BAB II TINJAUAN TEORITIS

advertisement
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Masa Post Partum (Nifas)
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah placenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlansung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan
akan pulih dalam waktu 3 bulan (Anggraini,2010).
B. Perubahan Fisiologis dan Anatomis Puerperium
Periode 6 minggu setelah melahirkan semua sistem dalam tubuh ibu akan
pulih dari berbagai pengaruh kehamilan dan kembali pada keadaan sebelum
hamil (Beischer dan Mackay 1986, Cunningham et al 1993).
Perubahan sistem reproduksi, diantara lain yaitu :
1. Uterus
Dalam masa nifas, uterus akan berangsur-angsur pulih kembali
seperti keadaaan sebelum hamil. Perubahan uterus ini dalam
keseluruhannya disebut involusi. (Rukiyah.dkk, 2011).
Involusi
uterus
meliputi
reorganisasi
dan
pengeluaran
desidua/endometrium dan eksfoliasi tempat perlekatan plasenta yang
ditandai dengan penurunan ukuran dan berat serta perubahan pada
lokasi uterus juga ditandai dengan warna dan jumlah lokea.
Segera setelah pelahiran bayi, plasenta, dan selaput janin,
beratnya sekitar 1000 gram. Berat uterus menurun sekitar 500 gram
pada akhir minggu pertama pascapartum dan kembali pada berat
biasanya pada saat tidak hamil yaitu 70 gram pada minggu kedelapan
pascapartum.
Penurunan yang cepat ini direfleksikan dengan perubahan lokasi
uterus, yaitu uterus turun dari abdomen dan kembali menjadi organ
panggul. Segera setelah pelahiran, tinggi fundus uteri (TFU) terletak
sekitar dua per tiga hingga tiga per empat bagian atas antara simfisis
pubis dan umbilikus. Letak tfu kemudian naik, sejajar dengan
umbilikus dalam beberapa jam. TFU tetap terletak kira-kira sejajar
(atau satu ruas jari dibawah) umbilikus selama satu atau dua hari
secara bertahap turun kedalam panggul sehingga tidak dapat dipalpasi
lagi diatas simpisis pubis setelah hari kesepuluh pascapartum (Varney,
2002).
2. Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan
vagina selama masa nifas. Lochea mempunyai bau amis (anyir),
meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda pada setiap
wanita. Lochea biasanya berlansung kurang lebih selama 2 minggu
setelah bersalin, namun penelitian terbaru mengindikasikan bahwa
lochea menetap hingga 4 minggu dan dapat berhenti atau berlanjut
hingga 56 hari setelah bersalin (Rukiyah, 2011)
Karena perubahan warnanya, nama deskriptif locheaa berubah :
lochea rubra,serosa, atau alba. Lochea rubra berwarna merah karena
mengandung darah. Lochea ini adalah yang pertama keluar segera
setelah pelahiran dan terus berlanjut selama dua hingga tiga hari
pertama pascapartum. Lochea rubra pertama mengandung darah dan
jaringan desidua.
Variasi dalam durasi aliran lochea sangat umum terjadi. Akan
tetapi, warna aliran lochea harian cenderung semakin terang, yaitu
berubah dari merah segar menjadi merah tua, kemudian coklat, dan
merah muda. Aliran lochea yang tiba-tiba kembali berwarna merah
segar bukan merupakan temuan normal dan memerlukan evaluasi.
Penyebabnya meliputi aktifitas fisik berlebihan, bagian placenta atau
selaput janin yang tertinggal, dan atonia uterus (Varney, 2004)
3. Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahanperubahan yang terdapat pada serviks postpasrtum adalah bentuk
serviks yang akan membuka seperti corong. Bentuk ini disebabkan
oleh korpus uteri yang dapat berkontraksi, sedangkan serviks tidak
berkontraksi, sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan
serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna serviks sendiri merah
kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Beberapa hari setelah
persalinan, ostium externum dapat dilalui oleh 2 jari, pinggirpinggirnya tidak rata tetapi retak-retak kareana robekan dalam
persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari
saja, dan lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian atas dari
canalis servikalis. Pada serviks terbentuk otot-otot baru yang
mengakibatkan serviks memanjang seperti celah. Karena hiper palpasi
ini dan karena retralsi dari serviks, robekan serviks menjadi sembuh,
setelah 6 minggu persalinan serviks menutup.
