Pemikiran Ekonomi Politik Taylor, Smith, Marx dan Keynes

advertisement
64
Jurnal JIBEKA Volume 7 No 2 Agustus 2013: 64 - 70
Pemikiran Ekonomi Politik Taylor, Smith, Marx dan Keynes
Yunus Handoko
Dosen STIE Asia Malang
Abstrak:
Pemikir merkantilis beranggapan bahwa kekayaan itu adalah untuk melayani kekuasaan, dan bahwa tujuan
meningkatkan kekayaan itu adalah selaras dengan tujuan meningkatkan kekuasaan, malahan hampir tidak dapat
dibedakan satu sama lain. Mengenai kebijakan praktis, kaum merkantilis juga melihat hubungan yang erat antara
kekuasaan dengan kekayaan. Negara adalah tempat kekuasaan. Negara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
dan peningkatan kekayaan, hendaklah memakai kekuasaan untuk mengatur industri dan perdagangan. Negara
harus memberikan dukungan politik dan ekonomi misalnya dengan menetapkan monopoli terhadap industri yang
membuat barang-barang untuk ekspor. Negara harus membatasi import dengan mengenakan pajak atau melarang
impor tersebut. Negara harus menjajah (colonize) untuk memeperoleh suplai emas dan perak, ataupun untuk
memperoleh bahan mentah yang dapat diolah untuk diekspor. Dengan meningkatkan kekayaannya, negara itu juga
meningkatkan kekuasannnya. Adam Smith sesuai dengan penekanan ini, menyangkal pentingnya akumulasi harta
berupa logam-logam mulia. Sebaliknya, untuk meningkatkan kekayaan adalah perlu mengembangkan pasar seluas
mungkin untuk distribusi produk. Penalaran ini mendasari argumentasinya untuk perdagangan internasional yang
maksimum yang dapat dicapai dengan membebaskannya bea masuk dan hambatan-hambatan lainnya. Smith juga
merevisi ide mercantilist mengenai hubungan antara kekayaan dengan kekuasaan. Walaupun ia tidak membantah
bahwa kekuasaan suatu negara itu sebagian bergantung pada kekayaannya, namun ia menyerang pendapat bahwa
cara terbaik untuk meningkatkan kekayaan adalah melalui tindakan politik langsung. Marx mengasumsikan bahwa
kelas kapitalis itu memiliiki akses pada kekuasaan, karena posisinya dalam struktur ekonomi. Ia memiliki alat-alat
produksi, dan ia membeli jasa-jasa buruh. Buruh sebaliknya, hanya memiliki tenaga kerja untuk dijual dan hanya
upah yang diterimanya sebagai imbalan. Karena posisinya yang unggul kaum kapitalis sanggup mengeksploitir
buruh dengan memperpanjang jam kerja, memaksa istri dan anak-anak untuk bekerja, mempercepat mesin-mesin,
dan mengganti buruh dengan memasang mesin yang lebih produktif. Kekuasaan kapitalis semakin diperkuat oleh
penguasa politik yang mengeluarkan undang-undang yang merugikan para buruh dan memadamkan setiap usaha
protes.
Kata Kunci: pemikiran, ekonomi dan politik
Abstract:
Mercantilist thinkers assume that wealth is to serve the power, and that the aim of increasing the wealth is in
harmony with the purpose of increasing the power, even virtually indistinguishable from each other. Practical
policy, the mercantilists also saw a close relationship between the power of wealth. The state is the place of power.
Countries to encourage economic growth and increasing wealth, let use the power to regulate industry and trade.
State should provide political and economic support for example by setting a monopoly on the industry to make
goods for export. The state should limit imports by taxing or banning the import. State must colonize (colonize) to
obtain the supply of gold and silver, or to obtain raw materials that can be processed for export. With increasing
wealth, the country also increased kekuasannnya. Adam Smith in accordance with this emphasis, to deny the
importance of the accumulation of wealth in the form of precious metals. Conversely, to increase wealth is
necessary to develop the broadest possible market for the distribution of products. The reasoning underlying
arguments for international trade that the maximum that can be achieved with the release of import duties and other
barriers. Smith also revised mercantilist ideas about the relationship between wealth with power. Although he does
not deny that a country's power depends in part on his wealth, but he attacked the notion that the best way to
increase wealth is through direct political action. Marx assumes that the capitalist class memiliiki access to power,
because of its position in the economic structure. He has the means of production, and he buys labor services.
Labour on the contrary, only the labor meimiki for sale and just wages received in return. Due to the superior
position of the capitalists could exploit workers by extending working hours, forcing his wife and children to work,
accelerating machines, installing and replacing workers with machines more productive. Capitalist power is
reinforced by the political authorities who pass laws that harm workers and quell any protest efforts.
