Perkembangan Ilmu Kimia di Dunia Muslim Imelda Fajriati* Abstrak Alkimia yang diwarisi dari peradaban sebelumnya oleh ilmuwan muslim pada abad keemasan peradaban Islam adalah embrio dari ilmu kimia modern yang dinikmati pada masa sekarang. Islam berhasil menciptakan ilmu pengetahuan yang baru, unik dan terpadu melalui penyesuaian dengan nilai-nilai Islam. Alkimia dalam genggaman ilmuwan muslim mengalami kemajuan besar karena berhasil merumuskan metode eksperimen dalam mengembangkan kerangka keilmuannya serta menghasilkan produk-produk kimiawi yang manfaatnya dirasakan hingga masa sekarang. Alkimia Islam mengalami kemunduran manakala terjadi transformasi ilmu pengetahuan dari peradaban Islam ke Eropa pada era renaissance yang diimbangi munculnya ilmu kimia modern. Masa ini sekaligus momentum ketertinggalan kemajuan ilmu pengetahuan secara umum di dunia Islam termasuk ilmu kimia. Para ilmuwan kimia muslim secara bertahap telah mengejar ketertinggalan kemajuan ilmu kimia melalui beberapa riset dan hasil yang terus diupayakan kemanfaatannya bagi masyarakat khususnya masyarakat muslim. Beberapa hal yang menyebabkan ketertinggalan dunia Islam dalam sains, khususnya ilmu kimia, adalah kurangnya dukungan baik moral (pemerintah, agama dan masyarakat) dan material (dukungan dana). Inilah yang menjadi pekerjaan rumah terbesar bagi masyarakat muslim untuk mengejar ketertinggalan dalam bidang sains dan teknologi. Kata kunci: alkimia, Islam, ilmu, kimia, modern A. Pendahuluan Romantisme sejarah kejayaan sains-sains Islam beberapa abad lampau patut untuk selalu dimunculkan guna menghidupkan kembali gairah tradisi intelektual di kalangan masyarakat muslim. Keinginan dan harapan akan bangkitnya kembali peradaban baru yang berlandaskan nilainilai Islam merupakan tantangan bagi setiap muslim untuk mewujudkannya. Satu hal yang pasti bahwa kemajuan peradaban Islam harus ditopang oleh kemajuan sains dan teknologi yang tetap berazaskan nilai-nilai Ilahiah, sehingga Islam terwujud sebagai agama yang rahmatan lil `alamin. Telah banyak sains-sains Islam lahir pada abad keemasan 700 M – 1400 M. yang pada akhirnya menjadi protosains bagi sains-sains modern. Sejarah sosial sains Islam banyak diwarnai oleh peradaban masa * Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010 Imelda Fajriati: Perkembangan Ilmu Kimia di Dunia Muslim 1056 sebelumnya seperti Mesir, Yunani, India dan Cina.1 Kesan terbuka, pluralis dan toleran cukup menonjol dalam karakter ilmuwan muslim. Alkimia klasik yang diwarisi dari peradaban sebelumnya kerap disebut pseudo-sains karena seringkali menggabungkan unsur astrologi, mistisisme dan metafisis dalam mengungkap fenomena. Dengan dipelopori oleh Jabir bin Hayyan, identitas ini perlahan mulai berubah dan ditransformasikan sebagai sebuah sains yang berusaha mendemistifikasi alam dengan menggunakan pendekatan akal-budi.2 Bahkan, metode eksperimen dari ilmuwan alkimia muslim Jabir bin Hayyan inilah yang pada akhirnya diadopsi oleh Eropa sebagai salah satu instrumen untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang kemudian dikenal dengan sebutan metode ilmiah.3 Kajian ini berusaha mengulas kembali kemunculan alkimia sebagai bagian dari sains Islam yang dihasilkan melalui proses kultural, serta mengetahui perkembangan dan manfaatnya dari alkimia klasik hingga kimia modern di dunia muslim. B. Tinjauan Historis Alkimia Menurut Jack Lindsay, alkimia berasal dari bahasa arab al-kimya-i atau al-khimiya () ـــــ ــ, kata al- diambil dari bahasa Mesir yang berarti tanah hitam di antara dua sisi sungai Nil yang dimuntahkan ketika air sungai meluap sedangkan kata kimia dari bahasa Yunani khumeia (χυµεία) yang berarti "mencetak bersama", "menuangkan bersama", "melebur", "aloy", dan lain-lain (dari khumatos, "yang dituangkan, batang logam"). Istilah ini diambil dari bangsa Alexandria Mesir yang terlebih dulu menggunakannya, khususnya untuk menjelaskan materi alam yang 1 Warisan budaya merupakan akar-akar sains Islam, yang mulai berada dalam genggaman kaum muslim setelah penaklukan wilayah di luar imperium Islam menjelang abad 7. Jatuhnya Gondeshapur Persia tahun 638 M oleh dinasti Umayyah menandai awal kebangkitan tradisis intelektual Islam. Howard R. Turner Science in Medieval Islam: An Illustrated Introdution, alih bahasa Andri Zulfahmi (Austin: University of Texas Press, 1997), pp. 37-38. Baca juga K. Ali Sejarah Islam: Tarikh Pramodern, (Jakarta: Raja Grafindo, 2003), p. 327. 