PEDOMAN SURVEI POPULASI IKAN NAPOLEON - KKJI

advertisement
PEDOMAN SURVEI POPULASI
IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus Rüppell 1835)
Penanggung Jawab :
Dr. Ir. Toni Ruchimat, M. Sc
Editor :
Isa Nagib Edrus dan Syamsul Bahri Lubis
Penulis :
Isa Nagib Edrus, BPPL, Balitbang KP
Sasanti R. Suharti, P2O LIPI
Dirhamsyah, P2O LIPI
Sarmintohadi Subdit, KJI, Dit. KKJI
Aris Wibowo Subdit, KJI, Dit. KKJI
ISBN :
Diterbitkan Oleh :
Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan
Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Tahun 2012
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan karunia hingga tersusunnya Pedoman
Umum Survei Populasi Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus Rüppell 1835).
Sebagaimana diketahui, ikan Napoleon telah mendapat perhatian, baik di dalam negeri maupun di dunia
Internasional, dimana ikan ini sudah masuk pada daftar merah IUCN dengan status Appendix 2 dalam perdagangan
global. Untuk regulasi ke dalam, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan telah pula
membenahi dan menetapkan regulasi untuk pengelolaan ikan-ikan rawan punah. Dalam hal ini tidak sedikit data
yang dibutuhkan untuk menetapkan regulasi pengalolaan yang lestari atas ikan-ikan rawan punah.
Sehubungan dengan itu, sangat dirasakan bahwa kebutuhan informasi meningkat berkaitan dengan database
ikan-ikan rawan punah. Sementara kesiapan sumberdaya manusia dirasakan belum sebanding dengan jenis data
yang akan dihimpun, luas wilayah yang akan dipantau, dan jumlah data seri waktu yang akan dikumpulkan. Hal ini
menuntut segenap pemangku kepentingan, baik di pusat maupun di daerah, untuk berperan proaktif dalam
pengumpulan database ikan rawan punah.
Penyusunan buku pedoman umum ini dipandang sebagai hal yang strategis untuk menyeragamkan hasil
survei dan meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia, baik itu peneliti, teknisi, maupun tenaga-tenaga nonspecialist yang akan berperan dalam pendataan di tingkat nasional dan regional.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan
buku ini. Kami juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan buku ini. Dengan optimis,
penyusun dan segenap komponen yang terlibat dalam penerbitan pedoman umum ini, mengharapakan semoga
pedoman umum survei ikan Napoleon ini dapat diterima dan disambut baik oleh masyarakat.
Jakarta,
2012
Direktur Jenderal
Kelautan, Pesisir, dan Pulau – Pulau Kecil
Dr. Sudirman Saad
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
BAB VI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
3. Ruang Lingkup
ASPEK BIOLOGI NAPOLEON
1. Klasifikasi
2. Ciri-ciri Morfologi
3. Habitat Utama
4. Distribusi
5. Tingkah Laku
6. Makanan
7. Reproduksi
8. Populasi
PEDOMAN IDENTIFIKASI
1. Langkah-langkah Penegenalan Jenis
2. Langkah Identifikasi Lokasi
3. Tehnik Identifikasi Ukuran Ikan
PELAKSANAAN SURVEI DAN METODE
1. Persiapan
2. Pendekatan Teknis
3. Pemanfaatan GPS dalam Sensus Visual
4. Pelaksanaan Kegiatan Sensus
5. Analisis Data
PELAPORAN
1. Pembuatan Laporan
2. Format Laporan
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Halaman
2
3
4
4
5
5
6
6
7
7
7
8
9
9
10
10
12
14
14
17
19
20
20
21
22
23
25
33
33
33
34
35
36
3
DAFTAR TABEL
Nomor
1
2
3
4
Nomor
Halaman
19
23
25
32
Hasil Penekasiran Ukuran Pada Metode Stick
Contoh Tabulasi hasil pencatatan data pada papan sabak
Lembar data hasil sensus populasi ikan Napoleon
Kriteria kondisi terumbu karang
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Perbedaan morfologi antara ikan napoleon fase juvenil dan dewasa a) juvenil memiliki 15
1
belang-belang; (b-c) remaja yang memiliki gurat di bawah mata, dan sisik serta ekor yang
spesifik; (d) dewasa mempunyai jenong
2
Cheilinus trilobatus, spesies yang mirip ikan napoleon (Cheilinus undulatus), sama-sama 15
berasal dari marga Cheilinus, tetapi memiliki perbedaan sekitar pangkal ekor, ujung ekor,
dan gurat sekitar mata
3
Cheilunus chlorourus, spesies ikan yang mirip ikan napoleon (Cheilinus undulatus), 16
sama-sama berasal dari marga Cheilinus, tetapi berbeda dalam corak sisik, bentuk dan
corak warna ekor
4
5
Pteragogus guttatus - foto atas, spesies ikan mirip juvenil ikan Napoleon (Cheilinus 16
undulatus)- foto bawah, sama-sama berasal dari suku yang sama tetapi berbeda marga.
Bentuk ekor, garis ekor, lurik sisik, dan lurik sekitar mata yang membedakan di antara
kedua jenis tersebut.
Bolbometopon muricatum, spesies ikan mirip ikan Napoleon fase tua (Cheilinus 17
undulatus), keduanya berasal dari suku yang berbeda. Corak dan bentuk lekukan pada
muka dan bentuk ekor yang membedakan ikan ini dengan Napoleon
(GPS-FK), terdiri atas GPS, housing, pelampung, dan
tongkat 20
6
GPS-Floating Kit
keseimbangan
7
Kegiatan sensus dengan teknik Underwater Visual Census
8
Kegiatan sensus dengan teknik Snorkeling Visual Census
9
Lintasan sensus mengikuti kontur bentuk terumbu karang
10
Contoh menentukan lokasi lintas sensus pada suatu pulau kecil, di mana sensus visual 31
dapat dikerjakan oleh 3 pasangan/group dengan waktu sensus diperkirkan 3 - 4 jam per
lintasan
11
Visi yang terlihat ketika suatu objek tertentu (karang) menutupi suatu bidang datar. 32
Tutupkan objek tersebut dapat ditaksir sesuai yang terlihat dalam frime lingkaran
dengan kategori persentasenya masing-masing. Cara seperti ini digunakan dalam
menaksir tutupan karang di tempat alamiahnya.
27
28
30
4
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan manusia dan tekanan terhadap lingkungan mengakibatkan
menurunnya jumlah beberapa biota perairan, sehingga timbul kelangkaan biota perairan seperti penyu, paus,
dugong, napoleon dan biota lainnya. Dalam rangka penyelamatan sumberdaya alam laut dari ancaman kepunahan
akibat penangkapan lebih di alam (overfishing) diperlukan upaya konservasi. Tujuan utama kegiatan konservasi
adalah perlindungan terhadap spesies yang terancam punah dan keberlanjutan pemanfaatan beberapa spesies yang
mempunyai nilai ekonomi, disamping tujuan lain yang tidak kalah pentingnya seperti memelihara kualitas lingkungan
atau ekosistem yang tetap baik dan lestari.
Ikan napoleon (Cheilinus undulatus) merupakan ikan karang berukuran besar anggota dari familia Labridae,
dengan ukuran bisa mencapai 2 m dan berat 190 kg. Ikan ini mempunyai pola reproduksi hermaprodite protogini
dengan sebaran di wilayah perairan india-pasifik (Sadovy et al., 2003). Ikan napoelon merupakan salah satu potensi
sumber daya ikan yang bernilai ekonomis tinggi di Indonesia, perdagangan internasional ikan napoleon sudah
dilakukan sejak lama dan merupakan salah satu sumber pendapatan yang begitu menggiurkan bagi masyarakat
nelayan ikan karang di Indonesia. tingginya harga ikan napoleon di pasar internasional telah menyebabkan tingginya
tekanan eksploitasi terhadap spesies tersebut, bahkan banyak pihak-pihak yang kurang bertanggung jawab
menggunakan cara-cara yang bersifat merusak, seperti penggunaan racun sianida untuk menangkap ikan napoleon.
Tingginya tingkat eksploitasi ikan napoleon ini telah menyebabkan jumlah populasi di beberapa wilayah perairan
mengindikasikan adanya penurunan populasi secara drastis, disamping itu penggunaan racun sianida tersebut juga
berdampak pada kerusakan ekosistem terumbu karang dan menyebabkan menurunnya produktivitas sebagian
perairan karang di Indonesia. Penurunan kualitas terumbu karang ini tidak hanya mengancam kelestarian ikan
napoleon, tetapi juga menyebabkan penurunan jumlah ikan karang ekonomis penting lainnya, yang juga merupakan
sumber pendapatan masyarakat nelayan di perairan karang.
Menurut Sadovy et. al (2007) akibat dampak
penangkapan berlebih untuk perdagangan ikan karang hidup, ikan napoleon rentan (vulnerable) mengalami
kepunahan. Penangkapan ikan napoleon umumnya menggunakan racun sianida dan merusak ekosistem terumbu
karang. Penurunan drastis diberbagai tempat menyebabkan ikan napoleon dimasukkan ke dalam daftar CITES
appendix II pada tahun 2004.
Walaupun ikan napoleon sudah lama dieksploitasi, data dan informasi yang tersedia terkait data potensi
populasi ikan tersebut belum diketahui secara pasti, hal ini disebabkan karena luasnya wilayah perairan laut yang
harus disurvei populasinya dan terbatasnya jumlah tenaga peneliti yang tersedia. Untuk mengantisipasi hal tersebut
diperlukan langkah-langkah kongkrit sehingga data dan informasi tentang potensi napoleon dapat tersedia sebagai
dasar dalam penyusunan kebijakan dan pemanfaatan berkelanjutan ikan napoleon di Indonesia.
5
1.2. Tujuan
Pedoman identifikasi dan survey populasi ikan napoleon ini disusun dengan tujuan dapat menjadi acuan bagi
berbagai pihak terkait untuk melakukan identifikasi dan survei populasi ikan napoleon (Cheilinus undulatus),
sehingga
tidak terjadi kesalahan dalam mengidentifikasi ikan napoleon di lapangan dan adanya keseragaman
metode pelaksanaan survei.
1.3. Ruang Lingkup
Pedoman identifikasi dan survei populasi ikan napoleon ini tidak hanya memuat tentang metode survei populasi
tetapi juga hal-hal yang terkait dengan mata rantai kehidupan serta sifat-sifat dasar ikan Napoleon. Pengenalan
tentang aspek-aspek biologi dan morfologi ikan napoleon ini merupakan hal penting dalam pelaksanaan survei
populasi, karena memberikan wawasan yang bermanfaat bagi pelaku-pelaku survei atau observers.
Banyak kemiripan morfologi ikan Napoleon dengan jenis-jenis genus Cheilinus lainnya serta jenis lain dari suku
yang berbeda, sehingga peluang terjadinya kesalahan dalam mengidentifikasi cukup tinggi. Oleh karena itu,
sebelum masuk pada hal-hal teknis survei, pembaca akan diberikan pedoman identifikasi umum untuk mengenal
lebih dekat bentuk dan ciri-ciri tubuh Napoleon dan lokasi-lokasi keberadaan ikan ini.
Pedoman ini juga dilengkapi dengan kotak informatif (Box) yang di luar dari materi survei populasi. Kotak
tersebut untuk melengkapi kebutuhan informasi lainnya yang terkait dengan survei populasi, seperti kiat atau cara
menaksir panjang ikan atau tutupan karang batu. Selain itu, pedoman ini juga dilengkapi dengan CD dokumenter
ikan Napoleon.
Secara umum pedoman ini akan memuat 6 bab, diantaranya adalah Bab 1 yang berisi tentang latar belakang,
tujuan penyusunan pedum dan ruang lingkup buku pedoman; Bab 2 berisi tentang hal-hal yang terkait dengan
aspek biologi ikan napoleon yang diantaranya adalah klasifikasi, ciri-ciri morfologi, habitat utama, distribusi, tingkah
laku, makanan, reproduksi dan populasi; Bab 3 berisi tentang pedoman identifikasi ikan napoleon, yang meliputi
langkah-langkah pengenalan jenis, identifikasi lokasi dan teknik identifikasi ukuran ikan; Bab 4 berisi tentang
pelaksanaan survei dan metode yang meliputi persiapan survei, pendekatan teknis, pemanfaatan GPS dalam
sensus visual dan pelaksanaan kegiatan survei; Bab 5 berisi tentang pelaporan seperti pembuatan laporan dan
format laporan; dan Bab 6 yang berisi penutup.
6
BAB 2. ASPEK BIOLOGI NAPOLEON
2.1.
Klasifikasi
Ikan napoleon (Cheilinus undulatus) adalah salah satu jenis ikan yang mempunyai bentuk unik dan hidup di
perairan tropis dibanyak negara menyebabkan ikan ini memiliki nama yang berbeda antar satu negara atau daerah.
Jenis Cheilinus undulatus ini pertama kali didiskripsikan oleh Ruppell, pada tahun 1835. Dibanyak negara ikan ini
diberi nama Napoleon Wrasse. Kepalanya yang besar menonjol kedepan menginspirasi nelayan-nelayan di New
Caledonia untuk memberikan nama Napoleon. Seorang Panglima Besar dari Perancis yang juga memiliki kepala
(jidat) yang cukup besar menonjol ke depan (Fourmanoir & Laboute, 1976, dalam Sadovy et al. 2003). Sebagian
negara juga sering menyebut ikan ini dengan Humphead Wrasse. Dengan tubuh yang besarnya dapat mencapai 200
kg dan panjang kira-kira 1,5 meter. Ikan ini juga sering disebut dengan nama Giant Wrasse atau Maori Wrasse.
Masyarakat Philipina menamai ikan ini dengan nama Mameng, sedangkan di China menamainya dengan nama So
Mei.
Di Indonesia, ikan Napoleon juga memiliki banyak nama lokal yang berbeda antara satu daerah dan lainnya.
Masyarakat di Kepulauan Natuna dan sekitarnya menamai ikan ini ikan Mengkait. Di perairan Kepulauan Seribu
Jakarta dan Sulawesi ikan ini dinamai ikan Maming (seperti di Philipina). Di wilayah Bangka dan Belitung ikan ini
diberi nama ikan Siomay (Seperti di China). Di Kepulauan Derawan ikan ini dikenal dengan nama local Bele-bele. Di
Kep Karimun Jawa ikan ini dinamai ikan Lemak, sedangkan di Nunukan dan Tawau ikan ini dinamai ikan Licin.
Secara sistematik ikan napoleon (Cheilinus undulatus) ditempatkan pada suku Labridae dengan susunan
klasifikasinya menurut Nelson (2006) sebagai berikut :
Filum : Chordata
Kelas : Osteichthyes
Ordo : Perciformes
Famili : Labridae
Genus : Cheilinus
Species : Cheilinus undulatus Ruppell, 1835
2.2.
