IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

advertisement
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kepadatan Populasi Fauna Tanah
Populasi fauna tanah diamati pada 2 lokasi, yaitu pada lahan yang ditanami
padi gogo dengan kemiringan 5% dan lahan dengan kemiringan 15%. Lokasi ini
terletak di kebun penelitian Cikabayan IPB. Dari setiap lahan yang ditanami padi
gogo, terdapat 5 perlakuan yang mengacu pada konsep pertanian konservasi.
Perlakuan T0 adalah lahan yang digunakan sebagai kontrol atau tanpa perlakuan.
Perlakuan T1 adalah lahan yang dibuat teras gulud dengan saluran konvensional
(SK). Perlakuan T2 adalah lahan yang dibuatkan teras gulud dengan SK
dikombinasikan dengan lubang resapan biopori (LRB). Perlakuan T3 adalah lahan
yang dibuat teras gulud dengan saluran peresapan biopori (SPB). Perlakuan T4
adalah lahan yang dibuat SPB yang dikombinasikan dengan LRB. Lubang resapan
Biopori dibuat dengan membor lubang vertikal ke dalam tanah. Diameter LRB
yang dianjurkan sekitar 10 cm dengan kedalaman sekitar 100 cm atau tidak
melebihi kedalaman permukaan air tanah.
4.1.1 Lahan Dengan Kemiringan 5%
Lahan dengan kemiringan 5% menunjukan kepadatan populasi fauna tanah
tertinggi pada perlakuan SPB yang dikombinasikan dengan LRB (T4) sebesar
2069 individu/m2 dan populasi terendah pada perlakuan kontrol (T0) sebesar 690
individu/m2 pada periode pengambilan sampel pertama (periode I), sedangkan
urutan kepadatan populasi fauna tanah dari yang paling tinggi hingga rendah pada
periode I adalah perlakuan SPB yang dikombinasikan dengan SPB (T4), teras
gulud dengan SPB (T3), teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB
(T2), teras gulud dengan SK (T1), dan perlakuan kontrol (T0).
Pada perlakuan T4, sumber makanan di petakan ini tergolong lebih
berlimpah daripada petakan lainnya. Hal ini dikarenakan pada perlakuan T4
terdapat bahan organik hasil dekomposisi fauna tanah pada liang biopori yang
terdapat pada lubang resapan.
19
Keterangan:
T0 : Kontrol
T1: teras gulud dengan saluran konvensional
(SK)
T2 : teras gulud dengan SK dikombinasikan
dengan lubang resapan biopori
T3: teras gulud dengan saluran peresapan
biopori
T4: saluran peresapan biopori yang
dikombinasikan dengan lubang resapan
biopori
Gambar 2. Kepadatan populasi fauna tanah pada lahan padi gogo dengan
kemiringan 5% dari periode I - III (kedalaman 0-15 cm)
Pada periode II, kepadatan populasi fauna tanah tertinggi pada perlakuan
teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2) dengan jumlah 2931
individu/m2 dan populasi terendah pada perlakuan kontrol (T0) dengan jumlah
1552 individu/m2 dan urutan kepadatan populasi tertinggi sampai terendah pada
periode ke II ini adalah perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan
LRB (T2), SPB yang dikombinasikan dengan LRB (T4), teras gulud dengan SPB
(T3), teras gulud dengan SK (T1), dan perlakuan kontrol (T0).
Pada periode III, kepadatan populasi fauna tanah tertinggi adalah pada
perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2) dengan
jumlah 3621 individu/m2 dan populasi terendah pada perlakuan teras gulud
dengan SK (T1) dengan jumlah 1078 individu/m2, sedangkan urutan kepadatan
populasi fauna tanah dari tertinggi hingga terendah adalah perlakuan teras gulud
dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2), SPB yang dikombinasikan dengan
LRB (T4), teras gulud dengan SK (T1), teras gulud dengan SPB (T3), dan
perlakuan kontrol (T0).
20
Dari gambar di atas dapat terlihat dinamika kepadatan populasi fauna tanah
disetiap periode. Jumlah total individu/m2 cenderung meningkat hingga periode II
dan menurun sedikit pada periode III. Hal ini disebabkan karena kondisi
lingkungan dan jumlah makanan yang berbeda dari setiap periode. Secara umum
kondisi lingkungan lahan pertanaman pada periode I adalah kondisi awal tanam (2
MST), dimana tanaman masih kecil sehingga jarak tanam masih renggang dan
sinar matahari dapat langsung mengenai permukaan tanah. Selain itu, kondisi
dedaunan dalam saluran dan lubang resapan belum sempurna melapuk sehingga
sumber makanan untuk fauna tanah belum melimpah.
Pada periode II (7 MST), kondisi tanaman berada dalam fase generatif
(bunting) dan sudah berbunga dan anakan padi sekitar 20 anakan, sehingga
permukaan tanah tertutupi oleh rimbunnya anakan dan jarak antar tanam semakin
tipis. Pada periode ini tanaman diproteksi dengan jaring untuk menghindari
serangan burung. Kondisi sisa tanaman berupa dedaunan dalam saluran dan
lubang resapan sudah terdekomposisi dengan baik. Menurut Brata (2008), sampah
organik dalam lubang resapan dalam selang waktu 56-84 hari akan
terdekomposisi menjadi kompos. Sedangkan pada periode III adalah pasca
pemanenan namun yang dipanen hanya beberapa sampel yang dijadikan titik
percontohan dan tidak semua tanaman dipangkas sehingga sisa-sisa tanaman
dibiarkan jatuh dan melapuk.