Keywords: thought, economy and politics
Yunus Handoko: Pemikiran Ekonomi Politik Taylor, Smith, Mark dan Keynes
Pendahuluan
Para pemikir ekonomi terkemuka sudah dua abad
lamanya berusaha memahami hal-hal pokok
mengenai sosiologi ekonomi. Untuk memusatkan
perhatian kita pada hal-hal tersebut, pertama-tama
kita akan melihat dari sudut sejarah pemikiran
ekonomi, kemudian searah pemikiran sosiologi dan
terakhir akan kita tinjau dari perkembangan sejumlah
disiplin ilmu sosial akhir-akhir ini. Sedemikian
kayanya sejarah pemikiran ekonomi, bahkan dalam
dua ratus tahun yang lampau, sehingga untuk
menulisnya seluruhnya akan dibutuhkan beribu-ribu
artikel. Karena terbatasnya halaman yang tensedia,
maka kita akan menyederhanakan pembahasan kita
dalam 3 hal. Pertama, kita hanya akan membahas
beberapa tokoh pemikir saja. Kedua, kita akan
membahas makna ekonomis dan pemikiran mereka
serta kita hanya akan memusatkan perhatian kita
kepada ekonomi politik yang sedang berkembang.
Ketiga, diantara hal-hal
tersebut
kita akan
membatasi diri terutama pada salah satu dimensi saja,
yaitu dimensi ekonomi politik. Pembatasan ini sangat
penting, karena sebagian besar abad ke 19 ilmu
ekononhi itu disebut ”ekonomi politik’ dan sekarang
juga masih mempentahankan kegemarannya dengan
isu-isu politik. Penulis dalam memotret ekonomi
politik ini melalui empat pemikiran besar bidang
ekonomi politik diawali dari Taylor, Smith, Marx dan
Keynes.
Taylor: Merkantilisme Ekonomi Negara
Paham merkantilisme adalah sekelompok ide
heterogen yang mendominasi pemikiran ekonomi
Eropa selama abad ke 17 dan 18. Ide-ide ini bukanlah
merupakan suatu teori ekonomi yang utuh, melainkan
suatu kumpulan besar (conglomeration) pendapatpendapat mengenai nilai, saran-saran kebijakan, dan
pernyataan-pernyataan mengenai sifat kehidupan
ekonomi. Keanekaragaman merkantilisme ini
sebagian disebabkan oleh keanekaragaman orang
yang mendukungnya seperti para filosof, para kepala
negara, pembuat undang-undang (legislators), para
saudagar, dan pamphieteers. Dari barisan ini, kita
dapat menyimpulkan beberapa tema pokok. Tema
pertama adalah mengenai pandangan kaum
merkantilis tentang kekayaan. Kekayaan suatu negara
dianggap sama dengan jumlah uang yang dimiliki
oleh negara itu. Disamping itu, kaum menkantilis ini
mengidentifikasi uang itu dengan logam mulia, emas
dan perak. Oleh karena, mereka menganggap total
kekayaan dunia itu kurang lebih tetap (stationery),
maka mereka merasa bahwa keuntungan suatu negara
adalah kerugian negara lain. Hal ini bertentangan
65
dengan pandangan para ahli ekonomi modern yang
menyatakan bahwa perdagangan luar-negeri itu
seringkali memberikan manfaat kepada kedua belah
pihak, walaupun salah satu negara mungkin
mengalami defisit untuk sementara waktu.) Jadi,
kaum
menkantilis
menekankan
perlunya
mengakumulasi langsung logam mulia, ataupun
mempertahankan kelebihan ekspor dan import,
sehingga logam mulia itu akan mengalir ke negara
tersebut. Tema kedua adalah mengenai pandàngan
kaum
merkantilis
tentang
kekuasaan
dan
hubungannya dengan kekayaan. Banyak yang
berpendapat bahwa salah satu cara untuk
meningkatkan kekuasaan negara adalah dengan
meningkatkan kekayaan nasional. Sebagaimana
dikemukakan Taylor (1916: 32), dalam (jaman
merkantilis) tujuan utama pemerintah setiap negara
dalam usahanya mendorong dan mengarahkan atau
membimbing perniagaan dan industrinya, untuk
mendukung pertumbuhan kekayaan nasional,
terutama demi untuk kekuasaan dan keamanan
diplomatik serta militer negaranya. Tujuan pokok dan
kebijakan setiap negara adalah peningkatan kekayaan
dan kekuasaan negara sedemikian rupa sehingga
melebihi negara-negara asing kompetiternya. Kaum
merkantilis beranggapan bahwa kekayaan itu adalah
untuk melayani kekuasaan, dan bahwa tujuan
meningkatkan kekayaan itu adalah selaras dengan
tujuan meningkatkan kekuasaan, malahan hampir
tidak dapat dibedakan satu sama lain. Mengenai
kebijakan praktis, kaum merkantilis juga melihat
hubungan yang erat antara kekuasaan dengan
kekayaan. Negara adalah tempat (locus) kekuasaan.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan
peningkatan kekayaan, negara hendaklah memakai
kekuasaan ini untuk mengatur industri dan
perdagangan. Negara harus memberikan sokongan
politik dan ekonomi misalnya dengan menetapkan
monopoli terhadap industri yang membuat barangbarang untuk ekspor. Negara harus membatasi impor
dengan mengenakan pajak atau melarang impor
tersebut. Negara harus menjajah (colonize) untuk
memeperoleh suplai emas dan perak, ataupun untuk
memperoleh bahan mentah yang dapat diolah untuk
diekspor. Dengan meningkatkan kekayaannya,
negara itu juga meningkatkan kekuasaanya. Dari
sudut status variabel ekonomi dan politik, kaum
menkantilis tidak berbeda teorinya dengan Negara.
