Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi) TESIS Oleh DINA ANGGITA LUBIS 077024009/SP SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi) TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Oleh DINA ANGGITA LUBIS 077024009/SP SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Judul Tesis Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi : Partisipasi Politik Perempuan di DPD Partai Keadilan Sejahtera (Persoalan, Hambatan, dan Strategi) : Dina Anggita Lubis : 077024009 : Studi Pembangunan Kota Medan Menyetujui Komisi Pembimbing (Prof. Dr. Chalida Fachruddin) Ketua Ketua Program Studi (Prof. Dr. M. Arif Nasution,MA) (Dra. Sabariah Bangun, M.Soc, Sc) Anggota Direktur (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc) Tanggal Lulus : 10 September 2009 Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Telah diuji pada : Tanggal 10 September 2009 PANITIA PENGUJI TESIS : Ketua : Prof. Dr. Chalida Fachruddin Anggota : 1. Dra. Sabariah Bangun M.Soc, Sc 2. Drs. Heri Kusmanto MA 3. Warjio SS. MA 4. Prof. Dr. M. Arif Nasution MA Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 PERNYATAAN Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, Strategi) TESIS Dengan ini menyatakan bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, atau kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar perpustakaan. Medan, 13 September 2009 Penulis, Dina Anggita Lubis Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 ABSTRAK Partisipasi merupakan salah satu aspek mendasar dalam jalannya Demokrasi pemerintahan. Dalam penelitian ini, Partisipasi Politik Perempuan di Partai Keadilan Sejahtera (PKS) cukup tinggi. Hal ini bisa di lihat dari keterlibatan mereka dalam kepengurusan partai. Namun, dalam kenyataannya di lihat dari tingkat keterwakilan di DPRD Kota Medan ternyata keterwakilan perempuan dari PKS sangat rendah. Padahal keterlibatan dan partisipasi politik perempuan dalam pembangunan merupakan hak asasi manusia dan sudah di atur dalam Undang-Undang. Berdasarkan wacana diatas, maka pokok permasalahan penelitian ini mengenai Partisipasi Politik Perempuan di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi). Jenis penelitian yang dilakukan adalah Deskriptif dengan pendekatan Kualitatif. Informan yang diwawancarai adalah Staff Pengurus DPD PKS Kota Medan. Teknik pengumpulan data berupa wawancara dengan informan dan studi kepustakaan. Selain itu, pengumpulan data-data mengenai penelitian ini di peroleh dari Sekretariat DPD PKS Kota Medan. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwasanya keterlibatan atau partisipasi politik perempuan di PKS cukup tinggi. Namun tidak diikuti dengan keterwakilan mereka di DPRD Kota Medan. Ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yang paling dominan adalah faktor budaya, dan faktor kurang dikenalnya perempuanperempuan dari PKS. Untuk mengejar ketertinggalan tersebut harus dipahami peran dan wewenang yang dimiliki dan digunakan untuk kemajuan kaum perempuan. Karena pada prinsipnya perempuan Indonesia secara hukum mempunyai hak, kewajiban, dan kesempatan yang sama dengan laki-laki berkiprah di bidang politik. Selain itu, pemerintah juga telah memberi akses pada perempuan duduk di Parlemen melalui pelaksanaan kuota 30%. Mengingat kualitas perempuan di PKS secara intelegensia dan potensi lainnya pada dasarnya sama dengan laki-laki, diharapkan di masa mendatang jumlah perempuan yang memasuki panggung politik dan menduduki possi strategis di bidang legislatif, eksekutif, maupun yudikatif semakin meningkat. Kata Kunci : Partisipasi Politik, Perempuan PKS. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 ABSTRACT Public participation is one of fundamental aspect in running the administration with democration. This study discussed a women political participation practiced on Partai Keadilan Sejahtera, Moslem Welfare Justice Party, the rate is noted quite high, seen based on their participation in taking some position on the party committee. But, in fact it seemly the women representative on DPRD Kota Medan level is so poorly since they took a few only, even their involvement and political participation as women in development constitute a human right and it has been ruled within the regulation under constitution. In essentially, the theme as discussed to this study regarding the women political participation as practiced (a Study to a Political Representative of Women on DPD – District Committee Level). The respondent to this study such as informant, interviewed those staff as committee of DPD PKS Kota Medan. In collecting data, adopting an interview technique, and also with a library research. In addition, in collecting the data, also visited DPD PKS Kota Medan as the main operational office. By this research, it is known that their participation and involvement as women on political issues highly precisely, but their representative is noted poor to hold especially for DPRD Kota Medan. This matter is seen on some reasonable but the most dominant factor is the culture, and also for they mostly not known yet well. In order to have their reposition, it is urged to understand their role and superiority, also still they have willing to improve their capability. In principally, the women in Indonesia is recognized their right, obligation and have the same equal with men in taking their career on politic, even national government has offered them an access to sit on Parliament with a 30% quota for women. For future, the amount of women as representative should be encouraged for their ability to be more high and allow them to have many position either strategic one and usual works, so they can do their performance either for legislative, educative or judicative as well as, go improvement their role according to their capability. In actually, for many activities, the women capability and integrity and also intelligence is quite good. Keywords : Political participation, women in PKS. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu Tiada daya dan upaya melainkan atas kehendak Allah SWT. Syukur terbaik hanyalah kepunyaan-Nya, penguasa atas segala yang ada di bumi dan di langit. Puji terbesar adalah milik-Nya, pemilik segala karunia yang melingkupi segenap makhluk di seluruh alam semesta. Atas setitik keridhoan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini. Tesis ini berjudul Partisipasi Politik Perempuan di DPD PKS Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi). Disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Pascasarjana Program Magister Studi Pembangunan di Universitas Sumatera Utara. Peneliti menyadari bahwa dalam proses penyusunan Tesis ini melibatkan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan Terima kasih sedalamdalamnya dan penghargaan yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan, baik moril maupun materil dalam bentuk dorongan semangat maupun sumbangan pemikiran, informasi, data, dan lain-lain. Semoga Allah SWT membalas kebaikannya, Amin. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan Terima kasih yang setulusnya terutama kepada: 1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H Sp. A. (K). 2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc. 3. Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku ketua Program Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan Bapak Agus Suriadi S.Sos M.Si selaku Sekretaris Program Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan dan fasilitas yang mendukung selama perkuliahan di magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Prof. Dr. Chalida Fachruddin selaku Ketua Pembimbing dan Ibu Dra. Sabariah Bangun M.Soc, Sc selaku anggota pembimbing dalam penulisan Tesis ini, yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan demi sempurnanya tulisan ini. 5. Bapak Drs. Heri Kusmanto, MA dan Warjio SS MA selaku dosen pembanding yang sudah memberikan kritik dan masukan dalam penyempurnaan tulisan ini. 6. Seluruh Dosen Pengajar dan Staff di Magister Sudi Pembangunan Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membantu di bidang akademik maupun administrasi. 7. Bapak Surianda Lubis S.Ag sebagai Ketua DPD PKS Kota Medan, Bapak Khairul Anwar Hasibuan sebagai Wakil Sekretaris I DPD PKS Kota Medan, Bapak Abdul Rahim Siregar sebagai Ketua Bapilu PKS Kota Medan, Ibu Sri Heriyani S.Si Apt sebagai Ketua Bidang Kewanitaan DPD PKS, Ibu Dhiyaul Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Hayati sebagai Ketua Bidang Polhukam yang telah banyak memberikan bantuan dalam proses pengumpulan data penulisan Tesis saya ini. 8. Drs. H. Zulkifli Lubis dan Hj. Sri Hayati Arief, kedua orang tua yang selalu mendoakan dan mendampingi penulis dengan penuh kasih, serta tiada hentinya memberi semangat dalam penyelesaian Tesis ini. 9. Abangku M. Ershad Lubis S.HI , dan Adikku M. Hidayat Lbis S.sos yang selalu memberikan semangat, doa dalam menyelesaikan studi ini. 10. Ariansyah Putra, SH makasih atas dukungannya. 