Templat Jurnal Teknik Geodesi UGM oleh Abdul Basith

advertisement
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
(Sebuah Tinjauan Teoretis)
AI SITI FARIDA
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Al-Ghifari, Bandung
Email: [email protected]
Abstrak
Sejalan dengan penyelenggaraan otonomi daerah, juga melahirkan kewenangan
daerah untuk mengelola keuangan daerah sendiri yang implementasinya diatur dalam
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Indonesia memasuki Era Otonomi Daerah
dengan diterapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 (kamudian menjadi UU
No.32 Tahun 2004) tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun
1999 (kemudian menjadi UU No.33 Tahun 2004) tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam UU No.32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa otonomi
daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan
kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar urusan
pemerintah pusat yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut. Selain itu juga
dilaksanakan pula dengan prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.
Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan
keuangan daerah.
Keyword: Otonomi Daerah, Keuangan Daerah
A. Pengertian Keuangan Daerah
Sejalan
otonomi
dengan
daerah,
kepada
penyelenggaraan
juga
peningkatan
masyarakat,
kesejahteraan
sehingga
tidak
terlalu
melahirkan
tergantung pada pemerintahan pusat.
kewenangan daerah untuk mengelola
Keuangan daerah adalah semua hak dan
keuangan
kewajiban
daerah
implementasinya
sendiri
daerah
dalam
rangka
dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004
yang dapat dinilai dengan uang termasuk
Tentang Perimbangan Keuangan antara
di dalamnya segala bentuk kekayaan
Pemerintah
Pemerintah
yang berhubungan dengan hak dan
Daerah. Sehingga otonomi daerah telah
kewajiban daerah tersebut Mulyana, dkk
ikut
(2006: 21).
Pusat
diatur
yang
dan
mempengaruhi
perubahan
paradigma manajemen keuangan daerah,
yaitu
pemerintah
daerah
Hal senada diungkapkan oleh
mendapat
Mariana
&
Paskarina
(2007:201):
keleluasaan mengelola dan menggali
Keuangan daerah adalah semua hak dan
potensi daerah sekaligus diharuskan
kewajiban
mengelola dana publik dengan tujuan
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
melayani masyarakat yang bermuara
yang dapat dinilai dengan uang termasuk
45
daerah
dalam
rangka
Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013
di dalamnya segala bentuk kekayaan
yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban daerah tersebut. Sementara itu
keuangan
daerah
menurut
Halim
(2007:23-24) adalah:
Keuangan daerah dapat diartikan
sebagai
semua
hak
dan
kewajiban yang dapat dinilai
dengan uang, juga segala satuan,
baik berupa uang maupun
barang, yang dapat dijadikan
kekayaan daerah sepanjang
belum
dimiliki/dikuasai
oleh
negara atau daerah yang lebih
tinggi serta pihak-pihak lain
sesuai
dengan
ketentuan/peraturan
perundangan yang berlaku”.
Dari
beberapa
pengertian
keuangan daerah di atas terdapat hak
f.
Mendapatkan bagi
hasil
dari
pengelolaan sumber daya lainnya
yang berada di Daerah;
g. Mendapatkan
sumber-sumber
pendapatan lain yang sah;
h. Mendapatkan hak lainnya yang
diatur dalam perundang-undangan.
Sementara kewajiban Daerah, antara
lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
dan kewajiban daerah yang diwujudkan
dalam bentuk rencana kerja pemerintah
daerah dan dijabarkan dalam bentuk
pendapatan, belanja dan pembiayaan
g.
h.
i.
daerah yang dikelola dalam sistem
pengelolaan
keuangan
daerah.
Pengelolaan keuangan daerah tersebut
harus dilakukan secara efisien, efektif,
transparan, akuntabel, tertib, adil, patut
dan
taat
pada
peraturan
j.
k.
l.
m.
n.
perundang-undangan. Menurut Fuad,
dkk, (2006 : 369) Hak Daerah tersebut
46
o.
Melindungi masyarakat, menjaga
persatuan, kesatuan dan kerukunan
masyarakat serta keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
Meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat;
Mengembangkan
kehidupan
masyarakat;
Mewujudkan
keadilan
dan
pemerataan;
Meningkatkan pelayanan dasar
pendidikan;
Menyediakan fasilitas pelayanan
kesehatan;
Menyediakan fasilitas sosial dan
fasilitas sosial yang layak;
Mengembangkan sistem jaminan
sosial;
Menyusun perencanaan dan tata
ruang daerah;
Mengembangkan sumber daya
produksi di Daerah;
Melestarikan lingkungan hidup;
Mengelola
administrasi
kependudukan;
Melestarikan nilai sosial budaya;
Membentuk
dan
menerapkan
peraturan
perundang-undangan
sesuai dengan kewenangannya;
Kewajiban lain yang diatur dalam
perundang-undangan
mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Mengatur dan mengurus sendiri
urusan Pemerintahannya;
b. Memilih pemimpin Daerah;
c. Mengelola aparatur Daerah;
d. Mengelola kekayaan Daerah;
e. Memungut pajak daerah dan
retribusi daerah;
Sehingga
daerah
merupakan salah satu kriteria penting
untuk
mengetahui
kemampuan daerah
secara
nyata
dan merupakan
faktor esensial untuk mengukur tingkat
kemampuan
ISSN: 873 – 3741-1
keuangan
daerah
dalam
Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013
melaksanakan
pengelolaan
keuangan
47
menyebutkan bahwa:
daerah, semakin baik pengelolaannya
Salah satu kriteria penting untuk
semakin berdaya guna pemakaian uang
mengetahui
secara
nyata
tersebut sesuai apa yang dikatakan oleh
kemampuan
daerah
dalam
Manullang (1983:67) bahwa:
mengatur dan mengurus rumah
Bagi kehidupan suatu negara,
masalah
keuangan
negara
sangat penting. Makin baik
keuangan suatu negara, maka
semakin stabil pula kedudukan
pemerintah dalam negara itu.
Sebaliknya, kalau keuangan
negara
itu
kacau
maka
pemerintah akan menghadapi
berbagai kesulitan dan rintangan
dalam menyelenggarakan segala
kewajiban
yang
diberikan
kepadanya. Demikian juga bagi
suatu
pemerintah
daerah,
keuangan merupakan masalah
penting baginya dalam mengatur
dan mengurus rumah tangga
daerah.
Pendapat
Manullang
tangganya adalah kemampuan
self
keuangan.
keuangan
daerahlah
Dengan
bidang
perkataan
faktor esensial dalam mengukur
kemampuan
daerah
dalam
melaksanakan otonominya.