2 Islam dengan tegas menyatakan bahwa alam adalah bidang yang teratur dan kontinyu, universal dan pasti. Pertama, alam dapat diamati dan dan diukur karena alam berfungsi menurut hukum atau pola (QS 30:30; 33:62). Kedua, kepercayaan pengetahuan manusia tentang alam penting karena moralitas dan agama menuntutnya. Ketiga, Islam mengajarkan bahwa pengetahuan tentang alam, jika dicari dengan seksama dan jujur, patut dipercaya. Uraian selengkapnya baca Isma`il Raji Al-Faruqi, Atlas Budaya Islam: Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang, (Jakarta: Mizan, 1998), pp. 351-352. 3 Metode ilmiah (metode eksperimen) mulai digunakan di Eropa setelah zaman pertengahan yang dipelopori oleh Francis Bacon (1561-1626). Sejak itulah paradigma sains-sains yang telah ada berangsur-angsur berubah kearah sains modern seperti saat ini SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010 Imelda Fajriati: Perkembangan Ilmu Kimia di Dunia Muslim 1057 berhubungan secara spiritual dengan manusia. Etimologi lain mengkaitkan kata ini dengan kata al-Kemi, yang berarti "Seni Mesir". Alkimia menggabungkan antara spiritual, kerajinan dan sifat-sifat magis dengan keadaan unsur-unsur alam khususnya dalam pengolahan logam dan obat.4 Pada awal kemunculannya, terdapat dua karakter aliran alkimia yang berbeda, yaitu Alkimia Cina, yang berkaitan erat dengan Taoisme yang berpusat di Cina dan Alkimia Barat, yang berkaitan dengan ajaran agama yang pusatnya berpindah-pindah antara Mesir, Yunani dan Roma. Alkimia dalam Islam lebih memiliki kedekatan dengan alkimia yang ada di Barat, sehingga dalam mengembangkan sistem falsafahnya berhubungan erat dengan agama dan kepercayaan. 1. Alkimia di Mesir Kuno Alkimia di Mesir merupakan Alkimia yang paling klasik dibandingkan dengan pusat peradaban lainnya seperti Yunani dan Romawi. Kota Iskandariyah di Mesir adalah pusat pengetahuan alkimia, Pendiri alkimia Mesir diyakini adalah Dewa Thoth, yang disebut HermesThoth atau Thrice-Great Hermes (Hermes Trimesgistus) oleh bangsa Yunani, dan dianggap menulis sesuatu yang disebut 42 Kitab Pengetahuan, serta mencakup semua bidang pengetahuan—termasuk alkimia5. Lambang utama alkimia adalah Hermes (caduceus) atau tongkat ular, di mana lambang ini mengadopsi dari simbol Dewa Thoth yang menjadi salah satu pembawa munculnya alkimia di Mesir. Mereka gemar mempelajari berbagai kemungkinan dari perubahan logam-logam biasa menjadi logam mulia,6 perubahan ini dianggap menyerupai teknik sihir, sehingga diperkirakan alkimia di Mesir Kuno dikuasai oleh kelas pendeta. Menurut ahli alkimia Mesir, tubuh manusia (mikro kosmos) dipengaruhi oleh dunia luar (makro kosmos), yang mencakup langit melalui astrologi, dan bumi melalui unsur.7 Seperti kebanyakan pekerjaan yang digemari dalam alkimia tentang perubahan logam biasa menjadi logam mulia, orang-orang Mesir telah mengetahui cara-cara pengekstrakan 4 Jack Lindsay, The Origins of Alchemy in Graeco-Roman Egypt, (London: Muller, 1970), p. 3. 5Titus Burckhardt, Alchemy: Science of the Cosmos, Science of the Soul, trans. William Stoddart,.(Baltimore: Penguin, 1967), pp. 34-42. 6 Salah satu yang dipelajari dalam alkimia adalah adanya perubahan logam biasa (seperti halnya bijih besi) menjadi logam mulia yang berkilau. Kemampuan dalam mengubah materi ini menjadi hal yang menarik dalam alkimia dan menjadi pekerjaan umum yang sering dilakukan ahli-ahli alkimia baik di Mesir, Yunani dan Islam. Selengkapnya baca Yuwono Budi, Ilmuwan Islam pelopor sains Modern, (Jakarta: Pustaka Qalami, 2005), p. 66. 7 Burckhardt, Alchemy, pp.167-169. SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010 Imelda Fajriati: Perkembangan Ilmu Kimia di Dunia Muslim 1058 logam-logam seperti emas, perak, besi, tembaga dan timah. Asumsi-asumsi dalam alkimia Mesir diyakini berusia yang paling tua. 2. Alkimia di Yunani Empedocles memperkenalkan sebuah konsep penting mengenai komposisi alam yang kemudian dikembangkan oleh Aristoteles. Sebuah konsep yang menyatakan bahwa semua materi alam semesta terbentuk dari empat unsur, yaitu tanah, udara, air, dan api. Menurut Aristoteles,8 keempat unsur ini dipercaya saling berkaitan dan mempunyai ciri-ciri tertentu seperti sejuk, panas, kering, dan lembab. Unsur-unsur tersebut oleh bangsa Yunani lebih merupakan aspek kualitatif atau sifat-sifat primer dan umum dari sebuah materi daripada kuantitatif sebagaimana unsur kimia modern. Aspek mistis ini kemudian dikembangkan secara luas.9 3. Alkimia di Kekaisaran Romawi Pada akhir Kekaisaran Romawi, filsafat alkimia Yunani telah digabungkan dengan filsafat bangsa Mesir dan membentuk aliran Hermetisisme.10 Seorang filsuf Kristen, Agustinus (354-430 M) menuliskan keyakinannya yang menolak filsafat eksperimen dalam alkimia. Akal dan iman diyakini dapat digunakan untuk memahami Tuhan, tetapi