REPRODUKSI ELIT PADA ERA OTONOMI DAERAH DI

advertisement
REPRODUKSI ELIT PADA ERA OTONOMI DAERAH
DI KABUPATEN BONE DAN GOWA
Oleh: Imam Mujahidin Fahmid,
Arya Hadi Dharmawan, Lala. M. Kolopaking, Darmawan Salman*
ABSTRACT
This study aims to describe the response of ethnic political subculture Bugis Bone and
Gowa Makassar in the reform era, especially in the formation of a new elite. The results of
this study indicate that the model of ethnic identity politics in Bugis Bone strengthened and
weakened in Gowa Makassar etnicity. Bone aristrocrat succes to maintain its relationship
with the masses, rather Gowa aristocrat, was decreased political function. In Bone, there was
an elite formation process that is conducted by the clan of Page, while the political stage in
Gowa more open and filled by a diverse political community. Bone society’s political choices
are more primordial, caused by power relations that continue to be maintained by the
nobility of Bone. While the diversity of political choices made by people of Gowa due to the
weak political control by elites and Gowa aristocrat.
Key Words: Local elite, politics, autonomy.
oleh setiap sub-kultur politik. Pola politik
Pendahuluan
Pola pembentukan elit pada setiap
etnis
Bugis
kabupaten
Bone
berbeda
rezim selalu mengalami perubahan, baik
caranya merespon proses pembentukan elit
perubahan pada proses pembentukannya,
pada era otonomi daerah dengan etnis
maupun perubahan pada formasi dan
Makassar kabupten Gowa.
struktur
kelompok
Perubahan-
Perbedaan respon ini setidaknya
perubahan ini kadangkala disertai dengan
disebabkan oleh beberapa hal seperti;
kompetisi yang sangat ketat yang berujung
kemampuan elit lama; aristokrat dan para
pada konflik sosial. Dalam kompetisi
bangsawan
merebut panggung kekuasaan tersebut, para
kekuasaannya, dan daya tahan calon elit
elit
baru
sering
elit.
memanfaatkan
issu-issu
merawat
melakukan
dan
memperluas
perombakan
struktur
primordial yang berbasis etnisitas sebagai
kekuasaan melalui berbagai cara. Selain itu,
alat
issu
masuknya konsep demokrasi global juga
etnisitas ini jikalau tidak dikontrol akan
mewarnai perubahan sistem politik pada
menimbulkan persoalan sosial yang rumit.
sub-kultur politik Kabupaten Bone dan
tunggangannya.
Pemanfaatan
Issu etnisitas juga telah melahirkan
Gowa.
pola politik yang beragam yang ditonjolkan
*Berturut-turut 1). Mahasiswa Program Studi Sosiologi Pedesaan Sekolah Pascasarjana IPB Angkatan 2007, 2).
Ketua Komisi Pembimbing, Dosen Departemen KPM FEMA IPB, 3). Anggota Komisi Pembimbing, Dosen
Departemen KPM FEMA IPB, 4). Anggota Komisi Pembimbing, Dosen FAPERTA UNHAS.
Penelitian ini ingin melihat respon
Kabupaten Bone dan Gowa yang berkiprah
etnis Bugis Bone dan etnis Makassar Gowa
di panggung politik pada level provinsi dan
dalam
dan
nasional, proses kelahirannya sulit tidak
bagaimana dua subkultur politik tersebut
dikaitkan dengan era politik sebelumnya.
melakukan reproduksi elit, terutama pada
Meskipun terdapat beberapa nama elit baru,
era otonomi daerah. Merujuk pada tujuan
baik
penelitian tersebut, lokasi penelitian adalah
Kabupaten Gowa yang tidak memiliki
Kabupaten Bone dan Gowa pada aras mezo,
hubungan
sedangkan pada mikro dipilih masing-
sebelum otonomi daerah.
