gambaran pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi rumah

advertisement
GAMBARAN PENGELOLAAN PERSEDIAAN OBAT DI GUDANG FARMASI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEKAYU KABUPATEN MUSI
BANYUASIN PALEMBANG TAHUN 2015
SKRIPSI
Oleh:
Mahmud Badaruddin
1111101000135
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN (MPK)
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
iii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
Skripsi, Desember 2015
Mahmud Badaruddin, NIM : 1111101000135
Gambaran Pengelolaan Persediaan Obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Sekayu Tahun 2015
ABSTRAK
Pengelolaan obat merupakan serangkaian kegiatan perencanaan, penganggaran,
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penghapusan, dan pengendalian guna
mendukung upaya pencapaian tujuan organisasi. Tujuan pengelolaan persediaan adalah
agar barang dapat tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat, serta berkualitas pada saat
dibutuhkan dengan biaya yang minimal. Di Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu
pengelolaan persediaan obat belum efektif, ini terlihat dari data tahun 2015 ada 13 (1,6%)
dari 800 jenis obat yang kadaluarsa dan rusak serta 45 (5,6%) dari 800 jenis obat
mengalami kekosongan. Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan persediaan yang efektif
di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif untuk mengetahui
gambaran pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu tahun
2015. Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan september sampai november 2015 di
Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah
data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi langsung dan
wawancara mendalam sedangkan data sekunder diperoleh dari telaah dokumen. Informan
penelitian ini terdiri dari Kepala Instalasi farmasi, Kepala Gudang Farmasi, dan Petugas
Pelaksana Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu tahun 2015.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan persediaan obat di gudang
farmasi RSUD Kota Sekayu belum efektif. Hal ini terlihat dari beberapa komponen Input
(SDM yang kurang, Sarana terutama gudang penyimpanan yang kurang memadai, serta
anggaran yang kurang), Proses (perencanaan yang kurang tepat dan penyimpanan yang
kurang memadai), dan Output (masih terdapat obat yang kadaluarsa dan rusak).
Diharapkan Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu lebih memperhatikan sistem
pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi mulai dari Input (SDM dua orang, sarana
(luas gudang 3,2 x 3), serta tidak adanya anggaran untuk pengadaan dan pemeliharaan),
Proses (perencanaan hanya menggunakan satu metode dan penyimpanan pada rak-rak
belum diberi kode), dan Output (masih terdapat obat yang kadaluarsa dan rusak).
Kata Kunci: Pengelolaan persediaan obat, Gudang Farmasi, Rumah Sakit.
Daftar Bacaan: 44 (1990-2014)
iv
STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY
HEALTH CARE MANAGEMENT
Skripsi, Desember 2015
Mahmud Badaruddin : 111110101000135
Description Of Drug Supply Management in Pharmacy's Warehouse General
Hospital of Sekayu City 2015
ABSTRACT
Medication management is a series of planning, budgeting, procurement,
storage, distribution, deletion, and control to support the achievement of
organizational goals. Purpose of inventory management can be available in quantities
and timing, as well as quality in times of need with minimal costs. In the City
Hospital Pharmacy's Warehouse Sekayu yet effective in drug supply management, as
seen from data in 2015, there were 13 (1,6%) from 800 types of drugs expired and
damaged and approximately ± 45 (5,6%) from 800 drug items experienced a
vacuum. It is necessary for effective inventory management in the pharmaceutical
warehouse Sekayu City Hospital.
This research is qualitative descriptive. To find out description of drug supply
management in pharmacy's warehouse at pharmacy Installation in general hospital of
Sekayu City 2015. Data used in this study are primary data and secondary
data. Primary data obtained from direct observation and in-depth interviews and
secondary data obtained from the study documents. The informants consisted of
pharmaceutical Installation Head, Head of Warehouse Pharmacy and Pharmaceutical
Warehouse Executive Officer Sekayu City Hospital 2015
The results showed that drug supply management of medicine in the
pharmaceutical warehouse Sekayu City Hospital has not been effective. This is
evident from some of the components input (SDM less, Means mainly warehouse
inadequate, and the budget is less), process (planning a less precise and storage
inadequate), and output (there are some drugs still expired and damaged).
City Hospital Pharmacy expected Sekayu more attention to drug supply
management system in the pharmaceutical warehouse ranging from input (SDM two
people, facilities (warehouse 3,2 x 3 Meter), and the budget procurement and
maintenance is nothing), process (planning to use only one method) and storage on
the shelves not yet given a code), and output (there are some drugs still expired and
damaged).
Keywords: drug inventory management, warehouse Pharmacy, Hospital.
Reference : 44 (1990-2014)
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga akhirnya penyusunan Skripsi di Rumah Sakit
Umum Haji Medan Tahun 2015 dapat diselesaikan. Sholawat dan salam tidak lupa
penulis sampaikan pada baginda Rasulullah Muhammad SAW yang membawa
umatnya ke jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.
Skripsi ini merupakan syarat mahasiswa semester VIII (delapan) Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat. Dengan pengetahuan, pengarahan dan bimbingan
yang diperoleh selama perkuliahan, penulis dapat menyusun skripsi yang berjudul
“Gambaran Pengelolaan Persediaan Obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Sekayu Tahun 2015”
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Kedua orang tua tercinta yang telah memberi semangat, memotivasi serta
doanya.
2.
DR. Arif Sumantri. M.Kes sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatukkah Jakarta.
3.
Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph. D sebagai Kepala Program Studi Kesehatan
Masyarakat.
4.
Riastuti Kusuma Wardani S.KM, M.KM dan DR. M. Farid Hamzens M.Si selaku
pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingannya.
vi
5.
Segenap bapak/ibu dosen Jurusan Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan
ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis dan mahasiswa pada
umumnya.
6.
Direktur RSUD Kota Sekayu yang telah memberikan izin penelitian skripsi di
RSUD Kota Sekayu
7.
Kepada pak Dedi, bu Hanif, dan Angga terima kasih telah membantu dan
memberikan informasi terkait dengan skripsi yang saya buat ini.
8.
Untuk teman-teman kosan zona putsal terima kasih dukungannya.
9.
Untuk keluarga Santri Jadi Dokter Musi Banyuasin terimah kasih juga atas
dukungan dan semangat kalian selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
10.
Untuk sahabat-sahabat Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK) 2011 dan
seluruh teman-teman Kesmas lainnya.
11.
Segenap pihak yang belum disebutkan satu persatu atas bantuan, semangat dan
doanya untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi.
Dengan mengirimkan doa kepada Allah SWT penulis berharap semua kebaikan
yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin. Terakhir, penulis
berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca serta
mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Jakarta, Desember 2015
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................... iii
ABSTRACT............................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR............................................................................................. v
DAFTAR ISI............................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xi
DAFTAR BAGAN .................................................................................................. xii
DAFTAR ISTILAH ................................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 5
C. Pertanyaan Penelitian.................................................................................... 6
D. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 6
a.
Tujuan Umum ........................................................................................ 6
b.
Tujuan Khusus ....................................................................................... 7
E. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 7
a.
Bagi Peneliti ........................................................................................... 7
b.
Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta ...................... 7
c.
Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu .................................... 7
F. Ruang Lingkup Penelitian............................................................................. 8
viii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumah Sakit.................................................................................................. 9
B. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS).......................................................... 11
C. Pengertian Sistem.......................................................................................... 13
D. SDM .............................................................................................................. 14
E. Anggaran....................................................................................................... 15
F. Prosedur ........................................................................................................ 15
G. Manajemen Logistik Rumah Sakit................................................................ 16
1. Defenisi Manajemen Logistik.............................................................. 16
2. Fungsi-fungsi Manajemen Logistik ..................................................... 20
a. Fungsi Perencanaan Kebutuhan ................................................ 20
b. Fungsi Penganggaran................................................................. 28
c. Fungsi Pengadaan...................................................................... 29
d. Fungsi Penerimaan dan Penyimpanan....................................... 30
e. Fungsi Pendistribusian............................................................... 32
f. Fungsi Penghapusan .................................................................. 35
g. Pengendalian/Pengawasan......................................................... 37
H. Kerangka Teori ............................................................................................. 38
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFENISI ISTILAH
A. Kerangka Konsep.......................................................................................... 40
B. Defenisi Istilah .............................................................................................. 42
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian .......................................................................................... 49
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................ 49
C. Informan Penelitian Kualitatif ...................................................................... 49
D. Instrumen Penelitian ..................................................................................... 50
E. Pengumpulan Data ........................................................................................ 51
F. Validitas Data................................................................................................ 51
ix
G. Pengolahan Data ........................................................................................... 52
H. Analisis Data ................................................................................................. 52
I. Penyajian Data .............................................................................................. 52
BAB V HASIL
A. Profil RSUD Kota Sekayu Tahun 2015 ........................................................ 53
B. Pengelolaan Persediaan Obat di RSUD Kota Sekayu................................... 59
a.
Input Pengelolaan Persediaan Obat........................................................ 60
1) SDM ................................................................................................. 60
2) Anggaran .......................................................................................... 67
3) Sarana&Prasarana ............................................................................ 68
4) Prosedur ........................................................................................... 71
b.
Proses Pengelolaan Persediaan Obat...................................................... 74
1) Perencanaan...................................................................................... 74
2) Penganggaran ................................................................................... 77
3) Pengadaan ........................................................................................ 80
4) Penyimpanan .................................................................................... 83
5) Pendistribusian ................................................................................. 86
6) Penghapusan..................................................................................... 89
7) Pengendalian .................................................................................... 91
c.
Output Pengelolaan Persediaan Obat ..................................................... 95
1) Ketersediaan Obat yang efektif dan efisien ..................................... 95
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian................................................................................. 98
B. Pengelolaan Persediaan Obat di RSUD Kota Sekayu................................... 98
a.
Input Pengelolaan Persediaan Obat........................................................ 99
1) SDM ................................................................................................. 100
2) Anggaran .......................................................................................... 103
3) Sarana&Prasarana ............................................................................ 104
x
4) Prosedur ........................................................................................... 106
b.
Proses Pengelolaan Persediaan Obat...................................................... 108
1) Perencanaan...................................................................................... 108
2) Penganggaran ................................................................................... 111
3) Pengadaan ........................................................................................ 113
4) Penyimpanan .................................................................................... 117
5) Pendistribusian ................................................................................. 121
6) Penghapusan..................................................................................... 123
7) Pengendalian .................................................................................... 125
c.
Output Pengelolaan Persediaan Obat ..................................................... 128
1) Ketersediaan Obat yang efektif dan efisien .................................... 128
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ....................................................................................................... 132
B. Saran ............................................................................................................. 133
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Halaman
Tabel 3.1 Defenisi Istilah ......................................................................................... 42
Tabel 5.1 Kelas Ranap dan Jumlah TT RSUD Kota Sekayu.................................... 58
Tabel 5.2 Jumlah Tenaga di Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu Tahun 2015 .... 58
Tabel 5.3 Indikator Kinerja Pelayanan RSUD Kota Sekayu Tahun 2015 ................ 59
Tabel 5.4 Jumlah SDM di Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu Tahun 2015 ........ 61
Tabel 5.5 Karakteristik Informan............................................................................. 66
Tabel 5.6 Sarana dan Prasarana Penunjang di Gudang Farmasi .............................. 69
xii
DAFTAR BAGAN
Nomor Tabel
Halaman
Bagan 2.1 Siklus Manajemen Logistik .................................................................... 18
Bagan 2.2 Kerangka Teori Pengelolaan Persediaan Obat ....................................... 39
Bagan 3.1 Kerangka Berfikir Pengelolaan Persediaan Obat.................................... 41
Bagan 5.1 Letak Gudang Farmasi dalam Struktur RSUD Kota Sekayu.................. 60
xiii
DAFTAR ISTILAH
Cito
= Pemesanan dilakukan insidental dan harus segera dikirim saat itu
juga
Buffer Stock
= Stok penyangga, stok pengaman/safety stock untuk menghindari
kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan (stock out)
Formularium
= Dokumen yang berisi daftar obat yang digunakan oleh profesional
kesehatan di rumah sakit
Lead Time
= Waktu tunggu pemesanan atau waktu yang diperlukan mulai
pemesanan sampai obat diterima
Obat fast moving
= Obat yang perputaran/pergerakannya cepat
Obat moderate
= Obat yang perputaran/pergerakannya sedang
Obat slow moving
= Obat yang perputaran/pergerakannya lambat
Revenue center
= Pusat biaya produksi atau sumber pendapatan
Stock opname
= Kegiatan mencocokan kondisi fisik barang gudang dengan kartu
stok
Stock out
= Kekosongan stok
User
= Pengguna obat (dokter)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam undang-undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 1
ayat 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Rumah Sakit adalah fasilitas
pelayanan
kesehatan
yang
menyelenggarakan
pelayanan
kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat.
Pelayanan rumah sakit pada saat ini merupakan bentuk pelayanan
kesehatan yang bersifat sosio-ekonomi, yaitu suatu jenis usaha walau bersifat
sosial namun diusahakan agar mendapatkan surplus keuangan dengan cara
pengelolaan profesional dengan memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi
(Adikoesoemo, 1994). Oleh karena itu, rumah sakit sebagai suatu industri
jasa yang mempunyai fungsi sosial dan fungsi ekonomi, kebijakan yang
menyangkut
efisiensi
sangatlah
bermanfaat
untuk
menjaga
tetap
berlangsungnya hidup rumah sakit. Tanpa usaha efisiensi, rumah sakit jelas
akan cepat bangkrut dan akan tergusur dengan makin berkembangnya rumah
sakit baru sekarang ini.
Berkembangnya rumah sakit-rumah sakit baru ini menimbulkan
persaingan ketat antar rumah sakit, baik milik pemerintah maupun swasta
sehingga manajemen harus berusaha keras untuk merebut pasar pelayanan
kesehatan yang saat ini terbuka bebas (Djojodibroto, 1997). Oleh karena itu,
rumah sakit sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan harus tetap
2
meningkatkan mutu pelayanan dan mampu memenuhi pelayanan kesehatan
yang baik, tercepat, berkualitas, tepat dan dengan biaya yang relatif
terjangkau sesuai dengan kemampuan masyarakat. Dalam rangka memenuhi
tuntutan tersebut rumah sakit harus mampu meningkatkan efisiensi dan
efektifitas di semua bidang pelayanannya, dan salah satu sistem yang mampu
mengelola hal tersebut adalah dengan sistem manajemen logistik.
Manajemen logistik merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari
perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait antara satu sama lainnya.
Kegiatan
tersebut
mencakup
perencanaan
kebutuhan,
penganggaran,
pengadaan, penyimpanan, disribusi, pemeliharaan, dan penghapusan, serta
pengendalian (Seto, 2004).
Salah satu bahan logistik yang dikelola oleh rumah sakit adalah
persediaan farmasi. Persediaan farmasi ini mencakup obat-obatan dan alat
kesehatan. Menurut Suciati dkk (2006) pelayanan kefarmasian merupakan
pelayanan penunjang dan sekaligus merupakan revenue center utama. Hal
tersebut mengingat bahwa hampir 90 % pelayanan kesehatan di rumah sakit
menggunakan perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi
bahan alat kesehatan, alat kedokteran dan gas medis), dan 50% dari
pemasukan rumah sakit berasal dari pengelolaan pembekalan farmasi. Aspek
terpenting dari pelayanan farmasi adalah mengoptimalkan penggunaan obat,
ini termasuk perencanaan untuk menjamin ketersediaan, keamanan dan
keefektifan penggunaan obat. Untuk itu, jika masalah perbekalan farmasi
tidak dikelola secara cermat dan penuh tanggung jawab maka dapat
diprediksi bahwa pendapatan rumah sakit akan mengalami penurunan.
3
Salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam persediaan obat di
rumah sakit adalah pengontrolan jumlah stok obat untuk memenuhi
kebutuhan. Jika stok obat terlalu kecil maka permintaan untuk penggunaan
sering kali tidak terpenuhi sehingga pasien/konsumen tidak puas, selain itu
kesempatan untuk mendapatkan keuntungan hilang dan diperlukan tambahan
biaya untuk mendapatkan bahan obat dengan waktu cepat guna memuaskan
pasien/konsumen. Jika stok terlalu besar maka menyebabkan biaya
penyimpanan yang terlalu tinggi, kemungkinan obat akan menjadi
rusak/kadaluarsa dan ada resiko jika harga bahan/ obat turun (Seto, 2004).
Dengan banyaknya jumlah obat dan barang farmasi yang dikelola,
modal yang digunakan dan biaya yang ditimbulkan dengan adanya
persediaan meningkat. Oleh karena itu penting bagi rumah sakit untuk
mengadakan pengelolaan persediaan karena kegiatan ini dapat membantu
tercapainya suatu tingkat efisiensi penggunaan uang dalam persediaan (Seto,
2004).
Berdasarkan hasil penelitian Malinggas (2015) menyebutkan bahwa
pengelolaan persediaan obat di Instalasi Farmasi RSUD DR Sam Ratulangi
Tondano masih kurang efisien. Pengelolaan obat tidak menggunakan metodemetode yang tepat, sehingga terjadi kekosongan obat pada waktu-waktu
tertentu. Hal ini dibuktikan dengan hasil observasi yang dilakukan oleh
Malinggas yang mengungkapkan bahwa masih terdapat obat yang tidak
tersedia di instalasi farmasi terutama pada obat fast moving. Hal ini
mengakibatkan pasien harus membeli obat di luar instalasi farmasi rumah
sakit.
4
Selain itu juga penelitian Mellen (2013) di RSU Haji Surabaya
menyebutkan bahwa RSU Haji Surabaya juga mengalami stock out pada
tahun 2012. Selama Januari-April 2012 terdapat 116 jenis obat yang
mengalami stock out yang mengakibatkan terjadinya kerugian yang dialami
oleh RSU Haji Surabaya yaitu sebesar Rp 244.023.752.
Penelitian Irene (2010) di RSUD Kota Bekasi, menyebutkan bahwa
ada 10 jenis obat yang mengalami expired dan rumah sakit mengalami total
kerugian sebesar Rp 5.108.552. Hal ini disebabkan karena pengelolaan
penyimpanan persediaan obat kurang diperhatikan. Pernyataan tersebut
dibuktikan dengan hasil observasi yang dilakukan oleh Irene pada gudang
penyimpanan yakni kurangnya ventilasi udara, kapasitas gudang yang tidak
memadai untuk persediaan, akibatnya banyak persediaan obat yang ada di
dalam kardus ditumpuk. Selain itu juga ditemukannya vektor yang dapat
merusak persediaan obat seperti banyaknya semut, rayap, dan lain-lain.
Hal serupa juga di alami oleh Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu
yang merupakan salah satu Rumah Sakit di Kabupaten Musi Banyuasin.
Berdasarkan studi pendahuluan dengan wawancara tidak terstruktur kepada
informan yang dilakukan oleh peneliti di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu
pada bulan juni 2015 didapatkan informasi bahwa di gudang farmasi sering
mengalami kekosongan obat.
Menurut informan, pada tahun 2014 terdapat 76 (9,5%) dari 800 jenis
obat mengalami kekosongan di waktu pertengahan atau akhir bulan. Pada
tahun 2015 selama periode Januari-Juni 2015 terdapat sekitar 45 (5,6%) dari
800 jenis obat mengalami kekosongan pada waktu yang sama. Hal ini
menyebabkan pasien harus membeli sendiri obat ke apotek luar, akibatnya
5
resep banyak yang keluar. Selain itu juga informan menyebutkan bahwa
pemesanan dilakukan ketika stok obat hampir habis, dan tidak ada
perhitungan khusus dalam pemesanan dan berapa banyak jumlah yang
dipesan. Selain itu juga ditemukannya obat-obatan yang mengalami expired
dari bulan Januari sampai Juli 2015 sebanyak 13 (1,6%) dari 800 jenis obat.
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana
gambaran pengelolaan persediaan obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Sekayu tahun 2015
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan studi pendahuluan pada gudang farmasi RSUD Kota
Sekayu pada bulan Juni 2015 sering mengalami kekosongan obat. Pada tahun
2014 terdapat sekitar 76 (9,5%) dari 800 jenis obat mengalami kekosongan di
waktu pertengahan atau akhir bulan. Pada tahun 2015 selama periode JanuariJuni 2015 terdapat sekitar 45 (5,6%) dari 800 jenis obat mengalami
kekosongan pada waktu yang sama. Hal ini menyebabkan pasien harus
membeli sendiri obat ke apotek luar, akibatnya resep banyak yang keluar.
Selain itu juga informan menyebutkan bahwa pemesanan dilakukan ketika
stok obat hampir habis, dan tidak ada perhitungan khusus dalam pemesanan
dan berapa banyak jumlah yang dipesan. Selain itu juga ditemukannya obatobatan yang mengalami expired dari bulan Januari sampai Juli 2015
sebanyak 13 (1,6%) dari 800 jenis obat.
Dari permasalahan diatas menandakan bahwa obat tersebut belum dapat
disediakan dalam jumlah yang tepat pada waktu yang dibutuhkan sehingga
menyebabkan pihak rumah sakit harus melakukan pembelian cito untuk
6
memenuhi kebutuhan pelayanan pasien, bahkan tidak jarang resep banyak
yang keluar, akibatnya pasien harus membeli sendiri obat ke apotek luar.
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan dalam pengelolaan obat,
maka dalam hal ini peneliti ingin mengetahui gambaran pengelolaan
persediaan obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu
tahun 2015.
C.
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas maka dalam penelitian ini
dirumuskan pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran Input (SDM, anggaran, sarana dan prasarana, dan
prosedur) pengelolaan persediaan obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Sekayu tahun 2015.
2. Bagaimana gambaran Proses perencanaan, penganggaran, pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian, penghapusan, pengendalian persediaan
obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu tahun
2015?
3. Bagaimana gambaran
Output
pengelolaan
persediaan obat
yaitu
ketersediaan obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Sekayu tahun 2015?
D.
Tujuan Penelitian
a.
Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pengelolaan persediaan obat di Gudang
Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu Tahun 2015.
7
b.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran Input (SDM, anggaran, sarana dan prasarana,
dan prosedur) pengelolaan persediaan obat di Gudang Farmasi
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu tahun 2015.
2. Mengetahui
pengadaan,
gambaran
proses
penyimpanan,
perencanaan,
penganggaran,
pendistribusian,
penghapusan,
pengendalian persediaan obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Sekayu tahun 2015?
3. Mengetahui gambaran Output pengelolaan persediaan obat yaitu
ketersediaan obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Sekayu tahun 2015.
E.
Manfaat Penelitian
a.
Bagi Penelitian
Meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang lebih
aplikatif dan kemampuan manajerial di bidang manajemen pelayanan
kesehatan khususnya dalam bidang logistik.
b.
Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
c.
Bagi RSUD Kota Sekayu
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang positif
bagi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu mengenai pentingnya
pelaksanaan pengelolaan obat yang baik.
8
F.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian yang berjudul “Gambaran Pengelolaan Persediaan Obat di
Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu Tahun 2015”
dilakukan di Gudang Obat RSUD Kota Sekayu. Penelitian ini akan dilakukan
selama bulan September-November 2015 menggunakan pendekatan kualitatif
deskriptif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder. Data primer didapat melalui wawancara mendalam
kepada kepala Instalasi Farmasi, kepala gudng farmasi, dan staf pelaksana
gudang, sedangkan data sekunder didapat melalui observasi dan telaah
dokumen.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit pasal 1 menyatakan bahwa rumah sakit adalah institusi
pelayanan
kesehatan
yang
menyelenggarakan
pelayanan
kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna adalah kesehatan
yang meliputi peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif)
yang
dilaksanakan
secara
menyeluruh,
terpadu,
dan
berkesinambungan.
Rumah sakit juga merupakan salah satu dari sarana kesehatan tempat
menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan menciptakan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat (Siregar, 2004).
Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
nomor
983/Menkes/SK/1992 tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya
kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan
upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan
terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakn
rujukan.
10
Dalam Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit pasal 5 menjelaskan fungsi rumah sakit antara lain yaitu:
a. Menyelenggarakan pelayanan pengobatan dan pemulihan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai dengan
kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggarakan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahun bidang kesehatan.
Peraturan
Menkes
Nomor
340/MENKES/PER/III/2010
tentang
Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pasal 6, 10, dan 14, berdasarkan bentuk
layanan kesehatan dan kemampuan pelayanan adalah sebagai berikut:
a. Rumah Sakit kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar, 5
pelayanan spesialis penunjang medik, 12 pelayanan medik spesialis lain
dan 13 pelayanan medik sub spesialis. Mempunyai tempat tidur minimal
400 tempat tidur.
b. Rumah Sakit kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar, 4
pelayanan spesialis penunjang medik, 8 pelayanan medik spesialis lain
11
dan 2 pelayanan medik sub spesialis. Mempunyai tempat tidur minimal
200 tempat tidur.
c. Rumah Sakit kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar, 4
pelayanan spesialis penunjang medik. Mempunyai tempat tidur minimal
100 tempat tidur.
d. Rumah Sakit kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 2 pelayanan medik spesialis dasar,
Mempunyai tempat tidur minimal 50 tempat tidur.
B.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian/unit/divisi atau
fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan
kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Seperti
diketahui, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan, termasuk pengendalian
mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi
obat, pengelolaan obat pelayanan atas resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan dan obat tradisional. Tugas Utama IFRS
adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan,
penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita, sampai pada
pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan
dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat inap, rawat jalan, maupun
untuk semua unit termasuk poliklinik rumah sakit (Siregar, 2004).
Pelayanan farmasi Rumah Sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan
dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada
12
pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan
farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Kemenkes,
2004). Tujuan tujuan pelayanan farmasi Rumah Sakit adalah pelayanan yang
paripurna sehingga dapat memberikan obat tepat pasien, tepat dosis, tepat
cara pemakaian, tepat kombinasi, tepat waktu dan tepat harga. Selain itu
pasien diharapkan mendapat pelayanan yang dianggap perlu oleh farmasi
sehingga pasien mendapat pengobatan efektif, efisien, aman, rasional dan
terjangkau (Maimun, 2008). Pelaksanaan pelayanan farmasi terdiri dari 4
pelayanan yaitu (Purwanti, 2003):
1. Pelayanan Obat Non Resep
Merupakan pelayanan kepada pasien yang ingin melakukan pengobatan
sendiri, dikenal dengan swamedikasi. Obat untuk semua medikasi meliputi
obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep yang meliputi obat wajib di
apotik (OWA), obat bebas terbatas (OBT), dan obat bebas (OB).
2. Pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Apoteker hendaknya mampu menggalang komunikasi dengan tenaga
kesehatan lain, termasuk kepada dokter, termasuk memberi informasi
tentang obat baru atau obat yang sudah ditarik. Apoteker hendaknya aktif
mencari masukan tentang keluahan pasien terhadap obat-obatan yang
dikonsumsi.
3. Pelayanan Obat Resep
Pelayanan resep sepenuhnya tanggng jawab apoteker pengelola apotik.
Apoteker tidak diizinkan mengganti obat yang tertulis dalam resep dengan
obat lain.
4. Pengelolaan Obat
13
Kompotensi penting yang harus dimiliki apoteker dalam bidang
pengelolaan obat meliputi kemampuan merancang, membuat, melakukan
pengelolaan obat yang efektif dan efisien.
C.
Pengertian Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai
elemen yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar
dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sistem
mempunyai tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, pada dasarnya
tercapainya tujuan atau sasaran ini adalah sebagai kerjasama dari berbagai
subsistem yang terdapat dalam sistem (Azwar, 1996). Sistem terbentuk dari
bagian atau elemen yang saling berhubungan dan mempengaruhi, diantaranya
(Azwar, 1996) :
1.
Masukan (Input) yaitu kumpulan berbagai elemen yang terdapat dalam
sistem dan yang diperlukan untuk berfungsinya sistem tersebut.
2.
Proses adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem
dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang
direncanakan.
3.
Keluaran (Output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan
dari berlangsungnya proses dalam sistem.
4.
Dampak yaitu akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem.
5.
Umpan Balik yaitu kumpulan bagian atau elemen yang merupakan
keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.
6.
Lingkungan yaitu dunia diluar sistem yang tidak dikelola oleh sistem
tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.
14
D.
Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia menurut Sihotang (2007) adalah manusia
mengandung pengertian usaha kerja yang dapat disumbangkan dalam proses
produksi yaitu sumber daya manusia yang mampu bekerja untuk
menghasilkan barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
umum.
Sumber daya manusia di Instalasi Farmasi sesuai dengan PMK no.58 tahun
2014 yaitu apoteker, tenaga teknis kefarmasian dan petugas penunjang lain agar
tercapai sasaran dan tujuan instalasi farmasi rumah sakit. Uraian tugas tertulis dari
masing-masing staf Instalasi Farmasi harus ada dan sebaiknya dilakukan peninjauan
kembali paling sedikit setiap tiga tahun sesuai kebijakan dan prosedur di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit.
Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM Instalasi Farmasi
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari :
1) Apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai
apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
2) Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga
yang membantu apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian,
yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi,
dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
b. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:
1) Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian
2) Tenaga Administrasi
3) Pekarya/Pembantu pelaksana
15
Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus dikepalai oleh seorang Apoteker yang
merupakan Apoteker penanggung jawab seluruh Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit. Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit diutamakan telah memiliki pengalaman
bekerja di Instalasi Farmasi Rumah Sakit minimal 3 (tiga) tahun.
E.
Anggaran
Salah satu komponen penunjang yang sangat vital dalam pengelolaan
obat adalah ketersediaan anggaran yang memadai dan sesuai dengan
kebutuhan untuk penyediaan perbekalan farmasi dirumah sakit. Anggaran
dalam pengelolaan perbekalan farmasi dirumah sakit bertujuan agar dapat
memenuhi kebutuhan obat dirumah sakit. Kendala yang umum dijumpai
dalam pengelolaan obat meliputi beberapa aspek antara lain sumber daya
manusia (SDM), sumber anggaran yang terbatas, sarana dan prasarana
(Depkes, 2008).
Sumber anggaran dapat bersumber dari pemerintah maupun pihak
swasta, diantaranya (Depkes, 2008):
1. Sumber anggaran yang berasal dari pemerintah antara lain dari APBN,
APBD dan Revolving funds (Walikota/Gubernur).
2. Sumber anggaran yang berasal dari swasta antara lain CSR (BUMN),
donasi, dan asuransi.
F.
Prosedur
SOP (Standard Operating Procedure) adalah suatu perangkat lunak
pengatur, yang mengatur tahapan suatu proses kerja atau prosedur kerja
tertentu. Oleh karena prosedur kerja yang dimaksud bersifat tetap, rutin, dan
16
tidak berubah-ubah, prosedur kerja tersebut dibakukan menjadi dokumen
tertulis yang disebut sebagai SOP (Budiharjo, 2014).
Menurut PMK No.58 tahun 2014 bahwa penyelenggaraan Pelayanan
Kefarmasian di rumah sakit harus didukung oleh ketersediaan sumber daya
kefarmasian, pengorganisasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien,
dan standar prosedur operasional.
G.
Manajemen Logistik Obat di Rumah Sakit
1.
Pengertian Manajemen Logistik
Menurut Siagian (2009) manajemen dapat didefinisikan sebagai
kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam
rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain. Istilah
logistik bersumber dari ilmu kemiliteran yang mengandung 2 aspek
yaitu perangkat lunak dan perangkat keras. Termasuk perangkat lunak
adalah kegiatan-kegiatan yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan
dalam lingkup kegiatan-kegiatan produksi, pengadaan, penyimpanan,
distribusi, evaluasi termasuk konstruksi. Sedangkan yang termasuk
perangkat keras adalah personil, persediaan dan peralatan.
Logistik berasal dari bahasa yunani yaitu logistikos yang artinya
pandai memperkirakan. Logistik merupakan suatu ilmu pengetahun dan
seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan
pengadaan, penyimpanan, penyaluran serta penghapusan material atau
alat-alat
(Aditama,
2007).
Dalam
pelaksanaan
pembangunan
pengelolaan logistik merupakan salah satu unsur penunjang utama
sistem administrasi yang berhubungan erat dengan unsur-unsur
17
administrasi
lainnya.
Sedangkan
manajemen
logistik
menurut
Bowersox (2006) merupakan proses pengelolaan secara strategis
terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang, dan
barang
jadi
dari
pemasok
diantara
fasilitas-fasilitas
serta
pendistribusiannya kepada pelanggan.
