BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1Konsep Penyakit Jantung Koroner 2.1.1 Definisi Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu penyakit pada jantung yang terjadi karena adanya kelainan pada pembuluh darah koroner. Kelainan Pembuluh darah koroner ini berupa penyempitan pembuluh darah sebagai akibat proses artherosclerosis.Arterosklerosis adalah pengerasan dinding pembuluh darah, terjadi akibat penimbunan kolesterol, lemak, kalsium, sel-sel radang, dan material pembekuan darah (fibrin) pada dinding arteri secara bertahap dan menumpuk pada dinding arteri. Arterosklerosis mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri serta penurunan aliran darah ke jantung. Lumen arteri akan menyempit mengakibatkan suplai darah tidak adekuat (iskemia) sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan otot jantung atas oksigen dengan persediaan oksigen yang diberikan oleh arteri koroner (Sumiati dkk., 2010). Menurut Garko (2012) penyakit jantung koroner atau penyakit arteri koroner adalah sebuah penyakit jantung di mana dinding endotel bagian dalam pada satu atau lebih arteri koroner yang akan mempersempit lumen arteri koroner baik sebagian ataupun total akibat akumulasi kronis dari plak ateromatous yang mengurangi aliran darah yang kaya nutrisi dan oksigen dari paru-paru ke otot jantung sehingga merusak struktur dan fungsi dari jantung, dan meningkatkan resiko dari berbagai kejadian pada jantung seperti nyeri dada dan serangan jantung. 9 Universitas Sumatera Utara 10 Menurut Riskesdas (2013) didefinisikan sebagai PJK jika pernah didiagnosis menderita PJK (angina pektoris dan /atau infark miokard) atau belum pernah didiagnosis tetapi pernah mengalami gejala atau riwayat PJK. Gejala PJK dapat disembuhkan sama sekali, tetapi penyakit penyebabnya yaitu arterosklerosis tidak dapat disembuhkan (Chung, 2010). 2.1.2 Patofisiologi Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri koronaria. Perjalanan proses aterosklerosis (initiation, progression dan complication) terjadi secara bertahap sejak usia muda bahkan dikatakan sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan dan/atau penyumbatan pembuluh darah (Smeltzer & Bare, 2008). Aterosklerosis diinisiasi oleh cedera atau disfungsi endotel, merupakan hipotesis mengenai patogenesis yang paling banyak diterima. Adanya faktor resiko menyebabkan disfungsi endotel yang memacu adhesi monosit yaitu sel darah putih yang tertimbun di bawah lapisan monolayer endotel, dan menjadi makrofag. Makrofag dalam keadaan normal bekerja sebagai sel pengangkut untuk mengangkut sel mati dan benda asing, juga melepaskan sitokinin dan faktor pertumbuhan untuk memacu penyembuhan sebagai respon tubuh selama inflamasi. Namun makrofag dalam dinding arteri dapat teraktivasi secara Universitas Sumatera Utara 11 abnormal, menyebabkan suatu tipe reaksi inflamasi lambat, yang akhirnya menyebabkan plak lanjut dan berbahaya secara klinis. Selubung fibrosa pada lesi arterosklerotik menjadi tebal dan menyebabkan stenosis atau penyempitan lumen vaskular, yang secara bertahap menyebabkan iskemia jantung, terutama saat kebutuhan oksigen meningkat (Aaronson & Ward, 2007). TimbunanAteroma atau plak akan mengganggu absorbsi nutrien oleh selsel endotel. Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar akan cenderung terjadi pembekuan darah. Trombus akan terbentuk pada permukaan plak, dan penimbunan lipid terus menerus (Sumiati dkk., 2010). Lesi yang kaya lipid dan sel busa biasanya tidak stabil dan cenderung robek serta terbuka. Bila fibrosa pembungkusplak pecah (ruptur plak), maka debris lipid akan terhanyut dalam aliran darah dan menyumbat arteri dan kapiler di sebelah distal plak yang pecah. Akibatnya otot jantung di daerah tersebut kekurangan aliran darah dan dapat menimbulkan berbagai akibat yang cukup serius yaitu Angina Pektoris sampai Infark Jantung (Aaronson & Ward, 2007). 2.1.3 Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner Menurut Sumiati, dkk (2010) faktor resiko PJK dapat dibagi dua. Pertama, faktor resiko yang tidak dapat diubah (non-modifiable) yaitu : usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga (genetik). Kedua, faktor resiko yang dapat diubah Universitas Sumatera Utara 12 (modifiable) yaitu : hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes melitus, merokok, obesitas, stress, dan kurang aktifitas fisik. Faktor yang tidak bisa diubah: 1. Usia Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat seiring dengan bertambahnya umur, terutama setelah umur 40 tahun. Kadar kolesterol pada laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Kadar kolesterol perempuan sebelum menopause lebih rendah dari laki-laki dengan umur yang sama. Setelah menopause kadar kolesterol perempuan biasanya akan meningkat menjadi lebih tinggi daripada laki-laki. Semakin tua umur maka semakin besar kemungkinan timbulnya plak yang menempel di dinding arteri koroner. 2. Jenis Kelamin Gejala PJK akibat aterosklerosis di Amerika Serikat sebelum umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 wanita. Ini berarti bahwa laki- laki mempunyai resiko Penyakit Jantung Koroner 2-3 kali lebih besar dari perempuan. Perbedaan kemungkinan karena efek protektif dari estrogen, dan secara progresif menghilang setelah menopause. 3. Riwayat keluarga Anak dari orang tua yang menderita PJK mempunyai kemungkinan terserang penyakit ini. Jika seorang ayah kena serangan jantung sebelum usia 60 tahun atau ibu terkena sebelum 65 tahun, keturunannya akan beresiko tinggi Universitas Sumatera Utara 13 terkena PJK. Faktor keturunan terbukti mempunyai peranan dalam memicu penyakit jantung, namun bisa dihindari dengan menerapkan pola hidup sehat. Faktor yang dapat diubah (dikendalikan): 1. Hipertensi Merupakan salah satu faktor resiko utama penyebab terjadinya penyakit jantung koroner. Tekanan darah tinggi secara terus menerus menyebabkan kerusakan sistem pembuluh darah dengan perlahan-lahan. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus yang tidak diobati. Mula-mula akan terjadi hipertropi dari tunika media diikuti dengan hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan akhirnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah. 2. Hiperkolesterolemia Kolesterol sebenarnya diperlukan oleh tubuh, namun jika berlebihan akan menimbulkan penyakit jantung koroner. Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup penting karena termasuk faktor resiko utama penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol darah dipengaruhi oleh susunan makanan sehari-hari yang masuk dalam tubuh (diet). Peningkatan kadar kolesterol terutama kolesterol yang jahat (LDL), menyebabkan resiko terserang PJK 3,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kadar kolesterol dalam batas normal. Timbunan kolesterol yang disebut dengan plak akan terbentuk pada dinding pembuluh darah. Lumen pembuluh darah akan semakin sempit sehingga Universitas Sumatera Utara 14 menghambat aliran darah. Jika plak pecah, terbentuklah gumpalan darah pada daerah yang terkena atau terhambat darah ke bagian otot jantung yang menyebabkan serangan jantung. 3. Penyakit Diabetes Melitus Diabetes dapat meningkatkan resiko gangguan dalam peredaran darah, termasuk PJK. Penyebabnya adalah kekurangan atau resistensi terhadap hormon insulin yang mengontrol penyebaran glukosa ke sel-sel di seluruh tubuh melalui aliran darah. Diabetes dapat meningkatkan kadar lemak dalam darah, termasuk kolesterol tinggi. Pada diabetes melitus timbul proses penebalan membran kapiler dan arteri koronaria, sehingga terjadi penyempitan aliran darah ke jantung. Penelitian menunjukkan laki-laki yang menderita Diabetes Melitus resiko penyakit jantung koroner 50% lebih tinggi dari pada orang normal, sedangkan pada perempuan resikonya menjadi dua kali lipat. 4. Merokok Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi oksigen akibat inhalasi karbondioksida, menyebabkan darah(elastisitas pembuluh darah takikardi, berkurang vasokonstruksi sehingga pembuluh meningkatkan pengerasan pembuluh darah arteri), dan membuat sel-sel darah yang disebut platelet menjadi lebih lengket sehingga mempermudah terbentuknya gumpalan. Orang yang merokok >20 batang perhari dapat mempengaruhi atau memperkuat efek dari hipertensi dan hiperkolesterolemia. Universitas Sumatera Utara 15 5. Obesitas Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh >19% pada laki-laki dan >21% pada perempuan. Obesitas sering didapat bersama-sama dengan hipertensi, dan Diabetes Melitus. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol. Resiko penyakit jantung koroner akan jelas meningkat bila berat badan mulai melebihi 20% dari berat badan ideal. Penderita gemuk dengan kadar kolesterol tinggi dapat menurunkan kolesterolnya dengan mengurangi berat badan melalui diet ataupun menambah exercise. 6. Stres Penelitian membuktikan bahwa ada hubungan antara faktor stres psikologik dengan kejadian penyakit jantung. Stres yang terus-menerus berlangsung lama akan meninggikan kadar katekolamin dan tekanan darah, sehingga mengakibatkan penyempitan pembuluh darah arteri koroner. 7. Kurang aktifitas fisik Latihan fisik (exercise) dapat meningkatkan kadar HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol dan memperbaiki kolaterol koroner sehingga resiko penyakit jantung koroner dapat dikurangi. Exercise bermanfaat karena memperbaiki fungsi paru dan pemberian oksigen menurunkan berat badan sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang bersama-sama dengan menurunkan LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol, membantu menurunkan tekanan darah, dan meningkatkan kesegaran jasmani. Universitas Sumatera Utara 16 2.1.4 Manifestasi Klinis Meski kebanyakan penderita PJK mempunyai masalah pokok yang sama yaitu penyempitan arteri koronaria, namun gejala yang timbul tidak selalu sama. Gejala PJK akan timbul apabila terjadi penyempitan sebesar 75% atau lebih pada lumen arteri koroner. Tanda dan gejala yang timbul akibat arterosklerosis sangat bergantung pada lokasi dan derajat sumbatan yang terjadi. Beberapa menderita angina, adapula yang terkena serangan jantung. Sebagian kecil mengalami kegagalan jantung tanpa ada gejala sebelumnya (Davidson, 2003). Manifestasi utama akibat suplai darah yang tidak adekuat (iskemiamiocardium) adalah Angina. Angina pektoris adalah nyeri dada yang hilang timbul, tidak disertai kerusakan irreversibel sel-sel jantung. Berbagai gejala angina bisa sangat berbeda pada beberapa orang, mungkin ringan, sedang atau berat. Gejala klinis khas pada angina, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada, beberapa merasakan seperti sebuah obyek besar menimpa dada. Terkadang rasa sakit menjalar ke bahu kiri, punggung, leher, rahang, dan lengan kiri. Dapat berlangsung sekitar 30 menit atau lebih. Timbulnya rasa sakit dapat terjadi saat istirahat maupun pada saat melakukan aktivitas fisik. Gejala penyertanya adalah cemas atau gelisah, pucat, keringat dingin, sesak nafas, mual, dan muntah, pernafasan cepat, palpitasi (denyut jantung cepat yang tidak normal) lebih suka duduk dari pada berbaring (Sumiati dkk., 2010). Angina sering dipicu oleh makan terlalu banyak, keterlibatan olah raga berat tiba-tiba, atau oleh rasa gembira, stress, atau sedang marah (Chung, 2003). Universitas Sumatera Utara 17 Iskemia yang lebih berat disertai kerusakan sel dinamakan infark miokardium. Serangan jantung (infark miokardium) terjadi ketika pembuluh darah koroner menyempit atau mendadak tertutup sama sekali oleh bekuan darah yang mengalir di dalamnya sehingga sebagian jantung tidak bekerja. Gejala serangan jantung untuk setiap orang bisa berbeda. Sebuah serangan jantung mungkin dimulai dengan rasa sakit yang tidak jelas, rasa tidak nyaman yang samar, atau rasa sesak di bagian tengah dada. Terkadang hanya menimbulkan rasa tidak nyaman yang ringan sekali sehingga sering disalahartikan sebagai gangguan pencernaan, atau bahkan lepas dari perhatian. Gejala di pihak lain, serangan jantung menghadirkan rasa nyeri paling buruk yang pernah dialami, rasa sesak yang luar biasa atau rasa terjepit pada dada, tenggorokan atau perut. Gejala juga bisa berupa keringat panas atau dingin, kaki terasa sakit sekali dan rasa ketakutan bahwa ajal sudak mendekat. Gejala lain yang mungkin dirasakan seperti lebih nyaman duduk dibanding berbaring, nafas begitu sesak sehingga tidak bisa santai, rasa mual dan pusing sampai muntah, bahkan dapat terjadi kolaps atau pingsan (Sumiati dkk., 2010). Manifestasi klinis lain penyakit arteri koroner dapat berupa perubahan pola elektrokardiogram (EKG), aneurisma ventrikel, disritmia, dan kematian mendadak (Brunner & Suddarth, 2011). 