5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1 Definisi Diabetes melitus (DM) adalah merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia disebabkan karena abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.1 2.1.2 Klasifikasi Menurut American Diabetes Association (ADA) mengklasifikasikan diabetes melitus menurut etiologi dibagi menjadi empat kelompok yaitu1 : 1. Diabetes melitus tipe 1 Diabetes melitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) merupakan tipe diabetes melitus terbanyak pada anak dan didapatkan diberbagai negara termasuk Indonesia. Karena insiden ini terjadi dan memuncak pada usia remaja dini, pada masa dahulu diabetes melitus ini disebut diabetes juvenilis. Akan tetapi diabetes mellitus tipe 1 ini dapat timbul pada semua kelompok usia.14,15 Diabetes melitus tipe 1 umumnya terjadi kerusakan sel beta atau cacat dalam fungsi sel beta akibat proses autoimun yang menyebabkan kekurangan insulin absolut.3 Pada tipe 1, individu pengidap penyakit ini harus mendapat insulin pengganti.15 Gambaran klinis yang khas pada diabetes melitus tipe 1 berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan adanya penurunan berat badan yang progresif.14 2. Diabetes melitus tipe 2 Diabetes melitus tipe 2 atau Non-insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) merupakan penyakit yang sering dijumpai, meliputi lebih dari 90% populasi diabetes melitus. Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena mempunyai 2 faktor Universitas Sumatera Utara 6 penyebab yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Diabetes melitus tipe 2 mempunyai etiologi yang multifaktorial termasuk keturunan gen, umur, obesitas dan kurang olahraga.1 Wanita lebih banyak mengidap penyakit ini ketimbang pria.15 Diabetes melitus tipe 2 biasanya menyerang masyarakat yang berada pada usia produktif, yaitu sekitar 45-65 tahun.27 Hampir 50% kasus diabetes melitus tipe 2 tidak terdiagnosa dikarenakan gejalanya sering tidak disadari dan fase preklinisnya berlangsung selama 5-10 tahun.1 3. Diabetes melitus tipe lain Diabetes melitus tipe lain ini sering ditemukan di daerah tropis dan negera berkembang. Diabetes melitus tipe ini relatif jarang.3 Kemungkinan penyebabnya termasuk cacat genetik fungsi sel beta atau kerja insulin, penyakit pankreas eksokrin, endokrinopati, penggunaan obat atau bahan kimia, infeksi dan sindrom genetik tertentu.1 Dulu jenis ini disebut diabetes melitus terkait malnutrisi (MRDM), tetapi oleh karena patogenesis jenis ini tidak jelas maka jenis ini pada klasifikasi terakhir (1999) tidak lagi disebut sebagai MRDM melainkan disebut diabetes melitus tipe lain.4 4. Diabetes gestasional Diabetes gestasional adalah diabetes melitus yang timbul selama kehamilan. Biasanya terjadi pada trimester II dan III. Penyebab diabetes gestasional dianggap berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen serta hormon pertumbuhan yang menstimulasi insulin menjadi berlebihan yang terus menerus tinggi selama kehamilan.15 Publikasi pertama kali dilaporkan oleh Duncan pada tahun 1982 yang melaporkan sebanyak 22 wanita mengalami diabetes gestasional. Tingginya insiden pada diabetes gestasional ditemukan pada wanita hamil yang berusia tua, wanita yang melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4,5 kg, wanita yang kelebihan berat badan tetapi umur memiliki korelasi tertinggi terhadap terjadinya diabetes gestasional ini. Kebanyakan pasien dengan diabetes gestasional ini akan Universitas Sumatera Utara 7 kembali keadaan normal setelah kelahiran akan tetapi mempunyai resiko yang lebih besar untuk ibu terkena diabetes melitus tipe 2 di masa depan.1 2.1.3 Diagnosis Diagnosis diabetes melitus harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis klinis diabetes melitus