BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Masa Post Partum (Nifas) Masa nifas (puerperium) dimulai setelah placenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlansung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan (Anggraini,2010). B. Perubahan Fisiologis dan Anatomis Puerperium Periode 6 minggu setelah melahirkan semua sistem dalam tubuh ibu akan pulih dari berbagai pengaruh kehamilan dan kembali pada keadaan sebelum hamil (Beischer dan Mackay 1986, Cunningham et al 1993). Perubahan sistem reproduksi, diantara lain yaitu : 1. Uterus Dalam masa nifas, uterus akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaaan sebelum hamil. Perubahan uterus ini dalam keseluruhannya disebut involusi. (Rukiyah.dkk, 2011). Involusi uterus meliputi reorganisasi dan pengeluaran desidua/endometrium dan eksfoliasi tempat perlekatan plasenta yang ditandai dengan penurunan ukuran dan berat serta perubahan pada lokasi uterus juga ditandai dengan warna dan jumlah lokea. Segera setelah pelahiran bayi, plasenta, dan selaput janin, beratnya sekitar 1000 gram. Berat uterus menurun sekitar 500 gram pada akhir minggu pertama pascapartum dan kembali pada berat biasanya pada saat tidak hamil yaitu 70 gram pada minggu kedelapan pascapartum. Penurunan yang cepat ini direfleksikan dengan perubahan lokasi uterus, yaitu uterus turun dari abdomen dan kembali menjadi organ panggul. Segera setelah pelahiran, tinggi fundus uteri (TFU) terletak sekitar dua per tiga hingga tiga per empat bagian atas antara simfisis pubis dan umbilikus. Letak tfu kemudian naik, sejajar dengan umbilikus dalam beberapa jam. TFU tetap terletak kira-kira sejajar (atau satu ruas jari dibawah) umbilikus selama satu atau dua hari secara bertahap turun kedalam panggul sehingga tidak dapat dipalpasi lagi diatas simpisis pubis setelah hari kesepuluh pascapartum (Varney, 2002). 2. Lochea Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina selama masa nifas. Lochea mempunyai bau amis (anyir), meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda pada setiap wanita. Lochea biasanya berlansung kurang lebih selama 2 minggu setelah bersalin, namun penelitian terbaru mengindikasikan bahwa lochea menetap hingga 4 minggu dan dapat berhenti atau berlanjut hingga 56 hari setelah bersalin (Rukiyah, 2011) Karena perubahan warnanya, nama deskriptif locheaa berubah : lochea rubra,serosa, atau alba. Lochea rubra berwarna merah karena mengandung darah. Lochea ini adalah yang pertama keluar segera setelah pelahiran dan terus berlanjut selama dua hingga tiga hari pertama pascapartum. Lochea rubra pertama mengandung darah dan jaringan desidua. Variasi dalam durasi aliran lochea sangat umum terjadi. Akan tetapi, warna aliran lochea harian cenderung semakin terang, yaitu berubah dari merah segar menjadi merah tua, kemudian coklat, dan merah muda. Aliran lochea yang tiba-tiba kembali berwarna merah segar bukan merupakan temuan normal dan memerlukan evaluasi. Penyebabnya meliputi aktifitas fisik berlebihan, bagian placenta atau selaput janin yang tertinggal, dan atonia uterus (Varney, 2004) 3. Serviks Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahanperubahan yang terdapat pada serviks postpasrtum adalah bentuk serviks yang akan membuka seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Beberapa hari setelah persalinan, ostium externum dapat dilalui oleh 2 jari, pinggirpinggirnya tidak rata tetapi retak-retak kareana robekan dalam persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja, dan lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian atas dari canalis servikalis. Pada serviks terbentuk otot-otot baru yang mengakibatkan serviks memanjang seperti celah. Karena hiper palpasi ini dan karena retralsi dari serviks, robekan serviks menjadi sembuh, setelah 6 minggu persalinan serviks menutup. Walaupun begitu, setelah involusi selesai, ostium externum tidak serupa dengan keadaannya sebelum hamil, pada umumnya ostium externum lebih besar dan tetap ada retak-retak dan robekanrobekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Oleh robekan ke samping ini terbentuk bibir depan dan bibir belakang pada serviks. 