proses
pembentukan
elit
dari
Kabupaten
sejarah
Bone
dengan
maupun
era
politik
masing dua desa pada Kabupaten Gowa dan
Beberapa elit yang diproduksi oleh
Bone. Sedangkan Propinsi Sulawesi Selatan
otonomi daerah berdasarkan UU 32 tahun
mewakili aras makro. Pengamatan terutama
2004 antara lain dari Bone adalah Anis
dilakukan
yang
Matta (Sekjen PKS, Wakil Ketua DPR RI),
mengisi panggung kekuasaan pada masing-
Akmal Pasluddin (Ketua PKS Sulsel, dan
masing
wakil ketua DPRD Sulsel), AM Fatwa
pada
aktor-aktor
kabupaten
dan
pada
kabupaten
komunitas
memberikan
dukungan
elit
bagaimana
tersebut,
politik
atau
(Anggota
Kabupaten
DPD
RI).
Gowa
Sedangkan
terdapat
dari
nama-nama
mereduksi dukungan politiknya terhadap
antara lain Amir Uskara (Ketua PPP Sulsel,
elit-elit tertentu.
dan anggota DPRD Sulsel), dan Hasrullah
(mantan anggota DPRD Sulsel). Nama-
Respon Politik Etnis Bugis Bone dan
nama ini lahir sebagai elit baru melalui
Makassar Gowa
rahim reformasi, dan menjadikan partai
Proses pembentukan elit pada era
otonomi daerah sesuai amanat UU 32 tahun
2004 di Kabupaten Bone dan Gowa tidak
politik sebagai tunggangan untuk memasuki
panggung kekuasaan.
Sedangkan
elit-elit
yang
masih
bisa dilepaskan dengan proses pembentukan
bertahan, dan memiliki hubungan dengan
elit
yakni;
rezim sebelumnya adalah; keluarga Yasin
Aristokrasi, Kolonialisme, Orde Lama, dan
Limpo dan Ryas Rasyid di Gowa, dan
Orde Baru. Mayoritas elit-elit yang ada saat
keluarga besar Arung Tarassu, Jusuf Kalla,
ini
Nurdin Halid di Bone.
pada
baik
masa
yang
sebelumnya
berada
di
panggung
kekuasaan politik di Kabupaten Bone dan
Gowa, maupun elit yang berasal dari
Melalui
UU
32
tahun
2004,
diberikan kesempatan yang sama kepada
semua
komponen
masyarakat
untuk
Kabupaten Gowa, sentimen kesukuan dan
berkompetisi merebut panggung politik,
status
akan tetapi kelonggaran panggung politik
berpengaruh dalam memposisikan pejabat
tidak serta merta diikuti oleh institusi
eselon dua dan tiga. Fakta ini bisa dimaknai
negara yang lain. Birokrasi pemerintah
sebagai pertanda
misalnya masih mempertahankan tradisinya
rasional. Penjelasan lain adalah, terputusnya
dalam hal menentukan pejabat yang akan
relasi antara kekuasaan birokrasi saat ini
mengisi jabatan-jabatan strategis, terutama
dengan kekuasaan sebelumnya, terutama
eselon dua dan tiga.
dengan kalangan penguasa yang berdarah
Di
kebangsawanan
tidak
ikut
tumbuhnya birokrasi
Kabupaten
Bone
misalnya,
aristokrasi
dan
sentimen
Selain melalui panggung politik dan
kedaerahan menjadi penentu yang cukup
birokrasi, dua jalur yang selama ini – sejak
berpengaruh dalam memilih calon-calon
fase tradisional, hingga fase reformasi atau
pejabat eselon dua dan tiga. Sangat terbatas
otonomi daerah,- masih dalam penguasaan
jumlah pejabat eselon dua dan tiga di
dan
Kabupaten
bergelar
reproduksi elit di Bone juga dilakukan
”andi,” dan hampir semua pejabat adalah
dengan cara lain yakni; ”perlawanan dari
putra asli Bone. Gelar ”andi” adalah salah
belakang” yang dilakukan oleh Klan Page.
satu varian yang dapat dipakai untuk
Kalangan aristokrat menyebut perlawanan
menentukan
ini sebagai pembangkangan sosial dan
kekuatan
Bone
yang
posisi
tidak
kebangsawanan
aristokrat.