Ciri-Ciri Morfologi
Ikan napoleon merupakan salah satu jenis ikan karang yang memiliki banyak keunikan, tidak hanya mengalami
perubahan jenis kelamin saat usia dewasa, tetapi juga memiliki ciri-ciri morfologi yang berbeda antara fase juvenil
dan saaat dewasa, serta warna pun juga mengalami perubahan seiring dengan bertambahnya umur ikan napoleon
(Gambar 1).
Selain perbedaan ciri-ciri antara fase-fase kehidupan ikan napoleon tersebut, di daerah terumbu
karang yang merupakan habitat ikan napoleon juga hidup berbagai jenis ikan lainnya yang mempunyai kemiripan
dengan ciri-ciri ikan napoleon. Pengetahuan tentang ciri-ciri tiap fase kehidupan ikan napoleon dan kemiripannya
7
dengan jenis-jenis ikan karang lainnya ini mutlak diperlukan bagi seorang peneliti sebelum melakukan survey potensi
ikan napoleon.
Ikan napoleon dewasa dapat dikenali dengan bibirnya yang tebal dan tonjolan yang berada di depan kepalanya
tepat di atas matanya yang membesar seiring dengan bertambahnya usia ikan tersebut. Ikan ini juga memiliki
sepasang gigi yang tajam yang keluar dari mulutnya. Ikan napoleon anakan yang kecil (small juveniles) berwarna
terang dengan garis-garis berwarna gelap yang melintang sampai dibawah matanya. Anakan yang agak besar (large
juveniles) memiliki warna hijau terang. Ikan Napoleon dewasa memiliki warna kehijau-hijauan (hijau botol).
Sedangkan ikan yang sudah berusia tua dan besar umumnya memiliki wama biru kehijau-hijauan. Perubahan
bentuk tubuh dan warna sepanjang perjalanan hidupnya menyebabkan sulit untuk mendeteksi kapan perubahan
jenis kelamin dari spesies ini terjadi.
2.3.
Habitat Utama
Ikan napoleon memiliki dua habitat yang berbeda sesuai dengan fase usia ikan ini. Perbedaan tersebut lebih
kepada masalah dangkal atau dalamnya perairan tempat tinggal atau habitat ikan tersebut. Sepanjang hidup ikan
Napoleon mulai dari penetasan, juvenile hingga dewasa, selalu berasosiasi dengan terumbu karang atau di habitathabitat yang berdekatan terumbu karang, seperti padang lamun (seagrass beds) dan mangrove.
Ikan napoleon yang berusia muda (juvenile) hidup pada kedalaman ± 2-3 meter. Benih-benih ikan tersebut
hidup di paparan terumbu yang dipenuhi oleh karang keras (hardcoral) dan karang lunak (soft coral) serta tumbuhan
laut lainnya seperti algae(macroalgae) dan lamun (seagrass). Benih-benih ikan tersebut berasosiasi dengan karang
bercabang (branching coral) dari marga Acropora yang dijadikan habitat pada bagian bawah atau pangkal cabang
yang di tumbuhi macroalgae. Macroalgae yang disukai oleh benih ikan Napoleon adalah dari genus Turbinaria.
Berbeda dengan anakan, induk atau ikan Napoleon dewasa umumnya hidup pada tempat-tempat yang dalam,
mereka menyukai hidup di tepi lereng terumbu yang curam (outer reef slopes) atau di tebing-tebing karang (reefs
drop-offs), dengan kedalaman sampar lebih dari 100 meter.
Ikan Napoleon juga menyukai hidup di perairan yang berarus kuat dan sedikit bergelombang dengan habitat
yang memiliki batu vulkanik yang ditumbuhi biota karang. Susunan batu-batu vulkanik tersebut membentuk ronggarongga yang menyerupai goa-goa kecil di bawah laut. Goa-goa batu tersebut merupakan tempat ikan Napoleon
dewasa bersembunyi jika dalam keadaan terancam. Species ini sering dijumpai dalam keadaan sendiri, kadang
berpasangan atau dalam satu kelompok yang berjumlah dari dua sampai tujuh ekor. Biasanya Ikan ini terlihat hidup
secara bergerombol di perairan karang bersama-sama dengan ikan ekor kuning, kakap, kerapu, lencam dan ikan
bibir tebal serta ikan hias lainnya.
Secara umum dapat disampaikan bahwa ikan Napoleon dapat hidup di perairan dengan kondisi karang yang
cukup baik, dengan tutupan karang hidup berkisar antara 50 sampai 70 % dan kecerahan (visibilitas) ±15 hingga 20
8
meter. Ikan Napoleon biasa hidup pada lereng-lereng terumbu, dimana rataan dibawahnya banyak dijumpai
gorgonian dari kelompok akar bahar (Rumpella sp.) dan cambuk laut (Juncella sp.).
2.4.
Distribusi
Ikan Napoleon tergolong kelompok ikan demersal dan dapat ditemukan pada lokasi terumbu karang di perairan
tropis dunia, terutama wilayah Indo-Pasifik, dari Bagian Barat Samudera Hindia dan Laut Merah sampai ke Selatan
Jepang, New Caledonia dan tengah Samudera Pasifik (Sadovy et al., 2003). Di Australia ikan ini ada di perairan
pantai yang berkarang dari Bagian Utara sampai ke Bagian Selatan Australia dan Great Barrier Reef (Pogonoski et
al., 2003). Ikan ini dilaporkan ada di perairan territorial dari 48 negara di dunia (Sadovy et al., 2003).
Dengan luas karang 12,5% dari luas karang dunia, wajar apabila ikan Napoleon ada dihampir sebagian besar
perairan di Indonesia. Indonesia diperkirakan memiliki karang seluas lebih dari 50,000 km2. Cesar (1996)
memperkirakan Indonesia memiliki karang seluas 75,000 km2, sedangkan Spalding et al. (2001) memperkirakan
seluas 51,020 km2. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI pada
akhir 90’an, dimana ikan Napoleon ditemukan di semua kawasan periaran Indonesia, seperti di perairan Indonesia
Bagian Barat, Tengah dan Timur. Di kawasan Bagian Barat, ikan Napoleon ditemukan di Kep Natuna, Pulau Pongok
Perairan Bangka dan Selat Nasik Kab Belitung, Pulau Nias, Kepulauan Mentawai, Kepulauan Seribu dan Kepulauan
Kangean (Sumadiharga et al., 2006). Di kawasan Tengah dan Timur Indonesia, ikan Napoleon juga ditemukan di
Kepulauan Selayar, Perairan Sinjai, Kepulauan Banggai, Kepulauan Wakatobi (Sumadiharga et al., 2006) dan
Kepulauan Lucipara, Maluku (Suharsono et al., 1995). Populasi Napoleon di lokasi-lokasi tersebut perlu dimonitoring
ulang.
2.5.
Tingkah Laku
Terlepas dari ukuran besar atau kecil, secara alami ikan Napoleon adalah pemalu. Ikan Napoleon sangat hati-
hati atau curiga terhadap semua mahluk yang ada disekitarnya, terutama manusia. Kecuali pada musim pemijahan,
ikan ini lebih banyak menyendiri atau hidup dalam kelompok sosial yang kecil. Ikan Napoleon dapat diketemukan
pada siang hari di paparan terumbu karang. Pada malam hari umumnya ikan Napoleon beristirahat di goa-goa
karang dan dibawah bongkahan-bongkahan karang.
Wilayah jelajah (home range) ikan Napoleon yang berukuran besar diperkirakan 1 km2, sedangkan ikan-ikan
yang berukuran kecil sebagai anggota dari kelompoknya umumnya hanya memanfaatkan sebagian dari daerah
toritorial ikan Napoleon yang besar (Sadovy et al, 2003). Data yang dikumpulkan berdasarkan survey dan
monitoring ikan Napoleon di perairan Indonesia pada tahun 2009-2010 memastikan bahwa adalah benar ikan
Napoleon hidup dalam kelompok kecil di habitatnya, dimana lokasi ini masuk kedalam perairan yang belum tinggi
intensitas penangkapannya. Pada lokasi yang intensitas penangkapannya masih rendah, seperti di Kepulauan
Wakatobi,
ikan ini paling banyak ditemui , yakni 5 ekor/hektar. Sebaliknya pada perairan yang intensitas
9
penangkapannya tinggi, ikan Napoleon sudah jarang ditemukan dan paling banyak hanya 1 ekor per hektar dengan
ukuran sedang.
Ikan Napoleon bersifat diurnal. Ikan ini mencari makan pada siang hari, sedangkan pada malam hari akan
beristirahat di goa atau celah-celah batu sebagai tempat tinggalnya (Thaman, 1998; Lieske and Myers, 2001).
2.6.
Makanan
Ikan Napoleon menduduki posisi tertinggi dalam rantai makanan. Mereka adalah predator yang sangat
opportunis dengan makanan utarnanya adalah kerang-kerangan (moluska) dan beberapa jenis invertebrata lainnya
seperti kepiting (krustacea), bulu babi dan bintang laut (ekinodermata), belut laut (morays) dan ikan-ikan kecil lainnya
yang ada di dasar laut, seperti ikan Goby (Myers, 1991). Ikan ini juga adalah salah satu dari beberapa predator yang
memakan hewan laut yang beracun, seperti ikan buntel (boxfish, Ograciidoe) dan sea hare (Aplysia) (Randall et al.,
1978).
Sebagai hewan yang menempati posisi tertinggi dalam pola rantai makanan, ikan Napoleon memegang peranan
yang cukup penting dalam menjaga keseimbangan pada ekosistem karang. lkan Napoleon adalah salah satu
pemangsa bintang laut mahkota (Acanthaster planci), suatu jenis hewan laut yang suka memakan polyp karang dan
merusak karang.
2.7.
Reproduksi
Seperti layaknya ikan karang yang lainnya, ikan Napoleon juga terlahir dengan jenis kelamin jantan atau betina
namun ikan ini tergolong hewan yang unik dari sisi siklus hidupnya. Ikan Napoleon termasuk dalam binatang
hermaprodite protogynus, yang berarti mereka dapat berubah jenis kelamin dari betina ke jantan. Tahap ini terjadi
pada saat ikan Napoleon menjelang usia dewasa, usia dewasa atau kematangan seksual terjadi ketika ikan ini
berusia 5-6 tahun atau berukuran 35 - 50 cm (Choat et al., 2006).
Pada tahap permulaan ini ikan yang terlahir dengan jenis kelamin jantan, akan tetap menjadi jantan dan tidak
akan pernah menjadi jantan yang berkuasa. Sedangkan yang betina dewasa akan berubah menjadi jantan. Satu dari
betina-betina yang besar akan berubah menjadi jantan besar atau biasa disebut “Raja” (supermales). Jantan besar
tersebut memiliki tubuh yang besar melebihi ukuran pejantan-pejantan lainnya dan wama dan corak kulit yang
berbeda. Perbedaan warna tersebut untuk menarik perhatian dari betina-betina yang ada disekelilingnya. Perubahan
jenis kelamin menjadi pejantan diperkirakan terjadi pada usia ±9 tahun atau pada ukuran ±70 cm (Choat et al,
2006). Perubahan jenis kelamin dari betina ke jantan ini diperkirakan untuk mempertahankan jumlah jantan yang
ideal dalam populasi untuk rnembuahi betina-betina yang ada dalam populasi guna menjamin kelangsungan hidup
atau pola reproduksi jenis ini (Cohn, 2010). Namun, hingga saat ini bagaimana proses perubahan kelamin terjadi
masih belum dapat terjawab oleh ilmu pengetahuan.
10
Setelah proses perubahan jenis kelamin selesai dilalui, kemudian ikan Napoleon jantan memasuki tahap akhir
(terminal phase). Jantan Besar (supermales) bersama betina-betinanya (dalam jumlah yang terbatas) memasuki
tahap breeding (memproduksi keturunan). Seekor ikan jantan yang besar bersama betina-betinanya biasanya
mendiami wilayah territorial tertentu yang selalu dijaga dan dilindungi oleh jantan tersebut.
Ikan Napoleon ini dapat hidup sampai 25 tahun lebih. Ikan Napoleon betina memiliki tingkat harapan hidup lebih
tinggi dari yang Jantan. Ikan Napoleon betina dapat hidup hingga 32 tahun, sedang jantan sedikit lebih pendek yaitu
selama 30 tahun. Betina mulai mengalami matang gonad pada umur enam tahun (Choat et al., 2006). Seperti ikan
karang jenis lainnya, ikan Napoleon dewasa juga melakukan pemijahan (spawning) di perairan yang berkarang pada
waktu-waktu tertentu dan di lokasi-lokasi tertentu setiap tahunnya (Russel, 2001). Lokasi pemijahan umumnya
dilakukan di perairan yang bekarang pada saat terjadinya pasang surut air laut yang menyebabkan arus air laut
kencang (Colin, 2010).
Belum banyak penelitian berhasil mengungkapkan proses bertelurnya ikan Napoleon di alam. Namun, hasil
penelitian di New Caledonia menyatakan bahwa ikan Napoleon bertelur di laut terbuka dengan ukuran telurnya
berdiameter 0.65 mm (Sadovy et al., 2003).
Ikan napoleon termasuk golongan Ikan yang selalu memijah di laut lepas (pelagic spawner). Mereka memijah di
tempat yang berarus kuat untuk menggabungkan telur yang dikeluarkan oleh betina dengan sperma yang
dikeluarkan oleh pejantan. Telur dan sperma tersebut kemudian akan mengambang dan menyatu di kolom air.
Tempat mengambang dan menyatunya telur dan sperma dkenal dengan nama epipelagic zone yang biasanya
terletak di laut terbuka dan berada di bawah permukaan laut dengan kedalaman sekitar 5-7 m dibawah permukaan
laut. Telur-telur tersebut kemudian menetas menjadi larva dan larva akan terus mengambang sampai menyampai
ukuran tertentu. Setelah Ikan mencapai ukuran yang cukup besar, ikan-ikan Napoleon muda akan pergi ke wilayah
terumbu karang yang dangkal dan bergabung dengan hewan-hewan karang lainnya (Thresher. 1984 dalam Russel.
2001).
Memang sedikit sulit untuk menentukan kapan dan dimana ikan napoleon biasa memijah. Beberapa penelitian
mengenai sistem pernijahan ikan-ikan karang menyatakan bahwa jenis-jenis ikan karang tertentu, seperti beberapa
jenis dari ikan kerapu melakukan migrasi dari habitatnya ke tempat pemijahan sepanjang puluhan sampai ratusan
meter (Sadovy, 1996). Pada beberapa kasus, ikan-ikan karang berkumpul ke suatu tempat yang sangat jauh dari
tempat tinggalnya, yaitu hanya untuk melakukan pemijahan. Misalnya Kerapu Nassau (Nassau Grouper) melakukan
perjalanan lebih dari 100 km menuju lokasi pemijahannya (Colin, 1992) dan beberapa jenis ikan kerapu juga
melakukan kegiatan yang serupa (Sadovy, 1996).
