Influence of Sorbitan Monostearate on Characteristics of

advertisement
Kandungan Kimia dan Aktivitas
Majalah Farmasi Airlangga, Vol.8 No.2, Oktober 2010
23
Kandungan Kimia dan Aktivitas Antimikroba Ekstrak Garcinia Celebica l. terhadap Staphylococcus
Aureus, Shigella Dysenteriae dan Candida Albicans
Retno Widyowati*, Abdul Rahman
Departemen Farmakognosi dan Fitokimia, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Jl. Dharmawangsa Dalam, Surabaya, Indonesia
Garcinia celebica was investigated for its chemical constituent and antimicrobial activity.
The components of this plant were terpenoid, flavonoid and tannin. The methanol and
chloroform extract were assayed for antimicrobial activity using Agar Dilution Method
against Staphylococcus aureus, Shigella dysenteriae and Candida albicans. They exhibited
antimicrobial activity against Staphylococcus aureus, Shigella dysenteriae and Candida
albicans with Minimum Inhibitory Concentration (MIC) 0.5 mg/mL.
Keywords: Garcinia celebica, chemical constituent, antimicrobial activity
PENDAHULUAN
Obat tradisional merupakan warisan budaya
nenek moyang yang berasal dari bahan alam dan
sampai saat ini tetap digunakan oleh masyarakat
secara luas. Dalam peningkatan pembangunan di
bidang obat tradisional, perlu adanya peningkatan
pemanfaatan tumbuh-tumbuhan sebagai bahan
baku bagi industri obat tradisional (Depkes RI,
1985).
Di Indonesia yang alamnya kaya akan tumbuhtumbuhan obat terdapat banyak jenis Garcinia sp.
yang pada umumnya tumbuh secara liar. Jenis
tumbuhan ini oleh masyarakat luas banyak sekali
digunakan sebagai obat-obatan baik dalam bentuk
tunggal ataupun campuran dengan tanaman lain,
diantaranya : sebagai antiseptik, antijamur,
antimikroba, mengobati sakit kepala, sakit telinga,
diare, disentri, demam, sakit perut, malaria,
bengkak karena peradangan, dan meningkatkan
gairah atau afrodisiaka (Johnson, 2004; Heyne,
1950).
Beberapa studi kimia tentang Garcinia sp.
dilakukan,
diantaranya:
Garcinia
kola
mengandung flavonoid (Iwu, 1982) dan
poliisoprenilat benzoat yang mempunyai aktivitas
terhadap antimikroba dan antimalaria dengan IC 50
= 6 g/mL (Tona, 1999; Hussain, 1982), Garcinia
mangostana L. mengandung mangostin dan ɤ mangostin yang mempunyai aktivitas terhadapa
antimikroba dan anti HIV-1 protease, dimana
senyawa mangostin mempunyai harga IC 50 = 5,12
M sedangkan-mangostin 4,81 M (Sundaram,
1983; Chen, 1996; Mahabusarakam. 1987).
Senyawa -mangostin dari tanaman ini
mempunyai aktivitas terhadap uji daya hambat
sintesa siklooksigenase dan prostaglandin E2
dengan IC 50 = 5g/mL, diharapkan dapat
digunakan sebagai obat antiinflamasi (Keiko,
2002). Garcinia atroviridis mengandung senyawa
ksanton yang diberi nama atroviridin (Kosin,
1998), Garcinia cambogia mengandung ksanton
dan benzophenon yang dapat digunakan sebagai
antibakteri
terhadap
Metisilin
Resistant
Staphylococcus aureus (MRSA) dan menghambat
efek topoisomerase (Munekazu, 1998), selain itu
mengandung asam hidroksisitrat yang dapat
menghambat enzim adenin trifosfat-sitrat (pro-3S)
pada extramitokondrial (Heymsfield, 1998),
Garcinia dulcis mengandung ksanton yang
mempunyai aktivitas antimalaria dengan harga
IC 50 = 0,96 – 3,88 µg/ml (Likhitwitayawid,
1998a), Garcinia cowa mengandung ksanton yang
mempunyai aktivitas antimalaria dengan IC 50 = 1,5
– 3,0 µg/ml (Likhitwitayawid, 1998b), Garcinia
multiflora mengandung 26 senyawa diantaranya : 3
senyawa aromatik, 3 benzofenon, 3 flavonoid, 3
isocoumarin, 1 phloroglucinol, 6 steroid, dan 7
ksanton. Kandungan utamanya adalah 2,4,3′,4′tetrahydroxy-6-methoxybenzophenon dan 1,3,6,7tetrahydroxyxanthon yang mempunyai aktivitas
sebagai antioksidan (Jyh-Horng et al., 2008).
