PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Sebuah Tinjauan Teoretis) AI SITI FARIDA Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Al-Ghifari, Bandung Email: [email protected] Abstrak Sejalan dengan penyelenggaraan otonomi daerah, juga melahirkan kewenangan daerah untuk mengelola keuangan daerah sendiri yang implementasinya diatur dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Indonesia memasuki Era Otonomi Daerah dengan diterapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 (kamudian menjadi UU No.32 Tahun 2004) tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 (kemudian menjadi UU No.33 Tahun 2004) tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam UU No.32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar urusan pemerintah pusat yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut. Selain itu juga dilaksanakan pula dengan prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Keyword: Otonomi Daerah, Keuangan Daerah A. Pengertian Keuangan Daerah Sejalan otonomi dengan daerah, kepada penyelenggaraan juga peningkatan masyarakat, kesejahteraan sehingga tidak terlalu melahirkan tergantung pada pemerintahan pusat. kewenangan daerah untuk mengelola Keuangan daerah adalah semua hak dan keuangan kewajiban daerah implementasinya sendiri daerah dalam rangka dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 yang dapat dinilai dengan uang termasuk Tentang Perimbangan Keuangan antara di dalamnya segala bentuk kekayaan Pemerintah Pemerintah yang berhubungan dengan hak dan Daerah. Sehingga otonomi daerah telah kewajiban daerah tersebut Mulyana, dkk ikut (2006: 21). Pusat diatur yang dan mempengaruhi perubahan paradigma manajemen keuangan daerah, yaitu pemerintah daerah Hal senada diungkapkan oleh mendapat Mariana & Paskarina (2007:201): keleluasaan mengelola dan menggali Keuangan daerah adalah semua hak dan potensi daerah sekaligus diharuskan kewajiban mengelola dana publik dengan tujuan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah melayani masyarakat yang bermuara yang dapat dinilai dengan uang termasuk 45 daerah dalam rangka Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013 di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Sementara itu keuangan daerah menurut Halim (2007:23-24) adalah: Keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, juga segala satuan, baik berupa uang maupun barang, yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai dengan ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku”. Dari beberapa pengertian keuangan daerah di atas terdapat hak f. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya lainnya yang berada di Daerah; g. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; h. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam perundang-undangan. Sementara kewajiban Daerah, antara lain: a. b. c. d. e. f. dan kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintah daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja dan pembiayaan g. h. i. daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah tersebut harus dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut dan taat pada peraturan j. k. l. m. n. perundang-undangan. Menurut Fuad, dkk, (2006 : 369) Hak Daerah tersebut 46 o. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan masyarakat serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; Mengembangkan kehidupan masyarakat; Mewujudkan keadilan dan pemerataan; Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas sosial yang layak; Mengembangkan sistem jaminan sosial; Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; Mengembangkan sumber daya produksi di Daerah; Melestarikan lingkungan hidup; Mengelola administrasi kependudukan; Melestarikan nilai sosial budaya; Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; Kewajiban lain yang diatur dalam perundang-undangan mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahannya; b. Memilih pemimpin Daerah; c. Mengelola aparatur Daerah; d. Mengelola kekayaan Daerah; e. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah; Sehingga daerah merupakan salah satu kriteria penting untuk mengetahui kemampuan daerah secara nyata dan merupakan faktor esensial untuk mengukur tingkat kemampuan ISSN: 873 – 3741-1 keuangan daerah dalam Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013 melaksanakan pengelolaan keuangan 47 menyebutkan bahwa: daerah, semakin baik pengelolaannya Salah satu kriteria penting untuk semakin berdaya guna pemakaian uang mengetahui secara nyata tersebut sesuai apa yang dikatakan oleh kemampuan daerah dalam Manullang (1983:67) bahwa: mengatur dan mengurus rumah Bagi kehidupan suatu negara, masalah keuangan negara sangat penting. Makin baik keuangan suatu negara, maka semakin stabil pula kedudukan pemerintah dalam negara itu. Sebaliknya, kalau keuangan negara itu kacau maka pemerintah akan menghadapi berbagai kesulitan dan rintangan dalam menyelenggarakan segala kewajiban yang diberikan kepadanya. Demikian juga bagi suatu pemerintah daerah, keuangan merupakan masalah penting baginya dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerah. Pendapat Manullang tangganya adalah kemampuan self