BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Audit Energi Audit energi merupakan teknik yang digunakan untuk menghitung besarnya konsumsi energi pada bangunann gedung dan mengenali cara-cara penghematannya. Dalam audit energi terdapat tahapan audit yang meliputi audit awal dan audit rinci (SNI 03-6196, 2000). Audit energi awal merupaka Audit energi awal pada prinsipnya dapat dilakukan pemilik/pengelola bangunan gedung yang bersangkutan berdasarkan data rekening pembayaran energi yang dikeluarkan dan pengamatan visual (SNI 03-6196, 2000). Kegiatan audit energi awal meliputi pengumpulan data energi sistem dengan data yang tersedia dan tidak memerlukan analisis perhitungan yang rinci. Data yang diperlukan meliputi: 1) Dokumentasi bangunan yang dibutuhkan adalah gambar teknik bangunan sesuai pelaksanaan konstruksi (as built drawing), terdiri dari : a. Tapak, denah dan potongan bangunan gedung seluruh lantai. b. Denah instalasi pencahayaan bangunan seluruh lantai. c. Diagram satu garis listrik, lengkap dengan penjelasan penggunaan daya listriknya dan besarnya penyambungan daya listrik PLN serta besarnya daya listrik cadangan dari Diesel Generating Set. 2) Pembayaran rekening listrik bulanan bangunan gedung selama satu tahun terakhir dan rekening pembelian bahan bakar minyak (bbm), bahan bakar gas (bbg), dan air. 3) Tingkat hunian bangunan (occupancy rate). Audit energi rinci merupakan tahapan dimana dilakukan pengukuran konsumsi energi listrik pada gedung serta kompilasi data. Pemetaan profil konsumsi energi pada objek audit energi dapat di telusuri dengan mengeksplorasi aliran energi pada objek ( supply, demand dan konsumsi ) (SNI 03-6196, 2000). Berdasarkan data yang diperoleh tersebut, maka berdasarkan SNI 03-6196-2000 selanjutnya dilakukan analisa berupa : 1) Menghitung Intensitas Konsumsi Energi ( IKE) 2) Membuat profil energi listrik 3) Mengidentifikas peluang hemat energi pada suatu alat atau sistem 4 5 2.2 Profil Energi Profil penggunaan energi dinyatakan dalam persen (%). Profil energi ini merupakan Gambaran untuk mengetahui persentasi konsumsi energi yang ada pada suatu objek energi. Sebagai contoh pada suatu gedung mengkonsumsi energi listrik. Profil penggunaan energi untuk konsumsi energi listrik terbagi menjadi beberapa sektor yaitu lampu, AC, Lift, dan peralatan kantor. Berikut adalah contoh profil energi untuk gedung perkantoran : profil energi 3% 15% 28% lampu AC Lift peralatan kantor 54% Gambar 2.1 profil energi Sumber ( Agus Rianto, 2007) 2.3 2.3.1 Konsumsi Energi Listrik dan Intensitas Konsumsi Energi Konsumsi energi listrik Konsumsi energi listrik adalah penggunaan listrik dari setiap peralatan yang menggunakan energi listrik sebagai konsumsinya. Adapun konsumsi energi energi listrik dapat dihitung dengan persamaan (2.1). Konsumsi energi listrik ( KWh) = daya (KW) x waktu pemakaian (jam ) ………. (2.1) 2.3.2 Intensitas Konsumsi Energi Intensitas Konsumsi Energi (IKE) adalah pembagian antara konsumsi energi dengan satuan luas bangunan gedung (SNI 03-6196,2000). Konsumsi eneegi yang dimaksud adalah besarnya pemakaian energi baik energi listrik maupun sumber energi lainnya pada bangunann gedung dalam waktu satu tahun. Konsumsi energi listrik selama 1 tahun (KWH/tahun) didapat dari rekening listrik, konsumsi energi lannya didapat dari catatan pemakaian bahan bakar atau sumber energi lainnya. Sedangakan luas gedung didapat dari denah gedung. 