kontrol
kalangan
seseorang di Kabupaten Bone. Kondisi ini
kultural.
menunjukkan kuatnya peranan aristokrasi
perampokan, perjudian dan penekanan-
mempertahankan dirinya dalam struktur
penekanan kepada terutama masyarakat
kekuasaan di Bone.
pedesaan sejak tahun 1970-an, Klan Page
Sebaliknya, ruang kekuasaan yang
disajikan
di
atas
panggung
birokrasi
Melalui
bangsawan,
sejumlah
aktivitas
berhasil diidentifikasi sebagai kekuatan
baru
yang
mengancam
kewibawaan
Kabupaten Gowa jauh lebih ”fleksibel”
kalangan
dibandingkan dengan Kabupaten Bone.
panggung
Jabatan-jabatan strategis pada eselon dua
eksekutif
dan tiga diisi oleh beragam suku dan etnis,
memasuki era otonomi daerah, Klan Page
dan dari berbagai latar belakang keturunan.
menembus arena kekuasaan formal di
Kecenderungan ini dapat dibaca bahwa di
berbagai level; dari desa hingga propinsi di
aristokrat
kekuasaan
dan
yang
menduduki
formal
legislatif.
yakni;
Puncaknya,
hampir semua Jazirah Sulawesi. Klan Page
semua kalangan yang memiliki hak dengan
melakukan aktivitas politiknya dimulai dari
syarat-sayarat
desa Benteng Tellue Kecamatan Amali.
demokratis. ”Perlawanan dari belakang”
”Perlawanan dari belakang” yang
dilakukan
oleh
klan
yang
terjadi
ditentukan
di
secara
Bone
tidak
terhadap
diperlukan oleh masyarakat di Gowa.
panggung kekuasaan di Kabupaten Bone
Karena elit Gowa, termasuk didalamnya
menunjukkan ketatnya kontrol kalangan
kaum aristokrat tidak mengontrol struktur
bangsawan terhadap struktur kekuasaan di
kekuasaan secara ketat, sehingga menutup
Bone.
pintu bagi calon-calon elit baru. Pemain-
Perawatan
dimainkan
oleh
Page
seperti
yang
kekuasaan
kelompok
yang
aristokrat
pemain baru yang ingin
kekuasaan
di
menembus
menyulitkan kalangan lain menembus arena
panggung
Gowa
tidak
kekuasaan di Bone. Itu sebabnya, Klan
memerlukan ”jalan lain” untuk dilewati.
Page menerobosnya dengan cara yang tidak
Ada beberapa asumsi yang bisa
lumrah atau dianggap sebagai cara yang
dikembangkan dari lemahnya kontrol elit
menyimpang secara sosial dan kultural.
Gowa, terutama kaum aristokrat terhadap
Tapi cara ini ternyata membuahkan hasil
ruang
dalam
Pertama, kelemahan kontrol itu disebabkan
mereproduksi
Kabupaten
keberhasilan
Bone.
Klan
elit-elit
Kata
baru
kunci
Page
di
dari
karena
struktur
kekuasaan
menguatnya
di
Gowa.
perlawanan
massa
menerobos
terhadap dominasi kelompok elit atau
panggung kekuasaan Bone, bukan semata
kalangan bangsawan pada ruang kekuasaan,
karena keberhasilannya membuat jalan baru
atau terjadi kemerosotan peranan elit dan
untuk mereproduksi elit, akan tetapi faktor
aristokrat,
regulasi otonomi daerah melalui UU 32
perubahan
tahun 2004 melengkapi langkah yang
meningkatnya kesadaran para elit terhadap
dibangun oleh Klan Page memasuki arena
perubahan pola dan struktur kekuasaan,
kekuasaan formal di Kabupaten Bone.
sehingga memberikan ruang terbuka bagi
Cara ”menyimpang” yang dilakukan
oleh Klan Page di Kabupaten Bone, tidak
terjadi
pada
panggung
tekanan
sistem
publik
politik.
dan
Kedua,
berkembangnya elit-elit baru memasuki
struktur kekuasaan.
