Partisipasi Politik Perempuan

advertisement
Partisipasi Politik Perempuan
Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan
(Persoalan, Hambatan, dan Strategi)
TESIS
Oleh
DINA ANGGITA LUBIS
077024009/SP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Partisipasi Politik Perempuan
Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan
(Persoalan, Hambatan, dan Strategi)
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP)
dalam Program Studi Pembangunan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
DINA ANGGITA LUBIS
077024009/SP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Judul Tesis
Nama Mahasiswa
Nomor Pokok
Program Studi
: Partisipasi Politik Perempuan
di DPD Partai Keadilan Sejahtera
(Persoalan, Hambatan, dan Strategi)
: Dina Anggita Lubis
: 077024009
: Studi Pembangunan
Kota
Medan
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Chalida Fachruddin)
Ketua
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. M. Arif Nasution,MA)
(Dra. Sabariah Bangun, M.Soc, Sc)
Anggota
Direktur
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Tanggal Lulus : 10 September 2009
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Telah diuji pada :
Tanggal 10 September 2009
PANITIA PENGUJI TESIS :
Ketua
: Prof. Dr. Chalida Fachruddin
Anggota
: 1. Dra. Sabariah Bangun M.Soc, Sc
2. Drs. Heri Kusmanto MA
3. Warjio SS. MA
4. Prof. Dr. M. Arif Nasution MA
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
PERNYATAAN
Partisipasi Politik Perempuan
Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan
(Persoalan, Hambatan, Strategi)
TESIS
Dengan ini menyatakan bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, atau kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar perpustakaan.
Medan, 13 September 2009
Penulis,
Dina Anggita Lubis
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
ABSTRAK
Partisipasi merupakan salah satu aspek mendasar dalam jalannya Demokrasi
pemerintahan. Dalam penelitian ini, Partisipasi Politik Perempuan di Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) cukup tinggi. Hal ini bisa di lihat dari keterlibatan mereka dalam
kepengurusan partai. Namun, dalam kenyataannya di lihat dari tingkat keterwakilan di
DPRD Kota Medan ternyata keterwakilan perempuan dari PKS sangat rendah.
Padahal keterlibatan dan partisipasi politik perempuan dalam pembangunan
merupakan hak asasi manusia dan sudah di atur dalam Undang-Undang.
Berdasarkan wacana diatas, maka pokok permasalahan penelitian ini
mengenai Partisipasi Politik Perempuan di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota
Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi). Jenis penelitian yang dilakukan adalah
Deskriptif dengan pendekatan Kualitatif. Informan yang diwawancarai adalah Staff
Pengurus DPD PKS Kota Medan. Teknik pengumpulan data berupa wawancara
dengan informan dan studi kepustakaan. Selain itu, pengumpulan data-data mengenai
penelitian ini di peroleh dari Sekretariat DPD PKS Kota Medan.
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwasanya keterlibatan atau partisipasi
politik perempuan di PKS cukup tinggi. Namun tidak diikuti dengan keterwakilan
mereka di DPRD Kota Medan. Ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yang
paling dominan adalah faktor budaya, dan faktor kurang dikenalnya perempuanperempuan dari PKS. Untuk mengejar ketertinggalan tersebut harus dipahami peran
dan wewenang yang dimiliki dan digunakan untuk kemajuan kaum perempuan.
Karena pada prinsipnya perempuan Indonesia secara hukum mempunyai hak,
kewajiban, dan kesempatan yang sama dengan laki-laki berkiprah di bidang politik.
Selain itu, pemerintah juga telah memberi akses pada perempuan duduk di Parlemen
melalui pelaksanaan kuota 30%. Mengingat kualitas perempuan di PKS secara
intelegensia dan potensi lainnya pada dasarnya sama dengan laki-laki, diharapkan di
masa mendatang jumlah perempuan yang memasuki panggung politik dan menduduki
possi strategis di bidang legislatif, eksekutif, maupun yudikatif semakin meningkat.
Kata Kunci : Partisipasi Politik, Perempuan PKS.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
ABSTRACT
Public participation is one of fundamental aspect in running the
administration with democration. This study discussed a women political
participation practiced on Partai Keadilan Sejahtera, Moslem Welfare Justice Party,
the rate is noted quite high, seen based on their participation in taking some position
on the party committee. But, in fact it seemly the women representative on DPRD
Kota Medan level is so poorly since they took a few only, even their involvement and
political participation as women in development constitute a human right and it has
been ruled within the regulation under constitution.
In essentially, the theme as discussed to this study regarding the women
political participation as practiced (a Study to a Political Representative of Women
on DPD – District Committee Level). The respondent to this study such as informant,
interviewed those staff as committee of DPD PKS Kota Medan. In collecting data,
adopting an interview technique, and also with a library research. In addition, in
collecting the data, also visited DPD PKS Kota Medan as the main operational office.
By this research, it is known that their participation and involvement as
women on political issues highly precisely, but their representative is noted poor to
hold especially for DPRD Kota Medan. This matter is seen on some reasonable but
the most dominant factor is the culture, and also for they mostly not known yet well.
In order to have their reposition, it is urged to understand their role and superiority,
also still they have willing to improve their capability. In principally, the women in
Indonesia is recognized their right, obligation and have the same equal with men in
taking their career on politic, even national government has offered them an access to
sit on Parliament with a 30% quota for women. For future, the amount of women as
representative should be encouraged for their ability to be more high and allow them
to have many position either strategic one and usual works, so they can do their
performance either for legislative, educative or judicative as well as, go improvement
their role according to their capability. In actually, for many activities, the women
capability and integrity and also intelligence is quite good.
Keywords : Political participation, women in PKS.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu
Tiada daya dan upaya melainkan atas kehendak Allah SWT. Syukur terbaik
hanyalah kepunyaan-Nya, penguasa atas segala yang ada di bumi dan di langit. Puji
terbesar adalah milik-Nya, pemilik segala karunia yang melingkupi segenap makhluk
di seluruh alam semesta. Atas setitik keridhoan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tesis ini.
Tesis ini berjudul Partisipasi Politik Perempuan di DPD PKS Kota Medan
(Persoalan, Hambatan, dan Strategi). Disusun guna memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan pendidikan Pascasarjana Program Magister Studi Pembangunan
di Universitas Sumatera Utara.
Peneliti menyadari bahwa dalam proses penyusunan Tesis ini melibatkan
berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan Terima kasih sedalamdalamnya dan penghargaan yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan dan dukungan, baik moril maupun materil dalam bentuk
dorongan semangat maupun sumbangan pemikiran, informasi, data, dan lain-lain.
Semoga Allah SWT membalas kebaikannya, Amin.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan Terima
kasih yang setulusnya terutama kepada:
1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM &
H Sp. A. (K).
2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Ir. T.
Chairun Nisa B, MSc.
3. Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku ketua Program Magister Studi
Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan Bapak Agus Suriadi S.Sos
M.Si selaku Sekretaris Program Magister Studi Pembangunan Universitas
Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan dan fasilitas yang
mendukung selama perkuliahan di magister Studi Pembangunan Universitas
Sumatera Utara.
4. Ibu Prof. Dr. Chalida Fachruddin selaku Ketua Pembimbing dan Ibu Dra.
Sabariah Bangun M.Soc, Sc selaku anggota pembimbing dalam penulisan
Tesis ini, yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan demi
sempurnanya tulisan ini.
5. Bapak Drs. Heri Kusmanto, MA dan Warjio SS MA selaku dosen pembanding
yang sudah memberikan kritik dan masukan dalam penyempurnaan tulisan ini.
6. Seluruh Dosen Pengajar dan Staff di Magister Sudi Pembangunan Universitas
Sumatera Utara, yang telah banyak membantu di bidang akademik maupun
administrasi.
7. Bapak Surianda Lubis S.Ag sebagai Ketua DPD PKS Kota Medan, Bapak
Khairul Anwar Hasibuan sebagai Wakil Sekretaris I DPD PKS Kota Medan,
Bapak Abdul Rahim Siregar sebagai Ketua Bapilu PKS Kota Medan, Ibu Sri
Heriyani S.Si Apt sebagai Ketua Bidang Kewanitaan DPD PKS, Ibu Dhiyaul
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Hayati sebagai Ketua Bidang Polhukam yang telah banyak memberikan
bantuan dalam proses pengumpulan data penulisan Tesis saya ini.
8. Drs. H. Zulkifli Lubis dan Hj. Sri Hayati Arief, kedua orang tua yang selalu
mendoakan dan mendampingi penulis dengan penuh kasih, serta tiada
hentinya memberi semangat dalam penyelesaian Tesis ini.
9. Abangku M. Ershad Lubis S.HI , dan Adikku M. Hidayat Lbis S.sos yang
selalu memberikan semangat, doa dalam menyelesaikan studi ini.
10. Ariansyah Putra, SH makasih atas dukungannya.
11. Seluruh teman-teman seperjuangan angkatan 12 (k’ita, k’erna, k’nia, bang
salman, bang manta, bu sutriani, bu ida, dan semua yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, makasih banyak atas dukungan dan kerjasamanya.
Mudah-mudahan kita semua sukses, Amin). Teristimewa untuk kakak ku
Marly Helena Ak S.sos MSP yang begitu perhatian, memberi semangat dalam
penyelesaian Tesis ini. Makasih kak udah banyak bantuin anggi…
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran guna membantu penyelesaian
Tesis ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat. Atas segala
kekurangan dalam penulisan Tesis ini, penulis mohonkan maaf. Terima Kasih…
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu.
Medan, Agustus 2009
Penulis
Dina Anggita Lubis
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS DIRI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Nama Lengkap
Nama Panggilan
Tempat / Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
Agama
Golongan Darah
Status
Nama Orang tua
Ayah
Ibu
9. Alamat
: Dina Anggita Lubis
: Anggi
: Medan, 28 April 1984
: Perempuan
: Islam
:B
: Belum Menikah
: Drs. H. Zulkifli Lubis
: Hj. Sri Hayati Arief Matondang
: Jln. Karya Bersama No.11
Kel. Pangkalan Masyhur Kec. Medan Johor
Medan.
II. RIWAYAT PENDIDIKAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
SD Negeri No166321
SLTP Negeri 1 Tebing Tinggi
SLTP Negeri 1 Tanjung Pinang
SLTA Negeri 2 Tanjung Pinang
SLTA Negeri 2 Pematang Siantar
Universitas Riau
Magister Studi Pembangunan
Universitas Sumatera Utara – Medan
: 1990 - 1996
: 1996 - 1997
: 1997 - 1999
: 1999 - 2000
: 2000 - 2002
: 2002 - 2006
: 2007 – 2009
III. RIWAYAT PEKERJAAN
1. Tenaga Pengajar di Primagama
: 2007 - sekarang
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .......................................................................................
i
ABSTRACT ....................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ....................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP ..........................................................................
vi
DAFTAR ISI ..................................................................................
vii
DAFTAR TABEL
x
.......................................................................
DAFTAR GAMBAR …………………………………………......
xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................
xiii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................
14
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................
14
1.4 Kerangka Teori ………………………………................
15
1.5 Kerangka Pemikiran …………………………………....
18
1.6 Pengalaman Lapangan .....................................................
19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................
20
2.1 Pengertian Partisipasi ......................................................
20
2.2 Pengertian Politik ............................................................
24
2.3 Pengertian Partisipasi Politik ..........................................
24
2.4 Teori Sosiologi tentang Wanita ......................................
32
2.4.1 Teori Struktural Fungsional ..............................
32
2.4.2 Teori Konflik ...................................................
37
2.5 Teori Gender ...................................................................
37
2.5.1 Teori Nurture ....................................................
37
2.5.2 Teori Nature ......................................................
38
2.5.3 Teori Equilibrium ..............................................
39
2.6 Bentuk dan Tingkatan Partisipasi Politik Perempuan .....
40
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
2.7 Partisipasi Politik Perempuan dalam Islam ......................
44
2.8 Hubungan Partai Politik dengan Partisipasi Politik
Perempuan ........................................................................
46
2.9 Keterwakilan Politik Perempuan .....................................
49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................
50
3.1 Jenis Penelitian ..................................................................
50
3.2 Definisi Konsep ................................................................
50
3.3 Penentuan Informan ..........................................................
50
3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................
53
3.5 Teknik Analisis Data .........................................................
53
3.6 Lokasi Penelitian ................................................................
54
3.7 Jadwal Pelaksanaan .............................................................
54
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................
55
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian .................................................
55
4.1.1 Kondisi Geografis .................................................
55
4.1.2 Kondisi Demografis ................................................
55
4.2 Latar Belakang Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera ............... 56
4.2.1 Sejarah Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera ............. 56
4.2.2 Arah Kebijakan Umum Partai Keadilan Sejahtera ..... 60
4.2.2.1 Visi Partai Keadilan Sejahtera ...................... 60
4.2.2.2 Misi Partai Keadilan Sejahtera .................... 61
4.2.2.3 Platform Partai Keadilan Sejahtera .............
62
4.2.2.4 Prinsip Kebijakan .......................................
63
4.3 Struktur Organisasi Partai Keadilan Sejahtera .......................... 69
4.4 Ideologi Partai ..........................................................................
71
4.5 DPD PKS Kota Medan .............................................................
71
4.6 Komposisi dan Personalia Pimpinan Daerah Kesatuan
Perempuan PKS ..................................................................
73
4.7 Kebijakan Rekruitmen PKS Terhadap Perempuan ..................
73
4.7.1 Rekruitmen dalam Kepengurusan Partai ...................
73
4.7.2 Pembinaan Anggota ...................................................
75
4.7.3 Rekruitmen Calon Legislatif ......................................
77
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
4.8 Kedudukan Perempuan dan Kemuliaannya dalam Islam ……
79
4.9 Kedudukan Wanita dan Posisi Peran Politik ………………...
80
4.10 Partai Politik Islam memandang Perempuan ……………….
82
4.11 Partisipasi Perempuan dalam Politik ……………………
87
4.12 Partisipasi Perempuan PKS di DPRD Kota Medan …….
92
4.13 Faktor-faktor penyebab rendahnya tingkat partisipasi
perempuan Partai Keadilan Sejahtera di Kota Medan ….
102
4.13.1 Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Perempuan ……………………………………..
4.13.2 Faktor Penghambat Partisipasi Politik
Perempuan ........................................................
4.13.2.1 Hambatan dalam Budaya ………….
4.13.2.2 Hambatan dalam Sosialisasi .............
4.13.2.3 Hambatan Ekonomi ..........................
4.13.2.4 Hambatan Internal ..........................
4.14 Strategi Meningkatkan Keterwakilan Perempuan
Partai Keadilan Sejahtera di DPRD Kota Medan …..
103
104
105
106
106
107
108
BAB V PENUTUP ..........................................................................
117
5.1 Kesimpulan ........................................................................
117
5.2 Saran ..................................................................................
119
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................
121
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
DAFTAR TABEL
Nomor
1.
Judul
Halaman
Jumlah Caleg Perempuan Partai Politik
Pemilu Legislatif 2009 ......................................................
4
Jumlah Calon Anggota Legislatif Perempuan per-Provinsi
Tahun 2009-20014 ......................................................
6
Pendidikan Calon Anggota Legislatif
Periode 2009-2014 (dalam persen) .................................
7
4.
Komposisi Pemeluk Agama di Medan ..........................
56
5.
Sejarah Partai Keadilan Sejahtera ..................................
57
6.
Data Perempuan dalam Kabinet
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2005-2009) .....
81
7.
Dualisme Kategori Partai Islam ......................................
82
8.
Platform Perempuan dalam Lima Partai Politik Islam
di Indonesia ...............................................................
83
Gambaran Representasi perempuan dalam
Konsep Partai-partai Islam ............................................
84
Platform dan Agenda Perempuan
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ....................................
85
Nama Anggota Dewan Perempuan di DPRD
Sumatera Utara Periode 2004-2009 ...............................
87
Daftar Caleg Perempuan Partai Keadilan Sejahtera
Tingkat Nasional DPR-RI ……………………................
88
Daftar Caleg Perempuan Partai Keadilan Sejahtera
DPRD Provinsi Sumatera Utara ....................................
89
Daftar Caleg Perempuan Partai Keadilan Sejahtera
DPRD Kota Medan ............ .........................................
90
Daftar Calon Tetap Anggota Legislatif Perempuan
Kota Medan Pemilu Legislatif 2009 ...............................
91
Nama Anggota Dewan Perempuan di DPRD
Sumatera Utara Periode 2009-2014 ..............................
92
Caleg Terpilih Dapil I .......................................................
94
2.
3.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
18.
Caleg Terpilih Dapil II .......................................................
94
19.
Caleg Terpilih Dapil III ....................................................
95
20.
Caleg Terpilih Dapil IV .....................................................
95
21.
Caleg Terpilih Dapil V .......................................................
95
22.
Jumlah Calon Anggota Legislatif
Periode 2009 – 2014 (dalam Persen )..................................
109
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
1.
Alur Pemikiran Permasalahan Penelitian …………………….
18
2.
Komposisi dan Personalia Pimpinan Daerah Kesatuan
Perempuan PKS Masa Bakti 2004 – 2009 .............................
73
Strategi Pemberdayaan Peran Politik Perempuan
Partai Keadilan Sejahtera ........................................................
113
3.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
1.
Surat Permohonan Izin Penelitian .............
126
2.
Daftar Pedoman Wawancara .....................
127
3.
Daftar Identitas Responden ......................
129
4.
Struktur DPD PKS Kota Medan ..............
130
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Peran perempuan di Tanah Air telah dimulai sejak zaman penjajahan.
Munculnya tokoh perempuan Indonesia seperti R. A Kartini, R. Dewi Sartika, dan Cut
Nyak Dien dapat menjadi contoh. Harus diakui bahwa meski sudah banyak tokoh
perempuan yang sukses, namun pada sisi lain masih banyak pula hambatan yang
dialami kaum perempuan untuk tampil dalam sektor publik. Misalnya, terkait peran
perempuan dalam politik, hampir di seluruh negara, khususnya di negara berkembang,
menghadapi sejumlah kendala baik struktural maupun kultural.
Kendala struktural tersebut sering kali berkaitan dengan permasalahan
pendidikan, status sosial, ekonomi, dan pekerjaan. Pekerjaan perempuan masih sering
diidentikkan dengan pekerjaan “kelas dua” yang sulit berimbang dengan laki-laki.
Sementara kendala kultural terkait dengan faktor budaya dalam masyarakat seperti
menempatkan perempuan sebagai untuk sekedar tinggal dirumah. Kini konsep
kesetaraan gender dianggap sebagai sebuah jawaban untuk mengatasi persoalan
perempuan tersebut. Gerakan ini sudah berkembang menjadi gerakan massal yang
sangat berpengaruh. (www.asiandevbank.org)
Reformasi yang dialami bangsa Indonesia pada tahun 1998 membawa
perubahan pada sistem politik terutama sistem Pemilu. Perubahan ini membuka
peluang bagi setiap elemen bangsa untuk terlibat di dalamnya, menuju kehidupan
demokrasi yang lebih baik. Bagi kaum perempuan di Indonesia, perubahan sistem
politik itu juga memberi harapan bagi mereka untuk dapat memperjuangkan
kepentingannya dengan lebih nyata. Perubahan dalam sistem Pemilu antara lain,
diberlakukannya UU No. 12 Tahun 2003 merupakan Legitimasi kuota 30% bagi
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
keterwakilan perempuan sebagai caleg dari partai politik, dan jumlah partai politik
peserta Pemilu tidak lagi dibatasi sehingga ada partai politik yang mengatasnamakan
kaum perempuan Indonesia.
Kuota anggota legislatif perempuan sekurang-kurangnya 30% di partai politik
dan parlemen, merupakan kebijakan yang positif bagi pemberdayaan partisipasi
politik perempuan. Jumlah pemilih dalam Pemilu 2004 lebih dari 51% nya adalah
perempuan. Seharusnya, idealnya kaum perempuan secara struktural memiliki
kesempatan lebih besar untuk menjadi politisi, dibandingkan pada Pemilu
sebelumnya. Namun kenyataannya tidaklah demikian, sebab jalan bagi munculnya
banyak politisi perempuan di Indonesia masih menghadapi banyak kendala. Baik dari
kaum perempuan itu sendiri maupun kondisi riil politik, dan sosial budaya yang acap
kali belum men-support keberadaannya di dunia politik. (www.rahima.or.id)
Upaya mencapai kuota minimum jumlah perempuan di parlemen tidak bisa
dilepaskan dengan upaya peningkatan kualitas dari kaum perempuan itu sendiri.
Tanpanya, kesempatan apapun yang diberikan melalui ketentuan untuk memberikan
ruang politik yang lebih luas lagi bagi perempuan, tidak akan menghasilkan perbaikan
yang berarti. Dengan demikian, diperlukan upaya yang sistematis dan terprogram
untuk meningkatkan kapasitas politik perempuan. Salah satu kendala untuk
terlaksananya peningkatan kapasitas perempuan dalam arena politik masih adanya
pandangan yang kuat dimasyarakat yang menempatkan kaum perempuan hanya
mengurusi suami dan anak-anak. Aktivitas perempuan dipanggung politik, di
Indonesia dewasa ini masih merupakan sesuatu yang dianggap tabu.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Tabel 1. Jumlah Caleg Perempuan Partai Politik
Pemilu Legislatif 2009
No
Nama Partai
JC
Kuota Perempuan yang dipenuhi
Partai Politik Berdasarkan Total
Jumlah Caleg
CL
%
CP
%
1
Hanura
600
414
69,0
186
31,0
2
PKPB
141
86
60,9
55
39,0
3
PPPI
274
140
51,0
134
48,9
4
PPRN
288
212
73,6
76
26,3
5
GERINDRA
387
275
71,0
112
28,9
6
PBN/BARNAS
276
172
62,3
104
37,6
7
PKPI
315
173
54,9
142
45,0
8
PKS
579
364
62,8
215
37,1
9
PAN
592
413
69,7
179
30,2
10
PIB
55
35
63,6
20
36,3
11
P.Kedaulatan
243
154
63,3
89
36,6
12
PPD
159
92
57,8
67
42,1
13
PKB
392
258
65,8
134
34,1
14
PPI
276
184
66,6
92
33,3
15
PNI Marhaen
113
76
67,2
37
32,7
16
PDP
400
234
58,5
166
41,5
17
PKP
199
133
66,8
66
33,1
18
PMB
303
179
59,0
124
40,9
19
PPDI
50
34
68
16
32,0
20
PDK
250
143
57,2
107
42,8
21
RepublikaN
229
162
70,7
67
29,2
22
Partai Pelopor
106
65
61,3
41
38,6
23
Golkar
638
446
69,9
192
30,0
24
PPP
470
339
72,1
131
27,8
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
25
PDS
322
207
64,2
115
35,7
26
PNBK
171
115
67,2
56
32,7
27
PBB
392
263
67,0
129
32,9
28
PDI-P
628
407
64,8
221
35,1
29
PBR
314
185
58,9
129
41,0
30
Partai Patriot
125
102
81,6
23
18,4
31
Partai Demokrat
658
439
66,7
219
33,2
32
PKDI
145
100
68,9
45
31,0
33
PIS
315
192
60,9
123
39,0
34
PKNU
288
192
66,6
96
33,3
41
Partai Merdeka
89
57
64,0
32
35,9
42
PPNU
92
52
56,5
40
43,4
43
PSI
127
81
63,7
46
36,2
44
Partai Buruh
218
142
65,1
76
34,8
11.219
7.317
65,2
3.902
34,7
TOTAL
Sumber : Harian Kompas, Senin 9Februari 2009.
Keterangan : JC (Jumlah Calaeg); CP (Caleg Perempuan); CL (Caleg Laki-laki); DP (Daerah
Pemilihan); % (Persentase). Urutan diatas sesuai dengan nomor partai politik peserta Pemilu
Legislatif 2009.
Salah satu hambatan bagi keterlibatan perempuan dalam aspek politik adalah
adanya anggapan bahwa politik itu kotor. Hal ini berarti berkecimpung dalam dunia
politik adalah dianggap tidak baik. Dengan anggapan ini kemudian muncul
pandangan bahwa berpolitik, terutama bagi perempuan adalah tidak pantas. Apalagi
perempuan yang Islam (muslimah) tidak pantas berpolitik. Politik hanya pantas untuk
laki - laki.
Di Indonesia, pada periode 1992-1997, jumlah perempuan yang menjadi
anggota DPR sebanyak 63 orang atau sekitar 12,5 peresen. Namun, pada tahun 19971999 turun menjadi 57 orang atau 11,5 peresen. Saat reformasi, saat bangsa ini
bertekad mewujudkan demokrasi yang lebih sehat, yaitu pada periode 1999-2004,
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
angka
tersebut
malah
turun
menjadi
45
orang
atau
hanya
9
persen.
(wri.or.id/gender/index.php).
Berbagai alasan dikemukakan oleh para pemimpin partai perihal penurunan
keterwakilan perempuan di DPR. Pertama, partai politik kesulitan dalam merekrut
anggota legislatif perempuan. Persoalan menghadang tidak hanya pada kuantitas
tetapi juga kualitas calon. Alasan ini perlu kiranya dicurigai, karena jangan-jangan
minimnya kader perempuan terkait dengan sistem pengkaderan partai yang memang
tidak memberi tempat, perhatian, serta peluang pada perempuan. Kedua, partai politik
mengaku sulit mengajak perempuan terlibat dalam wacana politik, apalagi
mengajaknya terlibat dalam politik praktis. Pemimpin partai politik beralasan, banyak
perempuan yang masih alergi dengan politik, karena mereka belum sadar politik.
Tentu saja alasan terakhir ini tidak secara gampang bisa dipercaya. Sebaliknya, perlu
ada kecurigaan ,jangan-jangan kesadaran politik pada perempuan tidak pernah muncul
karena wilayah politik selama ini di klaim sebagai milik laki-laki. Rendahnya
kesadaran politik, dengan demikian, bukan hanya kesalahan perempuan, tetapi
merupakan kesalahan bersama, terutama kesalahan dalam mendefinisikan kata politik
(Siti Musdah Mulia dan Anik Farida, 2005 : 16-18).
Tabel 2. Jumlah Calon Anggota Legislatif Perempuan
per-Provinsi Tahun 2009-20014
No
Provinsi
Jumlah
1.
Nanggroe Aceh Darussalam
89
2.
Sumatera Utara
213
3.
Sumatera Barat
99
4.
Riau
74
5.
Kepulauan Riau
27
6.
Jambi
49
7.
Sumatera Selatan
123
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
8.
Bangka Belitung
29
9.
Bengkulu
39
10. Lampung
118
11. DKI Jakarta
236
12.
Jawa Barat
635
13.
Banten
177
14. Jawa tengah
467
15.
DI Yogyakarta
58
16.
Jawa Timur
505
17.
Bali
50
18.
Nusa Tenggara Barat
64
19.
Nusa Tenggara Timur
96
20.
Kalimantan Barat
75
21.
Kalimantan Tengah
35
22.
Kalimantan Selatan
78
23.
Kalimantan Timur
52
24.
Sulawesi Utara
60
25.
Gorontalo
31
26.
Sulawesi Tengah
51
27.
Sulawesi Selatan
151
28.
Sulawesi Tenggara
40
29.
Sulawesi Barat
26
30.
Maluku
41
31.
Maluku Utara
27
32.
Papua
60
33. Papua Barat
27
Sumber: Harian Kompas, Senin 9Februari 2009.
Dalam bidang pendidikan, diketahui bahwa perempuan yang buta huruf dua
kali lebih besar daripada laki-laki (13,85 persen dan 6,26 persen). Demikian juga
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
dengan jenjang pendidikan yang ditamatkan. Pendidikan yang ditamatkan perempuan
lebih rendah daripada laki-laki. Perbedaan yang makin mencolok terlihat pada jenjang
pendidikan tinggi (Sarjana), yaitu laki-laki 18,10 persen sedangkan perempuan 13,47
persen (Siti Musdah Mulia dan Anik Farida, 2005:25). Ini bisa kita lihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 3. Pendidikan Calon Anggota Legislatif
Periode 2009-2014 (dalam persen)
No
Pendidikan
Laki-laki
Perempuan
1
SLTA
13,2
21,2
2
Diploma
3,9
8,4
3
Strata-1
58,9
53,7
4
Strata-2
20
15
5
Strata-3
4
1,7
Sumber: Harian Kompas Senin 9 Februari 2009.
Menganalisis lebih jauh data Komisi Pemilihan Umum (KPU), terlihat bahwa
calon anggota legislatif perempuan yang diajukan oleh partai memiliki kualitas yang
memadai dan tidak berbeda dengan laki-laki. Jumlah calon anggota legislatif
perempuan yang berpendidikan sarjana sebanyak 53,7 persen, sedangkan jumlah lakilaki dengan pendidikan yang sama 58,9 persen.
Masalah lainnya adalah secara internal kepartaian, meskipun partai politik
adalah instrumen politik yang diharapkan mengembangkan demokratisasi, tetapi
dalam rekruitmen partai politik pun, ternyata nuansa patriarki ini masih menguat.
Sehingga amat menyulitkan kaum perempuan untuk berada pada posisi strategis dan
pengambil kebijakan pada sebuah partai. Lebih banyak perempuan hanya di beri porsi
mengurus posisi keperempuanan saja atau yang identik dengan dunia keperempuanan,
dan dalam mekanisme selanjutnya maka akan menyulitkan bagi perempuan untuk
tampil sebagai kandidat pemimpin.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Persoalan berikutnya adalah kemampuan secara finansial, juga sangat sedikit
perempuan yang mempunyai kemandirian finansial sehingga mampu maju ke
gelanggang dunia politik praktis seperti untuk maju menjadi pemimpin suatu daerah,
yang tentunya memerlukan ongkos politik yang tidak sedikit.