6 Dalam menghitung besarnya IKE pada bangunan gedung ada beberapa istilah yang digunakan , antara lain: persatuan luas kotor gedung 1. IKE Luas kotor adalah luas bangunann yang dikondisikan ditambah luas gedung yang tidak dikondisikan dimana dalam kasus hotel adalah seluruh bangunann kamar dan bangunan operasional seperti kantor, dapur,dll. IKE kotor ini dapat dihitung dengan persamaan (2.2) / = ……………………. (2.2) 2. IKE persatuan luas bersih gedung yang dikondisikan (net) Dalam bangunan hotel, luas gedung yang dikondisikan adalah kamar-kamar. Jadi luas yang digunakan untuk menghitung IKE adalah luas seluruh kamar. IKE bersih dapat dihitung dengan persamaan (2.3) / = ……………………….. (2.3) 3. IKE spesifik dari gedung yang disewakan. Pada kasus hotel, IKE ini dihitung berdasarkan jumlah kamar di hotel tersebut. IKE spesifik dapat dihitung dengan persamaan (2.4) / 2.4 Faktor Daya = …………………….. (2.4) Berdasarkan B. L. Theraja Tahun 1984, Faktor daya dapat didefinisikan sebagai rasio perbandingan antara daya aktif (Watt) dan daya semu (VA) yang digunakan dalam sirkuit AC atau beda sudut phasa antara V dan I yang bisaanya dinyatakan dalam cos φ. Persamaan (2.5) merupakan persamaan untuk faktor daya ( cos φ). Faktor Daya = ( ) ( ) ................................................................................(2.5) Faktor daya mempunyai nilai range antara 0 – 1 dan dapat juga dinyatakan dalam persen. Faktor daya yang bagus apabila bernilai mendekati satu. Untuk menyatakan daya reaktif dapat juga di hitung dengan persamaan 2.6. Daya Reaktif (Q) = Daya Aktif (P) × Tan φ .........................................................(2.6) Dengan : Tan φ = tan sudut beda phasa tegangan dan arus 7 Sebuah contoh, rating kapasitor yang dibutuhkan untuk memperbaiki faktor daya pada keadaan pf 1 persamaan (2.7) dan pf2 persamaan (2.8) sebagai berikut : reaktif pada pf awal = Daya Aktif (P) × Tan φ1 ...........................................(2.7) Daya Daya reaktif pada pf diperbaiki = Daya Aktif (P) × Tanφ2 ...................................(2.8) Dengan : Tan φ1 = tan sudut beda phasa tegangan dan arus awal Tan φ2 = tan sudut beda phasa tegangan dan arus akhir Kapasitas daya reaktif kapasitor bank yang diperlukan untuk memperbaiki faktor daya dapat dinyatakan dalam persamaan (2.9) berikut ini : Daya reaktif kapasitor bank (kVAr) = Daya Aktif (kW) x (Tanφ1 –Tanφ2) .........(2.9) Adapun standar untuk power factor adalah berdasarkan peraturan mentri ESDM no 3 tahun 2007 power factor yang dijinkan besarnya >0,85. 2.5 Frekuensi Berdasarkan B. L. Theraja Tahun 1984, Frekuensi adalah ukuran jumlah putaran ulang per selang waktu yang diberikan. Hasil perhitungan ini dinyatakan dalam satuan hertz (Hz) yaitu nama pakar fisika Jerman Heinrich Rudolf Hertz yang menemukan fenomena ini pertama kali. Frekuensi sebesar 1 Hz menyatakan peristiwa yang terjadi satu kali per detik. Secara alternatif, seseorang bisa mengukur waktu antara dua buah kejadian/ peristiwa (dan menyebutnya sebagai periode), lalu memperhitungkan frekuensi ( f) sebagai hasil kebalikan dari periode ( T ), seperti nampak dari persamaan (2.10) berikut : = .............................................................................................................