BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Penyakit jantung koroner merupakan salah satu jenis penyakit jantung yang disebabkan adanya penyempitan pembuluh darah jantung / pembuluh koroner. Penyakit jantung koroner adalah kelainan pada sattu atau lebih pembuluh darah arteri koroner dimana terdapat penebalan dari dinding dalam pembuluh darah disertai adanya plak yang akan mempersempit lumen arteri koroner dan akhirnya akan mengganggu aliran darah ke otot jantung kemudian terjadi kerusakan otot jantung yang berakibat dapat mengganggu fungsi kerja jantung. ( Setiono A, 2003 : hal 16 ). B. Macam – macam serangan penyakit jantung koroner Menurut macam serangan yang terjadi pada pembuluh darah koroner dapat di katagorikan dari : 1. lokasi dan ukuran pembuluh darah yang mengalami gangguan a. Infark miokardal Penurunan aliran darah pada pembuluh koroner kembali sampai batas normal hal ini akan mengakhiri terjadinya iskemik pada pembuluh koroner apabila peristiwa iskemik sementara kebutuhan oksigen miokard terus berlanjut 8 berakibat menipisnya cadangan oksigen hal ini mengakibatkan terjadinya nekrosis, karena kebutuhan energi akan melebihi supplai energi yang terdapat pada darah hal ini disebut dengan infark miokard jaringan miokard yang sudah terjadi nekrosis tidak dapat hidup kembali daerah disekitar jaringan yang mati disebut dengan zona jaringan iskemik yang mengalami sedikit kerusakan masih hidup pada aliran darah yang sangat terganggu. b. Infark transmural Infark transmural mengakibatkan nekrosis pada semua lapisan miokard, karena fungsi jantung bekerja sebagi pemompa darah keseluruh tubuh pengaruh adanya salah satu segmen dinding miokard yang mengalami infark ( mati ) dan gangguan fungsi jantung, hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan kerja jantung, penurunan kerja jantung merubah pada haemodinamik dan gangguan pada kerja jantung dalam sistolik untuk mengosongkan ventrikel apabila daerah infark transmmural kecil c. Infark subendokardial Infark subendokarddial umumterjadi dan meliputi nekrosis dari lapisan dalam miokard sedangkan jaringan subendokadial yang paling rentan terhadap iskemik, pada dinding luar epikardium sedikit rentan karena lapisan otot 9 miokardium dibungkus / diselaputi berguna untuk melakukan pemompaan yang effisien melihat bentuk lapisan otot miokardium sendiri saling menyilang satu sama yang lainnnnya, pada bentuk infark subendokardium mempunyai sedikit dampak pada gerakan dinding dibandingkan dengan infark transmural. 2. Respon nyeri Melihat dari respon nyeri yang ditimbulkan macam penyakit jantung dibagi menjadi 2 macam ( Long, 2000 : 564 ) : a. Angina pectoris Nyeri terasa di prekardial. Angina sering terjadi sebagai suatu rasa desakan, diperas, ditekan, dicekik dan nyeri terbakar, rasanya tajam dan menekan atau sangat nyeri, terus menerus dan dangkal. Nyeri dapat menyebar ke belakang sternum sampai dada kiri, leher, lengan kiri, rahang dan bahu kiri. Nyeri visceral dari miokard kadang – kadang sukar dilokalisir. Angina pectoris dibagi menjadi 2 : 1) Angina pectoris stabil Angina pectoris stabil adalah nyeri substernal paroksismal yang hilang dengan istirahat atau dengan menggunakan nitrogliserin, serangan iskemi 10 sementara ini terjadi secara serupa setiap waktu, nyeri dapat dikontrol dengan nitrogliserin 2) Angina pectoris tidak stabil Angina pectoris tidak stabil angina yang lebih berat dari angina stabil, serangan lebih berat atau lebih sering terjadi dengan sedikit bekerja atau serangan muncul saat istirahat, hal ini mengakibatkan nyeri walaupun diberikan tablet nitrogliserit dua tablet tidak menghilang. 