4. Vulva dan vagina Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol. 5. Perineum Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada postnatal hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum melahirkan. Tipe penurunan tonus otot dan motilitas traktus intestinal berlangsung hanya beberapa waktu setelah persalinan. Penggunaan analgetik dan anastesi yang berlebihan dapat memperlambat pemulihan kontraksi dan motilitas otot. 6. Payudara Payudara juga akan mengalami perubahan meliputi, terjadinya penurunan kadar estrogen dan progesterone dengan peningkatan sekresi prolaktin setelah melahirkan. Kolostrum sudah ada pada waktu melahirkan, ASI diproduksi pada hari ke-3 atau ke-4 pasca persalinan. Payudara lebih besar dan lebih keras terjadi karena laktasi (pembengkakan primer). Kongesti berkurang dalam 1-2 hari. Didalam payudara prolaktin menstimulasi, bayi baru lahir memicu pelepasan oksitosin dan kontuksilitas sel-sel miopitelial, yang menstimulasi aliran susu, ini dikenal sebagai reflek let-down, jumlah rata-rata ASI yang dihasilkam selama 24 jam meningkat pada minggu pertama 6-10 ons, 1-4 minggu 20 ons dan setelah 4 minggu 30 ons. C. Manajemen Laktasi 1. Fisiologi laktasi Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui dari mulai ASI diproduksi, disekresi, dan pengeluaran ASI sampai pada proses bayi menghisap dan menelan ASI (Marmi, 2012). Pada wanita yang tidak hamil berat rata-rata sekitar 200 gram, tergantung individu. Selama kehamilan, payudara meningkat dan beratnya juga meningkat dari sekitar 200 g menjadi 400-600 g. pada kehamilan trimester pertama, payudara wanita berespons terhadap perubahan duktus- lobulus-alveoli. Selama bulan ketiga kehamilan, materi sekresi yang dikenal sebagai kolostrum mulai tampak dibawah pengaruh prolaktin, dan pada trimester terakhir, alveoli diisi dengan kolostrum. Pada minggu keenam belas kehamilan, payudara benar-benar dipersiapkan untuk laktasi, penyempurnaan fisiologis siklus reproduksi. Hormon luteum dan plasenta memengaruhi pembentukan payudara wanita hamil,mengakibatkan pertumbuhan, dan percabangan duktus, serta pertumbuhan lobules. Laktogen placenta, prolactin, dan gonadotropin korionik bertanggung jawab terhadap kontinuitas dan percepatan pertumbuhan, dengan estrogen dan progesterone juga memainkan peran. Prolaktin adalah hormone esensial untuk penyempurnaan lobules-alveolus dalam kehamilan dan memulai sekresi air susu melalui reseptor pada dinding sel alveolus. Hipotalamus secara negatif mengendalikan prolaktin, yang disekresikan oleh hipofisis. Kadar prolaktin meningkat sebanyak sepuluh sampai duapuluh kali lipat selama kehamilan, air susu tidak diproduksi karena peningkatan kadar progesteron. Dengan pelahiran plasenta, estrogen dan progesteron menurun hingga kadar prolaktin yang tinggi dipertahankan melalui efek menyusui, dan sekresi air susu yang banyak sekali mulai dan tampak secara klinis dua hingga tiga hari pasca partum. Payudara juga terdapat mekanisme local penendalian produksi air susu. Pengeluaran air susu menstimulasi sintesis air susu dan jika air susu tidak dikeluarkan, sekresi berhenti selama periode beberapa hari. Laktogenesis mulai sekitar 12 minggu sebelum melahirkan sebagai laktogenesis I dan dimulai pada masa pascapartum dengan penurunan progesteron yang cepat setelah pelahiran plasenta sebagai laktogenesi II. Tahap II ditandai dengan sekresi susu yang banyak pada dua sampai tiga hari pascapartum. Tahap III laktogenesis atau disebut galaktopeoiesis merupakan produksi susu matur yang terus-menerus yang dipengaruhi seberapa sering dan seberapa sering bayi menghisap. Apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara akan menghasilkan ASI yang banyak (Varney, 2008). 