(2.10) Gambar 2.2 Gelombang Sinusoida dengan Beberapa Macam Frekuensi Gambar 2.2 di atas merupakan Gelombang sinusoida dengan beberapa macam frekuensi dimana gelombang yang bawah mempunyai frekuensi yang lebih tinggi. 8 Berdasarkan standard EN 50160 bahwa standar frekuensi untuk 50 Hz di Indonesia adalah ± 1 % atau 49,5 Hz ≤ f ≤ 50,5 Hz. 2.6 Harmonisa Berdasarkan jurnal syhadwil tahun 2010, pada dasarnya, gelombang tegangan dan arus yang ditransmisi dan didistribusikan dari sumber ke beban berupa gelombang sinusoidal murni. Akan tetapi, pada proses transmisi dan distribusi ini terjadi berbagai macam gangguan sehingga bentuk gelombang tidak lagi sinusoidal murni. Salah satu fenomena penyimpangan bentuk gelombang sinusoidal ini adalah distorsi harmonik. Harmonik adalah gejala pembentukan gelombang sinusoidal dengan frekuensi yang merupakan perkalian bilangan bulat dengan frekuensi dasarnya. Bila terjadi superposisi antara gelombang frekuensi dasar dengan gelombang frekuensi harmonik maka terbentuklah frekuensi gelombang yang terdistorsi sehingga bentuk gelombang tidak lagi sinusoida. Harmonik menurut International Electrotechnical Commision (IEC) 6100-2-11990 didefenisikan sebagai tegangan ataupun arus sinusoidal yang mempunyai kelipatan frekuensi sistem pasokan tenaga listriknya sebagaimana yang dirancang untuk dioperasikan ( 50 Hz ataupun 60 Hz). Mirip dengan IEC, Institute of Electrical and Electronic Engineering (IEEE) Std 159-1995 mendefenisikan harmonik sebagai tegangan ataupun arus sinusoida yang mempunyai kelipatan bulat dari frekuensi dimana sistem tenaga listrik pasokannya dirancang untuk dioperasikan (atau disebut juga dengan terminologi : frekuensi fundamental), yaitu pada umumnya 50 Hz atau 60 Hz. Berdasarkan jurnal syhadwil tahun 2010, Secara umum, ada dua indeks penting yang digunakan untuk mengukur besarnya distorsi harmonik pada sistem tenaga listrik yaitu Total Harmonic Distortion (THD). Adapun persamaan untuk menghitung THD arus adalah persamaan (2.11) dan THD tegangan adalah persamaan (2.12). ………………………………………………………………. (2.11) …………………………………………………………………… (2.12) Dengan : THDV = Total Harmonic Distortion Tegangan [ % ] THDI = Total Harmonic Distortion Arus [ % ] Vh = nilai rms tegangan harmonik ke-h [Volt ]; 9 Ih = nilai rms arus harmonik ke-h [Ampere]; V1 = nilai rms tegangan pada frekuensi dasar [volt]; I1 adalah nilai rms arus pada frekuensi dasar [ Ampere ] Berdasarkan jurnal syhadwil tahun 2010, dampak harmonik tegangan dan harmonik arus dapat menimbulkan efek yang berbeda-beda pada peralatan listrik yang terhubung dengan jaringan listrik tergantung karakteristik listrik beban itu sendiri. Akan tetapi, secara umum pengaruh harmonik pada peralatan tenaga listrik ada tiga, yaitu : 1. Nilai rms baik tegangan dan arus lebih besar 2. Nilai puncak (peak value) tegangan dan arus lebih besar 3. Frekuensi sistem turun. Secara khusus berdasarkan jurnal syhadwil, 2010, efek atau dampak yang ditimbulkan oleh harmonik pada sistem tenaga listrik dapat dibagi menjadi : 1. Efek Jangka Pendek a. Tegangan harmonik dapat mengganggu peralatan kontrol yang digunakan pada sistem elektronik. b. Harmonik dapat menyebabkan kesalahan pada peralatan pengukuran listrik yang menggunakan