Tabel 1. Kepadatan Populasi Fauna Tanah pada Lahan dengan Kemiringan 5%
(0-15 cm)
Periode
Perlakuan
T0
T1
T2
T3
T4
I
690 b
733 b
733 b
905 b
2069 a
II
1552 a
2112 a
2931 a
2241 a
2414 a
III
2155 b
1078 b
3621 a
1983 b
2284 b
Pada periode I, kepadatan fauna tertinggi adalah perlakuan SPB yang
dikombinasikan dengan LRB (T4) dan perlakuan teras gulud dengan SPB (T3).
Tingginya populasi fauna tanah pada perlakuan ini kemungkinan disebabkan
21
karena pada perlakuan tersebut terdapat saluran dan lubang resapan biopori yang
diisi oleh mulsa vertikal berupa sisa-sisa tanaman. Sisa tanaman inilah yang
menjadi sumber makanan bagi biota tanah yang terdiri dari mikroba tanah dan
fauna tanah. Sedangkan LRB yang sejalan dengan pertumbuhan akar tanaman
membentuk biopori yang menjadi habitat yang cocok bagi peningkatan populasi
dan aktivitas fauna tanah. Biopori menjadi habitat yang baik bagi perkembangan
akar dan fauna tanah karena tersedianya cukup bahan organik, air, oksigen, dan
unsur hara. Menurut Erniwati (2008), kecuali pada lapisan serasah, maka lapisanlapisan tanah semakin ke bawah akan memiliki keragaman taksa dan kelimpahan
individu semakin menurun. Kecenderungan ini menunjukkan bahwa semakin ke
dalam suatu lapisan tanah maka semakin berkurang daya dukung lingkungannya
untuk kehidupan fauna tanah. Namun, LRB memperbaiki daya dukung
lingkungan fauna tanah di lapisan bawah.
Keterkaitan ini menjadi sebuah ekosistem tanah yang mempengaruhi
biodiversitas tanah. Fauna tanah akan berkembang biak dan beraktifitas membuat
biopori,
mengunyah
dan
memperkecil
ukuran
sampah
organik,
serta
mencampurkannya dengan mikroba yang dapat mempercepat proses pelapukan
sampah organik menjadi kompos dan senyawa humus yang dapat memperbaiki
kondisi tanah. Peresapan air ke dalam tanah juga akan diperlancar dengan adanya
biopori yang dibentuk oleh akar tanaman dan aktifitas fauna tanah. Lubang
resapan biopori akan membantu mempermudah pemasukan bahan organik ke
dalam tanah. Kumpulan sampah organik yang tidak terlalu besar dalam lubang
silindris akan menjadi habitat yang baik bagi fauna tanah yang memerlukan
perlindungan dari panas matahari dan kejaran pemangsa, sehingga pada perlakuan
T3 dan T4 yang terdapat SPB dan LRB menunjukkan kepadatan populasi fauna
tanah yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain tanpa LRB.
Sedangkan pada periode II, jumlah kepadatan fauna tanah tertinggi adalah
pada perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2) dan
SPB yang dikombinasikan dengan LRB (T4). Pada periode III jumlah kepadatan
fauna tertinggi sama dengan periode II, yaitu T2 dan T4. Perlakuan T2 terdapat
22
mulsa vertikal dalam LRB yang menjadi sumber makanan bagi fauna tanah
memberikan asupan bahan organik yang cukup banyak dari dekomposisi sisa
tanaman.
Pada Tabel.1 dapat dilihat bahwa perlakuan SPB yang dikombinasikan
dengan LRB (T4) pada periode pertama dengan perlakuan lainnya terdapat
perbedaan yang nyata. Sedangkan untuk perlakuan T1, T2 dan T3 tidak terlihat
adanya perbedaan namun setiap perlakuan dengan LRB dan mulsa vertikal
cenderung meningkatkan populasi fauna tanah yang ada dibandingkan dengan
perlakuan kontrol (T0). Pada periode II semua perlakuan tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata namun cenderung meningkatkan populasi fauna tanah dari
perlakuan kontrol (T0). Pada periode III perlakuan teras gulud dengan SK
dikombinasikan dengan LRB (T2) menunjukkan perbedaan yang nyata dengan
semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan populasi setiap
perlakuan pada periode I belum begitu dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
pada periode II dan periode III.
4.1.2 Lahan Dengan Kemiringan 15%
Pada lahan ini, populasi kepadatan fauna tertinggi terdapat pada perlakuan
SPB yang dikombinasikan dengan LRB (T4) dengan jumlah 1422 individu/m2 dan
kepadatan terendah pada perlakuan teras gulud dengan SK (T1) dengan jumlah
388 individu/m2 pada periode I. Urutan kepadatan populasi dari yang tertinggi
hingga terendah adalah perlakuan SPB yang dikombinasikan dengan LRB (T4),
teras gulud dan SPB (T3), perlakuan kontrol (T0), teras gulud dengan SK
dikombinasikan dengan LRB (T2), teras gulud dengan SK (T1) pada periode I.
Pada periode II, kepadatan populasi tertinggi pada perlakuan teras gulud dengan
SPB (T3) dengan jumlah 4483 individu/m2 dan kepadatan populasi terendah pada
perlakuan saluran konvensional (T1) dengan jumlah 1595 individu/m2. Urutan
kepadatan fauna tertinggi hingga terendah adalah perlakuan teras gulud dengan
SPB (T3), SPB yang dikombinasikan dengan LRB (T4), teras gulud dengan SK
dikombinasikan dengan LRB (T2), perlakuan kontrol (T0), teras gulud dengan SK
(T1).
