BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Coffee Toffee merupakan salah satu perusahaan maju yang bergerak dalam bidang kopi dan coklat yang berkantor cabang di Depok, Jawa Barat. Coffee Toffee adalah sebuah bisnis retail minuman, khususnya kopi, coklat, dan teh yang berlokasi dan berpusat di Surabaya. Mulai awal 2006 Coffee Toffee menawarkan sebuah business opportunity (peluang usaha) kepada calon-calon Mitra yang potensial dan mempunyai gairah yang tinggi terhadap dunia kopi. Mitra Coffee Toffee merupakan perseorangan atau pemilik modal yang membeli hak waralaba (franchise) merek Coffee Toffee untuk dikelola di sebuah area dengan sistem bagi hasil.Pada akhir tahun 2012, gerai Coffee Toffee tercatat sebanyak 117 gerai di seluruh Indonesia1. Konsep kemitraan merupakan cara dalam pemasaran dan pengembangan usaha Coffee Toffee. Kerjasama yang ditawarkan bukanlah sebuah franchise, meskipun sistem kelola dan kinerja tidaklah berbeda jauh.Bentuk kerjasama yang ditawarkan pihak Coffee Toffee adalah “kemitraan yang sejajar”.Kemitraan sejajar merupakan pola kerjasama yang hampir sama dengan pola franchise, hanya saja kemitraan sejajar ini tidak mengenakan royalty fee yang biasanya didasarkan pada prosentase omzet gerai para Mitra (rata-rata franchise mengenakan 4% - 7% dari omzet). Kemitraan sejajar hanya mengenakan kurang lebih sekitar 1% dari omzet tiap gerai, sehingga apapun tipe gerai yang dimilki Mitra tetap sama prosentase untuk royalty fee2. Kerjasama perusahaan Coffee Toffee dengan para Mitra merupakan kerjasama yang sederajat, yang didasarkan pada rasa saling membutuhkan. Perusahaan tidak berada di posisi di bawah ataupun di atas para Mitra karena 1 Hasil wawancara dengan Bp. Dimas divisi Manager Business Expansion, pada tanggal 26 November 2013, pukul 09.30 WIB. 2 Portofolio untuk Business Opportunity Coffee Toffee, 2012, Hal.5. 1 perusahaan adalah partner para Mitra untuk mencapai kesuksesan bersama, hal yang sama juga berlaku sebaliknya. Syarat menjadi Mitra terdapat 4 hal penting. Pertama, mempunyai kecukupan modal untuk mendukung operasional gerai. Kedua, mempunyai lokasi yang telah disetujui pusat. Ketiga, sanggup untuk melaksanakan semua prosedur dalam SOP (Standard Operating Procedure). Keempat, mempunyai jiwa entrepreneurship yang kuat dan secara aktif bekerjasama mengembangkan bisnis Coffee Toffee3. Sistem kerja dan kemitraan yang ditawarkan pihak perusahaan membuat calon Mitra atau dapat pula disebut stakeholder tertarik dengan apa yang ditawarkan di dalam bisnis tersebut yang kemudian membeli dan membuka gerai diberbagai daerah di seluruh Indonesia. Namun, dengan berjalannya waktu sebagian Mirta merasakan tidak konsistennya pihak Coffee Toffee terhadap perjanjian yang telah disepakati bersama, mulai dari ketidaksediaannya Barista dari pihak perusahaan hingga tidak adanya quality control tiap bulan4. Barista disini merupakan seseorang atau karyawan gerai yang bekerja mengoperasikan mesin kopi (umumnya) dan meracik minuman, dari hanya berbentuk bahan baku hingga menjadi sebuah minuman yang siap disajikan. Minuman yang diracik dan disajikan biasanya tidak hanya kopi tetapi dapat pula non kopi5.Sedangkan, danmengarahkan agar pengertian kualitas quality produk control perusahaan bertujuan dapat menjaga dipertahankan sesuaidengan rencana.Quality control sangat diperlukan dalam memproduksisuatu barang untuk menjaga kestabilan mutu. Tidak hanya dalam industri,quality control dibutuhkan juga pada manajemen6. 3 Ibid, Hal.6. Sumber: Komunikasi Interpersonal dengan beberapa Mitra Coffee Toffee, pada September sampai Desember 2012. 5 Tim Wendelboe, The Future of the World Barista Championship, 2005, di kutip dari https://en.wikipedia.org/wiki/Barista, tanggal 5 September 2013, pukul 21.53 wib. 6 Arif, Pengertian Quality Control, 2011, di kutip dari http://id.shvoong.com/socialsciences/economics/2224366-pengertian-quality-control/, tanggal 5 September 2013, pukul 22.14 wib. 4 2 Coffee Toffee dalam menjalankan bisnis kemitraan waralaba selalu mengutamakan layanan kepada mitra-mitra dengan mendengarkan permasalahan mereka dan membantu memberikan solusi yang terbaik untuk kedua belah pihak7. Namun pada kenyataannya, perusahan hanya mendengarkan tetapi tidak memberikan solusi secepatnya, yaitu dengan ketidaksediaannya Barista hingga gerai yang dimiliki Mitra tutup dan merugi. Selain itu, Coffee Toffee sebagai bisnis penyedia peluang usaha, perusahaan menawarkan beberapa hal, diantaranya menjual peluang, kesempatan, dan resiko dengan memberikan media dan sarana agar para mitra dapat menghasilkan keuntungan dengan usaha mandiri. Akan tetapi, sarana yang ditawarkan berupa quality control salah satunya, tidak dilakukan dengan semestinya karena quality control hanya dilakukan beberapa kali saja di awal pembukaan gerai tetapi selanjutnya seperti dilalaikan. Tidak konsistennya pihak Coffee Toffee terhadap perjanjian yang telah disepakati bersama, mulai dari ketidaksediaanya Barista dari pihak perusahaan hingga tidak adanya quality control tiap bulan, membuat sebagian Mitra merasa tidak diperdulikan. Selain itu, ketidaksediaannya Barista membuat mitra mengalami kerugian di dalam gerainya. Sehingga, sebagian mitra yang merasa dirugikan mengembalikan gerai dan meminta ganti rugi dalam bentuk uang senilai dengan pembelian gerai sebelumnya. Masalah pengembalian gerai oleh beberapa Mitra, membuat Mitra lainnya yang masih menjalankan gerai lainnya memiliki rasa kekhawatiran karena takut permasalahan itu menimpa gerai mereka. Selain itu, kekhawatiran terhadap permasalahan tersebut juga berdampak pada calon Mitra yang ingin bekerjasama dengan Coffee Toffee, pasalnya rasa kekhawatiran yang sama akan memiliki nasib serupa kelak akan menimpa mereka. Penurunan kepercayaan Mitra dan calon Mitra terhadap kinerja perusahaaan, sangat berdampak pada citra dan income. Hal ini sangat terlihat jelas dari penurunan dalam pembukaan gerai baru tiap tahunnya (2008 sebanyak 6 7 Hasil wawancara dengan Bp. Dimas divisi Manager Business Expansion, pada tanggal 26 November 2013, pukul 09.30 WIB. 