prinsip induksi magnetik. c. Harmonik juga dapat mengganggu alat-alat pengaman dalam sistem tenaga listrik seperti relay. d. Pada mesin-mesin berputar seperti generator dan motor, torsi mekanik yang diakibatkan oleh arus harmonik dapat menyebabkan getaran dan suara/bising pada mesin-mesin tersebut. e. Bila ada sistem komunikasi yang dekat dengan sistem tenaga listrik maka sistem tersebut dapat terganggu oleh harmonik. Bisaanya sistem kontrol dari sistem telekomunikasi yang terganggu oleh harmonik. 2. Efek Jangka Panjang a. Pemanasan kapasitor. b. Pemanasan pada mesin-mesin listrik, Tegangan non-sinusoidal yang diterapkan pada mesin listrik dapat menimbulkan masalah Meningkatkan rugi inti dan rugi belitan, serta pemanasan lebih. 10 c. Pemanasan pada Transformator. Transformator sangat rentan terhadap pengaruh harmonik. Transformator dirancang sesuai dengan frekuensi kerjanya. Frekuensi harmonik yang lebih tinggi dari frekuensi kerjanya akan mengakibatkan penurunan efisiensi dan pada akhirnya mengakibatkan kerugian daya. Pengaruh utama harmonik pada transformator adalah Panas lebih yang dibangkitkan oleh arus beban yang mengandung harmonik dan kemungkinan resonansi paralel transformator dengan kapasitansi sistem. d. Pemanasan pada kabel dan peralatan lainnya. Rugi-rugi kabel yang dilewati oleh arus harmonik akan semakin besar. Hal ini disebabkan meningkatnya resistansi dari tembaga akibat meningkatnya frekuensi (efek kulit). Standard harmonik yang di izinkan berdasarkan IEEE 519-1992 dalah sbb : THDI (arus) ≤ 10% THDV (tegangan) ≤ 5% 2.7 Daya a. Daya Aktif Berdasarkan Berdasarkan B. L. Theraja Tahun 1984, Daya aktif (Active Power) adalah daya yang terpakai untuk melakukan energi kerja sebenarnya misalnya energi panas, cahaya, mekanik dan lain – lain. Satuan daya aktif adalah Watt. Cara menghitung daya aktif bisa menggunakan Persamaan (2.13) untuk sistem 3 phasa dan persamaan (2.14) untuk sistem satu phasa. P = 3.VL-N. IL . Cos φ ..........................................................................................(2.13) P = VL-N. IL . Cos φ…………………………………………………………… (2.14) Dengan : VL-N = tegangan line to Netral (Volt) IL = arus line (Amper) Cos φ = faktor daya b. Daya Reaktif Berdasarkan B. L. Theraja Tahun 1984, daya reaktif adalah jumlah daya yang diperlukan untuk pembentukan medan magnet. Dari pembentukan medan magnet maka akan terbentuk fluks medan magnet. Contoh daya yang menimbulkan daya reaktif adalah transformator, motor, dan lain – lain. Satuan daya reaktif adalah VAR. Cara menghitung daya reaktif bisa menggunakan Persamaan (2.15) untuk sistem 3 phasa dan persamaan (2.16) untuk sistem satu phasa. Q = 3.VL-N. IL . Sin φ ...........................................................................................(2.15) Q = VL-N. IL . Sin φ…………………………………………………………… (2.16) Dengan : VL-N = tegangan line to Netral (Volt) 11 IL = arus line (Amper) Sin φ = Sin sudut beda phasa anatara tegangan dan arus c. Daya Semu Berdasarkan B. L. Theraja Tahun 1984, daya semu (apparent power) adalah daya yang dihasilkan oleh perkalian antara tegangan rms dan arus rms dalam suatu jaringan atau daya yang merupakan hasil penjumlahan trigonometri daya aktif dan daya reaktif sesuai Gambar segitiga daya pada Gambar 2.3. Satuan daya semu adalah VA. Persamaan (2.17) menunjukan persamaan umum untuk mencari daya semu. Gambar 2.3 Penjumlahan Trigonometri daya aktif, reaktif dan semu S = P + jQ, mempunyai nilai/ besar dan sudut S = S φ S = p + Q ……………………………………………………………………(2.17) Cara menghitung daya semu bisa menggunakan Persamaan (2.18) untuk sistem 3 phasa dan persamaan (2.19) untuk sistem satu phasa. S = 3.VL-N. IL ………………………………………………………………. (2.18) S = VL-N. IL . …………………………………….