23
Pada periode III, kepadatan populasi fauna tanah tertinggi adalah perlakuan
teras gulud dengan SPB (T3) dengan jumlah 3017 individu/m2 dan kepadatan
populasi fauna tanah terendah adalah perlakuan kontrol (T0) dengan jumlah 1207
individu/m2, urutan kepadatan populasi pada periode III ini adalah perlakuan teras
gulud dengan SPB (T3), teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB
(T2), SPB yang dikombinasikan dengan LRB (T4), teras gulud dengan SK (T1),
perlakuan kontrol (T0).
Berdasarkan gambar di bawah ini, dapat dilihat bahwa dinamika populasi
fauna tanah dari periode I meningkat sampai periode II lalu sedikit menurun pada
periode III, hal ini disebabkan kondisi tanaman saat periode I masih kecil dan
renggang jaraknya sehingga kondisi permukaan tanah langsung mendapat sinar
matahari sehingga suhu permukaan tanah akan lebih tinggi, jika dibandingkan
dengan kondisi tanaman saat periode II yang menutupi permukaan tanah membuat
kondisi ini disukai oleh fauna tanah.
Keterangan:
T0 : Kontrol
T1: teras gulud dengan saluran konvensional
(SK)
T2 : teras gulud dengan SK dikombinasikan
dengan lubang resapan biopori
T3: teras gulud dengan saluran peresapan
biopori
T4: saluran peresapan biopori yang
dikombinasikan dengan lubang resapan
biopori
Gambar 3. Kepadatan populasi fauna tanah pada lahan padi gogo dengan
kemiringan 15% dari periode I - III (kedalaman 0-15 cm)
24
Semakin rindang permukaan tanah, maka sumber makanan semakin tinggi,
menjaga fluktuasi suhu dan kelembaban tanah permukaan tanah yang lembab
serta melindungi fauna tanah secara langsung dari sengatan sinar matahari
sehingga mampu menciptakan habitat yang nyaman bagi tempat tinggal fauna
tanah. Namun, pada periode III, kondisi tanaman setelah panen mengalami sedikit
pemangkasan yang berdampak pada menurunnya kepadatan populasi fauna tanah.
Berdasarkan gambar di atas terlihat, bahwa populasi yang terus meningkat
dari setiap periode adalah perlakuan T2 dan T4, pada lahan ini terdapat mulsa
vertikal pada lubang resapan biopori, sehingga pada lahan ini terdapat bahan
organik yang tinggi sebagai sumber makanan bagi fauna tanah yang ada di
dalamnya. Mulsa dapat menghindari fluktuasi suhu dan kadar air permukaan
tanah. Dengan mulsa bahan organik lebih dapat dipelihara, bahkan dalam jangka
panjang dapat ditingkatkan dan penguapan air tanah dapat diperkecil sehingga
kelembaban tanah terjaga (Sarief, 1985) sehingga dengan adanya mulsa maka
tercipta lingkungan yang disukai oleh fauna tanah. Lubang resapan biopori yang
diisi oleh sisa tanaman yang dapat melindungi permukaan lubang dari
penyumbatan sedimen halus dan lumut. Selain itu akan membuat fauna tanah
tertarik masuk ke dalam tanah untuk berlindung, memakan sampah organik dan
membentuk biopori. Lubang biopori juga membuat pergerakan fauna tanah
menjadi lebih mudah karena terbentuknya liang-liang yang menjadi jalur
transportasi bagi fauna tanah sehingga meningkatkan biodiversitas hayati pada
lapisan bawah permukaan tanah.
Tabel 2. Kepadatan Populasi Fauna Tanah pada Lahan dengan kemiringan 15%
(0-15 cm)
Periode
Perlakuan
T0
T1
T2
T3
T4
I
560 a
388 a
517 a
776 a
1422 a
II
2069 b
1595 b
2414 b
4483 a
2931 b
III
1207 a
1810 a
2414 a
3017 a
1810 a
25
Pada Tabel. 2 dapat dilihat bahwa semua perlakuan pada periode I tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata namun cenderung meningkatkan populasi
fauna tanah dibandingkan dengan kontrol (T0). Pada periode II, perlakuan T3
menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan yang lainnya dan pada
periode III semua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata namun
cenderung meningkatkan jumlah populasi fauna tanah jika dibandingkan dengan
kontrol (T0) pada lahan pertanaman padi gogo ini.
Menurut Brata (2008), lubang resapan biopori dikembangkan atas dasar
prinsip ekohidrologis, yaitu dengan memperbaiki kondisi ekosistem tanah untuk
perbaikan fungsi hidrologis ekosistem tersebut. Pemanfaatan sampah organik ke
dalam lubang kecil dan dalam ternyata dapat menciptakan habitat yang baik bagi
beraneka ragam organisme tanah. Organisme tanah dapat mempercepat pelapukan
bahan
organik
serta
meningkatkan
pembentukan
biopori
yang
dapat
memperlancar peresapan air dan pertukaran O2 dan CO2.
