KARAKTERISTIK TANAH PADA LAHAN BEKAS

advertisement
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tanah di Sekitar Lokasi Tambang
Berdasarkan hasil klasifikasi tanah dengan sistem Soil Taxonomy dan Soil
Survey Staff (1992), areal sekitar lokasi tambang terdiri dari tanah-tanah Entisol,
Inceptisol, Ultisol, dan Oksisol. Entisol merupakan tanah yang baru terbentuk
tanpa adanya diferensiasi horison, kecuali horison A. Inceptisol adalah tanahtanah yang baru mengalami perkembangan profil pada tahap awal, sedangkan
ultisol dicirikan oleh adanya horison penciri argilik yang merupakan hasil iluviasi
liat. Sementara itu oksisol merupakan tanah dengan horison penciri oksik.
Pencampuradukan antara bahan batuan overburden dan juga dengan bahan
tanah menghasilkan hamparan tanah yang mempunyai daya dukung rendah
terhadap kehidupan oleh karena mengandung bahan organik sangat rendah, retensi
air dan unsur hara sangat rendah, mengandung unsur-unsur yang bersifat toksik,
rendahnya volume perakaran dan sebagainya (Mulyanto, 2008).
2.2.
Kendala Revegetasi di Bekas Tambang Nikel PT. INCO
Menurut Setiadi (1993) kendala utama dalam melakukan aktifitas
revegetasi pada lahan-lahan terbuka bekas penambangan nikel adalah kondisi
tanah yang marginal bagi pertumbuhan tanaman. Kondisi ini secara langsung
akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Untuk mengatasi masalah ini, maka
karakteristik fisik, kimia, dan biologi tanah perlu diketahui.
Penimbunan dan pemadatan tanah dalam kegiatan rekonstruksi lahan,
menyebabkan rusaknya struktur, porositas, dan bulk density sebagai karakter fisik
tanah yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Kondisi tanah karena pemadatan
menyebabkan buruknya sistem tata air (water infiltration and percolation) dan
aerasi (peredaran udara) yang secara langsung dapat membawa dampak negatif
terhadap fungsi dan perkembangan akar. Akar tidak dapat berkembang dengan
sempurna dan fungsinya sebagai alat absorpsi unsur hara akan terganggu.
Rusaknya struktur juga menyebabkan tanah tidak mampu untuk menyimpan dan
meresapkan air pada musim hujan, sehingga aliran permukaan (surface run off)
menjadi tinggi dan sebaliknya, tanah menjadi padat dan keras pada musim kering,
4
sehingga sangat berat untuk diolah yang secara tidak langsung berdampak pada
peningkatan kebutuhan tenaga kerja.
Dalam profil tanah yang normal lapisan tanah atas merupakan sumber
unsur-unsur hara makro/mikro esensial bagi pertumbuhan tanaman dan juga
sebagai sumber bahan organik untuk menyokong kehidupan mikroba tanah.
Hilangnya lapisan tanah atas (top soil) akibat kegiatan penambangan dianggap
sebagai penyebab buruknya tingkat kesuburan tanah pada lahan-lahan bekas
tambang. Tanah bekas tambang yang akan ditanami biasanya berupa “campuran”
dari berbagai bentuk bahan galian yang ditimbun satu sama lainnya secara tidak
beraturan dengan komposisi campurannya sangat berbeda dari satu tapak ke tapak
lainnya. Hal ini tentunya menyebabkan sangat bervariasinya reaksi tanah (pH)
dan kandungan unsur hara pada areal-areal yang akan ditanami.
Hilangnya lapisan top soil dan serasah (litter layer) sebagai sumber karbon
untuk menyokong kehidupan mikroba potensial, merupakan penyebab utama
buruknya kondisi populasi mikroba tanah. Hal ini secara tidak langsung akan
sangat berpengaruh terhadap kelanjutan pertumbuhan tanaman.