………………………… (2.19) Dengan : VL-N = tegangan line to Netral (Volt) IL = arus line (Amper) S = daya semu (VA) 2.8 Arus Phasa dan arus ketidakseimbangan Berdasarkan B. L. Theraja Tahun 1984, Arus listrik adalah banyaknya muatan listrik yang mengalir tiap satuan waktu. Muatan listrik bisa mengalir melalui kabel atau penghantar listrik lainnya. Ketidakseimbangan arus pada sistem 3 phasa adalah perbedaan besarnya arus pada masing-masing tiap phasa yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan beban. Arus yang tidak seimbang menyebabkan : a. Meningkatnya arus pada penghantar netral, hal ini dikarenakan arus yang berlebih akan mengalir menuju penghantar netral. 12 b. Meningkatnya tegangan netral ke Pentanahan dimana karena meningkatya arus dari pada penghantar netral maka akan meningkatkan pula tegangan dari penghantar netral terhadap ground. c. Motor panas berlebihan – tembusnya isolasi, karena Ketidakseimbangan arus maka akan terjadi pemanasan berlebih pada beberapa penghantar karena dialiri oleh arus yang sementara penghantar lainnya lebih rendah. Dengan tingginya arus ini tinggi menyebabkan rugi-rugi tembaga tinggi dan menyebabkan panas berlebih pada penghantar. Misanya akan terjadi pemanasan berlebih pada kumparan motor. d. Turunnya efisiensi motor, karena arusnya tidak seimbang dan pada yang setiap phasanya tidak dialiri oleh arus optimal sehingga tidak didapatkan efisiensi motor yang maksimal, serta denga adanya arus yang tinggi maka akan timbul rugi tembaga yang tinggi jadi hal ini mengurangi efisiensi motor. e. Tingginya biaya pemeliharaan motor dan alat. Karena adanya kerusakan pada motor maka akan menyebabkan biaya pemeliharaan motor menjadi lebih mahal. Adapun cara menghitung Ketidakseimbangan arus per phasa adalah dengan menggunakan persamaan (2.20) dibawah. % = = × 100%……………………………… (2.20) ………………………………………………….. (2.21) Dengan : IL = arus line (Amper) IR = arus phasa R (Amper) IS = arus phasa S (Amper) IT = arus phasa T (Amper) Standard ketidakseimbangan arus menurut ANSI C84.1-1995 adalah 5% dari arus line ratarata pada sistem 3 phasa. 2.9 Tegangan Line to Netral dan ketidakseimbangannya Berdasarkan B. L. Theraja Tahun 1984, Tegangan listrik adalah perbedaan potensial listrik antara dua titik dalam rangkaian listrik dan dinyatakan dalam satuan volt. Tergantung pada perbedaan potensial listriknya, suatu tegangan listrik dapat dikatakan sebagai ekstra rendah, rendah, tinggi atau ekstra tinggi. Secara definisi tegangan listrik menyebabkan obyek bermuatan listrik negatif tertarik dari tempat bertegangan rendah menuju tempat bertegangan 13 lebih tinggi. Sehingga arah arus listrik konvensional di dalam suatu konduktor mengalir dari tegangan tinggi menuju tegangan rendah. Ketidakseimbangan tegangan adalah perbedaan tegangan dari masing-masing tegangan phasa pada sistem 3 phasa. memperlihatkan fasor tegangan yang seimbang dan