Dari keterangan di atas dapat dilihat bahwa
terhadap tanaman Garcinia sp sudah banyak
dilakukan penelitian, tapi untuk tanaman yang
biasa dikenal sebagai baros/manggu atau nama
latinnya Garcinia celebica L. belum pernah
dilaporkan, maka pada penelitian ini dilakukan
identifikasi kandungan kimia yang ada dalam
tanaman tersebut dengan cara melakukan skrining
fitokimia.
Berdasarkan beberapa kegunaan dari Garcinia
sp. Di atas (sebagai antiseptik, antijamur,
antimokroba, diare dan bengkak) diduga Garcinia
celebica L. juga mempunyai aktivitas yang sama
yaitu sebagai antimikroba maka perlu sekali
dilakukan penelitian lebih jauh khasiat antimikroba
dari tanaman tersebut terhadap bakteri dan jamur.
Adapun
bakteri
yang
dipakai
adalah
24
Majalah Farmasi Airlangga, Vol.8 No.2,Oktober 2010
Staphylococcus aureus mewakili bakteri gram
positif, Shigella dysenteriae mewakili bakteri gram
negatif dan Candida albicans untuk jamur.
METODE PENELITIAN
Bahan
Tanaman uji dalam penelitian ini adalah daun
Garcinia celebica L. yang didapatkan dari Kebun
Raya Bogor, Jawa Barat. Daun tanaman sebanyak
1,5 kg dibersihkan dan dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan tanpa terkena sinar matahari
langsung sehingga didapatkan daun kering
sebanyak 577 gram kemudian diserbuk.Sebanyak
300 gram serbuk daun tersebut diekstraksi secara
bertahap dengan 4 x 300 ml kloroform dalam
bejana maserasi, kemudian ekstrak hasil
dikumpulkan dan diuapkan dengan rotavapor
sampai didapatkan ekstrak kental/kering sebanyak
21,92 gram. Sisa serbuk yang telah diekstraksi
dengan kloroform dilakukan ekstraksi kembali
dengan menggunakan metanol dengan cara yang
Retno Widyowati, et al
sama sehingga didapatkan ekstrak kental/kering
sebanyak 44,89 gram.
Identifikasi Senyawa
Identifikasi senyawa kimia yang terkandung
dalam tanaman ini dengan menggunakan reaksi
warna, uji endapan serta kromatografi lapis tipis
(KLT). Golongan kandungan kimia yang akan
diperiksa adalah: alkaloid, glikosida saponin,
steroid dan triterpen, glikosida jantung, flavonoid,
tanin dan senyawa polifenol, antraquinon, dan
glikosida sianohidrin. Pada identifikasi alkaloid
meliputi reaksi pengendapan dan KLT, identifikasi
terpenoid/saponin meliputi uji buih, LiebermannBurchard, Salkowski, dan KLT, identifikasi
senyawa flavonoid meliputi uji Bate Smith dan
Metcalfe, Wilstatter, dan deteksi dengan KLT,
identifikasi tanin meliputi uji gelatin dan
feriklorida, identifikasi antrakinon meliputi uji
Borntrager dan deteksi dengan KLT (Fong, 1973;
Zaini et al., 1978).
