analisis metode perlakuan akuntansi produk sampingan terhadap

advertisement
ANALISIS METODE PERLAKUAN AKUNTANSI
PRODUK SAMPINGAN TERHADAP PENENTUAN
HARGA POKOK PRODUKSI PRODUK UTAMA
PADA PT. SINAR PEMATANG MULIA
Oleh
Evy Conny Maryati Silaban
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014
ABSTRAK
ANALISIS METODE PERLAKUAN AKUNTANSI PRODUK SAMPINGAN
TERHADAP PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI PRODUK UTAMA
PADA PT. SINAR PEMATANG MULIA
Oleh :
Evy Conny Maryati Silaban
PT. Sinar Pematang Mulia merupakan perusahaan yang menghasilkan produk bersama
(joint product). Produk yang dihasilkan terdiri dari Tapioka yang merupakan produk
utama (main product) dan onggok yang merupakan produk sampingan (by
product).Produk sampingan yang dihasilkan oleh PT. Sinar Pematang Mulia dalam hal ini
onggok dapat langsung dijual setelah titik pemisahaan (split off point) tanpa proses
pengolahan lebih lanjut. Nilai penjualan produk utama untuk tahun 2011 adalah sebesar
Rp. 270.143.510.000,- , sedangkan untuk produk sampingannya adalah sebesar Rp.
3.049.937.500,- atau kurang lebih sebesar 0,56%dari total nilai penjualan produk utama.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mencari alternatif pemilihan metode
perlakuan akuntansi atas hasil penjualan produk sampingan yang paling tepat dalam
menghitung besarnya harga pokok produksi produk utama.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa produk sampingan yang dihasilkan dapat langsung
dijual tanpa adanya proses pengolahan lebih lanjut dan tidak terdapat pengalokasian
biaya bersama (joint cost) terhadap produk sampingan, oleh karena itu dalam penelitian
ini, alat analisis yang digunakan adalah metode perlakuan akuntansi produk sampingan
tanpa harga pokok yang terdiri dari empat macam metode yaitu :
1. Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai penghasilan diluar
usaha.
2. Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai penambah penjualan
produk utama.
3. Hasil penjulan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang harga pokok
penjualan.
4. Hasil penjualan produk utama diperlakukan sebagai pengurang harga pokok
produksi.
Dalam pembahasan, dilakukan dengan cara mengalokasikan hasil penjualan produk
sampingan ke dalam keempat metode diatas. Hasil dari pembahasan tersebut secara
ringkas adalah : jika hasil penjualan produk sampingan bersih diperlakukan sebagai
penghasilan diluar usaha dan sebagai penambah penjualan produk utama maka
dihasilkan laba sebelum pajak sebesar Rp. 83.417.083.137,56 ,-dan harga pokok
penjualan sebesar Rp. 177.194.892.733,00 dan nilai persediaan akhir produk utama
sebesar Rp. 78.898.118.750,00
.
Jika hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang harga pokok
penjualan maka dihasilkan laba sebelum pajak sebesar Rp. 83.417.083.137,56 dengan
harga pokok penjualan sebesar Rp. 174.144.955.233,00 serta nilai persediaan akhir
produk utama sebesar Rp. 78.898.118.750,00
.
Sedangkan jika hasil penjualan produk sampingan bersih diperlakukan sebagai pengurang
harga pokok produksi maka dihasilkan laba sebelum pajak sebesar Rp.
82.699.621.975,56
dengan harga pokok penjualan sebesar Rp. 174.862.416.395,00 serta nilai persediaan
akhir produk utama sebesar Rp. 78.180.657.588,00.
ABSTRACT
ANALYSIS OF BY-PRODUCT ACCOUNTING TREATMENT METHOD ON THE
DETERMINATION OF COST OF GOODS MANUFACTURED OF MAIN PRODUCT
IN SINAR PEMATANG MULIA COMPANY
By :
Evy Conny Maryati Silaban
Sinar Pematang Mulia Company is a company that produce a joint product. The
product it is made consists of tapioca, which is the main product, and pile as the byproduct. The by-product made by Sinar Pematang Mulia Company, in this case, the pile,
could be directly sold after the split off point without further processing. Sales value of
main product in 2011 is amounting at Rp. 270,143,510,000, while the by-product valued
at Rp. 3,049,937,500, or around 0.56% of total main product’s sales value.
The main purpose of this bachelor thesis is to find an alternative to accounting
treatment method selection on byproduct’s sales result that shall be the most correct
method in calculating the total main product’s cost of goods manufactured.