umumnya bila ada keluhan khas berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain seperti lemah, kesemutan, gatal, dan mata kabur.4 Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan diagnosis diabetes melitus menurut American Diabetes Association (ADA). Bukan DM Kadar glukosa Belum pasti DM DM darah <110 110-199 ≥200 darah <110 110-125 ≥126 sewaktu (mg/dl) Kadar glukosa puasa (mg/dl) Pasien yang mengetahui dirinya menderita diabetes melitus harus diketahui jenis diabetes melitus yang dideritanya, perawatan yang pernah dilakukan, dan kontrol yang memadai pada diabetes melitusnya. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, pasien dapat dikelompokkan ke dalam kategori kelompok risiko spesifik, yaitu : a) Pasien dengan risiko rendah (Low Risk) Pada penderita dengan risiko rendah, yaitu kontrol metaboliknya baik dengan obat-obatan yang dalam keadaan stabil, asimptomatik, tidak ada komplikasi neurologik, vaskular maupun infeksi, kadar gula darah puasa <200mg/dl (<11,1 mmol/L) dan kadar HbA1c <7%. b) Pasien dengan risiko menengah (Moderate Risk) Pasien ini memiliki simptom yang sama dengan pasien dengan riskio rendah namun, berada dalam kondisi metabolik yang seimbang. Tidak terdapat riwayat Universitas Sumatera Utara 8 hipoglikemik atau ketoasidosis dan komplikasi diabetes yang terlihat. Kadar gula darah puasa <250mg/dl (13,9 mmol/L) dan kadar HbA1c sekitar 7-9%. c) Pasien dengan risiko tinggi (High Risk) Penderita dengan risiko tinggi memiliki komplikasi dan kontrol metabolik yang sangat buruk, seringkali mengalami hipoglikemi atau ketoasidosis dan sering membutuhkan injeksi insulin. Glukosa darah puasa dapat meningkat tajam, terkadang melampaui 250mg/dl dan konsentrasi HbA1c > 9%.7 2.1.4 Patofisiologi Glukosa mempunyai peranan yang penting dalam menstimulus sekresi insulin. Insulin adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel pankreas yang berfungsi sebagai regulator utama dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Insulin juga bertanggung jawab dan mempertahankan kadar gula darah agar tetap normal. Jumlah asupan karbohidrat akan mempengaruhi jumlah produksi dan sekresi insulin yang dihasilkan.16 Pada orang dengan metabolisme normal, insulin dilepaskan dari sel-sel beta pulau langerhans pankreas setelah makan dan mengirim sinyal kepada insulin dalam tubuh untuk menyerap glukosa. Hal ini akan menurunkan kadar glukosa darah.17 Pada orang yang normal, kadar glukosa darah biasanya antara 60-110 mg/dl.3 Pada diebetes melitus tipe 2 mempunyai dua faktor penyebab yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Resistensi insulin adalah dimana sel-sel tubuh tidak memberikan respon atau kurangnya sensitivitas terhadap insulin yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan glukosa dalam darah dan pemasukan glukosa ke dalam sel akan terhambat. Sedangkan gangguan sekresi insulin adalah dimana ketidakmampuan organ pankreas untuk memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup mengakibatkan produksi insulin berkurang dan masuknya glukosa ke dalam sel akan terhambat. Kedua keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.18 Pada saat hiperglikemia, ginjal akan menarik tambahan air dari darah untuk menghancurkan glukosa. Glukosa disekresikan dalam urin disertai pengeluaran cairan Universitas Sumatera Utara 9 dan elektrolit yang berlebihan mengakibatnya terjadi peningkatan dalam berkemih (poliuria). Akibat adanya poliuria yang menyebabkan berkurangnya cadangan air tubuh, sehingga tubuh mengirimkan sinyal ke pusat otak dan menyebabkan sering merasa haus (polidipsia). Lalu karena sel-sel kekurangan glukosa, penderita akan mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia). Inilah tanda klasik dan simptom dari diabetes melitus tipe 