2.2 Konsep Stent Jantung 2.2.1 Definisi Stent jantung (Coronary stent) adalah sebuah pipa berlubang dari logam yang dapat dikembangkan dalam revaskularisasi untuk membuka arteri koroner Universitas Sumatera Utara 18 yang menyempit (stenotik) atau tersumbat. Tujuan revaskularisasi adalah meningkatkan survival atau mencegah infark ataupun untuk menghilangkan gejala (Chung, 2010). Menurut Aaronson & Ward (2007) Stent adalah jaring-jaring logam berbentuk silindris (misalnya stainless steel, platinum) atau selang berslot yang ditanam ke dalam arteri pada lokasi ekspansi balon setelah angioplasti. Stent terutama digunakan pada pembuluh dengan diameter >3 mm dan dirancang agar dapat melebar sendiri, atau dilebarkan oleh balon kateter sehingga stent menekan dinding dalam arteri koroner dan menjaganya tetap terbuka. Stent jantung adalah semacam kerangka metal yang berfungsi sebagai penyangga supaya pembuluh darah tetap terbuka dengan obat pencegah timbulnya jaringan baru, seperti Sirolimus dan Paclitaxel(Sumiati dkk., 2010). Stent menurunkan insidensi restenosis lanjut seperti penutupan mendadak pembuluh darah, infark miokard akut, kematian mendadak dan kebutuhan CABG darurat (Gray, et al., 2002). Menurut American College of Chest Physicians(2012)Stentmerupakan tabung logam yang disisipkan secara permanen ke dalam arteri koroner terpasang untuk menjaga arteri terbuka. Beberapa stent adalah logam sederhana (bare stent) dan beberapa yang dilapisi dengan obat yaitu pengencer darah antiplatelet seperti clopidogrel untuk mencegah pembekuan darah di atau sekitar stent. Penggunaan stent telah meningkatkan penggunaan IKP pada pasien dengan multi-pembuluh darah, lesi panjang (satu atau dua lesi), sedangkan pasien dengan penyakit tiga lesi pembuluh darah diterapi dengan tandur alih pintas koroner (Coronary artery bypass grafting/ CABG). Penyempitan yang terjadi di Universitas Sumatera Utara 19 banyak arteri kecil atau pada ketiga arteri koronaria, tindakan pembedahan bypass lebih baik untuk jangka panjang ( Chung, 2010). 2.2.2 Prosedur Tindakan Pemasangan Stent Sebelum tindakan, pasien PJK tidak makan atau minum apa pun setelah tengah malam sekurang-kurangnya 6-8 jam sebelum prosedur. Sebelum prosedur, setelah pemeriksaan darah rutin akan dilakukan elektrokardiogram (EKG) dan melakukan x-ray pada dada. Arteri femoral lebih sering digunakan sebagai akses kateter pada tindakan IKP karena memiliki diameter lebih besar serta lokasinya mudah.Area pangkal paha akan dibersihkan dan dilakukan pencukuran. Dalam melaksanakan tindakan tidak diperlukan anastesi, walaupun pasien diberi obat pereda nyeri/sedatif, namun jika perlu menggunakan anastetik lokal (Chung, 2010). Sebuah pipa kecil (kateter) yang berisi kamera optik fiber akan dimasukkan dan diarahkan ke arteri koroner yang menyempit atau tersumbat. Jantung agak berdebar jika tabung telah masuk. Jika tabung telah berada di arteri koronaria, zat pewarna akan disuntikkan dan mengambil gambar dari berbagai sudut. Pasien diminta untuk menahan napas selama 5-10 detik. Sinar X khusus dilakukan pada arteri koronariayang disebut angiogram. Sinar X memperlihatkan zat berwarna yang disuntikkan langsung ke dalam arteri koronaria dan direkam pada film-cine atau video. Zat pewarna nantinya akan keluar melalui urin (Davidson, 2003) Universitas Sumatera Utara 20 Kateter kemudian didorong kedepan sampai balon berada di dalam blokade. Balon dikembangkan dan balon akan mengkompresi ateromatous plak dan menekan arteri sehingga mengembang. Jika stent ada pada balon, stent akan berkembang dan akan menekan dinding pembuluh darah bagian dalam. Stent diimplantkan atau ditinggalkan pada tubuh untuk mendukung arteri dari dalam agar tetap mengembang.Setelah balon dikempiskan, pembuluh darah tetap terbuka dan stent tetap dipertahankan. Stent jantung secara permanen tinggal di tempat untuk mendukung struktur pembuluh darah koroner dalam mencegah resiko penutupan pembuluh darah kembali(Chung, 2010). Pemasangan stent melalui angiogram koroner dilakukan dalam waktu semalaman.Setelah kateter dilepas, teknisi atau perawat akan memberikan tekanan pada tempat pemasangan lapisan plastik. Pasien diminta berbaring lurus terlentang selama 1-6 jam setelah tindakan untuk menghindari perdarahan serius dan membantu pemulihan arteri. Dapat makan dan minum kembali setelah tindakan selesai. Lamanya berada di rumah sakit sangat bergantung pada kondisi tubuh. Pasien dapat langsung pulang pada hari yang sama, atau dirawat selama satu malam atau lebih lama (Chung, 2010). 2.2.3 Jenis Stent Stent terbuat dari baja antikarat dan tersedia dalam berbagai ukuran. Diameter mulai dari 2,25mm hingga 4mm, sedangkan panjangnya dapat mencapai 33mm. Pada masa kini terdapat paten lebih dari 100 jenis stent yang diproduksi berbagai perusahaan, masing-masing dengan desain, ukuran diameter, panjang, Universitas Sumatera Utara 21 serta karakteristik fisiknya. Model stent mirip spiral atau seperti sangkar (Bali Cardiologi Update, 2016). Generasi pertama stent dibuat dari bahan bare metal (stent sederhana). Stent yang paling umum digunakan sampai saat ini adalah Palmaz-Schatz stentatau Bare Metal Stent. BMS merupakan sebuah pipa stainless-steel berukuran kecil dan berlubang, dengan panjang kira-kira setengah inci, ringan seperti jarum pentul, dan kecil seperti sepotong mi yang tipis. Walaupun BMS mampu mengeliminasi risiko kolapsnya pembuluh darah koroner, namun kurang mampu mencegah restenosis. Kira-kira 25% dari pembuluh darah koroner yang diobati dengan Bare-Metal Stents kembali mengalami penyempitan, biasanya dalam waktu 3-6 bulan (Bali Cardiologi Update, 2016). Jenis stent yang dilapisi dengan obat mulai dikembangkan disebut sebagai Drug-Eluting Stents (DES). DES merupakan penyempurnaan IKP dan terbukti kejadian