keberagaman umbi-umbian sebagai pangan fungsional

advertisement
KEBERAGAMAN UMBI-UMBIAN
SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL
Retno Utami Hatmi dan Titiek F. Djaafar
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta
Jl. Stadion Maguwoharjo No. 22 Ngemplak Sleman Yogyakarta; e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Keberagaman Umbi-Umbian sebagai Pangan Fungsional. Umbi-umbian sebagai bahan pangan sumber karbohidrat telah lama dikenal dan dikonsumsi masyarakat,
tumbuh subur di daerah tropis dan tidak menuntut iklim serta kondisi tanah spesifik.
Beberapa jenis umbi-umbian yang ada di Indonesia antara lain ubikayu, ubijalar, gadung,
garut, gembili, gembolo, suweg, porang, iles-iles, uwi, talas, kimpul, dan ganyong. Banyak
penelitian yang mengemukakan bahwa umbi-umbian memiliki nilai fungsional karena
mengandung pati resisten, inulin, antosianin, glukomanan, dan indeks glikemik rendah.
Tulisan ini mengulas keragaman umbi-umbian bernilai fungsional yang difokuskan pada
tiga jenis tanaman umbi, yaitu gembili, garut, dan ubijalar. Nilai fungsional atau komponen bioaktif ini menjadi salah satu potensi dalam mendukung pengembangan pertanian
bioindustri.
Kata kunci: umbi-umbian, fungsional, pertanian bioindustri.
ABSTRACT
The diversity of tuber croups as functional food. Tubers as a source of
carbohydrate have long been known and consumed by the people of Indonesia, thrives in
the tropics and do not require specific soil and climatic conditions. Several types of tubers
in Indonesia, namely cassava, sweet potato, yam, arrowroot, gembili, gembolo, suweg,
porang, iles-iles, uwi, taro, purse, and canna. A lot of research that suggests that the tubers
have a functional value because it contains starch, inulin, anthocyanin, glucomannan, and
has a low glycemic index. This article reviewed about the diversity of functional tubers
which focusing on three types of tubers, namely gembili, arrowroot, and sweet potato.
Functional value or bioactive compounds is becoming one of the potential in supporting
development of bioindustry agricultural.
Keywords: Tubers, functional, bioindustry agricultural
PENDAHULUAN
Umbi-umbian sebagai bahan pangan sumber karbohidrat telah lama dikenal dan
dikonsumsi masyarakat, tumbuh subur di daerah tropis dan tidak menuntut iklim serta
kondisi tanah spesifik. Beberapa jenis umbi-umbian yang ada di Indonesia antara lain
ubikayu, ubi jalar, gadung, garut, gembili, gembolo, suweg, porang, iles-iles, uwi, talas,
suriname, kimpul, dan ganyong (Anonim 2014a). Umbi-umbian dikelompokkan menjadi
dua, yaitu umbi mayor dan minor. Umbi mayor adalah jenis umbi yang pengembangan
budidaya dan pemanfaatan hasilnya mendapat prioritas oleh pemerintah (Budoyo 2010),
sehingga memberikan kontribusi bagi petani (contoh ubikayu) dan sebaliknya umbi minor.
950
Hatmi dan Djaafar: Keragaman Umbi-umbian sebagai Pangan Fungsional
Penelitian pemanfaatan umbi-umbian telah banyak dilakukan dan masih terus
berjalan sampai saat ini, salah satunya adalah menggali dan memanfaatkan komponen
bioaktif atau nilai fungsionalnya. Bahan pangan bernilai fungsional jika memiliki tiga
fungsi, yaitu sebagai bahan pangan yang memenuhi gizi, dapat diterima secara sensoris
oleh konsumen, dan memiliki fungsi tertentu dalam menjaga kesehatan (Nugraheni 2014).
Menurut Winarno dalam Krisnayudha (2007), pangan fungsional adalah makanan yang
menguntungkan bagi kesehatan di samping memenuhi kebutuhan nutrisi dasar. Banyak
umbi-umbian yang memiliki komponen bioaktif yang berfungsi sebagai antioksidan,
antikanker, antiinflamasi (Harmayani 2014). Nilai fungsional atau komponen bioaktif
menjadi salah satu potensi dalam mendukung pengembangan pertanian bioindustri. Penelitian telah menunjukkan sejumlah data yang mengindikasikan kemungkinan pencegahan
penyakit kronis dengan fitokimia antioksidan pada makanan. Antioksidan alami dapat
melindungi tubuh manusia dari radikal bebas dan menghambat penyakit kronis (Yamakawa and Yashimoto 2002, Winarti dkk. 2011, Harmayani 2014). Makalah ini mengulas
keragaman umbi-umbian bernilai fungsional yang difokuskan pada tiga jenis tanaman
umbi, yaitu gembili, garut, dan ubijalar.