Menurut Aditama (2007), ada tiga tujuan logistik dalam sebuah
organisasi/institusi yaitu:
a. Tujuan operasional adalah tersedianya barang material dalam jumlah
yang tepat dan kualitas yang baik pada saat dibutuhkan.
b. Tujuan keuangan yaitu tercapainya tujuan operasional dengan biaya
yang rendah.
c. Tujuan kebutuhan adalah tercepainya persediaan yang tidak
terganggu oleh kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak,
pencurian dan penyusutan yang tidak wajar lainnya. Serat nilai
persediaan yang tercermin dalam sistem akuntansi.
Agar tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu dapat dicapai,
maka manajemen memerlukan unsur-unsur atau sarana sebagai
penunjang terlaksananya proses manajemen logistik. Menurut Seto
(2004) terdapat 5 unsur dalam manajemen yang perlu diketahui yaitu
antara lain:
a. Man
: Sumber Daya Manusia
b. Money : Sumber Dana
c. Methods
tujuan
: Sistem atau cara yang digunakan untuk mencapai
18
d. Materials
: Peralatan yang digunakan/sarana prasarana
e. Machines
: Mesin-mesin yang digunakan
Kegiatan logistik di rumah sakit dilakukan berdasarkan siklus
yang berlangsung terus menerus secara berkesinambungan utukk
kepentingan produksi jasa pelayanan kesehatan yang bermutu. Fungsifungsi tersebut tergambar dalam suatu siklus manajemen logistik yang
satu sama lain saling berkaitan dan sangat menentukan keberhasilan
kegiatan logistik dalam organisasi (Seto, 2004). Berikut fungsi-fungsi
tersebut:
Bagan 2.1
Siklus Manajemen Logistik
Perencanaan &
peramalan kebutuhan
Penganggaran
Penghapusan
Pengendalian
Persediaan
Pengadaan
Pemeliharaan dan
Penyimpanan
Pendistribusian
Sumber: Seto (2004)
Sukses dan gagalnya pengelolaan logiatik ditentukan oleh
kegiatan di dalam siklus tersebut yang paling lemah. Apabila lemah
dalam perencanaan, misalnya dalam penentuan suatu item barang yang
seharusnya kebutuhannya di dalam satu periode (misalnya 1 tahun)
19
sebesar kurang lebih 1.000 unit, tetapi direncanakan sebesar 10.000
unit. Akibatnya akan mengacaukan suatu siklus manajemen logistik
secara keseluruhan mulai dari pemborosan dalam penganggaran,
membengkaknya
biaya
pengadaan
dan
penyimpanan,
tidak
tersalurkannya obat/barang tersebut sehingga barang bisa rusak,
kadaluarsa yang bagaimanapun baiknya pemeliharaan di gudang, tidak
akan membantu sehingga perlu dilakukan penghapusan yang berarti
kerugian (Seto, 2004). Oleh sebab itu dilakukan pengendalian pada
setiap fungsi fungsi tersebut.
Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit, pengelolaan perbekalan farmasi berfungsi untuk:
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah
sakit.
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.
c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan
yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang berlaku.
f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian.
20
g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di
rumah sakit
2.
Fungsi – Fungsi Pengendalian Persediaan Obat di Rumah Sakit
a.
Fungsi Perencanaan dan Penentuan Kebutuhan
Perencanaan dan penentuan kebutuhan merupakan aktivitas
dalam menerapkan sasaran, pedoman, pengukuran, penyelenggaraan
bidang logistik. Penentuan kebutuhan menyangkut proses memilih jenis
dan menetapkan dengan prediksi jumlah kebutuhan persediaan
barang/obat perjenis di apotek ataupun di rumah sakit. Penentuan
kebutuhan obat di rumah sakit harus berpedoman kepada daftar obat
essensial, formularium rumah sakit, standar terapi dan jenis penyakit di
rumah sakit, dengan mengutamakan obat-obat generik.
Adapun tujuan dari perencanaan kebutuhan obat adalah untuk
mendapatkan:
a. Jenis dan jumlah yang tepat sesuai kebutuhan
b. Menghindari terjadnya kekosongan obat.
c. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
d. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Menurut Depkes (2002) perencanaan kebutuhan obat merupakan
kegiatan utama sebelum melakukan proses pengadaan obat. Langkahlangkah yang diperlukan dalam kegiatan perencanaan kebutuhan obat
antara lain:
1. Tahap Pemilihan Obat
21
Fungsi dari pemilihan atau penyeleksian obat adalah untuk
menentukan apakah obat bener-bener diperlukan dan disesuaikan
dengan jumlah penduduk serta pola penyakit. Dasar-dasar seleksi
kebutuhan obat meliputi:
a) Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medis dan statistik yang
memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan dengan
resiko efek samping yang ditimbulkan.
b) Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin untuk menghindari
duplikasi dan kesamaan jenis. Apabila jenis obat dengan
indikasi sama dalam jumlah banyak, maka memilih berdasarkan
“drug of choise” dari penyakit yang prevalensinya tinggi.
c) Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk terapi
yang lebih baik.
d) Mudah dipilih dengan harga terjangkau.
e) Obat sedapat mungkin merupakan sediaan tunggal.
Pada tahap seleksi obat harus pula dipertimbangkan antara lain
sepeti dampak administrasi, biaya yang ditimbulkan, kemudahan
dalam
mendapatkan
obat,
kemudahan
dalam
penyimpanan,
kemudahan obat untuk di distribusikan, dosis obat sesuai dengan
kebutuhan terapi, obat yang dipilih sesuai dengan standar yang
terjamin. Sedangkan untuk menghindari resiko yang dapat terjadi
harus pula mempertimbangkan kontra indikasi, peringatan dan
perhatian juga juga efek samping obat.
2. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat
22
Kompilasi pemakaian obat berfungsi untuk mengetahui
pemakaian bulanan tiap-tiap jenis obat selama setahun dan sebagai
data pembanding bagi stok optimum. Informasi yang didapatkan dari
kompilasi pemakaian obat adalah:
a) Jumlah pemakaian tia jenis obat pada tiap Unit Pelayanan
Kesehatan.
b) Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian
setahun seluruh Unit Pelayanan Kesehatan.
c) Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat
kabupaten/kota.
Manfaat dari informasi-informasi yang di dapat yaitu sebagai
sumber data dalam menghitung kebutuhan obat untuk pemakaian
tahun mendatang dan sebagai sumber data dalam menghitung
stok/persediaan pengaman dalam rangka mendukung penyusunan
rencana distribusi.
3. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat
Menentukan kebutuhan obat merupakan tantangan berat bagi
seorang apoteker dan tenaga farmasi yang bekerja di Unit Pelayanan
Kesehatan maupun di Gudang Farmasi. Masalah kekosongan obat
atau kelebihan jenis obat tertentu dapat terjadi apabila perhitungan
hanya
berdasarkan
teoritis.
Dengan
koordinasi
dan
proses
perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu serta melalui
tahapan, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat jenis,
tepat jumlah, serta tepat waktu. Menurut Depkes RI (2008),
23
pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui
beberapa metode, antara lain:
a) Metode konsumsi
Yaitu metode yang paling mudah bila terdapat data yang
akurat. Tidak memerlukan data epidemiologi dan standar
pengobatan. Dengan metode ini dapat menghitung perkiraan
kebutuhan:

Pemakaian nyata pertahun
yang merupakan hasil perhitungan dari stok awal ditambah
dengan penerimaan dikurangi sisa stok dan dikurangi jumlah
hilang atau rusak atau kadaluarsa.

Pemakaian Pertahun
Merupakan jumlah obat yang dikeluarkan ditambah dengan
perkiraan kebutuhan saat kosong selama setahun.

Perkiraan Kebutuhan Tahun Depan
Dengan menghitung perkiraan kenaikan jumlah kunjungan

Kebutuhan Selama Lead Time
Pemakaian rata-rata perbulan dikalikan waktu tunggu (dalam
bukan).

Kebutuhan Buffer Stock
Kebutuhan pelayanan kesehatan akan logistik obat dapat
dihitung dengan pendekatan ini, berdasarkan persediaan barang
yang masih tersedia pada akhir tahun, kebutuhan tahun lalu dan
kecendrungan yang akan terjadi di masa yang akan datang.
24
b) Metode Epidemiologi
Dengan menggunakan metode ini perkiraan kebutuhan
mendekati realisasi, karena menggunakan standar terapi dapat
menunjang usaha perbaikan. Kebutuhan obat dianalisis dengan
menggunakan pendekatan epidemiologi yang dilakukan dengan
menghitung jumlah kunjungan dan jenis kebutuhan yang
dilakukan dengan menghitung jumlah kunjungan dan jenis
penyakit yang dilayani pada tahun-tahun sebelumnya. Dalam hal
ini data tentang jenis penyakit, standar terapi BOR, ALOS, untuk
masing-masing
penyakit
sangat
menentukan.
Perhitungan
diperoleh dengan cara mengalikan antara standar terapi (dosis
obat) dengan ALOS dan jumlah pasien yang menggunakan obat
tersebut selama 1 tahun.
c) Metode Kombinasi
Yaitu menggunakan gabungan antara metode konsumsi
dengan metode epidemiologi.
Beberapa cara untuk mengklasifikasikan persediaan yaitu:
a.
Analisis ABC (Seto, 2004)
Menurut Seto (2004),
sistem
ABC,
semua
obat
dalam
persediaan digolongkan menjadi salah satu dari kategori:
1) Kelompok A, Persediaan yang memiliki nilai volume
tahunan rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 70%
dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya
sedikit, bisa hanya 20% dari seluruh item. Persediaan yang
25
termasuk dalam kelas ini memerlukan perhatian yang tinggi
dalam pengadaannya karena berdampak biaya yang tinggi
serta pengawasan harus dilakukan secara intensif.
2) Kelompok B, Persediaan dengan nilai volume tahunan
rupiah menengah. Kelompok ini mewakili sekitar 20% dari
total nilai persediaan tahunan, dan sekitar 30% dari jumlah
item. Disini diperlukan teknik pengendalian yang moderat.
3) Kelompok C, Barang yang nilai volume tahunan rupiahnya
rendah, yang hanya mewakili sekitar 10% dari total nilai
persediaan, tetapi terdiri dari sekitar 50% dari jumlah item
persediaan. Disini diperlukan teknik pengendalian yang
sederhana, pengendalian hanya dilakukan sesekali saja.
Kelompok A merupakan obat yang cepat laku dan dalam
beberapa kasus obat merupakan obat yang sangat mahal. Hanya ada
sedikit kelompok A dalam persediaan apotik. Tetapi karena kelompok
tersebut sangat tinggi permintaannya, merupakan obat yang berputar
dengan cepat (atau karena obat itu sangat mahal), kelompok A
merupakan mayoritas penjualan apotik. Kelompok A seharusnya
dimonitor dengan hati-hati, angka pemesanan ulang dan EOQ-nya
seharunya dihitung (Seto, 2004).
Kelompok B dan C merupakan agak lambat lakunya. Kelompok
B mempunyai penjualan rata-rata dan perputaran inventaris. Kelompok
C adalah obat yang paling lambat lakunya, obat produk yang paling
kurang diminta. Karena kelompok B dan C merupakan jumlah yang
26
jauh lebih besar dan merupakan proporsi penjualan yang lebih kecil,
tidak perlu dan tidak efisien untuk memonitor obat-obat tersebut seketat
kelompok A. Kelompok B dan C biasanya dapat cukup dikendalikan
dengan menggunakan kartu stok gudang dan kartu stok di ruang
peracikan dan penjualan eceran (Seto, 2004).
Pengelola secara periodik seharusnya memonitor kelompok C
untuk menentukan apakah obat tersebut semestinya disingkirkan dari
persediaan. Menyingkirkan kelompok C yang lambat lakunya
merupakan metode praktis mengurangi jumlah obat dan investasi dalam
persediaan, tapi memberikan pengaruh yang kecil pada penjualan dan
biaya kehabisan persediaan (Seto, 2004).
b.
Sistem VEN ( Depkes RI, 2008)
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan
dana obat yang terbatas adalah dengan mengkelompokkan obat
yang didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan.
Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat dikelompokkan
kedalam 3 (tiga) kelompok berikut:
1) Kelompok V
Adalah kelompok obat-obatan yang harus tersedia (Vital)
karena dipakai untuk tindakan penyelamatan hidup manusia,
atau untuk pengobatan penyakit yang menyebabkan kematian.
Obat yang termasuk dalam kelompok ini antara lain, life
saving drugs, obat untuk pelayanan kesehatan dasar dan obat
27
untuk
mengatasi
penyakit-penyakit
penyebab
kematian
terbesar.
2) Kelompok E
Adalah kelompok obat-obatan esensial yang banyak
digunakan dalam tindakan atau dipakai diseluruh unit di
Rumah Sakit, biasanya merupakan obat yang bekerja secara
kausal atau obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit.
3) Kelompok N
Merupakan obat-obatan penunjang atau pelengkap yaitu
obat yang kerjanya ringan dan biasa digunakan untuk
menimbulkan kenyamanan atau mengatasi keluhan ringan.
4.
Tahap Proyeksi Kebutuhan Obat
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah:
a) Menetapkan rancangan stok akhir periode yang akan datang.
Rancangan stok akhir diperkirakan sama dengan hasil perkalian
antara waktu tunggu estimasi pemakaian rata-rata/bulan
ditambah stok penyangga.
b) Menghitung rancangan pengadaan obat peiode tahun yang akan
datang.
c) Perancangan pengadaan obat tahun yang akan datang dapat
dirumuskan sebagai berikut, yaitu: a = b + c + d + e + f.
Keterangan:
a : Rancangan pengadaan obat tahun yang akan datang.
b: Kebutuhan obat untuk sisa periode berjalan (JanuariDesember).
28
c : Kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang.
d : Rncangan stok akhir.
e : Stok awal periode berjalan/stok per 31 Desember Gudang
Obat
f : Rencana penerimaan obat pada periode berjalan.
d) Menhitung rancangan anggaran untuk total kebutuhan obat
dengan cara:
1) Melakukan analisis VEN
2) Menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian
3) Menyusun prioritas kebutuhan dasar dan penyesuian
kebutuhan berdasar data 10 penyakit terbesar.
b.
Penganggaran
Penganggaran
adalah
semua
kegiatan
dan
usaha
untuk
merumuskan perincian penentu kebutuhan dalam suatu skala tertentu
standar yaitu skala mata uang dan jumlah biaya (Subagya, 1994).
Terbatasnya
anggaran
dapat
mempengaruhi
penilaian
atau
pemeliharaan barang-barang yang ditawarkan sehingga memungkinkan
pengorbanan mutu barang yang hendak kita beli. Menurut Seto (2004)
fungsi penganggaran adalah menyangkut kegiatan-kegiatan dan usahausaha merumuskan perincian penerimaan kebutuhan dalam satu skala
standar yaitu dengan skala mata uang.
Dalam melakukan penganggaran, hal yang perlu diperhatikan
adalah penentuan kebutuhan dari anggaran yang ada, satuan harga yang
sesuai dengan harga pasar, dan peramalan terhadap inflasi. Semua
29
rencana dari fungsi-fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan untuk
disesuaikan dengan besarnya pembiayaan dari dana-dana yang tersedia.
Pengkajian mengenai hambatan-hambatan dan keterbatasan perlu
dilakukan agar anggaran tersebut dapat diandalkan. Umpan balik
diperlukan untuk penyesuaian atau perencanaan alternatif rencanarencana. Anggaran yang terbatas dapat memperngaruhi penilaian atau
pemeliharaan barang-barang yang ditawarkan (Subagya, 1994).
Anggaran yang dibutuhkan untuk menyempurnakan anggaran
perlengkapan atau logistik yaitu anggaran pembelian, anggaran
perbaikan dan pemeliharaan, anggaran penyimpanan dan penyaluran,
anggaran
penelitian
dan
pengembangan
barang,
anggaran
penyempurnaan administrasi, anggaran pengawasan, dan anggaran
pengawasan serta anggaran penyediaan dan peningkatan mutu.
Penanganan anggaran merupakan proses dari perncanaan atau
penyusunan anggaran sampai pertanggung jawaban anggaran (Subagya,
1994).
c.
Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan
yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi, dan
sumbangan. Tujuan pengadaan adalah untuk mendapatkan perbekalan
farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman
barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak
memerlukan tenaga serta waktu berlebihan (Depkes RI, 2008).
Pada proses pengadaan ada 3 elemen penting yang harus
diperhatikan yaitu (Depkes RI, 2008) :
30
1) Pengadaan yang dipilih, bila tidak teliti dapat menjadikan “biaya
tinggi”.
2) Penyusunan dan persyaratan kontrak kerja sama (harga kontrak =
visible cost + hidden cost), sangat penting untuk menjaga untuk
menjaga agar pelaksanaan pengadaan terjamin mutu (misalnya
persyaratan masa kadaluarsa, sertifikat analisa/standar mutu, yaitu
harus mempunyai Material Sefety Data Sheet (MSDS), untuk bahan
berbahaya, khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai
certificate of origin, waktu dan kelancaran bagi semua pihak, dan
lain-lain.
3) Order pemesanan agar barang dapat sesuai macam, waktu dan
tempat.
Beberapa jenis obat, bahan aktif yang mempunyai masa
kadaaluarsa relatif pendek harus diperhatikan waktu pengadaanya.
Untuk itu harus dihindari pengadaan dalam jumlah besar.
d.
Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara
dan menenmpatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang
dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak
mutu obat. Tujuan penyimpanan adalah untuk memelihara mutu
sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung
jawab, menjaga ketersediaan, dan memudahkan pencarian dan
pengawasan (Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010).
31
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi,
menurut bentuk sediaan dan alfabetis, dengan menerapkan prinsip
FEFO dan FIFO dan disertai sistem informasi yang selalu menjamin
ketersediaan perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan. Adapun
faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang
adalah sebagai berikut (Depkes RI. 2008) :
1) Kemudahan bergerak
Untuk memudahkan bergerak, gudang perlu ditata sebagai berikut :
a) Gudang menggunakan sistem satu lantai, jangan menggunakan
sekat-sekat karena akan membatasi pengaturan ruagan. Jika
digunakan sekat, perhatikan posisi dinding dan pintu untuk
mempermudh gerakan.
b) Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran perbekalan
farmasi, ruang gudang dapat ditata berdasarkan sistem arus
garis lurus, arus U atau arus L.
2) Sirkulasi dara yang baik
Salah satu faktor penting dalam merancang bangunan
gudang adalah adanya sirkulasi udara yang cukup di dalam
ruangan gudang. Sirkulasi yang baik akan memaksimalkan umur
hidup dari perbekalan farmasi sekaligus bermanfaar dalam
memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja. Idealnya dalam
gudang terdapat AC atau bisa dengan menggunakan kipas angin
dan ventilasi yang cukup melalui atap. atau jendela.
3) Rak dan Pallet
32
Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet akan dapat
meningkatkan sirkulasi udara dan perputaran stok perbekalan
farmasi. Keuntungan penggunaan pallet adalah:
 Sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan terhadap banjir.
 Peningkatan efisiensi penangan stok.
 Dapat menampung perbekalan farmasi lebih banyak
 Pallet lebih murah dari pada rak.
4) Kondisi Penyimpanan Khusus
 Vaksin memerlukan “Cold Chain” khusus dan harus dilindungi
dari kemungkinan putusnya aliran listrik.
 Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari
khusus dan selalu terkunci.
 Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus
dismpan dalam ruangan khusus, sebaiknya disimpan di
bangunan khusus terpisah dari gudang induk.
5) Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang
mudah terbakar seperti dus, karton dan lain-lain. lat pemadam
kebakaran harus dipasang pada tempat yang mudah ijangkau dan
dalam jumlah yang cukup. Tabung pemadam kebakaran agar
diperiksa secara berkala, untuk memastikan masih berfungsi atau
tidak.
e.
Pendistribusian
Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi
di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasin
33
rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis.
Tujuan pendistribusian adalah tersedianya perbekalan farmasi di uniunit pelayanan kesehatan secara tepat waktu tepat jenis dan jumlah
(Depkes RI, 2008).
Menurut Subagya (1994), hal-hal yang harus diperhatikan dalam
pendistribusian barang yaitu:
1) Ketepatan jenis dan spesifikasi logistik yang disampaikan
2) ktepatan nilai logistik yang disampaikan
3) Ketepatan jumlah logistik yang disampaikan
4) Ketepatan waktu penyampaian
5) Ketepatan tempat penyampaian
6) Ketepatan kondisi logistik yang disampaikan.
Sistem
pelayanan
distribusi
perbekalan
farmasi
menurut
PerMenKes RI no 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Rumah Sakit adalah:
1) Sistem persediaan lengkap diruangan
 Pendistribusian Obat-obatan, alat ksehatan, dan bahan habis pakai
untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh
Instalasi Farmasi.
 Obat-obatan, alat kesehatan, dan bahan habis pakai yang disimpan
di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat
dibutuhkan.
34
 Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang
mengelola
maka
pendistribusiannya
didelegasikan
kepada
penanggung jawab ruangan.
 Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor
stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
 Apoteker
harus
menyediakan
informasi,
peringatan
dan
kemungkinan interaksi Obat pada setiap jenis Obat yang
disediakan di floor stock.
2) Sistem resep perorangan
Pendistribusian Obat-obatan, alat kesehatan dan bahana habis pakai
berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap
melalui Instalasi Farmasi.
3) Sistem unit dosis
Pendistribusian Obat-obatan, alat kesehatan, bahan habis pakai
berdasarkan resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis
tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem
unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.
Menurut Depkes RI (2008) Selain tiga sistem tersebut terdapat
satu metode distribusi lainnya yaitu sistem distribusi kombinasi. Sistem
kombinasi merupakan sistem distribusi yang selain menerangkan
distribusi resep atau order individual sentralisasi juga menerangkan
distribusi persediaan di ruangan yang terbatas. Perbekalan farmasi yang
disediakan di ruangan adalah perbekalan farmasi yang diperlukan oleh
banyak penderita, setiap hari diperlukan, dan biasanya adalah
perbekalan farmasi yang harganya murah mencakup perbekalan farmasi
35
berupa resep atau perbekalan farmasi bebas, Kegiatan pendistribusian
perbekalan farmasi adalah:
1) Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap
merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk
memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang
diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan
sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep perorangan,
sistem unit dosis dan sistem kombinasi oleh Instalasi Farmasi
2) Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan
merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk
memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit, yang
diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan
sistem resep perorangan oleh Apotek Rumah Sakit.
3) Pendistribusian perbekalan farmasi di luar jam kerja merupakan
kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien di luar jam kerja yang diselenggarakan oleh:
f.

Apotek rumah sakit/satelit farmasi yang dibuka 24 jam

Ruang rawat menyediakan perbekalanfarmasi emergensi.
Penghapusan
Penghapusan
merupakan
kegiatan
penyelesaian
terhadap
perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu
tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan
perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang
36
berlaku. Tujuan pengahapusan adalah untuk mrnjamin perbekalan
farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan
standar yang berlaku. Adanya penghapusan akan mengurangi beban
penyimpanan maupun mengurangi resiko terjadi penggunaan obat yang
sub standar (Depkes RI, 2008).
Dalam PerMenKes No 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit menyebutkan bahwa penghapusan
dilakukan untuk Obat-obatan, Alat Kesehatan dan bahan habis pakai
jika:
1) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu.
2) Telah Kadaluarsa.
3) Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan
4) Dicabut izin edarnya.
Dalam PerMenKes No 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit juga menyebutkan beberapa tahapan
penghapusan obat terdiri dari:
1) Membuat daftar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan habis
pakai yang akan dimusnahkan.
2) Menyiapkan berita acara penghapusan.
3) Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempatpemusnahan kepada
pihak terkait.
4) Menyiapkan tempat pemusnahan.
37
5) Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk
sediaan serta peraturan yang berlaku.
g.
Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan
tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan
program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan obat di unit-unit pelayanan. Pengendalian
persediaan
bertujuan
untuk
menciptakan
keseimbangan
antara
persediaan dan permintaan. Oleh karena itu, hasil stock opname harus
seimbang dengan permintaan yang didasarkan atas satu kesatuan waktu
tertentu, misalnya satu bulan atau dua bulan atau kurang dari satu tahun
(Aditama, 2007). Rangkuti (2002) menyebutkan bahwa sistem
persediaan bertujuan untuk menetapkan dan menjamin tersedianya
sumber daya yang tepat, dalam jumlah dan waktu yang tepat serta dapat
meminimumkan biaya total melalui penentuan apa, berapa, dan kapan
pesanan dilakukan secara optimal. Tujuan lain dari pengendalian
persediaan adalah:
a. Menjaga jangan sampai kehabisan persediaan
b. Agar pembentukan persediaan stabil
c. Menghindari pembelian kecil-kecilan
d. Pemesanan yang ekonomis
Kegiatan pengendalian persediaan mencakup (Depkes RI, 2008) :
1) Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu.
38
2) Menentukan:
- Stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada unit
pelayanan agar tidak mengalami kekurangan/kekosongan.
- Stok pengaman adalah jumlahstok yang disediakan untuk
mencegah terjadinya sesuatu hal yang tidak terduga, misalnya
karena keterlambatan pengiriman.
- Menentukan waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan dari
mulai pemesanan sampai obat diterima.
Pengendalian persediaan sangat penting bagi semua perusahaan
terutama bagi rumah sakit atau apotek. Persediaan obat merupakan
harta paling besar bagi sebuah rumah sakit atau apotek. Karena begitu
besar jumlah yang diinvestasikan dalam persediaan, pengendalian
persediaan obat yang tepat memiliki pengaruh yang kuat dan langsung
terhadap perolehan kembali atas investasi rumah sakit atau apotek
(Seto, 2004).
H.
Kerangka Teori
Kerangka teori yang digunakan oleh peneliti adalah Depkes RI
(2008). Teori ini cocok digunakan untuk melihat gambaran pengelolaan
persediaan obat. Dalam teori ini, pengendalian persediaan di pengaruhi
oleh fungsi-fungsi manajemen yang merupakan suatu siklus kegiatan
yang saling berhubungan yaitu perencanaan, penganggaran, pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian, dan penghapusan. Dari fungsi-fungsi
tersebut, keseluruhannya saling berhubungan satu sama lain secara
tidak langsung. Adapun Fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut:
39
Bagan 2.2
Pengelolaan Persediaan Obat
Perencanaan &
peramalan kebutuhan
Penganggaran
Penghapusan
Pengendalian
Persediaan
Pendistribusian
Pengadaan
Pemeliharaan dan
Penyimpanan
Sumber: Seto (2004)
40
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH
A.
Kerangka Konsep
Berdasarkan teori yang dijabarkan pada pembahasan sebelumnya,
pengelolaan obat-obatan menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan
dalam pelayanan kefarmasian. Hal ini dikarenakan hampir 90% pelayanan
kesehatan di rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi terutama obatobatan, dan 5% dari keseluruhan pemasukkan rumah sakit berasal dari
pengelolaan obat-obatan (Suciati dkk, 2006). Tujuan dari pengelolaan
persediaan obat adalah untuk memastikan tersedianya obat-obatan yang tepat
guna, tepat sasaran dan jumlah agar tidak terjadi kekosongan atau kelebihan
persediaan.
Berdasarkan kerangka teori tersebut, dapat disusun alur pikir penelitian.
Penelitian ini akan melihat gambaran pengelolaan persediaan obat di Gudang
Farmasi RSUD Kota Sekayu. Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem
yang terdiri dari 3 bagian yaitu input, proses, dan output. Dalam pendekatan
sistem, setiap bagian menjadi suatu rangkaian yang saling berkaitan satu
dengan yang lainnya. Input pengelolaan persediaan obat terdiri dari SDM,
anggaran, sarana&prasarana, dan kebijakan. Proses dari pengelolaan
persediaan
terdiri
dari
perencanaan,
pengganggaran,
pengadaan,
pendistribusiaan, dan penghapusan. Sedangkan output dari pengelolaan
persediaan adalah tersedianya persediaan obat yang efektif dan efisien.
41
Dengan demikian, kerangka konsep yang dapat digambarkan adalah
sebagai berikut:
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Pengelolaan Persediaan Obat
INPUT
PROSES
SDM
Perencanaan
Anggaran
Penganggaran
Sarana dan Prasarana
Pengadaan
Prosedur
Penyimpanan
Pendistribusian
Penghapusan
Pengendalian
Sumber: Seto (2004)
OUTPUT
Tersedianya
persediaan obat yang
efektif dan efisien
42
B.
Definisi Istilah
Tabel 3.1
Definisi Istilah
No. Substansi
Pengertian
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
1
Sumber Daya
Tenaga
Wawancara
Pedoman
Informasi terkait:
Manusia
kefarmasian yang
mendalam,
wawancara,
 Jumlah petugas
bertugas dalam
observasi,
Check list,
pengelola obat di gudang
pengelolaan
telaah
dokumen
farmasi dengan
persediaan obat di
dokumen
kesesuian Dirjen Bina
RSUD Kota
Kefarmasian dan Alat
Sekayu
Kesehatan terdiri dari:
1 orang atasan kepala
gudang (minimal S1
Farmasi), 1 orang kepala
gudang (minimal S1
farmasi), 1 orang
pengurus barang
(minimal SMA/SMK
Farmasi), 1 orang staf
pelaksana (minimal
SMA/SMK Farmasi)
 Informasi mengenai
kesesuaian pengetahuan
43
dan keterampilan dengan
pendidikan yang
diperoleh.
2
3
Anggaran
Dana yang
Wawancara
Pedoman
Informasi mengenai
disediakan oleh
mendalam,
wawancara,
sejumlah uang yang
pihak rumah sakit
Telaah
Dokumen
disediakan dan
untuk menunjang
dokumen
dipergunakan untuk
kegiatan
pengelolaan persediaan obat
pengelolaan obat
di RSUD Kota Sekayu
di gudang farmasi
Tahun 2015.
Sarana dan
Fasilitas yang
Wawancara
Pedoman
Informasi mengenai fasilitas
Prasarana
digunakan untuk
mendalam
wawancara
yang digunakan untuk
mendukung
dan
dan Check
mendukung proses
proses
observasi
list
pengelolaan persediaan obat
pengelolaan
di gudang farmasi RSUD
persediaan obat di
Kota Sekayu.
gudang farmasi
RSUD Kota
Sekayu.
4
Prosedur
Pedoman yang
Wawancara
Pedoman
Informasi mengenai
digunakan oleh
mendalam,
wawancara,
prosedur kegiatan
gudang farmasi
observasi,
Check list,
pengelolaan persediaan obat
RSUD Kota
Telaah
Dokumen
di gudang farmasi RSUD
Sekayu dalam
dokumen
Kota Sekayu.
44
pengelolaan
persediaan obat di
gudang farmasi
seperti SOP dan
Job des
5
Perencanaan
Kegiatan yang
Wawancara
Pedoman
Informasi mengenai
dilakukan oleh
mendalam,
wawancara,
kegiatan perencanaan
gudang farmasi
observasi,
dokumen,
persediaan yang dilakukan
untuk
telaah
dokumen
di gudang farmasi RSUD
menentukan
dokumen
Kota Sekayu.
jumlah obatobatan yang
dibutuhkan di
RSUD Kota
Sekayu.
6
Penganggaran
Kegiatan
Wawancara
Pedoman
Informasi mengenai
dilakukan oleh
mendalam,
wawancara,
kegiatan merumuskan
gudang farmasi
telaah
dokumen
jumlah anggaran yang
RSUD Kota
dokumen
dikeluarkan oleh RS untuk
Sekayu untuk
kebutuhan obat-obatan di
merumuskan
gudang farmasi RSUD Kota
perincian penentu
Sekayu.
kebutuhan dalam
skala tertentu
45
yaitu skala mata
uang dan jumlah
biaya untuk
pengadaan obatobatan yang
dibutuhkan
berdasarkan harga
satuan.
7
Pengadaan
Kegiatan
Wawancara
Pedoman
Informasi mengenai
pembelian yang
mendalam,
wawancara,
kegiatan pengadaan sediaan
dilakukan oleh
Telaah
dokumen
obat-obatan oleh gudang
gudang farmasi
dokumen
farmasi RSUD Kota
untuk persediaan
Sekayu.
obat-obatan
sesuai dengan
yang telah
direncanakan.
