BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Proses Sosial Menurut Gillin dan Gillin

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Proses Sosial
Menurut Gillin dan Gillin, ada dua macam proses sosial yang timbul akibat
interaksi sosial, yaitu proses asosiatif dan proses disosiatif.
Proses Asosiatif, Pada hakikatnya proses ini mempunyai kecenderungan untuk
membuat masyarakat bersatu dan meningkatkan solidaritas di antara anggota
kelompok. Kemudian bentuk proses asosiatif, yaitu kerja sama, akomodasi,
asimilasi, dan akulturasi.1
Pada proses asosiatif, yang pertama adalah kerja sama merupakan bentuk
interaksi sosial yang pokok. Kerja sama dilakukan oleh manusia dalam
masyarakat dengan tujuan agar kepentingannya lebih mudah tercapai. Yang kedua
yakni, Akomodasi adalah suatu bentuk proses sosial yang di dalamnya terdapat
dua atau lebih individu atau kelompok yang berusaha untuk saling menyesuaikan
diri, tidak saling mengganggu dengan cara mencegah, mengurangi, atau
menghentikan ketegangan yang akan timbul atau yang sudah ada, sehingga
tercapai kestabilan keseimbangan. Kemudian yang ketiga yakni, Asimilasi
merupakan sebuah proses yang ditandai oleh adanya usaha-usaha untuk
mengurangi perbedaanperbedaan yang terdapat di antara individu-individu atau
kelompok individu. Dan yang terakhir yakni, Akulturasi adalah suatu keadaan di
1
Ajat sudrajat. Bentuk-bentuk dan aturan dalam interaksi sosial 2011. [online] tersedia di
www.http://Bentuk-Bentuk dan Aturan dalam Insteraksi Sosial.htm. diakses pada tanggal
20/12/2012
mana unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk lambat laun diterima dan diolah
ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian
kebudayaan sendiri. Dalam akulturasi kita mengenal unsur-unsur kebudayaan
yang mudah diterima dan unsur-unsur kebudayaan yang sulit diterima.
Sedangkan Proses disosiatif merupakan sebuah proses yang cenderung
membawa anggota masyarakat ke arah perpecahan dan merenggangkan solidaritas
di antara anggota-anggotanya. Kita mengenal tiga bentuk proses disosiatif, yaitu
persaingan, kontravensi, dan konflik.
Persaingan merupakan suatu proses sosial di mana individu atau kelompok
mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada masa tertentu
menjadi pusat perhatian umum, tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan.
Persaingan harus dilaksanakan dengan berpedoman pada nilai dan norma yang
berlaku dalam masyarakat. Hal-hal yang dapat menimbulkan terjadinya
persaingan atau kompetisi antara lain sebagai berikut, Perbedaan pendapat
mengenai hal yang sangat mendasar, Perselisihan paham yang mengusik harga
diri dan kebanggaan masing-masing pihak yang ditonjolkan., Keinginan terhadap
sesuatu yang jumlahnya sangat terbatas atau menjadi pusat perhatian umum,
Perbedaan sistem nilai dan norma dari kelompok masyarakat, Perbedaan
kepentingan politik kenegaraan, baik dalam negeri maupun luar negeri.
Kontravensi adalah suatu proses komunikasi antarmanusia, di mana antara pihak
yang satu dengan pihak yang lain sudah terdapat benih ketidaksesuaian, namun di
antara
pihak-pihak
ketidaksesuaiannya.
yang
terlibat
itu
saling
menyembunyikan
sikap
Konflik, Istilah „konflik‟ berasal dari kata Latin „configere‟ yang berarti saling
memukul. Dalam pengertian sosiologi, konflik dapat didefinisikan sebagai suatu
proses sosial di mana dua orang atau kelompok berusaha menyingkirkan pihak
lain dengan jalan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.
Menurut Robert M.Z. Lawang, konflik adalah perjuangan untuk
memperoleh hal-hal yang langka seperti nilai, status, kekuasaan, dan sebagainya,
di mana tujuan mereka yang berkonflik itu tidak hanya untuk memperoleh
keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan pesainganya.
