Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) Karakteristik Statik Elemen Sistem Pengukuran Kompetensi, RP, Materi Kompetensi yang diharapkan: Mahasiswa mampu merumuskankan karakteristik statik elemen sistem pengukuran Rancangan Pembelajaran: Minggu ke 3-4 Kemampuan Akhir yang Diharapkan Mahasiswa mampu merumuskankan karakteristik statik elemen sistem pengukuran Materi Pembelajaran Bentuk Pembelajaran Kriteria (indikator) Bobot Penilaian (%) Karakteristik statik elemen sistem pengukuran: • Karakteristik sistematik • Model umum elemen sistem • Karakteristik statistik Diskusi kelompok studi kasus penentuan karakteristik statik dan praktikum Ketepatan merumuskan karakteristik statik elemen sistem pengukuran Prakti kum 5% ETS 10% Uraian materi adalah sebagai berikut: Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 1 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) Karakteristik Statik Elemen Sistem Pengukuran Sebuah sistem pengukuran yang terdiri dari beberapa elemen, memiliki perilaku atau sifat yang ditentukan oleh karakteristik setiap elemen penyusunnya. Secara umum, karakteristik sebuah elemen sistem pengukuran digolongkan menjadi dua, yaitu: karakteristik statik dan karakteristik dinamik. Pada bab ini, karakteristik statik elemen sistem pengukuran dibahas lebih mendalam dengan tujuan agar pembaca dapat mengerti istilah-istilah yang terdapat pada data sheet sebuah alat ukur. Penting untuk dicatat bahwa nilai yang diberikan untuk karakteristik instrumen pada data sheet hanya berlaku jika instrumen digunakan padamkondisi standar yang ditentukan. Lebih lanjut, pembaca diharapkan dapat merumuskan karakteristikstatik elemen sistem pengukuran dengan menggunakan data pada tahap perancangan. Karakteristik statik adalah sifat sebuah instrumen yang tidak bergantung pada waktu. Karaketeristik statik merupakan hubungan yang terjadi antara output O dan input I dari sebuah elemen ketika I bernilai konstan maupun berubah perlahan. Karakteristik statik sebuah elemen sistem pengukuran dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu karakteristik sistematik dan karakteristik statistik. 1 Karakteristik Sistematik Karateristik sistematik sebuah elemen sistem pengukuran menunjukkan perilaku atau sifat sebuah elemen yang dapat dinyatakan dalam bentuk analitis matematik dan/atau diagram blok. Dengan demikian, karakteristik ini merupakan sifat/perilaku yang deterministik. Beberapa karakteristik sistematik elemen sistem pengukuran yang sering digunakan dijelaskan di bawah ini. Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 2 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) 1.1 Jenis-jenis Karakteristik Sistematik Range Range menyatakan jangkauan pengukuran sebuah instrumen. Range input atau output sebuah elemen ditentukan dengan nilai minimum dan nilai maksimum dari input I atau output O, dituliskan Imin hingga Imax atau Omin hingga Omax. Contoh: Termometer memiliki range - 0,5 sampai + 40,5 °C, dengan pembagian setiap 0,1°C, artinya kisaran pengukuran – 0,5 sampai 40,5°C, skala interval 0,1°C. Transduser tekanan memiliki range input 0 hingga 104 Pa dan range output 4 hingga 20 mA Span Span adalah variasi maksimum pada input atau output, yaitu I max - Imin atau Omax Omin. Contoh: Termometer memiliki span output 50 °C, Transduser tekanan memiliki span input 104 Pa dan span output 16 mA. Linieritas Pengukuran yang ideal adalah jika hubungan antara input pengukuran (nilai sesungguhnya) dengan output pengukuran (nilai yang ditunjukkan alat ukur) adalah berbanding lurus. Sebuah elemen dikatakan liier jika nilai I dan O yangberkaitan terletak pada sebuah garis lurus. Garis lurus ideal menghubungkan titik minimum I/O dengan titik maksimum I/O, dan dinyatakan dalam persamaan garis sebagai berikut: Oideal = KI + a (2.1) dengan K adalah kemiringan garis: K= Omax − Omin I max − I min (2.2) dan a adalah pembuat nol (zero bias): a = Omin - KImin Program Studi S1 Teknik Fisika ITS (2.3) 3 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) Contoh: Transduser tekanan yang disebutkan pada contoh sebelumnya memiliki persamaan garis ideal: O = 1,6 x 10-3 I + 4,0 Persamaan garis lurus mendefinisikan karakteristik ideal elemen. Karakteristik tak-ideal kemudian dapat dikuatifikasi dalam bentuk penyimpangan terhadap garis lurus ideal ini. Gambar 2.1 menunjukkan plot pembacaan output sebuah instrumen jika deretan input diterapkan. Gambar 2.1 Karakteristik output intrumen linier Ketidaklinieran Pada banyak kasus, hubungan linier tidak dipenuhi oleh elemen pengukuran