keuangan. keuangan daerahlah Dengan bidang perkataan faktor esensial dalam mengukur kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Selanjutnya Darise (2009: 33) menyebutkan sumber-sumber pendapatan daerah terdiri atas: a. Pendapatan asli daerah (PAD) yaitu: 1. Hasil pajak daerah 2. Hasil retribusi daerah 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4. Dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. b. Dana perimbangan c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. ini yang sangat menentukan corak, bentuk serta kemungkinan-kemungkinan dalam lain, faktor keuangan merupakan menggambarkan tentang arti pentingnya keadaan suporting kegiatan yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah. Secara lebih tegas dikemukakan oleh Pamudji (1980:61-62) bahwa: Pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsi dengan efektif tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan. Dan keuangan inilah merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri. Menurut Kaho (2007:138) Dari uraian di atas, pentingnya posisi keuangan daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah sangat disadari oleh intensifikasi pemerintah dan sumber-sumber maka ekstensifikasi keuangan atau pendapatan asli daerah (PAD) perlu dilakukan penggalian sumber-sumber keuangan yang baru sejalan dengan sumber pendapatan asli daerah yang diatur melalui Undang-undang Nomor 33 ISSN: 873 – 3741-1 Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013 Tahun 2004 agar ketergantungan 48 kemajuan suatu daerah dan bagi efisiensi keuangan daerah, bantuan dan subsidi dan efektifitas dalam dari pemerintah pusat tahap demi tahap keuangan daerah. pengelolaan dapat dikurangi sehingga tidak berakibat berkurangnya hakekat dari desentralisasi dan otonomi sesuai jiwa dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Keuangan daerah menempati B. Pengelolaan Keuangan Daerah Pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pengelolaan keuangan negara yang posisi sentral dalam penyelenggaraan harus dikelola secara efektif dan efisien. pemerintahan Pengelolaan di daerah juga keuangan menunjukkan pada posisi keotonomian merupakan suatu kemampuan penyelenggaraan pemerintahan daerah. keuangan daerahlah maka pemerintah Pengelolaan keuangan daerah adalah daerah dapat dinyatakan mampu atau keseluruhan tidak untuk mengurus rumah tangganya perencanaan, sendiri. Kemampuan mengurus rumah penatausahaan, tangga hakekat pertanggungjawaban dan pengawasan Kemampuan keuangan daerah. Definisi pengelolaan daerah, karena sendiri otonomi merupakan daerah. elemen daerah kegiatan pokok yang dalam meliputi pelaksanaan, pelaporan berotonomi berarti dukungan keuangan, keuangan keuangan sendiri melalui pendapatan asli (2007:330), daerah (PAD) untuk membiayai kegiatan (2007:201) adalah keseluruhan kegiatan pemerintahan, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Mariana penatausahaan, Suatu daerah dikatakan otonom apabila ia memiliki kemandirian agar memberikan daerah pelayanan kepada masyarakat, dan menentukan kebijakan pembangunan menurut dan Halim Paskarina pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah”. Kegiatan pengelolaan bermula pada arah awal tahun anggaran segera setelah tanpa anggaran disahkan dengan perkiraan mengabaikan kepentingan pemerintah (forecast) kebutuhan akan uang kas yang pusat. tersebut berbasis pada antisipasi komitmen yang kemandirian dibuat baik atas kebutuhan rutin maupun Kemandirian menunjukkan pada keuangan daerah yang diperoleh lewat kebutuhan peningkatan pendapatan asli Anggaran yang telah disahkan dan mulai daerah modal/pembangunan. (PAD) itu sendiri, karena pendapatan asli dilaksanakan daerah berada pada posisi sentral bagi Pelaksanaan anggaran yang tentu akan ISSN: 873 – 3741-1 harus dikendalikan. Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013 berupa aktivitas penerimaan dan Konsekuensi 49 logis pelaksanaan pengeluaran dana memerlukan suatu otonomi daerah adalah perubahan dalam alat kendali. Dalam bahasa yang sangat manajemen sederhana adalah Perubahan tersebut antara lain adalah dan perlunya dilakukan budgeting reform atau perlunya kendali tersebut suatu pencatatan pelaporan atas aktivitas penerimaan dan reformasi pengeluaran (2002:104) anggaran dimaksud. keuangan daerah. anggaran. Mardiasmo mendefinisikan Reformasi Pencatatan dan pelaporan itu tidak lain anggaran meliputi proses penyusunan, adalah “akuntansi” yang selama ini lebih pengesahan, dikenal dengan istilah pembukuan. pertanggungjawaban anggaran. Secara ringkas disiplin keuangan mengalami perkembangan dari disiplin yang deskriptif menjadi makin analitis dan teoritis. Dari menitikberatkan pihak dari luar, yang sudut menjadi lebih pandang berorientasi pengambilan keputusan bagi manajemen. Dengan demikian dalam mempelajari pengelolaan keuangan perlu bersikap terbuka (open mind) tidak begitu saja pelaksanaan dan Sejalan dengan hal tersebut Halim (2004:247) mengemukakan bahwa: Indikasi keberhasilan pengelolaan keuangan daerah adalah terpenuhinya norma umum anggaran daerah, sehingga terjadi peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, kehidupan demokrasi yang semakin maju, keadilan, pemerataan