filsafat eksperimental itu buruk.11 Alkimia dianggap oleh masyarakat zaman pertengahan sebagai ilmu yang tidak Ilahiah. Alkimia menjadi terpisah dari agama. Hal ini berakibat ahli alkimia menjadi tidak bebas menyampaikan karya dan tulisannya. Tepatnya di Kota Alexandria sebagai pusat peradaban kekaisaran Roma, seni alkimia akhirnya disampaikan dari mulut ke mulut untuk mempertahankan kerahasiaan sehingga hanya sedikit karya alkimia yang dituliskan.12 8 Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, (Jakarta: UI Press, 1986), p. 130 Bahwa seperti filsafat alam menurut Empedokles yang kemudian diikuti oleh Aristoteles, bahwa Alam (bumi) terdiri atas 4 (empat) unsur, yaitu; api, air, udara dan tanah. Unsur-unsur tersebut yang bertanggungjawab atas sifat-sifat yang bertentangan: berat dan ringan, panas dan dingin, kering dan basah 9 Ethan Allen Hitchcock, Remarks Upon Alchemy and the Alchemists, (Boston: Nichols Crosby, 1857), p. 66. 10 Ibid., p. 17. 11 Augustine, The Confession”s, trans. Rex Warner, (New York: Mentor Books, 1963), p. 245. 12 Jack Lindsay, The Origins of Alchemy in Graeco-Roman Egypt, (London: Muller, 1970), p. 155. SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010 Imelda Fajriati: Perkembangan Ilmu Kimia di Dunia Muslim 1059 B. Alkimia Islam sebagai Embrio Ilmu Kimia Modern Temuan empirik menjadi dasar sains-sains modern, termasuk ilmu kimia. Berabad-abad sebelum muncul peradaban Islam, premis-premis dasar alkimia telah berdiri dengan kukuh seiring dengan filsafat alam skolastik yang membentuknya.13 Memasuki alkimia Islam, asumsi-asumsi dasar tersebut mengalami penyesuaian serta terjadi pertautan antara tematema kimiawi, spiritual, dan mistis. Para ahli alkimia muslim berusaha mengungkap fenomena alam yang kadangkala bagi sebagian orang masih misteri dan sulit dimengerti menjadi sesuatu yang dapat dipelajari. Tidak jarang pula, ahli alkimia muslim seringkali dianggap sebagai ahli pseudosains. Lebih jauh, perhatian ahli alkimia muslim diarahkan pada kemampuan berubahnya logam biasa menjadi logam mulia (emas) atau disebut peristiwa transmutasi. Peristiwa ini menjadi pekerjaan umum dalam alkimia hingga disusun tabel dan diagram kosmologi dari ilmuwan besar Jabir bin Hayyan.14 Diagram ini menjadi popoler karena mencerminkan letak unsur-unsur serta seluruh benda mati dan hidup kedalam kerangka rasi yang dinamis. Transmutasi logam biasa menjadi emas melambangkan upaya menuju kesempurnaan atau ketinggian eksistensi. Ahli alkimia klasik termasuk ahli alkimia muslim meyakini bahwa seluruh alam semesta sedang bergerak menuju keadaan sempurna; dan emas, karena tak pernah rusak, dianggap zat yang paling sempurna. Dengan diubahnya logam biasa menjadi emas, ahli alkimia sebenarnya mencoba membantu alam semesta menjaga kelestariannya. Maka, menjadi logis jika dengan memahami 13 Beberapa premis tersebut adalah: Emas adalah logam yang paling mulia dan murni, diikuti oleh perak; zat-zat an-organik mempunyai kehidupan, serta tersusun dari ruh dan materi; campuran zat-zat dapat dipisahkan oleh panas; uap atau ruh yang dihasilkan dapat diembunkan menjadi cairan yang mengandung kualitas esensial dari zat asalnya; dan lain-lain. Pemahaman tentang materi yang demikianlah yang melekat pada filsafat alkimia abad pertengahan. Howard R. Turner, Science in Medieval Islam: An Illustrated Introdution, alih bahasa Andri Zulfahmi, (Austin: University of Texas Press, 1997), p. 201. 14 Jabir bin Hayyan (720-808 M) adalah tokoh besar kimia klasik yang hidup pada masa khalifah Harun al-Rasyid hingga al-Makmun. Kemunculannya mengokohkan alkemi dalam arena intelektual pada masa tersebut. Jabir membuat timbangan yang mampu menimbang benda yang beratnya 6.480 kali lebih kecil dari satu kilogram. Temuan timbangan inilah yang melandasi prinsip keseimbangan dari Jabir. Sains kealaman di Eropa Barat bahkan berhutang budi dalam penggunaan metode eksperimen yang untuk pertama kalinya dirintis oleh Jabir bin Hayyan. Namun, yang diakui oleh Ilmuwan Barat adalah hasil temuan dari tokoh Francis Bacon (1561-1626 M), Ibid., pp. 69-71. SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010 1060 Imelda Fajriati: Perkembangan Ilmu Kimia di Dunia Muslim rahasia ketakberubahan emas akan ditemukan kunci untuk menjaga eksistensi dan kelestarian keseluruhan materi yang ada di alam semesta. 