PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA JASA LAUNDRY DI KELURAHAN KADIPIRO KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA Oleh : LINDA PRATIWI NIM: 12100091 ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan oleh pengguna jasa laundry terhadap kerugian yang ditanggung, perlindungan hukum bagi pengguna jasa laundry yang dirugikan oleh pelaku usaha jasa laundry dan mengetahui pertanggungjawaban yang diberikan pelaku usaha jasa laundry kepada kerugian yang diderita konsumen pengguna jasa laundry. Latar belakang penelitian ini adalah Pada dasarnya pemilik usaha laundry wajib menjamin bahwa jasa laundry yang ia miliki sesuai dengan apa yang diperjanjikan dengan menjaga agar pakaian yang dilaundry kembali ke tangan konsumen secara utuh. pemilik usaha laundry wajib memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas pakaian yang hilang akibat pemakaian dan pemanfaatan jasa laundry tersebut berupa pengembalian uang atau penggantian pakaian yang hilang. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis empiris, yaitu mengambil data dari data sekunder dan lapangan. Sifat penelitian deskripsi yaitu, penelitian ini pada umumnya bertujuan mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat. Hasil penelitian upaya yang dapat dilakukan oleh pengguna jasa laundry terhadap kerugian yang ditanggung pelaku usaha jasa laundry, seperti kerugian kelunturan warna baju yang lain, sobek akibat proses pencucian, kurang bersih dan wangi, ataupun tertukar pakaian dengan pelanggan yang lain. Perlindungan hukum bagi pengguna jasa laundry yang dirugikan pelaku usaha laundruy adalah merupakan sebagai konsekuensi hukum dari pelanggaran yang diatur dalam UUPK, pelaku usaha laundry berkewajiban memberikan hak kepada konsumen untuk meminta pertanggungjawaban kepada pelaku usaha. Hal ini sesuai dengan isi nota atau kesepakatan secara tertulis yang diberikan kepada pengguna jasa laundry. Pertanggungjawaban yang diberikan pelaku usaha jasa laundry terhadap kerugian yang diderita konsumen pengguna jasa laundry adalah secara umum pelaku usaha jasa laundry telah bertanggungjawab atas kelalaian yang mengakibatkan kerugian terhadap konsumen. Pertanggungjawaban tersebut berupa pencucian ulang apabila terdapat pakaian yang masih kotor, memperbaiki atau melakukan ganti rugi terhadap pakaian yang rusak, serta melakukan ganti rugi jika terjadi kehilangan pakaian yang dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pelaku usaha dan konsumen. 1 2 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaku usaha laundry wajib menjamin bahwa jasa laundry yang ia miliki sesuai dengan apa yang diperjanjikan dengan menjaga agar pakaian yang dilaundry kembali ke tangan konsumen secara utuh. Di samping itu, pemilik usaha laundry wajib memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas pakaian yang hilang akibat pemakaian dan pemanfaatan jasa laundry tersebut berupa pengembalian uang atau penggantian pakaian yang hilang. hal ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Namun prakteknya jasa laundry dalam penyelenggaraan kegiatan usahanya masih sering menimbulkan peristiwa-peristiwa yang merugikan konsumennya selaku pengguna jasa, misalnya seperti kasus kehilangan atau tertukarnya pakaian yang sering dialami oleh konsumen pada saat mencuci pakaiannya di jasa laundry. B. Perumusan Masalah 1. Apa upaya yang dapat dilakukan oleh pengguna jasa laundry terhadap kerugian yang ditanggung ?. 2. Bagaimana perlindungan hukum bagi pengguna jasa laundry yang dirugikan oleh pelaku usaha jasa laundry ? 3. Bagaimanakah pertanggungjawaban yang diberikan pelaku usaha jasa laundry kepada kerugian yang diderita konsumen pengguna jasa laundry? 3 C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui upaya yang dapat dilakukan oleh pengguna jasa laundry terhadap kerugian yang ditanggung. 2. Mengetahui perlindungan hukum bagi pengguna jasa laundry yang dirugikan oleh pelaku usaha jasa laundry. 