restenosisberkurang sampai dibawah 10%. Hasil yang dicapai dengan pemasangan DES dapat dinikmati pasien dalam waktu lama.Rendahnya angkarestenosis, salah satunya dikarenakan obat yang terdapat pada stent. Terdapat banyak macam DES dengan berbagai jenis obat yang dipakai seperti misalnya sirolimus, biolimus, everolimus, paclitaxel, dan lain-lain (Bali Cardiologi Update, 2016). Penggunaan DES dapat digunakan pada segala jenis kondisi klinis termasuk yang amat kompleks sekalipun; seperti misalnya penderita diabetes, infark jantung akut, penderita buntu total pembuluh koroner, penderita dengan kelainan pada banyak pembuluh koroner, sampai penderita amat tua (80 atau 90 Universitas Sumatera Utara 22 tahun), pasca operasi by-pass yang mengalami kegagalan atau menyempit kembali, atau penderita yang sama sekali sudah tidak menjalani operasi bypass pada pembuluh koroner. Metode DES juga cocok untuk penderita pasca IKP yang pembuluh koronernya menyempit kembali(Medistra, 2008). Jenis stent DES lebih mahal daripada stent biasa sehingga penggunaannya di negara berkembang masih terbatas dan empat kali lebih mahal dari stent biasa (Hasan, 2007). Dibandingkan dengan BMS, pemakaian DES dapat mengurangi restenosis (Majid, 2007). Drug Eluting Stent (DES) menunjukkan penurunan angka restenosis yang signifikan dibandingkan stent biasa, yaitu48 bulan ke atas setelah Primary PCI (JACC journals, 2014). 2.2.4Restenosis Tindakan IKPtelah menjadi solusi dibandingkan tindakan pembedahan seperti CABG, karena IKP adalah intervensi tanpa melakukan tindakan pembedahan dan lebih aman dibanding operasi pintas koroner (by pass - CABG). Namun pemasangan stent bukan jaminan pembuluh darah tidak tersumbat lagi.Restenosis masih menjadi kekhawatiranjangka panjang pasca IKP (Chung, 2010). Restenosis adalah proses menyempitnya kembali arteri di lokasi yang awalnya telah berhasil dilakukan intervensi sehingga muncul gejala klinis, bahkan kematian,infark non-fatal atau kebutuhan untuk mengulangrevaskularisasi untuk menindaklanjutipenyempitan kembali (Sharma, et al., 2003). Identifikasi patogenesis dari restenosis merupakan proses yang kompleks dan tidak Universitas Sumatera Utara 23 sepenuhnya diketahui. Restenosis atau pengurangan diameter lumen awalnya merupakan repon penyembuhan terhadap kerusakan mekanik akibat cedera dinding pembuluh darah arteri. Restenosis terdiri dari dua proses utama yaitu: (1) Neo Intimal Hyperplasia (NIH) berupa migrasi dan poloferasi Smooth MuscleCells (SMCs) serta deposit Extra Cellular Matrix (ECM) dan (2) Vessel Shrinkage yaitu pengerutan dinding pembuluh darah akibat elastic recoil atau negative remodeling(Wihanda, 2014). IKP dengan pemasangan stentlebih banyak meninggalkan lesi akibat gesekan pada arteri dibandingkan dengan PTCA-balonisasi (Sharma, et al., 2003). Pada arteri yang dilakukan pemasangan stent, terdapat keterlibatan makrofag yang berlebihan dalam neointima, sementara pada arteri yang dilakukan angioplasti balonisasi tidak dijumpai keterlibatan makrofag. Akumulasi makrofag dan neovaskularisasi terdeteksi dalam jaringan neointimaldapat menjadi nidusdalam pembentukan trombus,fibrin, dan presentasi akut berikutnyadengan hasil yang buruk (Moulias & Alexopoulos, 2011).Trombus pada intrakoronaria merupakan salah satu kemungkinan yang dapat timbul di belakang hari pasca prosedur IKP akibat gesekan IKP pada permukaan endotelium. Aktifasi trombin merupakan resiko besar untuk terjadinya komplikasi pembentukan trombus baru dan stenosis berulang setelah tindakan IKP. Hal ini sering terjadi pada IKP yang dilakukan umumnya pada pasien yang mengalami angina pektoris tidak stabil (unstable angina) (Handayani, Hariman & Akbar, 2012). In-Stent Restenosis (ISR)dan Stent Thrombosis (ST) adalah masalah setelah tindakan IKP.In-Stent Restenosis (ISR) merupakan restenosis yang terjadi Universitas Sumatera Utara 24 di dalam stent.ISR terbentuk akibat reaksi inflamasi akan mencetuskan pertumbuhan Neo Intima Hyperplasia (NIH). Reaksi inflamasi ini sendiri dapat terjadi tanpa cedera arteri akibat respon tubuh terdapat benda asing yaitu metal alur stent. Cedera arteri yang disertai dengan reaksi inflamasi memiliki pertumbuhan NIH lebih besar dibanding cedera arteri atau inflamasi saja (Wihanda, 2014).ISR terjadi terutama untuk Bare Metal Stent(BMS) dengan laporan restenosispada 20%-30%dan 10% -15%. ISR juga dapat terjadi pada DES,tetapisecara signifikan mengurangi angka kejadian ISR(Moulias & Alexopoulos, 2011). Gejala ISR tersering adalah angina stabil, gejala pertama infark miokard sangat jarang terjadi, dan 30% pasien tidak merasakan gejala (asymptomatic). Di antara faktor resiko angina tidak stabil, diabetes, merokok dan dislipidemia, menjadi prediksi yang lebih tinggi terjadinya restenosis. Faktor anatomi terjadi restenosis di antaranya seperti diameter pembuluh darah (< 3,0 mm), panjangnya lesi, saphenous vein graft disease, oklusi total yang kronis, kalsifikasi ostial, dan bifurkasi stenosis (>50% sampai dengan 70%) dapat menjadi prediksi tinggirisiko restenosis karena beban plak yang berlebihan ataukekuatan dilatasi balon yang berlebihan untuk mendapatkan hasil angiografi yang maksimal (Sharma, et al, 2003). Pertumbuhanaterosklerosis di luar segmen koroner dipasang stentjuga dapat terjadi, manifestasi stenosis yang terjadi adalah angina stabil atau jika plak ruptur dan adanya pembentukan trombus, dimanifestasikan dengan sindrom akut koroner dan termasuk kematian (Moulias & Alexopoulos, 2011). Universitas Sumatera Utara 25 Menurut Prabu, et al (2014), tidak ada perbedaan bermakna antara penggunaan DES dengan BMS dalam menurunkan rekurensi serangan infark miokard dan restenosis tetap masih dapat terjadi. Joner (dalam Wihanda, 2014) mendapatkan peningkatan jumlah eosinofil di sekitar alur stent pasca IKP dengan DES dibanding BMS, akan tetapi reaksi inflamasi pada kedua jenis stent tidak berbeda makna. Restenosis menyebabkan iskemia jantung dan angina timbul kembali, sehingga PCI diulang atau dilakukan CABG (Aaronson & Ward, 2007). 2.3 Konsep Pencegahan Penyakit Jantung Koroner Pada penyakit jantung koroner (PJK) dikenal adanya pencegahan primer dan sekunder (Soeharto, 2004). 