1. Alkimia Islam: Peran dan Kontribusinya bagi Peradaban Tokoh-tokoh yang memberi karakteristik alkimia Islam adalah Jabir bin Hayyan, ar-Razi15 dan Izz al-Din al-Jaldaki.16 G. Le Bon menyebutkan bahwa banyak bahan kimia yang sebelum Geber (Jabir) tidak dikenal menjadi tidak mustahil untuk disiapkan (dibuat). Beberapa zat yang ditemukan oleh ahli alkimia muslim yang sampai saat ini masih terus digunakan dan bahkan telah dikembangakan menjadi senyawa penting antara lain: 17 a. Asam sulfat (H2SO4) Asam sulfat mulai dikenal oleh Jabir bin Hayyan ketika dia berhasil menemukan unsur belerang serta mereaksikan dengan merkuri dan air. Oleh ar-Razi, sifat bahan dasar asam sulfat yaitu unsur belerang diklasifikasi lebih sistematis dengan membedakan antara yang alami ditemukan di alam dengan mineral yang berhasil dibuat di laboratorium berdasarkan reaksi dekomposisinya. Temuan zat berharga oleh ilmuwan alkimia muslim ini pada akhirnya mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi pada era sesudahnya. Kunci revolusi industri di Eropa dan Amerika Serikat ternyata hanya asam sulfat. Senyawa dari ikatan satu atom belerang dengan dua atom hidrogen dan empat atom oksigen atau H2SO4 ini, adalah bahan dasar untuk pembuatan berbagai produk modern. Klaus Blum mengatakan bahwa seluruh peradaban manusia dalam 100 tahun terakhir sangat dipengaruhi senyawa dasar kimia semacam itu. Tanpa senyawa dasar seperti asam sulfat, umat manusia tidak dapat 15 ar-Razi (865-925 M) atau di Barat lebih dikenal denga Rhazes, adalah seorang ahli kedokteran dan ilmu kealaman yang hidup setelah masa Jabir bin Hayyan. Ilmu Razi diwarnai oleh tradisi pengetahuan Yunani dan Persia. Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 2003), p. 234. 16 Izz al-Din al-Jaldaki (--1360 M) adalah ilmuwan yang hidup pada tahun menjelang kemunduran Islam. Namun, ia turut memberikan beberapa sumbangan penting, antara lain bahwa gas yang dihasilkan dari reaksi kimia supaya dihindari dengan masker; perak dapat dipisahkan dari emas dengan cara melarutkannya dalam asam nitrat yang tidak mempengaruhi emas; pencucian air tecemar adalah dengan penguapan dan pengembunan tidak sekedar disaring, karena penyaringan hanya menghilangkan kotoran besar yang terlihat. Di antara bukunya adalah Nihayah Al-Thalab. Lihat Isma`il Raji AlFaruqi, Atlas Budaya Islam: Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang, (Jakarta: Mizan, 1998), p. 362. 17 Budi Yuwono, Ilmuwan Islam Pelopor Sains Modern, (Jakarta: Pustaka Qalami, 2005), p. 85. SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010 Imelda Fajriati: Perkembangan Ilmu Kimia di Dunia Muslim 1061 membuat obat-obatan, peralatan rumah tangga sehari-hari, hingga produksi sabun, pupuk, serat nilon, kertas, seluloid dan plexiglas serta untuk perlengkapan mobil seperti air aki.18 Pemanfaatan yang meluas dari asam sulfat dan turunannya sudah tidak diragukan lagi. Mengacu pada kutipan di atas, salah satu contoh pengolahan kayu menjadi pulp kayu sebagai bahan dasar kertas dan karton adalah menggunakan asam sulfat.19 b. Asam nitrat (HNO3) Seperti halnya asam sulfat, asam nitrat yang berbahan dasar nitrogen juga senyawa penting yang telah dimanfaatkan secara besar-besaran pada masa sekarang. Oleh Jabir bin Hayyan, senyawa ini digunakan untuk memurnikan tawas dan garam, sehingga dari proses penyulingan tersebut akan dihasilkan beberapa mineral anorganik seperti kalium nitrat (K(NO3)) dan natrium klorida ( NaCl). Pemanfaatan asam nitrat di era kimia modern semakin luas, diantaranya selain sebagai bahan dasar super pelarut (aqua regia), asam nitrat adalah penyusun utama dari bahan peledak TNT (2, 4, 6 trinitrotoluena) yang tersubstitusi dari senyawa benzena (bahan bakar minyak, bensin). Selain dalam bentuk TNT, asam nitrat juga berikatan dengan amonium membentuk amonium nitrat dan berfungsi sebagai pupuk pertanian, tetapi senyawa ini dapat sebagai detonator dan eksplosif jika berkontak dengan senyawa asing seperti klorida. c. Aqua regia Bahan ini adalah pelarut yang bersifat amat kuat dalam melarutkan bahan melebihi asam-asam lain yang juga dikenal dapat melarutkan bahan seperti asam klorida (HCl), asam sulfat (H2SO4), asam nitrat (HNO3). Pelarut ini dibuat dengan mencampurkan dua jenis pelarut seperti potasium nitrat dan asam klorida. Para ilmuwan masa sekarang amat terbantu dengan temuan pelarut ini. Aqua regia akan dapat melarutkan material khususnya logam murni, termasuk emas dan perak, serta alloy dan bahan polimerik yang solid dan kaku. Pelarut di atas oleh beberapa ilmuwan alkimia muslim biasanya digunakan untuk kepentingan kerajaan seperti menempa logam untuk pembuatan peralatan militer, serta perlengkapan istana raja yang dimodifikasi dari bahan logam, emas, platina dan perak. Menurut E. J Holmyard,20 Jabir bin Hayyan juga berhasil mengidentifikasi serta mempelajari sifat-sifat dari tujuh macam logam berikut, yaitu: emas (Au), 18http://www2.dwworld.de/indonesia/wissenschaft_Technik/1.42764.1.html©2 006 Deutsche Welle. 