tak seimbang. Pada sistem Gambar 2.4 yang seimbang, setiap tegangan phasa mempunyai besar yang sama dan mempunyai beda sudut phasa 120o. Menurut definisi, arah urutan phasa tegangan abc disebut positif jika mempunyai arah mengikuti arah putaran jarum jam. Tegangan tak seimbang bisa berbeda besarnya, mempunyai beda sudut yang tidak 120o, atau keduanya. Gambar 2.4 Fasor tegangan seimbang dan tidak seimbang. Tegangan tiga-phasa yang tak seimbang bisa diuraikan menjadi tiga sistem yang seimbang atau simetris. Ketiga sistem simetris ini disebut komponen urutan positif, urutan negatif, dan urutan nol. Gambar 2.4 memperlihatkan tiga sistem simetris tersebut. Komponen urutan positif mempunyai urutan phasa mengikuti putaran jarum jam, urutan negatif berlawanan dengan arah putaran jarum jam, sedangkan urutan nol mempunyai arah phasa yang sama. Setiap tegangan yang tak seimbang selalu bisa diuraikan menjadi tiga sistem simetris tersebut. Gambar 2.4 memperlihatkan tegangan tak seimbang yang dibentuk oleh tiga sistem simetris. Jika tegangan sistemnya seimbang maka hanya urutan positif yang ada. Urutan negatif dan nol tidak ada. Oleh sebab itu, adanya urutan negatif dan nol bisa dijadikan indikasi seberapa besar ketidakseimbangan dari tegangan sistem. Pada sistem tiga-phasa tiga-kawat, urutan nol tidak perlu kita perhitungkan karena arus urutan nol tidak bisa mengalir. Pada sistem tiga-phasa tiga kawat yang bisa kita ukur secara langsung hanyalah tegangan setiap phasa, sehingga besarnya ketidakseimbangan tegangan per fasa bisaanya dihitung dengan persamaan (2.22) berikut : % = = × 100%………………………………. (2.22) …………………………………………. (2.23) 14 Dengan : VL-N = tegangan line to Netral (Volt) VR = tegangan phasa R (Volt) VS = tegangan phasa S (Volt) VT = tegangan phasa T (Volt) Berdasarkan standard EN 50160bahwa batas tegangan 220/380 V adalah ± 10% dari tegangan standard atau 198 V ≤ V≤ 242 V dan standard ketidakseimbangan tegangan menurut EN 50160 adalah 2% dari tegangan rata-rata masing-masing phasa pada sistem 3 phasa. 2.10 Pompa Sistem pemompaan bertanggung jawab terhadap hampir 20% kebutuhan energi listrik dunia dan penggunaan energi dalam operasi pabrik industri tertentu berkisar 25-50% (US DOE, 2004). Pompa memiliki dua kegunaan utama: 1. Memindahkan cairan dari satu tempat ke tempat lainnya (misalnya air dari aquifer bawah tanah ke tangki penyimpan air) 2. Mensirkulasikan cairan sekitar Sistem (misalnya air pendingin atau pelumas yang melewati mesin- mesin dan peralatan) Komponen utama Sistem pemompaan adalah: 1. Pompa. 2. Mesin penggerak: motor listrik,mesin diesel atau Sistem udara. 3. Pemipaan, digunakan untuk membawa fluida . 4. Kran, digunakan untuk mengendalikan aliran dalam Sistem. 5. Sambungan, pengendalian dan instrumentasi lainnya. 6. Peralatan pengguna akhir, yang memiliki berbagai persyaratan (misalnya tekanan, aliran) yang menentukan komponen dan susunan Sistem pemompaan. Contohnya adalah alat penukar panas, tangki dan mesin hidrolik. 2.11 Motor listrik 3 phasa Motor induksi adalah alat listrik yang mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. Listrik yang diubah adalah listrik 3 phasa. Motor induksi sering juga disebut motor tidak serempak atau motor asinkron. Susunan belitan stator motor induksi dengan dua kutub, memiliki tiga belitan yang masingmasing berbeda sudut 120° Gambar 2.5. Ujung belitan phasa pertama U1- U2, belitan phasa kedua V1-V2 dan belitan phasa ketiga W1-W2. 