1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Perkembangan pembangunan yang sangat pesat, juga diikuti munculnya
berbagai teknik membangun, konstruksi dan bahan yang baru dan beraneka
ragam, dengan spesifikasi dan keunggulan masing-masing. Salah satu yang
menjadi perhatian adalah antisipasi terhadap reaksi yang ditimbulkan oleh alam,
seperti gempa bumi.
Perkembangan konstruksi rumah tradisional sangat dipengaruhi oleh nilai
budaya dan keadaan alam. Cara hidup yang sering berpindah membuat konstruksi
rumah menjadi bisa dipindah-pindah dan dibongkar pasang (knock down),
sehingga selalu berkonstruksi kayu (Frick, 1997). Konsep rumah tradisional Jawa
adalah bentuk fisik dari kebudayaan masyarakat Jawa termasuk arsitekturnya,
merupakan jabaran dari konsep hubungan manusia dengan alam sekitar. Manusia
banyak menyesuaikan diri dengan alam, walau demikian mereka tidak takluk
dengan alam (Koentjaraningrat, 1984).
Saat ini pembangunan rumah Jawa sudah bergeser dari sistem rangka
menuju dinding pendukung. Pada awalnya rumah Jawa adalah merupakan sistem
rangka tanpa dinding pendukung, seperti terlihat pada bentuk bangunan
pendhapa. Tetapi saat ini banyak ditemukan bangunan dengan bentuk rumah
Jawa , tetapi konstruksinya tidak lagi memakai struktur rangka, melainkan
1
menggunakan dinding sehingga keistimewaan rumah Jawa yang tahan gempa
karena memakai struktur rangka menjadi berkurang.
Rumah Jawa dengan sistem konstruksi rangka akan mempunyai kesatuan
yang utuh (antara kaki, badan dan kepala), sehingga menimbulkan kekuatan
konstruksi yang sangat bagus sehingga mampu mengatasi beban (lateral dan
aksial) dan getaran yang ditimbulkan oleh gempa. (Frick, 1997).
Adanya pergeseran sistem membangun ini adalah dikarenakan adanya
bentang yang panjang pada bangunan sesuai dengan fungsi yang diinginkan.
Kebutuhan akan bangunan atau ruang ini , akan memunculkan proporsi baru,
sehingga memerlukan teknologi konstruksi dan bahan yang baru seiring dengan
perkembangan konstruksi saat ini. Pemakaian bahan baja ataupun beton ini karena
kebutuhan kayu dan sifat-sifat kayu yang digunakan pada rangka rumah Jawa
dahulu dikhawatirkan tidak akan bisa mengatasi beban-beban yang akan diterima
oleh bangunan.
Proporsi atau ukuran yang digunakan pada rumah Jawa, ditentukan oleh
proporsi kerangka utama bangunan. Pelaksanaan perhitungan dan pengukuran
menunjukkan adanya usaha untuk menghadirkan bangunan yang mempunyai
proporsi yang baik. (Prijotomo, 1992)
Pada konstruksi rumah tradisional Jawa, yang akan sangat berpengaruh
terhadap
eksistensinya
adalah
pada
sambungan-sambungan
konstruktif.
Sambungan-sambungan yang berupa jepit dan bertumpuan sendi, tidak berakibat
pada persoalan konstruktif. Umpak menerima beban yang cukup berat dari bagian
2
diatasnya dan akan disalurkan kebawahnya, pada daerah gempa diperlukan
pondasi di dalam tanah. (Frick, 1997).
Rumah berbentuk Joglo adalah merupakan bentuk tradisional Jawa yang
paling sempurna (Slamet, 1985). Bentuk rumah Joglo pada kenyataannya hanya
dimiliki oleh orang-orang yang mampu dan terpandang (bangsawan), karena
untuk membangun rumah joglo tradisional (kayu) akan memerlukan bahan yang
sangat mahal, karena berukuran besar-besar dan tahan lama sehingga harus
mempunyai kualitas yang tinggi, untuk mendapatkan bangunan yang kokoh.