Walaupun begitu, setelah involusi selesai, ostium externum
tidak serupa dengan keadaannya sebelum hamil, pada umumnya
ostium externum lebih besar dan tetap ada retak-retak dan robekanrobekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Oleh
robekan ke samping ini terbentuk bibir depan dan bibir belakang pada
serviks.
4. Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang
sangat besar selama proses melahirkan bayi dan dalam beberapa hari
pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam
keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada
keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur
akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol.
5. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena
sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju.
Pada postnatal hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali
sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur daripada
keadaan sebelum melahirkan. Tipe penurunan tonus otot dan motilitas
traktus intestinal berlangsung hanya beberapa waktu setelah
persalinan. Penggunaan analgetik dan anastesi yang berlebihan dapat
memperlambat pemulihan kontraksi dan motilitas otot.
6. Payudara
Payudara juga akan mengalami perubahan meliputi, terjadinya
penurunan kadar estrogen dan progesterone dengan peningkatan
sekresi prolaktin setelah melahirkan. Kolostrum sudah ada pada waktu
melahirkan, ASI diproduksi pada hari ke-3 atau ke-4 pasca persalinan.
Payudara lebih besar dan lebih keras terjadi karena laktasi
(pembengkakan primer). Kongesti berkurang dalam 1-2 hari. Didalam
payudara prolaktin menstimulasi, bayi baru lahir memicu pelepasan
oksitosin dan kontuksilitas sel-sel miopitelial, yang menstimulasi
aliran susu, ini dikenal sebagai reflek let-down, jumlah rata-rata ASI
yang dihasilkam selama 24 jam meningkat pada minggu pertama 6-10
ons, 1-4 minggu 20 ons dan setelah 4 minggu 30 ons.
C. Manajemen Laktasi
1. Fisiologi laktasi
Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui dari mulai ASI
diproduksi, disekresi, dan pengeluaran ASI sampai pada proses bayi
menghisap dan menelan ASI (Marmi, 2012).
Pada wanita yang tidak hamil berat rata-rata sekitar 200 gram,
tergantung individu. Selama kehamilan, payudara meningkat dan beratnya
juga meningkat dari sekitar 200 g menjadi 400-600 g. pada kehamilan
trimester pertama, payudara wanita berespons terhadap perubahan duktus-
lobulus-alveoli. Selama bulan ketiga kehamilan, materi sekresi yang dikenal
sebagai kolostrum mulai tampak dibawah pengaruh prolaktin, dan pada
trimester terakhir, alveoli diisi dengan kolostrum. Pada minggu keenam
belas kehamilan, payudara benar-benar dipersiapkan untuk laktasi,
penyempurnaan fisiologis siklus reproduksi.
Hormon luteum dan plasenta memengaruhi pembentukan payudara
wanita hamil,mengakibatkan pertumbuhan, dan percabangan duktus, serta
pertumbuhan lobules. Laktogen placenta, prolactin, dan gonadotropin
korionik
bertanggung
jawab
terhadap
kontinuitas
dan
percepatan
pertumbuhan, dengan estrogen dan progesterone juga memainkan peran.
Prolaktin adalah hormone esensial untuk penyempurnaan lobules-alveolus
dalam kehamilan dan memulai sekresi air susu melalui reseptor pada
dinding sel alveolus. Hipotalamus secara negatif mengendalikan prolaktin,
yang disekresikan oleh hipofisis. Kadar prolaktin meningkat sebanyak
sepuluh sampai duapuluh kali lipat selama kehamilan, air susu tidak
diproduksi karena peningkatan kadar progesteron.