Selanjutnya Darise (2009: 33)
menyebutkan
sumber-sumber
pendapatan daerah terdiri atas:
a. Pendapatan asli daerah
(PAD) yaitu:
1. Hasil pajak daerah
2. Hasil retribusi daerah
3. Hasil
pengelolaan
kekayaan daerah yang
dipisahkan
4. Dan lain-lain pendapatan
asli daerah yang sah.
b. Dana perimbangan
c. Lain-lain pendapatan daerah
yang sah.
ini
yang
sangat menentukan corak, bentuk serta
kemungkinan-kemungkinan
dalam
lain, faktor keuangan merupakan
menggambarkan tentang arti pentingnya
keadaan
suporting
kegiatan
yang akan dilakukan oleh pemerintah
daerah. Secara lebih tegas dikemukakan
oleh Pamudji (1980:61-62) bahwa:
Pemerintah daerah tidak akan
dapat
melaksanakan
fungsi
dengan efektif tanpa biaya yang
cukup
untuk
memberikan
pelayanan dan pembangunan.
Dan keuangan inilah merupakan
salah satu dasar kriteria untuk
mengetahui
secara
nyata
kemampuan
daerah
dalam
mengurus rumah tangganya
sendiri.
Menurut
Kaho
(2007:138)
Dari uraian di atas, pentingnya
posisi
keuangan
daerah
dalam
penyelenggaraan otonomi daerah sangat
disadari
oleh
intensifikasi
pemerintah
dan
sumber-sumber
maka
ekstensifikasi
keuangan
atau
pendapatan asli daerah (PAD) perlu
dilakukan
penggalian
sumber-sumber
keuangan yang baru sejalan dengan
sumber pendapatan asli daerah yang
diatur melalui Undang-undang Nomor 33
ISSN: 873 – 3741-1
Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013
Tahun
2004
agar
ketergantungan
48
kemajuan suatu daerah dan bagi efisiensi
keuangan daerah, bantuan dan subsidi
dan
efektifitas
dalam
dari pemerintah pusat tahap demi tahap
keuangan daerah.
pengelolaan
dapat dikurangi sehingga tidak berakibat
berkurangnya hakekat dari desentralisasi
dan
otonomi
sesuai
jiwa
dari
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
Keuangan
daerah
menempati
B. Pengelolaan Keuangan Daerah
Pengelolaan keuangan daerah
sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
pengelolaan
keuangan
negara
yang
posisi sentral dalam penyelenggaraan
harus dikelola secara efektif dan efisien.
pemerintahan
Pengelolaan
di
daerah
juga
keuangan
menunjukkan pada posisi keotonomian
merupakan
suatu
kemampuan
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
keuangan daerahlah maka pemerintah
Pengelolaan keuangan daerah adalah
daerah dapat dinyatakan mampu atau
keseluruhan
tidak untuk mengurus rumah tangganya
perencanaan,
sendiri. Kemampuan mengurus rumah
penatausahaan,
tangga
hakekat
pertanggungjawaban dan pengawasan
Kemampuan
keuangan daerah. Definisi pengelolaan
daerah,
karena
sendiri
otonomi
merupakan
daerah.
elemen
daerah
kegiatan
pokok
yang
dalam
meliputi
pelaksanaan,
pelaporan
berotonomi berarti dukungan keuangan,
keuangan
keuangan sendiri melalui pendapatan asli
(2007:330),
daerah (PAD) untuk membiayai kegiatan
(2007:201) adalah keseluruhan kegiatan
pemerintahan,
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
pembangunan
dan
pembinaan kemasyarakatan.
Mariana
penatausahaan,
Suatu daerah dikatakan otonom
apabila ia memiliki kemandirian agar
memberikan
daerah
pelayanan
kepada
masyarakat,
dan
menentukan
kebijakan
pembangunan
menurut
dan
Halim
Paskarina
pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan
keuangan daerah”.
Kegiatan pengelolaan bermula pada
arah
awal tahun anggaran segera setelah
tanpa
anggaran disahkan dengan perkiraan
mengabaikan kepentingan pemerintah
(forecast) kebutuhan akan uang kas yang
pusat.
tersebut
berbasis pada antisipasi komitmen yang
kemandirian
dibuat baik atas kebutuhan rutin maupun
Kemandirian
menunjukkan
pada
keuangan daerah yang diperoleh lewat
kebutuhan
peningkatan pendapatan asli
Anggaran yang telah disahkan dan mulai
daerah
modal/pembangunan.
(PAD) itu sendiri, karena pendapatan asli
dilaksanakan
daerah berada pada posisi sentral bagi
Pelaksanaan anggaran yang tentu akan
ISSN: 873 – 3741-1
harus
dikendalikan.
Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013
berupa
aktivitas
penerimaan
dan
Konsekuensi
49
logis
pelaksanaan
pengeluaran dana memerlukan suatu
otonomi daerah adalah perubahan dalam
alat kendali. Dalam bahasa yang sangat
manajemen
sederhana
adalah
Perubahan tersebut antara lain adalah
dan
perlunya dilakukan budgeting reform atau
perlunya
kendali
tersebut
suatu
pencatatan
pelaporan atas aktivitas penerimaan dan
reformasi
pengeluaran
(2002:104)
anggaran
dimaksud.
keuangan
daerah.
anggaran.
Mardiasmo
mendefinisikan
Reformasi
Pencatatan dan pelaporan itu tidak lain
anggaran meliputi proses penyusunan,
adalah “akuntansi” yang selama ini lebih
pengesahan,
dikenal dengan istilah pembukuan.
pertanggungjawaban anggaran.
Secara ringkas disiplin keuangan
mengalami perkembangan dari disiplin
yang deskriptif menjadi makin analitis
dan
teoritis.
Dari
menitikberatkan
pihak
dari
luar,
yang
sudut
menjadi
lebih
pandang
berorientasi
pengambilan keputusan bagi manajemen.
Dengan demikian dalam mempelajari
pengelolaan keuangan perlu bersikap
terbuka (open mind) tidak begitu saja
pelaksanaan
dan
Sejalan dengan hal tersebut Halim
(2004:247) mengemukakan bahwa:
Indikasi keberhasilan pengelolaan
keuangan
daerah
adalah
terpenuhinya
norma
umum
anggaran daerah, sehingga terjadi
peningkatan
pelayanan
dan
kesejahteraan masyarakat yang
semakin
baik,
kehidupan
demokrasi yang semakin maju,
keadilan,
pemerataan
serta
adanya hubungan serasi antara
Pemerintah Pusat dan Daerah
dan antar Pemerintah Daerah.
apriori kalau menghadapi pendapat yang
Seiring dengan pendapat di atas,
berbeda.