Kelebihan biopori dibandingkan dengan pori makro diantara agregat tanah
antara lain (1) lebih mantap karena dilapisi oleh senyawa organik yang
dikeluarkan oleh tubuh cacing (Brata, 1990), (2) berbentuk lubang silindris yang
bersinambung dan tidak mudah mudah tertutup oleh pengembangan yang bersifat
vertik, (3) dapat menyediakan liang yang mudah ditembus akar tanaman (Wang,
Hesketh, dan Wooley, 1986 dalam Brata, 2008) dan (4) menyediakan saluran bagi
peresapan air (Infiltrasi yang lancar ke dalam tanah (Smettem, 1992; Brata, 2004
dalam Brata, 2008). Aneka bahan mineral dan organik yang dimakan oleh cacing,
kemudian dikeluarkan menjadi casting yang mempunyai bobot isi lebih
rendah(1,15 g/cm3) dibandingkan dengan tanah sekitarnya (1,5-1,6 g/cm3).
Secara umum jumlah kepadatan populasi fauna tanah pada lahan kemiringan
5% lebih banyak dibandingkan lahan dengan kemiringan 15%. Hal ini disebabkan
oleh beda kemiringan yang cukup mempengaruhi besarnya pengangkutan bahan
organik oleh aliran permukaan. Semakin curam kemiringan lereng, maka semakin
besar pengangkutan yang terjadi sehingga bahan organik dan unsur hara yang
hanyut oleh aliran permukaan semakin banyak dan membuat habitat yang kurang
disukai fauna tanah karena sumber makanannya terbatas.
26
Gambar 4. Kepadatan populasi fauna tanah pada lahan dengan kemiringan 5%
dan 15% dari periode I - III (kedalaman 0-15 cm)
Secara umum berdasarkan hasil pengukuran, aliran permukaan dan erosi
pada lahan dengan kemiringan 15% lebih besar dibandingkan lahan dengan
kemiringan 5% (Tabel Lampiran 7). Perlakuan yang diterapkan berdasarkan
metode konservasi tanah dan air untuk lahan miring seperti pembuatan saluran
dalam petakan untuk mengurangi erosi oleh aliran permukaan saat terjadi hujan.
Namun, ada pula perlakuan yang jumlah populasi fauna tanahnya lebih
besar pada lahan dengan kemiringan 15% di bandingkan lahan 5%. Hal ini diduga
karena adanya pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan pada lahan dengan
kemiringan 15% lebih rimbun dan teduh jika dibandingkan dengan lahan 5%
sehingga pada beberapa perlakuan terdapat jumlah populasi fauna tanah yang
lebih tinggi pada lahan dengan kemiringan 15% meskipun aliran permukaannya
lebih besar.
4.2 Keragaman Fauna Tanah
4.2.1 Lahan Dengan Kemiringan 5%
Keragaman fauna tanah dalam penelitian ini dihitung berdasarkan metode
Shannon Diversity Index (H’) yang menggambarkan keragaman fauna tanah
27
ditinjau berdasarkan taksa (kelompok) dalam suatu habitat. Nilai keragaman ini
tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah populasi fauna tanah.
Tabel 3. Nilai indeks keragaman fauna tanah pada lereng 5%
Perlakuan
T0
T1
T2
T3
T4
I
Periode
II
III
1,32
1,45
1,49
1,52
1,51
1,77
1,77
1,29
1,29
1,47
1,56
1,46
1,44
2,06
1,84
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut (Tabel 3), pada lahan dengan
kemiringan 5%, keragaman fauna tanah tertinggi pada periode I adalah perlakuan
teras gulud dan SPB (T3) dengan nilai 1,52 dan keragaman terendah pada
perlakuan kontrol (T0) dengan nilai 1,32. Pada periode II, keragaman fauna
tertinggi adalah perlakuan saluran konvensional (T1) dengan nilai 1,77 dan nilai
terkecil pada perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2).
Pada periode III, nilai keragaman fauna tanah tertinggi pada perlakuan teras gulud
dengan SPB (T3) dan terendah pada perlakuan teras gulud dengan SK
dikombinasikan dengan LRB (T2).
Berdasarkan kategori nilai Shannon Diversity Index yang terdapat pada
Magurran (1987) maka keragaman tertinggi pada setiap periode tergolong sedang
namun jika dilihat dari seluruh periode maka indeks keragaman tergolong rendah..
Keragaman ini yang menggambarkan banyaknya taksa (kelompok) dalam suatu
habitat. Kategori rendah pada lahan ini disebabkan karena lahan yang digunakan
sebagai areal pertanaman padi gogo bukanlah lahan alami yang baru dibuka
melainkan lahan yang sering kali ditanami sehingga jumlah fauna tanah tidak
melimpah ruah seperti pada habitat alami seperti hutan.
28
(a)
(b)
(c)
Gambar 5. Kondisi tanaman saat pengambilan sampel (a. Kondisi tanaman
periode I; b. Kondisi tanaman periode II; c. Kondisi tanaman periode
III)
Kelompok fauna tanah dengan jumlah individu dominan (NI) dan sangat
dominan (N2) dihitung dengan menggunakn rumus Hill’s Diversity Number
(Ludwig dan Reynoldz, 1988). Cara menentukan jenis fauna tanah yang dominan
(NI) adalah melihat hasil perhitungan berdasarkan rumus lalu melihat kelompok
fauna tanah yang memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan fauna
tanah yang ditemukan dalam perlakuan. Misal dalam perlakuan T0 nilai NI
adalah 3,74 (Tabel Lampiran. 1) sehingga dapat diketahui ada 3 jenis fauna tanah
yang jumlahnya lebih banyak dari fauna tanah yang di temukan dalam perlakuan
T0. Sedangkan penentuan fauna tanah yang paling dominan (N2) adalah dengan
melihat satu jenis fauna tanah dalam perlakuan T0 dengan jumlah terbanyak.