Dengan meningkatkan kekayaan suatu negara maka
meningkatlah kekuasaannya. Disamping itu, ia
menggunakan kekuasaanya untuk meningkatkan
kekayaannya. Jika dikendalikan dengan tepat, sistem
ekonomi dan politik itu tidak akan bententangan
dengan tujuan sebuah negara, malahan saling mengisi
satu sama lain.
66
Adam Smith: Melemahnya Kontrol Ekonomi
Negara, Smith (1723-1790) adalah kritikus
terkemuka dan doktrin mercantilist. Polemik multisegi yang termuat dalam bukunya yang termasyhur
Wealth of Nations (kekayaan bangsa-bangsa), kita
dapat mensarikan serangan-serangan berikut terhadap
tema-tema pokok mercantilist dan perumusannya
kembali. Mengenai kekayaan, Smith menolak
penekanan mercantilist terhadap uang dan harta. Ia
mengemukakan bahwa kekayaan suatu bangsa itu
dijumpai dalam basis produksinya, atau dalam
kekuatannya untuk menghasilkan ‘barang-barang
keperluan, kesenangan dan kemudahan hidup. Uang
adalah alat pertukaran yang memudahkan alokasi
barang-barang tensebut. Selanjutnya tingkat produksi
bergantung pada pembagian kerja. Bertambah tinggi
spesialisasi tenaga kerja, maka makin produktiflah ia.
Level spesialisasi tenaga kerja selanjutnya
bergantung pada besarnya pasar untuk produk tenaga
kerja itu dan pada tersedianya modal. Smith sesuai
dengan penekanan ini, menyangkal pentingnya
akumulasi harta berupa logam-logam mulia.
Sebaliknya, untuk meningkatkan kekayaan adalah
perlu mengembangkan pasar seluas mungkin untuk
distribusi produk. Penalaran ini mendasari
argumentasinya untuk perdagangan internasional
yang maksimum yang dapat dicapai dengan
membebaskannya
bea
masuk (tariffs) dan
hambatan-hambatan lainnya. Smith juga merevisi ide
mercantilist mengenai hubungan antara kekakayaan
dengan kekuasaan. Walaupun ia tidak membantah
bahwa kekuasaan suatu negara itu sebagian
bergantung pada kekayaannya, namun ia menyerang
pendapat bahwa cara terbaik untuk meningkatkan
kekayaan adalah melalui tindakan politik langsung.
Pemerintah tidak usah mengadakan monopoli,
menetapkan bea masuk, atau menunjukkan pilihkasih (favoritism) terhadap industri-industri tertentu.
Sebaliknya,
mereka
hendaklah
membiarkan
kekuasaan membuat keputusan-keputusan ekonomi
berada ditangan orang-orang ekonomi (econoinic
agents) itu sendini. Dilihat dari sudut kekuasaan,
doktrin terkenal laissez faire berarti bahwa negara
jangan mengatur tetapi hendaklah memberikan
kekuasaan kepada perusahaan dan commercial agents
untuk mengatur diri mereka sendiri. Tegasnya,
laissez faire meiminta realokasi kekuasaan dalam
masyarakat, bukan hanya suatu ketiadaan kekuasaan.
Namun demikian, desentralisasi ini tidaklah
memecahkan semua masalah politik masyarakat.