serta adanya hubungan serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan antar Pemerintah Daerah. apriori kalau menghadapi pendapat yang Seiring dengan pendapat di atas, berbeda. Sedangkan Devas menyatakan bahwa pengelolaan keuangan daerah dapat (1987:279) tujuan utama pemerintah diringkaskan sebagai berikut: 1) tanggung jawab, 2) memenuhi kewajiban keuangan, 3) kejujuran, 4) hasil guna dan daya guna dan, 5) pengendalian. Dan lebih lanjut Devas (1987:281) juga menyatakan tentang penulis berpendapat bahwa pengelolaan keuangan daerah memiliki peranan penting dalam pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan yaitu peningkatan pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan keberhasilan pengelolaan keuangan daerah ditentukan oleh anggaran daerah yang terpenuhi secara keseluruhan. ciri-ciri utama pengelolaan keuangan yang baik adalah: 1) sederhana, 2) lengkap, 3) berhasil guna, 4) berdaya guna, dan 5) mudah dilaksanakan. ISSN: 873 – 3741-1 C. Dasar Hukum Pengelolaan Keuangan Daerah Dasar hukum pengelolaan keuangan Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013 daerah dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini: Sebelum dan Sekarang Sekarang dan Nanti UU 17/2003: Keuangan UU 22/1999: Pemerintahan Daerah Negara UU 25/1999: Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat Pemerintah dan PP 105/2000: Pengelolaan 32/2004: Pemerintahan Daerah 33/2004: KMDN 29/2002: Pedoman Perimbangan Pengurusan, Keuangan Pertanggungjawaban Pengawasan dan Keuangan Permendagri Pedoman Pemerintah 13/2006: Pengelolaan Keuangan Daerah Standar Akuntansi PP 58/2005: Sumber: Amri (dalam Halim, 2002; 25) D. Organisasi Pengelolaan Keuangan Daerah selaku kepala pemerintahan daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan kekuasaan daerah Pemerintahan Daerah daerah Kuasa Pengguna Anggaran Kuasa Pengguna Barang Pembuat komitmen Bendahara Penerimaan Bendahara Pengeluaran Pejabat yang melakukan Pemungutan Penerimaan g. Pejabat yang melakukan Pengelolaan Utang dan Piutang h. Pejabat yang melakukan Pengelolaan Barang i. Pejabat yang melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran. Kepala daerah selaku pemegang Daerah Pengelolaan Keuangan Kepala a. b. c. d. e. f. Pusat dan Pemerintah PP 24/2005: Daerah Negara UU Keuangan Daerah 1/2004: Perbendaharaan UU Daerah UU 50 pengelolaan melimpahkan keuangan sebagian atau seluruh kekuasaannya (Darise, 2009:18) kepada: 1. Sekretaris Daerah selaku koordinator Pengelola Keuangan Daerah. 2. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah, dan 3. Kepala Satuan Kerja Pemerintah Daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang. keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah Sekretaris Daerah selaku dalam kepemilikan kekayaan daerah koordinator Pengelola Keuangan Daerah yang dipisahkan. Menurut Mulyana, dkk, adalah terkait dengan peran dan fungsi (2006:20) selaku pemegang kekuasaan Sekretaris Daerah membantu Kepala pengelolaan keuangan daerah, kepala Daerah dalam menyusun kebijakan dan daerah mempunyai kewenangan sebagai mengkoordinasikan berikut : urusan pemerintahan daerah termasuk 1. Kewenangan dalam menetapkan suatu kebijakan yang terkait dengan: a. Pelaksanaan Anggaran b. Pengelolaan Barang 2. Kewenangan dalam menetapkan pejabat-pejabat yang terkait dengan pelaksanaan anggaran daearh, seperti: ISSN: 873 – 3741-1 penyelenggaraan pengelolaan keuangan daerah. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013 segala bentuk kekayaan daerah lainnya serta bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah. Dalam melaksanakan PPKD bertanggung Kepala Daerah jawab melalui kepada koordinator pengelola keuangan. Pejabat Barang Pengguna Daerah pemegang Anggaran/ adalah kekuasaan pejabat penggunaan anggaran belanja daerah, yang terdiri dari para kepala satuan kerja perangkat daerah yang pengguna ditetapkan sebagai anggaran. Pengguna anggaran bertanggung jawab atas tertib penatausahaan anggaran yang 51 i. Mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya. j. Mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya. k. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya. l. Mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya. m. Melaksanakan tugas-tugas penggunan anggaran/pengguna barang daerah lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah, dan n. Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah. dialokasikan pada satuan kerja yang dipimpinnya, termasuk pemeriksaan kas yang dikelola oleh bendahara. Bastian mengungkapkan Darise melakukan (2006:76) bahwa pengguna anggaran mempunyai tugas wewenang sebagai berikut: dan a. Menyusun RKA-SKPD. b. Menyusun DPA-SKPD. c. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja. d. Melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya. e. Melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran. f. Melakukan pemungutan bukan pajak. g. Mengadakan ikatan/perjanjian kerja sama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan. h. Menandatangani Surat Perintah Membayar. 22) mengungkapkan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam melaksanakan tugasnya sebagai Pengguna Anggaran/Barang dibantu oleh: a. Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran. b. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan. c. Pejabat Penata usaha Keuangan. d. Bendahara penerimaan dan pengeluaran. Pejabat Barang tugas-tugas Pengguna dalam Anggaran/ melaksanakan dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada kepala unit kerja Anggaran. selaku Kuasa Pengguna Pelimpahan sebagian kewenangan berdasarkan pertimbangan tingkatan ISSN: 873 – 3741-1 (2009: daerah, besaran SKPD, Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013 besaran jumlah uang yang dikelola, diajukan oleh bendahara pengeluaran. c. Melakukan verifikasi Surat Permintaan Pembayaran. d. Menyiapkan Surat Permintaan Membayar. e. Melakukan verifikasi harian atas penerimaan. f. Melaksanakan akuntansi SPKD, dan g. Menyiapkan laporan keuangan SKPD. beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya ditetapkan oleh kepala daerah atas usul kepala SKPD. Pejabat Pengguna Anggaran/Barang dalam melaksanakan program dan kegiatan menunjuk Pejabat Kegiatan pada Pelaksana SKPD Teknis berdasarkan pertimbangan kompetensi jabatan, beban Seseorang yang kerja, rentang kendali dan pertimbangan persyaratan dapat objektif Pelaksana Teknis lainnya. 52 Bastian (2006:77) memenuhi menjadi Pejabat Kegiatan pada mengatakan bahwa Pejabat Pelaksana beberapa kegiatan berbeda, namun tidak Teknis dapat Kegiatan mempunyai tugas sebagai berikut: Penata a. Mengendalikan pelaksanaan kegiatan b. Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan dan c. Menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan Menurut Darise (2009:23) dalam rangka melaksanakan wewenang pada SKPD yang dipimpinnya Kepala SKPD selaku Pejabat Pengguna Anggaran/Barang menetapkan Pejabat Penata usaha merangkap Keuangan yang mempunyai tugas, antara lain: a. Meneliti kelengkapan Surat Permintaan Pembayaran Langsung pengadaan barang dan jasa. b. Meneliti kelengkapan SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU dan SPP-LS gaji dan tunjangan PNS serta penghasilan lainnya yang usaha sebagai Pejabat Keuangan ataupun bendahara. Begitu pula Pejabat Penata usaha Keuangan dilarang merangkap sebagai pajabat pemungutan yang bertugas penerimaan negara, bendahara dan atau Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan. Kepala Daerah atas usul Pejabat Daerah Pengelola menetapkan Keuangan bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran untuk melaksanakan kebendaharaan dalam tugas rangka pelaksanaan anggaran pada SKPD. Bendahara penerimaan adalah pejabat fungsional yang ditunjuk untuk menerima, menata menyimpan, menyetorkan, usaha dan mempertanggungjawabkan pendapatan pelaksanaan uang daerah dalam rangka APBD pada SKPD. Bendahara pengeluaran adalah pejabat ISSN: 873 – 3741-1 Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013 fungsional yang ditunjuk menyimpan, menerima, 53 otonomi yang nyata dan bertanggung membayarkan, jawab. Prinsip otonomi nyata dan adalah suatu prinsip yang menatusahakan mempertanggungjawabkan uang untuk menegaskan keperluan belanja daerah dalam rangka pemerintahan pelaksanaan APBD pada SKPD. Darise berdasarkan (2009:25) mengungkapkan bahwa dalam kewajiban yang senyatanya telah ada melaksanakan dan berpotensi fungsinya bendahara bahwa urusan dilaksanakan tugas, wewenang dan untuk tumbuh, hidup, penerimaan dan bendahara pengeluaran dan berkembang sesuai dengan potensi dapat dibantu oleh beberapa pembantu dan kekhasan daerah. Adapun yang bendahara antara lain kasir/penyimpan dimaksud uang, pembuat dokumen dan petugas bertanggung jawab adalah otonomi yang yang melakukan pencatatan. dalam dengan otonomi penyelenggaraannnya yang harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan E. Pengelolaan Keuangan Daerah Era Otonomi Daerah Indonesia maksud pemberian otonomi yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah memasuki Era termasuk meningkatkan Otonomi Daerah dengan diterapkannya kesejahteraan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 utama dari tujuan nasional. (kamudian menjadi 2004) tentang UU No.32 Tahun Dalam otonomi daerah, pimpinan daerah memegang peran dan Undang-undang Nomor 25 Tahun srategis dalam mengelola 1999 (kemudian menjadi UU No.33 memajukan daerah yang dipimpinnya. Tahun Perencanaan 2004) Pemerintahan Daerah rakyat sebagai bagian tentang Perimbangan strategis sangat sangat dan vital, Keuangan antara Pemerintah Pusat dan karena disanalah akan terlihat dengan Daerah. Dalam UU No.32 Tahun 2004 jelas dijelaskan mengoordinasikan semua unit kerjanya. bahwa otonomi peran kepala daerah menggunakan prinsip otonomi Betapapun besarnya seluas-luasnya daerah, tidak dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan pemanfaatannya mengatur tidak urusan semua pemerintahan di luar urusan daerah potensi akan dalam suatu optimal bila bupati/walikota mengetahui bagaimana mengelolanya. Sebaliknya, meskipun pemerintah pusat yang ditetapkan dalam potensi suatu daerah kurang, tetapi undang-undang tersebut. Selain itu juga dengan untuk dilaksanakan memanfaatkan bantuan dari pusat dalam ISSN: 873 – 3741-1 pula dengan prinsip strategis yang tepat Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013 54 memberdayakan daerahnya, maka