Peran Mekanisme Corporate Governance sebagai

advertisement
Trikonomika
Volume 12, No. 1, Juni 2013, Hal. 49–60
ISSN 1411-514X
Peran Mekanisme Corporate Governance sebagai Pemoderasi Praktik
Earning Management terhadap Nilai Perusahaan
Mochammad Ridwan
Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan
Jl. Tamansari No. 6-8, Bandung 40116
E-Mail: [email protected]
Ardi Gunardi
Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan
Jl. Tamansari No. 6-8, Bandung 40116
E-Mail: [email protected]
ABSTRACT
This study aims to determine how the effect of earnings management on firm value is moderated by the role
of corporate governance mechanisms consisting of an outside independent director, institutional ownership ,
managerial ownership , audit committees , and the classification of public accounting firms ( KAP ) . In this
study, the population of the entire company is listed on the Indonesia Stock Exchange totaling 111 companies
, but only 103 of the 111 companies that companies used in this study . To find out how the effect of earnings
management on firm value is moderated by the role of corporate governance mechanisms using Moderated
Regression Analysis . The results prove that the earnings management significantly influence the value of
the company . Institutional ownership , managerial ownership , and the classification of KAP is moderating
variables influence earnings management relations while independent directors and audit committees is not a
moderating variable.
Keywords: corporate governance, clasification of public accounting firms (KAP), earnings management, institusional
ownership, managerial ownership, moderated regression analysis, outside independent director.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaiman pengaruh earnings management terhadap nilai
perusahaan yang dimoderasi oleh peranan mekanisme corporate governance yang terdiri dari komisasris
independen, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komite audit, dan klasifikasi kantor akuntan
publik (KAP). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia yang berjumlah 111 perusahaan, namun dari 111 perusahaan hanya 103 perusahaan
yang digunakan dalam penelitian ini. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh earnings management terhadap
nilai perusahaan yang dimoderasi oleh peran mekanisme corporate governance menggunakan Moderated
Regression Analysis. Hasil penelitian membuktikan bahwa earnings management berpengaruh signifikan
terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan klasifikasi KAP merupakan
variabel pemoderasi pengaruh hubungan earnings management sedangkan komisaris independen dan komite
audit bukan merupakan variabel moderasi.
Kata Kunci: earnings management, nilai perusahaan, moderated regression analysis, kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, komisaris independen, komite audit, klasifikasi KAP.
49
PENDAHULUAN
Kondisi bursa dan pasar keuangan secara global
telah mengalami tekanan yang sangat berat, akibat
kerugian yang terjadi di pasar perumahan (subprime
mortgages) yang berimbas ke sektor keuangan
Amerika Serikat. Lembaga-lembaga keuangan raksasa
mulai bertumbangan akibat nilai investasi yang jeblok.
Kondisi bursa saham juga sangat memprihatinkan
yang ditunjukkan dengan turunnya indeks Dow Jones
pada posisi yang sangat rendah (paling rendah dalam
2 dekade terakhir). Hal ini berimbas ke negara-negara
lain di dunia, baik di Eropa, Asia, Australia maupun
Timur Tengah.
Indeks harga saham di bursa global juga
mengikuti keterpurukan indeks harga saham bursa
di Amerika Serikat, bahkan di Asia, termasuk
Indonesia, indeks harga saham menukik tajam
melebihi penurunan indeks saham di Amerika Serikat
sendiri. Hal ini mengakibatkan kepanikan yang luar
biasa bagi para investor, sehingga sentimen negatif
terus berkembang, yang mengakibatkan banyak
harga saham dengan fundamental yang bagus,
nilainya ikut tergerus tajam. Dampak terhadap sektor
riil dapat dilihat dari menurunnya order dari rekanan
di luar negeri, sehingga banyak perusahaan kesulitan
memasarkan produknya yang pada akhirnya harus
melakukan efisiensi atau rasionalisasi supaya dapat
bertahan hidup.
Industri manufaktur pada kondisi krisis ekonomi
yang berkepanjangan saat ini, banyak mengalami
tekanan yang membutuhkan penanganan-penanganan
khusus untuk dapat selamat bertahan hidup bahkan
mengembangkan usahanya. Meningkatnya persaingan
usaha dan semakin rumitnya situasi yang dihadapi
oleh perusahaan modern masa kini menuntut ruang
lingkup dan peran seorang manajer keuangan yang
semakin luas.
Perusahaan melalui manajer keuangan harus
mampu menjalankan fungsinya di dalam mengelola
keuangan dengan benar dan seefisien mungkin
(WordPress.com). Ukuran yang digunakan untuk
menilai keberhasilan seorang manajer keuangan
dalam mengelola keuangan perusahaan adalah
dengan melihat nilai perusahaan (Husnan, 1994:6
dalam Herawaty 2008).
Menurut Martono dan Agus Harjito (2005:2)
dalam Herawaty (2008) dijelaskan bahwa,
didirikannya sebuah perusahaan memiliki tujuan yang
jelas. Ada beberapa hal yang mengemukakan tentang
50
Trikonomika
Vol. 12, No. 1, Juni 2013
tujuan pendirian suatu perusahaan. Tujuan perusahaan
yang pertama adalah untuk mencapai keuntungan
maksimal atau laba yang sebesar-besarnya. Tujuan
perusahaan yang kedua adalah ingin memakmurkan
pemilik perusahaan atau para pemilik saham,
sedangkan tujuan perusahaan yang ketiga adalah
memaksimalkan nilai perusahaan yang tercermin
pada harga sahamnya. Ketiga tujuan perusahaan
tersebut sebenarnya secara substansial tidak banyak
berbeda. Hanya saja penekanan yang ingin dicapai
oleh masing-masing perusahaan berbeda antara yang
satu dengan yang lainnya.
Nilai perusahaan pada dasarnya dapat diukur
melalui beberapa aspek, salah satunya adalah dengan
harga pasar saham perusahaan, karena harga pasar
saham perusahaan mencerminkan penilaian investor
secara keseluruhan atas setiap ekuitas yang dimiliki.
Harga pasar saham menunjukkan penilaian sentral
dari seluruh pelaku pasar, harga pasar saham bertindak
sebagai barometer kinerja manajemen perusahaan.
Jika nilai suatu perusahaan dapat diproksikan dengan
harga saham, maka memaksimumkan nilai pasar
perusahaan sama dengan memaksimumkan harga
pasar saham.
