GAMBARAN PENGELOLAAN PERSEDIAAN OBAT DI GUDANG FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEKAYU KABUPATEN MUSI BANYUASIN PALEMBANG TAHUN 2015 SKRIPSI Oleh: Mahmud Badaruddin 1111101000135 PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN (MPK) PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M iii UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN Skripsi, Desember 2015 Mahmud Badaruddin, NIM : 1111101000135 Gambaran Pengelolaan Persediaan Obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu Tahun 2015 ABSTRAK Pengelolaan obat merupakan serangkaian kegiatan perencanaan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penghapusan, dan pengendalian guna mendukung upaya pencapaian tujuan organisasi. Tujuan pengelolaan persediaan adalah agar barang dapat tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat, serta berkualitas pada saat dibutuhkan dengan biaya yang minimal. Di Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu pengelolaan persediaan obat belum efektif, ini terlihat dari data tahun 2015 ada 13 (1,6%) dari 800 jenis obat yang kadaluarsa dan rusak serta 45 (5,6%) dari 800 jenis obat mengalami kekosongan. Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan persediaan yang efektif di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif untuk mengetahui gambaran pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu tahun 2015. Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan september sampai november 2015 di Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi langsung dan wawancara mendalam sedangkan data sekunder diperoleh dari telaah dokumen. Informan penelitian ini terdiri dari Kepala Instalasi farmasi, Kepala Gudang Farmasi, dan Petugas Pelaksana Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu tahun 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu belum efektif. Hal ini terlihat dari beberapa komponen Input (SDM yang kurang, Sarana terutama gudang penyimpanan yang kurang memadai, serta anggaran yang kurang), Proses (perencanaan yang kurang tepat dan penyimpanan yang kurang memadai), dan Output (masih terdapat obat yang kadaluarsa dan rusak). Diharapkan Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu lebih memperhatikan sistem pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi mulai dari Input (SDM dua orang, sarana (luas gudang 3,2 x 3), serta tidak adanya anggaran untuk pengadaan dan pemeliharaan), Proses (perencanaan hanya menggunakan satu metode dan penyimpanan pada rak-rak belum diberi kode), dan Output (masih terdapat obat yang kadaluarsa dan rusak). Kata Kunci: Pengelolaan persediaan obat, Gudang Farmasi, Rumah Sakit. Daftar Bacaan: 44 (1990-2014) iv STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY HEALTH CARE MANAGEMENT Skripsi, Desember 2015 Mahmud Badaruddin : 111110101000135 Description Of Drug Supply Management in Pharmacy's Warehouse General Hospital of Sekayu City 2015 ABSTRACT Medication management is a series of planning, budgeting, procurement, storage, distribution, deletion, and control to support the achievement of organizational goals. Purpose of inventory management can be available in quantities and timing, as well as quality in times of need with minimal costs. In the City Hospital Pharmacy's Warehouse Sekayu yet effective in drug supply management, as seen from data in 2015, there were 13 (1,6%) from 800 types of drugs expired and damaged and approximately ± 45 (5,6%) from 800 drug items experienced a vacuum. It is necessary for effective inventory management in the pharmaceutical warehouse Sekayu City Hospital. This research is qualitative descriptive. To find out description of drug supply management in pharmacy's warehouse at pharmacy Installation in general hospital of Sekayu City 2015. Data used in this study are primary data and secondary data. Primary data obtained from direct observation and in-depth interviews and secondary data obtained from the study documents. The informants consisted of pharmaceutical Installation Head, Head of Warehouse Pharmacy and Pharmaceutical Warehouse Executive Officer Sekayu City Hospital 2015 The results showed that drug supply management of medicine in the pharmaceutical warehouse Sekayu City Hospital has not been effective. This is evident from some of the components input (SDM less, Means mainly warehouse inadequate, and the budget is less), process (planning a less precise and storage inadequate), and output (there are some drugs still expired and damaged). City Hospital Pharmacy expected Sekayu more attention to drug supply management system in the pharmaceutical warehouse ranging from input (SDM two people, facilities (warehouse 3,2 x 3 Meter), and the budget procurement and maintenance is nothing), process (planning to use only one method) and storage on the shelves not yet given a code), and output (there are some drugs still expired and damaged). Keywords: drug inventory management, warehouse Pharmacy, Hospital. Reference : 44 (1990-2014) v KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang atas rahmat dan karunia-Nya sehingga akhirnya penyusunan Skripsi di Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015 dapat diselesaikan. Sholawat dan salam tidak lupa penulis sampaikan pada baginda Rasulullah Muhammad SAW yang membawa umatnya ke jalan yang diridhoi oleh Allah SWT. Skripsi ini merupakan syarat mahasiswa semester VIII (delapan) Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Dengan pengetahuan, pengarahan dan bimbingan yang diperoleh selama perkuliahan, penulis dapat menyusun skripsi yang berjudul “Gambaran Pengelolaan Persediaan Obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu Tahun 2015” Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua tercinta yang telah memberi semangat, memotivasi serta doanya. 2. DR. Arif Sumantri. M.Kes sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatukkah Jakarta. 3. Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph. D sebagai Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat. 4. Riastuti Kusuma Wardani S.KM, M.KM dan DR. M. Farid Hamzens M.Si selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingannya. vi 5. Segenap bapak/ibu dosen Jurusan Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis dan mahasiswa pada umumnya. 6. Direktur RSUD Kota Sekayu yang telah memberikan izin penelitian skripsi di RSUD Kota Sekayu 7. Kepada pak Dedi, bu Hanif, dan Angga terima kasih telah membantu dan memberikan informasi terkait dengan skripsi yang saya buat ini. 8. Untuk teman-teman kosan zona putsal terima kasih dukungannya. 9. Untuk keluarga Santri Jadi Dokter Musi Banyuasin terimah kasih juga atas dukungan dan semangat kalian selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 10. Untuk sahabat-sahabat Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK) 2011 dan seluruh teman-teman Kesmas lainnya. 11. Segenap pihak yang belum disebutkan satu persatu atas bantuan, semangat dan doanya untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi. Dengan mengirimkan doa kepada Allah SWT penulis berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin. Terakhir, penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca serta mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Jakarta, Desember 2015 Penulis vii DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... i ABSTRAK ............................................................................................................... iii ABSTRACT............................................................................................................. iv KATA PENGANTAR............................................................................................. v DAFTAR ISI............................................................................................................ vii DAFTAR TABEL ................................................................................................... xi DAFTAR BAGAN .................................................................................................. xii DAFTAR ISTILAH ................................................................................................ xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 5 C. Pertanyaan Penelitian.................................................................................... 6 D. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 6 a. Tujuan Umum ........................................................................................ 6 b. Tujuan Khusus ....................................................................................... 7 E. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 7 a. Bagi Peneliti ........................................................................................... 7 b. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta ...................... 7 c. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu .................................... 7 F. Ruang Lingkup Penelitian............................................................................. 8 viii BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit.................................................................................................. 9 B. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS).......................................................... 11 C. Pengertian Sistem.......................................................................................... 13 D. SDM .............................................................................................................. 14 E. Anggaran....................................................................................................... 15 F. Prosedur ........................................................................................................ 15 G. Manajemen Logistik Rumah Sakit................................................................ 16 1. Defenisi Manajemen Logistik.............................................................. 16 2. Fungsi-fungsi Manajemen Logistik ..................................................... 20 a. Fungsi Perencanaan Kebutuhan ................................................ 20 b. Fungsi Penganggaran................................................................. 28 c. Fungsi Pengadaan...................................................................... 29 d. Fungsi Penerimaan dan Penyimpanan....................................... 30 e. Fungsi Pendistribusian............................................................... 32 f. Fungsi Penghapusan .................................................................. 35 g. Pengendalian/Pengawasan......................................................... 37 H. Kerangka Teori ............................................................................................. 38 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFENISI ISTILAH A. Kerangka Konsep.......................................................................................... 40 B. Defenisi Istilah .............................................................................................. 42 BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian .......................................................................................... 49 B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................ 49 C. Informan Penelitian Kualitatif ...................................................................... 49 D. Instrumen Penelitian ..................................................................................... 50 E. Pengumpulan Data ........................................................................................ 51 F. Validitas Data................................................................................................ 51 ix G. Pengolahan Data ........................................................................................... 52 H. Analisis Data ................................................................................................. 52 I. Penyajian Data .............................................................................................. 52 BAB V HASIL A. Profil RSUD Kota Sekayu Tahun 2015 ........................................................ 53 B. Pengelolaan Persediaan Obat di RSUD Kota Sekayu................................... 59 a. Input Pengelolaan Persediaan Obat........................................................ 60 1) SDM ................................................................................................. 60 2) Anggaran .......................................................................................... 67 3) Sarana&Prasarana ............................................................................ 68 4) Prosedur ........................................................................................... 71 b. Proses Pengelolaan Persediaan Obat...................................................... 74 1) Perencanaan...................................................................................... 74 2) Penganggaran ................................................................................... 77 3) Pengadaan ........................................................................................ 80 4) Penyimpanan .................................................................................... 83 5) Pendistribusian ................................................................................. 86 6) Penghapusan..................................................................................... 89 7) Pengendalian .................................................................................... 91 c. Output Pengelolaan Persediaan Obat ..................................................... 95 1) Ketersediaan Obat yang efektif dan efisien ..................................... 95 BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian................................................................................. 98 B. Pengelolaan Persediaan Obat di RSUD Kota Sekayu................................... 98 a. Input Pengelolaan Persediaan Obat........................................................ 99 1) SDM ................................................................................................. 100 2) Anggaran .......................................................................................... 103 3) Sarana&Prasarana ............................................................................ 104 x 4) Prosedur ........................................................................................... 106 b. Proses Pengelolaan Persediaan Obat...................................................... 108 1) Perencanaan...................................................................................... 108 2) Penganggaran ................................................................................... 111 3) Pengadaan ........................................................................................ 113 4) Penyimpanan .................................................................................... 117 5) Pendistribusian ................................................................................. 121 6) Penghapusan..................................................................................... 123 7) Pengendalian .................................................................................... 125 c. Output Pengelolaan Persediaan Obat ..................................................... 128 1) Ketersediaan Obat yang efektif dan efisien .................................... 128 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ....................................................................................................... 132 B. Saran ............................................................................................................. 133 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi DAFTAR TABEL Nomor Tabel Halaman Tabel 3.1 Defenisi Istilah ......................................................................................... 42 Tabel 5.1 Kelas Ranap dan Jumlah TT RSUD Kota Sekayu.................................... 58 Tabel 5.2 Jumlah Tenaga di Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu Tahun 2015 .... 58 Tabel 5.3 Indikator Kinerja Pelayanan RSUD Kota Sekayu Tahun 2015 ................ 59 Tabel 5.4 Jumlah SDM di Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu Tahun 2015 ........ 61 Tabel 5.5 Karakteristik Informan............................................................................. 66 Tabel 5.6 Sarana dan Prasarana Penunjang di Gudang Farmasi .............................. 69 xii DAFTAR BAGAN Nomor Tabel Halaman Bagan 2.1 Siklus Manajemen Logistik .................................................................... 18 Bagan 2.2 Kerangka Teori Pengelolaan Persediaan Obat ....................................... 39 Bagan 3.1 Kerangka Berfikir Pengelolaan Persediaan Obat.................................... 41 Bagan 5.1 Letak Gudang Farmasi dalam Struktur RSUD Kota Sekayu.................. 60 xiii DAFTAR ISTILAH Cito = Pemesanan dilakukan insidental dan harus segera dikirim saat itu juga Buffer Stock = Stok penyangga, stok pengaman/safety stock untuk menghindari kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan (stock out) Formularium = Dokumen yang berisi daftar obat yang digunakan oleh profesional kesehatan di rumah sakit Lead Time = Waktu tunggu pemesanan atau waktu yang diperlukan mulai pemesanan sampai obat diterima Obat fast moving = Obat yang perputaran/pergerakannya cepat Obat moderate = Obat yang perputaran/pergerakannya sedang Obat slow moving = Obat yang perputaran/pergerakannya lambat Revenue center = Pusat biaya produksi atau sumber pendapatan Stock opname = Kegiatan mencocokan kondisi fisik barang gudang dengan kartu stok Stock out = Kekosongan stok User = Pengguna obat (dokter) 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam undang-undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Rumah Sakit adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan rumah sakit pada saat ini merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat sosio-ekonomi, yaitu suatu jenis usaha walau bersifat sosial namun diusahakan agar mendapatkan surplus keuangan dengan cara pengelolaan profesional dengan memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi (Adikoesoemo, 1994). Oleh karena itu, rumah sakit sebagai suatu industri jasa yang mempunyai fungsi sosial dan fungsi ekonomi, kebijakan yang menyangkut efisiensi sangatlah bermanfaat untuk menjaga tetap berlangsungnya hidup rumah sakit. Tanpa usaha efisiensi, rumah sakit jelas akan cepat bangkrut dan akan tergusur dengan makin berkembangnya rumah sakit baru sekarang ini. Berkembangnya rumah sakit-rumah sakit baru ini menimbulkan persaingan ketat antar rumah sakit, baik milik pemerintah maupun swasta sehingga manajemen harus berusaha keras untuk merebut pasar pelayanan kesehatan yang saat ini terbuka bebas (Djojodibroto, 1997). Oleh karena itu, rumah sakit sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan harus tetap 2 meningkatkan mutu pelayanan dan mampu memenuhi pelayanan kesehatan yang baik, tercepat, berkualitas, tepat dan dengan biaya yang relatif terjangkau sesuai dengan kemampuan masyarakat. Dalam rangka memenuhi tuntutan tersebut rumah sakit harus mampu meningkatkan efisiensi dan efektifitas di semua bidang pelayanannya, dan salah satu sistem yang mampu mengelola hal tersebut adalah dengan sistem manajemen logistik. Manajemen logistik merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait antara satu sama lainnya. Kegiatan tersebut mencakup perencanaan kebutuhan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan, disribusi, pemeliharaan, dan penghapusan, serta pengendalian (Seto, 2004). Salah satu bahan logistik yang dikelola oleh rumah sakit adalah persediaan farmasi. Persediaan farmasi ini mencakup obat-obatan dan alat kesehatan. Menurut Suciati dkk (2006) pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan penunjang dan sekaligus merupakan revenue center utama. Hal tersebut mengingat bahwa hampir 90 % pelayanan kesehatan di rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi bahan alat kesehatan, alat kedokteran dan gas medis), dan 50% dari pemasukan rumah sakit berasal dari pengelolaan pembekalan farmasi. Aspek terpenting dari pelayanan farmasi adalah mengoptimalkan penggunaan obat, ini termasuk perencanaan untuk menjamin ketersediaan, keamanan dan keefektifan penggunaan obat. Untuk itu, jika masalah perbekalan farmasi tidak dikelola secara cermat dan penuh tanggung jawab maka dapat diprediksi bahwa pendapatan rumah sakit akan mengalami penurunan. 3 Salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam persediaan obat di rumah sakit adalah pengontrolan jumlah stok obat untuk memenuhi kebutuhan. Jika stok obat terlalu kecil maka permintaan untuk penggunaan sering kali tidak terpenuhi sehingga pasien/konsumen tidak puas, selain itu kesempatan untuk mendapatkan keuntungan hilang dan diperlukan tambahan biaya untuk mendapatkan bahan obat dengan waktu cepat guna memuaskan pasien/konsumen. Jika stok terlalu besar maka menyebabkan biaya penyimpanan yang terlalu tinggi, kemungkinan obat akan menjadi rusak/kadaluarsa dan ada resiko jika harga bahan/ obat turun (Seto, 2004). Dengan banyaknya jumlah obat dan barang farmasi yang dikelola, modal yang digunakan dan biaya yang ditimbulkan dengan adanya persediaan meningkat. Oleh karena itu penting bagi rumah sakit untuk mengadakan pengelolaan persediaan karena kegiatan ini dapat membantu tercapainya suatu tingkat efisiensi penggunaan uang dalam persediaan (Seto, 2004). Berdasarkan hasil penelitian Malinggas (2015) menyebutkan bahwa pengelolaan persediaan obat di Instalasi Farmasi RSUD DR Sam Ratulangi Tondano masih kurang efisien. Pengelolaan obat tidak menggunakan metodemetode yang tepat, sehingga terjadi kekosongan obat pada waktu-waktu tertentu. Hal ini dibuktikan dengan hasil observasi yang dilakukan oleh Malinggas yang mengungkapkan bahwa masih terdapat obat yang tidak tersedia di instalasi farmasi terutama pada obat fast moving. Hal ini mengakibatkan pasien harus membeli obat di luar instalasi farmasi rumah sakit. 4 Selain itu juga penelitian Mellen (2013) di RSU Haji Surabaya menyebutkan bahwa RSU Haji Surabaya juga mengalami stock out pada tahun 2012. Selama Januari-April 2012 terdapat 116 jenis obat yang mengalami stock out yang mengakibatkan terjadinya kerugian yang dialami oleh RSU Haji Surabaya yaitu sebesar Rp 244.023.752. Penelitian Irene (2010) di RSUD Kota Bekasi, menyebutkan bahwa ada 10 jenis obat yang mengalami expired dan rumah sakit mengalami total kerugian sebesar Rp 5.108.552. Hal ini disebabkan karena pengelolaan penyimpanan persediaan obat kurang diperhatikan. Pernyataan tersebut dibuktikan dengan hasil observasi yang dilakukan oleh Irene pada gudang penyimpanan yakni kurangnya ventilasi udara, kapasitas gudang yang tidak memadai untuk persediaan, akibatnya banyak persediaan obat yang ada di dalam kardus ditumpuk. Selain itu juga ditemukannya vektor yang dapat merusak persediaan obat seperti banyaknya semut, rayap, dan lain-lain. Hal serupa juga di alami oleh Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu yang merupakan salah satu Rumah Sakit di Kabupaten Musi Banyuasin. Berdasarkan studi pendahuluan dengan wawancara tidak terstruktur kepada informan yang dilakukan oleh peneliti di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu pada bulan juni 2015 didapatkan informasi bahwa di gudang farmasi sering mengalami kekosongan obat. Menurut informan, pada tahun 2014 terdapat 76 (9,5%) dari 800 jenis obat mengalami kekosongan di waktu pertengahan atau akhir bulan. Pada tahun 2015 selama periode Januari-Juni 2015 terdapat sekitar 45 (5,6%) dari 800 jenis obat mengalami kekosongan pada waktu yang sama. Hal ini menyebabkan pasien harus membeli sendiri obat ke apotek luar, akibatnya 5 resep banyak yang keluar. Selain itu juga informan menyebutkan bahwa pemesanan dilakukan ketika stok obat hampir habis, dan tidak ada perhitungan khusus dalam pemesanan dan berapa banyak jumlah yang dipesan. Selain itu juga ditemukannya obat-obatan yang mengalami expired dari bulan Januari sampai Juli 2015 sebanyak 13 (1,6%) dari 800 jenis obat. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana gambaran pengelolaan persediaan obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu tahun 2015 B. Rumusan Masalah Berdasarkan studi pendahuluan pada gudang farmasi RSUD Kota Sekayu pada bulan Juni 2015 sering mengalami kekosongan obat. Pada tahun 2014 terdapat sekitar 76 (9,5%) dari 800 jenis obat mengalami kekosongan di waktu pertengahan atau akhir bulan. Pada tahun 2015 selama periode JanuariJuni 2015 terdapat sekitar 45 (5,6%) dari 800 jenis obat mengalami kekosongan pada waktu yang sama. Hal ini menyebabkan pasien harus membeli sendiri obat ke apotek luar, akibatnya resep banyak yang keluar. Selain itu juga informan menyebutkan bahwa pemesanan dilakukan ketika stok obat hampir habis, dan tidak ada perhitungan khusus dalam pemesanan dan berapa banyak jumlah yang dipesan. Selain itu juga ditemukannya obatobatan yang mengalami expired dari bulan Januari sampai Juli 2015 sebanyak 13 (1,6%) dari 800 jenis obat. Dari permasalahan diatas menandakan bahwa obat tersebut belum dapat disediakan dalam jumlah yang tepat pada waktu yang dibutuhkan sehingga menyebabkan pihak rumah sakit harus melakukan pembelian cito untuk 6 memenuhi kebutuhan pelayanan pasien, bahkan tidak jarang resep banyak yang keluar, akibatnya pasien harus membeli sendiri obat ke apotek luar. Berdasarkan permasalahan yang ditemukan dalam pengelolaan obat, maka dalam hal ini peneliti ingin mengetahui gambaran pengelolaan persediaan obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu tahun 2015. C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas maka dalam penelitian ini dirumuskan pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran Input (SDM, anggaran, sarana dan prasarana, dan prosedur) pengelolaan persediaan obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu tahun 2015. 2. Bagaimana gambaran Proses perencanaan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penghapusan, pengendalian persediaan obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu tahun 2015? 3. Bagaimana gambaran Output pengelolaan persediaan obat yaitu ketersediaan obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu tahun 2015? D. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Mengetahui gambaran pengelolaan persediaan obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu Tahun 2015. 7 b. Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran Input (SDM, anggaran, sarana dan prasarana, dan prosedur) pengelolaan persediaan obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu tahun 2015. 2. Mengetahui pengadaan, gambaran proses penyimpanan, perencanaan, penganggaran, pendistribusian, penghapusan, pengendalian persediaan obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu tahun 2015? 3. Mengetahui gambaran Output pengelolaan persediaan obat yaitu ketersediaan obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu tahun 2015. E. Manfaat Penelitian a. Bagi Penelitian Meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang lebih aplikatif dan kemampuan manajerial di bidang manajemen pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang logistik. b. Bagi Institusi Pendidikan Dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya. c. Bagi RSUD Kota Sekayu Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang positif bagi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu mengenai pentingnya pelaksanaan pengelolaan obat yang baik. 8 F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang berjudul “Gambaran Pengelolaan Persediaan Obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu Tahun 2015” dilakukan di Gudang Obat RSUD Kota Sekayu. Penelitian ini akan dilakukan selama bulan September-November 2015 menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapat melalui wawancara mendalam kepada kepala Instalasi Farmasi, kepala gudng farmasi, dan staf pelaksana gudang, sedangkan data sekunder didapat melalui observasi dan telaah dokumen. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 1 menyatakan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna adalah kesehatan yang meliputi peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Rumah sakit juga merupakan salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan menciptakan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat (Siregar, 2004). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 983/Menkes/SK/1992 tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakn rujukan. 