dan elemen tersebut dikatakan tidak linier. Ketidaklinieran dapat didefinisikan sebagai fungsi input N(I) yang merupakan perbedaan antara perilaku aktual dengan perilaku ideal (linier), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 4 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) Gambar 2.2. Definisi ketidaklinieran Seringkali ketidaklinieran dinyatakan sebagai ketidaklinieran maksimum dalam bentuk prosentase skala penuh, yaitu: [ O − KI + a ] max 100% Nˆ = Omax − Omin (2.4) Sebagai contoh, ditinjau sensor tekanan yang memiliki perbedaan maksimum antara nilai output aktual dengan nilai output ideall adalah 2 mV. Jika span output adalah 100 mV, maka ketidaklinieran maksimum adalah 2% defleksi skala penuh. Pada banyak kasus, O(I) dan N(I) dapat dinyatakan dalam bentuk polinomial seperti pada termokopel. Sedangkan pada beberapa kasus, persamaan bukan polinomial lebih sesuai, seperti pada termistor. Contoh: Hubungan g.g.l thermoelectric di sambungan dua logam berbeda jenis terhadap variasi temperatur biasanya dinyatakan dalam polinomial orde delapan. Untuk sambungan termokopel tembaga-konstantan (Jenis T), empat suku pertama dalam hubungan polinomial antara g.g.l E(T), dinyatakan dalam µV, dengan temperatur sambungan T °C adalah: E (T ) = 38,74T + 3,319 ×10 −2 T 2 + 2,071×10 −4 T 3 − 2,195 ×10 −6 T 4 Untuk range 0 - 400°C [1]. Karena E = 0 µV pada T = 0°C dan E = 20.869 µV pada T = 400°C, persamaan liniernya adalah: Eideal = 52,17 T Fungsi koreksi ketidaklinierannya adalah: Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 5 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) N (T ) = E (T ) − Eideal = −13,43T + 3,319 ×10 −2 T 2 + 2,071×10 −4 T 3 − 2,195 ×10 −6 T 4 Sensitivitas Karakteristik ini menunjukan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas yang diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang menunjukan “perubahan output dibandingkan perubahan input satu satuan”. Secara matematis, sensitivitas menyatakan rasio ∆O/∆I. Pada limit ∆I menuju nol, rasio tersebut menjadi turunan dO/dI, yaitu laju perubahan O terhadap I. Untuk elemen linier, sensitivitas adalah sama dengan kemiringan atau gradien garis K, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Oleh karena itu, sensitivitas sebuah elemen pengukuran yang linier adalah konstan. Untuk transduser tekanan yang dicontohkan di atas, sensitivitasnya adalah 1,6 x 10-3 mA/Pa. Untuk elemen tidak linier, berlaku: dO/dI = K + dN/dI (2.5) yaitu sensitivitas merupakan kemiringan atau gradien dari O(I) yang nilainya berubah terhadap input. Sebagai contoh karakteristik temperatur E(T) untuk termokopel jenis T seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3. Terlihat bahwa gradien dan karenanya sensitivitas berubah terhadap temperatur: pada 100°C sensitivitasnya sekitar 35 µV/°C dan pada 200°C sensitivitasnya sekitar 42 µV/°C. Gambar 2.3 Contoh sensitivitas elemen tidak linier: termokopel Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 6 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) Efek Lingkungan Output dari sebuah elemen sistem pengukuran dipengaruhi oleh input yang masuk ke elemen tersebut. Selain input dari besaran yang diukur, input lingkungan juga akan mempengaruhi output elemen, seperti temperatur lingkungan, tekanan atmosfer, kelembaban relatif, tegangan suplai, dan sebagainya. Dengan demikian, hubungan output dan input yang dinyatakan dalam sebuah persamaan O(I) = KI + N(I) merepresentasikan perilaku elemen pengukuran pada kondisi lingkungan 'standar'. Dengan demikian, persamaan output tersebut harus dimodifikasi guna memperhitungkan penyimpangan kondisi lingkungan dari kondisi 'standar'. Berdasarkan pengaruhnya terhadap persamaan output, input lingkungan dibagi menjadi dua macam, yaitu: modifying input dan interferying input. Modifying input adalah input dari lingkungan yang dapat mengubah sensitivitas linier elemen, yang semula K menjadi K + KMIM dengan KM adalah sensitivitas terhadap perubahan modifying input IM (nilai baru - nilai standar). Perubahan sensitivitas dikenal sebagai sensitivity drift. Contoh dari modifying input adalah perubahan tegangan suplai pada sensor pergeseran potensiometer. Interferying input adalah input lingkungan yang dapat mengubah zero bias dari persamaan linier elemen, yang semula a menjadi a + KIII dengan KI adalah sensitivitas terhadap perubahan interferying input II (nilai baru nilai standar). Perubahan zero bias dikenal sebagai zero drift. Contoh dari interferying input adalah variasi temperatur sambungan