3. Mengetahui pertanggungjawaban yang diberikan pelaku usaha jasa laundry kepada kerugian yang diderita konsumen pengguna jasa laundry. D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan pemahaman baik berupa perbendaharaan konsep-konsep pemikiran atau teori dalam ilmu hukum yang menyangkut mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa laundry di wilayah Kalurahan Kadipiro Banjarsari Surakarta. 2. Secara praktis, a. Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya pengguna jasa laundry mengenai perlindungan hukum atas dirinya sebagai konsumen. b. Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya pengguna jasa laundry mengenai upaya yang dapat dilakukan jika dirinya merasa mengalami kerugian. 4 METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang dilakukan penulis di Kelurahan Kadipiro Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, khususnya sekitar kampus Universitas Slamet Riyadi, Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan berdasarkan pertimbangan tersedianya data yaitu banyaknya pengguna jasa usaha laundry yang dilakukan oleh masyarakat, sehingga penulis memilih lokasi tersebut. B. Jenis Penelitian Menurut Soerjono Soekanto Penelitian empiris atau yuridis sosiologis akan ditinjau mengenai identifikasi hukum yaitu, seberapa jauh pemberlakuan aturan atau norma yang tidak tertulis dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dan seberapa jauh efisiensi hukumnya yakni sejauh mana produk hukum itu berjalan dalam masyarakat”. 1 Untuk mengetahui atau mengidentifikasi sejauh mana pemberlakuan atas aturan-aturan atau norma-norma hukum tentang perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa laundry di Kelurahan Kadipiro Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. C. Sifat Penelitian Sifat penelitian ini adalah deskriptif. Dikatakan deskriptif, karena penelitian ini hendak mengungkap perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa laundry, dengan tujuan pengkajiannya melihat dan mempertimbangkan pada kenyataan-kenyataan yang ada di dalam masyarakat. 1 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press. Hal. 10 5 D. Sumber Data 1. Data Primer Data yang diperoleh langsung dari tempat penelitian, adapun data primer akan diperoleh melalui informan dan situasi sosial tertentu yang dipilih secara purposive sampling, dengan menentukan informan dan situasi sosial awal terlebih dahulu. 2. Data sekunder Berupa data yang berasal dari bahan-bahan pustaka, meliputi data yang berupa dokumen-dokumen tertulis yang terkait dengan obyek penelitian, baik yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, hasil-hasil penelitian, artikel ilmiah, buku-buku literature, dokumendokumen resmi, arsip dan publikasi dari lembaga yang terkait. Terdiri dari beberapa bahan hukum, antara lain : a. Bahan Hukum Primer 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) 2) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen selanjutnya disebut Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang disingkat dengan UUPK 3) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat 4) Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa 6 5) Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen 6) Surat edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penanganan Pengaduan Konsumen yang ditujukan kepada seluruh Dinas Industri Dagang Prop/Kab/Kota 7) Surat edaran Direktur Jendral Perdagangan Dalam Negeri No. 795/DJPDN/SE/12/2005 Tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen. b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu “semua bahan hulum yang merupakan pendukung dari bahan hukum primer, terdiri dari buku-buku, makalah, jurnal karya ilmiah, yang berkaitan dengan penelitian. c. Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus perbankan, jurnal ilmiah, majalah, surat kabar, dan internet yang masih relevan dengan penelitian ini. Untuk mendapatkan data yang jelas terkait dengan penelelitian skripsi ini. E. Teknik Pengumpulan Data 1. Studi Lapangan Teknik pengumpulan data dengan studi lapangan dengan cara observasi yakni peneliti mengadakan pengamatan secara langsung 7 terhadap gejala-gejala yang diteliti dan mengadakan wawancara langsung baik konsumen sebagai pengguna jasa laundry dan pelaku usaha jasa laudry. Wawancara dilakukan dengan responden, yakni pelaku usaha jasa laundry (tiga tempat usaha) dan beberapa konsumen sebagai pengguna jasa usaha laundry di Kalurahan Kadipiro Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. 