Apakah jaminan bahwa setiap agen-agen ekonomi
tidak akan menyalahgunakan kekuasaan mereka,
memperoleh kontrol pasar dan menetapkan harga-
Jurnal JIBEKA Volume 7 No 2 Agustus 2013: 64 - 70
harga? Smith (1723: 234-235) menangani masalah ini
dengan 2 cara yaitu:
1. Adam Smith memasukkan suatu asumsi kedalam
teorinya yang merupakan suatu unsur inti dan
paham pasar persaingan sempurna. Asumsinya
bahwa tidak ada perusahaan individual yang
mempunyai kekuasaan mempengaruhi harga
atau total output dari suatu industri. Tidak ada
agen ekonomi yang dapat sekaligus merupakan
agen politik. Smith menyadari bahwa dalam
praktek, para pengusaha itu dan yang lainnya
berusaha mengatur harga-harga dan output;
“orang-orang dalam usaha yang sama jarang
bertemu bersama, tetapi percakapan yang
berakhir dengan kompolotan (conspiracy)
terhadap publik katanya. Tetapi ia merasa bahwa
kesepakatan ini tidaklah wajar dan tidak sah
(illegitimate). Jika perekonomian itu bebas,
maka para pengusaha akan menggunakan
modalnya
untuk usaha-usaha yang paling
produktif, dan pembagian pendapatan akan
menemukan sendiri tingkatnya yang wajar di
pasar. Perekonomian akan mengatur dirinya
sendiri.
2. Ia mengasumsikan bahwa beberapa kendala
politik umum adalah perlu untuk mencegah para
pengusaha terlalu mengejar kepentingan dirinya
sendiri dengan cara tidak terkendali. Misalnya,
negara hendaklah mengadakan undang-undang
untuk menjamin bahwa penjualan dan kontrak
itu dihormati, negara jangan pilih-kasih pada
kelompok-kelompok
tertentu
dalam
perekonomian. Jadi bahkan berdasarkan asumsi
laissez-faire pun, negara tidaklah sama sekali
pasif. Ia memberikan setting moral, legal, dan
institusional yang mendorong perusahaan secara
keseluruhanya, tetapi tidak pada usaha-usaha
bisnis tertentu.
Karl Marx: Negara Sebagai Tawanan Borjuis
Pemikiran Marx (1818:76-89) itu sangat
kompleks, sebagian karena ia berusaha mensintesa
sedemikian banyak bidang yang berpengaruh
terhadap intelektual yang dipersatukanya. Disini kita
hanya dapat memberikan sketsa sederhana saja
mengenai pandangannya tentang ilmu ekonomi dan
masyarakat,
dengan
rujukan
khusus
pada
pernyataannya mengenai kekuatan-kekuatan politik.
Menurut Marx, setiap masyarakat, apapun tahap
perkembangan historisnya, berada pada landasan
ekonomi. Marx menyebut ini mode produksi dan
komoditi-komoditi. Selanjutnya, mode produksi itu
mempunnai 2 komponen. Pertama adalah ‘kekuatan
produksi,’ atau pengaturan fisik dan teknologi dari
Yunus Handoko: Pemikiran Ekonomi Politik Taylor, Smith, Mark dan Keynes
kegiatan ekonomi. Kedua adalah hubungan-hubungan
sosial dan produksi, atau kelengkapan mutlak
manusia bahwa orang-orang itu harus berhubungan
satu sama lain dalam melaksanakan kegiatan
ekonomi ini. Tetapi masyarakat itu bukan hanya
terdiri dan struktur ekonomi saja. Berada diatasnya
adalah apa yang disebut Marx sebagai struktur
super” atau kompleks hukum, politik, keagamaan,
estetika, dan lembaga-lembaga lainnya. Totalitas
hubungan produksi itu merupakan struktur ekonomi
masyarakat. Landasan dan struktur super legal,
politik, mode produksi menentukan sifat umum dari
proses sosial, politik, spiritual dan kehidupan.
Penentuan ini mungkin bekerja sebagai
berikut: Perangkat hubungan-hubungan sosial paling
mendasar yang lahir dari proses produksi adalah
struktur kelas, atau pembagian masyarakat ke dalam
kelas si kaya yang berkuasa dan kelas si miskin yang
dieksploitir. Di bawah mode produksi kapitalis Marx
menganalisa kapitalisme secara mendetil. Kedua
kelas ini adalah borjuis dan proletar. Kelas borjuis
memiliki alat-alat produksi, mengarahkan (direct)
proses produksi, dan memetik laba daripadanya.
Kelas proletar adalah buruh upah yang memberikan
tenaga kerja aktual, tetapi tidak menerima penuh
imbalannya.