15 Prinsip Gambar 2.5 Belitan stator motor induksi 2 kutub kerja motor induksi dijelaskan dengan gelombang sinusoidal Gambar 2.6, terbentuknya medan putar pada stator motor induksi. Tampak stator dengan dua kutub, dapat diterangkan dengan empat kondisi. Gambar 2.6 Bentuk gelombang sinusoida dan timbulnya medan putar pada stator motor induksi Saat sudut 0°. Arus I1 bernilai positif dan arus I2 dan arus I3 bernilai negatif dalam hal ini belitan V2, U1 dan W2 bertanda silang (arus meninggalkan pembaca), dan belitan V1, U2 dan W1 bertanda titik (arus listrik menuju pembaca). Terbentuk fluk magnet pada garis horizontal sudut 0°. Kutub S (south = selatan) dan kutub N (north = utara). Saat sudut 120°. Arus I2 bernilai positif sedangkan arus I1 dan arus I3 bernilai negatif, dalam hal ini belitan W2, V1, dan U2 bertanda silang (arus meninggalkan pembaca), dan kawat W1, V2, dan U1 bertanda titik (arus menuju pembaca). Garis fluk magnit kutub S dan N bergeser 120° dari posisi awal. Saat sudut 240°. Arus I3 bernilai positif dan I1 dan I2 bernilai negatif, belitan U2, W1, dan V2 bertanda silang (arus meninggalkan pembaca), dan kawat U1, W2, dan V1 bertanda titik (arus menuju pembaca). Garis fluk magnit kutub S dan N bergeser 120° dari posisikedua. Saat sudut 360°. posisi ini sama dengan saat sudut 0°, di mana kutub S dan N kembali keposisi awal sekali. Dari keempat kondisi di atas saat sudut 0°, 120°, 240°, dan 360°, dapat dijelaskan terbentuknya medan putar pada stator, medan magnet putar stator akan memotong belitan 16 rotor. Kecepatan medan putar stator ini sering disebut kecepatan sinkron, tidak dapat diamati dengan alat ukur. Daya input motor induksi dapat dihitung dengan persamaan (2.25) dan (2.26) = √3 × =3× × × Dengan : Pin = daya input motor induksi (Watt) × cos ……………………………… (2.25) × cos ……………………………….. (2.26) VL-L = Tegangan line to line (Volt) VL-N = Tegangan line to netral (Volt) IL = Arus line (Amper) Cos φ = faktor daya 2.12 Water heater atau pemanas air Berdasarkan Arbii Surya Sanjaya tahun 2012, Water heater adalah sebuah alat pemanas air otomatis yang memakai sumber listrik bertegangan 220 v yang memanfaatkan elemen panas sebagai pemanas air dan thermostat sebagai sensor panas/suhu dimana besar suhu dapat diatur oleh pemakai sesuai keinginan. Adapun komponen dari pemanas air ini antara lain: 1. Tabung Pemanas Stainless Gambar 2.7 tabung pemanas stainless Tabung stainless dipilih sebagai penampung air yang nantinya akan akan 17 dipanaskan. Dipilihnya jenis stainless dengan alasan sebagai berikut : 1. Tahan karat, agar air yang digunakan tetap terjaga kehigienisannya. 2. Tahan terhadap suhu panas. 3. Dapat menahan suhu panas, sehingga suhu air tidak cepat turun kembali. 2. Elemen Pemanas Gambar 2.8 elemen pemanas Elemen pemanas merupakan lilitan kawat yang digunakan untuk menghasilkan panas dengan mengkonversikan energi listrik menjadi energi kalor. Cepat atau lambatnya air yang dipanaskan tergantung dari panas yang dihasilkan oleh elemen panas ini. Semakin baik bahan yang digunakan dan semakin besar daya listrik yang digunakan, maka semakin cepat air untuk mencapai suhu tinggi. 