As already explained that by-product resulted can be directly sold without further
processing and no allocation of joint cost over by-product. Hence, in this bachelor thesis,
the analysis tools used herein is by-product accounting treatment method without harga
pokok comprising as follows:
1. By-product sales result is treated as income out of business.
2. By-product sales result is treated as an additional to main product’s sales.
3. By-product sales result is treated as a deduction to cost of goods sold.
4. By-product sales result is treated as a deduction to cost of goods
manufactured.
In the discussion section, it is done by allocating all by-products sales results into
the four aforementioned methods. In short, result of the discussion is: if net by-products’
sales result is treated as income out of business and as addition to main product’s selling,
the profit gained before taxes amounts to Rp. 83,417,083,137.56 and the cost of goods
sold is Rp. 177,194,892,733 and main product’s final inventory is Rp. 78,898,118,750.
If the by-products’ sales value is treated as deduction to cost of goods sold, the
profit gained before taxes is Rp. 83,417,083,137.56 with the cost of goods sold valued at
Rp. 174,144,955,233 and the main product’s final inventory is at Rp. 78,898,118,750.
Meanwhile, if net by-products’ sales result is treated as deduction to cost of goods
manufactured, the profit gained before taxes valued at Rp. 82,699,621,975.56, with the
cost of goods sold amounted at Rp. 174,862,416,395 and the main product’s final
inventory amounted to Rp. 78,180,657,588.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kondisi perekonomian Indonesia seperti sekarang ini, pemerintah berusaha keras
memacu ekspor non migas untuk mendapatkan devisa bagi negara yang bertujuan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan menciptakan perekonomian yang
mandiri dan handal.
Setiap perusahaan mempunyai tujuan yang sama yaitu mendapatkan laba semaksimal
mungkin sehingga dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Laba terutama
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu volume penjualan, harga jual, dan biaya. Untuk
merealisasikan laba yang diharapkan pihak manajemen dapat melakukan berbagai cara
antara lain:
a.
Menekan biaya produksi maupun biaya operasi serendah mungkin dengan
mempertahankan tingkat harga jual dan volume yang ada.
b.
Menentukan harga jual sedemikian rupa sehingga sesuai dengan laba yang
dikehendaki.
c.
Meningkatkan volume penjualan sebesar mungkin.
(S. Munawir, 1990: 184)
Pengolahan produk bersama dapat dihasilkan produk utama dan produk sampingan.
Produk utama (main product) adalah produk yang merupakan tujuan utama operasi
perusahaan dengan kuantitas dan harga jual relatif lebih besar. Sedangkan produk
sampingan (by product) adalah produk yang bukan tujuan utama operasi perusahaan
tetapi tidak dapat dihindarkan terjadinya dalam proses pengolahan produk disebabkan
sifat bahan yang diolah atau karena sifat pengolahan produk, kuantitas dan harga jual
relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan total pendapatan. Produk sampingan yang
dihasilkan perusahaan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu:
1. Produk sampingan yang siap dijual setelah dipisah dari produk utama tanpa
diproses lebih lanjut.
2. Produk sampingan yang memerlukan proses pengolahan setelah dipisahkan dari
produk utama agar siap dijual.
3. Produk sampingan yang siap dijual setelah dipisah dari produk utama dan dapat
pula diproses lebih lanjut agar dapat dijual dengan nilai lebih tinggi.
( Drs. R. A. Supriyono, 1999: 247)
PT. Sinar Pematang Mulia merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang
industri tepung tapioka yang menghasilkan produknya dari biaya bersama (joint cost)
dengan memanfaatkan ubi kayu (singkong) sebagai bahan bakunya. Produk yang
dihasilkan adalah tapioka dan ongggok yang sangat bermanfaat bagi bahan baku industri.
Tepung tapioka merupakan produk utama yang dapat digunakan sebagai bahan untuk
industri tekstil, kertas, farmasi, makanan dan lain-lain. Sedangkan onggok merupakan
produk sampingan yang bermanfaat sebagai bahan baku makanan ternak dan sebagainya.