2.3 Penyakit diabetes melitus memang bukan merupakan penyebab utama kematian. Namun, komplikasi akut yang ditimbulkannya merupakan keadaan gawat darurat yang tinggi angka kematiannya, sedangkan komplikasi kronik seperti stroke, kebutaan, penyakit jantung koroner, penyakit ginjal kronik, luka yang sulit sembuh, dan impotensi merupakan masalah besar bagi kelangsungan hidup dan produktivitas penderita serta memberikan beban biaya yang cukup mahal.2 2.1.5 Faktor Risiko Faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes melitus tipe 2 menurut American Diabetes Association (ADA), yaitu : 1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah a. Riwayat keluarga Faktor keturunan merupakan faktor pemicu penyakit diabetes melitus yang paling umum yang tidak dapat dirubah. Seorang anak dapat mewarisi gen penyebab diabetes melitus orang tua. Biasanya, seseorang akan menderita diabetes melitus mempunyai anggota keluarga yang juga terkena penyakit tersebut. b. Usia Usia dapat menjadi faktor resiko karena seiring bertambahnya umur terjadi penurunan fungsi-fungsi organ tubuh, termasuk reseptor yang membantu pengangkutan glukosa ke jaringan. Reseptor ini semakin lama akan semakin tidak peka terhadap adanya glukosa dalam darah. Sehingga yang terjadi adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah. Universitas Sumatera Utara 10 c. Jenis kelamin Pada usia kurang dari 40 tahun, pria dan wanita memiliki risiko yang sama mengalami diabetes melitus. Sedangkan pada usia lebih dari 40 tahun, wanita lebih berisiko mengalami diabetes melitus. Pada wanita yang telah mengalami menopause, gula darah lebih tidak terkontrol karena terjadi penurunan produksi hormon estrogen dan progesteron. Hormon estrogen dan progesteron ini mempengaruhi sel-sel merespon insulin. d. Ras Peningkatan penderita diabetes melitus di wilayah Asia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan benua lainnya. Bahkan diperkirakan lebih dari 60% penderita berasal dari Asia. e. Riwayat diabetes pada kehamilan Mendapatkan diabetes selama kehamilan dapat meningkatkan risiko diabetes melitus tipe 2 untuk 10 tahun yang akan datang.21,22 2. Faktor lainnya a. Obesitas Obesitas atau kegemukan bisa menyebabkan tubuh seseorang mengalami resistensi terhadap hormon insulin. Sel-sel tubuh bersaing ketat dengan jaringan lemak untuk menyerap insulin. Akibatnya organ pankreas akan dipacu untuk memproduksi insulin sebanyak-banyaknya sehingga menjadikan organ ini menjadi kelelahan dan akhirnya rusak. b. Kurang olahraga Kurang olahraga menjadi faktor cukup besar untuk seseorang mengalami kegemukan dan melemahkan kerja organ-organ vital seperti jantung, liver, ginjal, dan juga pankreas yang dapat memicu penyakit diabetes melitus. c. Hipertensi Hipertensi disebabkan karena adanya zat angiotensin II. Angiotensin II dibentuk dari angiotensin I dalam darah oleh angiotensin converting enzyme (ACE). Zat ini dapat menghambat laju aliran darah dalam tubuh dan juga dapat menghambat Universitas Sumatera Utara 11 pelepasan insulin pada saluran pankreas dan akhirnya berperan dalam meningkatkan risiko untuk terserang penyakit diabetes melitus tipe 2. d. Konsumsi obat-obatan Konsumsi obat-obatan dalam jangka waktu yang lama diyakini akan memberikan efek negatif yang tidak ringan bahkan bisa meningkatkan risiko terkena diabetes melitus karena bisa merusak pankreas dan mengakibatkan fungsi pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin.22 2.1.6 Manifestasi Oral Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat adanya manifestasi dalam rongga mulut yaitu periodontitis, xerostomia, burning mouth syndrome, kandidiasis dan oral lichen planus.10 2.1.6.1 Periodontitis Periodontitis merupakan peradangan atau infeksi pada jaringan periodonsium yaitu gingiva, tulang