di
Penelitian ini menunjukkan bahwa
Kabupaten Gowa. Reproduksi elit yang
di Kabupaten Gowa terjadi penyatuan
terjadi di Gowa pada era otonomi daerah
kesadaran
berlangsung
pemahaman massa akan hak-hak politiknya,
lebih
kekuasaan
akibat
terbuka,
melibatkan
elit
dengan
meningkatnya
menyebabkan
terbukanya
struktur
pemimpin
yang
melibatkan
kekuasaan bagi semua pihak. Sementara di
politik
Kabupaten Bone, para elit, terutama dari
kalangan aristokrasi pada etnis Bugis Bone
kalangan aristokrat menempatkan struktur
merawat kekuasaannya dapat dibuktikan
kekuasaan pada ruang terbatas, yang masih
melalui persetujuan dan ketaatan politik
sulit
dari
diakses
oleh masyarakat
umum.
masyarakat.
partisipasi
masyarakat
Bersamaan dengan berkembangnya kultur
Sebaliknya
apakah
politik
kekuasaan
yang
inklusif
para
elit,
masyarakat
Apakah
kekuatan
melalui
ruang
pemilu?
politik
sudah
dan
terbuka
di
sipilnya (civil society) tidak melakukan
Kabupaten Gowa sinkron dengan kesadaran
semacam ”perlawanan” atau ”tekanan,”
rasional yang dimiliki oleh masyarakatnya
secara massif meskipun mereka memiliki
melalui pemilu?
kesadaran dan pengetahuan yang baik
Beberapa kasus di bawah ini dapat
tentang hak-hak dan kewajiban politik
memberikan penjelasan kepada pembaca
mereka. Kehidupan masyarakat sipil di
tentang
Bone sudah sangat terbuka, akan tetapi
masyarakat; Bone dan Gowa terhadap
ideologi dan karakter politik mereka belum
kekuasaan. Bagaimana elit-elit etnis Bugis
bergeser, masih tunduk pada para elit.
Bone
Dalam arena kekuasaan, elit aristokrat
direproduksi
berhasil menciptakan komunitas mereka
masing. Pada kasus-kasus berikut ini akan
sebagai
memperlihatkan
patron
bagi
masyarakat
preferensi
dan
masing-masing
etnis
Makassar
dengan
caranya
bagaimana
masing-
kekentalan
kebanyakan. Kecekatan elit Bone gagal
primordial
diikuti oleh elit dan bangsawan Gowa.
politik terhadap patronnya, terjadi dengan
Perbedaan di dalam mereproduksi
dalam
Gowa
menentukan
pilihan
jelas di Bone. Sebaliknya pilihan politik
elit antara etnis Bugis Bone dengan etnis
publik
Gowa
sangat
beragam,
Makassar Gowa dapat diteropong lebih
tergantung pada patron elit.
tidak
tajam pada kasus penentuan elit atau
Tabel 1. Pertarungan Elit Partai Golkar pada pemilu 2004 untuk kursi DPR RI Dapil
I, membandingkan elit etnis Bugis Bone dengan elit etnis Makassar Gowa
No
%Suara
Nama Calon
Jml Suara
Calon
Partai
6
Drs. H.A.M. Nurdin Halid (Bone)
95.95
10.4
1
Andi Mattalatta, SH, MH (Bone)
94.611
10.3
14
Sjachrir Sjafruddin Dg. Jarung (Gowa)
68.062
7.4
2
5
3
7
4
8
11
10
9
12
13
Prof. Dr. H. Anwar Arifin
Nurhayati Yasin Limpo (Gowa)
H. Hamka Yandhu Y.R, SE
Drs. H. Ibrahim Ambong
Idrus Marham
Drs. H. Hakamuddin Djamal
Drs. H. Sirajuddin Sewang
Drs. H. Ibnu Munzir
Natsir Mansyur, SE
Drg. Fadillah Ram, M.Kes
Nur Syamsina Aroepalla
53.47
49.352
42.508
36.843
33.759
26.186
25.988
20.29
19.622
12.144
5.844
5.8
5.4
4.6
4
3.7
2.8
2.8
2.2
2.1
1.3
0.6
Pada tabel di atas, Partai Golkar
Gowa adalah Nurhayati Yasin Limpo. Andi
mencalonkan 14 orang kandidat untuk DPR
Mattalatta adalah golongan aristokrat yang
RI daerah pemilihan (Dapil) I yang meliputi
terus bertahan pada panggung kekuasaan
daerah kabupaten/kota; Makassar, Gowa,
sampai era otonomi daerah. Sedangkan
Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba,
Nurhayati Yasin Limpo adalah istri Yasin
Selayar, Sinjai, Bone, Soppeng dan Wajo.