10 Dalam Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 5 menjelaskan fungsi rumah sakit antara lain yaitu: a. Menyelenggarakan pelayanan pengobatan dan pemulihan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai dengan kebutuhan medis. c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. d. Penyelenggarakan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahun bidang kesehatan. Peraturan Menkes Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pasal 6, 10, dan 14, berdasarkan bentuk layanan kesehatan dan kemampuan pelayanan adalah sebagai berikut: a. Rumah Sakit kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar, 5 pelayanan spesialis penunjang medik, 12 pelayanan medik spesialis lain dan 13 pelayanan medik sub spesialis. Mempunyai tempat tidur minimal 400 tempat tidur. b. Rumah Sakit kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar, 4 pelayanan spesialis penunjang medik, 8 pelayanan medik spesialis lain 11 dan 2 pelayanan medik sub spesialis. Mempunyai tempat tidur minimal 200 tempat tidur. c. Rumah Sakit kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar, 4 pelayanan spesialis penunjang medik. Mempunyai tempat tidur minimal 100 tempat tidur. d. Rumah Sakit kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 pelayanan medik spesialis dasar, Mempunyai tempat tidur minimal 50 tempat tidur. B. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Seperti diketahui, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat pelayanan atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan dan obat tradisional. Tugas Utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita, sampai pada pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat inap, rawat jalan, maupun untuk semua unit termasuk poliklinik rumah sakit (Siregar, 2004). Pelayanan farmasi Rumah Sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada 12 pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Kemenkes, 2004). Tujuan tujuan pelayanan farmasi Rumah Sakit adalah pelayanan yang paripurna sehingga dapat memberikan obat tepat pasien, tepat dosis, tepat cara pemakaian, tepat kombinasi, tepat waktu dan tepat harga. Selain itu pasien diharapkan mendapat pelayanan yang dianggap perlu oleh farmasi sehingga pasien mendapat pengobatan efektif, efisien, aman, rasional dan terjangkau (Maimun, 2008). Pelaksanaan pelayanan farmasi terdiri dari 4 pelayanan yaitu (Purwanti, 2003): 1. Pelayanan Obat Non Resep Merupakan pelayanan kepada pasien yang ingin melakukan pengobatan sendiri, dikenal dengan swamedikasi. Obat untuk semua medikasi meliputi obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep yang meliputi obat wajib di apotik (OWA), obat bebas terbatas (OBT), dan obat bebas (OB). 2. Pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Apoteker hendaknya mampu menggalang komunikasi dengan tenaga kesehatan lain, termasuk kepada dokter, termasuk memberi informasi tentang obat baru atau obat yang sudah ditarik. Apoteker hendaknya aktif mencari masukan tentang keluahan pasien terhadap obat-obatan yang dikonsumsi. 3. Pelayanan Obat Resep Pelayanan resep sepenuhnya tanggng jawab apoteker pengelola apotik. Apoteker tidak diizinkan mengganti obat yang tertulis dalam resep dengan obat lain. 4. Pengelolaan Obat 13 Kompotensi penting yang harus dimiliki apoteker dalam bidang pengelolaan obat meliputi kemampuan merancang, membuat, melakukan pengelolaan obat yang efektif dan efisien. C. Pengertian Sistem Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai elemen yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sistem mempunyai tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, pada dasarnya tercapainya tujuan atau sasaran ini adalah sebagai kerjasama dari berbagai subsistem yang terdapat dalam sistem (Azwar, 1996). Sistem terbentuk dari bagian atau elemen yang saling berhubungan dan mempengaruhi, diantaranya (Azwar, 1996) : 1. Masukan (Input) yaitu kumpulan berbagai elemen yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk berfungsinya sistem tersebut. 2. Proses adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. 3. Keluaran (Output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem. 4. Dampak yaitu akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem. 5. Umpan Balik yaitu kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut. 6. Lingkungan yaitu dunia diluar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem. 14 D. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia menurut Sihotang (2007) adalah manusia mengandung pengertian usaha kerja yang dapat disumbangkan dalam proses produksi yaitu sumber daya manusia yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat umum. Sumber daya manusia di Instalasi Farmasi sesuai dengan PMK no.58 tahun 2014 yaitu apoteker, tenaga teknis kefarmasian dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan instalasi farmasi rumah sakit. Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf Instalasi Farmasi harus ada dan sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit setiap tiga tahun sesuai kebijakan dan prosedur di Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM Instalasi Farmasi diklasifikasikan sebagai berikut : a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari : 1) Apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. 2) Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. b. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari: 1) Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian 2) Tenaga Administrasi 3) Pekarya/Pembantu pelaksana 15 Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus dikepalai oleh seorang Apoteker yang merupakan Apoteker penanggung jawab seluruh Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di Instalasi Farmasi Rumah Sakit minimal 3 (tiga) tahun. E. Anggaran Salah satu komponen penunjang yang sangat vital dalam pengelolaan obat adalah ketersediaan anggaran yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan untuk penyediaan perbekalan farmasi dirumah sakit. Anggaran dalam pengelolaan perbekalan farmasi dirumah sakit bertujuan agar dapat memenuhi kebutuhan obat dirumah sakit. Kendala yang umum dijumpai dalam pengelolaan obat meliputi beberapa aspek antara lain sumber daya manusia (SDM), sumber anggaran yang terbatas, sarana dan prasarana (Depkes, 2008). Sumber anggaran dapat bersumber dari pemerintah maupun pihak swasta, diantaranya (Depkes, 2008): 1. Sumber anggaran yang berasal dari pemerintah antara lain dari APBN, APBD dan Revolving funds (Walikota/Gubernur). 2. Sumber anggaran yang berasal dari swasta antara lain CSR (BUMN), donasi, dan asuransi. F. Prosedur SOP (Standard Operating Procedure) adalah suatu perangkat lunak pengatur, yang mengatur tahapan suatu proses kerja atau prosedur kerja tertentu. Oleh karena prosedur kerja yang dimaksud bersifat tetap, rutin, dan 16 tidak berubah-ubah, prosedur kerja tersebut dibakukan menjadi dokumen tertulis yang disebut sebagai SOP (Budiharjo, 2014). Menurut PMK No.58 tahun 2014 bahwa penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien, dan standar prosedur operasional. G. Manajemen Logistik Obat di Rumah Sakit 1. Pengertian Manajemen Logistik Menurut Siagian (2009) manajemen dapat didefinisikan sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain. Istilah logistik bersumber dari ilmu kemiliteran yang mengandung 2 aspek yaitu perangkat lunak dan perangkat keras. Termasuk perangkat lunak adalah kegiatan-kegiatan yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan dalam lingkup kegiatan-kegiatan produksi, pengadaan, penyimpanan, distribusi, evaluasi termasuk konstruksi. Sedangkan yang termasuk perangkat keras adalah personil, persediaan dan peralatan. Logistik berasal dari bahasa yunani yaitu logistikos yang artinya pandai memperkirakan. Logistik merupakan suatu ilmu pengetahun dan seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran serta penghapusan material atau alat-alat (Aditama, 2007). Dalam pelaksanaan pembangunan pengelolaan logistik merupakan salah satu unsur penunjang utama sistem administrasi yang berhubungan erat dengan unsur-unsur 17 administrasi lainnya. Sedangkan manajemen logistik menurut Bowersox (2006) merupakan proses pengelolaan secara strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang, dan barang jadi dari pemasok diantara fasilitas-fasilitas serta pendistribusiannya kepada pelanggan. Menurut Aditama (2007), ada tiga tujuan logistik dalam sebuah organisasi/institusi yaitu: a. Tujuan operasional adalah tersedianya barang material dalam jumlah yang tepat dan kualitas yang baik pada saat dibutuhkan. b. Tujuan keuangan yaitu tercapainya tujuan operasional dengan biaya yang rendah. c. Tujuan kebutuhan adalah tercepainya persediaan yang tidak terganggu oleh kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian dan penyusutan yang tidak wajar lainnya. Serat nilai persediaan yang tercermin dalam sistem akuntansi. Agar tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu dapat dicapai, maka manajemen memerlukan unsur-unsur atau sarana sebagai penunjang terlaksananya proses manajemen logistik. Menurut Seto (2004) terdapat 5 unsur dalam manajemen yang perlu diketahui yaitu antara lain: a. Man : Sumber Daya Manusia b. Money : Sumber Dana c. Methods tujuan : Sistem atau cara yang digunakan untuk mencapai 18 d. Materials : Peralatan yang digunakan/sarana prasarana e. Machines : Mesin-mesin yang digunakan Kegiatan logistik di rumah sakit dilakukan berdasarkan siklus yang berlangsung terus menerus secara berkesinambungan utukk kepentingan produksi jasa pelayanan kesehatan yang bermutu. Fungsifungsi tersebut tergambar dalam suatu siklus manajemen logistik yang satu sama lain saling berkaitan dan sangat menentukan keberhasilan kegiatan logistik dalam organisasi (Seto, 2004). Berikut fungsi-fungsi tersebut: Bagan 2.1 Siklus Manajemen Logistik Perencanaan & peramalan kebutuhan Penganggaran Penghapusan Pengendalian Persediaan Pengadaan Pemeliharaan dan Penyimpanan Pendistribusian Sumber: Seto (2004) Sukses dan gagalnya pengelolaan logiatik ditentukan oleh kegiatan di dalam siklus tersebut yang paling lemah. Apabila lemah dalam perencanaan, misalnya dalam penentuan suatu item barang yang seharusnya kebutuhannya di dalam satu periode (misalnya 1 tahun) 19 sebesar kurang lebih 1.000 unit, tetapi direncanakan sebesar 10.000 unit. Akibatnya akan mengacaukan suatu siklus manajemen logistik secara keseluruhan mulai dari pemborosan dalam penganggaran, membengkaknya biaya pengadaan dan penyimpanan, tidak tersalurkannya obat/barang tersebut sehingga barang bisa rusak, kadaluarsa yang bagaimanapun baiknya pemeliharaan di gudang, tidak akan membantu sehingga perlu dilakukan penghapusan yang berarti kerugian (Seto, 2004). Oleh sebab itu dilakukan pengendalian pada setiap fungsi fungsi tersebut. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, pengelolaan perbekalan farmasi berfungsi untuk: a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit. b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal. c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku. d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku. f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian. 20 g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit 2. Fungsi – Fungsi Pengendalian Persediaan Obat di Rumah Sakit a. Fungsi Perencanaan dan Penentuan Kebutuhan Perencanaan dan penentuan kebutuhan merupakan aktivitas dalam menerapkan sasaran, pedoman, pengukuran, penyelenggaraan bidang logistik. Penentuan kebutuhan menyangkut proses memilih jenis dan menetapkan dengan prediksi jumlah kebutuhan persediaan barang/obat perjenis di apotek ataupun di rumah sakit. Penentuan kebutuhan obat di rumah sakit harus berpedoman kepada daftar obat essensial, formularium rumah sakit, standar terapi dan jenis penyakit di rumah sakit, dengan mengutamakan obat-obat generik. Adapun tujuan dari perencanaan kebutuhan obat adalah untuk mendapatkan: a. Jenis dan jumlah yang tepat sesuai kebutuhan b. Menghindari terjadnya kekosongan obat. c. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional. d. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat. Menurut Depkes (2002) perencanaan kebutuhan obat merupakan kegiatan utama sebelum melakukan proses pengadaan obat. Langkahlangkah yang diperlukan dalam kegiatan perencanaan kebutuhan obat antara lain: 1. Tahap Pemilihan Obat 21 Fungsi dari pemilihan atau penyeleksian obat adalah untuk menentukan apakah obat bener-bener diperlukan dan disesuaikan dengan jumlah penduduk serta pola penyakit. Dasar-dasar seleksi kebutuhan obat meliputi: a) Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medis dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan dengan resiko efek samping yang ditimbulkan. b) Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin untuk menghindari duplikasi dan kesamaan jenis. Apabila jenis obat dengan indikasi sama dalam jumlah banyak, maka memilih berdasarkan “drug of choise” dari penyakit yang prevalensinya tinggi. c) Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk terapi yang lebih baik. d) Mudah dipilih dengan harga terjangkau. e) Obat sedapat mungkin merupakan sediaan tunggal. Pada tahap seleksi obat harus pula dipertimbangkan antara lain sepeti dampak administrasi, biaya yang ditimbulkan, kemudahan dalam mendapatkan obat, kemudahan dalam penyimpanan, kemudahan obat untuk di distribusikan, dosis obat sesuai dengan kebutuhan terapi, obat yang dipilih sesuai dengan standar yang terjamin. Sedangkan untuk menghindari resiko yang dapat terjadi harus pula mempertimbangkan kontra indikasi, peringatan dan perhatian juga juga efek samping obat. 2. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat 22 Kompilasi pemakaian obat berfungsi untuk mengetahui pemakaian bulanan tiap-tiap jenis obat selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum. Informasi yang didapatkan dari kompilasi pemakaian obat adalah: a) Jumlah pemakaian tia jenis obat pada tiap Unit Pelayanan Kesehatan. b) Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh Unit Pelayanan Kesehatan. c) Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat kabupaten/kota. Manfaat dari informasi-informasi yang di dapat yaitu sebagai sumber data dalam menghitung kebutuhan obat untuk pemakaian tahun mendatang dan sebagai sumber data dalam menghitung stok/persediaan pengaman dalam rangka mendukung penyusunan rencana distribusi. 3. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat Menentukan kebutuhan obat merupakan tantangan berat bagi seorang apoteker dan tenaga farmasi yang bekerja di Unit Pelayanan Kesehatan maupun di Gudang Farmasi. Masalah kekosongan obat atau kelebihan jenis obat tertentu dapat terjadi apabila perhitungan hanya berdasarkan teoritis. Dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu serta melalui tahapan, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat jenis, tepat jumlah, serta tepat waktu. Menurut Depkes RI (2008), 23 pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa metode, antara lain: a) Metode konsumsi Yaitu metode yang paling mudah bila terdapat data yang akurat. Tidak memerlukan data epidemiologi dan standar pengobatan. Dengan metode ini dapat menghitung perkiraan kebutuhan: ï‚· Pemakaian nyata pertahun yang merupakan hasil perhitungan dari stok awal ditambah dengan penerimaan dikurangi sisa stok dan dikurangi jumlah hilang atau rusak atau kadaluarsa. ï‚· Pemakaian Pertahun Merupakan jumlah obat yang dikeluarkan ditambah dengan perkiraan kebutuhan saat kosong selama setahun. ï‚· Perkiraan Kebutuhan Tahun Depan Dengan menghitung perkiraan kenaikan jumlah kunjungan ï‚· Kebutuhan Selama Lead Time Pemakaian rata-rata perbulan dikalikan waktu tunggu (dalam bukan). ï‚· Kebutuhan Buffer Stock Kebutuhan pelayanan kesehatan akan logistik obat dapat dihitung dengan pendekatan ini, berdasarkan persediaan barang yang masih tersedia pada akhir tahun, kebutuhan tahun lalu dan kecendrungan yang akan terjadi di masa yang akan datang. 24 b) Metode Epidemiologi Dengan menggunakan metode ini perkiraan kebutuhan mendekati realisasi, karena menggunakan standar terapi dapat menunjang usaha perbaikan. Kebutuhan obat dianalisis dengan menggunakan pendekatan epidemiologi yang dilakukan dengan menghitung jumlah kunjungan dan jenis kebutuhan yang dilakukan dengan menghitung jumlah kunjungan dan jenis penyakit yang dilayani pada tahun-tahun sebelumnya. Dalam hal ini data tentang jenis penyakit, standar terapi BOR, ALOS, untuk masing-masing penyakit sangat menentukan. Perhitungan diperoleh dengan cara mengalikan antara standar terapi (dosis obat) dengan ALOS dan jumlah pasien yang menggunakan obat tersebut selama 1 tahun. c) Metode Kombinasi Yaitu menggunakan gabungan antara metode konsumsi dengan metode epidemiologi. Beberapa cara untuk mengklasifikasikan persediaan yaitu: a. Analisis ABC (Seto, 2004) Menurut Seto (2004), sistem ABC, semua obat dalam persediaan digolongkan menjadi salah satu dari kategori: 1) Kelompok A, Persediaan yang memiliki nilai volume tahunan rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 70% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sedikit, bisa hanya 20% dari seluruh item. Persediaan yang 25 termasuk dalam kelas ini memerlukan perhatian yang tinggi dalam pengadaannya karena berdampak biaya yang tinggi serta pengawasan harus dilakukan secara intensif. 2) Kelompok B, Persediaan dengan nilai volume tahunan rupiah menengah. Kelompok ini mewakili sekitar 20% dari total nilai persediaan tahunan, dan sekitar 30% dari jumlah item. Disini diperlukan teknik pengendalian yang moderat. 3) Kelompok C, Barang yang nilai volume tahunan rupiahnya rendah, yang hanya mewakili sekitar 10% dari total nilai persediaan, tetapi terdiri dari sekitar 50% dari jumlah item persediaan. Disini diperlukan teknik pengendalian yang sederhana, pengendalian hanya dilakukan sesekali saja. Kelompok A merupakan obat yang cepat laku dan dalam beberapa kasus obat merupakan obat yang sangat mahal. Hanya ada sedikit kelompok A dalam persediaan apotik. Tetapi karena kelompok tersebut sangat tinggi permintaannya, merupakan obat yang berputar dengan cepat (atau karena obat itu sangat mahal), kelompok A merupakan mayoritas penjualan apotik. Kelompok A seharusnya dimonitor dengan hati-hati, angka pemesanan ulang dan EOQ-nya seharunya dihitung (Seto, 2004). Kelompok B dan C merupakan agak lambat lakunya. Kelompok B mempunyai penjualan rata-rata dan perputaran inventaris. Kelompok C adalah obat yang paling lambat lakunya, obat produk yang paling kurang diminta. Karena kelompok B dan C merupakan jumlah yang 26 jauh lebih besar dan merupakan proporsi penjualan yang lebih kecil, tidak perlu dan tidak efisien untuk memonitor obat-obat tersebut seketat kelompok A. Kelompok B dan C biasanya dapat cukup dikendalikan dengan menggunakan kartu stok gudang dan kartu stok di ruang peracikan dan penjualan eceran (Seto, 2004). Pengelola secara periodik seharusnya memonitor kelompok C untuk menentukan apakah obat tersebut semestinya disingkirkan dari persediaan. Menyingkirkan kelompok C yang lambat lakunya merupakan metode praktis mengurangi jumlah obat dan investasi dalam persediaan, tapi memberikan pengaruh yang kecil pada penjualan dan biaya kehabisan persediaan (Seto, 2004). b. Sistem VEN ( Depkes RI, 2008) Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat yang terbatas adalah dengan mengkelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat dikelompokkan kedalam 3 (tiga) kelompok berikut: 1) Kelompok V Adalah kelompok obat-obatan yang harus tersedia (Vital) karena dipakai untuk tindakan penyelamatan hidup manusia, atau untuk pengobatan penyakit yang menyebabkan kematian. Obat yang termasuk dalam kelompok ini antara lain, life saving drugs, obat untuk pelayanan kesehatan dasar dan obat 27 untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar. 2) Kelompok E Adalah kelompok obat-obatan esensial yang banyak digunakan dalam tindakan atau dipakai diseluruh unit di Rumah Sakit, biasanya merupakan obat yang bekerja secara kausal atau obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit. 3) Kelompok N Merupakan obat-obatan penunjang atau pelengkap yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa digunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau mengatasi keluhan ringan. 4. Tahap Proyeksi Kebutuhan Obat Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah: a) Menetapkan rancangan stok akhir periode yang akan datang. Rancangan stok akhir diperkirakan sama dengan hasil perkalian antara waktu tunggu estimasi pemakaian rata-rata/bulan ditambah stok penyangga. b) Menghitung rancangan pengadaan obat peiode tahun yang akan datang. c) Perancangan pengadaan obat tahun yang akan datang dapat dirumuskan sebagai berikut, yaitu: a = b + c + d + e + f. Keterangan: a : Rancangan pengadaan obat tahun yang akan datang. b: Kebutuhan obat untuk sisa periode berjalan (JanuariDesember). 28 c : Kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang. d : Rncangan stok akhir. e : Stok awal periode berjalan/stok per 31 Desember Gudang Obat f : Rencana penerimaan obat pada periode berjalan. d) Menhitung rancangan anggaran untuk total kebutuhan obat dengan cara: 1) Melakukan analisis VEN 2) Menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian 3) Menyusun prioritas kebutuhan dasar dan penyesuian kebutuhan berdasar data 10 penyakit terbesar. b. Penganggaran Penganggaran adalah semua kegiatan dan usaha untuk merumuskan perincian penentu kebutuhan dalam suatu skala tertentu standar yaitu skala mata uang dan jumlah biaya (Subagya, 1994). Terbatasnya anggaran dapat mempengaruhi penilaian atau pemeliharaan barang-barang yang ditawarkan sehingga memungkinkan pengorbanan mutu barang yang hendak kita beli. Menurut Seto (2004) fungsi penganggaran adalah menyangkut kegiatan-kegiatan dan usahausaha merumuskan perincian penerimaan kebutuhan dalam satu skala standar yaitu dengan skala mata uang. Dalam melakukan penganggaran, hal yang perlu diperhatikan adalah penentuan kebutuhan dari anggaran yang ada, satuan harga yang sesuai dengan harga pasar, dan peramalan terhadap inflasi. Semua 29 rencana dari fungsi-fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan untuk disesuaikan dengan besarnya pembiayaan dari dana-dana yang tersedia. Pengkajian mengenai hambatan-hambatan dan keterbatasan perlu dilakukan agar anggaran tersebut dapat diandalkan. Umpan balik diperlukan untuk penyesuaian atau perencanaan alternatif rencanarencana. Anggaran yang terbatas dapat memperngaruhi penilaian atau pemeliharaan barang-barang yang ditawarkan (Subagya, 1994). Anggaran yang dibutuhkan untuk menyempurnakan anggaran perlengkapan atau logistik yaitu anggaran pembelian, anggaran perbaikan dan pemeliharaan, anggaran penyimpanan dan penyaluran, anggaran penelitian dan pengembangan barang, anggaran penyempurnaan administrasi, anggaran pengawasan, dan anggaran pengawasan serta anggaran penyediaan dan peningkatan mutu. Penanganan anggaran merupakan proses dari perncanaan atau penyusunan anggaran sampai pertanggung jawaban anggaran (Subagya, 1994). c. Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi, dan sumbangan. Tujuan pengadaan adalah untuk mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan (Depkes RI, 2008). Pada proses pengadaan ada 3 elemen penting yang harus diperhatikan yaitu (Depkes RI, 2008) : 30 1) Pengadaan yang dipilih, bila tidak teliti dapat menjadikan “biaya tinggi”. 2) Penyusunan dan persyaratan kontrak kerja sama (harga kontrak = visible cost + hidden cost), sangat penting untuk menjaga untuk menjaga agar pelaksanaan pengadaan terjamin mutu (misalnya persyaratan masa kadaluarsa, sertifikat analisa/standar mutu, yaitu harus mempunyai Material Sefety Data Sheet (MSDS), untuk bahan berbahaya, khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai certificate of origin, waktu dan kelancaran bagi semua pihak, dan lain-lain. 3) Order pemesanan agar barang dapat sesuai macam, waktu dan tempat. Beberapa jenis obat, bahan aktif yang mempunyai masa kadaaluarsa relatif pendek harus diperhatikan waktu pengadaanya. Untuk itu harus dihindari pengadaan dalam jumlah besar. d. Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dan menenmpatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan adalah untuk memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga ketersediaan, dan memudahkan pencarian dan pengawasan (Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010). 31 Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut bentuk sediaan dan alfabetis, dengan menerapkan prinsip FEFO dan FIFO dan disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan. Adapun faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang adalah sebagai berikut (Depkes RI. 2008) : 1) Kemudahan bergerak Untuk memudahkan bergerak, gudang perlu ditata sebagai berikut : a) Gudang menggunakan sistem satu lantai, jangan menggunakan sekat-sekat karena akan membatasi pengaturan ruagan. Jika digunakan sekat, perhatikan posisi dinding dan pintu untuk mempermudh gerakan. b) Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran perbekalan farmasi, ruang gudang dapat ditata berdasarkan sistem arus garis lurus, arus U atau arus L. 2) Sirkulasi dara yang baik Salah satu faktor penting dalam merancang bangunan gudang adalah adanya sirkulasi udara yang cukup di dalam ruangan gudang. Sirkulasi yang baik akan memaksimalkan umur hidup dari perbekalan farmasi sekaligus bermanfaar dalam memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja. Idealnya dalam gudang terdapat AC atau bisa dengan menggunakan kipas angin dan ventilasi yang cukup melalui atap. atau jendela. 3) Rak dan Pallet 32 Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet akan dapat meningkatkan sirkulasi udara dan perputaran stok perbekalan farmasi. Keuntungan penggunaan pallet adalah: ï‚· Sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan terhadap banjir. ï‚· Peningkatan efisiensi penangan stok. ï‚· Dapat menampung perbekalan farmasi lebih banyak ï‚· Pallet lebih murah dari pada rak. 4) Kondisi Penyimpanan Khusus ï‚· Vaksin memerlukan “Cold Chain” khusus dan harus dilindungi dari kemungkinan putusnya aliran listrik. ï‚· Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dan selalu terkunci. ï‚· Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus dismpan dalam ruangan khusus, sebaiknya disimpan di bangunan khusus terpisah dari gudang induk. 5) Pencegahan kebakaran Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti dus, karton dan lain-lain. lat pemadam kebakaran harus dipasang pada tempat yang mudah ijangkau dan dalam jumlah yang cukup. Tabung pemadam kebakaran agar diperiksa secara berkala, untuk memastikan masih berfungsi atau tidak. e. Pendistribusian Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasin 33 rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan pendistribusian adalah tersedianya perbekalan farmasi di uniunit pelayanan kesehatan secara tepat waktu tepat jenis dan jumlah (Depkes RI, 2008). Menurut Subagya (1994), hal-hal yang harus diperhatikan dalam pendistribusian barang yaitu: 1) Ketepatan jenis dan spesifikasi logistik yang disampaikan 2) ktepatan nilai logistik yang disampaikan 3) Ketepatan jumlah logistik yang disampaikan 4) Ketepatan waktu penyampaian 5) Ketepatan tempat penyampaian 6) Ketepatan kondisi logistik yang disampaikan. Sistem pelayanan distribusi perbekalan farmasi menurut PerMenKes RI no 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit adalah: 1) Sistem persediaan lengkap diruangan ï‚· Pendistribusian Obat-obatan, alat ksehatan, dan bahan habis pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi. ï‚· Obat-obatan, alat kesehatan, dan bahan habis pakai yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan. 34 ï‚· Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola maka pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan. ï‚· Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan. ï‚· Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi Obat pada setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock. 2) Sistem resep perorangan Pendistribusian Obat-obatan, alat kesehatan dan bahana habis pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi. 3) Sistem unit dosis Pendistribusian Obat-obatan, alat kesehatan, bahan habis pakai berdasarkan resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap. Menurut Depkes RI (2008) Selain tiga sistem tersebut terdapat satu metode distribusi lainnya yaitu sistem distribusi kombinasi. Sistem kombinasi merupakan sistem distribusi yang selain menerangkan distribusi resep atau order individual sentralisasi juga menerangkan distribusi persediaan di ruangan yang terbatas. Perbekalan farmasi yang disediakan di ruangan adalah perbekalan farmasi yang diperlukan oleh banyak penderita, setiap hari diperlukan, dan biasanya adalah perbekalan farmasi yang harganya murah mencakup perbekalan farmasi 35 berupa resep atau perbekalan farmasi bebas, Kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi adalah: 1) Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis dan sistem kombinasi oleh Instalasi Farmasi 2) Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh Apotek Rumah Sakit. 3) Pendistribusian perbekalan farmasi di luar jam kerja merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien di luar jam kerja yang diselenggarakan oleh: f. ï‚· Apotek rumah sakit/satelit farmasi yang dibuka 24 jam ï‚· Ruang rawat menyediakan perbekalanfarmasi emergensi. Penghapusan Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang 36 berlaku. Tujuan pengahapusan adalah untuk mrnjamin perbekalan farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi resiko terjadi penggunaan obat yang sub standar (Depkes RI, 2008). Dalam PerMenKes No 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit menyebutkan bahwa penghapusan dilakukan untuk Obat-obatan, Alat Kesehatan dan bahan habis pakai jika: 1) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu. 2) Telah Kadaluarsa. 3) Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan 4) Dicabut izin edarnya. Dalam PerMenKes No 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit juga menyebutkan beberapa tahapan penghapusan obat terdiri dari: 1) Membuat daftar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan habis pakai yang akan dimusnahkan. 2) Menyiapkan berita acara penghapusan. 3) Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempatpemusnahan kepada pihak terkait. 4) Menyiapkan tempat pemusnahan. 37 5) Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta peraturan yang berlaku. g. Pengendalian Persediaan Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit-unit pelayanan. Pengendalian persediaan bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara persediaan dan permintaan. Oleh karena itu, hasil stock opname harus seimbang dengan permintaan yang didasarkan atas satu kesatuan waktu tertentu, misalnya satu bulan atau dua bulan atau kurang dari satu tahun (Aditama, 2007). Rangkuti (2002) menyebutkan bahwa sistem persediaan bertujuan untuk menetapkan dan menjamin tersedianya sumber daya yang tepat, dalam jumlah dan waktu yang tepat serta dapat meminimumkan biaya total melalui penentuan apa, berapa, dan kapan pesanan dilakukan secara optimal. Tujuan lain dari pengendalian persediaan adalah: a. Menjaga jangan sampai kehabisan persediaan b. Agar pembentukan persediaan stabil c. Menghindari pembelian kecil-kecilan d. Pemesanan yang ekonomis Kegiatan pengendalian persediaan mencakup (Depkes RI, 2008) : 1) Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. 38 2) Menentukan: - Stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada unit pelayanan agar tidak mengalami kekurangan/kekosongan. - Stok pengaman adalah jumlahstok yang disediakan untuk mencegah terjadinya sesuatu hal yang tidak terduga, misalnya karena keterlambatan pengiriman. - Menentukan waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan dari mulai pemesanan sampai obat diterima. Pengendalian persediaan sangat penting bagi semua perusahaan terutama bagi rumah sakit atau apotek. Persediaan obat merupakan harta paling besar bagi sebuah rumah sakit atau apotek. Karena begitu besar jumlah yang diinvestasikan dalam persediaan, pengendalian persediaan obat yang tepat memiliki pengaruh yang kuat dan langsung terhadap perolehan kembali atas investasi rumah sakit atau apotek (Seto, 2004). H. Kerangka Teori Kerangka teori yang digunakan oleh peneliti adalah Depkes RI (2008). Teori ini cocok digunakan untuk melihat gambaran pengelolaan persediaan obat. Dalam teori ini, pengendalian persediaan di pengaruhi oleh fungsi-fungsi manajemen yang merupakan suatu siklus kegiatan yang saling berhubungan yaitu perencanaan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan penghapusan. Dari fungsi-fungsi tersebut, keseluruhannya saling berhubungan satu sama lain secara tidak langsung. Adapun Fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut: 39 Bagan 2.2 Pengelolaan Persediaan Obat Perencanaan & peramalan kebutuhan Penganggaran Penghapusan Pengendalian Persediaan Pendistribusian Pengadaan Pemeliharaan dan Penyimpanan Sumber: Seto (2004) 40 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH A. Kerangka Konsep Berdasarkan teori yang dijabarkan pada pembahasan sebelumnya, pengelolaan obat-obatan menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pelayanan kefarmasian. Hal ini dikarenakan hampir 90% pelayanan kesehatan di rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi terutama obatobatan, dan 5% dari keseluruhan pemasukkan rumah sakit berasal dari pengelolaan obat-obatan (Suciati dkk, 2006). Tujuan dari pengelolaan persediaan obat adalah untuk memastikan tersedianya obat-obatan yang tepat guna, tepat sasaran dan jumlah agar tidak terjadi kekosongan atau kelebihan persediaan. Berdasarkan kerangka teori tersebut, dapat disusun alur pikir penelitian. Penelitian ini akan melihat gambaran pengelolaan persediaan obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu. Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem yang terdiri dari 3 bagian yaitu input, proses, dan output. Dalam pendekatan sistem, setiap bagian menjadi suatu rangkaian yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Input pengelolaan persediaan obat terdiri dari SDM, anggaran, sarana&prasarana, dan kebijakan. Proses dari pengelolaan persediaan terdiri dari perencanaan, pengganggaran, pengadaan, pendistribusiaan, dan penghapusan. Sedangkan output dari pengelolaan persediaan adalah tersedianya persediaan obat yang efektif dan efisien. 41 Dengan demikian, kerangka konsep yang dapat digambarkan adalah sebagai berikut: Bagan 3.1 Kerangka Konsep Pengelolaan Persediaan Obat INPUT PROSES SDM Perencanaan Anggaran Penganggaran Sarana dan Prasarana Pengadaan Prosedur Penyimpanan Pendistribusian Penghapusan Pengendalian Sumber: Seto (2004) OUTPUT Tersedianya persediaan obat yang efektif dan efisien 42 B. Definisi Istilah Tabel 3.1 Definisi Istilah No. Substansi Pengertian Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur 1 Sumber Daya Tenaga Wawancara Pedoman Informasi terkait: Manusia kefarmasian yang mendalam, wawancara, ï‚· Jumlah petugas bertugas dalam observasi, Check list, pengelola obat di gudang pengelolaan telaah dokumen farmasi dengan persediaan obat di dokumen kesesuian Dirjen Bina RSUD Kota Kefarmasian dan Alat Sekayu Kesehatan terdiri dari: 1 orang atasan kepala gudang (minimal S1 Farmasi), 1 orang kepala gudang (minimal S1 farmasi), 1 orang pengurus barang (minimal SMA/SMK Farmasi), 1 orang staf pelaksana (minimal SMA/SMK Farmasi) ï‚· Informasi mengenai kesesuaian pengetahuan 43 dan keterampilan dengan pendidikan yang diperoleh. 2 3 Anggaran Dana yang Wawancara Pedoman Informasi mengenai disediakan oleh mendalam, wawancara, sejumlah uang yang pihak rumah sakit Telaah Dokumen disediakan dan untuk menunjang dokumen dipergunakan untuk kegiatan pengelolaan persediaan obat pengelolaan obat di RSUD Kota Sekayu di gudang farmasi Tahun 2015. Sarana dan Fasilitas yang Wawancara Pedoman Informasi mengenai fasilitas Prasarana digunakan untuk mendalam wawancara yang digunakan untuk mendukung dan dan Check mendukung proses proses observasi list pengelolaan persediaan obat pengelolaan di gudang farmasi RSUD persediaan obat di Kota Sekayu. gudang farmasi RSUD Kota Sekayu. 4 Prosedur Pedoman yang Wawancara Pedoman Informasi mengenai digunakan oleh mendalam, wawancara, prosedur kegiatan gudang farmasi observasi, Check list, pengelolaan persediaan obat RSUD Kota Telaah Dokumen di gudang farmasi RSUD Sekayu dalam dokumen Kota Sekayu. 44 pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi seperti SOP dan Job des 5 Perencanaan Kegiatan yang Wawancara Pedoman Informasi mengenai dilakukan oleh mendalam, wawancara, kegiatan perencanaan gudang farmasi observasi, dokumen, persediaan yang dilakukan untuk telaah dokumen di gudang farmasi RSUD menentukan dokumen Kota Sekayu. jumlah obatobatan yang dibutuhkan di RSUD Kota Sekayu. 6 Penganggaran Kegiatan Wawancara Pedoman Informasi mengenai dilakukan oleh mendalam, wawancara, kegiatan merumuskan gudang farmasi telaah dokumen jumlah anggaran yang RSUD Kota dokumen dikeluarkan oleh RS untuk Sekayu untuk kebutuhan obat-obatan di merumuskan gudang farmasi RSUD Kota perincian penentu Sekayu. kebutuhan dalam skala tertentu 45 yaitu skala mata uang dan jumlah biaya untuk pengadaan obatobatan yang dibutuhkan berdasarkan harga satuan. 7 Pengadaan Kegiatan Wawancara Pedoman Informasi mengenai pembelian yang mendalam, wawancara, kegiatan pengadaan sediaan dilakukan oleh Telaah dokumen obat-obatan oleh gudang gudang farmasi dokumen farmasi RSUD Kota untuk persediaan Sekayu. obat-obatan sesuai dengan yang telah direncanakan. 8 Penyimpanan kegiatan yang Wawancara Pedoman Informasi mengenai dilakukan oleh mendalam, wawancara kegiatan penyimpanan dan gudang farmasi Telaah mendalam, metode yang digunakan untuk menyimpan dokumen Dokumen dalam proses penyimpanan dan memelihara dan dan Check di gudang farmasi RSUD dengan cara observasi list Kota Sekayu. menempatkan 46 obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. 9 Pendistribusian kegiatan yang Wawancara Pedoman Informasi mengenai proses dilakukan oleh mendalam, wawancara yang dilakukan oleh gudang gudang farmasi Telaah mendalam, farmasi untuk menyalurkan untuk dokumen Dokumen obat-obatan di unit-unit menyalurkan pelayanan RSUD Kota obat-obatan di Sekayu. unit-unit tertentu di rumah sakit untuk pelayanan individu. 10 Penghapusan Kegiatan Wawancara Pedoman Informasi mengenai menghilangkan mendalam, wawancara kegiatan menghilangkan yang dilakukan Telaah mendalam, obat-obatan yang oleh gudang dokumen Dokumen kadaluarsa, rusak, yang farmasi RSUD dilakukan oleh gudang 47 Kota Sekayu farmasi RSUD Kota terhadap obat- Sekayu. obatan yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, dan lain-lain. 11 Pengendalian Kegiatan dalam Wawancara Pedoman Informasi mengenai persediaan menjaga mendalam, wawancara kegiatan yang dilakukan ketersediaan obat observasi, mendalam, oleh SDM gudang farmasi sehingga tidak Telaah Pdoman dalam menjaga ketersediaan terjadi kelebihan dokumen Observasi, obat sehingga tidak terjadi dokumen kelebihan dan dan kekurangan/kekos kekurangan/kekosongan ongan obat di obat di Gudang Farmasi Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu. RSUD Kota Sekayu. 12 Keamanan dan Kondisi dimana Pedoman Wawancara Hasil pengendaliaan ketersediaan tersedianya obat di wawancara, mendalam sesuai dengan obat gudang farmasi telaah dan dokumen pengendalian RSUD Kota dokumen ditetapkan obat tujuan obat yang Depkes, terdiri Sekayu dengan dari : kebutuhan meliputi 1) Tidak terjadi kekosongan tepat jumlah, obat di gudang farmasi, waktu, dan tepat obat tersedia dengan tepat 48 jenis. jumlah, tepat jenis dan tepat waktu. 2) Obat kadaluarsa dan rusak 3) Stock Opname 49 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan cara wawancara mendalam. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moloeng (2007), penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang diamati. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian yaitu di Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu Kota Sekayu dengan waktu penelitian mulai dari bulan September-November 2015. C. Informan Penelitian Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian (Moleong, 2007). Informan merupakan orang yang benar-benar mengetahui permasalahan yang akan diteliti. Informan dalam penelitian ini ditetapkan dengan prinsip kecukupan dan kesesuaian. Kesesuaian berarti sampel dipilih 50 berdasarkan pengetahuan yang dimiliki yang berkaitan dengan pengelolaan persediaan obat seperti pendidikan, jabatan, lama kerja dan pengalaman. Kecukupan berarti data yang diperoleh harus dapat menggambarkan seluruh kejadian yang berhubungan dengan logistik. Berdasarkan prinsip diatas, terdapat 3 informan yang terkait dengan pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu diantaranya: 1. Informan Kunci : Informan kunci dalam penelitian ini yaitu Kepala Instalasi Farmasi yaitu orang yang dianggap sangat memahami permasalahan yang diteliti. 2. Informan Utama: Informan utama dalam penelitian ini yaitu Kepala Gudang Farmasi yaitu orang yang dianggap memahami dan terlibat langsung dalam pengelolaan persediaan obat. 3. Informan Pendukung Informan pendukung dalam penelitian ini yaitu Staf Pelaksana Gudang Farmasi yaitu orang yang dianggap dapat memberikan informasi meskipun tidak terlibat sepenuhnya dalam permasalahan yang diteliti. D. Instrumen Penelitian Pada penelitian ini peneliti yang melakukan wawancara secara langsung kepada informan, selain itu peneliti juga melakukanobservasi langsung pada kegiatan pengelolaan obat dan telaah dokumen. Instrumen 51 yang digunakan pada penelitian ini antara lain pedoman wawancara, telaah dokumen, lembar observasi, alat tulis, laptop, kamera dan alat perekam suara. Pedoman wawancara, lembar observasi dan telaah dokumen mengacu kepada pedoman pengelolaan perbekalan farmasi dan alat kesehatan Departemen Kesehatan tahun 2010 dan beberapa referensi terkait dengan pengelolaan persediaan farmsi dan logistik obat di rumah sakit. E. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer yang diperoleh dari observasi dan wawancara mendalam, data sekunder diperoleh dari laporan bulanan dan dokumen yang mendukung. F. Validitas Data Pendekatan penelitian kualitatif memiliki sampel yang sedikit, sehingga untuk menjaga kabsahan data yang didapat dapat dilakukan dengan triangulasi, diantaranya: 1. Triangulasi Sumber Dilakukan dengan cara cross check data dengan fakta dari sumber lainnya yang terkait untuk menggali topik yang sama.Seperti melakukan wawancara mendalam terhadap kepala instalasi farmasi, kepala gudang, dan staf pelaksana gudang. 2. Triangulasi Metode Dilakukan dengan menggunakan metode pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data, diantaranya wawancara 52 mendalam, observasi dan telaah data sekunder berupa SOP daan dokumen pendukung pengelolaan persediaan obat. G. Pengolahan Data Hasil wawancara mendalam dalam bentuk rekaman suara dipindahkan ke dalam bentuk transkrip wawancara lengkap untuk setiap informan. Transkrip dikelompokkan berdasarkan variabel-variabel yang diteliti. Kemudian data yang terdapat dalam transkrip tidak semuanya digunakan dalam penelitian, untuk itu dilakukan reduksi untuk menghilangkan data-data yang tidak berhubungan dengan variabel penelitian. Transkrip yang telah direduksi, dituangkan ke dalam matriks wawancara berdasarkan variabel penelitian, untuk kemudian ditriangulasi. Transkrip dan matriks wawancara merupakan pedoman untuk menyajikan hasil penelitian dan dengan menambahkan data-data hasil observasi dan telaah dokumen. H. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menelaah dan mengurutkan data hasil observasi, wawancara mendalam dan penelusuran dokumen yang dikatagorikan dalam kelompok input, proses, output. Kemudian hasil pengelompokan tersebut dibandingkan dengan kepustakaan. I. Penyajian Data Hasil penelitian disusun dan disajikan bentuk matriks dan bentuk narasi dari pengelolaan persediaan obat di RSUD Kota Sekayu dan dibandingkan dengan teori tentang pengelolaan persediaan obat. 53 BAB V HASIL PENELITIAN A. Profil RSUD Kota Sekayu Tahun 2015 Seiring dengan upaya mewujudkan visi dan misi kabupaten Musi Banyuasin tersebut, pemerintah Republik Indonesia nomor 23 tahun 2005 tanggal 13 Juni 2005 tentang pengelolaan keuangan badan penyelenggara umum (BLU), Rumah Sakit pengalami perubahan status institusi dari unit pelaksana teknis daerah Musi Banyuasin berdasarkan surat keputusan Bupati Banyuasin nomor 451 tahun 2008 pada tanggal 31 maret tentang penerapan Rumah SakitUmum Daerah Sekayu sebagai satuan kerja perangkat daerah Kabupaten Musi Banyuasin yang menerapkan pola pengelolaan keuntungan badan pelayanan umum daerah (PKK BLUD) secara penuh. RSUD Kota Sekayu adalah rumah sakit negeri kelas C. Rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis terbatas. Rumah sakit ini juga menampung pelayanan rujukan dari puskesmas. Tujuan pemerintah kabupaten Musi Banyuasin mengubah status kelembagaan Rumah Sakit Daerah Sekayu menjadi bahan layanan umum daerah (BLUD) adalah memberi kewenangan dalam pengelolaan keuangan Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu dalam upaya menjadi pelayanan RUSD Sekayu sebagai Rumah Sakit yang berstandar internasional, merupakan Rumah Sakit rujukan dari 2 (dua) buah Rumah Sakit, RSUD Bayung Lincir dan RSUD Sungai Lilin, 25 Unit Puskesmas, 103 puskesmas pembantu, 142 poliklinik desa dan 22 puskesmas keliling serta sebagai lahan praktek bagi 54 akademi keperawatan pemerintah kabupaten Musi Banyuasin dan institusi pendidikan kesehatan lain yang berada di Provinsi Sumatera Selatan. Selain melayani masyarakat kabupaten Musi Banyuasin dengan Jamkesmas Muba Semesta bagi penduduk Muba, juga melayani masyarakat luar kabupaten bagi dengan Jamkesos Sumsel Semesta, maupun Jamkesmas Nasional, sehingga RSUD Sekayu mempunyai peranan sangat besar dalam menunjang pelayanan unggulan dibidang penyakit dalam khususnya diabetes dan klinik-klinik rawat jalan. 1. Visi dan Misi RSUD Sekayu a. Visi Mewujudkan pelayanan Rumah Sakit yang prima dalam rangka mengsukseskan permata MUBA tahun 2017 mewujudkan Rumah Sakit dunia (Word Class Hospital). b. Misi 1) Mengembangkan education medical hospital 2) Menyelenggarakan pusat pelayanan kesehatan ibu dan anak di Sumatera Selatan 3) 3 Budaya Rumah Sakit Memberikan pelayanan yang efektif berkualitas dikenal dengan PRIMA yaitu: P = Profesional, dalam melaksanakan setiap tugas RSUD Kota Sekayu harus profesional tanpa memandang pangkat, jabatan setara ekonomi hubungan keluarga dan suku budaya melayani sama kedududkannya sebagai makhluk ALLAH SWT yang berorientasi hanya kepada pelanggan. 55 R= Ramah, semua petugas rumah sakit dalam memberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat harus bersikap ramah tamah dengan mewujudkan wajah yang jernih dan antusias. I= Ikhlas, dalam melaksanakan tugasnya seluruh rumah sakit harus dilandasi ikhlas, sehingga akan terpancar antusialisme dalam bekerja dan menyadari bahwa bekerja adalah salah satu ibadah. M= Memuaskan, semua yang diberikan pada pasien/pelanggan (eksternal/internal) Rumah Sakit diberikan seoptimal dan semaksimal mungkin dalam rangka meningkatkan kepuasan pelanggan/masyarakat. A= Andalan, upaya meningkatkan mutu pelayanan pada Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu di laksanakan secara berkesinambungan. 2. Maksud dan Tujuan Badan Pelayanan Umum a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat senantiasa berorientasi kepada kepentingan masyarakat. b. Menuwujudkan pelayanan yang berkualitas internasional sesuia dengan standar dan perkembangan ilmu pengetahuan dan ilmu teknologi. c. Menghasilkan sumber daya manuasi yang profesional berkualitas dan moral yang tinggi. d. Menyelenggarakan kerja sama baik dengan pihak intrnal maupun external. 56 e. Meningkatkan fungsi sistem rujukan yang responsive dan berkesinambungan. Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu yang terletak di Jalan Kolonen Wahid UdiN lingkungan I Kayuara Sekayu. Mempunyai fasilitas yang menyelenggarakan berbagai jenis pelayanan spesialis dan sub spesialis dan menjadi pusat rujukan diwilayah Kabupaten Musi Banyuasin dan sekitarnya. RSUD Sekayu terdiri dari gedung A, B, C, dan D. Masing-masing 2 lantai dengan uraian sebagai berikut: 1. Gedung A a. PoliklinikFarmasi b. IGD c. Radiologi d. Ruang rapat e. Aula f. Ruang komite medik g. Administrasi h. Kantin i. Bank Sumsel j. Ruang verifikator k. Rehabilitasi medic l. Klinik bungur (VCT) m. Ruang humas n. ICU/ICCU/NICU o. Kebidanan (VK dan Neonatus) 57 2. p. Kamar bedah q. Haemodialisa r. Rekam medic Gedung B a. Ruang Pelayanan Inap 1) Kelas III Non infeksi diberi nama Ruang Sungkai 2) Kelas II infeksi diberi nama Ruang Medang 3) Kelas II diberi nama Ruang Meranti (Bangsal Kebidanan dan Nonatus) 4) Kelas I diberi nama Ruang Tembesu 5) Kelas VIP diberi nama Ruang Petanang 3. 4. Gedung C a. Ruang gizi b. Laudry c. Mushallah d. Bermain Anak e. Ruang makan karyawan f. Sekretariat rumah sakit ibu dan anak g. Ruang tim pengadilan asuransi dan klaim Gedung D a. IPSRS b. Bengkel c. Gneset d. Kamar jenazah e. Instalasi gas medic 58 Tabel 5.1 Kelas Ranap dan Jumlah TT RSUD Kota Sekayu Tahun 2015 No Uraian 1 Kelas Utama VIP (Tembesu) 2 Kleas I (Petanang) 3 Kelas II (Meranti) 4 Kelas II (Bangsal Kebidanan) 5 Kelas III non infeksi (Sungkai) 6 Kelas III Infeksi (Medang) 7 ICU 8 NICU 9 Neonatus Total Sumber: Profil RSUD Kota Sekayu Tahun 2015 Jumlah 10 20 20 4 dan 18 40 40 4 4 5 165 tempat tidur Adapun jumlah tenaga medis dan non medis RSUD Kota Sekayu tahun 2015 adalah sebagai berikut: Tabel 5.2 Jumlah Tenaga Medis dan Non Medis RSUD Kota Sekayu Tahun 2015 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Tipe tenaga Medis dan Non Medis Dokter Umum Spesialis Dokter gigi Spesialis Gigi Dokter Bedah Perawat Pegawai Khusus Terapi Teknisi Medis Pegawai Khusus Bidan Pegawai Khusus Gizi Pegawai Khusus Kefarmasian Pegawai Kesehatan Masyarakat Pegawai Non Kesehatan Total Sumber: Profil RSUD Kota Sekayu Tahun 2015 Jumlah 22 orang 25 orang 3 orang 1 orang 2 orang 180 orang 2 orang 30 orang 68 orang 6 orang 29 orang 9 orang 130 orang 507 orang Indikator kinerja pelayanan rumah sakit digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efesiensi pelayanan rumah sakit. Indikator 59 pelayanan rawat inap di RSUD Kota Sekayu tahun 2015, dapat dilihat dari indikator berikut. Tabel. 5.3 Indikator Kinerja Pelayanan RSUD Kota Sekayu Tahun 2015 No Indikator 1 Tahun 2015 Occupancy 92,7% BOR (Bed Ratio) 2 GDR (Gross Death Rate) 4% 3 NDR (Net Death Rate) 1% 4 ALOS (Average Length of 3 hari Stay) Sumber: Profil RSUD Kota Sekayu Tahun 2015 Standar Ideal 60-85% 6-9 hari Berdasarkan tabel diatas BOR pada tahun 2015 sebesar 92,7%, GDR sebesar 4%, NDR sebesar 1% dan AlOS selama 3 hari. B. Pengelolaan Obat di RSUD Kota Sekayu Pengelolaan perbekalan farmasi dilakukan di dalam ruang lingkup Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu. Pelaksanan Pelaksanaan semua kegiatan pengelolaan obat dilakukan di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu oleh SDM yang ada di Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu. Gudang farmasi RSUD Kota Sekayu berada di bawah tanggung jawab Apoterker Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu. Meskipun berada di bawah tanggung jawab Apoteker, namun letak gudang farmasi terpisah dengan Apotek RSUD Kota Sekayu. Adapun letak gudang farmasi dalam struktur organisasi RSUD Kota Sekayu adalah sebagai berikut: 60 Bagan 5.1 Letak Gudang Farmasi dalam Struktur RSUD Kota Sekayu Gudang farmasi RSUD Kota Sekayu bersama apotek RSUD Kota Sekayu berada dibawah unit Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu. Oleh karena itu, gudang farmasi masih merupakan tanggung jawab dari Kepala Instalasi Farmasi. a. Input Input merupakan masukan yang perlu disediakan atau harus tersedia untuk melaksanakan suatu kegiatan atau proses. Input dari sistem pengelolaan persediaan obat terdiri dari sumber daya manusia, anggaran, sarana dan prasarana, prosedur pengelolaan. 1) SDM SDM yang ada di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu dikepalai oleh Apoteker sebagai penanggung jawab gudang farmasi dan adapun petugas pelaksananya dipegang oleh D3 farmasi. Jumlah tenaga yang ada di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu dengan rincian sebagai berikut: 61 Tabel 5.4 Jumlah SDM di Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu Tahun 2015 Jumlah Latar Belakang Pendidikan Jabatan Status Pegawai 1 orang S1 Farmasi (Apt) Kepala Gudang 1 orang D3 Farmasi Staf pelaksana Non PNS gudang PNS Lama Bekerja 5 Tahun 2 Tahun Sumber : Bag.Kepegawaian RSUD Kota Sekayu tahun 2015 Berdasarkan tabel diatas bahwa jumlah SDM yang mengelola persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu pada tahun 2015 berjumlah 2 orang dengan tenaga apoteker berjumlah 1 orang menjabat sebagai kepala gudang dan 1 orang menjabat sebagai staf pelaksana gudang. Jumlah ini mengalami penurunan dari 2 tahun sebelumnya yang berjumlah 3 orang. Dari hasil observasi dan telaah dokumen berupa SOP, penanggung jawab gudang farmasi di RSUD Kota Sekayu dipegang oleh Apoteker yang merupakan kepala gudang. Adapun tugas Kepala Gudang Farmasi dalam pengelolaan persediaan obat di RSUD Kota Sekayu antara lain: a. Membuat usulan perencanaan kebutuhan obat b. Melaksanakan penyediaan obat berdasarkan ketentuan c. Mengajukan permintaan pembelian d. Memeriksa kebenaran laporan pemasukkan e. Pendistribusian dan pemakaian obat di setiap unit terkait 62 f. Mengawasi dan mengendalikan kebutuhan obat serta bertanggung jawab untuk memastikan keseuaian rencana dan kebutuhan obat di Gudang Farmasi. Dari hasil observasi dan telaah dokumen diatas, ditemukan bahwa kepala Gudang Farmasi sudah melakukan tahapan- tahapan sesuai dengan prosedur kerja yaitu bertanggung jawab atas semua kegiatan yang ada di Gudang Farmasi termasuk dalam proses pengelolaan persediaan obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu. Pernyataan tersebut didukung dengan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti. Berikut kutipan wawancaranya: “ya kalau peran saya disini, ya sebagai kepala gudang, jadi semua kegiatan yang ada di gudang farmasi ini ya saya yang bertanggung jawab, termasuk pengelolaannya, jadi misalnya obat habis ya dilakukan perencanaan obat dengan melihat formularium yang ada di rumah sakit ini, terus bikin surat usulan untuk pengadaan, ya sampai ke pengawasanpengawasan obat yang ada di gudang ini” (GF-2) Sementara itu, berdasarkan hasil observasi dan telaah dokumen berupa SOP yang telah dilakukan oleh peneliti, peran petugas gudang farmasi dalam pengelolaan persediaan obat adalah berdasarkan standar operasional prosedur yang berlaku di RSUD Kota Sekayu. Adapun tugas petugas pelaksana gudang 63 farmasi dalam pengelolaan persediaan obat di RSUD Kota Sekayu antara lain: a. Menerima barang yang datang dari supplier dan menata barang di gudang farmasi b. Menghitung jumlah persediaan stock barang farmasi di gudang. c. Menginput data obat yang ada di gudang d. Melakukan mutasi barang farmasi ke unit instalasi farmasi. e. Membuat laporan mutasi barang f. Melakukan pengecekan terhadap obat kadaluarsa. g. Membuat laporannya serta membuat arsip faktur penerimaan obat. Berdasarkan hasil telaah dokumen berupa SOP ditemukan bahwa informan melakukan tahapan-tahapan sesuai dengan yang ada di prosedur tersebut. Akan tetapi berbeda dengan hasil observasi di gudang farmasi, ada beberapa tahapan yang jarang dilakukan oleh petugas gudang yaitu petugas gudang jarang sekali untuk melakukan pengecekan terhadap obat-obat kadaluarsa, hal ini dikarenakan pekerjaan yang terlalu padat dan tidak adanya petugas lain yang membantu pekerjaanya. Hasil observasi pun didukung dengan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti sebagai berikut: “kalau urusan gudang ya saya, disini tugas saya cuma menerima barang datang, terus menyimpanannya, bikin laporan, mencatat obat masuk obat keluar, tapi ya kadang itu mas, kadang ada pekerjaan yang seharusnya saya 64 lakukan enggak saya lakukan, seperti ngecek obat yang sudah kadaluarsa, itu jarang saya lakukan karena saya sibuk, semua tugas gudang saya yang ngerjain, jadi kadang tidak sempat..” (GF-3) Hal ini menunjukkan bahwa Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu belum memiliki tenaga pelaksana gudang farmasi yang cukup dalam melakukan pekerjaan pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi. Ini terlihat ada beberapa ada beberapa peran yang seharusnya dilakukan oleh petugas pelaksana akan tetapi tidak dilakukan. Hal ini juga didukung juga dengan hasil kegiatan wawancara yang telah dilakukan dengan semua informan, yang menyebutkan bahwa SDM yang ada di gudang farmasi masih kurang, karena hanya ada 2 orang yang mengelola gudang farmasi, seharusnya berdasarkan PP No.51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dibawah petugas pelaksana gudang ada satu orang pembantu pelaksana yang berlatar belakang Ahli Madya Farmasi atau SMK Farmasi. Berikut kutipan wawancaranya: “kalau untuk petugas pelaksana di gudang saya rasa kurang cukup ya....” (GF-1) “Pada dasarnya SDM yang ada saat ini kurang jumlahnya, tidak ada yang bertugas untuk mengecek barang yang akan dikirim ke unit, kemudian mengecek obat yang sudah kadaluarsa atau rusak” (GF-2) “saya rasa perlu adanya penambahan karyawan lagi deh, karena kalau cuma saya repot jadinya, apalagi untuk ngecekngecek barang yang kadaluarsa atau pun rusak” (GF-3) “Kalau saat barang banyak saya butuh tambahan tenaga lagi, karena selain menyusun barang, saya juga harus menyiapkan 65 barang sesuai dengan pesanan dari unit, belum lagi pengecekan obat” (GF-3) Kurangnya tenaga pelaksana di gudang farmasi membuat waktu kerja overtime pada petugas, hal ini mengakibatkan ada beberapa tugas pelaksana yang seharusnya dilakukan segera menjadi tertunda. Kualitas dari SDM yang ada di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu dalam melaksanakannya tugasnya, dapat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti latar belakang pendidikan, usia, status pegawai dan sebagainya. Secara individu SDM sudah dikatakan baik dalam melaksanakan tugasnya di gudang farmasi. Hal ini dikarenakan mereka sudah secara rutin mengerjakan pekerjaan di gudang farmasi, walaupun menurut kepala instalasi farmasi dan kepala gudang, petugas pelaksana pada awalnya belum tahu tentang pengelolaan persediaan obat terutama di gudang obat. Akan tetapi dengan berjalannya waktu, petugas gudang farmasi dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Pernyataan tersebut didukung dengan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti seperti dibawah ini: “Bagian gudang selama ini kinerjanya cukup baik dan terampil, sampai saat ini belum pernah terjadi masalah yang berkaitan dengan pengelolaan obat...” (GF-1) “....pengetahuan yang dimiliki tenaga yang ada cukup baik, walaupun pada awalnya tidak tahu tentang pengelolaan obat, karena dia juga orang baru disini, tapi kalo sekarang sudah tahu” (GF-2) Latar belakang dari petugas pengelola persediaan obat sudah sesuai dengan jabatan yang dipegang oleh masing-masing SDM. 66 Menurut Permenkes Nomor 58 tahun 2014 bahwa kualifikasi SDM pekerjaan kefarmasian dirumah sakit terdiri dari Apoteker dan Tenaga teknis kefarmasian (S1 Farmasi, D3 Farmasi, atau SMF). Berikut adalah latar belakang pendidikan dari informan dalam penelitian ini : Tabel 5.5 Karakteristik Informan di RSUD Kota No 1 Informan Informan I Umur 48 thn 2 Informan II 34 thn 3 Informan III 24 thn Jabatan Kepala Instalasi Farmasi Kepala Gudang Farmasi Staf Gudang Farmasi Pendidikan S1 Farmasi Apoteker S1 Farmasi Apoteker D3 Farmasi Sumber: Bag.Kepegawaian RSUD Kota Sekayu tahun 2015 Sedangkan untuk pelatihan pengelolaan persediaan obat belum pernah dilakukan oleh pihak rumah sakit. Hal ini dikarenakan pengetahuan petugas cukup baik dalam pengelolaan persediaan obat. Ini terlihat dari petugas gudang yang melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang ada. Pernyataan tersebut juga didukung dengan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti seperti dibawah ini: “Tenaga yang ada saat ini menurut saya sudah cukup baik” (GF1) “....kalau menurut saya tenaga yang sekarang sudah cukup terampil ya, kalau pelatihan saya rasa belum perlu dilakukan karena selama ini juga tidak pernah ada masalah, kalo misalnya dia ada yang di tahu ditanya ke saya” (GF-2) “selama saya disini belum pernah ikut pelatihan, pihak gudang atau rumah sakit pun belum pernah mengadakan pelatihanpelatihan tentang manajemen logistik..” (GF-3) 67 Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan wawancara dan data sekunder maka dapat disimpulkan kuantitas SDM yang tersedia di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu saat ini memang dirasa kurang, terlebih dengan adanya proses pengurangan jumlah SDM dari tahun sebelumnya. Hal ini menyebabkan beban kerja SDM yang ada saat ini menjadi bertambah karena penambahan tenaga SDM sampai saat ini belum dilakukan. 