GEMBILI
Gembili (Dioscorea esculenta L.) adalah salah satu jenis umbi minor, populasinya
terbatas dan mulai terancam kelestariannya. Umbinya berukuran sekepalan tangan orang
dewasa, kulit berwarna cokelat muda dan tipis, sedangkan umbinya berwarna putih bersih,
bertekstur kenyal, dan berasa khas (Anonim 2012). Komponen terbesar dari umbi gembili
adalah karbohidrat 27–30%, yang tersusun atas amilosa 14.2% dan amilopektin 85.8%.
Umbi gembili juga mengandung gula (glukosa dan fruktosa) sehingga menimbulkan rasa
manis, dengan kadar gula 7–11% dari berat pati umbi (Dwi dan Prasetyo 2014). Bahan
pangan yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi berpotensi sebagai bahan baku
alternatif alkohol (Anonim 2014e).
Umbi Dioscorea mengandung lendir kental yang terdiri atas glikoprotein dan
polisakarida larut air. Glikoprotein dan polisakarida merupakan bahan bioaktif yang
berfungsi sebagai serat pangan larut air dan bersifat hidrokoloid yang bermanfaat untuk
menurunkan kadar glukosa darah dan kadar total kolesterol (LDL) (Trustinah dan Kasno
2013).
Umbi gembili juga memiliki beberapa senyawa bioaktif seperti dioscorin, diosgenin,
dan inulin yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Kandungan senyawa bioaktif tersebut
dapat berfungsi sebagai senyawa yang dapat meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh
(immunomodulator), pencegah penyakit metabolik (hiperkolesterolemia, dislipidemia,
diabetes, dan obesitas), peradangan dan kanker (Prabowo dkk. 2014).
Polisakarida larut air (PLA) dan Glukomanan
Polisakarida pada gembili termasuk larut air nonpati (PLA-NP) yang mampu
menurunkan kadar lipid dan kolesterol dalam darah (Yuana 2011). Polisakarida larut air
(PLA) adalah serat pangan larut air yang didefinisikan sebagai komponen tanaman yang
tidak terdegradasi secara enzimatis menjadi subunit-subunit yang dapat diserap di
lambung dan usus halus (Prabowo dkk. 2014). Komponen PLA dari kelompok Dioscorea
seperti gembili mengandung glukomanan (Boban dkk. 2006 dalam Harijono dkk. 2010,
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
951
Prabowo dkk. 2014). Glukomanan adalah polisakarida dari jenis hemiselulosa yang terdiri
atas ikatan rantai galaktosa, glukosa, dan mannosa.
Sifat PLA yang kental dan membentuk gel dapat menghambat penyerapan
makronutrien dan menurunkan respon glukosa postprandial. Fermentasi PLA di kolon
menghasilkan asam lemak rantai pendek (short chain fatty acids) seperti asetat, propionat,
dan butirat (Prabowo dkk. 2014; Harijono dkk. 2012). Sedangkan, makanan yang tinggi
kandungan glukomanan dapat memperbaiki kontrol glikemik dan profil lemak (Harijono
dkk. 2010). Selain itu, glukomanan bermanfaat sebagai dietary fiber dan rendah kalori
sehingga baik untuk penderita diabetes (Sari 2013). Glukomanan pada umbi gembili
menyatu dengan protein yang disebut gliko-protein. Zat ini mampu menurunkan LDL
(kolestrol jahat) dalam tubuh dan mampu meningkatkan kolestrol baik (HDL) yang
dibutuhkan tubuh (Herlina 2013b).
PLA telah banyak dimanfaatkan dalam industri makanan untuk mendapatkan
viskositas, stabilitas, tekstur, dan penampilan produk (Ha dkk. 2000 dalam Prabowo dkk.
2014). Glukomanan berpotensi dikembangkan pada industri pangan maupun bidang
kesehatan karena bersifat hidrokoloid kuat dan rendah kalori (Romli 2002). Dalam bidang
pangan, glukomanan dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dan memperbaiki kualitas
makanan seperti bahan pengental/pengemulsi dan penstabil (Haryono 2009, Ekelman dan
Dannan 2009 dalam Harijono dkk. 2010, Herlina 2013a).
Pati
Menurut Richana dan Sunarti (2004), umbi gembili mempunyai prospek sebagai
produk tepung umbi (24,28%) maupun tepung pati (21,44%). Kandungan pati yang tinggi
pada umbi gembili berpotensi dikembangkan menjadi pati termodifikasi sebagai bahan
subtitusi terigu dan bahan tambahan makanan, seperti bahan pengemulsi (emulsifier),
bahan pembentuk (texturizer), bahan penegas aroma dan rasa (flavor enhancer), bahan
pengisi (filler), bahan pengikat (binder), dan bahan pengental (thickening agent) (Herlina
2013a).