Tata struktur adalah upaya untuk mewujudkan perwujudan ruang dan
ruang yang diinginkan sedemikian rupa menjadi kesatuan utuh sehingga dapat
memberikan perlindungan yang mantap bagi yang tinggal di dalamnya. Suatu
hubungan antara komponen-komponen bangunan (pondasi, dinding, tiang, balok,
langit-langit, atap) dengan hubungan saling ketergantungan dengan tujuan tertentu
yaitu menunjang kegunaan (fungsi), kekuatan (KU), keawetan (AW) dan
keamanan (AM), (Ronald,1988)
Penampilan sistem struktur pada bangunan joglo secara keseluruhan diatur
sedemikian rupa dan spesifik antar komponen sehingga tidak lepas dukungannya
terhadap aspek kekuatan, keawetan, dan keamanan. Sambungan-sambungan yang
ada pada rumah Joglo sangat berpengaruh pada cara kerja terhadap penyaluran
gaya yang diterima. Berbagai macam sambungan akan menghasilkan cara kerja
yang berbeda. Sampai saat ini mekanisme struktur secara keseluruhan yang terjadi
pada bangunan joglo masih menjadi tanda tanya besar. Terlebih pada pendhapa,
3
yang merupakan bagian rumah yang terletak di depan dan terbuka tanpa dinding,
sehingga tidak ada penggaku secara struktur.
Indonesia menempati zona tektonik yang sangat aktif karena tiga lempeng
besar dunia dan sembilan lempeng kecil lainnya saling bertemu di wilayah
Indonesia sehingga membentuk jalur-jalur pertemuan lempeng yang kompleks
(Bird, 2003). Keberadaan interaksi antar lempeng-lempeng ini menempatkan
wilayah Indonesia sebagai wilayah yang sangat rawan terhadap gempa bumi
(Milson dkk, 1992). Tingginya aktivitas kegempaan ini terlihat dari hasil
pencatatan dalam rentang waktu 1900 – 2009 terdapat lebih dari 8.000 kejadian
gempa utama. Dalam enam tahun terakhir telah tercatat berbagai aktifitas gempa besar
di Indonesia, yaitu Gempa Aceh disertai tsunami tahun 2004 , Gempa Nias tahun
2005, Gempa Yogyakarta tahun 2006, Gempa Tasik tahun 2009 dan terakhir Gempa
Padang tahun 2009. Gempa-gempa tersebut telah menyebabkan ribuan korban
jiwa, keruntuhan dan kerusakan ribuan infrastruktur dan bangunan serta dana
trilyunan rupiah untuk. rehabilitasi dan rekonstruksi.
Gempa bumi adalah fenomena getaran yang dikaitkan dengan kejutan dari
kerak bumi. Menjalar ke permukaan bumi dengan membentuk gelombang,
sehingga menyebabkan permukaan bumi dan bangunan di atasnya bergetar. Saat
bangunan bergetar, bangunan akan mempertahankan dirinya dari gerakan (gaya
inersia). Besar gaya dipengaruhi oleh bagaimana massa bangunan terdistribusi,
kekakuan struktur, kekakuan tanah, jenis pondasi, adanya mekanisme pada
bangunan dan perilaku dan besar getaran itu sendiri yang susah ditentukan
(Schodek, 1995)
4
Gempa berskala besar mengguncang Yogyakarta pada 27 Mei 2006.
Berdasarkan data dari United States Geological Survey (USGS), gempa memiliki
magnitudo 6,3 SR dengan hiposenter terletak di koordinat 100,43 LS dan 7,96 BT
pada kedalaman 10 km. Di sisi lain, gempa menimbulkan kerusakan di
permukaan. Dampak kerusakan paling parah justru terjadi di zona sesar Opak
(Bantul dan Yogyakarta). Pola daerah kerusakan memanjang dari arah barat daya
ke timur laut, searah dengan sesar Opak.
Ketika gempa terjadi lebih dari 15.000 unit rumah mengalami kerusakan.
Lebih spesifik lagi bangunan rumah yang mengalami kerusakan berat hingga
roboh adalah bangunan rumah yang menggunakan struktur dan konstruksi batu
bata (tembok). Rumah tradisional Joglo yang menggunakan struktur dan
konstruksi bangunan dari kayu dan berkarakter lokal masih tetap kokoh berdiri
walau terkena gempa. Hal ini merupakan suatu fenomena yang menarik untuk
dikaji, dimana bangunan Joglo dimaksud adalah rumah yang dibangun oleh
masyarakat setempat yang umumnya tidak memiliki pengetahuan dan keahlian
khusus di bidang konstruksi gempa. Ada beberapa bagian dari bangunan yang
dibuatnya tidak tepat dilihat dari aspek pengetahuan modern (penyaluran
gaya/beban, sistem sambungan , dimensi dan lain sebagainya), tetapi secara
keseluruhan, bangunan ini cukup kuat menanggulangi perilaku gempa.
