9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Catu Daya Listrik dan Distribusi Daya Pada desain fasilitas penunjang Bandara Internasional Kualanamu adanya tuntutan agar keandalan sistem tinggi, sehingga kecuali catu daya utama/PLN juga diperlukan catu daya cadangan. Beban yang ditanggung akan dikategorikan sebagai berikut: 1. Beban Non-Periority (normal), yakni beban yang hanya mendapat suplai daya dari PLN dengan tegangan 20 kV, 50 Hz yang diturunkan melalui tranformator dengan kapasitas 1.600 kVA, 380/220 Volt, 50 Hz yang di distribusikan melalui Panel Utama Tegangan Rendah (PUTR). Beban ini antara lain: a. Lampu jalan dan parkir (kira-kira 70%). b. Peralatan AC sesuai kebutuhan. 2. Beban Periority, yakni beban yang mendapat catu daya dari daya utama/PLN dan jika catu daya ini gagal (pemadaman) fungsinya akan segera diganti oleh catu daya cadangan/generator set (genset). Beban ini antara lain: Semua beban listrik, untuk beban elektronik 30% dan lain-lain. 3. Beban Technical Periority, yakni beban yang mendapat suplai dari pemasok daya utama/PLN, catu daya cadangan/generator set (genset) dan sebagian UPS (Unintrruptable Power Supply). Prinsip suplai harus lebih handal dibanding beban periority. Universitas Sumatera Utara 10 Untuk beban technical periority tertentu pada saat peralihan dari daya normal ke generator set (genset) maka UPS akan mensuplai secara automatis atau seandainya generator set (genset) yang ada juga gagal maka UPS akan mensuplai daya dalam jangka waktu tertentu (sekitar 1 jam). Total beban daya listrik Bandara Internasional Kualanamu adalah sebesar kurang lebih 1.000 kVA (catu dari PLN) sedang backup daya dari generator set (genset) dari bandara sebesar kurang lebih 50% dari beban total fasilitas (beban periority). Jika Daya PLN mengalami gangguan suplai daya diback up (100 %) oleh sistem generator set (genset) yang bekerja secara automatis. Dalam keadaan emergensi yang disuplai atau dapat beroperasi adalah: a. Penerangan seluruh bangunan; b. Pompa air bersih; c. Air limbah (sewage treatment plant); d. Ventilasi dan fan; e. Sebagian lift dan AC; f. Seluruh peralatan elektroni Sesuai standard PLN faktor daya minimum 0,85 maka untuk mencapai hal ini dipasang Kapasitor bank dengan kapasitas 0,54 × 1.600 = 860 kVAR, digunakan kapasitas 900 kVAR (sesuai standard kapasitas peralatan yang ada). Diagram Satu Garis Instalasi Daya Listrik Stasiun Kereta Api Bandara dapat dilihat pada Gambar 2.1, dimana Diagram tersebut merupakan Jalur Beban Non Periority Stasiun Kereta Api Bandara Kualanamu. Universitas Sumatera Utara 11 TITIK PENGUKURAN Gambar 2.1 Diagram Satu Garis Instalasi Daya Listrik Stasiun Kereta Api Bandara Universitas Sumatera Utara 12 2.2 Harmonisa Harmonisa merupakan pengoperasian listrik dari beban non linier sehingga terbentuklah gelombang frekuensi tinggi yang merupakan kelipatan dari frekuensi dasar 50 Hz atau 60 Hz, sehingga bentuk gelombang arus maupun tegangan yang idealnya adalah sinusoidal murni akan menjadi cacat, terlihat pada Gambar 2.2 [1]. Gambar 2.2. Gelombang Sinusoidal dan Terditorsi [1] Harmonisa berdasarkan dari urutan ordenya adalah harmonisa ke 3,5,7,9,11 dan seterusnya, seperti pada Gambar 2.3 [12]. Gambar 2.3 Urutan Orde Harmonisa [12] Universitas Sumatera Utara 13 Distorsi harmonisa dapat menimbulkan efek berbeda-beda yang terhubung dengan jaringan listrik terutama karekteristik beban listrik itu sendiri. Harmonisa juga dapat menyebabkan pemanasan yang lebih tinggi pada konduktor, transformator, ataupun komponen listrik lainnya. Pemanasan yang berlebih dapat menurunkan