Dengan pelahiran plasenta, estrogen dan progesteron menurun hingga
kadar prolaktin yang tinggi dipertahankan melalui efek menyusui, dan
sekresi air susu yang banyak sekali mulai dan tampak secara klinis dua
hingga tiga hari pasca partum. Payudara juga terdapat mekanisme local
penendalian produksi air susu. Pengeluaran air susu menstimulasi sintesis
air susu dan jika air susu tidak dikeluarkan, sekresi berhenti selama periode
beberapa hari.
Laktogenesis mulai sekitar 12 minggu sebelum melahirkan sebagai
laktogenesis I dan dimulai pada masa pascapartum dengan penurunan
progesteron yang cepat setelah pelahiran plasenta sebagai laktogenesi II.
Tahap II ditandai dengan sekresi susu yang banyak pada dua sampai tiga
hari pascapartum. Tahap III laktogenesis atau disebut galaktopeoiesis
merupakan produksi susu matur yang terus-menerus yang dipengaruhi
seberapa sering dan seberapa sering bayi menghisap. Apabila ASI banyak
dikeluarkan, payudara akan menghasilkan ASI yang banyak (Varney, 2008).
2. Pemberian ASI
ASI dan kolostrum merupakan makanan yang terbaik untuk bayi.
Kandungan dan komposisi ASI sangat sesuai dengan kebutuhan bayi pada
keadaan masing-masing. Pemberian ASI sebaiknya sesering mungkin tidak
perlu dijadwal, bayi disusui sesuai dengan keinginannya. Bayi yang sehat
dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam
lambung akan kosong selama 2 jam. Menyusui dijadwalkan akan berakibat
kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada ransangan
produksi berikutnya.
Posisi yang nyaman untuk menyusui sangat penting. Lecet pada
putting susu dan payudara merupakan kondisi tidak normal dalam
menyusui, penyebab lecet yang paling umum adalah posisi dan perlekatan
yang tidak benar pada payudara.
Posisi ibu harus adekuat diatas kursi atau tempat tidur. Posisi yang
sering kali bermanfaat bagi ibu yang baru akan menyusui biasanya dengan
bayi berbaring miring, menghadap ibu, kepala, leher, dan punggung atas
bayi diletakkan pada lengan bawah lateral payudara, ibu menggunakan
tangan sebelahnya untuk memegang payudara disebut posisi madona. Posisi
mengendong-menyilang dengan bayi berbaring miring, menghadap ibu,
kepala, leher, dan punggung atas bayi diletakkan pada telapak kontralateral
dan sepanjang bawahnya, tangan ibu sebelahnya memegang payudara.
Kemudian posisi football yaitu bayi nerbaring miring atau punggung
melingkar antara lengan dan samping dada ibu, lengan bawah dan tangan
ibu menyangga bayi dan tangan sebelahnya memegang payudara.
Akan tetapi, tidak perlu menyesuaikan posisi jika ibu dan bayi
nyaman, dan jika transfer air susu yang adekuat.
Untuk menyusu dengan baik, bayi harus mencakup puting dan aerola
ibu dengan mulut terbuka lebar. Agar bayi menganga lebar, hidung bayi
harus sejajar dengan putting susu ibu. Ibu menyangga kepala dan leher bayi
dengan meletakkan tangannya pada tulang oksipital bayi dan membuat
kepala bayi bergerak kebelakang pada posisi seperti mencium bunga. Saat
rahang bawah bayi membuka, ibu menggerakkan bayi mendekati payudara
dengan perlahan, mengarahkan bibir bawah bayi kearah lingkar luar aerola.
Payudara harus benar benar memenuhi mulut bayi. Dan indicator terbaik
kecukupan ASI adalah peningkatan berat badan dan haluaran bayi (Varney,
2008).