2.3.1 Pencegahan primer Pencegahan primer adalah upaya awal pencegahan yang dilakukan sebelum terjadi penyakit PJKdan menjaga seseorang tidak menderita PJK. Pencegahan primer ditujukan kepada pencegahan terhadap berkembangnya proses aterosklerosis secara dini, dan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan menurunkan faktor resiko. Pencegahan primer yang mendasar adalah mengurangi faktor resiko PJK, menghindari terbentuknya plak di arteri koroner bahkan menghindari plak terjadi pada tingkat lanjut (Soeharto, 2004). 2.3.2 Pencegahan Sekunder Meskipun tindakan IKP berhasil, tidak berarti penyakit ini akan hilang untuk selamanya karena penyakit ini sewaktu-waktu bisa saja kambuh. Tindakan Universitas Sumatera Utara 26 pencegahan agar pembuluh darah tidak bertambah buruk harus tetap dilakukan, baik dengan mengubah gaya hidup, seperti berhenti merokok, atau dengan obatobatan penurun kolestrol atau keduanya (Chung, 2010). Pasien yang telah terbukti menderita PJK mempunyai risiko 5-7 kali lebih besar mendapatkan infark miokardium lanjutan (Smith,et al., 2001 dalam Harianja, 2010). Pencegahan sekunder adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi faktor resiko bagi mereka yang nyata-nyata mengidap penyakit PJK, atau telah mengalami serangan jantung atau stroke. Pencegahan sekunder merupakan strategi yang sangat berpengaruh untuk mengurangi kematian pada penyakit kardiovaskular. Program rehabilitasi adalah satu contoh dari pencegahan sekunder. Pasien dengan riwayat serangan jantung dianjurkan untuk menjalani proses rehabilitasi kemudian dilanjutkan dengan fase pemeliharaan saat rawat jalan. Latihan yang diberikan sama dengan pencegahan primer dengan memperhatikan beberapa hal terutama kemungkinan adanya komplikasi dan target yang akan dicapai. Pasien dilatih olahraga dan diberi penyuluhan yang diperlukan, di samping pemeriksaan profil lemak dan lain-lain (Soeharto, 2004). Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan pada penderita yang sudahtekena PJK agar tidak berulang atau menjadi lebih berat. Diperlukan perubahan pola hidup terhadap faktor-faktor yang dapat dikendalikan dan kepatuhan berobat bagi mereka yang sudah menderita PJK. Pencegahan tingkat ini ditujukan untuk mempertahankan nilai prognostik yang lebih baik dan menurunkan mortalitas (Bustam, 2007). Universitas Sumatera Utara 27 Menurut American College of Chest Physicians(2012) pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah pembentukan gumpalan darah lagi yang akan mempersempit arteri. Salah satunya dengan obat pengencer darahseperti antiplatelet seperti clopidogrel untuk menjaga stentyang terpasang dengan terhindar dari pembekuan darah di atau sekitar stent.Pemilihan obat pengencer darah sesuai rekomendasi medis terhadap setiap individu yang telah dipasang stent. Pemilihan obat pengencer darah dan durasi dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai kebutuhan pasien dalam terapi. Menurut ACCF/AHA (2011) dalam pedoman untuk pencegahan sekunderdan terapi pengurangan risiko untuk pasien dengan PJK dan penyakit akibat aterosklerotik vaskular lainnya, mengakui bahwa manfaat dari pengurangan risiko PJK mengurangi, mencegah, atau menunda perkembangan penyakit pembuluh darah aterosklerosis di seluruh tubuh terutama penyakit yang menyebabkan peristiwa klinis utama seperti MI, stroke, atau iskemia yang kritis. Dengan mencegah peristiwa ini, tidak hanya umur panjang cenderung meningkat, tetapi kualitas hidup (QOL) dan biaya perawatan kesehatan tahunan yang cenderung menurun. Pencegahan sekunder juga peningkatkan potensi melakukan aktivitas sehari-hari dengan demikianmempertahankan kemandirian si penderita. Pedoman pencegahan sekunder penyakit jantung koroner menurut National CAD Practice Guidelines (2014), yaitu: 1.Kepatuhan minum obat Mengkonsumsi obat-obatan sesuai yang diresepkan dokter pada saat Check-up medis dan tidak menghentikan penggunaannya tanpa seizin dokter. Universitas Sumatera Utara 28 Misalnya: menggunakan aspirin 75-162 mg/hari dengan durasi tak terbatas jika tidak ada kontraindikasi, lanjutkan clopidogrel 75 mg/hari dikombinasi dengan aspirin selama 1 tahun pada pasien setelah IKP-stent. Menggunakan 2 obat antihipertensi, atau menggunakan angiotensinconverting enzyme inhibitor.atauß-blockers setelah infark miokardium, sindrom koroner akut (SAK), disfungsi ventrikular kiri dengan atau tanpa gejala gagal jantung, kecuali terdapat kontraindikasi (Gupta & Ahuja, 2014). Keluarga berperan penting untuk selalu mengingatkan minum obat rutin secara terus-menerus sebagai penatalaksanaan jangka panjang, dan mengingatkan untuk selalu membawanyaketika anggota keluarga yang menderita PJK akan melakukan perjalanan (Davidson,2003). 2. Nutrisi Nutrisi yang dimaksud adalah diet yang sehat. Mengubah konsumsi jenis makanan menjadi bervariasi, asupan energi disesuaikan untuk menghindari kelebihan berat badan, menyarankan konsumsi buah-buahan, sayuran, sereal gandum utuh, ikan, daging tanpa lemak, produk rendah lemak, mengganti lemak jenuh dengan tidak jenuh, pasien dengan hipertensi harus mengurangi asupan garam(National Clinical Practice Guidelines, 2014). Lemak jenuh banyak mengandung kolesterol ditemukan paling banyak dalam makanan yang berasal dari daging hewan, produk minyak topikal, kuning telur, mentega, susu murni, keju, produk kue, dan es krim. Lemak tidak jenuh paling banyak berasal dari tumbuhan. Ikan memang mengandung kolesterol, tetapi sangat rendah dan jauh lebih baik dari pada daging hewan. Asam lemak Universitas Sumatera Utara 29 omega-3 pada ikan bisa menjadi pelindung dan mengurangi faktor resiko koroner. Untuk diet yang rendah kolesterol, ikan lebih baik daripada daging merah tanpa lemak. Keluarga berperan dalam menyeleksi makanan yang mengandung lemak kurang jenuh serta pengurangan konsumsi makanan yang kaya kolesterol lebih (Chung, 2010). 