BAB II KAJIAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA Juhaya S

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
Juhaya S. Praja1 mengatakan bahwa teori adalah istilah yang diperbincangkan
dalam berbagai kalangan ketika mempertanyakan suatu masalah, baik dalam ranah
ilmu pengetahuan2 maupun dalam kehidupan sehari-hari. Teori selalu dikaitkan
dengn sesuatu yang abstrak. Paul Edward3 mengatakan bahwa teori adalah something
assumed as a starting point for scientific investigation (asumsi dasar untuk
membuktikan penelitian ilmiah). Lebih lanjut, Juhaya S. Praja4 mengatakan bahwa
teori hukum adalah teori dalam bidang hukum yang berfungsi memberikan
argumentasi yang menyakinkan bahwa hal-hal yang dijelaskan itu adalah ilmiah, atau
paling tidak, memberikan gambaran bahwa hal-hal yang dijelaskan itu memenuhi
standar teoritis. Selanjutnya dikatakan bahwa tugas teori hukum adalah menjelaskan
nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum hingga pada landasan filosofisnya yang
tertinggi.
1
Periksa Juhaya S. Praja, Teori Hukum dan Aplikasinya, CV Pustaka Setia, Bandung, 2011,
hlm. 1.
2
Zainuddin Ali berpendapat bahwa ilmu dan pengetahuan sering dikacaubalaukan. Kedua kata
tersebut dianggap memiliki persamaan arti, bahkan ilmu dan pengetahuan dirangkum menjadi ilmu
pengetahuan. Kata ilmu ditransfer dari bahasa Arab “ilm” atau bahasa Inggris “science”. Pengetahuan
dapat diartikan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami
sesuatu obyek yang dihadapinya, atau hasil usaha manusia untuk memahami suatu obyek
tertentu.Pengetahuan dapat berwujud barang fisik, pemahamannya dilakukan dengan cara persepsi
baik lewat indera maupun lewat akal. Selain itu dapat pula obyek yang dipahami oleh manusia
berbentuk idealatau yang berhubungan dengan masalah kejiwaan, cara memahaminya dengan
komprehensif atau dapat berwujud substansi yang dipahami lewat persepsi. Apabila obyeknya berupa
nilai, maka pemahamannya lewat persepsi pula.
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab (ilm) adalah suatu bentuk aktivitas manusia yang dengan
melakukannya umat manusia memperoleh suatu pengetahuan dan pemahaman yang senantiasa lebih
lengkap dan lebih cermat tentang alam di masa lampau, sekarang dan akan datang, serta sesuatu
kemampuan yang meningkat untuk menyesuaikan dirinya dan/atau mengubah lingkungannya serta
mengubah sifatnya sendiri. Selain itu, ada yang berpendapat bahwa ilmu adalah proses yang membuat
pengetahuan. Periksa Zainuddin Ali, Filsafat Hukum, Cetakan ke-5, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm.
3.
3
Paul Edward dan Lewis Mulfard Adams, Webster World Universiti Dictionari, Publishters
Company Inc, Washington DC, 1965, hlm. 1037. Ibid.
4
Ibid, hlm. 53.
Istilah teori hukum5 diberikan makna yang berbeda antar para sarjana hukum. W.
Friedman, Finch dan Gijssels memberikan istilah legal theorie atau rechttheorie,
sedangkan Paton dan Posner memberikan istilah jurisprudence6. Menurut bahasa,
teori berasal dari bahasa Latin (theoria) yang artinya perenungan, dimana thea: cara
pandang atau hasil pandang7. Kemudian memiliki arti suatu kontruksi di alam cita
atau ide manusia (realitas in abstracto), dibangun dengan maksud untuk
menggambarkan secara reflektif fenomena yang dijumpai di alam pengalaman yang
tersimak bersaranakan indera manusia, (realitas in concreto)8.
A. Teori Negara Hukum
Istilah negara hukum secara di dunia ini disebut dalam beberapa nama yakni
“Rechtstaat” (dalam bahasa Jerman dan Belanda), “Etat de Droit” (dalam bahasa
Perancis), “Stato di Diritto” (bahasa Italia)9. Istilah ini lahir dikarenakan dinamika
kenegaraan yang oleh para pakar sepakat untuk membatasi kekuasaan penguasa
negara agar tidak menyalahgunakan kekuasaannya untuk menindas rakyat10.
Sedangkan dalam 2 (dua) pandangan/aliran besar para pakar di dunia membedakan
istilah negara hukum disebut dengan “Rechtstaat” dan “Rule of Law”.
Negara-negara Eropa Kontinental menyebut istilah Negara Hukum dengan
istilah Rechtstaat. Rechtstaat merupakan lawan dari negara kekuasaan (Machstaat).
5
Terdapat pula istilah legal doctrine. Bandingkan dengan pendapat Aleksander Peczenik. Ia
mengatakan bahwa legal doctrine dalam hukum Eropa Kontinental (scientia iuris, rechtswissenschaft,
rechtsdogmatik, doctrine of law, legal dogmatics) terdiri dari professional legal writings, e.g.,
handbooks, monographs, etc., whose task is to systematize and interpret valid law. Lebih lanjut
dikatakan bahwa, “the work of legal doctrine is almost always value-laden. Legal doctrine is a good
example of a practice of argumentation, pursuing knowledge of the existing law, yet in many cases
leading to a change in the law”. Periksa Aleksander Peczenik, A Theory of Legal Doctrine, Ratio
Juris, Vol. 14 No. 1 March 2001, hlm. 75-76.
6
Periksa Adi Sulistiyono, Materi Kuliah Teori Hukum. Disampaikan pada perkuliahan Program
Pascasarjana Program Magister (S-2) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta 2013.
7
Ibid.
8
Ibid.
9
Periksa Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), Cetakan ke-2, PT. Refika
Aditama, Jakarta, 2011, hlm. 2.
10
Ibid, hlm. 1-2.
Istilah Rechtstaat mempunyai pengertian yang sejajar dengan pengertian ”Rule of
Law” di negara-negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon11.
Dicey mengatakan bahwa supremasi hukum mengutip hukum klasik dari
pengadilan-pengadilan di Inggris sebagai berikut:
“La ley est la plus haute inheritance, que le roi had; car par la ley it meme et
toutes ses sujets sont rules, et si la ley ne fuit, nul roi et nul inheritance sera.
(Hukum menduduki tempat tertinggi, lebih tinggi dari kedudukan raja,
terhadapnya rajadan pemerintahannya harus tunduk, dan tanpa hukum maka
tidak ada raja dan tidak ada pula kenyataan hukum ini)12.
Selanjutnya Dicey mengatakan bahwa ada 3 (tiga) arti dari rule of law, yaitu13:
1.
Supremasi absolut ada pada hukum, bukan pada tindakan kebijaksanaan atau
prerogatif penguasa.
2.
Berlakunya prinsip persamaan dalam hukum (equality before the law), di mana
semua orang harus tunduk kepada hukum, dan tidak seorang pun yang berada di
atas hukum (above the law).
3.
Konstitusi merupakan dasar dari segala hukum bagi negara yang bersangkutan.
Dalam hal ini, hukum yang berdasarkan konstitusi harus melarang setiap
pelanggaran terhadap hak dan kemerdekaan rakyat.
Di samping itu dalam konsep Rule of Law atau negara hukum yang baik harus
menempatkan dengan jelas tentang pengaturan prinsip-prinsip negara hukum dalam
konstitusinya karena merupakan hal yang paling pokok. Misalnya pengaturan tentang
hal-hal sebagai berikut14:
1.
Tentang perlindungan hak-hak dan kebebasan-kebebasan fundamental dari
rakyat.
11
Ibid.
Periksa Bruno Leoni, Freedom and the Law, Nash Publishing, Los Angeles, 1972, hlm. 62.
Ibid. hlm. 2.
13
Periksa ESC Wade dan AW Bradley, Constitutional and Administrative Law, Longman
House, London, 1985, hlm. 94. Ibid, hlm. 3-4.
14
Ibid, hlm. 4.
12
2.
Tentang prinsip supremasi hukum.
3.
Tentang pemisahan kekuasaan.
4.
Tentang prinsip checks and balances.
5.
Tentang pembatasan kewenangan pemerintah agar tidak sewenang-wenang.
6.
Tentang pemilihan umum yang bebas, rahasia, jujur, dan adil.
7.
Tentang akuntabilitas pemerintah kepada rakyat dan partisipasi rakyat dalam
menjalankan kekuasaan negara.
Konsep negara hukum - rule of law mempunyai esensi berupa15:
1.
Negara mempunyai hukum yang adil.
2.
Berlakunya prinsip distribusi kekuasaan.
3.
Semua orang, termasuk penguasa negara harus tunduk kepada hukum.
4.
Semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam hukum.
5.
Perlindungan hukum terhadap hak-hak rakyat.
Munir Fuady16 berpendapat bahwa negara hukum adalah suatu sistem
kenegaraan yang diatur berdasarkan hukum yang berlaku yang berkeadilan yang
tersusun dalam suatu konstitusi, di mana semua orang dalam negara tersebut, baik
yang diperintah maupun yang memerintah, harus tunduk hukum yang sama, sehingga
setiap orang yang sama diperlakukan sama dan setiap orang diperlakukan berbeda
dengan dasar pembedaan yang rasional, tanpa memandang perbedaan warna kulit,
ras, gender, agama, daerah dan kepercayaan, dan kewenangan pemerintah dibatasi
berdasarkan suatu prinsip distribusi kekuasaan, sehingga pemerintah tidak bertindak
sewenang-wenang dan tidak melanggar hak-hak rakyat, karenanya kepada rakyat
diberikan peran sesuai kemampuan dan peranannya secara demokratis17.
15
16
Ibid, hlm. 6.
Ibid, hlm. 3.
Francis Fukuyama menjelaskan pengertian demokratis sebagai berikut: “Democracies
themselves are also organized hierarchically. A modern president of the United States in some respects
has much power than a oriental despot ever dreamed of, including the power to vaporize much of the
17
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa inti dari negara hukum adalah bahwa semua
orang, baik yang memerintah maupun yang diperintah, sama-sama tunduk kepada
hukum yang berlaku, dalam arti semua orang yang sama diberlakukan sama oleh
hukum, dan yang berbeda (secara rasional) diberlakukan berbeda pula. Dengan
perkataan lai, dalam suatu negara hukum, hukum haruslah bersifat adil, sehingga
ketika semua orang dalam negara tersebut harus tunduk kepada hukum, berarti
tunduk kepada hukum yang adil pula. Secara teoritis, jika semua orang harus tunduk
atau dipaksa tunduk kepada hukum, tetapi hukumnya tidak adil, hal ini berarti orang
tersebut hidup dalam negara yang sebenarnya tirani. Karena itu, terhadap istilah
negara hukum, sebenarnya yang jauh lebih akurat jika dipakai istilah “negara
keadilan” atau “negara hukum yang berkeadilan”. Dalam hal ini harus diingat bahwa
“keadilan” adalah tujuan hukum yang terpenting, meskipun bukan merupakan tujuan
hukum satu-satunya18.
Dalam konteks Indonesia pandangan negara hukum yang dianut adalah konsep
Rechtstaat karena dominasi sistem hukum Eropa Kontinental yang masif dalam
segala lapis kehidupan. Begitu juga dengan NKRI, UUD RI 1945 sebelum
Amandemen I-IV, dalam Penjelasan19 menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar
suatu Negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar negara itu. Undang-Undang
Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara, meskipun tidak tertulis. Kata
rechtstaat disebutkan di dalam UUD RI 1945, bahwa Indonesia ialah Negara yang
berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka
(machsstaat).
world with nuclear weapons. The difference is less a matter of hierarchy than the fact that authority in
a democracy is legitimized through popullar consent and is limited in its power over individuals.
Democratic hierarchies have produced inefficiencies just like their authoritarian counter parts, and so
within virtually all contemporary democracies, there has been substantial preasure to decentralize,
federalize, privatize, and delegate authority.” Periksa Francis Fukuyama, The Great Disruption:
Human Nature and The Reconstitution of Social Order, The Free Press, New York, 1999, p. 194-195.
18
Munir Fuady, Op., Cit, hlm. 179.
19
Periksa Penjelasan UUD RI 1945 sebelum Amandemen I-IV.
Hukum pada pokoknya adalah produk pengambilan keputusan yang ditetapkan
oleh fungsi-fungsi kekuasaan negara yang mengikat subjek hukum dengan hak-hak
dan kewajiban hukum berupa larangan (prohibere) atau keharusan (obligatere),
ataupun kebolehan (permittere). Hukum negara adalah hukum yang ditetapkan
dengan keputusan kekuasaan negara sebagai hasil tindakan pengaturan, penetapan,
atau pengadilan. Karena itu, dapat dikatakan bahwa negara sebagai organisasi
kekuasaan umum dapat membuat tiga macam keputusan yang mengikat secara
hukum bagi subjek-subjek hukum yang terkait dengan keputusan-keputusan itu20.
Gustav Radbruch mengatakan bahwa21:
Law in the philosophical sense is to be defined as a “reality which has as its
function the service of the idea of right. The concept of law is directed towards
the idea of right. The ideaa of right contains on the one hand the demand for
justice, and on the other hand the demand for the satisfaction of vital human
and state needs in the various spheres of social life.
Mengenai istilah UUD maupun konstitusi, Mahfud MD22 berpendapat bahwa
penggunaan istilah “konstitusi” dan “UUD” sering dipergunakan dalam arti yang
sama. Pada umumnya konstitusi diartikan lebih luas dari pada UUD, karena
konstitusi mencakup yang tertulis dan tak tertulis, namun tidak sedikit pakar yang
menyamakan istilah konstitusi dengan UUD, bahkan mengatakan bahwa UUD itu
adalah terjemahan atau hanya istilah lain dari constitution. Sebagai contoh, UUD
Amerika Serikat yang mencakup semua hukum dasar di dalam dokumen tertulis
disebut sebagai Konstitusi Amerika Serikat. Bahkan, Indonesia pernah mempunyai
konstitusi tertulis, tetapi tidak disebut UUD melainkan disebut konstitusi yakni
Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949. CF. Strong di dalam bukunya, the
Modern Political Constitution ..., bahkan menyatakan kelirunya pembedaan
20
Periksa Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2010, hlm. 7.
21
Periksa Gustav Radbruch, Grundzüge der Rechtsphilosophie, 2nd ed dalam Franz L.
Neumann, The Rule of Law: Political Theory and The Legal System in Modern Society, Berg
Publishers Ltd, Heidelberg, 1986, p. 12.
22
Periksa Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara: Pasca Amandemen Konstitusi, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm. ix-x.
penggunaan antara konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis. Pendapat Strong ini
tentu memperkuat pandangan bahwa bisa saja istilah konstitusi dan UUD digunakan
dalam arti yang sama23.
Kamus Besar Bahasa Indonesia24 mendefinisikan konstitusi sebagai: 1. segala
ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan (undang-undang dasar dsb); 2.
undang-undang dasar suatu negara.
B. Teori Penguasaan Negara dan Monopoli Negara
Esensi dari penguasaan pada hakikatnya berbicara mengenai konsep hak dan
kewajiban. Dua hal yang tidak mungkin dapat dipisahkan karena hak dan kewajiban
senantiasa muncul ketika upaya pemenuhan atas hak kemudian memunculkan
kewajiban,
atau
sebaliknya
upaya
pemenuhan
atas
kewajiban
kemudian
memunculkan hak.
Hak dimiliki oleh manusia sejak ia lahir yang dibawanya sampai ia meninggal.
Hak yang melekat sejak lahir dan disandangnya sejak meninggal itu kemudian
dikenal sebagai hak asasi manusia. Dimana dalam perkembangannya dimunculkan
dan diakui dalam Declaration Universal of Human Right sebagai upaya masyarakat
internasional untuk memperjuangkan hak-hak mereka yang diimplementasikan
melalui
lembaga-lembaga
internasional,
seperti
NGO
(Non
Government
Organization) maupun melalui ILO (International Labour Organization).
Hukum hadir dan eksis dalam menjaga keseimbangan atas kepentingankepentingan oleh banyak orang maupun antar orang pribadi yang senantiasa
bergesekan, menimbulkan permasalahan, sehingga oleh hukum, gesekan dan
permasalahan tersebut ditekan, diminimalisir dan kalau bisa dihilangkan. Disamping
menjaga keseimbangan dan mendistribusikan keadilan, memberikan kemanfaatan dan
memberikan kepastian atas pemenuhan kepentingan-kepentingan tersebut, hukum
melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan
kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian
23
Ibid.
Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Jakarta, 2008, hlm. 750.
24
kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti ditentukan keluasan dan
kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut sebagai hak25. Tidak
setiap kekuasaan disebut sebagai hak karena pada kekuasaan tertentu saja yang
diberikan oleh hukum kepada seseorang.
Zainuddin Ali26 mendefinisikan hak sebagai seperangkat kewenangan yang
diperoleh seseorang baik berupa hak yang melekat sejak ia lahir sampai
meninggalnya yang biasa disebut sebut hak asasi manusia maupun yang muncul
ketika melakukan intraksi sosial dengan sesamanya. Sedangkan kewajiban
merupakan suatu yang harus dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya baik
kewajiban sebagai hamba yang dibebankan oleh Penciptanya (Allah SWT) maupun
kewajiban yang muncul ketika melakukan interaksi sosial dengan sesamanya. Maka
dari itu kehadiran hukum dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan kebutuhan manusia baik dari Penciptanya maupun kepentingan
manusia dalam masyarakat27. Esensial dimiliki atau melekat kepada seseorang sejak
ia lahir yang diakui oleh hukum serta dilindungi. Hak dan kewajiban dapat hilang
melalui mekanisme yang ditetapkan oleh hukum karena seseorang tersebut
melakukan sesuatu yang menurut hukum tidak boleh dilakukan.
Kemudian lebih lanjut ciri yang melekat pada hak menurut hukum adalah
sebagai sebagaimana disampaikan oleh Fitzgerald berikut28:
1.
Hak itu dilekatkan kepada seseorang yang disebut sebagai pemilik aatau subyek
dari hak itu. Ia juga disebut sebagai orang yang memiliki titel atas barang yang
menjadi sasaran dari hak.
2.
Hak itu tertuju kepada orang lain, yaitu yang menjadi pemegang kewajiban.
Antara hak dan kewajiban terdapat hubungan korelatif.
25
Satjipto Rahardjo, Op., Cit, hlm. 53.
Zainuddin Ali, Op., Cit, hlm. 27.
27
Ibid.
28
P.J Fitzgerald, Salmond on Jurisprudence, Sweet & Mazwell, London, 1966, hlm. 221, dalam
Satjipto Rahadjo, Op., Cit, hlm. 55.
26
3.
Hak yang ada pada seseorang
ini mewajibkan pihak lain untuk melakukan
(commission) atau tidak melakukan (omission) sesuatu perbuatan. Ini bisa disebut
sebagai isi dari hak.
4.
Commission atau omission itu menyangkut sesuatu yang bisa disebut sebagai
obyek dari hak.
5.
Setiap hak menurut hukum itu mempunyai titel, yaitu suatu peristiwa tertentu
yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada pemiliknya.
I Gusti Ayu KRH29 mengatakan bahwa dalam ilmu negara, asal usul kekuasaan
negara kerap dihubungkan dengan teori kedaulatan (sovereignty) sebab dikaitkan
dengan soal siapa yang berdaulat atau memegang kekuasaan dalam suatu negara
dimana secara teoritik kekuasaan negara atas sumber daya alam bersumber dari
rakyat yang dikenali sebagai hak bangsa. Lebih lanjut dikatakan bahwa negara
dipandang sebagai teritorial publieke rechtsgemeenschap van overhead en
onderdanen, yang memiliki karakter sebagai suatu lembaga masyarakat hukum,
sehingga kepadanya diberikan bidang kuasa atau kekuasaan untuk mengatur,
mengurus dan memelihara (mengawasi) pemanfaatan seluruh potensi sumber daya
alam (natural resources) yang ada dalam wilayahnya secara intern30.
Bagir Manan31 menjelaskan bahwa terdapat perbedaan yang sangat mendasar
antara paham kedaulatan negara dan paham kedaulatan rakyat. Paham kedaulatan
negara mengonstruksikan negara mempunyai kehendak sendiri terlepas dari kehendak
rakyat. Kehendak sendiri negara adalah tertinggi (berdaulat) dan rakyat tunduk pada
kehendak negara. Paham kedaulatan negara menuju pada sistem negara totaliter
(semua harus tunduk secara total pada negara) bukan menuju sistem negara
berkedaulatan rakyat. Maka dari itu, hukum sesuai dengan wataknya membatasi caraPeriksa I Gusti Ayu KRH, “Kedaulatan Sumber Daya Alam di Indonesia sebagai Aktualisasi
Nilai-Nilai Pancasila”, Jurnal Hukum Yustisia, Edisi 88 Januari-April 2014, Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta, hlm. 52.
30
Loc., Cit.
31
Periksa Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, FH UII Press, Yogyakarta, 2003, hlm. 2324.
29
cara mencapai tujuan atau sasaran. Hukum tidak membenarkan segala cara. Tatanan
hukum menghendaki proses dan alur-alur tertentu yang harus ditempuh setiap orang
yang berkepentingan32.
Aliran Critical Legal Studies mempertegas eksistensi keberadaan makna
“menguasai oleh negara” dimana mereka mengoreksi33 pandangan dari kalangan
positivisme hukum. Penganut aliran ini menganggap bahwa hukum bukanlah lahir
tanpa adanya intervensi. Hukum muncul sebagai kolaborasi berbagai macam
kepentingan yang seringkali menimbulkan gesekan antar kepentingan tersebut.
Sebagai contoh, munculnya beberapa undang-undang yang pernah diteliti oleh Adi
Sulistiyono, dkk34 yang berjudul “Hukum Ekonomi dan Transplantasi Hukum
(Analisis Politik Hukum Terhadap Legislasi di Bidang Perekonomian di Indonesia).”
Di dalam penelitian tersebut disimpulkan tiga hal, yakni:
1.
Politik hukum pemerintah Indonesia dalam merespon globalisasi ekonomi
diawali dengan menyepakati GATT Uruguay Round pada tahun 1994, dan
menerbitkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Agreement
Establishing
The
World
Trade
Organization
(Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Setelah meratifikasi kesepakatan
GATT-PU,kemudian diikuti dengan membentuk 49 (empat puluh sembilan) UU,
yang mencakup 20 (dua puluh) perundang-undang bidang jasa, 16 (enam belas)
perundang-undangan bidang investasi, dan 13 (tiga belas) perundang- undangan
bidang HaKI.
2.
Pembentukan peraturan perundang-undangan bidang ekonomi yang strategis di
Indonesia banyak dilakukan melalui metode transplantasi hukum. Transplantasi
hukum
32
adalah proses perpindahan aturan hukum atau doktrin hukum atau
Ibid, hlm. 242.
Critical Legal Studies has delivered a coherent legal discourse about social injustice and the
role played by the legal community. Periksa E Dana Neacsu, CLS Stands for Critical Legal Studies, If
Anyone Remembers, Journal of Law and Policy, 2000, hlm. 8.
34
Periksa Adi Sulistiyono, dkk, Hukum Ekonomi dan Transplantasi Hukum (Analisis Politik
Hukum terhadap Legislasi di Bidang Perekonomian di Indonesia), Hibah Penelitian Guru Besar yang
Didanai DIPA BLU UNS, 2012, hlm. 217-220.
33
institusi hukum atau struktur hukum dari suatu masyarakat satu ke masyarakat
lain. Transplantasi hukum bisa dilakukan secara paksaan (kolonialisme) dan
sukarela melalui perjanjian internasional35. Dalam prakteknya sejak era orde baru
sampai era orde reformasi, transplantasi hukum secara sukarela tersebut banyak
pula diwarnai berbagai intervensi asing. Intervensi asing tersebut, nampak dalam
motivasi politik dan bisnis dibalik proses transplantasi berbagai peraturan
perundang-undangan bidang ekonomi di Indonesia. Terkait dengan transplantasi
perjanjian internasional, Indonesia mengenal pengesahan (ratifikasi) melalui dua
sarana, yakni melalui Undang-Undang atau keputusan presiden.
3.
