KOMUNIKASI POLITIK KADER PARTAI DALAM PEMILIHAN KETUA DPD PARTAI AMANAT NASIONAL KABUPATEN MUNA BARAT *Ardin Ode Saeri **Muh. Zain Abdullah ***Saidin Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Halu Oleo, Kampus Bumi Thridharma Anduonohu, Kendari. Email: [email protected] ABSTRAK Ardin Ode Saeri (C1D1 12 090), Komunikasi Politik Kader Partai Dalam Pemilihan Ketua DPD Partai Amanat Nasional Kabupaten Muna Barat dibawah bimbingan Muh. Zein Abdullah sebagai pembimbing I dan Saidin sebagai pembimbing II. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan komunikasi politik Kader PartaiAmanat Nasional (PAN) dalam pemilihan ketua DPD PAN Kabupaten Mabarat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive, yakni orang-orang yang memiliki pengetahuan, informasi, pengalaman, kecakapan serta menangani langsung hal-hal yang berkaitan dengan strategi komunikasi politik kader parati PAN dalam pemilihan Ketua DPD PAN kabupaten Muna Barat. Subjek penelitian, yaitu para Ketua Dewan Pimpinan Kecamatan (DPC) sebagai pemilik hak suara. Metode pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode wawancara terstruktur dan dokumentasi. Adapun teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik cross check data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data induktif dengan langkahlangkah: reduksi data, kategorisasi dan unitisasi data, display data, dan pengambilan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Komunikasi politik kader Paratai dalam Pemilihan Ketua DPD PAN kabupaten Muna Barat tidak berjalan dengan baik. Meskipun semua kader dalam hal ini pemilik suara memiliki konsensus bersama untuk membesarkan Partai Amanat nasional di Kabupaten Muna Barat tetapi strategi politik dibidang kepemimpinan politik, ketokohan, kebersamaan dan kemampuan negosiasi yang dimiliki oleh calaon ketua DPD PAN Muna Barat sangat kurang. Sehingga berimplikasi pada buruknya citra politik dan kurangnya partisipasi politik. Kata Kunci: Komunikasi Politik, Musywarah Daerah ABSTRACT Ardin Ode Saeri (C1D1 12 090), Kader Party Political Communication in the elections Chairman of the Party's National Mandate Council Muna West under the direction of Muh. Zein Abdullah as mentor I and Saidin as mentors II. This study aimed to describe the National (PAN) political communication PartaiAmanat Kader in the presidential election of DPD PAN Mabarat District. This research is a descriptive research using a qualitative approach. Determination of subjects in this study using teleological, ie those with knowledge, information, experience, skills and directly address issues related to the political communication strategy in the selection of cadres Parati PAN PAN President Council Muna West. The research subjects, namely the President of the District Executive Board (DPC) as the holder of the voting rights. Method of collecting data from this research using the structured interview method and documentation. The technique of verifying the validity of the data in this study using the technique of cross-checking data. The data analysis techniques used in this study are inductive data analysis techniques with the steps of data reduction, categorization and unitization of data, display data and conclusions. The results of this study indicate that the Political Communication cadres Paratai to the chairman of the DPD PAN district elections, Muna West, are not going well. Despite all the cadres in this case, voters have a common consensus to take over the National Mandate Party in Muna West, but a political strategy in the area of political leadership, personality, living together and negotiation owned by President DPD PAN Calaon Muna Barat very less. So it has implications Weak political image and lack of political participation. Keywords: Political communication, Regional Musyawarah PENDAHULUAN Latar Belakang Sejak merdeka para pendiri bangsa telah bersepakat untuk menjadikan negara Indonesia sebagai negara demokrasi. Meskipun dalam pelaksanaanya sering dipelintir sesuai dengan kepentingan pihak yang berkuasa. Nanti pasca runtuhnya rezim Soeharto dan memasuki era reformasi indonesia telah memasuki era demokrasi moderen. Partai politik sering dianggap sebagai salah satu atribut negara demokrasi moderen, dan tidak ada seorang ahli pun dapat membantahnya, karena partai politik sangat diperlukan kehadiranya bagi negara-negara yang berdaulat. Melalui Partai Politik, rakyat dapat mewujudkan haknya untuk berkumpul dan menyatakan pendapat tentang arah kehidupan dan masa depannya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Lahirnya Daerah Otonom Baru memunculkan wilayah kekuasaan politik baru dengan harapan entitas wilayah akan muncul dalam kalkulasi politik yang lebih representatif. Hal ini bukan hanya terjadi di dalam pemerintahan tetapi juga pada partai politik tak terkecuali Partai Amanat Nasional (PAN). Setelah mekarnya Muna Barat maka dibentuk pula Dewan Pimpinan Daerah PAN Kabupaten Muna Barat melalui Surat Mandat Ketua DPP PAN Nomor/22/KPTS/K-S/073/X/2014. Sebagai sebuah partai yang sudah lama berkecimpung dalam perpolitikan nasional Partai Amanat Nasional (PAN) dapat dikatakan sebagai partai yang matang. Hal ini dapat kita lihat dalam pemilihan ketua Dewan Pimpinan Daerah Tingkat II (DPD II) Partai Amanat Nasional Kabupaten Muna Barat periode 2016-2021. Ini terjadi karena para kader mampu memaknai keberadaan PAN, sebagai partai nonsektarian dan non-diskriminatif, sehingga terbuka bagi siapa pun yang berasal dari berbagai keyakinan, pemikiran, latar belakang etnis, suku, agama, dan jender. PAN berdiri di atas landasan ideologis amanah dan nasionalitas untuk mampu memberikan respons secara cerdas dan bertanggung jawab terhadap persoalan-persoalan bangsa serta dalam memberikan kontribusi bagi terciptanya kehidupan politik yang demokratis di Indonesia. PAN menyadari bahwa sebagai partai politik tak terelakkan jika PAN