Sedangkan
Devas
menyatakan
bahwa
pengelolaan
keuangan
daerah
dapat
(1987:279)
tujuan
utama
pemerintah
diringkaskan
sebagai
berikut: 1) tanggung jawab, 2) memenuhi
kewajiban keuangan, 3) kejujuran, 4)
hasil guna dan daya guna dan, 5)
pengendalian. Dan lebih lanjut Devas
(1987:281) juga menyatakan tentang
penulis
berpendapat
bahwa
pengelolaan keuangan daerah memiliki
peranan
penting
dalam
pencapaian
tujuan penyelenggaraan pemerintahan
yaitu peningkatan pelayanan publik dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat
dan keberhasilan pengelolaan keuangan
daerah ditentukan oleh anggaran daerah
yang terpenuhi secara keseluruhan.
ciri-ciri utama pengelolaan keuangan
yang baik adalah: 1) sederhana, 2)
lengkap, 3) berhasil guna, 4) berdaya
guna, dan 5) mudah dilaksanakan.
ISSN: 873 – 3741-1
C. Dasar
Hukum
Pengelolaan
Keuangan Daerah
Dasar hukum pengelolaan keuangan
Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013
daerah dapat dilihat pada Tabel 1 di
bawah ini:
Sebelum dan Sekarang
Sekarang dan Nanti

 UU 17/2003: Keuangan
UU 22/1999: Pemerintahan
Daerah

Negara
UU 25/1999: Perimbangan
Keuangan
Pemerintah
Pusat
Pemerintah
dan
PP 105/2000: Pengelolaan
32/2004:
Pemerintahan Daerah
33/2004:
KMDN 29/2002: Pedoman
Perimbangan
Pengurusan,
Keuangan
Pertanggungjawaban
Pengawasan
dan
Keuangan
Permendagri
Pedoman
Pemerintah
13/2006:
Pengelolaan
Keuangan Daerah
Standar
Akuntansi
 PP
58/2005:
Sumber: Amri (dalam Halim, 2002; 25)
D. Organisasi Pengelolaan Keuangan
Daerah
selaku
kepala
pemerintahan daerah adalah pemegang
kekuasaan
pengelolaan
kekuasaan
daerah
Pemerintahan
Daerah
daerah
Kuasa Pengguna Anggaran
Kuasa Pengguna Barang
Pembuat komitmen
Bendahara Penerimaan
Bendahara Pengeluaran
Pejabat
yang
melakukan
Pemungutan Penerimaan
g. Pejabat
yang
melakukan
Pengelolaan Utang dan Piutang
h. Pejabat
yang
melakukan
Pengelolaan Barang
i. Pejabat
yang
melakukan
pengujian atas tagihan dan
memerintahkan pembayaran.
Kepala daerah selaku pemegang
Daerah
Pengelolaan Keuangan
Kepala
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Pusat dan Pemerintah
 PP 24/2005:
Daerah

Negara
 UU
Keuangan Daerah

1/2004:
Perbendaharaan
 UU
Daerah

 UU
50
pengelolaan
melimpahkan
keuangan
sebagian
atau
seluruh kekuasaannya (Darise, 2009:18)
kepada:
1. Sekretaris
Daerah
selaku
koordinator Pengelola Keuangan
Daerah.
2. Kepala Satuan Kerja Pengelola
Keuangan Daerah selaku Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah, dan
3. Kepala Satuan Kerja Pemerintah
Daerah selaku pejabat pengguna
anggaran/barang.
keuangan
daerah dan mewakili pemerintah daerah
Sekretaris
Daerah
selaku
dalam kepemilikan kekayaan daerah
koordinator Pengelola Keuangan Daerah
yang dipisahkan. Menurut Mulyana, dkk,
adalah terkait dengan peran dan fungsi
(2006:20) selaku pemegang kekuasaan
Sekretaris Daerah membantu Kepala
pengelolaan keuangan daerah, kepala
Daerah dalam menyusun kebijakan dan
daerah mempunyai kewenangan sebagai
mengkoordinasikan
berikut :
urusan pemerintahan daerah termasuk
1. Kewenangan dalam menetapkan
suatu kebijakan yang terkait dengan:
a. Pelaksanaan Anggaran
b. Pengelolaan Barang
2. Kewenangan dalam menetapkan
pejabat-pejabat yang terkait dengan
pelaksanaan anggaran daearh,
seperti:
ISSN: 873 – 3741-1
penyelenggaraan
pengelolaan keuangan daerah. Pejabat
Pengelola Keuangan
Daerah
adalah
kepala satuan kerja pengelola keuangan
daerah
yang
mempunyai
tugas
melaksanakan pengelolaan APBD dan
Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013
segala bentuk kekayaan daerah lainnya
serta
bertindak
sebagai
Bendahara
Umum Daerah. Dalam melaksanakan
PPKD
bertanggung
Kepala
Daerah
jawab
melalui
kepada
koordinator
pengelola keuangan.
Pejabat
Barang
Pengguna
Daerah
pemegang
Anggaran/
adalah
kekuasaan
pejabat
penggunaan
anggaran belanja daerah, yang terdiri
dari para kepala satuan kerja perangkat
daerah
yang
pengguna
ditetapkan
sebagai
anggaran.
Pengguna
anggaran bertanggung jawab atas tertib
penatausahaan
anggaran
yang
51
i.
Mengelola utang dan piutang yang
menjadi tanggung jawab SKPD
yang dipimpinnya.
j. Mengelola
barang
milik
daerah/kekayaan daerah yang
menjadi tanggung jawab SKPD
yang dipimpinnya.
k. Menyusun dan menyampaikan
laporan keuangan SKPD yang
dipimpinnya.
l. Mengawasi pelaksanaan anggaran
SKPD yang dipimpinnya.
m. Melaksanakan
tugas-tugas
penggunan
anggaran/pengguna
barang
daerah
lainnya
berdasarkan
kuasa
yang
dilimpahkan oleh kepala daerah,
dan
n. Bertanggung
jawab
atas
pelaksanaan tugasnya kepada
kepala daerah melalui Sekretaris
Daerah.
dialokasikan pada satuan kerja yang
dipimpinnya,
termasuk
pemeriksaan kas yang dikelola oleh
bendahara.
Bastian
mengungkapkan
Darise
melakukan
(2006:76)
bahwa
pengguna
anggaran
mempunyai
tugas
wewenang
sebagai berikut:
dan
a. Menyusun RKA-SKPD.
b. Menyusun DPA-SKPD.
c. Melakukan
tindakan
yang
mengakibatkan pengeluaran atas
beban anggaran belanja.
d. Melaksanakan anggaran SKPD
yang dipimpinnya.
e. Melakukan pengujian atas tagihan
dan memerintahkan pembayaran.
f. Melakukan pemungutan bukan
pajak.
g. Mengadakan
ikatan/perjanjian
kerja sama dengan pihak lain
dalam batas anggaran yang telah
ditetapkan.
h. Menandatangani Surat Perintah
Membayar.