Komplek Kasultanan keraton Yogyakarta, mempunyai banyak bangunan
pendhapa yang berbentuk joglo. Saat terjadinya gempa bumi 27 Mei 2006,
bangsal trajumas adalah satu-satunya dari sekian banyak bangunan pendhapa
joglo yang ada di komplek kasultanan keraton Yogyakarta yang runtuh. Perilaku
5
keruntuhan yang terjadi pada bangsal trajumas tidak sesuai dengan keruntuhan
struktural yang seharusnya..
1.2. Pertanyaan Penelitian
Dari latar belakang tersebut didapat pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1.
Mengapa Bangsal Trajumas mengalami keruntuhan struktural yang tidak
seharusnya, saat terjadi gempa bumi ?
2.
Mekanispe penyaluran beban yang seperti apakah yang terjadi pada struktur
atap Bangsal Trajumas ?
1.3. Tujuan Penelitian
Mengkonfigurasikan secara sistemik perilaku yang terjadi pada struktur
atap dengan meninjau hubungan antar elemen yang menggunakan metode
konstruksi khusus sehingga menghasilkan sebuah sistem yang mampu
menanggulangi peristiwa gempa
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini, maka
manfaat yang bisa didapat dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan penjelasan mengenai mekanisme perilaku struktur atap yang
terjadi pada sistem struktur atap Bangsal Trajumas terhadap pengaruh
beban gempa
6
2. Sebagai bahan pertimbangan dan pembelajaran untuk diaplikasikan pada
bangunan tipe yang sama saat melakukan pemeliharaan, perbaikan dan
konstruksi ulang
1.5. Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian terhadap Konstruksi Atap pada
Bangunan Tradisional Jawa, yang terdapat pada Kawasan Kasultanan Keraton
Yogyakarta,yaitu Bangsa Trajumas , bangunan Joglo berbentuk limasan dengan 6
soko guru sebagai kasus penelitian, dengan lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Hierarkhi elemen dan sistem sambungan yang khas pada bagian atap
2. Perilaku sistem konstruksi struktur atap pada saat menahan perubahan
bentuk saat terjadi gempa
1.6. Keaslian Penelitian
Penelitian ini untuk mengkonfigurasikan secara sistemik mekanisme
struktur dan kemampuan menahan perubahan bentuk pada Bangunan Tradisional
Joglo terhadap Gempa, secara menyeluruh pada semua bagian bangunan. Dari
pengetahuan penulis, belum ada yang melakukan penelitian ini sebelumnya.
Penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian ini, yaitu :
1. Y.P. Prihatmadji, 2003, dalam tesis yang berjudul Perilaku Rumah
Tradisional Jawa Terhadap Gempa. Penelitian ini menekankan pada
bagaimana perilaku dan kinerja struktur rong-rongan dalam menghadapi
7
gempa. Penelitian menggunakan metode eksperimental, dengan cara
membuat model 1 : 5 dan mengujinya dengan alat (shaking table)
2. Bisatya W. Maer, 2008, dalam penelitian berjudul Respon Pendopo Joglo
Yogyakarta Terhadap Getaran Gempa Bumi, Penelitian ini menekankan
pada analisis tentang perbedaan respon kedua bangunan joglo terhadap
getaran gempa akibat adanya perbedaan sifat tumpuan. Analisis dalam
tulisan ini didasarkan pada analisis beban gempa statik ekivalen dan
dibahas secara kualitatif
3. Suwandojo Siddiq, 1999, dalam penelitian berjudul Uji-Eksperimental dan
Desain Struktur Bangunan Rendah Sebagai Alternatif Perbaikan Struktur
Bangunan-Penduduk
di
Daerah
Gempa.
Penelitian
dengan
uji
eksperimental pada bangunan tradisional yang telah diperbaiki dengan
teknologi konstruksi, sehingga bisa diketahui kekuatannya dalam
menghadapi gempa.
8
Download