8
Penyimpanan
kegiatan yang
Wawancara
Pedoman
Informasi mengenai
dilakukan oleh
mendalam,
wawancara
kegiatan penyimpanan dan
gudang farmasi
Telaah
mendalam,
metode yang digunakan
untuk menyimpan
dokumen
Dokumen
dalam proses penyimpanan
dan memelihara
dan
dan Check
di gudang farmasi RSUD
dengan cara
observasi
list
Kota Sekayu.
menempatkan
46
obat-obatan yang
diterima pada
tempat yang
dinilai aman dari
pencurian serta
gangguan fisik
yang dapat
merusak mutu
obat.
9
Pendistribusian kegiatan yang
Wawancara
Pedoman
Informasi mengenai proses
dilakukan oleh
mendalam,
wawancara
yang dilakukan oleh gudang
gudang farmasi
Telaah
mendalam,
farmasi untuk menyalurkan
untuk
dokumen
Dokumen
obat-obatan di unit-unit
menyalurkan
pelayanan RSUD Kota
obat-obatan di
Sekayu.
unit-unit tertentu
di rumah sakit
untuk pelayanan
individu.
10
Penghapusan
Kegiatan
Wawancara
Pedoman
Informasi mengenai
menghilangkan
mendalam,
wawancara
kegiatan menghilangkan
yang dilakukan
Telaah
mendalam,
obat-obatan yang
oleh gudang
dokumen
Dokumen
kadaluarsa, rusak, yang
farmasi RSUD
dilakukan oleh gudang
47
Kota Sekayu
farmasi RSUD Kota
terhadap obat-
Sekayu.
obatan yang tidak
terpakai karena
kadaluarsa, rusak,
dan lain-lain.
11
Pengendalian
Kegiatan dalam
Wawancara
Pedoman
Informasi mengenai
persediaan
menjaga
mendalam,
wawancara
kegiatan yang dilakukan
ketersediaan obat
observasi,
mendalam,
oleh SDM gudang farmasi
sehingga tidak
Telaah
Pdoman
dalam menjaga ketersediaan
terjadi kelebihan
dokumen
Observasi,
obat sehingga tidak terjadi
dokumen
kelebihan dan
dan
kekurangan/kekos
kekurangan/kekosongan
ongan obat di
obat di Gudang Farmasi
Gudang Farmasi
RSUD Kota Sekayu.
RSUD Kota
Sekayu.
12
Keamanan dan
Kondisi dimana
Pedoman
Wawancara
Hasil
pengendaliaan
ketersediaan
tersedianya obat di
wawancara,
mendalam
sesuai
dengan
obat
gudang farmasi
telaah
dan dokumen
pengendalian
RSUD Kota
dokumen
ditetapkan
obat
tujuan
obat
yang
Depkes,
terdiri
Sekayu dengan
dari :
kebutuhan meliputi
1) Tidak terjadi kekosongan
tepat jumlah,
obat di gudang farmasi,
waktu, dan tepat
obat tersedia dengan tepat
48
jenis.
jumlah, tepat jenis dan
tepat waktu.
2) Obat kadaluarsa dan rusak
3) Stock Opname
49
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan
cara wawancara mendalam. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moloeng
(2007),
penelitian
kualitatif
merupakan
prosedur
penelitian
yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang diamati. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi yang
lebih mendalam tentang pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi
RSUD Kota Sekayu.
B.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian yaitu di Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu Kota
Sekayu dengan waktu penelitian mulai dari bulan September-November
2015.
C.
Informan Penelitian
Informan
penelitian
adalah
orang
yang
dimanfaatkan
untuk
memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian
(Moleong, 2007). Informan merupakan orang yang benar-benar mengetahui
permasalahan yang akan diteliti. Informan dalam penelitian ini ditetapkan
dengan prinsip kecukupan dan kesesuaian. Kesesuaian berarti sampel dipilih
50
berdasarkan pengetahuan yang dimiliki yang berkaitan dengan pengelolaan
persediaan obat seperti pendidikan, jabatan, lama kerja dan pengalaman.
Kecukupan berarti data yang diperoleh harus dapat menggambarkan seluruh
kejadian yang berhubungan dengan logistik.
Berdasarkan prinsip diatas, terdapat 3 informan yang terkait dengan
pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu
diantaranya:
1. Informan Kunci :
Informan kunci dalam penelitian ini yaitu Kepala Instalasi Farmasi
yaitu orang yang dianggap sangat memahami permasalahan yang
diteliti.
2. Informan Utama:
Informan utama dalam penelitian ini yaitu Kepala Gudang Farmasi
yaitu orang yang dianggap memahami dan terlibat langsung dalam
pengelolaan persediaan obat.
3.
Informan Pendukung
Informan pendukung dalam penelitian ini yaitu Staf Pelaksana
Gudang Farmasi yaitu orang yang dianggap dapat memberikan
informasi meskipun tidak terlibat sepenuhnya dalam permasalahan
yang diteliti.
D.
Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini peneliti yang melakukan wawancara secara
langsung kepada informan, selain itu peneliti juga melakukanobservasi
langsung pada kegiatan pengelolaan obat dan telaah dokumen. Instrumen
51
yang digunakan pada penelitian ini antara lain pedoman wawancara, telaah
dokumen, lembar observasi, alat tulis, laptop, kamera dan alat perekam suara.
Pedoman wawancara, lembar observasi dan telaah dokumen mengacu kepada
pedoman pengelolaan perbekalan farmasi dan alat kesehatan Departemen
Kesehatan tahun 2010 dan beberapa referensi terkait dengan pengelolaan
persediaan farmsi dan logistik obat di rumah sakit.
E.
Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer yang
diperoleh dari observasi dan wawancara mendalam, data sekunder diperoleh
dari laporan bulanan dan dokumen yang mendukung.
F.
Validitas Data
Pendekatan penelitian kualitatif memiliki sampel yang sedikit, sehingga
untuk menjaga kabsahan data yang didapat dapat dilakukan dengan
triangulasi, diantaranya:
1.
Triangulasi Sumber
Dilakukan dengan cara cross check data dengan fakta dari sumber
lainnya yang terkait untuk menggali topik yang sama.Seperti melakukan
wawancara mendalam terhadap kepala instalasi farmasi, kepala gudang,
dan staf pelaksana gudang.
2.
Triangulasi Metode
Dilakukan dengan menggunakan metode pengumpulan data yang
berbeda-beda
untuk
mendapatkan
data,
diantaranya
wawancara
52
mendalam, observasi dan telaah data sekunder berupa SOP daan
dokumen pendukung pengelolaan persediaan obat.
G.
Pengolahan Data
Hasil wawancara mendalam dalam bentuk rekaman suara dipindahkan
ke dalam bentuk transkrip wawancara lengkap untuk setiap informan.
Transkrip dikelompokkan berdasarkan variabel-variabel yang diteliti.
Kemudian data yang terdapat dalam transkrip tidak semuanya digunakan
dalam penelitian, untuk itu dilakukan reduksi untuk menghilangkan data-data
yang tidak berhubungan dengan variabel penelitian. Transkrip yang telah
direduksi, dituangkan ke dalam matriks wawancara berdasarkan variabel
penelitian, untuk kemudian ditriangulasi. Transkrip dan matriks wawancara
merupakan pedoman untuk menyajikan hasil penelitian dan dengan
menambahkan data-data hasil observasi dan telaah dokumen.
H.
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menelaah dan mengurutkan data hasil
observasi,
wawancara
mendalam
dan
penelusuran
dokumen
yang
dikatagorikan dalam kelompok input, proses, output. Kemudian hasil
pengelompokan tersebut dibandingkan dengan kepustakaan.
I.
Penyajian Data
Hasil penelitian disusun dan disajikan bentuk matriks dan bentuk narasi
dari pengelolaan persediaan obat di RSUD Kota Sekayu dan dibandingkan
dengan teori tentang pengelolaan persediaan obat.
53
BAB V
HASIL PENELITIAN
A.
Profil RSUD Kota Sekayu Tahun 2015
Seiring dengan upaya mewujudkan visi dan misi kabupaten Musi
Banyuasin tersebut, pemerintah Republik Indonesia nomor 23 tahun 2005
tanggal 13 Juni 2005 tentang pengelolaan keuangan badan penyelenggara
umum (BLU), Rumah Sakit pengalami perubahan status institusi dari unit
pelaksana teknis daerah Musi Banyuasin berdasarkan surat keputusan Bupati
Banyuasin nomor 451 tahun 2008 pada tanggal 31 maret tentang penerapan
Rumah SakitUmum Daerah Sekayu sebagai satuan kerja perangkat daerah
Kabupaten Musi Banyuasin yang menerapkan pola pengelolaan keuntungan
badan pelayanan umum daerah (PKK BLUD) secara penuh. RSUD Kota
Sekayu adalah rumah sakit negeri kelas C. Rumah sakit ini mampu
memberikan pelayanan kedokteran spesialis terbatas. Rumah sakit ini juga
menampung pelayanan rujukan dari puskesmas.
Tujuan pemerintah kabupaten Musi Banyuasin mengubah status
kelembagaan Rumah Sakit Daerah Sekayu menjadi bahan layanan umum
daerah (BLUD) adalah memberi kewenangan dalam pengelolaan keuangan
Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu dalam upaya menjadi pelayanan RUSD
Sekayu sebagai Rumah Sakit yang berstandar internasional, merupakan
Rumah Sakit rujukan dari 2 (dua) buah Rumah Sakit, RSUD Bayung Lincir
dan RSUD Sungai Lilin, 25 Unit Puskesmas, 103 puskesmas pembantu, 142
poliklinik desa dan 22 puskesmas keliling serta sebagai lahan praktek bagi
54
akademi keperawatan pemerintah kabupaten Musi Banyuasin dan institusi
pendidikan kesehatan lain yang berada di Provinsi Sumatera Selatan.
Selain melayani masyarakat kabupaten Musi Banyuasin dengan
Jamkesmas Muba Semesta bagi penduduk Muba, juga melayani masyarakat
luar kabupaten bagi dengan Jamkesos Sumsel Semesta, maupun Jamkesmas
Nasional, sehingga RSUD Sekayu mempunyai peranan sangat besar dalam
menunjang pelayanan unggulan dibidang penyakit dalam khususnya diabetes
dan klinik-klinik rawat jalan.
1.
Visi dan Misi RSUD Sekayu
a.
Visi
Mewujudkan pelayanan Rumah Sakit yang prima dalam rangka
mengsukseskan permata MUBA tahun 2017 mewujudkan Rumah
Sakit dunia (Word Class Hospital).
b.
Misi
1) Mengembangkan education medical hospital
2) Menyelenggarakan pusat pelayanan kesehatan ibu dan anak di
Sumatera Selatan
3) 3 Budaya Rumah Sakit
Memberikan pelayanan yang efektif berkualitas dikenal dengan
PRIMA yaitu:
P = Profesional, dalam melaksanakan setiap tugas RSUD Kota
Sekayu harus profesional tanpa memandang pangkat, jabatan
setara ekonomi hubungan keluarga dan suku budaya melayani
sama kedududkannya sebagai makhluk ALLAH SWT yang
berorientasi hanya kepada pelanggan.
55
R= Ramah, semua petugas rumah sakit dalam memberikan
pelayanan kepada seluruh masyarakat harus bersikap ramah
tamah dengan mewujudkan wajah yang jernih dan antusias.
I= Ikhlas, dalam melaksanakan tugasnya seluruh rumah sakit
harus dilandasi ikhlas, sehingga akan terpancar antusialisme
dalam bekerja dan menyadari bahwa bekerja adalah salah satu
ibadah.
M= Memuaskan, semua yang diberikan pada pasien/pelanggan
(eksternal/internal) Rumah Sakit diberikan seoptimal dan
semaksimal mungkin dalam rangka meningkatkan kepuasan
pelanggan/masyarakat.
A= Andalan, upaya meningkatkan mutu pelayanan pada Rumah
Sakit
Umum
Daerah
Sekayu
di
laksanakan
secara
berkesinambungan.
2.
Maksud dan Tujuan Badan Pelayanan Umum
a.
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat senantiasa berorientasi
kepada kepentingan masyarakat.
b.
Menuwujudkan pelayanan yang berkualitas internasional sesuia
dengan standar dan perkembangan ilmu pengetahuan dan ilmu
teknologi.
c.
Menghasilkan sumber daya manuasi yang profesional berkualitas
dan moral yang tinggi.
d.
Menyelenggarakan kerja sama baik dengan pihak intrnal maupun
external.
56
e.
Meningkatkan
fungsi
sistem
rujukan
yang
responsive
dan
berkesinambungan.
Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu yang terletak di Jalan Kolonen
Wahid UdiN lingkungan I Kayuara Sekayu. Mempunyai fasilitas yang
menyelenggarakan berbagai jenis pelayanan spesialis dan sub spesialis dan
menjadi pusat rujukan diwilayah Kabupaten Musi Banyuasin dan sekitarnya.
RSUD Sekayu terdiri dari gedung A, B, C, dan D. Masing-masing 2 lantai
dengan uraian sebagai berikut:
1.
Gedung A
a.
PoliklinikFarmasi
b.
IGD
c.
Radiologi
d.
Ruang rapat
e.
Aula
f.
Ruang komite medik
g.
Administrasi
h.
Kantin
i.
Bank Sumsel
j.
Ruang verifikator
k.
Rehabilitasi medic
l.
Klinik bungur (VCT)
m. Ruang humas
n.
ICU/ICCU/NICU
o.
Kebidanan (VK dan Neonatus)
57
2.
p.
Kamar bedah
q.
Haemodialisa
r.
Rekam medic
Gedung B
a.
Ruang Pelayanan Inap
1) Kelas III Non infeksi diberi nama Ruang Sungkai
2) Kelas II infeksi diberi nama Ruang Medang
3) Kelas II diberi nama Ruang Meranti (Bangsal Kebidanan dan
Nonatus)
4) Kelas I diberi nama Ruang Tembesu
5) Kelas VIP diberi nama Ruang Petanang
3.
4.
Gedung C
a.
Ruang gizi
b.
Laudry
c.
Mushallah
d.
Bermain Anak
e.
Ruang makan karyawan
f.
Sekretariat rumah sakit ibu dan anak
g.
Ruang tim pengadilan asuransi dan klaim
Gedung D
a.
IPSRS
b.
Bengkel
c.
Gneset
d.
Kamar jenazah
e.
Instalasi gas medic
58
Tabel 5.1
Kelas Ranap dan Jumlah TT RSUD Kota Sekayu Tahun 2015
No
Uraian
1
Kelas Utama VIP (Tembesu)
2
Kleas I (Petanang)
3
Kelas II (Meranti)
4
Kelas II (Bangsal Kebidanan)
5
Kelas III non infeksi (Sungkai)
6
Kelas III Infeksi (Medang)
7
ICU
8
NICU
9
Neonatus
Total
Sumber: Profil RSUD Kota Sekayu Tahun 2015
Jumlah
10
20
20
4 dan 18
40
40
4
4
5
165 tempat tidur
Adapun jumlah tenaga medis dan non medis RSUD Kota Sekayu tahun
2015 adalah sebagai berikut:
Tabel 5.2
Jumlah Tenaga Medis dan Non Medis RSUD Kota Sekayu Tahun 2015
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Tipe tenaga Medis dan Non Medis
Dokter Umum
Spesialis
Dokter gigi
Spesialis Gigi
Dokter Bedah
Perawat
Pegawai Khusus Terapi
Teknisi Medis
Pegawai Khusus Bidan
Pegawai Khusus Gizi
Pegawai Khusus Kefarmasian
Pegawai Kesehatan Masyarakat
Pegawai Non Kesehatan
Total
Sumber: Profil RSUD Kota Sekayu Tahun 2015
Jumlah
22 orang
25 orang
3 orang
1 orang
2 orang
180 orang
2 orang
30 orang
68 orang
6 orang
29 orang
9 orang
130 orang
507 orang
Indikator kinerja pelayanan rumah sakit digunakan untuk mengetahui
tingkat pemanfaatan, mutu, dan efesiensi pelayanan rumah sakit. Indikator
59
pelayanan rawat inap di RSUD Kota Sekayu tahun 2015, dapat dilihat dari
indikator berikut.
Tabel. 5.3
Indikator Kinerja Pelayanan RSUD Kota Sekayu Tahun 2015
No
Indikator
1
Tahun
2015
Occupancy 92,7%
BOR
(Bed
Ratio)
2 GDR (Gross Death Rate)
4%
3 NDR (Net Death Rate)
1%
4 ALOS (Average Length of 3 hari
Stay)
Sumber: Profil RSUD Kota Sekayu Tahun 2015
Standar
Ideal
60-85%
6-9 hari
Berdasarkan tabel diatas BOR pada tahun 2015 sebesar 92,7%, GDR
sebesar 4%, NDR sebesar 1% dan AlOS selama 3 hari.
B.
Pengelolaan Obat di RSUD Kota Sekayu
Pengelolaan perbekalan farmasi dilakukan di dalam ruang lingkup
Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu. Pelaksanan Pelaksanaan semua
kegiatan pengelolaan obat dilakukan di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu
oleh SDM yang ada di Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu. Gudang farmasi
RSUD Kota Sekayu berada di bawah tanggung jawab Apoterker Instalasi
Farmasi RSUD Kota Sekayu. Meskipun berada di bawah tanggung jawab
Apoteker, namun letak gudang farmasi terpisah dengan Apotek RSUD Kota
Sekayu. Adapun letak gudang farmasi dalam struktur organisasi RSUD Kota
Sekayu adalah sebagai berikut:
60
Bagan 5.1
Letak Gudang Farmasi dalam Struktur RSUD Kota Sekayu
Gudang farmasi RSUD Kota Sekayu bersama apotek RSUD Kota
Sekayu berada dibawah unit Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu. Oleh
karena itu, gudang farmasi masih merupakan tanggung jawab dari Kepala
Instalasi Farmasi.
a.
Input
Input merupakan masukan yang perlu disediakan atau harus tersedia
untuk melaksanakan suatu kegiatan atau proses. Input dari sistem
pengelolaan persediaan obat terdiri dari sumber daya manusia, anggaran,
sarana dan prasarana, prosedur pengelolaan.
1)
SDM
SDM yang ada di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu dikepalai
oleh Apoteker sebagai penanggung jawab gudang farmasi dan adapun
petugas pelaksananya dipegang oleh D3 farmasi.
Jumlah tenaga yang ada di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu
dengan rincian sebagai berikut:
61
Tabel 5.4
Jumlah SDM di Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu Tahun 2015
Jumlah
Latar Belakang
Pendidikan
Jabatan
Status
Pegawai
1 orang
S1 Farmasi (Apt)
Kepala
Gudang
1 orang
D3 Farmasi
Staf pelaksana Non PNS
gudang
PNS
Lama
Bekerja
5 Tahun
2 Tahun
Sumber : Bag.Kepegawaian RSUD Kota Sekayu tahun 2015
Berdasarkan tabel diatas bahwa jumlah SDM yang mengelola
persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu pada tahun
2015 berjumlah 2 orang dengan tenaga apoteker berjumlah 1 orang
menjabat sebagai kepala gudang dan 1 orang menjabat sebagai staf
pelaksana gudang. Jumlah ini mengalami penurunan dari 2 tahun
sebelumnya yang berjumlah 3 orang.
Dari hasil observasi dan telaah dokumen berupa SOP,
penanggung jawab gudang farmasi di RSUD Kota Sekayu dipegang
oleh Apoteker yang merupakan kepala gudang. Adapun tugas
Kepala Gudang Farmasi dalam pengelolaan persediaan obat di
RSUD Kota Sekayu antara lain:
a. Membuat usulan perencanaan kebutuhan obat
b. Melaksanakan penyediaan obat berdasarkan ketentuan
c. Mengajukan permintaan pembelian
d. Memeriksa kebenaran laporan pemasukkan
e. Pendistribusian dan pemakaian obat di setiap unit terkait
62
f. Mengawasi
dan
mengendalikan
kebutuhan
obat
serta
bertanggung jawab untuk memastikan keseuaian rencana dan
kebutuhan obat di Gudang Farmasi.
Dari hasil observasi dan telaah dokumen diatas, ditemukan
bahwa
kepala Gudang Farmasi sudah melakukan tahapan-
tahapan sesuai dengan prosedur kerja yaitu bertanggung jawab
atas semua kegiatan yang ada di Gudang Farmasi termasuk dalam
proses pengelolaan persediaan obat di Gudang Farmasi RSUD
Kota Sekayu. Pernyataan tersebut didukung dengan hasil
wawancara yang telah dilakukan peneliti. Berikut kutipan
wawancaranya:
“ya kalau peran saya disini, ya sebagai kepala gudang, jadi
semua kegiatan yang ada di gudang farmasi ini ya saya yang
bertanggung jawab, termasuk pengelolaannya, jadi misalnya
obat habis ya dilakukan perencanaan obat dengan melihat
formularium yang ada di rumah sakit ini, terus bikin surat
usulan untuk pengadaan, ya sampai ke pengawasanpengawasan obat yang ada di gudang ini” (GF-2)
Sementara itu, berdasarkan hasil observasi dan telaah
dokumen berupa SOP yang telah dilakukan oleh peneliti, peran
petugas gudang farmasi dalam pengelolaan persediaan obat
adalah berdasarkan standar operasional prosedur yang berlaku di
RSUD Kota Sekayu. Adapun tugas petugas pelaksana gudang
63
farmasi dalam pengelolaan persediaan obat di RSUD Kota
Sekayu antara lain:
a. Menerima barang yang datang dari supplier dan menata
barang di gudang farmasi
b. Menghitung jumlah persediaan stock barang farmasi di
gudang.
c. Menginput data obat yang ada di gudang
d. Melakukan mutasi barang farmasi ke unit instalasi farmasi.
e. Membuat laporan mutasi barang
f. Melakukan pengecekan terhadap obat kadaluarsa.
g. Membuat laporannya serta membuat arsip faktur penerimaan
obat.
Berdasarkan hasil telaah dokumen berupa SOP ditemukan
bahwa informan melakukan tahapan-tahapan sesuai dengan yang
ada di prosedur tersebut. Akan tetapi berbeda dengan hasil
observasi di gudang farmasi, ada beberapa tahapan yang jarang
dilakukan oleh petugas gudang yaitu petugas gudang jarang
sekali
untuk
melakukan
pengecekan
terhadap
obat-obat
kadaluarsa, hal ini dikarenakan pekerjaan yang terlalu padat dan
tidak adanya petugas lain yang membantu pekerjaanya. Hasil
observasi pun didukung dengan hasil wawancara yang telah
dilakukan peneliti sebagai berikut:
“kalau urusan gudang ya saya, disini tugas saya cuma
menerima barang datang, terus menyimpanannya, bikin
laporan, mencatat obat masuk obat keluar, tapi ya kadang
itu mas, kadang ada pekerjaan yang seharusnya saya
64
lakukan enggak saya lakukan, seperti ngecek obat yang
sudah kadaluarsa, itu jarang saya lakukan karena saya
sibuk, semua tugas gudang saya yang ngerjain, jadi kadang
tidak sempat..” (GF-3)
Hal ini menunjukkan bahwa Instalasi Farmasi RSUD Kota
Sekayu belum memiliki tenaga pelaksana gudang farmasi yang
cukup dalam melakukan pekerjaan pengelolaan persediaan obat di
gudang farmasi. Ini terlihat ada beberapa ada beberapa peran yang
seharusnya dilakukan oleh petugas pelaksana akan tetapi tidak
dilakukan.
Hal ini juga didukung juga dengan hasil kegiatan wawancara
yang telah dilakukan dengan semua informan, yang menyebutkan
bahwa SDM yang ada di gudang farmasi masih kurang, karena
hanya ada 2 orang yang mengelola gudang farmasi, seharusnya
berdasarkan PP No.51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
dibawah petugas pelaksana gudang ada satu orang pembantu
pelaksana yang berlatar belakang Ahli Madya Farmasi atau SMK
Farmasi. Berikut kutipan wawancaranya:
“kalau untuk petugas pelaksana di gudang saya rasa kurang
cukup ya....” (GF-1)
“Pada dasarnya SDM yang ada saat ini kurang jumlahnya, tidak
ada yang bertugas untuk mengecek barang yang akan dikirim ke
unit, kemudian mengecek obat yang sudah kadaluarsa atau
rusak” (GF-2)
“saya rasa perlu adanya penambahan karyawan lagi deh,
karena kalau cuma saya repot jadinya, apalagi untuk ngecekngecek barang yang kadaluarsa atau pun rusak” (GF-3)
“Kalau saat barang banyak saya butuh tambahan tenaga lagi,
karena selain menyusun barang, saya juga harus menyiapkan
65
barang sesuai dengan pesanan dari unit, belum lagi pengecekan
obat” (GF-3)
Kurangnya tenaga pelaksana di gudang farmasi membuat waktu
kerja overtime pada petugas, hal ini mengakibatkan ada beberapa tugas
pelaksana yang seharusnya dilakukan segera menjadi tertunda.
Kualitas dari SDM yang ada di gudang farmasi RSUD Kota
Sekayu dalam melaksanakannya tugasnya, dapat dipengaruhi oleh
banyak faktor seperti latar belakang pendidikan, usia, status pegawai
dan sebagainya. Secara individu SDM sudah dikatakan baik dalam
melaksanakan tugasnya di gudang farmasi. Hal ini dikarenakan mereka
sudah secara rutin mengerjakan pekerjaan di gudang farmasi, walaupun
menurut kepala instalasi farmasi dan kepala gudang, petugas pelaksana
pada awalnya belum tahu tentang pengelolaan persediaan obat terutama
di gudang obat. Akan tetapi dengan berjalannya waktu, petugas gudang
farmasi dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Pernyataan tersebut
didukung dengan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti seperti
dibawah ini:
“Bagian gudang selama ini kinerjanya cukup baik dan
terampil, sampai saat ini belum pernah terjadi masalah yang
berkaitan dengan pengelolaan obat...” (GF-1)
“....pengetahuan yang dimiliki tenaga yang ada cukup baik,
walaupun pada awalnya tidak tahu tentang pengelolaan
obat, karena dia juga orang baru disini, tapi kalo sekarang
sudah tahu” (GF-2)
Latar belakang dari petugas pengelola persediaan obat sudah
sesuai dengan jabatan yang dipegang oleh masing-masing SDM.
66
Menurut Permenkes Nomor 58 tahun 2014 bahwa kualifikasi SDM
pekerjaan kefarmasian dirumah sakit terdiri dari Apoteker dan Tenaga
teknis kefarmasian (S1 Farmasi, D3 Farmasi, atau SMF). Berikut
adalah latar belakang pendidikan dari informan dalam penelitian ini :
Tabel 5.5
Karakteristik Informan di RSUD Kota
No
1
Informan
Informan I
Umur
48 thn
2
Informan II
34 thn
3
Informan III
24 thn
Jabatan
Kepala
Instalasi
Farmasi
Kepala
Gudang
Farmasi
Staf Gudang
Farmasi
Pendidikan
S1 Farmasi
Apoteker
S1 Farmasi
Apoteker
D3 Farmasi
Sumber: Bag.Kepegawaian RSUD Kota Sekayu tahun 2015
Sedangkan untuk pelatihan pengelolaan persediaan obat belum
pernah dilakukan oleh pihak rumah sakit. Hal ini dikarenakan
pengetahuan petugas cukup baik dalam pengelolaan persediaan obat.
Ini terlihat dari petugas gudang yang melaksanakan pekerjaan sesuai
dengan prosedur yang ada. Pernyataan tersebut juga didukung dengan
hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti seperti dibawah ini:
“Tenaga yang ada saat ini menurut saya sudah cukup baik” (GF1)
“....kalau menurut saya tenaga yang sekarang sudah cukup
terampil ya, kalau pelatihan saya rasa belum perlu dilakukan
karena selama ini juga tidak pernah ada masalah, kalo misalnya
dia ada yang di tahu ditanya ke saya” (GF-2)
“selama saya disini belum pernah ikut pelatihan, pihak gudang
atau rumah sakit pun belum pernah mengadakan pelatihanpelatihan tentang manajemen logistik..” (GF-3)
67
Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
wawancara dan data sekunder maka dapat disimpulkan kuantitas SDM
yang tersedia di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu saat ini memang
dirasa kurang, terlebih dengan adanya proses pengurangan jumlah
SDM dari tahun sebelumnya. Hal ini menyebabkan beban kerja SDM
yang ada saat ini menjadi bertambah karena penambahan tenaga SDM
sampai saat ini belum dilakukan.
2)
Anggaran
Terkait pendanaan atau sumber dana yang dimiliki oleh RSUD
Kota Sekayu dalam pengelolaan persediaan obat berasal dari dua
sumber dana yaitu APBD dan BLUD. Akan tetapi dalam proses
pengelolaan obat belum ada penganggaran khusus yang disediakan dan
menurut kepala instalasi penganggaran masih belum dibutukan saat ini,
karena tidak ada kegiatan khusus yang membutuhkan dana dalam
pengelolaan persediaan obat. Sementara itu, untuk keperluan ATK dan
buku-buku pencatatan petugas hanya tinggal mengajukan permintaan
kepada bagian logistik umum dan di bagian logistik umum sudah
tersedia sehingga penganggarannya masuk kedalam penganggaran
bagian umum bukan ke anggaran pengelolan obat di gudang farmasi.
Berikut pernyataan informan:
“kalau anggaran khusus untuk pengelolaan obat tidak ada ya,
karena menurut saya belum perlu diberikan anggaran, karena
tidak ada kegiatan khusus dalam proses pengelolaan obat ya,
jadi sejauh ini belum ada” (GF-1)
68
“sejauh ini tidak ada ya anggaran khusus untuk pengelolaan
obat, dari atasnya belum menyediakan, paling kalau misalnya
digudang kurang buku catatan, atau alat tulis lah, tinggal minta
saja kebagian logistik umum” (GF-2)
“....ya tinggal minta saja kebagian logistik umum, disana sudah
ada semua tersedia kalau untuk ATK dan lain-lainnya” (GF-3)
Berdasarkan wawancara yang dilakukan, RSUD Kota Sekayu
belum menyediakan anggaran khusus untuk kegiatan pengelolaan
persediaan obat di gudang farmasi. Sedangkan untuk keperluan ATK
dan lainnya petugas gudang farmasi meminta ke bagian logistik umum.
3)
Sarana dan Prasarana
Untuk menunjang para petugas di gudang farmasi dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, ketersediaan akan sarana
dan prasarana merupakan salah satu hal yang penting dan perlu
diperhatikan.
Berdasarkan
hasil
wawancara
diketahui
bahwa
ketersediaan kelengkapan dan kelayakan sarana dan prasarana yang
digunakan untuk menunjang kerja petugas dalam pengelolaan
persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu pada dasarnya
sudah baik dan lengkap. Berikut kutipan wawancaranya:
“sarana dan prasarana yang digunakan cukup lengkap tentunya
ya....” (GF-1)
Pernyataan tersebut juga didukung oleh pernyataan yang
diberikan oleh kepala gudang dan petugas pelaksana gudang.
69
“kalau fasilitas yang digunakan ya banyak ya, ada kantor, ada
telpon, ada tempat penyimpanan dan lain-lain, banyak kalau mau
disebutin satu-satu....” (GF-2)
“banyak ya kalau fasilitas, ada rolli untuk ngangkut barang
kalau datang, ada telpon untuk pemesana barang dari unit-unit,
ada lemari, rak-rak, banyak deh pokoknya...” (GF-3)
Dari hasil pernyataan informan diatas, diketahui bahwa fasilitas
atau peralatan yang digunakan dalam proses pengelolaan persediaan
obat sudah cukup lengkap. Hal ini juga dibuktikan juga dengan hasil
observasi di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu. Berikut hasil
observasinya:
Tabel 5.6
Sarana dan Prasarana Penunjang di Gudang Farmasi
No.
1
2
Pernyataan Observasi
Jumlah
Tersedianya ruangan/kantor untuk kepala gudang 1 buah ruangan
Terdapatnya komputer.