22)
mengungkapkan Kepala Satuan Kerja
Perangkat Daerah dalam melaksanakan
tugasnya
sebagai
Pengguna
Anggaran/Barang dibantu oleh:
a. Pejabat
Kuasa
Pengguna
Anggaran.
b. Pejabat
Pelaksana
Teknis
Kegiatan.
c. Pejabat
Penata
usaha
Keuangan.
d. Bendahara penerimaan dan
pengeluaran.
Pejabat
Barang
tugas-tugas
Pengguna
dalam
Anggaran/
melaksanakan
dapat
melimpahkan
sebagian kewenangannya kepada kepala
unit
kerja
Anggaran.
selaku
Kuasa
Pengguna
Pelimpahan
sebagian
kewenangan berdasarkan pertimbangan
tingkatan
ISSN: 873 – 3741-1
(2009:
daerah,
besaran
SKPD,
Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013
besaran jumlah uang yang dikelola,
diajukan
oleh
bendahara
pengeluaran.
c. Melakukan verifikasi Surat
Permintaan Pembayaran.
d. Menyiapkan Surat Permintaan
Membayar.
e. Melakukan verifikasi harian
atas penerimaan.
f. Melaksanakan
akuntansi
SPKD, dan
g. Menyiapkan laporan keuangan
SKPD.
beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau
rentang
kendali
dan
pertimbangan
objektif lainnya ditetapkan oleh kepala
daerah atas usul kepala SKPD. Pejabat
Pengguna
Anggaran/Barang
dalam
melaksanakan program dan kegiatan
menunjuk Pejabat
Kegiatan
pada
Pelaksana
SKPD
Teknis
berdasarkan
pertimbangan kompetensi jabatan, beban
Seseorang
yang
kerja, rentang kendali dan pertimbangan
persyaratan
dapat
objektif
Pelaksana
Teknis
lainnya.
52
Bastian
(2006:77)
memenuhi
menjadi
Pejabat
Kegiatan
pada
mengatakan bahwa Pejabat Pelaksana
beberapa kegiatan berbeda, namun tidak
Teknis
dapat
Kegiatan
mempunyai
tugas
sebagai berikut:
Penata
a. Mengendalikan pelaksanaan
kegiatan
b. Melaporkan
perkembangan
pelaksanaan kegiatan dan
c. Menyiapkan
dokumen
anggaran
atas
beban
pengeluaran
pelaksanaan
kegiatan
Menurut Darise (2009:23) dalam
rangka melaksanakan wewenang pada
SKPD yang dipimpinnya Kepala SKPD
selaku
Pejabat
Pengguna
Anggaran/Barang menetapkan Pejabat
Penata
usaha
merangkap
Keuangan
yang
mempunyai tugas, antara lain:
a. Meneliti kelengkapan Surat
Permintaan
Pembayaran
Langsung pengadaan barang
dan jasa.
b. Meneliti kelengkapan SPP-UP,
SPP-GU, SPP-TU dan SPP-LS
gaji dan tunjangan PNS serta
penghasilan
lainnya
yang
usaha
sebagai
Pejabat
Keuangan
ataupun
bendahara. Begitu pula Pejabat Penata
usaha Keuangan dilarang merangkap
sebagai
pajabat
pemungutan
yang
bertugas
penerimaan
negara,
bendahara dan atau Pejabat Pelaksana
Teknis Kegiatan. Kepala Daerah atas
usul
Pejabat
Daerah
Pengelola
menetapkan
Keuangan
bendahara
penerimaan dan bendahara pengeluaran
untuk
melaksanakan
kebendaharaan
dalam
tugas
rangka
pelaksanaan anggaran pada SKPD.
Bendahara
penerimaan
adalah
pejabat fungsional yang ditunjuk untuk
menerima,
menata
menyimpan,
menyetorkan,
usaha
dan
mempertanggungjawabkan
pendapatan
pelaksanaan
uang
daerah
dalam
rangka
APBD
pada
SKPD.
Bendahara pengeluaran adalah pejabat
ISSN: 873 – 3741-1
Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013
fungsional
yang
ditunjuk
menyimpan,
menerima,
53
otonomi yang nyata dan bertanggung
membayarkan,
jawab.
Prinsip
otonomi
nyata
dan
adalah
suatu
prinsip
yang
menatusahakan
mempertanggungjawabkan uang untuk
menegaskan
keperluan belanja daerah dalam rangka
pemerintahan
pelaksanaan APBD pada SKPD. Darise
berdasarkan
(2009:25) mengungkapkan bahwa dalam
kewajiban yang senyatanya telah ada
melaksanakan
dan berpotensi
fungsinya
bendahara
bahwa
urusan
dilaksanakan
tugas,
wewenang
dan
untuk tumbuh, hidup,
penerimaan dan bendahara pengeluaran
dan berkembang sesuai dengan potensi
dapat dibantu oleh beberapa pembantu
dan kekhasan daerah. Adapun yang
bendahara antara lain kasir/penyimpan
dimaksud
uang, pembuat dokumen dan petugas
bertanggung jawab adalah otonomi yang
yang melakukan pencatatan.
dalam
dengan
otonomi
penyelenggaraannnya
yang
harus
benar-benar sejalan dengan tujuan dan
E. Pengelolaan Keuangan Daerah Era
Otonomi Daerah
Indonesia
maksud pemberian otonomi yang pada
dasarnya untuk memberdayakan daerah
memasuki
Era
termasuk
meningkatkan
Otonomi Daerah dengan diterapkannya
kesejahteraan
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
utama dari tujuan nasional.
(kamudian menjadi
2004) tentang
UU No.32 Tahun
Dalam otonomi daerah, pimpinan
daerah
memegang
peran
dan Undang-undang Nomor 25 Tahun
srategis
dalam
mengelola
1999 (kemudian menjadi UU No.33
memajukan daerah yang dipimpinnya.
Tahun
Perencanaan
2004)
Pemerintahan Daerah
rakyat sebagai bagian
tentang
Perimbangan
strategis
sangat
sangat
dan
vital,
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
karena disanalah akan terlihat dengan
Daerah. Dalam UU No.32 Tahun 2004
jelas
dijelaskan
mengoordinasikan semua unit kerjanya.
bahwa
otonomi
peran
kepala
daerah menggunakan prinsip otonomi
Betapapun
besarnya
seluas-luasnya
daerah,
tidak
dalam
arti
daerah
diberikan kewenangan mengurus dan
pemanfaatannya
mengatur
tidak
urusan
semua
pemerintahan
di luar urusan
daerah
potensi
akan
dalam
suatu
optimal
bila
bupati/walikota
mengetahui
bagaimana
mengelolanya.