Sepuluh Undang-Undang yang dikaji dalam penelitian ini (Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal; Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan; Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen; Undang-Undang No. 19 Tahun 2004
tentang Kehutanan; UU Migas; Undang-Undang No. 20 Tahun 2002 tentang
Ketenagalistrikan; Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal, menunjukkan bahwa bisnis konglomerasi asing di Indonesia
melalui perpanjangan tangannya, World Bank, IMF, dan USAID menekan
35
Negara-negara maju maupun negara-negara berkembang memerlukan peraturan internasional
untuk:
1. menghentikan tindakan-tindakan penghambat perdagangan dalam situasi prosedur-prosedur
tersebut tidak diperlukan dan juga tidak diinginkan, tetapi tetap diterapkan dikarenakan tekanan
dari kelompok-kelompok tertentu yang terorganisasi dengan baik;
2. memberikan keamanan dan kepastian kepada pedagang-pedagang sehubungan dengan peraturanperaturan nasional yang diterapkan kepada perdagangan internasional atas barang dan jasa
mereka;
3. menjamin nilai-nilai sosial dan kepentingan lainnya, seperti kesehatan masyarakat, lingkungan,
keamanan konsumen, standar-standar pembayaran upah minimum, pengembangan ekonomi dan
moral masyarakat, dapat melindungi dan ditingkatkan secara sepadan.
Periksa Peter van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi, Pengantar
Hukum WTO (World Trade Organization), Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2010, hlm. 1-2.
Indonesia untuk melakukan transplantasi hukum guna memberikan perlindungan
terhadap kegiatan-kegiatan bisnisnya. Upaya penekanan tersebut terutama
dilakukan ketika Indonesia memerlukan bantuan dana, baik melalui pinjaman
ataupun hibah. Indonesia diharuskan menandatangani kesepakatan (LoI-Letter of
Intent)36 yang berisi prasyarat (kondisionalitas) tertentu yang harus dipenuhi
sebelum dana pinjaman dikucurkan.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Adi Sulistiyono tersebut sejalan
dengan latar belakang penelitian ini bahwasanya beberapa regulasi di bidang energi
(UU Migas, dan UU Ketenagalistrikan) merupakan hasil “asistensi asing” dimana
setelah diundangkannya banyak merugikan hak konstitusional warga negara, telah dijudicial review pula oleh Mahkamah Konstitusi.
Makna penguasaan negara pada hakikatnya adalah pemberian kewenangan
memonopoli dari Konstitusi kepada negara dan institusi yang ditunjuk untuk itu
dalam rangka menjalankan tujuan negara. Konstruksi penguasaan negara yang pada
hakikatnya adalah monopoli pada masa sekarang berbeda pada masa Orde Baru lalu,
dimana Semasa pemerintahan rezim Orde Baru Soeharto, masalah monopoli sangat
merajalela sehingga membicarakan monopoli apalagi membuat suatu undang-undang
khusus untuk itu merupakan hal tabu yang sangat tidak enak didengar, terutama oleh
pemerintah kala itu. Monopoli-monopoli saat itu sebut saja seperti monopoli cengkeh,
jeruk manis, minyak goreng, kertas, tepung terigu, mie instan, perkayuan, gedung
bioskop, mobil nasional, dan lain-lain37.
36
Menurut Kwik Kian Gie, ada suatu dokumen LoI, dimana Letter of Intent milik Turki
dipakaikan untuk Indonesia, maksud beliau, Letter of Intent yang diberikan IMF kepada Indonesia
terkesan hanya find dan replace kata Turkey diganti replace with Indonesia, kejadian tersebut
diketahui dengan adanya salah ketik, yakni tulisan yang semestinya diketik Turkey tetapi diketik
Turky. Periksa Kwik Kian Gie, Kebijakan Politik dan Hilangnya Nalar, Kompas, Jakarta, 2009, hlm.
66-67.
37
Periksa Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli: Menyongsong Era Persaingan Sehat, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 3.
Kata “monopoli” berasal dari kata Yunani yang berarti “penjual tunggal”38. Di
samping istilah monopoli, di USA sering digunakan kata “antitrust” untuk pengertian
yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai
oleh masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan istilah “monopoli”. Di
samping itu terdapat lagi istilah yang artinya mirip-mirip yaitu istilah “kekuatan
pasar”. Dalam praktek keempat istilah tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”,
“kekuatan pasar”, “dominasi” saling ditukarkan pemakaiannya. Keempat istilah
tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang
menguasai pasar, di mana di pasar tersebut tidak tersedia lagi produk substitusi atau
produk substitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut
untuk menerapkan harga produk yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum
persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar. Wolfgang
Fikentscher39 menambahkan bahwa perbedaan antara the law on antitrust and against
unfair competition, both under domestic law and international regimes, is the
distinction between free and fair.
C. Teori Politik Hukum
Perbincangan politik hukum muncul pada saat hukum sebagai suatu unsur
dalam subsistem masyarakat tidak dapat berjalan murni dan netral, baik dalam proses
pembentukan maupun pelaksanaannya. Dengan perkataan lain, politik hukum muncul
sebagai suatu disiplin hukum alternatif di tengah kebuntuan metodologis dalam
memahami kompleksitas hubungan antara hukum dan entitas bukan hukum, yang
dalam hal ini ialah politik40. Secara etimologis, istilah politik hukum merupakan
38
Periksa Fishwick Frank, Strategi Persaingan, PT. Alex Media Komputindo, Jakarta, 1993,
hlm 21, Penerjemah: Moh. Kurdi Djunaedi. Ibid.
39
Periksa Wolfgang Fikentscher, Rules of Technology Transfer and Antitrust in Current
International Agreements and the Proposed International Antitrust Code dalam Christoper Heath and
Kung-Chung Liu (ed), Legal Rules of Technology Transfer in Asia, Kluwer Law International,
London, 2002, p. 7.
40
Periksa Deni Bram, Politik Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup, Setara Press, Malang,
2014, hlm. 6-7.
terjemahan dalam bahasa Indonesia dari istilah hukum Belanda “rechtspolitiek,” yang
merupakan gabungan dari 2 (dua) kata, yaitu “recht” dan “politiek”. Dalam bahasa
Indonesia, recht diartikan sebagai hukum, yang berasal dari bahasa Arab “hukm”
yang berarti putusan, ketetapan, perintah, pemerintahan, kekuasaan, hukuman, dan
lain-lain41.
Diskursus politik hukum erat kaitannya dengan kebijakan publik, sebagaimana
pendapat Bambang Sunggono42 sebagai berikut:
“ ... para sarjana hukum Indonesia tampaknya belum memberikan perhatian
yang serius pada studi mengenai hukum dan kebijaksanaan publik. Padahal
perkembangan semakin menunjukkan bahwa hukum juga melakukan hubungan
yang ekstra dengan kebijaksanaan publik, bahkan tidak berlebihan kiranya
kalau kita katakan bahwa hukum dan kebijaksanaan publik merupakan dua hal
yang dapat dibedakan tetapi tidak terpisahkan. Kenyataan empirik juga semakin
menunjukkan kepada kita bahwa “law effectively legitimates policy”, hukum
merupakan sarana yang paling efektif untuk mewujudkan tujuan-tujuan politik
negara.”
James E. Anderson43 pun berpendapat:
“In general usage, the term policy designates the behavior of some actor or set
of actors, such as an official, a governmental agency, or a legislature, in an
area of activity such as public transportation or consumer protection. Public
policy also may be viewed as whatever governments choose to do or not to do.
Such definitions may be adequate for ordinary discourse, but because we set
out in this book to do a systematic analysis of public policy, a more precise
definition or concept is needed to structure our thinking and to facilitate
effective communication with one another.”
41
Periksa Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, MacDonald & Evans Ltd,
London, 1980, hlm. 196. Ibid, hlm. 7.
42
Periksa Bambang Sunggono, Hukum dan Kebijakan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, 1994,
hlm. 3-4.
43
Periksa James E. Anderson, Public Policymaking: An Introduction, Seventh Edition,
Wadsworth, Cengage Learning, 2011, p.6
Banyak sekali pakar yang mendefinisikan pengertian politik hukum di dalam
berbagai literatur. Mahfud MD44 mengemukakan pengertian politik hukum sebagai
legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik
dengan pembuatan hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum
baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan
negara. Dengan demikian, politik hukum merupakan pilihan tentang hukum-hukum
yang akan diberlakukan sekaligus pilihan tentang hukum yang akan dicabut atau tidak
diberlakukan yang kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan negara seperti
yang tercantum di dalam Pembukaan UUD RI 1945.
Solly Lubis45 menyatakan bahwa dilihat melalui pendekatan politik, hukum
dipandang sebagai produk atau output dari proses politik atau hasil pertimbangan
pertimbangan dan perumusan kebijakan publik (product of political decision making;
formulation of public policy). Namun di samping hukum sebagai produk
pertimbangan politik, dikenal pula politik hukum (legal policy) yakni garis atau dasar
kebijakan untuk menentukan hukum yang seharusnya berlaku dalam negara.
Di dalam penelitian ini dipakai definisi politik hukum menurut Mahmud MD
bahwa politik hukum legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang
akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum yang akan diberlakukan baik
dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam
rangka mencapai tujuan negara. Hal ini dikarenakan bahwa ada beberapa komponen
dalam subsistem hukum yang harus diganti guna mencapai tujuan negara
sebagaimana diamanahkan dalam Konstitusi.
D. Teori Sistem Hukum
44
Periksa Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Cetakan ke-5, PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2012, hlm. 1.
45
Periksa Solly Lubis, Politik dan Hukum di Era Reformasi, Mandar Maju, Bandung, 2000,
hlm. 23.
Sistem46 hukum terdiri dari dua kata yaitu sistem dan hukum. Sistem
merupakan suatu kesatuan yang bersifat kompleks, yang terdiri dari bagian-bagian
yang berhubungan satu sama lain47. Kemudian pendapat mengenai sistem oleh
Schrode dan Voich sebagaimana dikutip oleh Satjipto Rahardjo48, pengertian dasar
yang terkandung dalam sistem adalah sebagai berikut:
1.
Sistem itu berorientasi kepada tujuan.
2.
Keseluruhan adalah lebih dari sekadar jumlah dari bagian-bagiannya (wholism).
3.
Suatu sistem berinteraksi dengan sistem yang lebih besar, yaitu lingkungannya
(keterbukaan sistem).
4.
Bekerjanya bagian-bagian dari sistem itu menciptakan sesuatu yang berharga
(transformasi).
5.
Masing-masing bagian harus cocok satu sama lain (keterhubungan).
6.
Ada kekuatan pemersatu yang mengikat sistem itu (mekanisme kontrol).
Selanjutnya dikatakan oleh Satjipto Rahardjo49 bahwa pemahaman sistem
sebagai metode dikenal melalui cara-cara pendekatan terhadap suatu masalah yang
disebut pendekatan-pendekatan sistem. Pendekatan ini mengisyaratkan kepada kita
agar menyadari kompleksitas dari masalah yang kita hadapi dengan cara menghindari
pendapat
46
yang
terlalu
menyederhanakan
persoalan
dan
dengan
demikian
Ibnu Subiyanto mengatakan bahwa Hakikatnya suatu sistem merupakan organisasi yang
“hidup” yang bergerak dan digerakkan oleh manusia pelaksana untuk menjalankan misi yang diemban
sistem tersebut. Sebagai suatu sistem (seperti manusia) adalah organisasi yang mengenal kerusakan,
kelelahan, kehancuran, peremajaan, sistem, dan likuidasi. Oleh karena itu, suatu sistem harus dijaga
(secure) dan dikembangkan (development) agar tetap berfungsi untuk menjalankan fungsi serta dapat
bertahan di tengah interaksi dengan sistem yang lain. Kerusakan suatu sistem disebabkan oleh faktor
internal sistem (kesalahan penggunaan operasi, keausan (fatigue) yang dibiarkan, malfungsi) dan dari
faktor eksternal (dirusak oleh sistem yang lain, sabotase). Periksa Abdul Halim dan Icuk Rangga
Bawono (ed), Op., Cit.
47
Periksa Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum ... Op., Cit, hlm. 48.
48
Periksa William A Schrode dan Dan Voich, Organization and Management: Basic System
Concepts, Tllahassee, Florida State University Press, Fla, 1974, hlm. 122. Ibid, hlm. 48-49.
49
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum ... , Op., Cit.
menghasilkan pendapat yang keliru. Beliau50 menambahkan bahwa pertanyaan
tentang
bagaimana
membangun
sistem
hukum
Indonesia,
kiranya
perlu
disempurnakan dan dilengkapi menjadi bagaimana akan menempatkan Indonesia di
tengah-tengah pesta global atas bagaimana Indonesia akan menjalankan peranannya
dalam situasi global.
Kemudian berbicara mengenai hukum dimana sebagai suatu cabang ilmu yang
berdiri sendiri sampai saat ini, tidak dapat diketemukan kata sepakat mengenai
pengertian hukum. Hal ini dikarenakan obyek dan subyek kajian hukum yang sangat
luas dan cara pengkristalisasi makna dari hukum itu sendiri oleh para pakar hukum
berbeda-beda karena dipengaruhi kondisi masyarakat, sosial-politik, ekonomi, dan
budaya yang berbeda-beda. H.L.A. Hart51 pun berpandangan bahwa para ahli hukum
yang paling lihai sekalipun merasakan bahwa, meskipun mereka tahu tentang hukum,
ada banyak hal mengenai hukum dan hubungannya dengan hal-hal lainnya yang tidak
mampu mereka jelaskan dan tidak sepenuhnya mereka pahami. Seperti seseorang
yang bisa berjalan-jalan dari satu tempat ke tempat lainnya di sebuah kota yang sudah
akrab baginya namun tidak bisa menjelaskan atau menunjukkan kepada orang lain
bagaimana melakukan hal itu, mereka yang menghendaki definisi memerlukan
sebuah peta yang memaparkan secara jelas hubungan yang samar-samar terasa antara
hukum yang mereka ketahui dan hal-hal lainnya.
Abdul Mukthtie Fadjar52 mengatakan bahwa hukum merupakan “rules of the
game”, aturan-aturan permainan yang akan mencegah atau menghalangi penguasa
dan manusia biasa berbuat sewenang-wenang. Hukum merupakan batas-batas
kebebasan individu dan penguasa dalam setiap interaksi kemasyarakatan, sehingga
50
Periksa Satjipto Rahardjo, Pendidikan Hukum sebagai Pendidikan Manusia: Kaitannya
Dengan Profesi Hukum dan Pembangunan Hukum Nasional, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009,
hlm. 109.
51
Periksa H.L.A. Hart, Konsep Hukum, Cetakan ke-5, Nusa Media, Bandung, 2013, hlm. 20.
Terjemahan dari H.L.A. Hart, The Concept of Law, Clarendon Press, New York, 1997. Penerjemah M.
Khozim.
52
Periksa Abdul Mukthie Fadjar, Perjuangan untuk Sebuah Negara Hukum yang Bermartabat,
dalam Tim Penulis, Membangun Negara Hukum yang Bermartabat, Setara Press, Malang, 2013, hlm.
2.
hukum akan merupakan perlindungan atas ketentraman umum dan keadilan dalam
rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat manusia. Tanpa berlakunya hukum
dan penegakan hukum yang benar dan adil dalam masyarakat akan menimbulkan
kekacauan dan kesewenang-wenangan, baik itu dilakukan oleh negara maupun
dilakukan oleh individu manusia.
Dalam perkembangannya, definisi hukum berkembang dan memiliki banyak
pemaknaan, bahkan Achmad Ali dalam bukunya “Menguak Tabir Hukum: Suatu
Kajian Filosofis dan Sosiologis” telah berhasil mengumpulkan lebih dari 50 (lima
puluh) definisi dan pengertian tentang hukum yang diberikan dari berbagai aliran
pemikiran ilmu hukum dalam rentan waktu yang sangat panjang, mulai dari
Aristoteles,
Ibnu
Khaldun
hingga
Dworkin53.
Black’s
Law
Dictionary54
mendefinisikan hukum sebagai:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
53
The regime that orders human activities and relations through systematic
application of the force of politically organized society, or through social
pressure, backed by force, in such a society; the legal system <respect and
obey the law>;
The aggregate of legislation, judicial precedents, and accepted legal
principles; the body
of authoritative grounds of judicial and
administrative action; esp., the body of rules, standards, and principles
that the courts of a particular jurisdiction apply in deciding controversies
brought before them <the law of the land>;
The set of rules or principles dealing with a specific area of a legal system
<copyright law>;
The judicial and administrative process; legal action and proceedings
<when settlement negotiations failed, they submitted their dispute to the
law>;
A statute <Congress passed a law>;
Common law <law but not equity>;
The legal profession <she spent her entire career in law>.
Periksa Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum: Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Cetakan
ke-2, Gunung Agung, Jakarta, 2002, hlm. 17-36. Ibid.
54
Periksa Bryan A. Garner (ed), Black’s Law Dictionary, Ninth Edition, West Publishing Co,
Thomson Reuters, 2009, hlm. 962.
Lawrence M. Friedman55 mendefinisikan sistem sebagai: “A system, essentially,
is an operating unit with definite boundaries. Systems can be mechanical, organic, or
social. The human body, a pinball machine, and the Roman Catholic church are all
systems. Ia pun mengatakan56:
“What makes law, then, is not “public opinion,” in the sense that Cohen, Robson
and Bates use the phrase, but social force actually exerted. But what is social
force? What is “pressure” made of? There is no convenient word for a unit of
legal or political force. The unit of eceonomic forece is simple: It is money - the
dollar. The legal or political unit is slippery, more abstract. Power, influence,
and force are realphenomena. Social foreces, power, and influence come in sizes
and forms, we can compare then with each other. We can speak of them as big as
small, as more as less. We can picture power, influence, and social force as
divided into not wholly imaginary units. These units, like dollars in many ways
would have some special characteristics.”
Hans Kelsen57 berpendapat bahwa negara adalah sebuah sistem hukum. Namun,
tidak semua sistem hukum dikelompokkan sebagai sebuah negara, karakterisasi ini
digunakan hanya ketika sistem hukum tersebut mendirikan beberapa alat
55
Periksa Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective, Russell
Sage Foundation, New York, 1975, hlm. 5
56
Ibid, hlm. 165.
57
Periksa Hans Kelsen, Pengantar Teori Hukum, Cetakan ke-5, Nusa Media, Bandung, 2012,
hlm. 148-149. Terjemahan dari Hans Kelsen, Introduction to the Problems of Legal Theory,
Clarendon Press, Oxford, 1996. Penerjemah Siwi Purwandari. Paul Scholten ceramahnya yang
dibukukan dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang berjudul Struktur Ilmu Hukum, ia
mengatakan bahwa Hans Kelsen adalah seorang positivis, yang berarti bahwa semua hukum baginya
hanya pengaturan yang ditetapkan dan dipaksakan oleh kekuasaan negara, yang berlaku pada suatu
waktu tertentu dan pada suatu wilayah tertentu. Seperti banyak sekali kata-kata dalam pertentangan
pendapat mengenai hal-hal umum dalam ilmu, juga perkataan “positif” bermakna ganda. Kelsen dalam
positivismenya tidak cukup riil. Ia keliru jika ia berpendapat bahwa putusan-putusan ilmu hukum
adalah tidak lain ketimbang pengolahan (Halaman 11) logikal bahan-bahan positif. Bahan positif ini,
yakni undang-undang, vonis-vonis dan sebagainya, ditentukan secara historis dan kemasyarakatan.
Penetapan undang-undang adalah sebuah peristiwa historis, ia juga merupakan akibat dari serangkaian
fakta yang dapat ditentukan secara kemasyarakatan. Dalam pengolahan undang-undang oleh ilmu
hukum, bahan terberi ini tidak kehilangan karakter historikal dan sosialnya. Sebaliknya, justru karakter
historikal dan kemasyarakatan bahan hukum itu menyebabkan pengolahan itu tidak dapat sepenuhnya
terolah. Ilmu hukum itu sendiri mempertahankan unsur historikal dan sosial bahan olahannya. Periksa
Paul Scholten, Struktur Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 2003, hlm. 12. Judul Asli: De Structuur der
Rechtswetenschap, Ceramah pada Pertemuan Koninklijke Nederlansche Akaddemie van
Wetenschappen Afdeeling Letterkunde, 17 Maret 1942. Penerjemah: Arief Sidharta,
pemerintahan yang fungsinya masing-masing menggambarkan kinerja untuk
menciptakan dan menerapkan norma-norma yang membentuk sistem hukum tersebut.
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah58 mengatakan bahwa sistem
hukum ada yang terbuka, maksudnya unsur-unsur dari sistem itu memengaruhi
sistemnya, sebaliknya unsur-unsur di dalam sistem memengaruhi unsur-unsur di luar
sistem. Namun, ada juga yang tertutup, yang tertutup yang tidak dapat dipengaruhi
unsur luar sistem.
Bahkan Antony Allot59 menambahkan bahwa, “within a legal system, then,
everyone must ‘obey’ the law, but the Law’s demands are not the end of the story;
and the norms of the Law’s must attract the compliance, persuade the allegiance, of
its subjects.”
1.
Sistem Hukum Menurut Lawrence M. Friedman
Sebuah sistem menurut Lawrence M. Friedman adalah sebuah unit yang
beroperasi dengan batas-batas tertentu. Sistem bisa bersifat mekanis, organis atau
sosial60. Inti dari sistem adalah caranya mengubah input menjadi output. Struktur
sistem hukum mirip dengan program komputer yang besar, yang dimuati kode
untuk menangani jutaan problem yang diumpankan setiap hari ke dalam mesin61.
Ia kemudian mengatakan bahwa suatu sistem hukum dalam operasi aktualnya
merupakan sebuah organisme kompleks di mana struktur, substansi, dan kultur
berinteraksi62 dimana penjelasannya sebagai berikut:
a.
58
Struktur hukum
Periksa Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum:
Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2012, hlm. 311.
59
Periksa Antony Allott, The Limits of Law, Butter Worths & Co (Publishers). Ltd, London,
1980, p. 152.
60
Periksa Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum: Perspektif Ilmu Sosial, Cetakan ke-4, Nusa
Media, Bandung, 2011, hlm. 6. Terjemahan dari Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Social
Science Perspective, Russel Sage Foundation, New York, 1975. Penerjemah: M. Khozim.
61
Ibid, hlm. 14
62
Ibid, hlm. 17.
Struktur hukum adalah salah satu dasar dan elemen paling nyata dari sistem
hukum63. Struktur sebuah sistem adalah kerangka badan yang menjadi
bentuk permanennya, tubuh institusional dari sistem tersebut.
b.
Substansi hukum
Substansi hukum (peraturan-peraturan) adalah elemen lain dari struktur
hukum. Substansi hukum tersusun dari peraturan-peraturan dan ketentuan
mengenai bagaimana institusi-institusi itu harus berperilaku64.
c.
Budaya hukum
Budaya hukum, atau dalam istilah lain disebut kultur hukum, adalah elemen
sikap dan nilai sosial. Sikap dan penilaian yang dilakukan oleh pemimpin
dan anggotanya yang digunakan sebagai landasan berperilaku bagi mereka
yang menuju sesuai tujuan hukum atau menjauh dari hukum dengan caracara tertentu65. Budaya hukum menggambarkan sejumlah fenomena yang
mengacu pada beberapa hal, yakni66: Pertama, pemahaman publik mengenai
pola-pola sikap dan perilaku terhadap sistem hukum. Kedua, bagaimana
pemahaman mereka mengenai hukum secara umum. Ketiga, dalam
komunitas masyarakat tertentu terjadi perbedaan cara pandang mengenai
hukum merupakan suatu kebiasaan yang mempengaruhi cara pandang dan
penilaian terhadap hukum dan dari mana hukum tersebut berasal.
2.
Sistem Hukum Menurut Soerjono Soekanto
Soerjono Soekanto menilai suatu norma hukum itu dapat membawa
perubahan pada suatu masyarakat melalui suatu mekanisme yang sistematis. Ia
menjabarkan paparannya melalui kajian penegakan hukum67 yang sesungguhnya
63
Ibid, hlm. 15.
Ibid, hlm. 16.
65
Ibid, hlm. 17.
66
Ibid, hlm. 255-257.
67
Sebagaimana dikemukakan oleh Wayne Lavre yang dikutip oleh Soerjono Soekanto bahwa
penegakan hukum merupakan suatu proses yang pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang
menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi
mempunyai unsur penilaian pribadi. Periksa Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penegakan Hukum, Cetakan ke-11, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 7.
64
merupakan komponen dari sistem hukum yang beliau rinci dalam beberapa
subsistem sebagai berikut:
a.
Hukumnya sendiri (Undang-Undang - substansi hukum)
Pengertian yang dimaksud adalah undang-undang dalam pengertian materiil
yang mencakup Peraturan Pusat yang berlaku untuk semua warga negara
atau suatu golongan tertentu saja maupun yang berlaku umum di wilayah
negara, dan peraturan setempat yang hanya berlaku di suatu tempat atau
daerah saja68.
b.
Penegak hukum
Soerjono Soekanto berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas dari penegakan hukum diantaranya adalah faktor penegak hukum
atau dalam hal ini adalah pihak-pihak yang membentuk maupun yang
menerapkan hukum69. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Lawrence M.
Friedman dengan istilah struktur hukum.
c.
Budaya Hukum
Soerjono Soekanto menganggap bahwa faktor kebudayaan masyarakat
sebagai karya cipta, rasa, dan karsa yang didasarkan pada karsa manusia di
dalam pergaulan hidup turut mempengaruhi kualitas penegakan hukum70.
d.