29
Tabel 4. Dominansi Fauna Tanah pada Lahan dengan kemiringan 5%
Populasi Fauna Tanah
Perlakuan
Periode I
T0
T1
T2
T3
T4
Periode
II
T0
T1
Dominan
Paling
Dominan
Centipede, Orthoptera, Symphila
Acari, Coleoptera, Centipede, Orthoptera
Acari, Collembola, Orthoptera, Homoptera
Acari, Coleoptera, Centipede, Orthoptera
Acari, Coleoptera, Centipede, Orthoptera
Centipede
Centipede
Orthoptera
Coleoptera
Centipede
Acari, Collembola, Hymenoptera, Coleoptera, Isopoda
Acari, Collembola, Hymenoptera, Coleoptera, Centipede
Hymenoptera
Coleoptera
T2
T3
Acari, Collembola, Coleoptera
Collembola, Hymenoptera, Coleoptera, Isopoda
Coleoptera
Hymenoptera
T4
Periode
III
T0
Acari, Coleoptera,Isopoda
Isopoda
Acari, Collembola, Coleoptera, Centipede
Collembola
T1
T2
T3
Acari, Collembola, Hymenoptera, Centipede
Acari, Collembola, Hymenoptera, Isopoda
Acari, Collembola, Coleoptera, Centipede, Orthoptera, Isopoda,
Symphila
Acari, Collembola, Hymenoptera, Coleoptera, Centipede, Isopoda
Centipede
Isoptera
T4
Centipede
Collembola
Kondisi lingkungan saat pengambilan sampel juga mempengaruhi
keragaman fauna tanah. Keragaman fauna tanah pada kondisi awal pertanaman
(Gambar 4. a) akan lebih sedikit karena sinar matahari dapat langsung mengenai
permukaan tanah dan membuat suhu permukaan lebih tinggi. Berbeda pada
kondisi pengambilan sampel ke-2 dan ke-3, dimana suhu permukaan lebih lembab
dan bahan organik tersedia lebih banyak dibandingkan periode pengambilan
sampel ke-1.
Keberadaan fauna tanah pada lahan yang tidak terganggu akan menjaga
proses siklus hara berlangsung secara terus menerus. Lingkungan terganggu atau
terdegradasi pada umumnya memiliki fauna tanah yang mengalami penurunan
komposisi maupun populasi yang disebabkan oleh penurunan atau hilangnya
sejumlah spesies tumbuhan, penurunan kekayaan deposit serasah, perubahan sifat
biologis,
fisik dan kimia tanah,
penurunan populasi fauna
lain dan
30
mikroorganisme tanah, dan perubahan iklim mikro ke arah yang kurang
menguntungkan bagi pertumbuhan makhluk hidup di dalamnya (Nuril dkk, 1999).
Pada lahan ini, kelompok dengan jumlah individu dominan dalam sampel
(NI) pada periode I di perlakuan T0 ditemukan 3 taksa (Tabel. 4) dengan
kelompok yang paling dominan dalam sampel adalah Centipede. Pada perlakuan
teras gulud dengan saluran konvensional (T1) ditemukan 3 taksa dan taksa yang
paling dominan adalah Centipede. Pada perlakuan teras gulud dengan SK
dikombinasikan dengan LRB (T2) ditemukan 4 taksa dan taksa yang paling
dominan adalah Orthoptera. Pada perlakuan teras gulud dengan SPB (T3)
ditemukan 4 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Coleoptera. Pada
perlakuan saluran peresapan biopori yang dikombinasikan dengan LRB (T4)
ditemukan 4 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Centipede. Secara
umum, pada periode I ini, kelompok yang dominan dalam setiap perlakuan adalah
Centipede.
Centipede merupakan predator, dalam periode I ini terlihat dari data
dominansi fauna tanah (Tabel. 4) bahwa Acari dan Collembola termasuk fauna
tanah yang dominan, kedua hewan ini merupakan mangsa Centipede sehingga
populasi Centipede meningkat karena tersedianya makanan yang berlimpah.
Selain itu, Centipede adalah fauna tanah yang menyukai kondisi tanah lembab dan
kondisi tanah di kebun penelitian ini sesuai dengan karakteristik lingkungan hidup
Centipede. Jadi, kondisi lingkungan yang mendukung dan tersedianya makanan
yang berlimpah membuat populasi Centipede pada periode ini menjadi fauna
tanah paling dominan.
Pada periode II, dimana kondisi padi gogo sudah terisi bulirnya dan anakan
padi sudah banyak sehingga kondisi tanaman rimbun dan menutupi permukaan
tanah (gambar 3. b). Fauna yang ditemukan dari segi jumlah kepadatan fauna
lebih banyak dari periode I. Pada perlakuan T0 ditemukan 5 taksa dan taksa yang
paling dominan adalah Hymenoptera. Pada perlakuan teras gulud dengan saluran
konvensional (SK) ditemukan 5 taksa dan taksa yang paling dominan adalah
Coleoptera. Pada perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB
(T2) ditemukan 3 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Coleoptera. Pada
31
perlakuan teras gulud dengan SPB (T3) ditemukan 4 taksa dan taksa yang paling
dominan adalah Hymenoptera. Pada perlakuan SPB yang dikombinasikan dengan
LRB (T4) ditemukan 3 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Isopoda.
Secara umum, pada periode II ini fauna yang dominan adalah Coleoptera.