Naik turunnya harga saham di pasar modal
menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk
dibicarakan berkaitan dengan isu naik-turunnya nilai
perusahaan itu sendiri. Krisis ekonomi global yang
terjadi pada tahun 2008 berdampak terhadap pasar
modal Indonesia yang tercermin dari terkoreksi
turunnya harga saham hingga 40-60% dari posisi
awal tahun 2008 (Kompas, 25 November 2008),
yang disebabkan oleh aksi melepas saham oleh
investor asing yang membutuhkan likuiditas dan
diperparah dengan aksi “ikut-ikutan” dari investor
domestik yang ramai-ramai melepas sahamnya.
Kondisi tersebut secara harfiah mempengaruhi nilai
perusahaan, karena nilai perusahaan itu sendiri jika
diamati melalui kemakmuran pemegang saham yang
dapat diukur melalui harga saham perusahaan di pasar
modal.
Nilai perusahaan dapat dilihat melalui nilai pasar
atau nilai buku perusahaan dari ekuitasnya. Nilai
buku merupakan nilai dari kekayaan, utang, dan
ekuitas perusahaan berdasarkan pencatatan historis,
sedangkan nilai pasar merupakan presepsi pasar yang
berasal dari investor, kreditur, dan stakeholder lain
terhadap kondisi perusahaan dan biasanya tercermin
pada nilai pasar saham perusahaan.
Mochammad Ridwan
Ardi Gunardi
Laba merupakan indikator yang dapat digunakan
untuk mengukur kinerja operasional perusahaan.
Informasi tentang laba mengukur keberhasilan
atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan
operasi yang ditetapkan (Parawiyati, 1996 dalam
Herawaty, 2008). Baik kreditur maupun investor,
menggunakan laba untuk mengevaluasi kinerja
manajemen, memperkirakan earnings power, dan
untuk memprediksi laba di masa yang akan datang.
Beberapa penelitian mendukung bahwa
manipulasi terhadap earnings juga sering dilakukan
oleh manajemen. Menurut Dechow et al. (1995)
dalam Herawaty (2008) dijelaskan bahwa,
penyusunan earnings dilakukan oleh manajemen
yang lebih mengetahui kondisi di dalam perusahaan.
Kondisi tersebut dapat menimbulkan masalah,
karena manajemen sebagai pihak yang memberikan
informasi tentang kinerja perusahaan dievaluasi dan
dihargai berdasarkan laporan yang dibuatnya sendiri.
Laba yang kurang berkualitas bisa terjadi karena
dalam menjalankan bisnis perusahaan, manajemen
bukan merupakan pemilik perusahaan. Pemisahan
kepemilikan ini akan dapat menimbulkan konflik
dalam pengendalian dan pelaksanaan pengelolaan
perusahaan yang menyebabkan para manajer bertindak
tidak sesuai dengan keinginan para pemilik. Konflik
yang terjadi akibat pemisahan kepemilikan ini disebut
dengan konflik keagenan.
Adanya conflict of interest antara agen dengan
pemilik mengakibatkan agen dapat bertindak yang
hanya menguntungkan dirinya sendiri dengan
mengabaikan kepentingan pemilik. Manipulasi yang
dilakukan manajemen perusahaan membuat investor
kehilangan kepercayaan atas investasinya, sehingga
menyebabkan investor melakukan penarikan dana
yang telah diinvestasikan sebelumnya. Oleh karena
itu, diperlukan perlindungan terhadap kepentingan
investor dari perilaku menyimpang yang dilakukan
oleh pihak manajemen.
Herawaty (2008) menjelaskan bahwa, salah satu
bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh manajemen
sebagai agen, yaitu dalam proses penyusunan laporan
keuangan manajemen dapat mempengaruhi tingkat
laba yang ditampilkan dalam laporan keuangan atau
yang sering disebut dengan earnings management.
Earnings management adalah tindakan yang
dilakukan manajemen untuk meningkatkan atau
menurunkan laba perusahaan dalam laporan
keuangan. Tujuan earnings management adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan pihak tertentu, walaupun
dalam jangka panjang tidak terdapat perbedaan
laba kumulatif perusahaan dengan laba yang dapat
diidentifikasikan sebagai suatu keuntungan (Fischer
dan Rosenzweirg, 1995; Scott 1997:294 dalam
Widyaningdyah, 2001).
Earnings management yang dilakukan manajemen
perusahaan akan meningkatkan nilai perusahaan
(Tobin’s Q), kemudian akan turun (Morck, Shleifer
& Vishny 1988). Penelitian yang dilakukan Herawaty
(2008) menemukan bahwa manajemen laba mempuyai
pengaruh positif terhadap nilai perusahaan, sedangkan
Fernandes dan Ferreira (2007) menemukan hasil
penelitian bahwa nilai perusahaan dipengaruhi oleh
manajemen laba dengan hubungan yang negatif.
Isu Good Corporate Governance (GCG) di
Indonesia, mengemuka setelah mengalami masa
krisis yang berkepanjangan sejak tahun 1998. Banyak
pihak yang mengatakan lamanya proses perbaikan
di Indonesia disebabkan oleh lemahnya penerapan
corporate governance dalam perusahaan. Corporate
governance yang baik harus dapat menunjukkan
ke arah pengembalian saham yang lebih tinggi dan
sebagai konsekuensi penilaian perusahaan akan lebih
tinggi (Klapper dan Love, 2003; Li dan Chan, 2008
dalam Herawaty, 2008). McKinsey (2002) dalam
Herawaty (2008) menyatakan bahwa 15% dari para
investor mempertimbangkan corporate governance
lebih penting daripada isu–isu keuangan perusahaan,
seperti kemampuan laba atau pertumbuhan potensial
perusahaan tersebut.
Corporate governance merupakan suatu sistem
yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang
diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan
nilai perusahaan kepada para pemegang saham
(Shleifer dan Vishny, 1997 dalam Widyaningdyah,
2001). Dengan demikian penerapan good corporate
governance dipercaya dapat meningkatkan nilai
perusahaan.
Ciri utama dari lemahnya corporate governance
adalah adanya tindakan mementingkan diri sendiri di
pihak manajer perusahaan dengan mengesampingkan
kepentingan investor. Hal ini akan membuat investor
kehilangan kepercayaannya terhadap pengembalian
investasi yang telah mereka investasikan pada
perusahaan. Hubungan agensi muncul ketika salah
satu pihak (principal) menyewa pihak lain (agent)
untuk melaksanakan suatu jasa dan dalam melakukan
hal itu mendelegasikan wewenang untuk membuat
keputusan kepada agent tersebut (Anthony dan
Govindarajan, 2006).