daya tahan komponen sehingga bisa menyebabkan kerusakan apabila harmonisa yang timbulkan cukup besar. Untuk menentukan besar total harmonic distortion (THD) dapat dilihat dari perumusan analisa deret fourier, untuk tegangan dan arus dalam fungsi waktu seperti pada Persamaan (2.1) dan (2.2) sebagai berikut [1]. ()= ( )= + ∑∞ + ∑∞ ( ( + + ) …………………… (2.1) ) …………………… (2.2) Dimana: V(t) = Tegangan dalam fungsi waktu (Volt) I (t) = Arus dalam fungsi waktu (Ampere) I0 = Arus sesaat (Ampere) In = Arus Maksimum ke-n (Ampere) V0 = Tegangan Sesaat (Volt) Vn = Tegangan Maksimum ke-n (Volt) Banyaknya penggunaan beban tidak linier pada sistem tenaga listrik membuat arus menjadi sangat terdistorsi dengan persentase harmonisa arus, tingginya persentase kandungan harmonisa arus total harmonic distortion atau disingkat dengan THD pada Universitas Sumatera Utara 14 suatu sistem tenaga listrik dapat menyebabkan timbulnya beberapa persoalan harmonisa yang serius pada sistem listrik, menimbulkan berbagai macam kerusakan pada peralatan listrik yang rentan dan menyebabkan penggunaan energi listrik menjadi buruk [13,14]. Distorsi harmonisa total disebut dengan Total Harmonic Distortion (THD) adalah indeks yang menunjukkan total harmonisa dari gelombang tegangan atau arus yang mengandung komponen individual harmonisa, yang dinyatakan dalam persen terhadap komponen fundamentalnya [15]. THD untuk gelombang tegangan dinyatakan dengan Persamaan (2.3): = Dimana: ∑ × 100% …………………….…(2.3) THD v : Total Harmonisa distortion tegangan [ % ] V1 : Tegangan fundamental Vn :Tegangan harmonisa ke n n : Orde harmonisa THD untuk gelombang arus dinyatakan dengan Persamaan (2.4): = Dimana: ∑∞ × 100% ………………….…..(2.4) THD I : Total harmonisa distortion arus [ % ] I1 : Arus fundamental In : Arus harmonisa ke n n : Orde Harmonisa Universitas Sumatera Utara 15 Besar Individual Harmonic Distorsion (IHD) untuk tegangan dan arus dapat dilihat pada Persamaan (2.5) dan (2.6). = = 2.2.1 √ √ √ √ = ( ) …………………………. (2.5) = ( ) …………………………. (2.6) Harmonisa Pada Beban Non Linier Beban non linier memberikan bentuk gelombang keluaran arus yang tidak sebanding dengan tegangan dasar, sehingga gelombang arus maupun tegangan tidak sama dengan gelombang masukannya, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Arus Magnetisasi Non Linier Saturasi pada Saat Transformator Bekerja Universitas Sumatera Utara 16 Harmonisa diproduksi oleh beberapa beban non linier atau alat yang mengbakibatkan arus tidak sinusoidal. Untuk menentukan besar Total Harmonic Distortion (THD) dari perumusan analisa deret Fourier untuk tegangan dan arus dalam fungsi waktu yaitu pada Persamaan (2.7) [16]. f(t) = +∑ ( cos(ℎ )+ sin(ℎ ).….…….….(2.7) Dimana: h : Orde harmonisa : , frekuensi radial komponen fundamental : ∫ () dan merupakan koefisien dari deret Fourier dengan Persamaan (2.8) dan (2.9). = = ∫ ( ) cos (ℎ t) dt ……….……..…….(2.8) ∫ ( ) sin (ℎ t) dt .……………………(2.9) Karena arus berbentuk gelombang bolak-balik yang simetris, maka gelombang tersebut memiliki fungsi ganjil, maka gelombang tersebut memilikki fungsi ganjil jika f (t) = - f (-t), maka fungsi f (t) memiliki koefisien Persamaan (2.10) dan (2.11). = 1………………………..…………….………..(2.10) Universitas Sumatera Utara 17 = ∫ ( ) sin( ℎ ) …...……….……….(2.11) Sehingga deret Fourier dapat dituliskan pada Persamaan (2.12). f(t) = + sin( t+ )+…+ sin(ℎ t) + ………..(2.12) Dimana: : komponen DC : nilai maksimum dari komponen fundamental : nilai maksimum dari komponen harmonisa orde-h : sudut agular komponem fundamental : konstanta = 3,14 Sedangkan analisa deret Fourier untuk tegangan dan arus dalam fungsi waktu dengan Persamaan (2.13) dan (2.14) sebagai berikut: v(t) = Dimana: +∑ cos( ∅ )…….