan Diri dan Kepercayaan Diri Remaja, Jurnal Remaja, no2, 23-30 Azwar, S. (1995). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Edisi Kedua, Cetakan keempat. Pustaka Pelajar , Yogyakarta BKKBN. (2009). Standarisasi Pengelolaan Penanggulangan MasalahKesehatan Reproduksi, Jakarta Depkes RI. (2004). Informasi Kesehatan Reproduksi , Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta. Diene, M. et al, Teen Sexual Bihavior. (2002). Applicability of The Theory ofReasoned Action. Universitas of Washington. Journal of Marriage and Family Vol. 64, p.885-897 Hurlock, Elizabeth. (1991). Psikologi Pembangunan “SuatuPendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan”, PT.Erlangga, Jakarta Kartono, K. (2005). Kenakalan Remaja, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Noor, S. (2004). Hubungan Antara Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Pria-Wanita Dengan Kecenderungan Remaja Pria-Wanita Melakukan Hubungan Seksual Pranikah di Indonesia. Tesis. Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, Semarang Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia.(2010). Hasil Survei Pada Remaja di Kota Samarinda, Samarinda Small, SA, Lusten,T. (1994). Adolescent Sexual Activity ; An Ecological, Risk-Factor approach, Journal of Marriage and The Family Turuy.(2004). Analisis Pengaruh Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi, Peran Media Massa dan Peer Education Dengan Sikap Terhadap Hubungan Seksual Pranikah pada Siswa SMAN 1 Kodya Ternate Provinsi Maluku Utara. Tesis. Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, Semarang Yahya. (2001). Perilaku Seksual Remaja, Suara Karya, Jakarta LAMPIRAN Tabel 1. Hubungan Faktor Lingkungan dengan Sikap Remaja Terhadap Hubungan Seksual Pranikah di Kota Samarinda Sikap Total Lingkungan P Positif Negatif n % n % n % 198 90,8 20 9,2 218 Baik 100 63 37,7 104 62,3 167 100 0,000 Kurang baik 261 67,8 124 32,2 385 Jumlah 100 Sumber: Data Primer 2012 Tabel 2. Hubungan Faktor Pendidikan dengan Sikap Remaja Terhadap Hubungan Seksual Pranikah di Kota Samarinda Sikap Pendidikan Total Positif n % 223 94,9 Negatif n % 12 5,1 n 235 38 25,3 112 74,7 150 261 Jumlah Sumber: Data Primer 2012 67,8 124 32,2 385 Baik Kurang baik P % 100 100 0,000 100 Tabel 3. Hubungan Faktor Sosial Budaya dengan Sikap Remaja Terhadap Hubungan Seksual Pranikah di Kota Samarinda Sosial Budaya Sikap Total Positif n % 185 90,7 Negatif n % 19 9,3 n 204 76 42,0 105 58,0 181 261 Jumlah Sumber: Data Primer 2012 67,8 124 32,2 385 Baik Kurang baik P % 100 100 100 0,000 Tabel 4. Hubungan Faktor Kesehatan dengan Sikap Remaja Terhadap Hubungan Seksual Pranikah di Kota Samarinda Sikap Positif Negatif n % n % 224 93,3 16 6,7 n 240 37 25,5 108 74,5 145 261 Jumlah Sumber: Data Primer 2012 67,8 124 32,2 385 Kesehatan Baik Kurang baik Tabel 5. Total P % 100 0,000 100 100 Pengaruh Faktor Lingkungan, Pendidikan, Sosial Budaya dan Kesehatan Terhadap Sikap Remaja Mengenai Hubungan Seksual Pranikahdi Kota Samarinda Variabel Koefisien Wald P Lingkungan -3,211 26,215 0,000 Pendidikan -3,076 38,181 0,000 Sosial budaya -2,780 19,790 0,000 Kesehatan -2,807 32,909 0,000 Konstanta 7,023 59,005 0,000 Sumber: Data Primer 2012