referensi pada termokopel. Gambar 2.4 (a) dan (b) menunjukkan efek temperatur lingkungan pada sebuah elemen linier, yang bertindak sebagai modifying maupun interferying. Kondisi standar yang ditetapkan adalah saat temperatur lingkungan 20°C, dengan sensitivitas instrumen adalah K. Ketika instrumen tersebut dioperasikan pada kondisi temperatur lingkungan 30°C, sensitivitasnya berubah menjadi K + 10KM jika temperatur lingkungan hanya bertindak sebagai modifying input (Gambar 2.4 (a)), atau zero biasnya berubah menjadi a + 10KI jika temperatur lingkungan hanya bertindak sebagai interferying input (Gambar 2.4 (b)). Jika karakteristik sebuah instrumen sensitif terhadap beberapa parameter lingkungan, maka instrumen ini akan memiliki beberapa koefisien sensitivitas (baik KI maupun KM), satu untuk setiap parameter lingkungan. Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 7 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) Gambar 2.4 (c) menunjukkan karakteristik output sebuah instrumen yang dipengaruhi oleh modifying input dan interferying input sekaligus. Gambar 2.4. Ilustrasi efek lingkungan: (a) Modifying input (b) Interferying Input (c) Gabungan modifying input dan interferying input Akibat efek lingkungan, seperti yang telah dijelaskan di atas, persamaan output elemen pengukuran berubah menjadi: O = KI + a + N(I) + KMIMI + KIII (2.6) Histeresis Histeresis menunjukkan perbedaan antara nilai output pembacaan saat menggunakan nilai input naik (dari rendah ke tinggi), dengan nilai output pembacaan saat menggunakan nilai input turun (dari tinggi ke rendah). Gambar 2.5 menunjukkan ilustrasi histeresis pada sebuah elemen pengukuran. Histeresis biasanya dinyatakan sebagai histeresis maksimum dalam bentuk prosentase skala penuh, yaitu: O − OI ↑ Hˆ = I ↓ 100% Omax − Omin Program Studi S1 Teknik Fisika ITS (2.7) 8 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) Histeresis sering ditemukan pada instrumen yang mengandung pegas, seperti meteran tekanan pasif (Gambar 1.6) dan rem Prony (digunakan untuk pengukuran torsi). Histeresi juga terjadi saat gaya gesek pada sebuah sistem memiliki besar yang berbeda bergantung pada arah pergerakan, seperti pada alat ukur massa dengan skala pendulum. Histeresis dapat juga terjadi pada instrumen yang mengandung kumparan listrik yang mengelilingi inti besi, sebagai akibat histeresis magnetik pada besi. Hal ini terjadi pada peralatan seperti transduser pergeseran dengan variabel induktansi, LVDT, dan trafo differensial putaran. Contoh: Sebuah sistem gear sederhana digunakan untuk mengubah pergerakan linier menjadi gerak rotasi. Akibat "reaksi backlash" pada gear, sudut rotasi θ, untuk nilai x tertentu, berbeda bergantung pada arah pergerakan linier. Gambar 2.5. Histeresis Dead Space Dead space didefinisikan sebagai range nilai input yang mana tidak menyebabkan perubahan pada nilai output. Instrumen yang menunjukkan perilaku histeresis juga menunjukkan dead space, seperti yang digambarkan pada Gambar 2.6 (a). Beberapa instrumen yang tidak menunjukkan histeresis dapat juga menunjukkan dead space pada karakteristik outputnya, seperti yang digambar pada Gambar 2.6 (b). Backlash pada gear seperti yang disebutkan sebelumnya merupakan kasus umum dead space. Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 9 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) Gambar 2.6. Ilustrasi dead space: (a) dengan histeresis (b) tanpa histeresis Resolusi Beberapa elemen dikarakterisasikan oleh penambahan output dalam deretan langkah diskrit atau melompat responnya terhadap penambahan kontinyu pada input. Resolusi didefinisikan sebagai perubahan terbesar pada input I yang dapat terjadi tanpa menimbulkan perubahan pada output O. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6, resolusi didefinisikan dalam bentuk lebar ∆IR; dan dinyatakan dalam persentase Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 10 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) skala penuh sebagai berikut: resolusi = ∆I R × 100% I max − I min (2.8) Contoh resolusi yang ditunjukkan pada Gambar 2.7 adalah potensiometer kabelkumparan. Dalam menanggapi penambahan kontinyu x, resistansi R bertambah dalam deretan langkah, dengan besar setiap langkah adalah sama dengan resistansi satu lilitan. Dengan demikian, resolusi dari potensiometer 100 lilitan adalah 1%. Gambar 2.7 Ilustrasi resolusi pada potensiometer Salah satu faktor utama yang mempengaruhi resolusi sebuah instrumen adalah seberapa baik skala output dibagi ke dalam skala yang lebih kecil. Sebagai