D. Bayi Baru Lahir Rendah (BBLR)
1. Defenisi
Bayi BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari
2500 gram tanpa memandang masa kehamilan. Bayi yang berada dibawah
persentil10 dinamakan ringan untuk umur kehamilan. Dahulu neonatus
dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500
gram disebut prematur (Maryanti, 2011).
2. Klasifikasi
Neonatus/bayi yang termasuk dalam BBLR merupakan salah satu dari
keadaan-keadaan yang menurut bulannya terbagi atas NKB SMK (Neonatus
kurang bulan-sesuai masa kehamilan) adalah bayi prematur dengan berat
badan lahir yang sesuai dengan masa kehamilan. NKB KMK (neonatus
kurang bulan-kecil masa kehamilan) adalah bayi premature dengan berat
badan lahir kurang dari normal menurut usia kehamilan. Dan NCB KMK
(neonatus cukup bulan-kecil untuk masa kehamilan) adalah bayi yang lahir
cukup bulan dengan berat badan lahir kurang dari normal (Maryunani,
2009).
3. Etiologi
Penyebab bayi berat lahir rendah biasanya disebabkan faktor yang
beragam. faktor yang disebabkan oleh ibu karena ibu yang memiliki
penyakit yang berhubungan lansung dengan kehamilan, usia ibu, berat
badan ibu yang rendah, ibu hamil yang masih remaja, riwayat BBLR
sebelumnya, jarak kelahiran yang terlalu dekat, ibu yang perokok, pecandu
narkotika,
peminum
alkohol
serta
ibu
yang
menggunakan
obat
antimetabolik. Faktor janin yaitu kelainan kromosom, infeksi janin kronik,
radiasi. Dan faktor pendukung terjadinya BBLR lainnya adalah keadaan
sosial ekonomi, keadaan ini sangat berperanan terhadap timbulnya
prematuritas. Kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi
yang rendah (Maryanti, 2011).
4. Masalah pada BBLR
a. Gangguan metabolik
Gangguan metabolik beragam yang terjadi pada BBLR, yaitu
gangguan hipotermi yang terjadi karena hanya sedikitnya lemak tubuh
dan system pengaturan suhu tubuh pada bayi baru lahir belum matang.
memiliki ciri-ciri suhu tubuh < 32o C, mengantuk dan sukar dibangunkan,
menangis sangat lemah, seluruh tubuh dingin, pernafasan lambat dan
tidak teratur, bunyi jantung lambat, tidak mau mentek sehingga beresiko
dehidrasi. Gangguan hipoglikemia yaitu asupan glukosa yang kurang,
akibatnya sel-sel syarah di otak mati dan memengaruhi kecerdasan bayi
kelak. BBLR membutuhkan ASI sesegera mungkin setelah lahir dan
minum sangat sering (setiap 2 jam pada minggu pertama). Gangguan
hiperglikemia sering merupakan pada masalah bayi yang sangat amat
premature yang mendapat cairan glukosa berlebihan secara intravena
tetapi mungkin juga terjadi pada bayi BBLR lainnya. Dan kemudian
masalah pemberian ASI terjadi pada BBLR karena ukuran tubuh bayi
dengan BBLR kecil, kurang energy, lemah, lambungnya kecil dan tidak
dapat menghisap. Baayi dengan BBLRsering mendapatkan ASI dengan
bantuan, membutuhkan pemberian ASI dalam jumlah yang lebih sedikit
tapi sering.
b. Gangguan imunitas
Gangguan ini dibagi atas gangguan imunologik yaitu daya tahan
tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar Ig G, maupun
gamma glubolin. Bayi premature relative belum sanggup membentuk anti
bodi dan daya fagotosis serta reaksi terhadap infeksi belum baik karena
system kekebalan tubuh BBLR belum matang. Kejang saat dilahirkan
yang akan dipantau dalam 1 X 24 jam untuk dicari penyebabnya.
