(cleft lip) Celah bibir (cleft lip)

advertisement
BAB 2
CELAH BIBIR (CLEFT LIP)
2.1 Pengertian umum celah bibir (cleft lip)
Celah bibir (cleft lip) merupakan kelainan kongenital yang disebabkan gangguan
perkembangan wajah pada masa embrio. Celah dapat terjadi pada bibir, langit-langit mulut
(palatum), ataupun pada keduanya. Celah pada bibir disebut labiochisis sedangkan celah pada
langit-langit mulut disebut palatoschisis. Penanganan celah adalah dengan cara pembedahan.
13,24,27
2.2 Etiologi celah bibir
Etiologi celah bibir adalah multifaktorial dan etiologi celah bibir belum dapat
diketahui secara pasti. Pembentukan bibir terjadi pada masa embrio minggu keenam sampai
minggu kesepuluh kehamilan. Penyebab kelainan ini dipengaruhi berbagai faktor, disamping
faktor genetik sebagai penyebab celah bibir, juga faktor non genetik yang justeru lebih sering
muncul dalam populasi, kemungkinan terjadi satu individu dengan individu lain
berbeda.3,13,24,27
2.2.1 Faktor genetik
Faktor herediter mempunyai dasar genetik untuk terjadinya celah bibir telah diketahui
tetapi belum dapat dipastikan sepenuhnya. Kruger (1957) mengatakan sejumlah kasus yang
telah dilaporkan dari seluruh dunia tendensi keturunan sebagai penyebab kelainan ini
diketahui lebih kurang 25-30%. Dasar genetik terjadinya celah bibir dikatakan sebagai
gagalnya mesodermal berproliferasi melintasi garis pertemuan, di mana bagian ini seharusnya
Universitas Sumatera Utara
bersatu dan biasa juga karena atropi dari pada epithelium ataupun tidak adanya perubahan
otot pada epithelium ataupun tidak adanya perubahan otot pada daerah tersebut. Sebagai
tanda adanya hipoplasia mesodermal. Adanya gen yang dominan dan resesif juga merupakan
penyebab terjadinya hal ini. Teori lain mengatakan bahwa celah bibir terjadi karena :
 Dengan bertambahnya usia ibu hamil dapat menyebabkan ketidak kebalan embrio
terhadap terjadinya celah.
 Adanya abnormalitas dari kromosom menyebabkan terjadinya malformasi
kongenital yang ganda.
 Adanya tripel autosom sindrom termasuk celah mulut yang diikuti dengan
anomali kongenital yang lain.9,13,24
2.2.1 Faktor Non-Genetik
Faktor non-genetik memegang peranan penting dalam keadaan krisis dari penyatuan
bibir pada masa kehamilan. Beberapa hal yang berperan penyebab terjadinya celah bibir :
a. Defisiensi nutrisi
Nutrisi yang kurang pada masa kehamilan merupakan satu hal penyabab terjadinya
celah. Melalui percobaan yang dilakukan pada binatang dengan memberikan vitamin A
secara berlebihan atau kurang. Yang hasilnya menimbulkan celah pada anak-anak tikus yang
baru lahir. Begitu juga dengan defisiensi vitamin riboflavin pada tikus yang sedang dan
hasilnya juga adanya celah dengan persentase yang tinggi, dan pemberiam kortison pada
kelinci yang sedang hamil akan menimbulkan efek yang sama.9,27
a. Zat kimia
Pemberian aspirin, kortison dan insulin pada masa kehamilan trimester pertama dapat
meyebabkan terjadinya celah. Obat-obat yang bersifat teratogenik seperti thalidomide dan
phenitonin, serta alkohol, kaffein, aminoptherin dan injeksi steroid.9,27
Universitas Sumatera Utara
b. Virus rubella
Frases mengatakan bahwa virus rubella dapat menyebabkan cacat berat, tetapi hanya
sedikit kemungkinan dapat menyebabkan celah.13
c. Beberapa hal lain yang juga berpengaruh yaitu :
 Kurang daya perkembangan
 Radiasi merupakan bahan-bahan teratogenik yang potent
 Infeksi penyakit menular sewaktu trimester pertama kehamilan yang dapat
menganngu foetus
 Gangguan endokrin
 Pemberian hormon seks, dan tyroid
 Merokok, alkohol, dan modifikasi pekerjaan
Faktor-faktor ini mempertinggi insiden terjadinya celah mulut, tetapi intensitas dan
waktu terjadinya lebih penting dibandingkan dengan jenis faktor lingkungan yang spesifik.