Sarana Prasarana
Sarana prasarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum dianggap
sebagai salah satu subsistem hukum yang sangat berpengaruh dalam
menentukan kualitas penegakan hukum71. Dalam bahasa sederhananya,
tanpa sarana prasarana yang memadai, tidak akan mungkin penegakan
hukum dapat berjalan secara optimal.
e.
68
Masyarakat
Ibid, hlm. 11.
Ibid, hlm. 8.
70
Ibid.
71
Ibid.
69
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas penegakan hukum adalah
lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan 72. Hal ini
sebagaimana dikemukakan oleh Cicero bahwa ubi societas, ibi ius. Dimana
ada masyarakat, di situ ada hukum. Karena pada hakikatnya hukum ada
untuk masyarakat, hukum yang mengatur masyarakat hendak diposisikan
atau diinginkan menjadi seperti apa oleh pembentuk hukum.
3.
Sistem Hukum Menurut Adi Sulistiyono73
a.
Substansi Hukum
b.
Struktur Hukum
c.
Budaya Hukum
d.
Politik Hukum Presiden dan Wakil Presiden
Adi Sulistiyono, Guru Besar Ilmu Hukum Bidang Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum UNS mendefinisikan politik hukum adalah kebijakan yang
dilakukan oleh penyelenggara negara dalam merencanakan (prolegnas),
memberlakukan, dan menegakkan hukum untuk membangun sistem hukum
dalam upaya mencapai tujuan negara sebagai diamanatkan dalam konstitusi
dimana proses dan hasilnya ditentukan oleh interaksi politik yang terjadi di
dalamnya.
Interaksi tersebut diperkuat dengan pendapat Mukthie Fadjar74 dalam
membedah konstruksi politik hukum suatu negara tidak cukup sekedar
meneliti apa yang tertuang dalam teks-teks resmi hukum, tetapi juga harus
72
Ibid.
Periksa Adi Sulistiyono, Membingkai Perlindungan Hukum Terhadap Ekonomi Kreatif,
makalah disampaikan dalam Seminar Nasional dengan tema “Perlindungan Terhadap Ekonomi Kreatif
dalam Menyongsong ASEAN Economic Community 2015”, diselenggarakan oleh Kelompok Studi
dan Penelitian (KSP) “Principium” FH UNS Periode 2014/2015 pada hari Sabtu, 29 November 2014
di Auditorium UNS.
74
Tim Penulis, Op.,Cit, hlm. 216.
73
menyertakan faktor-faktor non hukum. Artinya, pembentukan hukum pada
dasarnya tidak otonom, ia banyak dipengaruhi oleh visi ideologi
pembuatnya, politik negaranya, ekonomi, sosial, budaya, dan agama
rakyatnya. Dengan demikian, hukum lahir selalu tidak berada di ruang
hampa nilai atau dalam keadaan kosong (vacuum).
4.
e.
Perilaku Hukum Anggota Legislatif
f.
Pendidikan Hukum
Sistem Hukum yang dipilih sebagai Pisau Analisis
a.
Substansi Hukum
b.
Struktur Hukum
c.
Budaya Hukum
d.
Sarana Prasarana
e.
Politik Hukum Penguasa
f.
Nasionalisme Anggota Legislatif
g.
Pendidikan Hukum
E. Teori Negara Kesejahteraan
Istilah “negara kesejahteraan” mengacu pada peran yang dimainkan negara
dalam menyediakan berbagai layanan dan manfaat bagi para warganya terutama
dalam pemeliharaan pendapatan dan kesehatan bahkan juga perumahan, pendidikan
dan kegiatan sosial75.
Konsep negara kesejahteraan muncul setelah tipe negara liberal - kapitalis dan
sosialis gagal memenuhi kebutuhan para warganya. Terutama ketika sistem ekonomi
pasar bebas76 dan depresi di tahun 1930-an membuat konsep ini kembali
75
Periksa Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik (JKAP), Volume 9, Nomor 2 (November
2005) Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada, hlm. 97-98.
76
Ivan A. Hadar mengatakan bahwa penyebab kegagalan pasar dan pentingnya intervensi
negara berkaitan dengan beberapa hal berikut, yaitu adanya monopoli dan oligopoli, tidak sehatnya
persaingan, kesenjangan ekonomi di tingkat nasional dan global, kemiskinan, kerusakan lingkungan,
serta ketidak mampuan perusahaan swasta mencukupi kebutuhan publik seperti pendidikan, pelayanan
dimunculkan setelah dunia mencoba mencari solusi atas kegagalan mereka mengatasi
masalah ekonomi dan sosial77.
Negara tidak dapat lagi berpangku tangan, dengan alasan tidak dapat
mencampuri urusan masyarakat. Di abad kesembilan belas, penolakan terhadap
campur tangan negara sangat kuat, didukung oleh semboyan liberal “laissez faire,
laissez aller”. Dengan menyerahkan segalanya kepada aktivitas dan inisiatif individu,
dan mencegah campur tangan kekuasaan publik, maka kesejahteraan umum aakn
tercipta dengan sendirinya. Negara dalam konteks politik tersebut dikenal sebagai
nachtwakersstaat (penjaga malam) atau “laisser-fairestaat”78.
Kees Schuyt dan Romke van der Veen79 menyatakan bahwa:
“... negara menjamin kesejahteraan umum para warganya dengan cara
menyusun suatu program kesejahteraan sosial (de overheid stelt zich garant
voor het collectieve ssociale welzijn van haar burgers door middel van een
programma van sociale voor zieningen).
Black
Law’s
Dictionary80
mendefinisikan
kesejahteraan
dan
negara
kesejahteraan sebagai berikut:
Welfare is :
kesehatan, dan sebagainya. Periksa Ivan A. Hadar, Utang, Kemiskinan, dan Globalisasi: Pencarian
Solusi Alternatif, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta, 2004, hlm. 52.
77
Periksa juga mengenai asal mula atau kronologi gagasan mengenai negara kesejahteraan
dapat dilihat di sub bahasan The First World War and after, hlm. 119-153 kemudian dalam The Second
World War and after, hlm. 211-252. Periksa Pat Thane, Foundations of the Welfare State, Second
Edition, Pearson Education Limited, London, 1996.
78
Periksa Satjipto Rahardjo, Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya, Cetakan ke-2,
Genta Publishing, Yogyakarta, hlm. 19.
79
Periksa Schuyt, Kees & Veen, Romke van der, De verdeelde Samenleving, Een in leiding in
de ontwikkeling van de Nederlandse verzorgingsstaat, H.E. Stenfert Kroese B.V, Leiden, 1986.
Bandingkan dengan pendapat Terry Carney yang mengatakan bahwa:
“... the purpose of the welfare state is the alleviation of poverty or suffering. This calls for
targeted measures which raise people to accepted minimum standards of living or care. Finally
though, there is the approach motivated by citizenship. This enunciates the goals of the welfare
state in term of enabling people to realize basic rights of interaction, and of human dignity or
worth. Those rights are said to be an inherent and inalienable product of a person’s status as a
member of civilized community.”
Periksa Terry Carney, Law at the Margins: Towards Social Participation?, Oxford University
Press, South Melbourne, 1991, p. 47.
80
Bryan A. Gardner, Op., Cit, hlm. 1732.
1.
2.
will-being in any respect, posperity.
A system of social insurance providing assistance to those who are
financially in need, as by providing food stamps and family allowances.
Welfare state :
A nation which the government undertakes various social insurance programs,
such as unemployment compensation, old-age pensions, family allowances,
food stamps, and aid to the blind or deaf.
Hal ini diperkuat dengan pendapat Sulastomo81 yang berpendapat bahwa pilar
negara kesejahteraan diletakkan Otto von Bismarck pada tahun 1880-an. Tujuannya
untuk memberikan rasa aman (security) sejak lahir sampai mati. Rasa aman ini
merupakan proteksi sosial terhadap risiko ekonomi yang tak terduga, misalnya karena
sakit, kecelakaan, atau risiko menurunnya pendapatan karena memasuki usia pensiun
dimana ide tersebut berkembang di seluruh dunia dengan modifikasi. Berbeda dengan
pendapat Adi Fahrudin82. Menurutnya pada masa pemerintahan John Lackland lahir
Magna Charta (1215) sebagai dasar jaminan perlindungan terhadap rakyat Inggris.
Kemudian muncul peraturan (act) yang pertama sekali pada 1531 yang merupakan
usaha untuk menyempurnakan cara pemberian bantuan kepada orang miskin. Namun
demikian, peraturan ini disempurnakan pada tahun 1588 dan direvisi lagi tahun 1601
yang terkenal dengan sebutan Elizabethan Poor Laws (Undang-Undang Bantuan
Kepada Orang Miskin).
Thomas Aquinas dalam Lord Lloyd of Hamestead83, mengatakan bahwa fungsi
hukum adalah untuk mengusahakan kesejahteraan umat manusia. Pembicaraan
tentang fungsi hukum ini meskipun mempunyai nuansa pembangunan ekonomi yang
modern yang sangat kompleks adalah tetap dalam kerangka keilmuan hukum karena
tujuannya masih tetap sama yakni mengatur kesejahteraan umat manusia.
81
82
Periksa Sulastomo, Kapita Selekta The Indonesia Dream, Kompas, Jakarta, 2008, hlm. 22.
Periksa Adi Fahrudin, Pengantar Kesejahteraan Sosial, Refika Aditama, Bandung, 2012,
hlm. 8.
Periksa Lord Lloyd of Hamestead, Lloyd’s Introduction to Jurisprudence, Steven & Son Ltd,
London, 1985, hlm. 11, sebagaimana dikutip dalam Gunarto Suhardi, Peranan Hukum dalam
Pembangunan Ekonomi, Universitas Atmajaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2002, hlm. 5.
83
Jeremy Bentham berbeda pendapat ketika membahas mengenai kesejahteraan.
Ia mengemukakan dengan istilah kebahagiaan. Bentham84 mengemukakan bahwa the
greatest happiness is the greatest people atau kebahagiaan sebesar-besarnya bagi
individu adalah kebahagiaan sebesar-besarnya bagi masyarakat85.
Pemahaman negara menurut Aminuddin Ilmar86 bahwa sebagian besar
pemahaman negara berasal dari dua kajian disiplin ilmu, yaitu ilmu politik dan ilmu
hukum. Dari sisi ilmu politik, negara dipikirkan dan dipahami sebagai sistem
dominasi yang banyak hal menggunakan unsur kekerasan atau paksaan disamping itu
juga dilihat dari hubungannya dengan masyarakat. Adapun menurut disiplin ilmu
hukum, negara lebih banyak dipikirkan dan dipahami sebagai suatu organisasi atau
lembaga pembuat keputusan atau pengaturan yang terkait dengan segi kedaulatannya
sebagai negara.
Melalui pengertian negara sebagaimana telah disampaikan, setiap negara
mempunyai fungsi negara. Seorang pakar hukum bernama Wolfgang Friedman87
berpendapat bahwa fungsi negara antara lain:
84
Dalam tulisan karya Bernard L. Tanya, Yoan S. Simanjuntak dan Markus Y. Hage
mengemukakan bahwa doktrin Bentham tentang manusia, sebenarnya sudah ditemukan pada
pemikiran Hume bahwa semua tindakan manusia terkait dengan hasrat. Bahkan moral dan hukum
sesungguhnya berbasis manfaat. Seperti halnya Hume, Bentham juga yakin, logika yang memandu
ilmu hukum adalah logika kehendak. Bagi keduanya, ilmu hukum merupakan ilmu perilaku. Meski
demikian, Bentham menolak asumsi skema tentang kebajikan dan kemanusiaan yang dimotivasi oleh
simpati. Menurut Bentham, tiap manusia sibuk dengan suka duka sendiri atau dengan kepentingan
sendiri. Periksa Bernard L. Tanya, Yoan S. Simanjuntak, Markus Y. Hage, Teori Hukum: Strategi
Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Cetakan ke-4, Genta Publishing, Yogyakarta, 2013, hlm.
83.
85
Bandingkan dengan pendapat dari Tom L. Beauchamp dan Norman E. Bowie bahwa
Utilitarian theories hold that the moral worth of actions or practices is determined solely by their
consequences. An action or practice is rights if it leads to the best possible balance of good
consequences over bad consequences for all the parties affected. In taking this perspective, utilitarians
believe that the purpose or function of morality is to promote human welfare by minimazing harms and
maximizing benefits.Periksa Tom L. Beauchamp dan Norman E. Bowie (ed), Ethical Theory and
Business, Prentice-Hall Inc, New Jersey, 1997, p. 21.
86
Periksa Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara dalam Privatisasi BUMN, Kencana,
Jakarta, 2012, hlm. 3.
87
Periksa Ignancy Sachs, Searching for New Development Strategies Challenges of Social
Summit, “Economic and Political Weekly”, Volume XXX, 1995, hlm. 93. Ibid, hlm. 13; Dalam
literatur asli W. Friedman, The State and The Rule of Law in A Mixed Economy, Steven & Son,
London, 1971, hlm. 5, sebagaimana dikutip dalam Adriani Nurdin, Kepailitan BUMN Persero
a.
sebagai penyelenggara atau penjamin kesejahteraan, atau sebagai the state as
provider;
b.
sebagai pengatur atau regulator, atau the state as regulator;
c.
sebagai pengusaha, atau the state as entrepreneur; dan
d.
sebagai wasit, atau the state as umpire.
Muchsan88 berpendapat, fungsi negara antara lain:
a.
Fungsi reguler (regular function) dimana menurut Muchsan, setiap negara
pasti melaksanakan fungsi ini karena fungsi ini merupakan causa prima atau
dengan kata lain, tanpa melaksanakan fungsi ini, suatu negara tidak pernah
ada. Adapun fungsi ini antara lain:
1)
Fungsi politik (political function), dimana kewajiban negara di bidang
politik langsung melekat setelah negara tersebut lahir. Disebut juga
clasical function of government. Aspek lain dalam fungsi ini antara
lain:
a) pemeliharaan ketenangan dan ketertiban (maintenance of peace
and order);
b) pertahanan dan keamanan (security).
2)
Fungsi diplomatik (diplomatical function), dengan berpijak dari
pemikiran bahwa negara tidak
akan hidup sempurna tanpa
berhubungan dengan negara lain. Masing-masing berhak dan wajib
menghormati kedaulatan masing-masing negara.
Berdasarkan Asas Kepastian Hukum, Alumni, Bandung, 2012, hlm. 27. Periksa juga Gunarto Suhardi,
Op., Cit, hlm 8-9.
88
Periksa Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan
Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 2007, hlm. 2.
3)
Fungsi yuridis (legal function), negara harus dapat menjamin rasa
keadilan dalam masyarakat, mencegah konflik, mengatasi konflik, dan
menegakkan hukum.
4)
Fungsi administratif (administrative function), negara berkewajiban
menata birokrasi demi terwujudnya tujuan negara.
b.
Fungsi pembangunan dimana pembangunan pada hakekatnya adalah
perubahan yang terencana yang dilakukan terus-menerus untuk menuju
perbaikan keadaan yang ditetapkan sebelumnya.
Menurut Muchsan89 tugas negara adalah mewujudkan kesejahteraan
masyarakat yang merata yang dikenal sebagai tipe negara kesejahteraan (welfare
state type). Titik beratnya adalah pemerataan kesejahteraan dalam kehidupan
masyarakat, maka negara dituntut untuk berperan aktif dalam menciptakan
kesejahteraan, misalkan pengaturan lewat perizinan, penciptaan lewat deregulasi
dalam bidang-bidang tertentu, dan sebagainya yang tidak sepenuhnya diserahkan
kepada masyarakat. Lebih lanjut menurut Muchsan90, Negara Republik Indonesia
adalah negara yang bertipe welfare. Sesuai dengan UUD 1945, fungsi negara
Republik Indonesia adalah:
a.
Fungsi pertama adalah tugas keamanan, pertahanan dan ketertiban (defence,
security and protectional function);
b.
Fungsi kedua adalah tugas kesejahteraan atau welfare function;
c.
Fungsi ketiga adalah tugas pendidikan (educational function);
d.
Fungsi
keempat
adalah
tugas
untuk
mewujudkan
kesejahteraan dunia (world peace and human walfare).
89
90
Ibid, hlm. 7.
Ibid, hlm. 8.
ketertiban
dan
Kemudian campur tangan Pemerintah dalam proses pembangunan, menurut
Irving Swerdlow dapat dilakukan dengan 5 cara antara lain91:
a.
Operasi langsung (direct operation), dimana Pemerintah langsung aktif
melakukan kegiatan yang menjadi programnya.
b.
Pengendalian langsung (direct control), dengan melakukan pembuatan,
pengendalian perizinan, lisensi, penjatahan, dan lain-lain.
c.
Pengendalian tidak langsung (indirect control) dengan mengatur dalam
produk hukum
yang ada
untuk
permasalahan tertentu
dan
cara
penyelesaiannya.
d.
Pemengaruhan langsung (direct influence), dengan pendekatan persuasi atau
nasehat seperti memberikan penyuluhan.
e.
Pemengaruhan tidak langsung (indirect influence), dengan memberikan
informasi melalui berbagai media secara tidak langsung yang membuat
masyarakat melakukan sesuatu, kemudian jika ada anggota masyarakat yang
berprestasi diberikan reward atau penghargaan.
Campur tangan pemerintah pada hakekatnya merupakan upaya untuk
mewujudkan kesejahteraan. Kesejahteraan berasal dari kata “sejahtera” yang
berasal dari bahasa Sansekreta “catera” yang berarti payung. Dalam konteks ini
orang yang sejahtera yaitu orang yang dalam hidupnya bebas dari kemiskinan,
kebodohan, ketakutan, atau kekhawatiran sehingga hidupnya aman tenteram,
baik lahir maupun batin92.
Kemudian jika berbicara mengenai esensi dari negara kesejahteraan
menurut Wilensky93, pemerintah harus mampu melindungi setiap warga negara,
yaitu menyediakan standar minimal yang layak menyangkut pendapatan, gizi,
91
Ibid, hlm. 9-10.
Adi Fahrudin, Op.,Cit, hlm. 8.
93
Periksa Taufiq Effendi, Reformasi Birokrasi dan Iklim Investasi, Konstitusi Press, Jakarta,
2013, hlm. 44.
92
kesehatan, perumahan, dan pendidikan94. Dalam hal ini, pemerintah memberikan
“hak” kepada masyarakat bukan derma (charity) atau belas kasihan. Secara garis
besar, hal esensial dari rakyat menyangkut hak-hak kesejahteraan sosial (social
well-being) dan keadilan sosial dari aspek hukum (social justice). Untuk
mewujudkan negara kesejahteraan, tugas pemerintah menyediakan dana atau
anggaran dengan menggunakan hukum sebagai instrumen utama.
Usaha negara dengan segenap komponennya menuju pada tujuan negara95
Indonesia sebagaimana tertuang dalam konstitusi senantiasa dihadapkan dengan
berbagai tantangan yang muncul dari dalam dan luar negeri. Indonesia masa ini
dihadapkan dengan perdagangan bebas dalam kerangka multilateral yaitu WTO
(World Trade Organization) dan regional misalkan ASEAN96 (Association of
South East Asian Nation) dimana salah satu kesepakatannya melahirkan ASEAN
94
Menurut Pakar Ekonomi Sri Edi Swasono, pendidikan di Indonesia belum mampu
menanamkan nasionalisme kepada peserta didik. Hal ini menurutnya terlihat dari banyaknya pemimpin
Indonesia yang tidak berani memperjuangkan kepentingan nasional di hadapan bangsa lain. Beliau
kemudian berpendapat bahwa seharusnya setelah kemerdekaan Indonesia menjadi tuan di negeri
sendiri, tetapi sistem pendidikan gagal menanamkan karakter merdeka sehingga rakyat masih senang
menjadi “pelayan” negara lain. Periksa Kompas, Manusia Mandiri Gagal Dihasilkan: Pemimpin
Mendatang Diminta Fokus Bangun SDM, 6 Mei 2014, hlm. 11.
95
Tujuan negara pada garis besarnya dapat disederhanakan pada dua hal pokok yaitu keamanan
dan keselamatan (security and safety) dan kesejahteraan dan kemakmuran (welfare and prosperity)
yang dalam praktek pengejawantahannya beragam. Periksa Deddy Ismatullah dan Asep A Sahid
Gatara, Ilmu Negara dalam Multi Prespektif: Kekuasaan, Masyarakat, Hukum, dan Agama, Cetakan
ke-2, Pustaka Setia, Bandung, 2007, hlm. 84. Dalam konteks bangsa, dapat dicermati pernyataan
Mathew Horsman dan Andrew Marshall, ”We are entering an age characterized, above all, by the
rapid growth of interconnections between states, and the inability of any single body - or even any
group - to manage those linkages to their satisfaction. It is tangle of networks, where actions rarely
produce the effect that are anticipated, where authority is highly dispersed, and hence where the
possibility of stability is greatly reduced”. Periksa Mathew Horsman and Andrew Marshall, After The
Nations - State: Citizens, Tribalism and The New World Disorder, Harper Collins Publishers, London,
1995, p. 154.
96
Dalam konteks ASEAN, kawasan ini merupakan sebuah bentuk kekuatan di Benua Asia
karena menjadi asalah satu kawasan dengan jumlah potensi pasar terbesar di dunia. Hal ini tentunya
menarik minat negara-negara lain yang ingin mengembangkan potensi kerja sama mereka di wilayah
Asia Tenggara. Periksa Serian Wijatno dan Ariawan Gunadi, Perdagangan Bebas dalam Perspektif
Hukum Perdagangan Internasional, Grasindo, Jakarta, 2014, hlm. 9.
Economic Community97), ACFTA (ASEAN - China Free Trade Area) antara
ASEAN dengan Cina.
Kaitannya dengan energi, bahwasanya kekayaan alam yang terkandung di
Indonesia seharusnya dapat membawa kesejahteraan bagi bangsa Indonesia. Oleh
karena itu Nandang Sudrajat98 menyoal beberapa hal kaitannya barang tambang
di Indonesia dengan kesejahteraan bangsa:
a.
Fakta kuantitas kekayaan alam negara Indonesia, baik keterdapatan, maupun
jenisnya
cukup
beragam,
dengan
jumlah
cukup
banyak.
Secara
konstitusional hal itu merupakan modal dasar, yang seharusnya mampu
menciptakan kesejahteraan rakyat Indonesia.
b.
Pemenuhan kesejahteraan rakyat, merupakan konkretisasi tuntutan rakyat
yang sangat wajar atas fungsi negara/pemerintah dari hasil kekayaan alam
yang telah berhasil dieksploitasi dari bumi Indonesia yang dinilai tidak
sebanding dengan manfaat yang dirasakan rakyat.
Bumi, air, dan segala yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
mengandung makna bahwa negara diberi wewenang atau kekuasaan 99 untuk
mengeksplorasi,
mengolah,
mendistribusikan,
dan
mencadangkan
untuk
memenuhi ketersediaan bagi masyarakat guna menjamin kepentingan negara atas
aset-aset yang dimiliki tersebut supaya tidak terjadi krisis dan tetap eksis. Jika
dikaitkan dengan mekanisme pasar yang terjadi selama ini, negara yang
97
Melalui Inpres No. 11 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru Masyarakat
Ekonomi Association of Southeast Asian Nations (ASEAN Economic Community - AEC) yang
ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 6 Juni 2011 di bidang energi telah
mengambil tindakan berupa pembenahan infrastruktur dan energi berupa Peta Panduan pembenahan
infrastruktur dan energi pada Desember 2011. Kemudian para anggota AEC berkomitmen untuk arus
barang secara bebas dengan melakukan assessment terkait dengan penghapusan hambatan non-tarif
sesuai dengan daftar yang disampaikan oleh Sekretariat ASEAN salah satunya di sektor energi.
98
Periksa Nandang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia, Pustaka Yustisia,
Yogyakarta, 2013, hlm. 3.
99
Perdebatan mengenai hakikat kekuasan negara di ranah teoritis dan praktis belum menemui
titik temu sampai sekarang. Lebih lanjut periksa Aminuddin Ilmar, Op., Cit, hlm. 21-34.
menjalankan fungsinya di bidang perekonomian yang dominan secara empirik100
telah membuktikan mekanisme pasar tidak berjalan sebagaimana yang
diharapkan. Amerika Serikat pada tahun 1930-an mengalami krisis ekonomi,
begitu pula tahun 2007-2009 pada masa pemerintahan Presiden Barack
Obama101, peran pemerintah sangat dominan dalam memberikan bantuan utang
(stimulus fiskal bagi pemulihan perekonomian). Presiden Perancis, Sarkozy
bahkan menyuarakan dalam pidatonya, “the return of the state, the end of the
ideology of public powerlessness.” Adanya peran negara yang begitu kuat juga
membuat BUMN di bidang minyak bumi dari Brasil (Petrobras), Malaysia
(Petronas), dan Cina (Petrocina) menjadi BUMN yang mampu menjadikan
mereka “Tuan102 di negara sendiri”.