2.2 Teori Sistem : Menciptakan Konsep Perubahan Sosial
Pemikiran tentang sistem merupakan suatu kesatuan yang kompleks terdiri
berbagai antar hubungan dan dipisahkan dari lingkungan sekitar oleh batas
tertentu. Organisme jelas merupakan contoh sebuah sistem, begitu pula molekul,
bangunan, planet, dan galaksi. Pemikiran umum seperti ini dapat pula diterapkan
pada masyarakat manusia dengan berbagai tingkat kompleksitasnya. Pada tingkat
makro keseluruhan masyarakat dunia (kemanusiaan) dapat dibayangkan sebagai
sebuah sistem. Pada tingkat menengah (mezo) negara bangsa (nation state) dan
kesatuan politik regional atau aliansi militer pun dapat dipandang sebagai sebuah
sistem. Pada tingkat mikro. Komunitas lokal, asosiasi, perusahaan, keluarga, atau
ikatan pertemanan dapat diperlakukan sebuah sistem kecil. Begitu pula, segmen
tertentu dari masyarakat seperti aspek ekonomi, politik, dan budaya secara
kualitatif juga sebagai sebuah sistem. Begitulah ditangan pakar teori sistem seperti
Talcott Parsons2
Perubahan sosial dapat dibayangakan sebagai perubahan yang terjadi
didalam atau mencakup sistem sosial. Lebih tepatnya, terdapat perpedaan antara
keadaan sistem tertentu dalam jangka waktu berlainan. Berbicara tentang
perubahan, kita membayangkan sesuatu yang terjadi setelah jangka waktu
tertentu; kita berurusan dengan keadaan yang diamati antara sebelum dan sesudah
jangka tertentu. Jadi konsep dasar perubahan sosial mencakup tiga gagasan: (1)
perbedaan; (2) pada waktu berbeda; dan (3) diantara keadaan sistem sosial yang
sama.3
Menurut Zstompka konsep dasar mengenai perubahan sosial menyangkut tiga hal
yakni yang pertama, studi mengenai perbedaan; yang kedua, studi harus
dilakukan pada waktu yang berbeda; yang ketiga, pengamatan pada sistem sosial
yang sama.4
Merujuk pada teori sistem yang menciptakan konsep perubahan sosial yakni
berbicara tentang sistem berarti adalah suatu ikatan yang terdiri antar organisme
dalam suatu lingkup wilayah dan membentuk suatu hubungan tertentu yang tidak
dibatasi oleh waktu, dan dapat dibagi dalam beberapa tingkatan. Sehingga dapat
menciptakan konsep perubahan sosial yang terjadi didalan sistem sosial tersebut
yakni, dikarenakan terjadinya perbedaan keadaan dalam jangka waktu yang
2
Talcott Parsons.1902-1979. Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: prenada 2010.
3
4
Ibid Talcott Parsons
Nanang Martono.2011. sosiologi perubahan sosial, Jakarta:RajaGrafindo Persada 2011.
berlainan. Maka kaitannya dengan penelitian ini yakni yang menjadi sebuah
sistem disini dapat diumpamakan sebagai suatu masyarakat yang berada dalam
suatu wilayah tertentu yang menjalin hubungan dengan lingkungan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi seiring berjalannya waktu
lingkungan hidup yang menjadi tempat pencaharian penduduk mengalami proses
perubahan dari waktu ke waktu yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu,
sehinga mengakibatkan hubungan antara manusia (masyarakat) dan lingkungan
menjadi tidak normal. Yakni proses perubahan stabilitas danau yang menjadi
dangkal disebabkan karena faktor alam dan juga aktifitas-aktifitas masyarakat
yang dapat merusak lingkungan (danau), yang pada akhirnya juga berakibat buruk
pada kehidupan masyarakat, seperti kesehatan yang terganggu akibat adanya
pencemaran lingkungan, hilangnya sumber pencaharian nelayan, dan hal yang
paling mendasar adalah pengaruhnya bagi kehidupan mayarakat nelayan yang
kesehariannya menggantungkan pendapatannya dengan cara memanfaatkan hasil
danau ini.
