hubungan manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan foto toraks

advertisement
HUBUNGAN MANIFESTASI KLINIS DAN HASIL
PEMERIKSAAN FOTO TORAKS DALAM
MENDIAGNOSIS TB DI RSU KOTA TANGERANG
SELATAN PADA TAHUN 2013
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
Oleh:
Karmila Karim
NIM: 1110103000051
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya serta shalawat dan salam Kepada Nabi
Muhammad SAW, sehingga Penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini
yang berjudul “Hubungan Manifestasi Klinis dan Hasil Pemeriksaan Foto
Toraks dalam Mendiagnosis TB di RSU Kota Tangerang Selatan pada
Tahun 2013” dengan lancar dan tepat pada waktunya. Laporan penelitian ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
(S.Ked) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Tak lupa Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan penelitian
ini. Penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada:
1. Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK, selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
3. dr. Hadianti, SpPD, selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan, masukan, arahan, dan petunjuk
kepada Penulis selama penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini.
4. dr. Marita Fadhillah, PhD, selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia
disibukkan untuk memberikan petunjuk, bimbingan, masukan dan arahan,
serta memotivasi Penulis selama penelitian dan penyusunan laporan
penelitian ini.
5. dr. Ayat Rahayu, SpRad., M.Kes dan dr. Ahmad Azwar Habibi, M.Biomed,
selaku Dosen Penguji Sidang Skripsi atas kesediaannya menjadi penguji,
serta masukan dan saran yang telah diberikan agar laporan penelitian ini
menjadi lebih baik.
v
6. Hj. Neng Ulfah, S.sos.M.si, selaku direktur RSU Kota Tangerang Selatan
yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian
7. Lebba S.Ag.,M.si atas segala bantuan dalam pengurusan beasiswa untuk
penulis
8. Seluruh Dosen dan Staff Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, atas segala bantuan yang telah diberikan kepada
Penulis
9. Pemerintah Daerah Luwu Timur yang memberikan beasiswa kepada penulis
sehingga penulis dapat menempuh pendidikan di Program Studi Pendidikan
Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Bapak, ibu dan adik-adikku tersayang, atas seluruh bantuan dan dorongan
yang selalu diberikan baik secara moral, material, maupun spiritual kepada
penulis selama melakukan penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini.
11. Kadir Niki dan Siti Suryani sebagai orang tua angkat angkat penulis yang
tidak hentinya mengingatkan dan mendoakan penulis, serta memberikan
bantuan moral, material, maupun spiritual kepada penulis.
12. Teman-teman PSPD angkatan 2010 khususnya para teman seperjuangan
kelompok 6, Fitria Luluk M, Khoirul Ahmada Putra, Ali Alatas, dan
Abdullah Zidqul Azmi, yang telah saling mengingatkan dan mendo’akan,
memberi motivasi dan semangat, serta membantu Penulis selama penelitian
dan penyusunan laporan penelitian ini.
13. Sahabat-sahabat tersayang Yuni S, Chyndy Lestari, Isabella, dan Abdul
Khafid Masnur yang telah mengingatkan dan mendoakan, memberi motivasi
dan semangat kepada penulis selama penelitian dan penyusunan laporan
penelitian ini.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada
Penulis selama penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan penelitian ini masih jauh
dari sempurna, serta banyak terdapat kesalahan maupun kekurangan. Oleh karena
itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
laporan penelitian ini.
vi
Penulis juga berharap semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca, dan bagi semua pihak, khususnya bagi dunia pendidikan
kedokteran di Indonesia.
Ciputat,
September 2013
Penulis
vii
ABSTRAK
Karmila Karim. Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Hubungan Manifestasi Klinis dan Hasil Pemeriksaan
Foto Toraks dalam Mendiagnosis TB di RSU Kota Tangerang Selatan pada Tahun
2013
Latar Belakang. Tuberkulosis paru merupakan masalah besar dalam dunia
kesehatan. Diagnosis dini sangat penting untuk pencegahan penyakit kronis dan
pembentukan sekuel. Di Indonesia diagnosis Tuberkuosis paru masih banyak
berdasarkan manifestasi klinis yang khas dan pemeriksaan foto toraks oleh
karena mudah dan cepat untuk mendiagnosis Tuberkulosis paru. Tujuan: Untuk
mengetahui hubungan manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan foto toraks pada
penderita tuberkulosis. Metode: Penelitian ini menggunakan metode analitik
komparatif tidak berpasangan, dengan pendekatan potong lintang. Jumlah sampel
sebanyak 82 orang, menggunakan consecutive sampling dan analisis data
menggunakan Kolmogorov-Smirnov test. Hasil: dari data yang diperoleh,
manifestasi klinis yang paling banyak ditemukan adalah batuk berdahak (73,2%),
dan dari hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan gambaran radiologi yang
paling banyak adalah bayangan awan dan bercak (72%). Sedangkan menurut
klasifikasi American Tuberculosis Association yang paling banyak ditemukan
adalah lesi sedang (64,9%). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan
antara batuk berdahak dengan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan
gambaran radiologi dengan nilai (p =0,047) dan klasifikasi American
Tuberculosis Association dengan nilai (p<0,000)
Kata Kunci: Tuberkulosis Paru, Hasil, Foto Toraks, Manifestasi Klinis
viii
ABSTRACT
Karmila Karim. Medical Education Study Program, Islamic State University of
Syarif Hidayatullah Jakarta. The Relationship of Clinical Manifestation and
Result of Chest X-ray Examination in Patients with Pulmonary Tuberculosis in
RSU Tangerang Selatan City in 2013.
Background: Pumonary tuberculosis remains a big health problem. Early
diagnosis is very important for prevention of the chronic form the disease and
sequel formation. In Indonesia diagnosis of pulmonary tuberculosis is still a lot
according to typical of clinical manifestation and chest x-ray examination because
is an easy and quick tool for diagnosis of pulmonary tuberculosis. Aim: to
determinate the relationship of clinical manifestation and result of chest x-ray
examination in patients with pulmonary tuberculosis. Methods: This research
uses unpaired categorical analytic method, with cross sectional approach. Number
of samples taken was 82 people, using consecutive sampling technique and data
were analysed with Kolmogorov-Smirnov test. Result: from the data it was found
that cough with sputum is the most manifestasion in patients and from chest x-ray
examination according to image of radiograph it was found that patchy and
nodular (72%) is the most founded in patients. Meanwhile, according to
classification of American Tuberculosis Association moderately advanced
(64,9%) is the most founded in patients. Conclusion: For the statistical analysis
showed there significant relationship between cough with sputum with result of xray examination according to image of radiograph with p value = 0,047 (p<0,05)
and classification American Tuberculosis Association with p value = 0,000
(p<0,05).
Key word: Pulmonary Tuberculosis, Result, Chest X-Ray, Clinical Manifestation
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................
v
ABSTRAK ........................................................................................................ viii
DAFTAR ISI .....................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii
DAFTAR BAGAN ............................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xiv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
1
1.1
1.2
1.3
1.4
Latar Belakang ...........................................................................................
Rumusan Masalah .....................................................................................
Hipotesis Penelitian ..................................................................................
Tujuan Penelitian ......................................................................................
1.4.1 Tujuan Umum ...............................................................................
1.4.2 Tujuan Khusus ..............................................................................
Manfaat Penelitian ....................................................................................
1
3
3
3
3
3
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
5
1.5
2.1
2.2
2.3
2.4
Landasan Teori .........................................................................................
2.1.1 TuberkulosisParu ...........................................................................
2.1.1.1 EpidemiologiTuberkulosisParu ..........................................
2.1.1.2 Etiologi TuberkulosisParu..................................................
2.1.1.3 PatogenesisTuberkulosisParu.............................................
2.1.1.4 KlasifikasiTuberkulosisParu ..............................................
2.1.1.5 ManifestasiKlinisTuberkulosisParu ...................................
2.1.1.6 Diagnosis TuberkulosisParu ..............................................
2.1.2 PemeriksaanFotoToraks.................................................................
Kerangka Teori ..........................................................................................
Kerangka Konsep.......................................................................................
Definisi Operasional .................................................................................
5
5
5
6
6
8
10
13
15
21
22
23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 24
x
3.1
3.2
3.3
Desain Penelitian ......................................................................................
Waktu dan TempatPenelitian ....................................................................
Populasi dan Sampel .................................................................................
3.3.1 Populasi Target ..............................................................................
3.3.2 PopulasiTerjangkau .......................................................................
3.4 Kriteria Sampel ............................................................................................
3.4.1 Kriteria Inklusi .................................................................................
3.4.2 Kriteria Eksklusi ..............................................................................
3.5 EstimasiBesar Sampling ............................................................................
3.6 Cara PengambilanSampel ..........................................................................
3.7 Cara KerjaPenelitian ..................................................................................
3.8 Managemen Data .......................................................................................
3.8.1 Pengumpulan Data ............................................................................
3.8.2 Pengolahan Data................................................................................
3.8.3 Analisis Data .....................................................................................
24
24
24
24
24
24
24
24
26
26
26
26
26
27
27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 29
4.1
4.2
HasilPenelitiandanPembahasan .................................................................
4.1.1 Analisis Univariat .........................................................................
4.1.1.1 Gambaran Karakteristik Responden .................................
4.1.1.2 Gambaran Variabel Penelitian ..........................................
4.1.2 Analisis Bivariat ...........................................................................
Keterbatasan Penelitian ............................................................................
29
29
29
31
35
44
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 45
5.1
5.2
Simpulan ................................................................................................... 45
Saran ......................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 47
LAMPIRAN ...................................................................................................... 48
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Presentasi Manifestasi Klinis pada Penderita TB Paru Berdasarkan
Usia ..................................................................................................... 12
Tabel 2.2 Presentasi Manifestasi Klinis pada Penderita TB Paru Berdasarkan
Usia .................................................................................................... 12
Tabel 2.3 Hasil Pemeriksaan Foto Toraks pada Penderita TB Paru
Berdasarkan Usia .............................................................................. 17
Tabel 2.4 Hasil Pemeriksaan Foto Toraks dan Laboratorium pada Penderita
TB Paru Berdasarkan Usia ................................................................ 18
Tabel 2.5 Hasil Pemeriksaan Foto Toraks pada Penderita TB paru
Berdasarkan Jenis Kelamin ................................................................ 19
Tabel 2.6 Definisi Operasional. .......................................................................... 23
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ........................................... 29
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ............................ 30
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Manifestasi Klinis
pada Penderita TB Paru ...................................................................... 31
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan
Foto Toraks ......................................................................................... 32
Tabel 4.5 Hubungan Batuk Berdahak dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
Berdasarkan Gambaran Radiologi ...................................................... 35
Tabel 4.6 Hubungan Batuk Berdahak dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
Berdasarkan Klasifikasi ATA............................................................. 37
Tabel 4.7 Hubungan Sesak Napas dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
Berdasarkan Gambaran Radiologi ...................................................... 38
Tabel 4.8 Hubungan Sesak Napas dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
Berdasarkan Klasifikasi ATA............................................................. 39
Tabel 4.9 Hubungan Batuk Darah dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
Berdasarkan Gambaran Radiologi ...................................................... 41
Tabel 4.10 Hubungan Batuk Darah dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
Berdasarkan Klasifikasi ATA............................................................. 42
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alur Diagnosis TB Paru .................................................................. 15
Gambar 2.2 Skema Klasifikasi American Tuberculosis Association .................. 20
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori ................................................................................. 21
Bagan 2.2 Kerangka Konsep .............................................................................. 22
Bagan 3.1 Cara Kerja Penelitian ........................................................................ 26
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Pemeriksaan Radiologi .......................................................... 51
Lampiran 2 Hasil Penelitian................................................................................ 53
xv
DAFTAR SINGKATAN
AIDS
: Acquired ImmSunodeficiency Syndrome
ARDS
: Acute Respiratory Distress Syndrome
ARTI
: Annual Risk Tuberculosis Infection
ATA
: American Tuberculosis Association
BACTEC
: Becton Dickinson Diagnostic Instrument System
BTA
: Basil Tahan Asam
ELISA
: Enzyme Linked Immunosorbent Assay
IgG
: Imunoglobulin G
HIV
: Human Immunodeficiency Syndrome
LED
: Laju Endap Darah
PA
: Posterior Anterior
PAP
: Peroxidase anti Peroxidase
PCR
: Polymerase Chain Reaction
SPS
: Sewaktu, Pagi, Sewaktu
TB
: Tuberkulosis
WHO
: World Health Organization
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah
sangat lama dikenal pada manusia, dan sampai saat ini masih merupakan masalah
kesehatan yang masih sulit dipecahkan. Pada bulan Maret 1993 World Health
Organization (WHO) mendeklarasikan TB sebagai global health emergency. TB
dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3
penduduk dunia terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Menurut laporan
WHO 1,6 juta orang meninggal karena TB pada tahun 2005 dan pada tahun 2007
TB menjadi penyebab kematian utama di seluruh dunia.1,2
Pada tahun 2009, WHO menetapkan Asia Tenggara sebagai daerah dengan
kasus TB baru tertinggi yaitu 35 % dari insidensi global. Indonesia adalah negara
dengan prevalensi infeksi TB ketiga tertinggi di dunia setelah Cina dan India.
Estimasi Insidensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah 430.000 kasus dengan
mortalitas sebesar 61.000.3 Sementara itu, insidensi TB di Jakarta Selatan pada
tahun 2011 adalah 5.291 kasus dan Insidensi TB di Tangerang Selatan pada tahun
2011 adalah 39,9% dari insidensi penyakit TB di Jakarta Selatan.4
Tuberkulosis merupakan penyakit dengan mortalitas ketiga di Indonesia
yang
sampai sekarang belum dapat disembuhkan secara sempurna bahkan
sebaliknya jumlah penderita baru dari hari ke hari semakin meningkat.
Peningkatan ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti sosioekonomi, masalahmasalah yang berkaitan dengan kesehatan seperti alkoholisme, resistensi obat,
tingkat kepatuhan minum obat, tingginya infeksi HIV/AIDS, dimana peningkatan
insiden lebih nyata pada negara-negara berkembang.5,6,7
Dalam upaya pemberantasan TB paru, diagnosis yang tepat untuk
menemukan kasus TB paru secara dini sangat diperlukan dalam memutus rantai
penularan TB paru. Hal ini ditunjang dengan sarana diagnostik yang tepat.8
1
2
Diagnosis TB paru dapat dilakukan selain dari manifestasi klinis seperti
batuk berdahak, batuk darah dan sesak napas, diagnosis TB paru juga dapat
dilakukan dengan pemeriksaan penunjang. Salah satu pemeriksaan penunjang
yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis adalah pemeriksaan foto toraks.9
Menurut data dari evidence based guide book, hanya 5% pasien TB paru reaktif
yang mempunyai foto toraks normal, sisanya abnormal. Sensitivitas dan
spesifisitas foto toraks dalam mendiagnosis TB paru yaitu 86% dan 83% apabila
ditemukan lesi apikal, kavitas, dan gambaran retikulonodular.10
Tidak ada cara lain yang sebanding pentingnya dengan pemeriksaan foto
toraks untuk dokumentasi dan pemeriksaan berkala (follow-up) yang obyektif.
Suatu penyakit paru belum dapat disingkirkan dengan pasti sebelum dilakukan
pemeriksaan foto toraks. Hasil pemeriksaan BTA positif di bawah mikroskop
memerlukan kurang lebih 5000 kuman/ml sputum, sedangkan untuk mendapatkan
kuman positif pada kultur sputum yang merupakan diagnosis pasti dibutuhkan
sekitar 50-100 kuman/ml sputum. Pulasan BTA sputum mempunyai sensitivitas
yang rendah, terutama tuberkulosis non kavitas, dan akan memberikan
kepositivan 10% pada pasien dengan gambaran tuberkulosis, dan 40 % penderita
TB paru dewasa mempunyai hasil negatif pada pulasan sputumnya. Pemeriksaan
mikrobiologi dari dahak ini mempunyai keterbatasan antara lain sulit untuk
mendapatkan dahak dalam jumlah yang cukup.11
Di Indonesia diagnosis TB paru masih banyak ditegakkan berdasarkan
manifestasi klinis yang khas pada penderita TB seperti batuk berdahak, batuk
darah, dan sesak napas. Selain itu diagnosis TB paru juga dapat dilakukan dengan
foto toraks yang merupakan pilihan terbaik untuk skrining TB paru oleh karena
pemeriksaan ini cepat dan mudah dilakukan.3 Sementara itu data dari RSU Kota
Tangerang Selatan periode Januari-Juni 2013 menunjukkan TB paru menempati
rangking pertama dalam 10 besar penyakit yang berhasil terdiagnosis di RSU
Kota Tangerang Selatan dengan rerata 334 kasus per bulan. Oleh sebab itu,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara manifestasi
klinis TB dengan hasil pemeriksaan foto toraks.12
3
1.1 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah manifestasi klinis TB
paru berhubungan dengan hasil pemeriksaan foto toraks di RSU Kota
Tangerang Selatan tahun 2013?”
1.2 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan antara manifestasi klinis
TB paru dengan hasil pemeriksaan foto toraks.
1.3 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara manifestasi klinis TB paru terhadap hasil
pemeriksaan foto toraks.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan mendapatkan manifestasi klinis TB paru yang
paling berhubungan dengan pemeriksaan foto toraks.
2. Mengetahui dan mendapatkan manifestasi klinis TB paru.
1.4 Manfaat Penelitian
1.5.1
Bagi Penulis
1. Sebagai persyaratan untuk gelar sarjana Program Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Menambah wawasan dan pemahaman tentang manifestasi klinis
TB paru yang berhubungan dengan hasil pemeriksaan foto toraks.
1.5.2 Bagi Masyarakat
Dengan penelitian ini memberikan wawasan bagi masyarakat dalam
memahami manifestasi
klinis TB paru serta mengetahui manfaat
pemeriksaan foto toraks pada penyakit TB
4
1.5.3 Bagi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Setelah penelitian ini telah selesai diharapkan dapat menjadi landasan
dasar untuk
penelitian selanjutnya yang berkenaan dengan perbandingan
diagnosis TB dengan hasil pemeriksaan radiologi.
1.5.4 Bagi Rumah Sakit
Sebagai sumber informasi bagi pihak Rumah Sakit agar lebih
memperhatikan penyakit TB sehingga dapat mencegah keterlambatan dalam
penegakan diagnosis TB paru dan pengambilan keputusan memulai
pengobatan pada penderita TB paru.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1
Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru merupakan penyakit
menular langsung yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.13
2.1.1.1
Epidemiologi
Pada tahun 2009 WHO (World Health Organization) melaporkan lebih
dari 5,8 juta kasus baru TB (semua jenis,TB paru dan ekstraparu) berasal dari
negara-negara berkembang.WHO memperkirakan bahwa kasus baru 9,4 juta
terjadi di seluruh dunia pada tahun 2009, diantaranya 95 % berasal dari negaranegara berkembang di Asia (5,2 juta), Afrika (2,8 juta), Timur Tengah (0,7 juta),
dan Amerika Latin (0,3 juta).8 Lebih lanjut diperkirakan bahwa 1,7 juta kematian
diakibatkan oleh TB, termasuk 0,4 juta orang yang menderita TB dengan infeksi
HIV yang berasal dari negara-negara berkembang.14,15
Indonesia adalah negara dengan prevalensi infeksi TB ketiga tertinggi
di dunia setelah Cina dan India. Berdasarkan survei kesehatan nasional 2001, TB
menempati posisi ketiga sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Angka kejadian TB di Indonesia masih terlepas dari angka kejadian infeksi HIV
hingga saat ini. Akan tetapi, hal ini dapat berubah pada masa mendatang
mengingat laporan kasus HIV yang terus meningkat. Provinsi Nusa Tenggara
Timur memiliki prevalensi tertinggi TB pada survei tahun 1979-1982.14Sementara
itu, data di RSU kota Tangerang Selatan pada tahun 2012 menunjukkan insidensi
TB paru adalah 2.181 kasus dan pada tahun 2013 periode Januari-Juni 2013
menunjukkan rerata yaitu 334 kasus per bulan12
5
6
2.1.1.2 Etiologi
Penyebab infeksi tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/µm dan tebal 0,3-0,6/µm.
Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman batang aerobik dan tahan asam
dan merupakan organisme patogen yang penting bagi manusia.14,16
2.1.1.3 Patogenesis
Tuberkulosis Primer
Tempat masuk kuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran
pernapasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kumankuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Partikel infeksi ini
dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya
sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab
dan gelap kuman dapat berhari-hari sampai berbulan-bulan Bila partikel infeksi
ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atas atau
jaringan paru.14,17
TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas diperantarai
sel. Sel efektor adalah makrofag, dan limfosit(biasanya sel T) adalah sel
imunoresponsif. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag
yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini
disebut sebagai reaksi hipersensitivitas selular.17,18
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi
sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil ; gumpalan basil yang
lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan
tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, biasanya di
bagian bawah lobus atas paru atau di bagian atas lobus bawah, basil ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada
tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme
7
tersebut. Sesudah hari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbul pneumonia akut. Pneumonia
selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal, atau proses dapat berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju
ke kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi
lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membetuk sel tuberkel epiteloid,
yang dikelilingi limfosit.Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20
hari.17,18
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju yang disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis
kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri sel epiteoid dan fibroblas
menimbulkan respons berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa,
membentuk jaringan parut kolagenosa yang akhirnya membentuk suatu kapsul
yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru disebut fokus Ghon dan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer disebut kompleks
Ghon. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi14,19:

Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak
terjadi.

Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis
fibrotik,kalsifikasi di hilus,keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia
yang luasnya > 5 mm dan ± 10 % diantaranya dapat terjadi reaktivasi
lagi karena kuman yang bersifat laten.

Berkomplikasi dan menyebar secara : a). Perkontinuitatum,yakni
menyebar kesekitarnya, b). Secara bronkogen pada paru yang
bersangkutan maupun paru yang di sebelahnya. Kuman dapat juga
tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus, c).
Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya, d). Secara hematogen, ke
organ tubuh lainnya.
8
Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis sekunder)
Kuman yang laten pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post
primer = tuberkulosis pasca primer = tuberkulosis sekunder). Mayoritas reinfeksi
mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti
pada keadaan malnutrisi, alkohol, penyakit keganasan, diabetes, AIDS, gagal
ginjal.14,20
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada usia lebih tua reaktivasi TB
umumnya terjadi di paru-paru. Hal ini mungkin disebabkan oleh penurunan
imunitas lokal di paru-paru pada orang tua hal ini terkait dengan gaya hidup
(merokok) atau kondisi komorbiditas yang bisa menyebabkan rentan terhadap
reaktivasi di paru-paru. Sebuah studi terbaru di Inggris telah melaporkan bahwa
kondisi komorbiditas seperti emfisema dan bronkitis merupakan faktor risiko
independen TB.21
Tuberkulosis post-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di
regio atas paru (bagian apikal posterior lobus superior atau inferior). Invasinya
adalah kedaerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini
mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini
menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel
datia-langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit
dan bermacam-macam jaringan ikat.14,19,20
2.1.1.4 Klasifikasi Tuberkulosis
Sampai sekarang belum ada kesepakatan di antara para klinisi, ahli
radiologi, ahli patologi,
mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang
keseragaman klasifikasi tuberkulosis. Dari sistem lama diketahui beberapa
klasifikasi seperti14:
9
1. Pembagian secara patologis:
 Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)
 Tuberkulosis post primer (adult tuberculosis)
2. Pembagian secara aktivitas radiologis :

Tuberkulosis paru (Koch Pulmonum) aktif

non aktif

quiescent
3. Pembagian secara radiologis (luas lesi):