Namun beberapa penelitian juga membuktikan bahwa pemijahan juga sangat dipengaruhl oleh beberapa aspek,
antara lain musim, bulan terang atau gelap (lunar phase), suhu air (Domeier & Colin, 1997), pola arus dan
geomorpologi dan topografi perairan yang ada di lokasi tertentu (Russel, 2001). Kondisi perairan (arus dan ombak) di
tiap lokasi berbeda satu sama lainnya dan ini sangat dipengaruhi oleh musim (seasonal monsoon) yang terjadi di
11
masing-masing wilayah. Kadang disatu tempat pada musim barat di wilayah tertentu akan terjadi ombak dan arus
yang kuat dan suhu air laut (panas atau dingin), sedang di wilayah lain malah terjadi kebalikannya laut tenang.
Kondisi laut disatu wilayah juga sangat ditentukan oleh gaya tarik bulan (bulan terang atau gelap). Oleh karena itu
dibutuhkan penelitian yang cermat untuk menentukan kapan dan dimana Ikan Napoleon akan memijah. Perairan
satu dengan perairan lainnya akan berbeda satu sama lainnya.
Kondisi pola arus yang terjadi di suatu wilayah juga sangat menentukan waktu dan lokasi memijah dari Ikan
Napoleon. Seperti telah diuraikan di atas bahwa ikan Napoleon akan memijah di lokasi yang berarus kuat untuk
membawa telur dan larva yang melayang ke dalam kolom air atau bergerak ke tengah laut untuk memberi
kesempatan kepada telur dan larva tersebut berkembang ke fase berikutnya (Thresher, 1984 dalam Russel, 2001).
Kondisi pola arus dari masing-masing perairan berbeda satu sama lainnya. Aspek lain yang mempengaruhi waktu
dan lokasi pemijahan dari Napoleon adalah kondisi geomorfologi dan topografi perairan. Kondisi geomorpologi dan
topografi masing-masing perairan berbeda satu sama lainnya, yang dibutuhkan oleh ikan Napoleon untuk memijah
adalah kondisi geomorpologi dan topografi yang ideal yang memungkinkan bagi sang pejantan memiliki teritorial
tertentu sekaligus juga memberikan kesempatan kepada sang bentina untuk mengeluarkan telurnya dan sebagai
tempat peristirahatan bagi betina tersebut dari gangguan pejantan-pejantan lainnya (Russel, 2001)
Namun demikian, untuk mengetahui terjadi pemijahan ikan di satu lokasi dapat juga diketahui dengan cara
memperhatikan berkumpulnya satu rombongan (group) dari satu atau beberapa jenis ikan tertentu di lokasi tertentu
dengan jumlah tiga kali lebih banyak dari pada waktu-waktu biasa (Domeier & Colin, 1997), harus diakui bahwa
hingga saat ini belum diketahui berapa kilometer jauhnya perjalanan ikan Napoleon dari "tempat tinggalnya” (home
range) ke lokasi pemijahannya (Sadovy et al., 2003).
2.8.
Populasi
Secara alami populasi dan densitas ikan Napoleon sangat rendah jika dibandingkan dengan jenls-jenis ikan
karang lainnya. Hal ini terjadi pada semua jenis perairan baik pada perairan yang menjadi operasi penangkapan
maupun di perairan-perairan yang masih alami, bahkan pada daerah konservasi jumlah populasi dan kepadatan ikan
Napoleon di alam sangatlah rendah (Gillet, 2010). Telah banyak penelitian tentang populasi dan densitas ikan
Napoleon secara komprehensif yang telah dilakukan di berbagai perairan-perairan tropis di dunia. Penelitian dengan
mempergunakan metode yang rinci dan distandarisasi, seperti yang dilakukan di New Caledonia dan Kepulauan
Tuamotu di French Polinesia, menyatakan bahwa kepadatan (density) ikan Napoleon hanya sebanyak 0-5 ekor per
10000 m2 pada daerah yang sudah diekplokasi, sementara dijumpai sebanyak ±20 ekor per 10000 m2 pada
perairan yang belum dieksploitasi (Gillet, 2010). Hasil yang hampir serupa didapat di perairan Australia (Choat
dalam Pogonosky et al., 2002), seperti yang dilaporkan oleh IUCN (2004) menyatakan bahwa kepadatan ikan
Napoleon dewasa di perairan karang Queensland (Australia) diperkirakan berkisar antara 2,5-3,5 ekor/8.000 m2.
12
Seperti halnya pada negara-negara Indo-Pasifik lainnya, tingkat populasi dan kepadatan ikan Napoleon alami di
perairan Indonesia juga rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Suharsono et al. (1995) di Kepulauan Lucipara, yang
berlokasi di tengah Laut Banda (Maluku) dan masih terpelihara dengan baik, menyatakan bahwa dari 151 ekor ikan
karang yang mewakili 25 famili yang terkumpul hanya terdapat 27 ekor ikan Napoleon C. undulatus. Hal yang hampir
serupa juga terjadi di perairan Kepulauan Wakatobi, dimana ikan Napoleon hanya diketemukan kurang dari satu ekor
tiap 1 km2 dan berukuran kecil tidak seperti tahun sebelumnya yang masih mencapai hampir 1 ekor/1 km2 dan
berukuran besar.
Tingginya tingkat perburuan ikan Napoleon yang disebabkan oleh tingginya pemintaan pasar intemasional,
terutama Hong Kong, menyebabkan tingkat populasi Napoleon turun secara drastis. Populasi ikan Napoleon
Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan, dengan kata lain sudah langka (hampir punah). Penelitian terkini yang
dilakukan penulis pada tahun 2003-2010 di 9 Provinsi, yaitu di Kepulaua Riau, (Kepulauan Natuna), Sumatera Barat
(Kepulauan Mentawai), Bangka Belitung (Pulau Belitung), Jawa Tengah (Kepulauan Karimun Jawa), Sulawesi
Selatan (Pulau Sembilan - Sinjai), Sulawesi Tenggara (Kepulauan Wakatobi), Sulawesi Tengah (Kepulauan
Banggai), Kalimantan Timur (Kepulauan Derawan) dan Nusa Tenggara Timur (Pulau Komodo dan sekitarnya)
menyatakan bahwa populasi ikan Napoleon turun drastis.
13
BAB 3. PEDOMAN IDENTIFIKASI
3.1 Langkah-Langkah Pengenalan Jenis
Survei populasi ikan Napoleon di alam dengan tehnik sensus visual sebagai metode yang terpilih adalah lebih
bertumpu pada kemampuan pencacah atau observer pada pengenalan subjek (ikan) secara langsung pada
habitatnya. Ikan Napoleon sudah didiskripsikan dan diberi nama (Cheilinus undulatus Rüppell 1835). Ciri-cirinya
menyangkut bentuk tubuh, sirip, corak sisik dan warnanya jelas secara visual dan dapat dibedakan dengan jenis ikan
karang lain. Oleh karena itu, identifikasi jenis menurut tehnik yang lazim, seperti pemeriksaan tanda-tanda morfologi
spesifik ikan menurut “kunci identifikasi”, dapat dikesampingkan. Sebaliknya, mempersiapkan kemampuan
visualisasi pencacah untuk lebih mengenal ikan Napoleon di habitat aslinya adalah lebih penting.
Pengalaman menunjukkan bahwa kesulitan pada tingkat lapang saat sensus visual dalam mengenali jenis ikan
Napoleon adalah ketidak mampuan observer dalam membedakan jenis-jenis ikan karang secara visual. Seperti
diketahui bahwa di antara satu kelompok marga (Cheilinus) asal ikan Napoloen serupa satu sama lain dalam
stadium tertentu dan bahkan dapat serupa dengan jenis ikan dari suku yang lain, seperti kelompok ikan kakatua
(Scaridae). Untuk mengenali dan membedakan ikan napoleon dengan jenis ikan lain diperlukan pengalaman,
setidaknya pernah satu atau dua kali bertemu langsung ikan ini pada perairan yang merupakan habitatnya.
Pengalaman sepintas ketika menyelam juga sering kali mengecoh observer, terutama menyangka ikan kakatua
berpunduk adalah Napoleon karena bentuk kepala “jenong” yang mirip dengan Nopoleon, seperti ikan kakatua
Bolbometopon muricatum (lihat Gambar di bawah). Mempersiapkan diri observer sebelum terjun pada sensus visual
yang sebenarnya di laut adalah mutlak dilakukan. Langkah-langkah yang perlu diambil sebelum melakukan sensus
di lapangan adalah dapat menggunakan cara-cara di bawah ini:
•
Gunakan foto-foto ikan Napoleon untuk belajar mengenalinya lebih baik. Gambar-gambar di bawah ini
akan membantu mengenali dan membedakan variasinya dalam stadium yang berbeda, dan bahkan untuk
membedakannya dengan jenis lain. Jika perlu laminating foto tersebut untuk digunakan dalam praktek
sensus ikan ini sebelum sensus yang sebanarnya dilakukan.
•
Gunakan video film tentang Alamiah Napoleon di habitat aslinya. Hal ini perlu untuk melihat morfologi,
warna, gerakan dan kebiasaannya di alam. Bagaimanapun juga bahwa mengenal Napoleon melalui foto
belumlah cukup bagi obeserver untuk menjadi “familiar” terhadap Napoleon. Dengan demikian perlu melihat
langsung ketika Napoleon berenang di perairan karang. Sarana belajar yang paling mudah adalah film
dokumenter (Lihat CD yang tersedia pada Lampiran).
•
Gunakan bantuan nelayan penangkap Napoleon. Nelayan biasanya memiliki hasil tangkapan berupa
Napoleon hidup dalam keramba apung. Observer dapat berenang di sekitar keramba tersebut dengan
menggunakan masker untuk melihat jenis Napoleon secara langsung, dengan harapan bahwa observer
14
dapat mengenalinya lebih lanjut ketika sensus visual sebenarnya dilakukan. Jika sarana keramba tersebut
tidak ditemukan, bisa saja menggunakan jasa nelayan untuk melakukan snorkeling bersama dalam rangka
belajar identifikasi. Kegiatan seperti ini dapat dilakukan jauh sebelum kegiatan sensus sebenarnya di
lakukan.
Gambar 1.
Perbedaan morfologi antara ikan napoleon fase juvenil dan dewasa a) juvenil memiliki belang-belang;
(b-c) remaja yang memiliki gurat di bawah mata, dan sisik serta ekor yang spesifik; (d) dewasa
mempunyai jenong. Sumber : Sadovy et al., 2003
Cheilinus trilobatus, Jawa-Indonesia, Length : 40 cm; Depth : 10 m
Cheilinus trilobatus, Rowley Shoals, WA. Length : 25 cm; Depth : 8 m
Sumber : Sadhovy, et al., 2003
Perhatikan ciri-ciri sekitar pangkal & ujung ekor dan sekitar mata
Cheilinus trilobatus, Bali-Indonesia, Length : 25 cm; Depth : 10 m
Gambar 2. Cheilinus trilobatus, spesies yang mirip ikan napoleon (Cheilinus undulatus), sama-sama berasal dari
marga Cheilinus, tetapi memiliki perbedaan sekitar pangkal ekor, ujung ekor, dan gurat sekitar mata
15
Cheilinus chlorourus, jantan, Maldives, Length : 35 cm; Depth : 10 m
Cheilinus chlorourus, Sulawesi, Length : 15 cm; Depth : 6 m
Cheilinus chlorourus, Monte Bellos,WA; Length : 25 cm; Depth : 3 m
Cheilinus chlorourus, Jantan; Queenslsnd-Aus; L : 35 cm; Depth : 7 m
Sumber : Sadhovy et al., 2003
Gambar 3. Cheilunus chlorourus, spesies ikan yang mirip ikan napoleon (Cheilinus undulatus), sama-sama berasal
dari marga Cheilinus, tetapi berbeda dalam corak sisik, bentuk dan corak warna ekor
Peteragogus guttatus. Pulau Putri, Java. Depth 7 m. Length 9 cm.
Sumber : Kuiter & Tonozuka, 2001
Juvenil Napoleon
Juvenil Napoleon
Gambar 4. Pteragogus guttatus - foto atas, spesies ikan mirip juvenil ikan Napoleon (Cheilinus undulatus)- foto
bawah, sama-sama berasal dari suku yang sama tetapi berbeda marga. Bentuk ekor, garis ekor, lurik
sisik, dan lurik sekitar mata yang membedakan di antara kedua jenis tersebut.
16
Bolbometopon muricatum Suku Scaridae
Lokasi Menjangan, Bali. Kedalaman 10 mPanjang 1 M
Bolbometopon muricatum Suku Scaridae
Lokasi Menjangan, Bali. Kedalaman 15 m, Panjang 75
Gambar 5. Bolbometopon muricatum, spesies ikan mirip ikan Napoleon fase tua (Cheilinus undulatus), keduanya
berasal dari suku yang berbeda. Corak dan bentuk lekukan pada muka dan bentuk ekor yang
membedakan ikan ini dengan Napoleon
3.2.
Langkah-Langkah Identifikasi Lokasi
Pada dasarnya ikan Napoleon dapat dijumpai di hampir semua area terumbu karang perairan Indonesia tetapi
distribusinya tidak merata. Oleh karena itu, seorang observer tidak serta merta dapat melihat ikan Napoleon di
sembarang tempat di mana lokasi-lokasi penyelaman ditentukan. Seringkali, sensus visual pada transek garis 100
meter yang diletakkan pada titik-titik terpilih (study sites) tidak dijumpai satu ekorpun ikan ini, karena sifatnya
terbatas. Serigkali pula, seorang observer menjumpai ikan ini hanya setelah berenang (snorkling) berkilo-kilo meter
di sekeliling pulau yang menjadi tempat penelitian. Untuk menghindari kesia-siaan tenaga, waktu dan dana, maka
lokasi penyelaman untuk sensus visual ikan Napoleon perlu ditentukan baik-baik dengan memperhatikan acuanacuan tertentu.
Lokasi yang dimaksud adalah suatu wilayah perairan terumbu karang di suatu pulau, dimana ikan Napoleon
telah diasumsikan keberadaannya dan akan dihitung potensi sediaan ikan Napoleonnya persatuan luas. Untuk
maksud itu, lokasi yang telah ditentukan sebagai kandidat tempat penelitian sudah seharusnya memiliki data luasan
area terumbu karang. Data ini dapat diperoleh dengan pendekatan teknik indraja (remote sensing) yang memberikan
citra, yang dari padanya dapat dibentuk poligon area terumbu karang berserta prediksi luasannya. Data total luasan
area tersebut diperlukan ketika dilakukan konversi data, terutama konversi dari unit rente (kepadatan per meter atau
per km persegi) menjadi sediaan individual dalam skala global dari luas area terumbu karang di suatu pulau yang
ingin ditaksir potensinya.
