2 2.1 Tinjauan Pustaka Tembaga Tembaga merupakan logam transisi yang termasuk golongan sebelas dan perioda empat dalam sistem periodik. Tembaga merupakan salah satu logam yang memiliki konduktivitas listrik yang baik, sehingga banyak digunakan sebagai bahan kabel listrik. Tembaga diperoleh melalui bijih sulfidanya. Bijih sulfida ini biasanya mengandung sedikit tembaga namun memiliki banyak besi. Melalui beberapa tahap pemisahan, diperoleh tembaga(I) sulfida yang kemudian diubah menjadi logam tembaga melalui tahap pembentukan logam tembaga(I) oksida. Logam tembaga yang diperoleh dimurnikan melalui elektrolisis dengan menggunakan katode tembaga7). 2.2 Zeolit Istilah zeolit berasal dari bahasa Yunani, yaitu zein dan lithos. Zein artinya mendidih, dan lithos yang artinya batu. Jadi, secara harfiah zeolit berarti batu yag mendidih jika dipanaskan. Istilah ini digunakan oleh Baron Axel Federic Constedt pada tahun 1756 . Constedt hanya melakukan pengamatan secara fisik dalam memberikan nama tersebut. Barulah pada akhir abad 19, pengetahuan dan penggunaan mineral zeolit berkembang dengan pesat8). Struktur zeolit sejauh ini diketahui bermacam-macam, tetapi secara garis besar strukturnya terbentuk dari unit bangun primer, berupa tetrahedral yang kemudian menjadi unit bangun sekunder polihedral dan membentuk polihedra dan akhirnya unit struktur zeolit . Struktur dasar zeolit adalah kerangka alumina silikat tetrahedral yang tersusun dari rantai – rantai yang menghubungkan atom Si dan Al dengan empat atom O yang terikat secara ikatan kovalen. Dengan demikian, kerangka tetrahedral memiliki muatan parsial negatif karena adanya perubahan isomorf dari Si(IV) ke Al(III). Kerangka tetrahedral dengan muatan parsial negatif tersebut dinetralkan dengan kation yang dapat dipertukarkan. Ikatan yang terjadi dalam kerangka yang bermuatan parsial negatif dengan kation adalah ikatan ion. Pada umumnya kation – kation yang menyusun zeolit adalah Na, K, Ca, Sr, atau Ba. Para ahli geokimia dan mineralogi memperkirakan bahwa zeolit merupakan mineral hasil sedimentasi dari batuan vulkanik, metamorfosis atau batuan metasomatik yang mengalami pelapukan4). Dugaan lain mengatakan bahwa zeolit berasal dari debu – debu vulkanik yang berterbangan dan mengendap di dasar danau atau lautan. Debu – debu tersebut mengalami perubahan dengan air laut sehingga terbentuk sedimen – sedimen yang mengandung zeolit. Zeolit yang berasal dari batuan vulkanik mempunyai kualitas yang lebih baik karena kandungan silikatnya cukup tinggi. Kandungan silikat yang cukup tinggi akan memberikan karakter kovalen yang lebih dominan pada rangka zeolit, sehingga sistem rangka akan lebih stabil daripada zeolit dengan kandungan alumina (pembawa sifat ionik) yang tinggi. Berikut adalah jenis – jenis zeolit berdasarkan perbandingan Si/Al: Tabel 2. 1 Jenis – jenis zeolit berdasar perbandingan Si / Al 2.2.1 Zeolit Si/Al Simetri Clinoptilolite 4,25-5,25 Monoklin Analcime 1,8-2,8 Kubus Mordenite 4,17-5,0 Ortorombik Fungsi zeolit 2.2.1.1 Penyaring molekul dan penyerap gas atau cairan Zeolit berfungsi sebagai penyaring molekul serta sebagai penyerap gas atau cairan. Zeolit sebagai penyaring molekul, bekerja dengan cara mengambil dari campuran gas yang hanya memiliki ukuran molekul pada rentang tertentu. Pori zeolit mengandung air. Air yang terkandung dalam pori tersebut dapat dilepas dengan pemanasan pada temperatur 3000C sampai dengan 4000C. Dengan pemanasan pada rentang temperatur tersebut, air dapat keluar sehingga zeolit dapat berfungsi sebagai penyerap gas atau cairan8). 