Tuberculosis minimal

Moderately Advanced Tuberculosis

Far Advanced Tuberculosis
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah14:
1. Tuberkulosis paru
2. Bekas tuberkulosis paru
3. Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam:
a. Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Disini sputum BTA
negatif, tapi tanda-tanda lain positif.
b. Tuberkulosis paru tersangka tersangka yang tidak diobati. Disini
sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan.
10
2.1.1.5 Manifestasi Klinis
Keluhan yang dirasakan penderita tuberkulosis dapat bermacam-macam
atau malah tanpa keluhan sama sekali. Keluhan yang terbanyak adalah14,18,22:
1. Demam
Penelitian Vauthey tahun 1998 di India menunjukkan bahwa demam
terjadi sekitar 60-85% pada penderita TB. Biasanya subfebril menyerupai demam
influenza, tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41ºC. Serangan
demam pertama dapat sembuh kembali. Bagitulah seterusnya hilang timbulnya
demam influenza ini, sehingga penderita merasa tidak pernah terbebas dari
serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi daya tahan tubuh
penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.23
2. Batuk
Batuk dapat terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk mulai dari
kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum). Batuk yang bersifat akut merupakan penyebab yang
paling sering dikeluhkah oleh pasien ketika berkonsultasi ke dokter. Sedangkan
batuk yang bersifat kronik didefinisikan sebagai batuk yang durasinya lebih dari 8
minggu.24
3. Batuk Darah
Keadaan yang lebih lanjut dari batuk berupa batuk darah (hemoptosis)
karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Sekitar 70% batuk darah disebabkan
oleh tubekulosis dan biasanya terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada
ulkus dinding bronchus.25,26,27 Hemoptisis atau batuk darah bias banyak, atau bisa
pula sedikit sehingga hanya berupa garis merah cerah di dahak. Hemoptisis masif
adalah ekspektorasi 600 ml darah dalam 24 sampai 48 jam.28
11
4. Sesak napas
Sesak napas merupakan ungkapan rasa/sensasi yang dialami individu
dengan keluhan tidak enak/tidak nyaman bernapas. Pada penyakit yang ringan
(baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada
penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paruparu.29
5. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul apabila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.14
6. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa: anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gajala
malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak
teratur.14,18
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Towhidi dkk menunjukka bahwa
pasien yang lebih muda lebih sering mengalami demam, keringat malam,
penrunan berat badan dan hemoptisis daripada orang tua. Tetapi, dalam sebuah
studi perbandingan prospektif, Korzeniewska-Kosela menyimpulkan bahwa
meskipun pasien yang lebih muda lebih sering mengalami demam, dan hemoptisis
tetapi tidak didapatkan perbedaan secara signifikan.30
12
Tabel 2.1 Presentasi manifestasi klinis pada penderita TB paru berdasarkan
usia30
Clinical features
Elderly(n = 40)
Number (%)
23 (57.5)
32 (80)
9 (22.5)
37 (92.5)
P value *
Fever
Weight loss
Night sweats
cough
Young ( n = 33)
Number (%)
26 (78)
31 (94)
8 (24)
33 (100)
Hemoptysis
10 (30)
6 (15)
0.156
2 (5)
0.277
Abnormal
mentation
* p<0.05 was considered as significant
0.046
0.049
0.508
0.297
Sementara itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lee dkk
menyatakan bahwa Hemoptisis dan demam lebih sering terjadi pada pasien yang
lebih muda, sedangkan kelemahan, dispnea, anoreksia, dan perubahan mental
lebih sering terjadi pada pasien yang lebih tua.31
Tabel 2.2 Presentasi manifestasi klinis penderita TB paru
usia31
Respiratory symptoms
 Cough and/or
sputum
 Dyspnea
 Hemoptysis
 Chest pain
General Symptoms
 Febrile sense
 Night sweat
 Weakness
 Weight loss
 Anorexia
 Mental change
No symptoms
Body Temperature
>37.5°C
Symptom Duration
(weeks)
Young (<65 yr,
%)
(n=207)
Elderly (≥65 yr,
%)
(n=119)
p value
157 (75.8)
80 (67.2)
0.093
46 (22.2)
68 (32.9)
10 (4.8)
46 (38.7)
17 (14.3)
5 (4.2)
0.002
<0.001
1.000
95 (45.9)
11 (5.3)
51 (24.6)
53 (25.6)
39 (18.8)
1 (0.5)
15 (5.8)
114 (55.1)
39 (32.8)
4 (3.4)
60 (50.4)
43 (36.1)
47 (31.4)
16 (13.4)
2 (1.7)
53 (44.5)
0.020
0.585
< 0.001
0.045
<0.001
<0.001
0.037
0.067
4.3±4.7
6.2±6.1
0.004
The data shown are for all cases.
berdasarkan
13
2.1.1.6 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis TB paru perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan seperti pemeriksaan klinis, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan
laboratorium.
1. Pemeriksaan Klinis dibagi atas pemeriksaan manifestasi klinis dan
pemeriksaan fisik11:
a) Pemeriksaan Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis TB paru dibagi menjadi dua golongan yaitu:
manifestasi klinis respiratorik seperti batuk, batuk darah, sesak napas,
dan nyeri dada. Golongan yang kedua adalah manifestasi klinis
sistemik seperti demam, keringat malam, anoreksia, malaise, berat
badan menurun serta nafsu makan menurun.
b) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik sangat tergantung pada luas lesi dan
kelainan struktural paru yang terinfeksi. Pada permulaan penyakit sulit
didapatkan kelainan pada pemeriksaan fisik. Suara atau bising napas
abnormal dapat berupa suara bronkial, amforik, ronki basah, suara
napas
melemah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan
mediastinum.
2. Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis)14
3. Foto toraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang
diagnosis TB yaitu11,14:
 Bayangan lesi terletak dilapangan atas paru atau segmen apikal
lobus bawah.
 Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular).
 Adanya kavitas, tunggal, atau ganda.
 Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru.
14
 Adanya kalsifikasi.
 Bayangn menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
 Bayangan milier.
4. Pemeriksaan Sputum BTA
Pemeriksaan mikroskopik ini dapat melihat adanya basil tahan asam,
dimana dibutuhkan paling sedikit 5000 batang kuman per mil sputum
untuk mendapatkan kepositifan. Pewarnaan yang umum dipakai adalah
pewarnaan Zielh Nielsen dan pewarnaan Kinyoun Gabbet11.
5. Peroksidase anti peroksidase ( PAP)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen
imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik
terhadap basil TB11.
6. Tes Mantoux/Tuberkulin
Sampai saat ini, tes kulit tuberkulin adalah satu-satunya tes untuk
mendeteksi infeksi laten TB yang menggunakan campuran antigen dari
Mycobacterium tuberculosis.18,32
7. Teknik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam
berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada1
mikroorganisme dalam specimen. Selain itu teknik PCR ini juga dapat
mendeteksi adanya resistensi11,18.
8. Becton Dickinson Diagnostic Instrument System (BACTEC)
9. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
15
Gambar 2.1 Alur Diagnosis TB Paru13
2.1.1.7 Pemeriksaan Foto Toraks
Pemeriksaan toraks merupakan pemeriksaan yang sangat penting.
Kemajuan yang pesat selama dasawarsa terakhir dalam teknik pemeriksaan
radiologi toraks dan pengetahuan untuk menilai suatu roengtgenogram toraks
menyebabkan pemeriksaan toraks dengan sinar roentgen ini suatu keharusan rutin.
Pemeriksaan paru tanpa pemeriksaan roentgen saat ini dianggap tidak lengkap.16
Suatu penyakit paru belum dapat disingkirkan dengan pasti sebelum dilakukan
pemeriksaan radiologi karena menurut beberapa ahli pemeriksaan radiologi toraks
merupakan prediktor terbaik yang dapat mendeteksi berbagai kelainan dini dalam
paru juga sebelum timbul gejala-gejala klinis, sehingga pemeriksaan secara rutin
pada orang-orang yang tidak memiliki keluhan (mass-chest survey) sudah menjadi
prosedur yang lazim dalam pemeriksaan secara massal.9,33
16
Pada saat ini pemeriksaan foto toraks merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Diagnosis dini sangat penting untuk pencegahan
bentuk penyakit kronis dan pembentukan sekuel
11,14
. Pemeriksaan ini memang
membutuhkan biaya lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tapi dapat
memberikan keuntungan yaitu pada pemeriksaan tuberkulosis pada anak dan
tuberkulosis milier. Pada kedua hal ini diagnosis dapat diperoleh melalui
pemeriksaan foto toraks karena pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.
Pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan adanya TB, tetapi hampir semua
manifestasi TB dapat menyerupai penyakit-penyakit lainnya.14,33
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya didaerah apeks paru (segmen apikal
lobus atas atau segmen apikal lobus bawah) yang terlihat homogen dengan
densitas yang lebih pekat. Akan tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian
inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberkulosis
endobronkial).8,21,34,35,36,37,38
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang – sarang pneumonia,
gambaran radiologis berupa bercak – bercak seperti awan dan dengan batas –
batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan
terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan
tuberkuloma.14
Pada aktivitas bayangannya berupa cincin yang mula – mula berdinding
tipis. Lama lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis
terlihat bayangan yang bergaris – garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak
sebagai bercak- bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis tampak
terliahat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada
sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru. Gambaran tuberkulosis
milier berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh
lapangan paru.14
Gambaran radiologi dibagi ke dalam sembilan kategori pola radiografi
yaitu konsolidasi, efusi pleura, lesi milier, fibrosis, retikulasi, kalsifikasi, kolaps,
massa, kavitasi dan normal.31 Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TB
17
paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi
pleura/empiema),bayangan
hitam
radiolusen
di
pinggir
paru/pleura
(pneumotoraks). Pada suatu foto dada sering didapatkan bermacam-macam
bayangan sekaligus (pada tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis
garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan
emfisema.14
Adanya bayangan lesi pada foto dada, bukanlah menunjukkan adanya
aktivitas penyakit,kecuali infiltrat betul-betul nyata. Lesi penyakit yang sudah
non-aktif, sering menetap selama pasien masih hidup. Lesi yang berupa fibrotik,
kalsifikasi, kavitas, schwarte, sering dijumpai pada orang-orang yang sudah tua.14
Gambaran radiologi pada pasien usia lanjut memiliki penampilan atipikal
dan pasien cenderung kurang memiliki infiltrasi pada lobus atas dan lebih sering
infiltrasi terlihat lebih luas dari kedua bidang paru dan infiltrasi pada lobus
bawah.30
Tabel 2.3 Hasil pemeriksaan radiologi pada penderita TB paru berdasarkan
usia30
Radiological
findings
Upper lobe
infiltration
Lower lung field
infiltration
Cavitation
Young (n = 33)
Number (%)
18 (54.5)
Elderly (n = 40)
Number (%)
6 (15)
P value *
8 (24)
14 (35)
0.1
21 (63)
10 (25)
0.001
Miliary
-
1 (2.5)
-
0.001
* p<0.05 was considered as significant
Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Lee dkk menyatakan bahwa
pada dua kelompok, lesi aktif TB paru terdapat di lobus atas paru, Tetapi pada
orang tua memiliki data yang signifikan lebih tinggi lesi aktif di lobus tengah atau
lobus bawah paru. Khas tipe nodular berserat dengan atau tanpa lesi kavitas lebih
sering pada pasien muda, sedangkan pneumonia atau massa seperti lesi lebih
sering terjadi pada orang tua.2
18
Tabel 2.4 Hasil pemeriksaan radiologi dan laboratorium pada penderita TB
paru berdasarkan usia31
Young (<65 yr, %)
(n=207)
Elderly (≥65 yr, %)
(n=119)
p value
Upper*
185 (89.4)
92 (77.3)
0.003
Lower
Appearance of lesion
22 (10.6)
27 (22.7)
<0.001
Radiologic finding
Location of TB lesion


Typical feature
Pneumonia like
187 (90.3)
15 (7.2)
72 (60.5)
28 (23.5)