…………....(2.13) : komponen DC dari gelombang tegangan (Volt) ∅ : sudut phasa komponen harmonic ke-n : nilai rms harmonic tegangan dari komponen ke-n i(t) = +∑ cos (n + )……….………….(2.14) Dimana: : arus DC (Ampere) Universitas Sumatera Utara 18 Tegangan dan arus rms dari gelombang sinusoidal yaitu nilai puncak gelombang dibagi √2 dan secara deret Fourier untuk tegangan dan arus pada Persamaan (2.15) dan (2.16). +∑ v(t) = i(t) = Bagian DC ( sedangkan dan dan +∑ √2 √2 Sin ( t+ Sin ( t+ )…………..(2.15) ) ……………..(2.16) ) biasanya diabaikan untuk menyederhanakan perhitungan, adalah nilai RMS untuk harmonisa orde ke-n pada masing-masing tegangan dan arus, maka nilai RMS dalam satu periode bentuk gelombang sinusoidal murni dengan periode T didefenisikan pada Persamaan (2.17): V(t) = Nilai RMS tegangan ( sin …………........……………..(2.17) ) pada Persamaan (2.18): ∫[ ( )] = …………………...(2.18) Dengan memasukkan Persamaan (2.17) ke dalam Persamaan (2.18), maka nilai RMS tegangan pada Persamaan (2.19). = = √ ………….…………….(2.19) Universitas Sumatera Utara 19 Dengan cara yang sama diperoleh nilai RMS untuk arus pada Persamaan (2.20). I(t) = sin ………….………………(2.20) Nilai RMS arus (IRMS) pada Persamaan (2.21). = ..……………….…………….(2.21) Sehingga di dapat Persamaan (2.22). = Dimana dan √ ……………..………..…………(2.22) harga maksimum dari gelombang sinusoidal. 2.2.2 Batasan Standard Harmonisa IEEE 519-1992 Pengukuran distorsi harmonik dilakukan pada titik PCC (Point of Common Coupling) pada rel PCC sekunder transformator, selama periode dimana dampak permintaan pelanggan maksimum, biasanya 15 sampai 30 menit seperti yang disarankan dalam Standard IEEE 519-1992. Sumber daya yang kecil dengan permintaan relatif besar akan cenderung menunjukkan distorsi gelombang yang lebih besar. Sumber yang tetap untuk beroperasi pada arus permintaan rendah akan menunjukkan penurunan distorsi gelombang. Batasan standard harmonisa tegangan IEEE 519-1992 yang digunakan sebagai parameter batasan dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut. Universitas Sumatera Utara 20 Tabel 2.1 Standard Harmonisa Tegangan IEEE 519-1992 Tegangan Bus Pada PCC V ≤69 kV Distorsi Tegangan Individu (%) 3.0 Total Distorsi Tegangan (%) 1.5 69 kV < V ≤161 kV 1.0 5.0 V > 161 kV 2.5 1.5 Standard Harmonisa Arus sesuai IEEE 519-1992 dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Standard Harmonisa Arus IEEE 519-1992 Distorsi arus harmonisa maksimum dalam % dari Isc/IL < 11 11 ≤h < 17 < 20 4.0 2.0 20 50 7.0 50 100 100 1000 1000 17 ≤h < 23 69 kV V 23 ≤h < 3 H ≥35 TDD 1.5 0.6 0.3 5.0 3.5 2.5 1.0 0.5 8.0 10.0 4.5 4.0 1.5 0.7 12.0 12.0 5.5 5.0 2.0 1.0 15.0 15.0 7.0 6.0 2.5 1.4 20.0 69 kV V 161kV 2.0 1.0 0.75 0.3 0.15 2.5 20 3.5 1.75 1.25 0.5 0.25 4.0 50 100 5.0 2.25 2.0 0.75 0.35 6.0 6.0 2.75 2.5 1.0 0.5 7.5 Universitas Sumatera Utara 21 Tabel 2.2 (Sambungan) Distorsi arus harmonisa maksimum dalam % dari Isc/IL 1000 < 11 7.0 11 ≤h < 17 3.5 17 ≤h < 23 3.0 23 ≤h < 3 1.25 H ≥35 0.7 TDD 10.0 V 2.0 1.0 0.75 0.3 0.15 2.5 3.5 1.75 1.25 0.45 0.22 3.75 Dimana: ISC : Arus maksimum hubung singkat pada Point of Common Coupling (PCC). IL : Arus beban maksimum (komponen fundamental) pada PCC, semua peralatan pembangkitan ditetapkan pada nilai ini, untuk berapapun nilai Isc/IL sebenarnya. TDD : Total demand distorsion adalah kandungan ratio harga RMS arus harmonisa terhadap arus beban maksimum. V : Tegangan Sumber PCC (Volt). h : Ordo Harmonisa. 