2. Pemberian ASI ASI dan kolostrum merupakan makanan yang terbaik untuk bayi. Kandungan dan komposisi ASI sangat sesuai dengan kebutuhan bayi pada keadaan masing-masing. Pemberian ASI sebaiknya sesering mungkin tidak perlu dijadwal, bayi disusui sesuai dengan keinginannya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung akan kosong selama 2 jam. Menyusui dijadwalkan akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada ransangan produksi berikutnya. Posisi yang nyaman untuk menyusui sangat penting. Lecet pada putting susu dan payudara merupakan kondisi tidak normal dalam menyusui, penyebab lecet yang paling umum adalah posisi dan perlekatan yang tidak benar pada payudara. Posisi ibu harus adekuat diatas kursi atau tempat tidur. Posisi yang sering kali bermanfaat bagi ibu yang baru akan menyusui biasanya dengan bayi berbaring miring, menghadap ibu, kepala, leher, dan punggung atas bayi diletakkan pada lengan bawah lateral payudara, ibu menggunakan tangan sebelahnya untuk memegang payudara disebut posisi madona. Posisi mengendong-menyilang dengan bayi berbaring miring, menghadap ibu, kepala, leher, dan punggung atas bayi diletakkan pada telapak kontralateral dan sepanjang bawahnya, tangan ibu sebelahnya memegang payudara. Kemudian posisi football yaitu bayi nerbaring miring atau punggung melingkar antara lengan dan samping dada ibu, lengan bawah dan tangan ibu menyangga bayi dan tangan sebelahnya memegang payudara. Akan tetapi, tidak perlu menyesuaikan posisi jika ibu dan bayi nyaman, dan jika transfer air susu yang adekuat. Untuk menyusu dengan baik, bayi harus mencakup puting dan aerola ibu dengan mulut terbuka lebar. Agar bayi menganga lebar, hidung bayi harus sejajar dengan putting susu ibu. Ibu menyangga kepala dan leher bayi dengan meletakkan tangannya pada tulang oksipital bayi dan membuat kepala bayi bergerak kebelakang pada posisi seperti mencium bunga. Saat rahang bawah bayi membuka, ibu menggerakkan bayi mendekati payudara dengan perlahan, mengarahkan bibir bawah bayi kearah lingkar luar aerola. Payudara harus benar benar memenuhi mulut bayi. Dan indicator terbaik kecukupan ASI adalah peningkatan berat badan dan haluaran bayi (Varney, 2008). D. Bayi Baru Lahir Rendah (BBLR) 1. Defenisi Bayi BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan. Bayi yang berada dibawah persentil10 dinamakan ringan untuk umur kehamilan. Dahulu neonatus dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut prematur (Maryanti, 2011). 2. Klasifikasi Neonatus/bayi yang termasuk dalam BBLR merupakan salah satu dari keadaan-keadaan yang menurut bulannya terbagi atas NKB SMK (Neonatus kurang bulan-sesuai masa kehamilan) adalah bayi prematur dengan berat badan lahir yang sesuai dengan masa kehamilan. NKB KMK (neonatus kurang bulan-kecil masa kehamilan) adalah bayi premature dengan berat badan lahir kurang dari normal menurut usia kehamilan. Dan NCB KMK (neonatus cukup bulan-kecil untuk masa kehamilan) adalah bayi yang lahir cukup bulan dengan berat badan lahir kurang dari normal (Maryunani, 2009). 3. Etiologi Penyebab bayi berat lahir rendah biasanya disebabkan faktor yang beragam. faktor yang disebabkan oleh ibu karena ibu yang memiliki penyakit yang berhubungan lansung dengan kehamilan, usia ibu, berat badan ibu yang rendah, ibu hamil yang masih remaja, riwayat BBLR sebelumnya, jarak kelahiran yang terlalu dekat, ibu yang perokok, pecandu narkotika, peminum alkohol serta ibu yang menggunakan obat antimetabolik. Faktor janin yaitu kelainan kromosom, infeksi janin kronik, radiasi. Dan faktor pendukung terjadinya BBLR lainnya adalah keadaan sosial ekonomi, keadaan ini sangat berperanan terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi yang rendah (Maryanti, 2011). 