bersinggungan secara intens dengan berbagai hal yang bersifat partikular pada arus pertarungan kepentingan politik. Namun demikian, amanah dan nasionalitas merupakan landasan pembentuk kerja-kerja politik yang visioner. Sebagai DPD yang baru terbentuk, DPD PAN Mubar baru melaksanakan Musyawarah Daerah untuk memilih Ketua DPD periode 2015-2020 secara demokratis pada tanggal 15-16 Juni 2016. Musyawarah Daerah menjadi ajang pendidikan politik bagi kader partai PAN Mubar untuk belajar berdemokrasi dengan mendorong para kader yang berkualitas untuk menjadi nahkoda dalam partai ini. Dengan demikian partai ini dapat menjalankan fungsinya sebagai media interaksi antara Negara dengan rakyat. Bagi Michael Rush dan Phillip Althoff, komunikasi politik adalah proses dimana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan diantara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Proses ini terjadi secara berkesinambungan dan mencakup pula pertukaran informasi di antara individu-individu dengan kelompok-kelompoknya pada semua tingkatan. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Komunikasi Politik Kader Partai Dalam Pemilihan Ketua DPD Partai Amanat Nasional Kabupaten Muna Barat. Kajian Pustaka Komunikasi Politik Komunikasi adalah proses interaksi sosial yang digunakan orang untuk menyusun makna yang merupakan citra mereka mengenai dunia (yang berdasarkan itu mereka bertindak) dan untuk bertukar citra itu melalui simbol-simbol ( Nimmo, 2005: 6). Komunikasi politik ialah proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah (Ramlan Surbakti, 2010: 152). Komunikasi politik adalah proses di mana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan di antara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Kejadian tersebut merupakan proses yang berkesinambungan, melibatkan pula pertukaran informasi di antara individu-individu dengan kelompokkelompoknya pada semua tingkatan masyarakat. Lagi pula tidak hanya mencakup penampilan pandangan-pandangan serta harapan-harapan para anggota masyarakat, tetapi juga merupakan sarana dengan mana pandangan dan asal-usul serta anjuran-anjuran pejabat yang berkuasa diteruskan kepada anggota-anggota masyarakat selanjutnya juga melibatkan reaksireaksi anggota-anggota masyarakat terhadap pandangan-pandangan dan janji serta saran-saran para penguasa. Maka komunikasi politik itu memainkan peranan yang penting sekali di dalam sistem politik: komunikasi politik ini menentukan elemen dinamis, dan menjadi bagian menentukan dari sosialisasi politik, partisipasi politik, dan pengrekrutan politik (Michael Rush dan Phillip Althoff, dalam Kartini Kartono 2007: 25). Komunikasi Politik dan Ruang Lingkupnya Komunikasi politik sebagai suatu proses yang berkesinambungan dan melibatkan pertukaran informasi di antara individu-individu dengan kelompokkelompoknya pada semua tingkatan masyarakat tentunya memiliki ruang lingkup. Krans dan Davis sebagaimana dikutip oleh Ardial (2010: 29) melukiskan komunikasi politik sebagai proses komunikasi massa dan elemen di dalamnya yang mungkin mempunyai dampak terhadap perilaku politik. Dalam hal ini Davis membagi komunikasi politik menjadi komunikasi massa dan sosialisasi politik, komunikasi dan informasi politik, penggunaan media dan proses politik, dan konstruksi realitas politik dalam masyarakat. Dalam semua segi itu tercakup di dalamnya masalah hubungan media massa dengan pemerintahan. Komunikasi politik pada dasarnya tidak terlepas dari adanya peranan media massa. Media massa dalam hal ini dapat memberikan gambaran sejauh mana seluruh proses politik itu mampu terintegrasi dengan jaringan komunikasi sosial yang lebih luas. Melalui media massa seperti surat kabar, radio, maupun televisi ini pada umumnya terdapat informasi mengenai masalah-masalah politik yang ditujukan untuk masyarakat luas. Meskipun tidak dipungkiri bahwa terkadang isu-isu hiburan di media massa merupakan bagian utama yang ditonjolkan. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi politik merupakan prasyarat yang diperlukan bagi berlangsungnya fungsifungsi lainnya seperti fungsi artikulasi, agregasi, sosialisasi, dan rekrutmen. Oleh karena itu, komunikasi politik sangat berkaitan erat dengan sistem politik. Tujuan Komunikasi Politik Tujuan komunikasi politik sangat terkait dengan pesan politik yang disampaikan komunikator politik. Sesuai dengan tujuan komunikasi, maka tujuan komunikasi politik itu adakalanya sekadar penyampaian informasi politik, pembentukan citra politik, pembentukan public opinion (pendapat umum) dan bisa pula menghandel pendapat atau tuduhan lawan politik. Selanjutnya komunikasi politik bertujuan menarik simpatik khalayak dalam rangka meningkatkan partisipasi politik (Ardial, 2010: 44). Membangun Citra Politik Salah satu tujuan komunikasi politik adalah membangun citra politik yang baik bagi khalayak. Citra politik itu terbangun atau terbentuk berdasarkan informasi yang kita terima, baik langsung maupun melalui media politik, termasuk media massa yang bekerja untuk menyampaikan pesan politik yang umum dan aktual (Arifin, 2006: 1). Membentuk dan Membina Pendapat Umum Pembentukan pendapat umum dalam komunikasi politik, sangat ditentukan oleh peranan media politik terutama media massa. Memang pers, radio, film dan televisi, selain memiliki fungsi memberi informasi, mendidik, menghubungkan dan menghibur, juga terutama membentuk citra politik dan pendapat umum yang merupakan dimensi penting dalam kehidupan politik (Arifin, 2006: 11). Setiap sistem politik mengembangkan jaringan komunikasi politiknya sendiri, dan mengakui pentingnya sumber-sumber khusus; sedang saluran-saluran dan para pendengar akan berbeda menurut jenis media yang digunakan. Mendorong Partisipasi Politik Partisipasi politik sebagai tujuan komunikasi politik dimaksudkan agar individu-individu berperan serta dalam kegiatan politik (partisipasi politik) (Arifin, 2006: 11). Sehingga salah