Peneliti sependapat dengan apa yang dikemukakan Nandang Sudrajat103
bahwa muatan pemenuhan kesejahteraan masyarakat dimana “rohnya” ada di
Pasal 33 UUD RI 1945. Di Pasal 33 UUD RI 1945 mengandung unsur makna:
a.
Unsur bumi dan kekayaan alam, baik kekayaan alam yang di permukaan
maupun di bawah tanah sebagai subyek;
b.
Unsur negara sebagai subyek;
c.
Unsur rakyat sebagai obyek sekaligus subyek atau sasaran dari pemanfaatan
hasil bumi dan kekayaan alam.
100
Periksa A. Prasetyantoko, Ponzi Ekonomi: Prospek Indonesia di Tengah Instabilitas Global,
Kompas, Jakarta, 2010, hlm. 91-92.
101
Ketika masih berstatus sebagai kandidat calon Presiden, Barack Obama selama berkampanye
hingga setelah kemenangannya berjanji sebelum tahun 2016 rakyat Amerika tidak perlu lagi
mengimpor minyak dari Timut Tengah atau Venezuela, tetapi sampai masa sekarang belum teralisasi.
Periksa John Hofmeister, Mengapa Perusahaan Minyak Dibenci?, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2011, hlm. 19, Judul asli: Why We Hate The Oil Companies, Penerjemah Satrio Wahono.
102
Berlawanan dengan kata “Kuli di Negeri Sendiri”, dikatakan bahwa sekelompok
penyelenggara negara Indonesia yang mengemban sikap sebagai “pedagang” dan mengabaikan
nasionalisme ekonomi sebagaimana dicontohkan dalam UU Migas, yang mendorong “Indonesia is for
sale”. Aset migas tidak lagi dipandang sebagai komoditi ultra strategis bagi ketahanan nasional bangsa
dan negara tetapi sebagai komoditas dagang belaka. Periksa Elli Ruslina, Dasar Perekonomian
Indonesia dalam Penyimpangan Mandat Konstitusi UUD Negara Tahun 1945, Total Media,
Yogyakarta, 2013, hlm. 9-10.
103
Ibid, hlm. 34-51.
Aminuddin Ilmar104 berpendapat bahwa keterkaitan antara tujuan negara dan
fungsi negara dengan konsep negara kesejahteraan yang berlandas pada sistem
ekonomi Pancasila melalui mekanisme pasar terkelola, maka penguasaan negara yang
diwujudkan melalui pendirian usaha negara (BUMN) dalam bidang ekonomi akan
sangat jelas terlihat. Bahkan menurut Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja105 adanya
sistem ekonomi Pancasila, Indonesia hendak menghilangkan ciri-ciri negatif yang
terkandung dalam sistem ekonomi liberalisme dan sosialisme. Ciri negatif seperti free
fight liberalism yang membenarkan eksploitasi terhadap manusia, etatisme di mana
negara beserta aparatur ekonomi negara bersifat dominan serta mendesak dan
meminimumkan potensi dan daya kreasi unit ekonomi di luar sektor negara, dan
pemusatan ekonomi pada salah satu kelompok dalam bentuk monopoli yang
merugikan masyarakat.
F. Teori Economic Analysist of Law - Richard Posner
Studi hukum, ekonomi, bisnis, dan hukum dan ekonomi oleh banyak pakar
hukum dan pakar ekonomi belum disepakati istilah yang sama. Raymond E. Glos106
dalam bukunya “Business: Its Nature and Environtment: An Introduction”,
mendefinisikan:
“Bisnis merupakan seluruh kegiatan yang diorganisasikan oleh orang-orang
yang berkecimpung dalam bidang perniagaan dan industri yang menyediakan
barang dan jasa untuk kebutuhan mempertahankan dan memperbaiki standar
serta kualitas hidup mereka.”
104
Aminuddin Ilmar, Op., Cit, hlm. 21.
Periksa Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Anti Monopoli, Cetakan ke3, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 4.
106
Periksa Husein Umar, Business: An Introduction, Gramedia Pustaka, Jakarta, 2000, hlm. 3.
Lebih lanjut dikatakan bahwa motivasi utama kegiatan bisnis adalah laba yang didefinisikan sebagai
perbedaan antara penghasilan dan biaya-biaya yang dikeluarkan. Ibid, hlm. 4.
105
Richard Burton Simatupang107 menyatakan bahwa secara luas kata “bisnis”
sering diartikan sebagai keseluruhan kegiatan usaha yang dijalankan oleh orang atau
badan secara teratur dan terus-menerus, yaitu berupa kegiatan mengadakan barangbarang atau jasa-jasa maupun fasilitas-fasilitas untuk diperjualbelikan, dipertukarkan,
atau disewagunakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Sedangkan istilah
“bisnis” diambil dari bahasa Inggris “business108” yang berarti kegiatan usaha109.
Kemudian menurut Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu110, hukum bisnis diartikan
sebagai seperangkat kaidah-kaidah hukum yang diadakan untuk mengatur serta
menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul dalam aktivitas antar manusia
khususnya dalam bidang perdagangan.
Istilah yang berkembang mengenai kajian ekonomi terhadap hukum atau
sebaliknya seperti hukum ekonomi (economic of law), hukum dan ekonomi (law and
economics)111. Pada awalnya di Indonesia, dikenal studi tentang hukum dan
ekonomi112 yang dalam perkembangannya dikenal dengan istilah hukum ekonomi
dimana studi ini relatif masih baru.
107
Periksa Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum dalam Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta,
1996, hlm 1. Bandingkan dengan pengertian bisnis dalam Black’s Law Dictionary, dimana Business: A
commercial enterprise carried on profit; a particular occupation or employment habitually engaged in
for livelihood or gain. Periksa Bryan A. Garner (Ed), Black’s Law Dictionary, Seventh Edition, West
Group, St. Paul Minn, 1999, hlm. 192.
108
Richard Burton Simatupang , Op., Cit. hlm. 1 sebagaimana dikutip oleh Johannes Ibrahim
dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis dalam Persepsi Manusia Modern, Refika Aditama, Bandung,
2007, hlm. 27.
109
Ibid.
110
Ibid, hlm. 25.
111
Pendekatan hukum ekonomi oleh Soenaryati Hartono beranjak dari pandangan bahwa urusan
ekonomi tidak lagi dapat dipertahankan sebagai urusan privatum semata, namun telah berkembang
sedemikian jauh sehingga (terpaksa) menjadi urusan publicum, yang membenarkan campur tangan
negara lewat hukum administrasi. Apa yang dahulu murni masuk ke dalam ranah privatum, yang
mencakup urusan hukum keperdataan dan hukum dagang, sekarang tercakup ke dalam lingkup
perhatian negara cq pemerintah. Periksa Tristam Pascal Moeliono, Hukum Kompetisi dalam Sistem
Hukum Ekonomi Indonesia di Era Pasar Bebas dalam Ida Susanti dan Bayu Seto (Ed), Aspek Hukum
dari Perdagangan Bebas: Menelaah Kesiapan Hukum Indonesia dalam Melaksanakan Perdagangan
Bebas, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm 188.
112
Di Universitas Indonesia, studi tentang hukum dan ekonomi berawal dari Pusat Studi
Hukum Dagang (PHSD) tahun 1975, yang kemudian pada tahun 1977 berubah menjadi Pusat Studi
Hukum dan Ekonomi (PSHE). Dalam pengembangan hukum ekonomi, pemerintah Amerika Serikat
melalui proyek ELIPS (Economic Law and Improved Procurement System) melakukan program
Black’s Law Dictionary113 mendefinisikan economics sebagai social science
dealing with the production, distribution, and consumption of goods and services.
Kemudian economy sebagai114: 1) the management or administration of the wealth
and resources of a community (such as a city, state or country); 2) the sociopolitical
organization of a community’s wealth and resources; 3) restrained, thrifty, or sparing
use of resources; efficiency. Kemudian law and economics oleh Black’s Law
Dictionary didefinisikan sebagai115:
1.
A discipline advocating the economics analysis of the law, whereby legal rules
are subjected to a cost-benefit analysis to determine whether a change from one
legal rule to another will increase or decrease allocative efficiency and social
wealth. Originally developed as an approach to antitrust policy, law and
economics is today used by its proponents to explain and interpret a variety of
legal subjects;
2.
The field or movement in which scholars devote themselves to this discipline;
3.
The body of work produced by these scholars.
pencangkokan bagi dosen-dosen hukum dagang yang diorganisir oleh Universitas Indonesia. Program
tersebut membahas masalah pengembangan hukum, pelatihan hukum, informasi hukum, dan
manajemen pengadaan. Proyek ELIPS tidak hanya bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas
Indonesia tetapi juga dengan USU, FH UNRAD, FH UGM, FH UNDIP, FH UNMR dan FH UNHAS
telah melaksanakan berbagai kegiatan di bidang pelatihan hukum ekonomi. Periksa Anonim,
Pengantar Hukum Ekonomi (Edisi Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris): Seri Dasar Hukum
Ekonomi I ELIPS II, Cetakan ke-2, Kerjasama Pemerintah Indonesia dan US Agency for International
Development (USAID), 2002, hlm. i.
Penggantian lembaga tersebut (Pusat Studi Hukum Dagang (PHSD) tahun 1975 pada tahun
1977 berubah menjadi Pusat Studi Hukum dan Ekonomi (PSHE)) bukan berarti tanpa mempunyai
semangat perubahan yang bermaksud mengakomodir ruang lingkup kegiatan yang dicakup oleh
hukum dagang saja, tetapi juga meliputi segala aspek yang lebih luas dan responsif terhadap kebutuhan
yang selalu dinamis. Di beberapa universitas lainnya pun demikian, dengan stressing dan nama yang
berbeda, seperti di UNDIP menamakan mata kuliah hukum ekonomi/pembangunan, di UGM dengan
mengajarkan kapita selekta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan ekonomi yang
sifatnya publik, sedangkan di UNPAD penekanannya lebih kepada hukum perdata internasional.
Periksa Sumantoro, Kegiatan Perusahaan Multinasional, Problema Politik, Hukum dan Ekonomi
dalam Pembangunan Nasional, PT Gramedia, hlm. 218, sebagaimana dikutip dalam Ade Maman
Suherman, Aspek Hukum dalam Ekonomi Global (Edisi Revisi), Ghalia Indonesia, Bogor, 2005, hlm.
11.
113
Bryan A. Garner (ed), Op., Cit, hlm. 590.
114
Ibid.
115
Ibid, hlm. 963.
Koherensi antara hukum, ekonomi dan keadilan berpijak dari tesis sebagai
berikut116:
“Againts the idea that law can be understood only through the use of the
traditional legal doctrinal concepts based on justice and fairness, economics
counters that such understanding can be augmented (supplanted?) by
economics concepts, including the criteria of economic efficiency. As such, the
Economics in Law and Economics is a body of literature that is comprised
primarily (but, as will become clear in subsequent chapters, by no means
exclusively) of the concepts within neoclassical microeconomics and welfare
economics, where the operative organizing concepts are Pareto efficiency in
exchange, Pareto efficiency in production, and Kaldor - Hicks efficiency (i.e.,
wealth maximization). From the outset it must be underscored that not all the
schools of thought to give to these concepts . Nonetheless, their important place
within the Law and Economics literature necessitates and understanding of
these concepts. Towards that end, we provide a brief overview of the efficiency
analysis at this point, and a more extensive discussion in the appendix to this
chapter.”
Schmid menambahkan bahwa117:
Because efficiency is a function of rights, and not the other way around, it is
circular to maintain that efficiency alone can determine rights. Since costs,
prices, outputs, wealth, and so on are derivative of a particular rights structure,
so too are cost minimization, value - of - output maximization, and wealth
maximization. Different specifications of rights will lead to different land
economically noncomparable) minimizing or maximizing valuations. The result
is that an outcome that is claimed to be efficient is efficient only with regard to
the assumed initial structure of rights.”
Richard Posner118 menganalisis korelasi antara hukum dan ekonomi dengan
mengemukakan dua teori. Pertama, teori formal (teori hukum dari Cicero, Coke,
Blackstone, Langdell, dan Frankfurter) dan kedua, teori ekonomi dengan seluruh
116
Periksa Nicholas Mercuro dan Steven G, Medema, Economics and The Law: From Posner
to Post - Modernism, Princeton University Press, New Jersey, 1997, p. 13.
117
Ibid, p. 118.
118
Periksa Richard A Posner, Overcoming Law, Harvard University Press, Cambridge, 1995
dalam Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Op., Cit, hlm. 45.
unsur normatif maupun muatan positif, seperti efisiensi dan maksimalisasi harta
kekayaan. Hal tersebut sebagaimana dikatakan bahwa119:
“The basic assumption of economics that guides the version of economic
analysis of law that I shall be presenting is that people are rational maximizers
of their satisfactions-all people (with the exception of small children and the
profoundly retarded) in all of their activities (except when under the influence
of psychosis or similarly deranged through drug or alcohol abuse) that involve
choice.”
Selanjutnya, Richard Posner mengajukan sebuah teori tentang “rule of law”
dalam arti sebuah sistem kontrol sosial yang diselenggarakan sesuai dengan normanorma. Dikaitkan dengan analisis ekonomi terhadap hukum, maka hukum akan
dibantu untuk menempatkan suatu kasus pada posisi yang lebih baik. Selanjutnya,
Richard Posner120 menyatakan bahwa terdapat hal yang penting dalam konstruksi
pragmatis dan ekonomis dalam membentuk doktrin-doktrin hukum. Doktrin-doktrin
hukum diperlukan dalam memutus perkara dengan acuan pragmatis dan ekonomis,
walau pun hal ini tidak dapat diterapkan secara murni dengan jiwa dan semangat
tersebut. Hakim tidak diperkenankan untuk mengubah aturan-aturan dan doktrindoktrin yang dipergunakan dengan asumsi untuk memperbaiki rasionalitas substansi
dengan membawanya atas teori mikro ekonomi.
Di dalam Law and Economics ini, ilmu ekonomi digunakan sebagai ilmu bantu
atau sebagai alat atau sarana untuk memahami dan memecahkan persoalan hukum121.
Di sini lahir pendekatan economics analysis of law. Ada beberapa alasan mengapa
pendekatan yang demikian digunakan oleh ilmu hukum. Ilmu ekonomi memiliki
kemampuan untuk memprediksi sesuatu, sehingga bila dihubungkan dengan soal
kebijakan hukum, ia dapat memprediksi respon terhadap hukum. Teori ini
119
Periksa, Richard A. Posner, The Problems of Jurisprudence, Harvard University Press,
Cambridge, 1990, hlm. 353.
120
Ibid, hlm. 46.
121
Periksa Robert Cooter dan Thomas Ulen, Law & Economics, Pearson Education, Boston,
2004, hlm. 2. Jeffry L. Harrison, Law and Economics, West Publishing, St. Paul, Minn, 2003, hlm. 2-3
sebagaimana dikutip dalam Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, FH UII
Press, Yogyakarta, 2013, hlm. 7.
melampauai instuisi, sebagai ilmu pengetahuan yang melampauai common sense122.
Hukum tidak hanya didekati secara kualitatif, tetapi juga perlu pendekatan kuantitatif.
G. Teori Tarikan Ke Atas Tarikan Ke Bawah - Adi Sulistiyono
Adi Sulistiyono123 memandang bahwa kualitas pembangunan hukum ekonomi
dipengaruhi oleh respon bidang hukum terhadap tuntutan bidang ekonomi,
kemampuan mengharmonisasikan tekanan globalisasi hukum dan kepentingan rakyat,
dan tekanan sistem ekonomi kapitalis124 di Indonesia. Lebih lanjut dikatakan bahwa
pembangunan hukum ekonomi harus dilakukan secara revolusioner
dengan
menetapkan terlebih dahulu sistem ekonomi Indonesia yang mendasarkan Pasal 33
UUD 1945, sehingga
mampu menghasilkan sistem hukum ekonomi yang tidak
mengabdi pada negara-negara maju dan perusahaan-perusahaan transnasional, tetapi
lebih kearah berkualitas ‘kekeluargaan (ukhuwah)’ atau ‘kerakyatan’ dan mengabdi
pada kepentingan rakyat, atau sistem hukum ekonomi yang ditempatkan sebagai
panglima yang tidak sekedar mengandalkan pada rule of law tapi lebih menaruh
perhatian pada rule of moral atau rule of justice. Adanya penetapan hukum ekonomi
sebagai prioritas utama dalam perbaikan ekonomi juga didukung oleh pendapat
Gunarto Suhardi125 bahwa hukum yang diperlukan secara substantif haruslah berada
dalam sistim hukum negara, yang mengandung harmoni satu dengan yang lain, tidak
122
123
Periksa Adi Sulistiyono, Prospek Pembaharuan Hukum yang Mendukung Iklim Usaha yang
Kondusif, disampaikan dalam Acara Seminar Pengkajian Hukum Nasional (SPHN) 2014 dengan tema
“Prospek Pembaruan Hukum Pemerintahan Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla Periode Tahun
2014-2019”, diselenggarakan oleh Komisi Hukum Nasional tanggal 2-3 Desember 2014 di Hotel
Bidakara, Auditorium Binakarna, Jakarta, hlm. 33.
124
Sampai saat ini dalam praktiknya globalisasi malah semakin mengarahkan pada mutu
pembangunan yang tidak lagi menjadi prioritas, akan tetapi yang diprioritaskan adalah bagaimana
memenangkan pertarungan menguasai perekonomian dengan memakai segala macam cara yang
penting tujuan dapat terwujud. Periksa Muhammad Junaidi, Korporasi dan Pembangunan
Berkelanjutan, Alfabeta, Bandung, 2013, hlm. 12.
125
Gunarto Suhardi, Op., Cit, hlm. 74.
terjadi pertentangan, yang lengkap, yang berwawasan jauh ke depan, yang bijaksana,
yang tegas, yang berwibawa, dan akhirnya yang dapat melindungi dan menjamin
keadilan. Secara prosedural hukum ekonomi itu juga mudah dilaksanakan yang dalam
bahasa dan pengertian para ahli ekonomi haruslah efisien dan efektif (workable and
low cost).
H. Teori Ketahanan
Mahfud MD126, mantan Menteri Pertahanan era Presiden Abdurrahman Wahid
mengatakan bahwa sebenarnya arti “ketahanan” jauh lebih luas dari pada arti
pertahanan. Dalam arti resmi, istilah “pertahanan” hanya terkait dengan penggunaan
kekuatan militer untuk mempertahankan keutuhan negara, baik teritori maupun
ideologi127. Sedangkan ketahanan meliputi berbagai aspek kehidupan bangsa yang
dapat merekatkan ikatan kesatuan sebagai bangsa seperti budaya, ekonomi, politik,
keamanan, dan sebagainya. Juga bisa dikatakan bahwa ketahanan adalah keadaan
tertentu, sedangkan pertahanan adalah sifat khusus dari ketahanan yang sifatnya lebih
spesifik dan aktif.
Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa yang berisi keuletan,
dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan
nasional dalam menghadapi dan mengatasi segalam macam ancaman, tantangan,
hambatan, dan gangguan baik yang datangnya dari luar maupun yang datang dari
dalam yang secara langsung maupun tak langsung membahayakan integritas,
126
Periksa Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara ..., Op.,Cit, hlm. 223.
Alant Hunt berpendapat mengenai ideologi yakni, The general thrust of the concern with the
determination of ideology is the insistence that ideology is a social process that is realized in and
through social relations. At the same time ideologies have their own distinctive characteristics, the
most important of which are on internal discourse such that the elements of an ideology are not
reducible to a mere reflection of economics or social relations. It is this interval dimention of an
ideology that semiotics seeks to grasp through the concept of “sign” and its derivatives. Periksa Alant
Hunt, Explorations in Law and Society: Toward A Constitutive Theory of Law, Routledge, New York,
1993, p.121-122.
127
identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar tujuan
pembangunan nasional128.
Menurut Muchayat129, membangun sistem ketahanan di sektor energi
merupakan pilar penting ketahanan energi nasional dimana sistem ketahanan energi
sangat penting selain sebagai kemampuan merespon dinamika perubahan energi
global (eksternal) juga sebagai kemandirian untuk menjamin ketersediaan energi
(internal).
Ketahanan energi berlawanan dengan krisis energi. Menurut Christina130, krisis
energi adalah masa ketika terjadi kekurangan dalam persediaan sumber daya energi,
yaitu ketika kebutuhan akan energi meningkat, namun persediaan tidak mencukupi.
Krisis terjadi ketika ada permasalahan teknis dan permasalahan dalam sistem hukum.
Permasalahan teknis seperti adanya hubungan arus pendek131 dalam lingkup lokal,
keterbatasan daya yang tidak sesuai dengan permintaan132, faktor alam seperti gempa
bumi, banjir, badai, dan lain-lain.
Makna ketahanan energi di Indonesia terkandung dalam semangat tujuan
berdirinya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) sebagaimana tertuang dalam
128
Ibid, hlm. 224.
Muchayat, Op., Cit, hlm. 11.
130
Christina, Op., Cit, hlm. 13.
131
Di Kota Darwin Australia, listrik padam selama 12 jam menyebabkan banyaknya kekacauan.
Pemadaman listrik di kota tersebut disebabkan karena hubungan pendek arus listrik di sebuah gardu
distribusi. Hal yang menarik yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Darwin, adanya pemadaman
tersebut membuat mereka mengeluarkan protokol darurat untuk menjamin keamanan masyarakat.
Pemerintah mengeluarkan pengumuman agar semua sekolah diliburkan, menyarankan agar pegawaipegawai yang tidak bekerja di rumah sakit agar berada dirumah sampai aliran listrik pulih. Tidak
hanya itu, bahkan sejumlah hotel meminta tamunya untuk pindah ke hotel lain yang memiliki hotel
dengan generator yang lebih baik. Perusahaan Listrik dan Air meminta maaf kepada para pelanggan,
sementara itu Deputi Menteri Utama Northern Teritory, Dave meminta warga agar tetap tenang dan
berhati-hati karena lampu lalu lintas padam. Periksa Kompas, Listrik Padam 12 Jam Timbulkan
Kekacauan,13 Maret 2014, hlm. 9.
132
DI Kalimantan Timur, ketersediaan daya listrik untuk industri masih minim. Ketika terjadi
beban puncak dimana daya listrik yang dibutuhkan besar sedangkan kemampuan penghasil listrik
terbatas, maka PT PLN memberlakukan pembatasan daya. Misalkan pada pukul 17.00-22.00 WITA
ketika terjadi beban puncak maka beberapa industri (misalkan mal dan hotel) dikeluarkan dari sistem
listrik PT PLN dan diharuskan memakai genset untuk mencukupi kebutuhan listriknya. Hal ini
mengakibatkan terganggunya operasional dari pengusaha tersebut. Periksa Kompas, Bisnis Andalkan
Genset: Kalimantan Timur Kekurangan Daya Listrik, 16 Desember 2013, hlm. 22.
129
Pembukaan UUD RI 1945 alinea ke-4, yaitu untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Berdasarkan Pembukaan UUD RI 1945 tampak bahwa bisnis energi yang
dilakukan oleh negara ataupun swasta hendaknya ditujukan untuk melindungi
kepentingan nasional133 Indonesia dimana pelaku usaha domestik diprioritaskan,
Bidang-bidang energi yang “ultra strategis” yang menguasai hajat hidup suatu negara
dikuasai sendiri demi kepentingan nasional Indonesia karena itu salah satu cara untuk
menghargai jasa para pahlawan yang gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Aset kekayaan alam Indonesia dikuasai oleh bangsanya sendiri untuk memakmurkan
bangsanya sendiri agar tercapai kesejahteraan umum, mengantarkan masyarakatnya
menuju masyarakat yang cerdas, sehingga dapat ikut berkontribusi dalam rangka
menjaga perdamaian dunia.
Di dalam Batang Tubuh UUD RI 1945 pada Pasal 28C ayat (1) bahwa setiap
orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia. Kemudian Pasal 28C ayat (2) bahwa setiap orang berhak untuk memajukan
dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa dan negaranya.
Pada Pasal 28C ayat (1) UUD RI 1945 tersebut mengandung makna bahwa
setiap orang berhak mengembangkan diri, mempunyai hak untuk memenuhi
kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan, dan kesehatan) melalui pendidikan dan
manfaat dari teknologi (termasuk akses di bidang teknologi melalui pengembangan
133
Definisi operasional dari kepentingan nasional termasuk ke dalam asas dimana asas.
Misalkan pada Pasal 2 huruf a UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, asas kepentingan nasional
adalah setiap kebijakan perdagangan harus mengutamakan kepentingan bangsa, negara, dan
masyarakat di atas kepentingan lainnya.
ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilakukan oleh negara) agar meningkat kualitas
hidupnya.
Pasal 28C ayat (2) UUD RI 1945 mengakomodasi kepentingan orang untuk
membangun
masyarakat
sekitar,
memajukan
pendidikan,
sosial,
terutama
perekonomian melalui pengembangan teknologi di bidang energi agar mampu
meningkatkan kualitas hidup warga masyarakat. Misalkan melalui pemanfaatan
biomassa, melalui pemanfaatan biogas (kotoran ternak yang diolah menjadi biogas),
dan melalui sarana lainnya.
Kemudian dasar operasional ketahanan energi sebagaimana tertuang dalam
Pasal 33 ayat (2) bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Di Pasal 33 ayat (3)
menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 33 ayat (4) UUD RI 1945 dimana perekonomian nasional diselenggarakan
berdasar
atas
demokrasi
ekonomi
dengan
prinsip
kebersamaan,
efisiensi
berkeadilan134, berkelanjutan135, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Kontribusi asing dalam perekonomian di Indonesia masih relatif tinggi
sehingga menguasai separuh lebih perekonomian dalam negeri yang berakibat pada
lemahnya sektor penguasaan negara. Negara tidak mampu melakukan upaya lebih
ketika terjadi inflasi yang membuat kenaikan harga energi secara signifikan sehingga
merugikan pelaku usaha domestik dan juga negara karena harga diserahkan pada
mekanisme pasar, sedangkan keuntungan mengalir ke asing karena mayoritas
penguasaan saham dikuasai asing. Hal ini mengingat tantangan utama yang dihadapi
134
Operasionalisasi dari asas ini misalkan terdapat di UU No. 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan, pada Pasal 2 ayat (1) huruf b yang dimaksud dengan asas efisiensi berkeadilan
pembangunan ketenagalistrikan harus dapat dilaksanakandengan biaya seminimal mungkin, tetapi
dengan hasil yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat.
135
Pada Pasal 2 ayat (1) huruf c UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan yang
dimaksud dengan asas berkelanjutan adalah usaha penyediaan tenaga listrik harus dikelola dengan
baik agar dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat.
dalam sektor energi adalah meningkatkan keandalan pasokan energi, sarana dan
prasarana, serta proses dan penyalurannya untuk keperluan domestik karena belum
ada kebijakan tarif lokal untuk memenuhi kebutuhan berbagai jenis energiserta sarana
dan prasarananya. Di samping itu, lokasi sumber daya energi yang potensial yang
sebagian besar berada di luar Pulau Jawa, selama ini pengembangannya terbatas
hanya untuk menyalurkan energi konvensional dari lokasi sumber daya ke pusat
permintaan energi, sedangkan sarana dan prasarana energi lainnya terutama energi
terbarukan masih sangat tertinggal136.
I.
Tinjauan Energi
Di awal telah dijelaskan bahwasanya energi sangat dibutuhkan oleh makhluk
hidup, bahkan untuk beraktivitas, setiap makhluk hidup membutuhkan energi, tanpa
energi makhluk hidup akan mati. Dalam pengertian ini, karya ini mengkhususkan
peranan energi di bidang hukum dan ekonomi, bahwasanya energi dibutuhkan
manusia untuk menjalankan aktivitas sehari-hari dengan berbagai macam keperluan,
penerangan, transportasi, memasak, dan segala macamnya. Energi yang dibutuhkan
semakin meningkat sejalan dengan perkembangan dan pertambahan penduduk,
sedangkan sumber bahan bakar fosil semakin menipis. Semakin maju suatu negara,
semakin besar energi yang dibutuhkan137.
Bentuk energi yang digunakan tidak sama, tetapi tergantung kepada aktivitas
yang dilakukan. Misalnya energi yang digunakan untuk mengangkat benda berbeda
136
Periksa UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005-2025.
137
Periksa Supranto, Teknologi Tenaga Surya, Global Pustaka Utama, Yogyakarta, 2015, hlm.
1.
dengan energi untuk memasak air, demikian energi yang digunakan untuk memasak
air berbeda dengan energi untuk menggerakkan roket. Energi dapat dikelompokkan
sebagai berikut138:
1.
Energi mekanik, ialah energi yang digunakan untuk menggerakkan atau
memindahkan suatu benda, misalnya untuk mengangkat batu pada pembangunan
gedung, untuk memompa air, untuk memutar roda kendaraan, dan lain-lain.
2.
Energi panas, ialah energi yang digunakan untuk menaikkan suhu atau merubah
fasa dari suatu zat. Misalnya energi panas untuk memanaskan udara pada proses
pengeringan, energi untuk mengubah air fasa cair menjadi fasa uap, energi untuk
mencairkan es yang padat menjadi cair, dan lain-lain.
3.
Energi listrik, ialah energi dapat dialirkan dengan menggunakan kabel ke manamana tempat dikehendaki. Energi listrik banyak digunakan dalam kehidupan
sehari-hari dalam melakukan berbagai aktivitas, seperti memanaskan air,
penerangan, memompa air, menghidupkan televisi dan radio, dan lain-lain.
4.
Energi kimia, ialah energi yang dikandung dalam suatu benda yang dengan
proses tertentu dapat diubah dan mengeluarkan energi. Misalnya makanan, di
dalam makanan itu terdapat energi kimia yang dengan proses di dalam tubuh
dapat menghasilkan energi. Energi yang digunakan untuk pemanasan badan,
untuk melakukan gerak, dan melakukan berbagai aktivitas. Energi kimia juga
terdapat di dalam minyak bumi, batu bara, gas alam, dan biomassa. Apabila
dibakar,
bahan-bahan
tersebut
akan
menghasilkan
energi.
Energi
hasilpembakaran ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti
pemanasan, menggerakkan mesin, atau diubah menjadi energi lain.
5.
Energi nuklir, ialah energi yang dihasilkan dari reaksi peluruhan bahan
radioaktif. Bahan radioaktif sifatnya tidak stabil, sehingga bahan ini dapat
meluruh menjadi molekul stabil dengan mengeluarkan sinar alpha (α), sinar beta
138
Ibid, hlm. 2-3.
(β) sinar gamma (γ) dan mengeluarkan energi yang dihasilkan untuk keperluan
pengobatan, dan lain-lain.
Purwadarminta139 dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia mendefinisikan
energi adalah tenaga, atau gaya untuk berbuat sesuatu. Definisi ini merupakan
perumusan yang lebih luas dari pada pengertian-pengertian mengenai energi yang
pada umumnya dianut di dunia pengetahuan140. Dalam pengertian sehari-hari energi
dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan. UU No.
30 Tahun 2007 tentang Energi141 mendefinisikan, energi adalah kemampuan untuk
melakukan kerja yang dapat berupa panas, cahaya, mekanika, kimia, dan
elektromagnetika.
Energi dibedakan menjadi energi potensial, energi kinetik, energi terbarukan
(renewable energy) dan energi tak terbarukan142 (non-renewable energy). Sumber
daya energi adalah sumber daya alam yang dapat diolah oleh manusia sehingga dapat
digunakan bagi pemenuhan kebutuhan energi143 dimana sumber daya energi144
disebut sebagai sumber energi primer yang berupa sumber daya energi dalam bentuk
apa adanya yang tersedia di alam.
139
Periksa W.J.S Purwodarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
1976 dalam Abdul Kadir, Energi: Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik dan Potensi Ekonomi, Edisi
ke-3 Cetakan ke-1, UI Press, Jakarta, 2010, hlm. 27.
140
Bandingkan dengan pengertian energi dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) dimana
energi disinonimkan dengan tenaga, yang dijabarkan sebagai “kemampuan untuk melakukan kerja.
Kata energi diambil dari kata dalam bahasa Inggris yakni “energy” yang berasal dari kata Latin
“energia”. Dalam Bahasa Yunani Kuno, “energeia” berarti kegiatan atau “energos” yang berarti giat
atau aktif, kata dasarnya adalah “ergon” yang berarti kerja. Periksa Christina E. Mediastika, Hemat
Energi dan Lestari Lingkungan Melalui Bangunan, ANDI, Yogyakarta, 2013, hlm. 2.
141
Pasal 1 angka 1 UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi.
142
Menurut Christina, sebenarnya penyebutan energi tak terbarukan kurang tepat, karena butuh
waktu yang sangat lama (jutaan tahun) untuk berputarnya siklus energi sampai ke titik awal
(pembentukan jasat renik yang tertimbun di dalam kerak bumi, mengalami proses fisika dan kimia
hingga terbentuklah minyak dan gas bumi). Ibid, hlm. 5.
143
Periksa Sutarno, Sumber Daya Energi, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2013, hlm. 3.
144
Bandingkan dengan definisi sumber daya energi dalam UU No. 30 Tahun 2007 tentang
Energi. Pasal 1 angka 2 UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi, Sumber daya energi adalah sumber
daya alam yang dapatdimanfaatkan, baik sebagai sumber energi maupun sebagai energi.
Sumber energi145 bisa didapat dengan langsung memanfaatkannya dari alam
seperti energi biomassa, energi matahari, energi angin, energi air. Ada pula yang
untuk memanfaatkannya harus dengan menggali dari dalam perut bumi seperti
uranium, batubara, minyak bumi, gas bumi, yang termasuk dalam mineral atau bahan
galian.
Energi dibedakan menjadi energi primer dan energi sekunder, dimana untuk
mendapatkan energi, beberapa diantaranya terdapat di dalam perut bumi sehingga
diperlukan usaha penggalian. Istilah bahan galian berasal dari terjemahan bahasa
Inggris yakni Mineral. Dalam Article 3 angka 1 Japanese Mining Law No. 289, 20
December, 1950 Latest Amendment in 1962 telah ditemukan pengertian mineral di
mana Mineral in this Article hereinafter shall mean146:
”the ores of gold, silver, copper, lead, bismuth, tin, antimony, mercury, zinc,
iron, sulfide, chromite, manganese, tungsten, molybdenum, arsenic, nickel,
cobalt, uranium, thorium, phosphate, graphite, coal, lignite, petroleum, asphalt,
natural gas, sulfur, gypsum, barite, alunite, fluorspar, asbestos, limestone,
dolomite, silicastone, feldspar, pyrophyllite, talc, fire clay and alluvial ores
(alluvial gold, iron sand, steam tin and other metal ores which result in alluvial
deposits; hereinafter the same)”
Terjemahan :
“Mineral adalah bijih-bjih dari emas, perak, tembaga, timah, bismut, kaleng,
logam putih, seng, besi, sulpida, khrom, mangan, tungsten, molibdenum, arsen,
nikel, kobal, uranium, pospat, grafit, batu bara, batu bara muda, minyak
mentah, aspal, gas alam, sulfur, batu tahu, barit, alunit, flor, asbes, batu
gamping, dolomit, silikon, peldpar, piropilet, talk, batu lempung, dan bijih
tanah (bijih emas, bijih besi, timah di sungai, dan berbagai metal lainnya).”
UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi mendefinisikan energi adalah
kemampuan untuk melakukan kerja yang dapat berupa panas, cahaya, mekanika,
145
Sumber energi adalah sesuatu yang dapat menghasilkan energi, baik secara langsung
maupun melalui proses konversi atau transformasi. Lihat Pasal 1 angka 2 UU No. 30 Tahun 2007
tentang Energi.
146
Periksa Salim HS, Op., Cit, hlm. 39-40.
kimia dan elektromagnetika. Sumber energi merupakan sesuatu yang dapat
menghasilkan energi baik secara langsung maupun melalui proses konversi atau
transformasi.
Konversi Energi adalah perubahan energi dari satu bentuk energi ke bentuk
energi yang lain dimana memanfaatkan energi selalu berarti melakukan konversi
energi147. Misalkan untuk memanaskan air, kita mengubah energi listrik menjadi
energi panas (jika memanaskannya memakai panci listrik). Kemudian untuk
memasak, energi LPG (Liquid Petroleum Gass) yang terdapat pada tabung gas LPG
diubah menjadi energi panas untuk memasak, dan sebagainya.
Energi mengalir membentuk aliran energi yang dibedakan menjadi148:
1.
Energi primer149 adalah energi yang tersedia dalam lingkungan alam yaitu
sumber energi primer;
2.
Energi sekunder150 adalah energi yang siap untuk diangkut atau ditransmisikan;
3.
Energi akhir151 adalah energi yang dibeli atau diterima konsumen;
4.
Energi berguna152 adalah energi yang merupakan input dalam aplikasi
penggunaan akhir.
UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi diundangkan di Jakarta pada
tanggal 10 Agustus 2007 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4746. Diundangkan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
dimana UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi ini memuat 34 Pasal. Materi
pokok yang diatur dalam undang-undang ini antara lain153:
147
Sutarno, Op., Cit, hlm. 8.
Ibid, hlm. 9.
149
Misalkan kayu, air, matahari, kotoran ternak, dikonversi menjadi: pembangkit daya, kiln
(tempat pembakaran), refineri, digester.
150
Misalkan BBM, listrik, biogas melalui transpor atau transmisi: truk, pipa, kabel.
151
Misalkan minyak diesel, charcoal (arang kayu), listrik, biogas, dikonversi: motor, heater,
kompor atau tungku.
152
Misalkan daya poros, dan panas.
153
Periksa Penjelasan UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi.
148
1) pengaturan energi yang terdiri dari penguasaan dan pengaturan sumber
daya energi;
2) cadangan penyangga energi guna menjamin ketahanan energi nasional;
3) keadaan krisis dan darurat energi serta harga energi;
4) kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengaturan di
bidang energi;
5) kebijakan energi nasional, rencana umum energi nasional, dan
pembentukan dewan energi nasional;
6) hak dan peran masyarakat dalam pengelolaan energi;
7) pembinaan dan pengawasan kegiatan pengelolaan di bidang energi; dan
8) penelitian dan pengembangan.
Latar belakang diundangkannya UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi
antara lain154:
1) bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 33 UUD RI 1945 dikuasai negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
2) bahwa peranan energi sangat penting, artinya bagi peningkatan kegiatan
ekonomidan ketahanan nasional, sehingga pengelolaan energi yang
meliputi
penyediaan,
pemanfaatan,
dan
pengusahaannya
harus
dilaksanakan secara berkeadilan, berkelanjutan, rasional, optimal, dan
terpadu;
3) bahwa cadangan sumber daya energi tak terbarukan terbatas, maka perlu
adanya
kegiatan
penganekaragaman
sumber
daya
energi
ketersediaan energi terjamin;
1.
Minyak Bumi
154
Konsiderans (Ketentuan Menimbang) UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi.
agar
Minyak bumi berasal dari bahasa Inggris yaitu petroleum atau bahasa Latin
petrus. Disebut juga emas hitam yang berupa cairan kental berwarna coklat gelap
atau kehijauan yang mudah terbakar155. Minyak bumi berasal dari proses
pelapukan jasad renik hewan dan tumbuhan yang terkubur di kerak bumi selama
jutaan tahun di dalam perut bumi. Minyak bumimerupakan campuran yang
sangat kompleks dari senyawa-senyawa hidrokarbon (97%-98%) dan unsurunsur lain dalam jumlah kecil seperti belerang (S), Nitrogen (N), Oksigen (O2),
Vanadium (V), Nikel (Ni), Besi (Fe), Tembaga (Cu), air dan garam-garam
terdispersi. Senyawa-senyawa lain ini umumnya menurunkan kualitas produksi
minyak bumi yang diinginkan dan dibuang156.
Komersialisasi minyak dimulai pertama kali oleh warga Amerika Serikat
bernama Kolonel Edwin L. Drake dan William A. Smith Lebili (lebih dikenal
dengan sebutan Billy Smith). Bersama dengan seorang tukang bor, mereka
melakukan misi eksplorasi di Titusville, Crawford Country, Pennsylvania
Amerika Serikat. Pada 28 Agustus 1959, William A. Smith Lebili menemukan
bak penampung berisi minyak (cairan berwarna hitam) di bawah tanah157.
Di Indonesia, aktivitas pertambangan sudah dilakukan pada masa VOC
(Verenigde Oost Indische Compagnie)158. Barang-barang tambang yang paling
dicari adalah perak guna memenuhi pembuatan mata uang. Kemudian pada tahun
1669 karena mereka tidak mempunyai keahlian menambang, didatangkanlah ahli
tambang dari daerah Harz, Jerman dan budak belian dari Madagaskar untuk
membuka dan menjalankan aktivitas tambangnya159.
155
Periksa Sutarno, Op., Cit, hlm. 15.
Periksa, Suryo Purwono dan Bardi Murachman, Proses Pengolahan Minyak Bumi, Sekolah
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2012, hlm. 1.
157
Ibid, hlm. 5.
158
Periksa Arif Zulkifli, Pengelolaan Tambang Berkelanjutan, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2014,
hlm. 2
159
Ibid.
156
Peraturan mengenai tambang dikeluarkan Pemerintah Hindia Belanda pada
1850 melalui Mijn Reglement160. Kemudian diatur dalam Indische Mijnwet 1899
yang direvisi pada tahun 1910 dan 1918161. Menurut Ter Braaker (1944), pada
akhir 1938 terdapat sekitar 417 izin dan konsesi pertambangan di Hindia
Belanda, termasuk pengusahaan minyak bumi162.
Minyak bumi dan gas alam beserta produk-produknya memiliki lebih
banyak energi per satuan berat, tetapi juga memenuhi keperluan energi pada alatalat yang kecil seperti motor tempel untuk perahu163, mesin pemotong rumput
(bisa digendong) tetapi juga untuk alat-alat besar seperti truk, kapal, pesawat, dan
lain-lain.
Menurut Abdul Kadir164, minyak bumi mempunyai peranan dalam
persoalan ekonomi dunia antara lain:
a.
Konsumen dan fasilitas konversi paling banyak ada di dalam tangan negaranegara yang teknis maju;
b.
Di dunia Barat, eksploitasi utama dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
swasta yang besar, sedangkan di negara-negara lainnya, terutama dimiliki
dan dilaksanakan oleh negara;
c.
Investasi besar-besaran, terutama dari negara-negara Barat, banyak
dilakukan di negara berkembang, yang memiliki banyak sumber daya
minyak bumi;
d.
Nasionalisme politik dan ekonomi merupakan suatu kekuatan aktif dalam
pencarian sumber-sumber minyak bumi;
e.
Pemilikan lapangan minyak tidak terbagirata di antara negara, dan sangat
banyak di dapat di Timur Tengah.
160
Regulasi ini memberikan kebebasan pemberian hak penambang kepada pihak swasta Warga
Negara Belanda. Periksa Maimunah, Tambang dan Pelanggaran HAM (Kasus-Kasus Pertambangan
di Indonesia 2004-2005), Jaringan Advokasi Tambang, Jakarta, 2007. Ibid, hlm. 2-3.
161
Ibid.
162
Ibid.
163
Periksa Abdul Kadir, Op., Cit, hlm. 109.
164
Periksa Abdul Kadir, Op., Cit, hlm. 109.
Pada awal abad ke-20, minyak hanya dipakai untuk memenuhi 4 prosen
kebutuhan energi dunia, akan tetapi ketika Perang Dunia Kedua meletus pada
1939, bahan ini telah menjadi sumber bahan bakar paling penting di dunia.
Sekarang ini minyak memenuhi sekitar 36 prosen konsumsi energi dunia
keseluruhan. Bahkan prediksi pada tahun 2030 produksi akan merosot165.
Regulasi di bidang minyak dan gas bumi dibagi menjadi dua sektor, yaitu:
1) Sektor hulu166:
a) UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi;
b) PP No. 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha
Hulu Minyak dan Gas Bumi;
c) Perpres No. 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;
d) Perpres No. 7 Tahun 2013 tentang Pengesahan Asean Petroleum
Security Agreement (Persetujuan Ketahanan Minyak dan Gas Bumi
ASEAN)
2) Sektor hilir167:
a) PP No. 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan
Gas Bumi sebagaimana diubah dengan PP No. 30 Tahun 2009
tentang Perubahan Atas PP No. 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan
Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi;
b) Perpres No. 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual Eceran dan
Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu.
165
Periksa Ian Bremmer, The End of The Free Market: Who Wins the War Between States and
Corporations? diterjemahkan Alex Tri Kantjono Widodo dalam Ian Bremmer, Akhir Pasar Bebas:
Siapa Pemenang dalam Perang antara Negara dan Swasta? Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2011,
hlm. 59.
166
Sektor hulu meliputi penelitian terdapat kandungan minyak bumi atau tidak, eksplorasi,
pengolahan sampai pada kondisi minyak bumi siap untuk dijual.
167
Sektor hilir mencakup penjualan minyak bumi kepada konsumen, distributor, agen, industri
pengemasan minyak bumi, dan lain-lain.
2.
Gas Bumi
Gas bumi atau gas alam terdiri dari campuran gas-gas hidrokarbon yang
dapat mengandung metana, etana, propana, butana, dan lain-lain. Berikut
komposisi secara umum sebelum dilakukan pengolahan168:
Tabel 5. Komposisi Gas Alam Murni
Metana
Etana
Propana
Butana
Karbon Dioxida
Oxygen
Nitrogen
Hydrogen sulphida
Gas langka
CH4
C2H6
C3H8
C4H10
CO2
O2
N2
H2S
A, He, Ne, Xe
70-90%
0-20%
0-8%
0-0,2%
0-5%
0-5%
Sedikit
Gas bumi dalam bentuk metana mempunyai sifat mudah terbakar.
Karena itu mempunyai nilai ekonomi tinggi karena digunakan untuk
168
Periksa Sutarno, Op., Cit, hlm. 33.
aktivitas rumah tangga, industri, dan sebagainya. Rantai nilai industri gas
bumi, oleh Hanan Nugroho dijelaskan melalui gambar berikut169:
Gambar 1. Rantai Industri Gas Bumi
Mendapatkan
izin
menambang
Eksplorasi
Eksploitasi
HULU
Pemasaran,
Transpor
ke kilang
Pengilangan
, Proses
Pemasaran
partai
besar
ANTARA
Pemasaran
partai kecil
HILIR
Pada dasarnya regulasi yang mengatur mengenai gas bumi hampir
sama dengan regulasi yang mengatur mengenai minyak bumi baik di sektor
hulu dan sektor hilir, dimana terdapat tambahan antara lainPP No. 67 Tahun
2002 tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar
Minyak dan Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa
sebagaimana diubah dengan PP No. 49 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas
PP No. 67 Tahun 2002 tentang Badan Pengatur Penyediaan dan
Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usaha Pengangkutan
Gas Bumi Melalui Pipa.
3.
Batubara
Batubara memegang peranan penting dalam menumbuh kembangkan
perekonomian dunia, terutama pada masa kemunculannya Revolusi Industri di
Inggris pada 1789. Peran batubara sebagai bahan energi tampak pula pada waktu
kemelut energi tahun 1970-an170.
Batubara terdiri atas berbagai campuran karbon (C), Hidrogen (H),
Oksigen (O), Nitrogen (N), dan beberapa pengotor lain. Dimana sebagian karbon
169
170
Periksa Hanan Nugroho, Energi dalam Perencanaan ... , Ibid, hlm. 67.
Periksa Abdul Kadir, Op., Cit, hlm. 79.
itu tetap padat apabila dipanaskan, dan sebagian lagi akan berubah menjadi gas
dan keluar bersama-sama unsur-unsur gas lainnya. Bagian gas mudah terbakar
dan menyala terus-menerus serta agak lebih berasap dari pada karbon padat yang
membara171.
Batubara adalah suatu batu endapan yang terutama berasal dari zat organik.
Kebanyakan ahli geologi berpegang pada teori, bahwa tumbuh-tumbuhan yang
sangat lebat, baik pohon-pohon besar maupun tumbuh-tumbuhan lainnya,
tergenang dalam rawa-rawa atau air lainnya, kemudian berturut-turut ditutup oleh
endapan-endapan lainnya, biasanya non-organik. Pengumpulan ini mula-mula
menjadi semacam lumpur organik, lambat laun agak mengeras, kemudian
berubah menjadi gambut172. Batubara di pasaran digunakan sebagai bahan bakar
untuk keperluan mesin yang stasioner, atau mesin yang hanya bergerak perlahanlahan173.
Regulasi yang mengatur mengenai pertambangan batubara antara lain:
1) UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara;
2) PP No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana diubah dengan PP
No. 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP No. 23 Tahun 2010
tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha pertambangan Mineral dan
Batubara;
Inpres No. 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan dan Pengawaasn Terkait Kegiatan
Usaha Pertambangan Batubara
171
Ibid. Periksa juga Arif Zulkifli, Op., Cit, hlm. 24.
Setelah berlalu masa yang lama sekali, lapisan-lapisan endapan ini mengakibatkan
penekanan-penekanan, sehingga bahan-bahan gambut ini menjadi lebih keras. Misalnya karena
penekanan suatu lapisan yang semula tebalnya 10 meter, kemudian menjadi 1 meter atau kurang.