2) Anggaran Terkait pendanaan atau sumber dana yang dimiliki oleh RSUD Kota Sekayu dalam pengelolaan persediaan obat berasal dari dua sumber dana yaitu APBD dan BLUD. Akan tetapi dalam proses pengelolaan obat belum ada penganggaran khusus yang disediakan dan menurut kepala instalasi penganggaran masih belum dibutukan saat ini, karena tidak ada kegiatan khusus yang membutuhkan dana dalam pengelolaan persediaan obat. Sementara itu, untuk keperluan ATK dan buku-buku pencatatan petugas hanya tinggal mengajukan permintaan kepada bagian logistik umum dan di bagian logistik umum sudah tersedia sehingga penganggarannya masuk kedalam penganggaran bagian umum bukan ke anggaran pengelolan obat di gudang farmasi. Berikut pernyataan informan: “kalau anggaran khusus untuk pengelolaan obat tidak ada ya, karena menurut saya belum perlu diberikan anggaran, karena tidak ada kegiatan khusus dalam proses pengelolaan obat ya, jadi sejauh ini belum ada” (GF-1) 68 “sejauh ini tidak ada ya anggaran khusus untuk pengelolaan obat, dari atasnya belum menyediakan, paling kalau misalnya digudang kurang buku catatan, atau alat tulis lah, tinggal minta saja kebagian logistik umum” (GF-2) “....ya tinggal minta saja kebagian logistik umum, disana sudah ada semua tersedia kalau untuk ATK dan lain-lainnya” (GF-3) Berdasarkan wawancara yang dilakukan, RSUD Kota Sekayu belum menyediakan anggaran khusus untuk kegiatan pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi. Sedangkan untuk keperluan ATK dan lainnya petugas gudang farmasi meminta ke bagian logistik umum. 3) Sarana dan Prasarana Untuk menunjang para petugas di gudang farmasi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, ketersediaan akan sarana dan prasarana merupakan salah satu hal yang penting dan perlu diperhatikan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa ketersediaan kelengkapan dan kelayakan sarana dan prasarana yang digunakan untuk menunjang kerja petugas dalam pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu pada dasarnya sudah baik dan lengkap. Berikut kutipan wawancaranya: “sarana dan prasarana yang digunakan cukup lengkap tentunya ya....” (GF-1) Pernyataan tersebut juga didukung oleh pernyataan yang diberikan oleh kepala gudang dan petugas pelaksana gudang. 69 “kalau fasilitas yang digunakan ya banyak ya, ada kantor, ada telpon, ada tempat penyimpanan dan lain-lain, banyak kalau mau disebutin satu-satu....” (GF-2) “banyak ya kalau fasilitas, ada rolli untuk ngangkut barang kalau datang, ada telpon untuk pemesana barang dari unit-unit, ada lemari, rak-rak, banyak deh pokoknya...” (GF-3) Dari hasil pernyataan informan diatas, diketahui bahwa fasilitas atau peralatan yang digunakan dalam proses pengelolaan persediaan obat sudah cukup lengkap. Hal ini juga dibuktikan juga dengan hasil observasi di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu. Berikut hasil observasinya: Tabel 5.6 Sarana dan Prasarana Penunjang di Gudang Farmasi No. 1 2 Pernyataan Observasi Jumlah Tersedianya ruangan/kantor untuk kepala gudang 1 buah ruangan Terdapatnya komputer. 2 buah komputer 3 Terdapatnya meja, kursi, lemari, di 3 meja, 4 ruangan/kantor. kursi, 2 lemari 4 Terdapatnya ATK di ruangan/kantor 5 Tersedia telepon yang mendukung 1 buah telepon 6 Adanya buku harian penerimaan obat 3 buah buku 7 Adanya buku harian pengeluaran obat 3 buah buku 8 Terdapatnya prosedur untuk pengelolaan persediaan obat 9 Gudang penyimpanan yang ideal 3,2 m2 x 3 m2 10 Terdapatnya AC/kipas angin 3 buah kipas angin 1 Terdapatnya rolli 1 buah rolli Sumber: Hasil observasi di Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu tahun 2015 Selain sarana dan prasarana yang digunakan untuk menunjang pekerjaan para petugas terdapat juga sarana dan prasarana yang 70 berhubungan dengan fungsi gudang farmasi yaitu penyimpanan. Kondisi dari gudang penyimpanan obat RSUD Kota Sekayu masih dalam kondisi yang baik, hanya saja dalam penataannya yang kurang baik, karena rak-rak yang ada masih kurang memadai untuk meletakkan barang-barang akibatnya barang-barang yang ada menjadi menumpuk, apalagi ditambah dengan pemesanan barang yang dalam jumlah besar, selain itu juga gudang farmasi RSUD Kota Sekayu tidak hanya digunakan untuk menyimpan obat tetapi juga digunakan untuk menyimpan alat-alat kesehatan lainnya. Luas gudang yang kurang memadai tentunya sangat menghambat petugas gudang dalam melakukan tugas penyimpanan obat di gudang tersebut. Petugas gudang menjadi tidak leluasa bergerak pada saat akan menyusun obat-obatan yang baru diterimanya. Minimnya luas gudang farmasi juga menyebabkan petugas gudang terpaksa harus menumpuk obat-obatan. Tidak hanya obata-obatan yang ada di gudang farmasi akan tetapi alat kesehatan pun disimpan didalamnya. Ini tentu sangat menyulitkan petugas saat akan melakukan pengambilan obat. Pernyataan tersebut didukung dengan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti sebagai berikut: “......sebenarnya kalau saya lihat fasilitasnya sudah cukup memadai ya, tapi memang gudang penyimpanan agak sempit ya, karena mungkin banyak barangnya, sebenarnya sudah saya usulkan ke atas untuk perbesaran gudang, tapi belum ada tanggapan, enggak tau saya kenapa...” (GF-1) “.....Saya rasa cukup kalo fasilitasnya, paling gudang ya, sebenarnya gini kami pihak gudang sudah beberapa kali mengusulkan untuk perbesaran gudang, karena kondisi gudang 71 saat ini tidak lagi cocok untuk pengadaan barang yang besar, jadi kalau misalnya kami mengadakan barangnya banyak tergantung kebutuhan juga ya, ya seperti ini numpuk jadi nya, mau tidak mau harus ditumpuk, karena kondisi gudang nya yang seperti ini” (GF-2) “...kalau dari segi sarana dan prasarana yang ada sebenarnya sudah ada cukup ya, hanya saja kalau menurut saya itu gudangnya masih menjadi kendala disini, kalo misalnya barang datang, saya susah untuk nyusunnya, jangankan nyusunnya, meletakkannya saja saya bingung, mangkanya di tumpuk seperti ini” (GF-3) Dari hasil wawancara diatas juga didukung oleh hasil observasi di gudang farmasi didapatkan bahwa kondisi gudang cukup baik akan tetapi luas gudang penyimpanan obat yang kurang memadai. Hal ini terlihat dari ukuran gudang yang hanya 3,2 x 3 m2 saja. Dari hasil wawancara dan observasi mengenai sarana dan prasarana, maka dapat disimpulkan bahwa fasilitas yang digunakan dalam proses pengelolaan persedian obat di gudang farmasi sudah cukup baik dan lengkap. Hanya saja khusus untuk kondisi gudang farmasi masih kurang memadai. 4) Prosedur Prosedur merupakan dasar bagi petugas kefarmasian dalam melaksanakan seluruh kegiatan operasional di rumah sakit. Dalam menjalankan suatu proses kerja diperlukan standar atau prosedur yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan segala pekerjaan yang ada. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala instalasi farmasi dan kepala gudang, bahwa RSUD Kota Sekayu memiliki prosedur 72 pengelolaan obat antara lain yaitu prosedur perencanaan, prosedur penganggaran, prosedur pengadaan, prosedur penyimpanan, prosedur pendistribusian, prosedur penghapusan, dan prosedur pengendalian persediaan obat. Berikut kutipan wawancaranya: “....prosedur kita ada, dibuat sebagai landasan pengelolaan obat di gudang farmasi ya” (GF-1) untuk “kalau prosedur atau SOP kita ada disini, jadi semua kegiatan kita sesuai SOP yang ada” (GF-2) Hasil wawancara juga didukung oleh hasil observasi dan telaah dokumen bahwa prosedur atau Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku di Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu terkait kegiatan pengelolaan obat, antara lain adalah prosedur perencanaan, prosedur penganggaran, prosedur pengadaan, prosedur penyimpanan, prosedur pendistribusian, prosedur penghapusan, dan prosedur pengendalian persediaan obat. SOP kegiatan pengelolaan obat di instalasi farmasi yang digunakan dibuat oleh Kepala Instalasi Farmasi dan ditetapkan serta di tanda tangani oleh Direktur RSUD Kota Sekayu. SOP yang berlaku pada tahun ini pada dasarnya masih menggunakan SOP pada tahuntahun sebelumnya Setiap SOP yang ada terdiri dari beberapa konten seperti pengertian, tujuan, kebijakan, penanggung jawab, persiapan, pelaksanaan dan unit terkait. Jika dilihat pada masing-masing SOP, dapat dikatakan bahwa SOP yang ada cukup singkat dan jelas. Setiap konten hanya berisi uraian singkat saja dan hanya berjumlah 1 halaman. 73 Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah para SDM yang ada dalam mengaplikasikan setiap SOP yang ada. SOP yang ada sudah lengkap, mudah dalam pelaksanaannya dan telah disesuaikan dengan kegiatan rutin pengelolaan persediaan obat dirumah sakit. Tidak ada kendala ataupun hambatan dalam implementasi SOP dirumah sakit karena prosedur telah dibuat lebih mudah dalam pengaplikasiannya. Hal ini seperti yang dikatakan oleh informan dalam kutipan di bawah ini : “kalau hambatan tidak ada ya, prosedur bagus tidak menjadi hambatan kalau prosedurnya, kan prosedur dibuat untuk mempermudah kerja kita disini” (GF-3) Berdasarkan hasil wawancara dengan semua informan diketahui bahwa pelaksanaan kegiatan pengelolaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu juga sudah mengacu dan sesuai dengan SOP yang ada. Hal ini sesuai dengan penyataan informan, berikut : “Prosedur sudah sesuai ya, kita pakai prosedur yang ada di rumah sakit ini ya, jadi semua kegiatan pengelolaan obat ada prosedurnya” (GF-1) “ya kegiatan kita disini sesuai dengan SOP yang ada, fleksibel saja kalo untuk prosedurnya, tidak ada hambatan atau masalah” (GF-2) “kalau menurut saya semuanya sudah sesuai prosedur ya, khususnya kegiatan disini..” (GF-3) Dari pernyataan diatas, juga didukung oleh hasil observasi dan telaah dokumen prosedur kerja didapatkan bahwa sudah mengacu pada SOP yang ada. 74 Dari hasil penelitian yag dilakukan dengan menggunakan wawancara, telaah dokumen dan observasi maka dapat disimpulkan bahwa SOP yang ada terkait dengan proses pengelolaan logistik perbekalan farmasi sudah lengkap dan baik. Setiap SOP sudah dibuat secara singkat dan jelas agar mudah dimengerti oleh para petugas. Selain itu pengaplikasian SOP juga sudah dapat dikatakan baik, karena semua proses yang ada sudah sesuai dengan SOP yang ada. b. Proses Proses pengelolaan persediaan obat merupakan serangkaian kegiatan untuk mengelola obat yang dilakukan dengan menggunakan input sudah disediakan. Proses dalam penelitian ini mengenai gambaran pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu, ini merupakan elemen-elemen yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. Variabel yang terdapat pada proses dalam penelitian ini adalah proses pengelolaan persediaan obat yang terdiri dari perencanaan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penghapusan, dan pengendalian. 1) Perencanaan Kebutuhan Kegiatan perencanaan digudang farmasi RSUD Kota Sekayu mengacu kepada prosedur yang telah ditetapkan. Kegiatan perencanaan dan penentuan kebutuhan obat di gudang farmasi menggunakan metode konsumsi. Metode ini digunakan karena lebih mudah dalam penerapannya. Kegiatan perencanaan diawali dengan melihat dan merekap obat bulan sebelumnya dan stok akhir bulan kemudian memprediksi jumlah obat untuk kebutuhan dalam sebulan dan 75 menambahkan dengan stok pengaman (buffer stock). Penentuan kebutuhan ini dibuat dalam dokumen perencanaan berupa draf usulan yang kemudian diserahkan ke kepala gudang farmasi untuk dibuat surat pemesanan ke distributor yang nantinya akan disetujui oleh kepala instalasi farmasi. Berikut pernyataan Informan: “...prosesnya mulai dari pembuatan daftarnya oleh kepala gudang, obat apa saja yang akan di adakan atau dipesan, kemudian baru disampaikan ke saya, baru nanti diketahui oleh direktur dan disetujui oleh bagian keuangan, kalau sudah disetujui baru obatnya diadakan. Nah untuk perencanaannya disini kami pakai konsumsi, kita lihat pemakaian obatnya, berapa sisanya kemudian berapa yang keluar, kemudian ditambah dengan buffer stokc juga” (GF-1) “Proses perencanaannya ya kami buat daftar obat apa saja yang akan di beli, nah daftar tersebut berdasarkan metode konsumsi kan. Jadi misalnya obat apa saja nih yang kira-kira yang banyak digunakkan oleh user atau masyarakat banyak yang konsumsi, nah kami lihat pemakaian, disana kan ada rekapannya, jadi melihat histori data obat itu sendiri, nantikan dilihat tuh ya, misal obat amoxilin tablet stok akhirnya 500, kemudian mutasi keluar 4000, berarti kan 4000-500 = 3500, nah 3500 ini nanti ditambah dengan stok pengamannya. ...” (GF-2) “biasanya dari jumlah konsumsi bulan sebelumnya saja, lalu ditambahin berapa persen dari jumlah yang akan dipesan. untuk melihat stoknya dari komputer sudah jelas, soalnya semuanya kan disana semua data obat-obatan.”(GF-3) Menurut informan obat-obatan yang akan diusulkan dalam perencanaan adalah obat-obatan yang sudah sesuai dengan formularium RSUD Kota Sekayu dan berdasarkan konsumsi diantaranya yaitu obatobat yang berjenis tablet, injek, salp, cair, kapsul dan lain sebagainya. Beikut kutipan wawancaranya: 76 “....semua jenis obat yang ada di formularium ya, jadi disini patokan nya formularium dan konsumsi..” (GF-1) “kalau obat yang masuk keperencanaan ya sesuai dengan formularium ya, kita kan ada formularium nih, nah ditambah juga dengan jumlah konsumsi dari pasien juga, jadi berapa banyak dan obat apa saja nanti yang habis dan nah dilihat dari sana” (GF-2) Dari pernyataan diatas juga didukung oleh hasil telaah dokumen berupa Laporan Keadaan Obat Tahun 2015 didapatkan hal yang sama yaitu obat-obat yang berjenis tablet, injek, salp, cair, kapsul dan lain sebagainya. Selama ini dalam proses perencanaan kebutuhan obat sudah sesuai dengan standar operasional prosedur yang ada di rumah sakit. Namun tetap saja ada kendala yang sering terjadi dalam proses perencanaan kebutuhan obat. Kendala tersebut adalah ketidaksesuaian harga obat yang ada di e-katalog dengan harga yang sebenarnya pada distributor. Berikut pernyataan dari informan: “perencanaannya sudah sesuai kalau menurut saya, tapi kendalanya obat yang kami pesan terkadang tidak sesuai harganya dengan harga distributornya...” (GF-1) “...kita kan disini pakai e-katalog, jadi kendala yang sering muncul itu tidak sesuainya harga obat yang di e-katalog dengan distributor, jadi kami ganti saja obatnya dengan obat yang terapinya sama dan harganya juga sama” (GF-2) Masalah yang dapat menyebabkan terjadinya stock out dalam proses perencanaan diantaranya ketidaksesuaian realisasi dengan perencanaan, meningkatnya jumlah pasien dan pola konsumsi yang berubah. Hal ini didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut: 77 “...kadang realisasinya tidak sesuai dengan yang kita rencanakan, misal perencanaan kita segini, tiba-tiba pasien banyak kan, ya akhirnya stok kita habis” (GF-1) “masalah stok out banyak ya. misal masalah pada perencanaan, bulan kemaren tidak ada kasus, dan kita tidak pesen, nah tapi bulan ini tiba-tiba ada kasus, biasanya untuk penyakit yang pola nya tidak menentu, akhirnya kita pesen cito” (GF-2) Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan wawancara mendalam dan data sekunder, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan perencanaan kebutuhan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu pada dasarnya sudah dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur yang ada di rumah sakit. Obat-obatan yang masuk dalam perencanaan juga berdasarkan Formularium Rumah Sakit dan berdasarkan metode konsumsi. Akan tetapi dalam pelaksanaannya terkadang terdapat masalah yang berkaitan dengan ketidaksesuaian harga obat yang ada di e-katalog dengan harga distributor/supplier. 2) Penganggaran Pengganggaran adalah dana yang disediakan oleh pihak rumah sakit untuk menunjang kegiatan pengelolaan obat di gudang farmasi. Proses penganggaran untuk pengadaan obat di RSUD Kota Sekayu menjadi tanggung jawab bagian keuangan dan kepala instalasi farmasi. Berdasarkan hasil telah dokumen berupa Laporan Keadaan Obat Menggunakan Dana Operasional BLUD Tahun 2015 dana yang dikeluarkan untuk pengadaan obat sebesar ±10 M pertahun. Hal ini juga didukung oleh hasil wawancara kepada informan kepala instalasi farmasi dan kepala gudang farmasi yang menyebutkan bahwa dana 78 yang disediakan untuk pengadaan obat di RSUD Kota Sekayu sebesar ±10 M pertahun. Sebagaimana pernyataan informan sebagai berikut: “kalau untuk obat lebih besar ya anggarannya, kurang lebih sekitar 10 M pertahun, itu untuk obat ya, belum untuk yang lain” GF-1) “.... nah kalau dana yang dikeluarkan oleh RS untuk obat pertahun itu bisa 10_an M, itu sudah dari dua sumber dana tadi, biasanya” (GF-2) Adapun mekanisme penganggaran obat yaitu sebelum menyetujui pembelian obat yang diajuhkan oleh kepala gudang, kepala instalasi menghitung anggaran berdasarkan harga obat yang dibeli sebelumnya tanpa mengabaikan perkiraan kenaikan harga. Kemudian kepala instalasi farmasi memberikan data dan laporan pembelian ke bagian keuangan. Setelah itu, oleh bagian keuangan data-data tersebut akan diinput untuk segera dibayarkan jika sudah jatuh tempo waktu pembayaran. Seperti yang diungkapkan oleh kepala instalasi farmasi dibawah ini. “....penganggarannya diusulkan dulu, dibuat dulu oleh kepala gudang, kemudian dilaporkan kesaya, nanti saya data dulu, saya cek dulu, kemudian kalau sudah sesuai baru saya ajuhkan ke bagian keuangan...” (GF-1) Pernyataan diatas didukung juga oleh pernyataan kepala gudang. Berikut pernyataannya: “usulan dana pembelian obatnya kami yang bikin, nanti di ajuhkan ke ibu Hanif sudah itu baru ke bagian keuangan...” (GF2) 79 Adapun sumber dana yang digunakan dalam proses pengadaan obat berasal dari dua sumber dana yaitu dari APBD dan BLUD. Dana APBD di lakukan perencanaan setiap 3 bulan sekali sedangkan untuk dana BLUD dilakukan perencanaan setiap bulannya. Berikut penyataan informan: “disini kami melakukan pemesanan obat biasanya setiap bulan ya, kalau menggunakan dana BLU sebulan sekali biasanya, kalau pake APBD pesannya 3 bulan sekali...” (GF-1) “Kami ada dua dana ya, kalau APBD itu kami lakukan pertrisemester artinya 3 bulan sekali, kalau yang BLUD kami lakukan setiap bulan. Nah kenapa kami lakukan seperti ini, karena kalau misalnya dari APBD nya kekurangan obat, ya kami tutup dengan dana obat dari BLUD. Kalau misalnya obatnya habis di pertengahan sebelum datang pemesanan lagi ya kami pesan lagi, jadi dalam 1 bulan itu bisa 2 kali mesannya” (GF-2) Dalam proses penganggaran untuk pengadaan obat tentu terdapat masalah atau kendala. Masalah yang sering dihadapi oleh RSUD Kota Sekayu adalah kurangnya anggaran untuk pengadaan obat. Hal ini dikarenakan permintaan kebutuhan obat meningkat dan obat yang dikeluarkan oleh user terkadang tidak sesuai dengan rincian anggaran yang ada dalam perencanaan. Seperti yang diuangkapkan oleh informan dibawah ini. “kendalanya terkadang anggaran yang ada saat ini sepertinya kurang, pada hal kita sudah pakai dua sumber dana ya, dana APBD dan dana BLUD” (GF-1) “...sebenarnya kendala dalam penganggaran itu dananya ya, dananya kurang terus ya meskipun sudah pakai dana BLUD dan APBD tetap saja kurang, karena permintaan pasien meningkat dan juga ada harga itu yang mahal dan urgent, nah itu yang bikin dana kita cepat habis” (GF-2) 80 Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan wawancara mendalam, maka dapat disimpulkan bahwa dalam proses penganggaran persediaan obat yang ada di RSUD Kota Sekayu menggunakan dua anggaran yaitu anggaran APBD dan BLUD. Akan tetapi terdapat kendala yang sering dihadapi adalah kurangnya anggaran untuk pengadaan obat. 3) Pengadaan Pengadaan merupakan salah satu kegiatan merealisasikan perencanaan dan penentuan kebutuhan obat dirumah sakit. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti didapatkan bahwa proses pengadaan yang ada di RSUD Kota Sekayu dimulai dari pengajuan dari gudang farmasi ke kepala instalasi farmasi sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan, setelah itu kepala instalasi membuat Surat Pemesanan yang diketahui oleh Direktur dan disetujui oleh bagian keuangan, setelah disetujui barulah pemesanan dilakukan dan diajuhkan ke distributor masing-masing. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh informan dibawah ini. “...kalau pengadaan perbekalan ya lewat saya dulu, jadi dari gudang farmasi yang akan diadakan mengajuhkan ke saya, nanti saya yang bikin suratnya, kemudian baru saya ajuhkan ke direntur untuk minta persetujuaan...” GF-1) “...kami ngajuhkan usulan ke kebutuhan obat sekian ke bu Hanif, nah nanti dia yang bikin suratnya pemesanan barangnya,..” (GF2) 81 Dalam pelaksanaannya pengadaan obat di RSUD Kota Sekayu sudah menggunakan sistem e-purchasing secara online melalui web LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah). Hal ini untuk mempermudah petugas dalam pemesanan, selain itu juga pengadaan obat berdasarkan tender. Sebagaimana pernyataan informan berikut : “sekarang kan sudah ada e-katalog, jadi pemesanan lewat itu lebih mudah, apalagi itu seperti bersifa wajib ya karena ada Surat edaran dari Menkes tentang pengadaan obat lewat ekatalog atau kalau misalnya ada obat yang enggak sesuai dengan yang diinginkan RS, ya kita pakai sistem tender atau lelang,.” (GF-1) “kalau pengadaan obat kita pakai e-katalog ya, ada juga pakai sistem tender, itu kalau misalnya obat yang di e-katalog tidak sesuai dengan harga, ada juga pakai pembelian langsung, jadi distibutor menawarkan ke RS” (GF-2) Menurut Informan, obat yang diusulkan dalam proses pengadaan adalah obat-obat yang sudah ada di formularium RSUD Kota Sekayu. Berikut pernyataannya: “semua jenis obat yang akan formularium rumah sakit” (GF-1) diadakan berdasarkan “Panduan pengadaan obat disini ya berdasarkan formularium rumah sakit, jadi jenis obatnya sudah ada di formularium itu” (GF-2) Selain itu juga, menurut informan proses pengadaan obat dilakukan setiap bulan sekali, akan tetapi jika pergerakan obat cepat maka pemesanan obat dilakukn 2 kali dalam 1 bulan. Berikut pernyataan informan: 82 “....biasanya 1 bulan sekali ya, tapi tergantung obatnya, kalau obatnya cepat habis ya pihak gudang pesan lagi, tapi kalau perencanaannya ya tergantung dana yang digunakan” (GF-1) “ Kalau pengadaannya ya kami lakukan 1 bulan sekali, atau bisa jadi 2 kali dalam 1 bulan, itu kalau obatnya cepat habis ya...” (GF-2) “Setahu saya obat yang diadakan biasanya sebulan sekali, atau tidakk kalo obat nya cepat habis, pak Dedi mesan lagi, bisa sebulan itu 2 kali” (GF-3) Kendala yang sering terjadi dalam kegiatan pengadaan adalah datang dari distributor yang sering terlambat dalam melakukan distribusi ke rumah sakit dikarenakan jarak yang cukup jauh dan anggaran yang kurang. Akibatnya pihak gudang sering melakukan pembelian cito ke apotek di luar rumah saki. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh informan dibawah ini. “kendalanya ya itu kadang anggarannya yang kurang dan tidak cukup, kalau dari eksternalnya sering mengalami keterlambatan dari distributornya, itu dikarenakan jarak yang jauh ya dari tempat pemesanan” (GF-1) Pernyataan diatas didukung juga oleh pernyataan kepala gudang. Berikut pernyataannya: “masalah yang terjadi ya dari ditributornya, kadang kita melakukan pemesanannya hari ini, distributornya datang 3 hari yang akan datang, atau obat yang kami pesan tidak ada sama distributor tersebut, terpaksa kami pesan dengan distributor lainnya dan itu memakan waktu atau kalau memang mendesak melakukan cito dan kadang dananya yang kurang, akibatnya kosong lagi obat yang dibutuhkan” (GF-2) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan wawancara dan telaah dokumen, maka dapat 83 disimpulkan bahwa proses pengadaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu sudah berjalan sesuai dengan standar operasional prosedur yang ada di rumah sakit. Namun terdapat kendala dalam proses pengadaan obat yaitu anggaran yang kurang dan terlambatnya distributor dalam mendistribusikan obat ke rumah sakit atau obat yang dipesan tidak ada atau kosong di distributor, sehingga harus memesan ke distributor lainnya atau dilakukannya pembelian cito oleh pihak gudang. 4) Penyimpanan Penyimpanan merupakan kegiatan pengamanan terhadap obatobatan yang diterima agar tidak hilang, terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia, serta mutunya tetap terjamin. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa penyimpanan obat dilakukan berdasarkan jenisnya seperti tablet, sirup, salep, atau jenis lainnya, penyimpanan obat ini menggunkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Obat-obat yang baru datang sebagian diletakkan di belakang dan sebagian didepan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh informan dibawah ini. “Kami disini terapkan sistem FIFO ya, setelah obat diterima, maka langsung disimpan di gudang, penyimpanan ini jadi tanggung jawab petugas pelaksana harian gudang..” (GF-1) “Proses penyimpananya ya kami mulai dari barang datang terus di cek sesuai tidak dengan yang di pesan, kemudian diangkut ke gudang menggunakan rolli ya, terus baru disimpan. Kami disini penyimpanannya pakai FIFO/FEFO ya, kemudian berdasarkan abjad juga” (GF-2) 84 “obat saya simpan secara abjad berdasarkan jenis sirup, tablet, salep atau lainnya. Obat yang baru datang saya letakkan di belakang, tapi ada juga di depan, karena dibelakang sudah penuh, jadi mau tidak mau didepan..” (GF-3) Pernyataan diatas juga didukung oleh hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu diketahui bahwa penyimpanan sesuai dengan prosedur penyimpanan yang ada di RSUD Kota Sekayu. Berikut hasil observasi di gudang farmasi terhadap petugas dalam proses penyimpanan obat antara lain: a. Pada saat penyusunan obat, petugas gudang farmasi menyusun obat-obat pada rak-rak yang masih kosong saja karena belum ada penamaan pada rak-rak obatnya. Penyusunan dilakukan berdasarkan sistem FIFO. Jika masih ada obat yang tersisa sebelumnya, petugas meletakkan obat tersebut bersamaan dengan obat yang tersisa. Obat yang baru datang diletakkan di belakang atau di depan obat yang sudah ada sebelumnya. b. Obat-obatan Tablet, kapsul dan obat kering disimpan dalam wadah yang kedap udara di rak bagian atas. c. Sementara untuk obat jenis salep/cream, obat tetes, bedak, diletakkan dalam satu lemari yang sama. d. Untuk obat-obatan jenis narkotika dan spikotropika penyimpanan dilakukan dilemari terpisah, yaitu lemari khsusus obat narkotika dan psrikotropika yang dilengkapi dengan kunci. Obat-obatan narkotika dan spikotropika yang baru datang diletakkan didepan obat yang sudah ada kemudian dicatat jumlah yang masuk di kartu stok. 85 Masalah atau kendala yang terjadi di gudang farmasi yang berhubungan dengan penyimpanan diantaranya adalah kondisi gudang yang tidak memungkinkan untuk melakukan penyimpanan. Hal ini mengakibatkan ketidakleluasan petugas dalam melakukan pekerjaannya di dalam gudang farmasi dan terjadinya penumpukkan barang atau kardus obat di dalam gudang farmasi. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh kepala instalasi farmasi seperti kutipan dibawah ini: “kalau untuk saat ini yang menjadi masalah itu kondisi gudang ya penyimpanan sebenarnya tidak ada kendala yang besar ya, cuma hanya kurang SDM nya saja, soalnya petugas pelaksananya cuma satu....” (GF-1) Pernyataan tersebut juga didukung oleh pernyataan yang diberikan oleh kepala gudang dan petugas gudang farmasi. Berikut pernyataannya: “Kalau kendala tidak ada ya, semuanya berdasarkan prosedur, tapi ya itu kita kekurangan SDM itu yang pertama, yang kedua kondisi gudang tidak memungkinkan lagi untuk penyimpanan dalam skala besar. Sebenarnya sudah kami ajuhkan ke atasan tapi belum ada omongan lagi dari atas, ya kami mau bagaimana lagi, cuma bisa nunngu saja” (GF-2) “kalau menurut saya kondisi gudangnya yang tidak layak lagi kalau untuk penampungan barang-barang lagi, soalnya kalau misalnya obat datang terus saya simpan digudang, saya bingung mau diletakkan dimana lagi, jadi saya tumpuk-tumpuk saja seperti ini, nanti kalau sudah ada tempat yang kosong baru saya pisahin” (GF-3) 86 Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, maka dapat disimpulkan bahwa proses penyimpanan di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu dilakukan oleh petugas gudang farmasi belum sesuai dengan standar operasional prosedur yang ada di gudang farmasi. Selain itu ada beberapa kendala atau masalah yang ditemukan dalam proses penyimpanan antara lain yaitu kurangnya petugas pelaksana yang ada di gudang farmasi membuat beberapa pekerjaan yang seharusnya dilakukan menjadi tertunda dan terjadinya penumpukkan kardus yang berisi obat-obatan, hal ini disebabkan oleh kondisi gudang yang kurang memadai. 5) Pendistribusian Distribusi adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat kepada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan permintaan yang diajuhkan. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa distribusi obat dilakukan dengan permintaan dari user atau unit-unit pelayanan kesehatan yang ada di RSUD Kota Sekayu kepada petugas gudang dengan mengisi bon permintaan barang atau obat. Setelah itu petugas gudang meneliti dan memeriksa obat yang akan didistribusikan. Mengecek saldo barang yang tersedia, dan menghitung jumlah saldo obat yang tersisa setelah barang dikeluarkan. Jika obat yang diminta oleh user tidak ada di gudang, maka petugas menghubungi unit pelayanan yang bersangkutan. Jika obat yang diminta ada, maka selanjutnya dilakukan penditribusian ke user atau unit pelayanan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh informan dibawah ini. 87 “Kalau distribusi ke unit-unit pelayanan orang gudang ya yang lebih tahu, tapi biasanya unit yang membutuhkan menghubungi dulu pihak gudang untuk meminta obat” (GF-1) “....Kalau distribusi ke unit-unit biasanya mereka telpon dulu, perlu obat apa dan berapa jumlahnya terus nanti oleh petugas gudang dicatat sebagai obat keluar, terus kalau ada obatnya ya dianter, kalau tidak ada kami telpon balik orang unit yang mesan tadi...” (GF-2) “Biasanya mereka nelpon dulu, nanyain ada atau tidaknya obat yang mereka minta, kalau ada ya saya cek dulu terus saya catat jumlah dan jenis obat keluarnya baru saya kasih antar atau kalau saya lagi banyak kerjaan ya saya telpon balik. Kalo misalnya obatnya tidak ada ya saya telpon unit yang minta tadi” (GF-3) Pernyataan diatas juga didukung oleh hasil observasi dan telaah dokumen berupa prosedur kerja bahwa proses pendistribusian obat di gudang farmasi diawali dengan permintaan obat oleh unit yang dibuktikan dengan pengisian bon permintaan obat yang ditanda tangani oleh penanggung jawab unit, kemudian bon tersebut diserahkan kepada pengurus gudang, setelah itu disesuaikan dengan persediaan yang ada, setelah itu obat dikeluarkan dan didistribusikan ke unit yang bersangkutan. Jika obat yang tersedia di gudang kurang memadai, maka jumlah yang diterima oleh unit kurang dari yang di minta. Dalam proses distribusi obat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya jumlah permintaan obat, jika obat yang tersedia di gudang jumlahnya memungkinkan, maka bisa dilakukan pendistribusian ke unit tersebut, akan tetapi jika obat yang diminta jumlahnya tidak memungkinkan untuk dilakukan pendistribusian sesuai permintaan, maka obat yang disediakan oleh pihak gudang hanya sedikit dan bahkan tidak dapat 88 dilakukan distribusi karena obat yang dipesan kosong. Berikut pernyataan wawancaranya: “kalau misalnya obat yang dipesan ada yang kami distribusikan, kalau tidak ada yang tidak bisa di kasih” (GF-2) “distribusinya tergantung ada apa tidak obatnya ya, kalau obatnya ada yang kami lakukan pendistribusian, tapi kalau misalnya obatnya abis atau kosong, ya kami tidak lakukan distribusi” (GF-3) Kegiatan pengeluaran obat dari gudang farmasi RSUD Kota Sekayu seringkali mengalami hambatan. Hambatan yang dialami tersebut misalnya ketika petugas gudang farmasi sedang tidak bekerja atau tidak diruangan sementara unit yang sangat membutuhkan obat dari gudang farmasi. Biasanyanya petugas unit akan masuk ke gudang farmasi dengan kunci cadangan dan mengambil obat dari gudang farmasi tanpa mencatat di buku permintaan atau tanpa melakukan konfirmasi kepada petugas gudang. Ini seringkali membuat petugas gudang kebingungan ketika mengetahui stok dikomputer tidak sama dengan stok yang ada di gudang farmasi. Hal ini sebagaimana pernyataan informasi sebagai berikut: “Hambatannya waktu saya libur atau waktu saya lagi keluar kan ada permintaan obat, karena ada kunci ganda yang ditinggal di apotek jadi petugas apotek suka ada yang ngambil obat langsung ke gudang tanpa laporan dulu ke saya dan tanpa mencatat apapun, jadi saya bingung pas pendataan obatnya suka ada yang kurang..” (GF-3) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan wawancara dan data sekunder, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pendistribusian obat selama ini dilakukan oleh petugas gudang farmasi 89 pelaksana sudah sesuai dengan standar operasional prosedur yang ada di rumah sakit. Akan tetapi ada beberapa kendala atau masalah yaitu sering tidak ada konformasi atau pemberitahuan petugas lain dalam mengambil obat di gudang farmasi ketika petugas gudang sedang tidak ada di gudang atau sedang libur. 6) Penghapusan Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada informan bahwa kegiatan penghapusan obat-obatan yang mendekati expired date adalah dengan cara penukaran kembali kepada disributor. Pada awal kerjasama dengan distributor atau supplier dibuat juga kesepakatan mengenai jangka waktu barang yang boleh diretur atau dikembalikan kepada supplier atau disributor. Jika ada masa obat yang yang mendekati expired date, petugas gudang akan mencatat masa obat yang mendekati expired date tersebut, kemudian petugas gudang melaporkan ke kepala gudang farmasi. Selanjutnya kepala gudang menghubungi supplier atau distributor. Jika obat kadaluarsa itu merupakan barang yang sering digunakan oleh rumah sakit atau barang fast moving biasanya supplier akan mengganti barang yang kadaluarsa dengan yang baru tanpa ada potongan menggunakan tanda terima dan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Berikut pernyataan dari informan: “Kalau ada obat-obatan yang kadaluarsa atau rusak biasanya kami kembalikan lagi ke distributor....” (GF-1) “jika ada obat yang kadaluarsa kami catat dan kami panggil distributornya kesini, bilang bahwa ada beberapa obat yang jenis 90 A sudah kadaluarsa atau rusak, biasanya distributornya datang dan membawah penggatinya” (GF-2) “kalau ada obat yang sudah kadaluarsa, saya catat dan saya laporkan sama kepala gudang, terus pak dedi menghubungi ditributornya” (GF-3) Sedangkan untuk obat-obatan yang telah rusak dan tidak dapat dikembalikan lagi ke distributor dan tidak dapat lagi dimanfaatkan, maka rumah sakit akan melakukan penghapusan sesuai dengan prosedur yang ada di rumah sakit dengan cara di bakar. Penghapusan obat yang dilakukan di RSUD Kota Sekayu dilaksanakan oleh panitia penghapusan yang dibentuk oleh pihak RSUD Kota Sekayu sesuai dengan prosedur yang ada. Berikut kutipan wawancaranya: “obat-obatan yang dilakukan penghapusan biasanya obat yang sudah expired date ya, obat yang tidak bisa dimanfaatkan lagi, untuk prosesnya itu dibakar” (GF-1) “Disini baru 2 kali melakukan penghapusan ya, terakhir itu tahun 2013, obat-obat yang dihapuskan biasanya seperti obat yang expired date, rusak, dan tidak bisa dimanfaatkan lagi, biasanya yang melakukan penghapusan ya petugas sini, nantikan dibentuk panitia penghapusan sesuai dengan surat edaran dari RS, penghapusannya biasanya di bakar..” (GF-2) Menurut kepala gudang, dalam pelaksanaan penghapusan tidak ada kendala atau masalah yang dirasa. Berikut pernyataannya: “selama ini tidak ada kendala dalam penghapusan, cuma distributornya datang agak lama saja. Kalau kita telpon hari ini, dua hari kedepan mereka baru datang” (GF-2) Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dokumen dapat disimpulkan bahwa ada dua macam kegiatan penghapusan yang 91 dilakukan leh gudang farmasi RSUD Kota Sekayu yaitu pengahapusan dilakukan dengan mengembalikan atau menukarkan kembali obat yang mendekati expired date ke distributor yang telah kerja sama dengan pihak Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu dan penghapusan dengan cara di bakar untuk obat-obat yang rusak dan tidak dapat dimanfaatkan lagi. 7) Pengendalian Persediaan Kegiatan pengendalian persediaan obat yang dilakukan oleh gudang farmasi RSUD Kota Sekayu yaitu melalui stock opname dan kartu stok. Berdasarkan hasil telaah dokumen berupa tupoksi pengendalian persediaan di gudang farmasi, kegiatan stock opname di RSUD Kota Sekayu dilakukan setiap 2 bulan sekali di gudang farmasi untuk memeriksa kesesuaian jumlah fisik barang di gudang dengan data jumlah barang yang ada dalam sistem komputer. Akan tetapi berbeda dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada informan semua yang menyebuhkan bahwa kegiatan stock opname dilakukan setiap 3 samapai 4 bulan sekali, hal ini dikarenakan kegiatan stock opname dilakukan setelah adanya surat edaran dari direktur untuk melakukan stock opname gudang. Berikut kutipan wawancaranya: “....kalau stcok opname kami lakukan 3 bulan sekali ya, jadi setiap 3 bulan dilakukan stock opname” (GF-1) “....kalau kegiatan stock opname disini dilakukan 3 atau tidak 4 bulan sekali biasanya kami lakukan, kalau di SOP memang 2 bulan sekali, nah karena stock opname ini harus ada surat edaran dulu ya dari atasan, kalau surat itu udah keluar, kami langsung stock opname” (GF-2) 92 “.....stok opname 3 bulan sekali kami lakukan bisa jadi 4 bulan sekali kadang-kadang, kita hitung jumlah stok obat, masingmasing obat sisa nya berapa, yang diapotik juga dihitung, kalau misalnya ada obat yang mendekati kadaluarsa, kami lancarkan dulu obat itu, mangkanya kami pakai sistem FIFO/FEFO” (GF3) Kendala dalam kegiatan stock opname yang biasa ditemui oleh petugas diantaranya metode stock opname yang masih manual dan belum didukung oleh teknologi yang modern, terdapatnya ketidaksesuaian antara fisik barang dan data komputer dan banyaknya jenis dan jumlah barang perbekalan farmasi. Metode dalam stock opname yang masih manual dan banyaknya jumlah obat menyulitkan dan membutuhkan waktu yang lebih lama bagi petugas untuk menyelesaikannya. Hal ini sebagaimana pernyataan informan dalam kutipan wawancara berikut : “kalau disini masih manual, belum menggunakan sistem teknologi, jadi bisa butuh 1 sampai 2 hari kalau melakukan stock opnamenya..” (GF-2) “yang menghambat itu biasanya jumlah obat yang banyak, sehingga sulit dan lama mwnghitungnya, apa lagi obatnya kepencar-pencar, jadi susah harus mencari dulu..” (GF-3) Kejadian seperti ini dapat mengakibatkan tidak terkontrolnya persediaan obat dan sulit untuk menentukan waktu pemesanan karena tidak mengetahui jumlah stok yang tersedia dan terkadang tidak terdeteksinya tanggal kadaluarsa obat, sehingga nantinya akan dapat terjadi kekosongan obat. Salah satu yang menyebabkan obat expired date adalah tidak terdeteksi saat kegiatan stock opname sehingga 93 barang sudah tidak dapat digunakan kembali. Hal ini diungkapkan oleh petugas gudang farmasi. “Masalahnya itu susah ngotrol obatnya, disini kan obatnya banyak, untuk stock opname asja butuh waktu sehari sampai dua hari baru selesai, obat-obat yang slow moving biasanya yang sering kadaluarsa, secara stok kan obatnya banyak tapi kita cek juga masa kadaluarsanya waktu stock opname ternyata sudah kadaluarsa” (GF-3) Hal ini juga dibuktikan dengan hasil observasi yaitu ditemukannya obat-obatan yang mengalami expired dari bulan Januari sampai Juli 2015 sebanyak 13 jenis obat. Sedangkan pengendalian dengan kartu stok sebagai pendataan keluar masuknya obat di gudang farmasi sebagai pencatatan permintaan, pengiriman, dan sisa stok di gudang farmasi. Dari pencatatan kartu stok maka dapat terlihat jumlah sisa stok yang tersedia. Berikut kutipan wawancara dengan informan: “Kalau pengendalian perharinya kita pakai kartu stok saja, biasanya dilihat di kartu stok, kita tandai obat yang keluar, terus sisanya berapa, biar tahu pemakaiannya” (GF-2) “Kartu stok juga kami pakai disini untuk pendataan obat, jadi kalau ada obat yang keluar masuk ya kami catatnya di kartu stok, itu dilakukan setiap hari, jadi kelihatan mana obat yang mau habis atau belum” (GF-3) Pernyataan diatas juga didukung leh hasil observasi dan telaah dokumen berupa kartu stok didapatkan bahwa pengendalian persediaan perharinya dilakukan dengan menggunakan kartu stok yang berisi Nomor, Nama Obat, Jumlah masuk dan keluarnya obat, Tanggal kadaluarsa, dan keterangan. 94 Salah satu upaya dalam pengendalian persediaan obat di gudang farmasi adalah melalui sistem pencatatan. Sistem pencatatan persediaan yang digunakan adalah dengan karu stok. Penggunaan kartu stok manual berfungsi untuk kemudahan penelusuran obat secara langsung apabila terjadi kesalahan. Dalam kegiatan pengendalian persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu tidak menggunakan metode khusus. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara berikut : “tidak ada metode khusus, hanya menggunakan kartu stok dan stock opname saja” (GF-1) “kalau metode khususnya tidak ada ya, pengendalian lewat stock opname saja dan untuk setiap harinya pakai kartu stok” (GF-2) “metode khusus tidak ada, cuma bikin pencatatan saja tiap hari dengan karu stok, terus dilakukan stock opname setiap per 3 bulan sekali..” (GF-3) Dari hasil penelitian dengan wawancara dan observasi, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengendalian persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu masih bersifat sederhana yaitu meliputi kegiatan pencatatan dan pelaporan melalui stock opname dan menggunakan kartu stok. Kegiatan ini sudah sesuai dengan standar prosedur yang berlaku di RSUD Kota Sekayu. 95 c. Output 1) Ketersediaan dan Keamanan Obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu Berdasarkan hasil observasi di gudang farmasi terhadap obat- obatan yang tersedia di gudang penyimpanan, diketahui bahwa secara garis besar ketersediaan obat di gudang farmasi sudah sesuai dengan kebutuhan, akan tetapi memang ada beberapa obat terkadang tidak tersedia di gudang itu disebabkan karena permintaan yang terlalu tinggi. Jika dilihat dari segi waktu, karena biasanya diawal tahun obat belum dilakukan pengadaan dengan menggunakan dana APBD dan baru dilakukan pengadaan pada trisemester ke tiga, jika menggunakan dana BLUD, maka dapat diadakan setiap bulan sekali. Jika dilihat dari segi kualitas, sejauh ini ketersediaan obat dapat dipenuhi, hanya saja waktu pemenuhannya yang perlu diperhatikan. Sedangkan dari segi kualitas ketersediaan obat, karena pengadaan yang dilakukan adalah pengadaan langsung, maka barang yang datang adalah barang yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Hal ini juga didukung oleh hasil wawancara kepada ketiga informan. Berikut pernyataan informan: “kalau untuk ketersediaan saya rasa sudah cukup baik, memang ada beberapa obat yang kadang kosong, namun dengan adanya dana BLUD, obat-obat yang cito dapat dipenuhi dengan cepat” (GF-1) “kalau ketersediaannya sudah cukup, memang itulah yang bisa direncanakan dan diadakan oleh rumah sakit, ya sesuai dengan formularium, tapi memang ada beberapa obat yang tidak ada di dalam formularium rumah sakit, ini biasanya user yang sering 96 seperti ini, yang memberikan resep tidak sesuai dengan yang ada digudang, ditambah lagi ada beberapa obat memang kosong, dikarenakan permintaan obat tersebut tinggi, tapi itu tidak terlalu lama kosongnya, karena melakukan pemesanan kemballi” (GF-2) obat yang yang kami “Kalau ketersediaanya sudah lumayan cukup, kalo misalnya obat kosong ya dipesan lagi, kalau memang tidak ada dari distributornya ya mau bagaimana lagi”. kalo keamanannya ya yang saya bilang tadi, kadang ada pihak-pihak yang tidak tanggung jawab, mengambil terus tidak di catat atau dilaporkan kesaya, kalau faktor lain tidak ada ya”(GF-3) Sementara itu, untuk masalah penumpukkan obat yang terjadi di gudang farmasi tidak berbeda dengan masalah kekosongan obat. Penumpukkan barang dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya adalah perencanaan yang belum sesuai dengan kenyataan, kurangnya luasnya gudang juga menjadi faktor karena seakan barang terlihat menumpuk dengan banyaknya barang yang diletakkan dilantai, dan sebagainya. Dalam menjaga ketersediaan dan keamanan obat di gudang farmasi RUSD Kota Sekayu, maka Instalasi Farmasi harus lebih meningkatkan sistem pengelolaan obat. Hasil akhir dari pengelolaan obat adalah ketersediaan obat sesuai dengan kebutuhan dan berkurangnya penolakan resep karena kekosongan obat. Selain itu dengan pengelolaan obat yang baik diharapkan jumlah dan jenis obat dapat terdapat dengan akurat yang dapat menggambarkan jumlah asset yang dimiliki setiap tahun. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh informan sebagai berikut: “output yang diinginkan dari pengelolaan obat adalah tersedianya obat sesuai dengan kebutuhan, terdatanya dengan 97 baik jumlah obat dan jenis obat yang dapat menggambarkan jumlah asset yang dimiliki setiap akhir tahunnya” (GF-1) “yang diinginkan adalah tersedianya data yang akurat tentang jumlah dan jenis obat. yang bisa dijadikan sumber informasi bagi perencanaan kebutuhan dan stok opname setiap 6 bulan sekali, serta berkurangnya jumlah obat yang tidak terdata ketika diambil dari gudang...” (GF-2) “kalau pengelolaan obat saya rasa berjalan baik ya, penolakan resep karena kekosongan obat mungkin bisa dihindari, terkecuali misalnya untuk obat yang memang tidak tersedia, ya yang saya bilang tadi, dari distributornya kosong...” (GF-3) Dari hasil penelitian yang dilakakukan, maka dapat disimpulkan bahwa ketersediaan obat merupakan output utama dalam pengelolaan persediaan obat di rumah sakit. Di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu, ketersediaan juga selalu dijaga agar tetap dalam jumlah yang efektif dan efisien guna memenuhi kebutuhan para user. Namun, masalah terkait dengan ketersediaan barang di gudang farmasi juga dialami selama periode tertentu. Masalah yang terkait diantaranya kekosongan obat dan penumpukkan barang di gudang farmasi. Kedua masalah ini terjadi pada waktu tertentu. Namun dalam hal kekosongan obat yang dialami, sejak RSUD pengelolaan keuangannya menjadi BLUD, kekosongan obat dapat diatasi dengan dana BLUD. 98 BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara, observasi, dan telaah dokumen. Adapun keterbatasan dalam penelitian yang dilakukan tentang pengelolaan persediaan obat di RSUD Kota Sekayu tahun 2015 antara lain: 1. Wawancara yang dilakukan pada saat jam kerja, sehingga peneliti tidak banyak mempunyai waktu untuk secara lebih mendalam mendapatkan informasi yang lebih banyak. Satu informan hanya mendapatkan waktu sekitar 30 menit untuk wawancara. 2. Peneliti tidak bisa mendapatkan prosedur atau SOP yang ada di Instalasi Farmasi maupun di Gudang farmasi terkait dengan kegiatan pengelolaan persediaan obat. Hal ini dikarenakan peneliti tidak mendapatkan izin untuk mengambil atau memfotokopikan SOP atau prosedur tersebut, tetapi peneliti diperbolehkan membaca dan mempelajari SOP sehingga dapat mengambil beberapa data yang berkaitan dengan hasil. B. Pengelolaan Persediaan Obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan 99 sampai ke pengahapusan serta evaluasi yang saling terkait antara satu sama dengan yang lain. Kegiatannya mencakup perencanaan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penghapusan, dan pengendalian (Seto, 2004). Pengelolaan perbekalan farmasi dilakukan di dalam ruang lingkup Instalasi Farmasi. Pengelolaan persediaan obat yang baik tentunya memerlukan manajemen yang baik pula. Namun hal tersebut tidak terlepas dari faktor-faktor yang yang mempengaruhinya. Sebagaimana disebutkan oleh Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2010 bahwa untuk melihat efektifitas dari pengelolaan persediaan obat perlu diperhatikan faktorfaktor input sebagai penunjang terlaksananya proses manajemen logistik dan proses pengelolaan itu sendiri. Faktor input terdiri dari sumber daya manusia, anggaran, sarana dan prasarana, dan prosedur. Sementara itu, proses dari pengelolaan persediaan obat yang perlu diperhatikan mulai dari perencanaan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pengahapusan, dan pengendalian. Sedangkan outputnya adalah ketersediaan obat yang efektif dan efisien. Sehingga bisa melihat sistem pengelolaan obat yang dilaksanakan di gudang farmasi rumah sakit. a. Input Pengelolaan Obat Input merupakan suatu elemen yang terdapat di dalam sistem dan merupakan elemen yang sangat penting di dalam berfungsinya suatu sistem (Azwar, 2010). Jika input tidak tersedia dengan baik, maka dapat menghambat kegiatan yang terjadi dalam proses pada suatu sistem. Bahkan tidak tersedianya input dapat menghambat suatu sistem 100 dalam mencapai tujuannya. Begitu juga dalam penelitian ini. Dalam kegiatan pengelolaan obat, suatu rumah sakit harus menyediakan input dengan baik. Adapun input pengelolaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu adalah sebagai berikut: 1) Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam pelaksanaan pengelolaan obat. Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan telaah dokumen diketahui bahwa jumlah sumber daya manusia yang ada di gudang farmasi yang berkaitan dengan pengelolaan obat di gudang farmasi hanya 2 orang. Satu orang sebagai kepala gudang dan satu orang sebagai petugas pelaksana. Jumlah SDM tersebut mengalami penurunan dari 2 tahun sebelumnya yang berjumlah 3 orang. Oleh karena itu menurut informan, petugas pelaksana harian gudang farmasi dirasa sangat kurang, karena petugas gudang bertanggung jawab mengurusi seluruh rangkaian penyimpanan obat, mulai dari penerimaan, penyusunan obat, pengeluaran obat hingga pelaporan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kegiatan yang ada di gudang farmasi. Berdasarkan Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2010, diketahui bahwa sumber daya manusia dalam pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi terdiri dari satu orang atasan kepala gudang, satu orang kepala gudang, satu orang pengurus barang, dan satu orang pelaksana. Jika dibandingkan dengan kebijakan tersebut 101 memang sumber daya manusia yang berperan dalam pengelolaan obat di gudang farmasi masih kurang mencukupi. Pada hasil ini petugas pelaksana gudang farmasi juga berperan sebagai petugas pengurus barang, sedangkan dalam PP No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dilakukan oleh orang yang berbeda. Selain itu juga menurut PP No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian BAB III pasal 33 (2), seharusnya tenaga teknis kefarmasian berlatar belakang pendidikan sarjana farmasi, D3 Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi. Kurang mencukupinya SDM yang ada di gudang farmasi terutama untuk pertugas pelaksana harian gudang menyebabkan petugas pelaksana sering merasa kelelahan dan merasa pusing untuk menyelesaikan pekerjaannya. Beban kerja yang dimiliki menjadi lebih banyak dan itu harus ia kerjakan sendiri, akibanya ada pekerjaan yang tidak dapat terlaksana. Minimnya jumlah petugas gudang farmasi RSUD Kota Sekayu menyebabkan terhambatnya kegiatan pelayanan yang dilakukan di gudang farmasi tersebut. Ketika terjadi kekosongan stok pada unit rumah sakit dan petugas farmasi sedang libur atau sedang keluar sementara tidak ada petugas yang menjaga gudang farmasi, maka petugas unit akan mengambil obat yang dibutuhkan sendiri ke gudang farmasi. Dan terkadang petugas unit tidak mencatat obat apa saja yang diambil. Hal ini menyulitkan petugas gudang saat pencatatan sehingga, menyebabkan data obat tidak sesuai dengan jumlahya. 102 Kesesuaian antara pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh SDM pengelolaan obat di gudang farmasi dinilai sudah sesuai, meskipun memang masih perlu diberikan pelatihan untuk petugas pelaksana yang ada di gudang farmasi terkait dengan proses penyimpanan obat yang baik. Dalam pelaksanaannya pun tugas gudang tidak merasa kesulitan untuk melaksanakan tugasnya di gudang farmasi dan tidak memerlukan waktu yang lama unuk belajar mengenai kegiatan yang ada di gudang farmasi karena pada dasarnya pendidikannya adalah ahli madya farmasi. Ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mardiyoko (2008), diketahui bahwa tingkat pendidikan sangat berpengaruhi terhadap kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugasnya yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan kompetensi. Menurut penelitian tersebut dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin memahami pula rasa tanggung jawabnya dalam menjalankan tugasnya. Hasibuan (2006) juga menyebutkan bahwa faktor penting yang perlu diperhatikan dalam penempatan jabatan adalah kesesuaian pengetahuan dan keterampilan petugas, kemudian dari situ akan mencul disiplin kerja. Penelitian Oskar (2005) menunjukkan bahwa kesesuaian pengetahuan dan keterampilan dalam penempatan jabatan kerja memiliki pengaruh sebesar 63,9% dalam menentukan prestasi kerja seorang pegawai. Terjadinya permasalahan pada sumber daya manusia yang terdapat di gudang farmasi rumah sakit, dapat menghambat kegiatan 103 pengelolaan persediaan obat terutama pada proses penyimpanan obat. Minimnya sumber daya manusia yang tersedia di gudang farmasi dapat membuat kegiatan dalam proses penyimpanan tidak dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu perlu adanya proses rekrutmen dan seleksi untuk memenuhi kebutuhan akan SDM, karena SDM yang ada saat ini untuk pendistribusian obat hanya dilakukan satu orang. C. Anggaran Anggaran merupakan salah satu input yang menunjang pelaksanaan dalam proses pengelolaan obat di gudang farmasi. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa tidak adanya anggaran yang khusus disediakan oleh Rumah Sakit yang berkaitan dengan pengelolaan persediaan obat. Rumah sakit hanya menyediakan anggaran rutin untuk pengadaan obat-obatan saja. Karena sejauh ini rumah sakit belum merasa perlu untuk menyediakan anggaran terkait dengan pengelolaan persediaan obat. Dalam pedoman pengelolaan obat yang dibuat oleh Dirjend Bina Farmasi dan Alat Kesehatan (2010) menyebutkan bahwa salah satu input yang perlu disediakan dalam pengelolaan obat adalah anggaran. Anggaran rutin pengelolaan yang perlu disediakan antara lain anggaran untuk pemeliharaan gudang dan prasarana lainnya yang terdapat di gudang farmasi seperti perawatan AC, printer dan komputer. Akan tetapi pengelolaan anggaran untuk pemeliharaan gudang dan sarana dan prasarana lainnya di gudang farmasi sudah dianggarankan dalam anggran Logistik Barang Umum. 104 Pemeliharaan gudang farmasi dan seluruh peralatannya dengan baik merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan oleh pihak manajemen rumah sakit. Berdasarkan hasil penelitian Damanik (2003) menyebutkan bahwa paling tidak manajemen perlu menyisihkan biaya untuk pemeliharaan sebesar 1% dari biaya peralatan yang ada. Kurang baiknya pemeliharaan terhadap gudang farmasi dan peralatan yang terdapat didalamnya sering kali berakibat pada pendeknya masa pakai peralatan tersebut, dan berdampak pada meningkatnya tambahan biaya yang diperlukan untuk pemeliharaan mencapai 20%-30%. Tidak tersedianya anggaran tentunya dapat mempengaruhi dalam proses pengelolaan obat. Jika terdapat barang gudang yang rusak, dapat menghambat pekerjaan petugas dan petugas mejadi tidak bisa menyelesaikan pekerjaannya. Belum lagi manajemen harus memperbaiki barang rusak dan mengeluarkan biaya yang cukup besar. Ini tentu akan menimbulkan kerugian ganda bagi rumah sakit. D. Sarana dan Prasarana Kelengkapan fasilitas merupakan suatu faktor yang harus dipenuhi oleh setiap wadah pemberi pelayanan kesehatan, dengan terlengkapinya fasilitas yang digunakan dalam memberikan suatu pelayanan, maka pelayanan akan dapat diberikan dengan maksimal. Begitu juga dengan fasilitas yang digunakan dalam pengelolaan persediaan obat di RSUD Kota Sekayu. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu diketahui bahwa fasilitas yang digunakan untuk pengelolaan persediaan obat sudah 105 mencukupi. Fasilitas-fasilitas tersebut digunakan untuk mendorong terwujudnya pelayanan kefarmasian di gudang farmasi dengan baik. Menurut Buchri (2001) dalam Ermiati dan Sembiring (2012) mengatakan bahwa perlengkapan fisik fasilitas untuk adalah penyedia memberikan perlengkapan- kemudahan kepada penggunanya, sehingga kebutuhan-kebutuhan dari pengguna fasilitas tersebut dapat dipenuhi. Namun ada beberapa kendala yang ditemukan diantaranya kurang memadainya kondisi luas gudang dan tata letak barang-barang sehingga terjadi penumpukkan barang dilantai. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa luas gudang penyimpanan ini dinilai masih kurang mencukupi untuk kegiatan penyimpanan obat di RSUD Kota Sekayu. Sarana penyimpanan obat yang tersedia di RSUD Kota Sekayu berupa gudang penyimpanan yang memiliki 3,2 m2 x 3 m2, sedangkan Departemen Kesehatan dalam pedoman pengelolaan gudang menyebutkan bahwa luas gudang penyimpanan obat minimal adalah 3 x 4 m2. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Prihatiningsih (2012) yang menyebutkan bahwa adanya hubungan antara luas gudang dengan kegiatan penyimpanan. Luas gudang yang kurang memadai tentunya sangat menghambat petugas dalam melakukan tugas penyimpanan obat di gudang farmasi. Dari hasil penelitian tersebut juga diketahui bahwa gudang penyimpanan tidak hanya digunakan untuk menyimpan obat, namun juga digunakan untuk menyimpan alat kesehatan, selain itu dengan kondisi gudang yang kurang memadai tersebut, banyak barang- 106 barang yang menumpuk. Oleh karena itu petugas gudang menjadi tidak leluasa bergerak pada saat melakukan pekerjaannya. Luas gudang yang kurang memadai tentunya sangat menghambat petugas dalam melakukan tugas penyimpanan obat di gudang tersebut. Petugas gudang menjadi tidak leluasa bergerak pada saat akan menyusun barang atau obat-obatan yang baru diterimanya. Minimnya luas gudang farmasi juga menyebabkan petugas terpaksa harus menumpuk kardus obat-obatan yang disimpan didalamnya. Ini tentu menyulitkan petugas dalam melakukan pengambilan obat. Lengkap atau tidaknya suatu fasilitas atau sarana dan prasarana yang dimiliki oleh rumah sakit akan mempengaruhi terhadap kegiatan pengelolaan persediaan obat, sehingga dengan kelengkapan sarana dan prasarana yang ada di gudang farmasi, maka dapat dinilai apakah pengelolaan persediaan obat berjalan dengan lancar atau tidak. Kegiatan akan terlaksana dengan baik jika segala fasilitas atau sarana dan prasarana dilihat sudah cukup baik dan lengkap. E. Prosedur Menurut Oktaviani (2011) Standar operasional prosedur (SOP) adalah pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Berikut ini adalah beberapa karakteristik prosedur, diantaranya adalah: 1. Prosedur menunjang tercapainya suatu organisasi. 2. Prosedur mampu menciptakan adanya pengawasan yang baik dan menggunakan biaya yang seminimal mungkin. 107 3. Prosedur menunjukkan urutan-urutan yang logis dan sederhana. 4. Prosedur menunjukan adanya pnetapan keputusan dan tanggung jawab. 5. Prosedur menunjukan tidak adanya keterlambatan dan hambatan. 6. Adanya suatu pedoman kerja yang harus diikuti oleh anggotaanggota organisasi. 7. Mencegah terjadinya penyimpangan 8. Membantu efesiensi, efektivitas, dan produktivitas dari suatu organisasi. Prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan persediaan obat sudah ada dan sudah digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu, meskipun petugas tidak mengingat seluruh prosedurnya secara mendetail. Prosedur pengelolaan persediaan obat terdiri dari prosedur perencanaan, prosedur penganggaran, prosedur pengadaan, prosedur penyimpanan, prosedur pendistribusian, prosedur penghapusan, dan prosedur pengendalian, serta tupoksi yang ada di gudang farmasi. Prosedur yang dibuat sudah cukup baik. Namun masih kurang lengkap, karena dalam salah satu prosedur yaitu prosedur penyimpanan hanya disebutkan bahwa penyimpanan dilakukan oleh petugas gudang, penyimpanan menggunakan sistem FIFOdan FEFO. Tapi tidak dijelaskan seraca rinci tentang bagaimana pengklasifikasian penyimpanannya, bagaimana pengaturan suhunya dan kelembapan ruangan. Sehingga petugas gudang sering mengabaikan hal tersebut. Ini didukung oleh hasil penelitian Yudha (2012) yang menyatakan bahwa 108 ketidaklengkapannya prosedur dapat menghambat proses pengelolaan persediaan obat terlebih lagi kegiatan yang dilakukan sudah menjadi rutinitas harian. Pada pelaksanaannya prosedur yang dibuat ini sudah dijalankan oleh SDM yang melakukan pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu, meskipun terkadang masih ada point yang terlewatkan dan tidak terlaksanakan. Tidak dilaksanakan point-point tersebut, akan menyebabkan kegiatan pengelolaan persediaa mejadi terganggu. SOP dapat dijadikan sebagai pedoman yang digunakan dalam proses pelaksanaan pengelolaan persediaan obat, sehingga tujuan dari pengelolaan tercapai. Dengan adanya prosedur setiap petugas dapat mengetahui tugas, wewenang dan tanggung jawab pekerjaan yang haru dilakukan, sehingga dalam pengelolaan obat dapat berjalan dengan baik dan terhidar dari kesalahan, keraguan dan dapat membuat pekerjaanya lebih efisien. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Tedjakusnadi (2002) bahwa prosedur merupakan pedoman yang disusun secara tertulis dengan jelas dan mengambarkan urutan kegiatan yang dilakukan dan siapa yang bertanggung jawab melaksanakan prosedur tersebut. b. Proses 1) Perencanaan Perencanaan dan penetapan kebutuhan merupakan langkah awal dalam proses pengelolaan obat. Dalam Permenkes No. 58 Tahun 2014 109 perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan obat sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat waktu, tepat jumlah dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi dan kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuiakan dengan anggaran yang tersedia. Menurut Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan tahun (2010) menyebutkan bahwa tujuan dari perencanaan kebutuhan obat adalah untuk mendapatkan: e. Jenis dan jumlah yang tepat sesuai kebutuhan f. Menghindari terjadnya kekosongan obat. g. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional. h. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat. Berdasarkan hasil penelitian di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu Perencanaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu dibuat pada periode tiga bulan (triwulan). Perencanaan kebutuhan obat di gudang farmasi dilakukan berdasarkan pada rata-rata jumlah konsumsi obat atau jumlah pemakaian pada periode sebelumnya dan ditambah dengan stok pengaman. Metode ini digunakan karena lebih mudah dalam penerapannya. Pada tahap perencanaan obat-obatan yang akan dibuat dalam perencanaan adalah obat-obatan yang ada di formularium rumah sakit. 110 Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Pratiwi (2012) yang menyebutkan bahwa metode yang digunakan di Sub Unit Gudang Farmasi RSUD Kota Depok adalah menggunakan metode konsumsi yang merupakan dasar perencanaan melalui data laporan jumlah pemakaian. Dari hasil penelitian tersebut juga diketahui bahwa perencanaan kebutuhan obat berdasarkan pada rata-rata jumlah kebutuhan obat pada periode sebelumnya, selain itu dilihat slow moving dan fast moving dari masing-masing obat. Selain itu juga menurut Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melonjaknya (2010) menyebutkan permintaan dan bahwa penggunaan untuk obat, mengantisipasi maka dalam perencanaan kebutuhan harus disertakan stok pengaman (buffer stock). Menurut Herjanto (2008) Buffer stock merupakan persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi dan menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock out). Pada perencanaan kebutuhan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu pun disertai dengan stok pengaman. Stok pengaman yang dilakukan oleh gudang farmasi sebesar 10% sampai 20% dari persediaan yang ada. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi melonjaknya permintaan kebutuhan. Ini sejalan dengan hasil penelitian yang di lakukan oleh Utari (2014) di RS Zahirah yang menyatakan bahwa gudang farmasi harus menambahkan stok pengaman (buffer stock) sebesar 10% sampai 20% pada setiap kali melakukan perencanaan dan pengadanaan obat, hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kelonjakan permintaan kebutuhan persediaan obat, maka perlu dilakukan perhitungan stok pengaman. Hal ini juga sesuai dengan teori yang 111 dikemukakan oleh John dan Harding (2010), keputusan mengenai kapan mengajukan pemesanan kembali terletak pada dua faktor yaitu pertama pertimbangan tingkat pemesanan kembali secara langsung berdasarkan pemakain normal, dan yang kedua sedian pengaman berdasarkan derajat ketidakpastian dan tingkat pelayanan yang diminta. Masalah yang dihadapi dalam perencanaan obat di gudang farmasi adalah perencanaan hanya menggunakan metode konsumsi dan kurang memperhatikan pola penyakit, oleh karena itu ada obat yang sering kosong dan ada juga obat yang mengalami over stock. Dalam Depkes (2008) telah disebutkan bahwa perencanaan harus melihat dari segi konsumsi dan pola penyakit, karena dengan menggunakan dua metode tersebut dapat menghitung jumlah kenjungan dan jenis penyakit yang dilayani pada tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, masalah lain yang dihadapi adalah ketidaksesuaian harga obat yang ada di e-katalog dengan harga yang sebenarnya pada distributor, hal ini menyebabkan pihak rumah sakit mengganti obat dengan obat jenis lain dengan terapi yang sama dan dengan mnyesuaikan harga yang ada di e-katalog. 2) Penganggaran Sumber dana merupakan salah satu input yang mendukung terlaksananya suatu proses. Proses akan berjalan sesuai dengan keinginan apabila didukung penuh dari segi pendanaannya. Begitu juga dengan pelayanan yang ada di RSUD Kota Sekayu, pelayanan kesehatan akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh pendanaan yang memadai. 112 Hasil wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti kepada informan diketahui bahwa anggaran yang dikeluarkan oleh RSUD Kota Sekayu untuk pengadaan obat sebesar ±10 M pertahun. Dana tersebut berasal dari dua sumber dana yaitu APBD dan dana BLUD. Berdasarkan undang-undang no 36 tahun 2009 pada bab XV dan pasal 170 yang mana sumber pembiayaan kesehatan berasal dari pemerintah, pemerintah daerah, swasta/masyarakat dan sumber lainnya. Pembiayaan yang berasal dari pemerintah daerah yaitu APBD, sedangkan pembiayaan yang berasal dari swasta atau masyarakat yaitu seperti halnya pendapatan atau penghasilan dari rumah sakit itu sendiri. Akan tetapi kendala yang sering terjadi dalam proses penganggaran adalah kurangnya dana untuk pembelian obat. Dengan dana yang tersedia sekarang dirasa masih belum cukup untuk memenuhi permintaan kebutuhan yang meningkat. Kurangnya anggaran untuk penyediaan obat dapat menyebabkan pelayanan kefarmasian menjadi terganggu. Menurut Suciati dkk (2006) Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan penunjang dan sekaligus merupakan revenue center utama. Hal tersebut mengingat bahwa hampir 90 % pelayanan kesehatan di rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi bahan alat kesehatan, alat kedokteran dan gas medis), dan 50% dari pemasukan rumah sakit berasal dari pengelolaan pembekalan farmasi termasuk obat-obatan. Dalam melakukan penganggaran, hal yang perlu diperhatikan adalah penentuan kebutuhan dari anggaran yang ada, satuan harga yang sesuai dengan harga pasar, dan peramalan terhadap inflasi. 113 Dengan tersedianya anggaran tentunya dapat mempengaruhi dalam proses perencanaan dan pengadaan obat. Dengan anggaran yang cukup maka kebutuhan obat akan terpenuhi dengan baik, sebaliknya jika anggaran yang disediakan untuk pengadaan obat terbatas maka pelayanan kefarmasian rumah sakit akan terganggu dan rumah sakit dapat mengalami kerugian. Pernyataan ini sesuai dengan pedoman perbekalan kefarmasian yang dibuat oleh Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2010 yang menyebutkan bahwa salah satu komponen penunjang yang sangat vital dalam pengelolaan perbekalan farmasi adalah ketersediaan anggaran yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan untuk penyediaan perbekalan farmasi di rumah sakit. 3) Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi, dan sumbangan. Tujuan pengadaan adalah untuk mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan (Depkes RI, 2008). Dari hasil paparan beberapa informan dan pengamatan dokumen, pengadaan dilakukan dengan sistem e-purchasing dan sisem tender atau lelang. Sistem e-purchasing dilakukan agar mempermudah petugas dalam melakukan pembelian, karena barang atau obat yang akan dibeli dalam e-catalog sudah memuat daftar, jenis, dan spesifikasi termasuk harga obat tersebut. Dalam penelitian Sumangkut dan Jansen 114 (2014) menyebutkan hal yang sama yaitu pengadaan secara epurchasing dilakukan secara langsung kepada penyedia barang, pengadaan seperti ini untuk mempermudah petugas dalam melakukan pemesanan barang kepada penyedia barang. Proses pengadaan persediaan melalui e-purchasing ini dirasa cukup efektif karena proses pengadaannya dilakukan secara online dan langsung kepada penyedia yang telah telah terdaftar di Lembaga Kebijakan Pengelolaan Barang/Jasa (LKPP) tanpa adanya kompetisi. Penelitian Wibowo, dkk (2011) juga menyebutkan bahwa manfaat dari pengadaan melalui e-purchasing adalah membuat efisiensi dari sisi biaya yang dibutuhkan relatif tidak banyak, dan membutuhkan lebih sedikit waktu, tenaga, dan biaya. Akan tetapi sistem pengadaan ini terkadang belum sesuai dengan yang diharapkan, karena terkadang sering terjadi masalah pada jenis dan harga obat yang tidak sesuai dengan perencanaan. Oleh sebab itu, untuk menutupi kekurangan tersebut maka gudang farmasi melakukan pengadaan dengan sistem tender. Sistem tender merupakan tata cata pemilihan penyedia obat yang dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua penyedia barang atau obat yang terdaftar dalam sistem pengadaan penyediaan obat. Pembelian obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu dilakukan dengan tender terbuka atau pun dengan tender terbatas kepada pedagang farmasi yang menyediakan obat. Tender terbatas dilakukan hanya untuk pengadaan obat-obatan yang bernilai di bawah Rp 50.000.000 juta, sedang kan untuk tender terbuka dilakukan pengadaan 115 bernilai diatas Rp 50.000.000. Namun untuk pemesanan obat jenis narkotika dan psikotrapika terdapat sedikit perbedaan. Untuk narkotika dan psikotrapika petugas pembelian harus mengisi data lengkap yang tertera pada lembar pemesanan. Pengadaan dengan sistem tender dilakukan karena harga obat yang ada di e-catalog terkadang tidak sesuai dengan harga obat yang telah direncanakan. Untuk menutupi kekurangan tersebut maka pihak Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu melakukan pengadaan persediaan obat di gudang farmasi dengan sistem tersebut. Hal ini dilakukan untuk menutupi kebutuhan obat yang tidak ada atau tidak sesuai dengan harga yang ada di e-catalog. Untuk kegiatan pengadaan obat dilakukan satu bulan sekali bahkan dapat dilakukan dua kali pemesanan dalam satu bulan tergantung dengan pergerakan obatnya. Ini sesuai dengan pernyataan semua informan yang menyatakan bahwa pengadaan persediaan obat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan diadakan satu kali dalam satu bulan, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa obat juga dapat diadakan dua kali dalam satu bulan, mengingat permintaan kebutuhan yang tinggi. Selain itu juga, tidak jarang rumah sakit melakukan pengadaan dengan pembelian cito ke apotek diluar rumah sakit, hal ini dikarenakan permintaan yang tinggi dan mendesak, sedangkan persediaan yang dibutuhkan yang ada di dalam gudang mengalami kekosongan dan untuk memesan kembali dibutuhkan waktu yang lama. 116 Dalam proses pengadaan obat, kendala yang sering terjadi ketika melalukan pembelian obat adalah distributor yang sering terlambat dalam melakukan distribusi kerumah sakit atau obat yang dipesan tidak ada sama distributor tersebut, dan pihak gudang farmasi melakukan pemesanan dengan distributor lainnya. Waktu tunggu yang di berikan oleh pihak gudang farmasi ditentukan oleh pihak gudang farmasi RSUD Kota Sekayu maksimal dua hari setelah pemesanan ke supplier. Akan tetapi pada kenyataannya rata-rata waktu tunggu pemesanan obat ke supplier atau distributor adalah tiga hari bahkan lebih setelah pemesanan, hal ini dikarenakan jarak distributor yang jauh dari rumah sakit. Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas bahwa proses pengadaan persediaan obat berjalan dengan baik, karena setiap tahapan dari pengadaan harus dilaksanakan sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam prosedur pengadaan persediaan di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu dan Pedoman yang dibuat oleh Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010). 4) Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dan menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan adalah untuk memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung 117 jawab, menjaga ketersediaan, dan memudahkan pencarian dan pengawasan (Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan kegiatan penyimpanan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu menggunakan sistem FIFO dan FEFO. Artinya dalam penyusunan, obat-obatan yang baru datang diletakkan dibelakang dan obat-obatan yang lama diletakkan di bagian depan. Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Sheina dan Umam (2010) yang menyebutkan bahwa penyimpanan dan penyusunan obat di gudang Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I menggunakan metode FIFO dan FEFO dan berdasarkan abjad, metode ini digunakan agar mempermudah petugas dalam pengambilan obatobatan dan menjaga mutu obat-obatan di Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I. Menurut Dina (2012) pengaturan obat yang dilakukan di rak/lemari penyimpanan dapat memberikan kemudahan bagi petugas gudang dalam mencari barang saat dibutuhkan dan dapat membuat penyimpanan menjadi lebih efisien. Dalam kegiatan penyimpanan, barang yang sudah diterima dan sudah diperiksa oleh petugas gudang farmasi disimpan di gudang farmasi. Akan tetapi penyusunan obat yang dilakukan di rak-rak dan lemari penyimpanan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu belum dilakukan pemberian nama dan kode, begitu juga dengan obat yang mendekati expired date juga tidak diberi kode atau pelabelan. Akan tetapi menurut Dirjen Bina Kefarmasian, proses penyimpanan harus menggunakan sistem FIFO/FEFO, abjad, berdasarkan sedian dan diberi 118 kode atau nama agak untuk mempermudah dalam pengambilan obat. Jika dibandingkan dengan teori, memang belum sesuai dengan pedoman Dirjem Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Namun, untuk obat-obatan yang memerlukan kondisi penyimpanan khusus seperti vaksin sudah diletakkan di lemari es/kulas dengan suhu yang sudah diatur sebelumnya. Menurut G Jeetu dan T Girish (2010) dalam hasil penelitian menyebutkan bahwa 25% dari semua kesalahan obat yang dikaitkan dengan nama obat dan 33% untuk kemasan dan pelabelan. Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Wardhana (2013) yang menyebutkan bahwa terjadinya medication error disebabkan karena obat-obatan yang disimpan tidak menggunakan kode atau tanda khusus baik obat yang expired date maupun yang tidak expired date. Dengan menggunakan tanda khusus atau kode atau pun pelabelan tersebut diharapkan agar lebih mudah membedakan obat yang akan kadaluarsa dengan obat yang belum kadaluarsa. Untuk menghindari kesalahan dalam penyusunan dan pemberian kode pada obat, maka pihak gudang farmasi RSUD Kota Sekayu bisa menerapkan sistem kanban. Menurut Monden (2000) sistem kanban merupakan sistem informasi yang secara serasi mengendalikan produksi produk dalam jumlah yang diperlukan pada waktu yang diperlukan dalam setiap proses. manfaat dari sistem kanban adalah Kelebihan persediaan bisa dihilangkan atau dikurangi, bagian produksi hanya akan memproduksi sesuai dengan kebutuhan pasar, produksi 119 setiap proses menjadi sinkrong atau selaras, komunikasi dan kerja sama terpelihara Selain itu, dalam proses penyimpanan ada faktor hambatan yang mempengaruhi proses tersebut yaitu kondisi gudang yang kurang memadai. Gudang farmasi yang dimiliki oleh RSUD Kota Sekayu saat ini masih kurang dari standar yang telah ditetapkan oleh Dirjend Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010) yaitu 3 x 4 m2, akan tetapi pada hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti, ternyata luas gudang farmasi tempat penyimpanan obat-obatan hanya 3,2 x 3 m2. Hal ini tentu tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan Dirjend Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010) untuk luas gudang farmasi. Menurut hasil penelitian Palupiningtiyas (2014) yang menyebutkan bahwa luas gudang yang kurang memadai tentunya sangat menghambat petugas dalam melakukan tugas penyimpanan obat di gudang farmasi. Dari hasil penelitian tersebut juga diketahui bahwa gudang farmasi RSUD Kota Sekayu tidak hanya digunakan untuk menyimpan obat, namun juga digunakan untuk menyimpan alat kesehatan, selain itu dengan kondisi gudang yang kurang memadai tersebut, banyak barang-barang yang menumpuk. Menurut Seto (2008) gudang farmasi adalah awal dari penyimpanan perbekalan farmasi yang datang dari supplier, perbekalan farmasi tersebut kemudian didistribusikan ke bagian rawat inap, rawat jalan, dan unit-unit pelayanan rumah sakit yang membutuhkannya. 120 Persyaratan gudang penyimpanan perbekalan farmasi: 1) Accesibility, adalah ruang penyimpanan harus mudah dan cepat diakses. 2) Size, ruang penyimpanan harus cukup untuk menampung barang yang ada. Luas gudang yang kurang memadai tentunya sangat menghambat petugas gudang dalam melakukan tugas penyimpanan obat di gudang tersebut. Petugas gudang menjadi tidak leluasa bergerak pada saat akan menyusun obat-obatan yang baru diterimanya. Minimnya luas gudang farmasi juga menyebabkan petugas gudang terpaksa harus menumpuk obat-obatan dan alat kesehatan yang disimpan didalamnya. Menurut Depkes RI (2007) menyebutkan bahwa untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian dan pengawasan obat-obatan, maka diperlukan pengaturan tata ruang gudang dengan baik. Departemen Kesehatan juga menyebutkan bahwa dalam penataan gudang farmasi harus dibagi menjadi ruang produksi, ruang kantor, ruang arsip dokumen, dan ruang penyimpanan. Hal ini berfungsi untuk mempermudah kegiatan di gudang farmasi. Berdasarkan pernyataan diatas, kegiatan penyimpanan belum sesuai dengan SOP yang ada di gudang farmasi dan pedoman Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehaan yaitu belum adanya pelabelan untuk rak-rak atau kode khusus untuk obat-obat yang mendekati expired date. Selain itu hambatan yang di alami adalah kondisi gudang yang kurang memadai dan tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehaan. Dalam pedoman pengelolaan obat yang dibuat oleh Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat 121 Kesehatan (2010) sudah diatur tentang bagaimana cara atau sistem penyimpanan obat-obatan yang baik dan benar. Tujuannya adalah untuk mempertahankan mutu obat dan menghindari kerugian akibat kesalahan penyimpanan obat. 5) Pendistribusian Menurut Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010) menyebutkan bahwa sistem distribusi dilakukan dua metode yaitu sistem distribusi senntralisasi dan desentralisasi. Sentralisasi dilakukan oleh IFRS sentral ke semua unit rawat inap di rumah sakit secara keseluruhan. Artinya, di rumah sakit itu mungkin hanya satu IFRS tanpa depo/satrelit IFRS di beberapa unit pelayanan. Sedangkan sistem desentralisasi dilakukan oleh beberapa depo/satelit IFRS di sebuah rumah sakit. Pada dasarnya sistem distribusi desentralisasi ini sama dengan sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruangan, hanya saja sistem distribusi desentralisasi ini dikelola seluruhnya oleh apoteker yang sama dengan pengelolaan dan pengendalian oleh IFRS sentral. Proses pendistribusian obat di RSUD Kota Sekayu dilakukan dengan sistem desentralisasi yaitu melalui Apotk dan unit-unit yang ada di Rumah Sakit. Permintaan setiap unit akan obat semua ditujukan ke apotek bukan ke gudang farmasi. Pendistribusian obat-obatan ke uniunit rumah sakit di pusatkan ke apotek tujuannya adalah untuk memudahkan pendataan terhadap obat-obatan yang dikeluarkan dan memudahkan bagi pasien untuk mendapatkan obat secara langsung serta memudahkan pagi apoteker untuk berkomunikasi kepada dokter 122 jika ada permasalahan terhadap pemberian resep obat. Jika stok obat di apotek tersebut sudah habis atau sedikit jumlahnya, maka pihak apotek akan melakukan permintaan ke gudang farmasi yang disertai dengan bukti berupa surat permintaan obat. Dalam proses pendistribusian obat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya jumlah permintaan obat, jika obat yang tersedia di gudang jumlahnya memungkinkan, maka bisa dilakukan pendistribusian ke unit tersebut, akan tetapi jika obat yang diminta jumlahnya tidak memungkinkan untuk dilakukan pendistribusian sesuai permintaan, maka obat yang disediakan oleh pihak gudang hanya sedikit dan bahkan tidak dapat dilakukan distribusi karena obat yang dipesan kosong. Sementara itu, dalam proses pendistribusian seringkali mengalami masalah. Berdasarkan informasi dari petugas gudang, masalah yang sering terjadi adalah ketidaksamaan data obat yang ada di komputer dengan jumlah obat yang ada digudang farmasi. Hal ini dikarenakan sering petugas unit yang membutuhkan obat tidak melaporkan terlebih dahulu sewaktu melakukan pengambilan obat, hal ini terjadi ketika petugas yang bertugas di gudang farmasi sedang tidak berada di gudang. Menurut Taxis (1999) dalam jurnal penelitiannya yang berjudul Hospital Drug Distribution Systems in the UK and Germany menyatakan bahwa pengukuran kualitas untuk semua sistem distribusi salah satunya dapat dilihat dengan mengetahui seberapa besar terjadinya medication errors dan human errors. Banyak kesalahan yang 123 dilakukan akibat kelalaian petugas menyebatkan terganggunya proses pengelolaan persediaan obat. Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa proses penditribusian sudah sesuai dengan prosedur yang ada di rumah sakit yaitu didistribusikan secara berkala kepada seluruh unit pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit. Namun ada beberapa kendala yang sering terjadi yaitu ketidaksamaan data obat di komputer dengan yang ada di gudang farmasi, yang disebakan oleh kurangnya komunikasi antar petugas. 6) Penghapusan Tujuan penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang berlaku (Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010). Ada beberapa alasan dilakukannya penghapusan antara lain adalah (Subagya, 1994): a. Barang hilang akibat kesalahan sendiri, kecelakaan, bencana alam, dan lain-lain. b. Teknis dan ekonomis, yaitu setelah nilai barang dianggarap tidak ada manfaatnya. Keadaan tersebut disebabkan oleh kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. c. Tidak bertuan,yaitu barang-barang yang tidak diurus Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa kegiatan penghapusan obat-obatan yang telah rusak atau kadaluarsa adalah dengan cara penukaran kembali kepada distributor bagi obat-obatan 124 yang hampir mendekati expired sedangkan penanganan untuk obat yang rusak dilakukan penghapusan dengan cara di bakar. Penukaran kembali kepada supplier dilakukan pada awal kerjasama dengan distributor atau supplier dibuat juga kesepakatan mengenai jangka waktu barang yang boleh diretur atau dikembalikan kepada supplier yaitu 3 bulan sebelum masa expired . Jika obat yang rusak atau kadaluarsa itu merupakan obat yang sering digunakan oleh rumah sakit atau obat yang tergolong fast moving biasanya supplier akan mengganti barang tersebut dengan obat baru. Namun jika barang tersebut adalah obat yang tergolong slow moving, maka obat tersebut akan diambil oleh supplier dan kemudian melakukan pemotongan terhadap total pembelian obat tersebut. Sedangkan obat-obatan yang masa expired nya sudah habis dan tidak bisa dikembalikan lagi atau obat rusak, maka penanganan yang dilakukan oleh gudang farmasi RSUD Kota Sekayu dengan cara di bakar. Penghapusan dengan cara di bakar dilakukan agar obat-obatan yang sudah tidak dapat digunakan lagi atau rusak tidak menumpuk di gudang farmasi dan tidak mengganggu mutu obat-obatan yang lainnya. Penghapusan yang dilakukan oleh RSUD Kota Sekayu berfungsi untuk mengendalikan persediaan dan menjamin perbelakan farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Dangan adanya penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi risiko terjadi penggunaan obat yang tidak layak digunakan lagi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil 125 penelitian Rahmanto (2013) yang menyebutkan bahwa aktivitas penghapusan berperan penting dalam rangka pengendalian barangbarang logistik yang menumpuk tidak berguna. Penghapusan untuk barang-barang yang memiliki batas kadaluwarsa dilakukan penarikan maksimal 2 bulan sebelum tanggal kadaluwarsa yang telah ditentukan. Penyataan diatas sesuai dengan tujuan dari penghapusan yang di buat oleh Departemen Kesehatan RI (2007) yang menyatakan bahwa penghapusan dilakukan untuk menghindarkan pembiayaan (biaya penyimpanan, pemeliharaan, penjagaan dan lain-lain) atau barang yang sudah tidak layak untuk dipeliharan serta mejaga keselamatan dan terhindar dari pengotoran lingkungan. Berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen, proses penghapusan yang dilakukan oleh gudang farmasi RSUD Kota Sekayu sudah sesuai dengan prosedur penghapusan yang ada di rumah sakit. Ini juga sesuai dengan pedoman yang di buat oleh Dirjend Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010) yang menyebutkan bahwa obat-obatan yang mendekati expired akan di harus dan dikembalikan ke pada supplier yang sudah bekerjasama. 