Coleoptera merupakan sebagian dari insecta yang tinggal di dalam atau di
atas tanah dalam bentuk larva dan dewasa (Kevan, 1962; Raw, 1967 dalam
Adianto 1993). Dalam penelitian ini yang banyak ditemukan adalah larva
Coleoptera. Kebanyakan merupakan predator pada hewan kecil tetapi juga dapat
memakan bahan tumbuhan, jamur, algae, kayu, kotoran, bangkai dan sebagainya.
Jumlah kumbang sangat besar dan habitatnya sangat bervariasi. Pada saat
pengambilan sampel di periode II, curah hujan tinggi yaitu 441 mm sehingga
mampu membuat kondisi lingkungan yang nyaman bagi keberlangsungan hidup
fauna tanah. Wallwork (1970) menyatakan bahwa kepadatan populasi Collembola
meningkat pada curah hujan tinggi dan berkurang pada curah hujan rendah. Pada
periode ini, Collembola juga termasuk salah satu taksa yang dominan ditemukan
dalam perlakuan, namun menjadi taksa yang tidak paling dominan diduga karena
dimangsa oleh Coleoptera.
Pada periode III, kondisi tanaman sudah panen, beberapa tanaman
dipangkas namun sisanya dibiarkan hingga melapuk (Gambar 3.c). Keragaman
fauna tanah di periode ini lebih tinggi daripada periode sebelumnya, karena pada
periode setelah panen ini terdapat banyak sisa tanaman yang merupakan sumber
bahan organik bagi fauna tanah sehingga keragaman fauna tanah meningkat. Pada
perlakuan kontrol (T0) taksa yang ditemukan ada 4 dan taksa yang paling
dominan adalah Collembola. Pada perlakuan teras gulud dengan saluran
konvensional (SK) ditemukan 4 taksa dan taksa yang paling dominan adalah
Centipede. Pada perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB
(T2) ditemukan 4 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Isoptera. Pada
perlakuan teras gulud dengan SPB (T3) ditemukan 7 taksa. Sedangkan kelompok
yang
paling
dominan
adalah
Centipede.
Pada
perlakuan
SPB
yang
dikombinasikan dengan LRB (T4) ditemukan 5 taksa dan taksa yang paling
dominan adalah Collembola.
32
Secara umum, pada periode III ini, kelompok yang dominan dari setiap
perlakuan adalah Acari dan Collembola. Hal ini sejalan dengan kondisi tanaman
diperiode III yang dibiarkan melapuk. Banyaknya jumlah Acari dan Collembola
dikarenakan jumlah makanannya berlimpah. Collembola berperan di dalam siklus
makanan sebagai perombak bahan organik atau detritivor. Kebanyakan kelompok
hewan ini merupakan penghuni tanah, tetapi sebagian besar menghabiskan
hidupnya di atas permukaan tanah. Makanannya cukup bervariasi misalnya materi
tumbuhan yang telah hancur, jamur, sisa-sisa hewan, feses dari hewan lain dan
humus.
Peranan Collembola menurut Gobat et al. (2004) adalah mengahancurkan
bahan organik ke dalam ukuran yang lebih kecil kemudian mencampurnya.
Collembola juga berpengaruh pada dinamika populasi fungi karena kebiasaannya
memakan hifa fungi dan spora fungi. Jumlah Acari dan Collembola yang
berlimpah juga didukung oleh kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan dan
kondisi yang bersifat masam, begitupun dengan pH pada lahan ini berkisar 5,9 –
6,3. Hal ini sejalan dengan dengan pernyataan Wallwork (1970), bahwa Acari dan
Collembola merupakan mesofauna tanah yang populasinya menonjol pada lahan
dengan pH tanah yang masam.
Dilihat secara umum dari seluruh periode di lahan dengan kemiringan 5%,
kelompok fauna tanah yang paling dominan adalah Centipede. Jenis fauna ini
sering sekali muncul hampir pada setiap perlakuan dan setiap periode. Hal ini
dikarenakan sumber makanannya yang berupa hewan kecil seperti Acari dan
Collembola tersedia dengan jumlah yang berlimpah (Tabel. 4). Sejalan dengan
pernyataan Coleman (2004) bahwa semua jenis Centipede adalah predator.
Mereka merupakan pelari yang cepat dan aktif dalam memangsa hewan yang kecil
seperti Collembola. Centipede adalah hewan yang akan kehilangan air melalui
kulit luarnya jika kelembaban relatif rendah sehingga Centipede akan bertahan
hidup jika kondisi tanah lembab. Dua kondisi ini sangat mendukung bagi
kehidupan Centipede sehingga menjadikan Centipede menjadi fauna tanah paling
dominan dalam petakan penelitian dengan lahan kemiringan 5%.
33
Berdasarkan hasil analisis unsur hara pada sedimen yang tertinggal,
kandungan unsur tertinggi dalam perlakuan T3 dan T4 terutama kandungan COrganik (Tabel Lampiran 8). Hal ini membuktikan bahwa laju dekomposisi T3
dan T4 lebih cepat sehingga transfer bahan organik ke dalam tanah lebih baik
dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Bahan organik inilah yang menjadi
alasan fauna tanah datang menempati habitat ini kemudian berkoloni dan
membentuk populasi. Fauna tanah hidupnya sangat bergantung pada tersedianya
bahan organik berupa serasah atau lainnya yang terdapat di permukaan tanah
(Suhardjono, 1998).