alveolar, sementum dan ligamen periodontal yang ditandai dengan kehilangan perlekatan dan resorpsi tulang alveolar.24 Pada pemeriksaan klinis terdapat peningkatan kedalaman probing, perdarahan saat probing, dapat juga ditemukan kemerahan dan pembengkakan gingiva. Periodontitis dapat berkembang dari gingivitis yang tidak dirawat. Secara klinis pada awalnya terlihat peradangan pada gingiva di servikal gigi dan warnanya lebih merah. Pada keadaan ini sudah terdapat keluhan berupa perdarahan spontan atau perdarahan yang terjadi waktu menyikat gigi. Bila gingivitis ini terus belanjut tanpa perawatan, infeksi akan meluas dari gingiva ke arah tulang dibawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan periodonsium yaitu kehilangan perlekatan yang banyak dan terbentuknya saku periodontal.23,33 Telah dijelaskan bahwa ada hubungan antara diabetes melitus dengan periodontitis dan tingkat kontrol glikemik menjadi faktor penting dalam hubungan ini. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang sangat berpengaruh Universitas Sumatera Utara 12 terhadap kesehatan jaringan periodonsium.30 Pada penderita diabetes melitus secara signifikan terjadi kehilangan perlekatan pada jaringan peridonsium. Suatu studi yang dilakukan Bridges dkk menemukan bahwa pada penderita diabetes melitus mempengaruhi semua parameter periodontal, termasuk skor pendarahan, kedalaman probing, kehilangan perlekatan dan gigi yang hilang.20 Buruknya kontrol gula darah dapat memperparah kerusakan jaringan periodonsium. Kandungan glukosa yang terdapat didalam cairan sulkus gingiva dan darah dapat mengubah lingkungan dari mikroflora dalam rongga mulut sehingga terjadi perubahan kualitatif bakteri yang berpengaruh terhadap keparahan dari penyakit periodontal.9,23,26 Gambar 1. Periodontitis28 Penderita diabetes melitus lebih rentan terhadap terjadinya infeksi. Keadaan hiperglikemia menyebabkan menurunnya aktivitas leukosit polimorfonukleus (LPN) yang berfungsi sebagai antimikrobial dengan cara fagositosis. Apabila terjadi gangguan atau defisiensi LPN maka akan menyebabkan gangguan kemotaksis dan defek fagositosis yang berperan sebagai pertahanan terhadap bakteri patogen dan menyebabkan rentan terhadap infeksi dan akibatnya kerusakan yang parah pada jaringan periodonsium.9,14,33 Pada penderita diabetes melitus yang mengalami hiperglikemia terjadi pula perubahan metabolisme kolagen, dimana terjadi peningkatan aktivitas kolagenese dan penrurunan sintesis kolagen. Kolagen yang terdapat didalam jaringan cenderung lebih mudah mengalami kerusakan akibat infeksi periodontal.20,24 Universitas Sumatera Utara 13 2.1.6.2 Xerostomia Xerostomia didefinisikan sebagai keluhan subjektif pada pasien berupa adanya rasa kering akibat aliran saliva berkurang.35 Saliva memainkan peranan penting dalam menjaga kesehatan rongga mulut.30 Saliva berfungsi untuk menjaga rongga mulut tetap basah, membantu dalam pengunyahan, penelanan dan proses bicara. Apabila terjadi penurunan aliran saliva dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada rongga mulut, nyeri, kesulitan berbicara dan sukar mengunyah makanan, sehingga apabila seseorang yang mengalami xerostomia menyebabkan dampak dan pengaruh negatif yang dapat menganggu kualitas hidupnya.33 Xerostomia dapat disebabkan antara lain karena terapi penyinaran, pemakaian obat-obatan, penyakit sistemik dan penyakit yang berhubungan dengan kelenjar saliva. Xerostomia merupakan keluhan umum yang terjadi diantara pada usia lanjut dan menurut penelitian sebelumnya sebanyak 30% berusia 65 tahun mengalami xerostomia.25 Gambar 2. Xerostomia34 Penderita diabetes melitus dapat menyebabkan komplikasi mikrovaskular berupa retinopati, nefropati dan neuropati. Salah satu komplikasi neuropati adalah gangguan saraf