Menurut Syafiq Hasyim (2001 : 124), masalah perempuan dan politik di
Indonesia terhimpun sedikitnya dalam empat isu: keterwakilan perempuan yang
sangat rendah di ruang publik; komitmen partai politik yang belum sensitif gender
sehingga kurang memberikan akses memadai bagi kepentingan perempuan; kendala
nilai-nilai budaya dan interpretasi ajaran agama yang bias gender dan bias nilai-nilai
patriarki; dan minat, hasrat, animo, para perempuan untuk terjun dalam kancah politik
rendah; tapi untuk yang terakhir ini perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam.
Dalam penelitian ini, alasan penulis untuk memilih Partai Keadilan Sejahtera
sebagai objek penelitian adalah karena menurut penulis Partai Keadilan Sejahtera
begitu fenomenal dalam perpolitikan Indonesia dan memainkan peran yang khas
selaku partai yang berasaskan Islam. Dan partai ini menjadi menarik untuk diangkat
dalam sebuah penulisan Tesis karena dalam banyak pemberitaan media, partai ini juga
kerap menyuarakan isu-isu yang reformis dan moderat dengan penekanan
pembangunan ekonomi dan akhlak.
Partai Keadilan Sejahtera didirikan oleh orang yang berasal dari berbagai
macam profesi, golongan maupun organisasi. Seperti Ulama dari pondok pesantren,
alumnus Timur Tengah, Eropa dan Amerika, kalangan NU, Muhammadiyah, aktivis
gerakan mahasiswa, pengusaha, petani, buruh, seniman, dan kaum profesional
lainnya.
Partai Keadilan Sejahtera, sebagaimana disebutkan pada AD/ART Pasal 1,
didirikan di Jakarta pada hari Sabtu, tanggal 9 Jumadil Ula 1423 atau tanggal 20 April
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
2002. Dideklarasikan di Lapangan Monas Jakarta dihadapan sekitar 300.000 kader
dan simpatisan partai. Sebelumnya partai ini bernama Partai Keadilan (PK) yang
didirikan pada hari Senin tanggal 26 Rabiul Awal 1419H atau tanggal 20 Juli 1998 di
Jakarta. Karena pada Pemilu 7 Juli 1999 tidak bisa meraih dukungan 2% (electoral
thereshold), maka untuk memenuhi persyaratan mengikuti Pemilu 2004, Partai
Keadilan melakukan fusi (penyatuan) dengan Partai Keadilan Sejahtera pada tahun
2002.
Kemudian mengutip pendapat Dr. Greg Fealy dari tulisan Drs. Heri Kusmanto,
M.A dan Warjio, S.S, M.A dalam “Strategi Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera”
terdapat beberapa argumentasi dalam melihat fenomena Partai Keadilan Sejahtera.
Dan menurut pendapat penulis terlepas dari pengaruh interpretasi yang subjektif
namun masih dalam tahap yang wajar, argumentasi berikut dapat dijadikan acuan
untuk penelitian penulis. Berikut kutipannya:
“ Pertama, tidak seperti partai-partai Islam yang lain, Partai Keadilan Sejahtera
mengambil sumber inspirasi ideologi dan organisasi utamanya dari luar negara
dan menjadikan pemikiran Ikhwanul Muslimin di Mesir sebagai panduan”.
“ Ketiga, Partai Keadilan Sejahtera adalah satu-satunya partai kader yang murni
dalam politik Indonesia saat ini. Partai Keadilan Sejahtera memiliki proses
rekruitmen yang khas dan ketat, melalui training, seleksi ahli yang dapat
menghasilkan dengan komitmen yang tinggi dan disiplin. Secara amannya
Ahli Jawatan Kuasa Partai Keadilan Sejahtera dan ahlinya yang terpilih di
parlemen dipilih berasaskan pengabdian mereka melalui proses demokrasi
dalam partai.
“ Kelima, Partai Keadilan Sejahtera adalah partai yang sangat memperhatikan
dan memperjuangkan ideologi yang dasar dibandingkan partai-partai besar
lainnya. Di saat ramai partai-partai lain menamakan kurangnya perhatian
mereka dalam hal nilai dan tujuan yang ingin dicapai, Partai Keadilan
Sejahtera menunjukkan besarnya wacana dalam partai mengenai isu-isu yang
bersifat konseptual dan doktrinal. Sejumlah buku, majalah, dokumen dalam
halaman web yang dihasilkan oleh Partai Keadilan Sejahtera jauh melebihi apa
yang dihasilkan oleh partai-partai lain”.
Argumentasi selanjutnya penulis kutip dari Djony Edward dalam kata pengantar
bagi bukunya “Efek Bola Salju Partai Keadilan Sejahtera” sebagai berikut:
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) hadir sebagai sebuah partai politik yang
tampilannya berbeda dibandingkan dengan partai politik yang ada. Mengingat PKS
sebagai partai politik tidak hanya mengedepankan aspek politis dalam sepak
terjangnya, tapi juga menjadikan moral agama sebagai basis gerakannya. Sehingga
tidak jarang PKS dijuluki sebagai partai politik dakwah atau partai politik yang
tampilannya lebih dirasakan sebagai gerakan dakwah.
Tahun 2004 mungkin menjadi salah satu momentum yang paling mengesankan
bagi aktivis Partai Keadilan. Betapa tidak, sempat tidak lolos electoral threshold
untuk ikut Pemilu 2004, namun justru menjadi “bintang” di pemilu 2004 setelah
berubah menjadi PKS (sebelumnya bernama Partai Keadilan). Tidak saja aktivis PKS
yang terhenyak atas fenomena PKS di 2004, namun public dan analis politik secara
keseluruhan memberikan apresiasi atas prestasi PKS masuk dalam big seven
pemenang pemilu 2004. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) adalah fenomena baru dalam
kancah perpolitikan Indonesia.
Ditengah euphoria parpol pasca reformasi, PKS menghadirkan prototype partai
yang berbasis kader-ideologis. Sepanjang sejarah perpolitikan nasional, tidak banyak
partai yang mampu menghadirkan konstruksi parpol yang berbasis kader ideologis.
Mungkin parpol yang sejenis adalah Partai Komunis Indonesia di zaman Pemilu 1955.
Yang menegaskan persamaan diantara keduanya adalah Partai Keadilan Sejahtera dan
PKI memiliki landasan ideologi politik yang kuat serta penguatan dan konsolidasi
internal yang rapi melalui proses pengkaderan yang sistematis. Banyak parpol lain
yang hanya mengandalkan mobilitas dan kohesivitas nilai ideologis, namun
melupakan proses pengkaderan. Akhir-akhir ini, mayoritas parpol yang lahir adalah
parpol yang tidak memiliki keduanya.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Faktor kohesivitas ideologi dan konsolidasi kader yang sistemik itulah kemudian
menjadikan PKS begitu fenomenal. Perolehan sekitar 7,3% suara nasional dan 48
kursi di DPR membawa PKS menjadi parpol yang cukup diperhitungkan dalam
kancah perpolitikan nasional empat tahun terakhir ini. Selain faktor ideologis dan
konsolidasi kader yang solid, menurut Irvan Mawardi dalam Menghitung Peluang
PKS di Pemilu 2009, ada beberapa faktor yang mendukung kesuksesan PKS pada
pemilu 2004 adalah, Pertama PKS lahir dan hadir ditengah masyarakat dengan
performa dan aksesoris yang populis. Slogan “bersih dan peduli” begitu memikat
apresiasi masyarakat terhadap PKS. Dalam kegiatannya, PKS mampu menghadirkan
aktivitas sosial yang memikat masyarakat kelas bawah, seperti kegiatan pengobatan
gratis, kerja bakti, dll. Faktor Kedua, terjadi simbiosis mutualisme antara performa
PKS yang menawarkan gagasan dan aksi populis dengan akseptasi masyarakat akan
hadirnya parpol yang baik dan konstruktif. Pemilu 2004 sesungguhnya menjadi
klimaks kekecewaan masyarakat terhadap prestasi parpol dan politisi. Dalam posisi
kekecewaan yang demikian, hadirlah parpol yang dengan performa seperti PKS.
Faktor Ketiga, kondisi massa mengambang (floating mass) ketika pemilu 2004 masih
cenderung aktif dan “idealis”. Mereka yang mengambang ini umumnya kelas
menengah dan juga mayoritas dari kalangan grass root. Floating mass ketika itu masih
meyakini akan ada perubahan yang signifikan pasca pemilu 2004. Oleh karenanya
mereka mesti aktif dan menjatuhkan pilihan kepada parpol yang memiliki peluang
untuk melakukan perubahan itu. PKS menjadi salah satu pilihan mereka. Keempat,
performa PKS dalam melaksanakan cita-cita dakwah politik dan politik dakwah
begitu memikat kaum ideologis-revivalis Islam. Kebanyakan kaum muslim kelas
menengah yang mengalami “pubertas” nilai keislaman begitu terkesima dengan
produk dan label keislaman yang ditampilkan PKS dalam berpolitik. Pubertas dalam
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
konteks ini adalah muslim yang sempat kehilangan orientasi keislaman dan
menemukan kembali nilai Islam lewat inspirasi yang bersifat simbolik. Mereka
kemudian banyak yang meyakini bahwa ini PKS akan meniscayakan bangkitnya
kekuatan politik Islam di Indonesia pasca bubarnya Masyumi. Kelima, PKS dalam
mengelola dakwah yang berbasis politik masih cukup bisa diterima dikalangan semua
elemen Islam di Indonesia, baik Islam radikal maupun moderat. Hal ini nampak dari
barisan
pengurus
dan
simpatisan
kader
PKS
merepresentasikan
unsur
Muhammadiyah, NU, Majelis Mujahidin, dll
(http://irvanogie.wordpress.com/2008/menghitungpeluangpksdipemilu2009/mengapapksbegit
ufenomenal/id).
Sementara itu kontribusi perempuan dalam mendongkrak suara partai ini sangat
signifikan. Dengan memakai pembedaan kategoris Kaase dan Marsh (1979: 41)
tentang partisipasi politik konvensional dan non-konvensional, terlihat betapa
krusialnya peran perempuan dalam perjalanan politik PKS. Sensus BPS tahun 2000
menunjukkan bahwa 51%penduduk Indonesia adalah perempuan. Bisa diasumsikan
bahwa dari 84% voter Pemilu 2004, perempuan mungkin saja lebih banyak ketimbang
laki-laki. Secara konvensional, partisipasi politik kader perempuan PKS jelas tidak
bisa dipungkiri, mengingat mereka tidak saja aktif di hari H pencoblosan, tapi juga
berkampanye secara massif untuk menarik pemilih baru sesuai target yang ditentukan
(Yusuf, 2003:41). Menurut Nursanita Nasution, anggota parlemen perempuan dari
PKS, setiap kader perempuan sadar betapa krusialnya waktu lima menit di dalam bilik
suara, dan karenanya mereka diniscayakan untuk mempengaruhi masyarakat agar
memilih partai dakwah ini.
Menurut Burhanuddin ( 2008 : 86) secara non-konvensional, kader perempuan
PKS juga aktif melakukan mobilisasi konsensus dan aksi dalam berbagai demonstrasi
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
yang rajin di gelar oleh partai. Sistem sel kaderisasi partai melalui usrah juga tidak
bisa mengetepikan peran kader perempuan. Dengan kata lain, PKS banyak berhutang
budi kepada perempuan. Secara internal, hanya 4 perempuan yang menjadi pengurus
DPP PKS dari total sekitar 56 pengurus. Itupun keempat-empatnya dikumpulkan di
Departemen Kewanitaan. Majelis Syuro PKS juga didominasi laki-laki. Komposisi
perempuan di lembaga-lembaga internal partai seperti Dewan Syariah, Majelis
Pertimbangan Partai, serta pengurus DPW, dan lain-lain tidak jauh berbeda atau ratarata representasi mereka di bawah 10%. (Sumber: http://islamlib.com/id).
Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk memilih PKS sebagai objek
penelitian. Dan PKS mewakili seluruh partai yang ada di Indonesia, untuk melihat
keterwakilan politik perempuan di Parlemen.
1.2 Perumusan Masalah
Dari fenomena yang telah penulis kemukakan diatas, maka penulis mengambil
permasalahan utama yang akan menjadi bahan analisa penulis yaitu:
1.
Bagaimana partisipasi politik perempuan di Partai Keadilan Sejahtera Kota
Medan dilihat dari tingkat keterwakilannya?
2.
Faktor-faktor yang menjadi penyebab rendahnya tingkat Keterwakilan
Perempuan Partai Keadilan Sejahtera di Kota Medan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Partisipasi Politik Perempuan di
Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan dilihat dari segi keterwakilannya.
Deskripsi partisipasi politik dimaksud meliputi : peran memberikan pendidikan
politik, peran menyampaikan aspirasi dan peran memberikan dukungan untuk menjadi
praktisi politik serta hasil akhirnya yaitu yang berhasil duduk di parlemen.
Adapun Manfaat Penelitian adalah:
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Penelitian tentang partisipasi politik perempuan di Partai Keadilan Sejahtera
Kota Medan ini diharapkan dapat memberi beberapa manfaat, antara lain:
1. bagi pemerhati perempuan sebagai informasi dan data dalam memperjuangkan
hak-hak perempuan.
2. bagi partai politik sebagai bahan rujukan dalam melakukan pendidikan politik
kepada perempuan.
3. bagi pengambil kebijakan dalam merumuskan dan merancang strategi untuk
memberdayakan dan mencerdaskan perempuan dalam bidang politik.
1.4 Kerangka Teori
Secara teoritis, keterwakilan memiliki empat sifat: Pertama, seseorang
mempresentasikan nilai atau kepercayaan tertentu yang umumnya di wadahi dalam
suatu partai politik. Kedua, geografis, seseorang mewakili konstituen dalam lokal
wilayah tertentu. Ketiga, fungsional, seseorang mempresentasikan kepentingan dari
suatu kelompok tertentu. Keempat, sosial yang merupakan bentuk representasi
identitas kelompok tertentu. Secara garis besar, partisipasi politik adalah kegiatan
seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta aktif dalam kehidupan politik.
Kegiatan itu mencakup tindakan-tindakan seperti memberikan suara dalam pemilu,
menghadiri rapat politik, menjadi anggota suatu partai politik, dan lain sebagainya.
Substansi partisipasi politik tidak lepas dari proses sosialisasi politik, pendidikan
politik, dan rekruitmen politik.
Sosialisasi politik perempuan adalah proses penanaman nilai-nilai dan
pembentukan sikap dan pola tingkah laku politik perempuan. Pendidikan politik
menyangkut proses seseorang diperkenalkan dengan sistem politik, sedangkan
rekruitmen politik adalah suatu proses saat mana suatu partai politik mencari anggota
perempuan yang berbakat untuk menjadi kader pengurus atau menjadi calon legislatif
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
dari partai politik itu. Perempuan yang terjun ke dalam kegiatan politik dan mendapat
jabatan politik dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama
adalah perempuan yang memperoleh jabatan politik karena mereka memiliki
hubungan dengan laki-laki tertentu. Misalnya suaminya eksekutif, sang istri duduk di
dewan. Ayahnya duduk di legisaltif, putrinya di kader untuk duduk di legislatif.
Ayahnya memiliki reputasi sosial politik sehingga putrinya di anggap dan di posisikan
cukup mampu menjadi anggota dewan.
Kelompok kedua adalah perempuan yang terjun ke dunia politik setelah bebas
tugas dalam membesarkan anak-anaknya. Hal itu menyebabkan usia karir politiknya
lebih pendek. Kelompok ketiga adalah perempuan yang dalam usia muda 30-an terjun
dalam politik. Biasanya mereka telah cukup lama aktif dalam dunia ormas, LSM atau
organisasi ekstra kampus. Mereka inilah yang termasuk jenis politisi perempuan
profesional karir yang jumlahnya paling sedikit akibat proses sosialisasi, pendidikan,
dan rekruitmen politik perempuan yang tidak berakar dan berjalan secara sistematis.
Akibat dari rendahnya keterwakilan perempuan dan keberadaan perempuan dalam
lembaga publik atau lembaga-lembaga politik, dapat diartikan pula sebagai masih
kurangnya perempuan terlibat dalam struktur kekuasaan dan proses pengambilan
keputusan dalam perumusan kebijakan, pembahasan dan penentuan prioritas program
pembangunan. Hal tersebut dapat dianalogkan bahwa pengalokasian sumber dan
perolehan hasil/manfaat pembangunan yang tidak dibagi secara adil dan merata,
terutama yang menyangkut kepentingan dan kebutuhan perempuan.
Sejauh ini dapat dikatakan kontribusi kaum perempuan terhadap pembentukan
konstitusi demokratik dan kebijakan penting lainnya tidak banyak. Salah satu
sebabnya juga adalah kurangnya kemampuan perempuan mengartikulasikan masalahmasalah tersebut kepermukaan apalagi mendesakkan masalah dan kepentingan itu
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
kepada pengambil keputusan dan mengontrol pelaksanaannya. Hal ini disebabkan
antara lain karena rendahnya partisipasi dan representasi politik perempuan baik
dalam tataran politik formal maupun informal. Kondisi ini kemudian berkontribusi
kepada rendahnya akses, partisipas dan representasi perempuan dalam proses
pengambilan keputusan-keputusan penting di negeri ini (Buku Panduan Kesadaran
Bernegara, 2006).
Selain rendahnya representasi atau keterwakilan perempuan dalam kehidupan
politik dalam arti jumlah atau kuantitas, maka ada gambaran lain yang melengkapinya
yakni persoalan kualitas. Partisipasi mereka di bidang politik selama ini, jika memang
itu ada, hanya terkesan memainkan peran sekunder. Mereka hanya di lihat sebagai
pemanis atau penggembira, dan ini mencerminkan rendahya pengetahuan mereka di
bidang politik. Bisa di amati bahwa betapa sedikitnya politisi atau tokoh perempuan
yang mempunyai pengetahuan yang luas mengenai berbagai persoalan publik yang
dihadapi masyarakat. Dalam situasi seperti itu maka tidaklah terlalu mengherankan
jika banyak kebijakan politik dan ekonomi yang dihasilkan tidak memperhitungkan
kepentingan perempuan. Berbagai kebijakan politik dan ekonomi di masa lalu
memperlihatkan dengan jelas betapa perempuan menanggung beban paling berat atas
nama pembangunan nasional yang merupakan perpaduan antara proses pembangunan
ekonomi dan pentingnya stabilitas politik (Soetjipto,2005).
Menurut Soetjipto (2005:27) walaupun, saat ini hak-hak politik bagi perempuan
sudah banyak diakui, namun adanya hak-hak politik tersebut tidak menjamin adanya
pemerintahan/sistem politik yang demokratis di mana azas partisipasi, representasi
dan akuntabilitas di beri makna yang sesungguhnya. Ini artinya, adanya keterwakilan
perempuan didalamnya, dan berbagai kebijakan yang muncul yang memiliki
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
sensitivitas gender, tidak serta merta terwujud meskipun hak-hak politik perempuan
sudah diakui.
1.5 Kerangka Pemikiran
Pada setiap penelitian, selalu menggunakan kerangka pemikiran sebagai alur
dalam menentukan arah penelitian. Hal ini untuk menghindari terjadinya perluasan
pembahasan yang menjadikan penelitian tidak terarah/terfokus. Untuk lebih jelasnya
dapat di lihat pada gambar di bawah ini.
Partisipasi Politik
Perempuan
Bentuk dan Tingkatan
Keterwakilan Politik
Perempuan serta Faktor
rendahnya Keterwakilan
Perempuan
Strategi Meningkatkan
Keterwakilan Perempuan
Gambar 1. Alur Pemikiran Permasalahan Penelitian
1.6 Pengalaman Lapangan
Banyak suka dan duka yang penulis rasakan dalam menyelesaikan penulisan
Tesis ini. Dari awal penulisan, dalam proses pengumpulan data, lalu melakukan
wawancara dengan informan, sampai akhirnya selesai melakukan penelitian. Proses
bimbingan dengan dosen dijalani selama lebih kurang 6 (enam) bulan hingga
menjelang ujian Seminar Hasil. Alhamdulillah semua berjalan lancer, walaupun ada
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
hambatan-hambatan yang penulis rasakan dalam pengerjaan Tesis ini. Dalam
penulisan Tesis ini penulis dibantu oleh 2 (dua) orang dosen pembimbing yang sangat
banyak membantu. Orang tua yang selalu mendoakan dan mendukung penulis. Serta
teman-teman yang juga selalu memberikan dorongan motivasi agar tetap semangat.
Pengalaman yang penulis dapatkan ketika melakukan penelitian juga banyak.
Pengalaman yang sangat mengesankan ketika bertemu dengan Ketua Umum DPD
PKS Kota Medan Bapak Surianda Lubis S. Ag yang juga menjabat sebagai anggota
DPRD Kota Medan. Dan informan-informan lain yang juga sangat banyak membantu
dalam menyelesaikan Tesis ini.
Wawancara dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti
melalui telepon. Ini disebabkan karena para informan juga mempunyai kesibukan lain
dalam pekerjaannya. Sehingga informan sulit untuk ditemui secara langsung
dikarenakan masalah waktu. Walaupun begitu penulis tidak putus asa, dan
menganggap itu semua sebagai pengalaman yang tidak akan terlupakan.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain:
kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, prilaku politik, partisipasi politik, proses
politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai
politik (Wikipedia Indonesia, ensiklopedi bebas berbahasa Indonesia).
Istilah politik berasal dari Bahasa Yunani Polis yang artinya kota atau negara,
yang kemudian muncul kata-kata polities yang artinya warga negara dan kata
politikos yang artinya kewarganegaraan. Politik adalah seni tentang kenegaraan yang
dijabarkan dalam praktek di lapangan, sehingga dapat dijelaskan bagaimana hubungan
antar manusia (penduduk) yang tinggal disuatu tempat (wilayah) yang meskipun
memiliki perbedaan pendapat dan kepentingannya, tetap mengakui adanya
kepentingan
bersama
untuk
mencapai
cita-cita
dan
tujuan
nasionalnya.
Penyelenggaraan kekuasaan negara dipercayakan kepada suatu badan / lembaga yaitu
pemerintah.
2.1 Pengertian Partisipasi
Kata partisipasi merupakan “hal tentang turut berperan serta dalam suatu
kegiatan, keikutsertaan atau berperan serta. Peran politik terkait erat dengan aktivitasaktivitas politik; mulai dari peranan para politikus profesional, pemberian suara,
aktivitas partai sampai demonstrasi.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Dalam pengertian umum, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau
sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik. Kegiatan ini
dapat berupa pemberian suara dalam Pemilu, menjadi anggota suatu partai dan lain
sebagainya.
Dalam Ihromi, Kajian Wanita dalam Pembangunan (1995:491), Herbert
McClosky mengatakan bahwa:
Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat
melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan
secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan
umum.
Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson dalam Kajian Wanita dalam
Pembangunan(1995:491) mengatakan:
Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadipribadi dengan maksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh
Pemerintah. Partisipasi dapat bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau
spontan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif.
Partisipasi secara harfiah dimaknai sebagai pengambilan bagian atau
pengikutsertaan (Echols, 1996:419). Jean-Jacques Rousseau dalam bukunya The
Social Contract mengatakan, partisipasi sangat penting bagi pembangunan diri dan
kemandirian warga negara. Melalui partisipasi individu menjadi warga publik,
mampu membedakan persoalan pribadi dengan persoalan masyarakat. Hal ini
ditegaskan pula oleh John Stuart Mill dalam Miriam Budiarjo (1982), bahwa tanpa
partisipasi nyaris semua orang akan ditelan oleh kepentingan pribadi dan pemuasan
kebutuhan pribadi mereka yang berkuasa. Di sini partisipasi dalam kata lain menjadi
ukuran adanya kemandirian dan kedewasaan individu (warga) dalam melihat batasan
antara kepentingan privat dan publik.
Urusan publik memiliki hukum dan nilainya sendiri yang tidak bisa dicampur
adukkan dengan urusan privat. Maka dari itu, penggunaan kekuasan untuk
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
kepentingan pribadi atau golongan dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang
karena melukai partisipasi dan dan melanggar hukum publik. Dalam konteks ini,
partisipasi menjadi fungsi demokrasi, agar kekuasaan selalu berorientasi pada publik.
Tiada demokrasi tanpa partisipasi politik warga, sebab partisipasi merupakan esensi
dari demokrasi. Bila suatu negara membatasi akses dan keterlibatan warganya dalam
setiap pengambilan keputusan, maka demokrasinya belum dapat dikatakan
berkembang secara baik. Adanya kebebasan rakyat dalam menjalankan partisipasi
politik menjadi ukuran elementer, untuk melihat eksistensi demokrasi dalam suatu
negara.
Demokrasi sebagai suatu sistem politik berupaya untuk memberikan wadah
seluas-luasnya kepada rakyat untuk turut berpartisipasi atau ikut serta secara politik
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kekuasaan yang otoriter, fasis dan anti
demokrasi biasanya menenggelamkan adanya partisipasi politik warga. Urusan
kekuasaan disederhanakan hanya sebatas milik para elite politik. Sedangkan rakyat
dikondisikan ke arah apatisme. Apatisme sebenarnya merupakan produk sosial,
ekonomi dan pengaturan politik tertentu. Seperti di masa orde baru, berbagai regulasi
digunakan untuk membungkam partisipasi politik rakyat. Rakyat tidak bebas
berekspresi dan berorganisasi. Adanya perbedaan pendapat, kritik dan protes massa
dikendalikan dengan teror, kekerasan dan bentuk-bentuk represi lainnya, serta
menjadi subjek dalam menentukan arah masa depan societynya.
Menurut Samuel P. Huntington dan Joan Nelson dalam bukunya Partisipasi
Politik di Negara Berkembang (1994 : 4), partisipasi politik adalah kegiatan warga
(privat citizen) yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang bertujuan mempengaruhi
keputusan oleh pemerintah. Partisipasi ini dapat bersifat individual atau kolektif,
terorganisir atau spontan, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal,
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
efektif atau tidak efektif. Partisipasi mencakup kegiatan-kegiatan, bukan mencakup
sikap-sikap. Sementara para ahli lain mendefinisikan partisipasi politik mencakup
orientasi-orientasi para warga negara terhadap politik, serta prilaku politik mereka
yang nyata. Hal ini dapat terwujud dalam pengetahuan tentang politik, persepsipersepsi tentang relevansi politik yang semua ini berkaitan dengan tindakan politik.
Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai
dari pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan. Termasuk juga
peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan, serta merupakan kegiatan
seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan
politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan warga secara langsung atau tidak
langsung mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah.
Menurut Hasyim di antara peran politik perempuan yang dimaksud adalah:
peran memberikan suara pada pemilihan, peran untuk menjadi anggota legislatif /
parlemen; dan peran menjadi pemimpin tertinggi dalam suatu pemerintahan atau
Presiden. Sementara menurut Fanin peran perempuan dalam politik dapat
dikelompokkan kepada tiga peran; pertama, peran normatif: peran memilih atau
dipilih dalam suatu proses Pemilihan Umum; perempuan memperoleh hak-hak
politiknya untuk memilih atau dipilih setelah kemerdekaan yaitu dalam Pemilu 1955;
kedua, peran aktif: sebagai fungsionaris partai politik atau sebagai anggota legislatif;
dan ketiga, peran pasif: turut berpartisipasi dalam mengontrol jalannya pembangunan.
2.2 Pengertian Politik
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat
yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.
Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda
mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun
nonkonstitusional. Disamping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang
berbeda, yaitu antara lain:
•
Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan
kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles).
•
Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan
negara.
•
Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan di masyarakat.
•
Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan
kebijakan publik. (http://www.pelita.or.id/baca.php?id=13353).
2.3 Pengertian Partisipasi Politik
1. Dari Wikipedia, partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala
tahapan kebijakan, mulai dari pembuatan keputusan sampai dengan penilaian
keputusan termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan
keputusan.
2. Dari Wikipedia (2), partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau
sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik yaitu
dengan jalan memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah.
3. Menurut Michael Rush dan Phillip Althoff dalam bukunya Pengantar
Sosiologi dan Politik, 1993: 23, partisipasi politik adalah keterlibatan individu
sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik.
4. Menurut Ramlan Surbakti dalam bukunya Memahami Ilmu Politik, 1984: 140
bahwa partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa dalam
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi
kehidupannya.
Berdasarkan 4 definisi partisipasi politik diatas, maka penyusun dapat menarik
satu definisi tentang partisipasi politik, yaitu keterlibatan warga negara dalam
membuat keputusan, melaksanakan keputusan, mempengaruhi proses pengambilan
keputusan, mempengaruhi kebijakan pemerintah termasuk yang berkaitan dengan
keterlibatan aktif maupun keterlibatan pasif setiap individu dalam hierarki sistem
politik.
Dalam bukunya partisipasi dan partai politik, Miriam Budiarjo (1998 : 9)
mengartikan partisipasi politik sebagai kegiatan seseorang atau sekelompok orang
untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pimpinan
negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah
(public policy). Kegiatan ini mencakup pemberian suara lewat pemilihan umum,
menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan,
mengadakan hubungan (contracting) dengan pejabat pemerintah atau anggota
parlemen dan sebagainya.
Sementara Milbrath dan Goel membedakan partisipasi menjadi beberapa teori.