Tabel 1. Hasil identifikasi senyawa kimia dari Garcinia celebica
Kandungan
Ekstrak kloroform
kimia
Identifikasi
Identifikasi KLT
reaksi kimia
Alkaloid
Terpenoid
+
Rf = 0,35; 0,48; 0,73
Flavonoid
+
Rf = 0,42; 0,54; 0,73; 0.86
Tanin
+
-
Ekstrak metanol
Identifikasi
Identifikasi KLT
reaksi kimia
+
Rf = 0,65; 0,73; 0,83
+
Rf = 0,75 dan 0,90
+
Rf = 0,45
Tabel 2. Pertumbuhan koloni mikroba ekstrak kloroform
Kadar larutan uji
1000 μg/ml
500 μg/ml
250 μg/ml
125 μg/ml
Tetrasiklin HCl 25 μg/ml
Nistatin 25 μg/ml
1
+
+
-
S. aureus
2
3
+
++
+
++
-
Mikroba uji
S. dysenteriae
1
2
3
++
+
++
++ ++
++
-
C. albicans
1
2
3
+
+
+
++ ++ ++
-
Tabel 3. Pertumbuhan koloni mikroba ekstrak metanol
Mikroba uji
S. aureus
S. dysenteriae
1
2
3
1
2
3
1000 μg/ml
500 μg/ml
250 μg/ml
+
+
+
++
+
+
125 μg/ml
+
+
+
++ ++
+
Tetrasiklin HCl 25 μg/ml
Nistatin 25 μg/ml
Keterangan : + = ada pertumbuhan koloni mikroba
- = tidak ada pertumbuhan koloni mikroba
Kadar larutan uji
1
+
+
-
C. albicans
2
3
+
+
++
-
25
Metode Baru
Majalah Farmasi Airlangga, Vol.8 No.2, Oktober 2010
Uji Aktivitas Antimikroba
Media yang digunakan untuk uji antimikroba
adalah Mueller Hinton Agar. Konsentrasi larutan
uji yang digunakan untuk uji antimikroba 1000,
500, 250 dan 125 μg/ml. Uji mikroba ini dilakukan
dengan metode dilusi agar (Agar Dilution Method),
dengan cara: media agar steril yang masih cair
berisi larutan uji, kontrol positif dan negatif
dituang dalam cawan petri dan dibiarkan dingin
sampai memadat (Bergne, 1970; Finegol, 1970;
Lennete, 1975).
Mikroba
dibiakkan
terlebih
dahulu
menggunakan media yang sesuai diinkubasi
selama 24 jam. Pembuatan suspensi mikroba yang
akan digunakan pada penelitian, ambil koloni
mikroba secukupnya dengan menggunakan
sengkelit, kemudian diencerkan dengan larutan
normal salin steril (NaCl 0,9%). Konsentrasi
suspensi mikroba yang digunakan untuk uji adalah
108 koloni mikroba/mL. Hal ini bisa diperoleh
dengan membandingkan kekeruhan suspensi
dengan larutan standar McFarland 0,5%.
Selanjutnya suspensi mikroba yang telah diukur
jumlahnya digoreskan pada cawan petri yang berisi
media bercampur larutan uji dengan menggunakan
kapas steril (swab theory). Konsentrasi Hambat
Minimum (KHM) ditentukan dengan cara
mengamati secara visual pertumbuhan mikroba
pada konsentrasi terkecil yang masih mampu
menghambat pertumbuhan mikroba. Sebagai
kontrol positif digunakan antibiotika tetrasiklin
HCl untuk antibakteri dan nistatin untuk antijamur.
Tabel 4.
Diameter daerah hambatan ekstrak
kloroform, metanol dan tetrasiklin HCl
terhadap Staphylococcus aureus
Diameter daerah hambat (mm)
Replikasi Replikasi Replikasi
I
II
III
Tetrasiklin HCl
44
43
45
Ekstrak Metanol
23
25
23
50.000 µg/ml
Ekstrak Metanol
20
20
22
25.000 µg/ml
Ekstrak Metanol
19
19
20
10.000 µg/ml
Ekstrak
21
23
22
Kloroform
50.000 µg/ml
Ekstrak
21
22
21
Kloroform
25.000 µg/ml
Ekstrak
19
21
19
Kloroform
10.000 µg/ml
Ekstrak Metanol
15
14
18
1000 µg/ml
Ekstrak Metanol
10
12
14
500 µg/ml
Ekstrak Metanol
0
0
0
250 µg/ml
Ekstrak Metanol
0
0
0
125 µg/ml
Ekstrak
17
14
14
Kloroform 1000
µg/ml
Ekstrak
15
14
12
Kloroform 500
µg/ml
Ekstrak
0
0
0
Kloroform 250
µg/ml
Ekstrak
0
0
0
Kloroform 125
µg/ml
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Identifikasi senyawa
Hasil identifikasi senyawa kimia dari Garcinia
celebica L. terdapat pada tabel 1. Ekstrak
metanol/kloroform tanaman ini memberikan reaksi
yang positif pada identifikasi senyawa terpenoid,
diantaranya: uji buih (saponin), perubahan warna
hijau-biru pada uji Liebermann-Burchard (saponin
steroid), terjadinya cincin merah pada uji
Salkowski (steroid tak jenuh). Selain itu
memberikan reaksi positif pada identifikasi
senyawa flavonoid, diantaranya: perubahan warna
merah terang pada uji Bate Smith dan Metcalfe
(leukoantosianin). Pada identifikasi senyawa tanin
dan polifenol memberikan reaksi positif,
diantaranya: timbulnya endapan putih pada uji
gelatin (tanin), dan larutan hitam pada uji
Feriklorida (polifenol).