Keberadaan
mikroba potensial dapat memainkan peranan yang sangat penting bagi
perkembangan dan kelangsungan hidup tanaman. Aktifitasnya tidak saja terbatas
pada penyediaan unsur hara, tetapi juga aktif dalam dekomposisi serasah dan
bahkan dapat memperbaiki struktur tanah.
2.3. Reklamasi dan Revegetasi Tanah Bekas Tambang
Tanaman yang pertama ditanam di lahan reklamasi adalah jenis tanaman
penutup tanah (cover crop) yang bertujuan untuk mengurangi laju erosi tanah,
menstabilkan permukaan tanah dari energi kinetis air hujan, membantu
memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah dari serasahnya yang jatuh dan
terdekomposisi, serta merangsang kehidupan organisme tanah yang berperan
penting dalam siklus hara.
Sebelum dilakukan penanaman, terlebih dahulu
dilakukan persiapan lahan agar pertumbuhan dan kerapatan tanaman penutup
tanah (cover crop) merata.
Salah satu kegiatan penyiapan lahan adalah
penggaruan. Kegiatan ini ditujukan untuk menggemburkan tanah, meningkatkan
infiltrasi air ke tanah, mengurangi laju erosi dan mempertahankan benih dan
5
pupuk yang akan disebar, agar tidak hanyut terbawa air hujan. Tanaman lain yang
juga ditanam pada lahan yang telah siap direklamasi adalah tanaman pionir, yang
terdiri dari beberapa jenis/polikultur (bukan sejenis/monokultur). Hal ini sangat
penting untuk meningkatkan ketahanan tegakan terhadap serangan hama dan
penyakit, menyediakan habitat bagi binatang-binatang, menghindari kompetisi
hara dan eksploitasi unsur hara tertentu secara berlebihan, serta menyediakan
keanekaragaman penutupan lahan. Jenis-jenis tanaman pionir yang terbukti dapat
beradaptasi dan tumbuh baik pada lahan reklamasi seperti tercantum pada Tabel
Lampiran 2. Tanaman pionir tersebut adalah jenis-jenis tanaman cepat tumbuh
(fast growing species) yang mampu mempercepat suksesi jenis-jenis lokal lainnya
dan tidak memerlukan perawatan intensif. Jenis-jenis pionir ini ditujukan untuk
memperbaiki iklim makro dan kesuburan tanah yang sangat diperlukan bagi
pertumbuhan jenis-jenis pohon hutan primer pada tahapan selanjutnya (Bangun,
2007).
2.4.
Bahan Organik Tanah
Menurut Handayani et al. (2001) bahan organik tanah merupakan sumber
utama unsur-unsur hara esensial dan memegang peranan penting untuk
mempertahankan stabilitas agregat, kapasitas memegang air (water holding
capacity) dan struktur tanah. Oleh karena itu, bahan organik tanah erat kaitannya
dengan kondisi ideal tanah, baik secara fisik, kimia, dan biologi yang selanjutnya
turut menentukan produktivitas suatu lahan.
Bahan
organik
mampu
memperbaiki
sifat
fisik
tanah,
seperti
menggemburkan tanah, memperbaiki aerasi tanah, meningkatkan stabilitas
agregat, meningkatkan kemampuan tanah memegang air, menjaga kelembaban
dan suhu tanah, mengurangi energi kinetik langsung air hujan, mengurangi aliran
permukaan dan erosi tanah. Bahan organik mampu memperbaiki sifat kimia
tanah, seperti mengikat logam beracun dengan membentuk kelat komplek,
meningkatkan kapasitas pertukaran kation dan sebagai sumber hara bagi tanaman.
Dari sifat biologi tanah, bahan organik tanah mampu mengikat butir-butir partikel
membentuk agregat dari benang hifa terutama dari jamur mikoriza dan hasil
eskresi tumbuhan dan hewan lainnya (Suriadi dan Nazam, 2005).
6
Sumber asli bahan organik adalah jaringan tumbuhan. Di alam, daun,
ranting, cabang, batang, dan akar tumbuhan menyediakan sejumlah bahan organik
tiap tahunnya. Pada tanah yang diusahakan manusia, akar yang tertinggal atau
dedaunan yang jatuh akan mengalami pelapukan dan terangkut ke lapisan yang
lebih dalam dan selanjutnya menjadi satu dengan tanah (Soepardi, 1983).