Bilamana tekanan-tekanan itu disertai gerakan-gerakan atau perubahan-perubahan lapisan atas kulit
bumi, maka penekanan menjadi lebih besar lagi, terjadilah batubara melalui proses pengarangan. Ibid,
hlm. 80.
173
Ibid, hlm 109.
172
4.
Panas Bumi
Energi panas bumi merupakan sumber energi yang dapat diperbarui dalam
arti sumber energi ini selalu ada karena berasal dari dalam bumi dan keluar
melalui retakan tanah secara alami. Sumber energi tersebut berasal dari
pemanasan batuan dan air bersama unsur-unsur lain yang dikandung dan
disimpan di dalam kerak bumi174. Potensi energi panas bumi di Indonesia sangat
tinggi mengingat Indonesia mempunyai begitu banyak gunung berapi.
Jumlah daerah titik potensi panas bumi di Indonesia sebanyak 276 dan total
potensi energi yang dihasilkan sebanyak 29.038 GW175.
Kendala pengembangan energi panas bumi di Indonesia diantaranya
mengenai masalah investasi yang beresiko tinggi, pembebasan lahan, dan nilai
investasi kembali yang relatif lama. Di Indonesia telah ada regulasi yang
mengatur mengenai pasa bumi diantaranya UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas
Bumi. Panas Bumi didefinisikan sebagai sumber energi panas yang terkandung
dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang
secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkandalam suatu sistem panas bumi
dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan.
5.
Nuklir
Energi nuklir merupakan energi alternatif pengganti migas dan tidak semua
negara mampu dan mau mengusahakannya menjadi energi pengganti migas.
Dalam kerangka global, semua konferensi internasional menyangkut energi
nuklir yang diadakan sejak akhir Perang Dunia pada dasarnya diarahkan atau
ditujukan untuk 2 (dua) hal, yaitu: Pertama, mengawasi dan menghapuskan
“atoms for war”, dan Kedua, mempromosikan dan mengupayakan “atoms for
peace”. Masalah kedua hal tersebut kerap kali menimbulkan dilema karena pada
174
175
2013.
Ibid, hlm. 88.
Periksa Koran Tempo, Pembangunan Pembangkit Listrik di Bawah Target, 26 November
dasarnya pengembangan energi nuklir untuk tujuan apapun akan meningkatkan
atau mengembangkan potensi yang lainnya atau dengan kata lain “as countries
acquired nuclear facilities, material and know-how from their peaceful power
programs they would also acquire the know-how for making nuclear
weapons”176.
Energi nuklir177 adalah energi yang tersimpan dalam atom yang keluar
ketika terjadi proses reaksi nuklir178. Energi nuklir dihasilkan dari perubahan
sejumlah massa inti atom ketika berubah menjadi inti atom yang lain dalam
reaksi nuklir. Bahan bakar nuklir hanya ada tiga macam isotop, yaitu 235U,
239Pu, dan 233U. Diantara isotop ini hanya 235U yang terdapat di alam dengan
kadar 0,7% dalam uranium alam, selain itu terdiri dari 235U dan sedikit 234U179.
Energi nuklir dapat diperoleh dari pengolahan (pengayaan) uranium 180, dan
penggabungan atom. Reaktor nuklir pertama yang membangkitkan listrik adalah
stasiun pembangkit percobaan EBR-I yang dibangun pada 20 Desember 1951 di
dekat Arco, Idaho, Amerika Serikat. Pada 27 Juni 1954, PLTN pertama di dunia
yang menghasilkan listrik untuk jaringan listrik (power grid) mulai beroperasi di
Obninsk, Uni Soviet181.
176
Periksa William Epstein, A Nuclear-Weapon-Free-Zone in Africa?, dalam David Pitt and
Gordon Thompson (ed), Nuclear-Free-Zone, Croom Helm, London, 1987, p. 110-118 dikutip dari
Dian Wirengjurit, Kawasan Damai dan Bebas Senjata Nuklir: Pengertian, Sejarah dan
Perkembangannya, Alumni, Bandung, 2002, hlm. 11-12.
177
Periksa Sutarno, Op., Cit, hlm. 55.
178
Pada bulan Januari 1939 ilmuwan Jerman, Otto Hahn dan Fritz Straussman berhasil
menemukan reaksi pembelahan nuklir. Kemudian sekitar 3 tahun kemudian sekelompok sarjana yang
dipimpin oleh Enrico Fermi dapat membuktikan bahwa reaksi pembelahan nuklir berantai dapat
dilaksanakan dan dapat dikendalikan. Percobaan pertama dilakukan pada 2 Desember 1942 di sebuah
laboratorium di Universitas Chicago. Percobaan tersebut terutama untuk menunjang program
persenjataan nuklir Amerika Serikat selama Perang Dunia ke-2. Ibid, hlm. 56.
179
Periksa Sutarno, Op., Cit, hlm. 61.
180
Mineral uranium serta mineral yang dinamakan mineral radioaktif lainnya muncul dalam
perbendaharaan mineral di Indonesia sejak tahun 1960 dan menjadi terkenal setelah ditemukan
endapan (deposit) mineral uranium di Kalimantan pada tahun 1970. Periksa Slamet Djokolelono,
Berburu Uranium di Belantara Kalimantan, Alfabeta, Bandung, 2013, hlm. 1.
181
Esmeralda Contessa, Duddy Priyatna, dan Haris Munandar, Op., Cit, hlm. 20.
Organisasi internasional yang banyak menyusun standar dosis dan
pengawasan di
bidang ketenaganukliran
adalah
Badan Tenaga
Atom
Internasional atau IAEA (International Atomic Energy Agency)182. Didirikan
sejak 1957, IAEA183 bekerja untuk promosi penggunaan ilmu pengetahuan dan
teknologi nuklir untuk tujuan damai secara aman dan selamat yang peran
utamanya menyumbang terwujudnya keamanan dan perdamaian internasional
untuk perkembangan sosial, ekonomi dan lingkungan.
Bagi negara-negara maju yang berhasil membangun dan memanfaatkan
energi nuklir, rata-rata mereka mampu mencukupi kebutuhan listrik di negaranya
minimal untuk 20-40 tahun ke depan. Baik di negara-negara maju, di negaranegara berkembang lain pun ketika akan ada kebijakan pembangunan reaktor
PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) akan muncul kontra atau menolak
dengan alasan klasik seperti resiko terlalu tinggi (disamping potensi yang
dihasilkan juga besar), tidak ada urgensinya, masih banyak sumber energi
alternatif yang ramah lingkungan,dan ada penolakan dari masyarakat
Indonesia184.
Indonesia di era Orde Baru akan membangun instalasi PLTN. Wacana
sudah berlangsung lama sejak dibentuk Komisi Persiapan Pembangunan PLTN
pada tahun 1972. Kemudian BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional)
bekerjasama dengan NIRA - Italia melakukan penelitian yang menghasilkan 14
calon lokasi, 5 diantaranya terletak di Jawa Tengah. Pada tahun 1989 Bakoren
(Badan Koordinasi
182
Energi
Nasional) mengesahkan
Batan
agar
mulai
Periksa Eri Hiswara, Hukum Ketenaganukliran: Tinjauan dari Aspek Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2014, hlm. 11.
183
IAEA dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal (Dirjen) yang dibantu oleh enam orang
Deputi Direktur Jenderal (DDG) yang memimpin Departemen, yaitu DDG Aplikasi Nuklir (Nuclear
Sciences and Applications), DDG Energi Nuklir (Nuclear Energy), DDG Keselamatan dan Keamanan
Nuklir (Nuclear Safety and Security), DDG Seifgard (Safeguards), DDG Kerjasama Teknik (Technical
Cooperation), dan DDG Manajemen (Management). Ibid.
184
Periksa tulisan Carunia Mulya Firdausy, Mengapa Kita Harus Pro-PLTN?, dalam Alvini
Pranoto, dkk, Sains & Teknologi: Berbagai Ide Untuk Menjawab Tantangan dan Kebutuhan oleh
Ristek, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009, hlm. 49.
menjalankan studi kelayakan yang memutuskan NewJec (NewJapan Engineering
Consultan Inc) berada di bawah MHI (Mitsubishi Heavy Industries) melakukan
studi tapak. Hasil laporan selesai tahun 1993 dimana menurut laporan tersebut
menetapkan daerah di Gunung Muria, Desa Balong, Jepara dinyatakan sebagai
titik paling aman dari kemungkinan gempa bumi185.
Kemudian dilanjutkan pada tahun 2004-2009 melalui perdebatan yang
panjang oleh Komisi VII (Komisi yang membidangi Energi, Sumber Daya
Mineral, dan Lingkungan Hidup) bersama dengan Menteri Negara Riset dan
Teknologi mendukung pembangunan PLTN di Jepara. Pertimbangannya karena
efektivitas penggunaan nuklirsebagai pembangkit listrik dalam keadaan krisis
listrik nasional. Ada pula anggota dan masyarakat yang menolak yang
mengakibatkan PLTN di Jepara ini tidak jadi dibangun. Adapun menurut Keraf,
alasan yang disampaikan sebagai berikut186:
1) Hampir seluruh wilayah Indonesia, termasuk Jepara adalah daerah
rawan gempa (the ring of fire);
2) Tidak meragukan kemampuan penguasaan teknologi oleh putra-putri
Indonesia, namun meragukan kedisiplinan kita dalam menjaga dan
merawat teknologi tersebut;
3) Indonesia tidak memiliki kekuatan militer yang memadai untuk
pengamanan obyek yang sangat vital seperti PLTN;
4) Rakyat setempat menolak keberadaan PLTN, dimungkinkan karena
kurangnya pemahaman dan kekhawatiran akan gangguan yang timbul.
Saat ini energi nuklir menjadi pilihan terakhir karena pertimbangan
faktor keselamatan secara ketat, selain itu pemanfaatan energi nuklir
mempertimbangkan keamanan pasokan energi nasional, pengurangan emisi
karbon, dan mendahulukan potensi energi terbarukan187.
185
Periksa Media Indonesia, Energi Nuklir Terus Tuai Pro Kontra, 11 Maret 2014, hlm. 7.
Periksa Christina, Op., Cit, hlm. 7
187
Periksa Kompas, Nuklir Jadi Pilihan Terakhir, 29 Januari 2014, hlm. 17.
186
Indonesia telah mempunyai perangkat hukum yang mengatur
mengenai nuklir antara lain:
1) UU No. 8 Tahun 1978 tentang Pengesahan Perjanjian Mengenai
Pencegahan Penyebaran Senjata-Senjata Nuklir;
2) UU No. 9 Tahun 1997 tentang Pengesahan Treaty on The Southeast
Asia Nuclear Weapon Free Zone (Traktat Kawasan Bebas Senjata
Nuklir Asia Tenggara);
3) UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran;
4) UU No. 1 Tahun 2012 tentang Pengesahan Traktat Pelarangan
Menyeluruh Uji Coba Nuklir (Comprehensive Nuclear-test-ban Treaty);
5) UU No. 10 Tahun 2014 tentang Pengesahan International Convention
for The Suppression of Acts of Nuclear Terorism (Konvensi
Internasional Penanggulangan Tindakan Terorisme Nuklir)
6) PP No. 64 Tahun 2000 tentang Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir;
7) PP No. 43 Tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir;
8) PP No. 46 Tahun 2009 tentang Batas Pertanggungjawaban Kerugian
Nuklir;
9) PP No. 54 Tahun 2012 tentang Keselamatan dan Keamanan Instalasi
Nuklir;
10) Perpres No. 46 Tahun 2009 tentang Pengesahan Amandement to The
Convention on The Physical Protection of Nuclear Material (Perubahan
Konvensi Proteksi Fisik Bahan Nuklir);
11) Perpres No. 84 Tahun 2010 tentang Pengesahan Joint Convention On
The Safety Of Spent Fuel Management And On The Safety Of
Radioactive
Waste
Management
(Konvensi
Gabungan
Tentang
Keselamatan Pengelolaan Bahan Bakar Nuklir Bekas Dan Tentang
Keselamatan Pengelolaan Limbah Radioaktif);
12) Perpers No. 74 Tahun 2012 tentang Pertanggungjawaban Kerugian
Nuklir;
13) Perpres No. 98 Tahun 2013 tentang Badan Tenaga Nuklir Nasional;
6.
Energi Terbarukan
a.
Energi Biomassa
Biomassa merupakan bahan biogas yang dihasilkan melalui proses
pencernaan anaerobik atau fermentasi dalam kondisi anaerob (kedap udara
dan langka) cahaya. Biogas terdiri dari metana (CH4), dan karbon dioksida
(CO2) dan sedikir hidrogen sulfida (H2S), kelembapan dan siloksan188. Di
Indonesia terdapat regulasi yang mengatur mengenai biomassa antara lain PP
No. 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk
Produksi Biomassa. Di dalam PP tersebut, biomassa didefinisikan sebagai
tumbuhan atau bagian-bagiannyayaitu bunga, biji, buah, ranting, batang, dan
akar, termasuk tanaman yang dihasilkan oleh kegiatan pertanian,
perkebunan, dan hutan tanaman.
b. Energi Air Laut
Secara umum potensi energi air laut yang dapat menghasilkan listrik
dapat dibagi ke dalam 3 bentuk yaitu energi ombak (wave energy), energi
pasang surut (tidal energy), dan konversi energi panas laut (ocean thermal
energy conversion)189. Energi air laut belum dikembangkan di Indonesia,
padahal potensi sumber energi ini sangat besar mengingat Indonesia
mempunyai laut yang luas.
188
Periksa Sutarno, Op., Cit, hlm. 75.
Ibid, hlm. 119.
189
c.
Energi Matahari
Teknik pemanfaatan energi matahari mulai muncul pada tahun 1839
oleh A.C. Becquerel. Ia menggunakan kristal silikon untuk mengkonversi
radiasi matahari, tetapi hingga tahun 1955 metode tersebut belum banyak
dikembangkan. Kemudian pada tahun 1958, sel silikon yang digunakan
untuk
mengubah
energi
matahari
menjadi
sumber
energi
mulai
diperhitungkan karena dapat digunakan bagi satelit angkasa luar190.
Pemanfaatan energi sinar matahari belum maksimal dilakukan di Indonesia
mengingat rata-rata intensitas sinar matahari tidak terlalu banyak dan baru
dikembangkan untuk hotel-hotel sebagai pemanas air di bak mandi dan pada
daerah di kawasan pulau-pulau terluar di Indonesia.
d. Energi Angin
Sinar matahari memanaskan tanah dan menyebabkan atmosfer menjadi
hangat. Ketika udara panas naik, mengurangi tekanan atmosfer bumi dan
udara dingin ditarik untuk mengambil tempatnya dimana udara dingin
tersebut disebut angin191. Pembangkit Listrik Tenaga Angin atau disebut
PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu) belum populer di Indonesia,
padahal angin selalu ada dan kencang di daerah pantai, dimana Indonesia
merupakan negara dengan luas pantai terpanjang di dunia.
e.
Bahan Bakar Nabati
Contoh dari bahan bakar nabati antara lain dari sistem biokilang atau
biorefinery yang sedang dikembangkan oleh tim peneliti Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia bekerjasama dengan tim peneliti Universitas
Kobe192. Biokilang ditujukan untuk menghasilkan bahan bakar nabati dan
190
Periksa Sutarno, Op., Cit, hlm. 131.
Periksa Sutarno, Op., Cit, hlm. 145.
192
Periksa Kompas, LIPI Rintis Biokilang Generasi Kedua, 22 Januari 2014, hlm. 14.
191
bahan kimia dengan menggunakan mikroba super untuk memproduksi bahan
tersebut. Hasil pengolahan biokilang diharapkan menghasilkan bioetanol,
bioplastik dan bahan biokimia lain. Limbah yang dipilih berupa limbah
tandan kosong kelapa sawit di industri kelapa sawit dan bagas dari industri
gula193.
Menurut W. Shepherd dan D.W Shepherd194 dalam bukunya Energy Studies
mengungkapkan bahwa ada 2 (dua) permasalahan mendasar di bidang energi, yaitu:
1.
A need for a continuing sources of gasoline and diesel fuel for motor vehicles
and aircraft.
2.
A need for continuing supply of prime fuel for use in the generation of electricity
(on the assumption that oil and natural gas will ultimately be unvailable).
Kemudian mereka mengatakan bahwa permasalahan pertama (No. 1) di atas,
concerning oil supply, can be addressed in terms of:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
new oilfield discoveries;
enhanced recovery of natural crude oil;
development of an economic synthetic fuels industry, such as tar sands;
major social adjustments in the pattern of private motoring;
some alternative form of road transportation (such as the electric car);
further development of mass transportation systems using electricity
powered rail vehicles.
Kemudian permasalahan kedua (No. 2) tersebut W. Shepherd dan D.W.
Shepherd195 mengatakan bahwa concerning electricity generation, can be addressed
simultaneously on both short term and long term levels.
In the short term:
193
Riset tersebut didanai oleh Jepang melalui Proyek JST-JICA SATREPS dengan jumlah dana
sekitar 50 miliar rupiah untuk penelitian selama 5 tahun. Adapun dana penelitian tersebut dibagi
sejumlah 20 miliar rupiah dari JST (Japan Science and Technology) untuk peneliti dari Universitas
Kobe dan dana 30 miliar rupiah untuk peneliti dari Indonesia. Periksa Kompas, Lengan Kapang Urai
Biomassa, 29 Januari 2014, hlm. 14.
194
W. Shepherd and D.W Shepherd, Energy Studies, Imperial College Press, London, 1998, p.
374-375.
195
Ibid.
a.
b.
Coal and coal products;
Reinstatement and increased use nuclear fission power, using breeder
reactors.
In the long term, the future seems to lie with renewable energy resources:
a. solar energy:
- photovoltaic conversion;
- solar-thermal systems;
- wind turbine systems;
- ocean thermal currents;
- water wave energy;
- hydro-power;
- biomass and photosysthesis;
b. geothermal energy;
c. gravitational energy
- tidal energy
d. thermonuclear fusion.
J.
Tinjauan Perbandingan Pengaturan Energi Beberapa Negara di Dunia
1.
Jerman
Jerman sukses membangun kincir-kincir angin pembangkit listrik yang
memberikan listrik sebesar 17 GW (Giga Watt)196. Pada tahun 2009 Jerman
menginvestasikan dananya sebesar 20,4 miliar euro dimana investasi terbesar
dibidang sel fotovoltaik sejumlah 12.000 juta euro dan energi angin sebesar
2.650 milyar euro. Berdasarkan investasi tersebut Jerman memperoleh
pemasukan (dua besar) dihasilkan oleh biomassa sebesar 4.300 miliar euro dan
tenaga angin sebesar 3.400 miliar euro dengan total 17,1 miliar euro197.
Jerman mempunyai regulasi yang mengatur energi antara lain:
1) Renewable Energy Sources Act 2000 and revision 2004, 2009;
2) Electricity Feed in Act 1991;
196
Esmeralda Contessa, Duddy Priyatna, dan Haris Munandar, Op., Cit, hlm. 25.
Nicolas Oetzel, Renewable Energy Sources Act (EEG) Key Features, Development and
Perspectives, Federal Ministry for the Environment, Nature Conservation and Nuclear Safety, Berlin,
18 November 2010. www.feed-in-cooperation.org/.../8th-IFIC-WS_O... diakses pada10 Juli 2014 jam
17.20 WIB.
197
2.
Jepang
Jepang tidak berbeda dengan negara-negara lain didunia, di negara ini
menggunakan energi untuk apapun. Konsumsi energi sebagian besar
didominasi oleh minyak dan gas bumi. Tidak hanya itu, Jepang juga
menggunakan
kekayaan
intelektualnya
di
bidang
teknologi
untuk
mengembangkan energi nuklir guna mencukupi kebutuhan listrik di negara
itu.
Jepang menginvestasikan lebih dari 70 juta dolar Amerika Serikat
untuk pengembangan dan penelitian tenaga nuklir sejak tahun 1980 yang
menjadikan Jepang sebagai negara dengan kapasitas daya nuklir ketiga di
dunia198.
Regulasi di bidang energi yang dimiliki oleh Jepang antara lain:
1) Atomic Energy Basic Act 1955;
2) Basic Energy Act 2002;
3) Electricity Business Act dan Basic Act on Energy Policy
3.
China
Sikap bangsa China terhadap hukum dan perkembangannya sangat
dipengaruhi oleh pemikiran besar Konfusius (551-479 SM). Pengaruhnya
terhadap keseharian cara hidup bangsa China belum ada tandingannya sampai
sekarang. Salah satu landasan pandangan Konfusianisme terhadap dunia diwakili
oleh konsep “harmoni kosmis” artinya alam semesta yang seimbang, damai, dan
tertata secara harmonis. Diyakini bahwa pada dasarnya individu itu baik dan
tidak seharusnya harmoni ini diusik dengan saling berkonflik, tetapi dengan
rendah hati tetap menempati posisi masing-masing dan bersungguh-sungguh
mengikuti aturan etika perilaku yang berlaku bagi mereka yang diadaptasi
Periksa Linda Mc Cann, Japan’s Energy Security Challenges: The World is Watching,
Department
of
Defence,
October
2012.
Diakses
dari
laman
http://www.defence.gov.au/adc/docs/Publications2012/08_SAP%20Linda%20McCann%20%20Japan.pdf diakses pada 23 Juni 2014 jam 15.40 WIB.
198
sedemikian rupa dalam berbagai situasi dan dalam berhubungan dengan sesama
individu, dan alam199.
China200 sejak tahun 1949 bekerja sama dengan Uni Soviet (sekarang
Rusia) untuk mengeksploitasi semua sumber daya alamnya. Kemudian disusun
kebijakan energi yang masuk dalam perencanaan nasional dimana institusi yang
bertanggung jawab adalah KPN (Komisi Perencanaan Nasional) atau State
Planning Commission yang dibentuk pada 1952. Komisi ini bertugas membuat
rencana pembangunan lima tahunan. Khusus kebijakan energi, mereka mendapat
arahan dari State Council. KPN mempunyai beberapa fungsi yaitu: Pertama;
mengeluarkan kebijakan tentang investasi, harga, produksi, distribusi, rencana
produksi, ekspor impor, dan tenaga kerja di bidang energi. Kedua; menyusun
kebijakan energi lima tahunan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah dimana
KPN mempunyai dua biro khusus yaitu Fuel and Planning Bureau dan Energy
Conservation Bureau201. Selain KPN terdapat Kementerian Industri Minyak serta
Kementerian Geologi dan Sumber Daya Mineral dimana kedua kementerian ini
didukung oleh 2 SOE (State Owned Enterprise), CNOOC (China National
199
Michael Bogdan, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, Nusa Media, Bandung, 2010, hlm. 275276, terjemahan dari Michael Bogdan, Comparative Law, Kluwer and Taxation Publishers, 1994.
Dalam beberapa hal dikatakan bahwa The Chinese government, for example, used to control its people
and its regions through military power, the appointment of key personnel, and money. Today, the
global capital markets, the investment strategies of global corporations, and the growing autonomy of
regional economic activities provide a discipline that prevents it from exercising control of this sort.
Periksa Kenichi Ohmae, The End of The Nation State: The Rise of Regional Economies, The Free
Press, New York, p. 72.
200
Dulu selama 30 tahun lebih Cina menutup diri dan berusaha melawan arus sejarah
perdagangan internasional, sebaliknya, Cina berusaha mencukupi kebutuhannya sendiri tanpa harus
berhubungan dan berdagang dengan negara lain. Sosialisme hendak dicapai metode sosialisme pula,
tetapi gagal. Deng Xiaoping menyadari kesalahan ini. Dalam menanggapi semboyan Revolusi
Kebudayaan (1966-1969), bahwa lebih baik membangun masyarakat miskin dibawah sosialisme dari
pada masyarakat kaya di bawah kapitalisme, Deng Xiaoping menjawab, “This is absurd! ...We would
like to expand the role of the market economy as we develop ...” tetapi agar tidak dituduh “revisionis”,
ia menambahkan bahwa, “... In no way will it change our country’s socialist system.” Rupanya
masyarakat sosialis yang dikehendakinya hendak ditempuh melalui upaya kapitalis. Periksa Charles
Himawan, Hukum Sebagai Panglima, Kompas, Cetakan ke-2, Jakarta, 2006, hlm. 106.
201
Periksa Tirta N. Mursitama dan Maisa Yudono, Strategi Tiga Naga: Ekonomi Politik
Industri Minyak Cina di Indonesia, Kepik Ungu kerjasama dengan CEACoS (Center for East Asian
Cooperation Studies) Departemen Hubungan Internasional FISIP UI, Jakarta, 2010, hlm. 43-44.
Offshore Oil Corporation)202 dan Sinopec (China Petroleum and Chemical
Company)203 yang dibentuk pada tahun 1982 dan 1983.