akan manajemen pemerintahan yang baru semakin kemampuan yang yang ada. perkembangan zaman, misalnya new Seagaimana dijelaskan dalam pasal 156 public management yang berfokus pada ayat 1 UU Nomor 32 Tahun 2004, kepala manajemen sektor daerah adalah pemegang kekuasaan berorientasi pada pengelolaan keuangan daerah. Untuk berorinentasi itulah, perlu kecakapan yang tinggi bagi Penggunaan pimpinan daerah agar pengelolaan dan management terutama alokasi dari keuangan daerah menimbulkan dilakukan secara efektif dan efisien guna bagi pemerintah. di antaranya perubahan mencapai tujuan-tujuan pembangunan pendekatan daerah. Otonomi daerah harus diikuti penganggaran, dengan serangkaian reformasi sektor penganggaran publik. Dimensi reformasi sektor publik budget) menjadi penganggaran berbasis tersebut tidak kinerja (performance budget), tuntutan format lembaga, sumber meningkatkan daya manusia sekadar perubahan akan sesuai dengan tuntutan publik yang kinerja, pada bukan kebijakan. paradigma new public tersebut beberapa konsekuensi dalam dalam yakni tradisional dari (traditional tetapi untuk melakukan efisiensi, pemangkasan menyangkut pembaruan alat-alat yang biaya (cost cutting), dan kompetensi digunakan tender (compulsory competitive tendering untuk berjalannya mendukung lembaga-lembaga publik contract). tersebut secara ekonomis, efisien, efektif Sejalan dengan perlunya transparan, dan akuntabel sesuai dengan dilakukan reformasi sektor publik, diawal cita-cita reformasi yaitu menciptakan periode otonomi good governace benar-benar tercapai. sejumlah Untuk governace mewujudkan diperlukan good reformasi (PP) daerah, telah keluar peraturan sebagai Undang-undang pemerintah operasionalisasi Otonomi dari daerah. kelembagaan (institutional reform) dan Kelemahan perundang-undangan dalam reformasi (public bidang keuangan daerah selama ini Reformasi menjadi salah satu penyebab terjadinya menyangkut beberapa bentuk penyimpangan dalam alat-alat pengelolaan keuangan negara. Dalam manajemen management publik reform). kelembagaan pembenahan seluruh pemerintahan di daerah, baik struktur upaya maupun tersebut infrastrukturnya. Reformasi menghilangkan dan penyimpangan mewujudkan manajemen sektor publik terkait dengan pengelolaan perlunya digunakan digunakan model berkesinambungan (sustainable) ISSN: 873 – 3741-1 fiskal sistem yang sesu Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013 ai dengan aturan pokok yang telah 55 Akuntabilitas dalam pertanggungjawaban ditetapkan dalam undang-undang dasar publik dan asas-asas umum yang berlaku artii bahwa proses penganggaran mulai secara dari universal, maka dalam juga diperlukan, perencanaan, dalam penyusunan, dan penyelenggaraan pemerintahan negara pelaksanaan harus benar-benar dapat diperlukan suatu undang-undang yang dilaporkan dan dipertanggungjawabkan mengatur pengelolaan keuangan negara. kepada DPRD dan masyarakat. kekuasaan pengelolaan Kemudian, Value for money yang berarti keuangan daerah menurut pasal 6 UU diterapkannya tiga prinsip dalam proses No. 2003 merupakan penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi kekuasaan pengelolaan Adapun 17 bagian Tahun dari dan efektivitas. keuangan negara. Dalam hal ini presiden selaku kepala tersebut, kekuasaan menghasilkan pengelolaan keuangan negara daerah dari APBD) bagian kekuasaan pemerintahan, kemudian diserahkan kepada (yang yang mencerminkan pengharapan secara efektif, transparan, keuangan jawab. melahirkan kekayaan kesejahteraan daerah Selanjutnya, yang kekuasaan dipisahkan. pengelolaan benar-benar dan daerah ekonomis, dan Sehingga pemerintah daerah dalam kepemilikan dalam masyarakat pemerintahan daerah untuk mengelola mewakili akan kepentingan setempat dan maka tertuang gubernur/bupati/walikota selaku kepala daerah penerapan prinsip-prinsip keuangan sebagai adanya pemerintahan memegang pengelolaan Dengan efisien, bertanggung nantinya kemajuan akan daerah dan masyarakat. Penyelenggaraan fungsi pemerintahan keuangan daerah dilaksanakan oleh daerah akan terlaksana secara optimal masing-masing kerja apabila kepala pengelola keuangan pejabat pengelola satuan daerah penyelenggaraan urusan selaku pemerintahan diikuti dengan pemberian dan sumber-sumber penerimaan yang cukup APBD dilaksanakan oleh kepala satuan kerja kepada perangkat kepada Undang-Undang yang mengatur daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah. Perimbangan Pengelolaan keuangan daerah harus transparansi proses yang mulai perencanaan, dengan Keuangan mengacu antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan dari Daerah, dimana besarnya disesuaikan penyusunan, dan diselaraskan dengan pembagian pelaksanaan anggaran daerah. Selain itu, ISSN: 873 – 3741-1 daerah, kewenangan antara Pemerintah dan Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013 Daerah. Semua sumber keuangan yang 56 kekayaan daerah yang dipisahkan. melekat pada setiap urusan pemerintah Ketentuan tersebut berimplikasi yang diserahkan kepada daerah menjadi pada pengaturan pengelolaan keuangan sumber keuangan daerah. daerah, yaitu bahwa Kepala daerah Daerah diberikan hak untuk (gubernur/bupati/walikota) adalah mendapatkan sumber keuangan yang pemegang antara keuangan