BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Manajemen Operasi Menurut Robbins dan Coulter (2005:8), manajemen adalah proses pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Definisi lain juga diberikan oleh Griffin (2004:27), manajemen adalah serangkaian aktivitas (termasuk perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya organisasi (manusia, finansial, fisik, dan informasi) dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif. Selanjutnya Alam S. (2007:127), mengatakan bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian kegiatan anggota organisasi dan proses penggunaan sumber daya organisasi lainnya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Dari batasan pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen merupakan ilmu dan seni tentang upaya untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Menurut Heizer dan Render (2009:4), manajemen operasi adalah serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output. Sedangkan menurut Herjanto (2008:2), manajemen operasi merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan barang, jasa, atau kombinasinya, melalui proses transformasi dari sumberdaya produksi menjadi keluaran yang diinginkan. Dan Chase, Aquilano, dan Jacobs (2006:6) menyatakan: “Operation management is defined as the design, operation, and improvement of the system that create and deliver the firm’s primary products and services”. Dari ketiga pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen operasi adalah serangkaian kegiatan untuk mengubah input menjadi output melalui proses transformasi. Semua manajer yang baik melaksanakan fungsi-fungsi dasar proses manajemen. Proses manajemen (management process) terdiri dari perencanaan, 6 7 pengorganisasian, pengaturan pekerja, pengarahan, dan pengendalian. Manajer operasi menerapkan proses manajemen ini pada pengambilan keputusan dalam fungsi manajemen operasi. Menurut Melnyk (2002:6), manajemen operasional terintegrasi pada 3 komponen utama yang mendukung dalam proses organisasi, diantaranya : • Customer (Pelanggan) Customer merupakan seseorang yang selalu mengkonsumsi kebutuhan pada sistem manajemen operasional. Customer merupakan orang yang memiliki peran khusus dimana selalu memberikan saran serta pendapat di awal dan di akhir sistem manajemen operasional paling tidak, perusahaan dengan jelas dapat diidentifikasikan pada segmen pasar dan pada segmen customer itu sendiri. Keefektifitas serta keefisienan fungsi manajemen operasional tidak dapat terstruktur. • Process (Proses) Sebuah proses dalam perusahaan merupakan hubungan dari semua aktifitas yang diperlukan untuk mengubah input menjadi output (hasil). Proses menggambarkan keseluruhan input, aktifitas perubahan, dan output pada keseluruhan sistem. Hal itu menandakan hal-hal yang dibutuhkan dalam sebuah kegiatan serta menspesifikasikan bahan apa yang dibutuhkan dan seberapa besar jumlahnya. Proses juga menggambarkan kegiatan yang diperlukan untuk mengubah input mejadi output. Pada akhirnya seluruh kegiatan pemeriksaan dilakukan untuk memastikan bahwa semua memenuhi standar kualitas, kuantitas, lead time, atau pembagian waktu. Proses manajemen operasional dapat melibatkan produksi pada sebuah produk atau jasa. • Capacity (Kapasitas) Saat proses menjelaskan bagaimana sistem manajemen operasional bekerja, kapasitas mendeterminasikan seberapa besar sistem produksi. Untuk kebanyakan orang, kapasitas mengartikan seberapa besar dari hasil yang diproduksi perusahaan, bahkan membatasi hasil per unit dalam satuan waktu. Menurut Heizer dan Render (2009:56-57), diferensiasi, biaya rendah dan respons yang cepat dapat dicapai saat manajer membuat keputusan efektif dalam sepuluh wilayah manajemen operasional. Keputusan ini dikenal sebagai keputusan 8 operasi (operations decisions). Berikut sepuluh keputusan manajemen operasional yang mendukung misi dan menerapkan strategi: 1. Perancangan barang dan jasa. Perancangan barang dan jasa menetapkan sebagian besar proses transformasi yang akan dilakukan. Keputusan biaya, kualitas dan sumber daya manusia bergantung pada keputusan perancangan. 2. Kualitas. Ekspektasi pelanggan terhadap kualitas harus ditetapkan, peraturan dan prosedur dibakukan untuk mengidentifikasi serta mencapai standar kualitas tersebut. 3. Perancangan proses dan kapasitas. Keputusan proses yang diambil membuat manajemen mengambil komitmen dalam hal teknologi, kualitas, penggunaan sumber daya manusia dan pemeliharaan yang spesifik. Komitmen pengeluaran dan modal ini akan menentukan struktur biaya dasar suatu perusahaan. 4. Pemilihan lokasi. Keputusan lokasi organisasi manufaktur dan jasa menentukan kesuksesan perusahaan. 5. Perancangan tata letak. Aliran bahan baku, kapasitas yang dibutuhkan, tingkat karyawan, keputusan teknologi dan kebutuhan persediaan mempengaruhi tata letak. 6. Sumber daya manusia dan rancangan pekerjaan. Manusia merupakan bagian yang integral dan mahal dari keseluruhan rancang sistem. Karenanya, kualitas lingkungan kerja diberikan, bakat dan keahlian yang dibutuhan, dan upah yang harus ditentukan dengan jelas. 7. Manajemen rantai pasokan. Keputusan ini menjelaskan apa yang harus dibuat dan apa yang harus dibeli. 8. Persediaan. Keputusan persediaan dapat dioptimalkan hanya jika kepuasan pelanggan, pemasok, perencanaan produksi dan sumber daya manusia dipertimbangkan. 9. Penjadwalan. Jadwal produksi yang dapat dikerjakan dan efisien harus dikembangkan. 