Inulin
Inulin merupakan polimer unit-unit fruktosa dengan gugus terminal glukosa. Inulin
sebagai serat pangan larut (soluble dietary fiber) yang bermanfaat bagi pencernaan dan
kesehatan tubuh (Sardesai 2003). Menurut Winarti dkk. (2013a), inulin larut dalam air
namun tidak dapat dicerna oleh enzim dalam sistem pencernaan mamalia. Inulin dalam
usus besar difermentasi oleh bakteri-bakteri usus (prebiotik), sehingga baik untuk
kesehatan. Inulin juga dimanfaatkan sebagai komponen dari berbagai jenis produk pangan
dalam industri pangan.
Salah satu bahan baku lokal yang mengandung inulin adalah umbi Dioscorea spp.
dengan kadar inulin bervariasi antara 2,88–14,77% (Winarti dkk. 2011). Gembili
merupakan salah satu jenis Dioscorea spp. yang mengandung inulin paling tinggi (14,8%)
dan berfungsi sebagai prebiotik (Winarti dkk. 2013a, Winarti dkk. 2011). Isolasi inulin dari
umbi gembili merupakan salah satu upaya dan terobosan baru dalam memanfaatkan
sumber daya alam lokal. Inulin umbi gembili memiliki nilai aktivitas prebiotik lebih tinggi
dibandingkan dengan inulin komersial dari umbi chicory (Winarti dkk. 2013b).
952
Hatmi dan Djaafar: Keragaman Umbi-umbian sebagai Pangan Fungsional
Diosgenin
Diosgenin adalah golongan saponin alami yang banyak ditemukan pada kacangkacangan dan umbi dari jenis Dioscorea sp. (Prabowo dkk. 2014). Dioscoreaceae (genus
Dioscorea) memiliki potensi untuk mensintesis steroid sapogenin (Dinan dkk. 2001).
Steroid sapogenin adalah metabolit sekunder yang merupakan prekursor biosintesis sterol
(kolesterol). Diosgenin diserap melalui usus dan berperan penting dalam mengatur
metabolisme kolesterol, mengurangi resiko sakit jantung, kanker paru-paru dan kanker
darah (Okwu dan Ndu 2006), serta memiliki efek esterogenik (Moalic dkk. 2001).
Dioscorin
Dioscorin adalah cadangan protein pada umbi-umbian keluarga Dioscorea spp.
(Prabowo dkk. 2014). Dioscorin dapat menghambat enzim pengubah angiotensin yang
dapat meningkatkan aliran darah ginjal dan menurunkan tekanan darah secara in vivo
dan in vitro (Liao dkk. 2006; Chuang dkk. 2007). Dioscorin juga menunjukkan aktivitas
carbonic anhydrase, tripsininhibitor, dehydroascorbate reductase, dan monodehydroascorbate reductase (Prabowo dkk. 2014).
GARUT
Garut (Maranta arundinacea L.) adalah sumber pati yang baik sebagai bahan
pangan fungsional. Umbi ini memiliki kandungan air 69–72%, protein 1,0–2,2%, lemak
0,1%, pati 19,4–21,7%, serat 0,6–1,3%, dan abu 1,3–1,4% (Lingga dkk. 1986) dengan
hasil utamanya pati. Pati garut telah dimanfaatkan di berbagai bidang, seperti kesehatan,
pangan maupun industri. Manfaat pati garut bagi kesehatan adalah untuk mengobati
penyakit pencernaan (keracunan) dan usus (diare), obat oles luka. Damat dkk. (2008)
menyatakan bahwa pati garut yang mengandung butirat bersifat hipokolesterolemik dan
hipoglikemik. Diet pati garut butirat cukup efektif menurunkan total kolesterol, LDL,
trigliserida, dan gula darah serum, tetapi meningkatkan HDL pada tikus Sprague Dawley.
Pada pangan, pati garut digunakan sebagai pengenyal produk olahan, dan di bidang
industri sebagai bahan baku lem, bedak, dan sabun (Anonim 2014f).
Indeks Glikemik Rendah
Indeks glikemik merupakan angka yang menunjukkan keadaan gula darah seseorang
setelah mengkonsumsi suatu makanan. Garut termasuk jenis umbi dengan nilai indeks
glikemik (IG) rendah (32) (Faridah dkk. 2008). Menurut Marsono (2002), umbi garut
kukus memiliki indeks glikemik 14. Olahan garut berupa tiwul dan oyek memiliki indeks
glikemik 41 dan 40 (Hasan dkk. 2011). Pangan yang memiliki IG rendah, karbohidratnya
akan dipecah dan diabsorpsi dengan lambat, sehingga peningkatan glukosa darah dan
insulin berjalan lambat dan bertahap. Dengan demikian, umbi garut sangat baik
dikonsumsi oleh penderita diabetes.
Pati Resisten
Pati garut berpotensi untuk menghasilkan pati resisten atau Resistant Starch (RS).