3 gerai, 2009 sebanyak 14 gerai, 2010 sebanyak 16 gerai, 2011 sebanyak 18 gerai, 2012 sebanyak 7 gerai)8 akibat banyaknya calon Mitra yang menolak untuk bekerjasama dalam pembelian gerai, meskipun dari pihak perusahaan sendiri telah mencoba berbagai cara untuk pemulihan citra di mata Mitra maupun calon Mitra. Dampak penurunan tingkat kepercayaan Mitra dan calon Mitra tersebut kemudian dapat dikatakan krisis karena optimalisasi kinerja perusahaan menurun, sehingga diperlukan sebuah manajemen krisis agar optimalisasi kinerja perusahaan kembali pulih, terutama terhadap citra dan income perusahaan itu sendiri. Pertimbangan pemilihan kasus ini antara lain Coffee Toffee adalah pionir dalam bisnis take-away coffee di Indonesiayang benar-benar memaksimalkan keunggulan dari konsep ini, sehingga Coffee Toffee diberi penganugrahan The Best In Business Concept Indonesia Franchise Start-up Award 2009. Selain itu, Coffee Toffee juga menggunakan seluruh bahan baku produknya berasal dari dalam negeri terutama dalam pemilihan biji kopi dan coklat yang tidak semua coffee shop dapat melakukan hal yang sama dengan kualitas tinggi tetapi dengan harga jual yang rendah. Hal-hal tersebutlah yang pada akhirnya Coffee Toffee memiliki gerai di seluruh Indonesia, sehingga kasus ini sangatlah berdampak besar bagi kelangsungan citra perusahaan Coffee Toffee yang dianggap tidak memenuhi perjanjian kontrak dan tidak mendukung kemajuan mitranya, padahal Mitra merupakan “teman bisnis” yang ikut memajukan perusahaan. Selain itu, kasus ini berjalan dengan alot hingga adanya campur tangan pihak ketiga, yaitu pengadilan. Hal ini, merupakan sebuah krisis besar bagi perjalanan hidup Coffee Toffee, sehingga dalam penelitian ini diharapkan mampu menggambarkan strategi Coffee Toffee dalam melaksanakan sistem manajemen dan komunikasi krisis yang sebenarnya secara utuh dan menyeluruh. 8 Sumber: Public Relations perusahaan Coffee Toffee. 4 B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah diatas, penulis ingin menjawab permasalahan, yaitu : “Bagaimana manajemen dan komunikasi krisis Coffee Toffee dalam menangani kasus pengembalian gerai antara Mitra Coffee Toffee dengan perusahaan Coffee Toffee?” C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang ingin diteliti, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui bentuk-bentuk pendekatan komunikasi yang dilakukan oleh manajemen Coffee Toffee dalam menyelesaikan konflik yang terjadi dengan para mitra di daerah yang bermasalah. 2. Mengetahui bentuk penyelesaian krisis permasalahan yang muncul antara manajemen Coffee Toffee dengan para mitra di daerah yang bermasalah. 3. Mengetahui bentuk kegiatan kehumasan yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi antara manajemen Coffee Toffee dengan mitra di daerah. 4. Mengetahui tahapan-tahapan penyelesaian krisis (manajemen krisis) yang diambil oleh manajemen Coffee Toffee dalam menyelesaikan konflik yang terjadi dengan mitra di daerah. 5. Mengetahui manajemen krisis yang dilakukan oleh manajemen Coffee Toffee baik pada tahap pra krisis, tahap krisis, dan tahap pasca krisis. D. Kerangka Teori 1. Krisis Krisis merupakan sebuah kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap organisasi yang mau bertahan hidup dalam era globalisasi yang penuh dengan perubahan dan persaingan9. Akan tetapi, pengertian krisis itu sendiri tidak banyak yang mengetahui. 9 Seperti dikutip dariAndre A. Hardjana, “Editorial” Jurnal ISKI, Vol II (Oktober 1998), Hal.1. 5 Pengertian krisis menurut Fearn-Banks seperti dikutip didalam bukunya “A crisis is a major occurrence with a potentially negative outcome affecting the organization, company, or industry, as well as its publics, product, service, or good name. A crisis interrupts normal business transaction and can sometimes threaten the existence of the organization.”10. Menurut Barton, krisis merupakan suatu kejadian besar dan tidak terduga yang memiliki potensi untuk berdampak negatif maupun positif. Kejadian ini bisa saja menghancurkan organisasi dan karyawan, produk, jasa, kondisi keuangan dan reputasi11. Sedangkan Steven Fink, yang sering disebut sebagai “Bapak Manajemen Krisis”, menyatakan bahwa krisis merupakan keadaan yang tidak stabil dan perubahan yang cukup mengancam, baik perusahaan yang tidak diharapkan ataupun perubahan yang diharapkan akan memberikan hasil yang lebih baik12. Krisis pada dasarnya adalah sebuah situasi yang tak terduga, artinya organisasi umumnya tidak dapat menduga bahwa akan muncul situasi yang dapat mengancam keberadaannya. Sebagai ancaman, ia harus ditangani secara cepat agar organisasi dapat berjalan normal kembali. Untuk itu, Holsti melihat krisis sebagai “situations characterize by surprise, high treat to important values, and a short decision time” (seperti dikutip Guth).Krisis membawa keterkejutan dan sekaligus mengancam nilai-nilai penting organisasi serta hanya ada waktu yang singkat untuk mengambil keputusan13. Sebagian pengertian krisis yang telah disampaikan diatas, lebih banyak melihat krisis sebagai hal yang negatif.Namun demikian, ada juga yang melihat krisis sebagai suatu kondisi yang tidak selalu mengantar perusahaan pada kebangkrutan. Fink misalnya, ia menggambarkan bahwa krisis bisa saja berakibat pada hal-hal yang tidak diinginkan organisasi yang 10 Kathleen Fearn-Banks, Crisis Communications: A Casebook Approach Fourth Editon, New York and London: Routledge, 2011. Hal.2. 11 Laurence Barton, Crisis in Organization. Managing and Communication in heat of Chaos, South Western Publishing Co : Ohio, 1993, Hal. 2. 12 Seperti dikutip dari Prayudi, Public Relations Stratejik, Yogyakarta: Komunikasi UPN Press, 2012, Hal. 241-242. 13 Seperti dikutip dari I Gusti Ngurah Putra, Manajemen Hubungan Masyarakat, Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka, 1999, Hal. 9.3. 