Mass like
5 (2.4)
17 (14.3)
 Others
Sputum acid fast bacilli
0 (0)
2 (1.7)
Smear (+)
119 (57.5)
68 (57.1)
0.952
Culture (+)
Hematologic findings
154 (74.4)
84 (70.6)
0.709
Leukocyte count (/ L)
8,413±3,435
8,180±3,085
0.545
ESR (mm/hr)
Leukocytosis
45.0±31.6
48 (23.2)
55.8±32.0
31 (26.1)
0.010
0.569
*: Lesion on the upper lobe only or upper lobe plus other lobe. �: Fibrous nodular and/or cavity.
�: Erythrocyte sedimentation rate. �: White bloodcell >104/ L
Sementara itu studi lain memperlihatkan hasil radiologi menurut jenis
kelamin yaitu, efusi pleura terlihat pada 33% kasus dan lebih sering terjadi pada
pria daripada wanita, terutama pada kelompok usia 20-40-tahun yang mirip
dengan fibrosis dan bronkiektasis. Namun, konsolidasi-infiltrasi dan lesi kavitas
terlihat lebih sering pada wanita yang berusia 20-40 tahun dibandingkan dengan
laki-laki dalam kelompok usia yang sama, tetapi perbedaannya tidak signifikan.5
19
Tabel 2.5 Hasil pemeriksaan radiologi pada penderita TB paru berdasarkan
jenis kelamin8
Radiological Findings
Men (percent)
Women (percent)
Overall
Consolidationinfiltration
Pleural effusion
Cavitation
Fibrosis
Pleural thickening
50 (50%)
60 (60%’)
110 (55%)
39 (39%)
22 (22%)
38 (38%)
23 (23%)
27 (27%)
24 (24%)
33 (33%)
22 (22%)
66 (33%)
46 (23%)
68 (34%)
45 (22.5%)
Lymphadenopathy
3 (3%)
15 (15%)
18 (9%)
Miliary pattern
Bronchiectasis
4 (4%)
23 (23%)
2 (2%)
21 (21%)
6 (3%)
44 (22%)
Calcified granoluma
Emphysematous
changes
10 (10%)
8 (8%)
8 (8%)
7 (7%)
18 (9%)
15 (7.5%)
Pneumothorax
5 (5%)
3 (3%)
8 (4%)
Pneumomediastinum
4 (4%)
2 (2%)
6 (3%)
Atelectasis
1 (1%)
2 (2%)
3 (1.5%)
Klasifikasi
gambaran
tuberkulosis
sekunder
menurut
American
Tuberculosis Association33 :
1. Tuberkulosis minimal (minimal tuberculosis): yaitu luas sarang-sarang
yang kelihatan tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis median,
apeks, dan iga 2 depan; sarang-sarang soliter dapat berada dimana saja,
tidak harus berada di atas. Tidak ditemukan adanya lubang (kavitas).
2. Tuberkulosis lanjut sedang (moderately advanced tuberculosis): yaitu luas
sarang-sarang yang bersifat bercak-bercak tidak melebihi luas satu paru,
sedangkan bila ada lubang, diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau sifat
bayangan sarang-sarang tersebut berupa awan-awan yang menjelma
menjadi daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak boleh melebihi
luas satu lobus
3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis): yaitu luas daerah
yang dihinggapi oleh sarang-sarang lebih daripada klasifikasi kedua di
20
atas, atau bila ada lubang- lubang, maka diameter keseluruhan semua
lubang melebihi 4 cm.
Gambar 2.2 Skema Klasifikasi American Tuberculosis Association33
21
2.3 Kerangka Teori
Usia
Pekerjaan
Imunosupresi
Infeksi Sistemik
Faktor Predisposisi
Infeksi oleh M. Tuberculosis
secara inhalasi
Invasi basil tuberkel di apeks
paru atau dekat pleura pada
lobus bawah
Bronkopneumonia dalam jaringan
paru
Membangkitkan reaksi peradangan
Membentuk nekrosis kaseosa
Infeksi Primer
Lesi primer bergabung dengan kelenjar
getah bening membentuk kompleks Ghon
Basil tuberkel berkembang
Infeksi Aktif
Infeksi primer dan perubahan patologis
berlanjut
Infeksi Sekunder
Diagnosis
Manifestasi Klinis
Hasil Pemeriksaan Radiologi
Gambaran



Batuk berdahak
Batuk darah
Sesak napas



Bayangan berawan
dan berbercak
Kavitas
Fibrotik
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Klasifikasi ATA



Lesi minimal
Lesi sedang
Lesi lanjut
22
2.4 Kerangka Konsep
Gejala Klinis
Pemeriksaan
Radiologi
TB
Bagan 2.2 Kerangka Konsep
Keterangan:
: Variabel bebas
: Variabel terikat
23
Tabel 2.7 Definisi Operasional
No.
Variabel
Definisi
Alat Ukur
Cara
Ukur
Hasil Ukur
Skala
1
Tuberkulosis
Penderita TB yang
memiliki BTA positif
dan hasil pemeriksaan
radiologi.
Rekam
medik
Baca
Ya
Ordinal
Manifestasi
klinis
yaitu
gejala
respiratorik
yang
tergambar
pada
keluhan utama
Rekam
medik
Pemeriksaan
yang
dilakukan
pada
penderita TB paru
dengan posisi PA.33
Rekam
medik
2
3
Manifestasi
klinis
Pemeriksaan
foto toraks
Tidak
Baca
Batuk
berdahak
Ordinal
Batuk darah
Sesak napas
Baca
Gambaran
Bayangan
berawan dan
berbercak
Kavitas
Fibrotik
ATA
Lesi minimal
Lesi sedang
Lesi lanjut
Ordinal
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Rancangan penelitian menggunakan studi cross sectional.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Juni 2013 bertempat di RSU
Kota Tangerang Selatan
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Target
Populasi target penelitian ini adalah pasien TB yang menjalani rawat
jalan di Rumah Sakit di Indonesia
3.3.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien TB
yang
menjalani rawat jalan di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2013
3.4 Kriteria Sampel
3.4.1 Kriteria Inklusi

Pasien rawat jalan yang menderita TB di RSU Kota Tangerang
Selatan dengan BTA positif