2 buah
komputer
3
Terdapatnya meja, kursi, lemari, di
3 meja, 4
ruangan/kantor.
kursi, 2 lemari
4
Terdapatnya ATK di ruangan/kantor
5
Tersedia telepon yang mendukung
1 buah telepon
6
Adanya buku harian penerimaan obat
3 buah buku
7
Adanya buku harian pengeluaran obat
3 buah buku
8
Terdapatnya prosedur untuk pengelolaan
persediaan obat
9
Gudang penyimpanan yang ideal
3,2 m2 x 3 m2
10 Terdapatnya AC/kipas angin
3 buah kipas
angin
1
Terdapatnya rolli
1 buah rolli
Sumber: Hasil observasi di Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu tahun
2015
Selain sarana dan prasarana yang digunakan untuk menunjang
pekerjaan para petugas terdapat juga sarana dan prasarana yang
70
berhubungan dengan fungsi gudang farmasi yaitu penyimpanan.
Kondisi dari gudang penyimpanan obat RSUD Kota Sekayu masih
dalam kondisi yang baik, hanya saja dalam penataannya yang kurang
baik, karena rak-rak yang ada masih kurang memadai untuk meletakkan
barang-barang akibatnya barang-barang yang ada menjadi menumpuk,
apalagi ditambah dengan pemesanan barang yang dalam jumlah besar,
selain itu juga gudang farmasi RSUD Kota Sekayu tidak hanya
digunakan untuk menyimpan obat tetapi juga digunakan untuk
menyimpan alat-alat kesehatan lainnya.
Luas gudang yang kurang memadai tentunya sangat menghambat
petugas gudang dalam melakukan tugas penyimpanan obat di gudang
tersebut. Petugas gudang menjadi tidak leluasa bergerak pada saat akan
menyusun obat-obatan yang baru diterimanya. Minimnya luas gudang
farmasi juga menyebabkan petugas gudang terpaksa harus menumpuk
obat-obatan. Tidak hanya obata-obatan yang ada di gudang farmasi
akan tetapi alat kesehatan pun disimpan didalamnya. Ini tentu sangat
menyulitkan petugas saat akan melakukan pengambilan obat.
Pernyataan tersebut didukung dengan hasil wawancara yang telah
dilakukan peneliti sebagai berikut:
“......sebenarnya kalau saya lihat fasilitasnya sudah cukup
memadai ya, tapi memang gudang penyimpanan agak sempit ya,
karena mungkin banyak barangnya, sebenarnya sudah saya
usulkan ke atas untuk perbesaran gudang, tapi belum ada
tanggapan, enggak tau saya kenapa...” (GF-1)
“.....Saya rasa cukup kalo fasilitasnya, paling gudang ya,
sebenarnya gini kami pihak gudang sudah beberapa kali
mengusulkan untuk perbesaran gudang, karena kondisi gudang
71
saat ini tidak lagi cocok untuk pengadaan barang yang besar,
jadi kalau misalnya kami mengadakan barangnya banyak
tergantung kebutuhan juga ya, ya seperti ini numpuk jadi nya,
mau tidak mau harus ditumpuk, karena kondisi gudang nya yang
seperti ini” (GF-2)
“...kalau dari segi sarana dan prasarana yang ada sebenarnya
sudah ada cukup ya, hanya saja kalau menurut saya itu
gudangnya masih menjadi kendala disini, kalo misalnya barang
datang, saya susah untuk nyusunnya, jangankan nyusunnya,
meletakkannya saja saya bingung, mangkanya di tumpuk seperti
ini” (GF-3)
Dari hasil wawancara diatas juga didukung oleh hasil observasi di
gudang farmasi didapatkan bahwa kondisi gudang cukup baik akan
tetapi luas gudang penyimpanan obat yang kurang memadai. Hal ini
terlihat dari ukuran gudang yang hanya 3,2 x 3 m2 saja.
Dari hasil wawancara dan observasi mengenai sarana dan
prasarana, maka dapat disimpulkan bahwa fasilitas yang digunakan
dalam proses pengelolaan persedian obat di gudang farmasi sudah
cukup baik dan lengkap. Hanya saja khusus untuk kondisi gudang
farmasi masih kurang memadai.
4)
Prosedur
Prosedur merupakan dasar bagi petugas kefarmasian dalam
melaksanakan seluruh kegiatan operasional di rumah sakit. Dalam
menjalankan suatu proses kerja diperlukan standar atau prosedur yang
digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan segala pekerjaan
yang ada. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala instalasi farmasi
dan kepala gudang, bahwa RSUD Kota Sekayu memiliki prosedur
72
pengelolaan obat antara lain yaitu prosedur perencanaan, prosedur
penganggaran, prosedur pengadaan, prosedur penyimpanan, prosedur
pendistribusian, prosedur penghapusan, dan prosedur pengendalian
persediaan obat. Berikut kutipan wawancaranya:
“....prosedur kita ada, dibuat sebagai landasan
pengelolaan obat di gudang farmasi ya” (GF-1)
untuk
“kalau prosedur atau SOP kita ada disini, jadi semua kegiatan
kita sesuai SOP yang ada” (GF-2)
Hasil wawancara juga didukung oleh hasil observasi dan telaah
dokumen bahwa prosedur atau Standar Operasional Prosedur (SOP)
yang berlaku di Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu terkait kegiatan
pengelolaan obat, antara lain adalah prosedur perencanaan, prosedur
penganggaran, prosedur pengadaan, prosedur penyimpanan, prosedur
pendistribusian, prosedur penghapusan, dan prosedur pengendalian
persediaan obat.
SOP kegiatan pengelolaan obat di instalasi farmasi yang
digunakan dibuat oleh Kepala Instalasi Farmasi dan ditetapkan serta di
tanda tangani oleh Direktur RSUD Kota Sekayu. SOP yang berlaku
pada tahun ini pada dasarnya masih menggunakan SOP pada tahuntahun sebelumnya
Setiap SOP yang ada terdiri dari beberapa konten seperti
pengertian,
tujuan,
kebijakan,
penanggung
jawab,
persiapan,
pelaksanaan dan unit terkait. Jika dilihat pada masing-masing SOP,
dapat dikatakan bahwa SOP yang ada cukup singkat dan jelas. Setiap
konten hanya berisi uraian singkat saja dan hanya berjumlah 1 halaman.
73
Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah para SDM yang ada dalam
mengaplikasikan setiap SOP yang ada.
SOP yang ada sudah lengkap, mudah dalam pelaksanaannya dan
telah disesuaikan dengan kegiatan rutin pengelolaan persediaan obat
dirumah
sakit.
Tidak
ada
kendala
ataupun
hambatan
dalam
implementasi SOP dirumah sakit karena prosedur telah dibuat lebih
mudah dalam pengaplikasiannya. Hal ini seperti yang dikatakan oleh
informan dalam kutipan di bawah ini :
“kalau hambatan tidak ada ya, prosedur bagus tidak menjadi
hambatan kalau prosedurnya, kan prosedur dibuat untuk
mempermudah kerja kita disini” (GF-3)
Berdasarkan hasil wawancara dengan semua informan diketahui
bahwa pelaksanaan kegiatan pengelolaan obat di gudang farmasi RSUD
Kota Sekayu juga sudah mengacu dan sesuai dengan SOP yang ada.
Hal ini sesuai dengan penyataan informan, berikut :
“Prosedur sudah sesuai ya, kita pakai prosedur yang ada di
rumah sakit ini ya, jadi semua kegiatan pengelolaan obat ada
prosedurnya” (GF-1)
“ya kegiatan kita disini sesuai dengan SOP yang ada, fleksibel
saja kalo untuk prosedurnya, tidak ada hambatan atau masalah”
(GF-2)
“kalau menurut saya semuanya sudah sesuai prosedur ya,
khususnya kegiatan disini..” (GF-3)
Dari pernyataan diatas, juga didukung oleh hasil observasi dan
telaah dokumen prosedur kerja didapatkan bahwa sudah mengacu pada
SOP yang ada.
74
Dari hasil penelitian yag dilakukan dengan menggunakan
wawancara, telaah dokumen dan observasi maka dapat disimpulkan
bahwa SOP yang ada terkait dengan proses pengelolaan logistik
perbekalan farmasi sudah lengkap dan baik. Setiap SOP sudah dibuat
secara singkat dan jelas agar mudah dimengerti oleh para petugas.
Selain itu pengaplikasian SOP juga sudah dapat dikatakan baik, karena
semua proses yang ada sudah sesuai dengan SOP yang ada.
b.
Proses
Proses pengelolaan persediaan obat merupakan serangkaian kegiatan
untuk mengelola obat yang dilakukan dengan menggunakan input sudah
disediakan. Proses dalam penelitian ini mengenai gambaran pengelolaan
persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu, ini merupakan
elemen-elemen yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran
yang direncanakan. Variabel yang terdapat pada proses dalam penelitian ini
adalah proses pengelolaan persediaan obat yang terdiri dari perencanaan,
penganggaran, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penghapusan, dan
pengendalian.
1)
Perencanaan Kebutuhan
Kegiatan perencanaan digudang farmasi RSUD Kota Sekayu
mengacu kepada prosedur yang telah ditetapkan. Kegiatan perencanaan
dan penentuan kebutuhan obat di gudang farmasi menggunakan metode
konsumsi. Metode ini digunakan karena lebih mudah dalam
penerapannya. Kegiatan perencanaan diawali dengan melihat dan
merekap obat bulan sebelumnya dan stok akhir bulan kemudian
memprediksi jumlah obat untuk kebutuhan dalam sebulan dan
75
menambahkan dengan stok pengaman (buffer stock). Penentuan
kebutuhan ini dibuat dalam dokumen perencanaan berupa draf usulan
yang kemudian diserahkan ke kepala gudang farmasi untuk dibuat surat
pemesanan ke distributor yang nantinya akan disetujui oleh kepala
instalasi farmasi. Berikut pernyataan Informan:
“...prosesnya mulai dari pembuatan daftarnya oleh kepala
gudang, obat apa saja yang akan di adakan atau dipesan,
kemudian baru disampaikan ke saya, baru nanti diketahui oleh
direktur dan disetujui oleh bagian keuangan, kalau sudah
disetujui baru obatnya diadakan. Nah untuk perencanaannya
disini kami pakai konsumsi, kita lihat pemakaian obatnya, berapa
sisanya kemudian berapa yang keluar, kemudian ditambah
dengan buffer stokc juga” (GF-1)
“Proses perencanaannya ya kami buat daftar obat apa saja yang
akan di beli, nah daftar tersebut berdasarkan metode konsumsi
kan. Jadi misalnya obat apa saja nih yang kira-kira yang banyak
digunakkan oleh user atau masyarakat banyak yang konsumsi,
nah kami lihat pemakaian, disana kan ada rekapannya, jadi
melihat histori data obat itu sendiri, nantikan dilihat tuh ya,
misal obat amoxilin tablet stok akhirnya 500, kemudian mutasi
keluar 4000, berarti kan 4000-500 = 3500, nah 3500 ini nanti
ditambah dengan stok pengamannya. ...” (GF-2)
“biasanya dari jumlah konsumsi bulan sebelumnya saja, lalu
ditambahin berapa persen dari jumlah yang akan dipesan. untuk
melihat stoknya dari komputer sudah jelas, soalnya semuanya
kan disana semua data obat-obatan.”(GF-3)
Menurut informan obat-obatan yang akan diusulkan dalam
perencanaan adalah obat-obatan yang sudah sesuai dengan formularium
RSUD Kota Sekayu dan berdasarkan konsumsi diantaranya yaitu obatobat yang berjenis tablet, injek, salp, cair, kapsul dan lain sebagainya.
Beikut kutipan wawancaranya:
76
“....semua jenis obat yang ada di formularium ya, jadi disini
patokan nya formularium dan konsumsi..” (GF-1)
“kalau obat yang masuk keperencanaan ya sesuai dengan
formularium ya, kita kan ada formularium nih, nah ditambah
juga dengan jumlah konsumsi dari pasien juga, jadi berapa
banyak dan obat apa saja nanti yang habis dan nah dilihat
dari sana” (GF-2)
Dari pernyataan diatas juga didukung oleh hasil telaah dokumen
berupa Laporan Keadaan Obat Tahun 2015 didapatkan hal yang sama
yaitu obat-obat yang berjenis tablet, injek, salp, cair, kapsul dan lain
sebagainya.
Selama ini dalam proses perencanaan kebutuhan obat sudah
sesuai dengan standar operasional prosedur yang ada di rumah sakit.
Namun tetap saja ada kendala yang sering terjadi dalam proses
perencanaan kebutuhan obat. Kendala tersebut adalah ketidaksesuaian
harga obat yang ada di e-katalog dengan harga yang sebenarnya pada
distributor. Berikut pernyataan dari informan:
“perencanaannya sudah sesuai kalau menurut saya, tapi
kendalanya obat yang kami pesan terkadang tidak sesuai
harganya dengan harga distributornya...” (GF-1)
“...kita kan disini pakai e-katalog, jadi kendala yang sering
muncul itu tidak sesuainya harga obat yang di e-katalog dengan
distributor, jadi kami ganti saja obatnya dengan obat yang
terapinya sama dan harganya juga sama” (GF-2)
Masalah yang dapat menyebabkan terjadinya stock out dalam
proses perencanaan diantaranya ketidaksesuaian realisasi dengan
perencanaan, meningkatnya jumlah pasien dan pola konsumsi yang
berubah. Hal ini didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut:
77
“...kadang realisasinya tidak sesuai dengan yang kita
rencanakan, misal perencanaan kita segini, tiba-tiba pasien
banyak kan, ya akhirnya stok kita habis” (GF-1)
“masalah stok out banyak ya. misal masalah pada perencanaan,
bulan kemaren tidak ada kasus, dan kita tidak pesen, nah tapi
bulan ini tiba-tiba ada kasus, biasanya untuk penyakit yang pola
nya tidak menentu, akhirnya kita pesen cito” (GF-2)
Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan wawancara
mendalam dan data sekunder, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan
perencanaan kebutuhan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu
pada dasarnya sudah dilakukan sesuai dengan standar operasional
prosedur yang ada di rumah sakit. Obat-obatan yang masuk dalam
perencanaan juga berdasarkan Formularium Rumah Sakit dan
berdasarkan metode konsumsi. Akan tetapi dalam pelaksanaannya
terkadang terdapat masalah yang berkaitan dengan ketidaksesuaian
harga obat yang ada di e-katalog dengan harga distributor/supplier.
2)
Penganggaran
Pengganggaran adalah dana yang disediakan oleh pihak rumah
sakit untuk menunjang kegiatan pengelolaan obat di gudang farmasi.
Proses penganggaran untuk pengadaan obat di RSUD Kota Sekayu
menjadi tanggung jawab bagian keuangan dan kepala instalasi farmasi.
Berdasarkan hasil telah dokumen berupa Laporan Keadaan Obat
Menggunakan Dana Operasional BLUD Tahun 2015 dana yang
dikeluarkan untuk pengadaan obat sebesar ±10 M pertahun. Hal ini
juga didukung oleh hasil wawancara kepada informan kepala instalasi
farmasi dan kepala gudang farmasi yang menyebutkan bahwa dana
78
yang disediakan untuk pengadaan obat di RSUD Kota Sekayu sebesar
±10 M pertahun. Sebagaimana pernyataan informan sebagai berikut:
“kalau untuk obat lebih besar ya anggarannya, kurang lebih
sekitar 10 M pertahun, itu untuk obat ya, belum untuk yang lain”
GF-1)
“.... nah kalau dana yang dikeluarkan oleh RS untuk obat
pertahun itu bisa 10_an M, itu sudah dari dua sumber dana tadi,
biasanya” (GF-2)
Adapun mekanisme penganggaran obat yaitu sebelum menyetujui
pembelian obat yang diajuhkan oleh kepala gudang, kepala instalasi
menghitung anggaran berdasarkan harga obat yang dibeli sebelumnya
tanpa mengabaikan perkiraan kenaikan harga. Kemudian kepala
instalasi farmasi memberikan data dan laporan pembelian ke bagian
keuangan. Setelah itu, oleh bagian keuangan data-data tersebut akan
diinput untuk segera dibayarkan jika sudah jatuh tempo waktu
pembayaran. Seperti yang diungkapkan oleh kepala instalasi farmasi
dibawah ini.
“....penganggarannya diusulkan dulu, dibuat dulu oleh kepala
gudang, kemudian dilaporkan kesaya, nanti saya data dulu, saya
cek dulu, kemudian kalau sudah sesuai baru saya ajuhkan ke
bagian keuangan...” (GF-1)
Pernyataan diatas didukung juga oleh pernyataan kepala gudang.
Berikut pernyataannya:
“usulan dana pembelian obatnya kami yang bikin, nanti di
ajuhkan ke ibu Hanif sudah itu baru ke bagian keuangan...” (GF2)
79
Adapun sumber dana yang digunakan dalam proses pengadaan
obat berasal dari dua sumber dana yaitu dari APBD dan BLUD. Dana
APBD di lakukan perencanaan setiap 3 bulan sekali sedangkan untuk
dana BLUD dilakukan perencanaan setiap bulannya. Berikut penyataan
informan:
“disini kami melakukan pemesanan obat biasanya setiap bulan
ya, kalau menggunakan dana BLU sebulan sekali biasanya, kalau
pake APBD pesannya 3 bulan sekali...” (GF-1)
“Kami ada dua dana ya, kalau APBD itu kami lakukan
pertrisemester artinya 3 bulan sekali, kalau yang BLUD kami
lakukan setiap bulan. Nah kenapa kami lakukan seperti ini,
karena kalau misalnya dari APBD nya kekurangan obat, ya kami
tutup dengan dana obat dari BLUD. Kalau misalnya obatnya
habis di pertengahan sebelum datang pemesanan lagi ya kami
pesan lagi, jadi dalam 1 bulan itu bisa 2 kali mesannya” (GF-2)
Dalam proses penganggaran untuk pengadaan obat tentu terdapat
masalah atau kendala. Masalah yang sering dihadapi oleh RSUD Kota
Sekayu adalah kurangnya anggaran untuk pengadaan obat. Hal ini
dikarenakan permintaan kebutuhan obat meningkat dan obat yang
dikeluarkan oleh user terkadang tidak sesuai dengan rincian anggaran
yang ada dalam perencanaan. Seperti yang diuangkapkan oleh informan
dibawah ini.
“kendalanya terkadang anggaran yang ada saat ini sepertinya
kurang, pada hal kita sudah pakai dua sumber dana ya, dana
APBD dan dana BLUD” (GF-1)
“...sebenarnya kendala dalam penganggaran itu dananya ya,
dananya kurang terus ya meskipun sudah pakai dana BLUD dan
APBD tetap saja kurang, karena permintaan pasien meningkat
dan juga ada harga itu yang mahal dan urgent, nah itu yang
bikin dana kita cepat habis” (GF-2)
80
Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan wawancara
mendalam, maka dapat disimpulkan bahwa dalam proses penganggaran
persediaan obat yang ada di RSUD Kota Sekayu menggunakan dua
anggaran yaitu anggaran APBD dan BLUD. Akan tetapi terdapat
kendala yang sering dihadapi adalah kurangnya anggaran untuk
pengadaan obat.
3)
Pengadaan
Pengadaan merupakan salah satu kegiatan merealisasikan
perencanaan dan penentuan kebutuhan obat dirumah sakit. Dari hasil
wawancara yang dilakukan oleh peneliti didapatkan bahwa proses
pengadaan yang ada di RSUD Kota Sekayu dimulai dari pengajuan dari
gudang farmasi ke kepala instalasi farmasi sesuai dengan kebutuhan
yang telah ditetapkan, setelah itu kepala instalasi membuat Surat
Pemesanan yang diketahui oleh Direktur dan disetujui oleh bagian
keuangan, setelah disetujui barulah pemesanan dilakukan dan diajuhkan
ke distributor masing-masing. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh
informan dibawah ini.
“...kalau pengadaan perbekalan ya lewat saya dulu, jadi dari
gudang farmasi yang akan diadakan mengajuhkan ke saya, nanti
saya yang bikin suratnya, kemudian baru saya ajuhkan ke
direntur untuk minta persetujuaan...” GF-1)
“...kami ngajuhkan usulan ke kebutuhan obat sekian ke bu Hanif,
nah nanti dia yang bikin suratnya pemesanan barangnya,..” (GF2)
81
Dalam pelaksanaannya pengadaan obat di RSUD Kota Sekayu
sudah menggunakan sistem e-purchasing secara online melalui web
LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah). Hal
ini untuk mempermudah petugas dalam pemesanan, selain itu juga
pengadaan obat berdasarkan tender. Sebagaimana pernyataan informan
berikut :
“sekarang kan sudah ada e-katalog, jadi pemesanan lewat itu
lebih mudah, apalagi itu seperti bersifa wajib ya karena ada
Surat edaran dari Menkes tentang pengadaan obat lewat ekatalog atau kalau misalnya ada obat yang enggak sesuai dengan
yang diinginkan RS, ya kita pakai sistem tender atau lelang,.”
(GF-1)
“kalau pengadaan obat kita pakai e-katalog ya, ada juga pakai
sistem tender, itu kalau misalnya obat yang di e-katalog tidak
sesuai dengan harga, ada juga pakai pembelian langsung, jadi
distibutor menawarkan ke RS” (GF-2)
Menurut Informan, obat yang diusulkan dalam proses pengadaan
adalah obat-obat yang sudah ada di formularium RSUD Kota Sekayu.
Berikut pernyataannya:
“semua jenis obat yang akan
formularium rumah sakit” (GF-1)
diadakan
berdasarkan
“Panduan pengadaan obat disini ya berdasarkan formularium
rumah sakit, jadi jenis obatnya sudah ada di formularium itu”
(GF-2)
Selain itu juga, menurut informan proses pengadaan obat
dilakukan setiap bulan sekali, akan tetapi jika pergerakan obat cepat
maka pemesanan obat dilakukn 2 kali dalam 1 bulan. Berikut
pernyataan informan:
82
“....biasanya 1 bulan sekali ya, tapi tergantung obatnya, kalau
obatnya cepat habis ya pihak gudang pesan lagi, tapi kalau
perencanaannya ya tergantung dana yang digunakan” (GF-1)
“ Kalau pengadaannya ya kami lakukan 1 bulan sekali, atau bisa
jadi 2 kali dalam 1 bulan, itu kalau obatnya cepat habis ya...”
(GF-2)
“Setahu saya obat yang diadakan biasanya sebulan sekali, atau
tidakk kalo obat nya cepat habis, pak Dedi mesan lagi, bisa
sebulan itu 2 kali” (GF-3)
Kendala yang sering terjadi dalam kegiatan pengadaan adalah
datang dari distributor yang sering terlambat dalam melakukan
distribusi ke rumah sakit dikarenakan jarak yang cukup jauh dan
anggaran yang kurang. Akibatnya pihak gudang sering melakukan
pembelian cito ke apotek di luar rumah saki. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh informan dibawah ini.
“kendalanya ya itu kadang anggarannya yang kurang dan tidak
cukup, kalau dari eksternalnya sering mengalami keterlambatan
dari distributornya, itu dikarenakan jarak yang jauh ya dari
tempat pemesanan” (GF-1)
Pernyataan diatas didukung juga oleh pernyataan kepala gudang.
Berikut pernyataannya:
“masalah yang terjadi ya dari ditributornya, kadang kita
melakukan pemesanannya hari ini, distributornya datang 3 hari
yang akan datang, atau obat yang kami pesan tidak ada sama
distributor tersebut, terpaksa kami pesan dengan distributor
lainnya dan itu memakan waktu atau kalau memang mendesak
melakukan cito dan kadang dananya yang kurang, akibatnya
kosong lagi obat yang dibutuhkan” (GF-2)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan
menggunakan
wawancara
dan
telaah
dokumen,
maka
dapat
83
disimpulkan bahwa proses pengadaan obat di gudang farmasi RSUD
Kota Sekayu sudah berjalan sesuai dengan standar operasional prosedur
yang ada di rumah sakit. Namun terdapat kendala dalam proses
pengadaan obat yaitu anggaran yang kurang dan terlambatnya
distributor dalam mendistribusikan obat ke rumah sakit atau obat yang
dipesan tidak ada atau kosong di distributor, sehingga harus memesan
ke distributor lainnya atau dilakukannya pembelian cito oleh pihak
gudang.
4)
Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan pengamanan terhadap obatobatan yang diterima agar tidak hilang, terhindar dari kerusakan fisik
maupun kimia, serta mutunya tetap terjamin. Berdasarkan hasil
wawancara diketahui bahwa penyimpanan obat dilakukan berdasarkan
jenisnya seperti tablet, sirup, salep, atau jenis lainnya, penyimpanan
obat ini menggunkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First
Expired First Out). Obat-obat yang baru datang sebagian diletakkan di
belakang dan sebagian didepan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh
informan dibawah ini.
“Kami disini terapkan sistem FIFO ya, setelah obat diterima,
maka langsung disimpan di gudang, penyimpanan ini jadi
tanggung jawab petugas pelaksana harian gudang..” (GF-1)
“Proses penyimpananya ya kami mulai dari barang datang terus
di cek sesuai tidak dengan yang di pesan, kemudian diangkut ke
gudang menggunakan rolli ya, terus baru disimpan. Kami disini
penyimpanannya pakai FIFO/FEFO ya, kemudian berdasarkan
abjad juga” (GF-2)
84
“obat saya simpan secara abjad berdasarkan jenis sirup, tablet,
salep atau lainnya. Obat yang baru datang saya letakkan di
belakang, tapi ada juga di depan, karena dibelakang sudah
penuh, jadi mau tidak mau didepan..” (GF-3)
Pernyataan diatas juga didukung oleh hasil observasi yang
dilakukan oleh peneliti di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu
diketahui bahwa penyimpanan sesuai dengan prosedur penyimpanan
yang ada di RSUD Kota Sekayu. Berikut hasil observasi di gudang
farmasi terhadap petugas dalam proses penyimpanan obat antara lain:
a. Pada saat penyusunan obat, petugas gudang farmasi menyusun
obat-obat pada rak-rak yang masih kosong saja karena belum ada
penamaan
pada
rak-rak
obatnya.
Penyusunan
dilakukan
berdasarkan sistem FIFO. Jika masih ada obat yang tersisa
sebelumnya, petugas meletakkan obat tersebut bersamaan dengan
obat yang tersisa. Obat yang baru datang diletakkan di belakang
atau di depan obat yang sudah ada sebelumnya.
b. Obat-obatan Tablet, kapsul dan obat kering disimpan dalam wadah
yang kedap udara di rak bagian atas.
c. Sementara untuk obat jenis salep/cream, obat tetes, bedak,
diletakkan dalam satu lemari yang sama.
d. Untuk obat-obatan jenis narkotika dan spikotropika penyimpanan
dilakukan dilemari terpisah, yaitu lemari khsusus obat narkotika
dan psrikotropika yang dilengkapi dengan kunci. Obat-obatan
narkotika dan spikotropika yang baru datang diletakkan didepan
obat yang sudah ada kemudian dicatat jumlah yang masuk di kartu
stok.
85
Masalah atau kendala yang terjadi di gudang farmasi yang
berhubungan dengan penyimpanan diantaranya adalah kondisi gudang
yang tidak memungkinkan untuk melakukan penyimpanan. Hal ini
mengakibatkan ketidakleluasan petugas dalam melakukan pekerjaannya
di dalam gudang farmasi dan terjadinya penumpukkan barang atau
kardus obat di dalam gudang farmasi. Hal ini sesuai dengan penjelasan
yang diberikan oleh kepala instalasi farmasi seperti kutipan dibawah
ini:
“kalau untuk saat ini yang menjadi masalah itu kondisi gudang
ya penyimpanan sebenarnya tidak ada kendala yang besar ya,
cuma hanya kurang SDM nya saja, soalnya petugas
pelaksananya cuma satu....” (GF-1)
Pernyataan tersebut juga didukung oleh pernyataan yang
diberikan oleh kepala gudang dan petugas gudang farmasi. Berikut
pernyataannya:
“Kalau kendala tidak ada ya, semuanya berdasarkan prosedur,
tapi ya itu kita kekurangan SDM itu yang pertama, yang kedua
kondisi gudang tidak memungkinkan lagi untuk penyimpanan
dalam skala besar. Sebenarnya sudah kami ajuhkan ke atasan
tapi belum ada omongan lagi dari atas, ya kami mau bagaimana
lagi, cuma bisa nunngu saja” (GF-2)
“kalau menurut saya kondisi gudangnya yang tidak layak lagi
kalau untuk penampungan barang-barang lagi, soalnya kalau
misalnya obat datang terus saya simpan digudang, saya bingung
mau diletakkan dimana lagi, jadi saya tumpuk-tumpuk saja
seperti ini, nanti kalau sudah ada tempat yang kosong baru saya
pisahin” (GF-3)
86
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, maka dapat
disimpulkan bahwa proses penyimpanan di gudang farmasi RSUD Kota
Sekayu dilakukan oleh petugas gudang farmasi belum sesuai dengan
standar operasional prosedur yang ada di gudang farmasi. Selain itu ada
beberapa kendala atau masalah yang ditemukan dalam proses
penyimpanan antara lain yaitu kurangnya petugas pelaksana yang ada
di gudang farmasi membuat beberapa pekerjaan yang seharusnya
dilakukan menjadi tertunda dan terjadinya penumpukkan kardus yang
berisi obat-obatan, hal ini disebabkan oleh kondisi gudang yang kurang
memadai.
5)
Pendistribusian
Distribusi adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat
kepada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan permintaan yang
diajuhkan. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa distribusi
obat dilakukan dengan permintaan dari user atau unit-unit pelayanan
kesehatan yang ada di RSUD Kota Sekayu kepada petugas gudang
dengan mengisi bon permintaan barang atau obat. Setelah itu petugas
gudang meneliti dan memeriksa obat yang akan didistribusikan.
Mengecek saldo barang yang tersedia, dan menghitung jumlah saldo
obat yang tersisa setelah barang dikeluarkan. Jika obat yang diminta
oleh user tidak ada di gudang, maka petugas menghubungi unit
pelayanan yang bersangkutan. Jika obat yang diminta ada, maka
selanjutnya dilakukan penditribusian ke user atau unit pelayanan. Hal
ini seperti yang diungkapkan oleh informan dibawah ini.
87
“Kalau distribusi ke unit-unit pelayanan orang gudang ya yang
lebih tahu, tapi biasanya unit yang membutuhkan menghubungi
dulu pihak gudang untuk meminta obat” (GF-1)
“....Kalau distribusi ke unit-unit biasanya mereka telpon dulu,
perlu obat apa dan berapa jumlahnya terus nanti oleh petugas
gudang dicatat sebagai obat keluar, terus kalau ada obatnya ya
dianter, kalau tidak ada kami telpon balik orang unit yang mesan
tadi...” (GF-2)
“Biasanya mereka nelpon dulu, nanyain ada atau tidaknya obat
yang mereka minta, kalau ada ya saya cek dulu terus saya catat
jumlah dan jenis obat keluarnya baru saya kasih antar atau kalau
saya lagi banyak kerjaan ya saya telpon balik. Kalo misalnya
obatnya tidak ada ya saya telpon unit yang minta tadi” (GF-3)
Pernyataan diatas juga didukung oleh hasil observasi dan telaah
dokumen berupa prosedur kerja bahwa proses pendistribusian obat di
gudang farmasi diawali dengan permintaan obat oleh unit yang
dibuktikan dengan pengisian bon permintaan obat yang ditanda tangani
oleh penanggung jawab unit, kemudian bon tersebut diserahkan kepada
pengurus gudang, setelah itu disesuaikan dengan persediaan yang ada,
setelah itu obat dikeluarkan dan didistribusikan ke unit yang
bersangkutan. Jika obat yang tersedia di gudang kurang memadai, maka
jumlah yang diterima oleh unit kurang dari yang di minta.