Menurut Faridah (2011), pati resisten merupakan produk hasil degradasi pati yang tidak
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
953
dapat dicerna oleh enzim α-amilase dalam usus halus manusia yang sehat tetapi dapat
difermentasi oleh mikroflora usus untuk menghasilkan asam lemak rantai pendek. Sajilata
dkk. (2006) menyatakan bahwa pati resisten dapat berperan dalam mengurangi risiko
kanker kolon, mempunyai efek hipoglikemik, berperan sebagai prebiotik, mengurangi
risiko pembentukan batu empedu, mempunyai efek hipokolesterolemik, menghambat
akumulasi lemak, dan meningkatkan absorpsi mineral. Pati resisten juga memiliki nilai
kalori rendah, yaitu 11,7 kJ/g RS atau 1,9 Kkal/g, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan
pangan rendah kalori (Taggart 2004).
Prebiotik
Tepung dan pati garut berpotensi sebagai prebiotik. Kemampuan prebiotik berkaitan
dengan kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri patogen dan meningkatkan
jumlah bakteri asam laktat (Rosa 2010). Prebiotik diartikan sebagai komponen makanan
yang tidak dicerna tetapi difermentasi dan dapat menstimulasi secara selektif pertumbuhan
atau aktivitas bakteri tertentu dalam usus besar. Yoghurt yang diberi penambahan tepung
atau pati garut memiliki daya hambat bakteri yang lebih tinggi dibandingkan dengan
yoghurt tanpa penambahan umbi garut. Namun, tepung garut sebagai prebiotik memiliki
daya hambat bakteri yang lebih tinggi dibanding pati garut. Hal ini karena kandungan
inulin dalam serat tepung garut lebih tinggi (13,17%) dibanding pati garut (2,65%) (Rosa
2010).
UBIJALAR
Sekitar 89% produksi ubijalar (Ipomoea batatas L.) di Indonesia, digunakan untuk
bahan pangan dan sisanya dimanfaatkan untuk pakan ternak dan bahan baku industri
(Nasir dkk. 2012). Ubijalar memiliki ukuran, bentuk, warna kulit, warna daging yang bermacam-macam, bergantung pada varietas (Anonim 2014b) dan sebanyak 142 varietas
ubijalar telah diidentifikasi (Yufdy dkk. 2006 dalam Anonim 2014b). Kandungan nutrisi
ubijalar disajikan pada Tabel 1.
Kandungan gizi ubijalar secara kuantitatif dipengaruhi oleh varietas, lokasi, dan musim
tanam (Anonim 2014b). Selain mengandung gizi yang lengkap, ubijalar juga memiliki
keragaman warna daging umbi, seperti putih, kuning, jingga, merah, semburat putih ungu,
dan ungu. Keragaman warna daging ubijalar menunjukkan kekhasan gizi atau komponen
bioaktif yang terkandung dalam umbi. Komponen bioaktif pada ubijalar antara lain
betakaroten, antosianin, dan serat pangan. Komponen bioaktif menyebabkan ubijalar
memiliki nilai fungsional. Senyawa betakaroten pada ubijalar kuning/jingga dan ungu perlu
ditonjolkan untuk menghapus citra ubijalar yang dianggap sebagai makanan inferior
(Ginting dkk. 2011).
954
Hatmi dan Djaafar: Keragaman Umbi-umbian sebagai Pangan Fungsional
Tabel 1. Kandungan nutrisi ubijalar.
Komponen nutrisi
Proximates
Water
Energy
Protein
Total lipid
Karbohidrat
Fiber (total dietary)
Total gula
Mineral
Ca
Fe
Mg
P
K
Na
Zn
Vitamin
Vit C
Thiamin
Riboflavin
Niacin
Vit B-6
Folat
Vit A
Vit E
Vit K
Satuan
Nilai per 100 g
g
Kcal
g
g
g
g
g
75,78
90
2,01
0,15
20,71
3,3
6,48
mg
mg
mg
mg
mg
mg
mg
38
0,69
27
54
475
36
0,32
mg
mg
mg
mg
mg
µg
IU
mg
µg
19,6
0,107
0,106
1,487
0,286
6
19218
0,71
2,3
Sumber: USDA (2014).
Antosianin
Antosianin adalah kelompok flavonoid yang berperan sebagai salah satu senyawa
antioksidan yang dapat dideteksi melalui pigmen/warnanya. Antosianin memiliki warna
khas, yaitu merah, biru, dan ungu. Warna ungu yang kuat menunjukkan tingginya kadar
antosianin dan memiliki aktivitas antioksidan tinggi (Krisnawati 2009). Senyawa ini pada
umumnya terdapat pada suatu bahan pangan, seperti buah, umbi, daun, batang, dan
sebagainya. Pada penelitian Lim (2012), turunan antosianin yang dominan pada ubijalar
adalah sianidin dan peonidin, yang dapat menghambat pertumbuhan sel kanker, tetapi
tidak ditemukan perubahan pada siklus sel.