simpatis dan parasimpatis, dimana akan berakibat pada penurunan sekresi saliva dan mulut terasa kering (xerostomia). Pada penderita diabetes melitus juga mengalami poliuria atau meningginya jumlah urin mengakibatkan jumlah cairan dalam tubuh berkurang dan sekresi saliva juga berkurang. Keadaan berkurangnya produksi saliva (hiposalivasi) dapat mengakibatkan mulut kering (xerostomia). Universitas Sumatera Utara 14 Xerostomia merupakan gejala yang paling sering ditemukan dalam rongga mulut penderita diabetes melitus tipe 2.25,34 Penelitian yang dilakukan oleh Hamadneh dan Dweiri tahun 2012 melaporkan bahwa dari 62 pasien diabetes melitus tipe 2 dengan kontrol glikemik yang buruk, sebanyak 87% mengalami xerostomia.14 2.1.6.3 Kandidiasis Kandidiasis merupakan suatu infeksi oportunistik berupa lesi putih yang terdapat dalam rongga mulut dan disebabkan oleh pertumbuhan yang berlebihan dari jamur candida sp, yaitu candida albicans. Salah satu bentuk kandidiasis yang paling umum adalah kandidiasis pseudomembran akut.29 Kandidiasis pseudomembran akut (thrush) adalah suatu infeksi akibat tumbuhan berlebihan dari jamur candida albicans. Tampak sebagai plak mukosa yang putih, difus, bergumpal atau seperti beludru yang dapat dihapus dan meninggalkan permukaan merah, kasar, atau berdarah. Biasanya dijumpai pada mukosa pipi, lidah, dan palatum lunak. Secara klinis, plak-plak putih tersebut tampak dalam kelompok-kelompok yang mempunyai tepi eritematous. Faktor predisposisi dari kandidiasis termasuk usia, diabetes melitus, defisiensi imun, malnutrisi, pasien yang mengidap HIV/AIDS atau leukemia, dan penggunaan obat-obatan. Diagnosis ini biasanya mudah dilihat dan merupakan salah satu bentuk yang paling umum yang terjadi di rongga mulut.29,30,33 Dalam rongga mulut yang sehat, saliva mengandung enzim-enzim antimikroba, yaitu lactoferin, perioxidase, lysozyme dan IgA. Saliva memiliki efek self-cleansing yang melarutkan antigen patogenik dan membersihkan mukosa mulut. Kandungan antibodi saliva (IgA) dan antimikroba dalam saliva berperan penting dalam mencegah perlekatan dan pertumbuhan dari kolonisasi infeksi kandida. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 terjadi gangguan pada saliva yang menyebabkan penurunan/berkurangnya fungsi saliva sehingga memudahkan terjadi infeksi kandida. Kandidiasis merupakan salah satu infeksi yang paling sering ditemukan pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan kontrol glikemik yang buruk.35 Universitas Sumatera Utara 15 Gambar 3. Oral Thrush36 Suatu penelitian yang dilakukan oleh Gupta S (2011) melaporkan bahwa dari 50 pasien diabetes melitus terkontrol dan 50 pasien tidak terkontrol, ditemukan sebanyak 15 pasien (30%) yang mengalami kandidiasis, sedangkan pada pasien terkontrol, kandidiasis ditemukan hanya 1 pasien (2%).28 2.1.6.4 Burning Mouth Syndrome (BMS) Burning mouth syndrome (BMS) adalah kondisi yang menyakitkan dimana sering didefenisikan sebagai sensasi nyeri dan panas di lidah, bibir, palatum ataupun seluruh rongga mulut. Ditandai dengan rasa sakit, terbakar dan terasa gatal yang mempengaruhi mukosa oral.33 Sensasi terbakar dari sedang sampai parah adalah gejala utama dari BMS dan dapat bertahan selama sebulan atau tahun. Bagi sebagian orang sensasi terbakar dimulai pada pagi hari, meningkat pada sore hari dan sering reda pada malam hari. Beberapa merasa sakitnya datang secara konstan dan ada juga rasa sakitnya muncul dan tiba-tiba menghilang dengan sendirinya.31 Penyebab pasti tidak diketahui, tetapi telah dikaitkan dengan beberapa kondisi seperti xerostomia, menopause, infeksi kandida, diabetes melitus yang tidak terkontrol, terapi kanker dan masalah psikologis.30,33 Pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol, xerostomia dan kandidiasis