Sebaliknya,
meskipun
pemerintah pusat yang ditetapkan dalam
potensi suatu daerah kurang,
tetapi
undang-undang tersebut. Selain itu juga
dengan
untuk
dilaksanakan
memanfaatkan bantuan dari pusat dalam
ISSN: 873 – 3741-1
pula
dengan
prinsip
strategis
yang
tepat
Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013
54
memberdayakan daerahnya, maka akan
manajemen pemerintahan yang baru
semakin
kemampuan
yang
yang
ada.
perkembangan zaman, misalnya new
Seagaimana dijelaskan dalam pasal 156
public management yang berfokus pada
ayat 1 UU Nomor 32 Tahun 2004, kepala
manajemen
sektor
daerah adalah pemegang kekuasaan
berorientasi
pada
pengelolaan keuangan daerah. Untuk
berorinentasi
itulah, perlu kecakapan yang tinggi bagi
Penggunaan
pimpinan daerah agar pengelolaan dan
management
terutama alokasi dari keuangan daerah
menimbulkan
dilakukan secara efektif dan efisien guna
bagi pemerintah. di antaranya perubahan
mencapai tujuan-tujuan pembangunan
pendekatan
daerah. Otonomi daerah harus diikuti
penganggaran,
dengan serangkaian reformasi sektor
penganggaran
publik. Dimensi reformasi sektor publik
budget) menjadi penganggaran berbasis
tersebut
tidak
kinerja (performance budget), tuntutan
format
lembaga,
sumber
meningkatkan
daya
manusia
sekadar
perubahan
akan
sesuai
dengan
tuntutan
publik
yang
kinerja,
pada
bukan
kebijakan.
paradigma
new
public
tersebut
beberapa
konsekuensi
dalam
dalam
yakni
tradisional
dari
(traditional
tetapi
untuk melakukan efisiensi, pemangkasan
menyangkut pembaruan alat-alat yang
biaya (cost cutting), dan kompetensi
digunakan
tender (compulsory competitive tendering
untuk
berjalannya
mendukung
lembaga-lembaga
publik
contract).
tersebut secara ekonomis, efisien, efektif
Sejalan
dengan
perlunya
transparan, dan akuntabel sesuai dengan
dilakukan reformasi sektor publik, diawal
cita-cita reformasi yaitu menciptakan
periode otonomi
good governace benar-benar tercapai.
sejumlah
Untuk
governace
mewujudkan
diperlukan
good
reformasi
(PP)
daerah, telah keluar
peraturan
sebagai
Undang-undang
pemerintah
operasionalisasi
Otonomi
dari
daerah.
kelembagaan (institutional reform) dan
Kelemahan perundang-undangan dalam
reformasi
(public
bidang keuangan daerah selama ini
Reformasi
menjadi salah satu penyebab terjadinya
menyangkut
beberapa bentuk penyimpangan dalam
alat-alat
pengelolaan keuangan negara. Dalam
manajemen
management
publik
reform).
kelembagaan
pembenahan
seluruh
pemerintahan di daerah, baik struktur
upaya
maupun
tersebut
infrastrukturnya.
Reformasi
menghilangkan
dan
penyimpangan
mewujudkan
manajemen sektor publik terkait dengan
pengelolaan
perlunya digunakan digunakan model
berkesinambungan (sustainable)
ISSN: 873 – 3741-1
fiskal
sistem
yang
sesu
Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013
ai dengan aturan pokok
yang telah
55
Akuntabilitas dalam pertanggungjawaban
ditetapkan dalam undang-undang dasar
publik
dan asas-asas umum yang berlaku
artii bahwa proses penganggaran mulai
secara
dari
universal,
maka
dalam
juga
diperlukan,
perencanaan,
dalam
penyusunan,
dan
penyelenggaraan pemerintahan negara
pelaksanaan harus benar-benar dapat
diperlukan suatu undang-undang yang
dilaporkan dan dipertanggungjawabkan
mengatur pengelolaan keuangan negara.
kepada
DPRD
dan
masyarakat.
kekuasaan
pengelolaan
Kemudian, Value for money yang berarti
keuangan daerah menurut
pasal 6 UU
diterapkannya tiga prinsip dalam proses
No.
2003
merupakan
penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi
kekuasaan
pengelolaan
Adapun
17
bagian
Tahun
dari
dan efektivitas.
keuangan negara. Dalam hal ini presiden
selaku
kepala
tersebut,
kekuasaan
menghasilkan
pengelolaan keuangan
negara
daerah
dari
APBD)
bagian
kekuasaan
pemerintahan,
kemudian
diserahkan
kepada
(yang
yang
mencerminkan
pengharapan
secara
efektif, transparan,
keuangan
jawab.
melahirkan
kekayaan
kesejahteraan
daerah
Selanjutnya,
yang
kekuasaan
dipisahkan.
pengelolaan
benar-benar
dan
daerah
ekonomis,
dan
Sehingga
pemerintah daerah dalam kepemilikan
dalam
masyarakat
pemerintahan daerah untuk mengelola
mewakili
akan
kepentingan
setempat
dan
maka
tertuang
gubernur/bupati/walikota selaku kepala
daerah
penerapan
prinsip-prinsip
keuangan
sebagai
adanya
pemerintahan
memegang
pengelolaan
Dengan
efisien,
bertanggung
nantinya
kemajuan
akan
daerah
dan
masyarakat.
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan
keuangan daerah dilaksanakan
oleh
daerah akan terlaksana secara optimal
masing-masing
kerja
apabila
kepala
pengelola
keuangan
pejabat
pengelola
satuan
daerah
penyelenggaraan
urusan
selaku
pemerintahan diikuti dengan pemberian
dan
sumber-sumber penerimaan yang cukup
APBD
dilaksanakan oleh kepala satuan kerja
kepada
perangkat
kepada Undang-Undang yang mengatur
daerah
selaku
pejabat
pengguna anggaran/barang daerah.
Perimbangan
Pengelolaan keuangan daerah
harus transparansi
proses
yang mulai
perencanaan,
dengan
Keuangan
mengacu
antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
dari
Daerah, dimana besarnya disesuaikan
penyusunan,
dan diselaraskan dengan pembagian
pelaksanaan anggaran daerah. Selain itu,
ISSN: 873 – 3741-1
daerah,
kewenangan
antara
Pemerintah
dan
Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013
Daerah. Semua sumber keuangan yang
56
kekayaan daerah yang dipisahkan.
melekat pada setiap urusan pemerintah
Ketentuan tersebut berimplikasi
yang diserahkan kepada daerah menjadi
pada pengaturan pengelolaan keuangan
sumber keuangan daerah.
daerah, yaitu bahwa Kepala daerah
Daerah
diberikan
hak
untuk
(gubernur/bupati/walikota)
adalah
mendapatkan sumber keuangan yang
pemegang
antara
keuangan daerah dan bertanggungjawab
lain
berupa :
kepastian
kekuasaan
tersedianya pendanaan dari Pemerintah
atas
sesuai dengan urusan pemerintah yang
sebagai
diserahkan; kewenangan memungut dan
pemerintahan
daerah.