satu bentuk partisipasi politik yang penting adalah ketika seseorang (khalayak) mau memberikan suaranya untuk seorang politikus maupun partai politik tertentu dalam pemilihan umum. Sesuai dengan pendapat di atas mengenai tujuan komunikasi politik dapat diambil kesimpulan bahwa, tujuan komunikasi politik sangat terkait dengan pesan politik yang disampaikan komunikator politik. Tujuan komunikasi politik secara umum terdiri dari tiga tujuan yaitu, membangun citra politik, membentuk dan membina pendapat umum, dan mendorong partisipasi politik. Dampak Komunikasi Politik Dampak komunikasi politik seperti citra politik dan pendapat umum serta efek distribusi partisipasi politik yang dapat diukur adalah hasil pemungutan suara dalam pemilihan umum. Strategi komunikasi politik yang harus digunakan ialah merawat ketokohan sebagai pahlawan politik, membesarkan partai, menciptakan kebersamaan, serta membangun konsensus berdasarkan visi, misi dan program politik yang jelas. Kegiatan pemilihan umum yang berkaitan langsung dengan komunikasi politik ialah kampanye dan pemungutan suara. Kampanye pemilihan umum merupakan suatu usaha untuk mempengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakai oleh para kandidat atau politikus selaku komunikator politik (Arifin, 2006: 39-40). Strategi Komunikasi Politik Hakikat strategi dalam komunikasi politik adalah keseluruhan keputusan kondisional pada saat ini tentang tindakan yang akan dijalankan guna mencapai tujuan politik pada masa depan (Ardial, 2010: 73). Karena pada kenyataannya keberadaan pemimpin politik sangat dibutuhkan dalam setiap aktivitas kegiatan komunikasi politik. Setelah itu, langkah yang tepat bagi seorang komunikator politik untuk mencapai tujuan politik ke depan antara lain dengan merawat ketokohan yang telah melekat pada diri komunikator politik tersebut serta memantapkan kelembagaan politiknya. Menurut Ardial (2010: 73) ketika komunikasi politik berlangsung, justru yang berpengaruh bukan saja pesan politik, melainkan terutama siapa tokoh politik (politikus) atau tokoh aktivis dan profesional dan dari lembaga mana yang menyampaikan pesan politik itu. Dengan kata lain, ketokohan seorang komunikator politik dan lembaga politik yang mendukungnya sangat menentukan berhasil atau tidaknya komunikasi politik dalam mencapai sasaran dan tujuannya. Keberadaan Pemimpin Politik Menurut Ardial (2010: 77-78) kategorisasi kepemimpinan dapat dilakukan atas tiga kriteria, yaitu: (1) proses kepemimpinan dan karakter pemimpin; (2) hasil kepemimpinan; dan (3) sumber kekuasaan. Pertama, berdasarkan proses kepemimpinan. Artinya kepemimpinan demokratis yang menganggap kekuasaan dibagi dengan orang lain dan dilaksanakan untuk menghormati martabat pribadi manusia. Keberadaan demokrasi tidak hanya bergantung pada mekanisme penentuan pemimpin, tetapi juga bergantung pada adanya pemimpin yang berkepribadian demokratis. Dalam hal ini, pemimpin yang mempertahankan dan menyempurnakan nilai-nilai dan lembaga-lembaga demokrasi, termasuk di dalamnya kemampuan menahan diri dalam menggunakan kekuasaan. Demokrasi bukanlah pemerintahan oleh beberapa orang elit, tetapi pemerintahan oleh beberapa pemimpin. Kedua, masih berkaitan dengan proses kepemimpinan. Kepemimpinan dapat juga diklasifikasi berdasarkan karakter pemimpin. Karakter politik yang dimaksud berupa seberapa aktif pemimpin dalam menunaikan tugasnya, dan seberapa tinggi pemimpin menilai tugasnya. Berdasarkan karakter politik ini, kepemimpinan dibagi menjadi empat, yaitu: pasif-positif, aktif-negatif, pasif-negatif, dan aktif-positif. Selanjutnya berdasarkan sumber kekuasaan, kepemimpinan dibagi tiga, yaitu: kepemimpinan rasional, tradisional, dan kharismatik. Kepemimpinan rasional yang bersumberkan kewenangan legal beranjak dari legalitas pola-pola peraturan normatif, dan hak orang-orang yang terpilih memiliki kewenangan berdasarkan peraturan tersebut untuk mengeluarkan perintah. Kepemimpinan tradisional bersumberkan kewenangan tradisional, yang beranjak dari kepercayaan yang sudah mapan terhadap tradisi dan legitimasi orang yang memiliki kewenangan berdasarkan tradisi yang dianggap keramat tersebut. Sebaliknya, kepemimpinan kharismatik berpegang pada kekaguman masyarakat terhadap pemimpin yang memiliki kelebihan yang luar biasa, dan karena itu juga terhadap peraturan ataupun perintah yang dikeluarkannya. Ketokohan dan Kelembagaan Langkah pertama yang dapat diambil dalam strategi komunikasi politik untuk pencitraan politik, ialah dengan cara merawat ketokohan dan memantapkan kelembagaan. Hal ini berarti bahwa dengan ketokohan seorang politikus dan kemantapan lembaga politik yang dimilikinya dalam masyarakat, akan memberikan pengaruh tersendiri dalam proses komunikasi politik. Di samping merawat ketokohan dan memantapkan kelembagaan, diperlukan pula kemampuan dan dukungan lembaga dalam menyusun pesan politik, menetapkan metode dan memilih media politik yang tepat agar proses komunikasi politik berjalan dengan baik. Menciptakan Kebersamaan Langkah strategis kedua yang harus dilakukan seorang komunikator politik untuk mencapai tujuan komunikasi politik adalah menciptakan kebersamaan antara politikus dengan masyarakat (khalayak). Hal ini dilakukan dengan cara mengenal masyarakat dan menyusun pesan politik yang sesuai dengan kondisi masyarakat tersebut. Anwar Arifin (2006: 63-64) menyatakan bahwa suasana homofili yang harus diciptakan antara politikus dengan khalayak adalah persamaan bahasa (simbol komunikasi), persamaan busana, persamaan kepentingan dengan khalayak terutama mengenai pesan politik, metode dan media politik. Namun yang sangat penting adalah siapa tokoh yang akan melakukan komunikasi kepada khalayak. Artinya, politikus atau aktivis telah memiliki banyak persamaan dengan khalayaknya. Negosiasi Komunikasi bisa menjadi mudah dan bisa juga sulit, tergantung pada orang yang akan mengomunikasikan sesuatu. Negoisasi bisa menjadi