10. Pemeliharaan. Keputusan harus dibuat pada tingkat kehandalan dan stabilitas yang diinginkan. Menurut Heizer dan Render (2009:51), perusahaan mencapai misi mereka melalui tiga cara yakni: 9 1. Bersaing dalam diferensiasi. Diferensiasi berhubungan dengan penyajian sesuatu keunikan. Diferensiasi harus diartikan melampaui ciri fisik dan atribut jasa yang mencakup segala sesuatu mengenai produk atau jasa yang mempengaruhi nilai. 2. Bersaing dalam biaya. Kepemimpinan biaya rendah berarti mencapai nilai maksimum sebagaimana yang diinginkan pelanggan. Hal ini membutuhkan pengujian sepuluh keputusan manajemen operasi dengan usaha yang keras untuk menurunkan biaya dan tetap memenuhi nilai harapan pelanggan. Strategi biaya rendah tidak berarti nilai atau kualitas barang menjadi rendah. 3. Bersaing dalam respons. Keseluruhan nilai yang terkait dengan pengembangan dan pengantaran barang yang tepat waktu, penjadwalan yang dapat diandalkan dan kinerja yang fleksibel. Respons yang fleksibel dapat dianggap sebagai kemampuan memenuhi perubahan yang terjadi di pasar dimana terjadi pembaruan rancangan dan fluktuasi volume. Tiga strategi yang ada masing-masing memberikan peluang bagi para manajer operasi untuk meraih keunggulan bersaing. Keunggulan bersaing berarti menciptakan sistem yang mempunyai keunggulan unik atas pesaing lain. Idenya adalah menciptakan nilai pelanggan (customer value) dengan cara efisien dan efektif. Secara umum, kegiatan operasi merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan penciptaan, atau pembuatan barang, jasa atau kombinasinya melalui proses transformasi dari masukan sumber daya produk menjadi keluaran yang diinginkan. Umpan balik dari konsumen dan informasi mengenai performa produk dan jasa tersebut digunakan untuk melakukan penyesuaian yang berkelanjutan terhadap input, proses transformasi dan output, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.1. 10 Gambar 2.1. Proses Transformasi Input Menjadi Output Sumber : Reid (2009:3) Organisasi dapat dibedakan menjadi dua kategori besar yaitu organisasi manufaktur dan jasa, masing-masing memiliki tantangan unik pada fungsi operasinya. Terdapat dua perbedaan utama antara kategori ini. Pertama, organisasi manufaktur memproduksi barang berwujud yang dapat disimpan sebelum dibutuhkan. Sedangkan, organisasi jasa tidak dapat memproduksi sebelum dibutuhkan, karena sifat jasa adalah tidak dapat disimpan. Kedua, dalam organisasi manufaktur kebanyakan konsumen tidak memiliki kontak langsung dengan kegiatan operasi, kontak konsumen terjadi lewat distributor dan pedagang eceran, sedangkan pada organisasi jasa konsumen harus ada ketika jasa tersebut diproduksi. Namun banyak produk terbentuk dari kombinasi antara barang dan jasa. Organisasi manufaktur juga menyediakan jasa sebagai bagian dari penawaran mereka terhadap konsumen, atau juga mengkonsumsi jasa ketika proses distribusi barang, begitu pula pada organisasi jasa. Perbedaan antara barang dan jasa ditunjukkan pada gambar 2.2., yang mana berfokus pada dimensi wujud produk dan tingkat atas kontak dengan konsumen. 11 Gambar 2.2. Karakteristik Organisasi Manufaktur dan Jasa Sumber : Reid (2009:6) 2.2. Produksi Produksi adalah berkaitan dengan cara bagaimana sumber daya (masukan) dipergunakan untuk menghasilkan produk (keluaran). Menurut Joesron dan Fathorrozi (2003), produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Lebih lanjut Putong (2002) mengatakan produksi atau memproduksi menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatau barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula. Lebih spesifik lagi produksi adalah kegiatan perusahaan dengan mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output dengan biaya yang minimum. Menurut Nicholson (2003:50) menyatakan produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi mengandung hubungan antar tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh. Sehingga produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas dengan memanfaatkan beberapa masukan alat input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output. Dari kedua uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa produksi adalah kegiatan mengubah bahan mentah menjadi barang jadi dengan menciptakan nilai guna pada 12 produk tersebut. Dalam penelitian ini, produksi akan difokuskan pada biaya produksi. Adapun tujuan produksi adalah produktivitas, sedangkan tujuan manajemen produksi adalah pencapaian produktivitas secara efisien dan efektif (Sukanto Reksohadiprodjo, 2003:3). Untuk melaksanakan fungsi-fungsi produksi dengan baik, maka diperlukan rangkaian kegiatan yang akan membentuk suatu sistem produksi. Sistem produksi merupakan kumpulan dari sub sistem-sub sistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasi input produksi menjadi output produksi (Arman dan Yudha, 2008:1-2). Jadi tujuan produksi itu sendiri adalah barang dengan spesifikasi tertentu memenuhi permintaan pelanggan. Menurut Sofjan Assauri (2004:22) secara umum fungsi produksi terkait dengan pertanggungjawaban dalam kegiatan mentransformasikan masukan (input) menjadi keluaran (output) berupa barang atau jasa yang akan memberikan hasil pendapatan bagi perusahaan. Untuk melakukan fungsi tersebut diperlukan serangkaian kegiatan yang merupakan keterkaitan dan menyatu serta menyeluruh sebagai suatu sistem. Berbagai kegiatan yang berkaitan dengan fungsi produksi dan operasi ini dilaksanakan oleh beberapa bagian yang terdapat dalam suatu perusahaan, baik itu perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Empat fungsi terpenting dalam fungsi produksi dan operasi menurut Mahanam P. Tampubolon, (2004:3) adalah: 1. Proses pengolahan, merupakan metode atau teknik yang digunakan untuk pengolahan masukan (input). 