Selain itu dilakukan identifikasi senyawa kimia
dengan menggunakan kromatografi lapis tipis
(KLT). Pada identifikasi terpenoid menggunakan
fase gerak kloroform : asetat (4:1) dan penampak
noda anisaldehide, diperoleh noda warna merah
muda-ungu (sapogenin) dengan harga Rf = 0,35;
0,48 dan 0,65 untuk ekstrak kloroform dan harga
Rf = 0,65; 0,73 dan 0,83 untuk ekstrak metanol.
Identifikasi flavonoid menggunakan fase gerak
butanol : asam asetat : air (4 : 1: 5) dan penampak
noda pereaksi amonia, diperoleh noda kuning
dengan harga Rf = 0,42; 0,54; 0,73 dan 0,86 untuk
ekstrak kloroform sedangkan ekstrak metanol
dengan harga Rf = 0,75 dan 0,90. Sedangkan
identifikasi tanin menggunakan fase gerak
kloroform : etil asetat : asam formiat (0,5:9,0:0,5)
26
Majalah Farmasi Airlangga, Vol.8 No.2,Oktober 2010
dan penampak noda FeCl 3 diperoleh noda
berwarna hitam dengan Rf = 0,48 untuk ekstrak
metanol sedangkan ekstrak kloroform tidak
memberikan noda hitam (Tabel 1).
Tabel 5. Diameter daerah hambatan ekstrak
kloroform, metanol dan tetrasiklin HCl
terhadap Shigella dysentriae
Diameter daerah hambat (mm)
Replikasi Replikasi Replikasi
I
II
III
Tetrasiklin
27
30
35
HCl
Ekstrak
18
18
20
Metanol
50.000 µg/ml
Ekstrak
15
16
16
Metanol
25.000 µg/ml
Ekstrak
14
13
15
Metanol
10.000 µg/ml
Ekstrak
16
17
17
Kloroform
50.000 µg/ml
Ekstrak
15
14
15
Kloroform
25.000 µg/ml
Ekstrak
14
14
13
Kloroform
10.000 µg/ml
Ekstrak
12
10
21
Metanol
1000 µg/ml
Ekstrak
8
9
19
Metanol 500
µg/ml
Ekstrak
0
0
0
Metanol 250
µg/ml
Ekstrak
0
0
0
Metanol 125
µg/ml
Ekstrak
10
10
11
Kloroform
1000 µg/ml
Ekstrak
8
7
0
Kloroform
500 µg/ml
Ekstrak
0
0
0
Kloroform
250 µg/ml
Ekstrak
0
0
0
Kloroform
125 µg/ml
Retno Widyowati, et al
Tabel 6. Diameter daerah hambatan ekstrak
kloroform, metanol dan nistatin
terhadap Candida albicans
Diameter daerah hambat (mm)
Replikasi Replikasi Replikasi
I
II
III
Nistatin
20
20
23
Ekstrak
16
15
16
Metanol
50.000 µg/ml
Ekstrak
15
13
13
Metanol
25.000 µg/ml
Ekstrak
13
13
12
Metanol
10.000 µg/ml
Ekstrak
16
16
15
Kloroform
50.000 µg/ml
Ekstrak
13
15
13
Kloroform
25.000 µg/ml
Ekstrak
12
12
12
Kloroform
10.000 µg/ml
Ekstrak
10
9
8
Metanol
1000 µg/ml
Ekstrak
7
0
7
Metanol 500
µg/ml
Ekstrak
0
0
0
Metanol 250
µg/ml
Ekstrak
0
0
0
Metanol 125
µg/ml
Ekstrak
7
5
6
Kloroform
1000 µg/ml
Ekstrak
5
4
5
Kloroform
500 µg/ml
Ekstrak
0
0
0
Kloroform
250 µg/ml
Ekstrak
0
0
0
Kloroform
125 µg/ml
Hasil Pertumbuhan Koloni Mikroba
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa ekstrak kloroform dan
metanol mempunyai aktivitas yang sama terhadap
mikroba uji yaitu pada konsentrasi 500 dan 1000
μg/ml. Hal ini dapat dilihat dengan tumbuhnya
27
Metode Baru
Majalah Farmasi Airlangga, Vol.8 No.2, Oktober 2010
koloni Staphylococcus aureus, Shigella dysenteriae
dan Candida albicans. Hasil dari penelitian tersebut
membuktikan bahwa pemakaian secara tradisional
daun Garcinia celebica untuk antimikroba dapat
dibuktikan kebenarannya (Tabel 2 dan 3).