2. Studi Pustaka Data ini diperoleh dengan mempelajari buku-buku referensi, yakni berupa karya ilmiah, disertasi dan hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, namun bahannya memiliki relevansi dengan masalah yang penulis teliti yaitu perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa laundry di Kalurahan Kadipiro Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. F. Metode Analisis Data Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Pengertian analisa kualitatif adalah cara pemilihan yang menghasilkan data-data deskriptif analisa dan menganalisanya dengan memperlakukan “apa yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku nyata yang diteliti dan dipelajari secara utuh. 2 Penulis memperoleh data-data dari responden secara tertulis maupun lisan, kemudian dikumpulkan. Untuk selanjutnya dianalisa secara kualitatif. Langkah berikutnya dicari hubungannya dengan data yang ada dan disusun secara logis, sistematis dan yuridis. 2 Ronny Hanitijo Soemitro, 1993, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm. 32 8 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Upaya Yang Dapat Dilakukan Oleh Pengguna Jasa Laundry Terhadap Kerugian Yang Ditanggung Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara bahwa upaya yang dapat dilakukan oleh pengguna jasa laundry terhadap kerugian yang ditanggung, sebagai contoh kasus pada Kita Laundry adalah sebagai berikut: Upaya konsumen apabila di rugikan meminta pertanggungjawaban kepada pelaku usaha laundry tetapi di suruh menunggu dalam 1 (satu) bulan, selanjutnya dikasih pertangungjawaban diberi ganti rugi tetapi tidak sesuai dengan barang yang telah rusak. Konsumen pengguna jasa laundry masih mengalami kerugian akibat kelalaian pelaku usaha jasa laundry, contoh kerugian seperti kelunturan warna baju yang lain, sobek akibat proses pencucian, kurang bersih dan wangi, ataupun tertukar pakaian dengan pelanggan yang lain. Serta keterlambatan pengambilan. Selain itu bentuk perjanjian baku juga dianggap merugikan konsumen. Usaha jasa laundry ini memberikan pelayanan yang maksimal kepada konsumennya, namun dalam pelayanan ini ditemukan beberapa klaim dari konsumen yaitu kerusakan pakaian, kurang bersihnya pakaian, serta kehilangan aksesoris pakaian yang diakibatkan oleh pelaku usaha laundry. Dengan demikian upaya yang dapat dilakukan oleh pengguna jasa laundry mengenai tanggung jawab pelaku usaha laundry di Kelurahan kadipiro sebagai pelaku usaha yang memberikan jasanya sudah dilakukan dengan mengganti setengah dari harga barang konsumen yang dirugikan dan mencuci kembali barang yang terkena lunturan, namun dalam hal ini ganti rugi yang 9 diberikan pelaku usaha belum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen Pasal 19 ayat (2) yaitu pemberian ganti rugi harus setara dengan nilai barang yang diganti. Penyelesaian hukum yang paling banyak digunakan oleh pelaku usaha laundry dan konsumen pengguna jasa laundry di Kelurahan Kadipiro yaitu dengan menggunakan jalur musyawarah, hal ini dikarenakan penyelesaian hukum menggunakan jalur musyawarah lebih efisien, praktis dan yang terutama tidak terlalu menggunakan dana yang banyak dalam penyelesaiannya sehingga penyelesaian hukum dengan cara musyawarah sangat banyak digunakan oleh pelaku usaha laundry. B. Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa Laundry Yang Dirugikan Oleh Pelaku Usaha Jasa Laundry Perlindungan hukum bagi konsumen merupakan hal yang sangat penting, karena pada dasarnya konsumen memiliki hak yang sama dengan pelaku usaha baik itu hak yang bersifat universal maupun spesifik. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman konsumen terhadap hak-hak sebagai konsumen dan pelaku usaha yang wanprestasi, lalai atau berbuat kesalahan, membuat kedudukan konsumen lebih rendah daripada pelaku usaha. Hal ini tidak terlepas dari adanya masalah yang dilakukan oleh penyedia jasa laundry, seperti pelaku usaha Laundry Syariah, Laundry Samurai, Laundry Bintang, yang mengalami kerugian atas kehilangan atau kerusakan barang. Kebanyakan konsumen hanya diam karena tidak tahu harus melapor kemana apabila pihak konsumen dirugikan. Konsumen berhak mendapatkan hak- 10 haknya seperti hak moral dan hak ekonomi dan salah satunya berhak mendapatkan ganti rugi dari pelaku usaha. Sebagai konsekuensi hukum dari pelanggaran yang diberikan oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dan sifat perdata dari hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen, maka demi hukum setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang merugikan konsumen memberikan hak kepada konsumen yang dirugikan tersebut untuk meminta pertanggungjawaban dari pelaku usaha yang merugikannya, serta menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh konsumen tersebut. upaya penyelesaian yang dapat dilakukan konsumen sebagai pengguna jasa Laundry Syariah, Laundry Samurai, Laundry Bintang atas kerugian yang dideritanya berupa penyelesaian sengketa diluar pengadilan dapat ditempuh oleh konsumen Laundry Syariah, Laundry Samurai, Laundry Bintang untuk mendapatkan haknya kembali. Bentuk penyelesaiannya berupa kesepakatan antara konsumen dan pelaku usaha untuk menetapkan besarnya ganti rugi seperti yang telah dituangkan dalam Pasal 47 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Hal ini untuk menjamin hak dari konsumen agar terhindar dari perbuatan yang tidak bertanggungjawab oleh pelaku usaha. Sedangkan pertanggungjawaban pelaku usaha jasa laundry terhadap pengguna jasa laundry yang terdiri 5 (lima) tempat pelaku jasa laundry, yang telah memberikan perlindungan hukum sepenuhnya bagi pengguna jasa laundry yaitu terdapat dua yaitu pelaku usaha Kita Laundry dan Laundry Simsalabin yaitu jika cucian kena lunturan memberikan cuci gratis 5x dan 11 jika kehilangan pakaian yang dicucinya memberikan ganti rugi sebesar 20% dari harga pakaian yang hilang tersebut, hal ini sesuai dengan isi nota atau kesepakatan secara tertulis yang diberikan kepada pengguna jasa laundry. Dengan demikian perlindungan hukum bagi pengguna jasa laundry yang dirugikan oleh pelaku usaha jasa laundry di lima tempat pelaku usaha laundry tersebut adalah yang belum memenuhi hak bagi pengguna jasa laundry antara lain : Laundry Syariah, Laundry Samurai, Laundry Bintang, sedangkan yang sudah memberikan hak kepada pengguna jasa laundry adalah Kita Laundry dan Laundry Simsalabin. C. Pertanggungjawaban Yang Diberikan Pelaku Usaha Jasa Laundry Kepada Kerugian Yang Diderita Konsumen Pengguna Jasa Laundry Pertanggungjawaban pelaku usaha jasa laundry terhadap kerugian konsumen pengguna jasa laundry di Kelurahan Kadipiro Kecamatan Banjarsari, penulis dapat menjelaskan bahwa pelaksanaan tanggung jawab pelaku usaha kepada konsumen yaitu dilakukan dengan berbeda-beda atau tidak sama satu pengusaha laundry dengan lainnya, cara memberikan pertangungjawabannya yaitu ada yang 5 kali cuci gratis, ada yang 3 kali cuci gratis itu kalau terjadi kelunturan pakaian yang dilaundry, namu apabila terjadi kehilangan pihak pelaku usaha laundry rata-rata hanya memberi ganti rugi 20% dari pembelian pakaian yang hilang. Selanjutnya untuk pertangungjawabanya juga kurang maksimal karena konsumen yang mengalami kerugian tidak sepenuhnya mendapat ganti kerugian dari pelaku usaha laundry, hal ini tidak sesuai dengan Pasal 19 12 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Prosedur pengajuan kepada pelaku usaha termasuk dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan, hal ini sudah sesuai dengan Pasal 47 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dalam kasus ini penyelesaian sengketa ditempuh dengan cara penyelesaian tuntutan ganti rugi seketika dengan dasar Pasal 19 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Penggunaan klausul baku dalam perjanjian pelaku usaha laundry dengan konsumen dalam pelaksanaannya terdapat pengalihan tanggung jawab oleh pelaku usaha, hal ini bertentangan dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Menurut penulis sebenarnya sudah