contoh, alat ukut kecepatan mobil memiliki pembagian skala 5 km/jam. Hal ini berarti bahwa ketika jarum penunjuk berada di antara dua tanda skala, kita tidak dapat memperkirakan kecepatan lebih akurat selain kelipatan 5 km/jam pada tanda skala terdekatnya. Dengan demikian, resolusi instrumen ini adalah 5 km/jam. 2.1.2 Model Umum Elemen Sistem Pengukuran Seperti yang telah dijelaskan di atas, karakteristik sistematis elemen pengukuran dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan output. Jika efek histeresis dan efek resolusi tidak ada namun efek lingkungan dan efek ketidaklinieran ada, maka nilai output pada kondisi mantap dari sebuah elemen secara umum dituliskan seperti pada persamaan (2.6) sebagai berikut: O = KI + a + N(I) + KMIMI + KIII Gambar 2.8 menunjukkan diagram blok dari persamaan umum yang merepresentasikan karakteristik statik elemen. Pada diagram tersebut juga menunjukkan fungsi transfer G(s) yang merepresentasikan karakteristik dinamik Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 11 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) elemen. Karakteristik dinamik akan dibahas pada bab 3 buku modul ajar ini. Gambar 2.8. Model Umum Elemen Sebagai contoh kasus pertama, ditinjau elemen strain gauge yang ditunjukkan pada gambar 2.9 (a). Strain gauge memiliki resistansi tanpa strain R 0 sebesar 100 Ω dan faktor meteran (gauge) 2,0. Efek ketidaklinieran dan dinamik dapat diabaikan, namun resistansi meteran dipengaruhi oleh temperatur lingkungan dan regangan (strain). Di sini temperatur bertindak baik sebagai modifying input maupun sebagai interferying input, yaitu mempengaruhi sensitivitas meteran dan resistansi saat regangan nol (resistansi tanpa regangan Ro). Contoh kasus kedua adalah termokopel yang ditunjukkan pada Gambar 2.9 (b). Termokopel tembaga-konstantan (Jenis T) memiliki karakteristik yang tidak linier seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pemasangan termokopel terdiri atas dua sambungan - sambungan pengukuran pada T1 dan sambungan referensi pada T2. G.g.l resultan merupakan perbedaan antara dua tegangan potensial sambungan ini dan karenanya bergantung pada T1 dan T2. Dengan demikian, T2 merupakan interferying input. Model yang dituliskan adalah untuk kondisi dimana T2 kecil dibandingkan T1, sehingga E(T2) dapat didekati dengan 38,74 T2. Karakteristik dinamik dari termokopel dinyatakan sebagai fungsi transfer orde satu dengan konstanta waktu 10 detik. Penjelasan tentang hal ini ditulis pada Bab III. Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 12 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) Sebagai catatan, karakteristik statik menentukan nilai pembacaan output pengukuran pada kondisi mantap, dimana nilai tersebut menuju ke satu harga. Sedangkan karakteristik dinamik menentukan respon pembacaan output ketika menuju nilai kondisi mantap tersebut, atau yang disebut sebagai kondisi transien. Tentu saja pada saat kondisi transien, nilai pembacaan output akan berubah-ubah, sebelum pada akhirnya konstan di harga kondisi mantapnya. Gambar 2.9. Model Umum Elemen: (a) Straingauge (b) Termokopel Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 13 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) 2.3 Karakteristik Statistik Karakteristik statistik merupakan perilaku elemen dalam hubungannya dengan kejadian (penyebab) yang tidak diketahui secara pasti atau yang dikenal dengan kejadian acak. Dengan demikian, karakteristik ini merupakan perilaku/sifat yang acak/random, yang tidak bisa dinyatakan secara sistematis dalam bentuk persamaan, namun dinyatakan dalam bentuk parameter distribusi probabilitas. Beberapa karakteristik statistik yang umum digunakan, dijelaskan sebagai berikut: Akurasi Akurasi adalah kemampuan dari alat ukur untuk memberikan indikasi pendekatan terhadap harga sebenarnya dari obyek yang diukur. Dengan demikian, akurasi bukan merupakan karakteristik statik elemen sistem pengukuran, namun merupakan karakteristik statik sistem pengukuran. Akurasi pengukuran atau pembacaan adalah istilah yang sangat relatif. Akurasi didefinisikan sebagai beda atau kedekatan (closeness) antara nilai yang terbaca dari alat ukur dengan nilai sebenarnya. Dalam eksperiman, nilai sebenarnya yang tidak pernah diketahui diganti dengan suatu nilai standar yang diakui secara konvensional. Secara umum akurasi sebuah alat ukur ditentukan dengan cara kalibrasi pada kondisi operasi tertentu dan dapat diekspresikan dalam bentuk ketidakakurasian (inaccuracy): plus-minus atau prosentasi skala