Sebelum tahun 1998, negara China merupakan negara pengekspor minyak
tetapi setelah tahun 1998 China menjadi negara pengimpor minyak.
Perekonomian China sejak tahun 2006 semakin pesat dengan menjadi pengimpor
minyak terbesar kedua di dunia204. Kondisi ini membuat perusahaan-perusahaan
minyak China menjadi agresif dengan membangun stasiun-stasiun bahan bakar
dan menanamkan modalnya untuk eksplorasi migas di luar negeri.
Menurut Xin Liu dan Honglin Li, regulasi dan legislasi Cina dibagi dalam
periode transisi ekonomi dalam tiga tahapan, yakni205:
a.
Tahun 1950 - 1980
Pada masa ini206 MFI (Ministry of Fuel Industry)207 mulai mengatur
batubara, minyak dan listrik dan mereka membuat rencana ekonomi melalui
The Organic Law of The Fuel Industry 1950. Lebih lanjut dikatakan:
“The implementation of governmental energy plans by energy
enterprises was an expansion of government order to the energy
202
CNOOC dibentuk oleh pemerintah dan memiliki tugas melakukan eksplorasi dan produksi
minyak di lepas pantai, serta bekerjasama dengan perusahaan multinasional. Ibid, hlm. 44.
203
Sinopec merupakan BUMN yang menggabungkan fungsi dari Kementerian Industri Minyak
dan Kementerian Industri kimia dan memiliki tugas melakukan eksplorasi minyak dan gas dimana
pada akhir 1980-an terbentuk CNPC (China National Petroluem Company) yang menggantikan peran
Kementerian Industri Minyak yang berbentuk holding company. Ibid.
204
Periksa Rhenald Kasali, Reinventing, Mizan, Jakarta, 2016, hlm. 259.
205
Periksa Xin Qiu dan Honglin Li, Energy Regulation and Legislation in China,
Environmental Law Institute, Washington, 2012. Diakses dari http://www.epa.gov/ogc/china/Qiu.pdf,
pada 30 Mei 2014 jam 09.22 WIB.
206
Selama periode prareformasi ekonomi pada 1978 sampai akhir 1980-an peran pemerintah
Cina sebagai regulator, operator, dan distributor begitu kuat yang sesuai dengan asas Partai Komunis
Cina yang mengelola sumber daya alam demi kepentingan rakyat. Pemerintah Cina memutuskan untuk
menyerahkan hak pengelolaan sektor migas ketangan BUMN (berbeda dengan di Indonesia dimana
kita menyerahkan pengelolaan sektor migas kepada pihak asing). Periksa Tirta N. Mursitama dan
Maisa Yudono, Op., Cit, hlm 45.
207
MFI responsible for: (1) deciding development plans for the fuel industry and approving the
structure of fuel industry and operational plans of fuel enterprises; (2) organizing enterprises’
construction and production, including finance, materials, and technology; (3) setting up technical
standards. and. improving the enterprises’ capacity; (4) monitoring the operation of private fuel
companies; and (5) training technical leaders and instructing schools, research entities, and other
social organizations with a focus on fuel issues. Ibid.
sector. Due to the lack of separation between the market and the.
government, there was neither energy regulation nor a need for
regulation. From this perspective, energy regulations at this time. were
not really laws, but energy production plans and administrative
orders”.
b.
1980-1990
Pada masa ini legislasi difokuskan untuk perubahan sistem yang
membuka pasar energi dan mengakomodasi berbagai pelaku pasar. Sebagai
contoh pada 1985 di sektor ketenagalistrikan, Cina menggunakan legislasi
untuk mendiversifikasi pasar. The Temperare Regulation on Encouraging
Investment to Electricity Industry and Using Multiple Electricity Pricing
Models established the principle that anyone cold invest in power plants, but
the government controlled the power grid.
c.
Tahun 2000 sampai sekarang
Pemerintah Cina memberikan kuasa pengelolaan kepada BUMN akan
meningkatkan kualitas dan kuantitas sektor migas dalam negeri, sehingga
terjadi pengurangan peran pemerintah dalam menyusun strategis operasi
dimana pemerintah lebih berfokus dalam perumusan kebijakan nasional208.
Di Cina terdapat Law of the People’s Republic of China on Science and
Technology Progress dan Law of the People’s Republic of China on
Popularization of Science and Technology209. Di dalam Law of the People’s
Republic of China on Science and Technology Progress menegaskan bahwa
negara harus melindungi kebebasan ilmiah, mendorong eksplorasi ilmiah dan
inovasi teknologi sehingga dapat meningkatkan iptek (ilmu pengetahuan dan
teknologi) sampai tingkat mahir di dunia. Negara dan seluruh masyarakat harus
208
209
Periksa Tirta N. Mursitama dan Maisa Yudono, Op., Cit, hlm 45.
Periksa Sabartua Tampubolon, Op., Cit, hlm. 99.
menghormati ilmu, bakat, nilai kreativitas iptek dan melindungi hak kekayaan
intelektual210.
Cina juga merupakan negara produsen dimetil eter di Asia yang paling
progresif dengan konsumsi mencapai 120.000 ton per tahun untuk aerosol
propellant, bahan baku industri kimia, dan bahan bakar rumah tangga yang
dicampur dengan elpiji211.
4.
Malaysia
Malaysia mempunyai luas area 329.733 km2 dengan populasi sebesar 28,3
juta jiwa (sensus 2010) yang berdasarkan National Electricity Generation
2011212 dibagi menjadi 3 wilayah besar, yaitu Peninsular213, Sabah214 dan
Sarawak215.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Malaysia tidak terlepas dari
dinamika
210
perpolitikan216
yang
mempengaruhi
negara
ini.
Kemajuan
Ibid, hlm. 100.
Dimetil eter merupakan bahan bakar terbarukan yang dapat dicairkan dengan karakter
seperti elpiji. Sumber dimetil eter dapat berasal dari gas alam, batubara, limbah plastik, limbah kertas,
limbah pabrik gula, dan biomassa. Periksa Kompas, Kesempatan bagi Dimetil Eter, 15 November
2013, hlm. 14.
212
Malaysia Nuclear Power Corporation, Nuclear Power Pre-Project Activities in Malaysia,
periksa www.werc.or.jp/werc_english/achievement/13-pdf/Session3/3 Malaysia.pdf, diakses 21 Juni
2014 jam 16.00 WIB.
213
Daerah Peninsular tahun 2011 tercatat mempunyai produksi listrik sebesar 103, 643 GWh,
dimana sektor penyumbang terbanyak berasal dari gas (44,9%), dan tambang (42,9%). Ibid.
214
Daerah Sabah tahun 2011 menghasilkan 4,984 GWh (giga watt hour) dimana sektor
pendukung terbanyak dari gas (63%) dan diesel (24%). Ibid.
215
Daerah Serawak menghasilkan
216
Kebijakan industrialisasi yang dimulai sejak masa kolonial Inggris hingga berakhir pada
1957 melalui penyerahan kedaulatan dari pemerintahan kolonial Inggris ke Federasi Malaya.
Pemerintahan Malaysia sendiri dikendalikan oleh koalisi BN (Barisan Nasional) yang merupakan
koalisi dari multipartai multietnis yang dipimpin oleh UMNO (United Malaya National Organization).
Adapun perekonomian Malaysia bisa maju seperti sekarang ini dikarenakan koalisinya kompak sejak
awal merdeka sampai sekarang. Periksa Budi Winarno, Op., Cit, hlm. 205.
211
perekonomian Malaysia mulai dirasakan pada masa pemerintahan Perdana
Menteri Mahattir Mohammad dengan industrialisasi yang menempatkan etnis
Melayu (warga asli Malaysia) sebagai “tuan di negara sendiri”217.
Malaysia di bidang nuklir mempunyai lembaga AELB (Atomic Energy
Licensing Board) atau badan pengatur nuklir dan aktivitas radiasi di Malaysia di
bawah Act 304 dan Relevant Authority di bawah Act 708. Atomic Energy
Licensing Act 1984 (Act 304) dan Strategic Trade Act 2010 (Act 708)218.
Kemudian selain itu regulasi yang mengatur bidang energi di Malaysia antara
lain:
a.
Petroleum Development Act1974and amandement 1975, 1981;
b.
Petroleum and Electricity Act 1974;
c.
Atomic Energy Licensing Act 1984;
d.
Electricity Supply Act 1990 (mulai efektif 5 Desember 2008)219;
217
Proses untuk menjadikan Malaysia sebagai Tuan di negeri sendiri tidak mudah, karena sejak
masa pemerintahan Perdana Menteri Tunku Abdul Rahman dengan menerapkan kebijakan kolonial
Inggris yakni semangat usaha bebas (free enterprise) dan pasar bebas (free market) yang menghendaki
campur tangan minimal negara sehingga memunculkan dominasi etnis Cina dan negara-negara Barat
di bidang pertambangan dan kepemilikan modal. Oleh karena hal tersebut, pecah kerusuhan anti Cina
pada 13 Mei 1969. Akibat krisis politik tersebut, pemerintah Malaysia menerapkan Kebijakan
Ekonomi Baru (New Economic Policy) pada 1971 dengan mengganti sistem ekonomi bebas dengan
kebijakan ekonomi baru yang memberikan peran aktif negara dalam bidang ekonomi. Usaha yang
dilakukan selama kurun waktu 1971 hingga 1990 menjadikan kepemilikan saham oleh Bumiputera
Malaysia naik dari 2 prosen di tahun 1971 menjadi 30 prosen pada 1990, sedangkan kepemilikan asing
menurun dari rata-rata 63 prosen manjadi 30 prosen. Periksa Edmund T. Gomez dan Jomo KS,
Malaysia’s Political Economy: Politics, Patronage and Profits, Cambridge University Press,
Cambridge, 1997. Ibid, hlm 205-207.
218
Keunggulan Malaysia dalam hal pengembangan nuklir terletak pada lokasi yang strategis
antara dua rute perdagangan besar, pertumbuhan transshipment hubs terbesar di Asia, emerging global
suppliers of sophisticated dual-use technologies, share of global high tech trade increasing and
diversifying, dan high level of cross-border transfers. Periksa Andrew Yeoh Siong Hu, Export Control
of The Nuclear Related Items, Atomic Energy Licensing Board, Ministry of Science, Technology and
Innovation (MOSTI) Malaysia dari laman www.simul-conf.com/outreach/2011/malaysia/2-1_Mr.
_Yeoh.pdf, diakses 21 Juni 2014, jam 16.00 WIB.
219
Hal-hal penting dari ketentuan Electricity Supply Act antara lain mengenai applied to big
energy users, appointment and notification of Electrical Energy Manager, Kebijakan Electrical
Energy Management, Audit energi, rekomendasi untuk electrical energy management, monitoring and
keeping of records, dan periodical reporting. Periksa Ahmad Zairin Ismail, Energy Efficiency and
Energy Management Initiatives in Malaysia, Malaysian Green Technology Corporation, 4th October
2012
diakses
dari
laman
http://home.jeita.or.jp/greenitpc/activity/symposium/120803/pdf/sympo_2012_s02_3.pdf, pada 23 Juni 2014 jam 15.39 WIB.
e.
Renewable Energy Act2011 (Disahkan pada 27 April 2011)220;
1) Energy Commission Act 2011;
5.
Brasil
Berdasarkan Regulation of the Petroleum Industry, Law No. 9478 pada 6
Agustus 1997 dibentuk The National Agency of Petroleum, Natural Gas and
Biofules (ANP) dimana merupakan entitas integral dari the Indirect Federal
Administration. ANP merupakan badan pengatur ekstor industri khusus minyak,
gas alam dan produk derivatnya dan biofuel dimana badan ini berafiliasi dengan
Kementerian Pertambangan dan Energi221. Di bidang energi terbarukan, Brasil
sukses mengembangkan ethanol yang didukung dengan situasi politik,
transportasi dan buruh yang murah serta kontrol harga yang ketat dari
pemerintah222.
Brazil menargetkan pada tahun 2020 memiliki pembangkit hydro
berkapasitas 121,6 GW, angin 11,5 GW dan biomass 9,2 GW. Adapun
kapasitas energi terbarukan Brasil total sejumlah 109,6 GW. Brasil memiliki
beberapa regulasi yang mengatur bidang energi antara lain:
1) Electricity Act;
2) Renewable Energy Law 2005.
220
Renewable Energy Act is an act to provide for the establishment and implementation of a
special tariff system to catalyze the generation of renewable energy and to provide for related matters.
Periksa Wei Nee Chen, Renewable Energy Status in Malaysia, 4 December 2012 (Sustainable Energy
Development
Authority
Malaysia),
diakses
http://www.mida.gov.my/env3/uploads/events/Sabah04122012/SEDA.pdf, pada 23 Juni 2014 jam
15.40 WIB.
221
Periksa OGP: Regulators use of standards, Report No. 426 Maret 2010, International
Association of Oil & Gas Producers, diakses dari laman http://www.ogp.org.uk/pubs/426.pdf, pada 23
Juni 2014 jam 19.00 WIB.
222
Periksa tulisan Nancy I. Potter, How Brazil Achieved Energy Independence and the Lessons
the United States should Learn from Barzil’s Experience. Diakses dari laman
https://law.wustl.edu/WUGSLR/Issues/Volume7_2/Potter.pdf, pada 23 Juni 2014 jam 18.10 WIB.
K. Penelitian yang Relevan
Penelitian dan tulisan ilmiah yang membahas mengenai ketahanan energi dari
aspek hukum dapat dikatakan langka, mengingat kajian terhadap ketahanan energi
pada dasarnya banyak dilakukan oleh para peneliti yang menekuni bidang selain ilmu
hukum. Adapun para sarjana hukum ada yang meneliti di bidang energi, tetapi hanya
meneliti sub-sub tertentu dari energi seperti kontrak di bidang minyak dan gas bumi,
ketenagalistrikan, dan lain-lain. Maka dari itu, kajian di bidang energi yang
membutuhkan penguasaan ilmu hukum yang multi disipliner ini membuat Peneliti
mencari dan meneliti hasil-hasil karya peneliti yang kiranya relevan dijadikan sebagai
bahan untuk memperkaya penulisan ini. Berdasarkan penelusuran yang Peneliti
lakukan terdapat beberapa penelitian yang Peneliti anggap relevan dengan penelitian
ini, antara lain:
1.
Master Thesis dengan judul “The European Energy Security”, karya Laurent
Steveny pada Masaryk University Faculty of Social Science M.A in European
Politics, 2007223. Penelitian Laurent Steveny menyoal apa itu energi. Kemudian
relasi antara ekonomi dan energi, dan bagaimana orientasi politik European
Union kedepan.
2.
Makalah Pendekatan Strategi Energi (Jaringan Pembangunan Berkelanjutan).
2009 pada Translation No. WB10JUN03. Grup Bank Dunia224.
Dalam makalah ini menyoal tentang kurangnya kapasitas pasokan yang
diperburuk dengan infrastruktur energi yang beroperasi jauh melebihi masa
hidupnya dan sudah segera diganti. Adapun tujuan makalah tersebut hendak
223
Di dalam pengantar, Laurent Steveny mencoba menunjukkan orientasi yang digagas oleh
European Union tidak konsisten guna menghadapi tantangan energi di masa depan. Kemudian
orientasi yang dipilih oleh anggota European Union tidak kompatibel dalam pasar bebas dan dapat
membahayakan
dependensi
energi
European
Union.
http://is.muni.cz/th/206219/fss_m/Master_Thesis_European_Energy_Security.pdf?lang=en, diakses 24
Juni 2014, jam 14.58 WIB.
224
http://siteresources.worldbank.org/EXTESC/Resources/ApproachPaper_Bahasa.pdf, diakses
pada 3 Februari 2014 jam 12.56 WIB.
mengantarkan225 pada peningkatan akses dan keandalan pasokan energi, dan
memfasilitasi pergeseran ke jalur pengembangan energi yang lebih berkelanjutan
dari sudut lingkungan hidup226.
3.
Tesis karya Pranawaningtyas yang berjudul “Proyeksi dan Optimalisasi
Pemanfaatan Energi Terbarukan”. Program Pascasarjana Teknik Industri
Fakultas Teknik Universitas Indonesia Tahun 2009227.
Tesis ini pada intinya menginginkan adanya kebijakan diversifikasi
sehingga dapat mendorong pemanfaatan energi terbarukan di tahun 2025 untuk
mensubtitusi energi fosil. Kemudian dengan optimalisasi pemanfaatan energi
terbarukan per sektor dilakukan dengan mempertimbangkan biaya, efisiensi
teknologi, demand, per sektor dan potensi energi terbarukan.
4.
Winahyu Erwiningsih228, “Pelaksanaan Pengaturan Hak Menguasai Negara atas
Tanah Menurut UUD 1945”, Jurnal Hukum No Edisi Khusus Vol. 16 Oktober
2009.
Tulisan karya Winahyu Erwiningsih ini menyoal bagaimana pelaksanaan hak
menguasai negara atas tanah sebagaimana diamanatkan UUD 1945.
225
Setidaknya kata hukum dimunculkan sebanyak 5 (lima) kali. Hal ini menunjukkan bahwa
World Bank menaruh harapan besar pada hukum untuk mengantarkan negara-negara “pasien” mereka
untuk menggunakan hukum sebagai sarana peningkatan akses di bidang energi dan melakukan
pengembangan teknologi yang kaitannya dengan energi. Harapan tersebut muncul di halaman 1 (satu)
dalam kalimat, “ketika pasar energi memperhatikan supremasi hukum kemungkinan besar akan
terbukti efisien dan membantu menciptakan lingkungan hidup yang memungkinkan sehingga dapat
menarik dan mempertahankan pembiayaan swasta.”
226
Pada makalah ini mengusulkan kepada Grup Bank Dunia (World Bank Group)
meningkatkan upayanya untuk memantapkan tata sektor usaha swasta yang berkaitan dengan utilitas
publik, membantu pemerintah dan instansi membentuk “kerangka hukum, peraturan kontraktual dan
fiskal yang jelas dan adil, mengatur sektor tersebut secara efektif dan meningkatkan tata kelola pasar,
mengumpulkan data secara sistematik; dan mengupayakan agar informasi kebijakan, peraturan,
pasokan, dan permintaan energi, harga, pajak, bantuan yang disediakan untuk badan usaha energi, dan
kewajiban bersyarat bagi negara tersedia secara teratur untuk memberi informasi kepada masyarakat
luas dan para investor. Ibid, hlm 30.
227
Periksa
laman
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/122057-T%2025905Proyeksi%20dan%20optimasi-HA.pdf, diakses pada 3 Februari 2014 jam 12.33 WIB.
228
Winahyu Erwiningsih, “Pelaksanaan Pengaturan Hak Menguasai Negara atas Tanah
Menurut UUD 1945,” Jurnal Hukum No Edisi Khusus Vol. 16 Oktober 2009.
5.
Rahim Rahimov, Thesis, The European Union’s Eastern Partnership and Energy
Security Issues, Department of International Relations of Hult International
Business School in London, United Kingdom, 2010229.
Penelitian Rahim Rahimov memberikan kesimpulan bahwa unifikasi Eropa
melahirkan suatu jalan perekonomian swasta yang unik dan terintegrasi dengan
kebutuhan keamanan di lingkungan selama perang dan kemudian mengalami
tekanan pada Perang Dingin. Perekonomian swasta telah sukes diaplikasikan
sebagai penyelesaian konflik dan penambahan integrasi perekonomian membuat
dimensi politik yang meyakinkan. Runtuhnya Uni Soviet dan berakhirnya Perang
Dingin, politik dan perekonomian terintegrasi semakin cepat dan semakin bagus
dengan ditandai dengan kesepakatan Uni Eropa pada 1993.
6.
Elinur, DS Priyarsono, Mangara Tambunan dan Muhammad Firdaus,
Perkembangan Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia
dalam Indonesia Journal of Agricultural Economics (IJAE) Volume 2 Nomor 1
Desember 2010.
Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini bahwa konsumsi energi yang
meningkat di Indonesia cenderung boros mengingat cadangan energi fosil
semakin menipis dan pengembangan energi alternatif yang cenderung lambat230.
7.
Master Thesis in Energy Management oleh Hamilton Ikechukwu Egboh231,
dengan judul Clean Energy in Norway: A Case Study for Nigerian Electricity
Development, University of Norland Bodo Graduate School of Business, 2011.
Penelitian ini menyoal “how could Norwegian clean energy technology be
implemented in Nigeria and what the implications?” Atau dalam terjemahan
229
http://www.atlanticcommunity.org/app/webroot/files/articlepdf/EasternPartnership.pdf,
diakses pada 24 Juni 2014, jam 15.08 WIB.
230
Elinur, DS Priyarsono, Mangara Tambunan dan Muhammad Firdaus, “Perkembangan
Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia”, Indonesia Journal of Agricultural
Economics (IJAE), Volume 2 Nomor 1 Desember 2010, hlm. 4.
231
http://brage.bibsys.no/hibo/retrieve/2108/Egboh_H.pdf, diakses pada 3 Februari 2014, jam
13.04 WIB.
bebas Peneliti, bagaimana teknologi energi bersih dari Norwegia bisa
diimplementasikan di Nigeria dan apa implikasinya?
8.
Disertasi dari Dewi Aryani yang berjudul “Skenario Kebijakan Energi Indonesia
Hingga Tahun 2035”, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Doktor
Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2012. Penelitian ini mengambil pokok
permasalahan :
a.
Bagaimana potret energi Indonesia saat ini?
b.
Bagaimana deskripsi skenario kebijakan energi Indonesia hingga tahun
2035?
c.
Bagaimanakah grand strategy kebijakan energi Indonesia hingga tahun
2035?
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan, bahwa kondisi energi Indonesia saat ini
dapat dilihat berdasarkan dua indikator yakni kebutuhan atas energi dan
ketersediaan energi. Berdasarkan kedua indikator tersebut saat ini konsumsi
energi Indonesia sangat tinggi yang tidak didukung dengan ketersediaan energi
yang
memadai.
Sampai
beberapa
tahun
ke
depan
Indonesia
masih
ketergantungan dengan energi fosil, khususnya minyak bumi. Padahal Indonesia
memiliki potensi sumber daya energi terbarukan yang melimpah, efisien, dan
ramah lingkungan.
9.
Penelitian hukum (skripsi) karya Eka Astiti Kumalasari232 yang berjudul
“Peranan Perusahaan Migas Asing Terhadap Ketersediaan Energi Indonesia.”
Jurusan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, 2013.
Penelitian ini mempermasalahkan tiga hal. Pertama bagaimana keamanan
pasokan energi Indonesia, kedua bagaimana peranan perusahaan migas asing
232
Penelitian ini diselesaikan pada tahun 2013, jika merujuk pada kesimpulan penelitian, maka
Indonesia akan mengalami masalah energi yang berat akan ketersediaan energi (ketahanan energi)
pada tahun 2025, atau malah bisa sebelum itu tahun 2025. Periksa lebih lanjut di laman
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/6190/Skripsi%20Eka%20Astiti%20Kumalas
ari.pdf?sequence=1, diakses pada 4 Januari 2014, jam 10.37 WIB.
terhadap ketersediaan energi Indonesia, ketiga bagaimana strategi pengelolaan
migas untuk menopang ketersediaan energi Indonesia233.
Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Eka Astiti Kumalasari
tersebut adalah pertama, Indonesia memiliki ketergantungan sangat besar akan
jenis sumber energi minyak, padahal Indonesia hanya memiliki cadangan minyak
potensial yang hanya bertahan untuk 12 tahun. Konsumsi yang sangat besar ini
mendorong
Indonesia
untuk
mengimpor
minyak
dari
Timur
Tengah.
Ketergantungan yang sangat besar akan satu jenis minyak membuat keamanan
pasokan energi Indonesia menjadi rawan. Selain itu, sumber impor minyak
Indonesia kebanyakan berasal dari Timur Tengah, hal ini menambah resiko akan
ketidak amanan pasokan tersebut, yang pada akhirnya disimpulkan keadaan
pasokan energi Indonesia pada posisi yang tidak aman234.
Kesimpulan kedua menunjukkan bahwa perusahaan migas asing memiliki
andil yang besar dalam produksi migas Indonesia. Sebagaian besar produksi
minyak dan gas Indonesia dikuasai oleh operator perusahaan energi asing.
Kehadiran mereka berkontribusi pada proses eksplorasi untuk menemukan
cadangan dan ladang migas baru. Namun pada proses produksi sayangnya hasil
dari produksi tersebut tidak kembali kepada negara Indonesia melainkan dijual
ke luar negeri. Hal ini membuat kebutuhan energi dalam negeri tidak terpenuhi
yang akhirnya berujung pada impor minyak ataupun impor gas. Kehadiran
perusahaan migas asing seharusnya dapat diberdaya gunakan untuk memenuhi
ketersediaan energi Indonesia, mereka bisa menjadi partner yang kuat untuk
menemukan cadangan energi baru dan sumber pasokan energi Indonesia. Namun
kebijakan pemerintah Indonesia hingga saat ini masih berorientasi ekspor
sehingga pasokan energi Indonesia harus didatangkan dari luar negeri. Hal ini
233
Kelemahan penelitian ini terletak dalam perumusan kesimpulan di halaman 91-92 yang tidak
sinkron bentuknya dengan rumusan masalah di halaman 14 (halaman 14 memuat 3 rumusan masalah).