2. Jasa-jasa penunjang, merupakan sarana yang berupa pengorganisasian yang perlu untuk penetapan dan metode yang akan dijalankan, sehingga proses pengolahan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. 3. Perencanaan, merupakan keterkaitan dan pengorganisasian dari kegiatan produksi dan operasi yang akan dilakukan dalam suatu dasar waktu atau periode tertentu. 4. Pengendalian dan pengawasan, merupakan fungsi untuk menjamin terlaksananya kegiatan sesuai dengan yang direncanakan, sehingga maksud dan tujuan untuk penggunaan dan pengolahan masukan (input) pada kenyataannya dapat dilaksanakan. 2.2.1. Proses Produksi 13 Proses diartikan sebagai suatu cara, metode dan teknik bagaimana sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang ada diubah untuk memperoleh suatu hasil. Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa. Proses juga diartikan sebagai cara, metode ataupun teknik bagaimana produksi itu dilaksanakan. Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan danan menambah kegunaan (Utility) suatu barang dan jasa. Menurut Ahyari (2002:35) proses produksi adalah suatu cara, metode ataupun teknik menambah kegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. Melihat kedua definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa proses produksi merupakan kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan faktor-faktor yang ada seperti tenaga kerja, mesin, bahan baku dan dana agar lebih bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Proses produksi pada hakekatnya merupakan proses perubahan (transformasi) dari bahan/komponen (input) menjadi produk yang lain yang mempunyai nilai. Proses produksi saat ini berkembang pesat karena kemajuan teknologi dan didorong oleh usaha untuk meningkatkan kualitas produktivitas dan fleksibilitas produk. Proses produksi dapat dibedakan baik atas dasar karakterisktik aliran prosesnya maupun tipe pesanan langganan. Dapat diklasifikasikan ke dalam 5 kategori: a. Aliran Garis (Line Flow Process) Aliran garis yaitu penyusunan stasiun kerja berdasarkan urutan operasi pembuatan produk menurut langkah – langkah standar dalam proses produksi. Pola Aliran Garis tidak begitu fleksibel dalam memenuhi perubahan desain dan volume produk. Tapi persediaan diminimalkan, skeduling tidak ada masalah dan pengendalian kualitas mudah karena hanya mengikuti arus produk. Pola aliran garis merupakan suatu proses dari bahan mentah sampai menjadi produk akhir dan urutan operasi – operasi yang digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa selalu tetap. Line Flow Process dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu : • Produksi Massa (Mass Production) • Produksi Terus – menerus (Continuous Production) b. Aliran Intermitern (Job Shop atau Jumbled Flow Process) 14 Aliran Intermitern adalah suatu proses produksi di mana produk dibuat menurut aliran terputus – putus atau tidak kontinu. Peralatan dan tenaga kerja dilekelompokkan dalam pusat kerja menurut jenis pekerjaan. Operasinya sangat fleksibel terhadap perubahan dalam perubahan volume atau produk, karena operasi – operasinya menggunakan peralatan serba – guna dan tenaga kerja berketrampilan tinggi. Namun fleksibilitas ini sering menimbulkan masalah dalam pengendalian persediaan, penjadwalan dan pengendalian kualitas serta tidak efisien. c. Proyek (Project) Proyek merupakan suatu proses produksi di mana tidak ada aliran produk tapi setiap proyek mempunyai urutan tertentu dalam proses operasinya. Biasanya material, peralatan & tenaga kerja dibawa ke lokasi proyek. Serta memiliki kegiatan awal & akhir dengan batas waktu penyelesaian. Bentuk ini tidak cocok untuk proses manufacturing karena proyek hanya dikerjakan sekali saja. Bentuk operasi – operasi proyek digunakan bila ada kebutuhan akan kreativitas dan kekhususan dalam pembuatan suatu produk. d. Sistem Manufaktur Fleksibel (Flexible Manufacturing System) Sistem manufaktur fleksibel merupakan autamated cell untuk menghasilkan sekelompok komponen, dimana semua komponen butuh proses manufacturing serupa tapi urutan dari operasi tidak selalu sama. Sistem ini membutuhkan investasi awal yang besar serta bertujuan untuk memberi respon secara tepat terhadap keinginan pelanggan terutama terkait dengan perubahan dalam desain, jumlah dan pelayanan produk. e. Sistem Manufaktur Tangkas (Agile Manufacture System) Sistem manufaktur tangkas merupakan suatu sistem yang mengkombinasikan visi kompetitif dengan kreatifitas dan aplikasi teknologi. Dimana ada 4 dimensi antara lain: • Memperkaya nilai kepada pelanggan, • Bekerjasama dalam meningkatkan daya saing perusahaan, • Mengoperasikan perubahan dan ketidakpastian, dan • Menelaah pengaruh dari informasi. 