Dalam proses distribusi obat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya
jumlah permintaan obat, jika obat yang tersedia di gudang jumlahnya
memungkinkan, maka bisa dilakukan pendistribusian ke unit tersebut,
akan tetapi jika obat yang diminta jumlahnya tidak memungkinkan
untuk dilakukan pendistribusian sesuai permintaan, maka obat yang
disediakan oleh pihak gudang hanya sedikit dan bahkan tidak dapat
88
dilakukan distribusi karena obat yang dipesan kosong. Berikut
pernyataan wawancaranya:
“kalau misalnya obat yang dipesan ada yang kami distribusikan,
kalau tidak ada yang tidak bisa di kasih” (GF-2)
“distribusinya tergantung ada apa tidak obatnya ya, kalau
obatnya ada yang kami lakukan pendistribusian, tapi kalau
misalnya obatnya abis atau kosong, ya kami tidak lakukan
distribusi” (GF-3)
Kegiatan pengeluaran obat dari gudang farmasi RSUD Kota
Sekayu seringkali mengalami hambatan. Hambatan yang dialami
tersebut misalnya ketika petugas gudang farmasi sedang tidak bekerja
atau tidak diruangan sementara unit yang sangat membutuhkan obat
dari gudang farmasi. Biasanyanya petugas unit akan masuk ke gudang
farmasi dengan kunci cadangan dan mengambil obat dari gudang
farmasi tanpa mencatat di buku permintaan atau tanpa melakukan
konfirmasi kepada petugas gudang. Ini seringkali membuat petugas
gudang kebingungan ketika mengetahui stok dikomputer tidak sama
dengan stok yang ada di gudang farmasi. Hal ini sebagaimana
pernyataan informasi sebagai berikut:
“Hambatannya waktu saya libur atau waktu saya lagi keluar kan
ada permintaan obat, karena ada kunci ganda yang ditinggal di
apotek jadi petugas apotek suka ada yang ngambil obat langsung
ke gudang tanpa laporan dulu ke saya dan tanpa mencatat
apapun, jadi saya bingung pas pendataan obatnya suka ada yang
kurang..” (GF-3)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan wawancara
dan data sekunder, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
pendistribusian obat selama ini dilakukan oleh petugas gudang farmasi
89
pelaksana sudah sesuai dengan standar operasional prosedur yang ada
di rumah sakit. Akan tetapi ada beberapa kendala atau masalah yaitu
sering tidak ada konformasi atau pemberitahuan petugas lain dalam
mengambil obat di gudang farmasi ketika petugas gudang sedang tidak
ada di gudang atau sedang libur.
6)
Penghapusan
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti
kepada informan bahwa kegiatan penghapusan obat-obatan yang
mendekati expired date adalah dengan cara penukaran kembali kepada
disributor. Pada awal kerjasama dengan distributor atau supplier dibuat
juga kesepakatan mengenai jangka waktu barang yang boleh diretur
atau dikembalikan kepada supplier atau disributor. Jika ada masa obat
yang yang mendekati expired date, petugas gudang akan mencatat masa
obat yang mendekati expired date tersebut, kemudian petugas gudang
melaporkan ke kepala gudang farmasi. Selanjutnya kepala gudang
menghubungi supplier atau distributor. Jika obat kadaluarsa itu
merupakan barang yang sering digunakan oleh rumah sakit atau barang
fast moving biasanya supplier akan mengganti barang yang kadaluarsa
dengan yang baru tanpa ada potongan menggunakan tanda terima dan
ditandatangani oleh kedua belah pihak. Berikut pernyataan dari
informan:
“Kalau ada obat-obatan yang kadaluarsa atau rusak biasanya
kami kembalikan lagi ke distributor....” (GF-1)
“jika ada obat yang kadaluarsa kami catat dan kami panggil
distributornya kesini, bilang bahwa ada beberapa obat yang jenis
90
A sudah kadaluarsa atau rusak, biasanya distributornya datang
dan membawah penggatinya” (GF-2)
“kalau ada obat yang sudah kadaluarsa, saya catat dan saya
laporkan sama kepala gudang, terus pak dedi menghubungi
ditributornya” (GF-3)
Sedangkan untuk obat-obatan yang telah rusak dan tidak dapat
dikembalikan lagi ke distributor dan tidak dapat lagi dimanfaatkan,
maka rumah sakit akan melakukan penghapusan sesuai dengan
prosedur yang ada di rumah sakit dengan cara di bakar. Penghapusan
obat yang dilakukan di RSUD Kota Sekayu dilaksanakan oleh panitia
penghapusan yang dibentuk oleh pihak RSUD Kota Sekayu sesuai
dengan prosedur yang ada. Berikut kutipan wawancaranya:
“obat-obatan yang dilakukan penghapusan biasanya obat yang
sudah expired date ya, obat yang tidak bisa dimanfaatkan lagi,
untuk prosesnya itu dibakar” (GF-1)
“Disini baru 2 kali melakukan penghapusan ya, terakhir itu
tahun 2013, obat-obat yang dihapuskan biasanya seperti obat
yang expired date, rusak, dan tidak bisa dimanfaatkan lagi,
biasanya yang melakukan penghapusan ya petugas sini, nantikan
dibentuk panitia penghapusan sesuai dengan surat edaran dari
RS, penghapusannya biasanya di bakar..” (GF-2)
Menurut kepala gudang, dalam pelaksanaan penghapusan tidak
ada kendala atau masalah yang dirasa. Berikut pernyataannya:
“selama ini tidak ada kendala dalam penghapusan, cuma
distributornya datang agak lama saja. Kalau kita telpon hari ini,
dua hari kedepan mereka baru datang” (GF-2)
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dokumen dapat
disimpulkan bahwa ada dua macam kegiatan penghapusan yang
91
dilakukan leh gudang farmasi RSUD Kota Sekayu yaitu pengahapusan
dilakukan dengan mengembalikan atau menukarkan kembali obat yang
mendekati expired date ke distributor yang telah kerja sama dengan
pihak Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu dan penghapusan dengan
cara di bakar untuk obat-obat yang rusak dan tidak dapat dimanfaatkan
lagi.
7)
Pengendalian Persediaan
Kegiatan pengendalian persediaan obat yang dilakukan oleh
gudang farmasi RSUD Kota Sekayu yaitu melalui stock opname dan
kartu stok. Berdasarkan hasil telaah dokumen berupa tupoksi
pengendalian persediaan di gudang farmasi, kegiatan stock opname di
RSUD Kota Sekayu dilakukan setiap 2 bulan sekali di gudang farmasi
untuk memeriksa kesesuaian jumlah fisik barang di gudang dengan data
jumlah barang yang ada dalam sistem komputer. Akan tetapi berbeda
dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada informan
semua yang menyebuhkan bahwa kegiatan stock opname dilakukan
setiap 3 samapai 4 bulan sekali, hal ini dikarenakan kegiatan stock
opname dilakukan setelah adanya surat edaran dari direktur untuk
melakukan stock opname gudang. Berikut kutipan wawancaranya:
“....kalau stcok opname kami lakukan 3 bulan sekali ya, jadi
setiap 3 bulan dilakukan stock opname” (GF-1)
“....kalau kegiatan stock opname disini dilakukan 3 atau tidak 4
bulan sekali biasanya kami lakukan, kalau di SOP memang 2
bulan sekali, nah karena stock opname ini harus ada surat
edaran dulu ya dari atasan, kalau surat itu udah keluar, kami
langsung stock opname” (GF-2)
92
“.....stok opname 3 bulan sekali kami lakukan bisa jadi 4 bulan
sekali kadang-kadang, kita hitung jumlah stok obat, masingmasing obat sisa nya berapa, yang diapotik juga dihitung, kalau
misalnya ada obat yang mendekati kadaluarsa, kami lancarkan
dulu obat itu, mangkanya kami pakai sistem FIFO/FEFO” (GF3)
Kendala dalam kegiatan stock opname yang biasa ditemui oleh
petugas diantaranya metode stock opname yang masih manual dan
belum
didukung
oleh
teknologi
yang
modern,
terdapatnya
ketidaksesuaian antara fisik barang dan data komputer dan banyaknya
jenis dan jumlah barang perbekalan farmasi. Metode dalam stock
opname yang masih manual dan banyaknya jumlah obat menyulitkan
dan membutuhkan waktu yang lebih lama bagi petugas untuk
menyelesaikannya. Hal ini sebagaimana pernyataan informan dalam
kutipan wawancara berikut :
“kalau disini masih manual, belum menggunakan sistem
teknologi, jadi bisa butuh 1 sampai 2 hari kalau melakukan stock
opnamenya..” (GF-2)
“yang menghambat itu biasanya jumlah obat yang banyak,
sehingga sulit dan lama mwnghitungnya, apa lagi obatnya
kepencar-pencar, jadi susah harus mencari dulu..” (GF-3)
Kejadian seperti ini dapat mengakibatkan tidak terkontrolnya
persediaan obat dan sulit untuk menentukan waktu pemesanan karena
tidak mengetahui jumlah stok yang tersedia dan terkadang tidak
terdeteksinya tanggal kadaluarsa obat, sehingga nantinya akan dapat
terjadi kekosongan obat. Salah satu yang menyebabkan obat expired
date adalah tidak terdeteksi saat kegiatan stock opname sehingga
93
barang sudah tidak dapat digunakan kembali. Hal ini diungkapkan oleh
petugas gudang farmasi.
“Masalahnya itu susah ngotrol obatnya, disini kan obatnya
banyak, untuk stock opname asja butuh waktu sehari sampai dua
hari baru selesai, obat-obat yang slow moving biasanya yang
sering kadaluarsa, secara stok kan obatnya banyak tapi kita cek
juga masa kadaluarsanya waktu stock opname ternyata sudah
kadaluarsa” (GF-3)
Hal
ini
juga
dibuktikan
dengan
hasil
observasi
yaitu
ditemukannya obat-obatan yang mengalami expired dari bulan Januari
sampai Juli 2015 sebanyak 13 jenis obat.
Sedangkan pengendalian dengan kartu stok sebagai pendataan
keluar masuknya obat di gudang farmasi sebagai pencatatan
permintaan, pengiriman, dan sisa stok di gudang farmasi. Dari
pencatatan kartu stok maka dapat terlihat jumlah sisa stok yang
tersedia. Berikut kutipan wawancara dengan informan:
“Kalau pengendalian perharinya kita pakai kartu stok saja,
biasanya dilihat di kartu stok, kita tandai obat yang keluar, terus
sisanya berapa, biar tahu pemakaiannya” (GF-2)
“Kartu stok juga kami pakai disini untuk pendataan obat, jadi
kalau ada obat yang keluar masuk ya kami catatnya di kartu stok,
itu dilakukan setiap hari, jadi kelihatan mana obat yang mau
habis atau belum” (GF-3)
Pernyataan diatas juga didukung leh hasil observasi dan telaah
dokumen berupa kartu stok didapatkan bahwa pengendalian persediaan
perharinya dilakukan dengan menggunakan kartu stok yang berisi
Nomor, Nama Obat, Jumlah masuk dan keluarnya obat, Tanggal
kadaluarsa, dan keterangan.
94
Salah satu upaya dalam pengendalian persediaan obat di gudang
farmasi adalah melalui sistem pencatatan. Sistem pencatatan persediaan
yang digunakan adalah dengan karu stok. Penggunaan kartu stok
manual berfungsi untuk kemudahan penelusuran obat secara langsung
apabila terjadi kesalahan.
Dalam kegiatan pengendalian persediaan obat di gudang farmasi
RSUD Kota Sekayu tidak menggunakan metode khusus. Hal ini sesuai
dengan hasil wawancara berikut :
“tidak ada metode khusus, hanya menggunakan kartu stok dan stock
opname saja” (GF-1)
“kalau metode khususnya tidak ada ya, pengendalian lewat stock
opname saja dan untuk setiap harinya pakai kartu stok” (GF-2)
“metode khusus tidak ada, cuma bikin pencatatan saja tiap hari
dengan karu stok, terus dilakukan stock opname setiap per 3 bulan
sekali..” (GF-3)
Dari hasil penelitian dengan wawancara dan observasi, maka
dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengendalian persediaan obat di
gudang farmasi RSUD Kota Sekayu masih bersifat sederhana yaitu
meliputi kegiatan pencatatan dan pelaporan melalui stock opname dan
menggunakan kartu stok. Kegiatan ini sudah sesuai dengan standar
prosedur yang berlaku di RSUD Kota Sekayu.
95
c.
Output
1)
Ketersediaan dan Keamanan Obat di Gudang Farmasi RSUD
Kota Sekayu
Berdasarkan hasil observasi di gudang farmasi terhadap obat-
obatan yang tersedia di gudang penyimpanan, diketahui bahwa secara
garis besar ketersediaan obat di gudang farmasi sudah sesuai dengan
kebutuhan, akan tetapi memang ada beberapa obat terkadang tidak
tersedia di gudang itu disebabkan karena permintaan yang terlalu
tinggi. Jika dilihat dari segi waktu, karena biasanya diawal tahun obat
belum dilakukan pengadaan dengan menggunakan dana APBD dan
baru dilakukan pengadaan pada trisemester ke tiga, jika menggunakan
dana BLUD, maka dapat diadakan setiap bulan sekali. Jika dilihat dari
segi kualitas, sejauh ini ketersediaan obat dapat dipenuhi, hanya saja
waktu pemenuhannya yang perlu diperhatikan. Sedangkan dari segi
kualitas ketersediaan obat, karena pengadaan yang dilakukan adalah
pengadaan langsung, maka barang yang datang adalah barang yang
sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan.
Hal ini juga didukung oleh hasil wawancara kepada ketiga
informan. Berikut pernyataan informan:
“kalau untuk ketersediaan saya rasa sudah cukup baik, memang
ada beberapa obat yang kadang kosong, namun dengan adanya
dana BLUD, obat-obat yang cito dapat dipenuhi dengan cepat”
(GF-1)
“kalau ketersediaannya sudah cukup, memang itulah yang bisa
direncanakan dan diadakan oleh rumah sakit, ya sesuai dengan
formularium, tapi memang ada beberapa obat yang tidak ada di
dalam formularium rumah sakit, ini biasanya user yang sering
96
seperti ini, yang memberikan resep tidak sesuai dengan
yang ada digudang, ditambah lagi ada beberapa obat
memang kosong, dikarenakan permintaan obat tersebut
tinggi, tapi itu tidak terlalu lama kosongnya, karena
melakukan pemesanan kemballi” (GF-2)
obat
yang
yang
kami
“Kalau ketersediaanya sudah lumayan cukup, kalo misalnya obat
kosong ya dipesan lagi, kalau memang tidak ada dari
distributornya ya mau bagaimana lagi”. kalo keamanannya ya
yang saya bilang tadi, kadang ada pihak-pihak yang tidak
tanggung jawab, mengambil terus tidak di catat atau dilaporkan
kesaya, kalau faktor lain tidak ada ya”(GF-3)
Sementara itu, untuk masalah penumpukkan obat yang terjadi di
gudang farmasi tidak berbeda dengan masalah kekosongan obat.
Penumpukkan barang dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya
adalah perencanaan yang belum sesuai dengan kenyataan, kurangnya
luasnya gudang juga menjadi faktor karena seakan barang terlihat
menumpuk dengan banyaknya barang yang diletakkan dilantai, dan
sebagainya.
Dalam menjaga ketersediaan dan keamanan obat di gudang
farmasi RUSD Kota Sekayu, maka Instalasi Farmasi harus lebih
meningkatkan sistem pengelolaan obat. Hasil akhir dari pengelolaan
obat adalah ketersediaan obat sesuai dengan kebutuhan dan
berkurangnya penolakan resep karena kekosongan obat. Selain itu
dengan pengelolaan obat yang baik diharapkan jumlah dan jenis obat
dapat terdapat dengan akurat yang dapat menggambarkan jumlah asset
yang dimiliki setiap tahun. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh
informan sebagai berikut:
“output yang diinginkan dari pengelolaan obat adalah
tersedianya obat sesuai dengan kebutuhan, terdatanya dengan
97
baik jumlah obat dan jenis obat yang dapat menggambarkan
jumlah asset yang dimiliki setiap akhir tahunnya” (GF-1)
“yang diinginkan adalah tersedianya data yang akurat tentang
jumlah dan jenis obat. yang bisa dijadikan sumber informasi bagi
perencanaan kebutuhan dan stok opname setiap 6 bulan sekali,
serta berkurangnya jumlah obat yang tidak terdata ketika diambil
dari gudang...” (GF-2)
“kalau pengelolaan obat saya rasa berjalan baik ya, penolakan
resep karena kekosongan obat mungkin bisa dihindari, terkecuali
misalnya untuk obat yang memang tidak tersedia, ya yang saya
bilang tadi, dari distributornya kosong...” (GF-3)
Dari hasil penelitian yang dilakakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa ketersediaan obat merupakan output utama dalam pengelolaan
persediaan obat di rumah sakit. Di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu,
ketersediaan juga selalu dijaga agar tetap dalam jumlah yang efektif
dan efisien guna memenuhi kebutuhan para user. Namun, masalah
terkait dengan ketersediaan barang di gudang farmasi juga dialami
selama periode tertentu. Masalah yang terkait diantaranya kekosongan
obat dan penumpukkan barang di gudang farmasi. Kedua masalah ini
terjadi pada waktu tertentu. Namun dalam hal kekosongan obat yang
dialami, sejak RSUD pengelolaan keuangannya menjadi BLUD,
kekosongan obat dapat diatasi dengan dana BLUD.
98
BAB VI
PEMBAHASAN
A.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian
ini
dilakukan
dengan
metode
kualitatif
deskriptif.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara,
observasi, dan telaah dokumen. Adapun keterbatasan dalam penelitian yang
dilakukan tentang pengelolaan persediaan obat di RSUD Kota Sekayu tahun
2015 antara lain:
1.
Wawancara yang dilakukan pada saat jam kerja, sehingga peneliti tidak
banyak mempunyai waktu untuk secara lebih mendalam mendapatkan
informasi yang lebih banyak. Satu informan hanya mendapatkan waktu
sekitar 30 menit untuk wawancara.
2.
Peneliti tidak bisa mendapatkan prosedur atau SOP yang ada di
Instalasi Farmasi maupun di Gudang farmasi terkait dengan kegiatan
pengelolaan persediaan obat. Hal ini dikarenakan peneliti tidak
mendapatkan izin untuk mengambil atau memfotokopikan SOP atau
prosedur tersebut, tetapi peneliti diperbolehkan membaca dan
mempelajari SOP sehingga dapat mengambil beberapa data yang
berkaitan dengan hasil.
B.
Pengelolaan Persediaan Obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu
Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan
farmasi merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan
99
sampai ke pengahapusan serta evaluasi yang saling terkait antara satu sama
dengan yang lain. Kegiatannya mencakup perencanaan, penganggaran,
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penghapusan, dan pengendalian
(Seto, 2004).
Pengelolaan perbekalan farmasi dilakukan di dalam ruang lingkup
Instalasi Farmasi. Pengelolaan persediaan obat yang baik tentunya
memerlukan manajemen yang baik pula. Namun hal tersebut tidak terlepas
dari faktor-faktor yang yang mempengaruhinya. Sebagaimana disebutkan
oleh Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2010 bahwa untuk
melihat efektifitas dari pengelolaan persediaan obat perlu diperhatikan faktorfaktor input sebagai penunjang terlaksananya proses manajemen logistik dan
proses pengelolaan itu sendiri. Faktor input terdiri dari sumber daya manusia,
anggaran, sarana dan prasarana, dan prosedur. Sementara itu, proses dari
pengelolaan persediaan obat yang perlu diperhatikan mulai dari perencanaan,
penganggaran, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pengahapusan, dan
pengendalian. Sedangkan outputnya adalah ketersediaan obat yang efektif
dan efisien. Sehingga bisa melihat sistem pengelolaan obat yang
dilaksanakan di gudang farmasi rumah sakit.
a.
Input Pengelolaan Obat
Input merupakan suatu elemen yang terdapat di dalam sistem dan
merupakan elemen yang sangat penting di dalam berfungsinya suatu
sistem (Azwar, 2010). Jika input tidak tersedia dengan baik, maka
dapat menghambat kegiatan yang terjadi dalam proses pada suatu
sistem. Bahkan tidak tersedianya input dapat menghambat suatu sistem
100
dalam mencapai tujuannya. Begitu juga dalam penelitian ini. Dalam
kegiatan pengelolaan obat, suatu rumah sakit harus menyediakan input
dengan baik. Adapun input pengelolaan obat di gudang farmasi RSUD
Kota Sekayu adalah sebagai berikut:
1)
Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting yang
berperan dalam pelaksanaan pengelolaan obat. Berdasarkan hasil
wawancara, observasi, dan telaah dokumen diketahui bahwa jumlah
sumber daya manusia yang ada di gudang farmasi yang berkaitan
dengan pengelolaan obat di gudang farmasi hanya 2 orang. Satu orang
sebagai kepala gudang dan satu orang sebagai petugas pelaksana.
Jumlah SDM tersebut mengalami penurunan dari 2 tahun sebelumnya
yang berjumlah 3 orang. Oleh karena itu menurut informan, petugas
pelaksana harian gudang farmasi dirasa sangat kurang, karena petugas
gudang bertanggung jawab mengurusi seluruh rangkaian penyimpanan
obat, mulai dari penerimaan, penyusunan obat, pengeluaran obat hingga
pelaporan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kegiatan yang ada
di gudang farmasi.
Berdasarkan Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun
2010, diketahui bahwa sumber daya manusia dalam pengelolaan
persediaan obat di gudang farmasi terdiri dari satu orang atasan kepala
gudang, satu orang kepala gudang, satu orang pengurus barang, dan
satu orang pelaksana. Jika dibandingkan dengan kebijakan tersebut
101
memang sumber daya manusia yang berperan dalam pengelolaan obat
di gudang farmasi masih kurang mencukupi.
Pada hasil ini petugas pelaksana gudang farmasi juga berperan
sebagai petugas pengurus barang, sedangkan dalam PP No. 51 tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dilakukan oleh orang yang
berbeda. Selain itu juga menurut PP No. 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian BAB III pasal 33 (2), seharusnya tenaga teknis
kefarmasian berlatar belakang pendidikan sarjana farmasi, D3 Farmasi,
Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi.
Kurang mencukupinya SDM yang ada di gudang farmasi
terutama untuk pertugas pelaksana harian gudang menyebabkan
petugas pelaksana sering merasa kelelahan dan merasa pusing untuk
menyelesaikan pekerjaannya. Beban kerja yang dimiliki menjadi lebih
banyak dan itu harus ia kerjakan sendiri, akibanya ada pekerjaan yang
tidak dapat terlaksana.
Minimnya jumlah petugas gudang farmasi RSUD Kota Sekayu
menyebabkan terhambatnya kegiatan pelayanan yang dilakukan di
gudang farmasi tersebut. Ketika terjadi kekosongan stok pada unit
rumah sakit dan petugas farmasi sedang libur atau sedang keluar
sementara tidak ada petugas yang menjaga gudang farmasi, maka
petugas unit akan mengambil obat yang dibutuhkan sendiri ke gudang
farmasi. Dan terkadang petugas unit tidak mencatat obat apa saja yang
diambil. Hal ini menyulitkan petugas gudang saat pencatatan sehingga,
menyebabkan data obat tidak sesuai dengan jumlahya.
102
Kesesuaian antara pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
oleh SDM pengelolaan obat di gudang farmasi dinilai sudah sesuai,
meskipun memang masih perlu diberikan pelatihan untuk petugas
pelaksana yang ada di gudang farmasi terkait dengan proses
penyimpanan obat yang baik. Dalam pelaksanaannya pun tugas gudang
tidak merasa kesulitan untuk melaksanakan tugasnya di gudang farmasi
dan tidak memerlukan waktu yang lama unuk belajar mengenai
kegiatan yang ada di gudang farmasi karena pada dasarnya
pendidikannya adalah ahli madya farmasi.
Ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Mardiyoko (2008), diketahui bahwa tingkat pendidikan sangat
berpengaruhi terhadap kemampuan seseorang dalam melaksanakan
tugasnya yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan kompetensi.
Menurut penelitian tersebut dapat diartikan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang maka semakin memahami pula rasa
tanggung jawabnya dalam menjalankan tugasnya.
Hasibuan (2006) juga menyebutkan bahwa faktor penting yang
perlu diperhatikan dalam penempatan jabatan adalah kesesuaian
pengetahuan dan keterampilan petugas, kemudian dari situ akan mencul
disiplin kerja. Penelitian Oskar (2005) menunjukkan bahwa kesesuaian
pengetahuan dan keterampilan dalam penempatan jabatan kerja
memiliki pengaruh sebesar 63,9% dalam menentukan prestasi kerja
seorang pegawai.
Terjadinya permasalahan pada sumber daya manusia yang
terdapat di gudang farmasi rumah sakit, dapat menghambat kegiatan
103
pengelolaan persediaan obat terutama pada proses penyimpanan obat.
Minimnya sumber daya manusia yang tersedia di gudang farmasi dapat
membuat kegiatan dalam proses penyimpanan tidak dapat berjalan
dengan baik. Oleh karena itu perlu adanya proses rekrutmen dan seleksi
untuk memenuhi kebutuhan akan SDM, karena SDM yang ada saat ini
untuk pendistribusian obat hanya dilakukan satu orang.
C.
Anggaran
Anggaran merupakan
salah satu input
yang menunjang
pelaksanaan dalam proses pengelolaan obat di gudang farmasi.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa tidak adanya anggaran
yang khusus disediakan oleh Rumah Sakit yang berkaitan dengan
pengelolaan persediaan obat. Rumah sakit hanya menyediakan
anggaran rutin untuk pengadaan obat-obatan saja. Karena sejauh ini
rumah sakit belum merasa perlu untuk menyediakan anggaran terkait
dengan pengelolaan persediaan obat.
Dalam pedoman pengelolaan obat yang dibuat oleh Dirjend Bina
Farmasi dan Alat Kesehatan (2010) menyebutkan bahwa salah satu
input yang perlu disediakan dalam pengelolaan obat adalah anggaran.
Anggaran rutin pengelolaan yang perlu disediakan antara lain anggaran
untuk pemeliharaan gudang dan prasarana lainnya yang terdapat di
gudang farmasi seperti perawatan AC, printer dan komputer. Akan
tetapi pengelolaan anggaran untuk pemeliharaan gudang dan sarana dan
prasarana lainnya di gudang farmasi sudah dianggarankan dalam
anggran Logistik Barang Umum.
104
Pemeliharaan gudang farmasi dan seluruh peralatannya dengan
baik merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan oleh pihak
manajemen rumah sakit. Berdasarkan hasil penelitian Damanik (2003)
menyebutkan bahwa paling tidak manajemen perlu menyisihkan biaya
untuk pemeliharaan sebesar 1% dari biaya peralatan yang ada. Kurang
baiknya pemeliharaan terhadap gudang farmasi dan peralatan yang
terdapat didalamnya sering kali berakibat pada pendeknya masa pakai
peralatan tersebut, dan berdampak pada meningkatnya tambahan biaya
yang diperlukan untuk pemeliharaan mencapai 20%-30%.
Tidak tersedianya anggaran tentunya dapat mempengaruhi dalam
proses pengelolaan obat. Jika terdapat barang gudang yang rusak, dapat
menghambat pekerjaan petugas dan petugas mejadi tidak bisa
menyelesaikan
pekerjaannya.
Belum
lagi
manajemen
harus
memperbaiki barang rusak dan mengeluarkan biaya yang cukup besar.
Ini tentu akan menimbulkan kerugian ganda bagi rumah sakit.
D.
Sarana dan Prasarana
Kelengkapan fasilitas merupakan suatu faktor yang harus
dipenuhi oleh setiap wadah pemberi pelayanan kesehatan, dengan
terlengkapinya fasilitas yang digunakan dalam memberikan suatu
pelayanan, maka pelayanan akan dapat diberikan dengan maksimal.
Begitu juga dengan fasilitas yang digunakan dalam pengelolaan
persediaan obat di RSUD Kota Sekayu. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu diketahui bahwa
fasilitas yang digunakan untuk pengelolaan persediaan obat sudah
105
mencukupi. Fasilitas-fasilitas tersebut digunakan untuk mendorong
terwujudnya pelayanan kefarmasian di gudang farmasi dengan baik.
Menurut Buchri (2001) dalam Ermiati dan Sembiring (2012)
mengatakan
bahwa
perlengkapan
fisik
fasilitas
untuk
adalah
penyedia
memberikan
perlengkapan-
kemudahan
kepada
penggunanya, sehingga kebutuhan-kebutuhan dari pengguna fasilitas
tersebut dapat dipenuhi.
Namun ada beberapa kendala yang ditemukan diantaranya kurang
memadainya kondisi luas gudang dan tata letak barang-barang sehingga
terjadi penumpukkan barang dilantai. Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara diketahui bahwa luas gudang penyimpanan ini dinilai masih
kurang mencukupi untuk kegiatan penyimpanan obat di RSUD Kota
Sekayu. Sarana penyimpanan obat yang tersedia di RSUD Kota Sekayu
berupa gudang penyimpanan yang memiliki 3,2 m2 x 3 m2, sedangkan
Departemen
Kesehatan
dalam
pedoman
pengelolaan
gudang
menyebutkan bahwa luas gudang penyimpanan obat minimal adalah 3
x 4 m2.
Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Prihatiningsih (2012)
yang menyebutkan bahwa adanya hubungan antara luas gudang dengan
kegiatan penyimpanan. Luas gudang yang kurang memadai tentunya
sangat menghambat petugas dalam melakukan tugas penyimpanan obat
di gudang farmasi. Dari hasil penelitian tersebut juga diketahui bahwa
gudang penyimpanan tidak hanya digunakan untuk menyimpan obat,
namun juga digunakan untuk menyimpan alat kesehatan, selain itu
dengan kondisi gudang yang kurang memadai tersebut, banyak barang-
106
barang yang menumpuk. Oleh karena itu petugas gudang menjadi tidak
leluasa bergerak pada saat melakukan pekerjaannya.
Luas gudang yang kurang memadai tentunya sangat menghambat
petugas dalam melakukan tugas penyimpanan obat di gudang tersebut.
Petugas gudang menjadi tidak leluasa bergerak pada saat akan
menyusun barang atau obat-obatan yang baru diterimanya. Minimnya
luas gudang farmasi juga menyebabkan petugas terpaksa harus
menumpuk kardus obat-obatan yang disimpan didalamnya. Ini tentu
menyulitkan petugas dalam melakukan pengambilan obat.
Lengkap atau tidaknya suatu fasilitas atau sarana dan prasarana
yang dimiliki oleh rumah sakit akan mempengaruhi terhadap kegiatan
pengelolaan persediaan obat, sehingga dengan kelengkapan sarana dan
prasarana yang ada di gudang farmasi, maka dapat dinilai apakah
pengelolaan persediaan obat berjalan dengan lancar atau tidak.
Kegiatan akan terlaksana dengan baik jika segala fasilitas atau sarana
dan prasarana dilihat sudah cukup baik dan lengkap.
E.
Prosedur
Menurut Oktaviani (2011) Standar operasional prosedur (SOP)
adalah pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan
menggerakan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.
Berikut ini adalah beberapa karakteristik prosedur, diantaranya adalah:
1.
Prosedur menunjang tercapainya suatu organisasi.
2.
Prosedur mampu menciptakan adanya pengawasan yang baik dan
menggunakan biaya yang seminimal mungkin.
107
3.
Prosedur menunjukkan urutan-urutan yang logis dan sederhana.
4.
Prosedur menunjukan adanya pnetapan keputusan dan tanggung
jawab.
5.
Prosedur menunjukan tidak adanya keterlambatan dan hambatan.
6.
Adanya suatu pedoman kerja yang harus diikuti oleh anggotaanggota organisasi.
7.
Mencegah terjadinya penyimpangan
8.
Membantu efesiensi, efektivitas, dan produktivitas dari suatu
organisasi.
Prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan persediaan obat
sudah ada dan sudah digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan obat
di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu, meskipun petugas tidak
mengingat seluruh prosedurnya secara mendetail.
Prosedur pengelolaan persediaan obat terdiri dari prosedur
perencanaan, prosedur penganggaran, prosedur pengadaan, prosedur
penyimpanan, prosedur pendistribusian, prosedur penghapusan, dan
prosedur pengendalian, serta tupoksi yang ada di gudang farmasi.
Prosedur yang dibuat sudah cukup baik. Namun masih kurang lengkap,
karena dalam salah satu prosedur yaitu prosedur penyimpanan hanya
disebutkan bahwa penyimpanan dilakukan oleh petugas gudang,
penyimpanan menggunakan sistem FIFOdan FEFO. Tapi tidak
dijelaskan
seraca
rinci
tentang
bagaimana
pengklasifikasian
penyimpanannya, bagaimana pengaturan suhunya dan kelembapan
ruangan. Sehingga petugas gudang sering mengabaikan hal tersebut. Ini
didukung oleh hasil penelitian Yudha (2012) yang menyatakan bahwa
108
ketidaklengkapannya prosedur dapat menghambat proses pengelolaan
persediaan obat terlebih lagi kegiatan yang dilakukan sudah menjadi
rutinitas harian.