Antosianin dalam tubuh berperan sebagai antioksidan dengan menjaga tubuh dari zat
oksidatif dan menghambat laju perusakan sel karena adanya radikal bebas. (CevallosCasals dan Cisneros-Zevallos 2002; Suda dkk. 2003 dalam Ginting dkk. 2011). Antosianin
juga berperan sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik (menghambat sel tumor)
(Yamakawa dan Yoshimoto 2002), antihiperglisemik (menurunkan kadar gula darah), dan
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
955
antihipertensi, serta antiinflamasi (melindungi kerusakan otak) (Suda dkk. 2003 dalam
Ginting dkk. 2011).
Kemampuan antioksidan ubijalar ungu erat kaitannya dengan keberadaan antosianin
dan asam fenolat (Furuta dkk. 1998 dalam Ginting dkk. 2011). Menurut Oki et al. (2002)
dalam Ginting dkk. (2011), pada klon ubijalar yang kandungan antosianinnya tinggi, antosianin berperan dalam menentukan aktivitas antioksidan. Pada klon yang antosianinnya
rendah, aktivitas antioksidan bergantung pada senyawa fenolik lainnya seperti asam
fenolat.
Betakaroten dan Vitamin A
Ubijalar yang daging umbinya tidak berwarna ungu tidak memiliki komponen bioaktif
antosianin, melainkan betakaroten. Betakaroten adalah salah satu senyawa pembentuk
vitamin A, termasuk golongan senyawa karotenoids. Karotenoids memiliki pigmen kuning
hingga jingga. Senyawa yang termasuk dalam karotenoid adalah likopen dalam tomat,
lutein, zeaxanthin. Vitamin A dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga integritas selaput
lendir dan kulit yang sehat. Ubijalar yang mengandung betakaroten berfungsi sebagai
nutrisi penting untuk penglihatan (Lim 2012). Menurut Juanda dan Cahyono (2000), jenis
ubijalar yang mengandung betakaroten tinggi adalah yang memiliki warna daging umbi
jingga, sedangkan ubijalar dengan warna daging kuning atau putih memiliki kandungan
betakaroten lebih rendah. Cahyono (2007) mengatakan bahwa ubijalar mengandung
betakaroten sebanyak 7700 SI dalam setiap 100 g bahan dan menurut Ginting dkk.
(2011), kandungan vitamin A dalam bentuk provitamin A mencapai 9.000 SI/100 g pada
ubijalar yang daging umbinya berwarna orange atau jingga.
Serat Pangan
Menurut Woolfe (1992), serat pangan yang terdapat pada ubijalar adalah senyawa
pektin, hemiselulosa, dan selulosa. Kandungan serat pada ubilajar dapat menyeimbangkan
mikroflora usus, sehingga penyerapan zat gizi menjadi lebih baik dan usus lebih bersih.
Pektin sebagai serat pangan larut air mudah terfermentasi oleh bakteri usus yang
menguntungkan seperti Bifidobacteria sp. dan dapat menghambat pertumbuhan bakteri
yang merugikan seperti E. coli dan S. faecalis (Silalahi 2006 dalam Ginting dkk. 2011).
Serat ubijalar mudah menyerap kelebihan lemak dan kolesterol dalam darah dan
membuangnya melalui feses, sehingga kadar lemak dan kolesterol darah tetap terkendali
(Jaya 2013). Serat pangan tidak larut air (hemiselulosa dan selulosa) pada ubijalar
mempunyai kemampuan mengikat air dan memperbesar volume feses serta mengurangi
waktu transitnya di dalam kolon, sehingga mencegah terjadinya sembelit (Ginting dkk.
2011). Menurut Sutomo (2007), kandungan serat dan pektin pada ubijalar sangat baik
untuk mencegah gangguan pencernaan seperti wasir, sembelit hingga kanker kolon.
Indeks Glikemiks (IG)
Indeks glikemik adalah angka yang menunjukkan potensi peningkatan gula darah dari
karbohidrat yang tersedia pada suatu pangan (Anonim 2014d). Indeks ini berguna untuk
menentukan respon glukosa darah terhadap jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi
(Sarwono 2002). Pada bahan pangan, nilai indeks glikemiks dibagi dalam tiga taraf, yaitu
rendah (<55), sedang (55–70), dan tinggi (>70) (Foster dkk. 2002). Menurut Ginting dkk.
956
Hatmi dan Djaafar: Keragaman Umbi-umbian sebagai Pangan Fungsional
(2011), ubijalar memiliki nilai IG rendah sampai medium dengan kisaran 54–68, lebih
rendah dibandingkan dengan beras, roti tawar, dan kentang, namun sedikit lebih tinggi
daripada ubikayu. Indeks glikemik yang rendah menunjukkan bahwa bahan pangan
tersebut tidak mudah dicerna dan diserap tubuh, sehingga lambat menaikkan kadar gula
darah. Hal ini menyebabkan ubijalar aman dikonsumsi oleh penderita diabetes, karena
dapat mengontrol dan memperlambat peningkatan kadar gula darah penderita.