d. Trauma
Strean dan Peer melaporkan bahwa trauma mental dan trauma fisik dapat
menyebabkan terjadinya celah. Stress yang timbul menyebabkan fungsi korteks adrenal
terangsang untuk mensekresi hidrokortison sehingga nantinya dapat mempengaruhi keadaan
ibu yang sedang mengandung dan dapat menimbulkan celah, dengan terjadinya stress yang
mengakibatkan celah yaitu : terangsangnya hipothalamus adrenocorticotropic hormone
(ACTH). Sehingga merangsang kelenjar adrenal bagian glukokortikoid mengeluarkan
hidrokortison, sehingga akan meningkat di dalam darah yang dapat menganggu pertumbuhan.
9,24,27
Universitas Sumatera Utara
2.3 Klasifikasi celah bibir dan celah langit-langit
Klasifikasi yang diusulkan oleh Veau dibagi dalam 4 golongan yaitu :
Golongan I : Celah pada langit-langit lunak (gambar 1).
Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras dibelakang foramen
insisivum (gambar 2).
Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang
alveolar dan bibir pada satu sisi (gambar 3).
Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar
dan bibir pada dua sisi (gambar 4).3,9
Gambar 1. A. Celah pada langit-langit lunak saja. B. Celah pada langit-langit lunak dan keras. C. Celah yang
meliputi langit-langit dan lunak keras juga alveolar pada satu sisi. D. Celah yang meliputi langit lunak dan
keras juga alveolar dan bibir pada dua sisi. (Young & Greg. Cleft lip and palate.
http://www2.utmb.edu/otoref/Grnds/Cleft-lip-palate-9801/Cleft-lip-palate-9801. 2 December 2011.)
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi dari American Cleft Association (1962) yaitu :
1. Celah langit-langit primer
Celah bibir : unilateral, median atau bilateral dengan derajat luas celah 1/3, 2/3
dan 3/3.
Celah alveolar dengan segala variasinya.
2. Celah langit-langit sekunder
Celah langit-langit lunak dengan variasinya.
Celah langit-langit keras dengan variasinya.
3. Celah mandibula
Klasifikasi celah bibir dan celah langit-langit menurut Kernahan dan Stark (1958)
yaitu:
Group I : Celah langit-langit primer. Dalam grup ini termasuk celah
bibir, dan kombinasi celah bibir dengan celah pada tulang
alveolar. Celah terdapat dimuka foramen insisivum.
Group II : Celah yang terdapat dibelakang foramen insisivum. Celah
langit-langit lunak dan keras dengan variasinya.
Celah langit-langit sekunder.
Group III : Kombinasi celah langit-langit primer (group I) dengan
langit-langit sekunder (group II).4,9
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. (A) Celah bibir unilateral tidak komplit, (B) Celah bibir unilateral (C) Celah bibir bilateral dengan
celah langit-langit dan tulang alveolar, (D) Celah langit-langit. (Stoll et al. BMC Medical genetics. 2004, 154.)