2.2.2. Biaya Produksi 15 Menurut Hansen dan Mowen (2002:24), biaya produksi adalah biaya yang bekaitan dengan pembuatan barang dan penyediaan jasa. Sedangkan menurut Sutrsisno (2001:3), biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengolah bahan baku menjadi produk selesai. Biaya ini dikeluarkan oleh departemen produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Klasifikasi biaya produksi adalah proses pengelompokan secara sistematis atas keseluruhan elemen yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu yang lebih ringkas untuk dapat memberi informasi yang lebih penting. Adapun klasifikasi atau penggolongan biaya produksi adalah sebagai berikut : 1. Penggolongan biaya menurut obyek pengeluaran Penggolongan biaya yang paling sederhana adalah penggolongan atas dasar obyek pengeluaran, yaitu berupa penjelasan mengenai obyek suatu pengeluaran. Dalam perusahaan manufaktur dapat dibagi menjadi tiga golongan biaya, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. 2. Penggolongan biaya menurut fungsi pokok dalam perusahaan Biaya dapat digolongkan berdasarkan fungsi-fungsi dimana biaya tersebut terjadi. Pada perusahaan manufaktur terdapat beberapa fungsi, yaitu fungsi produksi, fungsi pemasaran, fungsi administrasi dan umum, sehingga biayabiaya yang terjadi bila dikaitkan dengan fungsi pokok perusahaan manufaktur tersebut dapat digolongkan menjadi : • Biaya Produksi Biaya produksi yaitu biaya-biaya yang terjadi untuk pengolahan bahan baku menjadi produk jadi. Biaya produksi ini terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. • Biaya Administrasi dan Umum Biaya administrasi dan umum yaitu biaya-biaya yang terjadi berkaitan dengan penyusunan kebijaksanaan dan pengarahan perusahaan secara keseluruhan atau biaya-biaya yang terjadi untuk mengkoordinasi kegiatan produksi dan pemasaran produk. • Biaya Pemasaran Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan pemasaran produk. Biaya ini berhubungan dengan usaha untuk 16 memperoleh pesanan. Untuk memperoleh pesanan, perusahaan mengeluarkan biaya, seperti biaya iklan, biaya promosi dan biaya gaji karyawan yang melaksanakankegiatan pemasaran. Sedangkan untuk memenuhi pesanan, perusahaan mengeluarkan biaya angkutan dari gudang perusahaan ke gudang pembeli. 3. Penggolongan biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai Biaya dapat dihubungkan dengan sesuatu yang dibiayai maka biaya-biaya dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu: a. Biaya langsung adalah biaya yang terjadi dan penyebab satu-satunya adalah sesuatu yang dibiayai. b. Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Perbedaan biaya langsung maupun tidak langsung dikaitkan dengan produk sangat diperlukan bila perusahaan menghasilkan lebih dari satu macam produk dan manajemen menghendaki penentuan harga pokok per jenis produk tersebut. Dalam hubungannya dengan produk, biaya produksi dibagi menjadi tiga unsur, yaitu bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik ( biaya produksi tidak langsung ). 4. Penggolongan biaya menurut perilaku dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan Di dalam pengendalian biaya dan pengambilan keputusan, biaya ini digolongkan sebagai : a. Biaya tetap, yaitu biaya yang jumlah totalnya tetap tidak terpengaruh adanya perubahan volume kegiatan dalam batas-batas tertentu. b. Biaya variabel, yaitu biaya yang jumlah totalnya berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. c. Biaya semivariabel, yaitu biaya yang jumlah totalnya berubah tidak sesuai dengan perubahan volume kegiatan. 5. Penggolongan biaya atas dasar jangka waktu manfaatnya Biaya dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengeluaran modal dan pengeluaran pendapatan. Pengeluaran modal merupakan biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi (biasanya periode akuntansi adalah satu tahun kalender). Sedangkan pengeluaran pendapatan merupakan biaya yang 17 hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut. Tujuan dalam penentuan biaya produksi, yaitu : 1. Untuk menetapkan jumlah biaya produksi secara tepat. Bukti-bukti transaksi untuk mendukung adanya pengeluaran biaya dikumpulkan dan digunakan sebagai dasar pencatatan atas terjadinya biaya. Jumlah yang berhubungan dengan biaya produksi dikumpulkan dan dicatat tersendiri sebagai dasar penentuan biaya produksi. Pengumpulan bukti, pencatatan dan penentuan atas terjadinya biaya produksi yang tepat akan menghasilkan penetapan biaya produksi yang tepat pula. 2. Membantu manajemen mengadakan pengendalian biaya yang tepat. Adanya pengumpulan bukti transaksi, pencatatan dan penentuan biaya produksi yang tepat dapat membantu manajemen mengadakan pengawasan atas pengeluaran biaya tersebut. Pengawasan tersebut dengan membandingkan antara biaya yang sesungguhnya dan biaya yang ditentukan di muka atau standar yang kemudian dapat diambil kebijaksanaan tindakan apabila timbul penyimpangan dari standarnya. 3. Membantu manajemen dalam pengambilan keputusan jangka pendek. Perhitungan biaya produksi pada perusahaan yang semakin kompleks, menjadi alat yang tidak dapat ditinggalkan oleh manajemen. Harga pokok dinilai sebagai suatu ukuran efisiensi dari kegiatan produksi perusahaan. Tujuan penetapan biaya produksi yang lain bagi perusahaan yaitu untuk membantu pengambilan keputusan baik dalam hal pembelian bahan baku, pembelian mesin dan alat perlengkapan baru perusahaan, serta menentukan harga jual dan untuk menentukan dasar-dasar keuntungan yang dicapai perusahaan. 