bagian yang selalu muncul dalam kegiatan komunikasi politik. Menurut Ardial (2010: 99-100), negosiasi bisa dijadikan salah satu strategi komunikasi politik. Karena dalam negosiasi penuh dengan berbagai gaya dan seni, sehingga negosiasi bisa berjalan lancar. Negosiasi sangat terkait dengan komunikasi persuasif atau komunikasi yang membujuk. Ardial (2010: 101) menyatakan bahwa semua permasalahan yang timbul dapat dipahami bahwa dalam bernegosiasi kebebasan mengeluarkan pikiran dan integritas kedua belah pihak mutlak menjadi syarat utama. Penempatan kedua pihak yang akan bernegosiasi dalam posisi “menang-menang” menjadi bermanfaat dalam negosiasi. Hal ini tentu akan lebih dipermudah dengan adanya persamaan kepentingan dari kedua pihak. Para negoisator yang sukses memiliki tujuan umum maupun khusus dan telah menyusun rencana bagaimana mencapai tujuan tersebut sebelum berada di meja negosiasi. Dengan demikian, mereka menjadi produktif dan mengarahkan para negosiator ke arah tercapainya tujuan mereka, dan bukan semata-mata bereaksi terhadap proposal pihak lain (Ardial, 2010: 102). Dalam negosiasi akan selalu dijumpai tawar menawar. Negoisator yang baik akan mempunyai kekuatan tawar menawar (bargaining power) yang baik untuk menegosiasikan hasil negosiasi yang dilaksanakannya. Disarankan untuk pertama kali mengenali kekuatan (power) yang akan digunakan dalam tawar menawar. Karena aspek kekuatan ini sangat mempengaruhi hasil negosiasi. Hal ini menyangkut tawaran atau permintaan yang diajukan diterima. Setelah menilai kekuatan tawar menawar anda, pertimbangkan kembali sasaran anda (Ardial, 2010: 103). Menurut Ludlow dan Panton sebagaimana dikutip oleh Ardial (2010: 103), strategi yang paling baik diterapkan dalam negosiasi adalah keefektivan dari konteks strategi yang sedang berlangsung. Hingga jika anda gagal menemukan strategi yang tepat, anda mungkin akan menemukan kesulitan dalam mencapai hasil yang diharapkan. Partai Politik Menurut Budiardjo (2009:403), partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir, yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama . Sedangkan menurut Sigmund Neuman dalam Silahudin (2011:69-70), partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada menguasai kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda. Lebih lanjut menurut Rusadi, partai politik adalah organisasi manusia dimana didalamnya terdapat pembagian tugas dan petugas untuk mencapai suatu tujuan, mempunyai ideologi (political doctrine, political ideal, poltical thesis, ideal objective), mempunyai program politik (political platform, material objective) sebagai rencana pelaksanaan atau cara pencapain tujuan secara lebih pragmatis menurut pentahapan jangka dekat sampai yang jangka panjang serta mempunyai ciri berupa keinginan untuk berkuasa (power endeavor). Menurut Joseph Lapalombara dan Jeffrey Anderson dalam Basri (2011: 117118), partai politik adalah setiap kelompok politik yang memiliki label dan organisasi resmi yang menghubungkan antara pusat kekuasaan dengan lokalitas, yang hadir saat pemilihan umum, dan memiliki kemampuan untuk menempatkan kadindat pejabat publik melalui kegiatan pemilihan umum, baik bebas maupun tidak bebas. Partai politik merupakan salah satu saja dari bentuk pelembagaan sebagai wujud ekspresi ide-ide, fikiran-fikiran, pandangan, dan keyakinan bebas dalam masyarakat demokratis. Keberadaan setiap partai politik ditentukan oleh 2 faktor: pertama, status hukum partai politik sebagai badan hukum (rechtspersoon), sehingga dapat menjadi subjek yang diakui sah untuk melakukan perbuatan hukum pada umumnya. Sedangkan yang kedua, status partai politik itu dalam dalam kegiatan pemilu, yaitu apakah partai politik itu berhak menjadi peserta atau tidak ditentukan oleh sejauh mana partai politik yang bersangkutan memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk itu (Asshiddiqie, 2006: 53). Fungsi Partai Politik Fungsi partai politik disetiap Negara demokrasi cukup penting. Terutama jika dikaitkan dengan fungsi perwakilan kepentingan elemen masyarakat yang mereka bawakan. Partai politik menerjemahkan kepentingan tersebut ke dalam kebijakan pemerintah. Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Ketika melaksanakan fungsi itu partai politik dalam sistem politik demokrasi melakukan tiga kegiatan, meliputi seleksi calon-calon, kampanye, dan melaksanakan fungsi pemerintahan, legislatif/eksekutif (Surbakti, 2007:116). David McKay dalam Basri (2011:119-121), kajiannya atas partai-partai politik di Amerika Serikat, ia berkesimpulan bahwa partai politik memiliki fungsi sebagai berikut: agregasi kepentingan, memperdamaikan kelompok dalam masyarakat, staffing government , mengkoordinasi lembaga-lembaga pemerintah dan mempromosikan stabilitas politik. Lebih lanjut Janos Simon membagi fungsi partai politik menjadi 6, yaitu: fungsi sosialisasi politik, fungsi mobilisasi politik, fungsi representasi politik, fungsi partisipasi politik, fungsi legitimasi politik dan fungsi aktivitas dalam sistem politik. Sedangkan menurut Surbakti (2007: 117), fungsi partai politik adalah sebagai berikut: sosialisasi politik, rekrutmen politik, partisipasi politik, pemadu kepentingan, komunikasi politik, pengendali konflik dan kontrol politik. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Dewan Perwakilan Daerah Partai Amanat Nasional (DPD PAN) Kabupaten Muna Barat. Teknik Pengumpulan Data Adapun tehnik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: a. Wawancara adalah metode pengmbilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah dengan bercakapcakap secara tatap muka.Pada penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. b. Observasi yaitu melakuka pengamatan dan pencatatan secara sistimatik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian. c. Studi Kepustakaan Peneliti mengumpulkan data-data tertulis seperti literatur-literatur yang berhubungan dengan kajian teoritik penelitian dan dokumen-dokumen tertulis yang berhubungan dengan objek penelitian. Sumber Data Penelitian ini adalah penelitian kualitatif sehingga data yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang secara langsung diperoleh dari narasumber. Dalam hal ini data diperoleh langsung dari Ketua DPD PAN Kabupaten Muna Barat terpilih, dan Sekretaris Umum DPD PAN Kabupaten Muna Barat maupun informan tertulis lainnya dengan cara wawancara Data sekunder adalah data yang dikumpulkan melalui buku-buku literatur, laporan dan hasil penelitian yang ada kaitannya dengan permasalahan penelitian serta melalui media lain yang bersumber dari literatur. Teknik Analisis Data Teknik analaisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif (Miles dan Huberman1984;15-21): yaitu mulai dari pengumpulan data, reduksidata,penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi. HASIL PENELITIAN Sejarah Berdirinya Partai Amanat Nasional (PAN) Sejak awal berdirinya Partai Amanat Nasional (PAN) mempunyai visi yang sangat tinggi untuk membela kepentingan rakyat. Hal ini dapat dilihat pada Platform Partai Amanat Nasional (PAN) bagian C bahwa visi Partai Amanat Nasional adalah terwujudnya PAN sebagai partai politik terdepan dalam mewujudkan masyarakat madani yang adil dan makmur, pemerintahan yang baik dan bersih, di dalam negara Indonesia yang demokratis dan berdaulat serta diridhoi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Partai Amanat Nasional berasaskan akhlak politik berlandaskan agama yang membawa rahmat bagi sekalian alam (AD/ART PAN, pasal 4). Merujuk pada AD/ART tersebut maka PAN harus mampu mencurahkan perhatianya terhadap kondisi umat dan bangsa Indonesia. Pasca reformasi tahun 1998, Amien Rais banyak ditawari untuk bergabung ke partai politik. Amien Rais yang dikenal sebagai tokoh reformasi, masyarakat banyak berharap kepadanya, namun Amien Rais tidak langsung menerima tawaran untuk bergabung ke partai politik. Namun Desakan muncul dari berbagai kalangan, misalnya dari MARA (majlis Amanat Rakyat), PPSK (Pusat Pengkajian Strategi Kebijakan), kelompol Tebet Society, para tokoh Muhammadiyah dan lain-lainnya. Sejarah berdirinya PAN tidak terlepas dari hasil Tanwir Muhammadiyah di Semarang, April 1998. Pada tanggal 5-7 juli 1998 di laksanakan Tanwir Muhammadiyah di Semarang yang dihadiri oleh jajaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah serta utusan tingkat wilayah (Provinsi) se-Indonesia. Dalam Tanwir tersebut, point penting keputusan adalah agar Muhammadiyah mendirikan partai baru sebagai aspirasi bagi warganya. Namun, dalam keputusan resmi dinyatakan bahwa Muhammadiyah tidak akan pernah berobah menjadi partai politik, tetapi warga Muhammadiyah diberikan kebebasan dan keleluasaan untuk terlibat dalam partai politik sesuai dengan minat dan potensinya. Pada tanggal 18 Juli 1998 pagi, Amien Rais kembali berkunjung kerumah Anwar Harjono dengan di temani oleh Dawam Raharjo. Saat itu hadir juga tokohtokoh teras PPP seperti Buya Ismail Hasan Meutarum, Aisyah Amini dan Husein Umar. Saat itu mereka menawarkan kepada Amien Rais untuk bergabung dengan PPP. Husein Umar mengatakan bahwa bagai manapun PPP adalah hasil fusi partaipartai Islam. Karena itu sebagai salah seorang tokoh ummat, Amien Rais mempunyai kewajiban untuk menyelamatkan ummat dari perpecahan. Sementara itu Dawam Raharjo menentang keras usulan ini, bahkan secara tegas mendorong Amien Rais untuk segera membuat partai baru. Dalam pertemuan tersebut tidak ada satu keputusan atau kesepakan penting yang diperoleh. Pada tanggal 22 Juli 1998, Amien Rais mengadiri pertemuan MARA di Hotel Borobudur. Dalam acara yang membahas situasi dan kondisi politik yang berkembang, hadir antara lain Gunawan Muhammad, Fikri Jufri, Dawam Rahardjo, Zumrotin dan Ismed Hadad. Mereka kemudian menyimpulkan bahwa terombang ambingnya Amien Rais disebabkan karena kelambanan dan tidak adanya sikap yang tegas dari MARA. Dari diskusi tersebut, Gunawan Mohammad kemudian menyimpulkan bahwa disepakati perlunya MARA mempersiapkan pembentukan partai disamping pungsinya semula sebagai gerakan moral. Kemudian pada tanggal 23 Juli 1998, Amien Rais bertemu dengan tokohtokoh PPP dikawasan Pondok Indah Jakarta. Dalam acara tersebut hadir Bachtiar Chamsyah, Aisyah Amini, Faisal Baasir, Yusuf Syakir, Fuad Bawazir dan lain-lain. Dalam pertemun tersebut pokok pembicaraan adalah bagai mana supaya Amien Rais mau bergabung dengan PPP, bahkan Amien Rais ditawari ketua PPP dalam muktamar PPP yang akan segera dipercepat akan tetapi, lagi-lagi Amien Rais belum memberikan keputusan. Tanggal 27 Juli, Amien Rais kembali menghadiri pertemuan MARA di Galeri Cemara, Jakarta. Hadir dalam acara tersebut antara lain: Goenawan Mohammad, Mukhtar Pabottinggi dan Albert Hasibuan. Selesai pertemuan, diadakan konferensi pers. Dalam kesempatan ini pak Amien menyinggung lagi tentang rencana pendirian partai, ia menyebut bahwa platform partai, saat itu sedang dipersiapkan lebih lanjut, diutarakan bahwa untuk bidang politik dipimpin oleh Mukhtar, hukum oleh Albert, sedangkan Economi oleh Anggito Abimanyu, Faisal Basri. Seusai acara, Amien menemui Goenawan dan berbicara empat mata. Amien Rais menceritakan lamaran tokoh-tokoh PPP beberapa hari sebelumnya. Ternyata Goenawan memberikan respon positif. Amien Amien kemudian berfikir, bagaimana mengawinkan partai yang akan dilahirkan MARA dengan PPP yang akan direformasi. Usai pertemuan Amien Rais langsung berangkat menuju kantornya Amin Aziz di Tebet. Disitu telah menunggu Syafi Ma’arif, Sutrisno Muhdam, A.M.Fatwa dan Dawam Raharjo. Mereka mendiskusikan untung dan ruginya membuat partai baru atau bergabung dengan PPP. Kesimpulannya, baik mendirikan partai baru maupun bergabung dengan PPP sama-sama memiliki keunggulan sekaligus kelemahan. Idealnya adalah bila partai yang akan didirikan MARA dapat merger dengan PPP. Tanggal 3 Agustus, Amien Rais kembali