Langkah-langkah yang perlu dilaksanakan untuk memilih dan menetapkan lokasi kandidat, di mana asumsi
keberadaan ikan Napoleon di suatu perairan menjadi suatu keharusan, antara lain adalah:
•
Gunakan teori sebagai dasar asumsi. Informasi tentang habitat (Box 1), seperti yang disajikan di muka,
dapat menjadi bahan dalam menetapkan lokasi-lokasi kandidat yang akan dinilai potensi sumberdaya
Napoleonnya.
17
•
Gunakan referensi atau jurnal penelitian. Hasil penelitian yang berkenaan dengan survei potensi ikan
Napoleon umumnya memuat peta lokasi yang di dalamnya ikan Napoleon dijumpai. Data dari referensi
seperti ini dapat dikumpulkan dan ditabulasi menjadi lokasi-lokasi tentatif survei Napoleon (Contoh
terlampir).
•
Gunakan informasi pengumpul atau pengusaha Napoleon. Pengumpul atau pengusaha perikanan
Napoleon seringkali memiliki catatan alamat keberadaan nelayan-nelayan binaannya atau mitra kerja.
Alamat-alamat tersebut dapat digunakan sebagai dasar dalam memilih lokasi survei Napoleon. Kontak
dengan pengumpul atau pengusaha dapat dilakukan melalui web/internet.
•
Gunakan informasi penyelam dan operator motor boat. Penyelam profesional atau teknisi kapal memiliki
pengalaman apa-apa saja yang sudah pernah mereka jumpai di wilayah penyelaman. Banyak dari mereka
telah mengenal dengan baik bentuk dan rupa dari ikan Napoleon. Informasi dari mereka akan sangat
bermanfaat dalam menentukan lokasi-lokasi survei Napoleon. Mereka dapat dihubungi melalui web/internet.
•
Gunakan informasi nelayan. Ketika mencapai suatu lokasi kandidat untuk survei Napoleon, tim perlu
menjumpai nelayan setempat untuk mengetahui tempat-tempat ikan Napoleon biasa dijumpai. Tunjukkan
peta lokasi kepada nelayan tersebut untuk ditandai titik-titik mana saja yang akan dijadikan sebagai lokasi
penyelaman atau lokasi snorkeling.
Box 1
HABITAT NAPOLEON
Ikan napoleon hidup di daerah terumbu karang di dalam goba, daerah lereng terumbu yang curam pada kedalaman 1-60 m. Aktif di siang hari, sering
terlihat menjelajah daerah karang. Pada malam hari, ikan ini beristirahat/tidur di gua/celah karang dan sangat tergantung pada ekosistem koral yang sehat. jika
ikan ini diburu atau diserang predator, ikan ini akan bersembunyi di daerah tersebut untuk menyelamatkan diri.
Larva ikan napoleon banyak dijumpai di daerah seagrass dari jenis Enhalus acoroides, di karang keras dari genus Acropora dan Porites dan di soft coral
dari jenis Sarcophyton sp. Juvenil yang berukuran 3-20 cm atau lebih dijumpai di daerah terumbu di dalam goba (mendiami daerah goba dengan karang yang
subur (inner reef), terutama dari karang bertanduk dan Acropora spp, daerah padang lamun (seagrass bed), perairan yang keruh di terumbu karang, perairan
dangkal berpasir dekat goba dan daerah mangrove yang berdekatan dengan terumbu karang. Ikan dewasa lebih umum dijumpai di daerah yang lebih dalam,
menyukai daerah lereng terumbu, daerah terumbu yang curam, rataan terumbu, daerah kanal yang curam di dalam terumbu, daerah goba sampai kedalaman
100 m. Ikan ini lebih menyukai hidup di daerah terumbu karang yang banyak terdapat makanan kesukaannya yaitu beberapa jenis sea urchin, molusca dan
crustacean.
Menurut Suharti (2009) Ikan juvenile dan dewasnya hidup berasosiasi dengan karang. Ikan napoleon pada umumnya hidup pada habitat karang yang
kondisinya masih baik, dan jarang ditemui pada ekosistem terumbu karang yang banyak mengalami kerusakan. Kerusakan terumbu karang ini ada yang
disebabkan oleh aktivitas manusia dan ada juga yang disebabkan oleh faktor alamiah. Kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas manusia diantaranya adalah
kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan racun sianida, pada kondisi karang seperti ini ikan napoleon jarang ditemukan.
Secara umum penyebaran ikan napoleon ini sangat luas, di seluruh ekosistem terumbu karang. Tersebar luas di daerah karang dan habitat pantai di
perairan hangat di Indo-Pasifik, dari bagian barat Samudra Hindia dan Laut Merah, selatan Jepang, Kaledonia Baru sampai ke Samudra Pasifik Tengah. Jenis
ini umum dijumpai pada kedalaman kurang dari 100 m. Ikan ini hidup soliter dan berpasangan atau sering dijumpai dalam kelompok kecil antara 3 sampai
dengan 7 ekor, ikan dewasa cenderung hidup menetap menempati suatu wilayah sekitar terumbu karang, dan biasa ditemukan di hamparan terumbu karang
yang subur karena merupakan gudang makanan bagi ikan ini.
18
3.3. Teknik Identifikasi Ukuran Ikan secara visual
Ukuran ikan Napoleon adalah data penting untuk mengkategorikan stadia ikan, apakah termasuk juvenil,
dewasa dan tua. Kiat untuk menentukan ukuran secara visual di dalam air disajikan dalam BOX 2.
BOX 2
KIAT MENAKSIR UKURAN IKAN SECARA VISUAL
Memperkirakan ukuran ikan yang kita lihat di dalam air sering mengalami bias yang cukup besar, karena media masker yang kita
gunakan ketika berenang memberikan efek seperti kaca pembesar. Oleh karena itu dibutuhkan latihan untuk membangun keterampilan
atau kebiasaan dalam menentukan panjang sesuatu benda di dalam air.
Kelebihan taksiran ukuran pada ikan akibat masker tersebut dapat mencapai 30 %. Jadi ketika di dalam air, apa yang dilihat
sepanjang 50 cm, ukuran sebenarnya hanya 35 cm. Oleh karena itu, pencacah perlu melakukan latihan menaksir panjang ikan dengan
metode “sticks”, yaitu mencoba untuk menaksir panjang tongkat yang beragam ukuran di bawah air. Percobaan ini dilakukan di kolam
renang dengan menggunakan masker dan snorkel. Tongkat beragam ukuran dengan tanda ukuran tertentu (berlebel) diikat/digantung
secara acak pada bentangan tali, kemudian pencacah mencoba manaksir dan mencatat panjang tongkat dari urutan pertama sampai
terakhir. Hasil pencatatan ukuran dianalisa lebih lanjut untuk melihat persentase akurasi atau kesalahan yang dilakukan pencacah. Ukuran
hasil taksiran sesuai urutan dibandingkan dengan ukuran sebenarnya (lebel). Sedapat mungkin gunakan prinsip statistik untuk
membandingkan keduanya, misalnya gunakan Uji Beda Nyata ANOVA. Jika keduanya tidak berbeda nyata menurut uji statistik, berarti
pencacah sudah mahir. Untuk itu, percobaan berulang-ulang perlu dilakukan sampai pencacah menjadi familiar dan berkurang kesalahan
taksirannya atas ukuran di bawah air. Lakukan perubahan letak tongkat berlebel tersebut dalam setiap kali percobaan.
Kelebihan taksiran ukuran pada ikan akibat masker tersebut dapat mencapai 30 %. Jadi ketika di dalam air, apa yang dilihat
sepanjang 50 cm, ukuran sebenarnya hanya 35 cm. Oleh karena itu, pencacah perlu melakukan latihan menaksir panjang ikan dengan
metode “sticks”, yaitu mencoba untuk menaksir panjang tongkat yang beragam ukuran di bawah air. Percobaan ini dilakukan di kolam
renang dengan menggunakan masker dan snorkel. Tongkat beragam ukuran dengan tanda ukuran tertentu (berlebel) diikat/digantung
secara acak pada bentangan tali, kemudian pencacah mencoba manaksir dan mencatat panjang tongkat dari urutan pertama sampai
terakhir. Hasil pencatatan ukuran dianalisa lebih lanjut untuk melihat persentase akurasi atau kesalahan yang dilakukan pencacah. Ukuran
hasil taksiran sesuai urutan dibandingkan dengan ukuran sebenarnya (lebel). Sedapat mungkin gunakan prinsip statistik untuk
membandingkan keduanya, misalnya gunakan Uji Beda Nyata ANOVA. Jika keduanya tidak berbeda nyata menurut uji statistik, berarti
pencacah sudah mahir. Untuk itu, percobaan berulang-ulang perlu dilakukan sampai pencacah menjadi familiar dan berkurang kesalahan
taksirannya atas ukuran di bawah air. Lakukan perubahan letak tongkat berlebel tersebut dalam setiap kali percobaan.
Tabel 1. Hasil Penekasiran Ukuran Pada Metode Stick
UKURAN
VARIABEL UKURAN
PENILAIAN INSTRUKTUR
SEBENARNYA
TAKSIRAN
ATAS TAKSIRAN
9
45
?
Benar / Salah
4
20
?
6
30
?
2
10
?
5
25
?
3
15
?
1
5
?
dst
x
?
LABEL
19
BAB 4. PELAKSANAAN SURVEI DAN METODE
4.1. Persiapan
Persiapan survei merupakan salah satu tahapan yang penting dan menentukan tingkat keberhasilan
pelaksanaan survei. Apabila survei dipersiapkan dengan baik maka pelaksanaan di lapangan akan lebih mudah
untuk dilakukan. Beberapa hal mendasar yang harus dilakukan dalam tahap persiapan diantaraya adalah :
4.1.1. Protokoler
Lengkapi perjalanan survei dengan surat pengantar sebagai pemberitahuan atau permohonan izin masuk di
suatu lokasi. Hal ini dapat membantu TIM Survey dalam melengkapi kebutuhan tertentu atau jasa-jasa yang
diperlukan selama di lokasi survei dan sangat membantu ketika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.
4.1.2. Peralatan Survei
Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan survei populasi ikan napoleon diantaranya adalah :
a. Peralatan selam dasar dan/atau peralatan SCUBA;
b. Kompresor (air refill)
c. Peralatan tulis tahan air (Papan sabak dari mika dan pensil)
d. GPS untuk penentuan posisi geografis; GPS-Floating Kit (Gambar 6)
e. Jam tangan waterproof.
f. Underwater video dan/atau under water camera;
g. Rubber boat atau sejenisnya
Pelampung
GPS
Tongkat Kesimbagan
GPS
Housing
Gambar 6. GPS-Floating Kit (GPS-FK), terdiri atas GPS, housing, pelampung, dan tongkat keseimbangan
20
4.1.3. Waktu dan Lokasi Survei
Waktu dan lokasi yang baik untuk pelaksanaan survei sudah harus diperhitungkan jauh hari. Waktu
dipilih dengan asumsi kondisi laut tenang, biasanya saat musim pancaroba. Pancaroba berkisar pada bulan
Maret sampai Juni atau dari Sepetember sampai Nopember. Lokasi dipilih berdasarkan pertimbangan dan
asumsi keberadaan ikan Napoleon serta kepentingan lokasi tersebut atas kajian potensi Napoleon (lokasi
termasuk dalam program pengumpulan data bese). Lokasi tersebut hendaknya adalah refresentatif dari
wilayah eksploitasi tinggi, sedang dan rendah.
4.1.4. Kesiapan Personil Pencacah
Survei populasi ikan napoleon membutuhkan tenaga pencacah atau peneliti yang mempunyai
kemampuan khusus. Beberapa hal yang harus dikuasai oleh seorang pencacah atau peneliti ikan napoleon
diantaranya adalah :
a.
Mempunyai kesehatan dan daya tahan yang memungkinkan melakukan survei bawah air dan
berenang jarak jauh;
b.
Mempunyai kemampuan menyelam dengan kualifikasi minimal A2 atau sederajat;
c.
Mempunyai kemampuan mengenal ikan Napoleon, baik pada fase juvenil, fase dewasa, maupun fase
tua.
d.
Mempunyai kemampuan melakukan pencatatan dan pendataan di bawah air;
e.
Mempunyai kemampuan dalam kerja berpasangan.
4.2. Pendekatan Teknis
Metode sensus visual dengan menggunakan “transek sabuk” 150 m x 50 m dianggap kurang sesuai untuk
menentukan kepadatan ikan Napoleon, karena distribusi dan ukuran populasi ikan ini menjadi pertimbangan.
Kemudian Collin (2006) memodifikasi teknik tersebut dengan cara penyapuan wilayah yang lebih luas dan
mempergunakan GPS-PK, dimana dengan alat ini penentukan luas area transek dapat dihitung berdasarkan titiktitik koordinat yang terekam oleh GPS dan begitu pula posisi ikan Napoleon yang dijumpai selama sensus dapat
ditentukan sesuai dengan waku (jam) ikan itu ditemukan. Sensus dengan metode tersebut kita bagi dua menurut
penggunaan alat SCUBA atau tidak dengan alat SCUBA. Sensus atau pencacahan yang menggunakan peralatan
SCUBA disebut Underwater Visual Census (UVC). Sensus yang hanya menggunakan sirip renang dan masker
disebut Snorkeling Visual Census (SVC). Metode UVC digunakan dengan beberapa pertimbangan, diantaranya :
sensus pada perairan dengan jarak pandang vertikal yang rendah (perairan agak keruh) atau sensus pada perairan
dalam. Sedangkan SVC digunakan dengan pertimbangan bahwa area sensus merupakan reef flat atau reef slope
yang memiliki perairan jernih dengan jarak pandang yang jauh. SCV memiliki keuntungan karena dapat digunakan
21
untuk wilayah sapuan sensus yang sangat panjang, lebih ekonomis dari sisi biaya, dan lebih sederhana dalam
pelaksanaannya.
4.3. Pemanfaatan GPS dalam sensus visual
Baik UVC maupun SVC, sama-sama menggunakan GPS sebagai receiver untuk menentukan posisi
logging. GPS terkemas dalam ‘housing’ (Gambar 6) yang dapat terapung dipermukaan air dan dapat ditarik oleh
perenang (snorkeling) atau penyelam. Sebelum digunakan, GPS di setting posisinya setiap 30 detik agar diperoleh
rekaman yang akurat dari lintasan yang dilalui oleh pengamat, dimana rekaman ini akan menjadi catatan penting dari
posisi (koordinat) untuk setiap aktivitas sensus, setelah mana data record GPS tersebut di download. Dengan
demikian GPS akan merekam dan memberikan data record posisi setiap 30 menit. Kecuali itu, waktu yang tertera
dalam GPS sudah harus disamakan dengan waktu pada jam tangan yang dipakai oleh observer/pelaku sensus,
dimana setting waktu tersebut sampai ketelitian hitungan detik. Dengan catatan waktu inilah (jam, menit, detik) posisi
awal sensus, posisi akhir sensus, titik-titik tertentu dari jalur lintasan sensus dan posisi-posisi dimana ikan Napoleon
ditemukan akan dapat ditentukan koordinatnya setelah data yang terekam pada GPS di-download pada komputer
dan waktu-waktu tersebut (jam, menit, detik) akan mudah disesuaikan dengan data records GPS per 30 menit
tersebut (lihat contoh pada Lampiran).