KESIMPULAN
Indonesia kaya akan makanan sumber karbohidrat seperti umbi-umbian. Beragam
umbi-umbian ditemukan di seluruh wilayah dan telah dimanfaatkan sebagai sumber
pangan. Beberapa umbi-umbian yang telah diteliti memiliki nilai fungsional yaitu
mengandung pati resisten, inulin, antosianin, glukomanan maupun indeks glikemik yang
rendah, sehingga bermanfaat bagi kesehatan manusia. Umbi-umbian ini potensial dikembangkan seiiring dengan meningkatnya kesadaran akan pola hidup sehat dan kebutuhan
akan makanan sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Gembili. http://supplykeongmas.blogspot.com/2012/10/gembili-jawa-mbili.
html. Diunduh pada tanggal 6 April 2014.
Anonim. 2013. Diversifikasi Tepung Garut Berbasis Komoditas Lokal Sebagai Panganan Fungsional.http://kelompoktikimia2010.wordpress.com/2013/06/29/diversifikasitepung-garut-berbasis-komoditas-lokal-sebagai-panganan-fungsional/. Diunduh pada
tanggal 7 April 2014.
Anonim. 2014a. Kategori Umbi-Umbian. http://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Umbi-umbian.
Diunduh pada tanggal 28 Maret 2014.
Anonim. 2014b. Ubi Jalar. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29245/4/Chapter%20II.pdf. Diunduh pada tanggal 2 April 2014.
Anonim. 2014d. Indeks Glikemik. http://id.wikipedia.org/wiki/Indeks_Glikemik. Diunduh
pada tanggal 3 April.
Anonim. 2014e. Gembili. http://id.wikipedia.org/wiki/Gembili. Diunduh pada tanggal 6 April
2014.
Anonim. 2014f. Umbi Garut. http://id.wikipedia.org/wiki/Garut_%28tumbuhan%29. Diunduh pada tanggal 7 April 2014.
Budoyo, Sentot. 2010. Kandungan Karbohidrat dan Pola Pita Isozim Pada Varietas Lokal Ubi
Kelapa (Dioscore alata) di Kabupaten Karanganyar. Tesis. Program Studi Magister Biosains. PPS-UNS. Surakarta.
Boban, T. P., B. Nambisan, and R.P. Sudhakaran. 2006. Hypolipidaemic effect of chemically
different mucilages in rats: a comparative study. British Journal of Nutrition 96: 1021–
1029.
Cahyono, B. 2007. Aneka Produk Olahan Palawija. Aneka Ilmu. Semarang.
Cevallos-Casals, B.A. and L.A. Cisneros-Zevallos. 2002. Bioactive and functional properties of
purple sweetpotato (Ipomoea batatas (L.) Lam). Acta Horticulture 583:195–203
Chuang, M.T., Y.S. Lin and W.C. Hau. 2007. Ancordin, the Major Rhizome Protein of Madeira-Vine, With Trypsin Inhibitory and Stimulatory Activities in Nitric Oxide Productions.
Peptides 28: 1311–1316.
Damat, Y. Marsono, Haryadi, M.N. Cahyanto. 2008. Efek Hipokolesterolemik dan Hipoglikemik Pati Garut Butirat Pada Tikus Sprague Dawley. Majalah Farmasi Indonesia, 19
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
957
(3):109–116.
Dinan, L., J. Harmatha and R. Lafont, 2001. Chromatographic procedures for the isolation of
plant steroids. J. Chromatogr. A 935: 105–123.
Dwi dan Prasetyo. Umbi-Umbian. http://www.scribd.com/doc/175127316/UMBI-UMBIANdocx. Diunduh pada tanggal 6 April 2014.
Ekelman and Dannan. 2009. Konjac Flour. http://Www.Inchem.Com. Diunduh pada tanggal 3
Maret 2010.
Faridah, D.N., D.R. Adawiyah, dan E. Pramurti, 2008. Pangan fungsional dari umbi suweg dan
garut: Kajian daya hipokolesterolemik dan Indeks Glikemiknya. Laporan Penelitian.
http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/byId/265754. Diunduh pada
tanggal 7 April 2014.
Faridah, D.N., 2011. Cookies berbahan baku pati garut termodifikasi. Foodreview Indonesia.
http://www.foodreview.co.id/preview.php?view2&id=56488#.U0Ia26L6VuM.
Diunduh pada tanggal 7 April 2014.
Furuta, S., Katsuki,H., Komarneni,S., 1998, Porous Hydroxyapatite Monoliths from Gypsum
Waste, j mater chem 8: 2803–6.
Foster-Powell K, Holt Susanna HA, Brand-Miller JC. 2002. International table of glyemic index
and glycemic load values. American Journal of Clinical Nutrition 76 : 5–56.
Ginting, E., J.S. Utomo, R. Yulifianti, dan M. Jusuf. 2011. Potensi Ubijalar Ungu sebagai
Pangan Fungsional. Iptek Tanaman Pangan 6(1): 116–138.