6 terkena krisis, namum bisa pula berakibat pada hal-hal yang sifatnya positif dan sesuai dengan keinginan organisasi tersebut14. Definisi-definisi dari beberapa tokoh tentang krisis diatas memiliki beragam pengertian yang memiliki ciri masing-masing.Sehingga, dapat dipahami bahwa krisis bisa berdampak negatif maupun positif terhadap organisasi. Organisasi yang memikirkan dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari suatu krisis akan berusaha mempersiapkan diri sebelum krisis terjadi. Otto Lerbinger, profesor pada College of Communication di Universitas Boston, telahmembuat beberapa kategori krisis yang mungkin menimpa sebuah perusahaan15: 1) Krisis teknologi (technology crisis). Kita hidup dalam dunia yang sangatbergantung pada teknologi. Ketika teknologi perusahaan yang digunakan sudahtidak bisa lagi memenuhi kebutuhan, konsekuensi yang mungkin ditimbulkanbisa fatal. 2) Krisis konfrontasi (confrontation crisis). Krisis ini terjadi ketika ada golonganyang mengkritik bahkan menolak aksi-aksi perusahaan. Aksi ini bisaberkembang menjadi satu gerakan oposisi. 3) Krisis tindak kejahatan (crisis of Malevolence). Krisis ini terjadi ketikasegolongan orang atau grup yang terorganisir melakukan tindakan yangsengaja ditujukan untuk mengganggu jalannya suatu perusahaan. 4) Krisis kegagalan manajemen (crisis of management failure). Krisis seperti inidisebabkan oleh suatu grup dalam satu organisasi yang gagal dalammenjalankan tugas yang dibebankan kepada mereka. 5) Krisis yang berhubungan dengan ancaman lain terhadap organisasi (crisisinvolving other threats to thr organization). Sedangkan berdasar sumbernya, krisis dapat disebabkan oleh beberapa faktor potensial, yaitu produk cacat, mogok kerja, unjuk rasa, PHK, membocorkan dokumen, kebangkrutan usaha, hutang, rugi, pengambilalihan 14 15 Ibid, Hal. 9.4. Seperti dikutip dari John White & Laura Mazur, “Manajemen Krisis” Jurnal ISKI, Vol II (Oktober 1998), Hal. 32. 7 kepemilikan saham perusahaan, penggantian manajemen, disharmoni dengan stakeholder, bencana alam, dll. Atau dengan kata lain, krisis dapat bersumber dari internal maupun eksternal perusahaan16. Selanjutnya, Shrivastava dan Mitoff (1987) membagi krisis ke dalam empat kategori krisis.Pembagian empat kategori krisis ini, didasarkan pada faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya krisis, dan tempat terjadinya krisis. Faktor penyebab terjadinya krisis tersebut dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok besar, yaitu: Pertama penyebab krisis yang berupa faktor teknis dan ekonomis. Kedua, penyebab krisis yang berupa faktor manusiawi, organisatoris dan sosial17. Sebagaimana dikemukakan di atas, resiko mengalami krisis bisa terjadi pada organisasi atau perusahaan jenis apapun karena tidak ada satu organisasi pun yang kebal terhadap krisis, bahkan jika organisasi tersebut sudah memilki prosedur manajemen krisis sekalipun. Namun organisasi yang proaktif akan lebih mudah menangani krisis ketika akhirnya menyerang organisasi. Oleh karena itu, organisasi atau perusahaan melalui praktisi humasnya perlu selalu memperhitungkan adanya resiko krisis yang bisa terjadi pada organisasi tersebut. 2. Manajemen Krisis Kata krisis selalu identik dengan sesuatu yang menakutkan, ketidaknyamanan dan ketidaktentuan. Setiap orang pasti enggan membicarakan krisis ketika pada posisi kejayaan karena takut membayangkan kegagalan, kejatuhan, kemiskinan dan sulit bangun serta butuh waktu bertahun-tahun lagi untuk bangkit dan memulai dari nol. Tentu saja kekhawatiran tersebut cukup beralasan, namun melihat dari unsur-unsur krisis yang merupakan sesuatu yang tidak bisa diprediksi, bersifat tiba-tiba, mengandung unsur ancaman kelangsungan organisasi dan butuh keputusan cepat, maka mempersiapkan secara dini langkah-langkah strategis bila 16 Seperti dikutip dari Dindin M Mahfudz, “Ketika Perusahaan Menghadapi Krisis” Jurnal ISKI, Vol II (Oktober 1998), Hal 50. 17 Putra, Op Cit, Hal. 9.9. 8 sewaktu-waktu terjadi merupakan salah satu upaya mempertahankan kelangsungan organisasi. Manajemen krisis merupakan manajemen terhadap peristiwa yang tidak terduga yang mungkin terjadi pada perusahaan yang memiliki konsekuensi negatif terhadap perusahaan18. Manajemen krisis yang efektif tidak hanya meredakan atau mengakhiri krisis tapi juga ada kalanya dapat memberikan organisasi reputasi yang lebih positif dari sebelum terjadi krisis. Fearn-Banks menyatakan “crisis management is a process of strategic planning for a crisis or negative turning point, a process that remove some of the risk and uncertainty from the negative occurrence and thereby allows the organization to be in greater control of its own destiny”19. Sedangkan menurut Coombs, “crisis management seeks to prevent or lessen the negative outcomes of a crisis and thereby protect the organization, stakeholders, and/or industry of damage”. Selain itu, Coombs juga membagi krisis manajemen kedalam empat faktor, yaitu prevention, preparation, performance, dan learning20. Manajemen Krisis (Crisis Management) merupakan area keahlian yang harus dimiliki oleh setiap Humas atau PR (Public Relations) yang berorientasi kepada masa depan dan mencoba untuk mengantisipasi kejadian yang dapat mengganggu hubungan-hubungan penting21. Selain itu, manajemen krisis bertugas untuk menanggulangi dan mengantisipasi datangnya krisis yang tidak terduga dan sangat mendadak. Kemampuan dalam meredam resiko krisis dan mengatasi ketidakpastian yang timbul pada saat krisis inilah yang menjadikan peran public relations sangat dibutuhkan, agar tidak ada kesalahpahaman ataupun kerancuan berita yang ditimbulkan oleh pihak-pihak yang kontra, yang tidak berkepentingan di dalam 18 Putra, Op Cit, Hal. 9.19. Fearn-Banks, Op Cit, Hal. 2. 20 Timothy Coombs, Ongoing Crisis Communication: Planning, managing, and Responding, California: SAGE Publications, 1999, Hal. 4. 21 Seperti dikutip dari Ditta Amaborseya, “Manajemen Krisis” Jurnal ISKI, Vol II (Oktober 1998), Hal.11. 