2.3. Permintaan Pada umumnya kebutuhan manusia mempunyai sifat yang tidak terbatas, sedangkan alat pemuas kebutuhan itu sifatnya terbatas. Jadi tidak semua kebutuhan akan terpenuhi. Kebutuhan seseorang dikatakan terpenuhi apabila ia dapat mengkonsumsi barang/jasa yang ia butuhkan. Sementara itu, yang dimaksud dengan 18 kebutuhan masyarakat adalah keinginan masyarakat untuk memperoleh dan mengkonsumsikan barang dan jasa. Menurut Suhartati dan Fathurrozi (2002) juga memaparkan pengertian permintaan dari kacamata ilmu ekonomi yaitu berbagai jumlah barang dan jasa yang diminta pada berbagai tingkat harga pada suatu waktu tertentu. Definisi ini menunjukkan jumlah barang dan jasa yang diminta pada berbagai tingkat harga, artinya dalam berbagai tingkat harga terdapat sejumlah barang yang diminta. Berdasarkan pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa permintaan adalah jumlah barang yang diminta konsumen pada suatu waktu, yang didukung oleh daya beli. Daya beli adalah kemampuan konsumen untuk membeli sejumlah barang yang diinginkan, biasanya dinyatakan dalam bentuk uang. Namun demikian daya beli tersebut juga relatif terbatas seperti halnya sumber-sumber ekonomi lainnya. Pada perusahaan-perusahaan yang berproduksi dengan sistem make to order, beberapa aktivitas seperti perakitan akhir dan pembuatan komponen memang dapat ditunda sampai ada permintaan definitif, namun tetap sebagian aktivitas seperti penyediaan bahan baku dan kapasitas dilakukan atas dasar perkiraan atau peramalan. Dengan demikian, dapat dikatakan tidak ada perusahaan yang dapat menghindar dari kegiatan memperkirakan atau meramalkan permintaan untuk keperluan perencanaan aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan sebelum permintaan definitif datang dari pelanggan. Pada banyak kasus, pola permintaan tidak mudah dipenuhi secara efektif oleh perusahaan. Sebagai contoh, permintaan yang sifatnya musiman menyebabkan sebagian dari permintaan tersebut terpaksa tidak dapat terpenuhi atau dapat dipenuhi dengan biaya-biaya yang lebih tinggi. Oleh karena itu perusahaan harus sesering mungkin secara proaktif mengelola permintaan sehingga menjadi lebih mudah dipenuhi. Permintaan pasar terhadap suatu produk ditentukan oleh banyak faktor. Menurut Rahardja dan Manurung (2004) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi permintaan suatu barang, yaitu: 1. Harga Barang Itu Sendiri Jika harga suatu barang semakin murah, maka permintaan konsumen terhadap barang itu akan bertambah. Begitu juga sebaliknya, jika harga suatu barang semakin mahal, maka permintaan konsumen terhadap barang itu akan menurun. Hal ini membawa kita ke hukum permintaan, yang menyatakan 19 “Bila harga suatu barang naik, cateris paribus, maka jumlah barang yang diminta akan berkurang, dan sebaliknya”. 2. Harga Barang Lain Yang Terkait Harga barang lain juga dapat mempengaruhi permintaan suatu barang, tetapi kedua macam barang tersebut mempunyai keterkaitan. Keterkaitan dua macam barang dapat bersifat substitusi (pengganti) dan bersifat komplemen (pelengkap). 3. Tingkat Pendapatan Per Kapita Tingkat pendapatan per kapita dapat mencerminkan daya beli. Makin tinggi tingkat pendapatan, daya beli makin kuat, sehingga permintaan terhadap suatu barang meningkat. 4. Selera atau Kebiasaan Konsumen Selera atau kebiasaan konsumen juga dapat mempengaruhi permintaan suatu barang. Selera konsumen dapat disebabkan oleh perubahan umur, perubahan pendapatan, perubahan lingkungan, dan sebagainya. 5. Jumlah Penduduk Permintaan suatu barang berhubungan positif dengan jumlah penduduk. Semakin banyak jumlah penduduk, maka kebutuhan akan bertambah, sehingga permintaan terhadap barang akan meningkat. 6. Perkiraan Harga di Masa Mendatang Bila kita memperkirakan bahwa harga suatu barang akan naik di masa mendatang, maka sebaiknya kita membeli barang itu sekarang, sehingga mendorong orang untuk membeli lebih banyak saat ini guna menghemat belanja di masa mendatang. 7. Distribusi Pendapatan Jika distribusi pendapatan buruk, berarti daya beli secara umum melemah, sehingga permintaan terhadap suatu barang menurun. 8. Usaha-Usaha Produsen Meningkatkan Penjualan Dalam perekonomian yang modern, bujukan para penjual untuk membeli barang besar sekali peranannya dalam mempengaruhi masyarakat. Seperti halnya iklan, memungkinkan masyarakat untuk mengenal suatu barang baru atau menimbulkan permintaan terhadap barang tersebut. Untuk barangbarang yang sudah lama, pengiklanan akan mengingatkan orang tentang adanya barang tersebut dan menarik minat untuk membeli. Promosi penjualan 20 lainnya, seperti pemberian hadiah kepada pembeli dan potongan harga apabila membeli suatu barang. 2.4. Peramalan Menurut Heizer dan Render (2009:162), peramalan (forecasting) adalah seni atau ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa depan. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan pengambilan data historis dan memproyeksikannya ke masa mendatang dengan suatu bentuk model matematis. Hal ini bisa juga merupakan prediksi intuisi yang bersifat subjektif. Hal ini pun dapat dilakukan dengan menggunakan kombinasi model matematis yang disesuaikan dengan pertimbangan yang baik dari seorang manajer. Selanjutnya Schroeder (2007:214), mengatakan bahwa “Forecasting is the art and science of predicting future events. Until the last decade, forecasting was largely an art, but it has now become a science as well.” Yang artinya, peramalan merupakan suatu seni dan ilmu untuk memprediksi masa yang akan datang. Sampai masa sepuluh tahun terakhir, sebagian besar dari peramalan adalah sebuah seni, namun saat ini peramalan juga menjadi sebuah ilmu. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa peramalan berkaitan dengan upaya untuk memperkirakan apa yang terjadi dimasa depan, berbasis pada metode ilmiah (ilmu dan teknologi) serta dilakukan secara sistematis. Serta peramalan itu adalah kegiatan yang bersifat teratur, berupa memprediksi masa depan dengan menggunakan tidak hanya metode ilmiah namun juga mempertimbangkan hal-hal yang bersifat kualitatif (perasaan, pengalaman dan lain-lain). Berikut adalah penjelasan mengenai peramalan yang diklasifikasikan berdasarkan horizon waktu masa depan yang dilingkupinya menurut Render (2009), yaitu: 1. Peramalan jangka pendek, Peramalan ini meliputi jangka waktu hingga satu tahun, tetapi umumnya kurang dari tiga bulan. Peramalan ini digunakan untuk merencanakan pembelian, penjadwalan kerja, jumlah tenaga kerja, penugasan kerja, dan tingkat produksi. 2. Peramalan jangka menengah, Peramalan jangka menengah atau intermediate umumnya mencakup hitungan bulan hingga tiga tahun. Peramalan ini bermanfaat untuk merencanakan 21 penjualan, perencanaan dan anggaran produksi, anggaran kas, serta menganalisis bermacam-macam rencana operasi. 3. Peramalan jangka panjang. Peramalan ini umumnya untuk perencanaan masa tiga tahun atau lebih. Peramalan jangka panjang digunakan untuk merencanakan produk baru, pembelanjaan modal, lokasi atau pengembangan fasilitas, serta penelitian dan pengembangan (litbang). Terdapat dua pendekatan umum untuk peramalan sebagaimana ada dua cara mengatasi semua model keputusan. Pendekatan yang satu adalah analisis kuantitatif dan pendekatan lain adalah analisis kualitiatif. 1. Peramalan kuantitatif (quantitative forecast) menggunakan model matematis yang beragam dengan data masa lalu dan variabel sebab akibat untuk meramalkan permintaan. 2. Peramalan subjektif atau kualitatif (qualitative forecast) menggabungkan faktor, seperti intuisi, emosi, pengalaman pribadi, dan sistem nilai pengambil keputusan untuk meramal. Menurut Heizer dan Render (2009:164), organisasi pada umumnya menggunakan tiga tipe peramalan yang utama dalam perencanaan organisasi di masa depan: 1. Peramalan ekonomi (economic forecast), menjelaskan siklus bisnis dengan memprediksi tingkat inflasi, ketersediaan uang, dana yang dibutuhkan untuk membangun perumahan, dan indikator perencanaan lainnya. 2. Peramalan teknologi (technological forecast), memperhatikan tingkat kemajuan teknologi yang dapat meluncurkan produk baru yang menarik, yang membutuhkan pabrik dan peralatan baru. 3. Peramalan permintaan (demand forecast), merupakan proyeksi permintaan suatu produk atau layanan suatu perusahaan. Peramalan ini disebut juga peramalan penjualan, yang mengendalikan produksi, kapasitas, serta sistem penjadwalan dan menjadi input bagi perencanaan keuangan, pemasaran, dan sumber daya manusia. 22 Menurut Heizer dan Render (2009:168), peramalan memiliki dua model yang terdiri dari masing-masing metode yaitu: 1. Model deret waktu Model deret waktu membuat prediksi dengan asumsi bahwa masa depan merupakan fungsi dari masa lalu. Dengan kata lain, mereka melihat apa yang terjadi selama kurun waktu tertentu dan menggunakan data masa lalu tersebut untuk melakukan peramalan. 2. Model asosiatif Model asosiatif (hubungan sebab akibat), seperti regresi linier, menggabungkan banyak variabel atau faktor yang mungkin mempengaruhi kuantitas yang sedang diramalkan. 2.5. Perencanaan Kapasitas Menurut Chase dan Jacobs (2005:430), kapasitas adalah kemampuan untuk menampung, menerima, menyimpan, atau mengakomodasi. Dalam pandangan bisnis secara umum, kapasitas sering dilihat sebagai jumlah output yang dapat dicapai sebuah sistem selama periode waktu tertentu. Dalam industri manufaktur, kapasitas diartikan sebagai jumlah yang dapat diproduksi oleh mesin dalam suatu ukuran waktu. Berikut adalah jenis perencanaan menurut horizon waktu, seperti yang terlihat pada gambar 2.3. berikut ini. Gambar 2.3. Dimensi Waktu Strategi Perencanaan Kapasitas Sumber: Brown (2001:184) 23 Keputusan yang diambil oleh seorang manajemen operasi dalam merencanakan kapasitas akan memberikan beberapa pengaruh yang berbeda terhadap kinerja. Menurut Pycraft (2000:379), pengaruh-pengaruh tersebut antara lain adalah biaya, pendapatan, modal kerja, kualitas, dan kecepatan dalam merespon kebutuhan pasar. Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dengan melaksanakan perencanaan kapasitas harus mempertimbangkan pengaruhnya pada keempat aspek tersebut. Menurut Greasley (2008:67), terdapat 3 strategi utama dalam perencanaan kapasitas yaitu: • Level capacity • Chase capacity • Demand management Kedua strategi utama yaitu level capacity dan chase capacity adalah menekankan pada penyesuaian kapasitas terhadap permintaan, jadi variabel yang diubah-ubah adalah kapasitas, sedangkan pada strategi demand management, variabel yang diubah adalah permintaan, jadi perusahaan melakukan penyesuaian permintaan terhadap kapasitas yang dimiliki salah satu caranya dengan menerapkan marketing mix. 2.6. Perencanaan Agregat Perencanaan agregat dibutuhkan oleh para manajer operasional untuk menentukan jalan terbaik dalam meningkatkan kapasitas dan memenuhi permintaan yang diperoleh dari peramalan dengan menyesuaikan nilai produksi, tingkat tenaga kerja, tingkat persediaan, pekerjaan lembur, tingkat subkontrak, dan variabel lain yang dapat dikendalikan dengan tujuan untuk meminimalkan total biaya produksi (Heizer dan Render, 2009:148). Jadi konsep dari perencanaan agregat menurut Brown (2000:171) adalah untuk memilih strategi yang dapat menyerap fluktuasi permintaan secara ekonomis. Menurut Heizer dan Render (2009:149) input dari perencanaan agregat terdiri dari 4 hal utama, yaitu sumber daya, peramalan permintaan, kebijakan perusahaan, dan biaya. Berikut akan dijelaskan masing-masing dari 4 hal tersebut. • Sumber daya, terdiri dari sumber daya manusia dan fasilitas yang dimiliki perusahaan. 