Data yang terekam pada GPS dapat di-download dengan software Garmin Map source World Map (atau
dengan software yang sejenis) dan untuk selanjutnya dikerjakan dengan Microsoft Excel (lihat Lampiran). Data
yang diperoleh dari download tersebut akan memperlihatkan lintasan (tracking) yang bersambung (record setiap 30
detik) sesuai dengan jalur-jalur selama observer berenang (distance feet). Data ini menjadi catatan permanen dari
area yang diamati dan catatan (records) tersebut akan dapat digunakan sebagai patokan jika area tersebut akan
disurvei ulang. Kebutuhan-kebutuhan untuk menentukan luas area sensus akan tercukupi setelah mana titik-titik
koordinat dari lintasan yang terekam GPS tersebut diketahui.
Oleh karena metode sensus tersebut menggunakan peralatan pendukung, yaitu GPS, maka observer atau
teknisi sensus harus mahir dalam menggunakan GPS dan software Garmin atau software sejenis. Prosedur
penggunaan GPS dan Software Garmin dapat dipelajari dari buku petunjuk alat itu. Perlu diingat bahwa GPS sering
menggunakan satuan “feet” untuk ukuran jarak atau panjang lintasan (contoh : distance feet) . Dengan demikian,
distance feet harus dikonversi menjadi meter (dintance metre).
Dengan menggunakan GPS dan data records-nya dikerjakan dengan menggunakan Microsoft Excel, maka
usaha untuk menghitung luas area sensus dan jumlah ikan menjadi lebih mudah, yaitu dengan jalan perhitungan
kumulatif , dimana baris terakhir dari sel Microsoft Excel merupakan nilai-nilai perhitungan yang diinginkan. Misalnya
jumlah total area sensus, jumlah total ikan, dan kepadatan ikan per luas area sensus atau per total area sensus (lihat
contoh pada Lampiran).
22
4.4. Pelaksanaan Kegiatan Sensus
4.4.1. Jenis data yang dikumpulkan
Data penting yang diambil ketika sensus visual adalah jumlah individu dan ukuran ikan Napoleon dengan
kategori individu juvenil, dewasa dan tua. Gunakan unit “cm” sebagai asumsi ukuran untuk masing-masing stadia
tersebut. Data penting yang lain adalah waktu, yaitu jam berapa ketika Napoleon terlihat. Data pendukung yang lain
dan masuk sebagai keterangan tambahan dan akan digunakan ketika melakukan kajian lain adalah kondisi habitat
seperti tutupan karang (Box 3) dan kedalaman perairan di mana Napoleon ditemukan. Data pendukung dapat
diambil sesuai tujuan survei dan tipe kajian yang ditetapkan, tetapi data pendukung dapat pula tidak diambil jika
dipandang tidak perlu. Namun dianjurkan bahwa data pendudukung tetap dikumpulkan karena sangat diperlukan
dalam kajian ilmiah yang mendalam.
Data dan informasi tersebut dicatat pada sabak dengan cara tabulasi dan
kode tertentu, misalnya:
Tabel 2. Contoh Tabulasi hasil pencatatan data pada papan sabak
Lokasi
: Pulau Burung
Titik Awal SVC : Jam 9.05’35”
Jam
12.45’ 22”
15.26’ 41”
Tgl. 3 Maret 12
Metode: SVC -
Pencacah : ...nama...?
Titik Akhir SVC : Jam 17.30’26”
Variabel Data
(Jumlah individu)
Stadia/
Ukuran-cm
2
Juv, 20
1
Dew, 40
Keterangan Habitat
Tutupan karang batu 20 % (lihat Box 3), reef flat,
kedalaman, sebutkan komponen bentik lainnya jika perlu
Tutupan karang batu 10%, reef slope, kedalaman, ada
spon dan karang lunak
Dst....
4.4.2.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data, baik dengan UVC maupun SVC, keduanya menggunakan GPS-Floating Kit (GPS-FK)
untuk memberikan catatan (record) sapuan wilayah (tracking) menurut titik-titik koordinat dari rekaman GPS. Untuk
itu perlu adanya penyamaan waktu (jam), yaitu waktu (jam, menit, detik) yang tertera di GPS dengan waktu pada jam
tangan yang dikenakan pencacah. Dalam hal ini kedua pencacah wajib mengenakan jam tangan masing-masing.
Catatan waktu itulah nantinya yang memberikan titik-titik koordinat sebenarnya dari lintasan renang dan tempattempat dimana ikan Napoleon secara geografis dijumpai. Dengan kata lain, koordinat dari satu titik (spot) yang
terekam GPS, suatu titik dimana subjek terlihat, dapat ditentukan dari jam dan menit waktu subjek itu ditemukan.
23
GPS-FK dihubungkan dengan pencacah melalui tali yang diikatkan di pinggang atau di mana saja pada
bagian tubuh pencacah yang sekiranya tidak mengganggu gerakan saat berenang. Pada UVC membutuhkan tali
penghubung yang lebih panjang dibanding pada SVC, di mana disesuaikan dengan rencana kedalaman penyelaman
SCUBA, sehingga GPS-FK tetap dalam posisi mengapung di permukaan air sementara penyelam berada di
bawahnya (Gambar 7). Sedangkan pada SVC dibutuhkan tali penghubung sepanjang 3 meter saja, sehingga posisi
GPS-FK mengapung dan berada di belakang perenang (Gambar 8).
Baik cara UVC maupun SVC, selalu dilakukan oleh pencacah yang berpasangan (buddy system).
Keduanya berenang lurus mengikuti garis pantai dan satu sama lain harus menjaga jarak yang telah ditetapkan
(misalnya 5 meter). Jarak pandang kedua pencacah ditetapkan kemudian, karena harus disesuaikan dengan
kecerahan kolom air saat itu. Jika ternyata jarak pandang pencacah di kiri 10 meter dan di kanan 10 meter, berarti
lebar area sensus menjadi 25 meter. Ikan Napoleon yang ditemukan pada rentang lebar tersebut dan sepanjang
lintasan sensus dicatat jumlahnya pada sabak, berikut pencatatan waktu ditemukannya (Seperti contoh Tabel 2).
Sementara, titik awal dan titik akhir sensus visual selalu ditentukan dan dicatat dalam satuan jam, menit, detik,
sehingga nantinya dapat ditentukan panjang lintasan, dan dengan demikian dari data panjang lintasan dan lebar
area sensus dapat ditentukan luas area sensus. Sedangkan pada cara UVC, jarak pandang sangat ditentukan oleh
visibilitas horizontal dari penyelam dalam laut. Dengan jalan yang sama luas wilayah UVC dapat ditentukan dan
pencatatan data sama seperti pada cara SVC. Waktu yang dibutuhkan dalam satu kali sapuan sensus (1 tracking) 3
– 4 jam, dimana waktu tersebut tergantung pada kekuatan dan daya tahan pencacah dalam renang jarak jauh.
Dalam 1 hari kerja dapat dilakukan 2 kali tracking, pagi hari dan siang yang diselingi istirahat.
Jumlah buddy system (pasangan) yang dibutuhkan disesuaikan dengan luas area yang disensus. Semakin
luas wilayah kajian, semakin banyak pasangan yang dibutuhkan. Jadi dibutuhkan banyak SDM pada survei skala
luas. Adapun pembagian tugas sesuai luas wilayah akan lebih meringankan pencacah, karena kegiatan sensus tidak
menggunakan alat bantu penggerak (motor), tetapi hanya mengandalkan kekuatan berenang. Sementara pemakaian
motor penggerak tidak dianjurkan, karena gelembung-gelembung dari akibat gerakan baling-baling sangat
mengganggu pandangan mata.
4.4.3.
Penyajian Data
Langkah setelah melakukan pengumpulan data adalah menyusunnya ke dalam bentuk tabulasi,
seperti contoh Tabel 3 di bawah ini.
Dengan adanya posisi geografis (titik koordinat) dari keberadaan ikan-ikan Napoleon yg tersensus,
maka penyajian data dapat didasarkan pada model Geographical Information System (GIS), di mana
selanjutnya dapat disajikan ke dalam bentuk peta tematik sebaran ikan Napoleon dalam skala 1: 25.000
atau 1 : 50.000.
24
4.5. Analisis Data
Dari beberapa lembar data di atas akan diperoleh parameter-parameter yang dibutuhkan untuk
menghitung kepadatan dan sediaan ikan Napoleon dalam suatu zona wilayah perairan yang ditetapkan
untuk dikaji. Ukuran populasi juvenil, dewasa dan tua memberikan implikasi masing-masing terhadap tipe
komunitas yang dengannya menentukan model pengelolaan. Sehingga menghitung ukuran populasi bukan
saja dapat dipisahkan sesuai dengan stadia ikan Napoleon, tetapi juga dapat menyatukan seluruhnya tanpa
membeda-bedakan stadianya.
Tabel 3. Lembar data hasil sensus populasi ikan Napoleon
1
2
3
4
5
6
No
1
Nama Pulau
Desa/Kec/kab
Sensus ke i*)
Tanggal Sensus ke i
Metode Sensus ke i
Nama Pencacah
Titik Koordinat
Penemuan Ikan
Diperoleh dari hasil
download GPS sesuai
dengan jam ditemukannya Napoleon
: .......................................
7 Kondisi cuaca
: .......................................
8 Waktu mengawali sensus ke i
: ke 1, 2, 3, atau ke 4
9 Waktu mengakhiri sensus ke i
: .......................................
10 Lebar Area Sensus ke i
: UVC atau SVC
11 Panjang Lintasan Sensus ke i
: 1..................................
12 Luas Area Sensus**) ke i
: 2................................
13 Luas Total Perairan Karang
Jumlah Individu
Ukuran
Stadia
ikan Napoleon
(cm)
(juvenil, Dewasa, Tua)
: cerah/mendung/hujan
: Jam ......Menit......detik ....
: Jam ......Menit......detik ...
:..............................m
: .............................m
: .............................m2
: .............................km2
Keterangan
(Habitat)
Persen cover karang
Kedalaman perairan
2
3
dst
Keterangan:
• Sensus ke-i, dalam beberapa hari kerja mungkin dilakukan beberapa kali sensus, jadi bisa sensus termin ke 1 atau termin ke 2
• Lebar area sensus (item 10) adalah jarak pandang yang disepakati dari jarak pandang terjauh observer pertama dan kedua untuk
pandangan terjauh kekiri dan ke kanan, sesuai dengan kejernihan perairan, dimana ketetapan tersebut harus konsisten sejak awal
sensus dimulai. Jadi variable lebar sensus bisa 20 m, 25 m, 30 m, dst.
• Panjang lintasan sensus (item 11) adalah panjang yang dikalkulasi dari titik koordinat awal sensus dan titik koordinart akhir sensus,
dimana titik-titik tersebut adalah konversi dari waktu yang dicatat saat mengawali (item 8) dan mengakhir sensus(item 9) menjadi
koodinat sesuai data yang terekam GPS.
• Luas area adalah hasil perkelian item 10 & 11
• Luas Total Perairan Karang (item 13) adalah luas seluruh perairan karang di pulau tempat sensus dilakukan, Ini merupakan data
sekunder atau data primer yang dikalkulasi sesuai panjang pantai pulau tersebut dan asumsi lebar area terumbu karangnya. Oleh
karena itu diperlukan peta kerja yang jelas skalanya. Namun data yang lebih akurat dapat dikerjakan dengan bantuan remote sensing.
Lembar ke... i dari ke... n
25
Ukuran populasi ikan napoleon menggunakan formula yang dikemukakan oleh Odum (1994)
sebagai berikut:
Dimana :
Di = Xi / n i
..........................(1)
Di
: Kepadatan ikan napoleon (ind/ha) dalam kawasan ke-i yang dikaji
Xi
: jumlah total individu ikan napoleon yang ditemukan pada semua petak lintasan sensus di kawasan
ke-i yang dikaji
ni
: luas total area lintasan sensus dalam kawasan ke-i yang diamati (ha)
Perhitungan manual di atas dapat juga dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel, dimana data
record GPS dapat membantu menghitung panjang lintasan (distance feet atau distance metre). Apabila lebar area
sensus diketahui, maka luas area sensus (sepanjang tracking) dapat dihitung dengan Microsoft Excel. Jika luas area
sensus sudah diketahui maka kepadatan Napoleon juga akan mudah diketahui. Perlu diingat bahwa semua
perhitungan tersebut dengan menggunakan Microsoft Excel dilakukan dengan jalan kumulatif (lihat contoh pada
Lampiran)
26
Gambar 7. Kegiatan sensus dengan teknik Underwater Visual Census
27
Gambar 8. Kegiatan sensus dengan teknik Snorkeling Visual Census
Selanjutnya sediaan sumberdaya ikan Napoleon dapat ditentukan jika “luas total petak lintasan
sensus (ni)” bersifat refresentatif terhadap ”luasan terumbu karang (N) dalam kawasan ke- i yang
dikaji tersebut”, di mana asumsi dari rasio luas antara N dan ni yang ideal adalah 1 : 0,75. Artinya luas
total dari petak yang mendapat perlakuan sensus adalah maksimum 75 % dari luas terumbu karang di
kawasan yang dikaji. Namun jika kawasan terumbu karang yang akan dikaji sangat luas sekali, maka rasio
tersebut dapat diturunkan dan berkisar antara 1 : 0,30 sampai 1 : 0,5, dimana disesuaikan dengan luas
kawasan dan kemampuan jelajah serta dipandang masih cukup refresentatif.