19 9 penanganan krisis perusahaan tersebut, terkait stakeholder perusahaan, baik pihak yang berada di dalam maupun yang ada di luar perusahaan. Manajemen krisis merupakan sebuah proses yang dirancang untuk mencegah atau mengurangi dampak sebuah krisis terhadap organisasi dan publiknya. Pada prinsipnya, manajemen krisis merupakan sebuah proses. Sebagai sebuah proses, manajemen krisis dapat dibagi kedalam tiga tahapan, yaitu22: a. Tahap Pra Krisis Pada tahap ini fokus pada pencegahan dan persiapan.Pencegahan berupaya mengurangi resiko yang diketahui mengarah pada sebuah krisis. Persiapan meliputi: 1) Perencanaan Manajemen Krisis Perencanaan manajemen krisis merupakan alat referensi yang berisi daftar informasi kontak, pengingat apa yang harus dilakukan dalam sebuah krisis, dan formulir yang harus digunakan untuk mendokumentasikan respon krisis. Barton, Coombs, dan Fearn Banks mencatat betapa perencanaan manajemen krisis membantu menghemat waktu saat krisis dengan menentukan beberapa tugas, mengumpulkan informasi, dan berperan sebagai sumber referensi. 2) Tim Manajemen Krisis Menurut Barton dalam Prayudi, mengidentifikasi beberapa anggota tim krisis terdiri dari public relations, legal, keamanan, operasi, keuangan, dan sumber daya. Namun, komposisinya berbeda tergantung sifat krisis. Menurut Augustine, rencana dan tim yang tidak pernah dilatih juga kurang bisa memberikan hasil yang maksimal. Manajemen tidak mengetahui sebaik apa rencana manajemen krisis yang belum di uji akan berhasil atau tim manajemen krisis akan sukses sesuai dengan 22 Prayudi, Op Cit, Hal. 258. 10 ekspektasi. Beberapa aktivitas yang dilakukan oleh tim manajemen krisis meliputi hal-hal berikut: Memonitor lingkungan, mencermati trend/isu baru di masyarakat yang mungkin mempengaruhi organisasi di masa mendatang. Mengumpulkan data atas isu-isu yang berpotensi menjadi krisis dan mengevaluasinya. Mengembangkan strategi komunikasi dan berkonsentrasi pada usaha mencegah terjadinya krisis. Satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan belajar dari krisis yang dihadapi oleh organisasi lain yang sejenis dengan aktivitas organisasi kita. Menyusun kebijakan proaktif mengenai isu tersebut. Menganalisa hubungan organisasi dengan publik. Merancang anggota tim manajemen krisis yang potensial. Menentukan pesan, sasaran dan media yang akan digunakan dalam menerapkan rencana komunikasi krisis. Mendidik khalayak internal. Menguji prosedur krisis23. 3) Juru Bicara Salah satu komponen inti tim krisis adalah pelatihan juru bicara (spokeperson). Anggota organisasi harus disiapkan untuk menjadi juru bicara utama mewakili perusahaan, mengeluarkan pernyataan resmi dan menjawab pertanyaan media selama krisis. Public Relations bisa memainkan peran krusial dalam menyiapkan juru bicara untuk menghadapi pertanyaan dari media berita.Unsur media relations dari public relations merupakan keahlian yang krusial dalam manajemen krisis.Praktisi public relations memberikan pelatihan dan dukungan karena dalam banyak kasus mereka bukanlah juru bicara selama krisis. 23 Seperti dikutip dari N.R. Augustine, Managing The Crisis You Tried to Prevent, Harvard Business Review, 1995, Hal. 147-158. 11 4) Pesan Krisis Manajer krisis bisa menyusun pesan yang akan digunakan saat krisis. Lebih tepatnya manajer krisis menyiapkan cetak biru untuk pesan-pesan krisis.Cetak biru yang disiapkan meliputi pernyataan manajemen puncak, release berita, dan situs.Cetak biru seperti formulir dimana ada bagian yang kosong dan informasi yang dibutuhkan tinggal ditambahkan.Praktisi public relations dapat membantu menyiapkan pesan ini.Departemen legal kemudian dapat mempertimbangkan untuk menyetujui penggunaan pesan. Hal ini akan menghemat waktu. 5) Saluran Komunikasi Organisasi bisa saja menciptakan situs terpisah untuk krisis atau bagian yang dikhususkan dari situs sekarang untuk krisis.Tim manajemen krisis harus memanfaatkan perkembangan teknologi informasi melalui dunia internet ini semaksimal mungkin.Tim harus mengantisipasi jenis krisis yang mungkin dihadapi oleh organisasi. Tentu saja tidak memunculkan informasi di situs juga bisa merupakan keputusan stratejik.Sebuah organisasi mungkin tidak ingin mempublikasikan krisis dengan memunculkan informasi di situs.Biasanya karena skala krisis yang kecil dan publik tidak mengetahuinya.Meskipun di era online dan era keterbukaan informasi sekarang ini, hal ini merupakan asumsi yang berbahaya 24. b. Respon Krisis Masih di dalam buku Prayudi, terdapat beberapa langkah dalam merespon krisis, diantaranya25: 1) Segera dan memberikan respon pada satu jam pertama. Hal ini memberikan tekanan tersendiri karena manajer krisis harus menyiapkan pesan dalam waktu yang singkat. Selain itu, respon segera akan memposisikan organisasi bisa sebagai sumber berita dan 24 25 Prayudi, Op Cit, Hal. 266-269. Ibid, Hal 266-269. 12 menjelaskan cerita dari sisi organisasi. Hal ini juga akan meningkatkan kredibilitas. 2) Menjaga akurasi dengan mengecek semua fakta. Publik menginginkan informasi yang akurat dan bagaimana krisis yang terjadi berdampak pada mereka.Jika kekeliruan terjadi, maka respon harus segera dikoreksi.Ketidakakuratan membuat organisasi terlihat tidak konsisten di mata publik.Departemen public relations memainkan peran pendukung daripada menjadi juru bicara krisis. Oleh karenanya, fokus saat krisis adalah pada informasi yang hendak disampaikan daripada bagaimana menangani media. 3) Konsisten dengan memastikan juru bicara terinformasikan peristiwa krisis dan poin-poin pesan utama. 4) Memastikan keselamatan publik sebagai prioritas nomor satu. 5) Menggunakan semua saluran komunikasi yang ada termasuk internet, intranet dan sistem notifikasi massa. 6) Menunjukkan perhatian/simpati pada korban. 7) Libatkan karyawan dalam respon segera. 8) Menyediakan konsultasi stres dan trauma bagi korban krisis. Selain langkah-langkah di atas, perbaikan reputasi dan niat prilaku juga dianggap masuk ke dalam tahap respon krisis.Sejumlah peneliti public relations, komunikasi dan marketing mengembangkan strategi bagaimana memperbaiki kerusakan reputasi organisasi karena krisis. Strategi perbaikan reputasi, diantaranya26: - Attack the accuser: manajer krisis mengkonfrontir individu atau kelompok yang mengklaim organisasi melakukan kesalahan. - Denial: manajer krisis menyatakan tidak ada krisis. - Scapegoat: manajer krisis menyalahkan beberapa orang atau kelompok di luar organisasi atas krisis yang terjadi. - Excuse: manajer krisis meminimalisasi tanggung jawab organisasi dengan menyangkal ada niatan untuk menyakiti dan/atau 26 Prayudi, Op Cit, Hal. 269-270. 