24 • Peramalan permintaan yang diperoleh dari data historis permintaan masa lalu, yang digunakan untuk memprediksi jumlah permintaan di masa depan. • Kebijakan perusahaan, di dalamnya misalnya adalah subkontrak dengan perusahaan lain. Kebijakan mengenai tingkat persediaan, pemesanan kembali, dan melakukan lembur. • Biaya, yang termasuk dalam biaya adalah penyimpanan persediaan, biaya pemesanan, biaya yang muncul bila melakukan subkontrak, dan biaya lembur serta biaya bila terdapat perubahan persediaan. Sedangkan output atau hasil yang diinginkan dari perencanaan agregat adalah: • Meminimalkan besarnya biaya total yang harus dikeluarkan atas perencanaan yang dibuat. • Proyeksi atas tingkat persediaan, yang termasuk didalamnya adalah persediaan, output, pekerja, subkontrak, dan pemesanan kembali. • Memaksimalkan tingkat pelayanan konsumen. • Meminimalisir perubahan pada tingkat angkatan kerja dan tingkat produksi. • Memaksimalkan penggunaan atas unit-unit produksi dan perlengkapan produksi. Menurut Heizer dan Render (2009:148), perencanaan agregat (aggregate planning) merupakan suatu pendekatan untuk menentukan kuantitas dan waktu produksi pada jangka menengah (biasanya 3 hingga 18 bulan ke depan). Sedangkan menurut Herjanto (2008:193), perencanaan agregat merupakan jantung dari perencanaan menengah yang bertujuan untuk mengembangkan suatu rencana produksi secara menyeluruh yang fisibel dan optimal. Sedangkan Schroeder (2007:233) mendefinisikan: “Concerned with matching supply and demand of output over medium time range, up to approximately 12 months into future.” Yang artinya memfokuskan untuk melakukan penyesuaian antara tingkat produksi yang ditawarkan dengan tingkat permintaan untuk 12 bulan mendatang. Selanjutnya Panneerselvam (2012:322) mengatakan aggregate planning is a process that follows capacity planning, and it uses medium range forecast. The plans do not necessarily have to be so detailed as to provide spesific instructions for daily or weekly operations such as loading, sequencing, expediting, and dispatching. 25 Pengertian tersebut berarti perencanaan agregat merupakan suatu proses yang mengikuti perencanaan kapasitas, dan menggunakan perkiraan jangka menengah. Perencanaan ini tidak harus selalu terperinci dalam memberikan instruksi yang spesifik untuk kegiatan operasi harian atau mingguan seperti memuat, mengurutkan, ekspedisi, dan pengiriman. Dari batasan pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa perencanaan agregat merupakan suatu perencanaan jangka menengah (3 hingga 18 bulan ke depan) yang bertujuan untuk menentukan kegiatan operasi harian atau mingguan. Mengapa perencanaan agregat perlu dilakukan? Terdapat 4 poin alasan pentingnya dilakukan perencanaan agregat, yaitu: • Untuk memaksimalkan penggunaan fasilitas dan meminimalkan resiko kelebihan penggunaan atas fasilitas dan fasilitas yang menganggur. • Memastikan ketersediaan kapasitas yang cukup untuk memuaskan permintaan yang diharapkan. • Merencanakan perubahan pada kapasitas produksi yang sistematik untuk mencapai puncak dan lembah pada kurva permintaan pelanggan. • Memperoleh keluaran yang paling optimum dari sumber daya yang tersedia. Menurut Nasution (2003:255) fungsi perencanaan agregat adalah menyesuaikan kemampuan produksi dalam menghadapi permintaan pasar yang tidak pasti dengan mengoptimumkan penggunaan tenaga kerja dan peralatan produksi yang tersedia sehingga total biaya produksi dapat ditekan seminim mungkin. Dan pendapat tersebut juga didukung oleh Chase (2005:516) yang menyatakan bahwa fungsi dari perencanaan agregat adalah menentukan kombinasi yang optimal dari tingkat produksi, jumlah tenaga kerja, dan tingkat persediaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa fungsi dari perencanaan agregat adalah untuk menentukan perencanaan operasional jangka menengah guna mengoptimalkan kombinasi penggunaan sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk memenuhi permintaan pasar yang tidak menentu dengan tetap mempertimbangkan efisiensi biaya. 2.6.1. Pilihan Perencanaan (Planning Options) 26 Permasalahan perencanaan agregat dapat diselesaikan dengan mempertimbangkan berbagai keputusan pilihan yang tersedia. Pilihan perencanaan menurut Heizer dan Render (2009:150) dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu dengan memodifikasi permintaan dan pilihan kedua adalah memodifikasi kapasitas, berikut penjelasannya. a. Pilihan Kapasitas (Capacity Option) Pilihan kapasitas merupakan pilihan yang tidak berusaha mengubah permintaan tetapi untuk menyerap fluktuasi dalam permintaan dengan mengubah kapasitas yang tersedia. Pilihan kapasitas terdiri dari 5 pilihan, yaitu: • Mengubah tingkat persediaan. Dengan cara meningkatkan persediaan selama periode permintaan rendah untuk memenuhi permintaan yang tinggi di masa mendatang. Konsekuensinya muncul biaya yang berkaitan dengan penyimpanan. • Meragamkan jumlah tenaga kerja dengan merekrut (hire) atau memberhentikan (layoff). Dimana jumlah karyawan disesuaikan dengan tingkat produksi yang diinginkan. Konsekuensinya adalah moral pekerja dan produktivitas yang terpengaruh, serta munculnya biaya pelatihan dan perekrutan. • Meragamkan tingkat produksi melalui lembur atau waktu kosong. Dalam pilihan ini jumlah tenaga kerja dijaga tetap konstan, namun waktu kerja yang diragamkan dengan mengurangi jam kerja ketika permintaan rendah, dan melakukan lembur ketika permintaan tinggi. Konsekuensinya muncul upah lembur yang lebih tinggi daripada upah reguler. • Subkontrak. Sebuah perusahaan dapat memperoleh kapasitas sementara dengan melakukan subkontrak selama periode permintaan tinggi. Pengertian subkontrak dalam bidang manufaktur adalah melakukan realokasi kebutuhan produksi antar perusahaan agar memperlancar proses produksi. konsekuensinya adalah harga yang mahal ataupun kualitas dari pemasok subkontrak yang tidak sesuai. • Penggunaan karyawan paruh waktu. 