11. Seluruh teman-teman seperjuangan angkatan 12 (k’ita, k’erna, k’nia, bang salman, bang manta, bu sutriani, bu ida, dan semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu, makasih banyak atas dukungan dan kerjasamanya. Mudah-mudahan kita semua sukses, Amin). Teristimewa untuk kakak ku Marly Helena Ak S.sos MSP yang begitu perhatian, memberi semangat dalam penyelesaian Tesis ini. Makasih kak udah banyak bantuin anggi… 12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran guna membantu penyelesaian Tesis ini. Akhirnya, penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat. Atas segala kekurangan dalam penulisan Tesis ini, penulis mohonkan maaf. Terima Kasih… Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu. Medan, Agustus 2009 Penulis Dina Anggita Lubis Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 RIWAYAT HIDUP I. IDENTITAS DIRI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Nama Lengkap Nama Panggilan Tempat / Tanggal Lahir Jenis Kelamin Agama Golongan Darah Status Nama Orang tua Ayah Ibu 9. Alamat : Dina Anggita Lubis : Anggi : Medan, 28 April 1984 : Perempuan : Islam :B : Belum Menikah : Drs. H. Zulkifli Lubis : Hj. Sri Hayati Arief Matondang : Jln. Karya Bersama No.11 Kel. Pangkalan Masyhur Kec. Medan Johor Medan. II. RIWAYAT PENDIDIKAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. SD Negeri No166321 SLTP Negeri 1 Tebing Tinggi SLTP Negeri 1 Tanjung Pinang SLTA Negeri 2 Tanjung Pinang SLTA Negeri 2 Pematang Siantar Universitas Riau Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara – Medan : 1990 - 1996 : 1996 - 1997 : 1997 - 1999 : 1999 - 2000 : 2000 - 2002 : 2002 - 2006 : 2007 – 2009 III. RIWAYAT PEKERJAAN 1. Tenaga Pengajar di Primagama : 2007 - sekarang Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ....................................................................................... i ABSTRACT .................................................................................... ii KATA PENGANTAR .................................................................... iii RIWAYAT HIDUP .......................................................................... vi DAFTAR ISI .................................................................................. vii DAFTAR TABEL x ....................................................................... DAFTAR GAMBAR …………………………………………...... xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................... xiii BAB I. PENDAHULUAN ............................................................ 1 1.1 Latar Belakang Masalah ................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ........................................................ 14 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................... 14 1.4 Kerangka Teori ………………………………................ 15 1.5 Kerangka Pemikiran ………………………………….... 18 1.6 Pengalaman Lapangan ..................................................... 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................. 20 2.1 Pengertian Partisipasi ...................................................... 20 2.2 Pengertian Politik ............................................................ 24 2.3 Pengertian Partisipasi Politik .......................................... 24 2.4 Teori Sosiologi tentang Wanita ...................................... 32 2.4.1 Teori Struktural Fungsional .............................. 32 2.4.2 Teori Konflik ................................................... 37 2.5 Teori Gender ................................................................... 37 2.5.1 Teori Nurture .................................................... 37 2.5.2 Teori Nature ...................................................... 38 2.5.3 Teori Equilibrium .............................................. 39 2.6 Bentuk dan Tingkatan Partisipasi Politik Perempuan ..... 40 Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 2.7 Partisipasi Politik Perempuan dalam Islam ...................... 44 2.8 Hubungan Partai Politik dengan Partisipasi Politik Perempuan ........................................................................ 46 2.9 Keterwakilan Politik Perempuan ..................................... 49 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................... 50 3.1 Jenis Penelitian .................................................................. 50 3.2 Definisi Konsep ................................................................ 50 3.3 Penentuan Informan .......................................................... 50 3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................ 53 3.5 Teknik Analisis Data ......................................................... 53 3.6 Lokasi Penelitian ................................................................ 54 3.7 Jadwal Pelaksanaan ............................................................. 54 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................. 55 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ................................................. 55 4.1.1 Kondisi Geografis ................................................. 55 4.1.2 Kondisi Demografis ................................................ 55 4.2 Latar Belakang Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera ............... 56 4.2.1 Sejarah Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera ............. 56 4.2.2 Arah Kebijakan Umum Partai Keadilan Sejahtera ..... 60 4.2.2.1 Visi Partai Keadilan Sejahtera ...................... 60 4.2.2.2 Misi Partai Keadilan Sejahtera .................... 61 4.2.2.3 Platform Partai Keadilan Sejahtera ............. 62 4.2.2.4 Prinsip Kebijakan ....................................... 63 4.3 Struktur Organisasi Partai Keadilan Sejahtera .......................... 69 4.4 Ideologi Partai .......................................................................... 71 4.5 DPD PKS Kota Medan ............................................................. 71 4.6 Komposisi dan Personalia Pimpinan Daerah Kesatuan Perempuan PKS .................................................................. 73 4.7 Kebijakan Rekruitmen PKS Terhadap Perempuan .................. 73 4.7.1 Rekruitmen dalam Kepengurusan Partai ................... 73 4.7.2 Pembinaan Anggota ................................................... 75 4.7.3 Rekruitmen Calon Legislatif ...................................... 77 Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 4.8 Kedudukan Perempuan dan Kemuliaannya dalam Islam …… 79 4.9 Kedudukan Wanita dan Posisi Peran Politik ………………... 80 4.10 Partai Politik Islam memandang Perempuan ………………. 82 4.11 Partisipasi Perempuan dalam Politik …………………… 87 4.12 Partisipasi Perempuan PKS di DPRD Kota Medan ……. 92 4.13 Faktor-faktor penyebab rendahnya tingkat partisipasi perempuan Partai Keadilan Sejahtera di Kota Medan …. 102 4.13.1 Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Perempuan …………………………………….. 4.13.2 Faktor Penghambat Partisipasi Politik Perempuan ........................................................ 4.13.2.1 Hambatan dalam Budaya …………. 4.13.2.2 Hambatan dalam Sosialisasi ............. 4.13.2.3 Hambatan Ekonomi .......................... 4.13.2.4 Hambatan Internal .......................... 4.14 Strategi Meningkatkan Keterwakilan Perempuan Partai Keadilan Sejahtera di DPRD Kota Medan ….. 103 104 105 106 106 107 108 BAB V PENUTUP .......................................................................... 117 5.1 Kesimpulan ........................................................................ 117 5.2 Saran .................................................................................. 119 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 121 Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 DAFTAR TABEL Nomor 1. Judul Halaman Jumlah Caleg Perempuan Partai Politik Pemilu Legislatif 2009 ...................................................... 4 Jumlah Calon Anggota Legislatif Perempuan per-Provinsi Tahun 2009-20014 ...................................................... 6 Pendidikan Calon Anggota Legislatif Periode 2009-2014 (dalam persen) ................................. 7 4. Komposisi Pemeluk Agama di Medan .......................... 56 5. Sejarah Partai Keadilan Sejahtera .................................. 57 6. Data Perempuan dalam Kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2005-2009) ..... 81 7. Dualisme Kategori Partai Islam ...................................... 82 8. Platform Perempuan dalam Lima Partai Politik Islam di Indonesia ............................................................... 83 Gambaran Representasi perempuan dalam Konsep Partai-partai Islam ............................................ 84 Platform dan Agenda Perempuan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) .................................... 85 Nama Anggota Dewan Perempuan di DPRD Sumatera Utara Periode 2004-2009 ............................... 87 Daftar Caleg Perempuan Partai Keadilan Sejahtera Tingkat Nasional DPR-RI ……………………................ 88 Daftar Caleg Perempuan Partai Keadilan Sejahtera DPRD Provinsi Sumatera Utara .................................... 89 Daftar Caleg Perempuan Partai Keadilan Sejahtera DPRD Kota Medan ............ ......................................... 90 Daftar Calon Tetap Anggota Legislatif Perempuan Kota Medan Pemilu Legislatif 2009 ............................... 91 Nama Anggota Dewan Perempuan di DPRD Sumatera Utara Periode 2009-2014 .............................. 92 Caleg Terpilih Dapil I ....................................................... 94 2. 3. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 18. Caleg Terpilih Dapil II ....................................................... 94 19. Caleg Terpilih Dapil III .................................................... 95 20. Caleg Terpilih Dapil IV ..................................................... 95 21. Caleg Terpilih Dapil V ....................................................... 95 22. Jumlah Calon Anggota Legislatif Periode 2009 – 2014 (dalam Persen ).................................. 109 Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman 1. Alur Pemikiran Permasalahan Penelitian ……………………. 18 2. Komposisi dan Personalia Pimpinan Daerah Kesatuan Perempuan PKS Masa Bakti 2004 – 2009 ............................. 73 Strategi Pemberdayaan Peran Politik Perempuan Partai Keadilan Sejahtera ........................................................ 113 3. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman 1. Surat Permohonan Izin Penelitian ............. 126 2. Daftar Pedoman Wawancara ..................... 127 3. Daftar Identitas Responden ...................... 129 4. Struktur DPD PKS Kota Medan .............. 