Adapun perkembangan volume produksi tapioka dan onggok PT. Sinar Pematang Mulia
pada tahun 2009 – 2011 dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
Tabel 2: Hasil Produksi Tapioka dan Onggok PT. Sinar Pematang Mulia tahun 20092011
Tahun
2009
2010
2011
Volume Produksi (Kg)
Tapioka
332.629.500
311.727.000
325.327.200
%
1,07
0,96
Onggok
39.915.540
34.289.970
42.292.536
%
1,16
0,81
Jumlah
372.545.040
346.016.970
367.619.736
Produk sampingan ini memiliki biaya produksi setelah titik pemisahan (separable cost)
karena diperlukannya proses pengeringan setelah terpisah dari produk utama. Yang
meliputi biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik saja, dengan tidak
menggunakan biaya bahan baku lagi karena onggok tidak diolah lebih lanjut untuk
menjadi produk baru. Biaya produksi yang timbul setelah titik pemisahan (split off point)
ini oleh perusahaan dibebankan kepada produk utama.
Dalam laporan laba rugi (PT. Sinar Pematang Mulia) memperlakukan pendapatan
penjualan produk sampingan sebagai pendapatan lain-lain sebesar nilai kotornya.
Berdasarkan uraian keadaan PT. Sinar Pematang Mulia diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul ” Analisis Metode Perlakuan Akuntansi Produk
Sampingan Terhadap Penentuan Harga Pokok Produksi Produk Utama Pada PT.
Sinar Pematang Mulia ”.
%
1,08
0,94
1.2 Permasalahan
Dalam akuntansi produk sampingan timbul kesulitan dalam memperlakukan pendapatan
penjualan produk sampingan tersebut. PT. Sinar Pematang Mulia selama ini
menggunakan metode tanpa harga pokok dengan memperlakukan pendapatan penjualan
produk sampingan sebagai pendapatan lain-lain (diluar usaha) sebagai nilai kotornya.
Perusahaan juga membebankan seluruh biaya produksi kepada produk utama baik biaya
produksi produk sampingan sebelum titik pemisahan maupun biaya produksi sampingan
setelah terpisah dari produk utama sehingga harga pokok produk sampingan dan
persediaannya tidak dihitung oleh perusahaan. Kondisi ini menyebabkan harga pokok
produksi produk utama menjadi lebih tinggi dari harga yang sebenarnya selain itu juga
menyebabkan adanya kemungkinan penyimpangan karena kurangnya pengawasan dari
manajemen .
Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengemukakan permasalahan ” Metode
perlakuan produk sampingan apakah yang dapat memberikan informasi harga pokok
masing-masing produk dengan lebih tepat dan akurat? ”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Mengetahui metode yang tepat dan akurat dalam perlakuan akuntansi produk
sampingan terhadap perhitungan harga produk utama dan produk sampingan.
2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi perusahaan dalam hal penilaian terhadap
biaya produk sampingan.
1.4 Kerangka Pemikiran
Banyak
dijumpai
bahwa
perusahaan
sering
mengalami
kesulitan
dalam
mengalokasikan biaya yang terjadi karena adanya produk bersama atau produk
sampingan. Metode akuntansi yang dapat digunakan untuk memperlakukan produk
sampingan tersebut dapat dibagi menjadi dua golongan:
1. Metode tanpa harga pokok (non cost methods)
Metode yang tidak mencoba harga pokok produk sampingan atau persediaannya,
tetapi memperlakukan pendapatan penjualan produk sampingan sebagai
pendapatan atau pengurang biaya produksi. Metode-metode tersebut adalah :
a. Metode pengakuan pendapatan kotor
Dalam perhitungan laba rugi pendapatan penjualan produk sampingan
diperlakukan sebagai:
1. Pendapatan lain-lain.
2. Tambahan pendapatan penjualan produk utama.
3. Pengurang harga pokok penjualan produk utama.
4. Pengurang total biaya produksi produk utama.
b. Metode pengakuan pendapatan bersih
Metode ini mencatat biaya produksi produk sampingan setelah terpisah
dari produk utama. Pendapatan penjualan produk sampingan selanjutnya
dikurangi dengan biaya produksi produk sampingan setelah terpisah dari
produk utama.
2. Metode harga pokok (cost methods)
Pada metode dengan harga pokok, produk sampingan memperoleh alokasi biaya
produksi sebelum dipisah dengan produk utama.
a. Metode biaya pengganti (replacement cost methods)
Metode ini biasanya digunakan dalam perusahaan yang produk
sampingannya dipakai dalam pabrik sebagai bahan baku atau bahan
penolong (tidak dijual).
b. Metode nilai pasar (reversal cost methods)
Pada metode ini produk sampingan memperoleh alokasi biaya produksi
sebelum dipisah dengan produk utama sebesar taksiran harga jual semua
produk sampingan dikurangi dengan taksiran laba kotor produk
sampingan.