Misalnya karena infeksi sebelum lahir (prenatal), pendarahan intrakrania,
atau karena vit B6 yang dikonsumsi ibu, selain itu bayi dijaga jalan
nafasnya bila perlu diberkan anti kejang sepeti diazepam. Gangguan
imunitas lainnya adalah ikterus (kadar bilirubin yang tinggi) yang
memiliki cirri-ciri kuningnya warna kulit, selaput lender dan berbagai
jaringan oleh zat warna empedu. Ikterus neonatal sering ditemukan pada
bayi tetapi ada ikterus patologis yang terjadi jika kuningnya timbul dalam
24 jam pertama setelah lahir, dalam sehari kadar bilirubin meningkat
secara pesat atau progresif, bayi tampak tidak aktif, tidak mau menyusu,
jika air kencingnya berwarna tua seperti teh, dan ada ikterus fisiologis
dengan tanda tanda ikterus yang timbul pada hari kedua atau ketiga, tidak
mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melampaui batasdan tidak
mempunyai potensi menjadi kern-icterus (suatu kerusakan otak akibat
perlengketan bilirubin indirect pada otak).
c. Gangguan cairan dan elektrolit
Karena kerja ginjal masih belum matang, maka kemampuan
mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna.
Produksi urine yang sedikit, urea clearencer yang rendah menjadi
gangguan eliminasi hingga tidak sanggup mengurangi kelebihan air
tubuh dan eletrolit dari badan hingga berakibat mudah terjadi oedema.
gangguan eliminasi tersebut juga disebabkan saluran pencernaan pada
bayi belum sempurna sehingga penyerapan makanan dengan lemah atau
kurang baik. Aktifitas otot pencernaan masih belum sempurna, sehingga
pengosongan lambung berkurang. Bayi jadi mudah kembung, hal ini
disebabkan oleh karena stenosis anorektal, atresia ileum,peritonitis
meconium,dan mega colon. Ketika gangguan pada pencernaan bayi maka
usus bayi juga tidak berfungsi dengan baik disebut distensi abdomen
diakibatkan motilitas usus berkurang, volume lambung berkurang
sehingga
waktu
pengosongan
lambung
bertambah,
daya
untuk
mencernakan dan mengabsorbsi lemak, laktosa, vitamin yang larut dalam
lemak dan beberapa mineral tertentu berkurang. Setelah gangguan
eliminasi, gangguan pencernaan, dan distensi abdomen kemudian adanya
gangguan elektrolit. Diduga kehilangan cairan melalui tinja dari janij
yang tidak mendapay makanan melalui mulut, sangat sedikit. Kebutuhan
akan cairan sesuai dengan kehilangan cairan insensibel, cairan yang
dikeluarkan ginjal, dan pengeluaran cairan yang disebabkan keadaan
lainnya (Proverawati, 2010).
Masalah jangka panjang yang mungkin terjadi pada BBLR, antara
lain :
a. Masalah psikis
Pada
bayi
BBLR,
ada
gangguan
pertumbuhan
dan
perkembangan lebih lambat berkaitan dengan maturitas otak.
Penelitian longitudional menunujukkan gangguan bicara dan
komunikasi yaitu perbedaan kecepatan bicara yang menarik
antara BBLR dan berat lahir normal (BLN). Pada bayi BBLR
kemampuan bicaranya akan lambat dibandingkan BLN sampai
usia 6 tahun.
b. Masalah fisik
1. Penyakit paru kronis yang disebabkan karena infeksi,
kebiasaan ibu merokok selama kehamilan, dan radiasi udara
di lingkungan.
2. Gangguan penglihatan (Retinopati) dan pendengaran sering
dikeluhkan meskipun telah diberi oksigen terapi terkendali.
Biasanya retinopathy of prematurity (ROP) ini menyerang
bayi BBLR dengan BB <1500 gram dan masa gestasi <30
minggu. Bayi bisa mengalami kebutaan.