130 Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran perempuan di Tanah Air telah dimulai sejak zaman penjajahan. Munculnya tokoh perempuan Indonesia seperti R. A Kartini, R. Dewi Sartika, dan Cut Nyak Dien dapat menjadi contoh. Harus diakui bahwa meski sudah banyak tokoh perempuan yang sukses, namun pada sisi lain masih banyak pula hambatan yang dialami kaum perempuan untuk tampil dalam sektor publik. Misalnya, terkait peran perempuan dalam politik, hampir di seluruh negara, khususnya di negara berkembang, menghadapi sejumlah kendala baik struktural maupun kultural. Kendala struktural tersebut sering kali berkaitan dengan permasalahan pendidikan, status sosial, ekonomi, dan pekerjaan. Pekerjaan perempuan masih sering diidentikkan dengan pekerjaan “kelas dua” yang sulit berimbang dengan laki-laki. Sementara kendala kultural terkait dengan faktor budaya dalam masyarakat seperti menempatkan perempuan sebagai untuk sekedar tinggal dirumah. Kini konsep kesetaraan gender dianggap sebagai sebuah jawaban untuk mengatasi persoalan perempuan tersebut. Gerakan ini sudah berkembang menjadi gerakan massal yang sangat berpengaruh. (www.asiandevbank.org) Reformasi yang dialami bangsa Indonesia pada tahun 1998 membawa perubahan pada sistem politik terutama sistem Pemilu. Perubahan ini membuka peluang bagi setiap elemen bangsa untuk terlibat di dalamnya, menuju kehidupan demokrasi yang lebih baik. Bagi kaum perempuan di Indonesia, perubahan sistem politik itu juga memberi harapan bagi mereka untuk dapat memperjuangkan kepentingannya dengan lebih nyata. Perubahan dalam sistem Pemilu antara lain, diberlakukannya UU No. 12 Tahun 2003 merupakan Legitimasi kuota 30% bagi Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 keterwakilan perempuan sebagai caleg dari partai politik, dan jumlah partai politik peserta Pemilu tidak lagi dibatasi sehingga ada partai politik yang mengatasnamakan kaum perempuan Indonesia. Kuota anggota legislatif perempuan sekurang-kurangnya 30% di partai politik dan parlemen, merupakan kebijakan yang positif bagi pemberdayaan partisipasi politik perempuan. Jumlah pemilih dalam Pemilu 2004 lebih dari 51% nya adalah perempuan. Seharusnya, idealnya kaum perempuan secara struktural memiliki kesempatan lebih besar untuk menjadi politisi, dibandingkan pada Pemilu sebelumnya. Namun kenyataannya tidaklah demikian, sebab jalan bagi munculnya banyak politisi perempuan di Indonesia masih menghadapi banyak kendala. Baik dari kaum perempuan itu sendiri maupun kondisi riil politik, dan sosial budaya yang acap kali belum men-support keberadaannya di dunia politik. (www.rahima.or.id) Upaya mencapai kuota minimum jumlah perempuan di parlemen tidak bisa dilepaskan dengan upaya peningkatan kualitas dari kaum perempuan itu sendiri. Tanpanya, kesempatan apapun yang diberikan melalui ketentuan untuk memberikan ruang politik yang lebih luas lagi bagi perempuan, tidak akan menghasilkan perbaikan yang berarti. Dengan demikian, diperlukan upaya yang sistematis dan terprogram untuk meningkatkan kapasitas politik perempuan. Salah satu kendala untuk terlaksananya peningkatan kapasitas perempuan dalam arena politik masih adanya pandangan yang kuat dimasyarakat yang menempatkan kaum perempuan hanya mengurusi suami dan anak-anak. Aktivitas perempuan dipanggung politik, di Indonesia dewasa ini masih merupakan sesuatu yang dianggap tabu. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Tabel 1. Jumlah Caleg Perempuan Partai Politik Pemilu Legislatif 2009 No Nama Partai JC Kuota Perempuan yang dipenuhi Partai Politik Berdasarkan Total Jumlah Caleg CL % CP % 1 Hanura 600 414 69,0 186 31,0 2 PKPB 141 86 60,9 55 39,0 3 PPPI 274 140 51,0 134 48,9 4 PPRN 288 212 73,6 76 26,3 5 GERINDRA 387 275 71,0 112 28,9 6 PBN/BARNAS 276 172 62,3 104 37,6 7 PKPI 315 173 54,9 142 45,0 8 PKS 579 364 62,8 215 37,1 9 PAN 592 413 69,7 179 30,2 10 PIB 55 35 63,6 20 36,3 11 P.Kedaulatan 243 154 63,3 89 36,6 12 PPD 159 92 57,8 67 42,1 13 PKB 392 258 65,8 134 34,1 14 PPI 276 184 66,6 92 33,3 15 PNI Marhaen 113 76 67,2 37 32,7 16 PDP 400 234 58,5 166 41,5 17 PKP 199 133 66,8 66 33,1 18 PMB 303 179 59,0 124 40,9 19 PPDI 50 34 68 16 32,0 20 PDK 250 143 57,2 107 42,8 21 RepublikaN 229 162 70,7 67 29,2 22 Partai Pelopor 106 65 61,3 41 38,6 23 Golkar 638 446 69,9 192 30,0 24 PPP 470 339 72,1 131 27,8 Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 25 PDS 322 207 64,2 115 35,7 26 PNBK 171 115 67,2 56 32,7 27 PBB 392 263 67,0 129 32,9 28 PDI-P 628 407 64,8 221 35,1 29 PBR 314 185 58,9 129 41,0 30 Partai Patriot 125 102 81,6 23 18,4 31 Partai Demokrat 658 439 66,7 219 33,2 32 PKDI 145 100 68,9 45 31,0 33 PIS 315 192 60,9 123 39,0 34 PKNU 288 192 66,6 96 33,3 41 Partai Merdeka 89 57 64,0 32 35,9 42 PPNU 92 52 56,5 40 43,4 43 PSI 127 81 63,7 46 36,2 44 Partai Buruh 218 142 65,1 76 34,8 11.219 7.317 65,2 3.902 34,7 TOTAL Sumber : Harian Kompas, Senin 9Februari 2009. Keterangan : JC (Jumlah Calaeg); CP (Caleg Perempuan); CL (Caleg Laki-laki); DP (Daerah Pemilihan); % (Persentase). Urutan diatas sesuai dengan nomor partai politik peserta Pemilu Legislatif 2009. Salah satu hambatan bagi keterlibatan perempuan dalam aspek politik adalah adanya anggapan bahwa politik itu kotor. Hal ini berarti berkecimpung dalam dunia politik adalah dianggap tidak baik. Dengan anggapan ini kemudian muncul pandangan bahwa berpolitik, terutama bagi perempuan adalah tidak pantas. Apalagi perempuan yang Islam (muslimah) tidak pantas berpolitik. Politik hanya pantas untuk laki - laki. Di Indonesia, pada periode 1992-1997, jumlah perempuan yang menjadi anggota DPR sebanyak 63 orang atau sekitar 12,5 peresen. Namun, pada tahun 19971999 turun menjadi 57 orang atau 11,5 peresen. Saat reformasi, saat bangsa ini bertekad mewujudkan demokrasi yang lebih sehat, yaitu pada periode 1999-2004, Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 angka tersebut malah turun menjadi 45 orang atau hanya 9 persen. (wri.or.id/gender/index.php). Berbagai alasan dikemukakan oleh para pemimpin partai perihal penurunan keterwakilan perempuan di DPR. Pertama, partai politik kesulitan dalam merekrut anggota legislatif perempuan. Persoalan menghadang tidak hanya pada kuantitas tetapi juga kualitas calon. Alasan ini perlu kiranya dicurigai, karena jangan-jangan minimnya kader perempuan terkait dengan sistem pengkaderan partai yang memang tidak memberi tempat, perhatian, serta peluang pada perempuan. Kedua, partai politik mengaku sulit mengajak perempuan terlibat dalam wacana politik, apalagi mengajaknya terlibat dalam politik praktis. Pemimpin partai politik beralasan, banyak perempuan yang masih alergi dengan politik, karena mereka belum sadar politik. Tentu saja alasan terakhir ini tidak secara gampang bisa dipercaya. Sebaliknya, perlu ada kecurigaan ,jangan-jangan kesadaran politik pada perempuan tidak pernah muncul karena wilayah politik selama ini di klaim sebagai milik laki-laki. Rendahnya kesadaran politik, dengan demikian, bukan hanya kesalahan perempuan, tetapi merupakan kesalahan bersama, terutama kesalahan dalam mendefinisikan kata politik (Siti Musdah Mulia dan Anik Farida, 2005 : 16-18). Tabel 2. Jumlah Calon Anggota Legislatif Perempuan per-Provinsi Tahun 2009-20014 No Provinsi Jumlah 1. Nanggroe Aceh Darussalam 89 2. Sumatera Utara 213 3. Sumatera Barat 99 4. Riau 74 5. Kepulauan Riau 27 6. Jambi 49 7. Sumatera Selatan 123 Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 8. Bangka Belitung 29 9. Bengkulu 39 10. Lampung 118 11. DKI Jakarta 236 12. Jawa Barat 635 13. Banten 177 14. Jawa tengah 467 15. DI Yogyakarta 58 16. Jawa Timur 505 17. Bali 50 18. Nusa Tenggara Barat 64 19. Nusa Tenggara Timur 96 20. Kalimantan Barat 75 21. Kalimantan Tengah 35 22. Kalimantan Selatan 78 23. Kalimantan Timur 52 24. Sulawesi Utara 60 25. Gorontalo 31 26. Sulawesi Tengah 51 27. Sulawesi Selatan 151 28. Sulawesi Tenggara 40 29. Sulawesi Barat 26 30. Maluku 41 31. Maluku Utara 27 32. Papua 60 33. Papua Barat 27 Sumber: Harian Kompas, Senin 9Februari 2009. Dalam bidang pendidikan, diketahui bahwa perempuan yang buta huruf dua kali lebih besar daripada laki-laki (13,85 persen dan 6,26 persen). Demikian juga Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 dengan jenjang pendidikan yang ditamatkan. Pendidikan yang ditamatkan perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Perbedaan yang makin mencolok terlihat pada jenjang pendidikan tinggi (Sarjana), yaitu laki-laki 18,10 persen sedangkan perempuan 13,47 persen (Siti Musdah Mulia dan Anik Farida, 2005:25). Ini bisa kita lihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3. Pendidikan Calon Anggota Legislatif Periode 2009-2014 (dalam persen) No Pendidikan Laki-laki Perempuan 1 SLTA 13,2 21,2 2 Diploma 3,9 8,4 3 Strata-1 58,9 53,7 4 Strata-2 20 15 5 Strata-3 4 1,7 Sumber: Harian Kompas Senin 9 Februari 2009. Menganalisis lebih jauh data Komisi Pemilihan Umum (KPU), terlihat bahwa calon anggota legislatif perempuan yang diajukan oleh partai memiliki kualitas yang memadai dan tidak berbeda dengan laki-laki. Jumlah calon anggota legislatif perempuan yang berpendidikan sarjana sebanyak 53,7 persen, sedangkan jumlah lakilaki dengan pendidikan yang sama 58,9 persen. Masalah lainnya adalah secara internal kepartaian, meskipun partai politik adalah instrumen politik yang diharapkan mengembangkan demokratisasi, tetapi dalam rekruitmen partai politik pun, ternyata nuansa patriarki ini masih menguat. Sehingga amat menyulitkan kaum perempuan untuk berada pada posisi strategis dan pengambil kebijakan pada sebuah partai. Lebih banyak perempuan hanya di beri porsi mengurus posisi keperempuanan saja atau yang identik dengan dunia keperempuanan, dan dalam mekanisme selanjutnya maka akan menyulitkan bagi perempuan untuk tampil sebagai kandidat pemimpin. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Persoalan berikutnya adalah kemampuan secara finansial, juga sangat sedikit perempuan yang mempunyai kemandirian finansial sehingga mampu maju ke gelanggang dunia politik praktis seperti untuk maju menjadi pemimpin suatu daerah, yang tentunya memerlukan ongkos politik yang tidak sedikit. Menurut Syafiq Hasyim (2001 : 124), masalah perempuan dan politik di Indonesia terhimpun sedikitnya dalam empat isu: keterwakilan perempuan yang sangat rendah di ruang publik; komitmen partai politik yang belum sensitif gender sehingga kurang memberikan akses memadai bagi kepentingan perempuan; kendala nilai-nilai budaya dan interpretasi ajaran agama yang bias gender dan bias nilai-nilai patriarki; dan minat, hasrat, animo, para perempuan untuk terjun dalam kancah politik rendah; tapi untuk yang terakhir ini perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam. Dalam penelitian ini, alasan penulis untuk memilih Partai Keadilan Sejahtera sebagai objek penelitian adalah karena menurut penulis Partai Keadilan Sejahtera begitu fenomenal dalam perpolitikan Indonesia dan memainkan peran yang khas selaku partai yang berasaskan Islam. Dan partai ini menjadi menarik untuk diangkat dalam sebuah penulisan Tesis karena dalam banyak pemberitaan media, partai ini juga kerap menyuarakan isu-isu yang reformis dan moderat dengan penekanan pembangunan ekonomi dan akhlak. Partai Keadilan Sejahtera didirikan oleh orang yang berasal dari berbagai macam profesi, golongan maupun organisasi. Seperti Ulama dari pondok pesantren, alumnus Timur Tengah, Eropa dan Amerika, kalangan NU, Muhammadiyah, aktivis gerakan mahasiswa, pengusaha, petani, buruh, seniman, dan kaum profesional lainnya. Partai Keadilan Sejahtera, sebagaimana disebutkan pada AD/ART Pasal 1, didirikan di Jakarta pada hari Sabtu, tanggal 9 Jumadil Ula 1423 atau tanggal 20 April Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 2002. Dideklarasikan di Lapangan Monas Jakarta dihadapan sekitar 300.000 kader dan simpatisan partai. Sebelumnya partai ini bernama Partai Keadilan (PK) yang didirikan pada hari Senin tanggal 26 Rabiul Awal 1419H atau tanggal 20 Juli 1998 di Jakarta. Karena pada Pemilu 7 Juli 1999 tidak bisa meraih dukungan 2% (electoral thereshold), maka untuk memenuhi persyaratan mengikuti Pemilu 2004, Partai Keadilan melakukan fusi (penyatuan) dengan Partai Keadilan Sejahtera pada tahun 2002. Kemudian mengutip pendapat Dr. Greg Fealy dari tulisan Drs. Heri Kusmanto, M.A dan Warjio, S.S, M.A dalam “Strategi Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera” terdapat beberapa argumentasi dalam melihat fenomena Partai Keadilan Sejahtera. Dan menurut pendapat penulis terlepas dari pengaruh interpretasi yang subjektif namun masih dalam tahap yang wajar, argumentasi berikut dapat dijadikan acuan untuk penelitian penulis. Berikut kutipannya: “ Pertama, tidak seperti partai-partai Islam yang lain, Partai Keadilan Sejahtera mengambil sumber inspirasi ideologi dan organisasi utamanya dari luar negara dan menjadikan pemikiran Ikhwanul Muslimin di Mesir sebagai panduan”. “ Ketiga, Partai Keadilan Sejahtera adalah satu-satunya partai kader yang murni dalam politik Indonesia saat ini. Partai Keadilan Sejahtera memiliki proses rekruitmen yang khas dan ketat, melalui training, seleksi ahli yang dapat menghasilkan dengan komitmen yang tinggi dan disiplin. Secara amannya Ahli Jawatan Kuasa Partai Keadilan Sejahtera dan ahlinya yang terpilih di parlemen dipilih berasaskan pengabdian mereka melalui proses demokrasi dalam partai. “ Kelima, Partai Keadilan Sejahtera adalah partai yang sangat memperhatikan dan memperjuangkan ideologi yang dasar dibandingkan partai-partai besar lainnya. Di saat ramai partai-partai lain menamakan kurangnya perhatian mereka dalam hal nilai dan tujuan yang ingin dicapai, Partai Keadilan Sejahtera menunjukkan besarnya wacana dalam partai mengenai isu-isu yang bersifat konseptual dan doktrinal. Sejumlah buku, majalah, dokumen dalam halaman web yang dihasilkan oleh Partai Keadilan Sejahtera jauh melebihi apa yang dihasilkan oleh partai-partai lain”. Argumentasi selanjutnya penulis kutip dari Djony Edward dalam kata pengantar bagi bukunya “Efek Bola Salju Partai Keadilan Sejahtera” sebagai berikut: Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) hadir sebagai sebuah partai politik yang tampilannya berbeda dibandingkan dengan partai politik yang ada. Mengingat PKS sebagai partai politik tidak hanya mengedepankan aspek politis dalam sepak terjangnya, tapi juga menjadikan moral agama sebagai basis gerakannya. Sehingga tidak jarang PKS dijuluki sebagai partai politik dakwah atau partai politik yang tampilannya lebih dirasakan sebagai gerakan dakwah. Tahun 2004 mungkin menjadi salah satu momentum yang paling mengesankan bagi aktivis Partai Keadilan. Betapa tidak, sempat tidak lolos electoral threshold untuk ikut Pemilu 2004, namun justru menjadi “bintang” di pemilu 2004 setelah berubah menjadi PKS (sebelumnya bernama Partai Keadilan). Tidak saja aktivis PKS yang terhenyak atas fenomena PKS di 2004, namun public dan analis politik secara keseluruhan memberikan apresiasi atas prestasi PKS masuk dalam big seven pemenang pemilu 2004. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) adalah fenomena baru dalam kancah perpolitikan Indonesia. Ditengah euphoria parpol pasca reformasi, PKS menghadirkan prototype partai yang berbasis kader-ideologis. Sepanjang sejarah perpolitikan nasional, tidak banyak partai yang mampu menghadirkan konstruksi parpol yang berbasis kader ideologis. Mungkin parpol yang sejenis adalah Partai Komunis Indonesia di zaman Pemilu 1955. Yang menegaskan persamaan diantara keduanya adalah Partai Keadilan Sejahtera dan PKI memiliki landasan ideologi politik yang kuat serta penguatan dan konsolidasi internal yang rapi melalui proses pengkaderan yang sistematis. Banyak parpol lain yang hanya mengandalkan mobilitas dan kohesivitas nilai ideologis, namun melupakan proses pengkaderan. Akhir-akhir ini, mayoritas parpol yang lahir adalah parpol yang tidak memiliki keduanya. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Faktor kohesivitas ideologi dan konsolidasi kader yang sistemik itulah kemudian menjadikan PKS begitu fenomenal. Perolehan sekitar 7,3% suara nasional dan 48 kursi di DPR membawa PKS menjadi parpol yang cukup diperhitungkan dalam kancah perpolitikan nasional empat tahun terakhir ini. Selain faktor ideologis dan konsolidasi kader yang solid, menurut Irvan Mawardi dalam Menghitung Peluang PKS di Pemilu 2009, ada beberapa faktor yang mendukung kesuksesan PKS pada pemilu 2004 adalah, Pertama PKS lahir dan hadir ditengah masyarakat dengan performa dan aksesoris yang populis. Slogan “bersih dan peduli” begitu memikat apresiasi masyarakat terhadap PKS. Dalam kegiatannya, PKS mampu menghadirkan aktivitas sosial yang memikat masyarakat kelas bawah, seperti kegiatan pengobatan gratis, kerja bakti, dll. Faktor Kedua, terjadi simbiosis mutualisme antara performa PKS yang menawarkan gagasan dan aksi populis dengan akseptasi masyarakat akan hadirnya parpol yang baik dan konstruktif. Pemilu 2004 sesungguhnya menjadi klimaks kekecewaan masyarakat terhadap prestasi parpol dan politisi. Dalam posisi kekecewaan yang demikian, hadirlah parpol yang dengan performa seperti PKS. Faktor Ketiga, kondisi massa mengambang (floating mass) ketika pemilu 2004 masih cenderung aktif dan “idealis”. Mereka yang mengambang ini umumnya kelas menengah dan juga mayoritas dari kalangan grass root. Floating mass ketika itu masih meyakini akan ada perubahan yang signifikan pasca pemilu 2004. Oleh karenanya mereka mesti aktif dan menjatuhkan pilihan kepada parpol yang memiliki peluang untuk melakukan perubahan itu. PKS menjadi salah satu pilihan mereka. Keempat, performa PKS dalam melaksanakan cita-cita dakwah politik dan politik dakwah begitu memikat kaum ideologis-revivalis Islam. Kebanyakan kaum muslim kelas menengah yang mengalami “pubertas” nilai keislaman begitu terkesima dengan produk dan label keislaman yang ditampilkan PKS dalam berpolitik. Pubertas dalam Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 konteks ini adalah muslim yang sempat kehilangan orientasi keislaman dan menemukan kembali nilai Islam lewat inspirasi yang bersifat simbolik. Mereka kemudian banyak yang meyakini bahwa ini PKS akan meniscayakan bangkitnya kekuatan politik Islam di Indonesia pasca bubarnya Masyumi. Kelima, PKS dalam mengelola dakwah yang berbasis politik masih cukup bisa diterima dikalangan semua elemen Islam di Indonesia, baik Islam radikal maupun moderat. Hal ini nampak dari barisan pengurus dan simpatisan kader PKS merepresentasikan unsur Muhammadiyah, NU, Majelis Mujahidin, dll (http://irvanogie.wordpress.com/2008/menghitungpeluangpksdipemilu2009/mengapapksbegit ufenomenal/id). Sementara itu kontribusi perempuan dalam mendongkrak suara partai ini sangat signifikan. Dengan memakai pembedaan kategoris Kaase dan Marsh (1979: 41) tentang partisipasi politik konvensional dan non-konvensional, terlihat betapa krusialnya peran perempuan dalam perjalanan politik PKS. Sensus BPS tahun 2000 menunjukkan bahwa 51%penduduk Indonesia adalah perempuan. Bisa diasumsikan bahwa dari 84% voter Pemilu 2004, perempuan mungkin saja lebih banyak ketimbang laki-laki. Secara konvensional, partisipasi politik kader perempuan PKS jelas tidak bisa dipungkiri, mengingat mereka tidak saja aktif di hari H pencoblosan, tapi juga berkampanye secara massif untuk menarik pemilih baru sesuai target yang ditentukan (Yusuf, 2003:41). Menurut Nursanita Nasution, anggota parlemen perempuan dari PKS, setiap kader perempuan sadar betapa krusialnya waktu lima menit di dalam bilik suara, dan karenanya mereka diniscayakan untuk mempengaruhi masyarakat agar memilih partai dakwah ini. Menurut Burhanuddin ( 2008 : 86) secara non-konvensional, kader perempuan PKS juga aktif melakukan mobilisasi konsensus dan aksi dalam berbagai demonstrasi Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 yang rajin di gelar oleh partai. Sistem sel kaderisasi partai melalui usrah juga tidak bisa mengetepikan peran kader perempuan. Dengan kata lain, PKS banyak berhutang budi kepada perempuan. Secara internal, hanya 4 perempuan yang menjadi pengurus DPP PKS dari total sekitar 56 pengurus. Itupun keempat-empatnya dikumpulkan di Departemen Kewanitaan. Majelis Syuro PKS juga didominasi laki-laki. Komposisi perempuan di lembaga-lembaga internal partai seperti Dewan Syariah, Majelis Pertimbangan Partai, serta pengurus DPW, dan lain-lain tidak jauh berbeda atau ratarata representasi mereka di bawah 10%. (Sumber: http://islamlib.com/id). Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk memilih PKS sebagai objek penelitian. Dan PKS mewakili seluruh partai yang ada di Indonesia, untuk melihat keterwakilan politik perempuan di Parlemen. 1.2 Perumusan Masalah Dari fenomena yang telah penulis kemukakan diatas, maka penulis mengambil permasalahan utama yang akan menjadi bahan analisa penulis yaitu: 1. Bagaimana partisipasi politik perempuan di Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan dilihat dari tingkat keterwakilannya? 2. Faktor-faktor yang menjadi penyebab rendahnya tingkat Keterwakilan Perempuan Partai Keadilan Sejahtera di Kota Medan? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Partisipasi Politik Perempuan di Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan dilihat dari segi keterwakilannya. Deskripsi partisipasi politik dimaksud meliputi : peran memberikan pendidikan politik, peran menyampaikan aspirasi dan peran memberikan dukungan untuk menjadi praktisi politik serta hasil akhirnya yaitu yang berhasil duduk di parlemen. Adapun Manfaat Penelitian adalah: Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Penelitian tentang partisipasi politik perempuan di Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan ini diharapkan dapat memberi beberapa manfaat, antara lain: 1. bagi pemerhati perempuan sebagai informasi dan data dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. 2. bagi partai politik sebagai bahan rujukan dalam melakukan pendidikan politik kepada perempuan. 3. bagi pengambil kebijakan dalam merumuskan dan merancang strategi untuk memberdayakan dan mencerdaskan perempuan dalam bidang politik. 1.4 Kerangka Teori Secara teoritis, keterwakilan memiliki empat sifat: Pertama, seseorang mempresentasikan nilai atau kepercayaan tertentu yang umumnya di wadahi dalam suatu partai politik. Kedua, geografis, seseorang mewakili konstituen dalam lokal wilayah tertentu. Ketiga, fungsional, seseorang mempresentasikan kepentingan dari suatu kelompok tertentu. Keempat, sosial yang merupakan bentuk representasi identitas kelompok tertentu. Secara garis besar, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta aktif dalam kehidupan politik. Kegiatan itu mencakup tindakan-tindakan seperti memberikan suara dalam pemilu, menghadiri rapat politik, menjadi anggota suatu partai politik, dan lain sebagainya. Substansi partisipasi politik tidak lepas dari proses sosialisasi politik, pendidikan politik, dan rekruitmen politik. Sosialisasi politik perempuan adalah proses penanaman nilai-nilai dan pembentukan sikap dan pola tingkah laku politik perempuan. Pendidikan politik menyangkut proses seseorang diperkenalkan dengan sistem politik, sedangkan rekruitmen politik adalah suatu proses saat mana suatu partai politik mencari anggota perempuan yang berbakat untuk menjadi kader pengurus atau menjadi calon legislatif Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 dari partai politik itu. Perempuan yang terjun ke dalam kegiatan politik dan mendapat jabatan politik dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah perempuan yang memperoleh jabatan politik karena mereka memiliki hubungan dengan laki-laki tertentu. Misalnya suaminya eksekutif, sang istri duduk di dewan. Ayahnya duduk di legisaltif, putrinya di kader untuk duduk di legislatif. Ayahnya memiliki reputasi sosial politik sehingga putrinya di anggap dan di posisikan cukup mampu menjadi anggota dewan. Kelompok kedua adalah perempuan yang terjun ke dunia politik setelah bebas tugas dalam membesarkan anak-anaknya. Hal itu menyebabkan usia karir politiknya lebih pendek. Kelompok ketiga adalah perempuan yang dalam usia muda 30-an terjun dalam politik. Biasanya mereka telah cukup lama aktif dalam dunia ormas, LSM atau organisasi ekstra kampus. Mereka inilah yang termasuk jenis politisi perempuan profesional karir yang jumlahnya paling sedikit akibat proses sosialisasi, pendidikan, dan rekruitmen politik perempuan yang tidak berakar dan berjalan secara sistematis. Akibat dari rendahnya keterwakilan perempuan dan keberadaan perempuan dalam lembaga publik atau lembaga-lembaga politik, dapat diartikan pula sebagai masih kurangnya perempuan terlibat dalam struktur kekuasaan dan proses pengambilan keputusan dalam perumusan kebijakan, pembahasan dan penentuan prioritas program pembangunan. Hal tersebut dapat dianalogkan bahwa pengalokasian sumber dan perolehan hasil/manfaat pembangunan yang tidak dibagi secara adil dan merata, terutama yang menyangkut kepentingan dan kebutuhan perempuan. Sejauh ini dapat dikatakan kontribusi kaum perempuan terhadap pembentukan konstitusi demokratik dan kebijakan penting lainnya tidak banyak. Salah satu sebabnya juga adalah kurangnya kemampuan perempuan mengartikulasikan masalahmasalah tersebut kepermukaan apalagi mendesakkan masalah dan kepentingan itu Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 kepada pengambil keputusan dan mengontrol pelaksanaannya. Hal ini disebabkan antara lain karena rendahnya partisipasi dan representasi politik perempuan baik dalam tataran politik formal maupun informal. Kondisi ini kemudian berkontribusi kepada rendahnya akses, partisipas dan representasi perempuan dalam proses pengambilan keputusan-keputusan penting di negeri ini (Buku Panduan Kesadaran Bernegara, 2006). Selain rendahnya representasi atau keterwakilan perempuan dalam kehidupan politik dalam arti jumlah atau kuantitas, maka ada gambaran lain yang melengkapinya yakni persoalan kualitas. Partisipasi mereka di bidang politik selama ini, jika memang itu ada, hanya terkesan memainkan peran sekunder. Mereka hanya di lihat sebagai pemanis atau penggembira, dan ini mencerminkan rendahya pengetahuan mereka di bidang politik. Bisa di amati bahwa betapa sedikitnya politisi atau tokoh perempuan yang mempunyai pengetahuan yang luas mengenai berbagai persoalan publik yang dihadapi masyarakat. Dalam situasi seperti itu maka tidaklah terlalu mengherankan jika banyak kebijakan politik dan ekonomi yang dihasilkan tidak memperhitungkan kepentingan perempuan. Berbagai kebijakan politik dan ekonomi di masa lalu memperlihatkan dengan jelas betapa perempuan menanggung beban paling berat atas nama pembangunan nasional yang merupakan perpaduan antara proses pembangunan ekonomi dan pentingnya stabilitas politik (Soetjipto,2005). Menurut Soetjipto (2005:27) walaupun, saat ini hak-hak politik bagi perempuan sudah banyak diakui, namun adanya hak-hak politik tersebut tidak menjamin adanya pemerintahan/sistem politik yang demokratis di mana azas partisipasi, representasi dan akuntabilitas di beri makna yang sesungguhnya. Ini artinya, adanya keterwakilan perempuan didalamnya, dan berbagai kebijakan yang muncul yang memiliki Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 sensitivitas gender, tidak serta merta terwujud meskipun hak-hak politik perempuan sudah diakui. 1.5 Kerangka Pemikiran Pada setiap penelitian, selalu menggunakan kerangka pemikiran sebagai alur dalam menentukan arah penelitian. Hal ini untuk menghindari terjadinya perluasan pembahasan yang menjadikan penelitian tidak terarah/terfokus. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada gambar di bawah ini. Partisipasi Politik Perempuan Bentuk dan Tingkatan Keterwakilan Politik Perempuan serta Faktor rendahnya Keterwakilan Perempuan Strategi Meningkatkan Keterwakilan Perempuan Gambar 1. Alur Pemikiran Permasalahan Penelitian 1.6 Pengalaman Lapangan Banyak suka dan duka yang penulis rasakan dalam menyelesaikan penulisan Tesis ini. Dari awal penulisan, dalam proses pengumpulan data, lalu melakukan wawancara dengan informan, sampai akhirnya selesai melakukan penelitian. Proses bimbingan dengan dosen dijalani selama lebih kurang 6 (enam) bulan hingga menjelang ujian Seminar Hasil. Alhamdulillah semua berjalan lancer, walaupun ada Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 hambatan-hambatan yang penulis rasakan dalam pengerjaan Tesis ini. Dalam penulisan Tesis ini penulis dibantu oleh 2 (dua) orang dosen pembimbing yang sangat banyak membantu. Orang tua yang selalu mendoakan dan mendukung penulis. Serta teman-teman yang juga selalu memberikan dorongan motivasi agar tetap semangat. Pengalaman yang penulis dapatkan ketika melakukan penelitian juga banyak. Pengalaman yang sangat mengesankan ketika bertemu dengan Ketua Umum DPD PKS Kota Medan Bapak Surianda Lubis S. Ag yang juga menjabat sebagai anggota DPRD Kota Medan. Dan informan-informan lain yang juga sangat banyak membantu dalam menyelesaikan Tesis ini. Wawancara dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti melalui telepon. Ini disebabkan karena para informan juga mempunyai kesibukan lain dalam pekerjaannya. Sehingga informan sulit untuk ditemui secara langsung dikarenakan masalah waktu. Walaupun begitu penulis tidak putus asa, dan menganggap itu semua sebagai pengalaman yang tidak akan terlupakan. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, prilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik (Wikipedia Indonesia, ensiklopedi bebas berbahasa Indonesia). Istilah politik berasal dari Bahasa Yunani Polis yang artinya kota atau negara, yang kemudian muncul kata-kata polities yang artinya warga negara dan kata politikos yang artinya kewarganegaraan. Politik adalah seni tentang kenegaraan yang dijabarkan dalam praktek di lapangan, sehingga dapat dijelaskan bagaimana hubungan antar manusia (penduduk) yang tinggal disuatu tempat (wilayah) yang meskipun memiliki perbedaan pendapat dan kepentingannya, tetap mengakui adanya kepentingan bersama untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya. Penyelenggaraan kekuasaan negara dipercayakan kepada suatu badan / lembaga yaitu pemerintah. 