1.5 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, permasalahan, dan kerangka pemikiran yang telah
diuraikan diatas maka dapat diajukan hipotesis bahwa PT. Sinar Pematang Mulia
dalam memperlakukan pendapatan penjualan produk sampingan sebagai pendapatan
lain-lain dengan menggunakan metode pengakuan pendapatan kotor belum dapat
memberikan informasi yang tepat dan akurat dalam penentuan harga pokok masingmasing produknya.
1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing dibagi dalam sub-sub bab
sebagai berikut :
BAB I
PENDAHULUAN
Pendahuluan terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan,
kerangka pemikiran, hipotesis, metode penelitian, alat analisis, dan
sistematika penulisan.
BAB II
LANDASAN TEORI
Bagian ini berisi tentang akuntansi biaya,pengertian dan klasifikasi biaya,
pengertian dan unsur-unsur biaya produksi, harga pokok produk, sitem
harga pokok pesanan,sistem harga pokok proses, dan departementalisasi
biaya overhead pabrik.
BAB III
0B
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini memuat tentang tempat dan waktu penelitian, sumber data,
dan teknik pengumpulan data, alat analisis.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab ini berisikan analisis kualitatif dan kuantitatif dari perhitungan
yang dihasilkan.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Berisikan tentang simpulan dari uraian sebelumnya dan saran yang dapat
dijadikan sebagai bahan masukan bagi perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
II. LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Biaya
Akuntan mendefinisikan biaya (cost) sebagai ”suatu sumber daya yang dikorbankan
(sacrificed) atau dilepaskan (forgone) untuk mencapai tujuan tertentu”, Charles T.
Horngren dan Srikant M. Datar dan Gerge Foster, 2008, Akuntansi Biaya:Penekanan
Manajerial Jilid I, Edisi ke-11, PT. Indeks, Jakarta, 34.
Menurut William K. Carter dan Milton F. Usry (2004:30), biaya (cost) seringkali
disamakan dengan beban (expense). Tetapi sesungguhnya hal tersebut berbeda, dimana
beban dapat didefinisikan sebagai aliran keluar terukur dari barang atau jasa yang
kemudian ditandingkan dengan pendapatan untuk menentukan laba, atau sebagai
pengurang aktiva bersih akibat digunakannya jasa-jasa ekonomis untuk menciptakan
pendapatan atau karena pengenaan pajak oleh badan-badan pemerintah. Dan beban dalam
arti luas dapat didefinisikan sebagai biaya yang telah habis dipakai (expired) yang dapat
dikurangkan dengan pendapatan.
2.4 Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk produksi yaitu bahan baku,
tenaga kerja, dan biaya tetap ditambah dengan barang dalam proses pada awal periode
dikurangi dengan barang dalam proses akhir periode atau merupakan biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam pengolahan bahan baku menjadi suatu produk. Harga barang yang
diproduksi meliputi semua biaya langsung dipakai, upah langsung, serta biaya produksi
tak langsung dengan memperhitungkan saldo awal dan saldo akhir barang dalam
pengelahan. (Ikatan Akuntan Indonesia, PSAK).
Dalam pembuatan suatu produk, ada dua kelompok biaya yang muncul, yaitu biaya
produksi dan non produksi. Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan
dalam proses pengolahan bahan baku menjadi produk, sedangkan biaya non produksi
merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan non produksi seperti kegiatan
pemasaran, administrasi, dan kegiatan umum lainnya.
Metode Penentuan Harga Pokok Produksi
Dalam hal perhitungan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi, terdapat dua
pendekatan utama, yaitu :
1. Metode Harga Pokok Pesanan-Full Costing
Metode ini merupakan penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan unsur
biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung, dan biaya overhead, baik yang bersifat variabel maupun tetap.
Dengan demikian harga pokok produksi menurut metode full costing terdiri dari unsurunsur biaya sebagai berikut :
Biaya Bahan Baku
Rp. xxx
Biaya Tenaga Kerja
Rp. xxx
Biaya Overhead Pabrik Variabel
Rp. xxx
Biaya Overhead Pabrik Tetap
Rp. xxx +
Harga Pokok Produksi
Rp. xxx
Harga pokok produk yang dihitung berdasarkan metode ini terdiri dari unsur-unsur harga
pokok produksi, seperti telah dijelaskan di atas, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel, biaya overhead tetap, yang kemudian
ditambah dengan biaya non produksi, yaitu biaya administrasi umum, serta biaya
pemasaran.