3.4.2
Berumur >14 tahun
Kriteria Eksklusi

TB ekstra pulmonal

Menderita penyakit keganasan
24
25
3.5 Estimasi Besar Sampling
Ukuran sampel ditentukan menurut rumus analitik kategorik tidak
berpasangan:39
Keterangan:
Zα
: deviat baku alpha
Zβ
: deviat baku beta
P2
: proporsi pada kelompok standar, tidak berisiko, tidak terpajan
atau kontrol
Q2
: 1-P2
P1
: proporsi pada kelompok uji, berisiko, terpajan atau kasus,
Q1
: 1-P1
P1-P2
: selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna
P
: proporsi total =
Q
: 1-P
P1  P2
2
Jika Zα sebesar 5 % dan Z β 20 %, nilai P2 sebesar 0,18%, sedangkan
selisih proporsi yang dianggap bermakna, ditetapkan sebesar 0,2%
Maka :
=60
26
3.6 Cara Pengambilan Sampel
Subyek penelitian ditentukan dengan menggunakan metode consecutive
sampling yang diperoleh melalui rekam medik. Kriteria subyek adalah pasien TB
di RSU Kota Tangerang Selatan yang termasuk kriteria inklusi dan tidak didapati
kriteria eksklusi.
3.7 Cara Kerja Penelitian
Persiapan penelitian
Menyaring rekam medis pasien TB di RSU Kota
Tangerang Selatan
Rekam medis yang tidak memenuhi kriteria
inklusi
Rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi
Manifestasi Klinis
Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
Analisa Data
Kesimpulan
Bagan 3.1 Cara Kerja Penelitian
3.8 Managemen Data
3.8.1
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder
berupa manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan foto toraks pada penderita TB di
Poli Paru RSU Kota Tangerang Selatan.
27
3.8.2 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut40:
1) Menyunting data (data editing)
Editing dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kesesuaian antara
kriteria data yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian
2) Mengkode data (data coding)
Proses pemberian kode pada pada setiap variable yang telah dikumpulkan,
dilakukan untuk memudahkan dalam memasukkan data.
3) Memasukkan data (data entry)
Memasukkan data yang telah diberikan kode ke dalam program software
computer
4) Membersihkan data (data cleaning)
Setelah
data
dimasukkan,
dilakukan
pengecekan
kembali
untuk
memastikan data tersebut tidak ada yang salah
3.8.3 Analisa Data
Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan karakteristik responden
yang meliputi usia dan jenis kelamin. Selain itu, analisis univariat juga digunakan
untuk memperoleh gambaran manifestasi klinis, serta gambaran hasil pemeriksaan
foto toraks pada penderita TB di RSU Kota Tangerang Selatan.
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan
yang bermakna secara statistik antara variabel dependen dan variabel independen
dengan uji Chi-Square menggunakan SPSS 16.0 For Windows. Pada penelitian ini
uji Chi-Square dilakukan untuk menganalisis hubungan variabel bebas
(manifestasi klinis) dengan variabel terikat (hasil pemeriksaan foto toraks) yang
mana kedua variabel tersebut bersifat kategorik. Melalui uji statistik Chi-Square
akan diperoleh nilai p (p value) dengan tingkat kemaknaan 0,005. Jika nilai p <
28
0,005 maka Ho ditolak dan Ha diterima, dengan kata lain terdapat hubungan yang
bermakna antara dua variabel yang diuji. Sedangkan jika nilai p > 0,005 maka Ho
diterima dan Ha ditolak, dengan kata lain tidak terdapat hubungan antara dua
variabel yang diuji. 40
Jika tidak memenuhi syarat uji Chi-Square, alternatif lain yang dapat
dilakukan untuk tabel 2xK adalah uji Kolmogorov-Smirnov.40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1.1
Analisis Univariat
4.1.1.1 Gambaran Karakteristik Responden
Responden pada penelitian ini berjumlah 82 orang yang secara
keseluruhan merupakan penderita TB paru dengan gejala klinis tuberkulosis yaitu
gejala respiratorik
yang memiliki hasil pemeriksaan sputum BTA positif. Hasil
pengumpulan data didapatkan gambaran karakteristik responden yang meliputi
usia dan jenis kelamin.
1) Usia Responden
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Kelompok Usia
15-35 Tahun
36-55 Tahun
> 56 Tahun
Total
Jumlah (Orang)
16
53
13
82
Persentase (%)
19
64
15,9
100,0
Berdasarkan umur, pada penelitian ini umur yang terbanyak pada
kelompok usia 36-55 tahun
sebanyak 53 orang (64,6%), dimana penderita
termuda umur 16 tahun dan tertua umur 78 tahun. Hasil ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh
Louisiana
di
Amerika pada tahun 2010 menunjukkan bahwa penderita TB paru pada umumnya
berusia < 55 tahun.41Hal ini juga sesuai dengan laporan WHO pada tahun 2004
yaitu penderita TB paru rata-rata berusia 35-54 tahun untuk kawasan Asia
Tenggara. Hal ini diduga karena pada usia produktif akan lebih mudah terpajan
dengan dunia luar dan lebih banyak memiliki kecenderungan terjadi perburukan
penyakit karena mempunyai faktor komorbid seperti diabetes mellitus, keganasan,
penyakit paru obstruktif, dan penggunaan obat kortikosteroid .30,42,43
Berdasarkan teori terdapat beberapa kemungkinan hasil akhir paparan
Mycobacterium Tuberculosis. Pada beberapa orang, kuman TB ini langsung
29
30
segera dieliminasi oleh pejamu setelah inhalasi. Kemungkinan kedua dan
kelompok terbesar ialah bertahannya infeksi melalui keberhasilan pembentukan
granuloma, sebuah fungsi respon imun alamiah dan adaptif yang kuat oleh pejamu
dan menghasilkan infeksi laten. Pada kemungkinan kedua, reaktivasi dari infeksi
dapat terjadi akibat beberapa faktor yang disebutkan di atas.44
Tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis pasca primer yang umunya terjadi
pada usia produktif terjadi bertahun-tahun setelah tuberkulosis primer. Baik
imunitas alamiah maupun imunitas adaptif mengalami penurunan fungsi dalam
mekanisme defensi terhadap Mycobacterium Tuberculosis. Pada sebagian orang
respon imun yang mengalami penurunan fungsi akan menimbulkan destruksi
jaringan yang signifikan, artinya infeksi
bersifat progresif destruksi jaringan
melalui nekrosis kaseosa dan kavitas.44
2)Jenis Kelamin Responden
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Jumlah (Orang)
54
28
82
Persentase (%)
65,8
34,1
100,0
Pada penelitian ini, berdasarkan jenis kelamin penderita terdiri atas 54
(65,8%) penderita laki-laki dan 28 (34,1%) penderita perempuan. Hasil ini sesuai
dengan penelitian sebelumnya yaitu Long dkk melaporkan laki-laki dua pertiga
lebih sering terkena TB paru daripada perempuan, sedangkan Nagakawa dkk
melaporkan bahwa pada perempuan sering terjadi keterlambatan diagnosis TB
paru karena berkurangnya minat untuk memeriksakan diri ke pelayanan
kesehatan.11,42Masniari dkk. Dalam penelitian yang dilakukan di RS Persahabatan
Jakarta menemukan hasil 61,7% penderita laki-laki dan wanita 38,3%. Yeung
dkk. Melakukan penelitian di Hongkong menemukan prevalensi TB paru pada
laki-laki 4 kali lebih besar dibanding perempuan.11
Angka kejadian TB paru pada laki- laki lebih tinggi diduga akibat
perbedaan pajanan dan risiko infeksi. Laki- laki lebih sering berinteraksi dengan
dunia luar dan lebih memiliki faktor risiko yang lebih besar untuk terjadinya
31
penurunan sistem imun seperti rokok, alkohol dan migrasi pada beberapa kasus. 38
Walaupun hasilnya demikian tetapi pada beberapa penelitian yang dilakukan
sebelumnya menunjukkan perempuan memiliki rasio progresivitas dan case
fatality rate lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini diduga akibat perbedaan
perilaku dalam mencari perawatan kesehatan antara laki-laki dan perempuan
sehingga lebih banyak kasus TB paru yang dilaporkan.11,42
4.1.1.2 Gambaran Variabel Penelitian
1) Manifestasi Klinis
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Manifestasi Klinis
pada Penderita TB Paru
Manifestasi Klinis
Batuk berdahak akut
Batuk berdahak kronik
Sesak napas akut
Sesak napas kronik
Batuk darah masif
Batuk darah tidak masif
Total
Jumlah (Orang)
24
36
6
7
2
7
82
Persentase (%)
29,3
43,9
7,3
8,5
2,4
8,5
100,0
Data dari 82 responden menunjukkan, keluhan yang paling banyak timbul
sebagai alasan penderita datang berobat ke rumah sakit adalah batuk berdahak
sebanyak 60 orang (73,2%), sesak napas 13 orang (15,8%), Batuk darah 9 orang
(10,9%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Tjandra Yoga di Jakarta
tahun 1988, mendapatkan bahwa keluhan yang membawa penderita TB paru
berobat adalah batuk berdahak sebanyak 65%. Berdasarkan teori, gejala
respiratorik berupa batuk berdahak atau batuk produktif merupakan gejala yang
paling sering terjadi dan merupakan indikator yang sensitif untuk penyakit TB
paru.11
Batuk merupakan mekanisme yang paling efektif untuk menghasilkan
droplet nukleus. Satu kali batuk yang cepat dan kuat akan menghasilkan partikel
infeksius sama banyaknya dengan berbicara keras selama 5 menit.11 Penyebaran
melalui udara juga dapat disebabkan oleh manuver ekspirasi yang kuat seperti
bersin, berteriak, bernyanyi.11,18,20,37 London dan Roberts melaporkan bahwa
32
penderita TB yang batuk lebih dari 48kali/malam akan menginfeksi 48% dari
orang yang kontak dengan penderita. Ketika fokus sudah terbentuk fokus akan
menyebar melalui jalur yang paling sering yaitu saluran napas.11,24
Di Indonesia risiko penularan setiap tahun atau Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%. Dalam
konteks penularan penyakit TB, perilaku adalah kebiasaan yang dilakukan oleh
penderita yang memungkinkan terjadinya penularan penyakit TB paru dari
penderita kepada orang yang belum menderita, antara lain disebabkan kebiasaan
membuang ludah sembarangan sehingga bakteri Mycobacterium Tuberculosis
yang terdapat pada ludah dapat menyebar kepada orang lain, demikian juga
perilaku
saat
batuk
apabila
tidak
mentup
mulut
dapat
menyebarkan
Mycobacterium Tuberculosis10. Demikian pula Rasulullah SAW mengajarkan,
bahwa
ketika
bersin
meletakkan
tangan
atau
kain
dimulutnya
dan
merendahkannya. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
2) Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Pemeriksaan
Foto Toraks
Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
Gambaran Radiologi
1. Bayangan awan dan bercak
2. Kavitas
3. Fibrotik
ATA
1 Lesi minimal
2 Lesi sedang
3 Lesi lanjut
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
59
12
11
72
14,6
13,4
16
54
12
19,5
64,9
14,6
Data dari 82 responden menunjukkan, pasien dengan kelainan radiologi
berupa bayangan awan dan bercak sebanyak 59 orang (72%), kavitas sebanyak 12
orang (14,6%), dan fibrotik sebanyak 11 orang (13,4%). Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang di laporkan oleh Ghorbani dkk yang menunjukkan bahwa
bayangan awan dan bercak merupakan kelainan radiologi yang sering terjadi pada
kedua kelompok.2 Selain itu, menurut Koh dkk menyatakan bahwa bayangan
awan dan bercak merupakan kelainan radiologi yang paling sering ditemukan
33
sebanyak 50% pada sebuah penelitian retrospektif.36 Berdasarkan teori lesi awal
yang ditampilkan pada penderita TB adalah lesi yang berbentuk patchy dan
nodular hal ini menunjukkan proses penyakit yang sedang aktif setelah 10 minggu
terjadi infeksi.14
Sedangkan menurut kriteria ATA, pasien dengan kelainan radiologi
berupa lesi minimal sebanyak 16 orang (19,5%) lesi sedang sebanyak 54 orang
(64,9%), dan lesi lanjut sebanyak 12 orang (14,6%). Hasil ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya
yaitu Ozsahin dkk
menunjukkan bahwa berdasarkan
klasifikasi ATA kelainan radiologi yang paling banyak pada tingkat lesi sedang. 34
Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian Nurjihad dkk terhadap pasien
baru di RS Persahabatan yaitu diperoleh lesi sedang sebanyak 36 penderita
(39,5%).11Hal ini diduga karena pada umumnya tuberkulosis sekunder bersifat
kronis pada orang dewasa yang memiliki tanda radiologi khusus dan spesifik TB
paru sekunder yaitu ditemukannya kavitas pada tingkat sedang biasanya ditandai
dengan adanya kavitas yang artinya proses aktif. Tetapi pada beberapa penelitian
menunjukkan bahwa tingkat keparahan lesi biasanya juga berhubungan dengan
usia dan jenis kelamin.34
Keterlambatan diagnosis juga diduga mempunyai pengaruh terhadap
tingkat keparahan lesi.10,45 Terlihat hanya 1/3 kasus TB paru yang mampu
ditemukan, keterlambatan dapat berasal dari penderita (patient’s delay), secara
definisi diartikan sebagai fase antara timbulnya gejala sampai penderita datang ke
fasilitas pengobatan, keterlambatan yang berasal dari dokter yang mengobati
(doctor’s delay), secara definisi diartikan sebagai fase sejak datang ke dokter
sampai tegaknya diagnosis. 11
Situmorang pada tahun 2005 di RS H Adam Malik Medan melakukan
penelitian dan mendapatkan mean (rerata) keterlambatan penderita sebesar 4,67
bulan dan mean (rerata) keterlambatan dokter sebesar 3,78 bulan dan total
keterlambatan penderita + dokter = 7,6 bulan.11Tujuan dari penelitian ini yaitu
mempercepat deteksi TB paru dengan menggunakan alat radiologi foto toraks
sehingga dapat memutus rantai penularan TB.