Limpo yang memiliki peranan kekuasaan
Dari
politik di Gowa sejak Orde Baru hingga
Kabupaten
Bone
terdapat
dua
kandidat; Andi Mattalatta (Urut 1) dengan
masa otonomi daerah.
Nurdin Halid (Urut 6). Kabupaten Gowa
Lebih dari 65% perolehan suara
menyiapkan dua nama; Nurhayati Yasin
Nurdin Halid dan Andi Mattalatta (hal yang
Limpo (urut 5) dan Sjahrir S. Dg Djarung
sama juga dicapai oleh Hamka Yandu, lihat
(urut 14). Suara tertinggi dari Kabupaten
tabel 1 ), dikumpulkan dari kabupaten
Bone diraih oleh Nurdin Halid, disusul
Bone, sepuluh daerah lain yang menjadi
Andi Mattallata. Akan tetapi Nurdin Halid
bagian daerah pemilihan wilayah I hanya
tidak bisa duduk di DPR RI karena masih
memberikan kontribusi suara kurang 35%.
menggunakan sistem nomor urut. Andi
Sedangkan Nurhayati Yasin Limpo dan
Mattalatta duduk di DPR RI mewakili
Sjahrir Dg Jarung mengumpulkan suara di
Sulsel dapil I, sekaligus mewakili Bone.
kabupaten Gowa kurang dari 35%. Sepuluh
Hal yang sama terjadi pada etnis
daerah lain menyumbangkan suara kepada
Makassar Kabupaten Gowa. Suara tertinggi
orang Gowa ini sekitar 65% suara. Data ini
dari Gowa justru diperoleh Sjahrir Dg
menjelaskan bahwa etnis Bugis Bone
Jarung, namun yang duduk mewakili Sulsel
memiliki tingkat primordialisme dan issue
dari dapil I, sekaligus representasi dari
kedaerahn yang relatif tinggi, dibandingkan
dengan etnis Makassar Gowa.
Total
Parepare
Wajo
Soppeng
Barru
Pangkep
Maros
Bone
Sinjai
DPR RI 2009
Bulukumba
Tabel 2. Dukungan masyarakat basis terhadap elit kabupaten Bone pemilu 2009, Dapil
DPR RI Sulsel II
ANDI RIO IDRIS
PADJALANGI, SH, M.KN 6563 1399 48128 1817 978 1276 956 2744 680 64541
10.17 2.17 74.57 2.82 1.52 1.98 1.48 4.25 1.05 100.00
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
Total
Makassr
Gowa
Takalar
Jenepono
DPR RI 2009
Bantaeng
Kep.
Selayar
Tabel 3. Dukungan masyarakat basis terhadap elit kabupaten Gowa pemilu 2009, Dapil
DPR RI Sulsel I
INDIRA CHUNDA THITA
SYAHRUL. SE., MM.
1232 916 3812 1268 12132 16337
35697
3.45 2.57 10.68 3.55 33.99 45.77
%
%
%
%
%
%
100.00
%
Andi Rio Idris Padjalangi yang
kabupaten lainnya. Bandingkan dengan
terpilih sebagai anggota DPR RI pada
perolehan suara yang dicapai oleh Indira
pemilu legislatif 2009 adalah keturunan
Chunda Thita Syahrul, anggota DPR RI
bangsawan Bone, sekaligus anak mantu
dari dapil I adalah elit dari Gowa, putri
mantan menteri
Hukum dan HAM, A.
sulung Gubernur Sulsel, keponakan Bupati
Mattalatta, dan keponakan Bupati Bone A.