Suatu perusahaan yang produksinya didasarkan pada pesanan, maka informasi harga
pokok produk per pesanan akan bermanfaat bagi manajemen guna :
a. menentukan harga jual yang akan dibebankan terhadap konsumen;
b. mempertimbangkan penerimaan atau penolakan pesanan;
c. memantau realisasi biaya produksi;
d. menghitung laba atau rugi setiap pesanan
e. menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang
disajikan dalam neraca.
2. Metode Harga Pokok Variable Costing
Metode ini merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya
memperhitungkan biaya produksi yang bersifat variabel ke dalam harga pokok produksi,
yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead
variabel. Dengan demikian harga pokok produksi menurut metode variable costing ini
terdiri dari unsur biaya produksi sebagai berikut :
Biaya Bahan Baku
Rp. xxx
Biaya Tenaga Kerja
Rp. xxx
Biaya Overhead Pabrik Variabel
Rp. xxx +
Harga Pokok Produksi
Rp. xxx
Harga pokok produk yang dihitung berdasarkan metode ini terdiri dari unsur-unsur harga
pokok variabel, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead
variabel, yang kemudian ditambahkan dengan biaya non produksi variabel, yaitu biaya
administrasi umum variabel, dan biaya pemasaran variabel, serta ditambahkan pula
dengan biaya tetap, yaitu biaya overhead tetap, biaya administrasi umum tetap, biaya
pemasaran tetap.
2.14 Produk Bersama (Joint Product), Biaya Bersama (Joint Cost), Produk
Sampingan (By Product)
Bagi banyak perusahaan industri, suatu proses secara simultan akan dapat menghasilkan
dua atau lebih produk yang proporsinya berbeda-beda. Apabila dari suatu proses produksi
dapat menghasilkan dua atau lebih produk, maka produk tersebut dapat diasumsikan
sebagai produk bersama (joint-product), produk utama (main product) atau produk
sampingan (by-product), Charles T. Horngren dan Endah Susilaningtyas, SE., M.B.A
(1994:361). Dan berikut ini merupakan definisi dari masing-masing jenis produk di atas :
1. Produk Utama (Main Product)
Merupakan satu produk yang mempunyai nila penjualan relatif tinggi dari satu hasil
proses tunggal.
2. Produk Sampingan (By-Product)
Merupakan satu produk yang mempunyai nilai penjualan rendah dibandingkan
dengan nilai penjualan produk utama.
2
Produk Bersama (Joint-Product)
Merupakan suatu produk yang mempunyai nilai penjualan relatif tinggi dan tidak
dapat diidentifikasi terpisah sebagai produk individual sampai titik pemecahan.
Selain perihal di atas, William K. Carter dan Milliton F. Usry (2004:246) juga
menambahkan bahwa sehubungan dengan produk bersama, maka tidak terlepas dari suatu
”titik pisah batas” (split-off point), yang mana didefinisikan sebagai titik dimana
sebelumnya produk-produk yang dihasilkan tersebut merupakan suatu kesatuan yang
homogen, sehingga pada akhirnya dapat dipisahkan sebagai suatu unit-unit yang
individual.
Titik split-off tersebut di atas akan menghasilkan produk sampingan (by-product), dimana
produk sampingan itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok menurut
kondisi pemasaran produk tersebut, yaitu diantaranya :
1. produk sampingan yang dapat dijual dalam bentuk asalnya tanpa diproses lebih
lanjut; dan
2. produk sampingan yang membutuhkan proses lebih lanjut agar dapat dijual
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat Penelitian
Dalam hal pengumpulan data, penelitian ini dilakukan pada PT. Sinar Pematang Mulia di
Lampung Selatan.
3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian skripsi dilakukan pada bulan September 2010 sampai dengan Maret 2011
Sementara itu, data yang digunakan meliputi data mengenai Laporan Hasil Produksi,
laporan Harga Pokok Produksi, Laporan Laba Rugi tahun 2009,2010, dan 2011.
3.2 Metodologi Penelitian
3.2.1 Sumber Data
Dalam penyusunan skripsi ini, data yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Data Primer
Informasi yang diperoleh penulis secara langsung di tempat penelitian. Hal ini
diperoleh dengan beberapa cara, yaitu observasi (pengamatan) dan survey.
b. Data Sekunder
Data yang dikumpulkan secara tidak langsung berasal dari sumber-sumber lain,
diantaranya : buku-buku, literatur mengenai akuntansi biaya.