34
Dari penelitian yang dilakukan oleh Situmorang menunjukkan bahwa
angka rerata keterlambatan dokter hanya berbeda sedikit dengan angka rerata
keterlambatan penderita. Hal ini menunjukkan pentingnya peran dokter dalam
penanggulangan TB paru dengan
kegiatan deteksi pasien TB paru. Seorang
dokter harus memiliki kemampuan dalam deteksi pasien TB paru, diagnosis,
penatalaksanaan, serta pemantauan keberhasilan pengobatan serta menetapkan
hasil akhir pengobatan.11
Pada umumnya penderita datang ke pusat-pusat pelayanan masyarakat
primer, dimana peran dokter umum sangat penting untuk mencegah keterlambatan
dalam penegakan diagnosis TB paru yaitu dengan pengambilan keputusan untuk
melakukan pemeriksaan penunjang. Foto toraks masih merupakan pilihan terbaik
untuk skrining TB paru oleh karena pemeriksaan ini cepat dan mudah dilakukan.
Maka diharapkan dokter umum untuk tidak menambah angka rerata keterlambatan
diagnosis yang disebabkan oleh dokter yaitu dengan melakukan pemeriksaan
penunjang yaitu foto toraks yang akan dilakukan oleh spesialis radiologi. Hal ini
juga diperintahkan Allah SWT dalam firmanNya:
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui. (QS An Nahl/16 : 43).
Hal yang juga perlu diperhatikan pada interpretasi TB paru melalui teknik
pencitraan pada foto toraks adalah pengetahuan mengenai gambaran TB paru
yang klasik dan atipikal. Diagnosis yang terlambat seringkali terjadi akibat
kurangnya pengetahuan mengenai gambaran TB paru yang atipikal. Penelitian
yang dilakukan oleh The Research Institute of Tuberculosis di Tokyo. Subyek
yang membaca foto hanya diminta untuk menentukan apakah foto-foto yang
diberikan kepada mereka memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk TB atau tidak.
Kegagalan untuk meminta pemeriksaan lanjutan pada foto dengan kelainan
dikategorikan sebagai under-reading. Sementara permintaan untuk pemeriksaan
lanjutan pada foto normal dikategorikan sebagai over-reading. Hal ini diduga
35
terjadi karena kurangnya pengetahuan. Demikian pula Rasulullah SAW
mengajarkan, bahwa obat kebodohan yaitu dengan bertanya, sebagaimana
tercantum dalam sabdanya:
Tidakkah mereka bertanya, ketika mereka tidak tahu? Sesungguhnya obat ketidak
mengertian mereka adalah bertanya. (Riwayat Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad
dan Darimi dan dishahihkan Syeikh Salim Al Hilali dalam Tanqihul Ifadah Al
Muntaqa Min Miftah Daris Sa’adah, hal. 174).
4.1.2
Analisis Bivariat
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara manifestasi klinis dan
hasil pemeriksaan foto toraks yang merupakan variabel bebas dengan variabel
terikatnya yang berupa tuberkulosis, dilakukan dengan menggunakan uji statistik
Chi-Square.
Tabel 4.5 Hubungan Batuk Berdahak dengan Hasil Pemeriksaan Foto
Toraks Berdasarkan Gambaran Radiologi
Bayangan
Kategori
Kavitas
Fibrotik
Total
awan dan
P
bercak
Value
%
N
%
N
%
0
0
1
16,6
24
40
51,06
7
100
5
83,3
36
60
100
7
100
6
100
60
100
N
%
Akut
23
48,9
Kronik
24
Jumlah
47
N
Batuk berdahak
0,047
Pada uji kemaknaan statistik dengan Chi-Square untuk kategori batuk
berdahak dengan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan gambaran radiologi,
setelah dianalisa dengan menggunakan uji Chi-Square, ternyata diperoleh hasil
bahwa syarat untuk dapat digunakannya uji Chi-Square pada tabel 2xk tidak
terpenuhi. Hal ini karena pada kategori batuk berdahak dan hasil pemeriksaan foto
36
toraks berdasarkan gambaran radiologi terdapat 4 sel (66,7%) yang memiliki nilai
expected < 5, dimana syarat uji Chi-Square adalah maksimal hanya ada 20% sel
yang memiliki expected count < 5. Untuk tabel 2xk tersebut, alternatif uji ChiSquare yang dapat diambil adalah uji Kolmogorov-Smirnov.
Berdasarkan tabel 4.5 diatas, dapat diketahui bahwa terdapat 24 responden
dengan batuk berdahak akut, 23 di antaranya memiliki gambaran radiologi berupa
bayangan awan dan bercak dan 1 gambaran fibrotik . Dua puluh empat responden
dari 36 responden dengan batuk berdahak kronik memiliki gambaran radiologi
bayangan awan dan bercak, 7 gambaran kavitas dan 5 gambaran fibrotik.
Berdasarkan data dari 82 pasien TB diatas, dan pada uji kemaknaan
statistik dengan Kolmogorov-Smirnov untuk kategori batuk berdahak yang telah
dibobotkan dengan kategori hasil pemeriksaan foto toraks didapatkan nilai P =
0,047 (P < 0,05), maka diperoleh kesimpulan secara statistik bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara batuk berdahak dengan hasil pemeriksaan foto
toraks berdasarkan gambaran radiologi. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Anna dkk yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara batuk berdahak dengan hasil pemeriksaan foto toraks
berdasarkan gambaran radiologi yaitu dengan nilai (p = 0,04).48
Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pada awal peradangan paru
hingga akhirnya terjadi destruksi paru nantinya akan berupa jaringan dan sel-sel
mati yang akan dikeluarkan sebagai reflek batuk. Oleh karenanya penderita TB
paru pada umumnya batuk produktif dengan banyak basil di dalamnya sehingga
kerusakan awal yang digambarkan dengan bayangan awan dan bercak yang
batasnya tidak tegas dengan densitas rendah lama – kelamaan akan mengalami
proses destruksi jaringan paru dengan sempurna sehingga akan membentuk
kavitas yaitu terbentuknya lubang akibat melunaknya nekrosis kaseosa yang
sering tampak pada gambaran foto toraks lubang dengan dinding berbatas licin.14
Sedangkan salah satu kemungkinan kelanjutan suatu sarang tuberkulosis yaitu
terbentuknya sarang-sarang fibrotik tebal dan kalsiferus, disingkat sarang
fibrokalsiferus di kedua lapangan atas mengakibatkan penarikan pembuluh-
37
pembuluh darah besar di kedua hili ke atas. Keadaaan ini disebut dengan
tuberkulosis fibrosis densa33.
Tabel 4.6 Hubungan Batuk Berdahak dengan Hasil Pemeriksaan Foto
Toraks Berdasarkan Klasifikasi ATA
Lesi
Kategori
Lesi Sedang
Lesi lanjut
Total
%
N
%
N
%
P
minimal
N
%
N
Akut
16
100
8
21,6
0
0
24
40
Kronik
0
0
29
78,37
7
100
36
60
16
100
37
100
7
100
60
100
Value
Batuk berdahak
Total
0,000
Pada uji kemaknaan statistik dengan Chi-Square untuk kategori batuk
berdahak dengan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan klasifikasi ATA,
setelah dianalisa dengan menggunakan uji Chi-Square, ternyata diperoleh hasil
bahwa syarat untuk dapat digunakannya uji Chi-Square pada tabel 2xk tidak
terpenuhi. Hal ini karena pada kategori batuk berdahak dan hasil pemeriksaan foto
toraks berdasarkan klasifikasi ATA terdapat 2 sel (33,3%) yang memiliki nilai
expected < 5, dimana syarat uji Chi-Square adalah maksimal hanya ada 20% sel
yang memiliki expected count < 5. Untuk tabel 2xk tersebut, alternatif uji ChiSquare yang dapat diambil adalah uji Kolmogorov-Smirnov.
Berdasarkan tabel 4.6 diatas, dapat diketahui bahwa terdapat 24 responden
dengan batuk berdahak akut, 16 di antaranya memiliki hasil foto toraks dengan
lesi minimal dan 8 lesi sedang. Dua puluh sembilan responden dari 36 responden
dengan batuk berdahak kronik memiliki hasil foto toraks dengan lesi sedang dan
7 lesi lanjut.
Berdasarkan data dari 82 pasien TB diatas, dan pada uji kemaknaan
statistik dengan Kolmogorov-Smirnov untuk kategori batuk berdahak yang telah
dibobotkan dengan kategori hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan klasifikasi
ATA didapatkan nilai P = 0,000 (P < 0,05), maka diperoleh kesimpulan secara
statistik bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara batuk berdahak dengan
38
hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan klasifikasi American Tuberculosis
Association. Sesuai teori batuk berdahak merupakan manifestasi klinis yang
paling sering ditemukan pada penderita TB paru hal ini akibat keterlibatan saluran
pernapasan dalam penyebaran fokus yang sudah terbentuk . Hal ini juga didukung
dengan temuan awal pada lesi parenkimal adalah bercak lunak biasanya di segmen
apikal dan posterior dari lobus superior dan biasanya belum terdapat kavitas (lesi
minimal).11,33
Pada kebanyakan kasus lebih dari satu segmen yang terlibat dan TB yang
bilateral (lesi sedang) terdapat pada sepertiga sampai dua pertiga kasus. Ketika
luas daerah yang dihinggapi oleh sarang –sarang lebih luas lagi, atau jika
ditemukan kavitas yang diameter keseluruhan semua lubang melebihi 4 cm maka
sudah dikategorikan lesi tingkat sangat lanjut.11,33Berdasarkan teori apabila
dijumpai batuk berdahak yang bersifat kronik dan hasil pemeriksaan BTA positif
seharusnya gambaran radiologi juga semakin luas.10
Tabel 4.7 Hubungan Sesak Napas dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
Berdasarkan Gambaran Radiologi
Bayangan
Kategori
Kavitas
Fibrotik
Total
awan dan
P
bercak
Value
N
%
Akut
6
66,6
Kronik
3
9
N
%
N
%
N
%
0
0
0
0
6
46,2
33,3
2
100
2
100
7
53,8
100
2
100
2
100
13
100
Sesak napas
Total
0,593
Pada uji kemaknaan statistik dengan Chi-Square untuk kategori sesak
napas dengan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan gambaran radiologi,
setelah dianalisa dengan menggunakan uji Chi-Square, ternyata diperoleh hasil
bahwa syarat untuk dapat digunakannya uji Chi-Square pada tabel 2xk tidak
terpenuhi. Hal ini karena pada kategori batuk berdahak dan hasil pemeriksaan foto
toraks berdasarkan gambaran radiologi terdapat 6 sel (100%) yang memiliki nilai
expected < 5, dimana syarat uji Chi-Square adalah maksimal hanya ada 20% sel
39
yang memiliki expected count < 5. Untuk tabel 2xk tersebut, alternatif uji ChiSquare yang dapat diambil adalah uji Kolmogorov-Smirnov.
Berdasarkan tabel 4.7 diatas, dapat diketahui bahwa terdapat 6 responden
dengan sesak napas akut yang memiliki gambaran radiologi berupa bayangan
awan dan bercak. Tiga responden dari 7 responden dengan sesak napas kronik
memiliki gambaran radiologi bayangan awan dan bercak, 2 gambaran kavitas dan
2 gambaran fibrotik.
Berdasarkan data dari 82 pasien TB diatas, dan pada uji kemaknaan
statistik dengan Kolmogorov-Smirnov untuk kategori
sesak napas yang telah
dibobotkan dengan kategori hasil pemeriksaan foto toraks didapatkan nilai P =
0,593 (P > 0,05), maka diperoleh kesimpulan secara statistik bahwa terdapat
hubungan yang tidak signifikan antara sesak napas dengan hasil pemeriksaan foto
toraks. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Anna dkk yang
menunjukkan bahwa sesak napas lebih sering menunjukkan gambaran berupa
pleuritis.46
Secara radiologi pleuritis menunjukkan gambaran penebalan pleura yaitu
berupa garis-garis densitas tinggi yang tidak teratur atau kalsifikasi, selain itu
sinus kostofrenikus menjadi tumpul, biasanya terjadi di lapangan paru bagian
bawah, tetapi dapat juga puncak paru33. Berdasarkan teori gejala sesak napas
timbul jika terjadi pembesaran nodus limfa pada hilus yang menekan bronkus,
atau terjadi efusi pleura, ekstensi radang parenkim atau miliar.14
Tabel 4.8 Hubungan Sesak Napas dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
Berdasarkan Klasifikasi ATA
Lesi
Kategori
Lesi Sedang
Lesi lanjut
Total
%
N
%
N
%
P
minimal
N
%
N
Akut
0
0
6
54,45
0
0
6
46,2
Kronik
0
0
5
45,45
2
100
7
53,8
0
0
11
100
2
100
13
100
Value
Sesak Napas
Total
1,000
40
Pada uji kemaknaan statistik dengan Chi-Square untuk kategori sesak
dengan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan klasifikasi ATA, setelah
dianalisa dengan menggunakan uji Chi-Square, ternyata diperoleh hasil bahwa
syarat untuk dapat digunakannya uji Chi-Square pada tabel 2xk tidak terpenuhi.
Hal ini karena pada kategori sesak napas dan hasil pemeriksaan foto toraks
berdasarkan klasifikasi ATA terdapat 2 sel (50%) yang memiliki nilai expected <
5, dimana syarat uji Chi-Square adalah maksimal hanya ada 20% sel yang
memiliki expected count < 5. Untuk tabel 2xk tersebut, alternatif uji Chi-Square
yang dapat diambil adalah uji Kolmogorov-Smirnov.
Berdasarkan tabel 4.8 diatas, dapat diketahui bahwa terdapat 6 responden
dengan sesak napas akut yang memiliki hasil foto toraks dengan lesi sedang.
Lima responden dari 7 responden dengan batuk berdahak kronik memiliki hasil
foto toraks dengan lesi sedang dan 2 lesi lanjut.
Berdasarkan data dari 82 pasien TB diatas, dan pada uji kemaknaan
statistik dengan Kolmogorov-Smirnov untuk kategori
sesak napas yang telah
dibobotkan dengan kategori hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan klasifikasi
ATA didapatkan nilai P = 1,000 (P > 0,05), maka diperoleh kesimpulan secara
statistik bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara sesak napas
dengan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan klasifikasi American
Tuberculosis Association. Sesuai teori, gejala sesak napas pada TB paru biasanya
akibat dari kelainan pleura seperti efusi pleura yang menunjukkan gambaran
perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya relatif