3) Angina prinzmental atau varian Nyeri dada terjadi tanpa factor pencetus karena berhubungan dengan spasme pembuluh arteri koroner. Hal ini ditunjukkan pada gambaran elektro kardio graf adanya segmen ST elevasi. b. Infark miokard Infark miokardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri koroner besar atau pada cabang – cabangnya. Lamanya kerusakan miokardial bervariasi dan tergantung kepada besarnya daerah yang dialiri oleh arteri koronaria yang tersumbat. Infark miokardium dapat berakibat nerkrosis karena parut, fibrosis atau mendatangkan kematian mendadak. Untuk membedakan antara infark miokard dengan angina pectoris dilihat dari perekaman 11 EKG, gejala nyeri yang ditimbulkan pada infark miokard hamper sama dengan angina prizmental. Lama nyeri berlangsung dari 35 sampai 45 menit atau lebih ( terjadi dalam kurun waktu beberapa jam ) disertai dengan sesak nafas ( dypsnea ), diaporesis, gugup, mual. 3. Daerah yang terkena infark miokard Daerah infark dapat dilihat dari perekaman EKG, menurut perekaman dapat dibedakan dikategorikan : a. Anterior Pada pemeriksaan elektro kardio grafi diketemukan adanya gambaran elevasi segmen ST pada sadapan prekordial di lead V3 dan V4 dan adanya perubahan resiprokal ( depresi ST ) pada lead II, III, aVF. b. Inferior Pada pemeriksaan elektro kardio grafi diketemukan adanya gambaran elevasi segmen ST pada sadapan prekordial di lead II, III, aVF dan adanya perubahan resiprokal ( depresi ST ) pada lead V1 sampai V6, lead I dan aVL. c. Lateral Elevasi segmen ST pada lead I, aVL, V5 dan V6. 12 d. Posterior Perubahan resiprokal pada lead II, III dan aVF, terutama gelombang R pada V1 dan V2. C. Akibat penyakit jantung koroner Kerusakan pada pembuluh arteri koroner pada penyakit jantung koroner dapat mengakibat : 1. Syok kardiogenik Syok kardiogenik merupakan ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah keseluruh tubuh, pada penyakit jantung koroner disebabkan karena adanya kematian jaringan miokard sehingga jantung tidak dapat memompakan darah secara optimal hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi jaringan. 2. Disritmia Disritmia sering menyertai infark akut sering kali disebabkan oleh kegagalan ventrikel kanan dari pada sebagai akibat langsung dari iskemik system konduksi. Disritmia setelah infark miokard akut sering terjadi dan bervariasi jenisnya yang sering ditemukan adalah kontraksi ventrikel premature, bradikardi, fibrilasi atrium, Atrio Ventrikular blok, Ventrikel takhikardi, aritmia letal yang disebabkan karena ventrikel fibrilasi dan gangguan yang terjadi pada disritmia yang sangat berbahaya adalah asistole. Asistole merupakan berhentinya kerja jantung ( jantung tidak dapat berfungsi kembali ) hal ini mengakibatkan terjadinya kematian disaat serangan. 13 3. Perikarditis Perikarditis merupakan peradangan pada lapisan jantung ( Perikardium ), perikarditis terjadi beberapa saat setelah jantung mengalami serangan. Pada perikarditis diketemukan adanya tanda nyeri yang semakin berat dengan nafas dalam dan friction rub. 4. Ruptur jaringan jantung Akibat dari penyakit jantung koroner yang berbahaya adalah apabila terjadi rupture jaringan, adapun rupture jaringan pada penyakit jantung koroner diantaranya : rupture septal interventrikuler, rupture otot papilaris dan rupture jantung. Rupture diawali dengan terjadinya kematian jaringan yang mengakibatkan jaringan menjadi keras ( tidak elastis lagi ) karena jantung terus berdenyut sehingga jaringan yang mengera tadi tertarik sehingga terjadi robek. 