BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pemerintah Indonesia dari tahun 2011-2014 mengalokasikan anggaran Rp 577 trilyun untuk anggaran infrastruktur. Hal ini berdasarkan pernyataan dari Kepala Bappenas Armida Alisjahbana sebagaimana dikutip di http://www.anggaran.depkeu.go.id pada tahun 2011. Lebih lanjut anggaran alokasi pembangunan infrastruktur Rp 577 trilyun terdiri dari Rp 143 triliun digunakan untuk membangun jalan, Rp 138 triliun untuk membangun jalur kereta api dan Rp 49 triliun untuk pelabuhan laut.Untuk membangun bandara dialokasikan dana sebesar Rp 14 triliun, kelistrikan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp 288 triliun, infrastruktur keairan Rp 8 triliun, telekomunikasi Rp 102 triliun, serta lain-lain Rp 13 triliun. Khusus untuk tahun 2014, Menko Perekonomian Hatta Rajasa sebagaimana dikutip oleh detik.com mengatakan bahwa anggaran pembangunan infrastruktur diperkirakan Rp 500 triliun yang terdiri dari belanja APBN Rp 200 triliun, APBD seluruh daerah sekitar Rp 100 triliun dan anggaran BUMN dan pihak swasta Rp 200 triliun. Pertumbuhan sektor properti yang terdiri dari apartemen, pusat perbelanjaan dan gedung perkantoran mengalami peningkatan. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Colliers pada tahun 2013 tingkat hunian ruang kantor di Jakarta mengalami peningkatan dari 90% pada tahun 2006 menjadi 95% pada kuartal 3 tahun 2013 dimana suplai ruang kantor tahun 2006 sekitar 200.00 m2 sedangkan 1 pada kuartal 3 tahun 2013 suplai ruang kantor sekitar 400.000m2 dan diproyeksikan pada tahun 2015 supplai ruang kantor mencapai 900.000 m2. Untuk sektor apartemen di Jakarta berdasarkan riset Colliers pada tahun 2014 terdapat pembangunan 33 Apartemen dan tahun 2015 akan dibangun tambahan 38 proyek. Pembangunan pusat perbelanjaan di Jakarta juga terus berlangsung, pada tahun 2014 akan dibangun 3 proyek dan tahun 2015 akan dibangun 3 pusat perbelanjaan lagi. Tingkat okupansi mal-mal di Jakarta berdasarkan riset Collier juga sampai dengan kuartal 3 tahun 2013 juga masih stabil yaitu 90% untuk yang disewakan dan lebih kurang 75% untuk yang strata title. Rencana pembangunan infrastruktur pembangunan gedung-gedung tersebut pemerintah dan kebutuhan memberikan peluang bisnis bagi perusahaan – perusahaan konstruksi besar di Indonesia. Perusahaan akan berusaha memenangkan tender untuk meningkatkan pendapatan perusahaan. Adanya kesempatan untuk mendapatkan pendapatan yang besar dimasa yang akan datang dapat meningkatkan nilai perusahaan bagi pemiliknya dimasa yang akan datang. Untuk bisa berkembang lebih besar lagi, dibutuhkan pendanaan baik yang berasal dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan. Pendanaan yang berasal dari dalam perusahaan berupa laba yang ditahan. Sedangkan pendanaan yang berasal dari luar perusahaan berupa pinjaman, penerbitan obligasi maupun penjualan saham ke masyarakat. Bagi investor saham, adanya kemungkinan sebuah perusahaan yang berpeluang menjadi lebih besar dan bernilai merupakan sasaran yang tepat untuk 2 membeli saham perusahaan tersebut untuk menambah portfolio investasinya. Dimana pemilik saham berharap bisa mendapatkan dividen dan capital gain dari investasi tersebut. Saat ini terdapat beberapa perusahaan konstruksi yang terdaftar sebagai emiten di bursa efek Jakarta sebagai berikut : Tabel 1.1 Daftar Emiten Industri Konstruksi No. Kode Saham Nama Perusahaan 1 ACST PT Acset Indonusa Tbk 2 ADHI PT Adhi Karya Persero Tbk 3 DGIK PT Nusa Konstruksi Engineering Tbk 4 NRCA PT Nusa Raya Cipta Tbk 5 PTPP PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk 6 SSIA PT Surya Semesta Internusa Tbk 7 TOTL PT Total Bangun Persada Tbk 8 WIKA PT Wijaya Karya (Persero) Tbk 9 WSKT PT Waskita Karya (Persero) Tbk Sumber : http://www.sahamok.com Tanggal IPO 24 Juni 2013 18 Maret 2013 19 Desember 2007 27 Juni 2013 9 Februari 2010 27 Maret 1997 25 Juli 2006 29 Oktober 2007 19 Desember 2012 Dari sembilan perusahaan yang bergerak dalam bidang konstruksi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, empat diantaranya adalah perusahaan BUMN yaitu ADHI, PTPP, WIKA dan WSKT. Sedangkan sisanya adalah perusahaan milik swasta. Berikut ini adalah ringkasan laporan keuangan emiten sektor konstruksi tahun 2012 dan 2011. 