3.2.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk penulisan skripsi ini, penulis
menggunakan beberapa metode :
1. Penelitian Lapangan (Field research)
2. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data sekunder, dengan cara
mempelajari literatur yang berkaitan dengan objek penelitian. Sehingga secara teoritis
dapat dianalisis dan diambil kesimpulan penelitian lapangan
3.3 Alat Analisis
3.3.1 Analisis Kualitatif
Menganalisis data dengan cara membandingkan antara teori-teori yang ada dengan
kondisi yang terjadi di perusahaan guna memperoleh metode perlakuan akuntansi produk
sampingan yang lebih tepat dan akurat.
3.3.2 Analisis Kuantitatif
Menganalisis data dengan cara melakukan perhitungan tertentu dengan menerapkan teori
dan rumus yang berkaitan dengan pokok permasalahan.
a. Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai penghasilan diluar
usaha (penghasilan lain-lain)
b. Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai penambah
penghasilan penjualan produk utama.
c. Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengukuran harga
pokok penjualan.
d. Hasil penjualan produk sampingan mengurangi biaya produksi produk
utama.
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.2.2.1 Hasil Penjualan Produk Sampingan Diperlakukan Sebagai Penghasilan di
Luar Usaha
Jika hasil penjualan produk sampingan berupa onggok diperlakukan sebagai penambah
penghasilan lain-lain diluar usaha, maka dalam hal ini berarti penjualan produk
sampingan sebesar Rp. 3.049.937.500,- ditambahkan pada pendapatan lain-lain diluar
usaha Rp. 70.372.336,- sehingga diperoleh nilai pendapatan lain-lain diluar usaha
sebesar Rp. 3.120.309.836,-
Dengan menggunakan metode ini, besarnya laba bruto yang diperoleh perusahaan
adalah sebesar Rp.95.998.554.767,- berbeda dengan laba bruto sebelumnya yang
semula Rp. 92.948.617.267,- . Setelah dikurangi dengan beban-beban yaitu beban
operasional dan beban administrasi dan umum sebesar Rp. 12.567.652.663,perusahaan memperoleh laba operasional sebesar Rp.80.380.964.604,-
Laba rugi diluar usaha berubah dari yang semula dihitung perusahaan rugi sebesar
Rp.13.818.966,44,- setelah menggunakan metode ini menjadi laba yaitu sebesar Rp.
3.036.118.533,56,-. Sedangkan untuk laba bersih sebelum pajak jumlahnya tidak
mengalami perubahan yakni tetap sebesar Rp.83.417.083.137.56,- baik menurut
perhitungan perusahaan maupun setelah dilakukan perhitungan berdasarkan metode
penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pendapatan diluar usaha.
Jurnal yang digunakan untuk mencatat nilai penjualan produk sampingan sebesar
Rp.3.049.937.500,- adalah sebagai berikut :
Piutang Usaha / Kas
Rp. 3.049.937.500,-
Penghasilan diluar usaha – Penj Prod. Sampingan
Rp. 3.049.937.500,-
4.2.2.2 Hasil Penjualan Produk Sampingan Diperlakukan Sebagai Penambah
Penghasilan Penjualan Produk Utama
Pada dasarnya metode kedua ini hasilnya sama seperti metode pertama, perbedaannya
hanya terletak pada pengalokasian hasil penjualan produk sampingannya. Pada metode
kedua ini, hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai penambah nilai
penjualan produk utama, sehingga nilai penjualan produk utama akan bertambah besar
sebanding
dengan
besarnya nilai
penjualan
produk
sampingannya.
Dengan
mengalokasikan hasil penjualan produk sampingan pada total nilai penjualan produk
utama, total nilai penjualan menurut perhitungan tidak sama dengan yang dihitung oleh
perusahaan yaitu sebesar Rp. 273.193.447.500,- . Besarnya harga pokok penjualan yang
diperoleh dari perhitungan pada metode ini sama dengan besarnya nilai harga pokok
penjualan yang diperoleh pada perhitungan metode pertama yakni sebesar Rp.
177.194.892.733,Perbedaan dengan metode yang pertama yaitu terletak pada laba bruto yang dihasilkan
perusahaan. Pada metode yang pertama yakni hasil penjualan produk sampingan
diperlakukan sebagai pendapatan diluar usaha, laba bruto yang diperoleh adalah sebesar
Rp. 92.948.617.267,-, sedangkan pada metode yang kedua ini yakni hasil penjualan
produk sampingan diperlakukan sebagai penambah nilai penjualan produk utama, laba
bruto yang diperoleh adalah sebesar Rp. 95.998.554.767,Perbedaan ini disebabkan karena pada metode yang pertama, produk sampingan
dialokasikan kedalam pendapatan diluar usaha dan tidak dikurangi langsung dengan
harga pokok penjualan sehingga nilainya akan lebih berpengaruh terhadap laba diluar
usaha, sedangkan pada metode kedua ini, nilai penjualan produk sampingan
dialokasikan menambah nilai penjualan produk utama sehingga setelah dikurangi
dengan harga pokok penjualan besarnya laba bruto menjadi lebih besar dibandingkan
dengan perhitungan pada metode pertama.