3. Glasswool Glasswool digunakan untuk menghambat rambatan panas yang dihasilkan elemen pemanas ke casing. Glasswool ini ditempelkan pada permukaan luar tabung pemanas stainless agar panas tidak merambat ke tabung casingg, sehingga tabung casing tidak akan terasa panas bila disentuh. Gambar 2.9 glasswool 18 Glasswool terbuat dari campuran faberglas yang disusun menjadi sebuah tekstur mirip dengan wool. Namun ada juga glasswool dengan bahan lain yang mamiliki fungsi lain pula. 4. Kertas Alumunium Foil Gambar 2.10 kertas Alumuniun foil Kertas alumunium foil digunakan untuk membungkus tabung pemanas yang telah dipasang glasswool. Hal ini ditujukan untuk menahan panas air yang telah dipanaskan agar tidak keluar secara langsung. Sehingga suhu air terjaga dalam waktu yang cukup lama. Selain itu kertas alumunium juga untuk mencegah tetesan air agar tidak mengenai terminal sumber elemen panas. Adapun prinsif kerja dari Water heater ini dapat kita lihat pada Gambar 2.10. Gambar 2.11 prinsif kerja water heater Water heater adalah suatu alat yang diguanakan untuk memansakan air dalam tabung pemanas. Kalor disini dihasilkan oleh elemen pemanas 1000W yang diguanakan untuk memanaskan tabung stainless pemanas untuk mengkonveksi panas ke air. Menggunakan ELCB untuk mengamnakan jika terjadi arus bocor dan thermostat untuk menseting suhu yang diinginkan pada air. 19 2.13 Analisa investasi Analisis aspek finansial digunakan untuk mengetahui kelayakan tindakan konservasi energi. Kriteria kelayakan investasi yang akan digunakan antara lain Net Present Value (NPV), dan Payback Period (PP). 2.13.1 Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) atau nilai kini manfaat bersih adalah selisih antara total present value manfaat dengan total present value biaya, atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis (Nurmalina et al.2009). Nilai yang dihasilkan dalam perhitungan NPV adalah satuan mata uang, yang dalam penelitian ini menggunakan satuan rupiah. Secara matematis, formulasi (persamaan ) yang digunakan untuk menghitung NPV adalah: …………………………… (2.27) dengan: B = Manfaat (benefit) pada tahun t C = Biaya (cost) pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnis (t = 0, 1, 2, 3, ...., n) tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya i = Tingkat discount atau suku bunga (%) Sumber : Nurmalina et al. (2009) Hasil penilaian kelayakan investasi dalam metode NPV ini adalah dengan menggunakan kriteria: 1) Jika NPV > 0, maka proyek dinyatakan “layak” untuk dilaksanakan, 2) Jika NPV = 0, maka proyek dinyatakan “sulit” untuk dilaksanakan, karena manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan, dan 3) Jika NPV < 0, maka proyek dinyatakan “tidak layak” untuk dilaksanakan. 2.13.2 Payback periode (PP) Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat investasi akan kembali. Proyek yang memiliki nilai PP kecil atau cepat, dinyatakan baik dan kemungkinan besar akan dipilih. Jika sampai pada saat proyek berakhir belum dapat mengembalikan modal yang gunakan, maka 20 sebaiknya proyek tidak dilaksanakan. Secara matematis, persamaan yang digunakan untuk menghitung PP ini adalah: Dimana : I Ab …………………………………………………………(2.28) = Besarnya biaya investasi yang diperlukan = Manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya Sumber: Nurmalina, et al. (2009) =