radiopak. Sesak napas juga bisa diakibatkan karena adanya infeksi pada pleura
(pleuritis) yang menunjukkan gambaran bayangan penebalan pleura. Sehingga,
sulit dikaitkan dengan klasifikasi ATA33.
41
Tabel 4.9 Hubungan Batuk Darah dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
Berdasarkan Gambaran Radiologi
Bayangan
Kategori
Kavitas
Fibrotik
Total
awan dan
P
bercak
Value
N
%
Masif
0
0
Tidak masif
3
3
N
%
N
%
N
%
1
33,3
1
33,3
2
22,2
100
2
66,6
2
66,6
7
77,8
100
3
100
3
100
9
100
Batuk darah
Total
0,203
Pada uji kemaknaan statistik dengan Chi-Square untuk kategori batuk
darah dengan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan gambaran radiologi,
setelah dianalisa dengan menggunakan uji Chi-Square, ternyata diperoleh hasil
bahwa syarat untuk dapat digunakannya uji Chi-Square pada tabel 2xk tidak
terpenuhi. Hal ini karena pada kategori batuk darah dan hasil pemeriksaan foto
toraks berdasarkan gambaran radiologi terdapat 6 sel (100%) yang memiliki nilai
expected < 5, dimana syarat uji Chi-Square adalah maksimal hanya ada 20% sel
yang memiliki expected count < 5. Untuk tabel 2xk tersebut, alternatif uji ChiSquare yang dapat diambil adalah uji Kolmogorov-Smirnov.
Berdasarkan tabel 4.9 diatas, dapat diketahui bahwa terdapat 2 responden
dengan batuk darah masif, 1 di antaranya memiliki gambaran radiologi berupa
gambaran kavitas dan 1 gambaran fibrotik . Tiga responden dari 7 responden
dengan batuk darah tidak masif memiliki gambaran radiologi bayangan awan dan
bercak, 2 gambaran kavitas dan 2 gambaran fibrotik.
Berdasarkan data dari 82 pasien TB diatas, dan pada uji kemaknaan
statistik dengan Kolmogorov-Smirnov untuk kategori
batuk darah yang telah
dibobotkan dengan kategori hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan gambaran
radiologi didapatkan nilai P = 0,203 (P > 0,05), maka diperoleh kesimpulan secara
statistik bahwa terdapat hubungan yang tidak
signifikan antara batuk darah
dengan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan gambaran radiologi. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Anna dkk menunjukkan bahwa
42
batuk darah dapat menunjukkan gambaran yang tidak spesifik seperti kavitas,
pleuritis, dan bayangan milier.46 Berdasarkan teori pada TB paru batuk darah
terjadi akibat robekan atau ruptur aneurisma arteri pulmoner (dinding kaviti
“aneurisma Rassmussen”) atau akibat pecahnya anastomosis bronkopulmoner
atau proses erosif pada arteri bronkialis. Pada kelainan radiologi sering
menunjukkan gambaran berupa kavitas yang berarti proses spesifik lama yang
sudah tenang.28
Tabel 4.10 Hubungan Batuk Darah dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
Berdasarkan Klasifikasi ATA
Lesi
Kategori
Lesi Sedang
Lesi lanjut
Total
P
minimal
N
%
Masif
0
0
Tidak masif
0
0
N
%
N
%
N
%
2
33,3
0
0
2
22,2
0
4
66,6
3
100
7
77,8
0
6
100
3
100
9
100
Value
Batuk darah
Total
0,690
Pada uji kemaknaan statistik dengan Chi-Square untuk kategori batuk
darah dengan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan gambaran radiologi,
setelah dianalisa dengan menggunakan uji Chi-Square, ternyata diperoleh hasil
bahwa syarat untuk dapat digunakannya uji Chi-Square pada tabel 2xk tidak
terpenuhi. Hal ini karena pada kategori batuk berdahak dan hasil pemeriksaan foto
toraks berdasarkan gambaran radiologi terdapat 4 sel (100%) yang memiliki nilai
expected < 5, dimana syarat uji Chi-Square adalah maksimal hanya ada 20% sel
yang memiliki expected count < 5. Untuk tabel 2xk tersebut, alternatif uji ChiSquare yang dapat diambil adalah uji Kolmogorov-Smirnov.
Berdasarkan tabel 4.10 diatas, dapat diketahui bahwa terdapat 2 responden
dengan batuk darah masif yang memiliki hasil foto toraks dengan lesi sedang.
Empat responden dari 7 responden dengan batuk darah tidak masif memiliki
hasil foto toraks dengan lesi sedang dan 3 lesi lanjut.
Berdasarkan data dari 82 pasien TB diatas, dan pada uji kemaknaan
statistik dengan Kolmogorov-Smirnov untuk kategori
batuk darah yang telah
43
dibobotkan dengan kategori hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan klasifikasi
ATA didapatkan nilai P = 0,690 (P > 0,05), maka diperoleh kesimpulan secara
statistik bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara batuk darah
dengan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan klasifikasi American
Tuberculosis Association. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Marleen dkk
melaporkan bahwa sekitar 17-81% pasien dengan batuk darah memperlihatkan
gambaran radiologis yang normal.25 Hasil berbeda dilaporkan oleh Corder pada
tahun 2003 di Amerika Serikat yaitu kelainan radiologi yang ditemukan pada
pasien dengan batuk darah antara lain kavitas, infiltrat, dan atelektasis.27
Kavitas tuberkulosis dalam posisi apapun tetap berupa bayangan bulat,
tetapi superposisi lingkaran-lingkaran belum pasti melibatkan pembuluh darah.
Sebagai dasar gambaran radiologi pada atelektasis adalah pengurangan volum
bagian paru baik lobaris, segmental, atau seluruh paru, dengan akibat kurangnya
aerasi sehingga memberi bayangan lebih suram (densitas tinggi) dengan penarikan
mediastinum kearah atelektasis, sedangkan diafragma tertarik ke atas dan sela iga
menyempit.33
4.2 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, antara lain :
1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang meneliti
variabel terikat dan variabel bebas pada waktu yang sama. Hal ini
dikarenakan oleh ketidakmungkinan peneliti untuk mengikuti jangka
waktu penelitian jika peneliti melakukan studi prospektif cohort
maupun case-control seperti halnya yang sering digunakan pada
penelitian jurnal-jurnal internasional.
2. Asal Populasi
Peneliti hanya mengambil sampel dari satu rumah sakit saja,
sehingga ada kemungkinan yang tidak bisa terhindarkan untuk
44
terjadinya bias saat pemilihan, informasi yang didapatkan, dan faktor
perancu.
3. Tidak dapat meneliti faktor lain
Selain pemeriksaan foto toraks, masih banyak jenis pemeriksaan
yang dapat dilakukan dalam mendiagnosis TB. Namun tidak dapat
diteliti karena keterbatasan data yang tersedia dalam rekam medik.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhaadap hasil penelitian
yang diperoleh, didapatkan simpulan sebagai berikut :
1. Dari 82 pasien TB, didapatkan pasien dengan manifestasi klinis tertinggi
yaitu batuk berdahak sebanyak 60 orang (73,2%).
2. Data dari 82 pasien TB menunjukan, pasien dengan kelainan radiologi
berdasarkan gambaran radiologi berupa bayangan awan dan bercak sebanyak
59 orang (72%), kavitas sebanyak 12 orang (14,6%), dan fibrotik masingmasing 11 orang (13,4%). Sedangkan menurut klasifikasi American
Tuberculosis Association (ATA ) diperoleh, lesi minimal sebanyak 16 orang
(19,5%), lesi sedang sebanyak 54 orang (64,9%), dan lesi lanjut sebanyak 12
orang (14,6%).
3. Terdapat hubungan yang bermakna antara manifestasi klinis yaitu batuk
berdahak dengan hasil pemeriksaan
foto toraks berdasarkan gambaran
radiologi dengan nilai (p = 0,047) dan klasifikasi ATA dengan nilai (p =
0,000) di RSU KotaTangerang Selatan periode Januari 2013-Juni 2013
45
46
5.2 Saran
Untuk mencegah keterlambatan dalam penegakan diagnosis TB paru
dan mengurangi risiko penularan setiap tahun dengan mengenali tanda dan
gejala khas pada TB paru disertai pemeriksaan radiologi dan pemanfaatan
pemeriksaan penunjang yang lain sebagai gold standard selain pemeriksaan
sputum BTA di pusat-pusat pelayanan kesehatan masyarakat sebagai
penunjang diagnostik dalam pemberantasan TB paru.
.
DAFTAR PUSTAKA
1. Julie M, Marleen B, Joseph S et al. Accuracy of Clinical Signs in the
Diagnosis of Pulmonary Tuberculosis:Comparison of Three Reference
Standards Using Data from a Tertiary Care Centre in Rwanda. The Open
Tropical Medicine Journal, 2008; 1: 1-7.
2. Gholamali G, Gholamhossain A, Esfahan A. Comparison of Clinical
Manifestation and Radiology of Pulmonary Tuberculosis in Younger and
Elderly Patients. J Med Sci 2007;7 (5):888-891.
3. Ristaniah. Gambaran TB Paru Klasik dan Atipikal pada Foto Toraks dan
Tomografi Komputer. UNPAD, 2012. Hal 1-37.
4. SUDINKES Jakarta Selatan tahun 2011. [Diakses tanggal 9 September 2013].
Diunduh dari: http://foursquare.com
5. Burrill J, Williams CJ, Bain G et al. Tuberculosis:A Radiologic Review.
RadioGraphics 2007; 27:1255–1273.
6. Harisinghani MG, McLoud TC, Shepard JAO et al. Tuberculosis from Head to
Toe. RadioGraphics 2000; 20:449-470 .
7. Chow L, Stark P. Miliary tuberculosis:Radiographic features. Applied
Radiology 2000 :25-28.
8. Jamzad A, Shahnazi M, Khatami A et al. Radiographic Findings of
Pulmonary Tuberculosis in Tehran in Comparison with Other Institutional
Studies. Iran J Radiol 2009 ; 6 (3): 131-136.
9. Gomes M, Saad R, Stirbulow R. Pulmonary Tuberculosis: Relationship
Between Sputum Bacilloscopy and Radiological Lesions. Rev. Ins. Med. trop.
S. Paulo, 2003;45(5):275-281.
10. Mulyadi, Mudatsir, Nurlina. Hubungan Tingkat Kepositivan Pemeriksaan
Basil Tahan Asam (BTA) dengan Gambaran Luas Lesi Radiologi Toraks pada
Penderita Tuberkulosis Paru yang Dirawat di SMF Pulmonologi RSUDZA
Banda Aceh. J Respir Indo. 2011;31: 133-137. [Diakses tanggal 27 Agustus
2013]. Diunduh dari: http://jurnalrespirologi.org
11. Parhusip, Mual BE. Peranan Foto Dada dalam Mendiagnosis Tuberkulosis
Paru Tersangka dengan BTA Negatif di Puskesmas Kota Madya Medan.
Tesis. Medan : PPDS Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara/Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.2009. Hal.
[Diakses tanggal 13 Januari 2013]. Diunduh dari: http://repository.usu.ac.id
47
48
12. Pusat Data dan Informasi RSU Kota Tangerang Selatan.Data Pasien RSU
Kota Tangerang Selatan tahun 2011-2013.Tangerang Selatan: RSU Kota
Tangerang Selatan. 2013.
13. Aditama, Yoga et al. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Ed 2.
Jakarta: DEPKES RI. 2007. [Diakses 28 September 2012]. Diunduh dari
:http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN2007.pdf 2009
14. Sudoyo AW dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi V. Jakarta :
Interna Publishing. 2009. Hal. 2230-2248.
15. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, et al. Harrison’s Principles of Internal
Medicine, 18th ed. USA; McGraw Hill Company.2012.
16. Jawetz dkk. Mikrobiologi Kedokteran. Edisis 23. Jakarta : EGC.2008. Hal
453-460.
17. Price,S et al. M. Patofisiologi. EGC: Jakarta. 2006. Hal 852-862
18. American Thoracic Society: Diagnostic standards and classification of
tuberculosis in adults and children. Am J Respir Crit Care Med 2000,
161:1376-1395.
19. Kumar et al. Pathologic Basis of Disease. 7th edition. USA: Elsevier
Saunders. 2005. Page 426-430.
20. Semedo LC, Teixera L, Alves FC. Tuberculosis of the Chest.
Journal of Radiology 2005;55:158-172.
European
21. Sreeramareddy CT, Panduru KV, Sharat C et al. Comparison of pulmonary
and extrapulmonary tuberculosis in Nepal- a hospital-based retrospective
study. BMC Infectious Diseases 2008; 8 (8):1-7.
22. Wu JY, Ku SC, Shu CC et al. The role of chest radiography in the suspicion
for and diagnosis of pulmonary tuberculosis in intensive care units. Int J
Tuberc Lung Dis 2009 ; 13 (11): 1–7.
23. Rosha D. Prolonged Fever Occuring During Treatment of Pulmonary
Tuberculosis-An Investigation of 40 Cases. Ind J. Tub. 2001;48:147-149.
24. Fontana GA, Pistolesi M, Chung KF et al. The Diagnosis and Management of
Chronic Cough. Eur Respir J. 2004; 24: 481-492.
25. Bhatta DR, Singh TSK, Gokhale. Hemoptysis: is it tuberculosis. Int J Infect
Microbiol 2012;1(2):63-67.
26. Hirshberg B, Biran I, Glazer M et al. Hemoptysis: Etiology, Evaluation, and
Outcome in a Tertiary Referral Hospital. CHEST 1997;112:440-444.
49
27. Corder R. Hemoptysis. Emerg Med Clin N Am 2003;21:421-435.
28. Sudoyo AW et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi V. Jakarta :
Interna Publishing. 2009. Hal. 294-296.
29. American Thoracic Society: Dyspnea. Am J Respir Crit Care Med 1999,
159:321-340.
30. Towhidi M, Azarian A, Asnaashari A. Pulmonary Tuberculosis in the
Elderly. NRITLD Iran 2008 ; 7 (1): 52-57.
31. Lee JH, Han DH, Song JW et al. Diagnostic and therapeutic problems of
pulmonary tuberculosis in elderly patients. J Korean Med Sci 2005; 20 (5):
784-789.
32. Jasmer RM, Nahid P, Hopewell PC. Latent Tuberculosis Infection. N Engl J
Med 2002;347:1860-1866
33. Rasad Sjahriar et al. Radiologi Diagnostik. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI;1996. Hal 85-138.
34. Ozsahin LS et al. Chest X- ray and Bacteriology in the Initial Phase of
Treatment of 800 Male Patients with Pulmonary Tuberculosis. J Bras
Pneumol. 2011;37(3):294-301.
35. Geng E, Kreiswirth B, Burzynki J et al. Clinical and Radiographic Correlates
of Primary and Reactivation Tuberculosis. JAMA. 2005;293:2740-2745.