Seharusnya pada halaman 91-92 disimpulkan pada penjabaran angka 1, angka 2, dan angka 3,
sedangkan pada kesimpulan hanya terdapat 2 kesimpulan.
234
Ibid, hlm. 91.
justru membuat kehadiran mereka menjadi penyebab ketidak amanan
ketersediaan energi nasional235.
10. Anton Rahmadi, Menuju Ketahanan Energi Indonesia di Masa Depan, Makalah
disajikan pada Dialog Visi Negara Kesejahteraan 2045, Kerjasama DPP Partai
Golongan Karya dan Universitas Mulawarman, Samarinda 6 Juli 2013236.
Makalah yang disajikan oleh Anton Rahmadi menyoal permasalahan energi
nasional dan menyimpulkan bahwa saat ini Indonesia mengalami silent energy
crisis dimana minyak bumi, gas dan batubara akan semakin menipis dan habis.
Kemudian subsidi energi menempatkan APBN terbebani, dan bauran energi
sampai tahun 2010 masih didominasi oleh minerba.
11. Penelitian hukum (skripsi) dari Agung Budi Prasetiyo, Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman, 2013 yang berjudul “Kebijakan Pemerintah
Kabupaten Banyumas Dalam Pelestarian Fungsi Lingkungan Pemanfaatan
Sumber Energi Minyak Bumi (Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Pasal 3 ayat (2)
huruf d Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi
Nasional).
Penelitian dari Agung Budi Prasetiyo ini menyoal bagaimana kebijakan
Pemerintah Kabupaten Banyumas terkait upaya pelestarian fungsi lingkungan
dalam pemanfaatan sumber energi minyak bumi, dan bagaimana kesesuaian
upaya pelestarian fungsi lingkungan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
Banyumas dengan isi Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional.
235
Ibid, hlm. 92.
Periksa http://arahmadi.net/tulisan/ketahanan-energi-2013.pdf, diakses 24 Juni 2014, jam
15.08 WIB.
236
Penelitian yang relevan sebagaimana telah dipaparkan, pada dasarnya berbeda
dengan rencana penelitian yang Peneliti buat. Adapun perbedaannya terletak pada
bagian berikut:
Tabel 5. Perbedaan Penelitian Peneliti dengan Penelitian yang Relevan
Judul Penelitian
1. Master Thesis dengan
judul “The European
Energy Security”, karya
Laurent Steveny pada
Masaryk
University
Faculty
of
Social
Science
M.A
in
European
Politics,
2007237.
2.
Permasalahan
1. Penelitian Laurent
Steveny menyoal apa itu
energi.
2. Apa relasi antara
ekonomi dan energi.
3. Bagaimana orientasi
politik European Union
(Uni Eropa) ke depan.
Makalah
Pendekatan Kurangnya
Strategi Energi (Jaringan pasokan
Pembangunan
diperburuk
237
Perbedaan
Penelitian
Laurent
Steveny
membahas
mengenai permasalahan
energi
di
European
Union,
sedangkan
Penelitian yang kami
angkat
berdasarkan
hukum
positif
di
Indonesia
dengan
menitikberatkan
pada
kebijakan
penguasaan
negara di bidang energi
dalam konsep negara
kesejahteraan, sehingga
dari obyek kajian atau
bahan
hukum
yang
berlaku
dan
karakteristiknya
sudah
menunjukkan perbedaan
disamping
bidang
keilmuan yang diambil
juga berbeda Laurent
Steveny dari sisi politik
sedangkan Peneliti dari
aspek hukum.
kapasitas Makalah yang disajikan
yang oleh Bank Dunia (World
dengan Bank) pada dasarnya
Di dalam pengantar, Laurent Steveny mencoba menunjukkan orientasi yang digagas oleh
European Union tidak konsisten guna menghadapi tantangan dimana European Union harus
berhadapan dengan masa depan. Kemudian orientasi yang dipilih oleh anggota European Union tidak
kompatibel dalam pasar bebas dan dapat membahayakan dependensi energi European Union.
http://is.muni.cz/th/206219/fss_m/Master_Thesis_European_Energy_Security.pdf?lang=en, diakses 24
Juni 2014, jam 14.58 WIB.
Berkelanjutan).
Translation
WB10JUN03.
Bank Dunia
3.
2009. infrastruktur energi yang
No. beroperasi jauh melebihi
Grup masa hidupnya dan
sudah segera diganti.
Adapun tujuan makalah
tersebut
hendak
mengantarkan
pada
peningkatan akses dan
keandalan
pasokan
energi,
dan
memfasilitasi pergeseran
ke jalur pengembangan
energi
yang
lebih
berkelanjutan dari sudut
lingkungan hidup.
Tesis karya
Pranawaningtyas yang
berjudul “Proyeksi dan
Optimalisasi
Pemanfaatan Energi
Terbarukan”. Program
Pascasarjana Teknik
Industri Fakultas Teknik
Universitas Indonesia
Tahun 2009
Tesis ini pada intinya
menginginkan
adanya
kebijakan diversifikasi
sehingga
dapat
mendorong pemanfaatan
energi terbarukan di
tahun
2025
untuk
mensubtitusi
energi
fosil. Kemudian dengan
optimalisasi
pemanfaatan
energi
terbarukan per sektor
dilakukan
dengan
mempertimbangkan
biaya,
efisiensi
teknologi, demand, per
sektor dan potensi energi
terbarukan
mengkaji aspek energi
secara umum, walaupun
beberapa kali disinggung
kebutuhan peran hukum
didalamnya.
Berbeda
dengan Peneliti, kajian
yang dibahas khusus
mengenai
kebijakan
penguasaan negara di
bidang
energi
dalam
konsep
negara
kesejahteraan.
Hukum
yang mengatur energi di
beberapa negara seperti
Malaysia, Jepang, Cina,
Jerman dan Brasil yang
Peneliti pilih mampu
untuk diambil model
hukum
kebijakan
penguasaan negara seperti
apa yang kiranya dapat
diterapkan di Indonesia.
Perbedaan nampak dari
sisi keilmuan, bahwa
Tesis
karya
Pranawaningtyas
merupakan
karya
di
bidang sains, sedangkan
apa yang kami kaji dari
aspek
hukum
yang
tentunya berbeda dengan
bidang sains (dari sisi
metodologi, penggunaan
teori, asas, dan lain-lain).
4.
Winahyu
Erwiningsih238,
“Pelaksanaan
Pengaturan
Hak
Menguasai Negara atas
Tanah Menurut UUD
1945”, Jurnal Hukum
No Edisi Khusus Vol. 16
Oktober 2009.
Tulisan karya Winahyu
Erwiningsih
menyoal
bagaimana pelaksanaan
hak menguasai negara
atas tanah sebagaimana
diamanatkan UUD 1945.
Perbedaan karya Winahyu
Erwiningsih dengan yang
kami teliti adalah konteks
yang diteliti. Tulisan
karya
Winahyu
Erwiningsih
menitikberatkan
pada
obyek kajian pertanahan,
sedangkan obyek kajian
yang
kami
teliti
menitikberatkan bidang
energi dan korelasinya
dengan hukum.
5.
Rahim Rahimov, Thesis,
The European Union’s
Eastern Partnership and
Energy Security Issues,
Department
of
International Relations
of Hult International
Business School in
London,
United
Kingdom, 2010.
Penelitian
Rahim
Rahimov memberikan
kesimpulan
bahwa
unifikasi
Eropa
melahirkan suatu jalan
perekonomian
swasta
yang
unik
dan
terintegrasi
dengan
kebutuhan keamanan di
lingkungan
selama
perang dan kemudian
mengalami tekanan pada
Perang
Dingin.
Perekonomian
swasta
telah sukes diaplikasikan
sebagai
penyelesaian
konflik dan penambahan
integrasi perekonomian
membuat dimensi politik
yang
meyakinkan.
Runtuhnya Uni Soviet
dan berakhirnya Perang
Dingin, politik dan
perekonomian
terintegrasi
semakin
cepat dan semakin bagus
Penelitian
Rahim
Rahimov mirip dengan
penelitian dari Laurent
Steveny
yang
menempatkan
kajian
penelitian di European
Union
(Uni
Eropa).
Perbedaannya
terletak
pada ekonomi politik yang
dibahas oleh Laurent
Steveny
yang
tidak
dibahas
oleh
Rahim
Rahimov dan energy
security yang dibahas oleh
Rahim Rahimov yang
tidak dibahas oleh Laurent
Steveny.
Peneliti
membahas
kebijakan
penguasaan negara di
bidang
energi
dalam
konsep
negara
kesejahteraan yang tidak
dibahas
oleh
Rahim
Rahimov dan Laurent
Steveny.
Winahyu Erwiningsih, “Pelaksanaan Pengaturan Hak Menguasai Negara atas Tanah
Menurut UUD 1945,” Jurnal Hukum No Edisi Khusus Vol. 16 Oktober 2009.
238
dengan ditandai dengan
kesepakatan Uni Eropa
pada 1993
6.
Elinur, DS Priyarsono,
Mangara Tambunan dan
Muhammad
Firdaus,
Perkembangan
Konsumsi
dan
Penyediaan
Energi
dalam
Perekonomian
Indonesia
dalam
Indonesia Journal of
Agricultural Economics
(IJAE) Volume 2 Nomor
1 Desember 2010.
Penelitian
yang
dipublikasikan
dalam
jurnal ini menunjukkan:
a.
konsumsi
energi
sektor industri, sektor
rumah
tangga
dan
transportasi,
sektor
pertanian dan sektor
lainnya
meningkat
selama tahun 19902008;
b.
Tren
penyediaan
energi
menurut jenis energi
selama kurun waktu
1990-2008 menunjukkan
peningkatan penyediaan
pada batubara, produksi
minyak
mentah
domestik, produksi gas,
produksi biomass, dan
penyediaan
energi
listrik;
c.
untuk
mengatasi
masalah
energi di Indonesia
diperlukan
konservasi
energi dalam berbagai
lapisan
dari
aspek
pengelolaan
energi
maupun dari kalangan
masyarakat.
Penelitian karya Elinur,
DS Priyarsono, Mangara
Tambunan
dan
Muhammad Firdaus yang
dimuat
dalam
jurnal
tersebut secara ekonomi
telah
mampu
menunjukkan
data
statistik
kenaikan
penggunaan energi di
beberapa
sektor
di
Indonesia. Tetapi dari sisi
substansi hukum (karena
perbedaan
bidang
keilmuan) jelas tidak
disinggung
sehingga
penelitian yang berjudul
Kebijakan
Penguasaan
Negara di Bidang Energi
dalam Konsep Negara
Kesejahteraan
berbeda
dengan penelitian Elinur,
DS Priyarsono, Mangara
Tambunan
dan
Muhammad Firdaus.
7.
Master Thesis in Energy
Management
oleh
Hamilton
Ikechukwu
Egboh, dengan judul
Clean
Energy
in
Norway: A Case Study
for Nigerian Electricity
Penelitian ini menyoal
“bagaimana bisa clean
energy
technology
Norwegia
diimplementasikan
di
Nigeria
dan
apa
implikasinya.
Perbedaan penelitian yang
berjudul
Kebijakan
Penguasaan Negara di
Bidang Energi dalam
Konsep
Negara
Kesejahteraan
berbeda
dengan
penelitian
Development, University
of
Norland
Bodo
Graduate School of
Business, 2011
8.
Disertasi dari Dewi
Aryani yang berjudul
“Skenario
Kebijakan
Energi Indonesia Hingga
Tahun 2035”, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Program Doktor
Ilmu
Administrasi
Universitas Indonesia,
2012
Hamilton
Ikechukwu
Egboh dapat dicermati
dari perbedaan disiplin
ilmu (berimplikasi juga
perbedaan
metode
penelitian,
obyek
penelitian, teknik analisis,
dan lain-lain) sehingga
penelitian kami berbeda
dengan
penelitian
Hamilton
Ikechukwu
Egboh.
Permasalahan
yang
diangkat dari Disertasi
Dewi Aryani adalah: a.
Bagaimana potret energi
Indonesia saat ini? b.
Bagaimana
deskripsi
skenario
kebijakan
energi Indonesia hingga
tahun
2035?
c.
Bagaimanakah
grand
strategy
kebijakan
energi Indonesia hingga
tahun 2035.
Penelitian yang berjudul
Kebijakan
Penguasaan
Negara di Bidang Energi
dalam Konsep Negara
Kesejahteraan
berbeda
dengan penelitian yang
dihasilkan oleh Dewi
Aryani dari sisi bidang
keilmuan.
Kemudian
perbedaan pada komparasi
(perbandingan)
negara
yang dipilih untuk diteliti.
Dewi Aryani memilih 13
negara seperti Amerika
Serikat,
Cina,
India,
Rusia, Uni Eropa (ada
perbedaan
persepsi
mengenai apa itu Uni
Eropa dan siapa saja
mereka yang akan dibahas
oleh Peneliti pada bab
pembahasan),
Belanda,
Brasil, Kazakhstan, Turki,
Israel, Korea Selatan,
Norwegia,
Azerbaijan.
Perbedaan
pendekatan
komparasi (perbandingan)
juga
dilakukan
oleh
Peneliti tetapi peneliti
memilih negara yang
menurut Peneliti berbeda
yang
mampu
menunjukkan
bahwa
regulasi dan sistem hukum
di
negara
mampu
mendukung
adanya
ketahanan energi seperti
Malaysia, Jepang, Cina,
Jerman,
dan
Brasil.
Negara Cina dan Jerman
(dalam ranah Uni Eropa)
telah disinggung dalam
penelitian Dewi Aryani,
tetapi sisi hukumnya
belum dibahas mendalam.
9.
Penelitian
hukum
(skripsi) karya Eka
Astiti Kumalasari yang
berjudul
“Peranan
Perusahaan Migas Asing
Terhadap Ketersediaan
Energi
Indonesia.
Jurusan Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas
Hasanuddin, 2013
Penelitian
ini
menghasilkan Pertama
bagaimana
keamanan
pasokan
energi
Indonesia,
kedua
bagaimana
peranan
perusahaan migas asing
terhadap
ketersediaan
energi Indonesia, ketiga
bagaimana
strategi
pengelolaan migas untuk
menopang ketersediaan
energi Indonesia.
Kesimpulan
dari
penelitian
yang
dilakukan oleh Eka
Astiti
Kumalasari
tersebut adalah pertama,
Indonesia
memiliki
ketergantungan sangat
besar akan jenis sumber
energi minyak, padahal
Indonesia
hanya
memiliki
cadangan
Disamping
perbedaan
bidang
keilmuan,
penelitian Eka Astiti lebih
terfokus pada deskripsi
kontribusi migas asing
terhadap
ketersediaan
energi di Indonesia yang
dalam penelitian (tesis)
M. Kholid Syeirazi yang
telah dibukukan berjudul
“Di
Bawah
Bendera
Asing:
Liberalisasi
Industri
Migas
di
Indonesia”
dimana
penelitian M. Kholid
Syeirazi lebih tajam dalam
pembahasannya
tetapi
belum menyentuh sisi-sisi
hukumnya (dikarenakan
perbedaan
bidang
keilmuan).
Perbedaan
yang lain terdapat pada
lingkup
bahasan
bahwasanya
penelitian
yang berjudul Kebijakan
10. Anton Rahmadi, Menuju
Ketahanan
Energi
Indonesia
di
Masa
Depan,
Makalah
disajikan pada Dialog
Visi
Negara
Kesejahteraan
2045,
Kerjasama DPP Partai
Golongan Karya dan
Universitas
Mulawarman,
Samarinda 6 Juli 2013.
minyak potensial yang
hanya bertahan untuk 12
tahun. Konsumsi yang
sangat
besar
ini
mendorong
Indonesia
untuk
mengimpor
minyak
dari
Timur
Tengah. Ketergantungan
yang sangat besar akan
satu
jenis
minyak
membuat
keamanan
pasokan
energi
Indonesia
menjadi
rawan.
Selain
itu,
sumber impor minyak
Indonesia kebanyakan
berasal
dari
Timur
Tengah,
hal
ini
menambah resiko akan
ketidak amanan pasokan
tersebut, yang pada
akhirnya
disimpulkan
keadaan pasokan energi
Indonesia pada posisi
yang tidak aman
Penguasaan Negara di
Bidang Energi dalam
konsep
negara
kesejahteraan mempunyai
ruang lingkup lebih luas
dalam hal pemahaman dan
kajian terhadap teori dan
filosofis yang diharapkan
banyak
memperkaya
kajian hukum di bidang
hukum energi.
Penelitian
ini
mengangkat
isu
permasalahan
energi
nasional
dan
menyimpulkan bahwa
saat
ini
Indonesia
mengalami silent energy
crisis dimana minyak
bumi, gas dan batubara
akan semakin menipis
dan habis. Kemudian
subsidi
energi
menempatkan
APBN
terbebani, dan bauran
energi sampai tahun
2010 masih didominasi
Analisis yang digunakan
dalam makalah Anton
Rahmadi
masih
menggunakan pendekatan
kuantitatif dan tampak
belum menyentuh aspekaspek
hukum
yang
fundamental
(filosofis,
asas) dalam memahamkan
apa itu ketahanan energi.
Melalui penelitian yang
dibahas oleh Peneliti,
menelaah apa makna
penguasaan negara di
bidang
energi
dan
bagaimana model hukum
11. Penelitian
hukum
(skripsi) dari Agung
Budi Prasetiyo, Fakultas
Hukum
Universitas
Jenderal
Soedirman,
2013 yang berjudul
“Kebijakan Pemerintah
Kabupaten Banyumas
Dalam
Pelestarian
Fungsi
Lingkungan
Pemanfaatan
Sumber
Energi Minyak Bumi
(Tinjauan
Yuridis
Pelaksanaan Pasal 3 ayat
(2) huruf d Peraturan
Presiden
Nomor
5
Tahun 2006 tentang
Kebijakan
Energi
Nasional).
oleh minerba
kebijakan
penguasaan
negara dalam konsep
negara kesejahteraan.
Penelitian dari Agung
Budi
Prasetiyo
ini
menyoal
bagaimana
kebijakan
Pemerintah
Kabupaten
Banyumas
terkait upaya pelestarian
fungsi lingkungan dalam
pemanfaatan
sumber
energi minyak bumi, dan
bagaimana kesesuaian
upaya pelestarian fungsi
lingkungan
yang
dilakukan
oleh
Pemerintah Kabupaten
Banyumas dengan isi
Peraturan
Presiden
Nomor 5 Tahun 2006
tentang
Kebijakan
Energi Nasional.
Penelitian Agung Budi
Prasetiyo
mempunyai
perbedaan
dengan
penelitian yang kami
susun dalam hal ruang
lingkup obyek penelitian,
dimana penelitian yang
kami susun mempunyai
ruang lingkup yang lebih
luas. Hal ini tampak pada
minyak bumi merupakan
bagian
dari
energi
sehingga
ketika
membahas
mengenai
kebijakan
penguasaan
negara di bidang energi,
maka penelitian yang
kami teliti berada dalam
lingkup yang lebih holistis
dan mendalam.
L. Kerangka Berpikir
Gambar Kerangka Berpikir
Pasal 33 UUD RI 1945
Teori Sistem Hukum
Substansi hukum
Struktur hukum
Budaya hukum
Sarana Prasarana
Politik
hukum
Penguasa
6. Nasionalisme
anggota legislatif
7. Pendidikan hukum
1.
2.
3.
4.
5.
1. Penguasaan Negara
tidak Optimal
(ketahanan energi
rapuh)
2. Pembangunan tidak
berkelanjutan
(orientasi jangka
pendek)  butuh
model penguasaan
negara yg ideal
Teori Economic Analysist
of Law
Richard Posner
Teori Tarikan ke bawahtarikan ke atas
Adi Sulistiyono
Teori Negara
Kesejahteraan
Model Kebijakan Penguasaan
Negara di Bidang Energi yang Ideal
Keterangan:
Krisis moneter239 yang terjadi sekitar tahun 1997-1998 membawa Indonesia
pada posisi yang tidak menguntungkan karena pilihan terbaik dan paling
menguntungkan pada saat itu bagi pemerintah adalah dengan mengeluarkan kebijakan
239
Misi IMF mulai datang pada minggu kedua Oktober 1997 dan bersama tim pemerintah
menyusun program penanganan krisis. Pada waktu itu diagnosisnya adalah bahwa Indonesia
mengalami keguncangan moneter berskala “sedang” sebagai akibat dari keguncangan “kepercayaan”
pelaku pasar terhadap rupiah dan pengelolaan ekonmi Indonesia yang dipicu oleh krisis Thailand.
Periksa Boediono, Ekonomi Indonesia Mau Ke Mana?: Kumpulan Esai Ekonomi, Cetakan ke-3, KPG
(Kepustakaan Populer Gramedia), Jakarta, 2010, hlm. 86.
utang luar negeri. Konsekuensi logis dari pinjaman yang dilakukan, Indonesia
diharuskan meliberalkan industri di bidang energi strategis yang menguasai hajat
hidup orang banyak. Melalui undang-undang, liberalisasi yang demikian bebas
mengubah paradigma liberalis-kapitalis para penyelenggara negara sehingga regulasi
yang dibentuk untuk kepentingan nasional ternyata digunakan untuk kepentingan
bisnis dan mencukupi kepentingan asing. Oleh karena itu beberapa UU yang
dianggap merugikan kepentingan konstitusional warga negara Indonesia dilakukan
judicial review ke Mahkamah Konstitusi dan dikabulkan, Pasal-Pasal dalam UU yang
dimintakan judicial review tersebut bertentangan dengan UUD RI 1945.
Apa yang dilakukan oleh Presiden bersama DPR dengan membuat UndangUndang, dan Pemerintah membuat peraturan pelaksananya membuat produk-produk
hukum berorientasi jangka pendek dengan lebih mengutamakan salah satu energi
(migas) dan belum mengembangkan lebih lanjut penguatan bidang energi yang lain
membuat Indonesia masih tergantung dengan migas dimana kandungannya di dalam
bumi semakin menipis. Disamping itu subsidi yang dilakukan masih dirasa besar
sehingga setiap kebijakan kenaikan harga BBM selalu disertai dengan demonstrasi,
penimbunan, terjadi kelangkaan, dan lain-lain.
Kelemahan-kelemahan yang disampaikan diatas, Peneliti golongkan pada
faktor-faktor hukum dan faktor non-hukum. Faktor-faktor hukum merujuk pada
sistem hukum yang dikemukakan oleh Adi Sulistiyono dimana sistem hukum terdiri
dari substansi hukum, struktur hukum, budaya hukum, politik hukum Presiden,
perilaku hukum anggota legislatif dan pendidikan hukum. Faktor-faktor non-hukum
berupa faktor teknis seperti inflasi, krisis, dan teknologi kemudian faktor alam yaitu
ketersediaan energi, dan bencana alam. Penelitian yang berjudul “Kebijakan
Penguasaan Negara di Bidang Energi dalam Konsep Negara Kesejahteraan”
merupakan penelitian normatif (doktrinal) dimana mengambil beberapa sisi dari
sistem hukum yang dikemukakan oleh Adi Sulistiyono yaitu aspek normatif yang
terdiri dari substansi hukum dan politik hukum Presiden yang tertuang dalam produkproduk hukum di bidang energi.
Kemudian dianalisis menggunakan teori negara kesejahteraan (welfare state
theory) dimana tujuan penggunaan energi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
individu (peningkatan nilai ekonomi individu) dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat secara luas dengan peran serta negara di bidang perekonomian. Teori
economic analysis of law240Richard Posner digunakan untuk analisis mengingat aspek
ekonomi di bidang energi menjadi elemen penting yang seringkali menjadi tujuan
sehingga membutuhkan sarana hukum untuk melegitimasi kepentingan para pihak.
Kemudian dilakukan analisis berdasarkan teori tarikan keatas-tarikan ke bawah Adi
Sulistiyono, mengingat hukum yang baik mampu mengakomodasi tarikan ke atas
terhadap globalisasi hukum dan tarikan ke bawah terhadap norma-norma yang
tertuang dalam konstitusi.
240
Salah satu tulisan (paper) karangan Tood J. Zywicki dan Anthony B. Sanders
membandingkan teori The Economic Analysis of Law versi Posner dan versi Hayek. Posner
menggambarkan bahwa Hayek bingung terkait rule of law dan rule of good law atau rule of liberal
law, dimana analisis Hayek melihat bahw rule of law dideterminasi oleh hubungan antara liberal social
order dan market economy.
Download