2.2.1.2 Penukar kation Zeolit memiliki sruktur molekuler yang unik, yaitu atom silikon dikelilingi oleh 4 atom oksigen sehingga membentuk semacam jaringan dengan pola yang teratur. Di beberapa tempat dalam struktur jaringan ini, atom silikon digantikan dengan atom aluminium, yang hanya terkoordinasi dengan 3 atom oksigen. Atom aluminium ini hanya memiliki muatan 3+, 5 sedangkan silikon sendiri memiliki muatan 4+. Keberadaan atom aluminium ini secara keseluruhan akan menyebabkan zeolit memiliki muatan negatif. Muatan negatif inilah yang menyebabkan zeolit mampu mengikat dan mempertukarkan kation9). Proses pertukaran kation pada zeolit dapat dijelaskan sebagai berikut: zeolit dibentuk atas penggabungan dan pengulangan dari unit – unit tetrahedral AlO4 dan SiO4 yang dihubungkan oleh atom oksigen. Susunan tetrahedral ini akan membentuk rongga – rongga dalam zeolit yang saling berhubungan. Dengan adanya aluminium yang bervalensi 3 dalam posisi tetrahedral maka untuk mempertahankan kenetralan muatan listriknya maka dalam posisi tetrahedral ini diperlukan penambahan muatan positif yang umumnya diisi oleh ion alkali atau alkali tanah. Ion alkali atau alkali tanah inilah yang dapat dipertukarkan dengan ion logam lainnya. Dalam penelitian ini, diperkirakan ion yang dipertukarkan adalah ion Na+ yang terdapat dalam zeolit yang telah diaktivasi, dengan ion Cu2+ dalam larutan. 2.2.1.3 Katalis Kemampuan zeolit sebagai katalis berkaitan dengan tersedianya pusat-pusat aktif dalam saluran antar zeolit. Pusat-pusat aktif tersebut terbentuk karena adanya gugus fungsi asam tipe Bronsted maupun Lewis. Perbandingan kedua jenis asam ini tergantung pada proses aktivasi zeolit dan kondisi reaksi. Pusat-pusat aktif yang bersifat asam ini selanjutnya dapat mengikat molekul-molekul basa secara kimiawi. Sifat ini banyak digunakan dalam berbagai reaksi organik seperti isomerisasi, crude oil cracking dan sintesis bahan bakar. Zeolit juga dapat digunakan sebagai katalis reaksi redoks. Peranan zeolit sebagai katalis juga dimungkinkan terjadi karena zeolit memiliki struktur pori mikro yang unik. Salah satu syarat agar reaksi dapat dikatalisis oleh zeolit adalah pereaksi yang dapat masuk ke dalam sistem rongga dan saluran zeolit, serta produk yang dapat berdifusi keluar. Apabila produk tidak dapat berdifusi keluar karena ukurannya terlalu besar, maka produk akan diubah menjadi suatu bentuk yang lebih kecil sehingga dapat berdifusi atau produk tersebut tetap berada dalam sistem rongga dan saluran zeolit. Dengan demikian, zeolit sering disebut juga sebagai shape-selective catalysts9). 2.3 Bentonit Nama bentonit berasal dari nama sebuah kota yaitu Ford Benton Wyoming di Amerika Serikat yang diabadikan sebagai nama lempung (clay mineral), karena lempung yang pertama kali ditemukan pada daerah tersebut memiliki sifat yang berbeda dengan lempung 6 yang ditemukan sebelumnya. Keunikan sifat bentonit adalah kemampuan bentonit untuk mengembang dan membentuk koloid jika dimasukkan ke dalam air. Mineral pembentuk bentonit adalah montmorilonit yang mengalami proses alterasi dan pelapukan, terutama alterasi hidrotermal terhadap batuan illite10). Bentonit merupakan mineral alumina silikat hidrat yang termasuk dalam kelas pilosilikat, atau silikat berlapis yang terdiri dari jaringan tetrahedral (SiO4)2- yang terjalin dalam bidang tak hingga membentuk jaringan anion (Si2O3)2- dengan perbandingan Si/O sebesar 2/5. Rumus umum bentonit adalah Al2O3..4SiO2.H2O . Menurut Gillson, 85% kandungan bentonit adalah montmorilonit. Struktur kristal montmorilonit terdiri dari tiga lapisan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut: Gambar 2. 1 Struktur montmorillonit Satu lapisan berstruktur oktahedral dengan atom pusat Al dan dua lapisan berstruktur tetrahedral dengan atom pusat Si. Lapisan ini akan bergabung dan ujung – ujung kisi berstruktur tetrahedron silika akan membentuk lapisan dengan lapisan hidroksil yang berstruktur oktahedron. 