Sediaan sumberdaya ikan Napoleon (S- individu) dalam kawasan ke-i yang dikaji dan diketahui
luas total area perairan terumbu karangnya (N -ha), , dapat diketahui dengan rumus :
S = Di . N
..................................... (2)
28
Tali GPS-FK
METODE UVC
Jarak Pandang
Lebar Area Sensus
Arah lintasan UVC mengikuti kontur tepi tubir
Tali GPS-FK
29
Gambar 9. Lintasan sensus mengikuti kontur bentuk terumbu karang
30
Lintasan (tracking)
Sumber foto : Sadovy, 2006
Gambar 10. Contoh menentukan lokasi lintasan sensus pada suatu pulau kecil, di mana sensus visual
dapat dikerjakan oleh 3 pasangan/group dengan waktu sensus diperkirkan 3 - 4 jam per
lintasan
Berdasarkan formulasi (1) di atas dapat diketahui nilai rata-rata ukuran populasi ikan napoleon dalam satuan
hektar. Adapun level kepadatan populasi menurut review dari hasil-hasil penelitian (lihat Sub Bab Populasi di muka)
dalam sepuluh tahun terakhir ini yang dilakukan di Indonesia oleh beberapa instansi teknis pemerintah dan menurut
status populasinya yang bersifat kritis dan masih bersifat kritis saat ini, serta memperhatikan temuan-temuan dari
wilayah perairan negara tetangga yang diataranya tidak/kurang dieksploitasi, seperti Australia, dapat dibedakan ke
dalam lima tingkatan yaitu :
1. Status dalam kategori sangat kritis, dimana populasi dengan kepadatan sangat rendah (0 – 2 ekor/ha)
2. Status dalam kategori masih rentan dan mulai membaik, dimana populasi dengan kepadatan rendah (2,1 4 ekor/ha):
3. Status dalam kategori membaik, dimana populasi dengan kepadatan sedang 4,1 - 6 ekor/ha:
4. Status dalam kategori mendekati normal, dimana populasi dengan kepadatan tinggi (6,1 – 8 ekor/ha)
5. Status dalam kategori normal, dimana populasi dengan kepadatan sangat tinggi (8,1 – 10 ekor/ha)
31
BOX 3
KIAT MENAKSIR TUTUPAN KARANG BATU
Seperti disebutkan di muka bahwa habitat ikan Napoleon adalah terumbu karang. Namun, pengalaman lapangan menunjukkan
bahwa tidak selamanya ikan Napoleon dijumpai pada kondisi tutupan karang yang tinggi, karena sering kali bahlan dijumpai pada wilayah yang
rusak. Informasi habitat ini termasuk sebagai keterangan tambahan yang bermanfaat untuk memprediksi apakah benar lokasi terumbu karang
di mana ikan Napoleon dijumpai selalu mengalami kerusakan.
Adapun acuan baku untuk keperluan analisis kondisi habitat ikan napoleon mengacu pada kondisi tutupan terumbu karang. Kondisi
terumbu karang tersebut ditentukan berdasarkan asumsi persen tutupan komponen dari karang batu (Hard corals) di suatu area, dimana ikan
Napoleon dijumpai. Pencacah dapat menaksir secara cepat berapa persen karang keras yang menutupi kawasan Napoleon tersebut. Caranya,
pencacah dapat membuat frime kuadrat secara maya, yang kira-kira 100 m2, di mana di dalam frime maya tersebut ditaksir persentase
komponen karang kerasnya (Lihat Gambar 10). Kriteria persentase tutupan karang tersebut dibedakan dalam 5 tingkatan, yaitu penutupan
sangat rendah, penutupan rendah, penutupan sedang, penutupan tinggi dan penutupan sangat tinggi. Kriteria persen tutupan karang secara
lengkap seperti pada tabel dibawah ini :
Tabel 4. Kriteria kondisi terumbu karang
Kategori
1
2
3
4
5
Sumber :
Tutupan Karang Hidup (%)
Kriteria
0 – 10
Sangat Rendah
11 – 30
Rendah
31 – 50
Sedang
51 – 75
Tinggi
76 - 100
Sangat Tinggi
USAID, 2003. Panduan Pemantauan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat dengan Metode Mantatow.
Kategori
Kategori
Kategori
Kategori
Kategori
Gambar 11. Visi yang terlihat ketika suatu objek tertentu (karang) menutupi suatu bidang
datar. Tutupkan objek tersebut dapat ditaksir sesuai yang terlihat dalam frime
lingkaran dengan kategori persentasenya masing-masing. Cara seperti ini
digunakan dalam menaksir tutupan karang di tempat alamiahnya.
32
BAB 5. PELAPORAN
5.1.
Pembuatan Laporan
Donatur atau program dari suatu kegiatan biasanya menghendaki laporan hasil survei selalu tepat
waktu sesuai dengan yang sudah direncanakan. Laporan dapat dalam bentuk laporan teknis untuk
kalangan internal atau sudah berupa Naskah Ilmiah yang dapat diterbitkan di Jurnal Penelitian. Laporan
perlu menyajikan informasi yang sistematik, padat dan terarah, yang pada dasarnya adalah untuk
memberikan informasi tentang ukuran dan sifat populasi ikan Napoleon serta kaitannya dengan pola
pemanfaatannya saat ini, lingkungan hidupnya, dan paradigma pengelolaannya di masa akan datang,
termasuk kuota produksi regional atau nasional.
5.2.
Format Laporan
Outline atau susunan yang umum dari laporan dapat mengikuti contoh di bawah ini:
PENGANTAR
RINGKASAN EKSEKUTIF
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Justifikasi
3. Tujuan
METODOLOGI
1. Waktu Kegiatan
2. Lokasi Kegiatan (Sajikan Peta Wilayah Kajian)
3. Metode Pengambilan Data
4. Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
2. Pembahasan
3. Implikasi Hasil Penelitian bagi Pengelolaan
PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran/Kebijakan
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
33
BAB 6. PENUTUP
Dengan tersusunnya pedoman umum ini, pemantauan populasi ikan Napoleon di seluruh wilayah perairan
Indonesia diharapkan sudah dapat dilakukan secara mandiri oleh instansi terkait dan unit penelitian teknis di daerahdaerah. Seperti diketahui bahwa perairan karang di seluruh wilayah Indonesia sangat luas dan karenanya
membutuhkan kegiatan-kegiatan monitoring yang akan melibatkan banyak sumberdaya manusia, baik masyarakat
pemerhati lingkungan, tenaga-tenaga ahli atau peneliti, maupun masyarakat non-spesialist yang terlibat dalam
kegiatan tersebut.
Dengan keterlibatan beragam pemangku kepentingan (stakeholders) di daerah-daerah, data populasi ikan
napoleon dapat segera terkumpul secara nasional dalam waktu singkat. Seperti diketahui bahwa data populasi ikan
Napoleon sangat dibutuhkan untuk kepentingan pengelolaan yang berkelanjutan. Gangguan-gangguan pada
sediaan atau stok ikan Napoleon perlu diketahui lebih dini sebelum populasi ikan ini kolap dan jenisnya punah. Oleh
karena itu peran serta stakeholders di daerah-daerah sangat diharapkan untuk bergerak bersama secara massal
dalam pemantauan ikan-ikan rawan punah, seperti Napoleon. Adapun target dalam pengelolaan ikan rawan punah
adalah terciptanya gerakan nasional yang bangkit dari kesadaran dan pertisipatif untuk menyelamatkan ikan
Napoleon. Untuk itu, pedoman umum survei ikan Napoleon menjadi sangat penting dalam memberikan landasan
untuk keseragaman tindakan dan kesamaan hasil serta data populasi ikan Nopoleon yang kredibel.
Dengan memperhatikan keragaman dari sumberdaya manusia tersebut, pedoman umum survei populasi
Napoleon ini dibuat sesederhana mungkin. Namun, jika kemudian hari terdapat kesulitan dalam pelaksanaan metode
ini, maka langkah yang akan diambil adalah mulai dari tindakan revisi, sosialisasi, korespondensi, dan/atau
pelaksanaan pelatihan. Beberapa kontak person yang dapat dihubungi untuk informasi lanjutan antara lain adalah
1. Aris Wibowo, Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Ditjen KP3K – KKP, Jl. Medan Merdeka
Timur No. 16 Jakarta Pusat, dengan email [email protected]
2. Sarmintohadi, Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Ditjen KP3K – KKP, Jl. Medan Merdeka
Timur No. 16 Jakarta Pusat, dengan email [email protected]
3. Isa Nagib Edrus, Balai Penelitian Perikanan Laut, Balitbang Kelautan dan Perikanan –KKP, Jl. Muara
Baru Baru Ujung, Kompl Pelabuhan Perikanan Samudera, Jakarta 14440,
dengan email
[email protected]
4. Sasanti R. Suharti, P2O-LIPI, Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430, dengan email
[email protected]
5. Dirhamsyah, P2O-LIPI, Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430, dengan email
[email protected]
34
DAFTAR PUSTAKA
Cesar, H. 1996. "Economic Analysis of Indonesian Coral Reefs," Working Paper Series 'Work in Progress',
Washington, DC: World Bank.
Choat, J. H., Davies, C. R., Ackerman, J. L. & Mapstone, B. D. (2006). Age structure and growth in a large teleost,
Cheilinus undulatus, with a review of size distribution in labrid fishes. Marine Ecology Progress Series 318,
237−246.
Colin, P. 2006. Underwater visual census of Cheilinus undulatus (humphead wrasse, Napoleon fish) in three areas of
Indonesian waters, 2005. Annex II in: CITES. 2006. Development of fisheries management tools for trade
in humphead wrasse, Cheilinus undulatus, in compliance with Article IV of CITES. Convention on the
International Trade in Endangered Species, AC22 Inf. 5.
Domeier, M.I. and P.L. Colin. 1997. Tropical reef fish spawning aggregation defined and revieuwed. Bull. Mar. Sci.
60(3), 698-726
Gillett, R. 2010. Monitoring and Management of the Humphead Wrasse, Cheilinus undulatus. FAO Fisheries and
Aquaculture Circular No. 1048, Rome. 62p.
IUCN, TRAFFIC and WWF. 2004. CITES priority: humphead wrasse and the Thirteenth Meeting of the Conference
of the Parties to CITES. Bangkok, Thailand, 2004. IUCN, TRAFFIC and WWF briefing document
September 2004.
Kuiter, R.H. & Tonozuka, T. 2001. Pictorial Guide to : Indonesian Reef Fishes. Zoonetics Publc. Seaford VIC 3198.
Australia.
Myers, R.F. 1999. Micronesian reef fishes, 3rd ed. Coral Graphics, Barrigada, Guam.
Pogonoski, J. J., Pollard, D. A. & Paxton, J. R. (2002). Conservation overview and action plan for Australian
threatened and potentially threatened marine and estuarine fishes. Environment Australia, Canberra. 375
pp.
Randall, J.E., S. M. Head, and A. P. L. Sanders. 1978. Food Habits of The Giant Humphead Wrasse (Cheilinus
undulates, Labridae). Env. Biol. Fishes 3: 335-338
Russell, D. and Buga, B. 2001. Solomon Islands seafood marketing analysis interim report, Ministry of Fisheries and
Marine Resources, Honiara
Sadovy, Y., Kulbicki, M., Labrosse, P., Letourneur, Y., Lokani, P. & Donaldson, T. J. 2003. The Humphead Wrasse,
Cheilinus undulates: synopsis of a threatened an poorly known coral reef fish. Review in Fish Biology and
Fisheries 13 : 327-364
Sadovy, Y. 2006. Napoleon Fish (Humphead Wrasse), Cheilinus undulatus, Trade in Southern China and
Underwater Visual Census Survey in Southern Indonesia. Final Report: IUCN Groupers & Wrasses
Specialist Group. 25 pp
Sadovy, Y., Punt, A. E.., Cheung, W., Vasconcellos, M., Suharti, S. & Mapstone, B. D. (2007). Stock assessment
approach for the Napoleon fish, Cheilinus undulatus, in Indonesia. A tool for quota-setting for data-poor
fisheries under CITES Appendix II non-detriment finding requirements. FAO Fisheries Circular No. 1023.
Rome, FAO. 71 pp.
35
LAMPIRAN 1
Catatan dari GPS (GPS Record)
Lokasi Sampling
: Pulau Tarak Bagian Timur
swath : 6 meter
Tanggal Sampling
: 13 Nopember 2011
Pencacah
: Santi & Yvonne
Sensus ke
: 1
Area Sampling
: Dropoff
Waktu Sampling
: Awal Jam 13.17' akhir Jam 15.10.