13 mengklaim tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol peristiwa yang memicu krisis. - Provocation: krisis merupakan hasil dari respon terhadap aksi orang lain. - Defeasibility: kurangnya informasi mengenai peristiwa yang menuju pada situasi krisis. - Accidental: kurangnya kontrol atas peristiwa yang mengarah pada situasi krisis. - Good intentions: organisasi bermaksud berbuat baik. - Justification: manajer krisis meminimalisasi dampak yang disebabkan krisis. - Reminder: manajer krisis berbicara pada publik mengenai aktivitas baik di masa lalu yang dilakukan organisasi. - Ingratiation: manajer krisis menghargai aksi yang dilakukan publik. - Compensation: manajer krisis menawarkan uang atau hadiah lain pada korban. - Apology: manajer krisis menunjukkan organisasi bertanggung jawab penuh atas krisis dan meminta maaf pada publik. Perbaikan reputasi bisa digunakan pada tahap respon krisis, pasca krisis atau keduanya.Tidak semua krisis memerlukan upaya perbaikan reputasi.Terkadang ekspresi simpati bisa melindungi reputasi. Ketika upaya perbaikan reputasi dibutuhkan, upaya ini akan berlanjut hingga ke tahapan pasca krisis. Atau manajer krisis lebih nyaman menunggu hingga tahap pasca krisis untuk memperbaiki reputasi27. c. Pasca Krisis Pada tahapan ini organisasi kembali menjalankan operasi seperti biasanya.Krisis bukan lagi menjadi perhatian utama manajemen, namun masih membutuhkan perhatian.Perbaikan reputasi bisa saja berlanjut pada 27 Ibid, Hal. 270-271. 14 tahap ini.Ada komunikasi lanjutan yang dibutuhkan.Pertama, manajer krisis berjanji menyediakan informasi tambahan selama tahap krisis. Kedua, organisasi perlu mengeluarkan informasi terbaru mengenai proses pemulihan, aksi perbaikan, dan/atau penyelidikan krisis. Sementara itu, Hardjana mengemukakan tiga macam pendekatan yang digunakan sebagai strategi dalam menghadapi krisis dalam manajemen krisis, yaitu28: Pendekatan pengobatan Pendekatan pengobatan adalah strategi yang terfokus pada trauma yang dialami para karyawan dan ketidakmampuannya untuk berbicara tentang kesulitan yang menimpa perusahaan. Manajemen isu Pendekatan ini dilakukan dengan mengutamakan dialog awal antara perusahaan dengan kelompok-kelompok pendukung strateginya, sehingga dua manajemen perlu dipertegas yaitu perencanaan jangka panjang dan urusan krisis. Untuk melaksanakan manajemen isu, perusahaan harus mempunyai komunikasi organisasi yang memuat rencana komunikasi krisis. Bagaimanapun perencanaan komunikasi krisis sangat penting adanya, setidaknya biaya dan trauma yang dialami akan lebih sedikit dibanding perusahaan yang tidak memiliki perencanaan komunikasi krisis. Perencanaan jangka panjang Pendekatan ini meliputi isu-isu monitoring, penentuan prioritas dan mengkomunikasikan pandangan perusahaan pada kelompok pendukung.Sedangkan urusan krisis meliputi hal-hal yang muncul selama krisis sehingga terjadi perubahan orientasi dalam strategi komunikasi. Sedangkan manajemen krisis yang efektif mempunyai empat tahap, yaitu : 1) Issues management (manajemen isu) 28 Hardjana, Op Cit, Hal. 22-23. 15 Ini merupakan kegiatan proaktif dalam mengantisipasi, mengidentifikasi, dan merespon masalah atau isu dari publik yang dapat mempengaruhi perusahaan dan publik yang dapat mempengaruhi perusahaan dan publik. Dalam manajemen isu, perusahaan harus mengamati lingkungan sekitar, mencari kecenderungan sikap publik yang mungkin akan mempengaruhi masa depan perusahaan, mengumpulkan data yang potensial menjadi isu dan mengevaluasinya, kemudian membangun strategi komunikasi untuk mencegah terjadinya krisis. 2) Planning prevention (Pelaksanaan Pencegahan) Dalam situasi krisis yang mendadak dan tak dapat dihindari, tahap ini menjadi awal proses manajemen krisis. Penelitian adalah hal penting yang utama dalam manajemen krisis.Perusahaan harus menyusun kebijakan proaktif, menganalisis hubungan dengan stakeholder dan menyiapkan perencanaan bagi stakeholder. Pada tingkat top manajemen inilah saatnya menyusun tim manajemen krisis dan menentukan siapa yang menjadi juru bicara perusahaan untuk menangani media massa. Perusahaan juga harus memperkirakan dimensi masalah, kontrol, keterbatasan waktu, dan berbagai pilihan untuk mengembangkan rencana krisis. Disini, pesan, target, dan media yang akan digunakan harus ditentukan, jangan sampai kesalahan pemilihan menjadi boomerang bagi perusahaan. 3) The Crisis ( Krisis ) Ini adalah saat yang tepat untuk melaksanakan langkah-langkah yang yang telah direncanakan sebelumnya dalam planning prevention. Pada tahap ini perusahaan harus tetap melakukan kegiatan seperti hari-hari biasa di samping melakukan kontrol terhadap rumor dan isu yang beredar dan bekerja sama dengan publik. Jika dibutuhkan, perusahaan dapat meminta dukungan dari pihak yang dirasa mampu untuk memecahkan maslaha ini, tentunya pihak ini adalah pihak ketiga dan bukan pihak sembarangan. 16 4) The post crisis (pasca krisis) Ini adalah tahap terakhir dari manajemen krisis.Tahap ini memberikan kesempatan untuk membangun kembali citra dan image perusahaan dengan strategi komunikasi. Kemudian perusahaan harus memberi kesan baik kepada publik melalui perhatian dan monitoring terhadap isu sampai intensitasnya berkurang, secara teratur memberikan informasi pada media, dan mengevaluasi bagaimana rencana krisis dijalankan dan mengembangkan strategi komunikasi krisis jangka panjang untuk mengurangi kerugian akibat krisis. Aktivitas public relations akan sangat menentukan dalam upaya repositioning perusahaan, mengembalikan citra dan reputasi, maupun untuk membangun kredibilitas yang baru. Semua ini hanya bisa dilakukan jika perusahaan itu mempunyai informasi yang cukup tentang kerusakan apa yang sudah ditimbulkan oleh krisis. Mereka mungkin akan harus bekerja dalam program kerja jangka panjang, ketika dengan seksama mereka mengamati perkembangan yang terjadi, dan hubungannya dalam pemulihan posisi organisasi29. 