Dalam
mendayagunakan pajak dan retribusi
melaksanakan
kekuasaannya,
kepala
daerah dan hak untuk mendapatkan bagi
daerah
hasil dari sumber-sumber daya nasional
seluruh kekuasaan keuangan daerah
yang
dana
kepada para pejabat perangkat daerah.
untuk
Dengan
berada
di
perimbangan
daerah
lainnya;
mengelola
hak
kekayaan
Daerah
mendapatkan
pendapatan
lain
sumber-sumber
dan
melimpahkan
kekuasaan
sebagian
demikian
atau
pengaturan
sumber-sumber
keuangan daerah melekat dan menjadi
yang
sah
pembiayaan.
Pemerintah
dalam
dari
daerah
pengelolaan dan pertanggungjawaban
serta
satu dengan pengaturan pemerintahan
Dengan
daerah, yaitu dalam Undang-Undang
mengenai Pemerintahan Daerah.
menerapkan
prinsip uang mengikuti fungsi.
Di
bagian
keuangan
dan
pengaturan tersebut, dalam hal ini pada
dasarnya
pengelolaan
pengelolaan
Anggaran
yang
keuangan tahunan pemerintahan daerah
mengatur Keuangan Negara, terdapat
yang
penegasan
di
daerah.
keuangan,
yaitu
pengelolaan
bahwa
dan
belanja daerah ( APBD) adalah rencana
Undang-Undang
bidang
pendapatan
ditetapkan
APBD
dengan
peraturan
merupakan
dasar
kekuasaan
pengelolaan keuangan daerah dalam
pengelolaan keuangan negara adalah
masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung
sebagai
kekuasaan
mulai 1 Januari sampai dengan tanggal
kekuasaan
31
bagian
pemerintahan;
pengelolaan
dari
dan
keuangan
negara
dari
Desember.
APBD
gubernur/bupati/walikota selaku kepala
dokumen-dokumen
pemerintah
daerah
untuk
mengelola
kepada
keuangan
daerah
dan
mewakili
ISSN: 873 – 3741-1
daerah
mengajukan rancangan Perda tentang
presiden sebagian diserahkan kepada
pemerintah daerah dalam kepemilikan
Kepala
disertai
DPRD
penjelasan
dan
pendukungnya
untuk
memperoleh
persetujuan bersama. Rancangan Perda
provinsi
tentang
APBD
yang
telah
Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013
disetujui
bersama
dan
57
rancangan
merupakan perolehan sumber daya pada
Peraturan Gubernur tentang penjabaran
kuantitas yang dibutuhkan dengan harga
APBD sebelum ditetapkan oleh Gubernur
yang lebih murah; efficiency merupakan
paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan
output yang maksimun dengan sejumlah
kepada Menteri Dalam Negeri untuk
input tertentu atau input yang minimal
dievaluasi.
untuk
Rancangan
Perda
mendapatkan
dibutuhkan.
disetujui
rancangan
merupakan ukuran yang umum dalam
tentang
kinerja, seperti biaya, volume pelayanan
Peraturan
dan
Bupati/Walikota
efisiensi
Penjabaran APBD sebelum ditetapkan
dan
oleh Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga)
effectiveness merupakan tugas yang
hari disampaikan kepada Gubernur untuk
telah tercapai.
dievaluasi.
penerimaan
pemerintahan
dan
daerah
dianggarkan dalam APBD dan dilakukan
melalui
rekening
kas
daerah
yang
dikelola oleh Bendahara Umum Daerah.
Penyusunan,
pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, pengawasan
dan
pertanggungjawaban
keuangan
daerah diatur lebih lanjut dengan Perda
yang
berpedoman
pada
Peraturan
Pemerintah.
F. Kinerja Pengelolaan Keuangan
Daerah
Salah
pengukuran
satu
pendekatan
kinerja
pengelolaan
Keuangan Daerah yang dikembangkan
adalah value for money (VFM) yang
meliputi ekonomi (economy), efisiensi
(efficiency) dan efektivitas (effectiveness).
Masing-masing indikator kinerja tersebut
didefinisikan sebagai berikut; economy
ISSN: 873 – 3741-1
sedangkan
Menurut Freeman & Shoulders
Semua
pengeluaran
produktivitas;
dan
yang
kabupaten/kota tentang APBD yang telah
bersama
Ekonomi
output
(2003:727)
indikator
kinerja
untuk
masing-masing komponen VFM dapat
diringkas sebagai berikut:
Ekonomi (economy) mencakup:
1. Penggunaan sumberdaya
secara
hemat
(using
resources economically)
2. Penyebab
timbulnya
ketidakhematan (cause of
in economy)
3. Ketaatan terhadap aturan
(law-abiding)
Efisiensi (efficiency) mencakup:
1. Penggunaan sumberdaya
secara
efisien
(using
resources efficienly)
2. Penyebab
timbulnya
ketidakefisienan (cause of
in efficiency)
3. Ketaatan pada aturan
(law-abiding)
Keefektivan
(effectiveness)
mencakup:
1. Tingkat
pencapaian
(accomplishment rate)
2. Efektivitas
Kegiatan
(effectively of activities)
3. Ketaatan pada aturan
(law-abiding)
Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013
Mahmudi (2010:83) menyatakan
bahwa: “pengukuran kinerja value for
money
adalah
pengukuran
kinerja
untuk mengukur ekonomi, efisiensi dan
efektivitas suatu kegiatan, program dan
organisasi.
Dalam
konteks
otonomi
daerah, penilaian kinerja dengan konsep
VFM
merupakan
menghantarkan
mencapai
jembatan
pemerintah
good
governance,
untuk
daerah
yaitu
Pemerintah daerah yang transparan,
ekonomis, efisien, efektif, responsif dan
akuntabel. Untuk itu diperlukan sistem
pengelolaan keuangan dan anggaran
daerah yang berorientasi pada kinerja
(performance
budget)
(Mardiasmo,
2002:230).
Sementara itu menurut Mahmudi
(2010:95) rerangka pengukuran kinerja
Value for Money dibangun atas tiga
komponen utama, yaitu: (1) Komponen
misi, visi, tujuan, sasaran dan target; (2)
Komponen input, proses, output, dan
outcome; (3) Komponen pengukuran
ekonomi, efisiensi dan efektivitas.
1. Penentuan Misi, Visi, Tujuan,
Sasaran dan Target
Komponen ini menjadi tujuan
tertinggi yang hendak dicapai dari
suatu sistem manajemen kinerja.