2.3 Faktor Daya Power Factor atau Faktor daya merupakan nilai perbandingan antara daya aktif (P) dan daya semu (S). Faktor daya menjadi pembanding antara baik buruknya kualitas daya listrik. Untuk menentukan kebutuhan akan daya reaktif dapat digambarkan dalam bentuk segitiga daya pada Gambar 2.5 berikut. Universitas Sumatera Utara 22 P (Watt) Q2 S2 (VA) Q1 S1 (VA) Q (VAR) Gambar 2.5 Segitiga Daya untuk Kebutuhan Daya Reaktif Faktor daya pada umumnya dinyatakan dalam bentuk cos φ yang besarnya pada Persamaan (2.23). …………………………… (2.23) Dimana: cos φ : Faktor daya P : Daya aktif (Watt) S : Daya semu (VA) Untuk menentukan besaran daya semu (VA) pada Persamaan (2.24). S = V . I ……………………………….. (2.24) Daya Aktif (Watt) pada Persamaan (2.25). P = V . I . cos φ………………………… (2.25) Universitas Sumatera Utara 23 Daya Reaktif (VAR) pada Persamaan (2.26). Q = V. I. sin φ…………………………….. (2.26) Kebutuhan akan daya reaktif dapat dihitung untuk pemasangan kapasitor memperbaiki faktor daya beban. Pada umumnya komponen daya aktif (P) konstan, sedangkan daya semu (S) dan daya reaktif (Q) berubah sesuai dengan faktor daya beban dapat dilihat pada Persamaan (2.27). Daya reaktif (Q) = Daya aktif (P) × tan φ…………………. (2.27) Dengan memperhatikan vektor segitiga daya pada Gambar 2.5 maka; Daya reaktif pada PF awal yaitu pada Persamaan (2.28). Q1 = P × tan φ1 ……………………………… (2.28) Daya reaktif pada PF diperbaiki yaitu pada Persamaan (2.29). Q2 = P × tan φ2 …………………………….. (2.29) Sehingga rating kapasitor yang diperlukan untuk memperbaiki faktor daya adalah ΔQ = Q1 – Q2 atau pada Persamaan (2.30). ΔQ = P (tan Q 1 – tan Q2) ……………………. (2.30) Universitas Sumatera Utara 24 Terdapat perbedaan antara faktor daya pada kondisi gelombang terdistorsi harmonisa dan tidak terdistorsi harmonisa. Gelombang yang tidak terdistorsi harmonisa akan berbentuk sinusoidal artinya dalam perhitungan faktor daya tidak melibatkan frekuensi harmonisa baik pada gelombang tegangan maupun gelombang arus. Sebaliknya gelombang tidak sinusoidal dalam bentuk keadaan terdistorsi maka perhitungan faktor daya melibatkan frekuensi harmonisa pada gelombang tegangan dan gelombang arus. Peralatan ukur kualitas daya sekarang ini umumnya sudah dapat mendeteksi displacement dan true power factor. Peralatan pembangkit harmonisa seperti switching power supplies dan PWM memiliki displacement power factor mendekati nilai 1 (satu), tetapi true power factor hanya bernilai 0,5 sampai 0,6. 2.3.1 Faktor Daya Tanpa Harmonisa Pada gelombang arus sinusoidal atau gelombang tidak mengandung harmonisa terdapat sudut fasa antara tegangan dan arus. Pada frekuensi fundamental nilai faktor daya dapat juga diketahui dengan menentukan nilai cosinus dari sudut fasanya atau perbandingan antara daya aktif dan daya semu seperti terlihat pada Gambar 2.6 [2]. Gambar 2.6 Sudut Fasa Gelombang Tegangan dan Arus [19] Universitas Sumatera Utara 25 Displacement Power Faktor (DPF) dari vektor segitiga daya merupakan perbandingan antara daya aktif dan daya semu pada frekuensi fundamental yaitu Persamaan (2.31): = . . . = ……………(2.31) Dimana: 2.3.2 DPF : Displacement power factor. VRMS : Tegangan RMS pada frekuensi fundamental (Volt) IRMS : Arus RMS pada frekuensi fundamental (Ampere). Faktor Daya Dengan Harmonisa Pada kondisi gelombang arus tidak sinusoidal atau dalam kondisi mengandung harmonisa, faktor daya tidak dapat dikatakan sebagai nilai cosinus dari sudut fasanya (Gambar 2.7). Faktor daya kondisi gelombang sinusoidal merupakan faktor daya dengan perhitungan akan melibatkan frekuensi harmonisa pada gelombang tegangan dan gelombang arus. True Power factor merupakan perhitungan faktor daya yang terkait dengan jumlah daya aktif pada frekuensi fundamental dan frekuensi harmonisa. Gambar 2.7 Sudut Fasa Gelombang Tegangan dan Arus Kondisi Hamonisa [17] Universitas Sumatera Utara 26 True power factor (TPF) merupakan ratio perbandingan antara total jumlah daya aktif (Pavg) pada semua frekuensi terhadap daya semu yaitu pada Persamaan (2.32). ………..