Peran Mekanisme Corporate Governance sebagai Pemoderasi
Praktik Earning Management terhadap Nilai Perusahaan
51
Menurut Lemmon dan Lins, 2003 dalam
Herawaty, 2008 Good Corporate Governance
(GCG) memberikan manfaat di antaranya yaitu:
(1) meminimalkan agency cost dengan mengontrol
konflik kepentingan yang mungkin terjadi antara
principal dengan agent; (2) meminimalkan cost of
capital dengan menciptakan sinyal positif kepada para
penyedia modal; (3) meningkatkan citra perusahaan;
(4) meningkatkan nilai perusahaan yang dapat dilihat
dari cost of capital yang rendah, dan (5) peningkatan
kinerja keuangan dan persepsi stakeholder terhadap
masa depan perusahaan yang lebih baik.
Suatu perusahaan menciptakan nilai untuk
pemegang saham (shareholder) ketika pengembalian
(return) pemegang saham (shareholder) melebihi
biaya modal (pengembalian/ return yang diperlukan
untuk ekuitas). Dengan kata lain, sebuah perusahaan
menciptakan nilai dalam satu tahun ketika
pengembalian (return) pemegang saham (shareholder)
melebihi harapan dan nilai perusahaan ini kemudian
dinamakan sebagai created shareholder value
(Fernandez, 2001 dalam Widyaningdyah, 2001).
Berbagai studi terkait corporate governance
dan firm value menghasilkan berbagai mekanisme
yang bertujuan untuk meyakinkan bahwa tindakan
manajemen selaras dengan kepentingan shareholders.
Menurut Barnhart dan Rosentein (1998) dalam
Siallagaan dan Mas’ud (2006), mekanisme corporate
governance dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (1)
berupa internal mechanism seperti: komposisi dewan
direksi/komisaris, kepemilikan manajerial, dan
kompensasi eksekutif serta komite audit, (2) external
mechanism seperti pengendalian oleh pasar, level
debt financing, dan auditor eksternal.
Praktik corporate governance memiliki hubungan
yang signifikan terhadap earning management seperti
penelitian yang dilakukan Warfield et al. (1995),
Gabrielsen et al. (2002), Wedari (2004), Herawaty
(2008), sedangkan menurut Siregar dan Bachtiar
2005; Darmawati 2003, tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara praktek corporate governance
terhadap earnings management. Konflik keagenan
yang mengakibatkan adanya sifat opportunistik
manajemen akan mengakibatkan rendahnya kualitas
laba. Rendahnya kualitas laba dapat mengakibatkan
kesalahan dalam pengambilan keputusan, sehingga
nilai perusahaan akan menurun.
Berdasarkan ketidakkonsistenan penelitian
sebelumnya, maka penelitian ini menguji kembali
52
Trikonomika
Vol. 12, No. 1, Juni 2013
peran mekanisme corporate governance sebagai
pemoderasi praktik earnings management terhadap
nilai perusahaan.
Pengaruh Earnings Management terhadap Nilai
Perusahaan
Earnings Management dapat menimbulkan
biaya-biaya keagenan (agency cost) yang dipicu dari
adanya pemisahan peran atau perbedaan kepentingan
antara pemegang saham (principal) dengan pengelola/
manajemen perusahaan (agent). Manajemen selaku
pengelola perusahaan memiliki informasi tentang
perusahaan lebih banyak dan lebih dahulu daripada
pemegang saham, sehingga terjadi asimetri informasi
yang memungkinkan manajemen melakukan praktik
akuntansi dengan orientasi pada laba untuk mencapai
suatu kinerja tertentu. Konflik keagenan yang
mengakibatkan adanya oportunistik manajemen yang
akan mengakibatkan laba yang dilaporkan semua tidak
benar, sehingga akan menyebabkan nilai perusahaan
berkurang di masa yang akan datang (Herawaty,
2008). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
praktik earning management dapat menurunkan nilai
perusahaan. Berdasarkan uraian di atas maka penulis
merumuskan hipotesis pertama sebagai berikut:
Hipotesis 1: Earnings Management berpengaruh
signifikan terhadap nilai perusahaan.
Komisaris Independen Memoderasi Pengaruh
Earnings Management terhadap Nilai Perusahaan
Nasution dan Setiawan (2007) mendefinisikan
corporate governance, yaitu corporate governance
merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan
kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring
kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas
manajemen
terhadap
stakeholder
dengan
mendasarkan pada kerangka peraturan. Konsep
corporate governance diajukan demi tercapainya
pengelolaan perusahaan yang lebih transaparan bagi
semua pengguna laporan keuangan.
Dengan alasan meningkatkan nilai perusahaan,
manajemen melakukan tindakan oportunistis
dengan melakukan earnings management. Oleh
karena adanya mekanisme corporate governance di
perusahaan akan membatasi earnings management
karena adanya mekanisme pengendalian dalam
perusahaan
tersebut.
Mekanisme
corporate
governance dapat diproksi dengan komisaris
independen, kepemilikan institusional, kepemilikan
Mochammad Ridwan
Ardi Gunardi
manajerial, komite audit dan klasifikasi akuntan
publik.
Penelitian Klein (2002) dalam Herawaty (2008)
membuktikan bahwa, besarnya discretionary accrual
lebih tinggi untuk perusahaan yang memiliki komite
audit yang terdiri dari sedikit komisaris independen
dibanding perusahaan yang mempunyai komite audit
yang terdiri banyak komisaris independen.”
Hal ini mendukung penelitian Dechow et al.
(1996) dalam Herawaty (2008) bahwa, perusahaan
memanipulasi laba lebih besar kemungkinannya
apabila memiliki dewan komisaris yang didominasi
oleh manajemen dan lebih besar kemungkinannya
memiliki Chief Executif Officer (CEO) yang
merangkap menjadi chairman of board.
Hal ini berarti tindakan memanipulasi akan
berkurang jika struktur dewan direksi berasal dari
luar perusahaan. Jika fungsi independensi dewan
direksi cenderung lemah, maka ada kecenderungan
terjadinya moral hazard yang dilakukan oleh para
direktur perusahaan untuk kepentingannya melalui
pemilikan perkiraan-perkiraan akrual yang berdampak
pada manajemen laba dan konsisten dengan Wedari
(2004) yang menyimpulkan bahwa komisaris
independen berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap discretionary accruals. Berdasarkan uraian
di atas maka penulis merumuskan hipotesis kedua
sebagai berikut:
Hipotesis 2: Komisaris independen memoderasi
pengaruh earnings management terhadap nilai
perusahaan.