Berdasarkan
hubungan-hubungan
produksi ini, kita tentunya mengharapkan negara,
gereja, masyarakat pendeknya semua struktur super
itu beroperasi melayani kelas borjuis dan membantu
para buruh tetap dibawah (subordinated). Misalnya,
politikus dan polisi akan menindas ketidakpuasan
buruh, dan para pemimpin keagamaan akan
mengkhotbahkan ideologi kepada massa untuk
meyakinkan mereka bahwa mereka tidak ditindas
atau bahwa mereka akan memperoleh keselamatan di
dalam kehidupan masa depan. Kita sekarang marilah
memeriksa hubungan antara kekuatan ekonomi
dengan kekuatan politik. Marx mengasumsikan
bahwa kelas kapitalis itu memiliiki akses pada
kekuasaan, karena posisinya dalam struktur ekonomi.
Ia memiliki alat-alat produksi, dan ia membeli jasajasa buruh. Sebaliknya, buruh hanya memiliki tenaga
kerja untuk dijual dan hanya upah yang diterimanya
sebagai imbalan. Karena posisinya yang unggul kaum
kapitalis sanggup mengeksploitir buruh dengan
memperpanjang jam kerja, memaksa istri dan anakanak untuk bekerja, mempercepat mesin-mesin, dan
mengganti buruh dengan memasang mesin yang lebih
produktif. Kekuasaan kapitalis semakin diperkuat
oleh penguasa politik yang mengeluarkan undangundang yang merugikan para buruh dan memadamkan setiap usaha protes. Dalam keadaan demikian,
kekuatan politik dalam masyarakat ini dimasukkan
jasa-jasa kekuatan ekonomi. Marx
(1754:342)
mengungkapkan bahwa mempertahankan hubungan
67
antara kekuatan ekonomi dan politik itu bukanlah
suatu kekuatan yang langgeng. Dalam kenyataannya,
setiap jenis sistem ekonomi itu mengandung apa yang
disebutnya ‘benih-benih kehancurannya sendiri.
Misalnya, dibawah kapitalisme, kelas borjuis yang
didorong oleh persaingan untuk mempertahankan
atau meningkatkan laba mereka, secara berangsurangsur membuat para buruh semakin sengsara dan
putus asa. Keadaan ini menjadi dipergawat oleh
terjadinya krisis ekonomi yang semakin berat.
Bagaimana tanggapan para buruh. Mula-mula mereka
tetap terisolir dalam persaingan satu sama lain dan
tidak terorganisir, mereka hanya sanggup mengganggu alat-alat produksi. Miisalnya merusak-kan
mesin dan serangan yang salah-jalan terhadap sisasisa tatanan feodal. Dengan demikian berkum-pulnya
para buruh semakin dekat satu sama lain dalam
pabrik, dan gerakan industri melenyapkan perbedaanperbedaan diantara mereka. Mereka menjadi lebih
dapat dikerahkan menjadi kelompok aksi kolektif,
seperti halnya serikat sekerja. Mereka Sekarang
sanggup memaksakan pengakuan terhadap diri
mereka dan mencapai beberapa kemenangan
legislatif, seperti undang-undang yang membatasi
lamanya jam kerja. Buruh akhirnya, mencapai tingkat
kematangannya, mereka membentuk sebuah partai
revolusioner yang bangkit untuk menghancurkan
sistem kapitalis dan merintis suatu sistem sosialis.
Karl Marx mem-punyai pandangan yang
kompleks tentang hubungan antara kekuatan ékonoini
dan politik. Dalam tahap vital perkembangan suatu
sistem ekonomi, pengaturan politik mendukung
pengaturan ekonomi dalam tahap degenerasi, kekuatan ekonomi dan politik saling bertentangan, dan
konflik ini akhirnya membawa kepáda kehan-uran
sistem politik itu dan kemudian kehancuran sistem
ekonominya. Pada setiap waktu, hubungan fungsional
antara kekuatan ekonomi dan politik itu bergantung
pada tahap perkembangan masyarakat tersebut.
Revisi Adam Smith: Studi Persaingan Tidak
Sempurna, Smith (1723: 133-135) dalam meninjau
asumsi tentang kekuasaan,
melihat bahwa ia
menetapkan sebuah model tentang pasar persaingan
sempurna, pasar dimana tidak suatu perusahaan
individualpun yang menguasai harga atau output.