Setiap indikator kinerja harus
dikaitkan dengan pencapaian misi,
visi, tujuan, sasaran dan target.
Penentuan misi, visi, sasaran dan
target dapat didahului dengan
kegiatan
penjaringan
aspirasi
masyarakat.
Setelah
perangkat
berupa misi, visi, tujuan, sasaran,
target kinerja, strategi dan program
ISSN: 873 – 3741-1
58
ditetapkan tahap berikutnya adalah
mengembangkan metodologi untuk
penilaian kinerja. Langkah pertama
organisasi
harus
menentukan
indikator input, output, outcome,
benefit,
dan
impact.
Setelah
indikator-indikator
tersebut
ditetapkan, organisasi kemudian
baru bisa mengukur ekonomi,
efisiensi dan efektivitas.
2. Penentuan indikator Input, Output
dan Outcome
Berdasarkan lima indikator input,
output, outcome, benefit dan impact
organisasi kemudian dapat membuat
berbagai ukuran kinerja berupa
ukuran:
1. Ekonomi, yaitu perbandingan
cost per unit input atau unit input
per rupiah;
2. Efisiensi atau produktivitas, yaitu
perbandingan antara output per
unit input atau input per unit
output;
3. Efektivitas (tingkat keberhasilan
proses), yaitu perbandingan
antara outcome per output;
4. Manfaat sosial neto (net social
benefit), yaitu unit outcome yang
berhasil;
5. Efisiensi biaya (cost-efficiency),
yaitu cost per unit output atau
output per rupiah cost;
6. Efektivitas
biaya
(cost-effectiveness), yaitu cost
untuk mencapai outcome;
7. Biaya manfaat (benefit-cost),
yaitu net social benefit per rupiah
kos;
8. Ukuran pencapaian output;
9. Ukuran pencapaian outcome.
3. Pengukuran Ekonomis, Efisiensi dan
Efektivitas
Ekonomis adalah perbandingan
antara input sekunder dengan input
primer.
Efisiensi
adalah
perbandingan antara output dengan
input.
Efektivitas
merupakan
perbandingan
antara
outcome
dengan
output.
Perbandingan
tersebut
merupakan
desain
pengukuran kinerja VFM, sedangkan
Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013
pengukuran
kinerja
yang
sesungguhnya baru bisa dilakukan
apabila program atau aktivitas telah
selesai dilaksanakan.
Value for Money menghendaki
organisasi
bisa
memenuhi
ekonomis,
efisiensi
dan
prinsip
efektivitas
tersebut secara bersama-sama. Dengan
pengertian
lain,
Value
for
Money
menghendaki organisasi dapat mencapai
tujuan yang ditetapkan dengan biaya
yang lebih rendah. Pada Gambar 2.1
melukiskan rantai Value for Money yang
terdiri atas tiga elemen utama, yaitu input,
output, outcome. Berdasarkan ketiga
elemen
tersebut
organisasi
dapat
mengukur tingkat ekonomis, efisiensi dan
efektifitas.
Gambar 2.1
Value for Money Chain
59
output disebut efficiency, antara output
dengan
outcome
disebut
sebagai
effectivenes.
Penggunaan
indikator
kinerja
sangat penting untuk mengetahui apakah
suatu
aktivitas
atau
program
telah
dilakukan secara efisien dan efektif. Pada
dasarnya terdapat dua hal yang dapat
dijadikan
sebagai
indikator
kinerja
(performance budget) (Mardiasmo, 2002:
219). Kebijakan anggaran adalah alat
atau instrumen yang dipakai oleh DPRD
untuk
mengevaluasi
kinerja
kepala
daerah. Alat tersebut berupa strategis
makro dan policy yang tertuang dalam
Propeda
(Program
Daerah)
dan
Strategis
Daerah),
Pembangunan
Renstrada
(Rencana
Kebijakan
umum
APBD, serta Strategi dan Prioritas APBD.
Anggaran
kinerja
adalah
alat
atau
instrumen yang dipakai oleh kepala
daerah
untuk mengevaluasi
unit-unit
kerja yang ada di bawah kendali kepala
daerah selaku manajer eksekutif.
Sumber: Mahmudi (2010:87)
Salah satu model yang populer
dikemukakan oleh Henderson-Stewart,
G. Kesimpulan
Pengelolaan
seperti yang dikutip Keban (2008:223)
adalah
yang mendekati kinerja dari empat titik
meliputi
pengukuran
penatausahaan,
mulai
pengukuran
mulai
dari
empat
dari
titik
biaya,
Keuangan
keseluruhan
perencanaan,
Daerah
kegiatan
yang
pelaksanaan,
pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan
sumberdaya, output sampai outcome.
keuangan
Indikator yang digunakan antara biaya
keuangan daerah yang diatur dalam
dengan sumberdaya disebut sebagai
peraturan menteri ini meliputi kekuasaan
economy, antara sumberdaya dengan
pengelolaan keuangan daerah,
ISSN: 873 – 3741-1
daerah.
Pengelolaan
azas
Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013
60
umum dan struktur APBD, penyusunan
peningkatan
rancangan APBD, penetapan APBD,
kesejahteraan masyarakat yang semakin
penyusunan dan penetapan APBD bagi
baik maka dapat meningkatnya tuntutan
daerah yang belum memiliki DPRD,
masyarakat akan pemerintah yang baik,
pelaksanaan APBD, perubahan APBD,
hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi
pengelolaan
pemerintah untuk bekerja secara lebih
kas,
penatausahaan
pelayanan
keuangan daerah, akuntansi keuangan
efisien
daerah,
menyediakan layanan prima bagi seluruh
pertanggungjawaban
pelaksanaan
APBD,
pengawasan
daerah,
pembinaan
pengelolaan
kerugian
dan
keuangan
efektif
terutama
dalam
masyarakat. Dilihat dari sisi pengelolaan
keuangan
daerah
khususnya
dan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka
BLUD.
kontribusi terhadap APBD meningkat tiap
Pengelolaaan keuangan daerah dimulai
tahun anggaran hal ini didukung pula
dengan
dengan
pengelolaan
daerah,
dan
dan
keuangan
perencanaan
/penyusunan
tingkat
efektivitas
dari
anggaran pendapatan belanja daerah
penerimaan daerah secara keseluruhan
(APBD). APBD disusun sesuai dengan
sehingga
kebutuhan
masyarakat
untuk
membayar
kewajibannya
kepada
Pemerintah
penyelenggaraan
pemerintahan
dan
kemampuan
pendapatan daerah. Penyusunan APBD
sebagaimana
RKPD
dalam
berpedoman
rangka
adanya
pelayanan kepada masyarakat untuk
Daerah dalam bentuk pajak dan retribusi.