7) Pengendalian Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit-unit pelayanan (Aditama, 2007). Rangkuti (2002) menyebutkan bahwa sistem persediaan bertujuan 126 untuk menetapkan dan menjamin tersedianya sumber daya yang tepat, dalam jumlah dan waktu yang tepat serta dapat meminimumkan biaya total melalui penentuan apa, berapa, dan kapan pesanan dilakukan secara optimal. Di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu terdapat 800 lebih item obat, yang sangat bervariasi jenis maupun golongannya. Untuk mengendalikan ketersediaan obat tersebut agar selalu dapat memenuhi kebutuhan untuk setiap pasien merupakan suatu hal yang tidak mudah. Dari hasil penelitian melalui wawancara dengan ketiga informan dan observasi di gudang farmasi diketahui bahwa kegiatan pengendalian yang dilakukan dengan stock opname dan pencatatan kartu stok. Berdasarkan Standar Operasional Prosedur yang telah ditetapkan oleh Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu kegiatan pengendalian dengan stock opname dilakukan setiap 2 bulan sekali. Namun pada kenyataanya stock opname di gudang farmasi dilakukan setiap 3 bulan sekali bahkan lebih. Ternyata pada pelaksanaanya kegiatan stock opname dilakukan setelah adanya surat edaran dari direktur untuk melakukan stock opname gudang. Tidak pastinya kegiatan stock opname membuat kegiatan perencanaan obat yang dilakukan gudang farmasi pun menjadi terhambat. Obat-obatan yang kadaluarsa pun terlambat terdeteksi, selain itu laporan kerugian akibat obat kadaluarsa pun terlambat diketahui. Karena melalui kegiatan stock opname tersebut bis diketahui obat-obatan yang sudah mendekati kadalursa sehingga obat tersebut 127 dapat ditukarkan kembali ke distributor dan tidak merugikan rumah sakit. Menurut Dirjend Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI (2010), stock opname diperlukan untuk kebutuhan audit dan perencanaan yang wajib dilaksanakan. Stock opname merupakan salah satu cara menilai kelancaran kegiatan penyimpanan dan pencatatanya. Oleh karena itu hasil stock opname harus sesuai antara data pencatatan dengan jumlah stok fisik di gudang farmasi. Jika terdapat ketidaksesuaian harus segera dilakukan analisis untuk mengetahui kerugiannya (Febriawati, 2013). Selain itu juga, pengendalian persediaan obat di gudang farmasi dilakukan dengan menggunakan kartu stok, Pengendalian persediaan dengan cara memonitor jumlah stok obat setiap hari dengan pencatatan melalui kartu stok yang berisikan keterangan tanggal dan jumlah obat masuk dan keluar, kemudian mencocokkan jumlah obat yang tercatat pada kartu stok dengan jumlah fisik persediaan obat pada rak penyimpanan di gudang farmasi. Menurut Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010), kegiatan pengendalian mencakup antara lain yaitu: 1. Memperkirakan atau menghitung rata-rata periode tertentu. 2. Menentukan stok opname 3. Menentukan waktu tunggu. Dalam pengendalian persediaan obat, gudang farmasi RSUD Kota Sekayu belum mempunyai metode khusus untuk pengendalian persediaan, metode dalam pengendalian merupakan tindakan yang sangat penting dalam menghitung berapa jumlah optimal tingkat 128 persdiaan yang diharuskan, serta kapan saatnya melaui mengadakan pemesanan kembali. Rangkuti (2002) menjelaskan bahwa salah satu metode dalam penendalian yang cukup efektif ideal adalah dengan menggunakan metode analisis ABC, EOQ, dan ROP. Kemudian Rangkuti juga menambahkan untuk perencanaan persediaan harus disertai dengan persediaan pengaman (buffer stock) untuk mengantisipasi apabila terjadi kekurangan stok. Metode tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dalam proses pengendalian persediaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Seto (2004) yang menyatakan bahwa untuk menjawab 3 pertanyaan mendasar dalam pengendalian persediaan yaitu metode analisis ABC digunakan untuk menjawab apa yang akan dikendalikan, Economic Order Point (EOQ) untuk menjawab berapa banyak yang hendak dipesan, dan Reorder Point (ROP) untuk mengetahui kapan waktu pemesanan kembali. c. Output 1) Ketersediaan dan Keamanan Obat di Gudang Farmasi Tujuan dari pengelolaan persediaan obat adalah tersediaanya obat-obatan dalam jumlah yang tepat dan mutu memadai serta waktu yang dibutuhkan dengan biaya yang serendah-rendahnya dengan hasil yang optimal serta persediaan tidak terganggu oleh kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian, penyusutan yang tidak wajar, serta nilai persediaan obat yang sesungguhnya. 129 Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ketersediaan obat di gudang farmasi telah sesuai dengan kebutuhan, akan tetapi ada beberapa obat terkadang tidak tersedia di gudang, disebabkan oleh permintaan yang tinggi. Jika dilihat dari segi waktu, karena biasanya diawal tahun obat belum dilakukan pengadaan dengan menggunakan dana APBD dan baru dilakukan pengadaan pada trisemester ke tiga, jika menggunakan dana BLUD, maka dapat diadakan setiap bulan sekali. Jika dilihat dari segi kualitas, sejauh ini ketersediaan obat dapat dipenuhi, hanya saja waktu pemenuhannya yang perlu diperhatikan. Sedangkan dari segi kualitas ketersediaan obat, karena pengadaan yang dilakukan adalah pengadaan langsung, maka barang yang datang adalah barang yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Berdasarkan data tahun 2014 terdapat sekitar 76 (9,5%) item obat mengalami kekosongan di waktu pertengahan atau akhir bulan. Pada tahun 2015 selama periode Januari-Juni 2015 terdapat sekitar 45 (5,6%) item obat mengalami kekosongan pada waktu yang sama. Sedangkan data obat yang kadaluarsa pada tahun 2015 periode Januari sampai Juni sekitar 13 (1,6%) item obat yang kadaluarsa. Menurut hasil penelitian Somantri (2013) juga menyebutkan bahwa stok obat kadaluarsa dan rusak di rumah sakit “X” didapat persentase sebanyak 0,2 %. Adanya persentase nilai obat kadluarsa karena pengelolaan obat yang kurang baik khususnya pada tahap penyimpanan hingga penyebabkan obat kadaluarsa. Hal ini disebabkan karena peresepan dokter bervariasi, sehingga menyebabkan obat-obat 130 yang digunakan berubah, akibatnya banyak obat yang tidak keluar atau tidak digunakan dan menumpuk. Hasil penelitian Sheina (2010) yang dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Unit I didapatkan hasil persentase obat kadaluarsa dan rusak sebesar 0,03 %. Hal tersebut disebabkan penyimpanan dan penyusunan belum sesuai dengan jenis dan sediaan, selain itu kondisi gudang yang tidak memadai serta pengaturan suhu yang tidak teratur. Hal ini tentu belum dikatakan efisien dan belum sesuai dengan standar yang dibuat oleh Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2010 yang menyatakan bahwa persentase obat kadaluarsa dan rusak sebesar 0%. Ketidakefisienan ini mencerminkan ketidaktepatan perencanaan, kurangnya pengamatan dalam penyimpanan. Adanya persentase nilai obat kadaluwarsa karena pengelolaaan obat yang kurang baik khususnya pada tahap penyimpanan hingga menyebabkan obat kadaluwarsa dan rusak. Hal ini disebabkan karena peresepan dokter yang terkadang bervariasi, sehingga menyebabkan obat-obat yang digunakan berubah, selain itu juga perencanaan hanya menggunakan ametode konsumsi dan kurang memperhatikan pola penyakit, akibatnya banyak obat yang tidak keluar atau tidak digunakan dan menumpuk, yang akhirnya bisa menjadi kadaluwarsa. Walaupun sudah menerapkan sistem FIFO dan FEFO, tetapi kadang petugas merasa barang selalu cepat berputar, padahal hal tersebut mungkin tidak berlaku pada beberapa obat karena obat tersebut tidak bersifat fast moving juga kesibukan pada saat pelayanan dan kurangnya petugas. 131 Menurut Hatry yang dikutip oleh dalam Tjandra (2006), output adalah jumlah barang atau jasa yang berhasil diserahkan kepada konsumen (diselesaikan) selama periode pelaporan. Dengan masih adanya obat yang mengalami kekosongan dan kadaluarsa, gudang farmasi seharusnya meningkatkan pengelolaan persediaan yang lebih efektif dan efisien agar kebutuhan obat di rumah sakit dapat terpenuhi dengan baik dan rumah sakit tidak mengalami kerugian. Gusti (2008) mengatakan bahwa output adalah barang atau jasa yang dihasilkan secara langsung dari pelaksanaan kegiatan berdasarkan input yang digunakan. Bagusnya pencapaian output tidak lepas dari baiknya input yang dimiliki, begitu juga sebaliknya apabila input yang dimiliki tidak baik, maka output yang dihasilkan akan tidak baik juga. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa output persediaan dan belum sesuai dengan standar yang dibuat oleh Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2010 yang menyatakan bahwa persentase obat kadaluarsa dan rusak sebesar 0%. Berdasarkan data yang diperoleh masih ada obat-obatan yang mengalami kekosongan dan ada obatobatan yang kadaluarsa. Dengan masih adanya obat yang sering mengalami kekosongan dan kadaluarsa atau rusak maka dapat dikatakan bahwa input masih kurang baik diantaranya sumber daya manusia yang kurang di gudang farmasi, prosedur kerja yang tidak lengkap, dan perencanaan yang kurang baik serta sarana yang kurang memadai seperti gudang penyimpanan. 132 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan a. Input 1) Sumber daya manusia yang tersedia di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu hanya ada dua orang yaitu kepala gudang farmasi dan staf pelaksana gudang, sehingga beban kerja yang dimiliki menjadi lebih banyak dan dapat mempengaruhi proses pengelolaan persediaan obat. 2) Tidak adanya anggaran untuk pengadaan dan pemeliharaan fasilitas di gudang farmasi sehingga dapat mempengaruhi proses pengelolaan persediaan obat. 3) Prosedur pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu cukup lengkap. 4) Sarana dan prasarana di gudang farmasi sudah lengkap yang terdiri dari ruang kantor, ATK, telpon, lemari, kursi, meja, kipas angin, AC, dll. Akan tetapi luas gudang masih belum sesuai dengan ketentuan minimal yang dibuat oleh Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2010. b. Proses 1) Perencanaan kebutuhan obat hanya berdasarkan metode konsumsi. 2) Anggaran yang digunakan untuk pengadaan obat di RSUD Kota Sekayu berasal dari dana APBD dan dana BLUD. 133 3) Pengadaan dilakukan dengan menggunakan sistem e-catalog dan tender. 4) Penyimpanan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu berdasarkan sistem FIFO dan FEFO, namun pada rak rak-rak penyimpanan belum diberi label atau kode. 5) Pendistribusian dilakukan melalui apotek dan unit-unit yang ada di rumah sakit. 6) Penghapusan dilakukan dengan cara penukaran kembali kepada supplier yang bekerjasama dan dibakar. 7) Pengendalian persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu dilakukan dengan stock opname dan pencatatan kartu stok. c. Output Persentase obat kadaluarsa dan rusak di gudang farmasi pada bulan januari sampai juli 2015 sebanyak 13 (1,6%) item obat dan 45 (5,6%) dari 800 jenis obat yang mengalami kekosongan. B. Saran a. Bagi Petugas Gudang Farmasi 1. Petugas gudang farmasi diharapkan melakukan pemisahan obat yang mendekati kadaluarsa dan rusak dengan obat yang belum mendekati kadalursa dan memberikan label atau kode untuk obat-obatan yang mendekati kadalursa atau rusak dengan obat yang belum kadaluarsa atau rusak, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan. 134 2. Diharapkan petugas gudang bisa menerapkan sistem Kanban, agar tidak terjadi kesalahan dalam penyusunan dan pemberian kode pada rak-rak penyimpanan obat. 3. Jika obat-obat tidak muat diletakkan di rak, maka petugas gudang bisa menyusunnya dan memasukkan obat tersebut kedalam satu kardus dan diberi keterangan (nama obat, jumlah, dan tanggal kadaluarsa). b. Bagi Instalasi Farmasi 1. Diharapkan Kepala Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu bisa melakukan perhitungan terhadap beban kerja petugas gudang farmasi, sebagai pertimbangan dalam membuat deskripsi kerja petugas gudang dan pertimbangan penambahan jumlah petugas gudang. 2. Diharapkan Kepala Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu lebih memperhatikan sarana gudang farmasi yang kurang memadai untuk proses penyimpanan persediaan obat. 3. Diharapkan Kepala Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu melakukan evaluasi yang berkesinambungan, misalnya evaluasi pelaksanaan prosedur tetap penyimpanan dengan pelaksanaan di lapangan, selanjutnya Kepala Instalasi Farmasi melakukan tindak lanjut dari hasil evaluasi yang dilakukan. 4. Diharapkan Kepala Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu lebih melakukan pemantauan kepada petugas gudang farmasi dalam melakukan tugas-tugasnya. 135 5. Diharapkan Kepala Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu untuk menunjau kembali kebijakan terkait dengan pelaksanaan stock opname. Daftar Pustaka Adikoesoemo, Suparto. 1994. Manajemen Rumah Sakit. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Aditama, Tjandra Yoga. 2007. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Edisi 2. UI-Press. Jakarta. Ali, Maimun. 2008. Perencanaan Obat Antibiotik Berdasarkan Kombinasi Metode Konsumsi dengn Analisis ABC dan Reorder Point terhadap Nilai Persediaan dan Turn Over Rasio di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Darul Istiqomah Kaliwungu Kendal. Tesis. Universitas Diponegoro. Anief, Moh. 2001. Manajemen Farmasi. Cet. 1. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Assauri, Sofjan. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi Edisi 4. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Bowersox, D.J. 2006. Manajemen Logistik. Edisi ke-2. Jakarta: Bumi Aksara. Blanchard, B.S. 2004. Logistical Engineering and Management 6th ed. Pearson Prentice Hall. New Jersey. Damanik, C. 2003. Analisis Fungsi-Fungsi Pengelolaan Obat Rumah Sakit Umum di Provinsi Bali. Tesis. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Dedik, Oskar. 2005. Pengaruh Faktor Ketepatan Penempatan Dalam Jabatan Terhadap Prestasi Kerja di Kantor Sekretariat Pemerintah Kabupaten Gresik Tahun 2005. Diakses dari www.subscribe.com pada 5 November 2015 Depkes RI. 2004. Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Di Puskesmas. Ditjen Yanfar dan Alkes. Jakarta. Depkes RI. 2008. Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI bekerja sama dengan Japan Interntional Cooperation Agency (JICA). Depkes RI, 2010. Materi-Materi Kefarmasian Di Instansi Farmasi Kabupaten/Kota. Direktorat Bina Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jendral Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI bekerja sama dengan International Coorperation Agency(JICA). Jakarta. Dirjen POM, 2002. Pedoman Perencanaan dan Pengelolaan Obat. Depkes RI. Jakarta. Djojodibroto, R. Darminto. 1997. Kiat Mengelola Rumah Sakit. Jakarta: Hipocrates. Ermiati, Cut dan Teridah Sembiring. 2012. Pengaruh Fasilitas dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Studi Kasus Ptpn Kebun Sampali Medan. Darma Agung. Herjanto, Eddy. 2008. Manajemen Operasi. Edisi ketiga. Grasindo. Jakarta. Heizer, Jay dan Render, Barry. 2010. Manajemen Operasi. Jakarta: Salemba Empat Maria, Irene. 2010. Analisis Pelaksanaan Penyimpanan Perbekalan Farmasi di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi Tahun 2010. Skripsi. FKM UI. Depok. Jeetu G, Girish T. 2010. Prescription Drug Labeling Mediction Errors: A Big Deal for Pharmacists. Journal of Young Pharmacists. Johns, D.T dan Harding, H.A. 2001. Manajemen Operasi untuk Meraih Keunggulan Kompetitif. PPM. Jakarta. Kementrian Kesehatan RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Lumenta, A. Nico. 1990. Manajemen Logistik Rumah Sakit Konsep dan Prinsip Manajemen Rumah Sakit, Jilid 2. Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Malinggas dkk. 2015. Gambaran Manajemen Logistik Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah DR Sam Ratulangi Tondano. Vol. 5, No. 2b April 2015. Jurnal. Mordiyoko, Ibnu. 2008. Hubungan Kualifikasi Petugas Penerimaan Pasien Baru Rawat Jalan Dalam Kualitas Pelayanan di RS Bethesda Yogyakarta. Skrispsi. Universitas Muhammadiyah. Surakarta. Moleong, J Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Palupiningtiyas, Retno. 2014. Analisis Sistem Penyimpanan Obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit Mulya Tangerang Tahun2014. Skripsi. FKIK UIN. Jakarta. Peraturan Menkes Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Pratiwi, Sauzan. 2012. Gambaran Perencanaan Obat Antibiotik Menggunakan Analisis ABC di Sub Unit Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Depok Tahun 2012. Skripsi. FKM UI. Depok. Purwanti, A. Harianto. Supardi, S. 2004. Gambaran Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi Di Apotek DKI Jakarta Tahun 2003. Majalah Ilmu Kefarmasian. Rangkuti, Freddy. 2002. Manajemen Persediaan: Aplikasi di Bidang Bisnis. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Rohayati, T. 2008. Evaluasi Efisiensi Pengelolaan Penyimpanan dan distribusi Obat Rawat Inap di Instalasi Farmasi RSUD Karawang Tahun 2007. Tesis Magister Manajemen Farmasi. Fakultas Farmasi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Sarwono, Jonathan. 2011. Mixed Methods: Cara Menggabungkan Riset Kuantitatif dan Riset Kualitatif Secara Benar. PT Elex Media Komputindo. Jakarta. Sheina, Baby. M.R. Umam, Solikhah. (2010). Penyimpanan Obat di Gudang Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I. FKM Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta. Vol. 4, No. 1, Januari 2010:1-75 Seto, S, dkk. 2004. Manajemen Farmasi, Edisi kedua. Airlangga University Press. Surabaya. Siagian, S.P. 2009. Manajemen sumber daya manusia. Bumi Aksara. Jakarta. Siregar. C.J.P. 2004. Farmasi Rumah Sakit dan Teori Penerapan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Somantri, Anggiani Pratiwi. 2013. Evaluasi Pengelolaan Obat di Instalasi Farmasi di Rumah Sakit “X”. Naskah Publikasi. Diakses pada tanggal 15 November 2015 dari http://eprints.ums.ac.id/26269/10/NASKAH_PUBLIKASI.pdf Subagya, M S. 1994. Manajemen Logistik: Cetakkan Keempat. PT Gunung Agung. Jakarta. Suciati, Susi dkk. 2006. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol 09, No.1: Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan ABC Indeks Kritis di Instalasi Farmasi. Jakarta: Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM UI. Utari, Anindita. 2014. Cara Pengendalian Persediaan Obat Paten dengan Metode Analisis ABC, Metode Economic Order Quantity (EOQ), Buffer Stock dan Reorder Point (ROP) di Unit Gudang Farmasi RS Zahirah Tahun 2014. Skripsi. FKIK UIN. Jakarta. Wardhana, Zendy Priscillia. 2013. Profil Penyimpanan Obat di Puskesmas Pada Dua Kecamatan Yang Berbeda Di Kota Kediri. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2. Warman, J. 2004. Manajemen Pergudangan, Terjemahan Begdjomujo. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Wibowo, dkk. (2011). Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik (EProcurement) Pada Pemerintah Kota Yogyakarta. Volume 23, Nomor 2, Juni 2011, Hal:237-429. PEDOMAN WAWANCARA PENGELOLAAN PERSEDIAAN OBAT DI GUDANG FARMASI RSUD KOTA SEKAYU TAHUN 2015 Karakteristik Informan Nama Informan : Umur : Pendidikan : Jabatan : Masa Kerja : Pertanyaan: I. INPUT A. SDM 1. Siapa saja yang terlibat dalam pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu? 2. Bagaimana peran mereka masing-masing dalam pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu? 3. Bagaimana komposisi (jumlah dn kualifikasi) tenaga terkait pengelolaan persediaan obat? 4. Dari segi jumlah, apakah staf yang ada mencukupi dan dapat menyelesaikan semua pekerjaan yang ada? 5. Apakah pernah dilakukan upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan terkait dengan pengelolaan persediaan obat? B. Anggaran 1. Apakah ada dana khusus untuk pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi? 2. Darimana sumber anggaran dan Bagaimana mekanisme pencairan anggaran tersebut? 3. Dana yang dikeluarkan dipergunakan untuk kegiatan apa saja dalam pengelolaan persediaan obat? 4. Apakah ada kendala atau masalah dalam proses penganggaran? C. Sarana dan Prsarana 1. Fasilitas apa saja yang digunakan dalam proses pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu? 2. Apakah fasilitas tersebut sudah cukup memadai dalam melaksanakan proses pengelolaan obat? 3. Bagaimana kondisi sarana dan prasarana yang dimiliki dalam kegiatan pengelolaan persediaan obat? 4. Apakah ada kendala atau permasalahan berkaitan dengan sarana dan prasarana yang dapat menghambat proses pengelolaan obat? D. Prosedur 1. Apakah terdapat prosedur kerja dalam proses pengelolaan obat? 2. Seperti apa prosedur pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi? Siapa saja yang berperan dalam pembuatan prosedur tersebut? 3. Apakah prosedur yang ada sekarang sudah efektif dalam proses pengelolaan persediaan obat? 4. Apakah prosedur kerja sudah dilaksanakan dengan baik untuk setiap kegiatan? 5. Apakah ada kendala yang menghambat pelaksanaan prosedur pengelolaan obat? II. PROSES A. Perencanaan Kebutuhan Obat 1. Bagaimaan proses perencanaan kebutuhan persediaan obat yang dilakukan oleh Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu? 2. Siapa saja yang terlibat dalam proses perencanaan tersebut? 3. Metode apa yang digunakan dalam proses perencanaan penentuan kebutuhan obat? 4. Apakah ada metode khusus yang digunakan dalam perencanaan penentuan kebutuhan obat? 5. Kapan perencanaan penentuan kebutuhan obat dilakukan? Jenis obat apa saja yang termasuk dalam perencanaan? 6. Apakah perencanaan kebutuhan obat yang selama ini dilakukan oleh pihak Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu sudah efektif? 7. Adakah kendala dalam proses perencanaan kebutuhan obat? jika ada, Bagaimana solusinya? B. Penganggaran 1. Bagaimana proses penganggaran dalam kegiatan pengadaan obat? 2. Siapa saja SDM yang terlibat langsung dan bertanggung jawab dalam proses penganggaran obat? 3. Berapa dana yang dikeluarkan dalam setiap proses pengadaan obat? Dana tersebut berasal dari mana saja? 4. Apakah terdapat kendala atau masalah dalam proses penganggaran obat? 5. Bagaimana cara mengatasi kendala tersebut? C. Pengadaan 1. Bagaimana proses pengadaan obat yang dilakukan oleh pihak Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu? 2. Siapa saja yang terlibat langsung dan bertanggung jawab dalam proses pengadaan tersebut? 3. Jenis obat obat apa saja yang diadakan dan berapa jumlah setiap kali pengadaan? 4. Kapan pengadaan obat dilakukan dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pengadaan obat? 5. Apakah ada kendala dalam proses pengadaan? Jika ada, Bagaimana solusinya? D. Penyimpanan 1. Bagaimana proses penyimpanan yang dilakukan oleh petugas gudang obat RSUD Kota Sekayu? 2. Siapa saja yang terlibat dalam proses penyimpanan obat-obatan tersebut? 3. Metode apa yang digunakan dalam proses penyimpanan? 4. Apa saja yang mempengaruhi proses penyimpanan persediaan obat? 5. Bagaimana pendapat anda mengenai kondisi gudang tempat penyimpanan obat? Apakah sudah sesuai dengan aturan tata ruang penyimpanan? 6. Apakah ada kendala dalam proses penyimpanan? jika ada, bagaimana solusinya? E. Pendistribusian 1. Bagaimana proses distribusi obat di RSUD Kota Sekayu? 2. Siapa saja yang terlibat langsung dan bertanggung jawab dalam proses distribusi tersebut? 3. Sarana prasarana apa saja yang digunakan dalam proses distribusi obat? 4. Apakah ada kendala yang terdapat pada proses pendistribusian obat? Jika ada, bagaimana solusinya? F. Penghapusan 1. Bagaimana proses penghapusan yang dilakukan oleh pihak gudang jika ada obat-obatan yang mengalami kadaluarsa atau rusak? 2. Siapa saja yang terlibat dan bertanggung jawab dalam proses penghapusan tersebut? 3. Apakah penghapusan sudah sesuai dengan prosedur yang ada? 4. Apakah ada kendala dalam proses penghapusan? Jika ada, bagaimana solusinya? G. Pengendalian 1. Apakah dilakukan pengendalian dan Bagaimana proses pengendalian persediaan yang dilakukan oleh gudang farmasi RSUD Kota Sekayu? 2. Siapa saja yang terlibat langsung dan bertanggung jawab dalam proses pengendalian persediaan obat? 3. Metode apa yang digunakan dalam proses pengendalian persediaan obat? Apakah ada metode khusus dalam proses pengendalian tersebut? 4. Apakah ada kendala dalam melakukan pengendalian persediaan obat? Jika ada, bagaimana solusinya? III. OUTPUT A. Keamanan dan Ketersediaan Obat 1. Bagaimana ketersediaan dan keamanan obat yang disimpan di gudang obat RSUD Kota Sekayu? 2. Apakah yang diharapkan dari proses pengelolaan obat di gudang farmasi ini? 3. Bagaimana output yang dihasilkan selama ini? apakah sesuai dengan yang diharapkan? Lembar Observasi Instrumen Penelitian Gambaran Pengelolaan Persediaan Obat di RSUD Kota Sekayu Tahun 2015 SDM No 1 2 3 4 Ketersediaan SDM Hasil Ya Tidak Pernyataan Observasi Keterangan Terdapat atasan kepala gudang Terdapat kepala gudang Terdapat staf administrasi gudang Terdapat staf pelaksana gudang SDM Gudang Farmasi Kepala isntalasi farmasi Kepala gudang Staf admin gudang Staf pelaksana gudang Umur Pendidikan Lama Kerja Sarana dan Prasarana No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Pernyataan Observasi Tersedianya ruangan/kantor untuk kepala gudang Tersedianya ruangan/kantor untuk kepala Instalasi Farmasi Ruangan/kantor terpisah dengan gudang obat Terdapatnya komputer. Terdapatnya meja, kursi, lemari, di ruangan/kantor. Terdapatnya ATK di ruangan/kantor Tersedia telepon yang mendukung Terdapatnya dokumen obat kadaluarsa. Adanya buku harian penerimaan obat Adanya buku harian pengeluaran obat Terdapatnya prosedur untuk pengelolaan persediaan obat Gudang penyimpanan yang ideal Terdapatnya AC/kipas angin Terdapatnya tabung apar Hasil Ya Tidak Keterangan Prosedur No Pernyataan Variabel 1 Tersedia peraturan yang mengatur perencanaan kebutuhan Obat Tersedia peraturan yang mengatur penganggaran kebutuhan Obat Tersedia peraturan yang mengatur pengadaan kebutuhan Obat Tersedia peraturan yang mengatur penyimpanan kebutuhan Obat Tersedia peraturan yang mengatur pendistribusian kebutuhan Obat Tersedia peraturan yang mengatur Pengahapusan kebutuhan Obat Tersedia peraturan yang mengatur pengendalian kebutuhan Obat 2 3 4 5 6 7 Hasil Ya Tidak Keterangan Hasil Tidak Keterangan Penyimpanan Sarasan&Prasaarana No Pernyataan Observasi Ya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Tersedia rak/lemari penyimpanan obat Tersedianya lemari khusus yang terkunci untuk penyimpanan Narkotika dan Psikotropika Tersedia lemari pendingin untuk menyimpan jenis obat tertentu yang memerlukan suhu dingin Tersedia lemari khusus untuk obat-obat yang rusak dan kadaluarsa Rak/lemari tidak langsung menelpel pada lantai Rak/lemari tidak menempel langsung pada dinding Tersedianya alat bantu pemindahan obat dalam Gudang Tersediaya kartu stok obat untuk memberikan keterangan di rak/lemari penyimpanan Tersedianya pallet/papan alas unuk barang Jarak pallet dengan lantai (min.10 cm) Jarak pallet dengan dinding (min.30 cm) Tersedia pendingin ruangan/AC Pintu ruangan dibuat berlapis 14 15 16 17 18 Tersedia kunci ruangan dibuat ganda Tersedia tralis pada jendela Tersedia termometer pada ruangan Tersedia alat pemadam kebakaran Gudang bebas dari tikus, kecoa, dan hama lain. Pengaturan Penyimpanan No. Pernyataan Observasi 1 2 Obat di letakkan di atas rak/lemari penyimpanan Obat disimpan dalam gudang/ruang khusus untuk obat, tidak dicampur dengan peralatan lain Obat tidak diletakkan diatas lantai Obat tidak diletakkan menempel pada dinding Obat diletakan sesuai metode FIFO/FEFO Penggolongan obat berdasarkan jenis dan sediaan Penggolongan obat berdasarkan abjad Penggolongan obat berdasarkan kelas terapi/khasiat Tablet, kapsul dan obat kering disimpan dalam wadah yang kedap udara di rak bagian atas Obat narkotika dan psikotropika diletakkan dilemari terpisah Lemari obat narkotika dan psikotropika selalu dikunci Obat yang rusak/kadaluarsa diletakkan terpisah dengan obat yang masih baik. Obat-obatan yang bentuknya besar dan berat tidak diletakkan ditempat yang tinggi. Obat-obatan yang bentuknya kecil tidak diletakkan ditempat yang tersembunyi Adanya penumpukkan barang atau kardus di dalam gudang obat Diberikan pelabelan (nama obat) pada rak penyimpanan. Gudang bebas dari hama yang berpotensi merusak mutu obat seperti semut, kecoa, tikus, dll. Tinggi tumpukan barang max. 2,5 m Petugas melakukan pencatatan secara teratur terhadap obat masuk dan obat keluar pada kartu stok Pengecekan dan pencatatan terhadap mutu obat dilakukan secara periodik 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Hasil Ya Tidak Keterangan MATRIKS WAWANCARA INPUT No 1 2 Pertanyaan Variabel SDM Informan 1 (GF-1) Siapa saja yang terlibat dalam pengelolaan “ Semua SDM yang ada di gudang persediaan obat di gudang farmasi RSUD farmasi tentunya” Kota Sekayu? Bagaimana peran mereka masing-masing “kalau saya kan yang bertanggung dalam pengelolaan persediaan obat di jawab atas semuanya, kalau kepala gudang kan pak dedi dia juga gudang