19 Nachtrib, Prinsip-prinsip Kimia Modern, alih bahasa Ahmadi Suminar, (Jakarta: Erlangga, 2005), p. 228. 20 E. J Holmyard, Alchemy, (Inggris: Penguin Baltimore, 1957), p. 80. SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010 Imelda Fajriati: Perkembangan Ilmu Kimia di Dunia Muslim 1062 perak (Ag), timbal (Pb), timah (Sn), tembaga (Cu), merkuri (Hg) dan besi (Fe). d. Besi (Fe) Temuan logam besi (Fe) oleh ilmuwan alkimia muslim abad ke-8 M amat penting bagi peradaban sesudahnya. Sebagai unsur alam yang selalu tersedia dalam bentuk campurannya, ilmuwan muslim mengembangkan metode pemurnian dengan cara konvensional, di antaranya dengan melelehkan campuran besi di alam melalui pemanasan suhu tinggi dalam tanur, sehingga akan didapatkan globula (butiran yang tersebat dalam kerak semi-cair). Produk yang dihasilkan yaitu besi tempa.21 Sebagai salah satu logam yang keberadaannya cukup melimpah di bumi, besi (Fe) seringkali dijumpai di alam dalam bentuk bijih, yaitu mineral yang bergabung dengan unsur lain seperti oksigen dan sulfur, adapun besi di alam lebih banyak dalam bentuk mineral hematit (Fe2O3), magnetit (Fe3O4) dan siderit (FeCo3).22 e. Alkohol Identifikasi senyawa alkohol (etanol) telah dimulai sejak masa Jabir bin Hayyan. Kerapkali dimanfaatkan sebagai bahan peledak untuk kepentingan kerajaan yang menggunakan campuran anggur mendidih dengan dimasukkan dalam botol. Beberapa sifat lain alkohol adalah dapat memabukkan bagi siapa saja yang meminumnya. Oleh kalangan kerajaan, dibuatlah berbagai ramuan untuk minuman kerabat raja dan mayarakat golongan tertentu. Alkohol dan turunannya telah banyak digunakan dan banyak hasil temuan dan identifikasi zat serta beberapa metode analisis yang dihasilkan oleh alkimia Islam telah dinikmati dan dikembangkan oleh ilmuwan dan masyarakat pada masa sesudahnya. f. Karya Tulis Ilmuwan Muslim Karya-karya ilmuwan muslim banyak tersimpan dan diterjemahkan dalam bahasa latin. Tidak kurang 200 judul buku telah tersebar di berbagai perpustakaan nasional beberapa negara. Di Museum Britania Inggris didapati sebuah manuskrip berjudul al-khawassul Kabir (Inti-inti yang Besar), sementara di perpustakaan nasional Prancis terdapat satu naskah al-Ahjaar (Batu-batuan). Beberapa judul buku yang dapat ditelusuri di antaranya adalah:23 Kitab al-Ushul al-Kimya-i (Buku susunan Kimia) karya Jabir bin Hayyan telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul Book of the Compotition of Alchemy yang diterbitkan di Roma pada 1490 M. Pada 1668 M. diterbitkan dalam bahasa Latin dengan judul Gebri Arabic 21 Ibid., p. 208. Ibid. 23 Budi Yuwono, Ilmuwan Islam, pp. 95-96. 22 SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010 Imelda Fajriati: Perkembangan Ilmu Kimia di Dunia Muslim 1063 Chimia sive Traditio Summae Perfectionis et Investigatio Mafisterii; Kitab Asy-Syam Al-Kamil (Matahari Kesempurnaan) karya Jabir bin Hayyan diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul Sun of Perfection pada 1678 M Masih dalam tahun yang sama, daftar karya-karya Jabir bin Hayyan diterbitkan dengan judul The Work of Geber. Kedua karya tersebut diterbitkan kembali pada 1928 M. dengan judul Great Arab Alchemist; Kitab al-`Asah (The Nerves) dan Al-Jami (The Universal) karya ar-Razi diterbitkan di Barat antara tahun 1498-1866 M. 2. Kemunduran Alkimia Islam Alkimia, sebagai bagian dari khazanah sains Islam juga mulai kehilangan daya pikat spritualnya pada akhir abad ke-14. Keadaan ini diawali dengan pemikiran dan karya-karya ar-Razi yang hidup setelah masa Jabir bin Hayyan. Ar-Razi lebih menyukai pembuktian secara eksperimen daripada prosedural yang teoritis. Objek kajiannya mulai dipisahkan dari hal-hal yang bersifat magis. Secara perlahan, alkimia mulai beralih fungsi dan kajiannya ke arah ilmu kimia (kimia modern). Oleh Ibnu Khaldun, alkimia dianggap berbahaya bagi orang-orang, karena kebenarannya dianggap tidak pernah terbukti.24 Penilaian negatif ini dipicu oleh beberapa objek kajian dan kesimpulan-kesimpulan alkimia, di mana masih dikaitkan dengan jiwa dan ruh sehingga sulit diterangkan secara fisis. Demikianlah, kajian dan tema-tema alkimia perlahan mulai ditinggalkan oleh kaum intelektual dan mulai di pisahkan dengan hal-hal yang bersifat spiritual dan magis. 