Pertama adalah apatis, yaitu orang yang menarik diri dari proses politik. Kedua
adalah spektator, yakni orang yang setidak-tidaknya pernah ikut dalam pemilihan
umum. Ketiga adalah gladiator, yaitu orang-orang yang secara aktif terlibat dalam
proses politik yakni sebagai komunikator dengan tugas khusus mengadakan kontak
tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye serta aktivis masyarakat. Keempat
adalah pengkritik, yaitu orang yang berpartisipasi dalam bentuk yang tidak
konvensional (Sastroatmodjo, 1995 : 74 – 75).
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Goel dan Olsen dalam Sastroatmodjo (1995 : 77) menjelaskan partisipasi
sebagai dimensi utama kehidupan stratifikasi sosial. Menurut mereka partisipasi
dibagi dalam enam lapisan yakni pemimpin politik, aktivitas politik, komunikator
(orang yang menerima dan menyampaikan ide-ide, sikap dan informasi politik lainnya
pada orang lain), warga negara marjinal (orang yang sedikit melakukan kontak
dengan sistem politik) dan orang-orang yang terisolasi (orang yang jarang melakukan
partisipasi politik). Partisipasi berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi Pertama,
partisipasi yang bersifat sukarela (otonom). Kedua, atas desakan orang lain
(mobilisasi). Hal ini senada dengan pendapat Nelson yang menyatakan dua sifat
partisipasi yakni autonomous partisipation (partisipasi otonom) dan mobilized
partisipation (partisipasi yang dimobilisasi).
Partisipasi politik adalah kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana
mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa baik secara langsung
atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum. Myron Wiener
dalam Huntington (1994 : 10) menekankan “ sifat sukarela dari partisipasi (tidak ada
pemaksaan) dan mengemukakan menjadi anggota organisasi atau menghadiri rapat
umum atas perintah pemerintah, tidak termasuk (partisipasi politik)”.
Dari pengertian ini maka, partisipasi dalam bentuk apapun yang dilakukan oleh
para aktifis perempuan pada hakekatnya adalah usaha menggali dan memberdayakan
potensi-potensi yang dimiliki oleh perempuan. Secara umum partisipasi tidak hanya
pada bidang politik akan tetapi dalam segala bidang kehidupan. Perempuan
mempunyai hak dan kewajibannya untuk ikut serta atau berpartisipasi aktif, hanya
saja karena selama ini terjadi kesenjangan antara kaum laki-laki dan perempuan yang
diakibatkan oleh produk-produk kebijakan yang bias gender. Sehingga dibutuhkan
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
perjuangan keras dan keseluruhan dari segenap perempuan dalam segala lini, terlebih
pada lini politik, karena sangat berpengaruh terhadap produk kebijakan.
Menurut
Lester
dalam
“
Political
Participation”
(http://www.pelita.or.id/baca.php?id=13353) menyebutkan adanya dua orientasi
dalam partisipasi politik berhubungan dengan proses politik yaitu: partisipaasi politik
yang berhubungan pada output proses politik (disebut partisipasi pasif) dan pada input
proses politik (disebut partisipasi aktif), dimana aktifitas individu atau kelompok yang
berkenaan dengan masukan-masukan proses pembuatan kebijakan. Dalam partisipasi
politik berlaku proses-proses politik yang harus dipahami dan diikuti, baik laki-laki
ataupun perempuan. Yang dikatakan oleh David Easton, proses politik adalah
merupakan interaksi diantara lembaga-lembaga pemerintah dan kelompok-kelompok
sosial. Hal ini menunjukkan, politik tidak hanya aktifitas yang ada pada tingkat elite
tetapi melihat sudut pandang yang lebih pluralistic, yang menyertakan analisis pada
aktifitas-aktifitas berbagai kelompok yang terorganisir diluar pemerintahan dengan
memberikan penekanan pada individu-individu, kepentingan-kepentingan bersama
dan nilai normatif. Sehingga berpartisipasi tidak sekedar ikut-ikutan tanpa tujuan dan
arah yang jelas bagi setiap anggota, akan tetapi dalam proses partisipasi keterlibatan
secara aktif mental, emosi dan prilaku untuk memperoleh sesuatu yang diharapkan
menjadi bagian yang terpenting.
Partisipasi politik perempuan saat ini semakin dibutuhkan dalam upaya
pengintegrasian kebutuhan gender dalam berbagai kebijakan publik dan menggolkan
instrumen hukum yang sensitif gender yang selama ini terabaikan dan banyak
menghambat kemajuan perempuan di berbagai sektor kehidupan.
Dalam konteks negara, partisipasi politik rakyat adalah keterlibatan rakyat
secara perseorangan (privat citizen) untuk mengerti, menyadari, mengkaji, melobi dan
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
memprotes suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan tujuan
mempengaruhi kebijakan agar aspiratif terhadap kepentingan mereka. Dari ilustrasi
diatas, partisipasi rakyat bisa dipahami sebagai keterlibatan rakyat dalam pengertian
politik secara sempit hubungan negara dan masyarakat (dalam bingkai governance)
dan juga politik secara luas. Sedangkan politik secara luas yaitu semua bentuk
keterlibatan masyarakat untuk mempengaruhi ataupun melakukan perubahan terhadap
keputusan yang diambil. Partisipasi politik rakyat sebenarnya adalah tema sentral dari
proses demokratisasi. Dalam kerangka inilah masyarakat bisa berperan aktif.
Lebih lanjut Huntington dan Nelson (1994 : 16 – 19) menjelaskan bahwa
partisipasi politik dapat terwujud dalam berbagai bentuk kegiatan atau prilaku yakni :
1.
Kegiatan pemilihan mencakup suara, sumbangan-sumbangan untuk kampanye,
mencari dukungan, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil
proses pemilihan. Ikut dalam pemungutan suara adalah bentuk partisipasi yang
jauh lebih luas dibandingkan dengan bentuk-bentuk partisipasi lainnya.
2.
Lobbying,
mencakup
upaya-upaya
perorangan
atau
kelompok
untuk
menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik
dengan
maksud
mempengaruhi
keputusan-keputusan
mereka
mengenai
persoalan yang menyangkut kepentingan umum.
3.
Kegiatan organisasi, menyangkut partisipasi sebagai anggota dalam suatu
organisasi yang tujuan utamanya adalah mempengaruhi pengambilan keputusan
pemerintah.
4.
Mencari koneksi (contacting) merupakan tindakan perseorangan yang ditujukan
terhadap pejabat pemerintah dengan maksud memperoleh manfaat bagi satu
orang atau sekelompok orang.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
5.
Tindak kekerasan (violence), sebagai suatu upaya untuk mempengaruhi
keputusan pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap orang
atau benda. Oleh karena itu kekerasan biasanya mencerminkan motivasimotivasi yang lebih kuat. Kekerasan dapat ditujukan untuk mengubah pimpinan
politik, mempengaruhi kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah atau merubah
sistem politik (revolusi).
Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat telah berkomitmen secara tegas
memberi pengakuan yang sama bagi setiap warganya, baik itu perempuan maupun
laki-laki sama hak nya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa kecuali. Hakhak politik perempuan ditetapkan melalui instrumen hukum maupun dengan
meratifikasi berbagai konvensi yang menjamin hak-hak politik tersebut.
Undang – Undang RI No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 46
menyebutkan sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif
dan sistem pengangkatan di bidang eksekutif dan yudikatif harus menjadi
keterwakilan perempuan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.
Penegasan hak-hak politik perempuan dibuktikan dengan telah diratifikasinya
Konvensi Hak-hak Politik Perempuan (Convention on the Political Rights of Women).
Ketentuan dalam konvensi PBB tentang Hak-hak Politik Perempuan menjelaskan
sebagai berikut:
1. Perempuan berhak untuk memberikan suara dalam semua pemilihan dengan syarat
syarat yang sama dengan laki-laki, tanpa suatu diskriminasi.
2. Perempuan berhak untuk dipilih bagi semua badan yang dipilih secara umum,
diatur oleh hukum nasional dengan syarat-syarat yang sama dengan laki-laki tanpa
ada diskriminasi.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
3. Perempuan berhak untuk memegang jabatan publik, diatur oleh hukum nasional
dengan syarat-syarat yang sama dengan laki-laki tanpa ada diskriminasi (lihat
Perisai Perempuan, 1999).
Konvensi Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap Perempuan
(Convention on the Elimination of all forms of Discrimination Against Women)
melalui UU No. 7 tahun 1984, Pasal 7 secara tegas juga mengatur hak-hak politik
perempuan, yakni negara peserta konvensi wajib membuat peraturan yang tepat untuk
menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam kehidupan politik dan kehidupan
kemasyarakatan negaranya. Selain itu, konvensi tersebut jugPa menjamin persamaan
hak antara perempuan dengan laki-laki dalam hal:
1. hak untuk di pilih dan memilih
2.
hak
untuk
berpartisipasi
dalam
perumusan
kebijakan
pemerintah
dan
implementasinya.
3. hak untuk memegang jabatan dalam pemerintahan dan melaksanakan segala fungsi
pemerintahan di semua tingkat; dan
4.
hak untuk berpartisipasi dalam organisasi / perkumpulan non pemerintah yang
berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan politik.
Di tegaskan oleh Moore (1988) bahwa salah satu ciri yang penting dari
kedudukan perempuan dalam masyarakat ialah mereka adakalanya mempunyai
kekuasaan politik tetapi tidak mempunyai kekuatan, legitimasi, dan otoritas. Dalam
banyak sistem politik di dunia sekarang ini, perempuan mempunyai kekuasaan politik,
misalnya mereka mempunyai hak suara. Akan tetapi, mereka kurang memiliki otoritas
yang nyata dalam menjalankan kekuasaan tersebut (Moore, 1988;134).
2.4 Teori Sosiologi tentang Wanita
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Pada bagian ini akan mencoba untuk menjelaskan tentang perkembangan
pemikiran dan pergerakan perjuangan kaum perempuan secara umum. Gambaran ini
akan membantu untuk melihat posisi perkembangan pemikiran Islam tentang kaum
perempuan. Untuk memahami gerakan kesetaraan yang diperjuangkan oleh kaum
perempuan terlebih dahulu perlu diuraikan teori-teori sosiologi yang digunakan
sebagai pendekatan terhadap studi tentang wanita. Bila kita membuka teksbook
sosiologi apa saja pada saat sekarang ini, maka akan ditemukan bagaimana lapangan
sosiologi terbagi kepada dua kubu yang berbeda yakni “fungsionalis” dan “konflik”.
Kedua teori struktural-fungsional dan teori sosial konflik kelihatannya juga diterapkan
dalam kajian tentang wanita.
2.4.1 Teori struktural fungsional
Teori struktural-fungsional dapat ditelusuri pada pemikiran August Comte,
yang menyatakan bahwa kehidupan manusia dapat dipelajari dengan menggunakan
teknik-teknik yang diterapkan di dalam ilmu alam “Titik berat argumennya terletak
pada asumsi bahwa terdapat suatu tatanan alamiah yang dengannya kehidupan
manusia dapat dipahami. Pendekatan struktural fungsional ini adalah pendekatan teori
sosiologi yang diaplikasikan dalam institusi keluarga. Keluarga sebagai sebuah
institusi dalam masyarakat mempunyai prinsip-prinsip serupa yang terdapat di dalam
kehidupan sosial masyarakat. Pendekatan ini mengakui adanya keragaman di dalam
kehidupan sosial yang merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat dan
keragaman pada fungsi sesuai dengan posisi seseorang pada struktur sebuah sistem.
Metode fungsionalisme bertujuan untuk meneliti kegunaan lembaga-lembaga
kemasyarakatan dan struktur sosial dimasyarakat. Metode ini berprinsip bahwa unsurunsur yang membentuk masyarakat mempunyai hubungan timbal balik yang saling
mempengaruhi; masing-masing mempunyai fungsi tersendiri terhadap masyarakat.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Menurut Comte, wanita “secara konstitusional” bersifat inferior terhadap lakilaki. Oleh sebab itu, Comte percaya bahwa wanita menjadi subordinat laki-laki begitu
mereka menikah. Wanita tidak punya hak untuk bercerai, sebab mereka adalah
semata-mata budak laki-laki manja. Comte menegaskan bahwa untuk menyusun
tatanan masyarakat yang baik dan maju bagi Perancis, diperlukan otoritas patriarkat
dan kediktatoran politik. Positivisme Comte adalah sebuah filsafat mengenai stabilitas
yang berlandaskan pada keabadian tentang “kebenaran” unit keluarga.
Herbert Spencer memperjelas analogi antara sosiologi dan biologi dengan dua
macam analogi. Yang pertama adalah proses evolusi dari bentuk yang sederhana
kepada bentuk yang komplek. Individu-individu di masyarakat, institusi-institusi
sosial dan masyarakat itu sendiri berkembang dari yang sederhana kepada yang
kompleks. Dalam kaitan ini wanita dianalisis dalam hubungan dengan “kedudukan”
mereka di masyarakat: yakni fungsi mereka dalam keluarga. Keberadaan mereka di
dalam keluarga serta peran sosial sebagai istri turut membantu mengikat keluarga
sebagai sebuah unit, sedangkan laki-laki membuka hubungan ke luar. Dalam tulisan
awalnya, Spencer memperjuangkan hak-hak laissezfaire bagi individu wanita, serta
menyatakan bahwa sifat-sifat alamiah wanita tidak tetap, menurutnya, wanita
memiliki hak untuk bersaing secara bebas dengan laki-laki. Begitupun ia
menyarankan wanita untuk tidak bersaing dengan laki-laki. Analogi kedua adalah
membandingkan organisme masyarakat dengan organisme individu, yakni kedua
organisme tersebut tumbuh menjadi besar yang menjadikan keduanya lebih kompleks
dan terjadi perbedan. Proses perbedaan yang lebih lanjut dalam struktur organisasi
dibarengi dengan proses perbedaan dalam fungsi.
(http://www.duniaesai.com/gender/gender2.html11/23/2007).
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Sosiolog lainnya adalah Emile Durkheim yang menegaskan bahwa individu
merupakan ekspresi dari kolektivitas tempat individu tersebut berada. Tanggung
jawab setiap individu diberikan oleh masyarakat itu sendiri, namun kesadaran
kolektivitas akan tetap melekat dalam setiap individu. Durkheim menerapkan teori
tentang pembagian kerja dalam masyarakat. Sifat-sifat alamiah wanita yang inhern
menciptakan suatu pembagian kerja, hierarki, dan otoritas laki-laki dan struktur
moralitas. Sifat-sifat alamiah tersebut menempatkan perempuan dibawah kontrol logis
kaum laki-laki dalam keluarga patriarkhat dan struktur sosial. Durkheim
membincangkan perempuan dalam dua konteks tempat yakni dalam konteks positif
perkawinan dan keluarga dimana wanita memainkan peran tradisional yang
fungsional terhadap keluarga; dan dalam konteks negatif bunuh diri, perceraian dan
seksualitas.
Dalam
keluarga,
laki-laki
memegang
otoritas
sebab
keluarga
membutuhkan seorang pemimpin, karenanya wanita tidak mempunyai wewenang
terhadap laki-laki.
Pengaruh fungsionalisme dapat ditemui dalam pemikiran Feminisme Liberal.
Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap teori politik liberal yang pada umumnya
menjunjung nilai-nilai otonomi, persamaan dan nilai moral serta kebebasan individu,
namun pada yang sama dianggap mendiskriminasikan kaum perempuan. Asumsi
dasar feminisme liberal ini bertumpu pada pandangan bahwa kebebasan persamaan
berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Kerangka
kerja feminis liberal dalam memperjuangkan persoalan masyarakat tertuju pada
kesempatan yang sama dan hak yang sama bagi setiap individu, termasuk didalamnya
kesempatan dan hak kaum perempuan. Kesempatan dan hak yang sama antara lakilaki dan perempuan ini penting bagi mereka dan karenanya tidak perlu membedakan
kesempatan antara laki-laki dan perempuan.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Asumsinya, karena perempuan adalah makhluk rasional. Oleh sebab itu ketika
mempersoalkan keterbelakangan kaum perempuan, feminisme liberal beranggapan
bahwa hal itu disebabkan oleh kesalahan mereka sendiri. Dengan kata lain bila sistem
sudah memberikan kesempatan yang sama kepada laki-laki dan perempuan maka jika
kaum perempuan tidak mampu bersaing dan kalah, yang perlu disalahkan adalah
kaum perempuan sendiri. Seperti halnya filsafat eksistensialisme, feminisme liberal
memberikan landasan teoritis akan persamaan wanita dalam potensi rasionalitasnya
dengan pria.
Untuk itu perempuan harus dipersiapkan agar mampu bersaing dengan bebas
melalui program-program yang dapat meningkatkan taraf hidup kelurga serta
kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan kemampuan perempuan supaya
mampu berpartisipasi dalam pembangunan. Feminisme liberal tidak pernah
mempertanyakan diskriminasi akibat ideologi patriarki. Salah satu pengaruh
feminisme liberal ini terefleksi dalam program global yang disebut Women in
Development. Menurut mereka keterbelakangan kaum perempuan adalah akibat dari
sikap irrasional yang berpangkal pada nilai-nilai tradisional dan kepasifan mereka
dalam pembangunan. Oleh karena itu melibatkan kaum perempuan dalam
industrialisasi dan program pembangunan dianggap sebagai cara untuk meningkatkan
kaum perempuan. Menurut feminisme liberal, dasar hukum yang kuat diperlukan
untuk menjamin persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Karenanya mereka
memfokuskan perjuangan pada perubahan undang-undang
yang dianggap
mempertahankan sistem patriarkhat dalam keluarga.
(http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_BI_Goal3.pdf.11/23/2007)
Dalam tradisi feminisme liberal penyebab penindasan wanita diketahui karena
kurangnya kesempatan dan pendidikan mereka secara individu maupun kelompok.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Cara pemecahan untuk mengubahnya yaitu menambah kesempatan-kesempatan bagi
perempuan terutama melalui institusi-institusi pendidikan dan ekonomi. Landasan
sosial bagi teori ini muncul selama revolusi Prancis. Perubahan-perubahan sosial
besar-besaran tersebut menyediakan argumen politik maupun moral untuk gagsangagasan mengenai “kemajuan, kontrak, sifat dasar dan alasan” yang memutuskan
ikatan-ikatan dan norma-norma tradisional. Asumsinya apabila perempuan diberi
jalan yang sama untuk bersaing, mereka akan berhasil.
2.4.2 Teori Konflik
Pemikiran Marx sangat dipengaruhi oleh filsafat Hegel dan ia menerapkannya
pada hal-hal yang konkrit, yaitu sistem berpikir materialistis. Penindasan terhadap
wanita di dalam keluarga menjadi sentral kritik. Suami sebagai kepala keluarga,
mencari nafkah dan menghidupi keluarga diberikan posisi yang superior. Suami
dalam keluarga adalah borjuis sedangkan istrinya mewakili proletariat. Marx
mengkritik keberadaan perkawinan yang mempertahankan posisi dasar wanita sebagai
barang kekayaan dia menyebut “sifat-sifat pembagian kerja” di dalam keluarga
sebagai basis kekayaan dan ketidakadilan. Marx mengemukakan penindasan trhadap
wanita dalam konteks faktor-faktor ekonomi yang membentuk struktur politik dan
sosial serta kehidupan wanita di dalamnya.
2.5 Teori Gender
Dalam pembahasan mengenai gender, termasuk kesetaraan dan keadilan gender
dikenal adanya dua aliran atau teori yaitu: Teori Nurture dan Teori Nature. Namun
demikian dapat pula dikembangkan satu konsep teori yang diilhami dari 2 konsep
teori tersebut yang merupakan kompromistis atau keseimbangan yang disebut dengan
teori equilibrium. Secara rinci teori-teori tersebut diuraikan sebagai berikut:
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
2.5.1 Teori Nurture
Menurut teori Nurture adanya perbedaan perempuan dan laki-laki pada
hakekatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan
tugas yang berbeda. Perbedaan itu menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan
terabaikan peran dan kontribusinya dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Konstruksi sosial menempatkan perempuan dan laki-laki
dalam perbedaan kelas. Laki-laki diidentikkan dengan kelas penindas (borjuis), dan
perempuan sebagai kaum tertindas (proletar).
Aliran Nurture melahirkan paham sosial konflik yang banyak dianut masyarakat
sosial komunis yang menghilangkan strata penduduk (egalitarian). Paham sosial
konflik memperjuangkan kesamaan proporsional (perfect equality) dalam segala
aktifitas masyarakat seperti di DPR, Menteri, Gubernur, dan pimpinan partai politk.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibuatlah program khusus (affirmative action)
guna memberikan peluang bagi pemberdayaan perempuan agar bisa termotivasi untuk
merebut posisi yang selama ini didominasi oleh kaum laki-laki. Akibatnya sudah
dapat di duga yaitu timbulnya reaksi negatif dari laki-laki yang apriori terhadap
perjuangan tersebut.
2.5.2 Teori Nature
Menurut teori Nature, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki adalah kodrat,
sehingga harus diterima. Perbedaan biologis itu memberikan indikasi dan implikasi
bahwa diantara kedua jenis tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. Ada
peran dan tugas yang dapat dipertukarkan, tetapi ada yang tidak bisa karena memang
berbeda secara kodrat alamiahnya.
Perbedaan biologis diyakini memiliki pengaruh pada peran yang bersifat naluri
(instinct). Perjuangan kelas tidak pernah mencapai hasil yang memuaskan, karena
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
manusia memerlukan kemitraan dan kerjasama secara struktural dan fungsional.
Manusia, baik perempuan maupun laki-laki, memiliki perbedaan kodrat sesuai dengan
fungsinya masing-masing. Dalam kehidupan sosial ada pembagian tugas (division of
labour) begitu pula dalam kehidupan keluarga. Harus ada kesepakatan antara suami
isteri, siapa yang menjadi kepala keluarga dan siapa yang menjadi kepala rumah
tangga. Dalam organisasi sosial juga di kenal ada pimpinan dan ada bawahan
(anggota) yang masing-masing mempunyai tugas, fungsi, dan kewajiban yang
berbeda dalam mencapai tujuan.
Parson dan Bales berpendapat bahwa keluarga adalah sebagai unit sosial yang
memberikan perbedaan peran suami dan isteri untuk saling melengkapi dan saling
bantu membantu satu sama lain. Peranan keluarga semakin penting dalam masyarakat
modern terutama dalam pengasuhan dan pendidikan anak. Keharmonisan hidup hanya
dapat diciptakan bila terjadi pembagian peran dan tugas yang serasi antara perempuan
dan laki-laki, dan hal ini di mulai sejak dini melalui “Pola Pendidikan” dan
pengasuhan anak dalam keluarga.
2.5.3 Teori Equilibrium (keseimbangan)
Di samping kedua teori tersebut maka terdapat kompromistis yang dikenal
dengan keseimbangan (equilibrium) yang menekankan pada konsep kemitraan dan
keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dan laki-laki. Pandangan ini tidak
mempertentangkan antara kaum perempuan dan laki-laki, karena keduanya harus
bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara.
Hubungan laki-laki dan perempuan bukan dilandasi konflik otomatis, bukan
pula struktural fungsional tetapi dilandasi kebutuhan kebersamaan guna membangun
kemitraan yang harmonis, karena setiap pihak punya kelebihan sekaligus kekurangan,
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
kekuatan sekaligus kelemahan yang perlu diisi dan di lengkapi pihak lain dalam
kerjasama yang setara. (http://psychemate.blogspot.com/2007/12/teori-gender.html ).
2.6 Bentuk dan Tingkatan Partisipasi Politik Perempuan
Kendati berbagai perangkat hukum telah melegitimasi partisipasi politik
perempuan sampai saat ini antara perempuan dengan dunia politik masih merupakan
dua hal yang tidak mudah dipertautkan satu dengan lainnya. Hal ini dibuktikan
dengan keterwakilan perempuan di panggung politik formal jumlahnya masih sangat
rendah dibandingkan dengan laki-laki. Dunia politik selalu diasosiasikan dengan
ranah publik yang relatif dekat dengan laki-laki, mengingat kehidupan sosial tidak
bisa dipisahkan dari akar budayanya di mana mayoritas masyarakat di dunia masih
kental dengan ideologi patriarki.
Pentingnya partisipasi politik bagi perempuan disebabkan masalah partisipasi
sangat berkaitan langsung dengan masalah-masalah lain. Menurut MacKinnon dalam
(To Ward a Feminist Theory of the State : hal 215) mengatakan bahwa ketika hak
politik terenggut maka hak-hak lainnya akan mengikuti (terenggut pula). Politik
adalah ranah yang sangat fundamental bagi pemenuhan hak-hak lainnya. Hal ini
mengingatkan kita akan pendapat yang mengatakan bahwa kekejaman politik adalah
kekejaman yang paling menyengsarakan perempuan karena implikasi yang
disebabkannya amat besar, yaitu dapat menggilas hak-hak perempuan di bidang lain
seperti pendidikan, kesehatan, dan aktifitas sosial lainnya.
Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya partisipasi perempuan di ranah
publik adalah pemahaman masyarakat umum (mainstream) yang menganggap bahwa
perempuan yang aktif dan luas bergaul dengan siapapun seringkali dimaknai secara
peyoratif (merendahkan). Partisipasi politik menurut Pary G. Moyser G dan Day N
adalah bentuk keikutsertaan dalam proses formulasi, pengesahan dan pelaksanaan
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
kebijakan. Bentuk nyata partisipasi ini adalah keterwakilan perempuan baik
dilegislatif maupun eksekutif. Diharapkan pada kedua ranah kuasa ini, dapat terbentuk
kebijakan atau peraturan yang sensitif terhadap relasi yang adil dan setara dibarengi
dengan komitmen pelaksanaannya di lapangan. Untuk ikut serta dalam partisipasi
politik guna mewujudkan keterwakilannya di parlemen, perempuan di tuntut untuk
terjun pada dunia politik.
Ada beberapa ruang partisipasi strategis yang dapat dimasuki oleh komunitas
perempuan dalam era otonomi daerah. Pertama, partisipasi dalam perencanaan. Peran
ini cukup penting untuk menjamin agar rencana-rencana pembangunan daerah
nantinya benar-benar agresif dan benar-benar membela kepentingan masyarakat
secara adil. Ruang-ruang partisipasi dalam hal ini antara lain dengan memberikan
data-data kebutuhan obyektif masyarakat, memberikan pandangan kepada masyarakat
untuk makin katif terlibat dalam proses perencanaan, memberikan kritik yang
obyektif rasional terhadap rencana-rencana pembangunan daerah, di samping
merumuskan sendiri program-program internal organisasi untuk pengembangan ke
dalam maupun untuk partisipasi ke luar organisasi. Kedua, partisipasi dalam
pengorganisasian. Dalam hal ini partisipasi itu dapat diwujudkan dalam bentuk sarana
dan provokasi keterlibatan organisasi-organisasi non pemerintah dalam programprogram pembangunan daerah. Pemerataan keterlibatan lembaga-lembaga bisnis
dalam pembangunan sarana-sarana umum sehingga menggairahkan partisipasi
sekaligus memeratakan pendapatan masyarakat. Begitu pula keterlibatan lembaga
ormas dan LSM dalam pengembangan dalam sisi social seperti keagamaan,
pendidikan, ketenagakerjaan dan sebagainya. Kesemuanya itu harus di desakkan
kepada pemerintah daerah dalam upaya menciptakan sinergi antara berbagai
komponen daerah dalam pengorganisasian pembangunan di daerah. Ketiga,
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
partisipasi dalam pelaksanaan. Ini merupakan lanjutan dari kedua bentuk partisipasi
sebelumnya. Pada dasarnya dalam pelaksanaan sector-sektor pembnagunan dapat
dimasuki oleh peran komunitas perempuan. Namun demikian beberapa peran yang
tampaknya lebih relevan antara lain dalam keagamaan, pendidikan, penanganan fakir
miskin, yatim piatu dan berbagai kegiatan sosial lainnya. Beberapa ormas dan LSM
perempuan tampaknya cukup memberi perhatian terhadap masalah konservasi
lingkungan hidup. Di samping itu masalah kekerasan terhadap perempuan kiranya
juga menuntut keterlibatan aktivitas komunitas perempuan, lebih-lebih masalah
perjuangan kesetaraan gender yang secara kultural belum sepenuhnya bisa diterima
oleh mayoritas komunitas. Keterlibatan dalam sektor sosial politik tampak juga mulai
menjadi ruang yang dapat dimanfaatkan oleh komunitas perempuan untuk makin
menjamin aspirasi dan suara perempuan dapat lebih didengar dan diakomodasikan.
Dalam hal ini komunitas perempuan harus berani untuk melakukan bargaining politik
agar dapat direkrut dalam jabatan-jabatan politik baik di birokrasi maupun di lembaga
legislatif. Keempat, patisipasi dalam kontrol. Adanya anggapan bahwa kaum
perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi
kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga
menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Konsekuensinya, banyak kaum
perempuan yang harus bekerja keras (Fakih, 1996). Hal ini tanpa disadari telah
mendidik dan mengajarkan perempuan sebagai pengawas, membimbing dan pendidik
dalam urusan domestik. Bila kemampuan ini dibawa ke dalam ranah politik, maka
perempuan memiliki kelebihan di banding laki-laki. Antara lain dalam hal ketelitian
dan kecermatan. Kelebihan ini akan sangat bermanfaat apabila digunakan untuk
meneliti dan mencermati setiap tahapan proses pembangunan, baik itu dalam proses
perencanaan, pengorganisasian maupun dalam pelaksanaan pembangunan. Dari
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
bentuk partisipasi yang dapat dilakukan oleh para aktifis perempuan bersamaan
dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 22 tentang Otonomi Daerah, merupakan
hal signifikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya perempuan dalam berbagai
segi kehidupan.