3. Komunikasi Krisis Komunikasi krisis menjadi bagian penting dalam proses pengelolaan sebuah krisis karena dengan komunikasi yang terencana dan terlaksana dengan baik maka kepanikan, keraguan, kecemasan sedikit banyak dapat dikurangi atau dihindari. Situasi abnormal dapat dikendalikan sehingga menjadi normal kembali. Komunikasi krisis adalah “when an individual or organization communicates a message to the public, usually through the media, during a threatening, tragic or fatal accident that is unplanned or unexpected”30 dimana komunikasi krisis yang baik itu sendiri haruslah dilakukan melibatkan 29 Seperti dikutip dari Jhon White & Laura Mazur, “Manajemen Krisis”, Jurnal ISKI, Vol. II (Oktober 1998), Hal. 41. 30 Tyrone M. Woodyard, Crisis Communication: A Commanders Guide To Effective Crisis Communication, Alabama: USAF, 1998, Hal. 11. 17 berbagai stakeholder yang ada sehingga terjadi suatu integrasi yang baik dengan aktor-aktor yang terlibat didalamnya. Pendapat lain dari Fearn-Banks “crisis communications is the dialog between the organization and its public(s) prior to, during, and after the negative occurrence. The dialog details strategies and tactics to minimize damage to the image of the organization”31. Grunigmenjelaskan beberapa prinsip agar komunikasi krisis dapat dilangsungkan dengan baik32: The Relations Principle. organizations can withstand both issues and crises better if they have established good, long-term relationship with publics who are at risk from decisions and behaviors of the organizations. The Accountability Principle. Organizations should accept responsibility for a crisis even if it was not their fault. The Disclosure Principle. At the time of crisis, an organization must disclose all that it knows about the crisis or problem involved. If it does not know what happened, then it must promise full disclosure once it has additional information. The Symmetrical Communication Principle. At the time of crisis, an organization must consider the public interest to be at least as important as it own. Public safety, for example, is at least as important as profits. Therefore, the organization has no choice other than to engage in true dialogue with publics and to practice socially responsible behavior when a crisis occurs. Prinsip-prinsip di atas menjadikan petunjuk sekaligus pengingat agar perusahaan dapat semaksimal mungkin mengatasi krisis yang akan, sedang dan akhir dari krisis tersebut. Tindakan dan perencanaan yang jelas seperti yang sudah disinggung di awal, sangat penting, maka dari itu langkah-langkah yang teratur dan 31 32 Fearn-Banks, Op Cit, Hal. 9.23. James E. Grunig, The Role of Public Relations in Management and Its Contribution to Organizational and Societal Effectiveness. Pidato yang disampaikan di Taipe, Taiwan, 2001. Dikutip dari http://www,instituteforpr.org/topics/organizational-societal-effectiveness/ 18 sistematis diperlukan.Sesuai dengan namanya, yaitu komunikasi krisis tentu didalamnya ada penggunaan strategi dalam penggunaan pesan karena memang dasar dari komunikasi adalah pertukaran pesan pada kehidupan sehari-hari individu. Coombs, seperti yang di tulis Putra33: Nonexistence strategies, dilakukan perusahaan pada saat menghadapi rumor yang menyebutkan bahwa perusahaan tengah mengalami krisis atau sedang mengalami krisis serius. Bentuk pesan yang digunakan adalah denial (menyangkal), clarification (klarifikasi), attack (menyerang pihak yang membuat rumor dengan ancaman hokum), dan intimidation (memberikan ancaman pada penyebar rumor). Distance strategies, perusahaan mengakui terjadinya krisis dan berusaha memperlemah hubungan perusahaan dengan krisis yang terjadi. Jenis pesan yang digunakan excuse (berusaha mengurangi tanggung jawab dengan cara menyangkal telah melakukan hal negatif, biasanya karena organisasi sudah tidak bias mengontrol situasi) dan justification (melakukan klaim bahwa krisis yang terjadi salah inteprtasi). Ingratiation strategies, berusaha mencari dukungan publik dengan carabolstering (mengingatkan publik tindakan positif perusahaan), trandence (menempatkan krisis pada konteks yang lebih besar, seperti permasalahan likuiditas yang berdalih kesalahan kebijakan pemerintah), dan praising other (mengatakan hal-hal baik yang dilakukan publik). Mortification strategies, mengakui terjadinya krisis dan meminta maaf kepada publik. Cara meminta maaf dengan remediation (bersedia memberikan kompensasi akibat krisis yang ditimbulkan), repentance (meminta maaf dan memohon ampun), rectification (mengambil tindakan yang akan mengurangi kemungkinan terjadinya krisis). Suffering strategies, menunjukan kepada publik bahwa perusahaan juga sama menderita dengan pihak korban dan berusaha memperoleh simpati dari publik. 33 Putra, Op Cit, Hal. 9.28-9.30. 19 E. Kerangka Konsep Public Relations yang baik bukan hanya sekedar membuat press release.Praktisi Public Relations atau Humas membantu manajemen puncak menyelesaikan masalah organisasi dengan menjadi bagian dari koalisi dominan.Dalam hal ini Humas harus proaktif dan bukannya reaktif terhadap masalah. Organisasi harus selangkah di depan masalah dan menghindarinya daripada bereaksi terhadap masalah ketika masalah ini muncul. Rencana yang baik membantu organisasi menghadapi krisis.Dan Humas yang efektif bisa mencegah isu berkembang menjadi krisis.Satu hal yang pasti bahwa Humas yang baik sebagai pengelola manajemen krisis memberikan nilai tambah Humas di mata manajemen puncak organisasi. Banyak krisis terjadi sebagai akibat dari pihak manajemen yang tidak mengambil tindakan ketika mereka diinformasikan adanya masalah yang pada akhirnya berkembang menjadi krisis.Manajemen dan komunikasi krisis diperlukan organisasi dalam upaya penyelesaian dan meminimalisir dampak krisis yang menimpa organisasi. Organisasi yang memiliki manajemen dan komunikasi krisis akan lebih siap menghadapi berbagai kondisi terburuk yang dapat menimpa organisasi, daripada organisasi yang beranggapan bahwa pada saatnya krisis akan berakhir dengan sendirinya. Pada penelitian ini, terdapat beberapa konsep pemikiran yang berkaitan dengan perusahaan Coffee Toffee sebagai objek penelitiannya, yaitu bagaimana Humas Coffee Toffee dalam menangani krisis perusahaan dengan menggunakan manajemen dan komunikasi krisis didalam penanganannya. 