penuh. Ketidakakurasian merupakan tingkat kesalahan pembacaan terhadap nilai benarnya. Jika, misalkan sebuah meteran tekanan dengan range 0 - 10 bar memiliki ketidakakurasian ±1,0% defleksi skala penuh, maka kesalahan maksimum yang diharapkan terjadi adalah 0,1 bar. Hal ini berarti bahwa ketika instrumen membaca 1,0 bar, nilai eror yang mungkin terjadi adalah 10% dari nilai ini, yaitu 0,1 bar. Untuk alasan ini, aturan desain sistem yang penting diingat adalah bahwa instrumen dipilih sedemikian hinga range-nya sesuai dengan sebaran nilai yang diukur, agar akurasi terbaik dapat dicapai. Jadi, jika kita mengukur tekanan dengan nilai antara 0 dan 1 bar, kita tidak seharusnya menggunakan instrumen dengan range 0 - 10 bar. Istilah ketidakpastian pengukuran Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 14 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) sering kali digunakan untuk menggantikan ketidakakurasian. Secara matematis, ketidakakurasian dikuantifikasi menggunakan eror pengukuran E dimana: E = nilai terukur - nilai benar = output sistem - input sistem (2.9) Namun, nilai E tidak mungkin dapat ditentukan secara pasti, khususnya jika pengukuran dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang tidak dapat diprediksi. Langkah umum yang dilakukan adalah mengasumsikan kondisi lingkungan pada kondisi 'standar' dan menentukan eror pengukuran maksimum sebagai ±x% dari pembacaan output, untuk mengijinkan deviasi maksimum terjadi pada kondisi lingkungan yang menyimpang dari kondisi 'standar'. Nilai mean dari eror sistem secara sederhana merupakan perbedaan antara nilai mean output sistem dengan nilai mean input sistem, atau dituliskan: E =O −I (2.10) Jika kerapatan probabilitas output dari elemen sistem pengukuran adalah normal, maka fungsi kerapatan probabilitas dari output sistem dan eror sistem juga normal. Sedangkan simpangan baku dari eror sistem adalah sama dengan simpangan baku dari output sistem, atau dituliskan: σE = σO (2.11) Presisi / Repeatability / Reproducibility Presisi menyatakan derajat kebebasan sebuah instrumen dari kesalahan acak. Jika sejumlah pembacaan diambil pada besaran input yang sama menggunakan instrumen dengan presisi tinggi, maka sebaran pembacaan akan sangat kecil. Presisi seringkali, meskipun salah, disamakan dengan akurasi. Presisi tinggi tidak berarti apa-apa terhadap akurasi pengukuran. Instrumen presisi tinggi dapat memiliki akurasi yang rendah. Pengukuran dengan akurasi rendah dari instrumen presisi tinggi umumnya disebabkan oleh bias pada pengukuran, yang dihilangkan dengan kalibrasi ulang. Istilah repeatability (keterulangan) dan reproducibility berarti secara pendekatan sama namun diterapkan pada konteks yang berbeda. Keterulangan menjelaskan kedekatan pembacaan output ketika input yang sama diterapkan secara berulang sepanjang periode waktu pendek, dengan kondisi pengukuran yang sama, instrumen Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 15 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) dan pengamat yang sama, lokasi yang sama, dan kondisi perawatan yang sama. Reproducibility mendeskripsikan kedekatan pembacaan output untuk input yang sama ketika terdapat perubahan pada metode pengukuran, pengamat, instrumen, lokasi, kondisi dan waktu pengukuran. Kedua istilah tersebut menggambarkan sebaran pembacaan output untuk input yang sama. Sebaran ini dikenal sebagai keterulangan jika kondisi pengukuran tetap dan sebagai reproducibility jika kondisi pengukuran berubah. Tingkat keterulangan dan reproducibility sebuah instrumen merupakan cara alternatif untuk mengekspresikan presisi. Gambar 2.10 mengilustrasikan hal ini lebh jelas. Pada gambar ditunjukkan hasil pengujian tiga instrumen pengukuran dengan nilai benar variabel yang diukur adalah pada pusat lingkaran. Titik-titik hitam merupakan hasil pembacaan instrumen. Hasil pengujian menunjukkan bahwa instrumen pertama memiliki akurasi dan presisi yang rendah, instrumen kedua memiliki akurasi rendah namun presisi tinggi, dan instrumen ketiga memiliki akurasi dan presisi yang tinggi. Gambar 2.10. Ilustrasi mengenai akurasi dan presisi Rendahnya tingkat keterulangan sebuah elemen pengukuran adalah akibat efek acak pada elemen dan lingkungannya. Sebagai contoh adalah alat ukur laju aliran dengan vortex: untuk laju aliran yang tetap Q = 1,4 x 10-2 m3/s, kita mengharapkan output frekuensi konstan di f = 209 Hz. Karena sinyal output bukanlah gelombang sinus sempurna, namun ditambah fluktuasi acak, frekuensi terukut bervariasi antara 207 dan 211 Hz. Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 16 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) Penyebab rendahnya keterulangan yang paling umum adalah fluktuasi acak terhadap waktu pada input lingkungan IM, II: jika konstanta kopling atau sensitivitas lingkungan KM, KI tidak nol, maka akan ada variasi pada O. Sebagai contoh, fluktuasi acak pada temperatur lingkungan menyebabkan variasi resistansi strain gauge atau tegangan output amplifier; fluktuasi acak pada tegangan suplai rangkaian jembatan mempengaruhi tegangan output jembatan. Dengan membuat asumsi yang masuk akal untuk fungsi kerapatan probabilitas input I, IM dan II (pada sistem pengukuran, variasi acak pada input I untuk sebuah elemen dapat disebabkan oleh efek acak elemen sebelumnya), fungsi kerapatan probabilitas elemen output O dapat ditentukan. Fungsi kerapatan probabilitas hampir seluruhnya mirip dengan fungsi distribusi normal atau Gaussian (Gambar 2.11): p ( x) = dengan ( x − x )2 1 exp − 2σ 2 σ 2π (2.12) x = nilai mean atau harapan (menentukan pusat distribusi) σ = simpangan baku ( (menentukan sebaran distribusi) Misalkan ditinjau sebuah eksperimen yang mengukur besaran X. Bila xi adalah nilai pengukuran ke-i dan x adalah nilai rata-rata dari n pengukuran, x= 1 n ∑ xi n i =1 (2.13) maka secara matematis, keterulangan dapat dinyatakan sebagai sebaran output pengukuran dalam bentuk standar deviasi: (2.14) dengan d i = xi − x Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 17 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) Gambar 2.11 Fungsi kerapatan probabilitas Normal dengan nilai mean = 0 Persamaan (2.6) menyatakan bahwa variabel output O bergantung pada variabel input I, IM dan II. Sehingga, jika ∆O merupakan deviasi kecil pada O terhadap nilai mean-nya atau O , yang disebabkan oleh deviasi ∆I, ∆IM dan ∆II terhadap nilai meannya atau I , I M , dan I I , maka: ∂O ∂O ∆O = ∆I + ∂I ∂I M ∂O ∆I M + ∆I I ∂I I (2.15) Dengan demikian, ∆O adalah kombinasi linier dari variabel ∆I, ∆IM dan ∆II ; turunan parsial dapat dievaluasi menggunakan persamaan (2.6). Dapat ditunjukkan bahwa jika variabel tak bebas y merupakan kombinasi linier dari variabel bebas x1, x2 dan x3, yaitu: y = a1 x1 + a2 x2 + a3 x3 (2.16) dan jika x1, x2, dan x3 memiliki distribusi normal dengan simpangan baku σ1, σ2, dan σ3, maka distribusi probabilitas dari y adalah juga normal dengan nilai simpangan baku σ diberikan oleh: σ = a12σ 12 + a22σ 22 + a32σ 32 (2.17) Nilai mean atau nilai harapan dari output elemen diberikan oleh persamaan: O = KI + a + N ( I ) + K M I M I + K I I I (2.18) Dari (2.15) dan (2.17) dapat kita temukan bahwa nilai simpangan baku dari ∆O diberikan oleh pesamaan: Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 18 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) 2 ∂O 2 ∂O σO = σI + ∂I ∂I M 2 2 ∂O 2 σ I M + σ I I ∂I I (2.19) Dimana σ I , σ I M , dan σ I I adalah simpangan baku dari input. Dengan demikian, simpangan baku output dapat dicari dengan menggunakan persamaan (2.19) jika simpangan baku dari input diketahui. Cara lain adalah dengan menggunakan pengujian kalibrasi pada elemen pengukuran sehingga diperoleh data pengukuran output untuk menghitung simpangan baku output, σo , secara langsung dengan persamaan (2.14). Toleransi Toleransi menunjukkan kemampuan elemen memberikan output pada range atau jangkauan tertentu yang ditetapkan berdasarkan tingkat kepercayaan. Konsep toleransi diterapkan pada sekumpulan elemen yang identik. Toleransi merupakan istilah yang berhubungan erat dengan akurasi dan mendefinisikan eror maksimum yang diharapkan terjadi pada beberapa nilai. Meskipun ini bukanlah, singkat kata, karakteristik statik instrumen pengukuran, toleransi disebutkan di sini karena akurasi beberapa instrumen terkadang dikutip sebagai toleransi. Jika digunakan secara benar, toleransi menggambarkan deviasi maksimum komponen produk dari beberapa nilai yang ditentukan. Misalkan, satu resistor dipilih secara acak dari sebuah kumpulan resistor yang memiliki nilai nominal 1000 W dan toleransi 5%. Resistor yang diambil tersebut kemungkinan memiliki nilai aktual antara 950 W dan 1050 W. Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 19 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) Modul Praktikum PENGUKURAN KARAKTERISTIK STATIK DARI SENSOR DISPLACEMENT, RANGKAIAN PEMBAGI TEGANGAN DAN DISPLAY (MULTIMETER) A. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Menentukan nilai-nilai karakteristik statik pengukuran, yaitu range, span, sensitivitas, histerisis, dan non-linearitas. 