farmasi RSUD Kota Sekayu? betanggung jawab dan terlibat langsung dalam pngelolaan nya juga, ada petugas gudangnya yang melakukan tugas harian di gudang” 3 Bagaimana komposisi (jumlah dn “kalau untuk petugas pelaksana di kualifikasi) tenaga terkait pengelolaan gudang saya rasa kurang cukup persediaan obat? apakah staf yang ada ya....” mencukupi dan dapat menyelesaikan semua pekerjaan yang ada? Informan 2 (GF-2) Informan 3 (GF-3) “menurut saya semuanya terlibat, terutama di gudang ini” “Kalau menurut saya, ya kepala instalasinya, kepala gudangnya, dan semuanya yang ada di gudang farmasi” “ya kalau peran saya disini, ya sebagai kepala gudang, jadi semua kegiatan yang ada di gudang farmasi ini ya saya yang bertanggung jawab, termasuk pengelolaannya, jadi misalnya obat abis ya dilakukan perencanaan obat dengan melihat formularium yang ada di rumah sakit ini, terus bikin tuh surat usulan untuk pengadaan, ya sampai ke pengawasan-pengawasan obat yang ada di gudang ini”. “kalo urusan gudang ya saya, disini tugas saya cuma menerima barang datang, terus menyimpanannya, bikin laporan, nyatet obat masuk obat keluar, tapi ya kadang itu mas, kadang ada pekerjaan yang seharusnya saya lakuin eh enggak saya lakuin, kayak ngecek obat yang udah kadaluarsa, itu tu jarang saya lakuin karena saya sibuk, semua tugas gudang saya yang ngerjain, jadi kadang enggak sempat, itu aja sih” “Pada dasarnya SDM yang ada saat ini kurang jumlahnya, tidak ada yang bertugas unuk mengecek barang yang akan dikirim ke unit, kemudian mengecek obat yang sudah kadaluarsa atau rusak” “saya rasa agar kinerja bagian logistik di gudang obat ini lebih optimal, perlu adanya penambahan karyawan lagi deh, karena kalo cuma saya repot jadinya, apalagi untuk ngecek- 4 No Apakah pernah dilakukan upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan terkait dengan pengelolaan persediaan obat? Pertanyaan Variabel Anggaran “Bagian gudang selama ini kinerjanya cukup baik dan terampil, sampai saat ini belum pernah terjadi masalah yang berkaitan dengan pengelolaan obat...” “....pengetahuan yang dimiliki tenaga yang ada cukup baik, walaupun pada awalnya tidak tau tentang pengelolaan obat, karena dia juga orang baru disini, tapi kalo sekarang sudah tau”. “....kalo menurut saya tenaga yang sekarang sudah cukup terampil ya, kalau pelatihan saya rasa belum perlu dilakukan karena selama ini juga tidak pernah ada masalah, kalo misalnya dia ada yang tiaki tau ditanya ke saya” Informan 1 (GF-1) Apakah ada dana khusus untuk pengelolaan persediaan “.....kalo anggaran khusus obat di gudang farmasi? untuk pengelolaan obat tidak Informan 2 (GF-2) ngecek barang yang kadaluarsa atau pun rusak” “Kalau saat barang banyak saya butuh tambahan tenaga lagi, karena selain menyusun barang, saya juga harus menyiapkan barang sesuai dengan pesanan dari unit, belum lagi pengecekan obat” “selama saya disini belum pernah ikut pelatihan, pihak gudang atau rumah sakit pun belum pernah mengadakan pelatihan-pelatihan tentang manajemen logistik gitu..” Informan 3 (GF-3) “....sejauh ini enggak ada ya “....ya tinggal minta aja anggaran khusus untuk kebagian logistik umum, ada ya, karena menurut saya belum perlu diberikan anggaran, karena tidak ada kegiatan khusus dalam proses pengelolaan obat ya, jadi sejauh ini belum ada” “dari BLUD sama APBD” Darimana sumber anggaran ? Dana yang dikeluarkan dipergunakan untuk kegiatan apa saja dalam pengelolaan persediaan obat? Apakah ada kendala atau masalah dalam proses penganggaran? No Pertanyaan Variabel Sarana dan Prasarana Informan 1 (GF-1) Fasilitas apa saja yang digunakan dalam proses “sarana dan prasarana yang pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi RSUD digunakan cukup lengkap Kota Sekayu? tentunya ya....” Apakah fasilitas tersebut sudah cukup memadai dalam “......sebenarnya kalau saya melaksanakan proses pengelolaan obat? lihat fasilitasnya sudah cukup memadai ya, tapi memang gudang penyimpanan agak sempit ya, karena mungkin banyak barangnya, pengelolaan obat, dari disana sudah ada semua atasnya belum menyediakan, tersedia kalo untuk ATK dan paling kalo misalnya lain-lainnya” digudang kurang buku catatan, atau alat tulis lah, tinggal minta aja kebagian logistik umum” “ada BLUD dan APBD” - Kurang tahu - Informan 2 (GF-2) “kalau fasilitas yang digunakan ya banyak ya, ada kantor, ada telpon, ada tempat penyimpanan dan lain-lain hhahahah banyak kalau mau disebutin satu-satu” Informan 3 (GF-3) “...banyak ya kalo fasilitas, ada rolli untuk ngangkut barang kalo datang, ada telpon untuk pemesana barang dari unit-unit, ada lemari, rak-rak, banyak deh pokoknya..” “.....Saya rasa cukup kalo fasilitasnya, paling gudang ya, sebenarnya gini kami pihak gudang sudah beberapa kali ngusulin untuk perbesaran gudang, karena “...klo dari segi sarana dan prasarana yang ada sebenarnya sudah ada cukup ya, hanya saja klo menurut saya itu gudangnya masih menjadi kendala disini, kalo sebenarnya sudah saya usulkan ke atas untuk perbesaran gudang, tapi belum ada tanggapan, enggak tau saya kenapa...” Bagaimana kondisi sarana dan prasarana yang dimiliki “Cukup lengkap dan baik” dalam kegiatan pengelolaan persediaan obat? Apakah ada kendala atau permasalahan berkaitan dengan sarana dan prasarana yang dapat menghambat proses pengelolaan obat? No Pertanyaan Variabel Prosedur “Tidak ada” Informan 1 (GF-1) Apakah terdapat prosedur kerja dalam proses pengelolaan “....prosedur kita ada, dibuat obat? sebagai landasan untuk pengelolaan obat di gudang farmasi ya” Siapa saja yang berperan dalam pembuatan prosedur “Semua pihak terlibat, mulai dari Direktur, saya, bagian mutu tersebut? kondisi gudang saat ini tidak lagi cocok untuk pengadaan barang yang besar, jadi kalo misalnya kami ngadain barangnya banyak tergantung kebutuhan juga ya, ya gini numpuk jadi nya, mau enggak mau harus ditumpuk, karena kondisi gudang nya yang seperti ini” misalnya barang datang, saya susah untuk nyusunnya, jangankan nyusunnya, naroknya aja saya bingung, mangkanya di tumpuk kayak gini” “Lengkap lah, tapi gudangnya kurang memadai” “kalo fasilitas sudah cukup ya, tapi kalao gudang kayknya belum pas, soalnya gudangnya enggak memadai lagi untuk penampungan barang” “kalo kendala alat enggak ada ya, semuanya lengkap, tapi ya itu yang saya bilang td...” “saya rasa enggak ada ya, semuanya lengkap” Informan 2 (GF-2) “kalau prosedur atau SOP kita ada disini, jadi semua kegiatan kita sesuai SOP yang ada” “Nah kalau itu saya kurang tau ya, paling direktur, kepala Informan 3 (GF-3) “Prosedur ada” Tidak Tahu Apakah prosedur yang ada sekarang sudah efektif dalam proses pengelolaan persediaan obat? juga, semuanya terlibat” “saya rasa efektif ya, semuanya berjalan dengan baik..” “Prosedur sudah sesuai ya, kita pakai prosedur yang ada di rumah sakit ini ya, jadi semua kegiatan pengelolaan obat ada prosedurnya” Apakah ada kendala yang menghambat pelaksanaan prosedur pengelolaan obat? “tidak ada” instalasinya....” “ya kegiatan kita disini sesuai dengan SOP yang ada, fleksibel aja kalo untuk prosedurnya, enggak ada hambatan atau masalah” “kalo menurut saya semuanya sudah sesuai prosedur ya, khususnya kegiatan disini..” “Sejauh ini tidak ada” “kalau hambatan enggak ada ya, prosedur bagus enggak menjadi hambatan kalo prosedurnya, kan prosedur dibuat untuk mempermudah kerja kita disini” Proses No Pertanyaan Variabel Perencanaan Bagaimaan proses perencanaan kebutuhan persediaan obat yang dilakukan oleh Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu? Informan 1 (GF-1) Informan 2 (GF-2) Informan 3 (GF-3) “...prosesnya mulai dari pembuatan daftarnya oleh kepala gudang, obat apa saja yang akan di adakan atau dipesan, kemudian baru disampaikan ke saya, baru nanti diketahui oleh direktur dan disetujui oleh bagian keuangan, kalau sudah disetujui baru obatnya “Proses perencanaannya ya kami buat daftar obat apa saja yang akan di beli, nah daftar tersebut berdasarkan metode konsumsi kan. Jadi misalnya obat apa saja nih yang kira-kira yang banyak digunakkan oleh user atau masyarakat banyak yang konsumsi, nah kami lihat “....biasanya si dari pola konsumsi dari bulan sebelumnya aja, lalu ditambahin 30% dari jumlah yang dipesan.. dari komputernya aja si lihat stoknya..” diadakan. Nah untuk perencanaannya disini kami pakai konsumsi, kita lihat pemakaian obatnya, berapa sisanya kemudian berapa yang keluar, kemudian ditambha dengan buffer stokc juga” Siapa saja yang terlibat dalam proses perencanaan “kalau pembuatan tersebut? formularium obat semua telibat, mulai dari unit rawat jalan, rawat inap, terus kepala gudang, saya, bagian keuangan dan direktur, serta unit-unit yang lain. Hanya saja ketika pemesanan ya yang mengajuhkan orang gudang dan obat-obat yang akan dipesan..” Metode apa yang digunakan dalam proses perencanaan “ disini kami pakai konsumsi penentuan kebutuhan obat? sama pola penyakit” Apakah ada metode khusus yang digunakan dalam “tidak ada” pemakaian, disana kan ada rekapannya, jadi melihat histori data obat itu sendiri, nantikan dilihat tuh ya, misal obat amoxilin tablet stok akhirnya 500, kemudian mutasi keluar 4000, berarti kan 4000-500 = 3500, nah 3500 ini nanti ditambah dengan stok pengamannya. ...” “ya biasanya kepala isntalasi, terus direkturnya, kemudian unit-unit pelayanan, keuangan juga, dan lain-lain, semuanya yang merencakan obat apa saja yang akan ada di formularium Rumah sakit. alau perencanaan obat yang akan diadakan yang melakukan ya kami disini dengan laporan-laporan yang ada..” “ya... yang saya bilang tadi, kami pakai 2 metode, yang pertama metode konsumsi dan kedua metode epidemiologi” “sejauh ini tidak ada, kalau - - - perencanaan penentuan kebutuhan obat? Jenis obat apa saja yang termasuk dalam perencanaan? “....semua jenis obat yang ada di formularium ya, jadi disini patokan nya formularium dan konsumsi..” Kapan perencanaan kebutuhan obat dilakukan? “disini kami melakukan pemesanan obat biasanya setiap bulan ya, kalau menggunakan dana BLU sebulan sekali biasanya, kalau pake APBD pesannya 3 bulan sekali...” misalnya pakai metode lain, kan ada tuh ya perhitunganperhitungan secara teori, tapi susah untuk nerapinnya di sini, karena faktor usernya keuangannya dan lain-lain” “kalau obat yang masuk keperencanaan ya sesuai dengan formularium ya, kita kan ada formularium nih, nah ditambah juga dengan jumlah konsumsi dari pasien juga, jadi berapa banyak dan obat apa saja nanti yang habis dan nah dilihat dari sana” “Kami ada dua dana ya, kalo APBD itu kami lakukan pertrisemester artinya 3 bulan sekali, kalau yang BLUD kami lakukan setiap bulan. Nah kenapa kami lakukan seperti ini, karena kalau misalnya dari APBD nya kekurangan obat, ya kami tutup dengan dana obat dari BLUD. Kalau misalnya obatnya habis di pertengahan sebelum datang pemesanan lagi ya kami pesan lagi, jadi - dalam 1 bulan itu bisa 2 kali mesannya” Adakah kendala dalam proses perencanaan kebutuhan “perencanaannya sudah obat? jika ada, Bagaimana solusinya? sesuai kalau menurut saya, tapi kendalanya obat yang kami pesan terkadang tidak sesuai harganya dengan harga distributornya...” “... kadang realisasinya tidak sesuai dengan yang kita rencanakan, misal perencanaan kita segini, eh tiba-tiba pasien banyak kan, ya akhirnya stok kita habis” No Pertanyaan Variabel Penganggaran Bagaimana proses penganggaran dalam pengadaan obat? Informan 1 (GF-1) kegiatan “penganggarannya diusulkan dulu, dibuat dulu oleh kepala gudang, kemudian dilaporkan “...kita kan disini pake ekatalog, jadi kendala yang sering muncul itu tidak sesuainya harga obat yang di e-katalog dengan distributor, jadi kami ganti saja obatnya dengan obat yang terapinya sama dan harganya juga sama” - “masalah stok out banyak ya. misal masalah pada perencanaan, bulan kemaren tidak ada kasus, dan kita enggak pesen, nah tapi bulan ini tiba-tiba ada kasus, biasanya untuk penyakit yang pola nya tidak menentu, akhirnya kita pesen cito” Informan 2 (GF-2) Informan 3 (GF-3) “usulan dana pembelian obatnya kami yang bikin, nati di ajuhkan ke ibu Hanif kesaya, nanti saya data dulu, (Kepala Instalasi Farmasi) saya cek dulu, kemudian sudah itu baru ke bagian kalau sudah sesuai baru saya keuangan...” ajuhkan ke bagian keuangan...” Siapa saja SDM yang terlibat langsung dan bertanggung “ya direktur, bagian jawab dalam proses penganggaran obat? keuangan, terus saya juga” Berapa dana yang dikeluarkan dalam setiap proses “kalau untuk obat lebih besar pengadaan obat? Dana tersebut berasal dari mana saja? ya anggarannya, kurang lebih sekitar 10 M pertahun, itu untuk obat ya, belum untuk yang lain” “disini kami melakukan pemesanan obat biasanya setiap bulan ya, kalau menggunakan dana BLU sebulan sekali biasanya, kalau pake APBD pesannya 3 bulan sekali...” “yang terlibat itu direktur, bagian keuangan, bu “H’ (Kepala Instalasi Farmasi), kalau kami disini cuma ngasih daftar obat sesuai formularium dan disana sudah ada anggaran per item obatnya...” “.... nah kalau dana yang dikeluarkan oleh RS untuk obat pertahun itu bisa 10_an M, itu sudah dari dua sumber dana tadi, biasanya” “Kami ada dua dana ya, kalo APBD itu kami lakukan pertrisemester artinya 3 bulan sekali, kalau yang BLUD kami lakukan setiap bulan. Nah kenapa kami lakukan seperti ini, karena kalau misalnya dari APBD nya kekurangan obat, ya kami - - tutup dengan dana obat dari BLUD. Kalau misalnya obatnya habis di pertengahan sebelum datang pemesanan lagi ya kami pesan lagi, jadi dalam 1 bulan itu bisa 2 kali mesannya” No Apakah terdapat kendala atau masalah dalam proses “kendalanya terkadang penganggaran obat? anggaran yang ada saat ini sepertinya kurang, pada hal kita sudah pakai dua sumber dana ya, dana APBD dan dana BLUD” “...sebenarnya kendala dalam penganggaran itu dananya ya, dananya kurang terus ya meskipun sudah pake dana BLUD dan APBD tetap saja kurang, karena permintaan pasien meningkat dan juga ada harga itu yang mahal dan urgent, nah itu yang bikin dana kita cepat habis” Pertanyaan Variabel pengadaan Informan 1 (GF-1) Bagaimana proses pengadaan obat yang dilakukan oleh “...kalau pengadaan pihak Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu? perbekalan ya lewat saya dulu, jadi dari gudang farmasi yang akan diadakan mengajuhkan ke saya, nanti saya yang bikin suratnya, kemudian baru saya ajuhkan Informan 2 (GF-2) “...kami ngajuhkan usulan ke kebutuhan obat sekian ke bu Hanif, nah nanti dia yang bikin suratnya pemesanan barangnya,..” “kalau pengadaan obat kita pakai e-katalog ya, ada juga - Informan 3 (GF-3) - ke direntur untuk minta persetujuaan...” “sekarang kan sudah ada ekatalog, jadi pemesanan lewat itu lebih mudah, apalagi itu kayak bersifa wajib ya karena ada Surat edaran dari Menkes tentang pengadaan obat lewat e-katalog atau kalau misalnya ada obat yang enggak sesuai dengan yang diinginkan RS, ya kita pakai sistem tender atau lelang,.” Siapa saja yang terlibat langsung dan bertanggung jawab “semuanya saya, jadi semua dalam proses pengadaan tersebut? proses pengelolaan farmasi saya yang bertanggung jawab, termasuk proses pengadaan” “kalau proses pengadaan ya saya yang terlibat langsung dan bertanggung jawab, selain saya juga ibu H juga selaku kepala instalasi farmasinya, jadi apa yang saya usulkan harus melewati dia dulu” - “Panduan pengadaan obat disini ya berdasarkan formularium rumah sakit, jadi jenis obatnya sudah ada di formularium itu” bulan “ Kalau pengadaannya ya - Jenis obat obat apa saja yang diadakan dan berapa jumlah “semua jenis obat yang akan setiap kali pengadaan? diadakan berdasarkan formularium rumah sakit” Kapan pengadaan obat dilakukan dan berapa lama waktu “....biasanya sih 1 pakai sistem tender, itu kalau misalnya obat yang di ekatalog enggak sesuai dengan harga, ada juga pakai pembelian langsung, jadi distibutor nawarin ke RS” “Setau saya sih obat yang yang dibutuhkan untuk pengadaan obat? sekali ya, tapi tergantung obatnya, kalau obatnya cepat habis ya pihak gudang pesan lagi, tapi kalau perencanaannya ya tergantung dana yang digunakan” Apakah ada kendala dalam proses pengadaan? Jika ada, “kendalanya ya itu kadang Bagaimana solusinya? anggarannya yang kurang dan enggak cukup, nah kalau dari eksternalnya sering mengalami keterlambatan dari distributornya, itu dikarenakan jarak yang jauh ya dari tempat pemesanan” No kami lakukan 1 bulan sekali, atau bisa jadi 2 kali dalam 1 bulan, itu kalau obatnya cepat habis ya...” “masalah yang terjadi ya dari ditributornya, kadang kita melakukan pemesanannya hari ini, distributornya datang 3 hari yang akan datang, atau obat yang kami pesan tidak ada sama distributor tersebut, terpaksa kami pesan dengan distributor lainnya dan itu memakan waktu atau kalau memang mendesak melakukan cito dan kadang dananya yang kurang, akibatnya kosong lagi obat yang dibutuhkan” diadakan biasanya sebulan sekali, atau enggak kalo obat nya cepat habis, pak Dedi mesan lagi, bisa sebulan itu 2 kali” - Pertanyaan Variabel Penyimpanan Informan 1 (GF-1) Informan 2 (GF-2) Informan 3 (GF-3) Bagaimana proses penyimpanan yang dilakukan oleh “Kami disini terapkan sistem “Proses penyimpananya ya “obat saya simpan secara petugas gudang obat RSUD Kota Sekayu? FIFO ya, setelah obat diterima, kami mulai dari barang abjad berdasarkan jenis maka langsung disimpan di gudang, penyimpanan ini jadi tanggung jawab petugas pelaksana harian gudang..” datang terus di cek sesuai enggak dengan yang di pesan, kemudian diangkut ke gudang menggunakan rolli ya, nah terus baru disimpan. Kami disini penyimpanannya pake FIFO/FEFO ya, kemudian berdasarkan abjad juga” sirup, tablet, salep atau lainnya. Obat yang baru datang saya letakkan di belakang, tapi ada juga di depan, karena dibelakang udah penuh, jadi mau enggak mau didepan..” “kalo penyimpanan saya yang melakukannya, barang datang di cek kalo sudah sesuai saya masukkan ke gudang” “biasanya berdasarkan abjad dan FIFO” “kondisinya cukup baik, cuma luasnya saja yang kurang” “yang nyimpan barang kalau barang datang ya itu si “A”, dia juga yang nyusun barangnya” “disini kami terapkan metode FIFO dan FEFO sama berdasarkan abjad....” “sejauh ini enggak ada ya, hanya kalau dapat proses penyimpanan yang mempengaruhi penyimpanan ya kondisi gudang” “ya itu tadi, luas gudangnya yang kurang memadai” “kalau untuk saat ini yang menjadi masalah itu kondisi gudang ya penyimpanan sebenarnya tidak ada kendala “Kalau kendala enggak ada ya, semuanya berdasarkan prosedur, tapi ya itu kita kekurangan SDM itu yang Siapa saja yang terlibat dalam proses penyimpanan “ya itu tugas petugas gudang, obat-obatan tersebut? mereka yang menyimpan kalau barang datang” Metode apa penyimpanan? yang digunakan dalam proses “kami pakai FIFO” Apa saja yang mempengaruhi proses penyimpanan “tidak ada, semuanya lancarpersediaan obat? lancar saja” Bagaimana pendapat anda mengenai kondisi gudang tempat penyimpanan obat? Apakah sudah sesuai dengan aturan tata ruang penyimpanan? Apakah ada kendala dalam proses penyimpanan? jika ada, bagaimana solusinya? “kalo menurut saya gudangnya ya yang sudah sempit, sama petugasnya yang kurang” “belum sesuai sih kalo menurut saya, sempit, banyak barang numpuk” “kalo menurut saya kondisi gudangnya yang enggak layak lagi klo untuk penampungan barang-barang lagi, soalnya yang besar ya, cuma hanya kurang SDM nya saja, soalnya petugas pelaksananya cuma satu....” Pertanyaan Variabel Penditribusian Bagaimana proses distribusi obat di RSUD Kota Sekayu? Informan 1 (GF-1) “Kalau distribusi ke unit-unit pelayanan orang gudang ya yang lebih tau, tapi biasanya unit yang membutuhkan menghubungi dulu pihak gudang untuk meminta obat” pertama, yang kedua kondisi gudang enggak memungkinkan lagi untuk penyimpanan dalam skala besar. Sebenarnya sudah kami ajuhkan ke atasan tapi belum ada omongan lagi dari atas, ya kami mau gimana lagi, cuma bisa nunngu aja” nih kalo misalnya obat datang terus saya simpan digudang, saya bingung mau diletakkan dimana lagi, jadi saya tumpuk-tumpuk aja kayak gini, nanti klo sudah ada tempat yang kosong baru saya pisahin” Informan 2 (GF-2) “....Kalau distribusi ke unitunit biasanya mereka telpon dulu, perlu obat apa dan berapa jumlahnya terus nanti oleh petugas gudang dicatat sebagai obat keluar, terus kalau ada obatnya ya dianter, kalo enggak ada kami telpon balik orang unit yang mesan tadi...” Informan 3 (GF-3) “Biasanya sih mereka nelpon dulu, nanyain ada atau tidaknya obat yang mereka minta, kalo ada ya saya cek dulu terus saya catet jumlah dan jenis obat keluarnya baru saya kasih anter atau kalo saya lagi banyak kerjaan ya saya telpon balik. Kalo misalnya obatnya enggak ada ya saya telpon unit yang minta tadi” “kalau misalnya obat yang dipesan ada yang kami distribusikan, kalau enggak ada yang enggak bisa di kasih “distribusinya si tergantung ada apa enggak obatnya ya, kalo obatnya ada yang kami Siapa saja yang terlibat langsung dan bertanggung jawab “....Yang mengurusinya “ ....yang bertugas distribusi dalam proses distribusi tersebut? semua barang datang petugas ya petugas gudang karena gudang...” semua harus melalui pendataan petugas gudang” Sarana prasarana apa saja yang digunakan dalam proses “mereka nganggutnya pake distribusi obat? roili kalau barangnya banyak” Apakah ada kendala yang terdapat pada proses pendistribusian obat? Jika ada, bagaimana solusinya? “enggak ada kendala semuanya lancar” lakukan pendistribusian, tapi kalo misalnya obatnya abis atau kosong, ya kami enggak lakukan distribusi” “yang ngedistribusi obat ya cuma saya, tapi kalo saya banyak kerjaan ya saya nyuruh orang unit yang ngambilnya...” “pake roli, kalau distribusi ke unit ya telpon” “enggak ada sih, cuma pake roli kalau barangnya banyak, kalau sedikit ya diangkut pake tangan aja, kalau ke unit lewat telpon” “...kalau kendala yang khusus “Hambatannya waktu saya enggak ada ya, cuma libur atau waktu saya lagi petugasnya yang kurang..” keluar kan ada permintaan obat, karena ada kunci ganda yang ditinggal di apotek jadi petugas apotek suka ada yang ngambil obat langsung ke gudang tanpa laporan dulu ke saya dan tanpa mencatat apapun, jadi saya bingung pas pendataan obatnya suka ada yang kurang gitu”. Pertanyaan Variabel Penghapusan Bagaimana proses penghapusan yang dilakukan oleh pihak gudang jika ada obat-obatan yang mengalami kadaluarsa atau rusak? Informan 1 (GF-1) “Kalau ada obat-obatan yang kadaluarsa atau rusak biasanya kami kembalikan lagi ke distributor....” “obat-obatan yang dilakukan penghapusan biasanya obat yang sudah expired date ya, obat yang tidak bisa dimanfaatkan lagi, nah prosesnya itu dibakar” Siapa saja yang terlibat dan bertanggung jawab dalam “instalasi farmasi terutama proses penghapusan tersebut? pihak gudang” Informan 2 (GF-2) “...jika ada obat yang kadaluarsa kami catat dan kami panggil distributornya kesini, bilang bahwa ada beberapa obat yang jenis A sudah kadaluarsa atau rusak, nah biasanya distributornya datang dan membawah penggatinya” Informan 3 (GF-3) “kalo ada obat yang udh kadaluarsa, saya catet dan saya laporin sama kepala gudang, terus pak dedi ngubungi ditributornya” “Disini baru 2 kali melakukan penghapusan ya, terakhir itu tahun 2013, obat-obat yang dihapuskan biasanya seperti obat yang expired date, rusak, dan tida bisa dimanfaatkan lagi, nah biasanya yang melakukan penghapusan ya petugas sini, nantikan dibentuk panitia penghapusan sesuai dengan surat edaran dari RS, penghapusannya biasanya di bakar..” “bertanggung jawab untuk “yang bertanggung jawab pengahapusan obat kami kepala gudang kali ya, tapi disini, jadi seperti yang saya kurang tahu juga sih, hhhhh” bilang tadi, obat yang Apakah penghapusan sudah sesuai dengan prosedur yang “saya rasa sudah ya, mereka ada? melakukannya sesuai prosedur” Apakah ada kendala dalam proses penghapusan? Jika “Tidak ada, tidak ada ada, bagaimana solusinya? kendala” Pertanyaan Variabel Pengendalian Informan 1 (GF-1) Bagaimana proses pengendalian persediaan yang “iya dilakukan, proses dilakukan oleh gudang farmasi RSUD Kota Sekayu? pengendaliannya dengan menggunakan kartu stok dan stock opname, kalau stcok opname kami lakukan 3 bulan sekali ya, jadi setiap 3 bulan dilakukan stock opname” kadaluarsa atau rusak kami lakukan pengembalian ke distributornya” “sudah sesuai” “selama ini tidak ada kendala dalam penghapusan, cuma distributornya datang agak lama aja. Kalo kita telpon hari ini, dua hari kedepan mereka baru datang” Informan 2 (GF-2) “ pengendaliannya ya dengan kartu stok dan stock opname. kalo kegiatan stock opname disini dilakukan 3 bulan sekali sampai 4 bulan kami lakukan, kalo di SOP kan memang sebulan sekali tuh, nah karena stock opname ini harus ada surat edaran dulu ya dari atasan, kalo surat itu udah keluar, kami langsung stock opname, gituu” “Kalau pengendalian “sudah sesuai” “tidak ada kendala sama sekali” Informan 3 (GF-3) “pengendaliannya biasanya dengan kartu stok sama pencatatan rutin tiap 3 bulan sekali. biasanya stok opname 3 bulan atau 4 bulan sekali kami lakukan, kita hitung tuh jumlah stok obat, masingmasing obat sisa nya berapa, yang diapotik juga dihitung, kalau misalnya ada obat yang mendekati kadaluarsa, kami lancarkan dulu obat itu, mangkanya kami pake sistem perharinya kita pakai kartu stok saja, biasanya dilihat di kartu stok, kita tandai obat yang keluar, terus sisanya berapa, biar tau pemakaiannya” Siapa saja yang terlibat langsung dan bertanggung jawab “.....pengendalian persediaan dalam proses pengendalian persediaan obat? obat dilakukan oleh petugas yang ada di gudang farmasi, saya hanya mengawasinya saja....” “pengendalian obat kami yang lakukan, kami gunakan kartu stok saja dan enggak ada metode khusus, karena susah untuk diterapkan disini....” Metode apa yang digunakan dalam proses pengendalian “tidak ada metode khusus, persediaan obat? Apakah ada metode khusus dalam hanya menggunakan kartu proses pengendalian tersebut? stok dan stock opname saja” “kalau metode khusus yaa tidak ada ya, pengendalian lewat stock opname saja dan untuk setiap harinya pakai kartu stok” “kalau disini masih manual, Apakah ada kendala dalam melakukan pengendalian “tidak ada masalah” FIFO/FEFO” “Kartu stok juga kami pake disini untuk pendataan obat, jadi kalo ada obat yang keluar masuk ya kami catetnya di kartu stok, nah itu lakuin setiap hari, jadi kelihatan mana obat yang mau habis atau belum” “....ya saya, saya kan petugas pelaksananya, jadi apa-apa yang tugasnya nyimpan, nyusun-nyusun, nyatet ya saya yang ngelakuinnya, tugas saya disini hanya mencatat masa obat di kartu stok, mengecek obat tersebut apakah rusak atau kadaluarsa, kalo misalnya ada obat yang rusak atau kadaluarsa ya saya laporin ke kepala gudang....” “metode khusus enggak ada, cuma bikin pencatatan aja tiap hari dengan karu stok, terus dilakukan stock opname setiap per 3 bulan sekali..” “yang ngehambat itu persediaan obat? Jika ada, bagaimana solusinya? belum menggunakan sistem teknologi, jadi bisa butuh 1 sampai 2 hari kalau melakuka stock opnamenya..” biasanya jumlah obat yang banyak, sehingga sulit dan lama ngitungnya, apa lagi obatnya kepencar-pencar gitu, jadi susah, harus nyari dulu..” “Masalahnya itu susah ngotrol obatnya, disini kan obatnya banyak, nah untuk stock opname aja butuh waktu sehari sampe dua hari baru selesai, obat-obat yang slow moving biasanya yang sering kadaluarsa, secara stok kan obatnya banyak tapi kita cek juga masa kadaluarsanya waktu stock opname ternyata udah kadaluarsa” OUTPUT No Pertanyaan Variabel Output Informan 1 (GF-1) Bagaimana ketersediaan dan keamanan obat yang “kalau untuk ketersediaan disimpan di gudang obat RSUD Kota Sekayu? saya rasa sudah cukup baik, Informan 2 (GF-2) Informan 3 (GF-3) “kalau ketersediaannya sudah “Kalo ketersediaanya sudah cukup, memang itulah yang lumayan cukup, kalo misalnya memang ada beberapa obat yang kadang kosong, namun dengan adanya dana BLUD, obat-obat yang cito dapat dipenuhi dengan cepat” bisa direncanakan dan diadakan oleh rumah sakit, ya sesuai dengan formularium, tapi memang ada beberapa obat yang tidak ada di dalam formularium rumah sakit, nah ini biasanya user yang sering seperti ini, yang ngasih resep tidak sesuai dengan obat yang ada digudang, ditambah lagi ada beberapa obat yang memang kosong, dikarenakan permintaan obat tersebut yang tinggi, tapi itu enggak terlalu lama kosongnya, karena kami melakukan pemesanan kembali” Bagaimana output yang dihasilkan selama ini? apakah “output yang diinginkan dari “yang diinginkan adalah sesuai dengan yang diharapkan? pengelolaan obat adalah tersedianya data yang akurat tersedianya obat sesuai tentang jumlah dan jenis obat. dengan kebutuhan, terdatanya yang bisa dijadikan sumber dengan baik jumlah obat dan informasi bagi perencanaan jenis obat yang dapat kebutuhan dan stok opname menggambarkan jumlah asset setiap 6 bulan sekali, serta yang dimiliki setiap akhir berkurangnya jumlah obat tahunnya” yang tidak terdata ketika diambil dari gudang...” obat kosong ya dipesan lagi, kalo memang enggak ada dari distributornya ya mau gimana lagi”. kalo keamanannya ya yang saya bilang tadi, kadang ada pihak-pihak yang enggak tanggung jawab, ngambil terus enggak di catet atau dilaporin kesaya, kalo faktor laen enggak ada ya” “kalau pengelolaan obat saya rasa berjalan baik ya, penolakan resep karena kekosongan obat mungkin bisa dihindari, terkecuali misalnya untuk obat yang memang tidak tersedia, ya yang saya bilang tadi, dari distributornya kosong...”