2.3 Perubahan Sebagai Proses Dinamika Sosial Budaya
Kata perubahan, dinamika, dan manusia (masyarakat sebagai makhluk
sosial budaya) tidak terpisahkan dalam realitas kehidupan. Kata dinamika berasal
dari bahasa Yunani yang berarti; dapat, mampu (jadi kuat), kemudian menjadi
kata dinamic (Inggris) atau dinamis yang berarti kemampuan atau kekuatan yang
aktif, dari kata dinamis tersebut, dibentuk kata dinamika yang artinya punya
kekuatan, punya daya gerak, arti tersebut meluas terhadap apa saja yang memiliki
kekuatan dan daya gerak, sehingga kekuatan dahsyat yang eksplosif (meledak)
disebut dinamit (Drijarkara, 1985). Dalam pembahasan ini perubahan merupakan
“dinamika” yang memiliki kekuatan dan daya gerak yang efektif dalam
masyarakat.
Pemahaman terhadap pengertian dinamika sosial tidak bisa dilepaskan dari
kerangka konseptual dasar tentang hakekat masyarakat dan perkembangan
kehidupan sosialnya. Seperti dimaklumi, masyarakat atau biasa disebut pula
dengan kehidupan sosial telah menjadi tema sentral diskursus keilmuan sosial,
utamanya sosiologi dan antropologi. Kajian mendalam yang dilakukan para
ilmuan sosial telah menghasilkan suatu pemahaman konseptual tentang
masyarakat yang tidak tunggal. Kompleksitas pema-haman tentang masyarakat
dan perkembangan kehidupan sosialnya terkait erat dengan asumsi-asumsi teoritik
yang menjadi paradigma keilmuannya.
Menurut pandangan teori interaksi, masyarakat itu bukanlah sosok
organisme yang tumbuh dan berkembang menurut kadar ketentuan hukum-hukum
alam sebagaimana pandangan yang berlaku umum dalam teori sosialnya
kelompok kolektivis, holistik dan organistik. Seperti dimaklumi, kelompok yang
disebut belakangan ini selalu memahami masyarakat sebagai realitas objektif yang
berkembang dinamis menuju satu kesatuan sosial yang integral. Masyarakat
diibaratkan seperti organ (badan) yang hidup (dinamis) dan tidak mati (statis).
Pandangan ini juga dikenal dengan karakter teoritiknya yang memandang
dan menempatkan peran dominan masyarakat yang melingkupi keber-adaan dan
peran penting individu di dalamnya. Menurutnya, individu itu hanya melayani dan
mengabdi kepada masyarakat (Hoselitz, 1988). Tegasnya, individu-individu itu
adalah bagian-bagian organisme yang hidup demi kepentingan keseluruhan.
Mereka adalah subjek pasif yang tidak memiliki kebebasan kompetensial dalam
menghadapi kekuatan sosial dan alam yang maha hebat.
Pandangan yang
kolektivistis, holistis dan organistis semacam itu terlihat jelas, misalnya, dalam
pemikirannya August Comte, Herbert Spencer dan kelompok Darwinisme Sosial.
Pada umumnya, mereka melihat masyarakat secara holistis sebagai kesatuan atau
keseluruhan organik yang dalam bentuk dan arahnya tidak bergantung pada
inisiatif para anggotanya atau individu-individu yang ada di dalamnya, melainkan,
pada proses spontan otomatis perkembangan akal budi manusia yang dapat
berkembang dengan sendirinya.
Proses perkembangan berlangsung tahap demi tahap dan merupakan
proses alamiah yang tidak terelakan dan tidak terhentikan. Dalam konteks
demikian ini, perkembangan atau evolusi yang menjadi titik tolak bagi prosesproses sosial itu dikuasai oleh hukum universal yang berlaku bagi semua orang
dimanapun dan kapanpun secara linear yang, menurut Spencer, beranjak dari
kondisi homogenitas tak terpadu yang tak pasti (undefinite, incoherent homogenity) ke arah heterogenitas terpadu yang pasti (difenite, coherent heterogenity)
(Johnson, 1988: 82; Veeger, 1993: 20).