Setiap perlakuan konsep pertanian konservasi ini diharapkan juga dapat
menurunkan bobot isi tanah. Dan hal itu dibuktikan dengan nilai bobot isi yang
meningkat dari awalnya (Tabel Lampiran 9). Kondisi tanah yang remah ini bisa
disebabkan oleh kandungan bahan organik yang tinggi dan juga aktifitas fauna
tanah yang meningkat. Kondisi yang remah disukai fauna tanah karena
membuatnya mudah bergerak. Dan perlakuan SPB dan LRB (T4) yang
menunjukkan peningkatan bobot isi yang paling baik dari semua perlakuan yang
lain.
4.2.2 Lahan Dengan Kemiringan 15%
Keragaman fauna tanah juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Pada
areal pertanaman padi gogo dengan kemiringan lahan 15% jelas lebih curam
dibandingkan dengan lahan kemiringan 5%, secara umum kondisinya pun
berbeda. Pada lahan kemiringan 15%, kondisi lingkungan sekitar lebih rindang
karena ternaungi oleh beberapa pohon besar dan tanaman pagar yang mengelilingi
petakan.
34
Tabel 5. Nilai indeks keragaman fauna tanah pada lereng 15%
Perlakuan
T0
T1
T2
T3
T4
I
1,52
1,46
1,71
1,8
1,72
Periode
II
1,94
1,89
2,14
1,46
1,88
III
1,51
1,99
1,86
2,03
1,90
Berdasarkan hasil perhitungan keragaman (Tabel 5), pada lahan dengan
kemiringan 15%, keragaman fauna tanah tertinggi pada periode I adalah perlakuan
teras gulud dengan SPB (T3) dengan nilai 1,8 dan keragaman terendah pada
perlakuan teras gulud dengan saluran konvensional (SK) dengan nilai 1,46. Pada
periode II, keragaman fauna tertinggi adalah perlakuan teras gulud dengan SK
dikombinasikan dengan LRB (T2) dengan nilai 2,14 dan nilai terkecil pada
perlakuan teras gulud dengan SPB (T3) dengan nilai 1,46. Pada periode III, nilai
keragaman fauna tanah tertinggi pada perlakuan teras gulud dengan SPB (T3)
dengan nilai 2.03 dan terendah pada perlakuan kontrol (T0) dengan nilai 1,51.
Berdasarkan kategori nilai Shannon Diversity Index yang terdapat pada
Magurran (1987) maka keragaman tertinggi pada setiap periode tergolong sedang.
Nilai indeks keragaman tidak menentukan besarnya jumlah populasi. Bisa saja
terjadi nilai keragamannya kecil tapi jumlah populasinya padat, hal ini
dikarenakan adanya dominasi fauna tanah tertentu dalam suatu perlakuan lahan.
Nilai indeks keragaman akan maksimal ketika semua individu yang ada dalam
habitat terwakili secara merata namun hal ini biasanya akan terjadi jika sumber
makanan sangat berlimpah dan lingkungan yang sangat mendukung bagi fauna
tanah. Selain itu, ada beberapa fauna tanah yang sumber makanan dan tempat
hidupnya sangat spesifik.
35
Tabel 6. Dominansi Fauna Tanah pada Lahan dengan Kemiringan 15%
Populasi Fauna Tanah
Perlakuan
Periode I
T0
T1
T2
T3
T4
Periode
II
T0
T1
T2
T3
T4
Periode
III
T0
T1
T2
T3
T4
Paling
Dominan
Dominan
Hymenoptera, Acari, Coleoptera, Diptera
Acari, Hymenoptera, Coleoptera, Isopoda, Oligochaeta
Acari, Collembola, Coleoptera, Centipede, Oligochaeta
Acari, Collembola, Hymenoptera, Coleoptera, Orthoptera, Oligochaeta
Acari, Collembola, Hymenoptera, Coleoptera, Centipede
Hymenoptera
Hymenoptera
Collembola
Coleoptera
Hymenoptera
Acari, Collembola, Hymenoptera, Centipede, Isoptera, Oligochaeta
Acari, Collembola, Hymenoptera, Diptera, Centipede, Oligochaeta
Acari, Collembola, Hymenoptera, Centipede, Isopoda, Lepidoptera,
Oligochaeta
Isoptera
Hymenoptera
Acari, Hymenoptera, Coleoptera, Centipede
Acari, Collembola, Hymenoptera, Coleoptera,Pseudoscorpione, Oligochaeta
Hymenoptera
Hymenoptera
Acari, Collembola, Coleoptera, Centipede
Acari, Collembola, Hymenoptera, Centipede, Coleoptera
Acari, Collembola, Hymenoptera, Centipede
Acari, Collembola, Hymenoptera, Coleoptera, Centipede, Diplura, Zoraptera
Acari, Collembola, Coleoptera, Centipede, Isoptera, Oligochaeta
Collembola
Acari
Acari
Hymenoptera
Collembola
Hymenoptera
Pada lahan dengan kemiringan 15 % ini, pada periode I di perlakuan kontrol
(T0) ditemukan 4 taksa dengan taksa yang paling dominan dalam sampel adalah
Hymenoptera. Pada perlakuan teras gulud dengan saluran konvensional (T1)
ditemukan 4 taksa dengan taksa yang paling dominan adalah Hymenoptera. Pada
perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2) ditemukan 5
taksa dengan taksa yang paling dominan adalah Collembola. Pada perlakuan teras
gulud dengan SPB (T3) ditemukan 6 taksa dengan taksa yang paling dominan
adalah
Coleoptera.
Pada
perlakuan
saluran
peresapan
biopori
yang
dikombinasikan dengan LRB (T4) ditemukan 5 taksa dan taksa yang paling
dominan adalah Hymenoptera.