Menurut Naqiyah dalam Otonomi Perempuan (2005 : 78), Partisipasi politik
perempuan dapat dilihat dalam tiga aspek yaitu akses, kontrol, dan suara perempuan
dalam proses pembuatan kebijakan (policy making process). Realitas menunjukkan
bahwa dalam tiga aspek di atas keterlibatan perempuan Indonesia sangat kurang. Hal
ini dapat dilihat bahwa hingga saat ini keterwakilan perempuan dalam arena politik
sangat minim.
2.7 Partisipasi Politik Perempuan dalam Islam
Untuk memahami peran politik perempuan, pada awalnya bisa dilihat dari
penghargaan Islam kepada kaum perempuan yang tampak nyata pada realitas
penerapan ajaran dan sejarah kaum muslimin sejak generasi pertama. Orang pertama
yang mengimani kerasulan Muhammad SAW adalah Khadijah. Islam telah
memberikan ketetapan mengenai kesamaan status kehambaan antara laki-laki dan
perempuan. Berikut beberapa bagian dari kewajiban mereka sebagai hamba Allah.
Mengenai persamaan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan dan menerima taklif
keberagaman dan ibadah, Al-Quran menegaskan :
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim, dan perempuan mukmin, lakilaki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan
perempuan yang khusuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan
perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang menjaga kehormatannya,
laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah telah menyediakan
mereka ampunan dan pahala yang besar.QS. Al-Ahzab,(33):35
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Pada dasarnya, pandangan kaum muslim mengenai perempuan yang berpolitik
ini tidaklah tunggal. Maksudnya, perempuan yang berpolitik tidak bisa dilihat dari
satu sisi saja. Karena suara perempuan juga diperlukan dalam urusan pemerintahan
(politik). Karena masalah-masalah yang dihadapi perempuan, perempuan itu sendiri
lah yang mengetahuinya. Setidaknya menurut penuturan Syafiq Hasyim ada tiga
pendapat yang berkembang yang membicarakan perempuan di dunia politik. Yaitu
Pertama, pendapat konservatif yang mengatakan bahwa Islam apalagi fiqih, sejak
kemunculannya di Mekkah dan Madinah tidak memperkenankan perempuan untuk
terjun ke ruang politik. Karena mereka menganggap bahwa tempat yang terbaik buat
perempuan adalah rumahnya. Kedua, pendapat liberal progresif yang menyatakan
bahwa Islam sejak awal telah memperkenankan konsep keterlibatan perempuan dalam
bidang politik. Karena, mereka berpendapat bahwa istri Rasulullah juga aktif dalam
urusan pemerintahan pada zaman itu. Ketiga, pendapat apologetis yang menyatakan
bahwa ada bagian wilayah politik tertentu yang bisa dimasuki perempuan dan ada
bagian wilayah tertentu yang sama sekali tidak boleh dijamah oleh perempuan.
Wilayah yang sama sekali tidak boleh dimasuki oleh perempuan yaitu menjadi kepala
negara (Presiden). Sedangkan yang boleh yaitu, hanya sebatas aktif di politik. Tapi
tidak sampai menjadi kepala negara. Menurut kelompok ini, yang menjadi wilayah
politik perempuan adalah menjadi ibu.
Sungguhpun kita dapat melihat perbincangan mengenai perempuan dalam
wacana fiqih politik yang menjadi rujukan untuk melihat perempuan dalam khasanah
perpolitikan Islam, namun ruang itu terkesan berada pada tempat yang tidak strategis
bahkan termarjinalkan. Dalam fiqih politik, misalnya, isu tentang lembaga-lembaga
pemerintahan seperti Imamah, perwakilan, kementerian (wazir), dan sebagainya,
terkesan lebih akrab dengan aktifitas laki-laki dibandingkan dengan aktifitas
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
perempuan. Argumentasi yang sering dipakai untuk menyerang “kelemahan
perempuan” dalam kemampuannya berpolitik ini seringkali bersandar pada apa yang
disampaikan oleh seorang Ulama bernama Wahab Az Zuhaili dalam Syafiq Hasyim,
“Hal-hal yang tak terpikirkan tentang isu-isu Keperempuanan dalam Islam”, yang
beranggapan bahwa politik membutuhkan kemampuan yang besar, yang tidak
mungkin ditanggung oleh seorang perempuan, disamping perempuan tidak mungkin
melakukan pekerjaan-pekerjan beresiko tinggi seperti berperang. Zuhaili yang
mengemukakan ketidakbolehan perempuan untuk terlibat didunia politik, termasuk
menjadi kepala negara adalah karena ia menjadi sandaran legitimasi dari hadist yang
dikemukakan oleh Abu Bakrah: Lan yufliha qaumun wallahu amrahum imra’atan
(Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan semua persoalannya kepada
perempuan.
2.8 Hubungan Partai Politik dengan Partisipasi Politik Perempuan
Partai politik merupakan salah satu faktor penting dalam proses pembentukan
kekuasaan negara. Melalui partai politik lah berbagai kepentingan masyarakat akan
diserap dan diadopsi dalam berbagai bentuk kebijakan negara yang dirumuskan oleh
badan legislatif yang menjadi ranah formal dari berlakunya fungsi-fungsi partai
politik.
Syarbaini mendefinisikan partai politik sebagai kelompok anggota yang
terorganisasi secara rapi dan stabil yang mempersatukan dan dimotivasi oleh ideologi
tertentu serta berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan
melalui Pemilu. Fungsi-fungsi partai politik dalam negara demokrasi adalah
melaksanakan fungsi sosialisasi politik, rekruitmen politik, partisipasi politik,
pemandu kepentingan, kontrol politik, dan sebagainya. Pendapat lain yang
dikemukakan oleh Hagopian menyatakan bahwa partai politik adalah suatu organisasi
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
yang dibentuk untuk mempengaruhi bentuk dan karakter kebijaksanaan publik dalam
kerangka prinsip-prinsip dan kepentingan ideologis tertentu melalui praktek
kekuasaan secara langsung atau partisipasi rakyat dalam pemilihan.
Salah satu bentuk keterikatan primordial dalam partai adalah munculnya partaipartai Islam. Menurut Azra dalam Bahrul Ulum (2002), sebuah partai politik dapat
dikatakan Islami apabila:
1. Partai menggunakan agama Islam sebagai dasar ideologi mereka.
2. Partai yang menggunakan Pancasila sebagai dasar ideologinya, tetapi pada saat
yang sama menggunakan simbol-simbol Islam.
3. Partai yang basis massanya secara umum adalah muslim dan biasanya berhubungan
erat dengan organisasi-organisasi sosio-religius-muslim.
Dalam partai politik, seringkali perempuan dan kepentingannya yang berkaitan
dengan perempuan diabaikan. Anggapan ini berangkat dari persoalan terkait
perempuan bukanlah persoalan penting untuk dipecahkan, bahkan dianggap sebagai
bukan persoalan.
Pandangan di atas sebenarnya berangkat dari pemahaman atau budaya yang
tidak peka terhadap keadilan relasi sebagai akibat dari partai politik yang merupakan
produk kepentingan mayoritas laki-laki. Iklim partai politik yang cenderung
mereduksi politik sebagai alat untuk mendapatkan kekuasaan tidak memiliki
komitmen dan kepedulian terhadap persoalan-persoalan yang membutuhkan
komitmen tinggi seperti persoalan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan.
(www.ppiuk.org/pemilu04/ch8.php).
Sekalipun ada divisi pemberdayaan perempuan dalam partai politik, tidak
digunakan secara maksimal untuk mengangkat perempuan ke panggung politik. Suara
perempuan dalam partai politik pun mengalami hambatan karena jumlahnya yang
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
sangat rendah, hingga mudah tersingkir oleh suara mayoritas (laki-laki). Intinya, tidak
ada kesadaran tersendiri bahwa persoalan pemberdayaan perempuan merupakan
persoalan yang berkaitan langsung dengan pembangunan dan kemajuan bangsa.
Dengan demikian, keterwakilan perempuan dalam pemerintahan baik di
lembaga eksekutif ataupun legislatif sangat penting. Keterwakilan perempuan di
legislatif akan memudahkan akses bagi persoalan perempuan untuk mengawasi dan
menyalurkan kebijakan-kebijakan yang masih tidak adil bagi hak-hak perempuan.
Apabila perempuan masuk dalam lembaga-lembaga tersebut, mereka akan terlibat
langsung dalam proses kebijakan sebagai pembuat keputusan (decision makers).
Adanya
irrelevansi
(ketidaksesuaian)
antara
tingkat
partisipasi
politik
perempuan dalam partai-partai islam dengan jumlah keterwakilan perempuan dilansir
Burhanuddin karena penggunaan politik mar’atus shalihah (perempuan salehah).
Perempuan salehah diartikan secara formal dan tekstual hanya perempuan yang
menurut kepada suami, tinggal dirumah, segregasi seksual (pemisahan berdasar
kelamin) di ruang publik, yang membagi dua kotak, yaitu kotak laki-laki dan kotak
perempuan. Padahal jika merujuk praktik mar’atus shalihah pada masa Nabi tidaklah
demikian. Para perempuan salehah masa itu ikut berperan aktif dalam kehidupan
publik (sosial-politik-ekonomi) tanpa harus di cap sebagai perempuan tidak taat dan
cap-cap negatif lainnya.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
2.9 Keterwakilan Politik Perempuan
Perjuangan
menggolkan
keterwakilan
perempuan
bukan
semata-mata
memperjuangkan kuantitas saja, yang paling penting daripada itu adalah kualitas
perempuan. Bagaimana perempuan dapat memiliki kepekaan dan komitmen untuk
mewujudkan kesetaraan, keadilan, dan pemberdayaan perempuan.
Ada beberapa alasan pentingnya keterwakilan perempuan dalam lembaga politik
dan dalam pengambilan keputusan publik, yaitu:
1. Keterwakilan perempuan minimal 30% akan membuat perempuan lebih
berdaya untuk terlibat dalam berbagai permasalahan yang tidak mendapat
perhatian selama ini di Indonesia. Misalnya Angka Kematian Ibu yang tinggi,
kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual dan pemerkosaan, dan
sebagainya.
2. Keterwakilan perempuan 30% akan membuat perempuan lebih berdaya untuk
memperjuangkan peningkatan kesejahteraan perempuan Indonesia yang masih
rendah.
3. Keterwakilan perempuan minimal 30% akan membuat perempuan lebih
berdaya untuk terlibat dalam pembuatan budget berperspektif gender.
Penggunaan analisa berperspektif gender akan meningkatkan efektivitas
kebijakan sehingga penggunaan uang publik juga akan memperhatikan
perspektif gender tersebut.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Tipe yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Hal ini dimaksudkan karena peneliti ingin mendapatkan gambaran yang
lebih cermat, lengkap dan mendalam tentang objek penelitian, yang dalam hal ini
tentang Partisipasi Politik Perempuan di Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota
Medan. Dan faktor penyebab rendahnya tingkat keterwakilan perempuan PKS di Kota
Medan.
3.2 Definisi Konsep
Yang dimaksud dengan partisipasi politik dalam penelitian ini adalah
keterlibatan aktif perempuan di Partai Keadilan Sejahtera dalam membuat keputusan,
mempengaruhi proses pengambilan keputusan, mempengaruhi kebijakan pemerintah
termasuk yang berkaitan dengan keterlibatan aktif setiap individu (perempuan) dalam
hierarki sistem politik khususnya di lembaga Legislatif. Pada hasil akhirnya akan di
lihat jumlah keterwakilan perempuan Partai Keadilan Sejahtera yang berhasil duduk
di Parlemen.
3.3 Penentuan Informan
Untuk memperdalam analisis data yang berkaitan dengan Partisipasi Politik
Perempuan di Partai Keadilan Sejahtera serta faktor-faktor yang mempengaruhi
rendahnya tingkat keterwakilan perempuan dalam bidang politik di Partai Keadilan
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Sejahtera, maka akan dilakukan wawancara secara mendalam dengan informan yaitu
anggota dan para pengurus di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan.
Sebelum melakukan wawancara secara mendalam, maka penulis terlebih dahulu
menetukan beberapa informan kunci sebagai sumber data. Informan kunci yaitu orag
yang dianggap lebih mengerti dan mengetahui serta memahami pokok permasalahan
yang akan digali. Informan kunci yang paling utama adalah para pengurus di DPD
PKS Kota Medan. Selain itu, penulis juga akan mewawancarai beberapa pengurus
dari DPC dari Medan Johor. Untuk memperkuat data yang diinginkan dalam
penelitian ini, maka wawancara yang dilakukan tidak dibatasi hanya pada pengurus
perempuan saja, tetapi juga pengurus laki-laki.
Informan yang dipilih, adalah informan yang sesuai dengan permasalahan yang
penulis ambil. Jumlah informan yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 15 orang.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel profil informan di bawah ini.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Beberapa bentuk kegiatan atau teknis untuk mendapatkan data-data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:
•
Wawancara mendalam (depth interview). Untuk mendapatkan data, maka
penulis akan melakukan wawancara mendalam dengan berbagai informan
berdasarkan pedoman wawancara.
Hal – hal yang akan ditanyakan seperti: bagaimana sebaiknya cara yang paling
tepat untuk meningkatkan keterwakilan perempuan, pandangan PKS terhadap
partisipasi politik perempuan, bagaimana kondisi politik sekarang kaitannya
dengan perempuan, bagaimana dengan kuota 30% bagi perempuan di
Parlemen.
•
Studi dokumentasi / pengumpulan data dalam bentuk dokumen tertulis. Data
yang dimaksud bisa merupakan undang-undang, peraturan, kliping koran,
hasil studi / riset, pernyataan, teori yang relevan, laporan serta bahan lain yang
relevan.
•
Browsing dan clipping print. Untuk mendapatkan bahan yang lebih lengkap,
maka penulis akan melakukan pencarian bahan penulisan melalui media
Internet.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik Analisis data dilakukan dengan cara sebagai berikut: data yang
diperoleh dari lapangan, akan dikumpulkan dan diklasifikasikan (disusun), dan
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
disajikan serta di analisis (diinterpretasikan) sesuai dengan metode yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif.
3.6 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Medan. Tepatnya di Dewan Pengurus Daerah
(DPD) Partai Keadilan Sejahtera Jln. Bhayangkara No. 162 Medan.
3.7 Jadwal Pelaksanaan
Penelitian ini di jadwalkan mulai pada bulan Maret 2009.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan disajikan keseluruhan data yang diperoleh selama penelitian
berlangsung
dilapangan.
Adapun
teknik
yang
dilakukan
penulis
dalam
mengumpulkan data adalah dengan melakukan wawancara langsung kepada pengurus
DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan. Kemudian data yang didapat dari hasil
wawancara akan langsung dianalisis.
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1 Kondisi Geografis
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008, kota Medan memiliki
luas daerah sekitar 265,10 km atau 3,6% dari total luas wilayah Sumatera Utara.
Secara geografis, kota ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang. Kota
ini terletak di 2 .27° – 2 .47° Lintang Utara dan 98 .35° – 98 .44° Bujur Timur.
Topografi kota Medan cenderung miring ke Utara. Kota Medan berada pada
ketinggian 2,5 – 37,5 meter diatas permukaan laut.
4.1.2 Kondisi Demografis
Meski luas kota Medan relatif lebih kecil dibandingkan kabupaten/kota lain di
Sumatera Utara, tapi dari segi jumlah penduduk, kota Medan adalah yang terbesar.
Berdasarkan data BPS tahun 2008, Medan memiliki luas wilayah mencapai 265,10
km, kepadatan penduduk kota Medan mencapai 2.083.156 jiwa. Dengan perincian,
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
jumlah perempuan sebanyak 1.048.460 orang, dan laki-laki sebanyak 1.034.696
orang.
Penduduk kota Medan terdiri dari banyak etnis dan ragam agama. Meski disebut
penduduk aslinya Karo dan Melayu, namun perkembangan terakhir menunjukkan
bahwa etnis Jawa justru yang terbanyak jumlahnya, disusul etnis Tapanuli. Dari lima
agama yang ada di Indonesia, Islam merupakan agama dengan pemeluk yang terbesar
di Medan. Disusul agama Kristen Protestan.
Tabel 4. Komposisi Pemeluk Agama di Medan
No
Agama
Jumlah
%
1.
Islam
1,372,201
68,4
2.
Protestan
362,510
18,7
3.
Katolik
57,576
2,9
4.
Hindu
13,241
0,7
5.
Budha
200,614
9,9
Total
2,006,142
100
Sumber : BPS Kota Medan, Medan dalam Angka Tahun 2008
4.2 Latar Belakang Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
4.2.1 Sejarah Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera
Partai Keadilan Sejahtera, adalah pelanjut dari Partai Keadilan. Sebelum melihat
jauh tentang Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kita harus melihat sejarah Partai
Keadilan. Partai Keadilan (PK) adalah partai yang didirikan di Jakarta pada Senin, 26
Rabiul Awal 1419H yang bertepatan dengan 20 Juli 1998. Dan kemudian di
deklarasikan di Jakarta pada hari Ahad, 9 Agustus 1998 di depan 50.000
pendukungnya yang memadati lapangan luas Masjid Al-Azhar Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan.
Partai Keadilan Sejahtera pada awalnya adalah Partai Keadilan yang bergerak
melalui gerakan dakwah di kampus yang kemudian menjelma menjadi gerakan
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
politik. Partai Keadilan (PK) identik dengan partai Islam. Partai ini didirikan oleh
sejumlah aktivis dan intelektual muda muslim, seperti Dr. M. Hidayat Nur Wahid,
M.A, Lutfi Hassan Khaq, M.A dan Dr. Ir. H. Nur Mahmudi Ismail, M.Sc.
Nur Mahmudi kemudian diangkat menjadi Presiden Partai Keadilan dengan Sekretaris
Jenderalnya adalah H. Anis Matta, L.c
Untuk menggambarkan sejarah perjalanan pergerakannya, dapat dilihat pada tabel
di bawah ini :
Tabel 5. Sejarah Partai Keadilan Sejahtera
Tahun 1998
Sejarah
20 Juli 1998
Partai Keadilan (PK) didirikan di Jakarta. Hal tersebut dinyatakan
dalam konfrensi pers di Aula Mesjid Al-Azhar Kebayoran Baru,
Jakarta.
9 Agustus 1998
Deklarasi PK dilapangan Mesjid Al-Azhar, Kebayoran Baru Jakarta.
Dihadiri oleh 50.000 massa.
19 September 1998
PK menolak pemberlakuan asas tunggal dalam kehidupan
berorganisasi. Hal itu dinyatakan Presiden PK, Dr. Ir Nurmahmudi
Ismail dalam pidato politik peresmian DPW PK DIY.
3-6Desember 1998
Musyawarah Kerja Nsional I digelar dikampung Wisata insan Krida
(KWIK), Parung-Bogor. Dan ditutup di hotel Cempaka, Jakarta
setelah sebelumnya melakukan konvoi kendaraan dari Bogor-Jakarta.
Tahun 1999
Sejarah
19 Februari 1999
KH. Didien Hafidhudin ditetapkan sebagai Calon Presiden RI dari
Partai Keadilan.
30 Mei 1999
Delapan partai politik berasaskan Islam menyatakan bersatu dan
menyepakati penggabungan sisa suara hasil Pemilu 1999. Kedelapan
partai itu adalah PPP, Partai Keadilan, Partai Kebangkitan Umat,
Partai Umat Islam, PPII Masyumi, PNU, PBB, dan PSII 1905.
3 Juni 1999
Ribuan kader dan simpatisan Partai Keadilan memenuhi janji mereka
untuk “memutihkan” Ibukota serta berkumpul diBundaran HI
menandai berakhirnya kampanye partai tersebut di Jakarta.
2 Agustus 1999
Partai Keadilan (PK) menandatangani hasil penghitungan suara
Pemilu dengan catatan Pemilu relatif luber dan tidak jujur dan adil
(jurdil). Keputusan ini diambil PK dengan pertimbangan adanya
reaksi positif berupa pengakuan dari Panitia Pengawas (Panwaslu)
bahwa Pemilu 1999 yang baru lalu masih jauh dari jurdil.
Penandatanganan hasil Pemilu dilakukan dikantor KPU,Senin sore
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
(2/8).
20 Oktober 1999
PK menerima tawaran kursi kementerian Kehutanan dan Perkebunan
dalam kabinet pemerintahan KH.Abdurrahman Wahid.
21 Oktober 1999
PK menunjuk Dr. Ir. Nurmahmudi Ismail MSc sebagai calon menteri
yang diajukan karena memiliki kapasitas, kapabilitas dan
akseptabilitas.
Tahun 2000
Sejarah
16 April 2000
Dr. Ir. Nurmahmudi Ismail mengundurkan diri dari Jabatan Presiden
Partai dan selanjutnya akan berkonsentrasi di kementerian Kehutanan
dan Perkebunan.
18-21 Mei 2000
PK menggelar Musyawarah Nasional I di Hotel Bumiwiyata, Depok.
21 Mei 2000
Dr. Hidayat Nurwahid, MA terpilih sebagai Presiden kedua Partai
Keadilan menggantikan Dr. Ir. Nurmahmudi Ismail dalam
Musyawarah Nasional I PK diHotel Bumiwiyata, Depok.
3 Agustus 2000
Delapan Partai Islam (PPP, PBB, PK, Masyumi, PKU, PNU, PUI, PS
II 1905) menggelar acara sarasehan dan Silaturrahim Partai-partai
Islam di Mesjid Al-Azhar dan meminta Piagam Jakarta masuk dalam
Amandemen UUD 1945.
12 Oktober 2000
DPP Partai Keadilan (PK) menemui Wakil Ketua DPR RI Soetardjo
Soerjogoeritno digedung DPR RI dan meminta delegasi IPU DPR RI
untuk mengusahakan resolusi yang didalamnya tidak hanya
mengecam keras Israel, tapi seklaigus mengeluarkan Israel dari
keanggotaan IPU.
13 Oktober 2000
Puluhan ribu massa PK yang berunjuk rasa dihalaman Gedung DPR.
Di bawah tangga gedung paripurna DPR aktivis PK membakar
bendera Israel. PK meminta agar RI konsisten dengan sikap
menyesalkan, menolka dan mengecam Israel menyusul penyerangan
ke Palestina.
9 November 2000
PK menggelar acara Gelar Sambut Ramadhan. Masyarakat dan
pemimpin bangsa diingatkan untuk menjaga kesucian bulan
Ramadhan. Ribuan massa PK dari Jakarta, Bogor, Tangerang, dan
Bekasi menghadiri acara Gelar Sambut Ramadhan. Tabligh Akbar ini
diselenggarakan di Bumi Perkemahan Ragunan, Pasar Minggu,
Jakarta Selatan, Ahad (19/11) pagi.
Tahun 2001
20 Januari 2001
Sejarah
PK menggelar Silaturrahmi dan Halal Bihalal di Silang Monas,
Jakarta. Dalam orasinya Presiden PK Hidayat Nurwahid menyatakan
PK berlepas diri dari segala efek negatif pola dan produk
kepemimpinan kontroversial kontraproduktif yang dilakukan Presiden
Abdurrahman Wahid.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
2 Maret 2001
DPP PK mengadakan bakti sosial di provinsi Banten yang terkena
musibah banjir dan tanah longsor.
8 Oktober 2001
Lebih dari 150 anggota Legislatif dari PK dari seluruh Indonesia,
senin (8/10) mendatangi Kedubes Amerika Serikat di Jlan Merdeka
Barat dan bergabung dengan massa yang sudah lebih dulu melakukan
aksi menentang terorisme AS.
19 Oktober 2001
PK gelar demo besar menentang Agresi Militer AS ke Afganistan.
Aksi besar ini diikiti 40.000 orang dan mendapat pujian dari berbagai
pihak karena berlangsung damai dan tertib. Dalam aksi itu dibentuk
Komite Indonesia untuk Solidaritas Afganistan (KISA) yang diketuai
oleh Dr. Salim Segaf Al Djufri.
Tahun 2002
Sejarah
7 April 2002
PK gelar aksi keadilan untuk Palestina menentang aksi terorisme Isrel
atas bangsa Palestina di Silang Monas, Jakarta. PK juga membentuk
Komite Keadilan untuk pembebasan Al Aqsha (KKPA) yang diketuai
oleh Dr. Ahzami Zami’un Jazuli.
25 Mei 2002
PK gelar acara Gerak Jalan Keluarga (GJK) menyambut Maulid Nabi
1423H dari Silang Monas – MH.Thamrin – Bundaran HI – Silang
Monas.
8 Juni 2002
15 pimpinan parpol yang tidak memenuhi ketentuan electoral
threshold dua persen berdasar Undang-Undang (UU) PemiluNomor 3
tahun 1999 sepakat menandatangani dokumen bersama di Hotel
Sahid, Jakarta, untuk menolak pemberlakuan ketentuan tersebut.
Mereka juga menuntut agar semua parpol peserta Pemilu 1999
diikutkan lagi dalam Pemilu 2004 walaupun ada parpol yang sama
sekali tidak mempunyai perolehan kursi di DPR/DPRD. Partai yang
terlibat pada pertemuan yang diprakarsai Partai Keadilan dan
Persatuan (PKP), yaitu Partai Keadilan (PK), Partai Demokrasi Kasih
Bangsa, Partai Nahdlatul Umat, Partai Demokrasi Indonesia, Partai
Bhineka Tunggal Ika Indonesia, Partai Katolik Demokrat, Partai
Daulat Rakyat, Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia,
Partai Persatuan, Partai Syarekat Islam Indonesia, Partai Nasional
Indonesia Massa Marhaen, Partai Nasional Indonesia Front
Marhaenis, Partai Politik Islam Indonesia Masyumi, dan Partai
Kebangkitan Umat.
Tahun 2003
Sejarah
9 Februari 2003
Rarusan ribu massa pendukung PKS berunjuk rasa menolak serangan
AS ke Irak di sepanjang Jl. MH.Thamrin hingga kedubes AS.
20 Maret 2003
Sekali lagi, PK bersama PKS menggelar aksi damai menentang
serangan AS ke Irak disepanjang Jl. MH. Thamrin hingga Kedubes
AS. Aksi diikuti oleh 30.000 massa.
30 Maret 2003
PKS bersama Komite Indonesia untuk Solidaritas Rakyat Irak
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
(KISRA)serta seluruh elemen masyarakat menggelar aksi ‘Sejuta
Umat’ dari Bundaran HI hingga kedubes AS, Jakarta. Aksi ini
merupakan aksi terbesar sepanjang massa dan mampu mengusik para
pemimpin dunia.
17 April 2003
Musyawarah Majelis Syuro XIII Partai Keadilan yang berlangsung di
Wisma Haji Jawa Barat, Bekasi, merekomendasikan PK untuk
bergabung dengan PKS.
20 April 2003
Deklarasi DPP PKS di Silang Monas, Jakarta. Yang dihadiri oleh
40.000 massa.
26 Mei 2003
PK dan PKS mendeklarasikan Crisis Centre untuk Rakyat Aceh
(CCRA) dihalaman Mesjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru,
Jakarta. CCRA dimaksudkan untuk membantu rakyat Aceh yang
tengah dilanda konflik berkepanjangan.
4 Juni 2003
DPP PKS dinyatakan lulus verifikasi oleh Depkehham. Verifikasi
dilakukan dikantor sekretariat Jl. Mampang Prapatan VIII No.R2,
Jakarta.
5 Juni 2003
PK selenggarakan acara ‘Silaturahim Nasional Anggota Legislatif
Partai Keadilan di Wisma DPR, Cikupa, Cisarua, Bogor yang diikuti
oleh 180 anggotaDewan dari seluruh Indonesia.
8 Juni 2003
PK gelar ‘Dzikir dan Doa untuk Rkayat Aceh’dihalaman Mesjid
Agung Al-Azhar Jl. Patimura Kebayoran Baru, Jakarta diikuti oleh
ribuan massa.
10 Juni 2003
PK bersama PKS melakukan aksi demonstrasidi depan Gedung
MPR/DPR Jl. Gatot Subroto, Jakarta. Untuk mendukung
disahkannyaRUU Sisdiknas oleh DPR RI.
2 Juli 2003
PKS telah menyelesaikan seluruh proses verifikasiDepartemen
Kehakiman dan HAM (Depkehham) di tingkat Dewan Pimpinan
Wilayah (setingkat Provinsi) dan Dewan Pimpinan Daerah (setingkat
Kabupaten/kota). Ini berarti PK Sejahtera telah melengkapi 100%
persyartan verifikasi Depkehham.
3 Juli 2003
PK bergabung dengan PKS yang dilakukan dikantor pengacara Tri
Sulistyowarni di Pamulang, Tangerang. Dengan penggabungan ini,
seluruh hak milik PK menjadi milik PKS, termasuk anggota Dewan
dan para kadernya.
20 Juli 2003
Musyawarah Majelis Syuro I PKS yang berlangsung diruang
Binasentra, komplek Bidakara, Jakarta. Menetapkan delapan kriteria
Calon Presiden (capres) RI versi PKS. Selain itu dicanangkan juga
mekanisme pemilihan capres melalui Jaring Capres Emas.
22 Juli 2003
Ribuan massa PKS melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor
Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog), Jl. Gatot Subroto,
Jakarta Selatan. PKS menolak kebijakan Bulog seperti beras impor
dan dana talangan Sukhoi yang dinilai menyengsarakan ribuan petani.