daerah dan bertanggungjawab lain berupa : kepastian kekuasaan tersedianya pendanaan dari Pemerintah atas sesuai dengan urusan pemerintah yang sebagai diserahkan; kewenangan memungut dan pemerintahan daerah. Dalam mendayagunakan pajak dan retribusi melaksanakan kekuasaannya, kepala daerah dan hak untuk mendapatkan bagi daerah hasil dari sumber-sumber daya nasional seluruh kekuasaan keuangan daerah yang dana kepada para pejabat perangkat daerah. untuk Dengan berada di perimbangan daerah lainnya; mengelola hak kekayaan Daerah mendapatkan pendapatan lain sumber-sumber dan melimpahkan kekuasaan sebagian demikian atau pengaturan sumber-sumber keuangan daerah melekat dan menjadi yang sah pembiayaan. Pemerintah dalam dari daerah pengelolaan dan pertanggungjawaban serta satu dengan pengaturan pemerintahan Dengan daerah, yaitu dalam Undang-Undang mengenai Pemerintahan Daerah. menerapkan prinsip uang mengikuti fungsi. Di bagian keuangan dan pengaturan tersebut, dalam hal ini pada dasarnya pengelolaan pengelolaan Anggaran yang keuangan tahunan pemerintahan daerah mengatur Keuangan Negara, terdapat yang penegasan di daerah. keuangan, yaitu pengelolaan bahwa dan belanja daerah ( APBD) adalah rencana Undang-Undang bidang pendapatan ditetapkan APBD dengan peraturan merupakan dasar kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dalam pengelolaan keuangan negara adalah masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung sebagai kekuasaan mulai 1 Januari sampai dengan tanggal kekuasaan 31 bagian pemerintahan; pengelolaan dari dan keuangan negara dari Desember. APBD gubernur/bupati/walikota selaku kepala dokumen-dokumen pemerintah daerah untuk mengelola kepada keuangan daerah dan mewakili ISSN: 873 – 3741-1 daerah mengajukan rancangan Perda tentang presiden sebagian diserahkan kepada pemerintah daerah dalam kepemilikan Kepala disertai DPRD penjelasan dan pendukungnya untuk memperoleh persetujuan bersama. Rancangan Perda provinsi tentang APBD yang telah Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013 disetujui bersama dan 57 rancangan merupakan perolehan sumber daya pada Peraturan Gubernur tentang penjabaran kuantitas yang dibutuhkan dengan harga APBD sebelum ditetapkan oleh Gubernur yang lebih murah; efficiency merupakan paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan output yang maksimun dengan sejumlah kepada Menteri Dalam Negeri untuk input tertentu atau input yang minimal dievaluasi. untuk Rancangan Perda mendapatkan dibutuhkan. disetujui rancangan merupakan ukuran yang umum dalam tentang kinerja, seperti biaya, volume pelayanan Peraturan dan Bupati/Walikota efisiensi Penjabaran APBD sebelum ditetapkan dan oleh Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) effectiveness merupakan tugas yang hari disampaikan kepada Gubernur untuk telah tercapai. dievaluasi. penerimaan pemerintahan dan daerah dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah. Penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan daerah diatur lebih lanjut dengan Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. F. Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah Salah pengukuran satu pendekatan kinerja pengelolaan Keuangan Daerah yang dikembangkan adalah value for money (VFM) yang meliputi ekonomi (economy), efisiensi (efficiency) dan efektivitas (effectiveness). Masing-masing indikator kinerja tersebut didefinisikan sebagai berikut; economy ISSN: 873 – 3741-1 sedangkan Menurut Freeman & Shoulders Semua pengeluaran produktivitas; dan yang kabupaten/kota tentang APBD yang telah bersama Ekonomi output (2003:727) indikator kinerja untuk masing-masing komponen VFM dapat diringkas sebagai berikut: Ekonomi (economy) mencakup: 1. Penggunaan sumberdaya secara hemat (using resources economically) 2. Penyebab timbulnya ketidakhematan (cause of in economy) 3. Ketaatan terhadap aturan (law-abiding) Efisiensi (efficiency) mencakup: 1. Penggunaan sumberdaya secara efisien (using resources efficienly) 2. Penyebab timbulnya ketidakefisienan (cause of in efficiency) 3. Ketaatan pada aturan (law-abiding) Keefektivan (effectiveness) mencakup: 1. Tingkat pencapaian (accomplishment rate) 2. Efektivitas Kegiatan (effectively of activities) 3. Ketaatan pada aturan (law-abiding) Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013 Mahmudi (2010:83) menyatakan bahwa: “pengukuran kinerja value for money adalah pengukuran kinerja untuk mengukur ekonomi, efisiensi dan efektivitas suatu kegiatan, program dan organisasi. Dalam konteks otonomi daerah, penilaian kinerja dengan konsep VFM merupakan menghantarkan mencapai jembatan pemerintah good governance, untuk daerah yaitu Pemerintah daerah yang transparan, ekonomis, efisien, efektif, responsif dan akuntabel. Untuk itu diperlukan sistem pengelolaan keuangan dan anggaran daerah yang berorientasi pada kinerja (performance budget) (Mardiasmo, 2002:230). Sementara itu menurut Mahmudi (2010:95) rerangka pengukuran kinerja Value for Money dibangun atas tiga komponen utama, yaitu: (1) Komponen misi, visi, tujuan, sasaran dan target; (2) Komponen input, proses, output, dan outcome; (3) Komponen pengukuran ekonomi, efisiensi dan efektivitas. 