7 2.4 2.4.1 Jenis – jenis Bentonit Natrium bentonit Bentonit jenis ini disebut juga bentonit tipe Wyoming atau drilling bentonite. Mengandung ion Na+ relatif lebih banyak jika dibandingkan dengan ion Ca2+ dan ion Mg2+. Natrium bentonit mempunyai sifat mengembang apabila dicelupkan kedalam air hingga delapan kali lipat dari volume semula, sehingga dalam keadaan suspensi akan lebih kental. pH suspensi bernilai 8,5 – 9,8 (bersifat basa). Mineral ini sering dipergunakan untuk lumpur pemboran, penyumbat kebocoran bendungan, bahan pencampur pembuatan cat, bahan baku farmasi, dan perekat pasir cetak pada industri pengecoran logam. 2.4.2 Kalsium bentonit Bentonit jenis ini disebut juga Mg,Ca-Bentonit. Jenis ini mengandung kalsium (K2O) dan magnesium (MgO) lebih banyak dibandingkan natriumnya dan mempunyai sifat sedikit menyerap air sehingga apabila didipersikan dalam air akan cepat mengendap (tidak membentuk suspensi). pH kalsium bentonit bernilai 4, 0 – 7,0 (bersifat asam). Mineral ini dipergunakan untuk bahan pemucat warna untuk minyak. 2.5 Membran Secara makroskopik, membran didefinisikan sebagai suatu lapisan penghalang tipis atau pembatas selektif yang diletakkan diantara dua buah fasa2). Membran memiliki kemampuan untuk meloloskan spesi kimia tertentu, tetapi dapat menahan spesi kimia yang lain. Proses pemisahan dengan membran adalah pemisahan molekul atau partikel yang sangat halus. Molekul atau partikel tersebut berpindah menembus membran dari satu fasa ke fasa lain akibat adanya gradien temperatur (ΔT), gradien konsentrasi (ΔC), gradien tekanan (ΔP) atau gradien energi (ΔE). 8 Hasil pemisahan berupa retentat (bagian dari campuran yang tidak melewati membran) dan permeat (bagian dari campuran yang melewati membran). Secara sederhana dapat ditunjukkan melalui Gambar 2.2 berikut: fasa 1 membran fasa 2 permeat larutan umpan gaya dorong Gambar 2. 2 Proses pemisahan dengan membran Kinerja membran ditentukan oleh dua parameter, yaitu selektivitas dan laju alir membran (fluks). Fluks dinyatakan sebagai volume permeat per luas membran per waktu seperti yang ditunjukkan oleh persamaan 2.1 berikut: J = V / A.t (persamaan 2. 1) dengan J = fluks permeat (dm3/m2. jam), V merupakan volume permeat (dm3), A merupakan luas permukaan membran (m2) , dan t adalah waktu (jam). Proses pemisahan dengan membran dilakukan dengan tujuan: 1. Pemekatan. Dalam hal ini, komponen yang diinginkan memiliki konsentrasi yang rendah, sehingga pelarutnya dikurangi untuk meningkatkan konsentrasi. 2. Pemurnian. Dalam hal ini, terdapat bahan pengotor yang tidak diinginkan dan harus dihilangkan. 3. Fraksionasi. Dalam hal ini, suatu campuran harus dipisahkan menjadi dua komponen yang keduanya diinginkan. 2.5.1 Jenis membran Berdasarkan jenis pemisahan dan strukturnya, membran dapat dibagi menjadi tiga kategori11): 1. Membran berpori. Pemisahan didasarkan pada perbedaan ukuran partikel. Hanya partikel dengan ukuran tertentu yang dapat melewati membran sedangkan sisanya 9 akan tertahan. Berdasarkan klasifikasi IUPAC, pori dapat dikelompokkan menjadi pori berukuran makro (>50nm), pori berukuran meso (2-50nm), dan pori berukuran mikro (<2nm). Membran berpori digunakan pada mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi. 2. Membran tidak berpori. Membran ini dapat digunakan untuk memisahkan molekul dengan ukuran yang sama, baik gas maupun cairan. Perpindahan molekul terjadi melalui mekanisme difusi. Molekul terlarut di dalam membran, kemudian berdifusi menembus membran tersebut. 3. Membran pembawa (carrier membrane). Dalam hal ini, perpindahan terjadi dengan bantuan molekul pembawa yang mentransportasikan komponen yang diinginkan untuk melewati membran. Molekul pembawa memiliki afinitas yang spesifik terhadap salah satu komponen sehingga pemisahan dengan selektivitas yang tinggi dapat dicapai. Pada umumnya, molekul pembawa berperan sebagai pengkompleks molekul yang akan dipisahkan. 