3. Pengaruh Alkimia Islam di Eropa Barat Derasnya arus terjemahan sains-sains Islam yang melimpah ke dalam bahasa Latin menjadi pemicu kebangkitan ilmu pengetahuan di Eropa yang sebelumnya tidak dikenal. Alkimia mulai diperkenalkan di Eropa melalui Spanyol abad ke-12 oleh beberapa tokoh seperti Adelard dari Bath dan Gerbert Aurillac.25 Metode Ilmiah yang dirintis sejak zaman keemasan Islam oleh Jabir bin Hayyan mulai digunakan dan dimodifikasi di Eropa oleh Robert Grosseteste tahun 1170-1253 M sebelum disempurnakan Roger Bacon. Metode analisis warisan Islam disempurnakan dalam penggunaan pengamatan, eksperimentasi, serta penyimpulan dalam membuat evaluasi ilmiah.26 24 Howard R. Turner, Science, p. 201. C. Warren Hollister, Medieval Europe: A Short History, 6th ed. Blacklick, (Ohio: McGraw-Hill College, 1990), p. 294. 26 Ibid., p. 295. 25 SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010 Imelda Fajriati: Perkembangan Ilmu Kimia di Dunia Muslim 1064 Sebelum Renaissance Eropa, perhatian kimiawan tertuju pada pencarian batu filosof sebagai simbol pembersihan jiwa. Dengan terinspirasi proses transmutasi logam, maka untuk proses kesempurnaan eksistensi diperlukan sebuah batu filosof sebagai agen spiritual (elixir) dalam proses memperbaiki jiwa manusia. Dengan demikian, menjadi keniscayaan bahwa manusia harus memiliki keseimbangan unsur dalam tubuhnya.27 Era ini juga ditandai banyaknya orang-orang yang mengaku memiliki kemampuan rahasia dalam "mendemonstrasikan" transmutasi logam biasa menjadi emas, dengan memakai tipuan kimiawi dan sulap.28 Di Inggris, topik alkimia sering dikaitkan dengan astrologi. Ahli alkimia juga dianggap mampu mengubah air raksa menjadi emas (peristiwa transmutasi) hanya dengan bantuan batu filosof (elixir). Alkimia dianggap sebagai ilmu serius di Eropa hingga abad ke-18, setelah itu kejayaan alkimia secara perlahan mulai memudar bersamaan munculnya kimia modern, yang memberikan kerangka kerja lebih teliti dan andal untuk transmutasi zat dan obat-obatan, dalam desain baru alam semesta yang materialisme rasional.29 C. Kemunculan Ilmu Kimia Modern Ilmu pengetahuan yang berkembang setelah masa Renaissance Eropa menjadikan alkimia sebagai ilmu yang menggabungkan sifat sifat fisik dan spiritual atas materi alam, mulai ditinggalkan. Menurut Heilbron dkk,30 sampai abad ke-16, kimia masih diidentikkan dengan alkimia. Hampir dua ratus tahun kemudian, tepatnya setelah ditekankan penggunaan eksperimen pada setiap penemuan, kimia dipisahkan dari alkimia. Masa ini juga ditandai munculnya ilmu metalurgi, yaitu dikembangkan pengekstrakan logam dari sumbernya. Memasuki abad ke-17, kimia mulai dikenalkan di beberapa universitas di Eropa sebagai cabang dari ilmu pengetahuan alam seperti halnya fisika, anatomi dan botani. Secara bertahap konsep-konsep baru bermunculan seiring dengan semangat renaissance para kaum intelektual Eropa. Hingga abad ke-18 ilmuwan kimia masih menaruh perhatian kepada unsur-unsur dan komposisinya dalam berbagai materi alam, 27 Allen G. Debus and Robert P. Multhauf, Alchemy and Chemistry in the Seventeenth Century, (Los Angeles: William Andrews Clark Memorial Library, University of California, 1966), pp. 6-12. 28 Michael Edwardes, The Dark Side of History, (New York: Stein and Day, 1977), pp. 50-75. 29 www. Wikipedia.co.id. 30 Heilbron J.L.dkk., The Oxford Companion to The History of Modern Science, (Oxford University Press Inc., 2003), pp. 145-146. SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010 Imelda Fajriati: Perkembangan Ilmu Kimia di Dunia Muslim 1065 melalui analisis dan sintesis zat seperti asam, basa dan berbagai logam.31 Berbagai zat yang populer di Eropa merupakan warisan dari temuan ilmuwan alkimia Islam beberapa abad sebelumnya. Menjelang akhir abad ke-19, ilmu kimia dibagi beberapa cabang sesuai dengan objek kajiannya. Kimia organik yang mengkaji tentang materi atau unsur-unsur dari bahan yang hidup (hayati, mengandung unsur karbon) mulai dipisahkan dari kimia anorganik yang secara spesifik mempelajari dari komposisi dan unsur-unsur alam selain karbon. Masih dalam abad yang sama, disiplin kimia fisika dibentuk setelah muncul fenomena dikembangkannya efek struktur kimia pada sifat fisis. Kimia fisik meliputi termodinamika dan elektrokimia.32 Pada abad ke-20 hingga abad ke-21, kimia telah berkembang dengan pesat dan maju hingga melahirkan banyak cabang dalam lintas disiplin ilmu kimia. Penggunaan bahan-bahan kimiawi dan terapan ilmu kimia telah meluas dalam berbagai bidang, antara lain pertanian, kesehatan, pengobatan dan industri. D. Ilmu Kimia Modern dalam Masyarakat Muslim Pasca masa gemilang lahirnya sains-sains dari para ilmuwan dan filosof muslim abad ke-8–14 M., perkembangan sains di dunia muslim seakan larut terbawa arus globalisasi dan sekularisasi yang ditiupkan Barat baik Amerika maupun Eropa. Isu sains dan Islam akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian dari