5. Kematian mendadak Kematian mendadak pada penyakit jantung koroner disebabkan karena ketidakmampuan kerja jantung dan gangguan konduksi / irama jantung ( Asistole ). D. Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit jantung koroner Kejadian penyakit jantung koroner dipergunakan oleh faktor – faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi ( Long, 2000 ). Adapun faktor – faktor tersebut adalah : 1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi meliputi : 14 a. Umur Angka morbiditas atau mortalitas penyakit jantung koroner meningkat menurut faktor umur, simtomatologi klinis dapat terlihat secara dini pada tingkat dua dekade usia namun kasus penyakit jantung koroner meningkat secara lambat laun pada usia 30 sampai 50 tahun. Kira – kira 55 % korban serangan jantung berusia 65 tahun atau lebih dan mereka yang meninggal adalah empat dari lima orang berusia 65 tahun ke atas, walaupun terjadi perbaikan diit dan pengurangan faktor – faktor resiko lain dapat merubah kecenderungan pada para orang tua dimasa mendatang, kebanyakan orang yang berada dalam resiko pada masa kini merupakan refleksi dari pemeliharaan kesehatan yang buruk pada masa lalu. Semua bentuk penyakit kardiovaskuler meningkatkan frekuensinya berhubungan dengan usia, bahkan faktor resiko kardiovaskuler ini belum banyak diketahui, menunjukkan bahwa ketuaan mengubah fungsi vaskuler. Dalam beberapa studi relaksasi endotelium dependent oleh asetilkolin menurun karena ketuaan. Pada manusia peningkatan aliran darah koroner disebabkan oleh infus asetilkolin akan menurun seiring usia. ( Zeiher,1993 ). 15 b. Jenis kelamin Pada jenis kelamin kejadian penyakit jantung koroner pada pria mempunyai resiko lebih besar dibandingkan dengan perempuan, pada perempuan biasanya tidak terserang penyakit jantung koroner sampai mencapai menopause, peningkatan serangan setelah menopause disebabkan karena menurunnya kadar estrogen dan peningkatan kadar lipid dalam darah. c. Suku bangsa dan warna kulit Angka kejadian pada orang – orang kulit hitam lebih tinggi dibandingkan dengan kulit putih, hal ini dihubungkan dengan adanya penyakit hipertensi yang diderita kulit hitam. d. Genetika Kecenderungan genetik untuk terjadinya penyakit jantung koroner telah dibuktikan. Ada hubungan terjadinya atau terdapatnya aterosklerotik pada orang tua atau anaknya dibawah usia 50 tahun, pada anggota keluarga yang lain. 2. Faktor yang dapat dimodifikasi meliputi : a. Hipertensi Hipertensi yang dapat mengakibatkan terjadinya penyakit jantung koroner dihubungkan dengan penurunan relaksasi endotelium dependen, efek tersebut diperhatikan dengan munculnya kejadian tekanan darah tinggi dan selalu lebih 16 mengakibatkan penyakit jantung koroner dibandingkan dengan hipertensi sendiri. Pokok persoalan dalam hipertensi adalah asetikolin merangsang terjadinya vasokontriksi yang berlawanan pada arteri koronaria epikardial, peningkatan aliran darah karena asetilkolin pada lengan depan dan sirkulasi koroner ditemukan menjadi menurun dalam semua studi kecuali satu studi ( Sargowo, 2003 ). Disfungsi endotel pada hipertensi dapat mendukung peningkatan tahanan embuluh darah perifer ( khususnya jika terjadi dalam tahanan arteri ) dan komplikasi penyakit pembuluh darah, apabila hal ini terjadi pada pembuluh darah berukuran besar dan sedang. Tekanan darah tinggi secara kronis ( lambat laun ) menimbulkan gaya regang yang dapat merobek lapisan endotel arteri dan arteriole. Gaya regang terutama terjadi pada tempat yang bercabang ( bifurkasi ) atau membelok hal ini khas terjadi pada arteri koroneria, aorta dan arteri serebrum. Dengan adanya robekan pada lapisan endotel maka dapat menimbulkan kerusakan berulang sehingga terjadinya siklus peradangan, penimbunan sel darah putih dan trombosit serta pembentukan terjadinya bekuan darah ( trombus ), setiap trombus yang terbentuk dapat terlepas dari arteri sehingga terjadi embolus pada bagian hilir. Hipertensi mempercepat timbulnya arteriosklerotik yaitu terjadinya penumpukan kolagen – 17 kolagen pada pembuluh arteri. Semula arteri elastis kemudian menjadi kaku atau keras, hal ini mengakibatkan peningkatan hambatan vaskuler perifer yang dapat meningkatkan after load dan kebutuhan oksigen miokardium. Pada hipertensi sendiri dipengaruhi oleh asupan kandungan natrium yang tinggi, kegemukan, minum – nimunan beralkohol dan stress. b. Hiperlipidemia Kadar kolesterol serum dan trigliserida yang tinggi dapat menyebabkan terbentuknya arteriosklerosis. Pada pengidap arteriosklerosis, pengendapan lemak ( Foam cell / buih lemak ) ditemukan diseluruh tunika intima dan meluas ke dalam tunika media. Kolesterol dan trigliserida dibawa didalam darah terbungkus dalm protein pengangkut lemak yang disebut dengan lipoprotein. Selanjutnya lipoprotein berdensitas tinggi ( High density lipoprotein, HDL ) membawa lemak keseluruh tubuh, termasuk sel endotel arteri. Llipoprotein meresap ke dalam sel mengakibatkankolesterol dan trigliserida menyebabkan terbentuknya adikal – radikal bebas yang mengakibatkan terjadinya kerusakan sel- sel endotel, kerusakan sel endotel berpengaruh terhadap elastisitas pembuluh arteri dalam merespon rangsang syaraf simpatis dan para simpatis ( Vasodilatasi dan vasokontriksi ). Pada tahap berikutnya tumpukan lemak terlepas ( emboli ) berjalan bersama darah 18 yang akan berhenti pada pumbuluh darah kecil sehingga emboli ini akan mengakibatkan sumbatan ( Obstruksi ), pada daerah yang terkena sumbatan mengalami pengurangan pasokan darah dan terjadi iskemik apabila hal ini tidak teratasi dengan baik berakibat kematian jaringan ( Infark ). Orang yang kadar kolesterolnya melebihi dari 300 ml/dl memiliki resiko empat kali untuk menderita penyakit jantung koroner dibandingkan dengan mereka yang kadar kolesterol 200 mg/dl. c. Merokok Merokok sigaret merupakan faktor terbesar yang menyumbang terjadinya serangan jantung koroner, para perokok sigaret mempunyai resiko dua sampai tiga kali meninggal karena serangan jantung koroner dibandingkan dengan orang yang bukan merokok, resiko tergantung denga jumlah sigaret yang dirokok setiap harinya. Lebih sering merokok sigaret resiko terkena penyakit jantung koroner lebih tinggi, individu yang meninggalkan merokok lebih rendah terserang dibandingkan dengan individu yang masih merokok, ada hubungan antara kadar nikotin dan kandungan karbon monoksida terhadap beban kerja jantung dan gangguan pengangkutan oksigen ke jantung. 