Hasil Uji Aktivitas Antimikroba.
Hasil uji aktivitas antimikroba ekstrak metanol dan
kloroform dapat dilihat pada tabel 4 untuk
Staphylococcus aureus, tabel 5 untuk Shigella
dysentriae dan tabel 6 untuk Candida albicans.
Kesimpulan.
Ekstrak kloroform dan metanol Garcinia celebica
L. mempunyai aktivitas antimikroba terhadap
bakteri
Staphylococcus
aureus,
Shigella
dysenteriae dan jamur Candida albicans pada
konsentrasi hambatan minimum 500 μg/ml.
Kandungan kimia pada tanaman ini adalah
terpenoid, flavonoid, dan tanin.
Ucapan Terima Kasih
Kami mengucapkan terima kasih kepada
DP2M Dikti yang telah membiayai penelitian ini
melalui Dana Penerimaan Negara Bukan Pajak
Tahun 2005
Heyne, 1950. Tumbuhan Obat Berguna Indonesia
III, Bandung, pp. 1382.
Hussain, 1982. A novel Polyisoprenylated
Benzophenone
with
Antimicrobial
Properties from the Fruit of Garcinia kola,
Planta Medica 44, pp. 78-81.
Iwu, 1982. Flavonoids of Garcinia kola Seeds, J.
Nat. Prod. 45, pp. 650-651.
Johnson, 2004. Herbage Plants 4.
Jyh-Horng, W., Yu-Tang, T., Chiou-Fung, C.,
Shih-Chang, C., Sheng-Yang, W., ShangTzen, C., Yueh-Hsiung, K., 2008.
Antioxidant activity and constituents of
extracts from the root of Garcinia
multiflora, J. Wood Sci. 54, pp. 383–389.
Keiko, N., 2002. Inhibiton of Cyclooxygenase and
Prostaglandin E2 Synthesis by ɤ mangostin, A xanthone Derivative in
Mangosteen, in C6 Rat Glioma Cells,
Biochemical Pharmacology 63, pp. 73-79.
Kosin, 1998. A xanthone from Garcinia atroviridis,
Phytochemistry 47, pp. 1167-1168.
Lennete, 1975. Manual of Clinical Microbiology,
2nd edition, America Society for
Microbiology, Washington DC, pp. 908912.
Likhitwitayawid,
1998a.
Xanthones
with
Antimalarial Activity from Garcinia dulcis,
Planta Medica 64, pp. 281-282.
Likhitwitayawid, 1998b. Antimalarial Xanthones
from Garcinia cowa, Planta Medica 64, pp.
70-72.
Mahabusarakam, 1987. Chemical Constituents of
Garcinia mangostana, J. Nat. Prod.50, pp.
474-478.
Munekazu, I., 1998. A xanthone from Garcinia
cambogia, Planta Medica 47, pp. 1169.
Sundaram, 1983. Antimicrobial Activities of
Garcinia mangostana, Planta Medica 48,
pp. 351-356.
Tona, 1999. Antimalarial Activity of 20 Crude
Extracts from Nine African Medicinal
Plants Used in Kinshasa, Congo, J.
Ethnopharm. 68, pp. 193-203.
Zaini, N.C., Indrayanto, G., 1978. Cara-cara
Skrining Fitokimia, Disajikan pada acara
kursus penyegar dalam rangka peringatan
lustrum ke III Fakultas Farmasi Unair, pp.
20-21.
DAFTAR PUSTAKA
Bergne, 1970. Screening Methods for Antibacteria
and Antiviral Agent from Higher Plants in
Plant Biochemistry, Vol. 6, Academic
Press
Harcourt
Brace
Jovanovich
Publisiers, London, pp. 52-57.
Chen, 1996. Active Constituents against HIV-1
Protease from Garcinia mangostana, Planta
Medica 62, pp. 381-382.
Depkes RI, 1985. Cara Pembuatan Simplisia,
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan.
Finegol, 1970. Bailey and Scott’s Diagnostic
Microbiology, 7th edition, The CV. Mosby
Company, Missouri, pp. 173-199.
Fong, 1973. Phytochemical Screening, Department
of Pharmacognosy and Pharmacology,
College of Pharmacy, University of Illinois
at Medical Center, Chicago, pp.30-70.
Heymsfield,
1998.
Garcinia
cambogia
(hydroxycitric acid) as A potential
Antiobesity Agent : A randomized
Controlled Trial, JAMA 280 (18), pp.
1596-1600.
Download