Menurut Arsyad (1989) tanaman penutup tanah berperan untuk
mengurangi erodibilitas hujan, menambah bahan organik tanah melalui batang,
ranting, dan daun yang mati dan jatuh, dan melakukan transpirasi yang
mengurangi kandungan air tanah. Tanaman tersebut terdiri dari beberapa jenis
legum, rumput-rumputan, tanaman perdu, dan pepohonan.
2.5.
Karakteristik Fisika Tanah
Bobot isi dan porositas tanah dapat berubah tergantung pada struktur
tanah, khususnya dalam hubungannya dengan proses pemadatan tanah dan
penambahan bahan organik (Wahjunie dan Murtilaksono, 2004).
Haridjaja et al. (1990) menyatakan agregat-agregat yang stabil (indeks
stabilitas tinggi) mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam memelihara dan
mempertahankan pori-pori sebagai jalan masuknya air. Dengan demikian agregat
tidak stabil yang mudah pecah atau hancur akan menurunkan infiltrasi.
Tekstur mempunyai hubungan erat dengan sifat-sifat tanah yang lain
seperti kapasitas menahan air, porositas, kecepatan infiltrasi serta pergerakan air
dan udara dalam tanah. Tekstur juga merupakan suatu sifat tanah yang relatif
kekal dibandingkan sifat tanah lainnya (Soedarmo dan Djojoprawiro, 1986).
2.6.
Karakteristik Kimia Tanah
Sifat-sifat kimia tanah yang penting dalam penyediaan hara sebagai
komponen media pertumbuhan adalah kapasitas tukar kation, pH, jumlah dan
ketersediaan unsur hara, dan tingkat dekomposisi.
2.6.1. Nitrogen dalam Tanah dan Tanaman
Nitrogen tanah dibagi dalam dua bentuk, bentuk anorganik dan organik.
Jumlah nitrogen di dalam tanah tergantung pada jumlah bahan organik dalam
tanah tersebut.
Tanah yang memiliki bahan organik tinggi akan mampu
7
mempertahankan nitrogen yang lebih banyak.
+
Tanaman mengambil nitrogen
-
terutama dalam bentuk NH4 dan NO3 (Leiwakabessy et al., 2003).
Kadar
nitrogen tanaman berkisar antara 1.50-6.00% (Jones et al., 1991).
2.6.2. Fosfor dalam Tanah dan Tanaman
Kadar P di dalam tanah umumnya rendah. Fosfor dalam tanah dijumpai
dalam bentuk inorganik dan organik, keduanya merupakan sumber fosfor yang
penting bagi tanaman (Soepardi, 1983). Kadar fosfor dalam tanaman berkisar
antara 0.15-1.00% (Jones et al., 1991).
2.6.3. Kalium dalam Tanah dan Tanaman, Kalsium, Magnesium, dan
Belerang
Kalium dapat diabsorpsi oleh tanaman dalam bentuk K+ dan jumlahnya di
dalam tanah bervariasi. Kadar kalium dalam tanaman berkisar antara 1.00-5.00%
(Jones et al., 1991).
Kalsium diserap dalam bentuk Ca2+. Gejala defisiensi Ca ditemukan pada
tanah yang sangat spesifik, misalnya pada tanah sulfat masam, tanah berbahan
induk ultrabasa dengan nisbah Ca/Mg <1 (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
Magnesium diambil tanaman dalam bentuk Mg2+. Kebutuhannya dipenuhi
melalui aliran massa (mass flow) seperti halnya Ca dan sedikit melalui intersepsi
(Leiwakabessy et al., 2003).
Tanaman mengambil S dalam bentuk ion SO42-. Umumnya ion SO42sedikit yang teradsorpsi karena sifat muatan tanah pada umumnya adalah negatif
(Leiwakabessy et al., 2003).
2.6.4. Unsur Mikro
Unsur-unsur mikro banyak terdapat pada mineral ferro-magnesium.