36. Koh JW, Jeong YJ, Kwon OJ et al. Chest Radiographic Findings in Primary
Pulmonary Tuberculosis: Observations from High School Outbreaks. Korean
J Radiol. 2010;11:612-617.
37. Leung Ann. Pulmonary
1999;210:307-322.
Tuberculosis:
The
Essential1.
Radiology
38. Jeong YJ, Lee KS. Pulmonary Tuberculosis: Up-to-Date Imaging and
Management. AJR 2008; 191:834-844.
39. Dahlan Sopiyudin M. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. 2nd ed.
Jakarta: Salemba Medika; 2009. Hal 43-56.
40. Dahlan Sopiyudin M. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:
Sagung Seto;Salemba Medika; 2009. Hal 1-134.
41. Louisiana Office of Public Health. Infectious Disease Epidemiology:
Tuberculosis. Tuberculosis Annual Report.2010. Page 1-21.
42. WHO. Gender in
Organization.2005.
Tuberculosis
research.
Geneva:World
Health
50
43. Rajagopalan S. Tuberculosis and Aging: A Global Health Problem. Clinical
Infectious Diseases. 2001;33:1034-1039
44. Cahyadi A, Venty. Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes Mellitus. J Indon
Med Assoc, 2011;61:173-178. [Diakses tanggal 16 September 2012]. Diunduh
dari: http://indonesia.digitaljournals.org
45. Storla DG, Yimer S, Bjune GA, A Systematic review of Delay in the Diagnosis
and Treatment of Tuberculosis. BMC Public Health. 2008;8:1-9.
46. Thorshon A, Long H, Larsson L. Chest X- Ray Findings in Relation to Gender
and Symptomps: A Study of Patients with Smear Positive Tuberculosis in
Vietnam. Scandinavian Journal of Infectious Disease, 2007;39:33-37.
LAMPIRAN 1
HASIL PEMERIKSAAN RADIOLOGI
HASIL PEMERIKSAAN RADIOLOGI
No. Foto
Nama Pasien
Alamat
Asal Pasien
: 13-xxx
: Tn J
:
:
Tanggal Pemeriksaan: 13/03/ 2013
Usia/Jenis Kelamin : 68 Th/Lk
DokterPengirim
: dr X
Jenis Pemeriksaan : Thorax
Klinis : Batuk berdahak
Pada Foto Thorax
- Cor tidak membesar
- Sinus dan diafragma kanan terselubung; kiri normal
- Pulmo
o Tampak perbercakan lunak di kedua paru
Kesan :
TB Paru
Salam sejawat
dr.Y
51
52
LAMPIRAN 1
HASIL PEMERIKSAAN RADIOLOGI
(LANJUTAN)
HASIL PEMERIKSAAN RADIOLOGI
No. Foto
Nama Pasien
Alamat
Asal Pasien
: 13-xxx
: Tn J
:
:
Tanggal Pemeriksaan: 03/04/2013
Usia/Jenis Kelamin : 68 Thn / Lk
DokterPengirim
: dr X
Jenis Pemeriksaan :Thorax PA
Klinis : OAT
-
Cor tidak membesar
Sinuses dan diafragma normal
Pulmo : Hili kabur
Corakan bronkovaskuler bertambah
Masih tampak infiltrat dikedua paru dengan kavitas (+)
Kesan :
- Dibandingkan dengan foto sebelumnya,TB paru aktif belum jelas
perbaikan
-Tidak tampak kardiomegali
Salam sejawat
dr.Y
LAMPIRAN 2
HASIL PENELITIAN
(LANJUTAN)
A. Gambaran Karakteristik Responden
1. Usia Responden
Frequencies
Statistics
Usia
N
Valid
82
Missing
0
Kelompok Usia Responden
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
15-35
16
19.5
19.5
19.5
36-55
53
64.6
64.6
84.1
>56
13
15.9
15.9
100.0
Total
82
100.0
100.0
2.Jenis Kelamin Responden
Statistics
N
Valid
82
Missing
0
Jenis Kelamin Responden
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
perempuan
28
34.1
34.1
34.1
laki-laki
54
65.9
65.9
100.0
Total
82
100.0
100.0
LAMPIRAN 2
HASIL PENELITIAN
(LANJUTAN)
A. Gambaran Variabel Penelitian
1. Manifestasi Klinis
Statistics
Manifestasi Klinis
N
Valid
Missing
82
0
Manifestasi Klinis
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
batuk berdahak akut
24
29.3
29.3
29.3
batuk berdahak kronik
36
43.9
43.9
73.2
sesak akut
6
7.3
7.3
80.5
sesak kronik
7
8.5
8.5
89.0
hemoptisis tidak massif
7
8.5
8.5
97.6
hemoptisis massif
2
2.4
2.4
100.0
82
100.0
100.0
Total
LAMPIRAN 2
HASIL PENELITIAN
(LANJUTAN)
2. Hasil Pemeriksaan Foto Toraks Berdasarkan Gambaran Radiologi
Statistics
Gambaran Radiologi
N
Valid
82
Missing
0
Gambaran Radiologi
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
bayangan awan dan bercak
59
72.0
72.0
72.0
Kavitas
12
14.6
14.6
86.6
Fibrotic
11
13.4
13.4
100.0
Total
82
100.0
100.0
2. Hasil Pemeriksaan Foto Toraks Berdasarkan Klasifikasi ATA
Statistics
ATA
N
Valid
Missing
82
0
ATA
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Percent
Valid Percent
Percent
minimal
16
19.5
19.5
19.5
sedang
54
65.9
65.9
85.4
lanjut
12
14.6
14.6
100.0
Total
82
100.0
100.0
LAMPIRAN 2
HASIL PENELITIAN
(LANJUTAN)
Hubungan Manifestasi Klinis dan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks dalam Mendiagnosis TB
1. Hubungan Batuk Berdahak dan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks Berdasarkan Gambaran Radiologi
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Missing
Percent
Manifestasi Klinis *
60
gambaran radiologi
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent
60
100.0%
Manifestasi Klinis * gambaran radiologi Crosstabulation
Gambaran radiologi
bayangan awan
dan bercak
Manifesta batuk berdahak akut
si Klinis
Count
Expected Count
batuk berdahak kronik
Total
1
24
18.8
2.8
2.4
24.0
24
7
5
36
28.2
4.2
3.6
36.0
47
7
6
60
47.0
7.0
6.0
60.0
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
Pearson Chi-Square
7.592
a
2
.022
Likelihood Ratio
10.220
2
.006
5.143
1
.023
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
60
a. 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 2.40.
Total
0
Count
Expected Count
fibrotik
23
Count
Expected Count
kavitas
LAMPIRAN 2
HASIL PENELITIAN
(LANJUTAN)
Hasil Pengolahan Data Setelah Menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov
Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Frequencies
Manifestasi Klinis
Gambaran
radiologi
N
batuk berdahak akut
24
batuk berdahak kronik
36
Total
60
a
Test Statistics
Gambaran
radiologi
Most Extreme Differences
Absolute
.361
Positive
.000
Negative
-.361
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Grouping Variable: Manifestasi Klinis
1.370
.047
LAMPIRAN 2
HASIL PENELITIAN
(LANJUTAN)
2. Hubungan Batuk Berdahak dan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks Berdasarkan Klasifikasi ATA
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Manifestasi
Klinis * ATA
Missing
Percent
60
N
100.0%
Total
Percent
0
N
.0%
Percent
60
100.0%
Manifestasi Klinis* ATA Crosstabulation
ATA
minimal
Manifesta batuk berdahak akut
si Klinis
batuk berdahak kronik
Total
sedang
16
8
0
24
Expected Count
6.4
14.8
2.8
24.0
0
29
7
36
Expected Count
9.6
22.2
4.2
36.0
Count
16
37
7
60
16.0
37.0
7.0
60.0
Count
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
2
.000
Likelihood Ratio
42.128
2
.000
Linear-by-Linear Association
29.099
1
.000
N of Valid Cases
33.874
60
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 2.80.
Total
Count
Expected Count
Pearson Chi-Square
lanjut
LAMPIRAN 2
HASIL PENELITIAN
(LANJUTAN)
Hasil Pengolahan Data Setelah Menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov
Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Frequencies
Manifestasi Klinis
ATA
N
batuk berdahak akut
24
batuk berdahak kronik
36
Total
60
a
Test Statistics
ATA
Most Extreme Differences
Absolute
.597
Positive
.000
Negative
-.597
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Grouping Variable: Manifestasi Klinis
2.266
.000
LAMPIRAN 2
HASIL PENELITIAN
(LANJUTAN)
3. Hubungan Sesak Napas dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
Berdasarkan Gambaran Radiologi
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Manifestasi Klinis *
Missing
Percent
13
gambaran radiologi
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent
13
100.0%
Manifestasi Klinis *gambaran radiologi Crosstabulation
Gambaran radiologi
bayangan awan
dan bercak
Manifesta sesak akut
si Klinis
Count
Expected Count
sesak kronik
Count
Expected Count
Total
Count
Expected Count
kavitas
0
0
6
4.2
.9
.9
6.0
3
2
2
7
4.8
1.1
1.1
7.0
9
2
2
13
9.0
2.0
2.0
13.0
Asymp. Sig. (2df
sided)
a
2
.084
Likelihood Ratio
6.488
2
.039
Linear-by-Linear Association
3.939
1
.047
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
4.952
13
a. 6 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is .92.
Total
6
Chi-Square Tests
Value
fibrotik
LAMPIRAN 2
HASIL PENELITIAN
(LANJUTAN)
Hasil Pengolahan Data Setelah Menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov
Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Frequencies
Manifestasi Klinis
Gambaran
radiologi
N
sesak akut
6
sesak kronik
7
Total
13
Test Statisticsa
Gambaran radiologi
Most Extreme Differences
Absolute
.429
Positive
.000
Negative
-.429
Kolmogorov-Smirnov Z
.770
Asymp. Sig. (2-tailed)
.593
a.
Grouping Variable: Manifestasi Klinis
LAMPIRAN 2
HASIL PENELITIAN
(LANJUTAN)
4. Hubungan Sesak Napas dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks Berdasarkan Klasifikasi ATA
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Manifestasi klinis
Percent
13
* ATA
Missing
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent
13
100.0%
Manifestasi Klinis * ATA Crosstabulation
ATA
sedang
Manifesta sesak akut
si Klinis
Count
Total
Total
6
0
6
5.1
.9
6.0
5
2
7
Expected Count
5.9
1.1
7.0
Count
11
2
13
11.0
2.0
13.0
Expected Count
sesak kronik
lanjut
Count
Expected Count
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.155
.426
1
.514
2.787
1
.095
2.026
b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear Association
b
N of Valid Cases
.462
1.870
1
.171
13
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .92.
.269
LAMPIRAN 2
HASIL PENELITIAN
(LANJUTAN)
Hasil Pengolahan Data Setelah Menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov
Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Frequencies
Manifestasi Klinis
ATA
N
sesak akut
6
sesak kronik
7
Total
13
Crosstabs
a
Test Statistics
ATA
Most Extreme Differences
Absolute
.143
Positive
.000
Negative
-.143
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a.
Grouping Variable: Manifestasi Klinis
.257
1.000
LAMPIRAN 2
HASIL PENELITIAN
(LANJUTAN)
5. Hubungan Batuk Darah dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
Berdasarkan Gambaran Radiologi
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Missing
Percent
Manifestasi Klinis *
9
gambaran radiologi
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent
9
100.0%
Manifestasi Klinis * gambaran radiologi Crosstabulation
Gambaran radiologi
bayangan awan
dan bercak
Manifesta hemoptisis tidak masif
si Klinis
Count
Total
2
7
2.3
2.3
2.3
7.0
Count
0
1
1
2
Expected Count
.7
.7
.7
2.0
Count
3
3
3
9
3.0
3.0
3.0
9.0
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2Value
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
df
sided)
a
2
.526
1.897
2
.387
.857
1
.355
1.286
9
a. 6 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is .67.
Total
2
Expected Count
Pearson Chi-Square
fibrotik
3
Expected Count
hemoptisis masif
kavitas
LAMPIRAN 2
HASIL PENELITIAN
(LANJUTAN)
Pengolahan Data Setelah Menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov
Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Frequencies
Manifestasi Klinis
Gambaran
radiologi
N
hemoptisis tidak masif
7
hemoptisis masif
2
Total
9
a
Test Statistics
Gambaran radiologi
Most Extreme Differences
Absolute
.857
Positive
.857
Negative
.000
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Grouping Variable: Manifestasi Klinis
1.069
.203
LAMPIRAN 2
HASIL PENELITIAN
(LANJUTAN)
6. Hubungan Batuk Darah dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks Berdasarkan Klasifikasi ATA
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Manifestasi
Percent
9
Klinis * ATA
Missing
N
100.0%
Total
Percent
0
N
.0%
Percent
9
100.0%
lanjut
Total
Manifestasi Klinis * ATA Crosstabulation
ATA
sedang
Manifesta hemoptisis tidak masif
si Klinis
Count
Expected Count
hemoptisis masif
3
7
4.7
2.3
7.0
2
0
2
1.3
.7
2.0
6
3
9
6.0
3.0
9.0
Count
Expected Count
Total
4
Count
Expected Count
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.257
.080
1
.777
1.897
1
.168
1.286
b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear Association
b
N of Valid Cases
.500
1.143
1
.285
9
a. 4 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .67.
.417
LAMPIRAN 2
HASIL PENELITIAN
(LANJUTAN)
Hasil Pengolahan Data Setelah Menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov
Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Frequencies
Manifestasi Klinis
ATA
N
hemoptisis tidak masif
7
hemoptisis masif
2
Total
9
a
Test Statistics
ATA
Most Extreme Differences
Absolute
.571
Positive
.000
Negative
-.571
Kolmogorov-Smirnov Z
.713
Asymp. Sig. (2-tailed)
.690
a. Grouping Variable: Manifestasi Klinis
LAMPIRAN
(Riwayat Penulis)
Nama
:
Karmila Karim
Jenis kelamin
:
Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir :
Luwu Timur, 05 September 1991
Alamat
:
Jl. Dr Ratulangi , Desa Lampenai RT /RW 002/004,
Kec. Wotu Kab. Luwu Timur
Agama
:
Islam
Email
:
[email protected]
No Telepon
:
085242080509
Riwayat pendidikan
:
1998-2004
:
SDN 122 Dauloloe
2004-2007
:
SMP N 2 Wotu
2007-2010
:
SMA N 1 Malili
2010-Sekarang
:
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Download