Harmayani, E., 2014. Manfaat Makanan Fungsional Bagi Penyandang Penyakit Degeneratif.
Annual Scientific Meeting. Dies Natalis Fakultas Kedokteran UGM. Yogyakarta.
Harijono, E.T., W.B. Sunarharum, dan I.S. Rakhmita, 2010. Karakteristik Kimia Ekstrak
Polisakarida Larut Air Dari Umbi Gembili (Dioscorea Esculenta) Yang Ditunaskan. Jurnal
Teknologi Pertanian, 11(3): 162–169.
Harijono, E.T., W.B. Sunarharum, dan K. I. Suwita, 2012. Efek Hipoglikemik Polisakarida
Larut Air Gembili (Dioscorea esculenta) yang Diekstrak Dengan Berbagai Metode. Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan. 23 (1): 1–8.
Ha, M.A., M.C. Jarvis and J.L. Man. 2000. A definition for Dietary Fiber. Eur J Clin Nutr. 54:
861–864.
Haryono, 2009. Pengembangan Teknologi Pengolahan Umbi Gadung dan Gembili Untuk
Pangan dan Bahan Obat Dalam Rangka Penguatan Petani dan Ketahanan Pangan.
Hasan, V., S. Astuti, dan Susilawati. 2011. Indeks glikemik oyek dan tiwul dari umbi garut
(Marantha arundinaceae L.), suweg (Amorphallus campanullatus Bi) dan singkong
(Manihot utillisima). Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian 16(1): 34–50.
Herlina, N.N., 2013a. Produksi Pati Gembili (Dioscorea acuelata L.) Termodifikasi Dan Aplikasinya Untuk Produk Pangan. Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Teknologi Pertanian.
Universitas Jember.
Herlina, 2013b. Gembili Bahan Pangan Alternatif Yang Mampu Turunkan Kadar
Kolesterol.
http://www.unej.ac.id/index.php/id/berita/akademik/378-gembili-bahanpangan-alternatif-yang-mampu-turrunkan-kadar-kolesterol.html. Diunduh pada tang-
gal 7 April 2014.
Jaya, E.F.P., 2013. Pemanfaatan Antioksidan Dan Betakaroten Ubi Jalar Ungu pada
Pembuatan Minuman Non-Beralkohol. Media Gizi Masyarakat Indonesia, 2(2): 54–57.
Juanda, D., dan B. Cahyono. 2000. Ubi jalar: Budidaya dan analisis usaha tani. Kanisius.
Yogyakarta.
Krisnawati. 2009. Homemade Food : Olahan ubi untuk bayi dan Balita. Gramedia. Jakarta.
Krisnayudha, K., 2007. Mempelajari Potensi Garut (Maranta arundiacea L.) dan Ganyong
(Canna edulis, Kerr) untuk Mendukung Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat. Skripsi.
958
Hatmi dan Djaafar: Keragaman Umbi-umbian sebagai Pangan Fungsional
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Liao, Y.H., C.Y. Tseng and W. Chen, 2006. Structural Characterization of Dioscorin, the Major
Tuber Protein of Yams, by Near Infrared Raman Spectroscopy. J. of Physics: Conference
Series 28: 119–122
Lim, Soyoung. 2012. Anthocyanin-Enriched Purple Sweet Potato for Colon Cancer Prevention.
Doctor of Philosophy. Department of Human Nutrition. College of Human Ecology.
Kansas State University. Manhattan. Kansas.
Lingga, P. 1986. Bertanam Umbi-Umbian. Penebar Swadaya, Jakarta.
Marsono, Y. 2002. Indeks glikemik umbi-umbian. Buletin Agritech. 22:13–16. Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Yogyakarta.
Moalic S., B. Liagre, C. Corbiere, A. Bianchi, M. Dauca, K. Bordji and J.L Beneytout. 2001. A
plant steroid, diosgenin induces apoptosis, cell cycle arrest and cox activity in osteosarcoma cells. FEBS Lett, 506:225–230.
Nasir, S., St.A. Rahayuningsih dan M.Muchlis Adie. 2012. Peningkatan Produksi Dan Kualitas
Umbi-Umbian. http://www.opi.lipi.go.id/data/1228964432/data/13086710321320847438. makalah.pdf. Diunduh pada tanggal 3 April 2014.
Nugraheni, M., 2014 Peranan Makanan Bagi Manusia. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/
tmp/MAKANAN%20FUNGSIONAL.pdf. Diunduh pada tanggal 3 April 2014.
Okwu, D.E. and C.U. Ndu. 2006. Evaluation of the phytonutrients, mineral and vitamin
contents of some varieties of yam (Dioscorea sp.). International Journal of Molecular
Medicine and Advance Science, 2: 199–203.