2. Menganalisis pengaruh efek lingkungan terhadap karakteristik statik sistem pengukuran. B. TEORI DASAR 1. Karakteristik Statik Karakteristik statik adalah sifat sebuah instrumen yang tidak bergantung pada waktu. Beberapa karakteristik statik instrumen yang sering digunakan adalah : • Range (span) Range menyatakan jangkauan pengukuran sebuah insturmen. Sedangkan span adalah selisih nilai maksimum dan minimum yang dapat diukur oleh alat. Contoh: termometer memiliki range - 0,5 sampai + 40,5 °C, subdivision 0,1°C, artinya kisaran pengukuran – 0,5 sampai 40,5°C, skala interval 0,1°C. • Linieritas Pengukuran yang ideal adalah jika hubungan antara input pengukuran (nilai sesungguhnya) dengan output pengukuran (nilai yang ditunjukkan alat ukur) adalah berbanding lurus, dan dinyatakan dalam persamaan garis sebagai berikut: Oideal = KI + a Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 20 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) dengan K adalah kemiringan garis = Omax − Omin I max − I min a adalah pembuat nol (zero bias) = Omin - KImin Jika sebuah instrumen memiliki hubungan input-output tidak berupa garis lurus, penyimpangan dari garis lurus tersebut dikenal sebagai nonlinieritas. Seringkali nonlinieritas dinyatakan dalam nonlinieritas maksimum dalam bentuk prosentase skala penuh, yaitu: [ O − KI + a ] max 100% Nˆ = Omax − Omin Sebuah alat ukur mempunyai nonlinieritas 1 % jika kurva hubungan input dan output berkelok menyimpang 1%. Bentuk nonlinieritas dapat berupa parabola, berkelok, lengkung dan sebagainya. Control valve linier pada 40 – 75 % bukaan, artinya hubungan sinyal input dengan aliran (flow) yang melalui control valve linier pada 40 – 75 %. • Sensitivitas menunjukan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas yang diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang menunjukan “perubahan keluaran dibandingkan unit perubahan masukan” yaitu ∆O/∆I. Untuk elemen linear dO/dI sama dengan slope atau gradien K dari garis linear. Sedangkan untuk elemen non-linear dO/dI= K + dN/dI. Beberapa sensor panas dapat memiliki kepekaan yang dinyatakan dengan “satu volt per derajat”, yang berarti perubahan satu derajat pada masukan akan menghasilkan perubahan satu volt pada keluarannya. Sensor panas lainnya dapat saja memiliki kepekaan “dua volt per derajat”, yang berarti memiliki kepakaan dua kali dari sensor yang pertama. Linieritas sensor juga mempengaruhi sensitivitas dari sensor. Apabila tanggapannya linier, maka sensitivitasnya juga akan sama (konstan) untuk jangkauan pengukuran keseluruhan, yaitu sama dengan kemiringan garis. • Histerisis Histeresis menunjukkan perbedaan nilai output pembacaan saat menggunakan nilai input naik (dari rendah ke tinggi), dengan nilai output pembacaan saat Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 21 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) menggunakan nilai input turun (dari tinggi ke rendah). Histeresis biasanya dinyatakan dalam histeresis maksimum dalam bentuk prosentase skala penuh, yaitu: O − OI ↑ Hˆ = I ↓ 100% Omax − Omin Contoh : Suatu termometer digunakan untuk mengukur 60°C, akan menunjukkan angka yang berbeda jika sebelumnya digunakan untuk mengukur fluida 20°C dengan jika sebelumnya digunakan untuk mengukur fluida 100°C. • Efek Lingkungan Secara umum, output (O) tidak bergantung hanya pada sinyal input (I) tetapi juga bergantung pada input dari lingkungan seperti suhu, tekanan atmosfer, kelembaban, tegangan suplai, dan sebagainya. Ada dua tipe input dari lingkungan, yaitu modifying input dan interfering input. Modifying input IM menyebabkan sensitivitas linear sistem berubah. K adalah sensitivitas pada kondisi standar kelika IM = 0. Jika input diubah dari nilai standar, maka IM mengalami penyimpangan dari kondisi standar. Sensitivitas berubah dari K menjadi K+ KM IM, dimana KM adalah perubahan kepekaan terhadap perubahan unit IM. Interfering input II menyebabkan zero bias berubah. a adalah zero bias pada kondisi standar ketika II = 0. Jika input diubah dari nilai standar, maka II mengalami penyimpangan dari kondisi standar. Zero bias berubah dari a menjadi a+ KIII , dimana KI adalah perubahan zero bias untuk satu satuan perubahan II.. Dengan demikian 2. Pengkondisian Sinyal Pada teknik pengukuran, signal conditioning atau pengkondisian sinyal berarti memanipulasi suatu sinyal agar sinyal tersebut memiliki karakteristik yang sesuai dengan kebutuhan proses selanjutnya. Beberapa contoh pengkondisian Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 22 