Gowa dan cucu Yasin Limpo. Dukungan
Idris Galigo. Ia meraih suara sebanyak
yang diperoleh dari daerah basisnya (Gowa)
64.541 dari daerah pemilihan (dapil) II
hanya 33,99%. Thita justru memperoleh
yang
Bulukumba,
suara terbanyak dari daerah ”terbuka”
Sinjai, Bone, Soppeng, Wajo, Pare-Pare,
Makassar, daerah yang menjadi rebutan
Maros, Pangkep dan Maros (lihat tabel 2).
semua calon legislatif. Sedangkan daerah
Kabupaten Bone menyumbangkan suara
lain; Takallar, Jeneponto, Bantaeng dan
sebanyak 74,57%. Itu berarti hanya 25,53%
Kepulauan Selayar, berkisar antara 3-10%
suara
(lihat tabel 3). Meskipun Thita memili
meliputi
yang
Kabupaten
diperoleh
dari
delapan
struktur kekuasaan yang kuat di daerah
diraih oleh Tenri Olle Yasin Limpo (Kakak
basisnya (Gowa), akan tetapi dukungan
Bupati
suara
Gowa
memperoleh suara yang cukup signifikan
sebagaimana yang ditunjukkan oleh Andi
dari daerah lain; Takalar dan Jeneponto
Rio Padjalangi di Bone.
yakni 32,84%.
tidak
mayoritas
dari
Kecenderungan
dukungan
Gowa
dan
Gubernur
Sulsel),
Meskipun kabupaten Gowa masih
masyarakat basis yang berbeda antara
memberikan
Kabupaten Bone dan Gowa juga terlihat
77,16%, akan tetapi elit Gowa (Nurhayati
pada tabel; 4, dimana Andi Irsan Idris
Yasin Limpo, Thita Syahrul dan Tenri Olle
Galigo (putra Bupati Bone) yang terpilih
YL) mendapatkan dukungan yang cukup
menjadi anggota DPRD Sulsel pada pemilu
baik dari etnis Makassar di luar Kabupaten
2009 mewakili dapil 5 (Kabupaten Bone,
Gowa. Hal seperti ini tidak terjadi pada elit
Soppeng, Wajo), mendapatkan dukungan
Bugis Bone (Andi Mattalata, A. Rio
suara
Bone
Padjalangi, dan Andi Irsan Idris Galigo).
sebesar 97,78% dari total suara sebanyak
Dukungan yang signifikan etnis Bugis di
83.334. Dua kabupaten lainnya hanya
luar Kabupaten Bone terhadap elit Bone
menyumbangkan suara sebesar 2,32% (lihat
pada kasus ini tidak terjadi. Dukungan etnis
tabel 4). Hal yang kontras terjadi di
Bugis Bone hanya diperuntukkan bagi elit
Kabupaten Gowa. Dukungan suara yang
yang berasal dari Bone.
dominan
Kabupaten
terbesar
yakni
DPRD 1 2009
Soppeng
Wajo
Total
Dukungan masyarakat basis terhadap elit kabupaten Bone pemilu 2009,
DPRD Sulsel dapil V
Bone
Tabel 4:
dari
kontribusi
H.A.MUH. IRSAN IDRIS GALIGO, ST.,MM
82315
275
744
83334
98.78%
0.33%
0.89%
100.00%
Tabel 5.
Dukungan masyarakat basis terhadap elit kabupaten Gowa pemilu 2009,
DPRD Sulsel dapil II
Takalar
Jenepono
Total
Hj.TENRI OLLE YASIN LIMPO
Gowa
DPRD 1 2009
32715
5289
4395
42399
77.16% 12.47% 10.37% 100.00%
data di atas terjadi pada proses reproduksi
Beberapa Perbedaan
Data di atas menggambarkan proses
reproduksi elit antara subkultur
dengan
subkultur
perbedaan
yang
Gowa
cukup
Bone
memiliki
jelas.
Letak
elit etnis Bugis di Kabupaten Bone.
Masyarakat
tertutup
biasanya
melekat
dengan issu-issu kedaerahan, primordial
dan
sektarian.