3 Tabel 1.2 Ringkasan Laporan Keuangan Emiten Industri Konstruksi Kode Pe ndapatan Emiten 2012 2011 Laba 2012 2011 Asse t 2012 2011 Kewajiban 2012 2011 ROA 2012 2011 BUMN ADHI 7.628 PTPP 8.004 WIKA 9.905 WSKT 8.808 SWASTA ACST 670 DGIK 1.216 NRCA 2.024 SSIA 3.565 TOTL 1.834 6.695 6.232 7.741 7.274 214 310 523 254 182 240 402 172 7.872 8.551 11.021 8.366 6.112 6.933 8.323 5.116 6.691 6.895 8.186 6.359 5.113 5.508 6.103 4.496 2,7% 3,6% 4,7% 3,0% 3,0% 3,5% 4,8% 3,4% 429 1.099 1.581 2.879 1.569 53 47 91 708 182 36 8 46 252 124 755 1.758 836 4.855 2.064 359 1.485 714 2.938 1.897 537 751 568 3.185 1.358 194 526 539 1.737 1.224 7,0% 2,7% 10,9% 14,6% 8,8% 10,0% 0,5% 6,4% 8,6% 6,5% Data Sumber : IDX-Laporan Keuangan masing-masing perusahaan Dari analisa laporan keuangan diatas dapat dilihat bahwa perusahaan konstruksi BUMN mempunyai kemampuan menghasilkan pendapatan yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan konstruksi swasta. Hal ini dikarenakan perusahaan-perusahaan konstruksi BUMN lebih mampu mendapatkan proyekproyek dengan nilai besar. Meskipun penghasilannya lebih rendah, ROA dari perusahaan swasta lebih baik dibandingkan dengan perusahaan BUMN menunjukkan bahwa perusahaan swasta lebih efektif dan efisien untuk mengelola assetnya untuk menghasilkan laba. SSIA adalah kontraktor yang juga memiliki bisnis lain hotel dan kawasan industri yang memberikan margin lebih baik. Kemampuan Perusahaan konstruksi BUMN untuk menghasilkan pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan konstruksi swasta, didorong oleh kemampuan perusahaan untuk mendapatkan proyek-proyek infrastruktur yang nilai proyek tersebut relatif besar yang berasal dari pemerintah 4 atau sesama BUMN lainnya meliputi bandar udara, pembangkit listrik, irigasi, bahkan sarana olahraga. Berdasarkan laporan tahunan ADHI tahun 2012, 10 besar proyek yang diselesaikan perusahaan tersebut adalah milik pemerintah pusat, perusahaan BUMN lainnya dan Pemda DKI Jakarta. Begitu juga dengan PTPP, berdasarkan laporan tahunan 2012 tender-tender yang diraih dan sedang dikerjakan oleh perusahan mayoritas milik pemerintah pusat dan perusahaan BUMN lainnya. Hal sebaliknya dialami oleh perusahaan konstruksi swasta, contoh kasus PT Nusa Konstruksi Engineering Tbk, berdasarkan Laporan Tahunan 2012 penghasilan utama berasal dari proyek swasta sebesar 69% atau sekitar Rp 837 Milyar. Berdasarkan riset yang dilakukan Biemo W Soewardi (2007), kontraktor konstruksi saat ini memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk melayani klien pemerintah dibandingkan klien swasta. Ini berarti proyekproyek pemerintah memiliki daya tarik tertentu bagi kontraktor jika dibandingkan dengan proyek-proyek swasta. Dari hasil wawancara riset tersebut didapatkan beberapa hal yang menjadi alasan mengapa pasar pemerintah ini cenderung dianggap lebih berpotensi dibandingkan pasar swasta, yaitu diantaranya terdapatnya kepastian anggaran pembangunan yang tercantum dalam anggaran belanja negara baik di tingkat pusat (APBN) maupun di tingkat daerah (APBD) setiap tahunnya yang dialokasikan untuk pembangunan fisik. Selain itu, belum adanya sistem yang baku serta kurang terbukanya sistem pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh klien swasta sampai saat ini memberi peluang terjadinya persaingan yang tidak sehat di antara para kontraktor. Keadaan tersebut kadang 5 kala menyebabkan diperlukannya pendekatan-pendekatan untuk dapat mengikuti pelelangan atau memenangkan proyek-proyek swasta tersebut tanpa melalui proses tender. Ada risiko dalam hal ketidakpastian pembayaran yang terjadi oleh konsumen swasta, terutama pada saat-saat akhir dari penyelesaian proyek, juga dinyatakan oleh kontraktor sebagai alasan untuk lebih memilih pasar pemerintah sebagai