27 Umumnya di sektor jasa dan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang tidak terampil. b. Pilihan Permintaan (Demand Option) Pilihan permintaan merupakan pilihan yang berusaha untuk mengurangi perubahan pola permintaan selam periode perencanaan. Pilihan permintaan terdiri dari 3 pilihan, yaitu: • Mempengaruhi permintaan. Kegiatan promosi, iklan, dan diskon digunakan ketika permintaan sedang rendah. Bagaimanapun iklan khusus, promosi, penjualan, dan penetapan harga tidak selalu mampu menyeimbangkan permintaan dengan kapasitas produksi. • Tunggakan pesanan selama periode permintaan tinggi. Tunggakan pesanan adalah pesanan barang atau jasa yang diterima perusahaan tetapi tidak mampu (secara sengaja atau kebetulan) untuk dipenuhi pada saat itu. pilihan ini digunakan ketika pelanggan berkenan menunggu tanpa kehilangan kehendak atas pesanannya. Namun konsekuensinya adalah bisa berakibat kehilangan penjualan. • Perpaduan produk dan jasa yang counterseasonal (dengan musim yang berbeda). Perusahaan mengembangkan produk yang merupakan perpaduan dari barang counterseasonal. Contohnya perusahaan yang membuat pemanas dan pendingin ruangan, perusahaan yang menerapkan pendekatan ini mungkin akan menghadapi produk atau jasa di luar area keahlian atau di luar target pasar mereka. 2.6.2. Strategi Perencanaan Agregat Menurut Heizer dan Render (2009:157) perencanaan agregat dapat dilakukan dengan melakukan pilihan atas 2 strategi, yaitu strategi Chase dan strategi Penjadwalan Bertingkat (Level Scheduling Strategy). Berikut penjelasan dari masingmasing strategi. 1. Chase Strategy Chase Strategy merupakan strategi perencanaan yang menetapkan produksi sama dengan prediksi permintaan (produksinya disesuaikan dengan permintaan). Strategi ini mencoba untuk mencapai tingkat output untuk setiap 28 periode yang memenuhi prediksi permintaan untuk periode tersebut. Sebagai contoh, manajer operasi dapat mengubah-ubah tingkat tenaga kerja dengan merekrut atau memberhentikan karyawan, atau dapat mengubah-ubah jumlah produksi dengan waktu lembur, waktu kosong, karyawan paruh waktu, atau subkontrak. Banyak organisasi jasa menyukai strategi perburuan ini karena pilihan persediaan sangatlah sulit atau mustahil untuk diadopsi. Industri yang telah beralih ke strategi perburuan meliputi sektor pendidikan, perhotelan, dan konstruksi. Kelebihan dan kekurangan dari Chase Strategy adalah sebagai berikut: Kelebihan Chase Strategy: • Investasi pada persediaan rendah • Tingkat penggunaan tenaga kerja yang tinggi (high labor utilization) Kekurangan Chase Strategy: • Terdapat biaya untuk memperbaiki tingkat keluaran dan/atau tingkat angkatan kerja 2. Level Scheduling Strategy Strategi penjadwalan tingkat (level scheduling strategy) adalah rencana agregat di mana tingkat produksi tetap sama dari periode ke periode (produksinya konstan). Penjadwalan tingkat mempertahankan tingkat output, tingkat produksi, atau tingkat tenaga kerja yang konstan pada horizon perencanaan. Perusahaan seperti Toyota dan Nissan mempertahankan tingkat produksi mereka pada tingkat yang seragam dan memungkinkan untuk membiarkan persediaan produk mereka naik atau turun untuk menopang perbedaan antara jumlah permintaan dan produksi atau menemukan pekerjaan alternatif bagi karyawan. Filosofi mereka adalah tenaga kerja yang stabil menciptakan produk dengan kualitas lebih baik, lebih sedikit perputaran karyawan dan ketidakhadiran, serta karyawan yang lebih berkomitmen terhadap tujuan perusahaan. Penghematan lain mencakup karyawan yang lebih berpengalaman, penjadwalan dan pengawasan yang lebih mudah, serta lebih sedikit pembukaan dan penutupan usaha yang dramatis. Penjadwalan bertingkat akan bekerja dengan baik ketika permintaan cukup stabil. Kelebihan dan kekurangan strategi level adalah sebagai berikut: 29 Kelebihan Level Scheduling Strategy: • Tingkat keluaran dan angkatan kerja yang stabil Kekurangan Level Scheduling Strategy: • Biaya persediaan yang tinggi • Meningkatkan overtime dan idle time • Utilisasi sumber daya bervariasi dari waktu ke waktu 30 2.7. Kerangka Pemikiran Berikut adalah kerangka pemikiran dalam penelitian ini. PT. ERIJO BERSAUDARA TEKNIK Data historis permintaan Kapasitas produksi Kapasitas jam kerja Peramalan perkiraan permintaan MAD, MSE, dan MAPE untuk mengetahui metode peramalan terbaik Pembuatan model perencanaan agregat Metode Grafik Kapasitas gudang Perencanaan produksi agregat Reguler Lembur Metode Forecasting Perbandingan jam kerja untuk mendapatkan biaya terendah Subkontrak Simpulan dan Saran Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran Sumber : Penelitian