GPS di-setting per 30 detik untuk recorded data
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
3°
LATITUDE
S
132°
24,241
132°
24,243
132°
24,244
132°
24,245
132°
24,248
132°
24,252
132°
24,257
132°
24,262
132°
24,267
132°
24,272
132°
24,277
132°
24,283
132°
24,288
132°
24,289
132°
24,29
132°
24,297
132°
24,301
132°
24,307
132°
24,315
132°
24,32
132°
24,32
132°
24,32
132°
24,326
132°
24,33
132°
24,334
132°
24,342
132°
24,343
132°
24,347
132°
24,351
132°
24,352
132°
24,357
132°
24,36
132°
24,364
132°
24,369
132°
24,373
E
45,043
45,047
45,052
45,056
45,06
45,063
45,064
45,065
45,064
45,059
45,054
45,045
45,039
45,032
45,028
45,021
45,015
45,016
45,016
45,018
45,018
45,02
45,023
45,03
45,036
45,033
45,033
45,038
45,043
45,043
45,048
45,055
45,06
45,063
45,069
Time
13:17:21
13:17:51
13:18:21
13:18:51
13:19:21
13:19:51
13:20:21
13:20:51
13:21:21
13:21:51
13:22:21
13:22:51
13:23:21
13:23:51
13:24:21
13:24:51
13:25:21
13:25:51
13:26:21
13:26:51
13:27:21
13:27:51
13:28:21
13:28:51
13:29:21
13:29:51
13:30:21
13:30:51
13:31:21
13:31:51
13:32:21
13:32:51
13:33:21
13:33:51
13:34:21
Distance
Feet
25
25
32
25
28
28
32
32
32
44
44
63
44
48
25
55
46
40
47
32
0
16
42
52
39
50
8
39
39
8
44
42
39
35
46
NAPOLEON
Jumlah
Ukuran (Cm)
36
Sambungan Lampiran
LATITUDE
S
3° 24,378
132°
3° 24,383
132°
3° 24,388
132°
3° 24,392
132°
3° 24,395
132°
3° 24,398
132°
3° 24,404
132°
3° 24,408
132°
3° 24,413
132°
3° 24,415
132°
3° 24,418
132°
3° 24,422
132°
3° 24,429
132°
3° 24,433
132°
3° 24,431
132°
3° 24,435
132°
3° 24,433
132°
3° 24,435
132°
3° 24,437
132°
3° 24,441
132°
3° 24,442
132°
3° 24,442
132°
3° 24,442
132°
3° 24,445
132°
3° 24,449
132°
3° 24,454
132°
3° 24,458
132°
3° 24,459
132°
3° 24,463
132°
3° 24,465
132°
3° 24,468
132°
3° 24,472
132°
3° 24,476
132°
3° 24,48
132°
3° 24,483
132°
3° 24,489
132°
3° 24,492
132°
3° 24,498
132°
3° 24,504
132°
3° 24,509
132°
3° 24,512
132°
3° 24,51
132°
3° 24,513
132°
3° 24,516
132°
E
45,077
45,082
45,087
45,092
45,099
45,104
45,109
45,114
45,118
45,124
45,13
45,135
45,139
45,144
45,149
45,151
45,151
45,151
45,155
45,159
45,158
45,158
45,158
45,16
45,162
45,163
45,164
45,166
45,167
45,168
45,168
45,169
45,169
45,171
45,172
45,173
45,173
45,173
45,172
45,172
45,172
45,173
45,173
45,175
Time
13:34:51
13:35:21
13:35:51
13:36:21
13:36:51
13:37:21
13:37:51
13:38:21
13:38:51
13:39:21
13:39:51
13:40:21
13:40:51
13:41:21
13:41:51
13:42:21
13:42:51
13:43:21
13:43:51
13:44:21
13:44:51
13:45:21
13:45:51
13:46:21
13:46:51
13:47:21
13:47:51
13:48:21
13:48:51
13:49:21
13:49:51
13:50:21
13:50:51
13:51:21
13:51:51
13:52:21
13:52:51
13:53:21
13:53:51
13:54:21
13:54:51
13:55:21
13:55:51
13:56:21
Distance
Feet
56
44
44
39
42
39
44
39
39
42
35
39
53
39
35
28
8
8
28
33
11
0
0
22
25
32
25
11
25
18
16
25
24
25
25
32
24
31
40
31
16
11
16
18
NAPOLEON
Jumlah Ukuran (Cm)
2
15 & 45
37
Sambungan Lampiran 1
LATITUDE
S
3° 24,516
132°
3° 24,516
132°
3° 24,517
132°
3° 24,522
132°
3° 24,53
132°
3° 24,532
132°
3° 24,539
132°
3° 24,544
132°
3° 24,55
132°
3° 24,557
132°
3° 24,565
132°
3° 24,57
132°
3° 24,579
132°
3° 24,586
132°
3° 24,593
132°
3° 24,602
132°
3° 24,611
132°
3° 24,617
132°
3° 24,626
132°
3° 24,633
132°
3° 24,637
132°
3° 24,639
132°
3° 24,644
132°
3° 24,65
132°
3° 24,656
132°
3° 24,66
132°
3° 24,661
132°
3° 24,66
132°
3° 24,664
132°
3° 24,67
132°
3° 24,677
132°
3° 24,682
132°
3° 24,688
132°
3° 24,695
132°
3° 24,698
132°
3° 24,702
132°
3° 24,705
132°
3° 24,71
132°
3° 24,714
132°
3° 24,719
132°
3° 24,72
132°
3° 24,722
132°
3° 24,722
132°
3° 24,724
132°
E
45,175
45,175
45,175
45,173
45,175
45,175
45,175
45,175
45,175
45,175
45,173
45,176
45,176
45,177
45,18
45,184
45,182
45,186
45,187
45,191
45,195
45,199
45,204
45,209
45,214
45,218
45,222
45,225
45,229
45,233
45,234
45,236
45,238
45,242
45,245
45,249
45,253
45,258
45,262
45,265
45,266
45,266
45,267
45,269
Time
13:56:51
13:57:21
13:57:51
13:58:21
13:58:51
13:59:21
13:59:51
14:00:21
14:00:51
14:01:21
14:01:51
14:02:21
14:02:51
14:03:21
14:03:51
14:04:21
14:04:51
14:05:21
14:05:51
14:06:21
14:06:51
14:07:21
14:07:51
14:08:21
14:08:51
14:09:21
14:09:51
14:10:21
14:10:51
14:11:21
14:11:51
14:12:21
14:12:51
14:13:21
14:13:51
14:14:21
14:14:51
14:15:21
14:15:51
14:16:21
14:16:51
14:17:21
14:17:51
14:18:21
Distance
Feet
0
0
8
32
48
16
39
31
39
39
48
35
55
48
42
60
55
46
55
46
33
28
44
44
50
33
25
17
33
46
40
35
40
46
33
33
28
44
33
35
11
8
8
18
NAPOLEON
Jumlah Ukuran (Cm)
1
40
1
15
1
45
38
Sambungan Lampiran 1
LATITUDE
S
3° 24,727
132°
3° 24,728
132°
3° 24,731
132°
3° 24,735
132°
3° 24,738
132°
3° 24,742
132°
3° 24,749
132°
3° 24,755
132°
3° 24,759
132°
3° 24,764
132°
3° 24,771
132°
3° 24,778
132°
3° 24,782
132°
3° 24,787
132°
3° 24,789
132°
3° 24,79
132°
3° 24,792
132°
3° 24,795
132°
3° 24,798
132°
3° 24,8
132°
3° 24,804
132°
3° 24,807
132°
3° 24,809
132°
3° 24,808
132°
3° 24,816
132°
3° 24,819
132°
3° 24,825
132°
3° 24,831
132°
3° 24,838
132°
3° 24,844
132°
3° 24,85
132°
3° 24,856
132°
3° 24,862
132°
3° 24,868
132°
3° 24,87
132°
3° 24,872
132°
3° 24,876
132°
3° 24,879
132°
3° 24,881
132°
3° 24,886
132°
3° 24,889
132°
3° 24,892
132°
3° 24,893
132°
3° 24,892
132°
E
45,272
45,274
45,276
45,276
45,279
45,284
45,288
45,292
45,297
45,301
45,303
45,306
45,31
45,311
45,314
45,316
45,321
45,325
45,328
45,332
45,336
45,339
45,339
45,339
45,342
45,347
45,35
45,352
45,355
45,357
45,359
45,36
45,361
45,361
45,363
45,363
45,364
45,363
45,361
45,36
45,359
45,357
45,36
45,359
Time
14:18:51
14:19:21
14:19:51
14:20:21
14:20:51
14:21:21
14:21:51
14:22:21
14:22:51
14:23:21
14:23:51
14:24:21
14:24:51
14:25:21
14:25:51
14:26:21
14:26:51
14:27:21
14:27:51
14:28:21
14:28:51
14:29:21
14:29:51
14:30:21
14:30:51
14:31:21
14:31:51
14:32:21
14:32:51
14:33:21
14:33:51
14:34:21
14:34:51
14:35:21
14:35:51
14:36:21
14:36:51
14:37:21
14:37:51
14:38:21
14:38:51
14:39:21
14:39:51
14:40:21
Distance
Feet
28
11
22
24
28
39
46
46
39
39
42
50
33
32
17
17
35
28
22
28
33
28
16
8
50
39
35
42
42
42
40
32
40
39
11
16
25
18
18
32
18
18
17
11
NAPOLEON
Jumlah Ukuran (Cm)
1
50
1
12
1
15
39
Sambungan Lampiran 1
LATITUDE
S
3° 24,895
132°
3° 24,901
132°
3° 24,904
132°
3° 24,91
132°
3° 24,912
132°
3° 24,913
132°
3° 24,915
132°
3° 24,912
132°
3° 24,91
132°
3° 24,91
132°
3° 24,912
132°
3° 24,917
132°
3° 24,92
132°
3° 24,924
132°
3° 24,925
132°
3° 24,93
132°
3° 24,931
132°
3° 24,935
132°
3° 24,938
132°
3° 24,942
132°
3° 24,944
132°
3° 24,946
132°
3° 24,947
132°
3° 24,947
132°
3° 24,95
132°
3° 24,955
132°
3° 24,959
132°
3° 24,96
132°
3° 24,965
132°
3° 24,965
132°
3° 24,964
132°
3° 24,962
132°
3° 24,966
132°
3° 24,971
132°
3° 24,977
132°
3° 24,982
132°
3° 24,984
132°
3° 24,986
132°
3° 24,986
132°
3° 24,988
132°
3° 24,992
132°
3° 24,995
132°
3° 24,998
132°
3° 25,002
132°
E
45,356
45,355
45,351
45,35
45,347
45,347
45,345
45,346
45,348
45,347
45,347
45,343
45,339
45,334
45,332
45,329
45,325
45,321
45,316
45,315
45,31
45,306
45,302
45,299
45,297
45,294
45,29
45,289
45,288
45,289
45,289
45,29
45,287
45,283
45,28
45,276
45,272
45,269
45,271
45,266
45,262
45,257
45,253
45,248
Time
14:40:51
14:41:21
14:41:51
14:42:21
14:42:51
14:43:21
14:43:51
14:44:21
14:44:51
14:45:21
14:45:51
14:46:21
14:46:51
14:47:21
14:47:51
14:48:21
14:48:51
14:49:21
14:49:51
14:50:21
14:50:51
14:51:21
14:51:51
14:52:21
14:52:51
14:53:21
14:53:51
14:54:21
14:54:51
14:55:21
14:55:51
14:56:21
14:56:51
14:57:21
14:57:51
14:58:21
14:58:51
14:59:21
14:59:51
15:00:21
15:00:51
15:01:21
15:01:51
15:02:21
Distance
Feet
28
32
33
32
22
8
17
18
22
8
16
39
28
39
17
35
25
33
35
25
35
25
25
16
22
35
33
11
32
8
8
11
33
39
35
39
28
25
16
35
33
35
33
39
NAPOLEON
Jumlah Ukuran (Cm)
40
Sambungan Lampiran 1
LATITUDE
S
3° 25,006
132°
3° 25,007
132°
3° 25,01
132°
3° 25,013
132°
3° 25,015
132°
3° 25,02
132°
3° 25,023
132°
3° 25,027
132°
3° 25,031
132°
3° 25,029
132°
3° 25,029
132°
3° 25,032
132°
3° 25,038
132°
3° 25,041
132°
3° 25,04
132°
E
45,244
45,242
45,238
45,234
45,23
45,225
45,224
45,221
45,216
45,212
45,211
45,208
45,208
45,207
45,207
Distance
Feet
33
17
28
28
28
44
18
28
39
25
8
22
39
18
8
Time
15:02:51
15:03:21
15:03:51
15:04:21
15:04:51
15:05:21
15:05:51
15:06:21
15:06:51
15:07:21
15:07:51
15:08:21
15:08:51
15:09:21
15:09:51
NAPOLEON
Jumlah Ukuran (Cm)
LAMPIRAN 2
CONTOH CATATAN SABAK
Lokasi
: Pulau Tarak
Metode
: SVC -
Tanggal
: 13 Nop 2011
Pencacah
: 1. Santi
Titik Awal SVC
Titik Akhir SVC
: Jam 13.17’.13”
: Jam 15.09’.48”
Sensus ke
: 1 (dari total 13 sensus)
Jam
2. Yvonne
Variabel Data
Stadia/
Keterangan
(Jumlah individu)
Ukuran-cm
Habitat
13:55:48
2
Juv 15 & Dew 45 cm
14:00:22
14:01:19
14:12:17
14:27:18
14:34:20
14:35:19
1
1
Dew, 40 cm
Juv 15
1
1
1
1
Dew, 45 cm
Dew, 50 cm
Juv 12
Juv 15
Terumbu karang
dengan beragam
kualitas
41
LAMPIRAN 3
CONTOH PERHITUNGAN KOMULATIF DENGAN MICROSOFT EXCEL
1
2
Nama Pulau
Desa/Kec/kab
: Pulau Tarak
: Tarak - Fak-Fak
3
Sensus ke i*)
: ke 1
4
Tanggal Sensus ke i
:13 Nop 2011
5
Metode Sensus ke i
: SVC
6
Nama Pencacah
7 Kondisi cuaca
8 Waktu mengawali sensus ke i
: cerah
: 13.17' 18"
9 Waktu mengakhiri sensus ke i
10 Lebar Area Sensus ke i
11 Panjang Lintasan Sensus ke i
: 15.10' 47"
: 1 Santi
)
12 Luas Area Sensus** ke i
: 2 Yvonne
13 Luas Total Perairan Karang
: : ?????? km2
: 14 m
: 2082,39 meter
: 29153,51 m2
2
Pada Area sensus ke 1 diketahui kepadatan ikan Napoleon sebesar 0,00027441/m atau
2,7441 / ha (Lihat perhitungan secara kumulatif di bawah ini)
A
B
C
D
E
F
G
No.
Distance Distance
Cumulative
Swath
Culm. area
Culm.
Culm. Density
Sel
Feet
Metres
dist. Metres
width m
metre
number
HHW (F/E)
Note
Note
(=D1*C1)
HHW
(=F1/E1)
)
#)
14
106,68
0 0,00000000
1
25
7,62 *
7,62
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
)
32
7,62 **
)
9,75 ***
25
)
7,62 ****
25
28
28
32
32
32
44
44
63
44
48
25
55
46
40
47
32
0
16
42
52
39
50
8
39
39
8
8,53
8,53
9,75
9,75
9,75
13,41
13,41
19,20
13,41
14,63
7,62
16,76
14,02
12,19
14,33
9,75
0,00
4,88
12,80
15,85
11,89
15,24
2,44
11,89
11,89
2,44
15,24
##)
14
213,36
0
0,00000000
24,99
###)
14
349,91
0
0,00000000
32,61
####)
14
456,59
0
0,00000000
#####)
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
576,07
695,55
832,10
968,65
1105,20
1292,96
1480,72
1749,55
1937,31
2142,13
2248,81
2483,51
2679,80
2850,49
3051,05
3187,60
3187,60
3255,87
3435,10
3656,99
3823,41
4036,77
4070,91
4237,33
4403,75
4437,89
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
41,15
49,68
59,44
69,19
78,94
92,35
105,77
124,97
138,38
153,01
160,63
177,39
191,41
203,61
217,93
227,69
227,69
232,56
245,36
261,21
273,10
288,34
290,78
302,67
314,55
316,99
42
Sambungan Lampiran 3
A
B
No. Distance Distance
Sel
Metres
Feet
C
Cumulative
dist. Metres
Note
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
44
42
39
35
46
56
44
44
39
42
39
44
39
39
42
35
39
53
39
35
28
8
8
28
33
11
0
0
22
25
32
25
11
25
18
16
25
24
25
25
32
13,41
12,80
11,89
10,67
14,02
17,07
13,41
13,41
11,89
12,80
11,89
13,41
11,89
11,89
12,80
10,67
11,89
16,15
11,89
10,67
8,53
2,44
2,44
8,53
10,06
3,35
0,00
0,00
6,71
7,62
9,75
7,62
3,35
7,62
5,49
4,88
7,62
7,32
7,62
7,62
9,75
D
Swath
width m
Note
330,40
343,20
355,09
365,76
379,78
396,85
410,26
423,67
435,56
448,36
460,25
473,66
485,55
497,43
510,24
520,90
532,79
548,94
560,83
571,50
580,03
582,47
584,91
593,45
603,50
606,86
606,86
606,86
613,56
621,18
630,94
638,56
641,91
649,53
655,02
659,89
667,51
674,83
682,45
690,07
699,82
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
E
Culm. area
F
Culm.