berkontribusi pada gejala yang terkait dengan burning mouth syndrome.1 Adanya kerusakan saraf akibat komplikasi mikrovaskular pada diabetes melitus akan mendukung terjadinya rasa sakit/terbakar yang disebabkan adanya perubahan patologis pada saraf-saraf dalam rongga mulut. Penelitian yang dilakukan Universitas Sumatera Utara 16 oleh Hamadneh dan Dweiri (2012) melaporkan bahwa dari 62 pasien yang tidak terkontrol sebanyak 48% pasien mengalami burning mouth syndrome.14 2.1.6.5 Oral Lichen Planus Oral lichen planus merupakan penyakit inflamasi kronis yang bersifat autoimun, biasanya melibatkan mukosa rongga mulut. Penyebab penyakit ini akibat rusaknya sel basal dengan latar belakang kondisi imunologis yang penyebabnya tidak diketahui. Diduga merupakan keadaan yang abnormal dari respon imun sel T. Stres, genetik, makanan, obat-obatan, penyakit sistemik dan oral higiene yang buruk diduga menjadi faktor pemicu terjadinya oral lichen planus.33 Penyakit ini memiliki beberapa bentuk manifestasi klinis yang dapat mengakibatkan pasien tidak merasa nyaman dengan rongga mulutnya. Beberapa bentuk manifestasi klinis dari oral lichen planus terdiri atas retikular, plak, atropik, erosif, papula dan bula. Lesi-lesi ini biasanya terjadi bilateral pada mukosa bukal, gingival, lidah dan bibir. Tipe retikular merupakan bentuk umum dari oral lichen planus. Biasanya muncul dengan gambaran striae-striae keratorik putih (wickham striae) dengan batas eritema. Tipe plak mulai dari bentuk rata, halus hingga irregular. Biasanya ditemui pada lidah dan mukosa bukal. Tipe retikular dan plak biasanya tidak menimbulkan rasa sakit. Sedangkan bentuk umum yang kedua dari oral lichen planus adalah tipe erosif berupa gambaran area eritema dan ulserasi. Tipe atropik biasanya difus, eritematus yang dikelilingi striae putih. Tipe erosif dan atropik ini biasanya menimbulkan rasa sakit dan ketidaknyamanan pasien. Tipe papula biasanya muncul pada tahap awal penyakit. Sedangkan bentuk bula biasanya langsung pecah dan meninggalkan gambaran erosif. Bentuk bula ataupun papula paling jarang terlihat dan tipe ini sering terlihat dengan tipe retikular (termasuk tipe campuran).30,32,34 Hubungan antara oral lichen planus dan diabetes melitus tipe 2 secara luas telah diteliti, tetapi masih tetap menimbulkan perdebatan. Pada penderita diabetes melitus tipe 2, sel-sel tubuh tidak memberikan respon atau kurangnya sensitivitas terhadap insulin yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan glukosa dalam darah dan pemasukan glukosa kedalam sel akan terhambat. Akibatnya sel-sel kekurangan Universitas Sumatera Utara 17 asupan glukosa yang akan menjadi sumber energi pada tubuh manusia dan akan mempengaruhi sistem imun tubuh yang akan merusak sel basal yang diduga sebagai benda asing sehingga menyebabkan perubahan pada permukaan sel.32,33 Penelitian yang dilakukan oleh Bastos dkk (2011) menyatakan bahwa sebanyak 6,1% mengalami oral lichen planus pada penderita diabetes melitus tipe 2. Tingginya prevalensi oral lichen planus pada penderita diabetes melitus tipe 2 bisa disebabkan karena kondisi diabetes melitus ini dapat memperparah lesi oral lichen planus.37 Gambar 4. Oral lichen planus34 Universitas Sumatera Utara 18 2.2 Kerangka Teori Diabetes melitus tipe 2 Resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin Faktor risiko • • • • • Riwayat keluarga Umur Jenis kelamin Ras Diabetes gestasional Kadar gula darah ↑ Manifestasi oral • • • • • Periodontitis Xerostomia Kandidiasis Burning mouth syndrome (BMS) Oral lichen planus Universitas Sumatera Utara 19 2.3 Kerangka Konsep Penderita diabetes melitus tipe 2 dengan risiko tinggi • • • • • Periodontitis Xerostomia Kandidiasis Burning mouth syndrome (BMS) Oral lichen planus Universitas Sumatera Utara