19 d. Diabetus millitus Penyakit diabetus millitus mengakibatkan terjadinya arteriosklerotik pada penderita diabetus lebih tinggi, proses degeneratif vaskulair dan metabolisme lipid yang tidak normal memegang peranan terjadinya pertumbuhan ateroma sehingga pembuluh arteri menjadi sempit. e. Kegemukan Berat badan yang berlebihan berhubungan dengan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen jantung menjadi meningkat, kegemukan berkaitan erat dengan peningkatan kadar LDL. f. Kurang gerak dan olah raga Kurang gerak dan aktifitas olah raga yang dilakukan telah terbukti dapat memperbaiki efisiensi kerja jantung dengan mengurangi kecepatan jantung dan tekanan darah. Dampak terhadap fisiologi yang lain dari kegiatan gerakan atau aktifitas adalah menurunkan kepekatan kadar low density lipoprotein ( LDL ) dalam darah, menurunkan kadar glukosa dalam darah, memperbaiki cardiak output dapat mengurangi kemungkinan penyakit jantung koroner apabila individu dalam melakukan kegiatan gerak dan aktifitas olah raga kurang dari yang dianjurkan. Gerak dan aktifitas olah rag yang dianjurkan dilihat dari jumlah total setiap minggu, lama yanng dilakukan, jenis kegiatannya dan jarak tempuh, misalnya : jenis kegiatan yang 20 dilakukan anaerobik lari dengan jarak tempuh 20 sampai dengan 60 meter dengan waktu tempuh 1 sampai 5 menit ( Anwar M, 1997 ). g. Konsumsi kontrasepsi oral Pemakaian kontrasepsi per oral atau pil KB yang mengandung kadar esterogen sintetis akan menngalami peningkatan lemak dalam darah dan peningkatan kadar kolesterol lebih tinggi dibandingkan dengan pil kombinasi yang mengandung hormon esterogen sintetis dan progesteron dengan meningkatnya kadar lemak dalam darah berakibat terjadinya peningkatan resiko terkena penyakit jantung koroner. 21 E. Kerangka teori 1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi : a. Umur b. Jenis kelamin c. Riwayat keluarga d. Suku bangsa / Ras Kejadian 2. Faktor yang dapat dimodifikasi : a. Hipertensi b. Hiperlipidemia c. Merokok d. Stress e. Kurang gerak dan olah raga f. Obesitas g. Diabetus mellitus h. Konsumsi kontrasepsi hormonal Dikutip dari Long, 2000 : 561 penyakit jantung koroner 22 F. Kerangka konsep penelitian 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Umur Jenis kelamin Genetik Hipertensi Hiperlipidemia Merokok Kurang gerak dan olah raga 8. Obesitas 9. Diabetus mellitus 10. Konsumsi kontrasepsi hoirmonal Kejadian penyakit jantung koroner 1. Suku bangsa / Ras 2. Stress Keterangan : : Diteliti : Tidak diteliti G. Variabel penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel bebas meliputi : karakteristik individu ( Umur, Jenis kelamin, Genetik, Hipertensi, Hiperlipidemia, Merokok, Obesitas, Kurang gerak dan olah raga, Diabetus mellitus, Konsumsi kontrasepsi hormonal ). 2. Variabel terikat yaitu kejadian penyakit jantung koroner. 23 H. Hipotesa 1. Ada hubungan umur dengan kejadian penyakit jantung koroner . 2. Ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian penyakit jantung koroner. 3. Ada hubungan genetik dengan kejadian penyakit jantung koroner . 4. Ada hubungan hipertensi dengan kejadian penyakit jantung koroner . 5. Ada hubungan hiperlipidemia dengan kejadian penyakit jantung koroner . 6. Ada hubungan merokok dengan kejadian penyakit jantung koroner . 7. Ada hubungan kurang gerak dan olah raga dengan kejadian penyakit jantung koroner . 8. Ada hubungan obesitas dengan kejadian penyakit jantung koroner . 9. Ada hubungan diabetus millitus dengan kejadian penyakit jantung koroner. 10. Ada hubungan konsumsi kontrasepsi hormonal dengan kejadian penyakit jantung koroner .