3.Pengaturan berat badan Tujuan awal dari terapi penurunan berat badan harus mengurangi berat badan sekitar 5% sampai 10%.Pengurangan berat badan diseimbangkan dari aktivitas fisik, gaya hidup, olahraga terstruktur, asupan kalori, dan program yang telah disusun untuk mempertahankan atau mencapai indeks massa tubuh (BMI) 18,5 – 24,9 kg/m² dan lingkar pinggang pada pria < 90 cm, wanita < 80 cm. Berat badan ideal dapat dicapai dengan berolah raga, dan diet menurunkan berat badan (Gupta & Ahuja, 2014). Mengubah jenis makanan yang biasa dimakan tidaklah mudah, namun penting untuk mengurangi risiko terulangnya serangan jantung. Makanan yang sehat bukan berarti berpantang semua makanan yang disukai dan hanya makan sayuran mentah. Namun mengurangi adalah bonus yang sehat bagi seluruh anggota keluarga terkhusus bagi anggota keluarga yang sakit (Davidson, 2003). 4. Berhenti merokok Berhenti merokok secara total dan tidak terpapar dengan lingkungan perokok. Manfaat menghentikan kebiasaan merokok sungguh besar, risiko terulangnya serangan jantung berkurang hingga setengahnya (Davidson, 2003). Merokok mungkin lebih mudah dihentikan ketika di rawat rumah sakit, namun Universitas Sumatera Utara 30 agak sulit mempertahankannya bila pulang ke rumah. Inilah kesempatan seluruh keluarga untuk membantu pengontrolan diri si pasien, sebab kebiasaan merokok sulit untuk dihilangkan akibat kecanduan psikologis (McGowan & Castelli, 2001). 5. Aktivitas fisik Latihan fisik dilakukan selama 30-60 menit/hari, bila memungkinkan setiap hari per minggu (minimal 5 kali dalam seminggu) dengan intensitas sedang tanpa kelelahan. Jenis olahraga yang dipilih adalah keputusan pribadi, dan merupakan program latihan yang telah dikonsultasikan oleh dokter sebelum memulai program olahraga untuk mengurangi risiko cedera, atau komplikasi (Cleveland Clinic, 2016). Sangat direkomendasikan terlibat dalam program olahraga yang memadai seumur hidup. Olahraga yang disarankan seperti berjalan cepat, jogging, bersepeda atau berenang, golf dan tenis namun bukan pertandingan (Chung, 2010). Menambah aktivitas harian lainnya seperti berjalan menuju tempat kerja, berkebun, dan melakukan pekerjaan rumah tangga (Gupta & Ahuja, 2014). Energi yang dilepaskan pada saat berolahraga juga akan menstimulus tubuh untuk memproduksi lebih banyak endorphin yang membuat rasa bahagia. Olahraga juga adalah cara yang bagus untuk melihat alam, menjelajahi tempat-tempat baru dan bersenang-senang sehat dengan keluarga (Chung, 2010). Menghindari pengerahan tenaga berlebih juga perlu diperhatikan. European Heart Journal (2011) menyebutkan, orang yang memiliki waktu tidur yang kurang memiliki risiko penyakit jantung koroner sampai 48% dalam waktu 7 hingga 25 tahun. Waktu tidur berlebih juga tidak Universitas Sumatera Utara 31 baik dapat menimbulkan risiko penyakit jantung koroner 38% dan 65% terkena stroke. Sehingga bagi penderita PJK perlu mengistirahatkan tubuh sesuai dengan waktu tidur yang ideal sesuai dengan usia. 6. Kontrol tekanan darah Perlu diberitahu dan dimotivasi untuk modifikasi gaya hidup dengan pengendalian berat badan, peningkatan aktivitas fisik,batasi konsumsi alkohol, pengurangan sodium, dan peningkatan konsumsi buah-buahan segar, sayuran, danproduk rendah lemak. Menurunkan tekanan darah hingga kurang dari 140/90 mmHg atau 135/85 mmHg bila juga terdapat diabetes atau gagal ginjal kronik. Mengkonsumsi obat antihipertensi diperbolehkan namun sesuai dengan terapi yang dianjurkan dan memeriksakan tekanan darah secara teratur (Gupta & Ahuja, 2014). 7. Kontrol kolesterol Menurunkan kolesterol LDL hingga kurang dari 100 mg/dL dan kadar non-HDL kurang dari 130 mg/dL. Pasien yang memiliki trigliserida ≥200 mg/dl harus ditangani dengan statin untuk menurunkan LDL-C, namun terapi statin harus ditentukan olehdokter yang menangani tidak adanya kontraindikasi atauefek samping.Terapi diet termasuk mengurangi asupan lemak jenuh (7% dari total kalori), lemak transasam, dan kolesterol (Gupta & Ahuja, 2014). Keluarga perlu dengan cermat memilih dan menyediakan makanan yang tingkat lipid atau kolesterolnya rendah. Universitas Sumatera Utara 32 8. Pengelolaan Diabetes Mellitus Pencegahan komplikasi kardiovaskular dengan modifikasi gaya hidup termasuk aktivitas fisik sehari-hari, manajemen berat badan, mengontrol tekanan darah, dan pengelolaanlipid direkomendasikan untuk semua pasien dengan diabetes. KGD puasa (<110 mg/dl) dan HbA1C kurang dari 7% untuk pasien dengan riwayat hipoglikemia berat (AHA/ACCF, 2011). Keluarga berperan dalam menjaga diet ketat untuk mengusahakan tingkat gula darah menjadi normal, mendukung penurunan berat badan yang merunkan kebutuhan insulin, serta mendukung dalam pemantauan KGD (Davidson, 2003). 9. Mengontrol cemas dan depresi Setiap orang pasti merasa cemas setelah serangan jantung bisa merupakan tamparan yang kuat jika belum pernah mengalami keluhan sakit apapun sebelumnya sehingga mudah depresi. Cemas jika terkena serangan jantung lagi, dan bagaimana menjalani aktivitas setelahnya adalah perasaan wajar dan dapat dipahami (Davidson, 2003). Stres dan depresi yang terus menerus memiliki efek biologis yang merugikan terhadap sistem imun, miningkatkan kadar katekolamin dan menaikkan tekanan darah, penggumpalan darah, dan mempengaruhi irama jantung. Faktor ini juga menurunkan bahkan melumpuhkan keinginan pasien untuk memakan obat-obat jantungnya, memicu tindakan yang merugikan seperti makan berlebihan, merokok kembali karena beban pikiran, penggunaan alkohol yang berlebihan (Sumiati dkk., 2010). Keluarga berperan dalam membantu pasien memahami bagaimana mengatasi stress, mendengarkan, memberikan pengertian dan pikiran yang positif, tetap Universitas Sumatera Utara 33 relaks, menghilangkan hal-hal yang membuat cemas serta meminimalkan stres emosional sebanyak mungkin (Chung, 2010). 10. Rehabilitasi jantung Semua pasien pasca-PCI harus dirujuk ke program rehabilitasi kardiovaskular rawat jalan yang komprehensif baik sebelum dikeluarkan dari rumah sakit atau selama kunjungan follow-up. Pasien rawat jalan dalam satu tahun terakhir harus dirujuk ke program rehabilitasi kardiovaskular rawat jalan yang komprehensif. Program rehabilitasi jantung rawat jalan berbasis olahraga aman dan bermanfaat bagi pasien rawat jalan secara klinis dengan riwayat penyakit jantung (AHA/ACCF, 2011). 