4. Masalah pada BBLR a. Gangguan metabolik Gangguan metabolik beragam yang terjadi pada BBLR, yaitu gangguan hipotermi yang terjadi karena hanya sedikitnya lemak tubuh dan system pengaturan suhu tubuh pada bayi baru lahir belum matang. memiliki ciri-ciri suhu tubuh < 32o C, mengantuk dan sukar dibangunkan, menangis sangat lemah, seluruh tubuh dingin, pernafasan lambat dan tidak teratur, bunyi jantung lambat, tidak mau mentek sehingga beresiko dehidrasi. Gangguan hipoglikemia yaitu asupan glukosa yang kurang, akibatnya sel-sel syarah di otak mati dan memengaruhi kecerdasan bayi kelak. BBLR membutuhkan ASI sesegera mungkin setelah lahir dan minum sangat sering (setiap 2 jam pada minggu pertama). Gangguan hiperglikemia sering merupakan pada masalah bayi yang sangat amat premature yang mendapat cairan glukosa berlebihan secara intravena tetapi mungkin juga terjadi pada bayi BBLR lainnya. Dan kemudian masalah pemberian ASI terjadi pada BBLR karena ukuran tubuh bayi dengan BBLR kecil, kurang energy, lemah, lambungnya kecil dan tidak dapat menghisap. Baayi dengan BBLRsering mendapatkan ASI dengan bantuan, membutuhkan pemberian ASI dalam jumlah yang lebih sedikit tapi sering. b. Gangguan imunitas Gangguan ini dibagi atas gangguan imunologik yaitu daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar Ig G, maupun gamma glubolin. Bayi premature relative belum sanggup membentuk anti bodi dan daya fagotosis serta reaksi terhadap infeksi belum baik karena system kekebalan tubuh BBLR belum matang. Kejang saat dilahirkan yang akan dipantau dalam 1 X 24 jam untuk dicari penyebabnya. Misalnya karena infeksi sebelum lahir (prenatal), pendarahan intrakrania, atau karena vit B6 yang dikonsumsi ibu, selain itu bayi dijaga jalan nafasnya bila perlu diberkan anti kejang sepeti diazepam. Gangguan imunitas lainnya adalah ikterus (kadar bilirubin yang tinggi) yang memiliki cirri-ciri kuningnya warna kulit, selaput lender dan berbagai jaringan oleh zat warna empedu. Ikterus neonatal sering ditemukan pada bayi tetapi ada ikterus patologis yang terjadi jika kuningnya timbul dalam 24 jam pertama setelah lahir, dalam sehari kadar bilirubin meningkat secara pesat atau progresif, bayi tampak tidak aktif, tidak mau menyusu, jika air kencingnya berwarna tua seperti teh, dan ada ikterus fisiologis dengan tanda tanda ikterus yang timbul pada hari kedua atau ketiga, tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melampaui batasdan tidak mempunyai potensi menjadi kern-icterus (suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirect pada otak). c. Gangguan cairan dan elektrolit Karena kerja ginjal masih belum matang, maka kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna. Produksi urine yang sedikit, urea clearencer yang rendah menjadi gangguan eliminasi hingga tidak sanggup mengurangi kelebihan air tubuh dan eletrolit dari badan hingga berakibat mudah terjadi oedema. gangguan eliminasi tersebut juga disebabkan saluran pencernaan pada bayi belum sempurna sehingga penyerapan makanan dengan lemah atau kurang baik. Aktifitas otot pencernaan masih belum sempurna, sehingga pengosongan lambung berkurang. Bayi jadi mudah kembung, hal ini disebabkan oleh karena stenosis anorektal, atresia ileum,peritonitis meconium,dan mega colon. Ketika gangguan pada pencernaan bayi maka usus bayi juga tidak berfungsi dengan baik disebut distensi abdomen diakibatkan motilitas usus berkurang, volume lambung berkurang sehingga waktu pengosongan lambung bertambah, daya untuk mencernakan dan mengabsorbsi lemak, laktosa, vitamin yang larut dalam lemak dan beberapa mineral tertentu berkurang. Setelah gangguan eliminasi, gangguan pencernaan, dan distensi abdomen kemudian adanya gangguan elektrolit. Diduga kehilangan cairan melalui tinja dari janij yang