3. Kelainan bawaan adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi
maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika
dia dilahirkan. Cacat bawaan lebih sering ditemukan pada
bayi BBLR dari pada bayi lahir hidup lainnya. Sekitar 3-4 %
bayi baru lahir memiliki kelainan bawaan yang berat. Faktor
resiko kelainan bawaan antara lain faktor obat-obatan,
radiasi, racun ataupun infeksi (tetarogen), menjaga kesehatan
janin tidak hanya dilakukan dengan menhindari tetarogen,
tetapi juga mengkonsumsi gizi yang baik.
Salah satu zat penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat.
Kemudian didalam rahim, bayi terendam oleh cairan ketuban yang juga
merupakan pelindung terhadap cedera. Jumlah cairan ketuban yang
abnormal bisa menyebabkan atau menunjukkan adanya kelainan bawaan.
Cairan ketuban yang terlalu sedikit bisa mempengaruhi pertumbuhan
paru-paru dan anggota gerak tubuh atau bisa menunjukkan adanya
kelainan ginjal yang memperlambat proses pembentukan air kemih.
Penimbunan cairan ketuban terjadi jika janin mengalami gangguan
menelan, yang bisa disebabkan oleh kelainan otak yang berat (misalnya
anensefalus atau atresia esophagus). Kemudian genetic berperan penting
dalam beberapa kelainan bawaan. (Proverawati, 2010).
5. Manajemen Laktasi BBLR
Prinsip utama pemberian makanan pada bayi prematur adalah sedikit
demi sedikit, secara perlahan dan hati-hati. Bayi yang daya isapnya kuat dan
tanpa rasa sakit berat dapat dicoba minum melalui mulut. Bayi dengan BB
kurang dari 1500 gram dan kebanyakan juga yang lebih besar memerlukan
minum pertama dengan pipa lambung karna belum adanya koordinasi antara
gerakan menghisap dan menelan.
Pemberian minum bagi bayi berat lahir rendah (BBLR)menurut berat
badan lahir dan keadaan bayinya :
a. Bayi dengan berat lahir 1750 – 2500 gram
Pada bayi sehat, anjurkan bayi menyusu pada ibu semau bayi.
Bayi premature mudah merasa letih dan malas minum, anjurkan
bayi menyusu lebih sering contohnya setiap 2 jam. Apabila bayi
kurang
dapat
menghisap,
tambahkan
ASI
peras
dengan
menggunakan alternatif cara pemberian minum bayi.
Pada bayi sakit yang tidak dapat minum per oral berikan
cairan intravena hanya selama 24 jam pertama, lalu mulai berikan
minum per oral pada hari ke-2 atau anjurkan ibu memberikan ASI
sesegera mungkin setelah bayi stabil. Apabila masalah sakitnya
mengahalangi proses menyusu misalnya gangguan nafas atau
kejang, berikan ASI peras melalui pipa lambung dengan anjuran 8
kali dalam 24 jam.
b. Bayi dengan berat lahir 1500 – 1749 gram
Pada bayi sehat berikan ASI peras dengan cangkir/sendok.
Berikan 8 kali dama 24 jam. Bila jumlah yang dibutuhkan tidak
dapat diberikan menggunakan cangkir/sendok atau ada resiko
terjadinya aspirasi berikan minum dengan pipa lambung. Lanjutkan
pemberian dengan menggunakan cangkir/sendok bila bayi dapat
menelan tanpa batuk atau tersedak.
Pada bayi sakit berikan cairan intravena hanya selama 24 jam
pertama, lalu hari kedua berkan ASI peras melalui pipa lambung
dan kurangi cairan melalui intravena. Beriakan minum 8 kali dalam
24 jam, apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB tapi
masih tampak lapar maka berikan ASI tambahan setiap kali minum.