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) sinyal yang dapat dibuat menggunakan rangkaian pasif sederhana antara lain: pembagi tegangan (voltage divider). Rangkaian ini sering digunakan untuk aplikasi elektronika praktis, antara lain untuk mendapatkan tegangan sesuai dengan yang kita inginkan, dan juga untuk aplikasi sensor. Rangkaian ini terdiri dari dua buah resistor yang dirangkai seperti pada gambar di bawah ini. Gambar P1.1 Rangkaian pembagi tegangan Tegangan keluaran (Vout) dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut: Vout = R2 .Vin R2 + R1 dimana Vout adalah tegangan keluaran, Vin adalah tegangan masukan, dan R adalah nilai resistansi dari resistor. Dari persamaan tersebut, maka kita bisa menentukan tegangan keluaran yang diinginkan dengan cara mengubah-ubah nilai kombinasi R1 dengan R2. C. PERALATAN DAN KOMPONEN PERCOBAAN 1. Hambatan Geser 2. Multimeter 3. Baterai 6V 4. Resistor 5. Kabel tunggal 6. Breadboard 7. Penggaris skala millimeter Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 23 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) D. LANGKAH PERCOBAAN Percobaan 1 : 1. Persiapkan alat dan rangkai seperti Gambar 1. 2. Tentukan nilai R1 (sesuai ketentuan asisten) dan nilai Vin sebesar 6 volt. 3. Ukur Vin dari baterai menggunakan multimeter. 4. Hubungkan kaki potensiometer ke multimeter dengan penunjukan hambatan. 5. Berikan pergeseran sebesar x cm (dengan ∆x sesuai dengan ketentuan asisten) dengan pergeseran naik. 6. Lihat dan catat besar hambatan pada keadaan x cm tersebut. 7. Catat Vout (tegangan keluaran) rangkaian tertutup Gambar 1 dengan menggunakan multimeter. 8. Ulangi langkah 1 sampai dengan 6 dengan pergeseran sebesar x cm (dengan ∆x sesuai dengan ketentuan asisten) hingga diperoleh 10 data. 9. Isi Tabel P1.1 dengan data yang telah anda peroleh dari langkah nomor 4 sampai dengan nomor 6. 10. Ulangi langkah nomor 1 sampai dengan nomor 6 dengan pergeseran turun dan menggunakan ∆x yang sama. 11. Isi Tabel P1.2 dengan data yang telah anda peroleh dari langkah no. 9. 12. Buat grafik hubungan antara: a. x - Ω b. Ω - Vout Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 24 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) Tabel P1.1 (Pergeseran naik) No x (cm) Hambatan (ohm) Vout (V) Tabel P1.2 (Pergeseran turun) No x (cm) Program Studi S1 Teknik Fisika ITS Hambatan (ohm) Vout (V) 25 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) Percobaan 2 : 1. Lakukan kangkah-langkah no. 1 s.d. no. 7 pada Percobaan 1 dengan mengganti nilai Vin sebesar 4,5 Volt. 2. Isi Tabel P1.3 dengan data yang anda peroleh dari langkah no. 1 3. Buat grafik hubungan x dengan Vout. Tabel P1.3 Percobaan Pembagi Tegangan Vin = ……………………volt R1 = ……………………Kohm No Displacement (x) naik Vout (volt) Displacement (x) turun Vout(volt) Percobaan 3: 1. Ambil satu benda (sesuai ketentuan asisten) kemudian ukur dimensi (panjang, lebar atau tinggi benda) benda tersebut menggunakan penggaris milimeter. 2. Selanjutnya lakukan pengukuran dimensi benda tersebut dengan menggunakan hambatan geser, menggunakan kondisi seperti pada percobaan Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 26 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) 1. 3. Lakukan pengukuran berulang sebanyak sepuluh kali pada langkah no. 2 dengan terlebih dahulu mematikan rangkaian untuk setiap kali pengukuran. 4. Konversi pembacaan tegangan output ke dalam displacement dengan menggunakan persamaan linier yang diperoleh pada percobaan 1. 5. Isi Tabel P1.4 dengan data yang Anda peroleh. 6. Lakukan perhitungan akurasi dan presisi Tabel P1.4 Dimensi benda (panjang/lebar/tebal) dengan menggunakan penggaris: ....... mm No Vout (volt) Displacement (cm) Dengan terhadap nilai pengukuran penggaris Deviasi terhadap nilai rata-rata E. ANALISIS PERCOBAAN 1. Lakukan perhitungan range input dan output, span, linieritas, nonlinieritas dan histeresis dari data percobaan yang telah anda peroleh (Percobaan 1). 2. Buatlah analisis tentang pengaruh karakteristik statik elemen (Percobaan 1) dengan karakteristik statik sistem pengukuran displacement. 3. Buatlah analisis tentang pengaruh lingkungan (berupa perubahan tegangan suplai) terhadap karakteristik statik sistem pengukuran, dengan menghitung nilai KM dan KI (Percobaan 2) Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 27 Sistem Pengukuran & Kalibrasi (TF 091332) 4. Buatlah analisis tentang tingkat akurasi dan presisi dari hasil Percobaan 3. 5. Simpulkan percobaan ini. 6. Buat laporan resmi percobaan. Program Studi S1 Teknik Fisika ITS 28