Kepemilikan Institusional Memoderasi Pengaruh
Earnings Management terhadap Nilai Perusahaan
Investor institusional yang sering disebut sebagai
investor yang canggih (sophisticated) sehingga
seharusnya lebih dapat menggunakan informasi
periode sekarang dalam memprediksi laba masa
depan dibanding investor non institusional. Balsam
et al. (2002) dalam Herawaty (2008) menemukan
hubungan yang negatif antar discretionary accrual
yang tidak diekspektasi dengan imbal hasil di sekitar
tanggal pengumuman karena investor institusional
mempunyai akses atas sumber informasi yang lebih
tepat waktu dan relevan yang dapat mengetahui
keberadaan pengelolaan laba lebih cepat dan lebih
mudah dibandingkan investor individual. Hasil
penelitian Jiambavo et al. (1996) dalam Herawaty
(2008) menemukan bahwa nilai absolute discretioner
berhubungan negatif dengan kepemilikan institusional.
Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa ada
efek feedback dari kepemilikan institusional yang
dapat mengurangi pengelolaan laba yang dilakukan
perusahaan. Berdasarkan uraian di atas maka penulis
merumuskan hipotesis ketiga sebagai berikut:
Hipotesis
3:
Kepemilikan
institusional
memoderasi pengaruh earnings management terhadap
nilai perusahaan.
Kepemilikan Manajerial Memoderasi Pengaruh
Earnings Management terhadap Nilai Perusahaan
Jensen dan Meckling (1976) dalam Herawaty
(2008) menemukan bahwa kepemilikan manajerial
berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi
masalah keagenan dari manajer dengan menyelaraskan
kepentingan-kepentingan manajer dengan pemegang
saham. Penelitian mereka menemukan bahwa
kepentingan manajer dengan pemegang saham
eksternal dapat disatukan jika kepemilikan saham
oleh manajer diperbesar, sehingga manajer tidak
akan memanipulasi laba untuk kepentingannya.
Dalam kepemilikan saham yang rendah, maka
insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku
oportunistik manajer akan meningkat (Shleifer
dan Vishny, 1986). Warfield et al. (1995) dalam
Wahidahwati (2002) dalam penelitiannya yang
menguji kepemilikan manajerial dengan discretionary
accrual dan kandungan informasi laba menemukan
bukti bahwa kepemilikan manajerial berhubungan
dengan negatif dengan discretionary accrual.
Demikian halnya penelitian oleh Midiastuty dan
Machfoedz (2003) menyatakan bahwa kepemilikan
manajerial merupakan salah satu mekanisme yang
dapat membatasi perilaku oportunistik manajer dalam
bentuk earnings management, walaupun Wedari
(2004) menyimpulkan bahwa, kepemilikan manajerial
juga memiliki motif lain. Dalam penelitian ini
mengacu pada teori yang ada menyatakan kepemilikan
manajerial dapat berfungsi sebagai mekanisme
corporate governance sehingga dapat mengurangi
tindakan manajer dalam memanipulasi laba, hal ini
berarti kepemilikan manajerial berhubungan negatif
dengan earnings management. Berdasarkan uraian
di atas maka dirumuskan hipotesis keempat sebagai
berikut:
Hipotesis 4: Kepemilikan manajerial memoderasi
pengaruh earnings management terhadap nilai
perusahaan.
Peran Mekanisme Corporate Governance sebagai Pemoderasi
Praktik Earning Management terhadap Nilai Perusahaan
53
Komite Audit Memoderasi Pengaruh Earnings
Management terhadap Nilai Perusahaan
Penelitian mengenai komite audit diantaranya
penelitian oleh Davidson, Xie, dan Xu (2004) yang
menganalisis reaksi pasar terhadap pengumuman
penunjukkan anggota komite audit secara sukarela.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan
pasar bereaksi positif terhadap pengumuman
penunjukan anggota komite audit terutama yang ahli
di bidang keuangan. Xie, Davidson, dan Dadalt (2002)
menguji efektivitas komite audit dalam mengurangi
manajemen laba yang dilakukan oleh pihak
manajemen. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
berupa kesimpulan bahwa, komite audit yang berasal
dari luar mampu melindungi kepentingan pemegang
saham dari tindakan manajemen laba yang dilakukan
oleh pihak manajemen. Pengaruh terhadap akrual
kelolaan ditunjukkan oleh makin seringnya komite
audit bertemu dan pengaruh tersebut ditunjukkan
dengan koefisien negatif yang signifikan.
Carcello et al. (2006) dalam Herawaty (2008)
menyelidiki hubungan antara keahlian komite audit
di bidang keuangan dan manajemen laba. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa keahlian komite
audit independen di bidang keuangan terbukti efektif
mengurangi manajemen laba. Suaryana (2005)
meneliti hubungan antara keberadaan komite audit
yang memenuhi syarat dan pengaruhnya terhadap
earnings response coefficient. Temuan yang didapat
dari penelitian ini adalah earnings reponse coefficient
perusahaan yang telah memiliki komite audit yang
memenuhi syarat lebih tinggi bila dibandingkan
dengan perusahaan yang tidak memiliki komite audit
yang memenuhi syarat. Ini berarti keberadaan komite
audit yang memenuhi syarat dalam perusahaan
direspon lebih baik oleh pasar.
Utama dan Leonardo (2006) memberikan bukti
empiris tentang dampak komposisi komite audit dan
kendali dari pengelola perusahaan pada efektivitas
komite audit berdasarkan survey atas komite audit
perusahaan yang listing di BEJ. Mereka menemukan
bukti bahwa, komposisi komite audit memiliki dampak
positif yang signifikan dalam efektivitas komite audit.
Selain itu penelitian ini juga menunjukkan beberapa
faktor yang mempengaruhi efektivitas komite audit
secara signifikan selain komposisinya, diantaranya
kekuatan mengendalikan perusahaan oleh pemegang
saham, makin banyaknya perwakilan komisaris
independen dalam dewan komisaris, pengendalian
54
Trikonomika
Vol. 12, No. 1, Juni 2013
oleh dewan komisaris, dan lamanya komite audit
menjabat. Berdasarkan uraian di atas maka penulis
merumuskan hipotesis kelima sebagai berikut:
Hipotesis 5: Komite audit memoderasi pengaruh
earnings management terhadap nilai perusahaan.