Dibawah keadaan demikian, perusahaan yang
menetapkan harga terlalu tinggi, menghasilkan terlalu
banyak, atau beroperasi tidak efisien, akan terpaksa
menyesuaikan diri dengan kondisi produksi yang ada
atau gulung tikar. Model ini telah menduduki tempat
terkemuka dalam sejarah pemikiran ekonomi. Pada
awal abad ke 20, teori yang berdasarkan asumsiasumsinya ini mencapai titik perkembangan yang
tinggi. Pasar jelaslah bahwa tidak banyak kondisi
68
yang dapat menyamai model persaingan sempurna
ini. Karena satu atau lain alasan, beberapa agen
menjadi cukup kuat untuk dapat mempengaruhi
keadaan output atau harga. Jika satu atau dua penjual
dapat menguasai seluruh suplai suatu produk tertentu,
misalnya sulfur, mereka dapat menentukan harga
karena para pembeli tidak akan dapat beralih ke
sumber lain. Jika produk itu misalkanlah lagi sulfur
juga tidak mempunyai bahan pengganti (substitusi),
maka pará penjual akan lebih kuat, sekali lagi karena
para pembeli terbatas alternatifnya. Akhirnya, jika
sebuah pemerintah mengadakan suatu prasarana
umum (public utility) dan menetapkan harganya,
maka ini berarti suatu agen melakukan campurtangan terhadap keadaan harga dan output yang
terdapat jika kekuatan persaingan dibiarkan bekerja.
Para ahli ekonomi dan para ahli Iainnya selama
dekade-dekade awal abad ke 20, menjadi semakin
sadar akan adanya penyimpangan-penyimpangan
model pasar persaingan sempurna. Tahun 1933
merupakan suatu tonggak sejarah dalam kebangkitan
kesadaran ini, karena dua karya pionir besar bidang
ekonomi satu oleh Robinson dan yang lain oleh
Chamberlain tampil dalam tahun itu. Karya mereka
merangsang sejumlah perkembangan teoretis lainnya
dan banyak studi empiris mengenai persaingan tidak
sempurna. Perhatian terhadap ketidak-sempurnaan ini
juga masuk ke dalam perhatian negara dengan
keluarnya kebijakan anti trust. Para ahli ekonomi
kebanyakan yang mengkaji persaingan tidak
sempurna, juga menyelidiki pengaruh kondisi pasar
ini terhadap harga dan output; sebagian juga prihatin
terhadap sumber-sumber yang mubazir karena
inefisiensi produksi dalam persaingan tidak
sempuma. Akan tetapi, sebagai ahli sosiologi
ekonomi, sekarang dapat mencatat bahwa para ahli
teori mengenai persaingan tidak sempurna ini
membuat asumsi-asumsi baru tentang kekuatan
politik yang mempengaruhi ekonomi. Dibawah
persaingan sempurna, tidak satupun perusahaan yang
mempunyai kekuasaan. Sebaliknya, dibawah
persaingan tidak sempurna, perusahaan-perusahaan
dan agen-agen Iainnya adakalanya berlaku sebagai
agen politik. Perhatikanlah contoh berikut. Pertama,
hasrat suatu perusahaan untuk menguasai harga itu
menunjukkan keinginannya untuk menggunakan alatalat politik agar lebih dapat meramalkan keadaan
pasar bagi perusahaan itu dan lebih menyenangkan
baginya. Kedua, perusahaan-perusahaan adakalanya
menetapkan harga tidak langsung berdasarkan
kondisi biayanya sendiri, melainkan berdasarkan
persetujuan politis dengan perusahaan-perusahaan
lain. Ketiga, perusahaan-perusahaan adakalanya
menolak untuk bergabung (merge) karena mereka
takut akan tindakan hukum (legal action) dan pihak
Jurnal JIBEKA Volume 7 No 2 Agustus 2013: 64 - 70
pemenintah yang menugagalkan trust (trust-busting).
Analisa mengenai persaingan tidak sempuma, jelas
membutuhkan asumsi-asumsi tentang hubungan
kekuasaan dalam perekonomian. Kenyataannya studi
mengenai persaingan tidak sempurna menandai
perkawinan formal antara analisa ekonomi dengan
analisa politik.
John Maynard
Equilibrator
Keynes:
Negara
Sebagai
Kita dalam membahas karya Keynes (1883) akan
berpegang pada tema politik dengan menggambarkan
ide-idenya tentang peranan pemenintah dalam
menstabilkan perekonomian. Akan tetapi, sebelumnya kita harus menyebutkan beberapa ciri-ciri
umum karyanya. Karya Keynes dapat dianggap
sebagai suatu usaha untuk menentang dan
memperbaiki dua ciri-ciri ilmu ekonomi klasik. Ciriciri pertama adalah mengenai tingkat konsepsional
dan analisa ekonomi. Dalam tradisi klasik, fokus ilmu
ekonominya adalah pada kondisi output dan harga
untuk perusahaan individual. Keadaan ekonomi
secara keseluruhannya atau sebagai tindakan para
ahli ekonomi sebagai perilaku aggregates kurang
dipermasalahkan. Keynes menegaskan bahwa
keadaan ekonomi keseluruhannya (aggregate
econoinic conditions) merupakan suatu fokus penting
untuk dianalisa. Ciri-ciri kedua ilmu ekonomi klasik
yang ditentang
Keynes adalah asumsi bahwa
sumber-sumber ekonomi yang mengatur dirinya
sendiri itu digunakan seluruhnya dan stabil.