tidak mendapay makanan melalui mulut, sangat sedikit. Kebutuhan akan cairan sesuai dengan kehilangan cairan insensibel, cairan yang dikeluarkan ginjal, dan pengeluaran cairan yang disebabkan keadaan lainnya (Proverawati, 2010). Masalah jangka panjang yang mungkin terjadi pada BBLR, antara lain : a. Masalah psikis Pada bayi BBLR, ada gangguan pertumbuhan dan perkembangan lebih lambat berkaitan dengan maturitas otak. Penelitian longitudional menunujukkan gangguan bicara dan komunikasi yaitu perbedaan kecepatan bicara yang menarik antara BBLR dan berat lahir normal (BLN). Pada bayi BBLR kemampuan bicaranya akan lambat dibandingkan BLN sampai usia 6 tahun. b. Masalah fisik 1. Penyakit paru kronis yang disebabkan karena infeksi, kebiasaan ibu merokok selama kehamilan, dan radiasi udara di lingkungan. 2. Gangguan penglihatan (Retinopati) dan pendengaran sering dikeluhkan meskipun telah diberi oksigen terapi terkendali. Biasanya retinopathy of prematurity (ROP) ini menyerang bayi BBLR dengan BB <1500 gram dan masa gestasi <30 minggu. Bayi bisa mengalami kebutaan. 3. Kelainan bawaan adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan. Cacat bawaan lebih sering ditemukan pada bayi BBLR dari pada bayi lahir hidup lainnya. Sekitar 3-4 % bayi baru lahir memiliki kelainan bawaan yang berat. Faktor resiko kelainan bawaan antara lain faktor obat-obatan, radiasi, racun ataupun infeksi (tetarogen), menjaga kesehatan janin tidak hanya dilakukan dengan menhindari tetarogen, tetapi juga mengkonsumsi gizi yang baik. Salah satu zat penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Kemudian didalam rahim, bayi terendam oleh cairan ketuban yang juga merupakan pelindung terhadap cedera. Jumlah cairan ketuban yang abnormal bisa menyebabkan atau menunjukkan adanya kelainan bawaan. Cairan ketuban yang terlalu sedikit bisa mempengaruhi pertumbuhan paru-paru dan anggota gerak tubuh atau bisa menunjukkan adanya kelainan ginjal yang memperlambat proses pembentukan air kemih. Penimbunan cairan ketuban terjadi jika janin mengalami gangguan menelan, yang bisa disebabkan oleh kelainan otak yang berat (misalnya anensefalus atau atresia esophagus). Kemudian genetic berperan penting dalam beberapa kelainan bawaan. (Proverawati, 2010). 5. Manajemen Laktasi BBLR Prinsip utama pemberian makanan pada bayi prematur adalah sedikit demi sedikit, secara perlahan dan hati-hati. Bayi yang daya isapnya kuat dan tanpa rasa sakit berat dapat dicoba minum melalui mulut. Bayi dengan BB kurang dari 1500 gram dan kebanyakan juga yang lebih besar memerlukan minum pertama dengan pipa lambung karna belum adanya koordinasi antara gerakan menghisap dan menelan. Pemberian minum bagi bayi berat lahir rendah (BBLR)menurut berat badan lahir dan keadaan bayinya : a. Bayi dengan berat lahir 1750 – 2500 gram Pada bayi sehat, anjurkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Bayi premature mudah merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering contohnya setiap 2 jam. Apabila bayi kurang dapat menghisap, tambahkan ASI peras dengan menggunakan alternatif cara pemberian minum bayi. Pada bayi sakit yang tidak dapat minum per oral berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama, lalu mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau anjurkan ibu memberikan ASI sesegera mungkin setelah bayi stabil. Apabila masalah sakitnya mengahalangi proses menyusu misalnya gangguan nafas atau kejang, berikan ASI peras melalui pipa lambung dengan anjuran 8 kali dalam 24 jam. b. Bayi dengan berat lahir 1500 – 1749 gram Pada bayi sehat berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Berikan 8 kali dama 24 jam. Bila jumlah yang dibutuhkan tidak dapat diberikan menggunakan cangkir/sendok atau ada resiko terjadinya aspirasi berikan minum dengan pipa lambung. Lanjutkan pemberian dengan menggunakan cangkir/sendok