8 Agustus 2003
DPP PKS mencanangkan program Safari ‘Aam Intikhobi (Tahun
Pemenangan Pemilu), yaitu program safari tokoh-tokoh partai ke
berbagai daerah untuk mensosialisasikan dan mensukseskan Pemilu
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
2004. acara berlangsung di Aula Mesjid Baitussalam, Duren Tiga,
Jakarta.
Sumber: www.pk-sejahtera.org Tahun 2009.
4.2.2 Arah Kebijakan Umum Partai Keadilan Sejahtera
4.2.2.1 Visi Partai Keadilan Sejahtera
Visi Umum:
“ sebagai partai dakwah penegak keadilan dan kesejahteraan dalam bingkai persatuan
ummat dan bangsa “.
Visi Khusus:
Partai berpengaruh baik secara kekuatan politik, partisipasi, maupun opini dalam
mewujudkan masyarakat Indonesia yang madani.
Visi ini akan mengarahkan Partai Keadilan Sejahtera sebagai berikut:
1. Partai dakwah yang memperjuangkan Islam sebagai solusi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
2. Kekuatan transformatif dari nilai dan ajaran Islam didalam proses
pembangunan kembali umat dan bangsa diberbagai bidang.
3. Kekuatan yang mempelopori dan menggalang kerjasama dengan berbagai
kekuatan yang secita-cita dalam menegakkan nilai dan sistem Islam yang
rahmatan lil ‘alamin.
4.2.2.2 Misi Partai Keadilan Sejahtera
1. Menyebarluaskan dakwah Islam dan mencetak kader-kadernya sebagai anashir
taghyir.
2. Mengembangkan institusi-institusi kemasyarakatan yang Islami diberbagai
bidang sebagai markaz taghyir dan pusat solusi.
3. Membangun opini umum yang Islami dan iklim yang mendukung bagi
penerapan ajaran Islam yang solutif dan membawa rahmat.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
4. Membangun kesadaran politik masyarakat, melakukan pembelaan, pelayanan
dan pemberdayaan hak-hak kewarganegaraannya.
5. Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar terhadap kekuasaan secara konsisten
dan kontinyu dalam bingkai hukum dan etika Islam.
6. Secara aktif melakukan komunikasi, silaturahim, kerjasama dan ishlah dengan
berbagai unsur atau kalangan umat Islam untuk terwujudnya ukhuwah
Islamiyah dan Wihdatul-ummah, dan dengan berbagai komponen bangsa
lainnya untuk memperkokoh kebersamaan dalam merealisir agenda reformasi.
7. Ikut memberikan kontribusi positif dalam menegakkan keadilan dan menolak
kezaliman khususnya terhadap negeri-negeri muslim yang tertindas.
4.2.2.3 Platform Partai Keadilan Sejahtera
1. Mempelopori reformasi sistem politik, pemerintahan dan birokrasi, peradilan
dan militer agar tetap berkomitmen terhadap penguatan demokrasi.
2. Mendorong penyelenggaraan sistem ketatanegaraan yang sesuai dengan
fungsi dan wewenangnya sebagai suatu keniscayaan yang harus dijalani, demi
perubahan hubungan ketatanegaraan yang lebih baik.
3. Menumbuhkan kepemimpinan yang kuat, yang mempunyai kemampuan
membangun solidaritas masyarakat untuk berpartisipasi dalam seluruh
dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara yang memiliki keunggulan
moral, kepribadian, dan intelektualitas (bersih, peduli dan profesional).
4. Membangun sistem politik yang sehat, penegakan hukum yang adil dan
hankam yang mantap.
5. Mengentaskan kemiskinan,mengurangi pengangguran, dan meningkatkan
kesejahteraan seluruh rakyat melalui strategi pemerataan pendapatan,
pertumbuhan bernilai tambah tinggi dan pembangunan berkelanjutan yang
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
dilaksanakan
melalui
langkah-langkah
utama
berupa
pelipatgandaan
produktifitas sektor pertanian, kehutanan dan kelautan; peningkatan daya
saing industri nasional dengan pendalaman struktur dan upgrading
kemampuan teknologi dan pembangunan sektor-sektor yang menjadi sumber
pertumbuhan baru berbasis resource dan knowledge.
6. Menuju pendidikan berkeadilan dengan memberikan kesempatan yang seluasluasnya bagi seluruh rakyat Indonesia.
4.2.2.4 Prinsip Kebijakan
Secara umum prinsip kebijakan dasar yang diambil oleh Partai Keadilan Sejahtera
terefleksi utuh dalam jati dirinya sebagai Partai Dakwah. Sedangkan dakwah yang
diyakini Partai Keadilan Sejahtera adalah dakwah rabbaniyah yang rahmatan
lil’alamin, yaitu dakwah yang membimbing manusia mengenal Tuhannya dan dakwah
yang ditujukan kepada seluruh ummat manusia yang membawa solusi bagi
permasalahan yang dihadapinya.
Atas dasar itu maka dakwah menjadi poros utama seluruh gerak partai. Maka
prinsip-prinsip yang mencerminkan watak dakwah berikut telah menjadi dasar dan
prinsip setiap kebijakan politik dan langkah operasionalnya.
Prinsip-prinsip Kebijakan Partai (Warjio,2008):
1. Al-Syumuliyah (Lengkap dan Integral)
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Sesuai dengan karakteristik dakwah Islam yang syamil, maka setiap kebijakan
partai akan selalu dirumuskan dengan mempertimbangkan berbagai aspek,
memandangnya dari berbagai perspektif, dan mensinkronkan antara satu aspek
dengan aspek lainnya.
2. Al-Ishlah (Reformatif)
Setiap kebijakan, program, dan langkah yang ditempuh Partai selalu berorientasi
pada perbaikan (ishlah), baik yang berkaitan dengan perbaikan individu, masyarakat,
ataupun yang berkaitan dengan perbaikan pemerintahan dan negara, dalam rangka
meninggikan kalimat Allah, memenangkan syariatNya, dan menegakkan DaulahNya.
3. Al-Syar’iyah (Konstitusional)
Syariah yang berisi hukum-hukum Allah SWT telah menetapkan hubungan pokok
antara manusia terhadap Allah (hablum min Allah) dan hubungan terhadap diri sendiri
dan orang lain (hablum minnan-nas). Menjunjung tinggi syari’ah, ketundukan, dan
komitmen kepadaNya dalam seluruh aspek kehidupan merupakan kewajiban setiap
muslim sebagai konsekuensi keimanannya. Komitmen itu terwujud dalam bentuk
keteguhan (al-istimsak) kepada al-haq, bulat hati dan percaya penuh kepada Islam
sebagai ajaran yang lurus dan konprehensif yang harus ditegakkan dalam seluruh
aspek kehidupan dengan tetap menjaga fleksibilitas sebagai ciri dari syari’at Islam
serta mempertimbangkan aspek legalitas formal yang tidak bertentangan dengan
syari’ah. Demi terwujudnya makna kemerdekaan sejati semua peraturan yang ada
dalam Al-Quran dan As-Sunnah menjadi dasar konstitusi bagi seluruh kebijakan,
program dan perilaku politik. Sebab kemandirian refrensi syari’at pada kekuasaan
negara dan penegak hukum memberikan jaminan penting dalam merealisir amanah
dan melawan kezaliman.
4. Al-Wasathiyah (Moderat)
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Masyarakat muslim disebut sebagai masyarakat “tengah” (ummatan wasatha).
Simbol moralitas masyarakat Islam tersebut melahirkan prilaku, sikap, dan watak
moderat (wasathiyah) dalam sikap dan interaksi muslim dengan berbagai persoalan.
Al-wasathiyah yang telah menjadi ciri Islam baik dalam aspek-aspek nazhariyah
(teoritis) dan amaliyah (operasional) atau aspek tarbiyah (pendidikan) dan tasyri’iyah
(perundang-undangan) harus merefleksi pada aspek ideologi ataupun tashawwur
(persepsi), ibadah yang bersifat ritual, akhlak, adab (tata krama), tasyri’ dan dalam
semua kebijakan, program dan prilaku politik Partai Keadilan Sejahtera. Dalam
tataran praktis sikap sikap kemoderatan ini dinyatakan pula dalam penolakannya
terhadap segala bentuk ekstremitas dan eksageritas kezaliman dan kebathilan.
5. Al-Istiqamah (Komit dan Konsisten)
Oleh sebab berpegang teguh kepada ajaran dan aturan Islam merupakan ciri
seorang muslim maka komitmen dan konsistensi kepada gerakan Islam harus menjadi
inspirasi setiap geraknya. Konsekuensinya seluruh kebijakan, program, dan langkahlangkah operasional Partai harus istiqamah (taat asas) pada “hukum transeden” yang
ditemukan dalam keseluruhan tata alamiah dan dalam keseluruhan proses sejarah
(ayat-ayat KauniyatNya), dalam kitab-kitabNya (ayat-ayat QawliyatNya) dan dalam
Sunnah Rasulullah SAW, dalam konsensus ummat, serta dalam elaborasi tertulis oleh
para mujtahid yang berkompeten mengeluarkan hukum-hukum terhadap masalah
yang benar-benar tidak ditemukan secara tekstual dalam risalah orisinal (Al-Quran
dan Al-Sunnah). Konsistensi menuntut kontinuitas (al-istimrar) dalam gerakan dalam
arti adanya kesinambungan antara kebijakan dan program sebelumnya.
6. Al-Numuw wa al-Tathawwur (Tumbuh dan Berkembang)
Konsistensi yang menjadi watak Partai Keadilan Sejahtera tidak boleh melahirkan
stagnan bagi gerakan dan kehilangan kreatifitasnya yang orisinal. Maka prinsip al-
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
numuw wa al-tathawwur (pertumbuhan yang bersifat vertikal dan perkembangan yang
bersifat horizontal) harus menjadi prinsip gerakannya dengan tetap mengacu kepada
kaidah yang bersumber dari nilai-nilai Islam. Oleh karena itu Partai dalam kebijakan,
program dan langkah-langkah operasionalnya harus tetap konsern kepada
pengembangan potensi SDM hingga mampu melakukan eksalarasi mobilitas vertikal
dan perluasan mobilitas horizontal.
7. Al-Tadarruj wa Al-Tawazun (Bertahap, Seimbang, dan Proporsional).
Pertumbuhan dan perkembangan gerakan dakwah partai mesti dilalui secara
bertahap dan proporsional, sesuai dengan sunnatullah yang berlaku dijagat raya ini.
Seluruh sistem Islam berdiri diatas landasan kebertahapan dan keseimbangan.
Kebertahapan dan keseimbangan merupakan tata alamiah yang tidak akan mengalami
perubahan. Manusia secara fitrah tercipta dalam kebertahapan dan keseimbangan
yang nyata. Maka semua tindakan manusia, lebih-lebih tindakan politik, yang
berupaya memisahkan diri dari kebertahapan, keserasian dan keseimbangan akan
berakibat pada kehancuran yang karenanya dapat dikategorikan sebagai kejahatan
bagi kemanusiaan dan lingkungan sejagat. Oleh sebab itu kebertahapan dan
keseimbangan (tadarruj dan tawazun) harus melekat dalam seluruh kiprah partai, baik
dalam kiprah individu fungsionaris dan pendukungnya ataupun kiprah kolektifnya.
8. Al-awlawiyat wa Al-Mashlahah (Skala Prioritas dan Prioritas Kemanfaatan)
Efektifitas sebuah gerakan salah satunya ditentukan oleh kemampuan gerakan
tersebut dalam menetukan prioritas langkah dan kebijakannya. Sebab segala sesuatu
mempunyai saat dan gilirannya. Amal perbuatan memiliki keutamaan yang
bertingkat-tingkat pula, dari yang bersifat strategis, politis, sampai ke yang bersifat
taktis. Prinsip al-awlawiyat dalam gerakan pada hakekatnya refleksi dari budaya
berfikir strategis. Oleh sebab itu kebijakan, program, dan langkah-langkah
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
operasionalnya didasarkan kepada visi dan misi partai. Prinsip al-awlawiyat dapat
melahirkan efisiensi dan efkektifitas gerakan.
Disamping itu, Partai Keadilan Sejahtera yakin bahwa sebaik-baik muslim adalah
yang paling bermanfaat bagi kepentingan manusia. Maka pada hakikatnya mashlahah
ummat menjadi dasar dan prinsip dalam kebijakan, program, dan langkah-langkah
operasionalnya. Untuk itu ia akan tetap konsern terhadap semua persoalan yang
dihadapi ummat. Kepentingan ummat selalu menjadi pertimbangan dan prioritas.
Maka baik dalam kebijakan ataupun dalam sikap dan operasioanl harus selalu
memiliki keberpihakan yang jelas terhadap kepentingan ummat. Kepentingan ummat
harus diletakkan di atas kepentinagn kelompok dan individu.
9. Al-Hulul (Solusi)
Partai Keadilan Sejahtera sesuai denagn namanya, ia memperjuangkan aspekaspek yang tidak hanya berhenti pada janji, teori maupun kegiatan yang tidak
dirasakan
manfaatnya
oleh
ummat.
Keadilan
dan
kesejahteraan
haruslah
diperjuangkan dengan ihsan dan itqon (profesional), itulah yang mengharuskan partai
dan aktivisnya mengarahkan aktivitas dan program partai untuk menjadi solusi dan
merealisirnya disetiap aktivitas yang mereka tempuh.
10. Al-Mustaqbaliyah (Orientasi masa depan)
Pada kenyataannya tiga dimensi waktu (masa lalu, masa kini, dan masa
mendatang) merupakan realitas yang saling berhubungan. Disadari, sasaran dakwah
yang akan diwujudkan merupakan sasaran besar, yaitu tegaknya agama Allah di bumi
yang menyebarluaskan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh ummat manusia, yang
bisa jadi yang akan menikmati keberhasilannya adalah generasi mendatang. Maka
seyogyanya setiap kebijakan yang diambil dan program-program yang dicanangkan
mengaitkan ketiga dimensi waktu tersebut. Masa lalu sebagai pelajaran, masa kini
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
sebagai realitas, dan masa depan sebagai harapan. Keadaan yang kita geluti sekarang
merupakan refleksi masa lalu kita dan sekaligus akan menentukan masa depan kita.
Maka sangat bijak kalau kebijakan, program, dan langkah-langkah yang ditempuh
tidak mengenyampingkan ketiga dimensi waktu tersebut dan selalu berorientasi pada
masa depan, tidak hanya memikirkan nasib kita sekarang ini.
11. Al-‘Alamiyah (Bagian dari dakwah sedunia)
Pada hakekatnya gerakan dakwah Islamiyah, baik tujuan ataupun sasaran yang
akan dicapai, bersifat ‘alamiyah (mendunia) sejalan dengan universalitas Islam. Hal
itu telah menjadi sunnatudda’wah. Ia merupakan aktivitas yang tidak kenal batas
etnisitas, negara atau daerah tertentu. Kenyataan itu menegaskan bahwa eksistensi
dakwah kita merupakan bagian dari dakwah ‘alamiyah. Oleh sebab itu prinsip
kebijakan dakwah kita tidak lepas dari kebijakan dan gerakan dakwah sedunia.
Adalah suatu kemestian setiap kebijakan yang diambil, program yang dicanangkan,
dan langkah-langkah yang ditempuh selaras dengan kebijakan dakwah yang bersifat
alami dan tunduk pada sunnatudda’wah tersebut dengan tidak melikuidasi persoalan
khas yang dihadapi dimasing-masing wilayah.
4.3 Struktur Organisasi Partai Keadilan Sejahtera
Struktur Organisasi merupakan wadah bagi sekelompok orang yang bekerjasama
antara sesama anggota untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Struktur
organisasi menyediakan personil yang memegang jabatan tertentu dimana masingmasing diberikan tugas, wewenang dan tanggung jawab sesuai dengan jabatannya.
Hubungan kerja dalam sebuah organisasi sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan organisasi. Hubungan kerja dalam organisasi dituangkan dalam struktur
organisasi dimana merupakan gambaran sistematis dengan orang-orang yang
menggerakkan organisasi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Struktur organisasi partai terdiri dari:
1. Struktur Organisasi partai ditingkat pusat adalah:
1. Majelis Syuro
2. Dewan Pimpinan Tingkat Pusat
3. Majelis Pertimbangan Pusat
4. Dewan Pengurus Pusat
5. Dewan Syari’ah Pusat
2. Struktur organisasi partai ditingkat Provinsi adalah:
1. Majelis Pertimbangan Wilayah
2. Dewan Pengurus Wilayah
3. Dewan Syari’ah Wilayah
3. Struktur organisasi partai ditingkat Kabupaten/Kota adalah:
1. Majelis Pertimbangan Daerah
2. Dewan Pengurus Daerah
3. Dewan Syari’ah Daerah
4. Struktur organisasi partai ditingkat kecamatan adalah Dewan Pengurus Cabang.
5. Struktur organisasi partai ditingkat kelurahan/desa/dengan sebutan lainnya adalah
Dewan Pengurus Ranting.
6. Selain struktur organisasi diatas, partai membentuk Unit Pembinaan dan
Pengkaderan Anggota.
4.4 Ideologi Partai
Partai Keadilan Sejahtera berasaskan Islam. Sebagai partai yang berasaskan
Islam Partai Keadilan Sejahtera menyusun platform yang sangat dipengaruhi corak
dan garis pemikiran keIslaman. Secara umum para kader PKS mengikuti garis
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
pemikiran Islam modern tetapi berbeda dengan garis pemikiran Islam modern
Masyumi, Partai Bulan Bintang, ataupun Muhammadiyah. Disamping mengikuti
pemikiran modernis, komunitas pendukung PKS juga memiliki amalan ritual yang
dekat dengan komunitas Nahdiyin (NU) yakni pengamalan wirit tertentu yang
seragam, yang wajib dibaca setiap hari dua kali, menjelang magrib dan setelah shalat
subuh, yang disebut dengan wirit al-matsurat. PKS adalah Partai Dakwah yang
bercita - cita menegakkan syariat Islam di Indonesia. Namun cita - cita ini harus
berada dalam kerangka persatuan dan kesatuan ummat dan bangsa, dengan
menjalankan kewajiban sebagai ummat Islam tanpa menafikkan golongan lain.
4.5 DPD PKS Kota Medan
DPD adalah lembaga eksekutif yang berada ditingkat Kabupaten/Kota. Di dalam
strukturnya DPD terdiri dari seorang Ketua Umum, beberapa ketua bidang dan
beberapa ketua badan, seorang sekretaris umum dan beberapa wakil sekretaris umum,
seorang bendahara umum dan beberapa orang wakil bendahara umum, serta beberapa
bagian.
Dikarenakan PKS adalah partai yang sentralistik, jadi DPD harus menunggu
program turunan dari DPP dan DPW. Namun, meskipun sentralistik PKS tidak
bersifat otoriter dan kaku dalam pelaksanaan program-program / kebijakan-kebijakan
yang dikeluarkannya. Setelah DPP mengeluarkan program, maka DPW maupun DPD
dapat menyelaraskan program-program tersebut sesuai dengan kebutuhan masingmasing Dewan Pengurus. DPD juga mmepunyai fungsi untuk menciptakan
pemerintahan yang bersih dan bebas dari kegiatan korupsi dan mencetak kader-kader
yang berkualitas dan membangun jati diri para kader sehingga terciptanya kader-kader
yang “bersih dan peduli”.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Meskipun kader-kader di DPD PKS Medan berasal dari berbagai latar belakang
yang berbeda yang terdiri dari orang-orang muda, namun terlihat keseriusan dan
keaktifan mereka dalam menjalankan tugas yang telah diberikan. Menyangkut
pendanaan, selain berasal dari Binsos (Bina Sosial), para anggota Legislatif, proposalproposal, para kader juga tidak segan-segan berswadaya secara bersama-sama dalam
menanggulangi pendanaan demi kelancaran program-program mereka yang telah
digariskan sebelumnya.
Adapun bidang-bidang yang ditangani DPD PKS Kota Medan adalah:
1. Bidang Ekuintek (Ekonomi, Informasi, dan Teknologi) diketuai oleh Zahrul
Ulum Amd.
2. Bidang Kesra (Kesejahteraan Umum) diketuai oleh Ernawati Ginting, S.si
3. Bidang Polhukam (Politik, Hukum dan Keamanan) diketuai oleh Dhiyaul
Hayati, S.Ag
4. Bidang Kewanitaan diketuai oleh Sri heriyani, S.Si
5. Bidang Kepemudaan diketuai oleh Drs. Rudi Musito
6. Bidang Pembinaan Kader diketuai oleh Tarjo,St
4.6 Komposisi Perempuan PKS Medan (KP-PKS) Pimpinan Daerah Kesatuan
Masa Bakti 2004-2009
SRI HERIYANI
Ketua
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
SYUKRILA
Kajian Wanita
DONI HARDINI SIREGAR
Pemberdayan Perempuan
NUR AISYAH
IRFAH HELENA
Jaringan Lembaga
Wanita
ASWANI
MARIANUM
Gambar 3. Komposisi Perempuan PKS Medan (KP-PKS) Pimpinan Daerah
Kesatuan Masa Bakti 2004-2009
4.7 Kebijakan Rekruitmen Partai Keadilan Sejahtera Terhadap Perempuan
4.7.1 Rekruitmen dalam Kepengurusan Partai
Rekruitmen dalam kepengurusan Partai Keadilan Sejahtera dilakukan dalam
pentahapan dan salah satu pentahapan dimaksud pertama kali untuk diangkat menjadi
anggota partai adalah setiap warga negara Indonesia dapat menjadi anggota partai
sesuai dengan peraturan perundang-undangan Indonesia.
Syarat-syarat keanggotaan Partai Keadilan Sejahtera adalah sebagai berikut:
Setiap warga negara Indonesia dapat menjadi anggota Partai Keadilan Sejahtera,
dengan syarat (Pasal 1 dan 2)
1. Warga Negara Indonesia, laki-laki maupun perempuan.
2. Berusia tujuh belas tahun keatas, atau sudah menikah.
3. Berkelakuan baik.
4. Setuju dengan visi, misi, dan tujuan partai.
5. Mengajukan permohonan menjadi anggota partai kepada Sekretariat Pusat
melalui Dewan Pimpinan Daerah.
6. Melaksanakan dan disiplin dengan kewajiban-kewajiban keanggotaan.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
7. Mengucapkan janji setia pada prinsip-prinsip dan disiplin partai, sesuai
dengan jenis atau jenjang keanggotaannya.
Setelah mengikuti persyaratan sebagaimana dimaksud diadakan penilaianpenilaian terhadap hasil dari pendidikan dan pelatihan kader partai, untuk kemudian
selanjutnya diadakan penetapan pengurus partai yang baru oleh hasil rapat
musyawarah pengurus partai yang lama, atas dasar pertimbangan. Baik yang
dilakukan dalam rapat selanjutnya di tingkat Majelis Pertimbangan Daerah tingkat
kota. Selanjutnya Dewan Pimpinan Pusat berwenang mengesahkan komposisi dan
Personalia DPD kota dengan memperhatikan hasil musyawarah Dewan Pimpinan
Tingkat Wilayah.
Dalam hal pengorganisasian, Partai Keadilan Sejahtera mempunyai mekanisme
berbeda dengan partai lain. Dalam Partai Keadilan Sejahtera ada beberapa jenis dan
jenjang keanggotaannya, antara lain sebagai berikut:
1. Anggota kader pendukung, yang terdiri dari:
a. Anggota Pemula yaitu mereka yang mengajukan permohonan untuk menjadi
anggota partai dan terdaftar dalam keanggotaan partai yang dicatat oleh
Dewan Pimpinan Cabang setelah lulus mengikuti Ttraining Orientasi Partai.
b. Anggota Muda yaitu mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai yang
dikeluarkan oleh Dewan Pimpinan Daerah dan telah lulus pelatihan kepartaian
tingkat dasar satu.
c. Anggota Kader Inti, yang terdiri dari:
1. Anggota Madya yaitu mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai
yang dikeluarkan oleh Dewan Pimpinan Daerah dan telah lulus pelatihan
kepartaian tingkat dasar dua.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
2. Anggota Dewasa yaitu mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai
yang dikelaurkan oleh Dewan Pimpinan Wilayah dan telah lulus pelatihan
kepartaian tingkat lanjut.
3. Anggota Ahli yaitu mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai yang
dikeluarkan oleh Dewan Pimpinan Pusat dan telah lulus pelatihan
kepartaian tingkat tinggi.
4. Anggota Purna yaitu mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai
yang dikeluarkan oleh Dewan Pimpinan Pusat dan telah lulus pelatihan
kepartaian tingkat ahli.
5. Anggota Kehormatan yaitu mereka yang berjasa dalam perjuangan partai
dan dikukuhkan oleh Dewan Pimpinan Pusat.
4.7.2 Pembinaan Anggota
Kaderisasi yang berkelanjutan dalam tubuh Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
ditopang dengan sistem pembinaan yang disebut tarbiyah. Akar kekuatan
pengkaderannya yang bertumpu pada kekuatan anggotanya di dalam lingkaranlingkaran pengajian (baik kecil maupun besar) dan dibina secara berkesinambungan,
yang disebut dengan liqo’.
Jauh sebelum berdirinya PKS, aktifis dakwah penggerak PKS membentuk
sebuah jaringan dakwah. Salah satu kegiatannya adalah liqo’, yang membahas
agenda-agenda dakwah dalam salah atu kelompok halaqoh itu, dan yang paling
banyak tentang materi-materi keislaman yang disampaikan secara bertahap.
Liqo’ dilaksanakan berjenjang dan membentuk sel-sel, seperti jaringan telepon
seluler atau bisnis MLM. Ada mad’u (murid/yunior) dan murabbi (guru/senior).
Setiap mad’u mempunyai murabbi pada liqo lain level bawahnya. Sebagai contoh,
alumni mempunyai mad’u beberapa mahasiswa, mahaiswa tingkat 3(tiga) punya
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
mad’u beberapa mahasiswa tingkat 1(satu), mahasiswa tingkat 1(satu) punya mad’u
beberapa siswa di tempat SMA almamaternya. Dan setiap anggota liqo’ tidak
diperkenankan pindah-pindah liqo’ ke tempat lain tanpa izin. Liqo’ itu sendiri tidak
bertujuan mencetak ahli syariah, tetapi lebih kepada membentuk wawasan dan
kepribadian yang Islami, dengan visi dan pemahaman agama sesuai dengan si
empunya kader (dalam hal ini PKS).
Kemudian selain itu, dalam masalah keilmuwan, PKS mengasah kadernya
melalui program-program tatsqif, yaitu taklim umum yang biasanya diisi oleh ustadz
yang punya keilmuwan yang dalam. Inilah untuk para murabbi, dan kader yang lebih
senior. Program tatsqif ini dilakukan 2 (dua) minggu sekali, sebulan sekali, tergantung
penyelenggara. Dengan demikian para murabbi pun ditingkatkan untuk menimba ilmu
lebih luas lagi seperti mengikuti tatsqif, mabit, dan lain-lain.
4.7.3 Rekruitmen Calon legislatif
Mekanisme calon Legislatif, tetap menagcu kepada Undang-Undang secara
substantif yang mengamanatkan bahwa rekruitmen calon dilakukan secara demokratis
dan terbuka dengan sistem skorsing dan penilaian. Model ini dimaksudkan untuk
menghasilkan calon-calon anggota Legislatif yang memiliki kualitas dan integritas
yang tinggi.
Adapun proses rekruitmen yang dilakukan partai politik dalam proses
pencalonan anggota legislatif merupakan salah satu bagian penting. Dalam proses
rekruitmen tersebut, mekanisme dan ukuran-ukuran yang digunakan menjadi sangat
relevan untuk melihat figur-figur seperti apa yang dihasilkan, termasuk kapabilitas
mereka sebagai calon legislatif. Dalam konteks rekruitmen partai politik menerapkan
sistem perjenjangan dari bawah (bottom up).
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Syarat terhadap Calon Legislatif (caleg) Partai Keadilan Sejahtera adalah
sebagai berikut:
1. Telah menjadi anggota Partai Keadilan Sejahtera.
2. Berpegang teguh kepada nilai-nilai moral dan kebenaran, adil, bertaqwa dan
kuat dalam membela kebenaran, serius dalam kemaslahatan dan persatuan
bangsa, jauh dari fanatisme kepentingan pribadi dan golongan.
3. Memiliki wawasan politik, hukum dan syariat yang memungkinkannya
melaksanakan tugas.
4. Telah mengikuti pendidikan dan pelatihan kader yang diselenggarakan Partai
Keadilan Sejahtera.
5. Telah menjadi kader inti partai yang sekurang-kurangnya dengan status
anggota dewasa.
6. Mempunyai prestasi, dedikasi, disiplin, loyalitas dan tidak tercela.
7. Mempunyai pengaruh dan dukungan yang luas di daerah.
8. Pendidikan minimal SLTA sederajat.
Adapaun tatacara sistem perekrutan calon legislatif yang dilakukan oleh Partai
Keadilan Sejahtera yaitu di dalam PKS ada sebuah kelompok kecil pengajian yang
kemudian kelompok pengajian ini mengajukan calon legislatif yang mereka anggap
berkompeten dan layak untuk dijadikan sebagai bakal calon legislatif yang kemudian
diajukan kepada tingkat atas dan selanjutnya dirumuskan dan dirapatkan ditingkat
DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Lalu selanjutnya diajukan kepada DPTD yang
terdiri dari Majelis Pertimbangan Daerah, Dewan Syariah Daerah dan Dewan
Perwakilan Wilayah (DPW) yang diusulkan kepada Dewan Perwakilan Pusat (DPP).