2.4 Konsep Keluarga 2.4.1 Defenisi Keluarga Keluarga adalah sekumpulan orang-orang yang tinggal bersama dalam satu rumah yang dihubungkan satu ikatan perkawinan, hubungan darah, atau tidak memiliki hubungan darah yang bertujuan mempertahankan budaya yang umum dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari tiap anggota keluarga (Friedman, 2003). Menurut WHO (1969) keluarga adalah anggota rumah tangga saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan. Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian Universitas Sumatera Utara 34 dari keluarga. Menurut Dep. Kes RI (1988) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling keterantungan. Menurut Sayekti (1994) keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.Keluarga merupakan bagian dari manusia yang setiap hari selalu berinteraksi. Setiap individu merupakan bagian dari keluarga (Suprajitno, 2004). Keluarga adalah bagian dari masyarakat yang peranannya sangat penting untuk membentuk kebudayaan yang sehat. Keluarga dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah keluarga saling berkaitan dan saling mempengaruhi antara sesama anggota keluarga dan akan mempengaruhi pula terhadap keluargakeluarga sekitarnya. Keluarga sebagai unit utama masyarakat dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah kesehatan, dan sebagai pengambilan keputusan dalam pemeliharaan kesehatan anggota keluarganya (Setiadi, 2008). Keluarga merupakan jaringan yang mempunyai hubungan erat serta bersifat mandiri, dan masalah seorang individu dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain serta seluruh sistem. Keluarga menyediakan sumber-sumber yang penting untuk memberikan pelayanan kesehatan atau keperawatan bagi Universitas Sumatera Utara 35 dirinya dan orang lain dalam keluarga. Keluarga menjadi reaktor terhadap masalah kesehatan dan menjadi faktor dalam menentukan masalah kesehatan anggota keluarga. Hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan anggotanya membuat peran keluarga sangat penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan dan individu anggota keluarga mulai dari strategi hingga fase rehabilitasi (Ali, 2006). 2.4.2 Fungsi Keluarga Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarga. Terdapat beberapa fungsi menurut Friedman (1998) dalam Setiawati & Dermawan (2005), yaitu: a.Fungsi afektif Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan pemeliharaan kepribadian dari anggota keluarga. Merupakan respon keluarga terhadap kondisi dan situasi yang dialami tiap anggota keluarga baik senang maupun sedih, dengan melihat bagaimana cara keluarga mengekspresikan kasih sayang. b.Fungsi sosialisasi Fungsi sosialisasi tercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi, membentuk nilai dan norma yang diyakini keluarga, memberikan batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh kepada anak, meneruskan nilai-nilai budaya keluarga. Universitas Sumatera Utara 36 c.Fungsi perawatan kesehatan Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta menjamin pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental dan spiritual, dengan cara memelihara dan merawat anggota keluarga serta mengenali kondisi sakit tiap anggota keluarga d.Fungsi ekonomi Fungsi ekonomi, untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber dana keluarga. Mencari sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga. e.Fungsi biologi Fungsi biologis bukan hanya ditujukan untuk meneruskan keturunan tetapi untuk memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan generasi berikutnya. f.Fungsi psikologis Fungsi psikologis terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian di antara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga. g.Fungsi pendidikan Universitas Sumatera Utara 37 Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan pengetahuan, ketrampilan, membentuk prilaku anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkatan perkembangannya 2.4.3 Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan Menurut Suprajitno (2004) ada lima tugas keluarga di bidang kesehatan: a. Mengenal Masalah Kesehatan Keluarga Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan.Karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti. Jika kesehatan terganggu dapat menyebabkan seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Keluarga perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga. Peruban sekecil apapun yang di alami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian keluarga. Apabila menyadari adanya perubahan keluarga, perlu di catat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa beser perubahannya. b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi kelurga Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga. Denganpertimbangan siapa diantar keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga di harapkan tepat agar masalah kesehatan dapat di kurangi atau Universitas Sumatera Utara 38 bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang di lingkungan tinggal keluarga agar memperoleh bantuan. c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan Sering kali keluarga telah mangambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat di lakukan institusi layanan kesehatan, atau di rumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama. d. Modifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga Pengetahuan keluarga penting dalam memodifikasi lingkungan sesuai dengan kondisi lingkungan yang mendukung untuk kesehatan anggota keluarga. e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitar bagi keluarga Keluarga menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia dan dapat dijangkau keluarga untuk menangani kesehatan yang dialami oleh anggota keluarga 2.4.5Dukungan Keluarga Ketika seseorang mengalami masalah baik ringan maupun berat, pada saat seperti itulah seseorang akan mencari dukungan dari orang-orang di sekitarnya, sehingga seseorang merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai (Kuntjoro, 2002). Universitas Sumatera Utara 39 Friedman (1998 dalam Setiadi, 2008) menyatakan bahwa keluarga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga adalah suatu proses hubungan antara