bertemu tokoh-tokoh PPP di Pondok Indah. Hadir dalam acara tersebut antara lain: Yusuf Syakir, Aisyah Amini, Tosari Wijaya, Bachtiar Hamzah, Ali Hardi Kiay Demak, Faisal Baasir, Salahuddin Wahid. Sementara Amien Rais ditemani oleh Sutrisno Bachir. Dalam pertemuan ini, kemungkinan Amien Rais bergabung dengan PPP semakin kongkrit. Yusuf Syakir selaku juru bicara, menyampaikan hal-hal yang lebih lebih kongkrit dibanding pertemuan sebelumnya. Tanggal 5 Agustus 1998, Amien Rais menghadiri pertemuan yang dilaksanakan di Wisma Tempo, Sirnagalih, Jawa Barat. Pertemuan ini dihadiri oleh tiga kelompok. Pertama, PPSK yang diwakili oleh Mohtar Mas’ud, Rizal Panggabean, Chairil Anwar, dan Machfud. Kedua, kelompok Tebet diwakili oleh Amin Aziz, Dawam Raharjo, A.M.Fatwa, Abdillah Toha dan A.M.Lutfi. Ketiga, kelompok MARA diwakili oleh Goenawan Mohamad, Albert Hasibuan, Zumrotin, Nusyahbani Kacasungkana dan Ismed Haddad. Amien Rais berada disini sebentar, karena ia harus segera kebandara Soekarno-Hatta untuk pergi keluar negeri bersama Syafi’i Ma’arif. Komunikasi yang dilakukan dengan berbagai tokoh politik dari PPP terus dilakukan oleh Amien Rais. Nampaknya tidak terdapat kesepakatan Amien Rais dengan PPP maupun PBB. Dalam suatu kesempatan, Amien Rais muncul di TV menyampaikan kapada public bahwa ia akan mendirikan sebuah partai baru. Partai tersebut nantinya adalah partai yang bersifat terbuka, mandiri yang terdiri dari tokoh kintas agama, lintas etnis, maupun lintas pemikiran. Partai tersebut diharapkan bisa dideklarasikan pada tanggal 17 Agustus 1998, bertepatan dengan hari kemerdekaan RI. Maka mulai saat itu semua persoalan menjadi jelas. Segala spekulasi dan kesimpang siuran berita seputar rencana Amien Rais mendirikan partai politik baru, dan juga tarik mernarik antar berbagai kekuatan politik untuk meminangnya, berakhir sudah. Amien Rais akan tampil dengan partai baru, baru dalam segala aspeknya, baru lembaganya, baru orang-orangnya, baru visinya serta baru nama dan lambang partainya. Akhirnya dalam rapat pleno PP Muhammadiyah pada tanggal 22 Agustus 1998 di gedung Dakwah Muhammadiyah Jakarta, Amien Rais mohon izin untuk mendirikan dan memimpin partai politik yang diberi nama PAN dan akan dideklarasikan pada 23 Agustus 1998. Semula deklarasi akan dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1998, namun karena ada faktor teknis deklarasi tersebut baru bisa dilaksanakan pada hari Minggu di Istora Senayan Jakarta yang dihadiri oleh puluhan ribu massa. Maka secara resmi berdirilah PAN yang langsung diketuai oleh Amien Rais. Saat ini PAN sudah berusia sembilsn belas tahun. Sejarah DPD PAN Kabupaten Muna Barat. DPD PAN Kabupaten Muna Barat adalah kesatuan organisasi dan kepemimpinan Partai Amanat nasional di tingkat Kabupaten. DPD PAN Kabupaten Muna Barat terbentuk sejak tahun 2014, berdasarkan Surat Keputusan Dewan Pimpinan Wilayah Partai Amanat Nasional Provinsi Sulawesi Tenggara, Nomor: PAN/22/Kpts/K-S/073/X/2014 Tentang Pengesahan Pengurus Pelaksana Dewan Pimpinan Daerah Partai Amanat Nasional Kabupaten Muna Barat Tahun 2014 dengan diketuai oleh Ir. Rachmawati Badallah. Berdasarkan Anggran Rumah Tangga PAN Bab III Pasal 16 ayat (1), DPD adalah pimpinan eksekutif tertinggi dalam memimpin partai di tingkat Kabupaten/Kota untuk masa jabatan lima tahun. Kemudian dalam Pasal 16 ayat (2), disebutkan bahwa DPD berfungsi melaksanakan kerja-kerja partai di tingkat Kabupaten/Kota terkait konsolidasi, koordinasi dan optimalisasi kegiatan partai dalam menghimpun, merumuskan, dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Tugas, wewenang, dan tanggung jawab DPD tercantum dalam Pasal 16 ayat (3), yaitu: a. Menentukan kebijakan partai di tingkat Kabupaten/Kota sesuai dengan Anggran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusankeputusan Kongres dan Musyawarah Wilayah, dan Musyawarah Daerah, keputusan-keputusan Rapat Kerja Nasional, Rapat Kerja Wilayah dan Rapat Kerja Daerah, dan keputusan partai lainnya sesuai Pedoman Organisasi; Melakukan konsolidasi organisasi secara struktural mulai dari Dewan Pimpinan Cabang hingga Dewan Pimpinan Ranting, Pimpinan Rayon dan Sub Rayon; Mengesahkan susunan pengurus Dewan Pimpinan Cabang sesuai hasil keputusan Musyawarah; b. Membatalkan, meluruskan, dan memperbaiki keputusan yang diambil oleh Dewan Pimpinan Cabang yang bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Kongres, keputusan-keputusan Rapat Kerja Nasional, Rapat Kerja Wilayah, Rapat Kerja Daerah, Rapat Kerja Cabang serta keputusankeputusan partai lainnya sesuai pedoman organisasi; c. Melakukan penyesuaian terhadap struktur kepengurusan yang ada di tingkat Dewan Pimpinan Daerah melalui penambahan atau pengurangan unit-unit kerja sesuai kebutuhan partai; Mengangkat Pelaksana Tugas Ketua Dewan Pimpinan Cabang ketika terjadi kekosongan jabatan pimpinan partai di tingkat tersebut; d. Melaksanakan kewenangan-kewenangan lainnya di tingkat Kabupaten/kota yang diberikan oleh Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusankeputusan Kongres, Musyawarah Wilayah dan Musyawarah Daerah, Keputusankeputusan rapat kerja Nasional, Rapat Kerja Wilayah, Rapat Kerja Daerah,serta keputusankeputusan partai lainnya sesuai Pedoman Organisasi; Dewan Pimpinan Daerah dapat membentuk lembaga, alat kelengkapan partai, organisasi otonom, komite-komite aksi dan unitunit kerja lainnya di tingkat Daerah untuk melaksanakan kegiatan sesuai program partai; Dewan pimpinan Daerah dapat melakukan pergantian fungsionaris pengurus Dewan Pimpinan Daerah dan melakukan penyesuaian terhadap struktur pengurus lembaga, alat kelengkapan partai, organisasi otonom, komite-komite aksi dan unitunit kerja lainnya di tingkat Daerah melalui penambahan atau pengurangan komposisi personalia. PEMBAHASAN Komunikasi Politik Kader Partai Dalam Pemilihan Ketua DPD PAN Kabupaten Muna Barat Kegiatan Musywarah Daerah yang diadakan oleh suatu partai politik merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kemajuan dan kejayaan sebuah paratai. Karena musyawarah daerah merupakan proses demokratisasi di internal partai untuk mememilih pengurus baru yang bertujuan untuk melakukan regenerasi dan revitalisasi dalam partai politik. Selain itu musyawarah juga menjadi tempat untuk mengevaluasi tugas dari pengurus yang lama dan membahas program kerja pengurus baru selama lima tahun. Sebagaimana yang telah dipaparkan pada Bab sebelumnya bahwa musyawarah daerah DPD partai Amanat Nasional kabupaten Muna Barat telah menghasilkan pengurus baru, dibwah kepemimpianan LM. Rajiun Tumada berdasarkan Surat Keputusan Nomor: PAN/A/22/Kpts/K-S/35/IX/2016. Keputusan ini sempat menuai kontroversi karena ada sebagain kader partai Amanat Nasional di daerah yang tidak terima dengan keputusan ini dengan alasan yang ditetapkan sebagai ketua bukan merupakan bagian dari anggota Formatur yang terpilih. Pada Musyawarah Daerah Dewan Pimpinan Daerah Partai Amanat Nasional di Kota Bau-bau tanggal 15-16 Juni 2016, melahirkan 5 orang frmatur yang terdiri dari; Amiluddin ST, Rachmawati Badalah, Alimudin, Ramlan dan La Ode Koso SP. Dari anggota 5 orang formatur, dua orang yang mencalonkan diri sebagai ketua formatur/ketua DPD PAN kabupaten Muna Barat yaitu Amiluddin ST,dan Rachmawati Badallah. Sebagaimana Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tanggga Partai Amanat Nasional pada pasal 15 poin (3) huruf (d) menyatakan bahwa Dewan Pimpinan Wilayah memiliki tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk: membatalkan, meluruskan dan memperbaiki keputusan yang diambil oleh Dewan Pimpinan Daerah yang bertentangan dengan Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Keputusankeputusan Kongres, Musywarah Wilayah, Musyawarah daerah, Keputusan-keputusan rapat kerja Nasional dan rapat kerja daerah serta keputusan- keputusan partai lainnya sesuai pedoman organisasi. Dalamyang lain yakni pasal 44 Poin (3) huruf (b) menyatakan bahwa Dengan alasan kuat dan dapat dibuktikan bahwa usulan tersebut masih memiliki kekurangan, kelemahan, dan atau bertentangan dengan ketentuanketentuan Partai setelah diputuskan dalam rapat harian, dapat menunda menerbitkan surat keputusan Pengangkatan Kepengurusan DPD dan MPP DPD tersebut untuk selanjutnya diperbaiki dan diajukan kembali selambat-lambatnya 15 (lima belas hari ) setelah ada pemberitahuan dari DPW PAN. Terlihat pada bunyi kedua pasal ini memberi ruang sangat besar pada Dewan Pimpinan Wilayah untuk mengintervensi hasil Musyawarah Daerah. Berdasarkan ketentuan pasal 15 dan 44 ini maka DPW PAN Sultra memiliki kewenangan untuk mengambil alih penyusunan komposisi kepengurusan pada DPD Partai Amanat Nasional Kabupaten Muna Barat sebab terjadi kekisruhan pada penentuan ketua. Setelah mengambil alih, Dewan Pimpinan Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara memutuska LM. Rajiun Tumada, M.si sebagai ketua DPD PAN Muna Barat berdasarkan Surat Keputusan Nomor: PAN/ A/22/Kpts/K_S/35/IX/2016 Tentang Pengesahan Pengurus Dewan Pimpinan Daerah ParataiAmanat Nasional Kabupaten Muna Barat Periode 2015-2020. Penetapan LM. Rajiun Tumada sebagai keua DPD PAN sempata mendapat reaksi penolakan dari kubu Rachmawati Badalla, tetapi sebagian besar para ketua DPC PAN Muna Barat menerima keputsan tersebut. Hasil pengamatan dari penulis, lahirnya ketua DPD yang berasal dari luar organisasi dan bahkan tidak masuk dalam anggota formatur hasil musyawarah DPD PAN Muna Barat merupakan dampak komunikasi politik yang tidak berjalan baik dintara sesama calon ketua formatur dan/anggota formatur, calon ketua formatur dengan para ketua DPC, maupun calon ketua formatur dan/anggota formatur dengan Dewan Pimpinan Wilayah. Hal ini dapat dilihat pada strategi komunikasi politik yang dibangun oleh kedua calon ketua DPD PAN Muna Barat. Proses Komunikasi Politik Secara Primer Seperti yang telah dibahas dalam pola komunikasi yang dilakukan para calon ketua DPD PAN Mubar bahwa sebelum pelaksanaan maupun dalam pelaksanaan musyawarah daerah telah sebuah komunikasi primer. Dimana telah terjadi pembicaraan antara para calon ketua dengan para ketua DPC yang memiliki hak suara. Dalam pertemuan itu masing-masing menyampaikan gagasan untuk kemajuan DPD PAN Muna Barat, sekaligus para calon ketua DPD PAN mengutarakan keinginannya untuk menjadi ketua DPD PAN Muna Barat. Para ketua DPC kemudian melakukan penilaian terhadap gagasan pemikiran kedua calon itu kemudian dijadikan tolok ukur dalam menentukan pilihan. Proses Komunikasi Politik Secara Sekunder Selain proses komunikasi primer, juga ada proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya berada yang relatif jauh, sehingga memerlukan media perantara berupa surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, televisi, dan banyak lagi yang merupakan media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Dalam Pemilihan Ketua DPD tdak bisa terlepas dari komunikasi Sekunder. Bentuk komunikasi sekunder dalam perebutan kursi ketua DPD PAN kabupaten dalah komunikasi yang dilakukan dengan Ketua DPW. Sseuai dengan pengamatan penulis dalam Musyawarah Daerah DPD PAN Muna Barat, kedua calaon ketua DPD tidak memaksimalkan proses komunkasi dengan DPW. Sementara ketua DPW memiliki kewenangan dalam menetapkan Srat Keputusan Pengangkatan pengurus DPD. Sementara meskipun LM. Rajiun Tumada sebagai PNS, tetapi telah teralin komunikasi dengan pengurus DPD Provinsi. Hal ini terjadi sejak Rajiun bertugas sebagai Pengawal Khusus Gubernur Nur Alam, yang pernah menjabat ketua DPW Provinsi. Hubungan ini membuat komunikasi LM. Rajiun untuk menjadi ketua DPD menjadi sangat mudah. Sehingga ketika terjadi kekisruhan, maka Rajiun Tumada ditetapkan sebagai ketua DPD melalui Surat Keputusan Nomor: PAN/A/22/Kpts/K5/35/IX/2016. Pola-Pola Komunikasi Politik Dalam Komunikasi politik ada 4 (empat) pola komunikasi yang sering digunakan yaitu: Pola