Laba operasional yang diperoleh perusahaan dalam perhitungan dengan menggunakan
metode kedua ini adalah sebesar Rp. 83.430.902.104,- jumlah ini sama dengan jumlah
yang dihitung oleh perusahaan, akan tetapi jumlah ini berbeda dengan jumlah yang
dihasilkan pada metode yang pertama yaitu sebesar Rp. 80.380.964.604,- perbedaan ini
disebabkan oleh perbedaan pengalokasian hasil penjualan produk sampingannya.
Perhitungan pendapatan dan beban diluar usaha pada metode yang kedua ini adalah
sebesar
Rp. 13.818.966,44,- jumlah ini sama dengan jumlah yang dihitung oleh
perusahaan dalam laporan keuangannya akan tetapi berbeda dengan laba rugi diluar
usaha hasil perhitungan metode pertama, karena pada metode yang pertama yang
diperoleh laba diluar usaha sebesar Rp. 70.372.336,-. Sedangkan besarnya laba kena
pajak yang dihasilkan pada perhitungan dengan menggunakan metode kedua ini tetap
sama besarnya dengan penggunaan metode yang pertama dan juga sama besarnya
dengan laba kena pajak yang dihitung oleh perusahaan yaitu sebesar Rp.
49.318.084.537,56,-
Jurnal untuk mencatat hasil penjualan produk sampingan dengan menggunakan metode
hasil penjualan produk sampingan bersih diperlakukan sebagai penambah nilai
penjualan produk utama adalah sebagai berikut :
Kas/ Piutang Usaha
Rp. 3.049.937.500,-
Penjualan
Rp. 3.049.937.500,-
4.2.2.3 Hasil penjualan Produk Sampingan Diperlakukan Sebagai Pengurang Harga
Pokok Penjualan
Pada penggunaan metode ketiga ini, besarnya harga pokok penjualan berbeda dengan
harga pokok pada kedua metode sebelumnya. Jika hasil penjualan produk sampingan
diperlakukan sebagai pengurang harga pokok penjualan maka nilai harga pokok
penjualan bersihnya adalah sebesar Rp. 174.144.955.233,-. Jumlah ini berbeda dengan
harga pokok menurut perhitungan perusahaan yakni sebesar Rp. 177.194.892.733,-,
besarnya selisih harga pokok tersebut adalah sebesar nilai penjualan produk sampingan
yang diperlakukan sebagai pengurang harga pokok penjualan. Pada metode ini, laba
bruto yang diperoleh adalah sebesar Rp. 95.998.554.767,- . Jumlah ini sama dengan
besarnya laba bruto yang dihasilkan pada metode kedua.
Laba bruto setelah dikurangi dengan biaya operasi akan diperoleh laba operasional
sebesar Rp. 83.340.902.104,- jumlah ini sama dengan jumlah yang dihitung oleh
perusahaan, dan setelah ditambah dengan selisih pendapatan dan biaya diluar usaha
sebesar Rp. 13.818.966,44,- maka diperoleh laba sebelum pajak sebesar Rp.
83.417.083.137.56,-. Besarnya laba sebelum pajak untuk metode ketiga ini sama
dengan laba sebelum pajak yang dihitung oleh perusahaan.