Dalam
masyarakat
pada preferensi masyarakat yang “tertutup”
mengalami benturan ideology (Huntington
dan
1993). Ideologi lokal yang cenderung
pemimpin.
dalam
bersifat primordial dan sektarian akan
hukum.
berhadapan dengan ideologi global yang
Rakyat adalah yang berdaulat, dengan
mengusung konsep rasional, egaliter, dan
mekanisme yang menunjukkan kedaulatan
kesetaraan
itu, yang diwujudkan melalui perwakilan.
Ideologi
Proses itu berjalan secara terbuka dan
ideologi demokrasi.
yang
terbuka
akan
adalah
masyarakat
Masyarakat
menentukan
“tertutup”
ini,
perbedaan yang paling menonjol terdapat
“terbuka”
yang
konteks
berdasarkan
menjamin hak setiap warga untuk turut
serta
di
dalamnya,
hak
terakhir
ini
dan
kewajiban.
dikenal
Proses reproduksi elit
sebagai
di dalam
demikian
subkultur etnis Makassar Gowa, pada era
dilengkapi oleh mekanisme komunikasi
otonomi daerah, relatif berbeda dengan
sosial yang efektif. Penguasa tunduk kepada
yang terjadi pada etnis Bugis Bone.
kedaulatan rakyat dan hukum, seperti juga
Perbedaannya paling tidak terlihat pada
semua warga negara. Penyelenggara negara
kemampuan politik masyarakat Gowa yang
terbentuk tidak atas dasar keturunan, ras,
memiliki pilihan politik yang lebih luas dan
agama, kesetiaan perorangan, tetapi atas
beragam.
dasar kecakapan, integritas, dan kesetiaan
terkosentrasi pada struktur kekuasaan yang
kepada tugas dan tujuan organisasi.
ada di Kabupaten Gowa. Keadaan ini bisa
Masyarakat
dengan
akan
yang
Pilihan
politiknya
tidak
dianggap
dimaknai sebagai kuatnya kesadaran politik
“tertutup” dalam penelitian ini, berdasarkan
rasional pada masyarakat Gowa, atau
melemahnya kontrol struktur kekuasaan
mereka bisa dikategorikan sebagai pilihan
yang ada di sana. Atau, struktur kekuasaan
politik
di Gowa justru memiliki kemauan politik
demikian, dalam proses mereproduksi elit,
untuk mendorong masyarakatnya menjadi
ideologi politik pada subkultur politik
masyarakat yang memiliki kesadaran politik
Gowa tidak berbenturan dengan ideologi
rasional.
global yang bernama demokrasi.
Akan tetapi, jika dicocokkan dengan
kriteria
elit
yang
diinginkan
rasional
dan
terbuka.
Dengan
Berdasarkan kecenderungan politik
oleh
etnis Bugis Bone dan etnis Makassar Gowa
masyarakat politik di Gowa, bahwa seorang
yang telah diuraikan di atas, maka varian
elit itu harus memenuhi syarat antara lain;
yang
kecakapan atau kemampuan (competency
reproduksi elit Bugis Bone dan etnis
atau capacity) yang berarti harus memiliki
Makassar Gowa pada era otonomi dapat
pendidikan yang memadai dan pengalaman
dilihat pada tabel 6 di bawah ini.