banyak kalangan muslim utamanya yang mulai gelisah dan khawatir melihat pesatnya kemajuan sains dan teknologi yang berpusat di Barat. Produk sains dan teknologi tersebut patut untuk diwaspadai dan diperiksa, karena konsep bebas nilai dalam sains sesungguhnya penuh muatan sekularisme dan kapitalisme yang mengancam nilai-nilai moral dan ketuhanan. Pesatnya kemajuan sains dan teknologi di Barat telah menghasilkan sebuah kimia baru, dimana teori-teori telah diupayakan utilitasnya secara penuh untuk kemudahan kehidupan umat manusia. Banyak pula muncul teori dan tema-tema baru dalam kimia modern yang semakin mengukuhkan peran ilmu kimia dalam memajukan peradaban. Namun, sedikit banyak hasil kemajuan kimia modern juga turut memperparah sisi negatif akibat perkembangan sains modern pada umumnya. Banyak kalangan menilai dan mengkritik, tidak hanya ilmu kimia, kemajuan sains modern secara umum justru sebagai ancaman 31 32 Ibid., p. 147. Ibid., p. 149. SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010 Imelda Fajriati: Perkembangan Ilmu Kimia di Dunia Muslim 1066 terhadap nilai-nilai kemanusiaan, termasuk kualitas hidup manusia, bahkan kelangsungan hidup planet bumi beserta isinya. 1. Sumbangan Ilmuwan Muslim terhadap Kimia Modern Kemajuan sains di Barat menyebabkan kegelisahan di kalangan masyarakat muslim, keadaan ini dimotivasi oleh romantisme kejayaan peradaban Islam dalam bidang sains beberapa abad yang lampau. Sebuah kondisi yang ironis telah terjadi di dunia Islam pada umumnya, bahwa kemajuan sains yang gemilang pada abad lampau seakan terhenti sekian lama tanpa diketahui kapan akan berjaya kembali. Semangat memajukan kembali sains-sains inilah telah membuka pekerjaan baru bagi beberapa kalangan muslim untuk terus menerus melakukan riset-riset termasuk dalam bidang ilmu kimia. Beberapa tren dan konsentrasi pengembangan kimia kontemporer dibedakan atas teknologi informasi dalam ilmu kimia (Computational Chemistry), kimia material (Material Chemistry and Nanotechnology), kimia lingkungan (Enviromental and Green Chemistry), serta biokimia (Chemistry in Life Sciences).33 Sumbangan ilmuwan kimia muslim kontemporer terhadap kemajuan kimia tidak bisa dilepaskan dari kesuksesan Ahmad Zewail dari Mesir yang berhasil memperoleh nobel bidang kimia tahun 1999.34 Zewail berhasil meraih nobel karena jasanya menemukan metode femtokimia (femto-chemistry) yaitu mempelajari reaksi kimia pada skala waktu yang luar biasa pendek, sekitar 10–15 sekon. Zewail berhasil menciptakan sebuah laser Femtosecond transition-state spectroscopy (FTS), bagaikan sebuah kamera yang mampu meng-capture gerakan molekul dalam skala 5 triliun perdetik. FTS memadukan 2 sinar yang dihasilkan molekul molekul dalam sebuah ruang vakum. Laser tersebut kemudian menginjeksikan 2 sinyal. Pertama, sinyal pompa, mengeksitasi molekul ke tingkat energi yamg lebih tinggi. Kedua, sinyal sampel,mendeteksi molekul berdasarkan panjang gelombangnya. Atas keberhasilan fenomenal ini, banyak hal yang menjadi mudah untuk dilakukan. Bidang fotografi amat terbantu dengan temuan ini, dimungkinkan mengembangkan kamera shutter yang dapat meng-capture gerakan yang 33 Book of Abstract, Internatioanal Conference on Chemical Sciences (ICCS 2007), (Yogyakarta: Chemistry Dept. Gadjah Mada University, 2007) 34 Sejak pertama kali diadakan pemilihan pemenang hadiah nobel tahun 1901, baru terdapat 4 tokoh muslim yang mendapatkan anugerah itu. Mereka adalah almarhum Presiden Mesir Anwar Sadat, sastrawan Mesir Najib Mahfudz, lmuwan Pakistan Abdus Salam, dan terakhir ilmuwan asal Mesir yang menetap di AS, Ahmad Zewail asal Mesir. Dua yang pertama mendapatkah Penghargaan Nobel di bidang perdamaian dan sastra, sedangkan Abdus Salam di bidang fisika dan Zewail di bidang kimia pada1999. SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010 Imelda Fajriati: Perkembangan Ilmu Kimia di Dunia Muslim 1067 amat cepat serta meng-slow down kembali gerakan tersebut seperti halnya peristiwa terciptanya gol sepakbola oleh seorang striker. 