Klasifikasi Akuntan Publik Memoderasi Pengaruh
Earnings Management terhadap Nilai Perusahaan
Teoh dan Wong (1993) dalam Herawaty (2008)
berargumen bahwa, klasifikasi akuntan publik
berhubungan positif dengan kualitas earnings yang
diukur dengan Earnings Response Coeficient (ERC).
Karena pada saat penelitian ini Big six telah berubah
menjadi big four, juga diduga bahwa klien dari auditor
non big four cenderung lebih tinggi dalam melakukan
earning management. Hal ini berarti klasifikasi
akuntan publik berhubungan negatif dengan earnings
management. Dalam penelitian yang dilakukan Meutia
(2004) menyatakan bahwa perusahaan yang diaudit
oleh KAP BIG 5 memiliki absolute discretionary
accruals yang lebih rendah dibandingkan dengan KAP
Non Big 5. Hal ini membuktikan bahwa KAP Big 5
lebih berkualitas dalam mendeteksi adanya earnings
management dalam suatu perusahaan. Berdasarkan
uraian di atas maka penulis merumuskan hipotesis
keenam sebagai berikut:
Hipotesis 6: Klasifikasi akuntan publik
memoderasi pengaruh earnings management terhadap
nilai perusahaan.
Perusahaan yang menyelenggarakan mekanisme
corporate governance diyakini akan membatasi
pengelolaan laba yang oportunis. Oleh sebab itu,
semakin tinggi klasifikasi akuntan publik dan
komite audit, semakin tinggi proporsi komisaris
independen, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan
institusional, maka semakin kecil kemungkinan
earnings management dilakukan, sehingga hubungan
negatif antara corporate governance dan earnings
management ini dapat memperlemah pengaruh antara
earnings management terhadap nilai perusahaan.
METODE
Operasionalisasi Variabel
Operasionalisasi variabel independen dalam
penelitian ini adalah Earnings Management, dan
variabel moderatornya adalah Corporate Governance,
sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini
adalah Nilai Perusahaan, dapat dilihat dalam Tabel.
Mochammad Ridwan
Ardi Gunardi
Variabel
Definisi Variabel
Indikator
Skala
Earnings
Upaya campur tangan manajemen dalam proses
Management (X1) pelaporan keuangan ekstern dengan tujuan untuk
menguntungkan dirinya sendiri.
(Ainun dan Setiawati, 2000)
1. Current Accrual
2. Total Asset
3. Non discretionarry accrual
Corporate
Governance (X2)
Konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja
perusahaan melalui supervisi atau monitoring
kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas
manajemen terhadap stakeholder dengan
mendasarkan pada kerangka peraturan. (Nasution
dan Setiawan, 2007)
Komisaris Independen:
Rasio
1. Jumlah komisaris independen
2. Jumlah total komisaris yang ada dalam
susunan dewan komisaris
Kepemilikan Institusional:
Rasio
1. Saham yang dimiliki oleh investor
institusional
2. Saham yang beredar
Kepemilikan Manajerial:
Rasio
1. Saham yang dimiliki oleh pihak
manajemen
2. Saham yang beredar
Komite Audit:
Rasio
• Keanggotaan komite audit terdiri
dari sekurang-kurangnya tiga orang
termasuk ketua komite audit
Klasifikasi Kantor Akuntan Publik:
Nominal
1. The Big 4
2. Non The Big 4
Nilai Perusahaan
(Y)
Harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli
andai perusahaan tersebut dijual. (Wahyudi, 2006
dalam Nurlela dan Islahuddin, 2008)
1. Market Value of all outstanding shares
2. Debt
3. Total Assets
Populasi
Populasi penelitian ini adalah perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) tahun 2010 yang berjumlah sebanyak 111
perusahaan. Peneliti menganalisis laporan keuangan
tahunan meliputi laporan tahunan perusahaan, neraca,
laporan laba rugi, dan laporan arus kas perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2010.
Target populasi dalam penelitian ini adalah
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
yang berjumlah sebanyak 103 perusahaan dengan
pertimbangan tertentu, yaitu perusahaan manufaktur
yang mempublikasikan laporan tahunan untuk
periode 31 Desember 2010 yang dinyatakan dalam
Rupiah (Rp). Dengan demikian, ada 8 perusahaan
yang dikeluarkan dari populasi tersebut, karena tidak
memenuhi pertimbangan.
Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis
deskriptif dan analisis asosiatif. Analisis deskriptif
digunakan untuk mendelinasikan kondisi masingmasing variabel untuk setiap perusahaan melalui
nilai rata-rata dan standar deviasi. Pengujian untuk
hipotesis atau analisis asosiatif menggunakan regresi
Rasio
Rasio
interaksi atau Moderated Regression Analysis (MRA),
karena MRA ini mampu menjelaskan pengaruh dari
masing-masing variabel peran mekanisme corporate
governance yang memoderasi hubungan earnings
management dengan nilai perusahaan (Ratifah dan
Ridwan, 2012).
Model penelitian ini terdiri dari 2 (dua)
persamaan, yaitu:
Q =α + β1EM + ε Model 1
Q =α + β1EM + β2KOM_IND + β3KA + β4KEP_INS
+ β5KEP_MAN + β6SIZE_KAP + β7KOM_
IND*EM + β8KA*EM + β9KEP_INS*EM +
β10KEP_MAN*EM + β11SIZE_KAP*EM
Model 2
Keterangan:
Q : Nilai Perusahaan
α : Konstanta
β : Koefisien Regresi
EM : Earnings Management
KOM_IND : Komisaris Independen
KA : Jumlah Komite Audit
KEP_INS : Kepemilikan Institusional
KEP_MAN : Kepemilikan Manajerial
SIZE_KAP : Klasifikasi Kantor Akuntan Publik
Peran Mekanisme Corporate Governance sebagai Pemoderasi
Praktik Earning Management terhadap Nilai Perusahaan
55
Tabel 1. Hasil Analisis Deskriptif: Nilai Perusahaan,
Earnings Management dan Corporate Governance
(Selain Ukuran KAP)
Keterangan
Rata-rata
Q
EM
KOM_IND
KA
KEP_INS
KEP_MAN
.3498
.7696
.4132
3.0777
.7538
.0297
Standar Deviasi
.47062
.60650
.12034
.43587
.17920
.08999
Nilai Minimum
–1.05
–1.06
.25
2.00
.22
.00
Nilai Maksimum
2.56
4.04
1.00
5.00
.99
.70
Sumber: Laporan Tahunan Perusahaan Manufaktur, 2010.