merupakan satu kewajiban unuk para pelaku usaha untuk senantiasa beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 7 huruf a UndangUndang Perlindungan Konsumen, hal ini bertjuan untuk menjaga iklim usaha yang sehat serta tetap menjaga agar konsumen tidak dirugikan. Mengenai tangung jawab pelaku usaha dalam hal tidak lengkapnya informasi mengenai komposisi suatu produk mengacu pada Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimana apabila konsumen dirugikan dalam hal konsumen menderita kerugian berupa terjadinya kerusakan, pencemaran, atau kerugian finansial dan kesehatan karena mengkonsumsi produk yang diperdagangkan produsen atau pelaku usaha maka pelaku usaha dapat dimintai pengantian kerugian berupa pengembalian uang, penggantian barang dan/ atau 13 jasa yang setara dan sejenis nilainya, perawatan kesehatan dan pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai konsumen dalam menuntut pertanggung jawaban pelaku usaha untuk mendapat kerugian akibat mengkonsumsi produk yang tidak dilengkap informasi mengenai komposisi secara lengkap maka konsumen harus dapat membuktikannya. Namun di dalam Pasal 28 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa UUPK menganut sistem pembuktian terbalik dimana beban pembuktian tersebut tidak dibebankan kepada konsumen melainkan pada pelaku usaha, artinya pelaku usaha pembuat produk atau yang dipersamakan dengannya dianggap bersalah atas terjadinya kerugian terhadap konsumen selaku pemakai produk, kecuali dia dapat membuktikan sebaliknya bahwa kerugian yang terjadi tidak dapat dipersalahkan kepadanya. Pengaturan beban pembuktian terbaik dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen bertujuan untuk mensejajarkan kedudukan antara konsumen dan produsen yang mana dalam prakteknya kedudukan konsumen lebih lemah sehingga mengakibatkan kesulitan konsumen di dalam menuntut ganti kerugian khususnya dalam hal mengkonsumsi produk yang tidak dilengkapi infomasi mengenai komposisi secara lengkap. Diaturnya mengenai tanggung jawab pelaku usaha dalam UndangUndang Perlindungan Konsumen diharapkan agar pelaku usaha lebih memperhatikan hak-hak konsumen terutama hak konsumen memperoleh 14 informasi yang lengkap bukan malah menyesatkan konsumen dan menyalahgunakan kedudukan pelaku usaha yang lebih buat dari konsumen. Jadi berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis di lima (5) usaha pelaku usaha laundry di Kalurahan Kadipiro Kecamatan Banjarsari khususnya di sekitar kampus Universitas Slamet Riyadi Surakarta didapatkan hasil setiap pelaku usaha laundry memberikan perlindungan terhadap konsumen dengan cara yang berbeda-beda, seperti Samurai Laundry, memberikan cuci gratis 5x kalau pakaian yang kena luntur, jika terjadi kehilangan mengganti 20% dari total harga pembelian barang yang hilang, Kita Laundry, mencuci kembali baju yang terkena lunturan dan celana yang hilang akan diganti setengah dari harga celana tersebut. Laundry Bintang, mengganti kerugian 20% dari harga barang yang hilang dan barang yang luntur di cuci kembali, Laundry Syariah, tidak mau bertanggung jawab apabila pihak konsumen mengalami kerugian, kehilangan maupun kelunturan, Laundry Simsalabin, mencuci kembali pakaian tersebut dan yang hilang akan diganti dengan nilai maksimal ganti kerugian 20% dari harga beli pakaian. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Upaya yang dapat dilakukan oleh pengguna jasa laundry terhadap kerugian yang ditanggung pelaku usaha jasa laundry, seperti kerugian kelunturan warna baju yang lain, sobek akibat proses pencucian, kurang bersih dan wangi, ataupun tertukar pakaian dengan pelanggan yang lain. Seharusnya pelaku usaha jasa laundry ini memberikan pelayanan yang maksimal 15 kepada konsumennya, namun dalam pelayanan ini ditemukan beberapa klaim dari konsumen yaitu kerusakan pakaian, kurang bersihnya pakaian, serta kehilangan aksesoris pakaian yang diakibatkan oleh pelaku usaha laundry, hal ini diatur dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen Pasal 19 ayat (2) yaitu pemberian ganti rugi harus setara dengan nilai barang yang diganti. 