Daftar Pustaka
Anggarini, Yunita. Hendra Puranto. 2010.
tercapainya tujuan bernegara. APBD
Anggaran
mempunyai
Penyusunan
perencanaan,
distribusi,
otorisasi,
pengawasan,
alokasi,
stabilisasi.
APBD,
dan
dari
kepada
mewujudkan
fungsi
kemauan
Berbasis
Kinerja.
APBD
Secara
Komprehensif. Yogyakarta: UPP
STIM YKPN.
dan
Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
Publik: Suatu Pengantar. Jakarta:
setiap
dengan
Erlangga.
peraturan daerah. APBD yang disusun
--------------------.
perubahan
APBD,
tahun
ditetapkan
2009.
Sistem
oleh pemerintah daerah telah mengalami
Perencanaan dan Penganggaran
perubahan dari yang bersifat incramental
Pemerintahan Daerah di Indonesia.
menjadi
Jakarta: Salemba Empat.
anggaran
berbasis
kinerja
sesuai dengan tuntutan reformasi. Dilihat
dari aspek masyarakat dengan adanya
ISSN: 873 – 3741-1
Baswir.
R.
1988.
Pemerintahan
Akuntansi
Indonesia.
Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013
2007.
Yogyakarta: BPFE.
Bernardin, H John and Russel, Joice E. A.
1993.
Human
Resources
Management. New York: The Free
Press.
Darise,
Nurlan.
2009.
Pada
Pengelolaan
Satuan
Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) dan
BLU. Jakarta: Indeks.
Surya.
Kinerja.
2010.
Falsafah
Penerapannya.
Keuangan
Rampai
Daerah.
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Nick.
Rinto Adriono dan Wahyu W. Basjir.
2002. Memahami Anggaran Publik.
Yogyakarta: IDEA Press
Henderson-Stewart
Manajemen
Performance
Teori
Review
dan
Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Devas,
Manajemen
Bunga
Helmi, Ahmad Fuady, Dety Fatimah,
Keuangan
Dharma,
Seri
61
in
Keuangan
1990.
Management
Local
and
Government.
Dalam M. cave, M. Kogan and R.
Smith
1987.
D.
(eds),
Performance
Output
and
Measurement
in
Pemerintah Daerah di Indonesia.
Government: The State of The Art.
Jakarta: UI-Press
London:
Dwiyanto, Agus. 1995. Kinerja Organisasi
Pelayanan
Publik.
Yogyakarta:
Jessica
Publishers.
Hersey, Paul & Kenneth H. Blanchard,
1992.
Fisipol UGM.
Kingsley
Management
of
D.
Organizational Behaviour : Utilizing
Shoulders,. 2003. Governmental
Human Resources. Sixth Edition.
and Nonprofit Accounting, Theory
New
Freeman, Robert J, and Craig
th
Jersey:
Prentice
and Practice. 7 Ed. New Jersey:
International
Person Education, Inc.
Englewood Cliff.
Fuad, Noor, Subkhan dan Insyafiah. 2006.
Government
Otonomi
beberta Ilustrasi Penerapannya di
Republik
Indonesia.
Rajawali Press.
Jakarta:
dan
Badan
Pelatihan
Keban,
Inc.
Riwu. 2007. Prospek
Statistic
Pendidikan
Finance
Kaho, Josef
Edition.
hall
Daerah
di
Indonesia.
Yeremias.
T.
Jakarta:
Enam
Keuangan, Departemen Keuangan
Dimensi
Republik Indonesia
Publik: Konsep, Teori, dan Isu.
Halim, Abdul. 2004. Bunga Rampai
Manajemen
Keuangan
Daerah.
Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Halim, Abdul & Theresia. Damayanti,
ISSN: 873 – 3741-1
Strategis
2008.
Negara
Administrasi
Yogyakarta. Gavamedia.
Mahmudi. Manajemen Kinerja Sektor
Publik. 2010. Yogyakarta: UPP
STIM YKPN.
Jurnal Ilmiah “POLITEA” FISIP Universitas Al-Ghifari, Volume 10 Nomor 5, Januari 2013
Mahsun,
Mohamad,
Firman
Sulistyowati, dan Heribertus Andre
62
Britain, Prentice Hall.
Sugiyono.
2010.
Metode
Purwanugraha. 2006. Akuntansi
Kuantitatif
Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE
Bandung: Alfabeta.
Manullang, M. 1983. Beberapa Aspek
Kualitatif
Paradigma
Jakarta: Pembangunan.
Keuangan
2002.
Manajemen
Otonomi
Keuangan
dan
Daerah.
Mariana, Dede. Caroline Paskarina. 2008.
Demokrasi
dan
Politik
Desentralisasi. Bandung: Graha
Baru.
Pengelolaan
Daerah
Dalam
Malang: Banyumedia Publishing.
1998.
Dasar-dasar
Administrasi Keuangan. Republik
Indonesia:Lembaga
Administrasi
Negara.
Suparmoko. 2000. Keuangan Negara.
Ilmu.
Moeheriono. 2009. Pengukuran Kinerja
Berbasis
Kompetensi.
Competency
Resource
Based
Human
Management.
Bogor:
Ghalia Indonesia.
2006.
Keuangan
Perspektif
Daerah:
Desentralisasi
Pengelolaan
Indonesia.
Dalam
Teori
dan
Yogyakarta: BPFE.
Widodo. 2010. Membangun Birokrasi
Berbasis
Kinerja.
Fiskal
APBD
Jakarta:
di
Lembaga
dan
Hariyandi.
Penganggaran
Pedoman
Praktis
Kiat
Membangun Organisasi Kompetitif
Perdagangan
Bebas
Dunia. Yogyakarta: BPFE.
Rose, Aidan and Alan Lawton. 1999.
Public
Services
England:
Pearson
Management.
Education
Limited, First Published In Great
ISSN: 873 – 3741-1
Penyusunan
dan
(berbasis
Karyawan
Publik.
Pelaksanaan
Akuntansi Pemerintah (LPKPAP).
Prawirosentono, Suyadi. 1999. Kebijakan
2005.
Sektor
Pertanggungjawaban
Menjelang
Malang:
Yuwono, Sony, Tengku Agus Indrajaya
Pengkajian Keuangan Publik dan
Kinerja
Praktek.
Banyumedia Publishing.
Mulyana, Budi. Subkhan, Kuwat Slamet.
dan
R&D.
Penyusunan APBD di Era Otonomi.
Sukadarto.
Yogyakarta: Andi.
dan
Suhadak. Trilaksono Nugroho. 2007.
Administrasi Pemerintahan Daerah,
Mardiasmo.
Penelitian
kinerja).
APBD
Malang:
Banyumedia.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004
Tentang Perimbangan Keuangan
Antara
Pemerintah
Pemerintah Daerah
Pusat
dan
Download