HASIL
Rata-rata nilai Tobin’s Q sebesar 0,3498 dengan
standar deviasi 0,47062, sedangkan nilai maksimumnya
adalah 2,56 dengan nilai minimum sebesar -1,05.
Selanjutnya, rata-rata nilai earnings management
adalah 0,7696 dengan standar deviasi 0,60650,
sedangkan nilai minimum dan nilai maksimum
masing-masing sebesar -1,06 dan 4,04. Selain daripada
itu, variabel-variabel corporate governance untuk
komisaris independen memiliki nilai rata-rata 0,4132
dengan standar deviasi 0,12034, sedangkan nilai
maksimum sebesar 1 dan nilai minimum sebesar 0,25.
Rata-rata nilai jumlah komite audit adalah sebesar
3,0777 dengan standar deviasi 0,43587, sedangkan
nilai maksimum dan minimumnya adalah 5 dan 2.
Variabel kepemilikan institusional mempunyai nilai
rata-rata sebesar 0,7538 dengan standar deviasinya
0,17920, sedangkan nilai maksimum sebesar 0,99 dan
nilai minimum sebesar 0,22. Nilai rata-rata variabel
kepemilikan manajerial sebesar 0,0297 dengan standar
deviasi sebesar 0,0899, sedangkan nilai maksimum
dan minimumnya adalah sebesar 0,70 dan 0. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Kemudian, variabel ukuran KAP sebanyak 44
perusahaan yang diaudit oleh the big four dan non
big four sebanyak 59 perusahaan, dapat dilihat pada
Tabel 2.
Hasil pengujian model pertama menggunakan
analisis regresi sederhana, sedangkan hasil pengujian
model kedua menggunakan Moderated Regression
Analysis yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.
56
Trikonomika
Vol. 12, No. 1, Juni 2013
Tabel 2. Hasil Analisis Deskriptif Variabel Ukuran KAP
SIZE_KAP
Jumlah Perusahaan
Persentase
NON BIG FOUR
59
57.3
BIG FOUR
44
42.7
103
100.0
Total
Sumber: Laporan Tahunan Perusahaan Manufaktur, 2010.
Tabel 3. Hasil Analisis Asosiatif
Variabel Independen
EM
Koefisien (t statistik)
Model 1
Model 2
8.36905**
0.424318
KOM_IND
0.002729
KA
–0.046263
KEP_INS
–0.378453
KEP_MAN
–3.160729**
SIZE_KAP
3.404187**
KOM_IND*EM
–0.847610
KA*EM
–0.621912
KEP_INS*EM
2.606568**
KEP_MAN*EM
5.919771**
SIZE_KAP*EM
–6.137857**
103
103
26.17%
58.03%
36.81097
11.437510
0.0000000
0.0000000
N
Koefisien Determinasi
F-statistik
P value (F-statistik)
Keterangan: ** signifikan pada taraf 5% (uji dua pihak)
Mochammad Ridwan
Ardi Gunardi
PEMBAHASAN
Berdasarkan
hasil
analisis
deskriptif,
memperlihatkan nilai perusahaan (yang diobservasi
menandakan adanya perusahaan yang asetnya
dinilai sangat rendah oleh pasar. Variabel earnings
management menunjukkan bahwa perusahaan
yang diobservasi cenderung melakukan increasing
income, dengan kata lain sebagian besar perusahaan
melakukan manajemen laba. Selain daripada
itu, variabel-variabel corporate governance,
seperti komisaris independen yang dibentuk oleh
perusahaan telah memenuhi persyaratan independesi.
Perusahaan yang diteliti juga telah memiliki komite
audit dan telah melaksanakan peraturan yang telah
dibuat, namun demikian hanya sebagian kecil
saja perusahaan memiliki komite audit sekurangkurangnya 3 (tiga) orang. Variabel kepemilikan
institusional menunjukkan bahwa perusahaan dengan
kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5%)
mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor
manajemen. Kepemilikan manajerial perusahaan yang
diobservasi menunjukkan bahwa, hanya sebagian kecil
saja tingkat kontrol kepemilikan manajerial terhadap
sensitivitas manajemen mempengaruhi pemegang
saham. Hanya sebagian kecil saja perusahaan yang
diaudit oleh KAP besar (big four) yang dipersepsikan
akan melakukan audit dengan lebih berkualitas
dibandingkan dengan KAP kecil (non big four).
Berdasarkan hasil analisis asosiatif, pengujian
hipotesis model pertama menunjukkan bahwa,
terdapat pengaruh signifikan earning management
terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan hasil penelitian Herawaty (2008) yang
menyatakan bahwa praktik earning management
dapat menurunkan nilai perusahaan, karena earnings
management dapat menimbulkan biaya-biaya
keagenan (agency cost) yang dipicu dari adanya
pemisahan peran atau perbedaan kepentingan antara
pemegang saham (principal) dengan pengelola/
manajemen perusahaan (agent). Konflik keagenan
yang mengakibatkan adanya oportunistik manajemen
yang akan mengakibatkan laba yang dilaporkan
semua tidak benar, sehingga akan menyebabkan nilai
perusahaan berkurang di masa yang akan datang.
Namun demikian, hasil penelitian ini mendukung
hasil penelitian Sloan (1996) dalam Herawaty (2008)
yang menguji sifat kandungan informasi komponen
akrual dan komponen aliran kas apakah terefleksi
dalam harga saham. Terbukti bahwa kinerja laba
yang berasal dari komponen akrual sebagai aktifitas
earnings management memiliki persistensi yang
lebih rendah dibanding aliran kas. Laba yang
dilaporkan lebih besar dari aliran kas operasi yang
dapat meningkatkan nilai perusahaan saat ini.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis model
kedua menunjukkan bahwa variabel moderator
(KOM_IND*EM) yang merupakan variabel
interaksi ternyata tidak signifikan, sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel komisaris independen
bukan merupakan variabel moderating. Hal ini tidak
mendukung penelitian Dechow et al. (1996) dalam
Herawaty (2008) bahwa perusahaan memanipulasi
laba lebih besar kemungkinannya apabila memiliki
dewan komisaris yang didominasi oleh manajemen dan
lebih besar kemungkinannya memiliki Chief Executif
Officer (CEO) yang merangkap menjadi chairman of
board. Hal ini berarti tindakan memanipulasi akan
berkurang jika struktur dewan direksi berasal dari
luar perusahaan. Jika fungsi independensi dewan
direksi cenderung lemah, maka ada kecenderungan
terjadinya moral hazard yang dilakukan oleh para
direktur perusahaan untuk kepentingannya melalui
pemilikan perkiraan-perkiraan akrual yang berdampak
pada manajemen laba.