2.5.2 Keunggulan pemisahan dengan membran Tekonologi pemisahan dengan membran mempunyai keunggulan dibandingkan dengan teknologi pemisahan lainnya, antara lain: 1. Teknologi pemisahan membran dengan didasarkan pada ukuran molekul sehingga dapat dilakukan pada temperatur rendah. Hal ini dapat menghindari kerusakan pelarut maupun partikel yang terlarut yang sensitif terhadap panas. 2. Pemakaian energi relatif rendah karena biasanya pemisahan menggunakan membran tidak melibatkan perubahan fasa. Meskipun dapat terjadi perubahan fasa seperti pada kasus pemisahan dengan membran distilasi, namun temperatur yang dibutuhkan jauh lebih rendah daripada titik didih larutan yang akan dipisahkan. 3. Retentat dan permeat tidak mengalami perubahan struktur sehingga dapat digunakan kembali. 4. Pemisahan dengan membran dapat digabungkan dengan jenis operasi lainnya. 2.6 Spektrofotometri Serapan Atom12) Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) didasarkan pada penyerapan energi sinar UV atau sinar tampak oleh atom – atom netral dalam kedaan gas. SSA digunakan untuk analisis kuantitatif unsur – unsur logam dalam jumlah renik. Cara analisis ini memberikan kadar total 10 unsur logam dalam suatu cuplikan dan tidak bergantung pada bentuk spesi logam tersebut dalam cuplikan. Analisis dengan SSA memiliki beberapa keuntungan, seperti: kepekaan yang tinggi, analisis sederhana dan tidak memerlukan pemisahan untuk analisis campuran logam. 2.6.1 Prinsip analisis dengan SSA Jika cahaya dengan panjang gelombang tertentu yang sesuai mengenai suatu atom yang berada pada keadaan dasar, maka atom dapat menyerap energi cahaya tersebut untuk berpindah ke keadaan tereksitasi. Proses ini disebut sebagai serapan atom. Dalam bentuk skema, proses penyerapan cahaya ini dapat digambarkan sebagai berikut: + energi cahaya keadaan dasar keadaan tereksitasi Gambar 2. 3 Proses serapan atom Pada pengukuran dengan metode serapan atom, yang diperlukan adalah besarnya intensitas cahaya pada panjang gelombang resonansi yang mampu diserap oleh atom. Jika jumlah atom dalam berkas cahaya meningkat, maka intensitas cahaya yang diserap juga akan meningkat. Melalui pengukuran besarnya intensitas cahaya yang diserap, analisis kuantitatif suatu analit yang terdapat dalam suatu contoh dapat dilakukan dengan mudah. Penggunaan sumber sinar yang khusus dan pemilihan panjang gelombang yang tepat memungkinkan analisis kuantitatif suatu unsur dalam campuran. 11 2.6.2 Bagian – bagian SSA Skema bagian – bagian pada SSA ditunjukkan pada Gambar 2.4 berikut: sumber sinar sel cuplikan pengukuran cahaya spesifik detektor sumber sinar monokromator chopper nyala elektronik pencatat Gambar 2. 4 Bagian – bagian pada SSA ● Sumber sinar Sumber sinar pada SSA adalah lampu katoda berongga. Lampu ini disusun oleh katode dan anode dalam sebuah tabung yang mengandung gas mulia, biasanya gas argon atau neon yang bersifat inert. Lampu katoda berongga memberikan garis pancaran yang panjang gelombangnya sama dengan panjang gelombang garis serapan atom, sehingga dapat terjadi serapan yang optimum. ● Chopper Alat yang dapat berputar dengan frekuensi tertentu yang digunakan untuk memperoleh sinar yang mencapai detektor. ● Monokromator Digunakan untuk menghilangkan gangguan yang berasal dari spektrum kontinu yang dipancarkan oleh molekul – molekul gas bahan bakar yang terkesitasi di dalam nyala. ● Nyala api Digunakan sebagai tempat pengatomisasi sehingga diperoleh uap atom – atom netral. ● Detektor Digunakan untuk menangkap pancaran sinar dari nyala yang kemudian diubah menjadi arus listrik. 