bila bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak. Pada bayi sakit berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama, lalu hari kedua berkan ASI peras melalui pipa lambung dan kurangi cairan melalui intravena. Beriakan minum 8 kali dalam 24 jam, apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB tapi masih tampak lapar maka berikan ASI tambahan setiap kali minum. Lanjutkan pemebrian minum melalui cangkir/sendok jika bayi sudah dapat menelan dengan stabil. Jika bayi telah minum dengan baik menggunakan cangkir/sendok coba untuk menyusui lansung. c. Berat lahir 1250 – 1499 gram Pada bayi sehat berikan ASI peras 8 kali dalam 24 jam melalui pipa lambung. Lanjutkan pemberian melalui cangkir/sendok. Apabila bayi telah minum dengan baik menggunakan cangkir/sendok, coba untuk mulai menyusui lansung. Pada bayi sakit berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama lalu beri ASI peras melalui pipa lambung pada hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan intravena secara perlahan. Beri minum 8 kali dalam 24 jam. Lanjutkan pemberian minum melalui cangkir/sendok. Jika bayi telah dapat minum dengan baik melalui cangkir/sendok coba untuk menyusui lansung (Proverawati, 2010). E. Metode Penelitian Kualitatif Fenomenologi Fenomenologi diartikan sebagai pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal atau suatu studi tentang kesadaran dari perspektif dari seseorang. Istilah fenomenologi juga sering diartikan sebagai anggapan umum namun untuk menunjuk pada pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe subjek yang ditemui. Istilah fenomenologi juga mengacu pada penelitian terdisiplin tentang (Moelong,2005) kesadaran dari perspektif pertama seseorang. Penelitian dalam pandangan fenemenologi berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu (Moelong,2005). Fenemenologi tidak berarti bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti, yang ditekankan oleh kaum fenemenologis ialah aspek subjektif dari perilaku seseorang. Tetapi peneliti berusaha untuk kedalam dunia konseptual para subjek yang ditelitinya sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu yang dikembangkan oleh mereka disekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari (Moelong,2005). F. Keabsahan Data Hasil penelitian diharapkan mempunyai data yang akurat dan dapat dipercaya, sehingga hasil penelitian tersebut benar-benar dapat menjadi sebuah karangan ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan tanpa adanya manipulasi atau pemalsuan data. Untuk itu perlu adanya cara agar penelitian tersebut memenuhi keabsahan data. Ada beberapa kriteria yang dipenuhi, sebagaimana menurut Lincoln dan Guba (1985) bahwa tingkat kepercayaan hasil penelitian dapat dicapai jika peneliti berpegangan pada empat prinsip, meliputi: pertama, Credibility yaitu apakah hasil penelitian dapat dipercaya atau tidak, hal ini dapat dilakukan dengan cara triangulasi, member cek, dan wawancara atau pengamatan secara terus menerus (prologed engangment), kedua, Dependability yaitu apakah hasil penelitian dapat dipercaya atau tidak, hal ini dapat dilakukan dengan cara triangulasi, member cek, dan wawancara atau pengamatan secara terus menerus (prologed engangment), kedua, Dependability yaitu apakah hasil penelitian memiliki kendala atau realbilitas, dimana hasil penelitian tersebut nantinya harus memiliki kekonsistenan terhadap data yang dikumpulkan, dianalisis dan pada saat dilakukan kesimpulan. Ketiga, confimability yaitu keyakinan akan kebenaran terhadap data yang diperoleh. Dengan meminta bantuan kepada orang lain yang berkompeten untuk memeriksa hasil dan mengoreksi hasil penelitian yang diperoleh dan dikumpulkan oleh peneliti. Keempat, transferability yaitu: mengandung makna apakah hasil penelitian ini nantinya akan dapat dipergunakan pada situasi yang lain.