Pada pelaksanaannya prosedur yang dibuat ini sudah dijalankan
oleh SDM yang melakukan pengelolaan persediaan obat di gudang
farmasi RSUD Kota Sekayu, meskipun terkadang masih ada point yang
terlewatkan dan tidak terlaksanakan. Tidak dilaksanakan point-point
tersebut, akan menyebabkan kegiatan pengelolaan persediaa mejadi
terganggu.
SOP dapat dijadikan sebagai pedoman yang digunakan dalam
proses pelaksanaan pengelolaan persediaan obat, sehingga tujuan dari
pengelolaan tercapai. Dengan adanya prosedur setiap petugas dapat
mengetahui tugas, wewenang dan tanggung jawab pekerjaan yang haru
dilakukan, sehingga dalam pengelolaan obat dapat berjalan dengan baik
dan terhidar dari kesalahan, keraguan dan dapat membuat pekerjaanya
lebih efisien.
Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Tedjakusnadi (2002)
bahwa prosedur merupakan pedoman yang disusun secara tertulis
dengan jelas dan mengambarkan urutan kegiatan yang dilakukan dan
siapa yang bertanggung jawab melaksanakan prosedur tersebut.
b. Proses
1)
Perencanaan
Perencanaan dan penetapan kebutuhan merupakan langkah awal
dalam proses pengelolaan obat. Dalam Permenkes No. 58 Tahun 2014
109
perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah
dan periode pengadaan obat sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan
untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat waktu, tepat
jumlah dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari
kekosongan
obat
dengan
menggunakan
metode
yang
dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi dan kombinasi metode
konsumsi dan epidemiologi dan disesuiakan dengan anggaran yang
tersedia.
Menurut Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementrian Kesehatan tahun (2010) menyebutkan bahwa tujuan dari
perencanaan kebutuhan obat adalah untuk mendapatkan:
e. Jenis dan jumlah yang tepat sesuai kebutuhan
f. Menghindari terjadnya kekosongan obat.
g. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
h. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Berdasarkan hasil penelitian di gudang farmasi RSUD Kota
Sekayu Perencanaan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu dibuat
pada periode tiga bulan (triwulan). Perencanaan kebutuhan obat di
gudang farmasi dilakukan berdasarkan pada rata-rata jumlah konsumsi
obat atau jumlah pemakaian pada periode sebelumnya dan ditambah
dengan stok pengaman. Metode ini digunakan karena lebih mudah
dalam penerapannya. Pada tahap perencanaan obat-obatan yang akan
dibuat dalam perencanaan adalah obat-obatan yang ada di formularium
rumah sakit.
110
Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Pratiwi (2012) yang
menyebutkan bahwa metode yang digunakan di Sub Unit Gudang
Farmasi RSUD Kota Depok adalah menggunakan metode konsumsi
yang merupakan dasar perencanaan melalui data laporan jumlah
pemakaian. Dari hasil penelitian tersebut juga diketahui bahwa
perencanaan kebutuhan obat berdasarkan pada rata-rata jumlah
kebutuhan obat pada periode sebelumnya, selain itu dilihat slow moving
dan fast moving dari masing-masing obat.
Selain itu juga menurut Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan
melonjaknya
(2010)
menyebutkan
permintaan
dan
bahwa
penggunaan
untuk
obat,
mengantisipasi
maka
dalam
perencanaan kebutuhan harus disertakan stok pengaman (buffer stock).
Menurut Herjanto (2008) Buffer stock merupakan persediaan tambahan yang
diadakan untuk melindungi dan menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan
bahan (stock out).
Pada perencanaan kebutuhan obat di gudang farmasi RSUD Kota
Sekayu pun disertai dengan stok pengaman. Stok pengaman yang dilakukan
oleh gudang farmasi sebesar 10% sampai 20% dari persediaan yang ada. Hal
ini dilakukan untuk mengantisipasi melonjaknya permintaan kebutuhan. Ini
sejalan dengan hasil penelitian yang di lakukan oleh Utari (2014) di RS
Zahirah yang menyatakan bahwa gudang farmasi harus menambahkan stok
pengaman (buffer stock) sebesar 10% sampai 20% pada setiap kali melakukan
perencanaan dan pengadanaan obat, hal ini dilakukan untuk mengantisipasi
kelonjakan permintaan kebutuhan persediaan obat, maka perlu dilakukan
perhitungan stok pengaman. Hal ini juga sesuai dengan teori yang
111
dikemukakan oleh John dan Harding (2010), keputusan mengenai kapan
mengajukan pemesanan kembali terletak pada dua faktor yaitu pertama
pertimbangan tingkat pemesanan kembali secara langsung berdasarkan
pemakain normal, dan yang kedua sedian pengaman berdasarkan derajat
ketidakpastian dan tingkat pelayanan yang diminta.
Masalah yang dihadapi dalam perencanaan obat di gudang
farmasi adalah perencanaan hanya menggunakan metode konsumsi dan
kurang memperhatikan pola penyakit, oleh karena itu ada obat yang
sering kosong dan ada juga obat yang mengalami over stock. Dalam
Depkes (2008) telah disebutkan bahwa perencanaan harus melihat dari
segi konsumsi dan pola penyakit, karena dengan menggunakan dua
metode tersebut dapat menghitung jumlah kenjungan dan jenis penyakit
yang dilayani pada tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, masalah lain
yang dihadapi adalah ketidaksesuaian harga obat yang ada di e-katalog
dengan harga yang sebenarnya pada distributor, hal ini menyebabkan
pihak rumah sakit mengganti obat dengan obat jenis lain dengan terapi
yang sama dan dengan mnyesuaikan harga yang ada di e-katalog.
2)
Penganggaran
Sumber dana merupakan salah satu input yang mendukung
terlaksananya suatu proses. Proses akan berjalan sesuai dengan
keinginan apabila didukung penuh dari segi pendanaannya. Begitu juga
dengan pelayanan yang ada di RSUD Kota Sekayu, pelayanan
kesehatan akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh pendanaan
yang memadai.
112
Hasil wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti kepada
informan diketahui bahwa anggaran yang dikeluarkan oleh RSUD Kota
Sekayu untuk pengadaan obat sebesar ±10 M pertahun. Dana tersebut
berasal dari dua sumber dana yaitu APBD dan dana BLUD.
Berdasarkan undang-undang no 36 tahun 2009 pada bab XV dan pasal
170 yang mana sumber pembiayaan kesehatan berasal dari pemerintah,
pemerintah
daerah,
swasta/masyarakat
dan
sumber
lainnya.
Pembiayaan yang berasal dari pemerintah daerah yaitu APBD,
sedangkan pembiayaan yang berasal dari swasta atau masyarakat yaitu
seperti halnya pendapatan atau penghasilan dari rumah sakit itu sendiri.
Akan
tetapi
kendala
yang sering terjadi
dalam
proses
penganggaran adalah kurangnya dana untuk pembelian obat. Dengan
dana yang tersedia sekarang dirasa masih belum cukup untuk
memenuhi permintaan
kebutuhan yang meningkat. Kurangnya
anggaran untuk penyediaan obat dapat menyebabkan pelayanan
kefarmasian menjadi terganggu. Menurut Suciati dkk (2006) Pelayanan
kefarmasian merupakan pelayanan penunjang dan sekaligus merupakan
revenue center utama. Hal tersebut mengingat bahwa hampir 90 %
pelayanan kesehatan di rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi
(obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi bahan alat kesehatan, alat
kedokteran dan gas medis), dan 50% dari pemasukan rumah sakit
berasal dari pengelolaan pembekalan farmasi termasuk obat-obatan.
Dalam melakukan penganggaran, hal yang perlu diperhatikan adalah
penentuan kebutuhan dari anggaran yang ada, satuan harga yang sesuai
dengan harga pasar, dan peramalan terhadap inflasi.
113
Dengan tersedianya anggaran tentunya dapat mempengaruhi
dalam proses perencanaan dan pengadaan obat. Dengan anggaran yang
cukup maka kebutuhan obat akan terpenuhi dengan baik, sebaliknya
jika anggaran yang disediakan untuk pengadaan obat terbatas maka
pelayanan kefarmasian rumah sakit akan terganggu dan rumah sakit
dapat mengalami kerugian. Pernyataan ini sesuai dengan pedoman
perbekalan kefarmasian yang dibuat oleh Dirjend Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan 2010 yang menyebutkan bahwa salah satu
komponen penunjang yang sangat vital dalam pengelolaan perbekalan
farmasi adalah ketersediaan anggaran yang memadai dan sesuai dengan
kebutuhan untuk penyediaan perbekalan farmasi di rumah sakit.
3)
Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan
yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi, dan
sumbangan. Tujuan pengadaan adalah untuk mendapatkan perbekalan
farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman
barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak
memerlukan tenaga serta waktu berlebihan (Depkes RI, 2008).
Dari hasil paparan
beberapa informan
dan pengamatan
dokumen, pengadaan dilakukan dengan sistem e-purchasing dan sisem
tender atau lelang. Sistem e-purchasing dilakukan agar mempermudah
petugas dalam melakukan pembelian, karena barang atau obat yang
akan dibeli dalam e-catalog sudah memuat daftar, jenis, dan spesifikasi
termasuk harga obat tersebut. Dalam penelitian Sumangkut dan Jansen
114
(2014) menyebutkan hal yang sama yaitu pengadaan secara epurchasing dilakukan secara langsung kepada penyedia barang,
pengadaan seperti ini untuk mempermudah petugas dalam melakukan
pemesanan barang kepada penyedia barang.
Proses pengadaan persediaan melalui e-purchasing ini dirasa
cukup efektif karena proses pengadaannya dilakukan secara online dan
langsung kepada penyedia yang telah telah terdaftar di Lembaga
Kebijakan Pengelolaan Barang/Jasa (LKPP) tanpa adanya kompetisi.
Penelitian Wibowo, dkk (2011) juga menyebutkan bahwa manfaat dari
pengadaan melalui e-purchasing adalah membuat efisiensi dari sisi
biaya yang dibutuhkan relatif tidak banyak, dan membutuhkan lebih
sedikit waktu, tenaga, dan biaya. Akan tetapi sistem pengadaan ini
terkadang belum sesuai dengan yang diharapkan, karena terkadang
sering terjadi masalah pada jenis dan harga obat yang tidak sesuai
dengan perencanaan. Oleh sebab itu, untuk menutupi kekurangan
tersebut maka gudang farmasi melakukan pengadaan dengan sistem
tender.
Sistem tender merupakan tata cata pemilihan penyedia obat yang
dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua penyedia barang
atau obat yang terdaftar dalam sistem pengadaan penyediaan obat.
Pembelian obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu dilakukan
dengan tender terbuka atau
pun dengan tender terbatas kepada
pedagang farmasi yang menyediakan obat. Tender terbatas dilakukan
hanya untuk pengadaan obat-obatan yang bernilai di bawah Rp
50.000.000 juta, sedang kan untuk tender terbuka dilakukan pengadaan
115
bernilai diatas Rp 50.000.000. Namun untuk pemesanan obat jenis
narkotika dan psikotrapika terdapat sedikit perbedaan. Untuk narkotika
dan psikotrapika petugas pembelian harus mengisi data lengkap yang
tertera pada lembar pemesanan.
Pengadaan dengan sistem tender dilakukan karena harga obat
yang ada di e-catalog terkadang tidak sesuai dengan harga obat yang
telah direncanakan. Untuk menutupi kekurangan tersebut maka pihak
Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu melakukan pengadaan persediaan
obat di gudang farmasi dengan sistem tersebut. Hal ini dilakukan untuk
menutupi kebutuhan obat yang tidak ada atau tidak sesuai dengan harga
yang ada di e-catalog.
Untuk kegiatan pengadaan obat dilakukan satu bulan sekali
bahkan dapat dilakukan dua kali pemesanan dalam satu bulan
tergantung dengan pergerakan obatnya. Ini sesuai dengan pernyataan
semua informan yang menyatakan bahwa pengadaan persediaan obat
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan diadakan satu kali dalam satu
bulan, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa obat juga dapat
diadakan dua kali dalam satu bulan, mengingat permintaan kebutuhan
yang tinggi.
Selain itu juga, tidak jarang rumah sakit melakukan pengadaan
dengan pembelian cito ke apotek diluar rumah sakit, hal ini
dikarenakan permintaan yang tinggi dan mendesak, sedangkan
persediaan yang dibutuhkan yang ada di dalam gudang mengalami
kekosongan dan untuk memesan kembali dibutuhkan waktu yang lama.
116
Dalam proses pengadaan obat, kendala yang sering terjadi ketika
melalukan pembelian obat adalah distributor yang sering terlambat
dalam melakukan distribusi kerumah sakit atau obat yang dipesan tidak
ada sama distributor tersebut, dan pihak gudang farmasi melakukan
pemesanan dengan distributor lainnya. Waktu tunggu yang di berikan
oleh pihak gudang farmasi ditentukan oleh pihak gudang farmasi
RSUD Kota Sekayu maksimal dua hari setelah pemesanan ke supplier.
Akan tetapi pada kenyataannya rata-rata waktu tunggu pemesanan obat
ke supplier atau distributor adalah tiga hari bahkan lebih setelah
pemesanan, hal ini dikarenakan jarak distributor yang jauh dari rumah
sakit.
Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas bahwa proses
pengadaan persediaan obat berjalan dengan baik, karena setiap tahapan
dari pengadaan harus dilaksanakan sesuai dengan apa yang dijelaskan
dalam prosedur pengadaan persediaan di gudang farmasi RSUD Kota
Sekayu dan Pedoman yang dibuat oleh Dirjend Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan (2010).
4)
Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara
dan menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang
dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak
mutu obat. Tujuan penyimpanan adalah untuk memelihara mutu
sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung
117
jawab, menjaga ketersediaan, dan memudahkan pencarian dan
pengawasan (Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan
kegiatan penyimpanan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu
menggunakan sistem FIFO dan FEFO. Artinya dalam penyusunan,
obat-obatan yang baru datang diletakkan dibelakang dan obat-obatan
yang lama diletakkan di bagian depan. Hasil penelitian ini juga
didukung oleh hasil penelitian Sheina dan Umam (2010) yang
menyebutkan bahwa penyimpanan dan penyusunan obat di gudang
Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I
menggunakan metode FIFO dan FEFO dan berdasarkan abjad, metode
ini digunakan agar mempermudah petugas dalam pengambilan obatobatan dan menjaga mutu obat-obatan di Instalasi Farmasi RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Unit I. Menurut Dina (2012) pengaturan
obat yang dilakukan di rak/lemari penyimpanan dapat memberikan
kemudahan bagi petugas gudang dalam mencari barang saat dibutuhkan
dan dapat membuat penyimpanan menjadi lebih efisien.
Dalam kegiatan penyimpanan, barang yang sudah diterima dan
sudah diperiksa oleh petugas gudang farmasi disimpan di gudang
farmasi. Akan tetapi penyusunan obat yang dilakukan di rak-rak dan
lemari penyimpanan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu belum
dilakukan pemberian nama dan kode, begitu juga dengan obat yang
mendekati expired date juga tidak diberi kode atau pelabelan. Akan
tetapi menurut Dirjen Bina Kefarmasian, proses penyimpanan harus
menggunakan sistem FIFO/FEFO, abjad, berdasarkan sedian dan diberi
118
kode atau nama agak untuk mempermudah dalam pengambilan obat.
Jika dibandingkan dengan teori, memang belum sesuai dengan
pedoman Dirjem Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Namun, untuk
obat-obatan yang memerlukan kondisi penyimpanan khusus seperti
vaksin sudah diletakkan di lemari es/kulas dengan suhu yang sudah
diatur sebelumnya.
Menurut G Jeetu dan T Girish (2010) dalam hasil penelitian
menyebutkan bahwa 25% dari semua kesalahan obat yang dikaitkan
dengan nama obat dan 33% untuk kemasan dan pelabelan. Hasil
penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Wardhana (2013)
yang menyebutkan bahwa terjadinya medication error disebabkan
karena obat-obatan yang disimpan tidak menggunakan kode atau tanda
khusus baik obat yang expired date maupun yang tidak expired date.
Dengan menggunakan tanda khusus atau kode atau pun pelabelan
tersebut diharapkan agar lebih mudah membedakan obat yang akan
kadaluarsa dengan obat yang belum kadaluarsa.
Untuk menghindari kesalahan dalam penyusunan dan pemberian
kode pada obat, maka pihak gudang farmasi RSUD Kota Sekayu bisa
menerapkan sistem kanban. Menurut Monden (2000) sistem kanban
merupakan sistem informasi yang secara serasi mengendalikan
produksi produk dalam jumlah yang diperlukan pada waktu yang
diperlukan dalam setiap proses. manfaat dari sistem kanban adalah
Kelebihan persediaan bisa dihilangkan atau dikurangi, bagian produksi
hanya akan memproduksi sesuai dengan kebutuhan pasar, produksi
119
setiap proses menjadi sinkrong atau selaras, komunikasi dan kerja sama
terpelihara
Selain itu, dalam proses penyimpanan ada faktor hambatan yang
mempengaruhi proses tersebut yaitu kondisi gudang yang kurang
memadai. Gudang farmasi yang dimiliki oleh RSUD Kota Sekayu saat
ini masih kurang dari standar yang telah ditetapkan oleh Dirjend
Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010) yaitu 3 x 4 m2,
akan tetapi pada hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh
peneliti, ternyata luas gudang farmasi tempat penyimpanan obat-obatan
hanya 3,2 x 3 m2. Hal ini tentu tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan Dirjend Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
(2010) untuk luas gudang farmasi.
Menurut
hasil
penelitian
Palupiningtiyas
(2014)
yang
menyebutkan bahwa luas gudang yang kurang memadai tentunya
sangat menghambat petugas dalam melakukan tugas penyimpanan obat
di gudang farmasi. Dari hasil penelitian tersebut juga diketahui bahwa
gudang farmasi RSUD Kota Sekayu tidak hanya digunakan untuk
menyimpan obat, namun juga digunakan untuk menyimpan alat
kesehatan, selain itu dengan kondisi gudang yang kurang memadai
tersebut, banyak barang-barang yang menumpuk.
Menurut Seto (2008) gudang farmasi adalah awal dari
penyimpanan perbekalan farmasi yang datang dari supplier, perbekalan
farmasi tersebut kemudian didistribusikan ke bagian rawat inap, rawat
jalan, dan unit-unit pelayanan rumah sakit yang membutuhkannya.
120
Persyaratan gudang penyimpanan perbekalan farmasi: 1) Accesibility,
adalah ruang penyimpanan harus mudah dan cepat diakses. 2) Size,
ruang penyimpanan harus cukup untuk menampung barang yang ada.
Luas gudang yang kurang memadai tentunya sangat menghambat
petugas gudang dalam melakukan tugas penyimpanan obat di gudang
tersebut. Petugas gudang menjadi tidak leluasa bergerak pada saat akan
menyusun obat-obatan yang baru diterimanya. Minimnya luas gudang
farmasi juga menyebabkan petugas gudang terpaksa harus menumpuk
obat-obatan dan alat kesehatan yang disimpan didalamnya.
Menurut
Depkes
RI
(2007)
menyebutkan
bahwa
untuk
mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian
dan pengawasan obat-obatan, maka diperlukan pengaturan tata ruang
gudang dengan baik. Departemen Kesehatan juga menyebutkan bahwa
dalam penataan gudang farmasi harus dibagi menjadi ruang produksi,
ruang kantor, ruang arsip dokumen, dan ruang penyimpanan. Hal ini
berfungsi untuk mempermudah kegiatan di gudang farmasi.
Berdasarkan pernyataan diatas, kegiatan penyimpanan belum
sesuai dengan SOP yang ada di gudang farmasi dan pedoman Dirjen
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehaan yaitu belum adanya pelabelan
untuk rak-rak atau kode khusus untuk obat-obat yang mendekati
expired date. Selain itu hambatan yang di alami adalah kondisi gudang
yang kurang memadai dan tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan
Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehaan. Dalam pedoman
pengelolaan obat yang dibuat oleh Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat
121
Kesehatan (2010) sudah diatur tentang bagaimana cara atau sistem
penyimpanan obat-obatan yang baik dan benar. Tujuannya adalah
untuk mempertahankan mutu obat dan menghindari kerugian akibat
kesalahan penyimpanan obat.
5)
Pendistribusian
Menurut Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010)
menyebutkan bahwa sistem distribusi dilakukan dua metode yaitu
sistem distribusi senntralisasi dan desentralisasi. Sentralisasi dilakukan
oleh IFRS sentral ke semua unit rawat inap di rumah sakit secara
keseluruhan. Artinya, di rumah sakit itu mungkin hanya satu IFRS
tanpa depo/satrelit IFRS di beberapa unit pelayanan. Sedangkan sistem
desentralisasi dilakukan oleh beberapa depo/satelit IFRS di sebuah
rumah sakit. Pada dasarnya sistem distribusi desentralisasi ini sama
dengan sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruangan, hanya
saja sistem distribusi desentralisasi ini dikelola seluruhnya oleh
apoteker yang sama dengan pengelolaan dan pengendalian oleh IFRS
sentral.
Proses pendistribusian obat di RSUD Kota Sekayu dilakukan
dengan sistem desentralisasi yaitu melalui Apotk dan unit-unit yang ada
di Rumah Sakit. Permintaan setiap unit akan obat semua ditujukan ke
apotek bukan ke gudang farmasi. Pendistribusian obat-obatan ke uniunit rumah sakit di pusatkan ke apotek tujuannya adalah untuk
memudahkan pendataan terhadap obat-obatan yang dikeluarkan dan
memudahkan bagi pasien untuk mendapatkan obat secara langsung
serta memudahkan pagi apoteker untuk berkomunikasi kepada dokter
122
jika ada permasalahan terhadap pemberian resep obat. Jika stok obat di
apotek tersebut sudah habis atau sedikit jumlahnya, maka pihak apotek
akan melakukan permintaan ke gudang farmasi yang disertai dengan
bukti berupa surat permintaan obat.
Dalam proses pendistribusian obat dipengaruhi oleh banyak
sedikitnya jumlah permintaan obat, jika obat yang tersedia di gudang
jumlahnya memungkinkan, maka bisa dilakukan pendistribusian ke unit
tersebut, akan tetapi jika obat yang diminta jumlahnya tidak
memungkinkan untuk dilakukan pendistribusian sesuai permintaan,
maka obat yang disediakan oleh pihak gudang hanya sedikit dan
bahkan tidak dapat dilakukan distribusi karena obat yang dipesan
kosong.
Sementara
itu,
dalam
proses
pendistribusian
seringkali
mengalami masalah. Berdasarkan informasi dari petugas gudang,
masalah yang sering terjadi adalah ketidaksamaan data obat yang ada di
komputer dengan jumlah obat yang ada digudang farmasi. Hal ini
dikarenakan sering petugas unit yang membutuhkan obat tidak
melaporkan terlebih dahulu sewaktu melakukan pengambilan obat, hal
ini terjadi ketika petugas yang bertugas di gudang farmasi sedang tidak
berada di gudang.
Menurut Taxis (1999) dalam jurnal penelitiannya yang berjudul
Hospital Drug Distribution Systems in the UK and Germany
menyatakan bahwa pengukuran kualitas untuk semua sistem distribusi
salah satunya dapat dilihat dengan mengetahui seberapa besar
terjadinya medication errors dan human errors. Banyak kesalahan yang
123
dilakukan akibat kelalaian petugas menyebatkan terganggunya proses
pengelolaan persediaan obat.
Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
proses penditribusian sudah sesuai dengan prosedur yang ada di rumah
sakit yaitu didistribusikan secara berkala kepada seluruh unit pelayanan
kesehatan yang ada di rumah sakit. Namun ada beberapa kendala yang
sering terjadi yaitu ketidaksamaan data obat di komputer dengan yang
ada di gudang farmasi, yang disebakan oleh kurangnya komunikasi
antar petugas.
6)
Penghapusan
Tujuan penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi
yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang
berlaku (Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010). Ada
beberapa alasan dilakukannya penghapusan antara lain adalah
(Subagya, 1994):
a. Barang hilang akibat kesalahan sendiri, kecelakaan, bencana
alam, dan lain-lain.
b. Teknis dan ekonomis, yaitu setelah nilai barang dianggarap
tidak ada manfaatnya. Keadaan tersebut disebabkan oleh
kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.
c. Tidak bertuan,yaitu barang-barang yang tidak diurus
Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa kegiatan
penghapusan obat-obatan yang telah rusak atau kadaluarsa adalah
dengan cara penukaran kembali kepada distributor bagi obat-obatan
124
yang hampir mendekati expired sedangkan penanganan untuk obat
yang rusak dilakukan penghapusan dengan cara di bakar.
Penukaran kembali kepada supplier dilakukan pada awal
kerjasama dengan distributor atau supplier dibuat juga kesepakatan
mengenai jangka waktu barang yang boleh diretur atau dikembalikan
kepada supplier yaitu 3 bulan sebelum masa expired . Jika obat yang
rusak atau kadaluarsa itu merupakan obat yang sering digunakan oleh
rumah sakit atau obat yang tergolong fast moving biasanya supplier
akan mengganti barang tersebut dengan obat baru. Namun jika barang
tersebut adalah obat yang tergolong slow moving, maka obat tersebut
akan diambil oleh supplier dan kemudian melakukan pemotongan
terhadap total pembelian obat tersebut. Sedangkan obat-obatan yang
masa expired nya sudah habis dan tidak bisa dikembalikan lagi atau
obat rusak, maka penanganan yang dilakukan oleh gudang farmasi
RSUD Kota Sekayu dengan cara di bakar. Penghapusan dengan cara di
bakar dilakukan agar obat-obatan yang sudah tidak dapat digunakan
lagi atau rusak tidak menumpuk di gudang farmasi dan tidak
mengganggu mutu obat-obatan yang lainnya.
Penghapusan yang dilakukan oleh RSUD Kota Sekayu berfungsi
untuk mengendalikan persediaan dan menjamin perbelakan farmasi
yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang
berlaku. Dangan adanya penghapusan akan mengurangi beban
penyimpanan maupun mengurangi risiko terjadi penggunaan obat yang
tidak layak digunakan lagi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
125
penelitian Rahmanto (2013) yang menyebutkan bahwa aktivitas
penghapusan berperan penting dalam rangka pengendalian barangbarang logistik yang menumpuk tidak berguna. Penghapusan untuk
barang-barang yang memiliki batas kadaluwarsa dilakukan penarikan
maksimal 2 bulan sebelum tanggal kadaluwarsa yang telah ditentukan.
Penyataan diatas sesuai dengan tujuan dari penghapusan yang di
buat oleh Departemen Kesehatan RI (2007) yang menyatakan bahwa
penghapusan dilakukan untuk menghindarkan pembiayaan (biaya
penyimpanan, pemeliharaan, penjagaan dan lain-lain) atau barang yang
sudah tidak layak untuk dipeliharan serta mejaga keselamatan dan
terhindar dari pengotoran lingkungan.
Berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen, proses
penghapusan yang dilakukan oleh gudang farmasi RSUD Kota Sekayu
sudah sesuai dengan prosedur penghapusan yang ada di rumah sakit. Ini
juga sesuai dengan pedoman yang di buat oleh Dirjend Kefarmasian
dan Alat Kesehatan (2010) yang menyebutkan bahwa obat-obatan yang
mendekati expired akan di harus dan dikembalikan ke pada supplier
yang sudah bekerjasama.
7)
Pengendalian
Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan
tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan
program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan obat di unit-unit pelayanan (Aditama, 2007).
Rangkuti (2002) menyebutkan bahwa sistem persediaan bertujuan
126
untuk menetapkan dan menjamin tersedianya sumber daya yang tepat,
dalam jumlah dan waktu yang tepat serta dapat meminimumkan biaya
total melalui penentuan apa, berapa, dan kapan pesanan dilakukan
secara optimal.
Di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu terdapat 800 lebih item
obat, yang sangat bervariasi jenis maupun golongannya. Untuk
mengendalikan ketersediaan obat tersebut agar selalu dapat memenuhi
kebutuhan untuk setiap pasien merupakan suatu hal yang tidak mudah.
Dari hasil penelitian melalui wawancara dengan ketiga informan dan
observasi di gudang farmasi diketahui bahwa kegiatan pengendalian
yang dilakukan dengan stock opname dan pencatatan kartu stok.
Berdasarkan Standar Operasional Prosedur yang telah ditetapkan
oleh Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu kegiatan pengendalian
dengan stock opname dilakukan setiap 2 bulan sekali. Namun pada
kenyataanya stock opname di gudang farmasi dilakukan setiap 3 bulan
sekali bahkan lebih. Ternyata pada pelaksanaanya kegiatan stock
opname dilakukan setelah adanya surat edaran dari direktur untuk
melakukan stock opname gudang.
Tidak pastinya kegiatan stock opname membuat kegiatan
perencanaan obat yang dilakukan gudang farmasi pun menjadi
terhambat. Obat-obatan yang kadaluarsa pun terlambat terdeteksi,
selain itu laporan kerugian akibat obat kadaluarsa pun terlambat
diketahui. Karena melalui kegiatan stock opname tersebut bis diketahui
obat-obatan yang sudah mendekati kadalursa sehingga obat tersebut
127
dapat ditukarkan kembali ke distributor dan tidak merugikan rumah
sakit.
Menurut Dirjend Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI (2010),
stock opname diperlukan untuk kebutuhan audit dan perencanaan yang
wajib dilaksanakan. Stock opname merupakan salah satu cara menilai
kelancaran kegiatan penyimpanan dan pencatatanya. Oleh karena itu
hasil stock opname harus sesuai antara data pencatatan dengan jumlah
stok fisik di gudang farmasi. Jika terdapat ketidaksesuaian harus segera
dilakukan analisis untuk mengetahui kerugiannya (Febriawati, 2013).
Selain itu juga, pengendalian persediaan obat di gudang farmasi
dilakukan dengan menggunakan kartu stok, Pengendalian persediaan
dengan cara memonitor jumlah stok obat setiap hari dengan pencatatan
melalui kartu stok yang berisikan keterangan tanggal dan jumlah obat
masuk dan keluar, kemudian mencocokkan jumlah obat yang tercatat
pada kartu stok dengan jumlah fisik persediaan obat pada rak
penyimpanan di gudang farmasi.
Menurut Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010),
kegiatan pengendalian mencakup antara lain yaitu:
1. Memperkirakan atau menghitung rata-rata periode tertentu.
2. Menentukan stok opname
3. Menentukan waktu tunggu.
Dalam pengendalian persediaan obat, gudang farmasi RSUD
Kota Sekayu belum mempunyai metode khusus untuk pengendalian
persediaan, metode dalam pengendalian merupakan tindakan yang
sangat penting dalam menghitung berapa jumlah optimal tingkat
128
persdiaan yang diharuskan, serta kapan saatnya melaui mengadakan
pemesanan kembali.
Rangkuti (2002) menjelaskan bahwa salah satu metode dalam
penendalian yang cukup efektif ideal adalah dengan menggunakan
metode analisis ABC, EOQ, dan ROP. Kemudian Rangkuti juga
menambahkan untuk perencanaan persediaan harus disertai dengan
persediaan pengaman (buffer stock) untuk mengantisipasi apabila
terjadi kekurangan stok.
Metode tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan
dalam proses pengendalian persediaan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Seto (2004) yang menyatakan bahwa untuk menjawab 3
pertanyaan mendasar dalam pengendalian persediaan yaitu metode
analisis ABC digunakan untuk menjawab apa yang akan dikendalikan,
Economic Order Point (EOQ) untuk menjawab berapa banyak yang
hendak dipesan, dan Reorder Point (ROP) untuk mengetahui kapan
waktu pemesanan kembali.
c.
Output
1)
Ketersediaan dan Keamanan Obat di Gudang Farmasi
Tujuan dari pengelolaan persediaan obat adalah tersediaanya
obat-obatan dalam jumlah yang tepat dan mutu memadai serta waktu
yang dibutuhkan dengan biaya yang serendah-rendahnya dengan hasil
yang optimal serta persediaan tidak terganggu oleh kerusakan,
pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian, penyusutan yang tidak
wajar, serta nilai persediaan obat yang sesungguhnya.