12 2.6.3 Gangguan – gangguan pada SSA Yang dimaksud dengan gangguan pada SSA adalah peristiwa – peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi menjadi menyimpang terhadap absorbansi yang sebenarnya, yang sesuai dengan konsentrasi cuplikan. Gangguan – gangguan pada SSA terjadi terutama di dalam nyala. Gangguan – gangguan tersebut disebabkan oleh adanya antaraksi dan reaksi yang menentukan jumlah atom – atom di dalam nyala. Gangguan – gangguan yang terjadi pada SSA terbagi menjadi dua: 1. Gangguan nonspektral. Gangguan nonspektral adalah gangguan yang diakibatkan oleh terganggunya proses atomisasi analit. Terdapat tiga jenis gangguan dalam hal ini, yaitu: a. Gangguan Matriks Gangguan ini dapat timbul jika terdapat perbedaan sifat-sifat fisik yang nyata antara larutan standar dengan cuplikan. Jika larutan contoh mempunyai viskositas atau tegangan permukaan yang berbeda nyata dengan standar, maka jumlah larutan yang terhisap kedalam ruang pencampur akan berbeda. Pada kondisi ini, jumlah yang sampai ke dalam nyala berbeda, sehingga jumlah atom yang terbentukpun akan berbeda. Dengan demikian, absorban yang terukur tidak akan menunjukkan korelasi antara standar dan cuplikan. b. Gangguan Kimia Gangguan ini timbul akibat tahap atomisasi tidak berlangsung dengan sempurna. Jika contoh mengandung komponen yang mampu membentuk senyawa tahan panas atau stabil pada suhu tinggi (refraktori) dengan analit maka proses atomisasi tidak akan berlangsung dengan sempurna. c. Gangguan Ionisasi Pada proses-proses yang terjadi di dalam nyala, proses dissosiasi belum tentu berhenti sampai terbentuknya atom – atom pada keadaan dasar. Proses ini dapat berlanjut sampai tahap ionisasi atom – atom tersebut. Karena pengukuran absorbansi didasarkan atas populasi/jumlah atom yang berada dalam keadan dasar, maka terjadinya ionisasi akan memperkecil jumlah cahaya yang diserap. Gangguan ionisasi banyak ditemui pada penggunaan nyala dengan suhu tinggi. Jika digunakan nyala udara - asetilen, maka gangguan seperti ini sering dijumpai pada analisis unsur - unsur yang mudah terionisasi seperti unsurunsur golongan alkali dan alkali tanah. 13 2. Gangguan Spektral Gangguan spektral umumnya termanifestasi dalam bentuk peningkatan tak teratur dari adalah gangguan serapan latar belakang. Tidak semua komponen dalam cuplikan mampu diatomisasi dengan sempurna. Molekul-molekul yang tak teratomisasi ini dapat menyerap cahaya pada spektrum cahaya yang cukup lebar, sedangkan partikel-partikel halus yang terbentuk dalam nyala dapat menghamburkan cahaya pada spektrum yang luas. Jika serapan non-spesifik ini tumpang tindih dengan panjang gelombang penyerapan dari analit maka akan terjadi gangguan serapan latar belakang. Untuk mengurangi gangguan ini, harus dilakukan koreksi latar belakang dengan mengukur besarnya serapan latar belakang tersebut dan mengurangkannya dengan serapan total yang diperoleh. 2.7 Scanning Electron Microscopy (SEM)13) SEM digunakan untuk mengetahui morfologi suatu membran. Prinsip kerja SEM adalah berkas elektron diarahkan ke titik – titik pada sampel (scanning). Gerakan tersebut ditimbulkan oleh scanning coal. Sinyal pantulan dideteksi oleh tabung pengganda foton (photomultiplier tube). Data sinyal dari satu titik sampel ke titik sampel yang lain diperkuat oleh video amplifier. Selanjutnya, sinyal yang telah diperkuat dan disinkronkan oleh scanning circuit ditampilkan dalam bentuk gambar pada layar tabung sinar katode (cathode ray tube-CRT). Agar berkas elektron dapat diteruskan dengan baik tanpa gangguan, mulai dari penghasil elektron (electron gun) hingga aperture sampai akhirnya mengenai sampel, maka harus dilakukan pada kondisi vakum yang tinggi. Tingkat kevakuman yang kurang baik dapat mengakibatkan kontaminasi pada spesimen maupun pada mikroskop. Selain itu, juga dapat mengurangi umur penggunaan filamen electon gun menjadi lebih singkat, karena cepat putus. Khusus untuk material nonkonduktif, seperti pada polimer, diperlukan proses pelapisan pada permukaan sampel dengan material konduktif, seperti emas, platina, paladium, atau karbon. Untuk keperluan ini, dapat digunakan vacuum evaporation unit atau cathodic spattering unit. 14 Gambar 2. 5 Bagian – bagian pada SEM 15