Setelah diverifikasioleh DPP kemudian DPP mengajukan nama calon legislatif yang
terpilih kepada KPU untuk kemudian selanjutnya diverifikasi oleh KPU apakah calon
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
legislatif yang diajukan oleh PKS layak atau tidak untuk ikut bertarung dalam Pemilu
calon legislatif.
Terhadap kebijkan dalam tubuh partai sendiri tentang tingkat keterwakilan
perempuan, Partai Keadilan Sejahtera memiliki KP-PKS sebagai organisasi
perempuan yang merupakan sayap partai dan merupakan organisasi masyarakat
perempuan yang menyalurkan aspirasinya kepada Partai Keadilan Sejahtera yang
merupakan badan strategi partai untuk menghimpun kaum perempuan. Rekruitmen
calon legislatif berdasarkan pada salah satu indikasi seperti yang dikemukakan di atas,
terhadap keterwakilan itu harus ada indikasi, aktifitas organisasi dan kualitas secara
akademis. Salah satunya terhadap tingkat pendidikan calon legislatif itu sendiri.
4.8 Kedudukan Perempuan dan Kemuliaannya dalam Islam
Islam menginginkan agar perempuan dan laki-laki mencapai tingkat
kesempurnaan. Islam telah menyelamatkan perempuan dari keadaan buruk yang
dialaminya di zaman Jahiliyah. Sesungguhnya pelayanan yang diberikan oleh Islam
kepada perempuan tidak diketahui kecuali oleh Allah SWT. Dan Islam tidak
memberikan pelayanan kepada laki-laki seperti yang diberikan kepada perempuan.
Islam menjunjung tinggi perempuan yang meletakkannya sejajar dengan laki-laki.
Semua manusia setara dihadapan Allah SWT dan tidak ada perbedaan yang dibuat
antara perempuan dan laki-laki. Manusia karena fitrahnya mampu mendaki rangkaian
gradasi (tingkat-tingkat) kesempurnaan spritual, yang berpuncak pada kedekatan
(ketakwaan) di hadapan Ilahi.
Bahwa laki-laki dan perempuan memiliki posisi yang sama dihadapan Tuhan
dalam terminologi spritual ditegaskan ayat-ayat lain dalam Al-Qur’an mengenai
kedudukan orang-orang beriman dan hubungan mereka dengan-Nya. Baik perempuan
maupun laki-laki memiliki sebuah tanggung jawab terhadap masyarakat, tempat
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
mereka hidup. Keduanya mempunyai tugas yang sama untuk melindungi masyarakat.
Sebagaimana laki-laki mengambil peran aktif dan menikmati hak-hak sosialnya,
perempuan juga memiliki hak dan tanggung jawab yang sama.
4.9 Kedudukan Wanita dan Posisi Peran Politik
Untuk memahami peran politik perempuan, pada awalnya bisa dilihat dari
penghargaan Islam kepada kaum perempuan yang tampak nyata pada realitas
penerapan ajaran dan sejarah kaum muslimin sejak generasi pertama. Isu agama
dalam praktek politik juga akan kembali menemukan momentumnya dalam Pemilu
Legislatif. Meskipun undang-undang telah mengubah aturan dari sekedar memilih
partai menjadi memilih nama calon anggota legislatif, tapi pada umumnya masih sulit
bagi perempuan untuk mendapatkan legitimasi untuk duduk di dunia politik formal.
Betapa tidak, lembaga keagamaan masih dikuasai oleh kaum laki-laki dan secara
kultural masyarakat juga sangat mempercayai fatwa para pemuka agama yang pada
umumnya masih berpihak pada dominasi laki-laki.
Minimnya jumlah perempuan di dunia politik formal bila dikaitkan dengan
kecenderungan kultural masyarakat, sangat terkait dengan persoalan pemahaman
keagamaan. Kentalnya pandangan kultural masyarakat mengenai perempuan, sangat
terkait dengan wajah Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas penduduk
negeri ini.
Fenomena ini sangat berkait dengan keragaman pandangan para ulama
mengenai keterlibatan kaum perempuan di dunia politik. Syafiq Hasyim dalam sebuah
bukunya tentang perempuan dalam fikih politik menyebutkan ada tiga pendapat yang
berkembang yang membicarakan perempuan di dunia politik. Pertama, pendapat
konservatif yang mengatakan bahwa Islam apalagi fikih, sejak kemunculannya di
Mekkah dan Madinah tidak memperkenankan perempuan untuk terjun ke ruang
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
politik. Kedua, pendapat liberal progresif yang menyatakan bahwa Islam sejak awal
telah memperkenankan konsep keterlibatan perempuan dalam bidang politik. Ketiga,
pendapat apologetis yang menyatakan bahwa ada bagian wilayah politik tertentu yang
bisa di masuki perempuan dan ada bagian wilayah tertentu yang sama sekali tidak
boleh dijamah oleh perempuan. Menurut kelompok ini, yang menjadi wilayah politik
perempuan adalah menjadi ibu.
Partisipasi politik perempuan adalah suatu keniscayaan, karena setiap muslim
sebagaimana dalam QS At Taubah : 71, menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan
saling tolong-menolong dalam beramar ma’ruf nahi munkar. Akan tetapi, fenomena
yang ada menunjukkan bahwa partisipasi politik perempuan masih rendah.
Dalam pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono hanya ada 4 (empat)
perempuan yang memegang jabatan strategis yaitu yang menjabat sebagai Menteri.
Ini bisa kita lihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 6. Data Perempuan dalam Kabinet
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2005-2009)
No
Nama
Kementerian / Departemen
1.
Mari Elka Pangestu
Menteri Perdagangan
2.
Meutia Hatta
Menteri Pemberdayaan Perempuan
3.
Siti Fadilah Supari
Menteri Kesehatan
4.
Sri Mulyani Indrawati
Menteri Keuangan
Sumber: Data Lapangan 2009
4.10 Partai Politik Islam Memandang Perempuan
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Keragaman pandangan mengenai perempuan berpolitik, telah mengakibatkan
dua hal yang secara berbeda muncul dalam khasanah politik Islam dalam menyikapi
isu perempuan. Dua pandangan tadi dapat disajikan dalam sebuah tabel di bawah ini.
Tabe1 7. Dualisme Kategori Partai Islam
Kategori Partai Islam
Keterangan
Partai Islam Modernis
Adalah partai yang bersikap sedikit Liberal dalam
menafsirkan status kaum perempuan. Mereka
memprogramkan persamaan kedudukan laki-laki dan
perempuan dalam hukum, sosial, ekonomi dan politik.
Kaum perempuan diperbolehkan bekerja di sektor publik,
berpartisipasi dalam kegiatan politik, bahkan diperbolehkan
untuk menjadi kepala negara.
Partai Islam Fundamentalis
Adalah partai yang menolak persamaan kedudukan laki-laki
dan perempuan dalam hukum, sosial, ekonomi, dan politik.
Partisipasi kaum perempuan yang disebutkan dalam bidangbidang diatas dibatasi. Untuk keluar rumah, kaum
perempuan harus dikawal oleh suami atau muhrimnya.
Kaum perempaun tidak diperbolehkan untuk bekerja di
sektor publik, dan secara tegas dilarang untuk menjadi
kepala negara.
Sumber: Jurnal Perempuan
Jadi dengan demikian, partisipasi politik perempuan sangat tergantung pada
pandangan apa yang lebih banyak berkembang di kalangan masyarakat muslim itu
sendiri. Karena sebenarnya laki-laki dan perempuan adalah sama-sama makhluk
ciptaan Tuhan yang memiliki akal dan budi. Diciptakan sebagai mitra untuk dapat
saling melengkapi. Seorang perempuan tidaklah lengkap tanpa seorang laki-laki,
begitu pula sebaliknya.
Isu perempuan berpolitik khususnya dalam partai Islam sangat beragam. Studi
yang dilakukan oleh Syafiq Hasim menyatakan bahwa platform perempuan di lima
partai Islam dapat dilihat dari tabel di bawah ini:
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Tabel 8. Platform Perempuan dalam Lima Partai Politik Islam di Indonesia
Platform tentang isu perempuan
Prioritas Program terkait
dengan Perempuan
Kritik
PBB
Masih konservatif dalam menghargai
perempuan
meskipun
sudah
mengakomodasi ide-ide modern
tentang pemberdayaan perempuan.
Membuat persyaratan keterlibatan
kaum perempuan didunia politik
yaitu memiliki kapasitas dan
keterampilan
yang
memadai,
semangat untuk membela hak-hak
mereka
sendiri,memiliki
kredibilitas
dikalangan
masyarakatnya,
diakui
oleh
masyarakat umum dan memiliki
ide-ide yang penting dan strategis
bagi masyarakat.
Partai ini seharusnya lebih
melihat keterbelakangan
kaum perempuan didunia
politik
bukan
hanya
karena kelemahan posisi
perempuan
dan
ketidakcakapan
perempuan saja.
PPP
- Lebih melihat masalah pendidikan
perempuan.
-memperbaiki sistem pendidikan
diIndonesia.
Pemerintah
telah
memberi
kesempatan tetapi kaum perempuan
tidak dapat mengaksesnya.
- Pendidikan merupakan alat untuk
meraih kesempatan yang setara
dengan laki-laki.
Partai ini tidak menyadari
bahwa
pendidikan
hanyalah salah satu faktor
penyebab
tertinggalnya
kaum
perempuan.
Persoalan sistemik sosial
budaya masyarakat tidak
dilihat dalam hal ini.
Partai
-Mengkritik gerakan perempuan
yang hanya menuntut hak saja
tanpa menyadari kewajibannya.
PAN
Partai ini tidak setuju dengan
diskriminasi
Gender.
Menurut
mereka, masih sulit bagi perempuan
untuk memainkan peran yang sama
dengan laki-laki dalam masyarakat
Paternalistik.
-Mengajukan
pengembangan
kesempatan bagi kaum perempuan.
-Melihat perempuan merupakan
lebih
dari
separuh
jumlah
penduduk Indonesi bahkan dunia.
-Membentuk
Departemen
perempuan
sebagai
sentral
aktivitas partai dari tingkat
nasional hingga tingkat regional.
PKB
Melihat budaya sebagai sumber
utama keterbelakangan perempuan.
-Perempuan perlu setara dengan
laki-laki.
-Didalam rumah istri harus
menjadi mitra yang setara dengan
suami.
Tokoh partai ini masih
memiliki
pandangan
stereotip
terhadap
perempuan yang pernah
mengatakan meskipun di
dalam Islam perempuan
dapat menjadi pemimpin,
hal itu hanya berlaku pada
kondisi khusus(darurat).
Partai ini masih ambigu
antara platform dengan
kenyataan di dalam tubuh
partai politik.
-Dalam
kehidupan
politik
perempuan harus ikut memainkan
peran.
PKS
Mengizinkan
perempuan
menempati posisi kunci diparlemen
sebagai anggota Dewan Perwakilan
Rakyat.
Kemunduran posisi perempuan
merupakan kesalahan Orde Baru.
Dalam kenyataannya, PKS
memisahkan perempuan
dari pusat kekuasaan
menjadi pinggiran.
Sumber: Jurnal Perempuan
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Konsep nilai tentang perempuan yang menjadi gambaran (representasi) yang
dirumuskan oleh berbagai Partai Islam termasuk Partai Keadilan Sejahtera sangat
beragam. Konsep ideal partai Islam berkaitan dengan perempuan, yaitu :
Tabel 9. Gambaran Representasi Perempuan dalam Konsep Partai-partai Islam
Nama Partai
Gambaran / representasi Perempuan
Partai Bulan Bintang
Perempuan menjadi faktor yang signifikan sebagai
penjaga gawang moralitas bangsa. Kerusakan mental
bangsa disebabkan oleh perempuan yang tidak dapat
menjalankan fungsi dan perannya secara baik sebagai
pendidik maupun penjaga gawang moral (khususnya
moralitas seksual) masyarakat.
Partai Persatuan Pembangunan
Perempuan merupakan makhluk yang bermartabat,
memperbanyak keterlibatan kaum perempuan dalam
kehidupan politik berarti meningkatkan harkat dan
martabat kaum perempuan. Dan fokus utama yang perlu
menjadi perhatian perempuan adalah persoalan
moralitas, pendidikan, dan persoalan anak.
Partai Amanat Nasional
Perempuan dipandang sebagai makhluk yang setara
dengan laki-laki. Ia memiliki hak yang perlu
diwujudkan secara hukum, politik dan sosial. Oleh
karena itu kesetaraan dan keadilan gender perlu
diperjuangkan dengan meningkatkan keterwakilan
perempuan disemua bidang kehidupan.
Partai Kebangkitan Bangsa
Berbagai pencitraan trhdp perempuan yg tlh ada slama
ini mrpkn produk sosial budaya, yg tidak jarang
menimbulkan berbagai bentuk kekerasan terhadap
perempuan. Bentuk-bentuk ketidakadilan yg dialami
oleh perempuan trsbut diantaranya mrpkn dampak dr
berbagai hukum dan aturan yg masih mengandung bias
gender.
Partai Keadilan Sejahtera
Perempuan mrpkn aktor penting untuk menjalankan
berbagai fungsi sosial, yg memerlukan keterlibatan
perempuan, yaitu keluarga. Tugas utama perempuan
sangat terkait dgn penjagaan moralitas(yg lebih spesifik
pd moralitas seksual)dimana jilbab mrpkan ikon yg
cukup penting serta upaya peningkatan kesejahteraan
sosial, terutama kesejahteraan keluarga. Perempuan
memiliki andil yg cukup penting dlm gerakan politik,
yaitu untuk mendukung agenda kebijakan partai politik
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
melalui demonstrasi maupun proses regenerasi yang
akan menjaga kelangsungan hidup perjuangan partai.
Sumber: Jurnal Perempuan
Platform Perempuan Indonesia yang dimiliki oleh Partai Keadilan Sejahtera
(PKS) mencanangkan program peningkatan kapasitas dan penguatan identitas
perempuan Indonesia sejati. Selain itu partai ini juga melengkapi kerangka
aktifitasnya dengan Platform Pembinaan Keluarga sebagai unit masyarakat terkecil.
Dari sini tergambar stabilitas politik dan ekonomi nasional yang membutuhkan
kemampuan sosial yang mantap dan handal. Beberapa inisiatif yang dilakukan oleh
PKS yang memiliki kaitan dengan konstruksi relasi gender dan isu perempuan, dapat
dilihat secara lebih terinci dalam tabel di bawah ini :
Tabel 10. Platform dan Agenda Perempuan Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Fokus Bidang
Jabaran Program
Sosial Budaya
Menumbuhkembangkan budaya dan gaya hidup
yang sejalan dengan tuntutan Syariat serta
kesantunan masyarakat. Upaya pemasyarakatan
jilbab dan kerudung dikalangan muslimah
berlangsung dengan penuh kerelaan, sebab tak
ada paksaan dalam menjalankan perintah agama.
Sehingga akhirnya membentuk kesadaran baru
dan menampilkan gaya hidup yang elegan
dikalangan perempuan.
Kesehatan dan Kesejahteraan Umum
Mengembangkan Pos Wanita Keluarga Sejahtera
sebagai pusat pelayanan keluarga untuk kesehatan
Ibu dan anak. Disamping itu juga difungsikan
sebagai sarana penyadaran dan pemberdayaan
kaum perempuan, serta peningkatan peran
keluarga selaku pondasi masyarakat madani.
Lebih luas lagi mengelola Posko Adil Sejahtera
sebagai arena pelayanan medis, bantuan sosial,
konsultasi agama, terapi alternatif(ruqyah), dan
pengembangan ekonomi masyarakat.
Penanganan Daerah Konflik
Membentuk Posko Kemanusiaan disejumlah
daerah konflik, dengan mengerahkan tenaga
medis dan paramedis serta sukarelawan. Kegiatan
pasca konflikjuga dilanjutkan dengan menjadi
mediator bagi proses rehabilitasi dan rekonsiliasi
antar kelompok yang pernah bertikai. Konsentrasi
utama ditujukan kpd pendidikan anak dan remaja
yg terbengkalai, dan pemulihan kondisi psikologis
kaum perempuan yg mnjd korban konflik paling
rentan.
Sumber: Jurnal Perempuan
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Berbagai program yang dicanangkan tersebut kelihatannya sama dengan
realisasi yang mereka laksanakan dilapangan. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga
merupakan partai yang senantiasa menyuarakan penerapan syariat Islam. Termasuk
mensosialisasikan pandangan mereka mengenai kehidupan Islami, yang alat ukurnya
secara mudah adalah memberikan panduan khusus mengenai tata cara berpakaian.
Jilbab atau busana muslimah merupakan ciri khas yang disosialisasikan oleh partai ini
demi mengatasi berbagai persoalan sosial yang seringkali diidentifikasi sebagai
kemaksiatan. Secara khusus partai ini mengembangkan peran-peran yang tegas yang
harus diambil oleh lelaki maupun perempuan, dan mengkonsentrasikan isu perempuan
pada isu kelaurga. Perempuan dan anak juga seringkali dimobilisasi secara besarbesaran untuk mendukung agenda demonstrasi.
Selain berbagai langkah politis dengan menggunakan keluarga sebagai basis,
partai ini lebih banyak berkonsentrasi untuk melakukan kegiatan sosial bercorak
kreatif. Penanganan konflik diberbagai daerah, kegiatan sosial untuk daerah miskin
seperti pengiriman hewan kurban ke daerah terpencil, penanganan korban bencana
alam maupun banjir, dilaksanakan melalui payung organisasi relawan bernama Pos
Keadilan Peduli Umat (PKPU). Melalui slogannya bersih dan peduli partai ini
sanggup menarik massa pemilih hingga mendapatkan suara yang cukup besar pada
Pemilu 2004 yang lalu.
4.11 Partisipasi Perempuan dalam Politik
Partisipasi perempuan dalam politik di Indonesia merupakan salah satu
cerminan dari adanya keadilan di dalam demokrasi yang sekarang sedang berusaha
diwujudkan di dalam masa transisi. Aspek partisipasi perempuan di dalam demokrasi
bukanlah sesuatu yang datang dengan tiba-tiba melainkan memerlukan kesadaran dan
kepedulian dari seluruh masyarakat kita.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Namun sayangnya kondisi partisipasi perempuan di panggung politik masih
sangat rendah, dimana sistem politik di Indonesia masih didominasi oleh kaum lakilaki sehingga dengan sendirinya bila diberlakukan kondisi alamiah, maka panggung
politik tetap akan didominasi secara mayoritas oleh kaum laki-laki. Rendahnya
partisipasi perempuan juga terjadi di tingkat lokal. Hal ini juga yang terlihat di DPRD
Sumatera Utara. Partisipasi perempuan yang menjadi anggota dewan sangat rendah.
Pada masa periode 2004-2009, perempuan yang menjadi anggota dewan hanya
berjumlah 5 (lima) orang yang berasal dari 3 (tiga) partai politik. Nama-nama anggota
dewan perempuan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 11. Nama Anggota Dewan Perempuan di DPRD Sumatera Utara
Periode 2004-2009
No
Nama Anggota Dewan Perempuan
Partai Politik
1.
Hj. Apriani Hakim Nasution,SE
Partai Golkar
2.
Dra. Hj. Darmataksiah YWR
Partai Golkar
3.
Hj. Wardaty Nasution, BA
Partai Demokrat
4.
Ristiawati
Partai Demokrat
5.
Ir. Fanin Nurlita Nainggolan, M.Si
Partai Keadilan Sejahtera
Sumber: Sekwan DPRD Sumatera Utara
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa belum adanya keseriusan partai politik
dalam merealisasikan kebijakan mengenai kuota 30% perempuan. Karena hanya 3
(tiga) partai politik ini yang mempunyai wakil perempuan yang duduk di DPRD
Sumatera Utara.
Seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini, calon-calon legislatif perempuan
yang diajukan oleh PKS beserta nomor urutnya.
Tabel 12. Daftar Caleg Perempuan PKS
Tingkat Nasional DPR-RI
No
Nama - Dapil Sumut I
1.
Ir. Kusuma Dewi Dalimunthe, M.Eng
No Urut
3
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
2.
Olivia Rizkana Rosyada
6
3.
Siti Mar’atus Solihah, Lc
8
4.
Esti Mardiani, M.Ag
9
Nama - Dapil Sumut II
5.
Heni Sarihati Siregar
3
6.
Ummi Kalsum
6
Nama - Dapil Sumut III
7.
Annio Indah Nasution
6
8.
Hidayani Fajriah
2
9.
Syah Fitri Harahap
4
Sumber : DPD PKS Kota Medan tahun 2009
Tabel 13. Daftar Caleg Perempuan PKS
DPRD Provinsi Sumatera Utara
No
Nama - Dapil I
No Urut
1.
Siti Aminah Amp, Spdi
3
2.
Chairani Sitompul, S.Sos
6
3.
Eka Ovida, SS
8
4.
Lufi Fauzia Yunani, Ssi
10
5.
Sri rezeki
11
6.
Erdawati
13
7.
Sri Heriyani
14
8.
Nurhayati Lubis, S.Ag
15
9.
Irma Novianti
16
10.
Ramadani Pohan, SE
18
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Nama - Dapil II
11.
Ernida Hanum
8
12.
Fitri Gustiana
5
13.
Rahayu Fitrianti
7
14.
Wilda Andriani
3
15.
Zuraida Nasution
11
Nama - Dapil III
16.
Agustini
5
17.
Masdalifah
4
18.
Rita Maizar
2
Nama – Dapil IV
19.
Irfa Halena
2
20.
Sri Astuti Maharani
3
Nama – Dapil V
21.
Isma Sya’diah
4
22
Nur Azizah Tambunan
1
23.
Rina Afrida Harahap
5
Nama – Dapil VI
24.
Erna Astuti Daulay
2
25.
Sri Anne Dumasari
6
Nama – Dapil VII
26.
Nilsya Febrika Zebua
1
Nama – Dapil VIII
27.
Darmawaty Tumanggor
4
28.
Yuniar Marpaung
3
Nama – Dapil IX
29.
Malahayati Tanjung
8
30.
Maulina Sari Soraya Gultom
6
31.
Sri Tenti Nasution
3
Nama – Dapil X
32.
Ernawaty
4
33.
Masta Herawati
1
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
34.
Sa’adah Sidebang
5
Nama – Dapil XI
35.
Arihta Pandia
3
36.
Evi Silvia
9
37.
Rika Syahfitri
7
Sumber : DPD PKS Kota Medan tahun 2009
Tabel 14. Daftar Caleg Perempuan PKS
DPRD Kota Medan
No
Medan 1
Pendidikan
No Urut
1.
Doni Hardiani Siregar, S.Pd
S-1 Unimed
3
2.
Ummi Khairiah, S.Psi
S-1 UMA
6
3.
Fauziah S.Sos
S-1 STIK Pembangunan
9
4.
Riza Floria, S.Ag
S-1 IAIN
12
Medan 2
Pendidikan
No Urut
5.
Rawati, A.Md
D-III USU
3
6.
Delyana, S.Si.,A.Pt
S-1 USU
6
7.
Sri Kesuma Dewi
SPK
8
8.
Rita Sari Simatupang, S.Pd
S-1 IKIP Jakarta
9
9.
Rabiatun Adawiyah, S.Si
S-1 USU
12
Medan III
Pendidikan
10.
Endang Setiawati,MA
S-2 IAIN Medan
3
11.
Marlimaini Nst, A.Md
D-III USU
4
12.
Fenni Eliza, ST
S-1 Univ Bung Hatta
6
13.
Sri Washliyani, S
S-1 Unsyah
8
Medan IV
Pendidikan
No Urut
No Urut
14. Deliana S, ST
S-1 USU
3
15.
S-1 Unimed
5
Nur Aisyah
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
16. Azizul Meini, A..Md
D-III Poltek USU
9
17.
Elvrita Panjaitan
SMA
11
Medan V
Pendidikan
No Urut
Dhiyaul Hayati, S.Ag
S-2 Unimed
2
19. Maya Fitria, M.Kes
S-2 USU
5
20.
S-1 STAIS Medan
9
21. Nourma Manurung S.Ag, S.Pd
S-1 IAIN dan S-1 STAIS
11
22.
S-1 UMN Alwashliyah
12
18.
Siti Hajar Silitonga, S.Pdl
Sri Suryawati, S.Pd
Sumber : (1) Sekretariat DPD PKS Kota Medan tahun 2009
(2) Jaringan Aktivis Perempuan Sumut
Tabel 15. Daftar Calon Tetap Anggota Legislatif Perempuan
Kota Medan Pemilu Legislatif 2009
No Partai Politik
DP 1
DP 2
DP 3
DP 4
DP 5
JC
1.
Hanura
4
5
2
4
5
20
2.
PKPB
2
3
5
2
2
14
3.
PPPI
4
2
3
1
1
11
4.
PPRN
2
3
2
2
-
9
5.
GERINDRA
2
1
2
2
3
10
6.
PBN/BARNAS
2
2
2
2
2
10
7.
PKPI
1
2
2
3
-
8
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
8.
PKS
4
5
4
4
5
24
9.
PAN
4
4
3
3
4
18
10. PIB
-
-
-
-
3
3
11. Partai Kedaulatan
-
1
1
1
1
4
12. PPD
3
2
2
1
-
8
13. PKB
2
2
2
2
3
11
14. PPI
4
2
1
1
4
12
15. PNI Marhaen
-
4
2
2
1
9
16. PDP
3
3
2
2
3
13
17. PKP
1
2
-
-
-
3
18. PMB
2
1
-
2
1
6
19. PPDI
-
-
-
-
-
-
20. PDK
2
2
2
2
2
10
21. RepublikaN
2
2
1
2
2
9
22. Partai Pelopor
2
4
4
3
4
17
23. Golkar
5
5
2
3
4
19
24. PPP
4
1
1
2
1
9
25. PDS
4
3
2
3
4
16
26. PNBK
2
1
1
2
3
9
27. PBB
2
4
2
3
3
14
28. PDI-P
4
3
2
3
2
14
29. PBR
4
5
3
4
4
20
30. Partai Patriot
4
2
1
1
2
10
31. Partai Demokrat
4
4
2
3
4
17
32. PKDI
4
1
3
1
1
10
33. PIS
3
3
2
1
1
10
34. PKNU
-
3
2
1
1
7
41. Partai Merdeka
2
2
-
1
1
6
42. PPNU
-
-
-
-
-
-
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
43. PSI
1
2
-
-
-
3
44. Partai Buruh
1
2
2
2
5
12
Sumber : Data ini diolah dari beberapa sumber: (1) Sekretariat KPUD Kota Medan, (2) Jaringan
Aktivis Perempuan Sumut.
4.12 Partisipasi Perempuan Partai Keadilan Sejahtera di DPRD Kota Medan
Peran perempuan dalam percaturan politik di DPRD Kota Medan menunjukkan
sedikit perubahan walau belum secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari
meningkatnya jumlah partisipasi perempuan di DPRD Kota Medan dua periode
terakhir, yaitu pada periode 1999-2004 anggota dewan perempuan di DPRD Kota
Medan berjumlah 3 (tiga) orang dari 85 orang jumlah keseluruhan anggota dewan.
Sedangkan pada periode 2004-2009 meningkat menjadi 5 (lima) orang dari jumlah
total yang sama yaitu 85 orang. Walaupun adanya peningkatan tetapi partisipasi
perempuan masihlah sangat rendah, jika dilihat dari jumlah total anggota dewan yang
ada.
Sementara itu dari 50 calon terpilih anggota legislatif Kota Medan periode 20092014 yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Medan, 6 (enam)
diantaranya perempuan. Dan dari keenam perempuan yang terpilih tersebut, calon
perempuan yang diajukan oleh PKS tidak ada yang terpilih. Keenam wanita tersebut
dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 16. Nama Anggota Dewan Perempuan di DPRD
Kota Medan Periode 2009-2014
No
Nama Anggota Dewan Perempuan
Partai
1.
Dra. Ainal Mardiyah
Golkar
2.
Janly, SE
PPIB
3.
Dra. Lily, MBA
PPIB
4.
Hj. Halimatusa’diah
Partai Demokrat
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
5.
Damai Yona Nainggolan
Partai Demokrat
6.
Hj. Srijati Pohan
Partai Demokrat
Sumber : KPUD Kota Medan
Di DPRD Kota Medan, partisipasi perempuan masih harus ditingkatkan dan
kedudukan perempuan yang menjadi anggota dewan haruslah diberi pada posisi yang
dapat mempengaruhi keputusan yang dihasilkan.
Dari data di atas dapat dilihat bahwa calon legislatif yang berasal dari Partai
Keadilan Sejahtera tidak ada yang mendapat kursi untuk duduk di dewan. Ini
disebabkan karena masyarakat masih melihat budaya patriarkhi yang selama ini
melekat dimasyarakat.
Dalam Pemilu Legislatif periode 2009-2014, harus diakui PKS telah gagal atau
tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Walaupun harus diakui, PKS
sebenarnya telah mengoptimalkan upaya untuk mendudukkan wakil perempuan dari
PKS di DPRD Medan. Seperti yang diungkapkan oleh Ketua DPD PKS Kota Medan,
Bapak Surianda Lubis S.Ag :
“….kecenderungan pemilih untuk memilih caleg yang lebih dikenal menentukan hasil
akhir Pemilu Legislatif kali ini. Selain itu, nomor urut partai juga menentukan.
Karena masyarakat lebih cenderung memilih caleg pada nomor urut 1 (satu) tanpa
melihat lagi caleg-caleg yang ada dibawahnya. Pemilih terkadang hanya melihat
partainya, tidak peduli siapa calegnya. Jadi caleg dengan nomor urut 1(satu) lebih
dominan dipilih karena terlebih dahulu dilihat oleh masyarakat atau pemilih…..”.