Oki, S., M. Masuda, S.Furuta, Y. Nishiba, N. Terahara, and I. Suda. 2002. Involvement of
Anthocyanin and other phenolic compounds in radical scavenging activity of purple –
fleshed sweet potatoes cultivar. J. Food Sci. 67 (5) : 1752–1756
Prabowo, A.Y., Estiasih, T., Purwantiningrum, I. 2014. Umbi Gembili (Dioscorea Esculenta L.)
Sebagai Bahan Pangan Mengandung Senyawa Bioaktif : Kajian Pustaka. Jurnal Pangan
dan Agroindustri 2 (3) : 129–135.
Richana, N. dan Sunarti, T.C. 2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimiatepung Umbi Dan Tepung
Pati Dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubikelapa Dan Gembili. Jurnal Pascapanen 1(1) : 29–
37.
Romli, H.U. 2002. Hutan Lestari Berkat Tanaman Porang. Cetak/ 0702/22/0607.htm. Diunduh
pada tanggal 3 Maret 2010.
Rosa, N., 2010. Pengaruh Penambahan Umbi Garut (Maranta Arundinaceae L) Dalam Bentuk
Tepung Dan Pati Sebagai Prebiotik Pada Yoghurt Sebagai Produk Sinbiotik Terhadap
Daya Hambat Bakteri Escherichia Coli. Skripsi. Program Studi Ilmu Gizi. Fakultas
Kedokteran. Universitas Diponegoro. Semarang.
Sajilata, M.G., R.S. Singhal, and P.R. Kulkarni. 2006. Resistant starch a review. CRFSFS Vol 5.
Sari, K.P., 2013. Tepung Glukomanan dari Umbi Porang sebagai Subtitusi Tepung Terigu pada
Produk Pangan Alternatif berupa Mie Rendah Kalori. Teknologi Industri Pertanian. IPB.
Bogor.
Sardesai, V.M., 2003. Introduction to Clinical Nutrition. Ed ke-2. USA: Marcel Dekker, Inc on:
Herb Panduan Hunters.
Silalahi J. 2006. Antioksidan dalam Diet dan Karsinogenesis. Cermin Dunia Kedokteran. 153:
42–47.
Sutomo, Budi., 2007. Ubi Ungu Cegah Kanker dan Kaya Vitamin A. http://budiboga.blogspot.
com. Diunduh pada tanggal 3 April 2014.
Suda, dkk. 2003. Transcatheter occlusion of patent ductus arteriosus using tornado platinum
coils. Pediatric International. 45 (1): 45–48.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
959
Trustinah dan A. Kasno, 2013. Uwi-uwian (Dioscorea) : Pangan Alternatif yang Belum Banyak
Dieksploitasi. http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/info-teknologi/1171-uwi-uwiandioscorea- pangan-alternatif-yang-belum-banyak-dieksploitasi.html. Diunduh pada tanggal
7 April 2014.
Upin F.Yuana. 2011. Pengaruh Konsentrasi Ragi Tape dan Lama Fermentasi Terhadap
Kualitas Ekstrak Kasar Polisakarida Larut Air Non Pati (PLA-NP) Umbi Gembili (Dioscorea
esculenta). Tesis. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
USDA. Sweet potato, cooked, baked in skin, without salt : Nutrient values and weights are for
edible portion. http://ndb.nal.usda.gov/ndb/foods/ show/3255?fg=&man=&lfacet=&
count=&max=&sort=&qlookup=&offset=&format=Abridged&new=&measureby
=. Diunduh pada tanggal 6 Mei 2014.
Winarti, S., E.Harmayani dan R.Nurismanto, 2011. Karakteristik dan profil inulin beberapa
jenis uwi (Dioscorea app.). Agritech. 31 (4): 378–383.
Winarti, S., Harmayani, E., Marsono, Y., Pranoto, Y. 2013a. Pengaruh foaming pada
pengeringan inulin umbi gembili (Dioscorea Esculenta) terhadap karakteristik fisiko-kimia
dan aktivitas prebiotik. Agritech. Vol. 33 (4) : 424–432.
Winarti, S., E.Harmayani, Y.Marsono, Y. Pranoto, 2013b. Effect of inulin isolated from lesser
yam (Dioscorea esculenta) on the growth of probiotics bacteria and SCFA formation
during fermentation. International Research Journal of Microbiology (IRJM) 4 (2): 53–63.
Woolfe, J.A., 1992. Sweet potato : an untapped food resource. Cambridge University Press.
Yamakawa, O and M. Yoshimoto. 2002. Sweetpotato as food material with physiological
functions. Acta Horticulture 583:179–185.
Yufdy, dkk. 2006. Tinjauan Pustaka : Ubi Jalar. Universitas Sumatera Utara. http://repository.
usu.ac.id/bitstream/123456789/26348/4/Chapter%20II.pdf. Diunduh pada tanggal 12
Mei 2014.
960
Hatmi dan Djaafar: Keragaman Umbi-umbian sebagai Pangan Fungsional
Download