20 Manajemen krisis terdapat tiga tahapan, yaitu: Menyusun kebijakan proaktif, menganalisis hubungan Pra Krisis dengan Mitra, menyiapkan perencanaan bagi Mitra Menyusun Tim Manajemen Menentukan pesan, target, media Segera memberikan respon Mencari semua fakta di lapangan Respon Krisis Menggunakan semua saluran komunikasi Menunjukan perhatian kepada Mitra Menyediakan konsultasi kepada Mitra Membangun kembali citra perusahaan Perusahaan perlu mengeluarkan informasi Pasca Krisis terbaru mengenai proses pemulihan, aksi perbaikan, dan/atau penyelidikan krisis Gambar 1.1 Tahapan Manajemen Krisis Sumber: Dikutip dari Prayudi, 2012, Hal.258. Apabila tiga tahapan dalam manajemen krisis telah dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan komunikasi krisis. Komunikasi krisis biasanya dijalankan oleh seorang Humas. Strategi yang dilakukan oleh seorangHumas akan sangat menentukan dalam upaya repositioning perusahaan, mengembalikan citra dan reputasi, maupun untuk membangun kredibilitas yang baru.Komunikasi krisisdidalamnya terdapat strategi dalam penggunaan pesan karena memang dasar dari komunikasi adalah pertukaran pesan. Strategi komunikasi krisis itu, diantaranya: 21 Jenis Pesan Pesan Keterangan Nonexistence menyangkal,klarifikasi,menyerang Dilakukanpada strategies pihak yang dengan membuat ancaman danmemberikan rumor menghadapi saat rumor hukum, bahwaperusahaan ancaman pada tengahmengalami penyebar rumor. krisis atau sedang mengalami krisis serius. Distance Berusaha mengurangi tanggung Mengakui terjadinya strategies jawab dengan cara menyangkal krisis dan berusaha telah melakukan hal negatif, memperlemah melakukan klaim bahwa krisis hubungan perusahaan yang terjadi salah inteprtasi. dengan krisis yang terjadi. Ingratiation Mengingatkan publik tindakan Mencari strategies positifperusahaan,menempatkan dukungan publik. krisis pada konteks yang lebih besar, dan mengatakan hal-hal baik yang dilakukan publik. Mortification Bersedia memberikan kompensasi Mengakuiterjadinya strategies akibat krisis yang ditimbulkan, krisis dan meminta meminta maaf, mengambil maaf kepada publik. tindakan yang akan mengurangi kemungkinan terjadinya krisis. Suffering Menunjukan rasa simpati kepada strategies korban dan publik. Tabel 1.1Strategi Komunikasi Krisis Sumber:Dikutip dari Putra, 1999, Hal.9.28. Masing-masing tahapan manajemen krisis maupun komunikasi krisis sama pentingnya. Yang terpenting adalah mengawalinya dengan riset yang kuat dan 22 landasan yang solid untuk perencanaan.Selain itu, pengaplikasian manajemen krisis dan komunikasi krisis dapat dijadikan sebagai pemulihan citra dan “sedia payung sebelum hujan” untuk menjalani manajemen perusahaan selanjutnya. F. Metodologi Penelitian ini dilakukan dengan mengunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi atau bidang tertentu secara faktual dan cermat.Metode ini dianggap sangat cocok dengan kajian manajemen krisis dan menurut Yin, studi kasus secara umum merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how dan why34.Peneliti diposisikan untuk berupaya menelaah sebanyak mungkin data mengenai subjek yang diteliti. Metode yang akan digunakan adalah wawancara, pengamatan, penelaahan dokumen, dan data apa pun untuk mengurakain kasus yang diteliti secara terinci. Dengan metode ini, peneliti dapat mempelajari semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok, atau suatu kejadian, dan peneliti bertujuan memberikan pandangan yang lengkap dan mandalam mengenai subjek yang diteliti. Dengan menggunakan metode studi kasus penelitian ini tidak mencari atau menjelaskanhubungan variabel, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi sendiri.Robert K. Yinmendefinisiskan metode ini sebagai suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena didalam konteks kehidupan nyata bilamana batas antara fenomena dan konteks tidak tampak dengan tegasdan dimana multi sumber bukti dimanfaatkan35. Penelitian ini mengangkat tentang kasus antara perusahaan Coffee Toffee dengan Mitra Coffee Toffee mengenai manajemen dan komunikasi krisis Coffee Toffee dalam menangani kasus pengembalian gerai Mitra Coffee Toffee.Diharapkanmelalui studi kasus ini akan menghasilkan gambaran menyeluruh tentang penanganan krisis padakasus tersebut. 34 Robert K. Yin, Studi Kasus: Desain dan Metode, PT Raja Grafindo Persada: Jakarta, 1996, Hal 17-18. 35 Ibid. 23 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Coffee Toffee cabang Depok, Jawa Barat. Pemilihan lokasi didasarkan kepada pusat manajerial berada di kantor cabang Jakarta, sedangkan kantor pusat yang berada di Surabaya saat ini hanya sebagai tempat penyedia bahan baku. 2. Objek Penelitian Objek dari penelitian ini adalah manajemen dari Coffee Toffee. Dari manajemen tersebut, selanjutnya difokuskan kepada tim humas (PR) yang bertugas untuk melakukan pendekatan komunikasi dalam menyelesaikan konflik yang terjadi antara manajemen Coffee Toffee dengan mitra pemilik gera-gerai yang bermasalah.Penelitian ini dilakukan pada September 2012 hingga Desember 2013.Waktu tersebut dipilih karena pada jenjang tahun tersebut krisis yang dialami oleh Coffee Toffee dengan Mitranya sedang terjadi. 3. Sumber data a. Data primer Adapun pengertian menurut Marzuki, data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber yang diamati dan dicatat untuk pertama kalinya36.Data primer adalah data yang diperoleh dari kegiatan observasi di lapangan yang diperkuat dengan adanya kegiatan wawancara terhadap narasumber yang kompeten dalam penelitian ini, yaitu divisi Business Expansion dan Public Relations. b. Data sekunder Pengertian data sekunder menurut Umi Narimawati merupakan data yang sudah tersedia sehingga kita tinggal mencari dan pengumpulkan data37.Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung baik dari buku literatur, arsip-arsip dan dokumen-dokumen yang dimiliki oleh instansi 36 Marzuki. 