Hal senada juga dikemukakan oleh Wakil Sekretaris I Bapak Khairul Anwar
Hasibuan, SH:
“……..walaupun telah ada Undang-Undang tentang partisipasi politik perempuan,
tetapi ini masih sulit dilaksanakan. Ini dibuktikan dengan keterwakilan perempuan
dari politik formal jumlahnya masih sangat rendah. Dunia politik selalu dianggap
sebagai dunia laki-laki……”.
Mengingat kehidupan sosial tidak bisa di pisahkan dari akar budayanya di mana
mayoritas masyarakat di dunia masih kental dengan ideologi patriarki. Dalam konteks
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
budaya semacam ini dominasi laki-laki atas berbagai peran di masyarakat dan ranah
publik tidak terelakkan.
Hal ini bisa kita lihat pada tabel di bawah ini pada saat Pemilu Legislatif untuk
periode 2009-2014. Tidak ada satu pun perempuan dari Partai Keadilan Sejahtera
yang berhasil duduk di DPRD Kota Medan. Padahal PKS sendiri telah banyak
mencalonkan kader perempuan. Ada sebanyak 22 orang yang dicalonkan partai.
Tetapi hanya satu yang terpilih, itupun yang duduk di DPRD Provinsi yaitu, Siti
Aminah Amp, Spdi.
Tabel 17. Caleg Terpilih DPRD Dapil I
No
Nama Caleg
Partai
Jumlah Suara
1.
Drs. H. Amiruddin
PD
12.203
2.
Parlaungan Mangunsong
PD
4.439
3.
Dra. Hj. Srijati Pohan
PD
4.399
4.
Juliandi Siregar
PKS
4.112
5.
Ikhrimah Hamidy
PKS
3.429
6.
Ahmad Arif
PAN
4.484
7.
Agus Napitupulu
PDI-P
3.348
8.
H. Sabar Syamsurya Sitepu
Golkar
2.354
9.
Goldfried Effendi Lubis
PKDI
7.678
10.
Ahmad Parlindungan
PPP
7.516
11.
Dra. Lily MBA
PPIB
6.729
*Amplas, Kota, Area, Denai
Tabel 18. Caleg Terpilih DPRD Dapil II
No
Nama Caleg
Partai
Jumlah Suara
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
1.
Deni Ilham Panggabean
PD
8.117
2.
Burhanuddin Sitepu
PD
5.713
3.
Damai Yona Nainggolan
PD
4.128
4.
M. Faisal Nst
PD
3.804
5.
H. Salman Alfarisi
PKS
6.038
6.
Zul Morado Slawat Siregar
PKS
3.667
7.
Ilhamsyah
Golkar
4.585
8.
Daniel Pinem
PDI-P
2.295
9.
Paulus Sinulingga
PDS
2.384
10.
Kuat Surbakti
PAN
1.861
11.
Abdul Rani SH
PPP
1.272
12.
Bangkit Sitepu
P.Patriot
4.368
* Medan Selayang, Baru, Tuntungan, Maimun, Johor, Sunggal, Polonia
Tabel 19. Caleg Terpilih DPRD Dapil III
No
Nama Caleg
Partai
Jumlah Suara
1.
Herri Zulkarnain
PD
5.584
2.
Irwan Sihombing
PD
5.309
3.
Surianda Lubis
PKS
7.889
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
4.
Hasyim SE
PDI-P
2.937
5.
Ferdinand L. Tobing
Golkar
1.222
6.
Budiman Panjaitan
PDS
2.967
7.
Irwanto Tampubolon
PPRN
3.188
* Medan Barat, Petisah, Helvetia
Tabel 20. Caleg Terpilih DPRD Dapil IV
No
Nama Caleg
Partai
Jumlah Suara
1.
Hj. Halimatusa’diah
PD
7.342
2.
Parlindungan SH
PD
6.892
3.
Maratua Oloan Harahap
PD
3.052
4.
Jumadi
PKS
4.113
5.
Roma P. Simaremare
PDI-P
3.933
6.
Arivay Tambunan
PAN
2.327
7.
CP Nainggolan
Golkar
2.026
8.
Jhony Nadeak
PDS
2.377
9.
Janly SE
PIB
2.611
* Medan Timur, Perjuangan, Tembung
Tabel 21. Caleg Terpilih DPRD Dapil V
No
Nama Caleg
Partai
Jumlah Suara
1.
Dianto MS
PD
13.282
2.
Syamsul Bahri
PD
3.779
3.
A Hie
PD
3.636
4.
Khairuddin Salim
PD
2.649
5.
H. Muslim Lc
PKS
4.920
6.
T. Bahrumsyah
PAN
3.334
7.
Dra. Ainal Mardiyah
Golkar
2.291
8.
Porman Naibaho, SH
PDI-P
1.292
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
9.
Remon Simatupang
P. Buruh
1.297
10.
Drs. M. Yusuf, S.Pdi
PPP
2.237
11.
Landen Marbun
PDS
3.769
* Medan Belawan, Deli, Labuhan, Marelan
Sumber: Data KPUD Kota Medan
Dari tabel di atas terlihat, anggota legislatif yang terpilih dari PKS semuanya
adalah laki – laki. Padahal calon perempuan yang diajukan partai sudah sangat
banyak, yaitu sekitar 22 orang. Tetapi satupun tidak ada yang terpilih. Menurut Ketua
Umum Dewan Pengurus Daerah Kota Medan Partai Keadilan Sejahtera, Surianda
Lubis, S.Ag mengakui:
“……kalau pola pikir umumnya masih didomonasi budaya patriarkhi. Sehingga sulit
bagi caleg perempuan untuk dipilih. Walaupun pendidikan politik bagi perempuan di
partainya sudah cukup gencar dilakukan. Segala kegiatan politik di PKS umumnya
didominasi oleh perempuan. Tapi karena budaya politik massa mengambang kita
belum berubah, jadi masih sulit untuk mewujudkannya………”.
Tanggapan senada juga diungkapkan oleh anggota Kepemudaan, M. Amin yang
mengatakan bahwa:
“… sampai sekarang pun di zaman yang sudah terbuka, masyarakat tetap lebih
menyukai laki-laki yang berpolitik daripada perempuan. Buktinya, walaupun PKS
banyak mencalonkan caleg perempuan, satu pun tidak ada yang lolos. Kalau masalah
nomor urut, buktinya kami menempatkan perempuan di nomor urut yang bagus.
Tidak di bawah….”.
PKS sendiri dalam Pemilu 2009 kali ini harus rela kehilangan satu kursi yang
sebelumnya diisi oleh politisi perempuan yaitu Dhiyaul Hayati. Tidak satupun dari
ketujuh caleg terpilihnya perempuan. Padahal sebelumnya mereka menargetkan
memperoleh lima kursi untuk politisi perempuan di DPRD Medan. Menanggapi
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
adanya kuota 30 % bagi perempuan, PKS menyambut baik adanya aturan tersebut.
Karena PKS merupakan partai yang salah satu mempunyai banyak kader perempuan.
Ada beberapa alasan pentingnya keterwakilan perempuan dalam lembaga politik
dan dalam pengambilan keputusan publik, yaitu:
4. Keterwakilan perempuan minimal 30% akan membuat perempuan lebih
berdaya untuk terlibat dalam berbagai permasalahan yang tidak mendapat
perhatian selama ini di Indonesia. Misalnya Angka Kematian Ibu yang tinggi,
kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, pemerkosaan, dan
sebagainya.
5. Keterwakilan perempuan 30% akan membuat perempuan lebih berdaya untuk
memperjuangkan peningkatan kesejahteraan perempuan Indonesia yang masih
rendah.
6. Keterwakilan perempuan minimal 30% akan membuat perempuan lebih
berdaya untuk terlibat dalam pembuatan budget berperspektif gender.
Penggunaan analisa berperspektif gender akan meningkatkan efektivitas
kebijakan sehingga penggunaan uang publik juga akan memperhatikan
perspektif gender tersebut.
Menanggapai mengenai masalah kuota 30% yang berkembang dikalangan
perempuan, Sri Heriyani Ssi, Apt selaku Ketua Bidang Kewanitaan di DPD PKS
Medan turut memberi pernyataan:
“……bahwa kuota 30% di parlemen merupakan suatu ukuran yang logis. Agar suara
perempuan di parlemen menjadi suatu hal yang dapat diperhitungkan. Apalagi kuota
tersebut sudah resmi di Undang-Undangkan, tetapi menurutnya yang paling penting
adalah meningkatkan kualitas perempuan sebagai sumber daya untuk menuju kepada
suatu perubahan. Karena perubahan apapun tidak akan pernah tercapai jika tidak
diimbangi dengan perempuan yang berkualitas dari segi pendidikan ataupun
pengetahuan……”.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Selanjutnya beliau menambahkan mengenai kualitas calon legislatif yang di
ajukan oleh PKS :
“…..perempuan-perempuan yang aktif di Partai Keadilan Sejahtera secara kualitas
tidak ada yang berbeda dengan para laki-laki. Mereka mampu bersaing secara sehat
dengan laki-laki dari segi rasional dan intelektual………”
Memang beliau mengakui bahwa pada saat ini partisipasi perempuan dari Partai
Keadilan Sejahtera pada Pemilu Legislatif kemarin sedikit mengecewakan. Karena
tidak ada satupun yang berhasil merebut kursi di DPRD Kota Medan. Tetapi hal itu
menurut beliau jangan dijadikan sebagai senjata untuk menyalahkan sistem politik
dan pemerintah sepenuhnya. Harus ada intropeksi dari perempuan itu sendiri dan dari
teman-teman lain di DPD. Agar melihat secara jernih terhadap persoalan ini.
Kemudian secara bersama-sama mencari dan menemukan langkah, solusi maupun
strategi yang tepat untuk tercapainya kesepakatan mengenai partisipasi perempuan di
lembaga politik.
Sedangkan menurut Rita Novita S.Sos, salah seorang Staff Pengurus di DPC
mengatakan:
“…walaupun saat ini telah ada UU No. 12 tahun 2003 yang memberikan kuota 30%
bagi perempuan, pada dasarnya masih harus tetap diperjuangkan karena pada
prakteknya hal tersebut belumlah maksimal dalam realitasnya…”.
Sementara untuk PKS sendiri, ibu Rita mengatakan:
“…untuk kuota 30% dipartai PKS sudah terpenuhi. Bahkan untuk Pemilu 2004
kemarin PKS termasuk salah satu partai yang terbesar kuotanya untuk caleg
perempuan. Namun sangat disayangkan perempuan di beberapa partai masih
ditempatkan di posisi tidak menguntungkan. Di parlemen perempuan belum
memenuhi 30%, apalagi di DPRD Sumut masih ada yang tidak memiliki anggota
legislatif perempuan…”.
Karena beliau melihat hanya sedikit partai yang membuktikan dan konsisten
terhadap Undang-Undang tersebut, sehingga terlihat jelas pada kondisi partisipasi
perempuan di DPRD Sumatera Utara maupun di DPRD Kota Medan yang sangat
minim. Kondisi ini menurut beliau harus segera diatasi demi kepentingan perempuan
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
dan beliau juga berharap agar peningkatan terhadap partisipasi perempuan di DPRD
Kota Medan dengan agenda perjuangan menempatkan caleg perempuan pada “nomor
urut jadi” dan bukan pada “nomor urut sepatu”.
PKS dalam hal ini meyakini bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan adalah
setara, dengan tentu saja memperhatikan fitrahnya masing-masing. Keduanya
mengemban amanah ibadah dan juga amanah khilafah. Maka diharapkan keduanya
bekerjasama dengan solid untuk saling melengkapi, karena keduanya memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing. PKS juga mendorong kader-kader
wanitanya untuk berkiprah di dunia politik, karena kewajiban menunaikan amar
ma’ruf nahi munkar diembankan pada kedua belah pihak, laki-laki dan perempuan.
PKS tidak memungkiri kebijakan kuota politik 30% kaum perempuan karena
merupakan kebijakan yang dirancang, dirumuskan, diputuskan dan disahkan oleh para
wakil rakyat yang duduk di legislatif. PKS juga mendukung kebijakan tersebut demi
meningkatkan kepekaan warga negara Indonesia khususnya perempuan.
Sedangkan mengenai kuota 30% Dhiyaul Hayati mengatakan:
“….. angka 30 % bukanlah suatu patokan. Tetapi lebih bagaimana caranya agar
perempuan – perempuan yang duduk di parlemen mengetahui apa – apa saja yang
harus dia perbuat untuk kaumnya. Saya lebih melihat kualitas daripada kuantitas...”.
Di singgung mengenai peran partai terhadap kadernya yang ingin menjadi
anggota Legislatif, Dhiyaul Hayati mengatakan:
“….. Parpol memiliki mekanisme dalam menjaring anggotanya untuk duduk di
DPRD. Selain membina anggota yang memiliki kemampuan untuk berkiprah di
legislatif juga melakukan penyaringan dengan melakukan Pemilu Internal Partai...”.
Beliau
juga
mengatakan
kalau
Pemilu
Legislatif
kali
ini
memang
mengecewakan partainya. Ketika di tanyakan apakah jumlah perempuan di parlemen
saat ini sudah sesuai dengan harapan partai PKS khususnya kader PKS sendiri, beliau
menjawab:
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
”..... belum, tapi InsyaAllah untuk ke depannya akan dimaksimalkan perannya....”.
Kuota perempuan ini di satu sisi memang bisa menempatkan perempuan dalam
posisi yang cukup kuat, karena jumlah anggota perempuan di parlemen akan
mempengaruhi keputusan yang dihasilkan. Kuota perempuan diterapkan dengan
alasan sebagai berikut:
1. Kuota perempuan bukan diskriminasi, tetapi memberikan kompensasi atas
hambatan-hambatan aktual yang mencegah perempuan dan keterlibatannya
secara adil dalam posisi politik.
2. Perempuan mempunyai hak representasi yang setara.
3. Pengalaman perempuan diperlukan dalam kehidupan politik.
4. Perempuan memiliki kualitas seperti laki-laki tetapi kualifikasi perempuan
dinilai rendah dan diminimalkan dalam sistem politik yang di dominasi oleh
laki-laki.
5. Fakta bahwa partai politik yang mengkontrol masalah pencalonan dan bukan
para pemilih yang menentukan siapa yang dipilih.
Mengenai kuota 30% yang ditetapkan Pemerintah, Ariansyah SH (staff
pengurus DPC) mengatakan:
“…untuk mendukung keterwakilan perempuan dalam lembaga politik khususnya di
lembaga perwakilan maka setiap kalangan seharusnya memberikan kepercayaan dan
dukungan bagi perempuan untuk dapat tampil secara maksimal…”.
Begitu juga dengan partai politik harus lebih terbuka dalam melihat persoalan
perempuan dan partai politik harus merealisasikan kebijakan kuota bagi perempuan
dengan menempatkan caleg perempuan di nomor urut jadi pada Pemilihan
mendatang.
Di Partai Keadilan Sejahtera sendiri, komitmen partai terhadap dukungan
kepada kaum perempuan sangat terlihat jelas. Ini dibuktikan dengan adanya Bidang
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Kewanitaan di struktur kepengurusan partai. Seperti yang di ungkapkan oleh Ketua
Bapilu PKS Abdul Rahim Siregar :
”..... Komitmen partai terhadap perempuan ada. Adanya lembaga khusus di struktur
pengurus partai yakni Bidang Kewanitaan. Di sana merupakan ruang bagi
perempuan PKS untuk memberikan potensi yang dimilikinya untuk ummat. Bidang
Kewanitaan mempunyai job desc yang khusus melaksanakan pemberdayaan kepada
perempuan...”.
Berbagai tindakan dapat dilakukan untuk meningkatkan jumlah partisipasi
perempuan di DPRD Kota Medan diantaranya, yaitu : memberikan kesempatan
kepada perempuan untuk duduk dan mengisi posisi atau jabatan strategis dalam
politik dan lembaga pembuat kebijakan, membuat jaringan kerjasama antara
kelompok perempuan di tingkat lokal maupun nasional, menempatkan calon legislatif
perempuan pada nomor urut jadi sehingga kedepannya jumlah partisipasi perempuan
seperti yang diharapkan dapat tercapai.
4.13 Faktor-faktor penyebab rendahnya tingkat partisipasi perempuan Partai
Keadilan Sejahtera di Kota Medan
Minimnya partisipasi perempuan dalam aktifitas politik khususnya di DPRD
Kota Medan dikarenakan adanya berbagai hambatan baik kultural maupun struktural.
Berbagai hambatan tersebut bisa dilihat dari praktek-praktek sosial yang didasari
sikap cenderung meminggirkan perempuan dan melegitimasi peran domestik serta
stereotipnya. Pandangan bahwa politik itu lekat dengan dunia laki-laki, perempuan
tidak pantas berpolitik atau bahkan menjadi pemimpin, baik karena alasan
kemampuan maupun alasan agama adalah hegemoni patriarki. Masalah tersebut
merupakan faktor kultural yang menjadi kendala bagi partisipasi perempuan di dalam
lembaga politik. Kebijakan yang tidak berpihak pada perempuan serta komposisi
pengambilan kebijakan yang minim jumlah perempuannya, adalah kendala struktural
yang semakin menghadang partisipasi perempuan tersebut.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Berbagai cara dan strategi untuk menguatkan partisipasi perempuan harus
dilakukan, salah satunya adalah dengan kebijakan affirmative action yang ditetapkan
oleh pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang No.12 tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum yang mencantumkan himbauan unuk memenuhi keterwakilan
perempuan sejumlah 30% dalam pencalonan anggota legislatif di masing-masing
partai politik. Walaupun dilahirkan dengan semangat demokratisasi, tetapi kebijakan
ini menjadi setengah hati, karena tidak mensyaratkan keharusan bagi partai politik
untuk memenuhi prinsip affirmative action. Pelaksanaan kebijakan tersebut juga tidak
sepenuhnya berjalan terutama karena masyarakat masih di dominasi oleh ideologi
patriarki, dimana ada resistensi untuk memenuhi amanat Undang-Undang dengan
berbagai alasan.
4.13.1 Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Perempuan
Realitas mengenai partisipasi perempuan dalam bidang politik terdapat berbagai
faktor yang mempengaruhinya. Bisa dilihat bahwa sebagian besar terkait dengan
faktor kultural, meneruskan apa yang pernah dilakukan orang tua, keyakinan untuk
merubah kondisi perempuan saat ini, maupun kemauan yang datang dari diri sendiri.
Seperti yang dikemukakan oleh Ibu Sri Heriyani S.Si Apt bahwa:
“…keikutsertaan saya di bidang politik disebabkan oleh faktor yang datang dari diri
sendiri. Tetapi juga seizin suami. Malah suami juga mendukung keinginan saya…”.
Kesadaran diri ini salah satunya adalah kesadaran untuk menyalurkan aspirasi.
Adanya keinginan untuk melakukan perubahan dalam kehidupan perempuan yang
masih termarjinalkan. Kesadaran ini muncul ketika melihat masih begitu banyak
kepentingan perempuan yang terabaikan, misalnya saja upah yang tidak seimbang
dengan beban kerja, masih banyak perempuan yang buta huruf.
Menurut Rina Afrida S.Psi yang mendorong dirinya terlibat dalam bidang
politik yaitu :
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
”..... ia ingin memberikan wacana baru kepada masyarakat, berdakwah, melayani
orang-orang melalui partai politik. Ingin memberikan pendidikan politik kepada
masyarakat sekitar, bahwa tidak semua partai itu sama.....”.
Sedangkan menurut Rita Novita, staff pengurus DPC mengatakan :
”..... PKS adalah partai dakwah. Keinginan merubah keadaan yang ada sekarang ini
ke arah yang lebih baik berlandaskan tuntunan islami. Itulah yang memotivasi saya
untuk terlibat aktif di bidang politik, khususnya di PKS.....”.
Pendapat hampir senada diutarakan oleh Dhiyaul Hayati, anggota DPRD Kota
Medan, yang menyebabkan ia turut terjun ke bidang politik yaitu :
”.... awalnya aktif dikampus sebagai aktivis. Setelah itu merasa tertarik untuk
menjadi anggota partai. Dan PKS menjadi pilihannya, karena visi misi yang
dianggap sejalan dengan prinsip yang saya pegang, yaitu yang Islami....”.
Dari pernyataan diatas faktor utama yang mempengaruhi keterwakilan
perempuan di dalam lembaga politik lebih pada kesadaran diri sendiri, dimana
timbulnya kesadaran diri ini muncul dari keadaan dan posisi perempuan yang masih
termarjinalkan dalam semua aspek kehidupan. Adanya keinginan untuk melakukan
suatu perubahan ke arah yang lebih baik dalam kehidupan kaum perempuan, adanya
tindakan pemberdayaan perempuan.
4.13.2 Faktor Penghambat Keterwakilan Politik Perempuan
Dalam membahas masalah perempuan di dunia politik, tentunya akan banyak
sekali hambatan-hambatan yang dialami oleh perempuan. Dari informan yang
diwawancarai ternyata banyak sekali hambatan-hambatan untuk berpartisipasi secara
penuh. Hambatan-hambatan ini sebenarnya bersifat klasik dan juga biasa terjadi di
lingkungan lain. Tidak hanya bagi perempuan PKS saja. Tetapi umumnya perempuan
– perempuan yang aktif di bidang politik juga merasakannya. Untuk lebih jelasnya,
dapat dilihat dari hasil penelitian di bawah ini.
4.13.2.1 Hambatan dalam Budaya
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Menurut Sri Heriyani Ssi, Apt selaku Ketua Bidang Kewanitaan di DPD Partai
Keadilan Sejahtera, yang menjadi faktor penghambat partisipasi politik perempuan
umumnya disebabkan oleh:
“… partisipasi politik perempuan adalah suatu keniscayaan, karena setiap muslim
sebagaimana dalam QS At Taubah : 71, menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan
saling tolong menolong dalam beramar ma’ruf nahi munkar. Akan tetapi, fenomena
yang ada menunjukkan bahwa partisipasi politik perempuan rendah, umumnya
disebabkan oleh adanya budaya kita yang sulit dihilangkan. Yang menganggap
bahwa perempuan yang berpolitik menyalahi aturan. Itu sebabnya sulit perempuan
untuk maju...”.
Hal senada juga di ungkapkan oleh Rina Afrida S.Psi sebagai Ketua Kaderisasi
DPC Medan Johor :
”.... masalah yang memarginalkan posisi perempuan yaitu dalam hal kesempatan.
Kesempatan dalam hal pekerjaan, peran politik, pengambilan kebijakan di dalam
keluarga dan masyarakat karena kultur atau tradisi yang mengakar....”.
Pendapat yang sama juga disampaikan Doni Hardiani S.Pd dalam melihat
hambatan bagi perempuan yang aktif di politik. Beliau mengatakan :
”..... kultur masyarakat yang susah untuk dirubah. Budaya patriarkhi itu masih
sangat kental di masyarakat kita. Tapi untuk kita (PKS) sendiri, tidak ada hambatan.
Baik perempuan maupun laki – laki saling mendukung untuk kebaikan ummat. Tidak
ada perbedaan yang saya rasakan....”.
Hal berbeda diungkapkan Dhiyaul Hayati sebagai Ketua Polhukam di DPD PKS
yang juga sebagai anggota DPRD Kota Medan. Beliau mengatakan tidak ada
hambatan bagi seorang perempuan untuk terlibat di dalam politik. Seperti yang
diutarakannya :
”..... Tidak ada hamabatan bagi seorang perempuan untuk terlibat dalam dunia
politik. Sebagai warga negara siapapun bisa menyalurkan hak politiknya lewat jalur
apa saja. Melalui ormas dan parpol. Hanya saja perlu selektif jika ingin menyalurkan
hak politik lewat parpol. Pilihlah parpol yang aspiratif dan sesuai dengan visi yang
ingin kita wujudkan.....”.
4.13.2.2 Hambatan dalam Sosialisasi
Ini sesuai dengan pernyataan Bapak Khairul Anwar Hsb, SH di bawah ini:
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
“…. Hambatan yang dialami oleh kaum perempuan di PKS, yaitu dalam sosialisasi
pada saat pemilihan legislatif kemarin banyak kendala-kendala. Misalnya ke daerahdaerah tertentu. Ada batasan-batasan dalam sosialisasi…”.
Faktor lain yang menghambat, yang menjadi kendala terbesar diutarakan oleh Sri
Heriyani sebagai Ketua Bidang Kewanitaan :
“…. Sebagian besar kader perempuan PKS belum di kenal oleh masyarakat atau
belum menjadi tokoh di masyarakat…”. Itu sebabnya untuk ke depan kita akan terus
berusaha agar perempuan PKS bisa lebih dikenal dimasyarakat…”.
Pendapat yang sama juga dikatakan oleh Adisyah Putra, hambatan yang dialami
perempuan di PKS yaitu :
“….. perempuan di PKS kurang di kenal masyarakat. Apalagi pada saat pemilihan
legislatif kemarin atribute-atribute kampanye dari perempuan PKS tidak semeriah
dari parpol lain......”.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Rina Afrida S.Psi calon legislatif dari
Sumut 5 (Labuhan Batu) yang mengatakan:
”.... hambatannya kurang dikenal, kalaupun dikenal tapi bukan tokoh dimasyarakat.
Masyarakat hanya menganggap perempuan dari PKS sebagai ustadzah. Dan
solusinya ya harus ada upaya penokohan dari partai. Karena pada saat kampanye,
kita langsung turun ke masyarakat. Sementara di partai sudah maksimal....”.
4.13.2.3 Hambatan Ekonomi
Yang dimaksud hambatan ekonomi bagi perempuan PKS dalam berpolitik,
yaitu ongkos politik yang besar. Bukan menjadi rahasia bahwa seseorang yang ingin
maju dalam pemilihan di elite politik, harus memiliki uang yang cukup untuk
membiayai ongkos politiknya.
Ini seperti yang diungkapkan oleh Rita Novita S.sos bidang kaderisasi :
“… hambatan perempuan untuk maju di politik itu banyak. Money politic yang masih
menyerang masyarakat dikarenakan rendahnya pengetahuan politik mereka. Lalu
posisi caleg perempuan yang tidak strategis, system politik di masa orde baru yang
menjadikan perempuan sebagai objek politik, dan cost politik yang besar. Sementara
perempuan dalam rumah tangga dipimpin oleh seorang suami, sehingga diperlukan
komunikasi efektif agar keluarga menjadi sistem pendukung untuk perempuan aktif
dalam politik…”.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Pada saat kampanye pemilu legislatif kemarin, dana kampanye yang
dikeluarkan itu berasal dari dana pribadi dan dari partai. Untuk nominal angka para
informan enggan menyebutkan berapa jumlahnya. Perempuan PKS lebih di tekankan
untuk berbuat langsung ke masyarakat, contohnya dengan adanya program dari Pos
Wanita Keadilan seperti Layanan kesehatan gratis, program Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD), serta bazaar – bazaar yang sering di lakukan. Jadi untuk kampanye,
mereka lebih menyerahkan ke masyarakat. Menurut Ahmad Sofyan sebagai anggota
Bapilu mengatakan:
“…. Perempuan yang ingin maju menjadi anggota Legislatif harus punya uang yang
cukup. Karena itu tidak mudah. Apalagi bila sudah punya suami (keluarga), harus
izin suami dulu. Atau dibicarakan dulu dengan suami bagus – bagus….”.
4.13.2.4 Hambatan Internal
Hambatan berpartisipasi secara politis berasal dari perempuan sendiri.
Pencitraan perempuan sebagai makhluk lemah, tidak mandiri, kurang bertanggung
jawab, dan lain-lain yang sudah melekat di dalam masyarakat.
Tetapi untuk perempuan di PKS, ini tidak terlalu dipermasalahkan. Bagi mereka
berbuat langsung itu lebih penting.
Seperti yang di ungkapkan oleh Doni Hardiani S.Pd yang mengatakan:
“….. Kami tidak terlalu mempermasalahkan anggapan itu. Yang terpenting lakukan
saja apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing. Maka masyarakat
akan bisa menilai sendiri....”.
4.14 Strategi Meningkatkan Keterwakilan Perempuan Partai Keadilan
Sejahtera di DPRD Kota Medan
Peran politik perempuan dalam pembangunan memang sudah terlihat
dampaknya. Bahwa aspirasi perempuan dalam bidang sosial politik telah mendapat
tempat walau belum semua aspek terwakili. Dari data dan fakta di lapangan jelas
terlihat bahwa suara perempuan memang tidak sebanding dengan jumlah keberadan
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
perempuan itu sendiri. Menyadari kenyataan itu maka banyak aktivis politik
bersepakat untuk meningkatkan jumlah wakil perempuan di Legislatif, DPR-RI,
DPRD I, DPRD II, dan di dalam partai-partai politik dengan adanya kuota 30% yang
akhirnya hak tersebut telah dimasukkan dalam Undang-Undang No.12 tahun 2003.
Dengan adanya kuota 30% perempuan mempunyai kesempatan secara langsung
untuk terlibat dalam proses politik melalui ketentuan keterwakilan perempuan 30%
tersebut. Secara umum keterwakilan perempuan sebanyak 30% ini dapat dilihat dari
dua sisi. Pertama, kuota perempuan yang di penuhi partai politik berdasarkan total
jumlah caleg, dan Kedua kuota perempuan yang dipenuhi partai politik berdasarkan
daerah pemilihan. Bila kuota perempuan dilihat dari sisi pertama, maka secara
mayoritas kita melihat data tersebut sudah menunjukkan upaya parpol yang
menempatkan 30% caleg perempuan. Ini sesuai dengan table di bawah.