Akan tetapi, hasil penelitian ini sejalan dengan
hasil penelitian Veronica dan Utama (2005) dan
Nuryaman (2008) yang menjelaskan bahwa proporsi
komisaris independen yang tinggi terbukti tidak
dapat membatasi pengelolaan laba yang dilakukan
perusahaan. Ada beberapa penjelasan atas hal tersebut.
Pertama, pengangkatan komisaris independen
oleh perusahaan mungkin hanya dilakukan untuk
pemenuhan regulasi saja tapi tidak dimaksudkan untuk
menegakkan Good Corporate Governance (GCG) di
dalam perusahaan. Kedua, ketentuan minimum dewan
komisaris independen sebesar 30% mungkin belum
cukup tinggi untuk menyebabkan para komisaris
independen tersebut dapat mendominasi kebijakan
yang diambil oleh dewan komisaris. Jika komisaris
independen merupakan pihak mayoritas (>50%)
maka mungkin dapat lebih efektif dalam menjalankan
peran monitoring dalam perusahaan. Tetapi jika
pengangkatannya belum dilandasi kebutuhan (needs)
Peran Mekanisme Corporate Governance sebagai Pemoderasi
Praktik Earning Management terhadap Nilai Perusahaan
57
perusahaan namun hanya sebatas pemenuhan
regulasi, maka proporsi dewan komisaris mungkin
tidak perlu diperbanyak, tetap sesuai peraturan yang
ada (minimal 30%) dan dilihat keefektifan dewan
dalam jangka waktu yang lebih panjang (Siregar dan
Utama, 2005).
Variabel moderator (KA*EM) ternyata tidak
signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa
variabel komite audit bukan merupakan variabel
moderating. Hasil penelitian ini bertolak belakang
dengan hasil penelitian Davidson, Xie, dan Xu
(2004) dalam Larasati (2009) yang menganalisis
reaksi pasar terhadap pengumuman penunjukkan
anggota komite audit secara sukarela. Hasil yang
diperoleh dari penelitian ini menunjukkan pasar
bereaksi positif terhadap pengumuman penunjukan
anggota komite audit terutama yang ahli di bidang
keuangan. Xie, Davidson, dan Dadalt (2003) dalam
Larasti (2009) menguji efektivitas komite audit
dalam mengurangi manajemen laba yang dilakukan
oleh pihak manajemen.
Namun demikian, hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian Siregar dan Utama (2005)
yang telah membuktikan bahwa keberadaan komite
audit tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas
laba. Sejalan dengan signifikansi dewan komisaris
yang lemah, pengaruh keberadaan komite audit juga
tidak signifikan terhadap kualitas laba disebabkan
karena komite audit bukan merupakan jaminan
bahwa kinerja perusahaan akan semakin baik,
sehingga komite audit juga bukan merupakan faktor
yang dipertimbangkan dalam mengapresiasi nilai
perusahaan. Hasil penelitian ini turut mendukung hasil
penelitian Rachmawati dan Triatmoko (2007) yang
mendapatkan kesimpulan bahwa keberadaan komite
audit tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap nilai perusahaan.
Variabel moderator (KEP_INS*EM) ternyata
signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa
variabel kepemilikan institusional merupakan
variabel moderating. Hal ini mendukung hasil
penelitian Balsam dkk (2002) dalam Herawaty (2008)
menemukan hubungan yang antar discretionary
accrual yang tidak diekspektasi dengan imbal hasil
di sekitar tanggal pengumuman karena investor
institusional mempunyai akses atas sumber informasi
yang lebih tepat waktu dan relevan yang dapat
mengetahui keberadaan pengelolaan laba lebih cepat
dan lebih mudah dibandingkan investor individual.
58
Trikonomika
Vol. 12, No. 1, Juni 2013
Begitu juga dengan hasil penelitian Jiambavo
et al. (1996) dalam Herawaty (2008) menemukan
bahwa nilai absolute discretioner berhubungan
dengan kepemilikan institusional. Hasil penelitian
tersebut menyatakan bahwa ada efek feedback dari
kepemilikan institusional yang dapat meningkatkan
pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan.
Variabel moderator (KEP_MAN*EM) ternyata
signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa
variabel kepemilikan manajerial merupakan variabel
moderating. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Midiastuty dan Machfoedz
(2003) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial
merupakan salah satu mekanisme yang dapat
membatasi perilaku oportunistik manajer dalam
bentuk earnings management.
Selanjutnya, variabel moderator (SIZE_
KAP*EM) ternyata signifikan, sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel klasifikasi KAP
merupakan variabel moderating. Hasil penelitian ini
mendukung hasil penelitian yang dilakukan Meutia
(2004) menyatakan bahwa perusahaan yang diaudit
oleh KAP BIG 4 memiliki absolute discretionary
accruals yang lebih rendah dibandingkan dengan
KAP Non Big 4. Hal ini membuktikan bahwa KAP
Big 4 lebih berkualitas dalam mendeteksi adanya
earnings management dalam suatu perusahaan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian dengan dua model
regresi ditemukan: 1) terdapat pengaruh signifikan
earning management terhadap nilai perusahaan.
Dengan demikian, praktik earning management dapat
meningkatkan nilai perusahaan, karena kinerja laba
yang berasal dari komponen akrual sebagai aktifitas
earnings management memiliki persistensi yang lebih
rendah dibanding aliran kas. Laba yang dilaporkan
lebih besar dari aliran kas operasi yang dapat
meningkatkan nilai perusahaan saat ini.manajemen
yang akan mengakibatkan laba yang dilaporkan
semua tidak benar, sehingga akan menyebabkan nilai
perusahaan berkurang di masa yang akan datang.