129
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ketersediaan obat di
gudang farmasi telah sesuai dengan kebutuhan, akan tetapi ada
beberapa obat terkadang tidak tersedia di gudang, disebabkan oleh
permintaan yang tinggi. Jika dilihat dari segi waktu, karena biasanya
diawal tahun obat belum dilakukan pengadaan dengan menggunakan
dana APBD dan baru dilakukan pengadaan pada trisemester ke tiga,
jika menggunakan dana BLUD, maka dapat diadakan setiap bulan
sekali. Jika dilihat dari segi kualitas, sejauh ini ketersediaan obat dapat
dipenuhi, hanya saja waktu pemenuhannya yang perlu diperhatikan.
Sedangkan dari segi kualitas ketersediaan obat, karena pengadaan yang
dilakukan adalah pengadaan langsung, maka barang yang datang adalah
barang yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan.
Berdasarkan data tahun 2014 terdapat sekitar 76 (9,5%) item obat
mengalami kekosongan di waktu pertengahan atau akhir bulan. Pada
tahun 2015 selama periode Januari-Juni 2015 terdapat sekitar 45 (5,6%)
item obat mengalami kekosongan pada waktu yang sama. Sedangkan
data obat yang kadaluarsa pada tahun 2015 periode Januari sampai Juni
sekitar 13 (1,6%) item obat yang kadaluarsa.
Menurut hasil penelitian Somantri (2013) juga menyebutkan
bahwa stok obat kadaluarsa dan rusak di rumah sakit “X” didapat
persentase sebanyak 0,2 %. Adanya persentase nilai obat kadluarsa
karena pengelolaan obat yang kurang baik khususnya pada tahap
penyimpanan hingga penyebabkan obat kadaluarsa. Hal ini disebabkan
karena peresepan dokter bervariasi, sehingga menyebabkan obat-obat
130
yang digunakan berubah, akibatnya banyak obat yang tidak keluar atau
tidak digunakan dan menumpuk.
Hasil penelitian Sheina (2010) yang dilakukan di RS PKU
Muhammadiyah Unit I didapatkan hasil persentase obat kadaluarsa dan
rusak sebesar 0,03 %. Hal tersebut disebabkan penyimpanan dan
penyusunan belum sesuai dengan jenis dan sediaan, selain itu kondisi
gudang yang tidak memadai serta pengaturan suhu yang tidak teratur.
Hal ini tentu belum dikatakan efisien dan belum sesuai dengan standar
yang dibuat oleh Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2010
yang menyatakan bahwa persentase obat kadaluarsa dan rusak sebesar
0%.
Ketidakefisienan ini mencerminkan ketidaktepatan perencanaan,
kurangnya pengamatan dalam penyimpanan. Adanya persentase nilai
obat kadaluwarsa karena pengelolaaan obat yang kurang baik
khususnya pada tahap penyimpanan hingga menyebabkan obat
kadaluwarsa dan rusak. Hal ini disebabkan karena peresepan dokter
yang terkadang bervariasi, sehingga menyebabkan obat-obat yang
digunakan berubah, selain itu juga perencanaan hanya menggunakan
ametode konsumsi dan kurang memperhatikan pola penyakit, akibatnya
banyak obat yang tidak keluar atau tidak digunakan dan menumpuk,
yang akhirnya bisa menjadi kadaluwarsa. Walaupun sudah menerapkan
sistem FIFO dan FEFO, tetapi kadang petugas merasa barang selalu
cepat berputar, padahal hal tersebut mungkin tidak berlaku pada
beberapa obat karena obat tersebut tidak bersifat fast moving juga
kesibukan pada saat pelayanan dan kurangnya petugas.
131
Menurut Hatry yang dikutip oleh dalam Tjandra (2006), output
adalah jumlah barang atau jasa yang berhasil diserahkan kepada
konsumen (diselesaikan) selama periode pelaporan. Dengan masih
adanya obat yang mengalami kekosongan dan kadaluarsa, gudang
farmasi seharusnya meningkatkan pengelolaan persediaan yang lebih
efektif dan efisien agar kebutuhan obat di rumah sakit dapat terpenuhi
dengan baik dan rumah sakit tidak mengalami kerugian.
Gusti (2008) mengatakan bahwa output adalah barang atau jasa
yang dihasilkan secara langsung dari pelaksanaan kegiatan berdasarkan
input yang digunakan. Bagusnya pencapaian output tidak lepas dari
baiknya input yang dimiliki, begitu juga sebaliknya apabila input yang
dimiliki tidak baik, maka output yang dihasilkan akan tidak baik juga.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa output persediaan
dan belum sesuai dengan standar yang dibuat oleh Dirjen Kefarmasian
dan Alat Kesehatan Tahun 2010 yang menyatakan bahwa persentase
obat kadaluarsa dan rusak sebesar 0%. Berdasarkan data yang diperoleh
masih ada obat-obatan yang mengalami kekosongan dan ada obatobatan yang kadaluarsa. Dengan masih adanya obat yang sering
mengalami kekosongan dan kadaluarsa atau rusak maka dapat
dikatakan bahwa input masih kurang baik diantaranya sumber daya
manusia yang kurang di gudang farmasi, prosedur kerja yang tidak
lengkap, dan perencanaan yang kurang baik serta sarana yang kurang
memadai seperti gudang penyimpanan.
132
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan
a.
Input
1) Sumber daya manusia yang tersedia di gudang farmasi RSUD Kota
Sekayu hanya ada dua orang yaitu kepala gudang farmasi dan staf
pelaksana gudang, sehingga beban kerja yang dimiliki menjadi lebih
banyak dan dapat mempengaruhi proses pengelolaan persediaan
obat.
2) Tidak adanya anggaran untuk pengadaan dan pemeliharaan fasilitas
di gudang farmasi sehingga dapat mempengaruhi proses pengelolaan
persediaan obat.
3) Prosedur pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi RSUD
Kota Sekayu cukup lengkap.
4) Sarana dan prasarana di gudang farmasi sudah lengkap yang terdiri
dari ruang kantor, ATK, telpon, lemari, kursi, meja, kipas angin,
AC, dll. Akan tetapi luas gudang masih belum sesuai dengan
ketentuan minimal yang dibuat oleh Dirjen Kefarmasian dan Alat
Kesehatan tahun 2010.
b. Proses
1) Perencanaan kebutuhan obat hanya berdasarkan metode konsumsi.
2) Anggaran yang digunakan untuk pengadaan obat di RSUD Kota
Sekayu berasal dari dana APBD dan dana BLUD.
133
3) Pengadaan dilakukan dengan menggunakan sistem e-catalog dan
tender.
4) Penyimpanan obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu
berdasarkan sistem FIFO dan FEFO, namun pada rak rak-rak
penyimpanan belum diberi label atau kode.
5) Pendistribusian dilakukan melalui apotek dan unit-unit yang ada di
rumah sakit.
6) Penghapusan dilakukan dengan cara penukaran kembali kepada
supplier yang bekerjasama dan dibakar.
7) Pengendalian persediaan obat di gudang farmasi RSUD Kota
Sekayu dilakukan dengan stock opname dan pencatatan kartu stok.
c.
Output
Persentase obat kadaluarsa dan rusak di gudang farmasi pada
bulan januari sampai juli 2015 sebanyak 13 (1,6%) item obat dan 45
(5,6%) dari 800 jenis obat yang mengalami kekosongan.
B.
Saran
a.
Bagi Petugas Gudang Farmasi
1.
Petugas gudang farmasi diharapkan melakukan pemisahan obat yang
mendekati kadaluarsa dan rusak dengan obat yang belum mendekati
kadalursa dan memberikan label atau kode untuk obat-obatan yang
mendekati kadalursa atau rusak dengan obat yang belum kadaluarsa
atau rusak, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan.
134
2.
Diharapkan petugas gudang bisa menerapkan sistem Kanban, agar
tidak terjadi kesalahan dalam penyusunan dan pemberian kode pada
rak-rak penyimpanan obat.
3.
Jika obat-obat tidak muat diletakkan di rak, maka petugas gudang
bisa menyusunnya dan memasukkan obat tersebut kedalam satu
kardus dan diberi keterangan (nama obat, jumlah, dan tanggal
kadaluarsa).
b. Bagi Instalasi Farmasi
1.
Diharapkan Kepala Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu bisa
melakukan perhitungan terhadap beban kerja petugas gudang
farmasi, sebagai pertimbangan dalam membuat deskripsi kerja
petugas gudang dan pertimbangan penambahan jumlah petugas
gudang.
2.
Diharapkan Kepala Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu lebih
memperhatikan sarana gudang farmasi yang kurang memadai untuk
proses penyimpanan persediaan obat.
3.
Diharapkan
Kepala
Instalasi
Farmasi
RSUD
Kota
Sekayu
melakukan evaluasi yang berkesinambungan, misalnya evaluasi
pelaksanaan prosedur tetap penyimpanan dengan pelaksanaan di
lapangan, selanjutnya Kepala Instalasi Farmasi melakukan tindak
lanjut dari hasil evaluasi yang dilakukan.
4.
Diharapkan Kepala Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu lebih
melakukan pemantauan kepada petugas gudang farmasi dalam
melakukan tugas-tugasnya.
135
5.
Diharapkan Kepala Instalasi Farmasi RSUD Kota Sekayu untuk
menunjau kembali kebijakan terkait dengan pelaksanaan stock
opname.
Daftar Pustaka
Adikoesoemo, Suparto. 1994. Manajemen Rumah Sakit. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Aditama, Tjandra Yoga. 2007. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Edisi 2. UI-Press.
Jakarta.
Ali, Maimun. 2008. Perencanaan Obat Antibiotik Berdasarkan Kombinasi Metode Konsumsi
dengn Analisis ABC dan Reorder Point terhadap Nilai Persediaan dan Turn Over Rasio
di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Darul Istiqomah Kaliwungu Kendal. Tesis.
Universitas Diponegoro.
Anief, Moh. 2001. Manajemen Farmasi. Cet. 1. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Assauri, Sofjan. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi Edisi 4. Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Bowersox, D.J. 2006. Manajemen Logistik. Edisi ke-2. Jakarta: Bumi Aksara.
Blanchard, B.S. 2004. Logistical Engineering and Management 6th ed. Pearson Prentice
Hall. New Jersey.
Damanik, C. 2003. Analisis Fungsi-Fungsi Pengelolaan Obat Rumah Sakit Umum di Provinsi
Bali. Tesis. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Dedik, Oskar. 2005. Pengaruh Faktor Ketepatan Penempatan Dalam Jabatan Terhadap
Prestasi Kerja di Kantor Sekretariat Pemerintah Kabupaten Gresik Tahun 2005. Diakses
dari www.subscribe.com pada 5 November 2015
Depkes RI. 2004. Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Di
Puskesmas. Ditjen Yanfar dan Alkes. Jakarta.
Depkes RI. 2008. Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta:
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI
bekerja sama dengan Japan Interntional Cooperation Agency (JICA).
Depkes RI, 2010. Materi-Materi Kefarmasian Di Instansi Farmasi Kabupaten/Kota.
Direktorat Bina Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jendral Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI bekerja sama dengan
International Coorperation Agency(JICA). Jakarta.
Dirjen POM, 2002. Pedoman Perencanaan dan Pengelolaan Obat. Depkes RI. Jakarta.
Djojodibroto, R. Darminto. 1997. Kiat Mengelola Rumah Sakit. Jakarta: Hipocrates.
Ermiati, Cut dan Teridah Sembiring. 2012. Pengaruh Fasilitas dan Pengembangan Sumber
Daya Manusia Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Studi Kasus Ptpn Kebun
Sampali Medan. Darma Agung.
Herjanto, Eddy. 2008. Manajemen Operasi. Edisi ketiga. Grasindo. Jakarta.
Heizer, Jay dan Render, Barry. 2010. Manajemen Operasi. Jakarta: Salemba Empat
Maria, Irene. 2010. Analisis Pelaksanaan Penyimpanan Perbekalan Farmasi di Gudang Farmasi
RSUD Kota Bekasi Tahun 2010. Skripsi. FKM UI. Depok.
Jeetu G, Girish T. 2010. Prescription Drug Labeling Mediction Errors: A Big Deal for
Pharmacists. Journal of Young Pharmacists.
Johns, D.T dan Harding, H.A. 2001. Manajemen Operasi untuk Meraih Keunggulan
Kompetitif. PPM. Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit. Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit.
Lumenta, A. Nico. 1990. Manajemen Logistik Rumah Sakit Konsep dan Prinsip Manajemen
Rumah Sakit, Jilid 2. Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta. Departemen
Kesehatan RI. Jakarta.
Malinggas dkk. 2015. Gambaran Manajemen Logistik Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Umum Daerah DR Sam Ratulangi Tondano. Vol. 5, No. 2b April 2015. Jurnal.
Mordiyoko, Ibnu. 2008. Hubungan Kualifikasi Petugas Penerimaan Pasien Baru Rawat Jalan
Dalam Kualitas Pelayanan di RS Bethesda Yogyakarta. Skrispsi. Universitas
Muhammadiyah. Surakarta.
Moleong, J Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
Palupiningtiyas, Retno. 2014. Analisis Sistem Penyimpanan Obat di Gudang Farmasi Rumah
Sakit Mulya Tangerang Tahun2014. Skripsi. FKIK UIN. Jakarta.
Peraturan Menkes Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit.
Pratiwi, Sauzan. 2012. Gambaran Perencanaan Obat Antibiotik Menggunakan Analisis ABC
di Sub Unit Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Depok Tahun 2012.
Skripsi. FKM UI. Depok.
Purwanti, A. Harianto. Supardi, S. 2004. Gambaran Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi
Di Apotek DKI Jakarta Tahun 2003. Majalah Ilmu Kefarmasian.
Rangkuti, Freddy. 2002. Manajemen Persediaan: Aplikasi di Bidang Bisnis. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Rohayati, T. 2008. Evaluasi Efisiensi Pengelolaan Penyimpanan dan distribusi Obat Rawat
Inap di Instalasi Farmasi RSUD Karawang Tahun 2007. Tesis Magister Manajemen
Farmasi. Fakultas Farmasi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sarwono, Jonathan. 2011. Mixed Methods: Cara Menggabungkan Riset Kuantitatif dan Riset
Kualitatif Secara Benar. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Sheina, Baby. M.R. Umam, Solikhah. (2010). Penyimpanan Obat di Gudang Instalasi
Farmasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I. FKM Universitas Ahmad
Dahlan. Yogyakarta. Vol. 4, No. 1, Januari 2010:1-75
Seto, S, dkk. 2004. Manajemen Farmasi, Edisi kedua. Airlangga University Press. Surabaya.
Siagian, S.P. 2009. Manajemen sumber daya manusia. Bumi Aksara. Jakarta.
Siregar. C.J.P. 2004. Farmasi Rumah Sakit dan Teori Penerapan. Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Somantri, Anggiani Pratiwi. 2013. Evaluasi Pengelolaan Obat di Instalasi Farmasi di Rumah
Sakit “X”. Naskah Publikasi. Diakses pada tanggal 15 November 2015 dari
http://eprints.ums.ac.id/26269/10/NASKAH_PUBLIKASI.pdf
Subagya, M S. 1994. Manajemen Logistik: Cetakkan Keempat. PT Gunung Agung. Jakarta.
Suciati, Susi dkk. 2006. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol 09, No.1: Analisis
Perencanaan Obat Berdasarkan ABC Indeks Kritis di Instalasi Farmasi. Jakarta:
Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM UI.
Utari, Anindita. 2014. Cara Pengendalian Persediaan Obat Paten dengan Metode Analisis
ABC, Metode Economic Order Quantity (EOQ), Buffer Stock dan Reorder Point (ROP)
di Unit Gudang Farmasi RS Zahirah Tahun 2014. Skripsi. FKIK UIN. Jakarta.
Wardhana, Zendy Priscillia. 2013. Profil Penyimpanan Obat di Puskesmas Pada Dua
Kecamatan Yang Berbeda Di Kota Kediri. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas
Surabaya Vol.2 No.2.
Warman, J. 2004. Manajemen Pergudangan, Terjemahan Begdjomujo. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta.
Wibowo, dkk. (2011). Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik (EProcurement) Pada Pemerintah Kota Yogyakarta. Volume 23, Nomor 2, Juni 2011,
Hal:237-429.
PEDOMAN WAWANCARA
PENGELOLAAN PERSEDIAAN OBAT DI GUDANG FARMASI RSUD KOTA
SEKAYU TAHUN 2015
Karakteristik Informan
Nama Informan
:
Umur
:
Pendidikan
:
Jabatan
:
Masa Kerja
:
Pertanyaan:
I.
INPUT
A. SDM
1. Siapa saja yang terlibat dalam pengelolaan persediaan obat di gudang
farmasi RSUD Kota Sekayu?
2. Bagaimana peran mereka masing-masing dalam pengelolaan persediaan
obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu?
3. Bagaimana komposisi (jumlah dn kualifikasi) tenaga terkait pengelolaan
persediaan obat?
4. Dari segi jumlah, apakah staf yang ada mencukupi dan dapat
menyelesaikan semua pekerjaan yang ada?
5. Apakah pernah dilakukan upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan terkait dengan pengelolaan persediaan obat?
B. Anggaran
1. Apakah ada dana khusus untuk pengelolaan persediaan obat di gudang
farmasi?
2. Darimana sumber anggaran dan Bagaimana mekanisme pencairan
anggaran tersebut?
3. Dana yang dikeluarkan dipergunakan untuk kegiatan apa saja dalam
pengelolaan persediaan obat?
4. Apakah ada kendala atau masalah dalam proses penganggaran?
C. Sarana dan Prsarana
1. Fasilitas apa saja yang digunakan dalam proses pengelolaan persediaan
obat di gudang farmasi RSUD Kota Sekayu?
2. Apakah fasilitas tersebut sudah cukup memadai dalam melaksanakan
proses pengelolaan obat?
3. Bagaimana kondisi sarana dan prasarana yang dimiliki dalam kegiatan
pengelolaan persediaan obat?
4. Apakah ada kendala atau permasalahan berkaitan dengan sarana dan
prasarana yang dapat menghambat proses pengelolaan obat?
D. Prosedur
1. Apakah terdapat prosedur kerja dalam proses pengelolaan obat?
2. Seperti apa prosedur pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi?
Siapa saja yang berperan dalam pembuatan prosedur tersebut?
3. Apakah prosedur yang ada sekarang sudah efektif dalam proses
pengelolaan persediaan obat?
4. Apakah prosedur kerja sudah dilaksanakan dengan baik untuk setiap
kegiatan?
5. Apakah ada kendala yang menghambat pelaksanaan prosedur pengelolaan
obat?
II.
PROSES
A. Perencanaan Kebutuhan Obat
1. Bagaimaan proses perencanaan kebutuhan persediaan obat yang dilakukan
oleh Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu?
2. Siapa saja yang terlibat dalam proses perencanaan tersebut?
3. Metode apa yang digunakan dalam proses perencanaan penentuan
kebutuhan obat?
4. Apakah ada metode khusus yang digunakan dalam perencanaan penentuan
kebutuhan obat?
5. Kapan perencanaan penentuan kebutuhan obat dilakukan? Jenis obat apa
saja yang termasuk dalam perencanaan?
6. Apakah perencanaan kebutuhan obat yang selama ini dilakukan oleh pihak
Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu sudah efektif?
7. Adakah kendala dalam proses perencanaan kebutuhan obat? jika ada,
Bagaimana solusinya?
B. Penganggaran
1. Bagaimana proses penganggaran dalam kegiatan pengadaan obat?
2. Siapa saja SDM yang terlibat langsung dan bertanggung jawab dalam
proses penganggaran obat?
3. Berapa dana yang dikeluarkan dalam setiap proses pengadaan obat? Dana
tersebut berasal dari mana saja?
4. Apakah terdapat kendala atau masalah dalam proses penganggaran obat?
5. Bagaimana cara mengatasi kendala tersebut?
C. Pengadaan
1. Bagaimana proses pengadaan obat yang dilakukan oleh pihak Gudang
Farmasi RSUD Kota Sekayu?
2. Siapa saja yang terlibat langsung dan bertanggung jawab dalam proses
pengadaan tersebut?
3. Jenis obat obat apa saja yang diadakan dan berapa jumlah setiap kali
pengadaan?
4. Kapan pengadaan obat dilakukan dan berapa lama waktu yang dibutuhkan
untuk pengadaan obat?
5. Apakah ada kendala dalam proses pengadaan? Jika ada, Bagaimana
solusinya?
D. Penyimpanan
1. Bagaimana proses penyimpanan yang dilakukan oleh petugas gudang obat
RSUD Kota Sekayu?
2. Siapa saja yang terlibat dalam proses penyimpanan obat-obatan tersebut?
3. Metode apa yang digunakan dalam proses penyimpanan?
4. Apa saja yang mempengaruhi proses penyimpanan persediaan obat?
5. Bagaimana pendapat anda mengenai kondisi gudang tempat penyimpanan
obat? Apakah sudah sesuai dengan aturan tata ruang penyimpanan?
6. Apakah ada kendala dalam proses penyimpanan? jika ada, bagaimana
solusinya?
E. Pendistribusian
1. Bagaimana proses distribusi obat di RSUD Kota Sekayu?
2. Siapa saja yang terlibat langsung dan bertanggung jawab dalam proses
distribusi tersebut?
3. Sarana prasarana apa saja yang digunakan dalam proses distribusi obat?
4. Apakah ada kendala yang terdapat pada proses pendistribusian obat? Jika
ada, bagaimana solusinya?
F. Penghapusan
1. Bagaimana proses penghapusan yang dilakukan oleh pihak gudang jika
ada obat-obatan yang mengalami kadaluarsa atau rusak?
2. Siapa saja yang terlibat dan bertanggung jawab dalam proses penghapusan
tersebut?
3. Apakah penghapusan sudah sesuai dengan prosedur yang ada?
4. Apakah ada kendala dalam proses penghapusan? Jika ada, bagaimana
solusinya?
G. Pengendalian
1. Apakah dilakukan pengendalian dan Bagaimana proses pengendalian
persediaan yang dilakukan oleh gudang farmasi RSUD Kota Sekayu?
2. Siapa saja yang terlibat langsung dan bertanggung jawab dalam proses
pengendalian persediaan obat?
3. Metode apa yang digunakan dalam proses pengendalian persediaan obat?
Apakah ada metode khusus dalam proses pengendalian tersebut?
4. Apakah ada kendala dalam melakukan pengendalian persediaan obat? Jika
ada, bagaimana solusinya?
III.
OUTPUT
A. Keamanan dan Ketersediaan Obat
1. Bagaimana ketersediaan dan keamanan obat yang disimpan di gudang obat
RSUD Kota Sekayu?
2. Apakah yang diharapkan dari proses pengelolaan obat di gudang farmasi
ini?
3. Bagaimana output yang dihasilkan selama ini? apakah sesuai dengan yang
diharapkan?
Lembar Observasi
Instrumen Penelitian Gambaran Pengelolaan Persediaan Obat
di RSUD Kota Sekayu Tahun 2015
SDM
No
1
2
3
4
Ketersediaan SDM
Hasil
Ya
Tidak
Pernyataan Observasi
Keterangan
Terdapat atasan kepala gudang
Terdapat kepala gudang
Terdapat staf administrasi gudang
Terdapat staf pelaksana gudang
SDM Gudang Farmasi
Kepala isntalasi farmasi
Kepala gudang
Staf admin gudang
Staf pelaksana gudang
Umur
Pendidikan
Lama Kerja
Sarana dan Prasarana
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Pernyataan Observasi
Tersedianya ruangan/kantor untuk kepala
gudang
Tersedianya ruangan/kantor untuk kepala
Instalasi Farmasi
Ruangan/kantor terpisah dengan gudang obat
Terdapatnya komputer.
Terdapatnya meja, kursi, lemari, di
ruangan/kantor.
Terdapatnya ATK di ruangan/kantor
Tersedia telepon yang mendukung
Terdapatnya dokumen obat kadaluarsa.
Adanya buku harian penerimaan obat
Adanya buku harian pengeluaran obat
Terdapatnya prosedur untuk pengelolaan
persediaan obat
Gudang penyimpanan yang ideal
Terdapatnya AC/kipas angin
Terdapatnya tabung apar
Hasil
Ya Tidak
Keterangan
Prosedur
No
Pernyataan Variabel
1
Tersedia peraturan yang mengatur
perencanaan kebutuhan Obat
Tersedia peraturan yang mengatur
penganggaran kebutuhan Obat
Tersedia peraturan yang mengatur pengadaan
kebutuhan Obat
Tersedia peraturan yang mengatur
penyimpanan kebutuhan Obat
Tersedia peraturan yang mengatur
pendistribusian kebutuhan Obat
Tersedia peraturan yang mengatur
Pengahapusan kebutuhan Obat
Tersedia peraturan yang mengatur
pengendalian kebutuhan Obat
2
3
4
5
6
7
Hasil
Ya
Tidak
Keterangan
Hasil
Tidak
Keterangan
Penyimpanan
Sarasan&Prasaarana
No
Pernyataan Observasi
Ya
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Tersedia rak/lemari penyimpanan obat
Tersedianya lemari khusus yang terkunci
untuk penyimpanan Narkotika dan
Psikotropika
Tersedia lemari pendingin untuk menyimpan
jenis obat tertentu yang memerlukan suhu
dingin
Tersedia lemari khusus untuk obat-obat yang
rusak dan kadaluarsa
Rak/lemari tidak langsung menelpel pada
lantai
Rak/lemari tidak menempel langsung pada
dinding
Tersedianya alat bantu pemindahan obat
dalam Gudang
Tersediaya kartu stok obat untuk memberikan
keterangan di rak/lemari penyimpanan
Tersedianya pallet/papan alas unuk barang
Jarak pallet dengan lantai (min.10 cm)
Jarak pallet dengan dinding (min.30 cm)
Tersedia pendingin ruangan/AC
Pintu ruangan dibuat berlapis
14
15
16
17
18
Tersedia kunci ruangan dibuat ganda
Tersedia tralis pada jendela
Tersedia termometer pada ruangan
Tersedia alat pemadam kebakaran
Gudang bebas dari tikus, kecoa, dan hama
lain.
Pengaturan Penyimpanan
No.
Pernyataan Observasi
1
2
Obat di letakkan di atas rak/lemari penyimpanan
Obat disimpan dalam gudang/ruang khusus untuk
obat, tidak dicampur dengan peralatan lain
Obat tidak diletakkan diatas lantai
Obat tidak diletakkan menempel pada dinding
Obat diletakan sesuai metode FIFO/FEFO
Penggolongan obat berdasarkan jenis dan sediaan
Penggolongan obat berdasarkan abjad
Penggolongan obat berdasarkan kelas
terapi/khasiat
Tablet, kapsul dan obat kering disimpan dalam
wadah yang kedap udara di rak bagian atas
Obat narkotika dan psikotropika diletakkan
dilemari terpisah
Lemari obat narkotika dan psikotropika selalu
dikunci
Obat yang rusak/kadaluarsa diletakkan terpisah
dengan obat yang masih baik.
Obat-obatan yang bentuknya besar dan berat
tidak diletakkan ditempat yang tinggi.
Obat-obatan yang bentuknya kecil tidak
diletakkan ditempat yang tersembunyi
Adanya penumpukkan barang atau kardus di
dalam gudang obat
Diberikan pelabelan (nama obat) pada rak
penyimpanan.
Gudang bebas dari hama yang berpotensi
merusak mutu obat seperti semut, kecoa, tikus,
dll.
Tinggi tumpukan barang max. 2,5 m
Petugas melakukan pencatatan secara teratur
terhadap obat masuk dan obat keluar pada kartu
stok
Pengecekan dan pencatatan terhadap mutu obat
dilakukan secara periodik
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Hasil
Ya Tidak
Keterangan
MATRIKS WAWANCARA
INPUT
No
1
2
Pertanyaan Variabel SDM
Informan 1 (GF-1)
Siapa saja yang terlibat dalam pengelolaan “ Semua SDM yang ada di gudang
persediaan obat di gudang farmasi RSUD farmasi tentunya”
Kota Sekayu?
Bagaimana peran mereka masing-masing “kalau saya kan yang bertanggung
dalam pengelolaan persediaan obat di jawab atas semuanya, kalau kepala
gudang kan pak dedi dia juga
gudang farmasi RSUD Kota Sekayu?
betanggung jawab dan terlibat
langsung dalam pngelolaan nya juga,
ada petugas gudangnya yang
melakukan tugas harian di gudang”
3
Bagaimana
komposisi
(jumlah
dn “kalau untuk petugas pelaksana di
kualifikasi) tenaga terkait pengelolaan gudang saya rasa kurang cukup
persediaan obat? apakah staf yang ada ya....”
mencukupi dan dapat menyelesaikan
semua pekerjaan yang ada?
Informan 2 (GF-2)
Informan 3 (GF-3)
“menurut saya semuanya terlibat,
terutama di gudang ini”
“Kalau menurut saya, ya kepala
instalasinya, kepala gudangnya,
dan semuanya yang ada di gudang
farmasi”
“ya kalau peran saya disini, ya
sebagai kepala gudang, jadi semua
kegiatan yang ada di gudang
farmasi ini ya saya yang
bertanggung jawab, termasuk
pengelolaannya, jadi misalnya obat
abis ya dilakukan perencanaan
obat dengan melihat formularium
yang ada di rumah sakit ini, terus
bikin tuh surat usulan untuk
pengadaan, ya sampai ke
pengawasan-pengawasan obat
yang ada di gudang ini”.
“kalo urusan gudang ya saya,
disini
tugas
saya
cuma
menerima barang datang, terus
menyimpanannya,
bikin
laporan, nyatet obat masuk obat
keluar, tapi ya kadang itu mas,
kadang ada pekerjaan yang
seharusnya saya lakuin eh
enggak saya lakuin, kayak
ngecek
obat
yang
udah
kadaluarsa, itu tu jarang saya
lakuin karena saya sibuk, semua
tugas gudang saya yang
ngerjain, jadi kadang enggak
sempat, itu aja sih”
“Pada dasarnya SDM yang ada
saat ini kurang jumlahnya, tidak
ada yang bertugas unuk mengecek
barang yang akan dikirim ke unit,
kemudian mengecek obat yang
sudah kadaluarsa atau rusak”
“saya rasa agar kinerja bagian
logistik di gudang obat ini lebih
optimal, perlu adanya
penambahan karyawan lagi deh,
karena kalo cuma saya repot
jadinya, apalagi untuk ngecek-
4
No
Apakah pernah dilakukan upaya untuk
meningkatkan
pengetahuan
dan
keterampilan terkait dengan pengelolaan
persediaan obat?
Pertanyaan Variabel Anggaran
“Bagian gudang selama ini
kinerjanya cukup baik dan terampil,
sampai saat ini belum pernah terjadi
masalah yang berkaitan dengan
pengelolaan obat...”
“....pengetahuan yang dimiliki
tenaga yang ada cukup baik,
walaupun pada awalnya tidak tau
tentang pengelolaan obat, karena
dia juga orang baru disini, tapi
kalo sekarang sudah tau”.
“....kalo menurut saya tenaga yang
sekarang sudah cukup terampil ya,
kalau pelatihan saya rasa belum
perlu dilakukan karena selama ini
juga tidak pernah ada masalah,
kalo misalnya dia ada yang tiaki
tau ditanya ke saya”
Informan 1 (GF-1)
Apakah ada dana khusus untuk pengelolaan persediaan “.....kalo anggaran khusus
obat di gudang farmasi?
untuk pengelolaan obat tidak
Informan 2 (GF-2)
ngecek barang yang kadaluarsa
atau pun rusak”
“Kalau saat barang banyak
saya butuh tambahan tenaga
lagi, karena selain menyusun
barang, saya juga harus
menyiapkan barang sesuai
dengan pesanan dari unit,
belum lagi pengecekan obat”
“selama saya disini belum
pernah ikut pelatihan, pihak
gudang atau rumah sakit pun
belum pernah mengadakan
pelatihan-pelatihan
tentang
manajemen logistik gitu..”
Informan 3 (GF-3)
“....sejauh ini enggak ada ya “....ya tinggal minta aja
anggaran
khusus
untuk kebagian logistik umum,
ada ya, karena menurut saya
belum perlu diberikan
anggaran, karena tidak ada
kegiatan khusus dalam proses
pengelolaan obat ya, jadi
sejauh ini belum ada”
“dari BLUD sama APBD”
Darimana sumber anggaran ?
Dana yang dikeluarkan dipergunakan untuk kegiatan apa
saja dalam pengelolaan persediaan obat?