2. Hambatan Ilmuwan Kimia Muslim Secara umum, kegagalan umat Islam mempertahankan kontinyuitasnya atas kemajuan sains, termasuk ilmu kimia yang pernah berjaya seperti beberapa abad lampau disebabkan oleh: pertama, tradisi intelektual masyarakat muslim dalam bidang sains tidak disertai proses rekonsiliasi dengan unsur agama, sehingga muncul ketimpangan posisi antara pengetahuan agama dan pengetahuan duniawi, di mana posisi pengetahuan agama dianggap menempati posisi sosial politik yang lebih baik dibandingkan posisi pengetahuan duniawi yang hanya sebagai pelengkap.35 Kedua, terpisahnya tradisi filsafat dengan tradisi pemikiran keagamaan karena sains dan filsafat berada dalam kelompok pengetahuan yang sama yakni pengetahuan duniawi, maka pemisahan ini membatasi filsafat dan sains mempertanyakan hal-hal di luar otoritasnya.36 Menurut Nurkholish Madjid, tradisi intelektual Islam khususnya di Indonesia masih terbatas dan terkesan eksklusif. Salah satu syarat tumbuhnya tradisi intelektual adalah adanya sikap keterbukaan atau inklusivitas karena suatu sistem pengetahuan baru dapat terbentuk dengan baik jika berada dalam sistem sosial yang menghargai perbedaan dan keberagaman pemikiran. Hal ini menjadi isu penting mengingat masih kuatnya eksklusivitas di berbagai masyarakat Islam di Indonesia.37 Kemajuan riset dan teknologi mutlak ditopang oleh finansial yang kuat dan dukungan penuh dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, agama dan masyarakat. Hal inilah yang masih menjadi penyebab terbesar ketertinggalan sains di dunia muslim dalam dekade terakhir. E. Penutup Alkimia yang menjadi cikal bakal ilmu kimia modern seperti yang telah dinikmati pada saat ini, sesungguhnya pernah melewati tahapan di mana teori-teori klasik yang dihasilkan berasal dari olahan dan hasil karya ilmuwan muslim 12 abad yang lampau. Alkimia di tangan ilmuwan muslim mengalami lonjakan kemajuan besar karena terjadi perubahan paradigma dalam mengemas sebuah ilmu pengetahuan dengan menggunakan tahapan verifikasi melalui sebuah eksperimen. Hasil-hasil temuan para ilmuwan muslim inipun masih dirasakan manfaatnya hingga sekarang. 35 http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=153 Ibid. 37 Nurcholish Madjid, Islam: Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 1992) 36 SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010 1068 Imelda Fajriati: Perkembangan Ilmu Kimia di Dunia Muslim Berpindahnya alkimia Islam ke Eropa dalam era renaissance menjadi titik balik kemunduran alkimia dan sains-sains Islam pada umumnya yang sebelumnya menjadi lokomotif kemajuan ilmu pengetahuan di seluruh penjuru dunia. Beberapa ilmuwan muslim berusaha mengejar ketertinggalan kemajuan ilmu kimia modern melalui riset-riset yang terus dikembangkan seperti yang kerap dilakukan pada lembaga-lembaga akademik. Semangat dan kinerja yang ditunjukkan ilmuwan muslim serta hasil dari kegiatan ilmiah tersebut dapat dianggap sebagai modal dan aset untuk kemajuan ilmu kimia yang lebih baik serta pamanfaatan yang lebih meluas dalam kehidupan masyarakat khususnya masyarakat muslim. Daftar Pustaka Ali, K., Sejarah Islam: Tarikh Pramodern, Jakarta: Raja Grafindo, 2003. Burckhardt, Titus, Alchemy: Science of the Cosmos, Science of the Soul, trans. William Stoddart. Baltimore: Penguin, 1967. Debus, Allen G. and Multhauf, Robert P, Alchemy and Chemistry in the Seventeenth Century, Los Angeles: William Andrews Clark Memorial Library, University of California, 1966. E. J Holmyard, Alchemy, Inggris: Penguin Baltimore, 1957. Edwardes, Michael, The Dark Side of History, New York: Stein and Day, 1977. Hatta, Mohammad, Alam Pikiran Yunani, Jakarta: UI Press, 1986. Hollister, C. Warren, Medieval Europe: A Short History, 6th ed., Blacklick, Ohio: McGraw-Hill College, 1990. http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=153 http://www2.dwworld.de/indonesia/wissenschaft_Technik/1.42764.1.html©2006 Deutsche Welle Isma`il Raji al-Faruqi, Atlas Budaya Islam: Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang, Jakarta: Mizan, 1998. J.L., Heilbron, dkk., The Oxford Companion to The History of Modern Science, Oxford University Press Inc., 2003. SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010 Imelda Fajriati: Perkembangan Ilmu Kimia di Dunia Muslim 1069 Keenan, Wood, General College Chemistry, Harper & Row Publishers Inc., 1980. Lindsay, Jack, The Origins of Alchemy in Graeco-Roman Egypt, London: Muller, 1970. Nachtrieb, A Concise Dictionary of Chemistry, alih bahasa Achmadi Suminar, Jakarta: Erlangga, 1994. Nakosteen, Mehdi, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, Surabaya: Risalah Gusti, 2003. Nasr, Sayyed Hossein, Science and Civilization in Islam, Cambridge: The Islamic Text Society, 1987. R. Turner, Howard, Science in Medieval Islam: An Illustrated Introdution, alih bahasa Zulfahmi Andri, Austin: University of Texas Press, 1997. Salam, Burhanuddin, Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi, Bandung: Rineka Cipta, 2000. Sarton, Goerge, Introduction to the History of Science, 3 vol ed: Baltimore: William and Wilkins, 1948. Yuwono, Budi, Ilmuwan Islam Pelopor Sains Modern, Jakarta: Pustaka Qalami, 2005. SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010