2002. Metodologi Riset. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Hal.55. 37 Umi Narimawati. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Teori dan Aplikasi. Bandung: Agung Media, Hal.94. 24 bersangkutan atau media lain mengenai proses manajemen konflik yang dilakukan oleh Coffee Toffee kepada mitra yang bermasalah. Kedua jenis data tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada pertanyaan di rumusan masalah dan juga tujuan penelitian.Hal tersebut dilakukan agar data-data yang dikumpulkan merupakan data yang sesuai untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini. 4. Teknik Pengumpulan Data Bukti atau data untuk keperluan studi kasus bisa berasal dari enam sumber, yaitu: dokumen, rekaman arsip, wawancara, observasi langsung, observasi partisipan, dan perangkat-perangkat fisik. Penggunaan keenam sumber ini memerlukan keterampilan dan prosedur metodologis yang berbeda-beda38, sehingga untuk mencari informasi agar mendapat data yang diperlukan dalam penelitian inimenggunakan dua sumber, yaituwawancara dan dokumentasi. a. Wawancara Salah satu sumber informasi studi kasus yang sangat penting adalah wawancara. Wawancara sendiri bisa mengambil beberapa bentuk. Yang paling umum, wawancara studi kasus bertipe open-ended, dimana peneliti dapat bertanya kepada narasumber kunci tentang fakta-fakta suatu peristiwa di samping opini mereka mengenai peristiwa yang ada. Selanjutnya, tipe wawancara yang memerlukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih terstruktur dan mendalam (in depth interview)39. Beberapa sumber informasi yang akan digunakan sebagai bagian dalam pengumpulan data dalam penelitian ini antara lain: 1) Divisi Business Expansion sebagai divisi yang mencari calon Mitra hingga tercipta kerjasama. Divisi ini dipilih karena dianggap mengengetahui karakteristik Mitra dan gerai. 2) Divisi Public Relations sebagai divisi yang menangani permasalahan internal dan eksternal perusahaan sehingga dianggap mampu 38 39 Yin, Op Cit, Hal. 101. Ibid. Hal. 103-113. 25 menangani kasus pengembalian gerai dan pengembalian citra perusahaan. 3) Ibu Ayu sebagai Mitra pertama yang melakukan kerjasama dengan Coffee Toffee dan juga yang pertama meminta pengembalian gerai. 4) Ibu Septi sebagai Mitra yang mengikuti jejak Ibu Ayu untuk meminta pengembalian gerai. 5) Ibu Rika dan Bapak Rudi sebagai Mitra yang merasa dirugikan oleh pihak Coffee Toffee dan menutup gerainya tanpa sepengetahuan pihak Coffee Toffee. b. Dokumentasi Untuk studi kasus, penggunaan dokumen yang paling penting adalah mendukung dan menambah bukti dari sumber-sumber lain. Pertama, dokumen membantu penverifikasian ejaan atau judul atau nama yang benar dari organisasi-organisasi yang telah disinggung dalam wawancara. Kedua, dokumen dapat menambah rincian spesifik lainnya guna mendukung informasi dari sumber-sumber lainnya. Karena nilainya secara keseluruhan, dokumen memainkan peran yang sangat penting dalam pengumpulan data studi kasus. Penelusuran secara sistematis terhadap dokumen yang relevan karenanya penting sekali bagi rencana pengumpulan data. Dokumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Company Profile Coffee Toffee, Portofolio untuk Business Opportunity Coffee Toffee, dan Strandard Operating Procedure Coffee Toffee. 5. Teknik Analisis Data Analisis data terdiri atas pengujian, pengkategorian, pentabulasian, ataupun pengombinasian kembali bukti-bukti untuk menunjuk proposisi awal suatu penelitian. Menganalisis bukti studi kasus dimulai dengan strategi analisis yang umum yang mengandung prioritas tentang apa yang akan dianalisis dan mengapa40. Jadi analisis data adalah upaya mengolah data menjadi informasi sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat 40 Yin,Op Cit, Hal. 133. 26 dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian.Selain itu, analisis data merupakan kegiatan untuk mengeksplorasi data yang telah diperoleh di lapangan. Setelah data-data terkumpul, hasilnya tersebut akan dicoba untuk dihubungkan dengan teori yang relevan berdasar pada proposisi teoritis yang akan menuntun ke arah studi kasus, yang direfleksikan melalui sejumlah pertanyaan riset, tinjauan pustaka, dan pemahaman baru. Proposisi ini akan membentuk rencana pengumpulan data, sehingga memberikan prioritas pada strategi analisis yang berkaitan. Selain itu proposisi ini akan membantu keseluruhan studi kasus dengan mendefinisikan penjelasan yang diamati. Melalui pendekatan kualitatif dan tujuan umum penelitian ini yang sifatnya eksplanatoris, maka teknik analisis data yang digunakan adalah memberikan pemaparan dan penjelasan secara mendalam terhadap kasus yang diteliti. Dengan menggunakan teknik analisis data ini, dapat juga ditetapkan serangkaian keterlibatan timbal balik tentang kasus yang diteliti. Kemudian kekurangan-kekurangan yang ada dalam pelaksanaan manajemen krisis yang dilakukan perusahaan Coffee Toffee akan terlihat melalui analisis data ini, saran terhadap pelaksanaan manajemen krisis pada perusahaan Coffee Toffee akan diberikan juga di akhir karya tulis ini. 6. Validitas Data Salah satu syarat bagi analisis data di dalam studi kasus adalah memiliki data yang valid dan reliable.Sehingga, dilakukanlah upaya validasi terhadap data-data yang telah diperoleh.Idrus mengutip Guba menyarankan tiga teknik agar data dapat memenuhi kriteria validitas dan realibilitas, diantaranya memperpanjang waktu tinggal, observasi lebih tekun, atau melakukan triangulasi data. Triangulasi data sendiri merupakan suatu teknik keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk kepentingan pengecekan sebagai pembanding terhadap data itu yang bertujuan memperkuat validitas data yang telah diperoleh. Triangulasi data dapat dilakukan dengan menggunakan sumber lain lebih dari satu, menggunakan metode lain, 27 menggunakan peneliti lebih dari satu, dan menggunakan teori yang berbedabeda41. 41 Seperti dikutip dari M. Idrus, Metode Penelitian Ilmu-ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif), UII Press: Yogyakarta, 2007, Hal. 178. 28