komunikasi vertikal Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke bawah atau dari level yang lebih tinggi ke level yang lebih rendah atau antara pemimpin atau yang dipimpin. Dalam proses komunikasi vertikal pimpinan yang lebih tinggi memberikan instruksi, petunjuk, pengarahan, dan lain sebagainya kepada bawahanya. Selanjutnya bawahan memberikan umpan balik berupu laporan, gagasan, saran, dan sebagainya kepada pimpinan atau pemegang kekuasaan mengenai proses pencapaian tujuan. Pola komunikasi horizontal Komunikasi horizontal adalah komunikasi secara mendatar yaitu komunikasi antar sesama individu atau kelompok dalam unit kerja organisasi yang sederajat, misalnya antara sesama Ketua DPC. Berbeda dengan komunikasi vertikal yang sifatnya lebih formal, maka komunikasi horisontal seringkali berlangsung dalam suasana tidak formal. Kamunikasi harisontal ini dilakukan untuk mencipatakan kebersamaan, dengan demikian ketika seosorang figur menyampaikan sebuah keinginan maka akan mendapatkan respon positif dari konstituen. Pola komunikasi formal Komunikasi formal adalah komunikasi melalui jalur-jalur organisasi formal Komunikasi formal sangat penting untuk memelihara dukungan dan kerjasama dari orang-orang yang ada dalam suatu organisasi. Pola komunikasi informal Komunikasi informal adalah komunikasi melalui pertemuan atau tatap muka, tidak mengikuti prosedur atau jalur-jalur organisasi. Negosiasi Negoisasi selalu menjadi bagian yang selalu muncul dalam kegiatan komunikasi politik. Karena setiap manusia yang masuk dalam lembaga politik pasti punya kepentingan. Oleh karena itu proses tawar menawar dengan cara perundingan untuk mendapatkan kesepakatan bersama antara dua pihak yang berkepentingan sangat diperlukan. Negosiasi sangat terkait dengan komunikasi persuasif atau komunikasi yang membujuk. Membangun Konsensus Konsensus terkandung kesadaran kolektif yang artinya sumber solidaritas yang mendorong mereka untuk mau bekerja sama. Dalam Musyawarah Daerah DPD PAN Muna Barat telah terjadi konsensus bersama antara calon ketua dan para ketua DPC yang memiliki hak suara dalam musyawarah tersebut. KESIMPULAN Pengambilan keputusan dalam Partai Amanat Nasional adalah berdasarkan musyawarah mufakat. Sehingga dalam proses pengambilan keutusan seperti ini dibutuhkan keterampilan komunikasi politik agar tidak terjadi perbedaan pendapat yang berlarut-larut. Dalam Musywarah Daerah DPD PAN kabupaten Muna Barat tidak mencapai kata mufakat terkait dengan siapa yang menjadi ketua formatur/Ketau DPD Partai Amanat Nasional Kabupaten Muna Barat. Kekisruhan ini menjadi alasan Dewan Pmimpinan Wilayah Partai Amanat Nasional Provinsi Sulawesi Tenggara untuk mengambil alih. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh ketua DPW PAN Sultra untuk mengangangkat LM. Rajiun Tumada sebagai ketua DPD PAN Muna Barat meskipun tidak sesuai dengan hasil musyawarah. Keputusan ini sangat merugikan kader partai Amanat Nasional khusunya pagi meraka yang selama ini mengabdi untuk partai. Namun semua itu tidak mungkin terjadi bila komunikasi politik bisa dijalankan dengan baik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis terubgkap bahwa calon peserta musyawarah gagal mencapai kata sepakat disebabkan tidak berjalannya komunikasi politik baik sebelum maupun pada saat dilakukannya musyawarah Daerah. Meskipun semua kader dalam hal ini pemilik suara memiliki konsenss bersama untuk membesarkan Partai Amanat nasional di Kabupaten Muna Barat tetapi strategi politik dibidang kepemimpinan politik, ketokohan, kebersamaan dan kemampuan negosiasi yang dimiliki oleh calaon ketua DPD PAN Muna Barat sangat kurang. Sehingga berimplikasi pada buruknya citra politik dan kurangnya partisipasi politik. SARAN Kepada DPD PAN Kabupaten Muna Barat agar membangun komunikasi politik yang baik dengan pengurusnya untuk mempertahankan eksistensinya di kancah perpolitikan lokal di Muna Barat dengan menjalankan mesin partai secara fair. DPD PAN kabupaten Muna Barat diharapkan dapat tetap menjaga kekompakan kader-kadernya khususnya dalam hal konsistensi arah dan garis perjuangan partai. DPD PAN Muna Barat diharapkan dapat menjaga kepercayaan masyarakat, merealisasikan program-program menjaga komunikasi dengan seluruh elemen masyarakat agar tercipta hubungan yang harmonis. DAFTAR PUSTAKA Althoff, Phillip dan Rush, Michael. 2005. Pengantar Sosiologi Politik. Penerjemah Kartini Kartono. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007 . .2008. Pengantar Sosiologi Poltik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Almond, Gabriel. 1986. Sosialisasi, Kebudayaan, dan Partisipasi Politik” dalam Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Press. Arifin, Anwar. 2006. Komunikasi Politik Paradigma, Teori, Aplikasi, Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Arifin, Anwar 2006. Pencitraan dalam Politik. Jakarta: Pustaka Indonesia. Ardial, 2010. Komunikasim Politik. Jakarta: PT. INDEKS. Baswir, Revrisond. 2009. Kepemimpinan Nasional, Demokratisasi, dan Tantangan Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Budiardjo, Miriam. 2009. Dasar-Dasar Ilmu politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Gafar, Affan. 2000. Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hafied Cangara. 2014. Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Nimmo, Dan. 2005. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan dan Media. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. . 2005. Komunikasi Politik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Rafael Raga Maran. 2014. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Rineka Cipta. Rakhmat , Jalaluddin. 1991. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ramlan, Surbakti. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Widia Sarana Indonesia Silahudin. 2011. Sistem Politik Indonesia. Bandung: Kelir. Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: CV Alfabeta.