Unsur-unsur mikro yang dibebaskan dari mineral primer dapat membentuk
senyawa sukar larut dengan senyawa hidrus oksida Fe dan Al (Leiwakabessy et
al., 2003).
2.7.
Karakteristik Biologi Tanah
Kesuburan tanah tidak hanya bergantung pada komposisi kimiawinya
melainkan juga pada ciri alami mikrob yang menghuninya.
Mikrob yang
menghuni tanah dapat dikelompokkan menjadi bakteri, aktinomycetes, jamur,
8
alga, dan protozoa (Rao, 1994). Menurut Ma’shum et al. (2003), peranan mikrob
dalam kesuburan tanah ditunjukkan dengan aktivitasnya dalam memperbaiki
struktur tanah dan ketersediaan hara bagi tanaman.
Biomassa mikroorganisme tanah merupakan indeks kesuburan tanah.
Tanah yang mengandung banyak berbagai macam mikroorganisme, secara umum
dapat dikatakan bahwa tanah tersebut adalah tanah yang baik sifat fisika dan
kimianya. Tingginya populasi mikroorganisme tanah hanya mungkin ditemukan
pada tanah yang memiliki sifat yang memungkinkan bagi mikroorganisme tanah
untuk berkembang dan aktif. Tersedianya unsur hara yang cukup, pH tanah yang
sesuai, aerasi, dan drainase yang baik, air yang cukup dan sumber energi (bahan
organik) yang cukup adalah beberapa faktor yang harus dipenuhi agar
mikroorganisme tanah dapat tumbuh dan berkembang, sebaliknya jika semua
faktor tersebut tidak terpenuhi/tersedia, maka pertumbuhan dan perkembangan
mikroorganisme tanah akan terganggu dan jumlah mikroorganisme sekaligus
biomassa akan berkurang (Anas et al., 1995 dalam Ramdaniah, 2001).
Salah satu parameter dalam menentukan kondisi biologi tanah adalah
dengan mengukur respirasi. Penetapan respirasi tanah adalah berdasarkan (1)
penetapan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme tanah, dan (2)
jumlah O2 yang digunakan oleh mikroorganisme tanah (Anas, 1989). Hampir
semua organisme tanah menyumbang CO2. Oleh karena itu, perkiraan total
biomassa tanah secara teori menyediakan informasi tentang tingkat respirasi
(Benedi dan Rafael, 2005).
2.8.
Rumput Signal (Brachiaria decumbens Stapf)
Rumput signal sangat penting karena produktifitasnya yang tinggi dengan
pengelolaan yang intensif dan toleran pada kesuburan tanah yang rendah dan
relatif terhindar dari hama dan penyakit. Rumput ini dapat mengendalikan erosi
dan menutup permukaan tanah dengan baik, serta dapat bertahan pada kondisi
tanah yang miskin dan berbatu (Shelton, 2008).
Rumput signal (Gambar Lampiran 1a) merupakan rumput yang tidak
terlalu tinggi, berdiri tegak, berakar rhizoma. Habitat alami rumput signal berada
di padang rumput terbuka dan ternaungi berada di garis lintang 27oLU- 27oLS dan
9
dapat bertahan pada ketinggian 0-1750 m dpl.
Temperatur optimal untuk
pertumbuhan rumput signal antara 30-35°C (Ndikumana dan Leeuw de, 1996
dalam Shelton, 2008). Rumput ini penting pada daerah tropik basah dengan curah
hujan berkisar 1000-3000 mm/tahun dan toleran terhadap kekeringan dengan
bulan kering sampai empat atau lima bulan.
Rumput signal tumbuh pada kisaran kesuburan tanah yang luas (Oxisol
dan Ultisol sampai Alfisol dan Mollisol). Selain itu tanaman ini juga toleran
terhadap Mn dalam kadar yang sedang. Sistem perakaran tanaman ini yang lebih
halus dan dalam, menjadikannya superior dalam penyerapan unsur hara, terutama
P dan N dari dalam tanah (Rao et al., 1996 dalam Shelton, 2008).