Secara umum, pada periode I ini, kelompok yang dominan dalam setiap
perlakuan adalah Hymenoptera. Makrofauna yang paling berlimpah adalah semut
(Hymenoptera) karena secara jumlah hewan ini mendominasi populasi di
36
ekosistem darat dibandingkan hewan lain. Semut merupakan fauna yang hidupnya
berkoloni dan membuat sarang di dalam tanah, dan dengan adanya LRB maka
semakin banyak sarang yang dibuat karena dekat dengan sumber makanan yang
berasal dari dekomposisi sisa tanaman yang menjadi bahan pengisi LRB.
Hymenoptera memiliki peranan sebagai ecosystem engineer bersama cacing
tanah dan rayap. Semut umumnya phytophagus dan dalam habitatnya akan
menjadi predator bagi hewan yang lebih kecil. Tingginya kepadatan semut, akan
mengurangi kepadatan predator lainnya seperti Coleoptera dan Aranae. Semut
menyukai tempat yang lembab sampai panas (Wallwork, 1970) sehingga di
wilayah gurun pun fauna ini masih dapat dijumpai dalam jumlah yang melimpah.
Aktifitas makan setiap jenis semut berbeda-beda. Beberapa menjadi predator
hewan lain, menjadi herbivor dengan menkonsumsi daun tanaman, jaringan kayu
atau biji-bijian dan pemakan hifa atau fungi.
Pada periode II, dimana kondisi padi gogo sudah terisi bulirnya dan anakan
padi sudah banyak sehingga kondisi tanaman rimbun dan menutupi permukaan
tanah. Jumlah fauna yang ditemukan pada periode II lebih banyak dibanding
periode I. Pada perlakuan kontrol (T0) ditemukan 6 taksa dan taksa yang paling
dominan adalah Isoptera. Pada perlakuan teras gulud dengan saluran
konvensional (T1) ditemukan 6 taksa dan taksa yang paling dominan adalah
Hymenoptera. Pada perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan
LRB (T2) ditemukan 7 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Hymenoptera.
Pada perlakuan teras gulud dengan SPB (T3) ditemukan 4 taksa dan taksa yang
paling dominan adalah Hymenoptera. Pada perlakuan SPB yang dikombinasikan
dengan LRB (T4) ditemukan 6 taksa dan taksa yang paling dominan adalah
Hymenoptera. Secara umum, pada periode II ini, kelompok yang dominan dari
setiap perlakuan adalah Hymenoptera.
37
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar 6. Fauna tanah yang sering ditemukan (a. Collembola, b. Acari,
c. Centipede d. Hymenoptera)
Pada periode III, kondisi tanaman sudah panen, beberapa tanaman
dipangkas namun sisanya dibiarkan hingga melapuk. Keragaman fauna tanah di
periode ini lebih tinggi daripada periode sebelumnya, karena pada periode setelah
panen ini lebih banyak ditemukan sisa sisa tanaman yang digunakan oleh fauna
tanah sebagai sumber makanannya sehingga jumlah dan keragaman fauna tanah
meningkat. Pada perlakuan kontrol (T0) ditemukan 4 taksa dan taksa yang paling
dominan adalah Collembola. Pada perlakuan teras gulud dengan saluran
konvensional (SK) ditemukan 5 taksa dan taksa yang paling dominan adalah
Acari. Pada perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2)
ditemukan 4 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Acari. Pada perlakuan
teras gulud dengan SPB (T3) ditemukan 7 taksa dan taksa yang paling dominan
adalah Hymenoptera. Pada perlakuan SPB yang dikombinasikan dengan LRB
(T4) ditemukan 6 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Collembola. Secara
umum, pada periode III ini kelompok yang dominan dari setiap perlakuan adalah
Acari dan Collembola.
38
Pada periode III, fauna tanah yang sering muncul adalah Acari dan
Collembola. Keduanya adalah kelompok mikroarthtropoda yang memiliki
distribusi yang luas di seluruh tanah dunia. Jenis Collembola yang sering muncul
adalah Entomobrydae dan Isotomidae. Collembola digolongkan sebagai hewan
saprophagus. Bahan organik yang biasa dicerna adalah hifa, spora fungi, sisa
tanaman dan dan ganggang uniseluler (Wallwork, 1976). Peranan Collembola
dalam tanah yaitu menghancurkan bahan organik menjadi ukuran yang lebih kecil
kemudian fauna lain yang berukuran makro seperti cacing akan mencampurnya
dari horison atas ke yang lebih bawah. Sedangkan Acari biasanya lebih berlimpah
dibandingkan Collembola. Ukuran tubuh Acari akan mengecil seiring dengan
kedalaman tanah tempat tinggalnya. Pada lahan ini, jenis Acari yang sering
dijumpai adalah Prostigmatid dan Oribatida. Oribatida adalah fauna saprophagus,
sedangkan Prostigmata merupakan jenis predator. Peranan Acari tidak jauh
berbeda dengan
Collembola, yaitu sebagai penghancur bahan organik dan
dekomposer.
Menurut Sugiyarto et al. (2007), keragaman fauna tanah dipengaruhi oleh
variasi makanan yang tersedia di lingkungan. Lingkungan dengan vegetasi
penutup lahan yang lambat melapuk umumnya memiliki kepadatan populasi
makrofauna yang besar. Lavelle (1997) menyatakan keanekaragaman dan
kepadatan populasi fauna tanah dipengaruhi oleh organisme tanah lainnya. Hal ini
disebabkan semua organisme di dalam tanah saling berinteraksi, baik interaksi
mutualisme ataupun saling memangsa membentuk food webs.
Download