Apakah ada kendala atau masalah dalam proses
penganggaran?
No
Pertanyaan Variabel Sarana dan Prasarana
Informan 1 (GF-1)
Fasilitas apa saja yang digunakan dalam proses “sarana dan prasarana yang
pengelolaan persediaan obat di gudang farmasi RSUD digunakan cukup lengkap
Kota Sekayu?
tentunya ya....”
Apakah fasilitas tersebut sudah cukup memadai dalam “......sebenarnya kalau saya
melaksanakan proses pengelolaan obat?
lihat fasilitasnya sudah cukup
memadai ya, tapi memang
gudang penyimpanan agak
sempit ya, karena mungkin
banyak barangnya,
pengelolaan
obat,
dari disana sudah ada semua
atasnya belum menyediakan, tersedia kalo untuk ATK dan
paling
kalo
misalnya lain-lainnya”
digudang
kurang
buku
catatan, atau alat tulis lah,
tinggal minta aja kebagian
logistik umum”
“ada BLUD dan APBD”
-
Kurang tahu
-
Informan 2 (GF-2)
“kalau fasilitas yang digunakan
ya banyak ya, ada kantor, ada
telpon, ada tempat
penyimpanan dan lain-lain
hhahahah banyak kalau mau
disebutin satu-satu”
Informan 3 (GF-3)
“...banyak ya kalo fasilitas, ada
rolli untuk ngangkut barang kalo
datang, ada telpon untuk
pemesana barang dari unit-unit,
ada lemari, rak-rak, banyak deh
pokoknya..”
“.....Saya rasa cukup kalo
fasilitasnya, paling gudang
ya, sebenarnya gini kami
pihak gudang sudah beberapa
kali
ngusulin
untuk
perbesaran gudang, karena
“...klo dari segi sarana dan
prasarana
yang
ada
sebenarnya sudah ada cukup
ya, hanya saja klo menurut
saya itu gudangnya masih
menjadi kendala disini, kalo
sebenarnya sudah saya
usulkan ke atas untuk
perbesaran gudang, tapi
belum ada tanggapan, enggak
tau saya kenapa...”
Bagaimana kondisi sarana dan prasarana yang dimiliki “Cukup lengkap dan baik”
dalam kegiatan pengelolaan persediaan obat?
Apakah ada kendala atau permasalahan berkaitan dengan
sarana dan prasarana yang dapat menghambat proses
pengelolaan obat?
No
Pertanyaan Variabel Prosedur
“Tidak ada”
Informan 1 (GF-1)
Apakah terdapat prosedur kerja dalam proses pengelolaan “....prosedur kita ada, dibuat
obat?
sebagai landasan untuk
pengelolaan obat di gudang
farmasi ya”
Siapa saja yang berperan dalam pembuatan prosedur “Semua pihak terlibat, mulai
dari Direktur, saya, bagian mutu
tersebut?
kondisi gudang saat ini tidak
lagi cocok untuk pengadaan
barang yang besar, jadi kalo
misalnya
kami
ngadain
barangnya banyak tergantung
kebutuhan juga ya, ya gini
numpuk jadi nya, mau enggak
mau harus ditumpuk, karena
kondisi gudang nya yang
seperti ini”
misalnya barang datang, saya
susah
untuk
nyusunnya,
jangankan
nyusunnya,
naroknya aja saya bingung,
mangkanya di tumpuk kayak
gini”
“Lengkap lah, tapi gudangnya
kurang memadai”
“kalo fasilitas sudah cukup ya,
tapi kalao gudang kayknya
belum pas, soalnya gudangnya
enggak memadai lagi untuk
penampungan barang”
“kalo kendala alat enggak ada
ya, semuanya lengkap, tapi ya
itu yang saya bilang td...”
“saya rasa enggak ada ya,
semuanya lengkap”
Informan 2 (GF-2)
“kalau prosedur atau SOP
kita ada disini, jadi semua
kegiatan kita sesuai SOP yang
ada”
“Nah kalau itu saya kurang tau
ya, paling direktur, kepala
Informan 3 (GF-3)
“Prosedur ada”
Tidak Tahu
Apakah prosedur yang ada sekarang sudah efektif dalam
proses pengelolaan persediaan obat?
juga, semuanya terlibat”
“saya rasa efektif ya, semuanya
berjalan dengan baik..”
“Prosedur sudah sesuai ya,
kita pakai prosedur yang ada
di rumah sakit ini ya, jadi
semua kegiatan pengelolaan
obat ada prosedurnya”
Apakah ada kendala yang menghambat pelaksanaan
prosedur pengelolaan obat?
“tidak ada”
instalasinya....”
“ya kegiatan kita disini sesuai
dengan SOP yang ada,
fleksibel aja kalo untuk
prosedurnya, enggak ada
hambatan atau masalah”
“kalo menurut saya semuanya
sudah sesuai prosedur ya,
khususnya kegiatan disini..”
“Sejauh ini tidak ada”
“kalau hambatan enggak ada
ya, prosedur bagus enggak
menjadi hambatan kalo
prosedurnya, kan prosedur
dibuat untuk mempermudah
kerja kita disini”
Proses
No
Pertanyaan Variabel Perencanaan
Bagaimaan proses perencanaan kebutuhan persediaan
obat yang dilakukan oleh Gudang Farmasi RSUD Kota
Sekayu?
Informan 1 (GF-1)
Informan 2 (GF-2)
Informan 3 (GF-3)
“...prosesnya mulai dari
pembuatan daftarnya oleh
kepala gudang, obat apa saja
yang akan di adakan atau
dipesan, kemudian baru
disampaikan ke saya, baru
nanti diketahui oleh direktur
dan disetujui oleh bagian
keuangan, kalau sudah
disetujui baru obatnya
“Proses perencanaannya ya
kami buat daftar obat apa
saja yang akan di beli, nah
daftar tersebut berdasarkan
metode konsumsi kan. Jadi
misalnya obat apa saja nih
yang kira-kira yang banyak
digunakkan oleh user atau
masyarakat banyak yang
konsumsi, nah kami lihat
“....biasanya si dari pola
konsumsi
dari
bulan
sebelumnya
aja,
lalu
ditambahin 30% dari jumlah
yang
dipesan..
dari
komputernya aja si lihat
stoknya..”
diadakan. Nah untuk
perencanaannya disini kami
pakai konsumsi, kita lihat
pemakaian obatnya, berapa
sisanya kemudian berapa
yang keluar, kemudian
ditambha dengan buffer stokc
juga”
Siapa saja yang terlibat dalam proses perencanaan “kalau pembuatan
tersebut?
formularium obat semua
telibat, mulai dari unit rawat
jalan, rawat inap, terus
kepala gudang, saya, bagian
keuangan dan direktur, serta
unit-unit yang lain. Hanya
saja ketika pemesanan ya
yang mengajuhkan orang
gudang dan obat-obat yang
akan dipesan..”
Metode apa yang digunakan dalam proses perencanaan “ disini kami pakai konsumsi
penentuan kebutuhan obat?
sama pola penyakit”
Apakah ada metode khusus yang digunakan dalam “tidak ada”
pemakaian, disana kan ada
rekapannya, jadi melihat
histori data obat itu sendiri,
nantikan dilihat tuh ya, misal
obat amoxilin tablet stok
akhirnya 500, kemudian
mutasi keluar 4000, berarti
kan 4000-500 = 3500, nah
3500 ini nanti ditambah
dengan stok pengamannya.
...”
“ya biasanya kepala isntalasi,
terus direkturnya, kemudian
unit-unit pelayanan, keuangan
juga, dan lain-lain, semuanya
yang merencakan obat apa
saja yang akan ada di
formularium Rumah sakit.
alau perencanaan obat yang
akan diadakan yang
melakukan ya kami disini
dengan laporan-laporan yang
ada..”
“ya... yang saya bilang tadi,
kami pakai 2 metode, yang
pertama metode konsumsi dan
kedua metode epidemiologi”
“sejauh ini tidak ada, kalau
-
-
-
perencanaan penentuan kebutuhan obat?
Jenis obat apa saja yang termasuk dalam perencanaan?
“....semua jenis obat yang ada
di formularium ya, jadi disini
patokan nya formularium dan
konsumsi..”
Kapan perencanaan kebutuhan obat dilakukan?
“disini
kami
melakukan
pemesanan obat biasanya
setiap bulan ya, kalau
menggunakan dana BLU
sebulan sekali biasanya,
kalau pake APBD pesannya 3
bulan sekali...”
misalnya pakai metode lain,
kan ada tuh ya perhitunganperhitungan secara teori, tapi
susah untuk nerapinnya di
sini, karena faktor usernya
keuangannya dan lain-lain”
“kalau obat yang masuk
keperencanaan ya sesuai
dengan formularium ya, kita
kan ada formularium nih, nah
ditambah juga dengan jumlah
konsumsi dari pasien juga,
jadi berapa banyak dan obat
apa saja nanti yang habis dan
nah dilihat dari sana”
“Kami ada dua dana ya, kalo
APBD itu kami lakukan
pertrisemester artinya 3 bulan
sekali, kalau yang BLUD
kami lakukan setiap bulan.
Nah kenapa kami lakukan
seperti ini, karena kalau
misalnya dari APBD nya
kekurangan obat, ya kami
tutup dengan dana obat dari
BLUD.
Kalau
misalnya
obatnya habis di pertengahan
sebelum datang pemesanan
lagi ya kami pesan lagi, jadi
-
dalam 1 bulan itu bisa 2 kali
mesannya”
Adakah kendala dalam proses perencanaan kebutuhan “perencanaannya
sudah
obat? jika ada, Bagaimana solusinya?
sesuai kalau menurut saya,
tapi kendalanya obat yang
kami pesan terkadang tidak
sesuai
harganya dengan
harga distributornya...”
“... kadang realisasinya tidak
sesuai dengan yang kita
rencanakan, misal
perencanaan kita segini, eh
tiba-tiba pasien banyak kan,
ya akhirnya stok kita habis”
No
Pertanyaan Variabel Penganggaran
Bagaimana proses penganggaran dalam
pengadaan obat?
Informan 1 (GF-1)
kegiatan “penganggarannya diusulkan
dulu, dibuat dulu oleh kepala
gudang, kemudian dilaporkan
“...kita kan disini pake ekatalog, jadi kendala yang
sering muncul itu tidak
sesuainya harga obat yang di
e-katalog dengan distributor,
jadi kami ganti saja obatnya
dengan obat yang terapinya
sama dan harganya juga
sama”
-
“masalah stok out banyak ya.
misal masalah pada
perencanaan, bulan kemaren
tidak ada kasus, dan kita
enggak pesen, nah tapi bulan
ini tiba-tiba ada kasus,
biasanya untuk penyakit yang
pola nya tidak menentu,
akhirnya kita pesen cito”
Informan 2 (GF-2)
Informan 3 (GF-3)
“usulan dana pembelian
obatnya kami yang bikin, nati
di ajuhkan ke ibu Hanif
kesaya, nanti saya data dulu, (Kepala Instalasi Farmasi)
saya cek dulu, kemudian sudah itu baru ke bagian
kalau sudah sesuai baru saya keuangan...”
ajuhkan
ke
bagian
keuangan...”
Siapa saja SDM yang terlibat langsung dan bertanggung “ya direktur, bagian
jawab dalam proses penganggaran obat?
keuangan, terus saya juga”
Berapa dana yang dikeluarkan dalam setiap proses “kalau untuk obat lebih besar
pengadaan obat? Dana tersebut berasal dari mana saja?
ya anggarannya, kurang lebih
sekitar 10 M pertahun, itu
untuk obat ya, belum untuk
yang lain”
“disini
kami
melakukan
pemesanan obat biasanya
setiap bulan ya, kalau
menggunakan dana BLU
sebulan sekali biasanya,
kalau pake APBD pesannya 3
bulan sekali...”
“yang terlibat itu direktur,
bagian keuangan, bu “H’
(Kepala Instalasi Farmasi),
kalau kami disini cuma ngasih
daftar obat sesuai
formularium dan disana
sudah ada anggaran per item
obatnya...”
“.... nah kalau dana yang
dikeluarkan oleh RS untuk
obat pertahun itu bisa 10_an
M, itu sudah dari dua sumber
dana tadi, biasanya”
“Kami ada dua dana ya, kalo
APBD itu kami lakukan
pertrisemester artinya 3 bulan
sekali, kalau yang BLUD
kami lakukan setiap bulan.
Nah kenapa kami lakukan
seperti ini, karena kalau
misalnya dari APBD nya
kekurangan obat, ya kami
-
-
tutup dengan dana obat dari
BLUD.
Kalau
misalnya
obatnya habis di pertengahan
sebelum datang pemesanan
lagi ya kami pesan lagi, jadi
dalam 1 bulan itu bisa 2 kali
mesannya”
No
Apakah terdapat kendala atau masalah dalam proses “kendalanya terkadang
penganggaran obat?
anggaran yang ada saat ini
sepertinya kurang, pada hal
kita sudah pakai dua sumber
dana ya, dana APBD dan
dana BLUD”
“...sebenarnya kendala dalam
penganggaran itu dananya
ya, dananya kurang terus ya
meskipun sudah pake dana
BLUD dan APBD tetap saja
kurang, karena permintaan
pasien meningkat dan juga
ada harga itu yang mahal dan
urgent, nah itu yang bikin
dana kita cepat habis”
Pertanyaan Variabel pengadaan
Informan 1 (GF-1)
Bagaimana proses pengadaan obat yang dilakukan oleh “...kalau pengadaan
pihak Gudang Farmasi RSUD Kota Sekayu?
perbekalan ya lewat saya
dulu, jadi dari gudang
farmasi yang akan diadakan
mengajuhkan ke saya, nanti
saya yang bikin suratnya,
kemudian baru saya ajuhkan
Informan 2 (GF-2)
“...kami ngajuhkan usulan ke
kebutuhan obat sekian ke bu
Hanif, nah nanti dia yang
bikin suratnya pemesanan
barangnya,..”
“kalau pengadaan obat kita
pakai e-katalog ya, ada juga
-
Informan 3 (GF-3)
-
ke direntur untuk minta
persetujuaan...”
“sekarang kan sudah ada ekatalog, jadi pemesanan lewat
itu lebih mudah, apalagi itu
kayak bersifa wajib ya karena
ada Surat edaran dari Menkes
tentang pengadaan obat lewat
e-katalog atau kalau misalnya
ada obat yang enggak sesuai
dengan yang diinginkan RS,
ya kita pakai sistem tender
atau lelang,.”
Siapa saja yang terlibat langsung dan bertanggung jawab “semuanya saya, jadi semua
dalam proses pengadaan tersebut?
proses pengelolaan farmasi
saya
yang
bertanggung
jawab,
termasuk
proses
pengadaan”
“kalau proses pengadaan ya
saya yang terlibat langsung
dan bertanggung jawab,
selain saya juga ibu H juga
selaku
kepala
instalasi
farmasinya, jadi apa yang
saya usulkan harus melewati
dia dulu”
-
“Panduan pengadaan obat
disini ya berdasarkan
formularium rumah sakit, jadi
jenis obatnya sudah ada di
formularium itu”
bulan “ Kalau pengadaannya ya
-
Jenis obat obat apa saja yang diadakan dan berapa jumlah “semua jenis obat yang akan
setiap kali pengadaan?
diadakan berdasarkan
formularium rumah sakit”
Kapan pengadaan obat dilakukan dan berapa lama waktu “....biasanya
sih
1
pakai sistem tender, itu kalau
misalnya obat yang di ekatalog enggak sesuai dengan
harga, ada juga pakai
pembelian langsung, jadi
distibutor nawarin ke RS”
“Setau saya sih obat yang
yang dibutuhkan untuk pengadaan obat?
sekali ya, tapi tergantung
obatnya, kalau obatnya cepat
habis ya pihak gudang pesan
lagi,
tapi
kalau
perencanaannya
ya
tergantung
dana
yang
digunakan”
Apakah ada kendala dalam proses pengadaan? Jika ada, “kendalanya ya itu kadang
Bagaimana solusinya?
anggarannya yang kurang
dan enggak cukup, nah kalau
dari eksternalnya sering
mengalami keterlambatan
dari distributornya, itu
dikarenakan jarak yang jauh
ya dari tempat pemesanan”
No
kami lakukan 1 bulan sekali,
atau bisa jadi 2 kali dalam 1
bulan, itu kalau obatnya cepat
habis ya...”
“masalah yang terjadi ya dari
ditributornya, kadang kita
melakukan pemesanannya
hari ini, distributornya datang
3 hari yang akan datang, atau
obat yang kami pesan tidak
ada sama distributor tersebut,
terpaksa kami pesan dengan
distributor lainnya dan itu
memakan waktu atau kalau
memang mendesak melakukan
cito dan kadang dananya
yang kurang, akibatnya
kosong lagi obat yang
dibutuhkan”
diadakan biasanya sebulan
sekali, atau enggak kalo obat
nya cepat habis, pak Dedi
mesan lagi, bisa sebulan itu 2
kali”
-
Pertanyaan Variabel Penyimpanan
Informan 1 (GF-1)
Informan 2 (GF-2)
Informan 3 (GF-3)
Bagaimana proses penyimpanan yang dilakukan oleh “Kami disini terapkan sistem
“Proses penyimpananya ya “obat saya simpan secara
petugas gudang obat RSUD Kota Sekayu?
FIFO ya, setelah obat diterima, kami mulai dari barang abjad berdasarkan jenis
maka langsung disimpan di
gudang, penyimpanan ini jadi
tanggung jawab petugas
pelaksana harian gudang..”
datang terus di cek sesuai
enggak dengan yang di pesan,
kemudian diangkut ke gudang
menggunakan rolli ya, nah
terus baru disimpan. Kami
disini penyimpanannya pake
FIFO/FEFO ya, kemudian
berdasarkan abjad juga”
sirup, tablet, salep atau
lainnya. Obat yang baru
datang saya letakkan di
belakang, tapi ada juga di
depan, karena dibelakang
udah penuh, jadi mau enggak
mau didepan..”
“kalo penyimpanan saya yang
melakukannya, barang datang
di cek kalo sudah sesuai saya
masukkan ke gudang”
“biasanya berdasarkan abjad
dan FIFO”
“kondisinya cukup baik, cuma
luasnya saja yang kurang”
“yang nyimpan barang kalau
barang datang ya itu si “A”,
dia juga yang nyusun
barangnya”
“disini kami terapkan metode
FIFO dan FEFO sama
berdasarkan abjad....”
“sejauh ini enggak ada ya,
hanya kalau dapat proses
penyimpanan yang
mempengaruhi penyimpanan
ya kondisi gudang”
“ya itu tadi, luas gudangnya
yang kurang memadai”
“kalau untuk saat ini yang
menjadi masalah itu kondisi
gudang ya penyimpanan
sebenarnya tidak ada kendala
“Kalau kendala enggak ada
ya, semuanya berdasarkan
prosedur, tapi ya itu kita
kekurangan SDM itu yang
Siapa saja yang terlibat dalam proses penyimpanan “ya itu tugas petugas gudang,
obat-obatan tersebut?
mereka yang menyimpan kalau
barang datang”
Metode apa
penyimpanan?
yang
digunakan
dalam
proses “kami pakai FIFO”
Apa saja yang mempengaruhi proses penyimpanan “tidak ada, semuanya lancarpersediaan obat?
lancar saja”
Bagaimana pendapat anda mengenai kondisi gudang
tempat penyimpanan obat? Apakah sudah sesuai dengan
aturan tata ruang penyimpanan?
Apakah ada kendala dalam proses penyimpanan? jika
ada, bagaimana solusinya?
“kalo menurut saya
gudangnya ya yang sudah
sempit, sama petugasnya yang
kurang”
“belum sesuai sih kalo
menurut saya, sempit, banyak
barang numpuk”
“kalo menurut saya kondisi
gudangnya yang enggak layak
lagi klo untuk penampungan
barang-barang lagi, soalnya
yang besar ya, cuma hanya
kurang SDM nya saja, soalnya
petugas pelaksananya cuma
satu....”
Pertanyaan Variabel Penditribusian
Bagaimana proses distribusi obat di RSUD Kota Sekayu?
Informan 1 (GF-1)
“Kalau distribusi ke unit-unit
pelayanan orang gudang ya
yang lebih tau, tapi biasanya
unit
yang
membutuhkan
menghubungi dulu pihak
gudang untuk meminta obat”
pertama, yang kedua kondisi
gudang
enggak
memungkinkan lagi untuk
penyimpanan dalam skala
besar. Sebenarnya sudah
kami ajuhkan ke atasan tapi
belum ada omongan lagi dari
atas, ya kami mau gimana
lagi, cuma bisa nunngu aja”
nih kalo misalnya obat datang
terus saya simpan digudang,
saya bingung mau diletakkan
dimana lagi, jadi saya
tumpuk-tumpuk aja kayak
gini, nanti klo sudah ada
tempat yang kosong baru saya
pisahin”
Informan 2 (GF-2)
“....Kalau distribusi ke unitunit biasanya mereka telpon
dulu, perlu obat apa dan
berapa jumlahnya terus nanti
oleh petugas gudang dicatat
sebagai obat keluar, terus
kalau ada obatnya ya dianter,
kalo enggak ada kami telpon
balik orang unit yang mesan
tadi...”
Informan 3 (GF-3)
“Biasanya sih mereka nelpon
dulu, nanyain ada atau
tidaknya obat yang mereka
minta, kalo ada ya saya cek
dulu terus saya catet jumlah
dan jenis obat keluarnya baru
saya kasih anter atau kalo
saya lagi banyak kerjaan ya
saya telpon balik. Kalo
misalnya obatnya enggak ada
ya saya telpon unit yang
minta tadi”
“kalau misalnya obat yang
dipesan ada yang kami
distribusikan, kalau enggak
ada yang enggak bisa di kasih
“distribusinya si tergantung
ada apa enggak obatnya ya,
kalo obatnya ada yang kami
Siapa saja yang terlibat langsung dan bertanggung jawab “....Yang
mengurusinya “ ....yang bertugas distribusi
dalam proses distribusi tersebut?
semua barang datang petugas ya petugas gudang karena
gudang...”
semua harus melalui
pendataan petugas gudang”
Sarana prasarana apa saja yang digunakan dalam proses “mereka nganggutnya pake
distribusi obat?
roili kalau barangnya
banyak”
Apakah ada kendala yang terdapat pada proses
pendistribusian obat? Jika ada, bagaimana solusinya?
“enggak ada kendala
semuanya lancar”
lakukan pendistribusian, tapi
kalo misalnya obatnya abis
atau kosong, ya kami enggak
lakukan distribusi”
“yang ngedistribusi obat ya
cuma saya, tapi kalo saya
banyak kerjaan ya saya
nyuruh orang unit yang
ngambilnya...”
“pake roli, kalau distribusi ke
unit ya telpon”
“enggak ada sih, cuma pake
roli kalau barangnya banyak,
kalau sedikit ya diangkut pake
tangan aja, kalau ke unit
lewat telpon”
“...kalau kendala yang khusus “Hambatannya waktu saya
enggak
ada
ya,
cuma libur atau waktu saya lagi
petugasnya yang kurang..”
keluar kan ada permintaan
obat, karena ada kunci ganda
yang ditinggal di apotek jadi
petugas apotek suka ada yang
ngambil obat langsung ke
gudang tanpa laporan dulu ke
saya dan tanpa mencatat
apapun, jadi saya bingung
pas pendataan obatnya suka
ada yang kurang gitu”.
Pertanyaan Variabel Penghapusan
Bagaimana proses penghapusan yang dilakukan oleh
pihak gudang jika ada obat-obatan yang mengalami
kadaluarsa atau rusak?
Informan 1 (GF-1)
“Kalau ada obat-obatan yang
kadaluarsa atau rusak
biasanya kami kembalikan
lagi ke distributor....”
“obat-obatan yang dilakukan
penghapusan biasanya obat
yang sudah expired date ya,
obat yang tidak bisa
dimanfaatkan lagi, nah
prosesnya itu dibakar”
Siapa saja yang terlibat dan bertanggung jawab dalam “instalasi farmasi terutama
proses penghapusan tersebut?
pihak gudang”
Informan 2 (GF-2)
“...jika ada obat yang
kadaluarsa kami catat dan
kami panggil distributornya
kesini, bilang bahwa ada
beberapa obat yang jenis A
sudah kadaluarsa atau rusak,
nah biasanya distributornya
datang
dan
membawah
penggatinya”
Informan 3 (GF-3)
“kalo ada obat yang udh
kadaluarsa, saya catet dan
saya laporin sama kepala
gudang, terus pak dedi
ngubungi ditributornya”
“Disini baru 2 kali melakukan
penghapusan ya, terakhir itu
tahun 2013, obat-obat yang
dihapuskan biasanya seperti
obat yang expired date, rusak,
dan tida bisa dimanfaatkan
lagi, nah biasanya yang
melakukan penghapusan ya
petugas
sini,
nantikan
dibentuk panitia penghapusan
sesuai dengan surat edaran
dari RS, penghapusannya
biasanya di bakar..”
“bertanggung jawab untuk
“yang bertanggung jawab
pengahapusan obat kami
kepala gudang kali ya, tapi
disini, jadi seperti yang saya
kurang tahu juga sih, hhhhh”
bilang tadi, obat yang
Apakah penghapusan sudah sesuai dengan prosedur yang “saya rasa sudah ya, mereka
ada?
melakukannya sesuai
prosedur”
Apakah ada kendala dalam proses penghapusan? Jika “Tidak ada, tidak ada
ada, bagaimana solusinya?
kendala”
Pertanyaan Variabel Pengendalian
Informan 1 (GF-1)
Bagaimana proses pengendalian persediaan yang “iya
dilakukan,
proses
dilakukan oleh gudang farmasi RSUD Kota Sekayu?
pengendaliannya
dengan
menggunakan kartu stok dan
stock opname, kalau stcok
opname kami lakukan 3 bulan
sekali ya, jadi setiap 3 bulan
dilakukan stock opname”
kadaluarsa atau rusak kami
lakukan pengembalian ke
distributornya”
“sudah sesuai”
“selama ini tidak ada kendala
dalam penghapusan, cuma
distributornya datang agak
lama aja. Kalo kita telpon
hari ini, dua hari kedepan
mereka baru datang”
Informan 2 (GF-2)
“ pengendaliannya ya dengan
kartu stok dan stock opname.
kalo kegiatan stock opname
disini dilakukan 3 bulan
sekali sampai 4 bulan kami
lakukan, kalo di SOP kan
memang sebulan sekali tuh,
nah karena stock opname ini
harus ada surat edaran dulu
ya dari atasan, kalo surat itu
udah keluar, kami langsung
stock opname, gituu”
“Kalau
pengendalian
“sudah sesuai”
“tidak ada kendala
sama sekali”
Informan 3 (GF-3)
“pengendaliannya biasanya
dengan kartu stok sama
pencatatan rutin tiap 3 bulan
sekali. biasanya stok opname
3 bulan atau 4 bulan sekali
kami lakukan, kita hitung tuh
jumlah stok obat, masingmasing obat sisa nya berapa,
yang diapotik juga dihitung,
kalau misalnya ada obat yang
mendekati kadaluarsa, kami
lancarkan dulu obat itu,
mangkanya kami pake sistem
perharinya kita pakai kartu
stok saja, biasanya dilihat di
kartu stok, kita tandai obat
yang keluar, terus sisanya
berapa,
biar
tau
pemakaiannya”
Siapa saja yang terlibat langsung dan bertanggung jawab “.....pengendalian persediaan
dalam proses pengendalian persediaan obat?
obat dilakukan oleh petugas
yang ada di gudang farmasi,
saya hanya mengawasinya
saja....”
“pengendalian obat kami
yang lakukan, kami gunakan
kartu stok saja dan enggak
ada metode khusus, karena
susah
untuk
diterapkan
disini....”
Metode apa yang digunakan dalam proses pengendalian “tidak ada metode khusus,
persediaan obat? Apakah ada metode khusus dalam hanya menggunakan kartu
proses pengendalian tersebut?
stok dan stock opname saja”
“kalau metode khusus yaa
tidak ada ya, pengendalian
lewat stock opname saja dan
untuk setiap harinya pakai
kartu stok”
“kalau disini masih manual,
Apakah ada kendala dalam melakukan pengendalian “tidak ada masalah”
FIFO/FEFO”
“Kartu stok juga kami pake
disini untuk pendataan obat,
jadi kalo ada obat yang
keluar masuk ya kami
catetnya di kartu stok, nah itu
lakuin setiap hari, jadi
kelihatan mana obat yang
mau habis atau belum”
“....ya saya, saya kan petugas
pelaksananya, jadi apa-apa
yang
tugasnya
nyimpan,
nyusun-nyusun, nyatet ya saya
yang ngelakuinnya, tugas
saya disini hanya mencatat
masa obat di kartu stok,
mengecek
obat
tersebut
apakah
rusak
atau
kadaluarsa, kalo misalnya
ada obat yang rusak atau
kadaluarsa ya saya laporin ke
kepala gudang....”
“metode khusus enggak ada,
cuma bikin pencatatan aja
tiap hari dengan karu stok,
terus dilakukan stock opname
setiap per 3 bulan sekali..”
“yang
ngehambat
itu
persediaan obat? Jika ada, bagaimana solusinya?
belum menggunakan sistem
teknologi, jadi bisa butuh 1
sampai 2 hari kalau melakuka
stock opnamenya..”
biasanya jumlah obat yang
banyak, sehingga sulit dan
lama ngitungnya, apa lagi
obatnya
kepencar-pencar
gitu, jadi susah, harus nyari
dulu..”
“Masalahnya
itu
susah
ngotrol obatnya, disini kan
obatnya banyak, nah untuk
stock opname aja butuh waktu
sehari sampe dua hari baru
selesai, obat-obat yang slow
moving biasanya yang sering
kadaluarsa, secara stok kan
obatnya banyak tapi kita cek
juga masa kadaluarsanya
waktu stock opname ternyata
udah kadaluarsa”
OUTPUT
No
Pertanyaan Variabel Output
Informan 1 (GF-1)
Bagaimana ketersediaan dan keamanan obat yang “kalau untuk ketersediaan
disimpan di gudang obat RSUD Kota Sekayu?
saya rasa sudah cukup baik,
Informan 2 (GF-2)
Informan 3 (GF-3)
“kalau ketersediaannya sudah “Kalo ketersediaanya sudah
cukup, memang itulah yang
lumayan cukup, kalo misalnya
memang ada beberapa obat
yang kadang kosong, namun
dengan adanya dana BLUD,
obat-obat yang cito dapat
dipenuhi dengan cepat”
bisa direncanakan dan
diadakan oleh rumah sakit, ya
sesuai dengan formularium,
tapi memang ada beberapa
obat yang tidak ada di dalam
formularium rumah sakit, nah
ini biasanya user yang sering
seperti ini, yang ngasih resep
tidak sesuai dengan obat yang
ada digudang, ditambah lagi
ada beberapa obat yang
memang kosong, dikarenakan
permintaan obat tersebut
yang tinggi, tapi itu enggak
terlalu lama kosongnya,
karena kami melakukan
pemesanan kembali”
Bagaimana output yang dihasilkan selama ini? apakah “output yang diinginkan dari “yang diinginkan adalah
sesuai dengan yang diharapkan?
pengelolaan obat adalah
tersedianya data yang akurat
tersedianya obat sesuai
tentang jumlah dan jenis obat.
dengan kebutuhan, terdatanya yang bisa dijadikan sumber
dengan baik jumlah obat dan informasi bagi perencanaan
jenis obat yang dapat
kebutuhan dan stok opname
menggambarkan jumlah asset setiap 6 bulan sekali, serta
yang dimiliki setiap akhir
berkurangnya jumlah obat
tahunnya”
yang tidak terdata ketika
diambil dari gudang...”
obat kosong ya dipesan lagi,
kalo memang enggak ada dari
distributornya ya mau gimana
lagi”. kalo keamanannya ya
yang saya bilang tadi, kadang
ada pihak-pihak yang enggak
tanggung jawab, ngambil
terus enggak di catet atau
dilaporin kesaya, kalo faktor
laen enggak ada ya”
“kalau pengelolaan obat saya
rasa berjalan baik ya,
penolakan resep karena
kekosongan obat mungkin
bisa dihindari, terkecuali
misalnya untuk obat yang
memang tidak tersedia, ya
yang saya bilang tadi, dari
distributornya kosong...”
Download