Tabel 22. Jumlah Calon Anggota Legislatif
Periode 2009-2014 (dalam persen)
No
Nama Partai
Perempuan
Laki-laki
Jumlah
Proporsi (%)
1
Hanura
186
414
600
31,00
2
PKPB
55
86
141
39,01
3
PPPI
134
140
274
48,91
4
PPRN
76
212
288
26,39
5
GERINDRA
112
275
387
28,94
6
PBN/BARNAS
104
172
276
37,68
7
PKPI
142
173
315
45,08
8
PKS
215
364
579
37,13
9
PAN
179
413
592
30,24
10
PIB
20
35
55
36,36
11
P.Kedaulatan
89
154
243
36,63
12
PPD
67
92
159
42,14
13
PKB
134
258
392
34,18
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
14
PPI
92
184
276
33,33
15
PNI Marhaen
37
76
113
32,74
16
PDP
166
234
400
41,50
17
PKP
66
133
199
33,17
18
PMB
124
179
303
40,92
19
PPDI
16
34
50
32,00
20
PDK
107
143
250
42,80
21
RepublikaN
67
162
229
29,26
22
Partai Pelopor
41
65
106
38,68
23
Golkar
192
446
638
30,09
24
PPP
131
339
470
27,87
25
PDS
115
207
322
35,71
26
PNBK
56
115
171
32,75
27
PBB
129
263
392
32,91
28
PDI-P
221
407
628
35,19
29
PBR
129
185
314
41,08
30
Partai Patriot
23
102
125
18,40
31
Partai Demokrat
219
439
658
33,28
32
PKDI
45
100
145
31,03
33
PIS
123
192
315
39,05
34
PKNU
96
192
288
33,33
41
Partai Merdeka
32
57
89
35,96
41
PPNU
40
52
92
43,48
43
PSI
46
81
127
36,22
44
Partai Buruh
76
142
218
34,86
7.317
3.902
11.219
JUMLAH
Sumber : Harian Kompas, Senin 9Februari 2009.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dimasa mendatang diperlukan
beberapa strategi yaitu :
1. Membangun dan memperkuat hubungan antar jaringan dan Organisasi
perempuan. Di Indonesia, saat ini ada beberapa asosiasi besar organisasi
perempuan. Misalnya, Kongres Wanita Indonesia (KOWANI), Badan
Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI). Jaringan ini
memiliki potensi penting untuk mendukung peningkatan representasi
perempuan di parlemen, baik dari segi jumlah maupun kualitas.
2. Meningkatkan keterwakilan perempuan dalam organisasi partai-partai
politik. Mengupayakan untuk menduduki posisi-posisi strategis dalam partai,
seperti jabatan ketua dan sekretaris, karena posisi ini berperan dalam
memutuskan banyak hal tentang kebijakan partai.
3. Melakukan advokasi para pemimpin partai-partai politik.
4. Membangun akses ke media. Hal ini perlu mengingat media cetak dan
elektronik sangat mempengaruhi opini para pembuat kebijakan partai dan
masyarakat umum.
5. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran perempuan melalui pendidikan dan
pelatihan. Ini perlu untuk meningkatkan rasa percaya diri perempuan pada
kemampuan mereka sendiri untuk bersaing dengan laki-laki dalam upaya
menjadi anggota parlemen.
6. Meningkatkan kualitas perempuan. Peningkatan kualitas perempuan dapat
dilakukan, antara lain dengan meningkatkan akses terhadap fasilitas ekonomi,
kesehatan dan pendidikan.
7. Memberikan kuota untuk meningkatkan jumlah anggota parlemen perempuan.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Sedangkan strategi yang dilakukan oleh PKS untuk meningkatkan keterwakilan
perempuan di DPRD Kota Medan dengan cara melihat peta perpolitikan pada saat
sekarang. Seperti yang di ungkapkan oleh Bapak Khairul Anwar Hasibuan, SH:
“…sekarang ini masyarakat melihat orangnya bukan partainya. Jadi untuk ke
depannya kami akan tetap berusaha untuk meningkatkan keterwakilan perempuan
dari PKS dengan cara lebih banyak membuat kegiatan-kegiatan yang berhubungan
dengan perempuan. Karena dengan diadakannya acara-acara, masyarakat bisa
melihat siapa-siapa saja perempuan PKS yang mungkin selama ini kurang di
kenal…”.
Sedangkan Sri Heriyani S.Si Apt mengatakan:
“…akan terus mejalin kerjasama dengan pihak-pihak yang terkait dengan
perempuan. Selain itu tetap menjalankan kegiatan yang sudah ada, seperti Pos
Wanita Keadilan atau Sa’limah (Persatuan Muslimah). Karena diharapkan dengan
kegiatan-kegiatan seperti itu akan tetap menjalin komunikasi diantara perempuanperempuan yang ada di PKS. Sedangkan untuk terlibat langsung ke masyarakat kita
akan terus lanjutkan prgram-program yang sudah ada. Seperti pengobatan gratis,
dll…”.
Cara lain yang dilakukan menurut Doni Hardiani selaku bagian Pemberdayaan
Perempuan yaitu :
“……terus meningkatkan pendidikan dan pelatihan kader perempuan baik dari
tingkat Pusat sampai tingkat Ranting (DPRa) atau kelurahan agar memahami peran
politik perempuan yang ada di keluarga, masyarakat dan lembaga strategis…’.
Pendapat lain dikemukakan oleh M. Hidayat sebagai anggota Pembinaan:
“… partai memiliki komitmen untuk meningkatkan keterwakilan anggotanya di
Parlemen. Baik itu perempuan maupun laki-laki. Khusus untuk perempuan adanya
Bidang Keanitaan. Dari sana kita bisa menilai bahwa PKS concern terhadap
masalah – masalah perempuan…”.
Untuk strategi, peran partai khususnya PKS dalam meningkatkan representasi
(keterwakilan) politik perempuan Dhiyaul Hayati menambahkan:
”...... PKS melakukan pembinaan terkait fungsi dan peran anggota DPRD. Khusus
kader PKS, melakukan hearing kepada konstituen, melakukan kajian-kajian untuk
mengasah kemampuan diri....”.
Sedangkan menurut Adisyah Putra selaku anggota bagian Kesra mengatakan :
”..... memberi pemahaman kepada kader perempuan khususnya, agar lebih banyak
terlibat aktif secara langsung di masyarakat. Agar perempuan – perempuan dari PKS
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
bisa lebih di kenal masyarakat. Khususnya pemilih perempuan, seperti ibu – ibu atau
mahasiswi...”.
Sedangkan Strategi Pemberdayaan Peran Politik Perempuan khususnya di Partai
Keadilan Sejahtera dapat kita lihat pada gambar di bawah ini.
Terbangunnya
identitas prilaku
dan budaya politik
yang islami.
Signifikannya
peran politik
Muslimah
dalam
membangun
masyarakat
yang islami.
1. Meningkatkan
pemahaman muslim
dan muslimah terhadap
landasan syar’i dan landasan
historis fiqh siyashi.
2. Meningkatkan
pemahaman muslim dan
muslimah tentang tuntutan
kontemporer peran politik
muslimah.
3. Membangun etika dan
adab interaksi.
Masyarakat
yang Islami.
Meningkatnya peran
politik muslimah.
1. Membangun sistem
pendukung peran politik
muslimah dari keluarga,
lingkungan, dan partai politik.
2. Meningkatkan kompetensi
muslimah.
3. Menjalin kerjasama dengan
pria dalam melakukan agenda
aksi politik.
Gambar 4. Strategi Pemberdayaan Peran Politik Perempuan
Partai Keadilan Sejahtera
Pemberdayaan perempuan adalah upaya perempuan untuk memperoleh akses
dan kontrol terhadap sumber daya, ekonomi, politik, sosial dan budaya, agar
perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan percaya diri untuk mampu
berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah sehingga mampu
membangun kemampuan dan konsep dirinya.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Dalam buku platform kebijakan pembangunan Partai Keadilan Sejahtera,
langkah strategis yang di tempuh PKS dalam menuntaskan permasalahan perempuan
Indonesia adalah:
Pertama, mewujudkan perempuan Indonesia yang bertaqwa. Ketaqwaan harus
menjadi ruh dalam diri perempuan Indonesia karena merupakan jaminan bagi
kebahagiaan lahir-bathin. Oleh karenanya harus ada gerakan bersama untuk
menjadikan nilai-nilai ketaqwaan sebagai ciri kebanggaan perempuan Indonesia.
Upaya yang dilakukan: a) memperjuangkan hak perempuan Indonesia untuk dapat
menjalankan syariat sesuai dengan agamanya; b) memperjuangkan hak perempuan
untuk mendapat pendidikan dan bimbingan beragama; c) tersedianya dukungan dan
alokasi dana kegiatan keagamaan dan bimbingan beragama bagi perempuan
Indonesia. Kedua, mewujudkan kehidupan yang sejahtera bagi perempuan Indonesia.
PK Sejahtera meyakini bahwa tanpa jaminan kesejahteraan bagi warganya, upaya
untuk meningkatkan kualitas SDM akan menemui hambatan. Untuk itu PK Sejahtera
memperjuangkan hak-hak perempuan Indonesia untuk dapat hidup lebih sejahtera
melalui: a) peningkatan alokasi anggaran untuk pemberdayaan keluarga miskin,
khususnya bagi keluarga janda; b) pemenuhan gizi ibu hamil/menyusui melalui
program tunjangan ibu hamil dan menyusui; c) jaminan sosial bagi ibu melahirkan
mengingat angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi; d) upah kerja yang adil bagi
perempuan sesuai standar profesionalisme; e) mengupayakan jam kerja yang ramah
bagi pekerja perempuan; f) mengupayakan fasilitas umum yang ramah perempuan; g)
mengupayakan jaminan hukum yang tegas atas pelanggaran harkat dan martabat
perempuan; h) jaminan sosial bagi ibu dan anak korban kekerasan oleh negara.
Ketiga, mewujudkan perempuan Indonesia yang cerdas. Untuk itu PK Sejahtera akan
memperluas akses perempuan dalam: a) meningkatkan kesempatan memperoleh
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
pendidikan dan pelatihan yang
sesuai dengan minat, bakat dan kemampuan
intelektualnya baik formal maupun informal; b)memperoleh bantuan dana pendidikan
bagi perempuan minimal sampai tingkat sekolah menengah atas dan atau yang
sederajat; c) pengembangan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan fitrah
perempuan; d) membangun dan membudayakan jiwa wirausaha perempuan melalui
pendidikan dan pelatihan. Keempat, mewujudkan perempuan Indonesia yang
berdaya. Partisipasi konstruktif perempuan di wilayah publik secara proporsional
sangat dinantikan oleh masyarakat. Untuk itu PK Sejahtera akan mendorong
perempuan Indonesia agar: a) mampu berperan aktif dan memberikan kontribusi
melalui gagasan dan karya yang positif bagi kemajuan bangsa; b) mampu bersikap
kritis pada kebijakan publik yang merugikan dan mengancam kehidupan berbangsa;
c) meningkatkan peran perempuan di lembaga pengambil kebijakan dan memberikan
jaminan bagi penyaluran aspirasi / kepentingan perempuan dan keluarga; d) memiliki
kemampuan mengangkat harkat dan martabat perempuan serta melakukan pembelaan
atas pelanggaran yang ada; e) mampu melakukan penolakan atas upaya-upaya
eksploitasi perempuan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kelima,
mewujudkan perempuan Indonesia yang berbudaya. Bangsa Indonesia adalah bangsa
yang tumbuh dengan kultur yang sarat dengan nilai-nilai religi. Nilai ini yang menjadi
kebanggaan kita secara turun temurun. Untuk itu PK Sejahtera akan mengajak seluruh
perempuan Indonesia untuk mempertahankan ciri budaya Indonesia melalui: a)
meningkatkan kemampuan perempuan untuk mengembangkan ciri budaya Indonesia
sebagai bangsa yang religius; dan b) mengembangkan atmosfir budaya yang
memuliakan dan mengangkat harkat/martabat perempuan.
Partai Keadilan Sejahtera meyakini bahwa hanya melalui upaya peningkatan
kualitas SDM suatu bangsa akan tegak sebagai bangsa yang jaya dan terhormat.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Perempuan adalah setengah dari sumber daya manusia tersebut, maka tidak ada alasan
bagi setiap warga bangsa ini, kecuali mendukung setiap upaya pemberdayaan
perempuan seutuhnya: lahir dan batin, dunia dan akhirat.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Perempuan dalam pemikiran Islam modern digambarkan sebagai makhluk yang
sama kedudukannya dengan laki-laki secara teologis di hadapan Allah dan secara
sosial dalam interaksi sesama manusia. Kesetaraan wanita dan pria ini kemudian
diwujudkan dalam bentuk memberikan kesempatan yang sama antara laki-laki dan
perempuan dalam mengapresiasikan hak dan kewajiban mereka.
Begitu juga dengan partisipasi politik perempuan di Partai Keadilan Sejahtera.
Partisipasi politik perempuan di Partai Keadilan Sejahtera sebenarnya relatif cukup
tinggi. Karena keterlibatan mereka (kaum perempuan) bukan hanya pada saat hari
pencoblosan saja, tetapi jauh-jauh hari mereka sudah menunjukkan partisipasi
mereka. Ini bisa dilihat pada saat Pemilu legislative kemarin. Calon-calon yang
diajukan oleh PKS sudah melebihi dari kuota yang ditetapkan Pemerintah yaitu
sebesar 30%. Tetapi tidak satupun calon legislatif yang diajukan untuk DPRD Kota
Medan berhasil mendapatkan kursi. Padahal jika dilihat kualitas mereka tidak kalah
dengan calon legislatif laki-laki. Baik dari segi pendidikan maupun pengetahuan.
Di dalam upaya memenuhi kuota 30% perempuan untuk calon anggota
legislative, secara empiric dan factual terdapat kendala yang menyebabkan
keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat sangat rendah. Yakni masih
adanya anggapan bahwa dunia politik adalah dunianya laki-laki. Di mana system dan
struktur social patriarki telah menempatkan perempuan pada posisi yang tidak sejajar
dengan laki-laki. Masih sedikitnya perempuan yang terjun ke duni politik dan
rendahnya pengetahuan perempuan tentang politik, serta dukungan partai politik yang
belum bersungguh-sungguh terhadap kepentingan perempuan.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Namun, PKS menyadari, bahwa amanah menjadi anggota legislative itu tidaklah
ringan, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Diharapkan siapapun yang menjadi
anggota legislatif, benar-benar memperjuangkan aspirasi kaum perempuan dan
berkontribusi nyata dalam mengawal proses reformasi di Indonesia.
Pada prinsipnya perempuan Indonesia secara hukum mempunyai hak,
kewajiban, dan kesempatan yang sama dengan laki-laki berkiprah di bidang politik.
Namun, karena alasan nilai-nilai kultural yang berkembang di masyarakat dan
kendala struktural, hanya sedikit sekali jumlah perempuan yang tampil di panggung
politik.
Mengingat kualitas perempuan secara intelegensia dan potensi lainnya pada
dasarnya sama dengan laki-laki, diharapkan di masa mendatang jumlah perempuan
yang memasuki panggung politik dan menduduki posisi strategis di bidang legislatif,
eksekutif, maupun yudikatif semakin meningkat demi menata Indonesia yang adil dan
demokratis. Demikianlah, partisipasi politik perempuan yang relative tinggi di PKS,
tidak diikuti representasi (keterwakilan) politik yang sepadan.
5.2 Saran
Perlu adanya upaya membangun kesadaran peran dan partisipasi politik
perempuan di kota Medan secara sadar dan sengaja sehingga tujuan-tujuan program
yang ingin hendak dicapai dapat dimaksimalkan. Perlu adanya upaya membangun
kesadaran kritis secara maksimal sehingga mendukung secara penuh peran dan
mengontrol serta mempengaruhi jalannya pemerintahan dan pembentukan hukum.
Perlu adanya jaringan komunikasi antara perempuan terkait dengan peran-peran
politik mereka sehingga mereka dapat berfungsi sebagai wadah mempersatukan
apresiasi dan meningkatkan peran mereka.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Perlu terus di lakukan kajian-kajian dan mengidentifikasi permasalahan yang
selama ini memarginalisasikan dan terisolirnya perempuan dari dunia politik,
utamanya perempuan di tingkat lokal yang masih memiliki keterbatasan terhadap
perolehan pendidikan politik. Kalangan perempuan yang terlibat dalam partai politik
perlu dibimbing secara professional dan proporsional, sehingga menjadi SDM yang
berkualitas. Pengkaderan pengurus perempuan ini penting bagi partai politik yang
bersangkutan dan kalangan muda.
Perempuan yang terjun ke duni politik harus mempersiapkan diri agar mampu
bersaing dengan laki-laki, untuk itu kaum perempuan harus aktif di dalam
kepengurusan partai politik, dan membekali diri dengan memenuhi kapasitas,
kompetensi dan kualifikasinya sebagai warga politik dengan tetap dalam koridor
kesempurnaan jati diri perempuan.
Dalam konteks ini ada beberapa rekomendasi yang berkaitan dengan cara-cara
memperkuat partisipasi politik perempuan.
1. Meningkatkan jumlah pejabat terpilih perempuan di tingkat nasional, propinsi,
dan lokal.
2. Memastikan bahwa partai-partai politik merangkul perempuan dalam posisiposisi kepemimpinan yang berarti pula.
3. Menggunakan teknologi, di dalam partai atau pemerintahan, untuk memenuhi
kebutuhan perempuan dan menginformasikan bagi mereka program-program
dan kebijakan-kebijakan pemerintah.
Selain itu ditambahkan oleh para informan, baik dari laki-laki maupun
perempuan, untuk ke depannya harus ada usaha penokohan dari partai. Karena
memang secara kelembagaan yang mendukung calon legislatif perempuan PKS tidak
ada, hanya secara personal saja.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
DAFTAR PUSTAKA
BUKU - BUKU
Almond, Gabriel A, 1984. Sosialisasi Kebudayaan dan Partisipasi Politik, dalam
Mochtar Mas’oed & Mac Andrews (Eds), Perbandingan Sistem Politik
Yogyakarta: UGM University Press.
Aminuddin, Hilmi KH, 2008. Menghilangkan Trauma Persepsi, Jakarta: Sekretariat
Jenderal Bidang Arsip dan Sejarah DPP PKS dan Arah Press.
Andi Baso Zohra, 2000. Perempuan Bergerak Membingkai Gerakan Konsumen dan
Penegakan Hak-hak Perempuan, Yogyakarta: YLKI Sulawesi Selatan.
Andrews Mac,
. Masalah-masalah Pembangunan Politik, Yogyakarta: Gajahmada
University Press.
Armayanti, Nelly, 2007. Partisipasi Perempuan dalam Politik (Tesis), Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Azra, Azyumardi dalam Jurnal Perempuan, 2002. Bodohnya NU: Menguji Khittah,
MeneropongPergeseran Paradigma Politik, Yogyakarta: Ar- Ruzz Press dan
PW IPNU Jawa Tengah.
Badan Pusat Statistik, Medan dalam Angka 2008.
Budiarjo, Miriam, 1989. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia.
Budie Santi, dkk , 2004. Menggalang Perubahan-Perlunya Perspektif Gender dalam
Otonomi Daerah, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif, Jakarta: Kencana Predana Media Group.
Burhanudin, Nandang, 2008. PKS Partai Islam Rahmatan Lil’Alamin, Bandung: Tim
FR.
Cleves, Julia Mosse, 2002. Gender dan Pembangunan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Daulay, Harmona , Perempuan dalam Kemelut Gender, USU Press.
Djunaidi, Achmad & Thobieb Al-Asyhar, 2006. Khadijah Sosok Perempuan Karier
Sukses, Jakarta: Mitra Abadi Press.
Easton, David, 1995. Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Faisar, Ananda, 2004. Wanita dalam Konsep Islam Modernis, Jakarta: Pustaka
Firdaus.
Fakih, Mansour, 2004. Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Fealy, Greg,
. Dalam Tulisan Heri Kusmanto dan Warjio “Strategi Pembangunan
Partai Keadilan Sejahtera,
Gaffar, Afan, 2005. Politik Indonesia; Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
G. Tan, Mely, 1996. Perempuan Indonesia Pemimpin Masa Depan, Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Hasyim, Syafiq, 2001. Perempuan dalam Fiqih Politik, dalam Buku Hal-hal yang
tidak terpinggirkan Tentang isu-isu Perempuan dalam Islam, Bandung: Mizan.
Huntington, P. Samuel & Joan Nelson, 1994, Partisipasi Politik, Jakarta: Rineka
Cipta.
Ihromi, T. O. 1995. Kajian Wanita dalam Pembangunan, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Ihza, Yusril Mahendra, 2002. Dalam Jurnal Perempuan Modernisme dan
Fundamentalisme dalam Politik Islam : Perbandingan Partai Msyumi
(Indonesia) dan Partai Jamaat Islami (Pakistan), Jakarta: Paramadina.
Listiani, 2002. Gender dan Komunitas Perempuan Pedesaan, Medan: Bitra Indonesia.
Majelis Pertimbangan Pusat PKS, 2007. Platform Kebijakan Pembangunan PKS,
Jakarta.
Moleong, L.J. 1988. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Moore, Henrietta L, 1988. Feminism and Antropology, Cambridge: Polity Press.
Murniati A. Nunuk Prasetyo, 2004. Getar Gender, Perempuan Indonesia dalam
Perspektif SosiaL, Politik, Ekonomi, Hukum dan HAM,
Magelang:
Indonesiatera.
Murniati A. Nunuk Prasetyo, 2004. Getar Gender, Perempuan Indonesia dalam
Perspektif Agama, Budaya dan Keluarga, Magelang: Indonesiatera.
Mulia, Siti Musdah dan Anik Farida, 2005. Perempuan dan Politik, Jakarta:
Gramedia.
Naqiyah, Najlah, 2005. Otonomi Perempuan, Malang: Bayumedia Publishing.
Nurrahmi NZ, 2009. Perempuan dan Politik (Skripsi), Medan: Universitas Sumatera
Utara.
Rahman, Anita, 2000. Dalam Tulisannya, “ Masih adakah Keraguan terhadap
Wanita untuk menjadi pemimpin Negara”, (Tinjauan dari Pandangan Islam)
dalam T. O. Ihromi, Irianto, Sulistyowati, Achie, Sudiarti (eds), Penghapusan
Diskriminasi Terhadap Wanita, Jakarta: Penerbit Alumni.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Rush, Michaell dan Phillip Althoff, 1993. Pengantar Sosiologi, Jakarta: Rineka Cipta.
Sihite, Romany, 2007. Perempuan, Kesetaraan, & Keadilan, Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Soekanto, Soerjono, 2001. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Soemandoyo, Priyo, 1999. Wacana Gender dan Layar Televisi, Yogyakarta: LP3Y.
Sucipto, Ani Widiani, 2005. Kendala-kendala Terhadap Partisipasi Perempuan dalam
Parlemen, Jakarta: Internasional IDEA Indonesia.
Sujarwa, 2001. Polemik Gender Antara Realitas dan Refleksi, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Surbakti, Ramlan, 1999. Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia.
Ulfiah, Ulfi, 2007. Perempuan di Panggung Politik, Jakarta: Rahima.
Umar, Fatimah Nasif, 2001. Menggugat Sejarah Perempuan Mewujudkan Idealisme
Gender Sesuai Tuntutan Islam, Jakarta: Cendekia Sentra Mulim.
Wahid, Abul dan Muhammad Irfan, 2001. Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan
Seksual, Bandung: Refika Aditama.
Warjio, Strategi Pembangunan PKS (1) : Memaknai 10 Tahun PKS, Harian Sumut
Pos, Jumat 16 Mei 2008.
Warjio, Strategi Pembangunan PKS (2) : Memaknai 10 Tahun PKS, Harian Sumut
Pos, Sabtu 17 Mei 2008.
Weld, Claude E, 1991. Studi Perbandingan Modernisasi Politik dalam Yahya
Muhaimin dan Collin Mac Andrews, Masalah-masalah Pembangunan Politik,
Yogyakarta: University Press.
Website
http://www.duniaesai.com/gender/gender2.html11/23/2007
http://www.islamlib.com
http://psychemate.blogspot.com/2007/12/teori-gender.html
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=13353
http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_BI_Goal3.pdf.1123/2007.
http://pendukungcalegperempuansumut.wordpress.com
islamlib.com/id/index.php?page=article&id=445
www. google. com
www.asiandevbank.org
www.asiafoundation.org
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
www.bappenas.go.id/.../&view=180/gender.pdf
www.cifor.cgiar.org//publications/pdf_files/Books/BDede0601.pdf
www.idea.int
wri.or.id/gender/index.php
www.rahima.or.id/SR/01-01/Opini.htm
www.rahima.or.id/SR/10-03/opini1.htm
http://www.rahima.or.id/Kliping/KuotaPerempuanMeningkatkanWakilPerempuanLeg
islatif.htm+perempuandalampolitik=id
http://islamlib.com/id/artikel/partisipasipolitikperempuan&id
http://www.berpolitik.com/static/mypostig.htmlpartisipasipolitikperempuan&hlid
http://myjourney.blogspot.com/menantiperandanpartisipasipolitik.htmlpartisipasipoliti
kperempuan&id
http://www.mailarchive.com/wanitamuslimahyahoogroups.com/.&id
http://www.radarbanten.com/partisipasipolitikperempuan&19&gl=id
http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.phpniamyazidupartisipasipolitikperempuanhlid
http://groups.yahoo.com/group/beritalingkungan/message/partisipasipolitikperempuan
gl=id
http://dutamasyarakat.com/rubrik.phpKolompartisipasipolitikperempuanid
http://rumahkiri.net/index2.php.partisipasipolitikperempuanPKSdiMedan.id
http://www.gemawan.org/perempuandalampolitik.id
Jurnal
Jurnal Perempuan, 1999. Pelanggaran Hak Azasi Manusia Terhadap Perempuan,
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.
Jurnal Perempuan, 2004. Kuota Perempuan dalam Parlemen, Jakarta: Yayasan Jurnal
Perempuan.
Jurnal Perempuan, 2004. Politik dan Keterwakilan Perempuan, Jakarta: Yayasan
Jurnal Perempuan.
Jurnal Perempuan, 2004. Hallo Senayan, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.
Surat Kabar
Kompas, Kamis 22 Mei 2008.
Tak Ada Alasan Meragukan Caleg Perempuan, Kompas, Senin 9 Februari 2009.
Wanita, Politik dan Islam, Waspada, Jumat 20 Februari 2009.
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
DAFTAR PERTANYAAN INI DI ISI OLEH PENELITI PADA
SAAT WAWANCARA DENGAN INFORMAN
Wawancara ini merupakan wahana untuk menggali informasi mengenai
pendapat Informan yang berkaitan dengan judul penelitian Tesis
PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota
Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi). Jawaban yang Bapak / Ibu berikan tidak
akan mempengaruhi keberadaan Bapak / Ibu. Karena penelitian ini semata-mata untuk
keperluan akademis. Untuk itu kami mengharapkan informasi serta jawaban yang
sesungguhnya (objektif) dari Bapak / Ibu sesuai dengan pandangan Bapak / Ibu
mengenai hal tersebut.
Atas bantuan dan partisipasinya saya ucapkan Terima Kasih.
WAKTU WAWANCARA
Hari
:
Tanggal
:
Jam
:
IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama
:
2. Umur
:
3. Jenis Kelamin
:
4. Status Perkawinan
:
5. Pendidikan Terakhir :
6. Jabatan dalam Partai :
7. Alamat
:
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN
di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan
(Persoalan, Hambatan, dan Strategi)
INTERVIEW GUIDE
1. Makna Politik?
2. Bagaimana anda melihat kondisi politik sekarang kaitannya dengan
perempuan?
3. Bagaimana dengan partisipasi politik perempuan menurut anda?
4. Pendapat anda tentang beberapa pendapat yang masih melarang perempuan
berkiprah di panggung politik?
5. Bagaimana dengan kuota 30% bagi perempuan di Parlemen?
6. Bagaimana strategi pembangunan politik (garis politik) Partai Keadilan
Sejahtera, khususnya bagi perempuan?
7. Bagaimana PKS merekrut anggotanya?
8. Mengapa PKS begitu fenomenal?
9. Adakah komitmen partai untuk pemberdayaan perempuan pada umumnya?
Lalu bagaimana khususnya di partai sendiri kaitannya dengan perempuan?
Seperti apa?
10. Bagaimana cara PKS mendongkrak representasi politik perempuan?
11. Tingkat pendidikan perempuan di PKS?
12. Bentuk-bentuk peran politik apa yang dimainkan oleh PKS?
13. Apa kendala terbesar yang di hadapi oleh PKS dalam meningkatkan
keterwakilan perempuan?
14. Bagaimana cara yang paling tepat untuk meningkatkan keterwakilan
perempuan atau setidaknya partisipasi perempuan dalam proses politik?
15. Perbedaan kepemimpinan pada masa Tiffatul Sembiring dan Hidayat Nur
Wahid?
16. Pandangan PKS terhadapa partisipasi politik perempuan?
17. Partisipasi politik perempuan di PKS seperti apa?Alasannya?
18. Faktor Penarik dan Faktor Pendorongnya?
19. Partisipasi politik perempuan PKS di Kota Medan seperti apa? Apakah masih
rendah? Lalu bagaimana dengan yang di daerah?
20. Faktor-faktor rendahnya tingkat keterwakilan perempuan di Medan?
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan,
Hambatan, dan Strategi), 2009
Download