……………..(2.32) Dimana: TPF THDI DPF 2.4 : True power factor : Total Harmonic Distortion untuk arus : Displacement power factor. Filter Pasif Filter adalah suatu rangkaian yang dipergunakan untuk membuang tegangan output pada frekwensi tertentu. Pada dasarnya filter dapat dikelompokkan berdasarkan response (tanggapan) frekuensinya yaitu: a. Band- Pass Filter. b. High-Pass Filter. c. Double Band-Pass Filter. d. Composite. Untuk membuat filter sering kali dihindari penggunaan induktor, terutama karena ukurannya yang besar. Sehingga umumnya filter pasif hanya memanfaatkan komponen R dan C. Universitas Sumatera Utara 27 Penggunaan filter pasif merupakan metode penyelesaian yang efektif dan ekonomis untuk masalah harmonisa. Filter pasif sebagian besar didesain untuk memberikan bagian khusus untuk mengalihkan arus harmonisa yang tidak diinginkan dalam sistem tenaga. Filter pasif banyak digunakan untuk mengkompensasi kerugian daya reaktif akibat adanya harmonisa pada sistem tenaga. Rangkaian filter pasif terdiri dari komponen R, L, dan C (Gambar 2.8). Komponen utama yang terdapat pada filter pasif adalah kapasitor dan induktor. Kapasitor dihubungkan seri atau paralel untuk memperoleh sebuah total rating tegangan dan kVAR yang diinginkan. Sedangkan induktor digunakan dalam rangkaian filter dirancang mampu menahan selubung frekuensi tinggi yaitu efek kulit (skin effect) [18]. Arus Beban Filter Pasive Gambar 2.8 Rangkaian Filter Pasif [18] Ada beberapa jenis filter pasif yang umum beserta konfigurasi dan impedansinya seperti pada Gambar 2.9 Passive single tuned filter adalah yang paling umum digunakan. Dua buah filter single tuned akan memiliki karakteristik yang mirip dengan double band-pass filter [19]. Universitas Sumatera Utara 28 Gambar 2.9 Jenis-jenis Filter Pasif [19] 2.5 Merancang Filter Pasif Single Tuned Tipe filter pasif yang paling umum digunakan adalah single tuned filter. Filter umum ini biasa digunakan pada tegangan rendah. Rangkaian filter ini mempunyai impedansi yang rendah. Sebelum merancang suatu filter pasif, maka perlu diketahui besarnya kebutuhan daya reaktif pada sistem. Daya reaktif sistem ini diperlukan untuk menghitung besarnya nilai kapasitor yang diperlukan untuk memperbaiki sistem tersebut. Passive single tuned filter adalah filter yang terdiri dari komponen-komponen Resistor (R), Induktor (L) dan Kapasitor (C) yang terhubung secara seri (Gambar 2.10). Passive single tuned filter akan mempunyai impedansi yang kecil pada frekuensi resonansi sehingga arus yang memiliki frekwensi yang sama dengan frekwensi resonansi akan dibelokkan melalui filter. Untuk mengatasi harmonisa di dalam sistem tenaga listrik industri yang paling banyak digunakan adalah Filter Passive single tuned [20]. Universitas Sumatera Utara 29 Gambar 2.10 Passive Single Tuned Filter [20] Sebuah single tuned filter dapat mengurangi harmonisa tegangan (THDv) dan harmonisa arus (THDi) sampai dengan 10-30%. Besarnya tahanan R dari induktor dapat ditentukan oleh faktor kualitas dari induktor. Faktor kualitas (Q) adalah kualitas listrik suatu induktor, secara matematis Q adalah perbandingan nilai reaktansi induktif atau reaktansi kapasitif dengan tahanan R. Semakin besar nilai Q yang dipilih maka semakin kecil nilai R dan semakin bagus kualitas dari filter dimana energi yang dikonsumsi oleh filter akan semakin kecil, artinya rugi-rugi panas filter adalah kecil, nilai faktor kualitas berkisar antara: 30 < Q < 100 [21]. Langkah – langkah menghitung Filter Pasive Single Tuned adalah sebagai berikut: a. Menentukan ukuran kapasitas kapasitor (Qc) berdasarkan kebutuhan daya reaktif untuk perbaikan faktor daya, ditunjukkan pada Persamaan (2.33) [20]. Qc = P{tan(cos-1pf1) - tan(cos-1 pf2 )}.......................