metre
number
(=D1*C1)
HHW
4625,64
0
4804,87
0
4971,29
0
5120,64
0
5316,93
0
5555,89
0
5743,65
0
5931,41
0
6097,83
0
6277,05
0
6443,47
0
6631,23
0
6797,65
0
6964,07
0
7143,29
0
7292,64
0
7459,07
0
7685,23
0
7851,65
0
8001,00
0
8120,48
0
8154,62
0
8188,76
0
8308,24
0
8449,06
0
8496,00
0
8496,00
0
8496,00
0
8589,87
0
8696,55
0
8833,10
0
8939,78
0
8986,72
0
9093,40
0
9170,21
0
9238,49
0
9345,17
0
9447,58
0
9554,26
0
9660,94
0
9797,49
0
G
Culm. Density
HHW (F/E)
(=F1/E1)
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
43
Sambungan Lampiran 3
A
B
No. Distance Distance
Feet
Sel
Metres
C
Cumulative
dist. Metres
Note
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
24
31
40
31
16
11
16
18
0
0
8
32
48
16
39
31
39
39
48
35
55
48
42
60
55
46
55
46
33
28
44
44
50
33
25
17
33
46
40
35
40
7,32
9,45
12,19
9,45
4,88
3,35
4,88
5,49
0,00
0,00
2,44
9,75
14,63
4,88
11,89
9,45
11,89
11,89
14,63
10,67
16,76
14,63
12,80
18,29
16,76
14,02
16,76
14,02
10,06
8,53
13,41
13,41
15,24
10,06
7,62
5,18
10,06
14,02
12,19
10,67
12,19
D
Swath
width m
Note
707,14
716,58
728,78
738,23
743,10
746,46
751,33
756,82
756,82
756,82
759,26
769,01
783,64
788,52
800,40
809,85
821,74
833,63
848,26
858,93
875,69
890,32
903,12
921,41
938,17
952,20
968,96
982,98
993,04
1001,57
1014,98
1028,40
1043,64
1053,69
1061,31
1066,50
1076,55
1090,57
1102,77
1113,43
1125,63
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
E
Culm. area
F
Culm.
metre
number
(=D1*C1)
HHW
9899,90
0
10032,19
0
10202,88
0
10335,16
0
10403,43
0
10450,37
0
10518,65
2
10595,46
2
10595,46
2
10595,46
2
10629,60
2
10766,15
2
10970,97
2
11039,25
2
11205,67
2
11337,95
3
11504,37
3
11670,79
4
11875,62
4
12024,97
4
12259,67
4
12464,49
4
12643,71
4
12899,75
4
13134,44
4
13330,73
4
13565,43
4
13761,72
4
13902,54
4
14022,02
4
14209,78
4
14397,53
4
14610,89
4
14751,71
4
14858,39
4
14930,93
4
15071,75
4
15268,04
4
15438,73
4
15588,08
5
15758,77
5
G
Culm. Density
HHW (F/E)
(=F1/E1)
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00000000
0,00019014
0,00018876
0,00018876
0,00018876
0,00018815
0,00018577
0,00018230
0,00018117
0,00017848
0,00026460
0,00026077
0,00034274
0,00033682
0,00033264
0,00032627
0,00032091
0,00031636
0,00031008
0,00030454
0,00030006
0,00029487
0,00029066
0,00028772
0,00028527
0,00028150
0,00027783
0,00027377
0,00027115
0,00026921
0,00026790
0,00026540
0,00026199
0,00025909
0,00032076
0,00031728
44
Sambungan Lampiran 3
A
B
No. Distance Distance
Sel
Feet
Metres
C
Cumulative
dist. Metres
Note
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
46
33
33
28
44
33
35
11
8
8
18
28
11
22
24
28
39
46
46
39
39
42
50
33
32
17
17
35
28
22
28
33
28
16
8
50
39
35
42
42
42
14,02
10,06
10,06
8,53
13,41
10,06
10,67
3,35
2,44
2,44
5,49
8,53
3,35
6,71
7,32
8,53
11,89
14,02
14,02
11,89
11,89
12,80
15,24
10,06
9,75
5,18
5,18
10,67
8,53
6,71
8,53
10,06
8,53
4,88
2,44
15,24
11,89
10,67
12,80
12,80
12,80
D
Swath
width m
Note
1139,65
1149,71
1159,76
1168,30
1181,71
1191,77
1202,44
1205,79
1208,23
1210,67
1216,15
1224,69
1228,04
1234,74
1242,06
1250,59
1262,48
1276,50
1290,52
1302,41
1314,30
1327,10
1342,34
1352,40
1362,15
1367,33
1372,51
1383,18
1391,72
1398,42
1406,96
1417,02
1425,55
1430,43
1432,86
1448,10
1459,99
1470,66
1483,46
1496,26
1509,06
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
E
Culm. area
F
Culm.
metre
number
(=D1*C1)
HHW
15955,06
5
16095,88
5
16236,70
5
16356,18
5
16543,93
5
16684,75
5
16834,10
5
16881,04
5
16915,18
5
16949,32
5
17026,13
5
17145,61
5
17192,55
5
17286,43
5
17388,84
5
17508,32
5
17674,74
5
17871,03
5
18067,32
5
18233,75
5
18400,17
5
18579,39
5
18792,75
5
18933,57
5
19070,12
5
19142,66
5
19215,20
5
19364,55
5
19484,04
6
19577,91
6
19697,40
6
19838,21
6
19957,69
6
20025,97
6
20060,11
6
20273,47
6
20439,89
6
20589,24
6
20768,46
6
20947,68
6
21126,91
6
G
Culm. Density
HHW (F/E)
(=F1/E1)
0,00031338
0,00031064
0,00030794
0,00030569
0,00030223
0,00029967
0,00029702
0,00029619
0,00029559
0,00029500
0,00029367
0,00029162
0,00029082
0,00028924
0,00028754
0,00028558
0,00028289
0,00027978
0,00027674
0,00027422
0,00027174
0,00026912
0,00026606
0,00026408
0,00026219
0,00026120
0,00026021
0,00025820
0,00030794
0,00030647
0,00030461
0,00030245
0,00030064
0,00029961
0,00029910
0,00029595
0,00029354
0,00029141
0,00028890
0,00028643
0,00028400
45
Sambungan Lampiran 3
A
B
No. Distance Distance
Sel
Feet
Metres
C
Cumulative
dist. Metres
Note
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
40
32
40
39
11
16
25
18
18
32
18
18
17
11
28
32
33
32
22
8
17
18
22
8
16
39
28
39
17
35
25
33
35
25
35
25
25
16
22
35
33
12,19
9,75
12,19
11,89
3,35
4,88
7,62
5,49
5,49
9,75
5,49
5,49
5,18
3,35
8,53
9,75
10,06
9,75
6,71
2,44
5,18
5,49
6,71
2,44
4,88
11,89
8,53
11,89
5,18
10,67
7,62
10,06
10,67
7,62
10,67
7,62
7,62
4,88
6,71
10,67
10,06
D
Swath
width m
Note
1521,26
1531,01
1543,20
1555,09
1558,44
1563,32
1570,94
1576,43
1581,91
1591,67
1597,15
1602,64
1607,82
1611,17
1619,71
1629,46
1639,52
1649,27
1655,98
1658,42
1663,60
1669,08
1675,79
1678,23
1683,11
1694,99
1703,53
1715,41
1720,60
1731,26
1738,88
1748,94
1759,61
1767,23
1777,90
1785,52
1793,14
1798,02
1804,72
1815,39
1825,45
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
E
Culm. area
F
Culm.
metre
number
(=D1*C1)
HHW
21297,60
6
21434,15
7
21604,83
7
21771,25
8
21818,19
8
21886,47
8
21993,15
8
22069,96
8
22146,77
8
22283,32
8
22360,13
8
22436,94
8
22509,48
8
22556,42
8
22675,90
8
22812,45
8
22953,27
8
23089,82
8
23183,70
8
23217,84
8
23290,38
8
23367,19
8
23461,07
8
23495,20
8
23563,48
8
23729,90
8
23849,38
8
24015,80
8
24088,34
8
24237,70
8
24344,38
8
24485,19
8
24634,55
8
24741,23
8
24890,58
8
24997,26
8
25103,94
8
25172,21
8
25266,09
8
25415,44
8
25556,26
8
G
Culm. Density
HHW (F/E)
(=F1/E1)
0,00028172
0,00032658
0,00032400
0,00036746
0,00036667
0,00036552
0,00036375
0,00036248
0,00036123
0,00035901
0,00035778
0,00035655
0,00035541
0,00035467
0,00035280
0,00035069
0,00034853
0,00034647
0,00034507
0,00034456
0,00034349
0,00034236
0,00034099
0,00034050
0,00033951
0,00033713
0,00033544
0,00033311
0,00033211
0,00033006
0,00032862
0,00032673
0,00032475
0,00032335
0,00032141
0,00032004
0,00031868
0,00031781
0,00031663
0,00031477
0,00031303
46
Sambungan Lampiran 3
A
B
No. Distance Distance
Feet
Metres
Sel
C
Cumulative
dist. Metres
Note
195
11
3,35
196
32
9,75
197
8
2,44
198
8
2,44
199
11
3,35
200
33 10,06
201
39 11,89
202
35 10,67
203
39 11,89
204
28
8,53
205
25
7,62
206
16
4,88
207
35 10,67
208
33 10,06
209
35 10,67
210
33 10,06
211
39 11,89
212
33 10,06
213
17
5,18
214
28
8,53
215
28
8,53
216
28
8,53
217
44 13,41
218
18
5,49
219
28
8,53
220
39 11,89
221
25
7,62
222
8
2,44
223
22
6,71
224
39 11,89
225
18
5,49
226
8
2,44
Catatan:
*)
(=A1*2,54*12/100)
)
**
)
***
)
****
D
Swath
width m
Note
1828,80
1838,55
1840,99
1843,43
1846,78
1856,84
1868,73
1879,40
1891,28
1899,82
1907,44
1912,32
1922,98
1933,04
1943,71
1953,77
1965,66
1975,71
1980,90
1989,43
1997,96
2006,50
2019,91
2025,40
2033,93
2045,82
2053,44
2055,88
2062,58
2074,47
2079,96
2082,39
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
E
Culm. area
F
Culm.
G
Culm. Density
metre
number
(=D1*C1)
HHW
25603,20
8
25739,75
8
25773,89
8
25808,03
8
25854,96
8
25995,78
8
26162,20
8
26311,56
8
26477,98
8
26597,46
8
26704,14
8
26772,41
8
26921,76
8
27062,58
8
27211,93
8
27352,75
8
27519,17
8
27659,99
8
27732,53
8
27852,01
8
27971,50
8
28090,98
8
28278,73
8
28355,54
8
28475,03
8
28641,45
8
28748,13
8
28782,26
8
28876,14
8
29042,56
8
29119,37
8
29153,51
8
HHW (F/E)
(=F1/E1)
0,00031246
0,00031080
0,00031039
0,00030998
0,00030942
0,00030774
0,00030578
0,00030405
0,00030214
0,00030078
0,00029958
0,00029882
0,00029716
0,00029561
0,00029399
0,00029248
0,00029071
0,00028923
0,00028847
0,00028723
0,00028601
0,00028479
0,00028290
0,00028213
0,00028095
0,00027932
0,00027828
0,00027795
0,00027705
0,00027546
0,00027473
0,00027441
#)
=B1
(=A2*2,54*12/100)
##)
= B1+B2
Luas Area
Jumlah
Kepadatan
(=A3*2,54*12/100)
###)
=C2+B3
Sensus Ke 1
Ikan
Napoleon dari
dst
####)
=C3+B4
Sensus
Luas Area
#####)
dst
Ke 1
Sensus Ke 1
(ekor/m2)
47
Sambungan Lampiran 3
Sensus ini dikerjakan untuk 13 area sampling yang meliputi 4 pulau (Tarak, Faur, Andalisa,
dan Andamisa, Kabupaten Fak-Fak), jadi ada 13 kegiatan sensus visual.
Jika perhitungan komulatif dilanjutkan bersambung sampai dengan data sensus ke 13, maka
akhir dari perhitungan komulatif ini seperti disajikan di bawah ini.
No.
Sel
B
C
Feet
Distance
Metres
Cumulative
dist. Metres
...........
...........
11
8
55
60
.......
.......
3,35
2,44
16,76
18,29
A
Distance
Note
2965
2966
2967
2968
2969
2970
D
Swath
width m
Note
...........
...........
31853,429
31855,867
31872,631
31890,919
...........
...........
14
14
14
14
E
Culm. area
F
Culm.
metre
number
(=D1*C1)
HHW
...........
...........
...........
...........
445948,0032
64
445982,1408
64
446216,8368
64
446472,8688
64
G
Culm. Density
HHW (F/E)
(=F1/E1)
...........
...........
0,000143514
0,000143504
0,000143428
0,000143346
Perhatikan kolom kuning
Luas Total
Area Sensus
Jumlah
Total
Ikan
Kepadatan
Napoleon dari
Luas Total
Area Sensus
2
(ekor/m )
Petunjuk Konversi Nilai
Konversi antara Distance Feet menjadi Distance Metre adalah = (Nilai Distance Feet x 2,54 x 12/100)
48
LAMPIRAN 4
Pada naskah laporan tidak perlu semua tabel Microsoft Excel sepeti hasil Record GPS atau hasil
perhitungan komulatif seperti pada Lampiran 2 dan 3 disajikan, karena terlampau panjang dan
menyita halaman. Namun pada naskah Laporan (Bab Hasil dan Pembahasan) cukup disajikan Tabel
Rangkuman hasil analisa tersebut saja. Seperti contoh di bawah ini .
CONTOH PENYAJIAN DATA
1
Nama Pulau
: Pulau Tarak
7
Kondisi cuaca
: cerah
2
Desa/Kec/kab
: Fak Fak
8
Waktu mengawali sensus ke i
: 13.17' 18"
3
Sensus ke i*)
: ke 1
9
Waktu mengakhiri sensus ke i
: 15.10' 47"
4
Tanggal Sensus ke i
:13 Nop 2011
10
Lebar Area Sensus ke i
: 14 m
5
Metode Sensus ke i
: SVC
11
Panjang Lintasan Sensus ke i
: 2082,39 meter
6
Nama Pencacah
: 1 Santi
12
Luas Area Sensus**) ke i
: 29153,51 m2
: 2 Yvonne
13
Luas Total Perairan Karang
: : ?????? km2
No
Titik Koordinat
Jumlah
Ukuran
Stadia
Keterangan
Penemuan Ikan
S
E
Individu
Napoleon
(cm)
(juvenil, Dewasa, Tua)
(Habitat)
Juvenil - Dewasa
Persen Cover
1
3° 24,513
132° 45,173
2
15 &
45
2
3° 24,544
132° 45,175
1
40
Juvenil
Karang
3
3° 24,557
132° 45,175
1
15
Dewasa
Di bawah 30 %
4
3° 24,682
132° 45,236
1
45
Dewasa
5
3° 24,795
132° 45,325
1
50
Dewasa
6
3° 24,856
132° 45,36
1
12
Juvenil
7
3° 24,868
132° 45,361
1
15
Juvenil
Jumlah
8
Catatan:
Lanjutkan untuk data sensus ke 2, 3, 4, 5, 6, dan setereusnya hingga sensus ke 13.
49
Download