ikut
berpengaruh
dalam
proses
baik (track record), maka pilihan politik
Tabel;6 Reproduksi Elit antara Etnis Bugis Bone dengan etnis Makassar Gowa
No
Faktor yang mempengaruhi reproduksi elit pada etnis Bugis Bone dan elit etnis
Makassar Gowa pada era otonomi daerah
Bone
1
2
3
4
5
6
Latar belakang keluarga atau
keturunan adalah hal utama
Issue primordial, sektarian dan
etnisitas kedaerahan adalah issue
pokok
Pendidikan, pengalaman,
competency dan capasity
Uang (materi)
Track record bukan soal utama
Simbol-simbol budaya masih kuat
berperan
Gowa
Tidak mempersoalkan latar belakang
dan keturunan
Dapat menerima semua kelompok social,
lebih fleksibel dalam issue primordial
Pendidikan, pengalaman, competency, dan
capacity
Uang (materi)
Track record merupakan soal penting
Simbol budaya mengalami penurunan fungsi
Melihat faktor yang berpengaruh
tidak bisa dipisahkan dengan pengaruh para
pada reproduksi elit etnis Bugis Bone dan
elit pada fase-fase sebelumnya. Dapat
etnis Makassar Gowa pada era otonomi
dikatakan bahwa elit dari Kabupaten Bone
daerah pada tabel di atas, nampak jelas
hari ini (era otonomi daerah) sebagian besar
keberadaan elit di Kabupaten Bone saat ini
adalah elit warisan masa lalu. Sedangkan
elit Gowa pada saat sekarang, merupakan
Secara
umum,
penelitian
ini
elit yang tumbuh paling lama pada masa
menunjukkan bahwa di Kabupaten Gowa
Orde Baru. Elit lama yang berkuasa pada
terjadi penyatuan kesadaran elit dengan
fase tradional, feodalisme dan fase Islam
meningkatnya pemahaman massa akan hak-
moderenisme, gagal mempertahankan dan
hak politiknya, menyebabkan terbukanya
memelihara eksistensinya. Sebagian besar
struktur kekuasaan bagi semua pihak.
elit Gowa saat ini telah berhasil memotong
Sementara di Kabupaten Bone, para elit,
mata rantai kekuasaan elit lama, dan kini
terutama
mereka tumbuh sebagai kekuatan baru yang
menempatkan struktur kekuasaan pada
hampir tidak memiliki hubungan dengan
ruang terbatas, yang masih sulit diakses
elit-elit masa lampau.
oleh masyarakat umum. Bersamaan dengan
dari
kalangan
aristokrat
berkembangnya kultur politik inklusif para
Kesimpulan
elit, masyarakat sipilnya (civil society) tidak
Berdasarkan penjelasan di atas dapat
melakukan semacam ”perlawanan” atau
dikemukakan bahwa terdapat perbedaan
”tekanan,” secara massif meskipun mereka
dalam reproduksi elit di Kabupaten Bone
memiliki kesadaran dan pengetahuan yang
dan Gowa selama era otonomi daerah. Hal
baik tentang hak-hak dan kewajiban politik
itu tidak dapat dilepaskan dari berbagai
mereka. Mesipun demikian, dapat dikatakan
faktor yang melingkupinya, mulai dari
bahwa mayoritas elit-elit yang ada saat ini,
tradisi, kultur, sifat dan watak masyarakat
baik yang berada di panggung kekuasaan
setempat, kedalaman pengaruh elite di
politik di Kabupaten Bone dan Gowa, yang
masing-masing daerah. Baik di Bone
berkiprah di panggung politik pada level
maupun di Gowa, struktur dan kedudukan
propinsi dan nasional, proses kelahirannya
elit mengalami tantangan dengan intensitas
tidak dapat dipisahkan dari era politik
yang berbeda, sehingga melahirkan suatu
sebelumnya, yakni Orde Baru.
barisan elite baru dengan corak yang
berbeda pula. Sementara di Kabupaten
Bone sekarang ini, sebagian besar elit yang
muncul adalah tetap elit warisan masa lalu.
Sementara di Kabupaten di Gowa, elit yang
muncul merupakan elit yang tumbuh agak
belakangan.
DAFTAR PUSTAKA
Hardiman, Franciskus Budi, Melampaui
Positivism
dan
Modernitas,
Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Harian Tribun Timur, Tanggal 9 Mei 2007.
Huntington, Samuel, The Clash of
Civilizations and the Remaking of
World Order. Simon & Schuster,
1997.
Kung, Hans, A Global Ethics for Global
Politics and Economics, SCM Press,
1997.
Limpo, Syahrul Yasin, Jangan Marah di
Muara, Makassar: Citra Pustaka,
2005.
Ohmae, Kenichi, The End of the Nation
State: The Rise of Regional
Economies, New York: Simon and
Schuster Inc., 1995.
Download