Jurnal yang digunakan untuk mencatat hasil penjualan produk sampingan bersih jika
diperlakukan sebagai pengurang harga pokok penjualan adalah sebagai berikut :
Kas / Piutang Usaha
Harga Pokok Penjualan
Rp. 3.049.937.500,Rp. 3.049.937.500,-
4.2.2.4 Hasil Penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang
Harga Pokok Produksi
Jika hasil penjualan produk sampingan Rp. 3.049.937.500,- diperlakukan sebagai
pengurang biaya produksi produk utama, maka jumlah ini akan dikurangkan terhadap
biaya produksi sehingga nilai harga pokok produksi menjadi lebih kecil. Harga pokok
produksi bersih setelah dikurangi dengan hasil penjualan produk sampingan menjadi
sebesar Rp. 193.418.611.883,- ( Rp.196.468.549.383 -Rp. 3.049.937.500 ). Hal ini akan
berpengaruh terhadap harga rata-rata per kilogram yang turun dari Rp. 2.972.21 / Kg
menjadi 2.945.19 / Kg, Persediaan akhir produk utama (tapioka) nilainya menjadi lebih
rendah yakni dari nilai sebelumnya sebesar Rp 78.898.118.750,- turun menjadi sebesar
Rp. 78.180.657.588.,-. Hal ini mempengaruhi besarnya harga pokok penjualan, karena
harga pokok akan menjadi sebesar Rp. 174.862.416.395,-. Laba operasional dengan
metode ini akan menjadi Rp. 82.713.440.942,- dan setelah ditambah laba diluar usaha
menghasilkan laba sebelum pajak sebesar Rp. 82.699.621.975.56,-. Laba sebelum pajak
ini lebih rendah dibandingkan dengan beberapa metode sebelumnya. Pada beberapa
metode sebelumnya laba sebelum pajak sama jumlahnya yaitu sebesar Rp.
83.417.083.137.56,-.
4.3 Perbandingan Perhitungan Harga Pokok Produksi PT. Sinar Pematang Mulia
dengan perusahaan pesaing
Jika hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang harga pokok
penjualan maka nilai harga pokok produksi PT. SPM adalah sebesar Rp. 2.380,52 / Kg.
Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan harga pokok produksi yang di hasilkan
oleh 2 perusahaan kompetitornya yaitu PT. SLLP sebesar Rp. 2.409,27 /Kg dan PT.
BAJ sebesar Rp. 2.510,02 /Kg .
Sedangkan jika hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang biaya
produksi produk utama, maka jumlah ini akan dikurangkan terhadap biaya produksi
sehingga nilai harga pokok produksi menjadi lebih kecil. Harga pokok produksi PT. SPM
setelah dikurangi dengan hasil penjualan produk sampingan menjadi sebesar Rp.2.343,56
/Kg, nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan harga pokok produksi yang dihasilkan
oleh PT. SLLP sebesar Rp. 2.366,88 /Kg dan PT. BAJ sebesar Rp. 2.466,41 /Kg. Hal ini
dapat mempengaruhi kebijakan yang akan diambil oleh perusahaan dalam menentukan
harga jual produk.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Setelah melakukan perhitungan dan pembahasan atas permasalahan yang ada, penulis
dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Apabila perusahaan memperlakukan hasil penjualan produk sampingan sebagai
penghasilan diluar usaha atau sebagai penambah penjualan produk utama, atau
sebagai pengurang harga pokok penjualan, maka akan diperoleh laba sebelum
pajak sebesar Rp. 83.417.083.137,56
2. Sedangkan apabila perusahaan memperlakukan hasil penjualan produk sampingan
sebagai pengurang harga pokok produksi, maka akan diperoleh laba sebelum
pajak sebesar Rp. 82.699.621.975,56
3. Dalam hal perolehan harga pokok produksi, PT SPM mencapai nilai rata-rata
terendah dibandingkan dengan perusahaan kompetitornya yaitu sebesar Rp.
2.343,56/ Kg dengan menggunakan metode hasil penjualan produk sampingan
sebagai pengurang harga pokok produksi.
5.2. Saran
Setelah melihat pembahasan dan hasil yang telah penulis simpulkan, maka saran yang
penulis dapat berikan bagi perusahaan adalah :
Sebaiknya perusahaan merubah kebijakan akuntansi dalam mencatat nilai penjualan
produk sampingan dengan menggunakan metode hasil penjualan produk sampingan
sebagai pengurang harga pokok produksi, hal ini dikarenakan harga pokok produksi yang
dihasilkan dengan menggunakan metode ini bisa dijadikan acuan untuk menentukan
harga jual yang lebih kompetitif dibandingan dengan kompetitornya.
Daftar Pustaka
Witjaksono,Armanto.2006,Akuntansi Biaya,Yogyakarta:Graha Ilmu
Carter,Usry,2004,Akuntansi Biaya,Jakarta:Salemba Empat
Supriyono,R.A.1999,Akuntansi Biaya,Yogyakarta:BPFE Yogyakarta
Suadi, Arief dkk, Akuntansi Biaya, Penerbit STIE YKPN, Jogjakarta, 2000
Halim, Abdul, Dasar-Dasar Akuntansi Biaya, Edisi 4, Penerbit BPFE, Jogjakarta,
1999
Download