Lanjutkan pemebrian minum melalui cangkir/sendok jika bayi
sudah dapat menelan dengan stabil. Jika bayi telah minum dengan
baik menggunakan cangkir/sendok coba untuk menyusui lansung.
c. Berat lahir 1250 – 1499 gram
Pada bayi sehat berikan ASI peras 8 kali dalam 24 jam melalui
pipa lambung. Lanjutkan pemberian melalui cangkir/sendok.
Apabila
bayi
telah
minum
dengan
baik
menggunakan
cangkir/sendok, coba untuk mulai menyusui lansung.
Pada bayi sakit berikan cairan intravena hanya selama 24 jam
pertama lalu beri ASI peras melalui pipa lambung pada hari ke-2
dan kurangi jumlah cairan intravena secara perlahan. Beri minum 8
kali dalam 24 jam. Lanjutkan pemberian minum melalui
cangkir/sendok. Jika bayi telah dapat minum dengan baik melalui
cangkir/sendok coba untuk menyusui lansung (Proverawati, 2010).
E. Metode Penelitian Kualitatif Fenomenologi
Fenomenologi diartikan sebagai pengalaman subjektif atau pengalaman
fenomenologikal atau suatu studi tentang kesadaran dari perspektif dari
seseorang. Istilah fenomenologi juga sering diartikan sebagai anggapan umum
namun untuk menunjuk pada pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe
subjek yang ditemui. Istilah fenomenologi juga mengacu pada penelitian
terdisiplin
tentang
(Moelong,2005)
kesadaran
dari
perspektif
pertama
seseorang.
Penelitian dalam pandangan fenemenologi berusaha memahami arti
peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi
tertentu
(Moelong,2005).
Fenemenologi
tidak
berarti
bahwa
peneliti
mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti, yang ditekankan
oleh kaum fenemenologis ialah aspek subjektif dari perilaku seseorang. Tetapi
peneliti berusaha untuk kedalam dunia konseptual para subjek yang ditelitinya
sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu yang dikembangkan oleh
mereka disekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari (Moelong,2005).
F. Keabsahan Data
Hasil penelitian diharapkan mempunyai data yang akurat dan dapat
dipercaya, sehingga hasil penelitian tersebut benar-benar dapat menjadi sebuah
karangan ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan tanpa adanya manipulasi
atau pemalsuan data. Untuk itu perlu adanya cara agar penelitian tersebut
memenuhi keabsahan data. Ada beberapa kriteria yang dipenuhi, sebagaimana
menurut Lincoln dan Guba (1985) bahwa tingkat kepercayaan hasil penelitian
dapat dicapai jika peneliti berpegangan pada empat prinsip, meliputi: pertama,
Credibility yaitu apakah hasil penelitian dapat dipercaya atau tidak, hal ini
dapat dilakukan dengan cara triangulasi, member cek, dan wawancara atau
pengamatan
secara
terus
menerus
(prologed
engangment),
kedua,
Dependability yaitu apakah hasil penelitian dapat dipercaya atau tidak, hal ini
dapat dilakukan dengan cara triangulasi, member cek, dan wawancara atau
pengamatan
secara
terus
menerus
(prologed
engangment),
kedua,
Dependability yaitu apakah hasil penelitian memiliki kendala atau realbilitas,
dimana hasil penelitian tersebut nantinya harus memiliki kekonsistenan
terhadap data yang dikumpulkan, dianalisis dan pada saat dilakukan
kesimpulan. Ketiga, confimability yaitu keyakinan akan kebenaran terhadap
data yang diperoleh. Dengan meminta bantuan kepada orang lain yang
berkompeten untuk memeriksa hasil dan mengoreksi hasil penelitian yang
diperoleh dan dikumpulkan oleh peneliti. Keempat, transferability yaitu:
mengandung makna apakah hasil penelitian ini nantinya akan dapat
dipergunakan pada situasi yang lain.
Download