(2.33) Universitas Sumatera Utara 30 Dimana: P = Beban (kW) pf1 = Faktor daya awal pf2 = faktor daya setelah diperbaiki b. Menentukan reaktansi kapasitor (Xc), ditunjukkan pada Persamaan (2.34). = Dimana: Xc = Reaktansi kapasitif (Ω) V = Tegangan (Volt) Qc = daya reaktif (VAR) ............................................. (2.34) c. Menentukan Kapasitansi dari Kapasitor (C), ditunjukkan pada Persamaan (2.35). = ...................................... (2.35) Dimana: C = Kapasitansi kapasitor (Farad) = frekwensi fundamental (Hz) d. Menentukan Reaktansi Induktif dari induktor (XL ), ditunjukkan pada Persamaan (2.36). = ….......................................... (2.36) Universitas Sumatera Utara 31 Dimana: hn = Harmonisa ordo ke n X L = Reaktansi Induktif (Ω) e. Menentukan induktansi dari induktor (L) ditunjukkan pada Persamaan (2.37). = ……..................................... (2.37) f. Menentukan reaktansi karakteristik dari filter (X n), ditunjukkan pada Persamaan (2.38). = .............................................. (2.38) g. Menentukan tahanan (R) dari induktor ditunjukkan pada Persamaan (2.39). Dimana: = .................................................... (2.39) R = Tahanan dari Induktor (Ω) Q = Faktor kualitas dari filter pasif single tuned (VAr) Universitas Sumatera Utara 32 2.6 Arus Hubung Singkat (Isc) Untuk mengetahui batasan standard harmonisa IEEE 519-1992 berdasarkan Tabel 2.2 pertama yang harus diketahui yaitu besaran nilai arus hubung singkat (Isc). Dalam melakukan perhitungan Isc diperlukan data impedansi dari sistem yang terdiri dari impedansi saluran dan impedansi transformator distribusi itu sendiri. Ditunjukkan pada Persamaan (2.40) dan (2.41). Persamaan (2.40) untuk menghitung Arus Hubung Singkat. = .......................................... (2.40) Maka diperoleh perbandingan arus hubung singkat (ISC) dengan arus beban (IL) seperti pada Persamaan (2.41). = 2.7 .......................................... (2.41) Impedansi Fungsi Frekuensi Besarnya impedansi single tuned filter pada frekuensi fundamental ditunjukan Persamaan (2.42): = = ( − ) ……………………………...(2.42) Pada frekuensi resonansi, Persamaan (2.42) menjadi Persamaan (2.43): Universitas Sumatera Utara 33 = + ( − ) …………………………....(2.43) Jika frekuensi sudut saat resonansi pada Persamaan (2.44): =2 ℎ ……………………………(2.44) Impedansi filter dapat ditulis pada Persamaan (2.45) dan (2.46): = + = 2 + ℎ − ℎ− ……….…………… (2.45) ………………………………. (2.46) Saat resonansi terjadi nilai reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif sama besar, maka diperoleh impedansi single tuned filter seperti pada Persamaan (2.47). = ……………………………….....(2.47) Pada Persamaan (2.47) menunjukkan bahwa pada frekuensi resonansi, impedansi single tuned filter akan mempunyai impedansi yang sangat kecil, lebih kecil dari impedansi beban yaitu sama dengan tahanan induktor R, sehingga arus harmonisa yang mempunyai frekuensi yang sama dengan frekuensi resonansiakan dialirkan atau dibelokkan melalui single tuned filter dan tidak mengalir ke sistem. Universitas Sumatera Utara