1. Penentuan Misi, Visi, Tujuan, Sasaran dan Target Komponen ini menjadi tujuan tertinggi yang hendak dicapai dari suatu sistem manajemen kinerja. Setiap indikator kinerja harus dikaitkan dengan pencapaian misi, visi, tujuan, sasaran dan target. Penentuan misi, visi, sasaran dan target dapat didahului dengan kegiatan penjaringan aspirasi masyarakat. Setelah perangkat berupa misi, visi, tujuan, sasaran, target kinerja, strategi dan program ISSN: 873 – 3741-1 58 ditetapkan tahap berikutnya adalah mengembangkan metodologi untuk penilaian kinerja. Langkah pertama organisasi harus menentukan indikator input, output, outcome, benefit, dan impact. Setelah indikator-indikator tersebut ditetapkan, organisasi kemudian baru bisa mengukur ekonomi, efisiensi dan efektivitas. 2. Penentuan indikator Input, Output dan Outcome Berdasarkan lima indikator input, output, outcome, benefit dan impact organisasi kemudian dapat membuat berbagai ukuran kinerja berupa ukuran: 1. Ekonomi, yaitu perbandingan cost per unit input atau unit input per rupiah; 2. Efisiensi atau produktivitas, yaitu perbandingan antara output per unit input atau input per unit output; 3. Efektivitas (tingkat keberhasilan proses), yaitu perbandingan antara outcome per output; 4. Manfaat sosial neto (net social benefit), yaitu unit outcome yang berhasil; 5. Efisiensi biaya (cost-efficiency), yaitu cost per unit output atau output per rupiah cost; 6. Efektivitas biaya (cost-effectiveness), yaitu cost untuk mencapai outcome; 7. Biaya manfaat (benefit-cost), yaitu net social benefit per rupiah kos; 8. Ukuran pencapaian output; 9. Ukuran pencapaian outcome. 3. Pengukuran Ekonomis, Efisiensi dan Efektivitas Ekonomis adalah perbandingan antara input sekunder dengan input primer. Efisiensi adalah perbandingan antara output dengan input. Efektivitas merupakan perbandingan antara outcome dengan output. Perbandingan tersebut merupakan desain pengukuran kinerja VFM, sedangkan Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013 pengukuran kinerja yang sesungguhnya baru bisa dilakukan apabila program atau aktivitas telah selesai dilaksanakan. Value for Money menghendaki organisasi bisa memenuhi ekonomis, efisiensi dan prinsip efektivitas tersebut secara bersama-sama. Dengan pengertian lain, Value for Money menghendaki organisasi dapat mencapai tujuan yang ditetapkan dengan biaya yang lebih rendah. Pada Gambar 2.1 melukiskan rantai Value for Money yang terdiri atas tiga elemen utama, yaitu input, output, outcome. Berdasarkan ketiga elemen tersebut organisasi dapat mengukur tingkat ekonomis, efisiensi dan efektifitas. Gambar 2.1 Value for Money Chain 59 output disebut efficiency, antara output dengan outcome disebut sebagai effectivenes. Penggunaan indikator kinerja sangat penting untuk mengetahui apakah suatu aktivitas atau program telah dilakukan secara efisien dan efektif. Pada dasarnya terdapat dua hal yang dapat dijadikan sebagai indikator kinerja (performance budget) (Mardiasmo, 2002: 219). Kebijakan anggaran adalah alat atau instrumen yang dipakai oleh DPRD untuk mengevaluasi kinerja kepala daerah. Alat tersebut berupa strategis makro dan policy yang tertuang dalam Propeda (Program Daerah) dan Strategis Daerah), Pembangunan Renstrada (Rencana Kebijakan umum APBD, serta Strategi dan Prioritas APBD. Anggaran kinerja adalah alat atau instrumen yang dipakai oleh kepala daerah untuk mengevaluasi unit-unit kerja yang ada di bawah kendali kepala daerah selaku manajer eksekutif. Sumber: Mahmudi (2010:87) Salah satu model yang populer dikemukakan oleh Henderson-Stewart, G. Kesimpulan Pengelolaan seperti yang dikutip Keban (2008:223) adalah yang mendekati kinerja dari empat titik meliputi pengukuran penatausahaan, mulai pengukuran mulai dari empat dari titik biaya, Keuangan keseluruhan perencanaan, Daerah kegiatan yang pelaksanaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan sumberdaya, output sampai outcome. keuangan Indikator yang digunakan antara biaya keuangan daerah yang diatur dalam dengan sumberdaya disebut sebagai peraturan menteri ini meliputi kekuasaan economy, antara sumberdaya dengan pengelolaan keuangan daerah, ISSN: 873 – 3741-1 daerah. Pengelolaan azas Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013 60 umum dan struktur APBD, penyusunan peningkatan rancangan APBD, penetapan APBD, kesejahteraan masyarakat yang semakin penyusunan dan penetapan APBD bagi baik maka dapat meningkatnya tuntutan daerah yang belum memiliki DPRD, masyarakat akan pemerintah yang baik, pelaksanaan APBD, perubahan APBD, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pengelolaan pemerintah untuk bekerja secara lebih kas, penatausahaan pelayanan keuangan daerah, akuntansi keuangan efisien daerah, menyediakan layanan prima bagi seluruh pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pengawasan daerah, pembinaan pengelolaan kerugian dan keuangan efektif terutama dalam masyarakat. Dilihat dari sisi pengelolaan keuangan daerah khususnya dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka BLUD. kontribusi terhadap APBD meningkat tiap Pengelolaaan keuangan daerah dimulai tahun anggaran hal ini didukung pula dengan dengan pengelolaan daerah, dan dan keuangan perencanaan /penyusunan tingkat efektivitas dari anggaran pendapatan belanja daerah penerimaan daerah secara keseluruhan (APBD). APBD disusun sesuai dengan sehingga kebutuhan masyarakat untuk membayar kewajibannya kepada Pemerintah penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan APBD sebagaimana RKPD dalam berpedoman rangka adanya pelayanan kepada masyarakat untuk Daerah dalam bentuk pajak dan retribusi. Daftar Pustaka Anggarini, Yunita. Hendra Puranto. 