2.1 Pengertian Partisipasi Kata partisipasi merupakan “hal tentang turut berperan serta dalam suatu kegiatan, keikutsertaan atau berperan serta. Peran politik terkait erat dengan aktivitasaktivitas politik; mulai dari peranan para politikus profesional, pemberian suara, aktivitas partai sampai demonstrasi. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Dalam pengertian umum, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik. Kegiatan ini dapat berupa pemberian suara dalam Pemilu, menjadi anggota suatu partai dan lain sebagainya. Dalam Ihromi, Kajian Wanita dalam Pembangunan (1995:491), Herbert McClosky mengatakan bahwa: Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum. Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson dalam Kajian Wanita dalam Pembangunan(1995:491) mengatakan: Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadipribadi dengan maksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh Pemerintah. Partisipasi dapat bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif. Partisipasi secara harfiah dimaknai sebagai pengambilan bagian atau pengikutsertaan (Echols, 1996:419). Jean-Jacques Rousseau dalam bukunya The Social Contract mengatakan, partisipasi sangat penting bagi pembangunan diri dan kemandirian warga negara. Melalui partisipasi individu menjadi warga publik, mampu membedakan persoalan pribadi dengan persoalan masyarakat. Hal ini ditegaskan pula oleh John Stuart Mill dalam Miriam Budiarjo (1982), bahwa tanpa partisipasi nyaris semua orang akan ditelan oleh kepentingan pribadi dan pemuasan kebutuhan pribadi mereka yang berkuasa. Di sini partisipasi dalam kata lain menjadi ukuran adanya kemandirian dan kedewasaan individu (warga) dalam melihat batasan antara kepentingan privat dan publik. Urusan publik memiliki hukum dan nilainya sendiri yang tidak bisa dicampur adukkan dengan urusan privat. Maka dari itu, penggunaan kekuasan untuk Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 kepentingan pribadi atau golongan dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang karena melukai partisipasi dan dan melanggar hukum publik. Dalam konteks ini, partisipasi menjadi fungsi demokrasi, agar kekuasaan selalu berorientasi pada publik. Tiada demokrasi tanpa partisipasi politik warga, sebab partisipasi merupakan esensi dari demokrasi. Bila suatu negara membatasi akses dan keterlibatan warganya dalam setiap pengambilan keputusan, maka demokrasinya belum dapat dikatakan berkembang secara baik. Adanya kebebasan rakyat dalam menjalankan partisipasi politik menjadi ukuran elementer, untuk melihat eksistensi demokrasi dalam suatu negara. Demokrasi sebagai suatu sistem politik berupaya untuk memberikan wadah seluas-luasnya kepada rakyat untuk turut berpartisipasi atau ikut serta secara politik dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kekuasaan yang otoriter, fasis dan anti demokrasi biasanya menenggelamkan adanya partisipasi politik warga. Urusan kekuasaan disederhanakan hanya sebatas milik para elite politik. Sedangkan rakyat dikondisikan ke arah apatisme. Apatisme sebenarnya merupakan produk sosial, ekonomi dan pengaturan politik tertentu. Seperti di masa orde baru, berbagai regulasi digunakan untuk membungkam partisipasi politik rakyat. Rakyat tidak bebas berekspresi dan berorganisasi. Adanya perbedaan pendapat, kritik dan protes massa dikendalikan dengan teror, kekerasan dan bentuk-bentuk represi lainnya, serta menjadi subjek dalam menentukan arah masa depan societynya. Menurut Samuel P. Huntington dan Joan Nelson dalam bukunya Partisipasi Politik di Negara Berkembang (1994 : 4), partisipasi politik adalah kegiatan warga (privat citizen) yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang bertujuan mempengaruhi keputusan oleh pemerintah. Partisipasi ini dapat bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 efektif atau tidak efektif. Partisipasi mencakup kegiatan-kegiatan, bukan mencakup sikap-sikap. Sementara para ahli lain mendefinisikan partisipasi politik mencakup orientasi-orientasi para warga negara terhadap politik, serta prilaku politik mereka yang nyata. Hal ini dapat terwujud dalam pengetahuan tentang politik, persepsipersepsi tentang relevansi politik yang semua ini berkaitan dengan tindakan politik. Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan. Termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan, serta merupakan kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan warga secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah. Menurut Hasyim di antara peran politik perempuan yang dimaksud adalah: peran memberikan suara pada pemilihan, peran untuk menjadi anggota legislatif / parlemen; dan peran menjadi pemimpin tertinggi dalam suatu pemerintahan atau Presiden. Sementara menurut Fanin peran perempuan dalam politik dapat dikelompokkan kepada tiga peran; pertama, peran normatif: peran memilih atau dipilih dalam suatu proses Pemilihan Umum; perempuan memperoleh hak-hak politiknya untuk memilih atau dipilih setelah kemerdekaan yaitu dalam Pemilu 1955; kedua, peran aktif: sebagai fungsionaris partai politik atau sebagai anggota legislatif; dan ketiga, peran pasif: turut berpartisipasi dalam mengontrol jalannya pembangunan. 2.2 Pengertian Politik Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Disamping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain: • Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles). • Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara. • Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat. • Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik. (http://www.pelita.or.id/baca.php?id=13353). 2.3 Pengertian Partisipasi Politik 1. Dari Wikipedia, partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan. 2. Dari Wikipedia (2), partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah. 3. Menurut Michael Rush dan Phillip Althoff dalam bukunya Pengantar Sosiologi dan Politik, 1993: 23, partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik. 4. Menurut Ramlan Surbakti dalam bukunya Memahami Ilmu Politik, 1984: 140 bahwa partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa dalam Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi kehidupannya. Berdasarkan 4 definisi partisipasi politik diatas, maka penyusun dapat menarik satu definisi tentang partisipasi politik, yaitu keterlibatan warga negara dalam membuat keputusan, melaksanakan keputusan, mempengaruhi proses pengambilan keputusan, mempengaruhi kebijakan pemerintah termasuk yang berkaitan dengan keterlibatan aktif maupun keterlibatan pasif setiap individu dalam hierarki sistem politik. Dalam bukunya partisipasi dan partai politik, Miriam Budiarjo (1998 : 9) mengartikan partisipasi politik sebagai kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup pemberian suara lewat pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contracting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya. Sementara Milbrath dan Goel membedakan partisipasi menjadi beberapa teori. Pertama adalah apatis, yaitu orang yang menarik diri dari proses politik. Kedua adalah spektator, yakni orang yang setidak-tidaknya pernah ikut dalam pemilihan umum. Ketiga adalah gladiator, yaitu orang-orang yang secara aktif terlibat dalam proses politik yakni sebagai komunikator dengan tugas khusus mengadakan kontak tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye serta aktivis masyarakat. Keempat adalah pengkritik, yaitu orang yang berpartisipasi dalam bentuk yang tidak konvensional (Sastroatmodjo, 1995 : 74 – 75). Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Goel dan Olsen dalam Sastroatmodjo (1995 : 77) menjelaskan partisipasi sebagai dimensi utama kehidupan stratifikasi sosial. Menurut mereka partisipasi dibagi dalam enam lapisan yakni pemimpin politik, aktivitas politik, komunikator (orang yang menerima dan menyampaikan ide-ide, sikap dan informasi politik lainnya pada orang lain), warga negara marjinal (orang yang sedikit melakukan kontak dengan sistem politik) dan orang-orang yang terisolasi (orang yang jarang melakukan partisipasi politik). Partisipasi berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi Pertama, partisipasi yang bersifat sukarela (otonom). Kedua, atas desakan orang lain (mobilisasi). Hal ini senada dengan pendapat Nelson yang menyatakan dua sifat partisipasi yakni autonomous partisipation (partisipasi otonom) dan mobilized partisipation (partisipasi yang dimobilisasi). Partisipasi politik adalah kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa baik secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum. Myron Wiener dalam Huntington (1994 : 10) menekankan “ sifat sukarela dari partisipasi (tidak ada pemaksaan) dan mengemukakan menjadi anggota organisasi atau menghadiri rapat umum atas perintah pemerintah, tidak termasuk (partisipasi politik)”. Dari pengertian ini maka, partisipasi dalam bentuk apapun yang dilakukan oleh para aktifis perempuan pada hakekatnya adalah usaha menggali dan memberdayakan potensi-potensi yang dimiliki oleh perempuan. Secara umum partisipasi tidak hanya pada bidang politik akan tetapi dalam segala bidang kehidupan. Perempuan mempunyai hak dan kewajibannya untuk ikut serta atau berpartisipasi aktif, hanya saja karena selama ini terjadi kesenjangan antara kaum laki-laki dan perempuan yang diakibatkan oleh produk-produk kebijakan yang bias gender. Sehingga dibutuhkan Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 perjuangan keras dan keseluruhan dari segenap perempuan dalam segala lini, terlebih pada lini politik, karena sangat berpengaruh terhadap produk kebijakan. Menurut