Mekanisme penyesuaian otomatis tertentu akan
menjamin bahwa perubahan-perubahan tingkat modal
dan produksi akan dapat diserap dengan lancar,
kecuali dalam periode-periode pendek untuk
penyesuaian. Keynes mengemukakan bahwa dalam
perekonomian kapitalis dapat berkembang ketidakseimbangan yang serius, dan pengangguran serta
depresi jangka panjang. Keynes mengemukakan
contoh dengan mengumpulkan sejumlah variabel
ekonomi dan non-ekonomi. Mula-mula ia
mengemukakan bahwa tingkat pendapatan dan
employment suatu perekonomian itu dapat ditinjau
dari dua sudut. Pertama, dari sudut penghasilan
individu, penghasilan suatu masyarakat itu terdiri dari
bagian penghasilan yang dibelanjakan individu untuk
konsumsi plus bagian yang disisihkannya untuk
tabungan. Kedua, dari sudut pandangan produksi,
penghasilan itu terdiri dari barang yang ditujukan
untuk konsumsi langsung dan barang yang ditujukan
untuk investasi yaitu barang untuk menghasilkan
barang dan jasa-jasa lain. Dengan melihat penghasilan dari dua sudut ini, maka Keynes membuat
persamaan berikut:
Konsumsi + Tabungan =
Yunus Handoko: Pemikiran Ekonomi Politik Taylor, Smith, Mark dan Keynes
Konsumsi + Investasi. Keynes kemudian membuat
beberapa asumsi tentang masing-masing unsur
konsumsi tabungan dan investasi. Mengenai
konsumsi dan tabungan, Keynes mengemukakan
bahwa selera konsumen itu relatif stabil, dan
konsumen itu pada umumnya bukanlah penggerak
(initiators) dalam perekonomian. Disamping itu, ia
mengasumsikan bahwa dengan meningkatnya
penghasilan konsumen, maka ia akan menyisihkan
proporsi yang semakin besar dan total penghasilannya untuk tabungan. Kesimpulannya, ini berarti
bahwa peningkatan penghasilan suatu masyarakat itu
tidak disertai oleh peningkatan konsumsi yang relatif
sama besarnya. Keynes mengasumsikan mengenai
investasi, bahwa investasi itu ditentukan oleh tingkat
bunga dan tingkat marginal efficiency of capital =
efisiensi marginal dan modal’. Yang disebut terakhir
ini mencerminkan sikap para pengusaha khususnya
taksiran yang dibuatnya tentang laba yang diharapkan
dan investasi. Ciri-ciri sikap ini, Keynes mengasumsikan bahwa
para
pengusaha
meramalkan
penghasilan masa depan itu kira-kira sama dengan
penghasilan yang sekarang. Tingkat bunga ditentukan
oleh total stock uang (yang ditetapkan oleh penguasa
moneter), dan apa yang disebut Keynes sebagai
“liquidity preference,” yang mencerminkan sikap
tertentu para spekulan dan menentukan mengapa
mereka lebih suka memegang aktiva sebagai uang
tunai atau sebagai efek (securities). Keynes
berikutnya menunjukkan bahwa dalam keadaan
tertentu, perekonomian dapat mengalami pengangguran, inflasi dan berbagai jenis ketidakstabilan lainnya.
Perhatikanlah bahwa penalaran ini adalah berdasarkan asumsi psikologis dan sosial disamping asumsi
ekonomi. Sebagaimana diikhtisarkan Hansen yang
mendukung skedul konsumsi yaitu kecenderungan
psikologis untuk mengkonsumsi, mendukung skedul
efisiensi margin atau keuntungan. Harapan psikologis
akan menerima hasil-hasil aktiva modal di masa
depan dan yang mendukung skedul likuiditas dengan
sikap psikologis terhadap likuiditas (harapan-harapan
tentang tingkat bunga di masa depan). Disamping
hal-hal ini variabel-variabel yang berakar dalam pola
perilaku dan harapan-harapan itu adalah jumlah uang
yang ditentukan oleh tindakan Bank Sentral tentang
pola perilaku institusional. Dimensi politik akhirnya,
apakah yang dimasukkan Keynes ke dalam teorinya?
Perhatiannya terutama tampak dalam pembahasannya
mengenai kebijaksanaan negara. Keynes mengemukakan bahwa adalah mungkin bagi pemerintah untuk
mempengaruhi tingkat pendapatan dan employment
nasional dengan mengatur unsur-unsur konsumsi,
tabungan, investasi dan determinan-determinanya.