2010. tercapainya tujuan bernegara. APBD Anggaran mempunyai Penyusunan perencanaan, distribusi, otorisasi, pengawasan, alokasi, stabilisasi. APBD, dan dari kepada mewujudkan fungsi kemauan Berbasis Kinerja. APBD Secara Komprehensif. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. dan Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: setiap dengan Erlangga. peraturan daerah. APBD yang disusun --------------------. perubahan APBD, tahun ditetapkan 2009. Sistem oleh pemerintah daerah telah mengalami Perencanaan dan Penganggaran perubahan dari yang bersifat incramental Pemerintahan Daerah di Indonesia. menjadi Jakarta: Salemba Empat. anggaran berbasis kinerja sesuai dengan tuntutan reformasi. Dilihat dari aspek masyarakat dengan adanya ISSN: 873 – 3741-1 Baswir. R. 1988. Pemerintahan Akuntansi Indonesia. Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013 2007. Yogyakarta: BPFE. Bernardin, H John and Russel, Joice E. A. 1993. Human Resources Management. New York: The Free Press. Darise, Nurlan. 2009. Pada Pengelolaan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan BLU. Jakarta: Indeks. Surya. Kinerja. 2010. Falsafah Penerapannya. Keuangan Rampai Daerah. Pengelolaan Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Nick. Rinto Adriono dan Wahyu W. Basjir. 2002. Memahami Anggaran Publik. Yogyakarta: IDEA Press Henderson-Stewart Manajemen Performance Teori Review dan Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Devas, Manajemen Bunga Helmi, Ahmad Fuady, Dety Fatimah, Keuangan Dharma, Seri 61 in Keuangan 1990. Management Local and Government. Dalam M. cave, M. Kogan and R. Smith 1987. D. (eds), Performance Output and Measurement in Pemerintah Daerah di Indonesia. Government: The State of The Art. Jakarta: UI-Press London: Dwiyanto, Agus. 1995. Kinerja Organisasi Pelayanan Publik. Yogyakarta: Jessica Publishers. Hersey, Paul & Kenneth H. Blanchard, 1992. Fisipol UGM. Kingsley Management of D. Organizational Behaviour : Utilizing Shoulders,. 2003. Governmental Human Resources. Sixth Edition. and Nonprofit Accounting, Theory New Freeman, Robert J, and Craig th Jersey: Prentice and Practice. 7 Ed. New Jersey: International Person Education, Inc. Englewood Cliff. Fuad, Noor, Subkhan dan Insyafiah. 2006. Government Otonomi beberta Ilustrasi Penerapannya di Republik Indonesia. Rajawali Press. Jakarta: dan Badan Pelatihan Keban, Inc. Riwu. 2007. Prospek Statistic Pendidikan Finance Kaho, Josef Edition. hall Daerah di Indonesia. Yeremias. T. Jakarta: Enam Keuangan, Departemen Keuangan Dimensi Republik Indonesia Publik: Konsep, Teori, dan Isu. Halim, Abdul. 2004. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Halim, Abdul & Theresia. Damayanti, ISSN: 873 – 3741-1 Strategis 2008. Negara Administrasi Yogyakarta. Gavamedia. Mahmudi. Manajemen Kinerja Sektor Publik. 2010. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013 Mahsun, Mohamad, Firman Sulistyowati, dan Heribertus Andre 62 Britain, Prentice Hall. Sugiyono. 2010. Metode Purwanugraha. 2006. Akuntansi Kuantitatif Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE Bandung: Alfabeta. Manullang, M. 1983. Beberapa Aspek Kualitatif Paradigma Jakarta: Pembangunan. Keuangan 2002. Manajemen Otonomi Keuangan dan Daerah. Mariana, Dede. Caroline Paskarina. 2008. Demokrasi dan Politik Desentralisasi. Bandung: Graha Baru. Pengelolaan Daerah Dalam Malang: Banyumedia Publishing. 1998. Dasar-dasar Administrasi Keuangan. Republik Indonesia:Lembaga Administrasi Negara. Suparmoko. 2000. Keuangan Negara. Ilmu. Moeheriono. 2009. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Competency Resource Based Human Management. Bogor: Ghalia Indonesia. 2006. Keuangan Perspektif Daerah: Desentralisasi Pengelolaan Indonesia. Dalam Teori dan Yogyakarta: BPFE. Widodo. 2010. Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja. Fiskal APBD Jakarta: di Lembaga dan Hariyandi. Penganggaran Pedoman Praktis Kiat Membangun Organisasi Kompetitif Perdagangan Bebas Dunia. Yogyakarta: BPFE. Rose, Aidan and Alan Lawton. 1999. Public Services England: Pearson Management. Education Limited, First Published In Great ISSN: 873 – 3741-1 Penyusunan dan (berbasis Karyawan Publik. Pelaksanaan Akuntansi Pemerintah (LPKPAP). Prawirosentono, Suyadi. 1999. Kebijakan 2005. Sektor Pertanggungjawaban Menjelang Malang: Yuwono, Sony, Tengku Agus Indrajaya Pengkajian Keuangan Publik dan Kinerja Praktek. Banyumedia Publishing. Mulyana, Budi. Subkhan, Kuwat Slamet. dan R&D. Penyusunan APBD di Era Otonomi. Sukadarto. Yogyakarta: Andi. dan Suhadak. Trilaksono Nugroho. 2007. Administrasi Pemerintahan Daerah, Mardiasmo. Penelitian kinerja). APBD Malang: Banyumedia. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pemerintah Daerah Pusat dan