keluarga dan lingkungan sosialnya. Keberadaan dukungan yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Di samping itu, pengaruh dukungan keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stres (Setiadi, 2008). Dukungan keluarga menurut Friedman (2010) adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat, dan jenis dukungan berbeda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan sosial internal, seperti dukungan dari suami, istri, atau dukungan dari saudara kandung, dan dapat juga berupa dukungan dari eksternal, seperti dukungan dari sahabat, tetangga, keluarga besar maupun praktisi kesehatan. Dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga. Menurut Potter dan Perry (2009) Penyakit akut maupun kronik akan mempengaruhi keluarga, baik secara ekonomis, sosial, fungsional, dan mengganggu pengambilan keputusan keluarga. Menurut Ali (2006) adanya suatu penyakit serius dan kronis menimbulkan tantangan berbeda bagi keluarga. Tantangan terutama pada kejadian yang berat dan mengancam jiwa pada diri Universitas Sumatera Utara 40 seorang anggota keluarga, biasanya memiliki pengaruh mendalam pada sistem keluarga khususnya pada sektor perannya dan pelaksanaan fungsi keluarga.Pada awalnya, penyakit kronis sendiri mungkin mempengaruhi rutinitas normal keluarga dan memaksa anggota keluarga yang sakit membiasakan diri mengubah sikap, emosi, gaya hidup, dan rutinitas.Keluarga memainkan peran vital dalam upaya peningkatan kesehatan dan penurunan risiko, misalnya mengubah hidup ke arah yang lebih sehat. Untuk itu keluarga harus mengadakan penyesuaian atau adaptasi sesuai keseriusan penyakitnya dan sentralisasi dalam unit keluarga. 2.4.5. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga MenurutRahayu (2008)faktor -faktor yang mempengaruhi dukungan keluargaadalah : 1.Faktor Internal a. Tahap Perkembangan Dukunganditentukanolehfaktorusia dalamhalinimerupakan pertumbuhandanperkembangan,artinyasetiaprentangusia mempunyai pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda beda. b. Pendidikan atau TingkatPengetahuan Keyakinan seseorang variabelintelektualyang terhadap terdiridari pendidikan,danpengalamanmasa membentukcara memahamifaktor adanyadukungan terbentuk pengetahuan, oleh latarbelakang lalu.Kemampuankognitifakan berpikirseseorangtermasuk - faktoryangberhubungan kemampuanuntuk denganpenyakitdan Universitas Sumatera Utara 41 menggunakan pengetahuantentangkesehatanuntukmenjaga kesehatan dirinya. c. Faktor Spiritual Aspekiniterlihatdaribagaimana seseorangmenjalanikehidupannya, mencakupnilaidankeyakinan yangdilaksanakan,hubungandengan keluarga dan teman, dan kemampuan mencari harapan dalam arti hidup. 2. Faktor Eksternal a. Faktor Sosioekonomi Faktor sosial danpsikososial dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakitdan mempengaruhi seseorang mendefenisikan dan bereaksi terhadappenyakitnya.Seseorang biasanyaakanmencaridukungan dari kelompok sosialnya, haliniakan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan carapelaksanaannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya iaakanlebihcepattanggapterhadapgejala penyakityang dirasakan dan segeramencari pertolongan . b. LatarBelakang Budaya Latar belakangbudayamempengaruhikeyakinan,nilai,dankebiasaan individudalammemberikandukungantermasukcara pelaksanaan kesehatan pribadi. 2.4.6 Jenis-jenis Dukungan Keluarga Menurut Friedman dan House (dalam Setiadi, 2008) menjelaskan bahwa terdapat empat jenis dukungan keluarga yaitu: Universitas Sumatera Utara 42 a. Dukungan Informasional Keluarga berfungsi sebagai pengumpul informasi dan penyebar informasi yang disediakan keluarga yang dapat digunakan oleh individu dalam mengatasi persoalan-persoalan yang sedang dihadapi. Dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama, termasuk didalamnya memberikan solusi dari masalah yang dihadapi, memberikan nasehat, pengarahan, saran, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan tentang apa yang dilakukan oleh anggota keluarga yang sakit di rumah. Jenis dukungan ini sangat bermanfaat dalam menekan munculnya suatu stresor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. b. Dukungan penilaian Dukungan penilaian menekankan pada keluarga sebagai umpan balik, membimbing, dan menengahipemecahan masalah, serta sebagai sumber atau sebagai fasilitator dalam pemecahan masalah dan vilidator identitas anggota. Dukungan penilaian dapat dilakukan diantaranya dengan memberikan support,pengakuan, penghargaan, dan perhatian berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Dukungan dan perhatian dari keluarga merupakan bentuk penilaian positif yang diberikan kepada individu. c. Dukungan instrumental Dukungan instrumental yaitu dukungan yang memfokuskan keluarga sebagai sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit. Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan dalam hal pengawasan, kebutuhan individu. Universitas Sumatera Utara 43 Bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya, atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapi, diantaranya: kesehatan anggota keluarga yang menderita penyakit dalam hal kebutuhan menyediakan makanan dan minuman yang sesuai, menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obat yang dibutuhkan dan lain-lain. Manfaat dari dukungan ini adalah mengembalikan energi atau stamina dan semangat yang menurun dan memberikan rasa perhatian seperti meluangkan waktu untuk membantu atau melayani dan mendengarkan anggota keluarga menyampaikan perasaannya sebagai bentuk kepedulian pada anggota keluarga yang sedang sakit. d. Dukungan emosional Dukungan emosional yaitu dukungan yang menempatkan keluarga sebagai tempat aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Dukungan emosional yang diberikan berupa kepedulian, cinta atau kasih sayang, kepercayaan, dan penghargaan kepada anggota keluarganya. Dengan demikian seseorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, bersimpati, dan empati terhadap masalah yang dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga anggota keluarga yang sakit memiliki perasaan nyaman, dihargai, diperhatiakan dan dicintai. Universitas Sumatera Utara