Jadi dalam peranan kebijaksanaan moneter,
pemerintah dapat merubah-rubah tingkat bunga dan
69
stock uang, sehingga mempengaruhi variabel-variabel
mengenai efisiensi marginal dan modal serta
investasi. Dengan kebijaksanaan perpajakan (fiscal),
pemerintah sendiri melaksanakan pembelanjaan dan
investasi (dengan membangun jalan raya, pekerjaan
umum, dan sebagainya), sehingga mempengaruhi
total konsumsi maupun total investasi. Serangkaian
kebijaksanaan dapat pula mempengaruhi distribusi
penghasilan,
perpajakan,
tindakan-tindakan
kesejahteraan, subsidi, dan sebagainya. Jika kebijaksanaan tersebut bertujuan untuk distribusi
penghasilan yang lebih merata, maka ini akan
meningkatkan konsumsi, karena prinsip bahwa mereka yang penghasilan mutlaknya lebih rendah, akan
membelanjakan proporsi yang lebih besar daripada
penghasilan tersebut. Praktek-praktek pemerintah ini
menunjukkan bahwa menurut Keynes, aspek-aspek
ekonomis dan sistem (penghasilan, harga, konsumsi,
investasi) adalah terjalin erat dengan variabelvariabel politik (kebijakan perpaja-kan, pertahanan,
kesejahteraan). Kita tidak akan dapat memahami
jalannya perekonomian, terutama dalam jaman
pemerintahan besar sekarang ini, tanpa kita sekaligus
mengetahui banyak tentang kebijakan-negara.
Kesimpulan
Adam Smith sebagai pemikir ekonomi yang
baru saja kita bahas diatas, kita dapat mengamati
semacam gerak pulang-balik dalam hubungan antara
dimensi ekonomi dan dimensi politik. Bagi kaum
merkantilis tujuan ekonomi dan politik itu hampir
tidak dapat dibedakan, bertambahnya kekayaan
berarti bertambahnya kekuasaan, dan kekuasaan
haruslah digunakan langsung untuk rneningkatkan
kekayaan. Smith mencopot paham ekonomi dan
politik yang tidak dapat dibedakan. Negara dan
ekonomi hendaklah mengejar tujuan mereka masingmasing seindependen mungkin satu sama lainnya.
Paling tidak bagi perekonomian, pertumbuhannya
yang maksimum akan tercapai dalam keadaan
persaingan bebas yang tidak diganggu oleh campurtangan politik. Karl Marx, walaupun memasukkan
banyak ciri-ciri pemikiran klasik ke dalam teorinya,
namun ia merevisi paham klasik tentang hubungan
antara dimensi ekonomi dengan dimensi politik.
Sejauh ini ia melihat tujuan ekonomi dan politik itu
berkaitan erat, maka ia memandang kembali kepada
kaum merkantilis. Akan tetapi, ia berbeda pandangan
dengan mereka karena ia memandang politik lebih
rendah dari ekonomi, lebih lanjut ia membatasi
peranan negara hanya untuk menunjang hubunganhubungan kelas yang timbul dari kondisi produksi.
Keynes disisi lain kembali melihat lebih banyak
otonomi daripada Marx dalam hubungan antara
70
Jurnal JIBEKA Volume 7 No 2 Agustus 2013: 64 - 70
politik dengan ekonomi. Bagi Keynes, penguasa
politik itu dapat mempengaruhi ekonomi. Tetapi
Keynes melihat bahwa pengaruh ini tidaklah
dijalankan melalui pelaksanaan langsung kekuasaan
politik, melainkan melalui pengaturan variabeIvariabel ekonomi kunci dan membuka konsekuensikonsekuensi ekonomi dan pengaturan melalui regulasi pemerintahan.
RUJUKAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Keynes, John Maynard. 1883. The General
Theory of Employment Interest and Money,
London, MacMillan & Co.
Marx, Karl. 1818. Das Kapital, (1818-1883). .
Classics of Organization Theory, Brooks/Cole
Publishing Company Pacific Grove, California.
Smith, Adam. 1723. Theory of the Moral
Sentiments. Classics of Organization Theory,
Brooks/Cole Publishing Company Pacific Grove,
California.
Smith, Adam. 1723. The Wealth of Nations.
Classics of Organization Theory, Brooks/Cole
Publishing Company Pacific Grove, California.
Smelser, J. 1987. The Sosiology of Economy
Life. Bahana Aksara. Jakarta
Taylor, Frederick Winslow. 1916. The Princples
of Management, dalam Shafritz, Jay M dan J.
Steven Ott. 1987. Classics of Organization
Theory, Brooks/Cole Publishing Company
Pacific Grove, California.
Download