pasar sasarannya. Beberapa proyek besar dan prestisius di Indonesia yang dikerjakan oleh kontraktor BUMN adalah pembangungan jalan tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa sepanjang 9,7 KM dikerjakan bersama-sama antara ADHI, WSKT, WIKA; Jembatan Suramadu di kerjakan oleh konsorsium yang dipimpin oleh ADHI, pembangunan Bandara Kualanamu dan pengembangan Bandara Juanda Surabaya, PLTU Lampung 2x100 MW oleh ADHI lalu WIKA juga yang bekerjasama dengan pihak Jepang telah memenangkan 2 dari 3 paket proyek MRT Jakarta. Kemampuan untuk mendapatkan proyek-proyek besar diharapkan mampu menjaga sustainability growth perusahaan untuk meraih laba dan selain mengharapkan pasar dalam negeri, kontraktor BUMN diharapkan mampu melakukan ekspansi ke luar negeri. Perusahaan konstruksi BUMN juga punya peluang besar untuk mendapatkan proyek-proyek besar milik BUMN lain seperti proyek bandara milik PT Angkasa Pura, proyek jalan tol PT Jasa Marga, proyek pelabuhan milik PT Pelindo dll. Sinergi ini bukan saja mengenai pengadaan proyek namun juga meliputi pendanaan suatu proyek dengan bank-bank BUMN kemudian kerjasama 6 dalam operasional seperti dengan PT Semen Gresik untuk pengadaan semen atau beton, dan kerjasama lainnya. Berdasarkan jumlah saham yang beredar dimasyarakat dan jumlah saham yang diperdagangkan sehari-hari, saham perusahaan-perusahaan BUMN lebih likuid dibandingkan dengan perusahaan swasta. Jika saham lebih likuid, investor bisa dengan mudah mencairkan investasinya. Berikut adalah volume transaksi masing-masing saham selama tahun 2013. Tabel1.3 Volume Transaksi Saham tahun 2013 Volume Transaksi Q1 Q2 Q3 KONTRAKTOR BUMN ADHI 1.765,46 1.535,09 3.790,94 PTPP 3.264,67 4.045,49 5.485,85 WIKA 1.620,92 3.146,08 4.818,83 WSKT 7.488,70 9.423,94 8.904,60 KONTRAKTOR SWASTA ACST* 211,55 33,63 DGIK 9.682,35 5.143,10 829,34 NRCA* 319,97 252,82 SSIA 3.875,14 3.307,40 3.771,88 TOTL 1.452,25 1.990,83 1.493,69 * IPO pada Juni 2013 Sumber Jasa Utama Capital (Ribuan transaksi) Q4 Total 2.835,49 3.232,55 2.356,47 5.749,50 9.926,98 16.028,57 11.942,31 31.566,75 13,60 248,43 88,40 3.733,75 894,95 258,77 15.903,23 661,20 14.688,17 5.831,73 Setiap investor menginginkan return dari investasinya, salah satunya adalah dividen. Pemerintah sebagai pemilik saham mayoritas perusahaan BUMN, setiap tahunnya menargetkan pendapatan dividen dari perusahaan-perusahaan BUMN untuk membantu pembiayaan belanja negara. Dalam RUPS, pemerintah akan berusaha untuk mendapatkan dividen. Hal ini tentu saja memberikan nilai tambah saham tersebut, karena investor bisa mendapatkan kepastian pendapatan 7 setiap tahunnya. Pengaruh deviden terhadap nilai pasar telah diteliti oleh beberapa peneliti salah satunya Miller dan Modigliani (1961) yang menyatakan bahwa dividen tidak mempengaruhi nilai pasar suatu saham, namun hasil yang berbeda dikemukan oleh Baker dan Powell (1999) yang melakukan survei pada manajermanajer keuangan yang ternya memiliki persepsi bahwa kebijakan dividen dapat mempengaruhi nilai suatu perusahaan. Berikut adalah tabel mengenai dividen yang dibagikan oleh perusahaan dari tahun 2012-2013. Tabel 1.4 Deviden Emiten Industri Konstruksi 2012 (Rp/Lembar Saham) 2011 2010 BUMN ADHI 23,49 30,33 WSKT* 2,11 WIKA 22,32 17,28 PTPP 19,19 14,88 SWASTA ACST** NRCA** DGIK 1,99 SSIA 30,00 6,50 TOTL 29,33 44,00 * IPO dilakukan pada Desember 2012 ** IPO dilakukan pada Juni 2013 32,35 16,68 14,57 2,75 4,50 14,67 Sumber: Laporan keuangan masing-masing perusahaan Dengan alasan - alasan tersebut diatas, penulis ingin menghitung nilai wajar harga saham perusahaan-perusahaan konstruksi BUMN yaitu : ADHI, PTPP, WIKA dan WSKT untuk mengetahui apakah saham layak untuk di investasikan untuk saat ini. 8 1.2 Perumusan Masalah Bagi investor, salah satu dasar pengambilan keputusan investasi adalah mengetahui nilai intrinsik suatu saham. Dengan mengetahui nilai intrinsik saham dan nilai pasarnya pada waktu tertentu, investor bisa mengetahui apakah nilai pasar saham saat itu overvalued atau undervalued. Bagi investor yang akan melakukan investasi jangka panjang, ia akan berinvestasi pada saat nilainya undervalued (Damodaran, 2002). Penghitungan nilai saham secara fundamental bisa dilakukan berbagai metode. Metode yang paling sering digunakan diantaranya Dividen Discount Model dan Price Book Value. Dengan menggunakan model tersebut, dapat menghasilkan rumusan permasalahan sebagai berikut: 1. Berapakah nilai intrinsik masing-masing saham ADHI, PTPP, WIKA dan WSKT saat ini dengan menggunakan Discounted Cash Flow Valuation Approach dan Relative Valuation Techniques ? 