2) Penelitian ini juga membuktikan bahwa dari 5
(lima) praktik corporate governance menunjukkan
hanya 2 (dua) variabel yang tidak signifikan, yaitu
komisaris independen dan komite audit, sehingga
kedua variabel ini bukan merupakan variabel yang
memoderasi antara earnings management. Hal ini
Mochammad Ridwan
Ardi Gunardi
dikarenakan proporsi komisaris independen yang
tinggi terbukti tidak dapat membatasi pengelolaan
laba yang dilakukan perusahaan, dan juga keberadaan
komite audit yang tidak signifikan terhadap kualitas
laba disebabkan karena komite audit bukan
merupakan jaminan bahwa kinerja perusahaan akan
semakin baik, sehingga komite audit juga bukan
merupakan faktor yang dipertimbangkan dalam
mengapresiasi nilai perusahaan. Selain daripada itu,
variabel lain dari praktik corporate governance, yaitu
kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,
dan ukuran KAP merupakan variabel pemoderasi
antara earnings management dan nilai perusahaan.
Adanya efek feedback dari kepemilikan institusional
yang dapat meningkatkan pengelolaan laba yang
dilakukan perusahaan yang menyebabkan variabel
ini merupakan variabel yang memoderasi earnings
management terhadap nilai perusahaan. Begitu juga
dengan variabel kepemilikan manajerial menjadi
salah satu mekanisme yang dapat membatasi
perilaku oportunistik manajer dalam bentuk earnings
management. Kemudian, ukuran KAPmenjadi variabel
pemoderasi terakhir yang membuktikan bahwa KAP
Big 4 lebih berkualitas dalam mendeteksi adanya
earnings management dalam suatu perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anthony, Robert Newton dan Vijay Govindarajan.
2006. Management Control Systems (12th edition).
New York: McGraw-Hill International Edition.
Darmawati, D. 2003. Corporate Governance dan
Manajemen Laba: Suatu Studi Empiris. Jurnal
Bisnis dan Akuntansi, 5 (1): 47-68.
Davidson, W.N., Xie, B., dan Xu, W. 2004. Market
reaction to voluntary announcements of
audit committee appointments: The effect of financial
expertise. Journal of Accounting and Public
Policy, 23 (4): 279-293.
Fernandes, Nuno Goncalves Gracias dan Miguel
A. Ferreira. 2007. The Evolution of Earnings
Management and Firm Valuation: A CrossCountry Analysis. EFA 2007 Ljubljana Meetings
Paper: 1-39.
Gabrielsen, G., Jeffrey D. Gramlich, dan Thomas
Plenborg.
2002.
Managerial
Ownership,
Information Content of Earnings, and Discretionary
Accruals in a Non-US Setting. Journal of Business
Finance and Accounting, 29 (7): 967-988.
Herawaty, Vinola. 2008. Peran Praktek Corporate
Governance Sebagai Moderating Variable dari
Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai
Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 10
(2): 97-108.
Jensen, Michael C. dan William H. Meckling. 1976.
Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency
Costs, and Ownership Structure. Journal of
Financial Economics, 3 (4): 305-360.
Larasati, A. (2009). Analisis Pengaruh Mekanisme
Corporate Governance, Kualitas Laba, Dan Nilai
Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.
Machfoedz, H. S. (2006). Mekanisme Corporate
Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan.
Simposium Nasional Akuntansi 9 .
Meutia, I. 2004. Pengaruh Independensi Auditor
Terhadap Manajemen Laba Untuk KAP Big 5
Dan Non Big 5. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia,
7 (3): 333-350.
Midiastuty, Pratana, dan Mas’ud, Machfoedz,
2003. Analisis Hubungan Mekanisme Corporate
Governance dan Indikasi Manajemen Laba.
Seminar Nasional Akuntansi VI.
Morck, Randall, Andrei Shleifer, dan Robert W.
Vishny. 1988. Management Ownership and
Market Valuation: An Empirical Analysis. Journal
of Financial Economics, 20 (1): 293-315.
Nasution, M. dan Setiawan, D. 2007. Pengaruh
Corporate Governance Terhadap Manajemen
Laba di Industri Perbankan Indonesia. Simposium
Nasional Akuntansi X.
Nurlela, I. 2008. Pengaruh Corporate Social
Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan Dengan
Prosentase Kepemilikan Manajemen Sebagai
Variabel Moderating. Simposium Nasional
Akuntansi XI .
Ratifah, Ifa dan Mochammad Ridwan. 2012.
Komitmen Organisasi Memoderasi Pengaruh
Sistem Akuntansi Keuangan Daerah terhadap
Kualitas Laporan Keuangan. Jurnal Trikonomika,
11 (1): 29-39
Shleifer, Andrei dan Robert W. Vishny. 1997. A
Survey of Corporate Governance. The Journal of
Finance, 52 (2): 737-783.
Siallagan, Hamonangan dan Machfoedz, Mas’ud.
2006. Mekanisme Corporate Governance, Kualitas
Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional
Akuntansi IX.
Peran Mekanisme Corporate Governance sebagai Pemoderasi
Praktik Earning Management terhadap Nilai Perusahaan
59
Suaryana, A. 2005. Pengaruh Komite Audit Terhadap
Kualitas Laba. Simposium Nasional Akuntansi VIII.
Utama, Sidharta, dan F. Leonardo Z. 2006. Audit
Committee Composition, Control of Majority
Shareholders and Their Impact on Audit
Committee Effectiveness: Indonesia Evidence.
Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 9 (1): 21-34.
Veronica, Sylvia dan Yanivi S. Bachtiar. 2005.
Corporate Governance, Information Asymmetry,
and Earnings Management. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan Indonesia, 2 (1): 77-106.
Wahidahwati. 2002. Pengaruh Kepemilikan Manajerial
dan Kepemilikan Institusional pada Kebijakan
Hutang Perusahaan: Sebuah Perspektif Theory
Agency. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 5 (1).
60
Trikonomika
Vol. 12, No. 1, Juni 2013
Warfield, Terry D., John J. Wild, dan Kenneth L.
Wild. 1995. Managerial Ownership, Accounting
Choices, and Informativeness of Earnings. Journal
of Accounting and Economics, 20 (1): 61-91.
Wedari, L. K. 2004. Analisis Pengaruh Proporsi
Dewan Komisaris dan Keberadaan Komite Audit
Terhadap Manajemen Laba. Simposium Nasional
Akuntansi VIII.
Widyaningdyah, A. U. 2001. Analisis Faktor-Faktor
Yang Berpengaruh Terhadap Earning Management
Pada Perusahaan Go Public Di Indonesia. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan 3 (2).
Xie, B., Davidson, W.N., dan DaDalt, P.J. 2002.
Earnings management and corporate governance:
The role of the board and the audit committee.
Journal of Corporate Finance, 9: 295-316.
Mochammad Ridwan
Ardi Gunardi
Download