2. Perlindungan hukum bagi pengguna jasa laundry yang dirugikan pelaku usaha laundruy adalah merupakan sebagai konsekuensi hukum dari pelanggaran yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dan sifat perdata dari hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen, pelaku usaha laundry berkewajiban memberikan hak kepada konsumen untuk meminta pertanggungjawaban kepada pelaku usaha. Sebagai contoh pelaku usaha Kita laundry dan Simsalabin yang memberikan perlindungan kepada konsumen yaitu apabila mencuci kena lunturan diberi ganti rugi mencuci gratis 5x dan apabila kehilangan pakaian yang dicucinya telah diberi ganti sebesar 20% dari harga pakaian yang hilang tersebut, hal ini sesuai dengan isi nota atau kesepakatan secara tertulis yang diberikan kepada pengguna jasa laundry. 3. Pertanggungjawaban yang diberikan pelaku usaha jasa laundry terhadap kerugian yang diderita konsumen pengguna jasa laundry adalah secara umum pelaku usaha jasa laundry telah bertanggungjawab atas kelalaian yang mengakibatkan kerugian terhadap konsumen. Pertanggungjawaban tersebut berupa pencucian ulang apabila terdapat pakaian yang masih 16 kotor, memperbaiki atau melakukan ganti rugi terhadap pakaian yang rusak, serta melakukan ganti rugi jika terjadi kehilangan pakaian yang dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pelaku usaha dan konsumen. B. Saran 1. Pengusaha Jasa Laundry a. Menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen b. Memberikan pelayanan yang lebih baik terhadap konsumen c. Menerima dengan lapang apabila ada masukan, kritik dan atau pengaduan yang bersumber dari konsumen serta menjadikan hal tersebut sebagai evaluasi guna perbaikan pelayanan dimasa yang akan datang 2. Konsumen Jasa Laundry a. Konsumen harus memperjuangkan hak-hak yang harus diterimanya sebagai penerima layanan pelaku usaha. b. Konsumen dapat mengadukan segala hal yang bertentangan dengan hak-hak yang harus diterima kepada pihak yang intansi pemerintah yang menangani perlindungan konsumen, sehingga dapat memperoleh hak yang sesuai dengan apa yang seharusnya diterima. 17 DAFTAR PUSTAKA Ahmadi Miru dan Sutarman Jakarta : Rajawali Press Yudo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Ahmadi Miru, 2011, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, Cet. Ke-1 Jakarta: Rajawali Pers Ahmadi Miru, Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT Raja Grafido Persada Kusuma Hadi Hilma, 1990, Hukum Perjanjian Adat, Bandung: PT Citra Aditiya Bakti Projodikoro, Wirjono, 2004, Azas-azas Hukum Perjanjian , Bandung : Alumni R. Subekti, 1985, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta : Intermasa. R. Subekti, 1993, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa R. Subekti, 1989. Hukum Acara Perdata. Bandung : Bina Cipta Ronny Hanitijo Soemitro, 1993, Metode Penelitian Hukum, Indonesia Jakarta: Ghalia Sadar M, Moh. Taufik Makarao dan Habloel Mawardi, 2004, Hukum perlindungan konsumen, Jakarta: Grasindo Sebrosa Senbiribf. 2010, Himpunan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Perundang-undangan yang Terkait, Bandung : Nuansa Aulia Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press Sofwan, Sri Soedewi Mosjchoen, 2004, Hukum Perjanjian, Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit, Gadjah Mada. Sudaryatmo, 1995, Masalah Perlindungan Di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bhakti Susanti Adi Nugroho, 2008, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari HukumAcara Serta Kendala Implementasinya, Cet. Ke-1, Jakarta: Kencana 18 Sutedi Adrian, 2009, Pengalihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta: Sinar Grafika. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen selanjutnya disebut Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang disingkat dengan UUPK Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen Surat edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penanganan Pengaduan Konsumen yang ditujukan kepada seluruh Dinas Industri Dagang Prop/Kab/Kota Surat edaran Direktur Jendral Perdagangan 795/DJPDN/SE/12/2005 Tentang Pedoman Konsumen. Dalam Negeri No. Pelayanan Pengaduan