2. Berdasarkan perhitungan nilai intrinsik tersebut diatas, apakah nilai pasar saham perusahaan konstruksi BUMN saat itu overvalued atau undervalued? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian adalah: 9 1. Mendapatkan nilai intrinsik masing – masing saham perusahaan konstruksi BUMN dengan menggunakan metode Dividend Discount Model dan Price To Book Value. 2. Membandingkan nilai wajar tesebut dengan nilai pasar. Dari perbandingan tersebut dapat diketahui apakah masing-masing saham konstruksi BUMN overvalued atau undervalued. 1.4 Batasan Masalah Dalam melakukan penilaian harga saham wajar perusahaan konstruksi BUMN penulis menggunakan data laporan keuangan dari tahun 2009 sampai dengan 2013 dan beta saham yang diterbitkan oleh Pefindo edisi 6 Maret 2014. 1.5 Manfaat Penelitian Karya tulis diharapakan dapat memberikan manfaat bagi investor personal dan pengambil keputusan investasi dalam korporasi dalam menentukan investasi saham pada perusahaan konstruksi BUMN. 1.6. Metodologi Penelitian 1.6.1. Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer, laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang terdapat di bursa efek Indonesia pada tahun 2009 sampai 2013. Beta saham yang diterbitkan oleh PT Pefindo. 2. Data Sekunder, yaitu data tambahan yang relevan dengan penelitian ini, antara lain: teori-teori dalam textbook, majalah, surat kabar, website, dan sumber lainnya. 10 1.6.2 Metode dan Alat Analisis Data Penelitian ini dilakukan dengan mereview laporan keuangan perusahaan – perusahaan tersebut yang telah diaudit. Tahapan yang dilakukan adalah : 1. Melakukan proyeksi laba dari tahun 2014 sampai 2018 dengan menggunakan analisis ekonomi, industri dan perusahaan, kemudian menghitung komponen – komponen penting dalam perhitungan dividen discount model. Dari hasil tersebut maka didapatkan nilai wajar saham tersebut yang kemudian dibandingkan dengan nilai saham dipasar. Komponen-komponen yang perlu dihitung untuk mendukung dividend discount model adalah sebagai berikut: a. Rf : Tingkat imbal bebas risiko b. β : Beta saham yang digunakan adalah terbitkan Pefindo c. ROE yang digunakan adakah ROE masing-masing Perusahaan pada laporan keuangan 31 Desember 2013 d. RM yang digunakan adalah rata-rata geometric dari IHSG dari tahun 2003-2013 2. Dalam perhitungan Price to Book Value, penulis melakukan perhitungan dengan cara mencari nilai buku persahamnya, kemudian mengkalikan dengan rata-rata PBV dari saham industri sejenis dengan perbandingan nilai wajar saham dengan nilai wajar saham lainnya (industri sejenis). 11 1.7 Sistimatika Penulisan Dalam penulisan ini masing-masing bab akan membahas sebagai berikut: 1. BAB I:PENDAHULUAN Akan membahas mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian 2. BAB II: LANDASAN TEORI Akan mengulas teori-teori dan konsep yang berkaitan dengan penilaian saham dengan menggunakan analisis fundamental. 3. BAB III: GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Akan mengulas mengenai latar belakang, sejarah singkat, struktur organisasi, dan informasi lainnya yang terkait dengan perusahaan. 4. BAB IV:ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dipaparkan hasil analisa dan evaluasi alat analisa data dan pengolahannya serta pembahasan umum maupun yang spesifik. 5. BAB V:KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan disampaikan kesimpulan penelitian dan rekomendasi serta keterbatasan penelitian. 12