2.4 Komplikasi jika tidak dilakukan pembedahan
a. Masalah asupan makanan
Masalah asupan makanan merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi
penderita celah bibir. Adanya celah bibir memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan
hisapan payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin
dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah
refleks hisap dan refleks menelan pada bayi dengan celah bibir tidak sebaik normal, dan bayi
dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Cara memegang bayi dengan posisi
tegak lurus mungkin dapat membantu proses menyusui bayi dan menepuk-nepuk punggung
bayi secara berkala dapat membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan
celah kecil pada palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan
labiopalatochisis biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam
Universitas Sumatera Utara
dot ini dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labiopalatoschisis dan bayi dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan tertentu.13,21,24
Gambar 3. Penggunaan dot khusus pada bayi dengan celah
(Anonymous. Breastfeeding specialist. 7/12/2009. http://
www.asibayi.com/. 3 December 2011)
b. Masalah dental
Anak yang lahir dengan celah bibir mungkin mempunyai masalah tertentu yang
berhubungan dengan kehilangan gigi, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada area
dari celah bibir yang terbentuk.
c. Infeksi telinga
Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena
terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan
penutupan tuba eustachius.13,21,24
d. Gangguan berbicara
Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas pada
perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat
menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada
yang lebih tinggi (hypernasal quality of 6 speech). Meskipun telah dilakukan reparasi
Universitas Sumatera Utara
palatum, kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk menutup ruang/ rongga nasal pada saat
bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya normal. Penderita celah palatum memiliki
kesulitan bicara, sebagian karena palatum lunak cenderung pendek dan kurang dapat bergerak
sehingga selama berbicara udara keluar dari hidung. Anak mungkin mempunyai kesulitan
untuk menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, dan ch", dan terapi bicara (speech
therapy) biasanya sangat membantu.13,24
2.5 Pencegahan celah bibir
1. Menghindari merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terbaik yang telah
dipelajari
untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau selama
kehamilan secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko terjadinya celah-celah
orofacial. Mengingat frekuensi kebiasaan kalangan perempuan di Amerika Serikat, merokok
dapat menjelaskan sebanyak 20% dari celah orofacial yang terjadi pada populasi negara itu. 25
Lebih dari satu miliar orang merokok di seluruh dunia dan hampir tiga perempatnya
tinggal di negara berkembang, sering kali dengan adanya dukungan publik dan politik tingkat
yang relatif rendah untuk upaya pengendalian tembakau. (Aghi et al.,2002). Banyak laporan
telah mendokumentasikan bahwa tingkat prevalensi merokok pada kalangan perempuan
berusia 15-25 tahun terus meningkat secara global pada dekade terakhir (Windsor, 2002).
Diperkirakan bahwa pada tahun 1995, 12-14 juta perempuan di seluruh dunia merokok
selama kehamilan mereka dan, ketika merokok secara pasif juga dicatat, 50 juta perempuan
hamil, dari total 130 juta terpapar asap tembakau selama kehamilan mereka (Windsor,
2002). 25
2. Menghindari alkohol
Universitas Sumatera Utara
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi tumbuh
kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan memiliki hubungan
dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal (fetal alcohol
syndrome). Pada tinjauan yang dipresentasikan di Utah Amerika Serikat pada acara
pertemuan konsensus WHO (bulan Mei 2001), diketahui bahwa interpretasi hubungan antara
alkohol dan celah orofasial dirumitkan oleh biasa yang terjadi di masyarakat. Dalam banyak
penelitian tentang merokok, alkohol diketemukan juga sebagai pendamping, namun tidak ada
hasil yang benar-benar disebabkan murni karena alkohol.25,30
3. Nutrisi
Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan sangat
penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang normal dari
fetus.30
a. Asam Folat
Peran asupan folat pada ibu dalam kaitannya dengan celah orofasial sulit untuk
ditentukan dalam studi kasus-kontrol manusia karena folat dari sumber makanan memiliki
bioavaibilitas yang luas dan suplemen asam folat biasanya diambil dengan vitamin, mineral
dan elemen-elemen lainnya yang juga mungkin memiliki efek protektif terhadap terjadinya
celah orofasial. Folat merupakan bentuk poliglutamat alami dan asam folat ialah bentuk
monoglutamat sintetis. Pemberian asam folat pada ibu hamil sangat penting pada setiap tahap
kehamilan sejak konsepsi sampai persalinan. Asam folat memiliki dua peran dalam
menentukan hasil kehamilan. Satu, ialah dalam proses maturasi janin jangka panjang untuk
mencegah anemia pada kehamilan lanjut. Kedua, ialah dalam mencegah defek kongenital
selama tumbuh kembang embrionik. Telah disarankan bahwa suplemen asam folat pada ibu
hamil memiliki peran dalam mencegah celah orofasial yang non sindromik seperti bibir
dan/atau langit-langit sumbing.