Paradigma interaksi juga tidak memandang masyarakat sebagai-mana
pandangan
individualistis,
atomistis,
dan
mekanistis
yang
cenderung
deterministik, individu ditempatkan sebagai poros tunggal pembentuk dan
sekaligus inti dari kehidupan sosial yang paling nyata. Masyarakat bukan kesatuan
organis, melainkan sebagai kejamakan (plurality) yang terdiri dari banyak
individu, yang hanya dalam penampakan merupakan kesatuan. Artinya, kesatuan
mereka bersifat semu karena segala sesuatunya ditentukan kemauan otonom
individu-individu.
Argumentasi yang mendasari pendapat ini adalah “keluarkanlah semua
individu dari masyarakat, niscaya masyarakat akan berhenti, tetapi bubarkanlah
masyarakat, serta lembaga-lembaga, individu akan tetap ada”, (Veeger, 1993: 69).
Kesediaan individu-individu untuk mengikat diri dalam suatu masyarakat, tiada
lain hanyalah sebagai sarana untuk saling memperkuat, dan sebagai perimbangan
suatu keadaan dimana tak seorang pun yang lebih kuat dari pada yang lain.
Vilfredo Pareto (dalam Veeger, 1993: 73), salah seorang sosiolog yang mengikuti
garis pemikiran ini menekankan bahwa hidup bermasyarakat terdiri dari apa yang
dilakukan oleh anggota-anggota individu. Mereka merupakan the material points
or molecules dari sistem yang disebut masyarakat.
Sistem sosial yang eksistensinya ditopang oleh individu-individu
senantiasa mengarah kepada keseimbangan yaitu pemeliharaan keseimbangan
atau pemulihan keseimbangan setelah terjadinya pergolakan. Dalam hal ini,
keseimbangan dimaknai sebagai akibat dari proses yang sifatnya mekanistis
karena setiap individu memiliki perasaan otomatis yang aktif menentang setiap
hal yang mengancam atau mengganggu kestabilan. Paradigma proses interaksi
tidak memandang masyarakat hanya dari salah satu dari dua sisi dimensional yang
ada pada kehidupan sosial, tetapi memahami masyarakat secara utuh. Menurut
paradigma tersebut, pada diri apa yang disebut masyarakat itu terdapat dua
dimensi yang saling terkait dan meresapi satu sama lain, yaitu dimensi
kolektivistis (objektif) dan sekaligus dimensi individualistis (subjektif). Jadi,
masyarakat sebagai proses dapat dilihat dari dua segi, yang dalam kenyatannya
tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain karena satu.
Pertama, masyarakat dapat ditinjau dari segi anggotanya yang membentuk,
mendukung, menunjang, dan meneruskan suatu pola kehidupan bersama tertentu
yang disebut masyarakat, atau yang berusaha untuk mengubahnya. Kedua,
masyarakat dapat ditinjau dari segi pengaruh struktur atas anggotanya. Pengaruh
itu demikian penting, hingga dapat dikata bahwa tanpa adanya pengaruh itu
manusia tidak bisa hidup, apalagi berkembang (Veeger, 1993)
Selaras dengan pandangan interaksi tersebut di atas, George Simmel
(dalam Veeger, 1993: 91) berpendapat bahwa tidak ada kelompok yang mempunyai hidup dalam dirinya lepas dari anggotanya. Begitu juga, tidak ada hukum,
bahasa, filsafat negara atau pranata sosial lainnya yang melayang-layang di atas
kepala individu-individu konkrit atau berevolusi secara bertahap, atau mempunyai
riwayat hidup sendiri. Masyarakat terbentuk karena adanya suatu proses “sosiasi”
(bahasa Jerman Vergesellschaftung yang berarti “proses di mana masyarakat itu
terjadi”). Sosiasi meliputi interaksi timbal balik yang sifatnya dialektis.
Melalui proses ini, individu saling berhubungan dan saling mempengaruhi, yang berimplikasi pada kemunculan masyarakat itu sendiri (Johnson,
1988: 257). Karena itu dapat dikatakan, bahwa antara individu dan masyarakat
merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan, satu sama lain saling
mempengaruhi terjadinya dinamisasi sosial. Individu-individu membentuk
masyarakat dan masyarakat adalah kumpulan dari individu, keduanya selalu
berproses secara dinamis dalam pola dan bentuknya.
Download