2.9.
Kayu Angin (Casuarina junghuhniana Miq.)
Casuarina junghuhniana Miq. termasuk dalam famili Casuarinaceae. Di
Indonesia, nama yang umum untuk pohon ini adalah adjaob, ajaob, cemara
gunung, kayu angin, dan casuari (Gambar Lampiran 2). Tanaman ini termasuk
tanaman cepat tumbuh (fast growing) yang berganti daun dengan tinggi 15-25 m
dan dapat mencapai tinggi maksimal 35 m. Diameter pohon ini antara 30-50 cm
dan diameter maksimal 65 cm dengan tajuk agak terbuka (WAC, 2008).
Casuarina junghuhniana Miq. merupakan jenis tanaman pionir dari lahan
deforestasi hutan. Tanaman ini tumbuh secara alami di lereng gunung berapi.
Casuarina junghuhniana Miq. dapat tumbuh pada berbagai macam tipe tanah
dengan kisaran yang luas, mulai dari tanah vulkanik sampai tanah berpasir dan liat
berat. Tanaman ini tumbuh baik pada ketinggian 550-3100 m dpl dengan rata-rata
suhu tempat tumbuh berkisar antara 13-28°C dan rata-rata curah hujan yang
sesuai yaitu 700-2000 mm/tahun. Tanaman ini toleran pada rentang pH yang
lebar, dari pH 2.8 pada tanah liat masam sampai pH 8 pada tanah berkapur (WAC,
2008).
10
2.10. Kayu Johar (Cassia siamea)
Cassia siamea merupakan tanaman legum dari subfamili Caesalpinoideae,
termasuk famili Leguminoseae. Telah ditanam secara luas di Asia Tenggara
untuk mengendalikan erosi, penahan angin, tempat naungan, kayu bakar, dan
bahan bangunan. Cassia siamea (Gambar Lampiran 3) bagus digunakan sebagai
hiasan di sepanjang jalan dan juga dapat digunakan dalam budidaya lorong,
intercropping, dan tanaman pagar (Brandis, 1906; Fred, 1994, dalam FACT,
2008).
Cassia siamea tumbuh pada beberapa kondisi lingkungan, tetapi tumbuh
dengan baik di dataran rendah tropis dengan curah hujan rata-rata tahunan 5002800 mm (optimum 1000 mm), rata-rata suhu minimum 20°C, dan rata-rata suhu
maksimum 31°C. Pada lingkungan semiarid dengan rata-rata curah hujan 500700 mm tanaman ini tumbuh sepanjang akarnya dapat mencapai air tanah dan
bulan kering tidak lebih dari 4-6 bulan.
Tanaman ini tumbuh dengan baik
didukung solum tanah yang dalam, drainase baik, tanah subur dengan pH 5.5-7.5.
Tanaman ini membutuhkan cahaya matahari penuh (Gutteridge, 1997;Davidson,
1985, dalam FACT, 2008).
2.11. Kayu Urograndis (Eucalyptus urograndis)
Kayu urograndis (Eucalyptus urograndis) merupakan salah satu jenis
tanaman yang termasuk ke dalam marga Eucalyptus (Gambar Lampiran 4). Jenis
ini memiliki karakter cepat tumbuh dan prospek cukup cerah sehingga sangat baik
untuk Hutan Tanaman Industri dan reboisasi lahan kritis di dataran rendah basah
tropika (Sutarno dan Nasution, 1996). Kayu ini dapat hidup pada lapisan tanah
berkadar nikel menengah yaitu Medium Grade Limonit (MGL) dan lapisan tanah
penutup (Over Burden). Tanaman ini termasuk “Low Nutrient Demand” sehingga
sering dipakai untuk merehabilitasi lahan marginal.
mencapai 25-45 m dengan diameter mencapai 1 m.
Tinggi tanaman dapat
Lahan terbaik bagi
pertumbuhan tanaman ini yaitu yang mendapat curah hujan di atas 1000 mm
setiap tahun.
Download