Universitas Sumatera Utara
b. Vitamin B-6
Vitamin B-6 diketahui dapat melindungi terhadap induksi terjadinya celah orofasial
secara laboratorium pada binatang oleh sifat teratogennya demikian juga kortikosteroid,
kelebihan vitamin A, dan siklofosfamid. Deoksipiridin, atau antagonis vitamin B-6, diketahui
menginduksi celah orofasial dan defisiensi vitamin B-6 sendiri cukup untuk membuktikan
terjadinya langit-langit mulut sumbing dan defek lahir lainnya pada binatang percoban.
Namun penelitian pada manusia masih kurang untuk membuktikan peran vitamin B-6 dalam
terjadinya celah. 25,30
c. Vitamin A
Asupan vitamn A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan peningkatan resiko
terjadinya celah orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya. Hale adalah peneliti pertama
yang menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu menyebabkan defek pada mata, celah
orofasial, dan defek kelahiran lainya pada babi. Penelitian klinis manusia menyatakan bahwa
paparan fetus terhadap retinoid dan diet tinggi vitamin A juga dapat menghasilkan kelainan
kraniofasial yang gawat. Pada penelitian prospektif lebih dari 22.000 kelahiran pada wanita di
Amerika Serikat, kelainan kraniofasial dan malformasi lainnya umum terjadi pada wanita
yang mengkonsumsi lebih dari 10.000 IU vitamin A pada masa perikonsepsional. 25
4. Modifikasi Pekerjaan
Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa ada hubungan
antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan, industri reparasi,
pegawai agrikulutur). Teratogenesis karena trichloroethylene dan tetrachloroethylene pada air
yang diketahui berhubungan dengan pekerjaan bertani mengindikasikan adanya peran dari
pestisida, hal ini diketahui dari beberapa penelitian, namun tidak semua. Maka sebaiknya
pada wanita hamil lebih baik mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah dalam
Universitas Sumatera Utara
industri cetak, seperti pabrik cat, operator motor, pemadam kebakaran atau bertani telah
diketahui meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial. 25
5. Suplemen Nutrisi
Beberapa usaha telah dilakukan untuk merangsang percobaan pada manusia untuk
mengevaluasi suplementasi vitamin pada ibu selama kehamilan yang dimaksudkan sebagai
tindakan pencegahan. Hal ini dimotivasi oleh hasil baik yang dilakukan pada percobaan pada
binatang. Usaha pertama dilakukan tahun 1958 di Amerika Serikat namun penelitiannya
kecil, metodenya sedikit dan tidak ada analisis statistik yang dilaporkan. Penelitian lainnya
dalam usaha memberikan suplemen multivitamin dalam mencegah celah orofasial dilakukan
di Eropa dan penelitinya mengklaim bahwa hasil pemberian suplemen nutrisi adalah efektif,
namun penelitian tersebut memiliki data yang tidak mencukupi untuk mengevaluasi
hasilnya.Salah satu tantangan terbesar dalam penelitian pencegahan terjadinya celah orofasial
adalah mengikutsertakan banyak wanita dengan resiko tinggi pada masa produktifnya. 25,30
Universitas Sumatera Utara
Download