Lester dalam “ Political Participation” (http://www.pelita.or.id/baca.php?id=13353) menyebutkan adanya dua orientasi dalam partisipasi politik berhubungan dengan proses politik yaitu: partisipaasi politik yang berhubungan pada output proses politik (disebut partisipasi pasif) dan pada input proses politik (disebut partisipasi aktif), dimana aktifitas individu atau kelompok yang berkenaan dengan masukan-masukan proses pembuatan kebijakan. Dalam partisipasi politik berlaku proses-proses politik yang harus dipahami dan diikuti, baik laki-laki ataupun perempuan. Yang dikatakan oleh David Easton, proses politik adalah merupakan interaksi diantara lembaga-lembaga pemerintah dan kelompok-kelompok sosial. Hal ini menunjukkan, politik tidak hanya aktifitas yang ada pada tingkat elite tetapi melihat sudut pandang yang lebih pluralistic, yang menyertakan analisis pada aktifitas-aktifitas berbagai kelompok yang terorganisir diluar pemerintahan dengan memberikan penekanan pada individu-individu, kepentingan-kepentingan bersama dan nilai normatif. Sehingga berpartisipasi tidak sekedar ikut-ikutan tanpa tujuan dan arah yang jelas bagi setiap anggota, akan tetapi dalam proses partisipasi keterlibatan secara aktif mental, emosi dan prilaku untuk memperoleh sesuatu yang diharapkan menjadi bagian yang terpenting. Partisipasi politik perempuan saat ini semakin dibutuhkan dalam upaya pengintegrasian kebutuhan gender dalam berbagai kebijakan publik dan menggolkan instrumen hukum yang sensitif gender yang selama ini terabaikan dan banyak menghambat kemajuan perempuan di berbagai sektor kehidupan. Dalam konteks negara, partisipasi politik rakyat adalah keterlibatan rakyat secara perseorangan (privat citizen) untuk mengerti, menyadari, mengkaji, melobi dan Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 memprotes suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan tujuan mempengaruhi kebijakan agar aspiratif terhadap kepentingan mereka. Dari ilustrasi diatas, partisipasi rakyat bisa dipahami sebagai keterlibatan rakyat dalam pengertian politik secara sempit hubungan negara dan masyarakat (dalam bingkai governance) dan juga politik secara luas. Sedangkan politik secara luas yaitu semua bentuk keterlibatan masyarakat untuk mempengaruhi ataupun melakukan perubahan terhadap keputusan yang diambil. Partisipasi politik rakyat sebenarnya adalah tema sentral dari proses demokratisasi. Dalam kerangka inilah masyarakat bisa berperan aktif. Lebih lanjut Huntington dan Nelson (1994 : 16 – 19) menjelaskan bahwa partisipasi politik dapat terwujud dalam berbagai bentuk kegiatan atau prilaku yakni : 1. Kegiatan pemilihan mencakup suara, sumbangan-sumbangan untuk kampanye, mencari dukungan, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan. Ikut dalam pemungutan suara adalah bentuk partisipasi yang jauh lebih luas dibandingkan dengan bentuk-bentuk partisipasi lainnya. 2. Lobbying, mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik dengan maksud mempengaruhi keputusan-keputusan mereka mengenai persoalan yang menyangkut kepentingan umum. 3. Kegiatan organisasi, menyangkut partisipasi sebagai anggota dalam suatu organisasi yang tujuan utamanya adalah mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. 4. Mencari koneksi (contacting) merupakan tindakan perseorangan yang ditujukan terhadap pejabat pemerintah dengan maksud memperoleh manfaat bagi satu orang atau sekelompok orang. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 5. Tindak kekerasan (violence), sebagai suatu upaya untuk mempengaruhi keputusan pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap orang atau benda. Oleh karena itu kekerasan biasanya mencerminkan motivasimotivasi yang lebih kuat. Kekerasan dapat ditujukan untuk mengubah pimpinan politik, mempengaruhi kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah atau merubah sistem politik (revolusi). Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat telah berkomitmen secara tegas memberi pengakuan yang sama bagi setiap warganya, baik itu perempuan maupun laki-laki sama hak nya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa kecuali. Hakhak politik perempuan ditetapkan melalui instrumen hukum maupun dengan meratifikasi berbagai konvensi yang menjamin hak-hak politik tersebut. Undang – Undang RI No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 46 menyebutkan sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif dan sistem pengangkatan di bidang eksekutif dan yudikatif harus menjadi keterwakilan perempuan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Penegasan hak-hak politik perempuan dibuktikan dengan telah diratifikasinya Konvensi Hak-hak Politik Perempuan (Convention on the Political Rights of Women). Ketentuan dalam konvensi PBB tentang Hak-hak Politik Perempuan menjelaskan sebagai berikut: 1. Perempuan berhak untuk memberikan suara dalam semua pemilihan dengan syarat syarat yang sama dengan laki-laki, tanpa suatu diskriminasi. 2. Perempuan berhak untuk dipilih bagi semua badan yang dipilih secara umum, diatur oleh hukum nasional dengan syarat-syarat yang sama dengan laki-laki tanpa ada diskriminasi. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 3. Perempuan berhak untuk memegang jabatan publik, diatur oleh hukum nasional dengan syarat-syarat yang sama dengan laki-laki tanpa ada diskriminasi (lihat Perisai Perempuan, 1999). Konvensi Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of all forms of Discrimination Against Women) melalui UU No. 7 tahun 1984, Pasal 7 secara tegas juga mengatur hak-hak politik perempuan, yakni negara peserta konvensi wajib membuat peraturan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam kehidupan politik dan kehidupan kemasyarakatan negaranya. Selain itu, konvensi tersebut jugPa menjamin persamaan hak antara perempuan dengan laki-laki dalam hal: 1. hak untuk di pilih dan memilih 2. hak untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pemerintah dan implementasinya. 3. hak untuk memegang jabatan dalam pemerintahan dan melaksanakan segala fungsi pemerintahan di semua tingkat; dan 4. hak untuk berpartisipasi dalam organisasi / perkumpulan non pemerintah yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan politik. Di tegaskan oleh Moore (1988) bahwa salah satu ciri yang penting dari kedudukan perempuan dalam masyarakat ialah mereka adakalanya mempunyai kekuasaan politik tetapi tidak mempunyai kekuatan, legitimasi, dan otoritas. Dalam banyak sistem politik di dunia sekarang ini, perempuan mempunyai kekuasaan politik, misalnya mereka mempunyai hak suara. Akan tetapi, mereka kurang memiliki otoritas yang nyata dalam menjalankan kekuasaan tersebut (Moore, 1988;134). 2.4 Teori Sosiologi tentang Wanita Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Pada bagian ini akan mencoba untuk menjelaskan tentang perkembangan pemikiran dan pergerakan perjuangan kaum perempuan secara umum. Gambaran ini akan membantu untuk melihat posisi perkembangan pemikiran Islam tentang kaum perempuan. Untuk memahami gerakan kesetaraan yang diperjuangkan oleh kaum perempuan terlebih dahulu perlu diuraikan teori-teori sosiologi yang digunakan sebagai pendekatan terhadap studi tentang wanita. Bila kita membuka teksbook sosiologi apa saja pada saat sekarang ini, maka akan ditemukan bagaimana lapangan sosiologi terbagi kepada dua kubu yang berbeda yakni “fungsionalis” dan “konflik”. Kedua teori struktural-fungsional dan teori sosial konflik kelihatannya juga diterapkan dalam kajian tentang wanita. 2.4.1 Teori struktural fungsional Teori struktural-fungsional dapat ditelusuri pada pemikiran August Comte, yang menyatakan bahwa kehidupan manusia dapat dipelajari dengan menggunakan teknik-teknik yang diterapkan di dalam ilmu alam “Titik berat argumennya terletak pada asumsi bahwa terdapat suatu tatanan alamiah yang dengannya kehidupan manusia dapat dipahami. Pendekatan struktural fungsional ini adalah pendekatan teori sosiologi yang diaplikasikan dalam institusi keluarga. Keluarga sebagai sebuah institusi dalam masyarakat mempunyai prinsip-prinsip serupa yang terdapat di dalam kehidupan sosial masyarakat. Pendekatan ini mengakui adanya keragaman di dalam kehidupan sosial yang merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat dan keragaman pada fungsi sesuai dengan posisi seseorang pada struktur sebuah sistem. Metode fungsionalisme bertujuan untuk meneliti kegunaan lembaga-lembaga kemasyarakatan dan struktur sosial dimasyarakat. Metode ini berprinsip bahwa unsurunsur yang membentuk masyarakat mempunyai hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi; masing-masing mempunyai fungsi tersendiri terhadap masyarakat. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Menurut Comte, wanita “secara konstitusional” bersifat inferior terhadap lakilaki. Oleh sebab itu, Comte percaya bahwa wanita menjadi subordinat laki-laki begitu mereka menikah. Wanita tidak punya hak untuk bercerai, sebab mereka adalah semata-mata budak laki-laki manja. Comte menegaskan bahwa untuk menyusun tatanan masyarakat yang baik dan maju bagi Perancis, diperlukan otoritas patriarkat dan kediktatoran politik. Positivisme Comte adalah sebuah filsafat mengenai stabilitas yang berlandaskan pada keabadian tentang “kebenaran” unit keluarga. Herbert Spencer memperjelas analogi antara sosiologi dan biologi dengan dua macam analogi. Yang pertama adalah proses evolusi dari bentuk yang sederhana kepada bentuk yang komplek. Individu-individu di masyarakat, institusi-institusi sosial dan masyarakat itu sendiri berkembang dari yang sederhana kepada yang kompleks. Dalam kaitan ini wanita dianalisis dalam hubungan dengan “kedudukan” mereka di masyarakat: yakni fungsi mereka dalam keluarga. Keberadaan mereka di dalam keluarga serta peran sosial sebagai istri turut membantu mengikat keluarga sebagai sebuah unit, sedangkan laki-laki membuka hubungan ke luar. Dalam tulisan awalnya, Spencer memperjuangkan hak-hak laissezfaire bagi individu wanita, serta menyatakan bahwa sifat-sifat alamiah wanita tidak tetap, menurutnya, wanita memiliki hak untuk bersaing secara bebas dengan laki-laki. Begitupun ia menyarankan wanita untuk tidak bersaing dengan laki-laki. Analogi kedua adalah membandingkan organisme masyarakat dengan organisme individu, yakni kedua organisme tersebut tumbuh menjadi besar yang menjadikan keduanya lebih kompleks dan terjadi perbedan. Proses perbedaan yang lebih lanjut dalam struktur organisasi dibarengi dengan proses perbedaan dalam fungsi. (http://www.duniaesai.com/gender/gender2.html11/23/2007). Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Sosiolog lainnya adalah Emile Durkheim yang menegaskan bahwa individu merupakan ekspresi dari kolektivitas tempat individu tersebut berada. Tanggung jawab setiap individu diberikan oleh masyarakat itu sendiri, namun kesadaran kolektivitas akan tetap melekat dalam setiap individu. Durkheim menerapkan teori tentang pembagian kerja dalam masyarakat. Sifat-sifat alamiah wanita yang inhern menciptakan suatu pembagian kerja, hierarki, dan otoritas laki-laki dan struktur moralitas. Sifat-sifat alamiah tersebut menempatkan perempuan dibawah kontrol logis kaum laki-laki dalam keluarga patriarkhat dan struktur sosial. Durkheim membincangkan perempuan dalam dua konteks tempat yakni dalam konteks positif perkawinan dan keluarga dimana wanita memainkan peran tradisional yang fungsional terhadap keluarga; dan dalam konteks negatif bunuh diri, perceraian dan seksualitas. Dalam keluarga, laki-laki memegang otoritas sebab keluarga membutuhkan seorang pemimpin, karenanya wanita tidak mempunyai wewenang terhadap laki-laki. Pengaruh fungsionalisme dapat ditemui dalam pemikiran Feminisme Liberal. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap teori politik liberal yang pada umumnya menjunjung nilai-nilai otonomi, persamaan dan nilai moral serta kebebasan individu, namun pada yang sama dianggap mendiskriminasikan kaum perempuan. Asumsi dasar feminisme liberal ini bertumpu pada pandangan bahwa kebebasan persamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Kerangka kerja feminis liberal dalam memperjuangkan persoalan masyarakat tertuju pada kesempatan yang sama dan hak yang sama bagi setiap individu, termasuk didalamnya kesempatan dan hak kaum perempuan. Kesempatan dan hak yang sama antara lakilaki dan perempuan ini penting bagi mereka dan karenanya tidak perlu membedakan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Asumsinya, karena perempuan adalah makhluk rasional. Oleh sebab itu ketika mempersoalkan keterbelakangan kaum perempuan, feminisme liberal beranggapan bahwa hal itu disebabkan oleh kesalahan mereka sendiri. Dengan kata lain bila sistem sudah memberikan kesempatan yang sama kepada laki-laki dan perempuan maka jika kaum perempuan tidak mampu bersaing dan kalah, yang perlu disalahkan adalah kaum perempuan sendiri. Seperti halnya filsafat eksistensialisme, feminisme liberal memberikan landasan teoritis akan persamaan wanita dalam potensi rasionalitasnya dengan pria. Untuk itu perempuan harus dipersiapkan agar mampu bersaing dengan bebas melalui program-program yang dapat meningkatkan taraf hidup kelurga serta kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan kemampuan perempuan supaya mampu berpartisipasi dalam pembangunan. Feminisme liberal tidak pernah mempertanyakan diskriminasi akibat ideologi patriarki. Salah satu pengaruh feminisme liberal ini terefleksi dalam program global yang disebut Women in Development. Menurut mereka keterbelakangan kaum perempuan adalah akibat dari sikap irrasional yang berpangkal pada nilai-nilai tradisional dan kepasifan mereka dalam pembangunan. Oleh karena itu melibatkan kaum perempuan dalam industrialisasi dan program pembangunan dianggap sebagai cara untuk meningkatkan kaum perempuan. Menurut feminisme liberal, dasar hukum yang kuat diperlukan untuk menjamin persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Karenanya mereka memfokuskan perjuangan pada perubahan undang-undang yang dianggap mempertahankan sistem patriarkhat dalam keluarga. (http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_BI_Goal3.pdf.11/23/2007) Dalam tradisi feminisme liberal penyebab penindasan wanita diketahui karena kurangnya kesempatan dan pendidikan mereka secara individu maupun kelompok. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Cara pemecahan untuk mengubahnya yaitu menambah kesempatan-kesempatan bagi perempuan terutama melalui institusi-institusi pendidikan dan ekonomi. Landasan sosial bagi teori ini muncul selama revolusi Prancis. Perubahan-perubahan sosial besar-besaran tersebut menyediakan argumen politik maupun moral untuk gagsangagasan mengenai “kemajuan, kontrak, sifat dasar dan alasan” yang memutuskan ikatan-ikatan dan norma-norma tradisional. Asumsinya apabila perempuan diberi jalan yang sama untuk bersaing, mereka akan berhasil. 2.4.2 Teori Konflik Pemikiran Marx sangat dipengaruhi oleh filsafat Hegel dan ia menerapkannya pada hal-hal yang konkrit, yaitu sistem berpikir materialistis. Penindasan terhadap wanita di dalam keluarga menjadi sentral kritik. Suami sebagai kepala keluarga, mencari nafkah dan menghidupi keluarga diberikan posisi yang superior. Suami dalam keluarga adalah borjuis sedangkan istrinya mewakili proletariat. Marx mengkritik keberadaan perkawinan yang mempertahankan posisi dasar wanita sebagai barang kekayaan dia menyebut “sifat-sifat pembagian kerja” di dalam keluarga sebagai basis kekayaan dan ketidakadilan. Marx mengemukakan penindasan trhadap wanita dalam konteks faktor-faktor ekonomi yang membentuk struktur politik dan sosial serta kehidupan wanita di dalamnya. 2.5 Teori Gender Dalam pembahasan mengenai gender, termasuk kesetaraan dan keadilan gender dikenal adanya dua aliran atau teori yaitu: Teori Nurture dan Teori Nature. Namun demikian dapat pula dikembangkan satu konsep teori yang diilhami dari 2 konsep teori tersebut yang merupakan kompromistis atau keseimbangan yang disebut dengan teori equilibrium. Secara rinci teori-teori tersebut diuraikan sebagai berikut: Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 2.5.1 Teori Nurture Menurut teori Nurture adanya perbedaan perempuan dan laki-laki pada hakekatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan itu menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan kontribusinya dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Konstruksi sosial menempatkan perempuan dan laki-laki dalam perbedaan kelas. Laki-laki diidentikkan dengan kelas penindas (borjuis), dan perempuan sebagai kaum tertindas (proletar). Aliran Nurture melahirkan paham sosial konflik yang banyak dianut masyarakat sosial komunis yang menghilangkan strata penduduk (egalitarian). Paham sosial konflik memperjuangkan kesamaan proporsional (perfect equality) dalam segala aktifitas masyarakat seperti di DPR, Menteri, Gubernur, dan pimpinan partai politk. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibuatlah program khusus (affirmative action) guna memberikan peluang bagi pemberdayaan perempuan agar bisa termotivasi untuk merebut posisi yang selama ini didominasi oleh kaum laki-laki. Akibatnya sudah dapat di duga yaitu timbulnya reaksi negatif dari laki-laki yang apriori terhadap perjuangan tersebut. 2.5.2 Teori Nature Menurut teori Nature, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki adalah kodrat, sehingga harus diterima. Perbedaan biologis itu memberikan indikasi dan implikasi bahwa diantara kedua jenis tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. Ada peran dan tugas yang dapat dipertukarkan, tetapi ada yang tidak bisa karena memang berbeda secara kodrat alamiahnya. Perbedaan biologis diyakini memiliki pengaruh pada peran yang bersifat naluri (instinct). Perjuangan kelas tidak pernah mencapai hasil yang memuaskan, karena Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 manusia memerlukan kemitraan dan kerjasama secara struktural dan fungsional. Manusia, baik perempuan maupun laki-laki, memiliki perbedaan kodrat sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam kehidupan sosial ada pembagian tugas (division of labour) begitu pula dalam kehidupan keluarga. Harus ada kesepakatan antara suami isteri, siapa yang menjadi kepala keluarga dan siapa yang menjadi kepala rumah tangga. Dalam organisasi sosial juga di kenal ada pimpinan dan ada bawahan (anggota) yang masing-masing mempunyai tugas, fungsi, dan kewajiban yang berbeda dalam mencapai tujuan. Parson dan Bales berpendapat bahwa keluarga adalah sebagai unit sosial yang memberikan perbedaan peran suami dan isteri untuk saling melengkapi dan saling bantu membantu satu sama lain. Peranan keluarga semakin penting dalam masyarakat modern terutama dalam pengasuhan dan pendidikan anak. Keharmonisan hidup hanya dapat diciptakan bila terjadi pembagian peran dan tugas yang serasi antara perempuan dan laki-laki, dan hal ini di mulai sejak dini melalui “Pola Pendidikan” dan pengasuhan anak dalam keluarga. 2.5.3 Teori Equilibrium (keseimbangan) Di samping kedua teori tersebut maka terdapat kompromistis yang dikenal dengan keseimbangan (equilibrium) yang menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dan laki-laki. Pandangan ini tidak mempertentangkan antara kaum perempuan dan laki-laki, karena keduanya harus bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Hubungan laki-laki dan perempuan bukan dilandasi konflik otomatis, bukan pula struktural fungsional tetapi dilandasi kebutuhan kebersamaan guna membangun kemitraan yang harmonis, karena setiap pihak punya kelebihan sekaligus kekurangan, Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 kekuatan sekaligus kelemahan yang perlu diisi dan di lengkapi pihak lain dalam kerjasama yang setara. (http://psychemate.blogspot.com/2007/12/teori-gender.html ). 2.6 Bentuk dan Tingkatan Partisipasi Politik Perempuan Kendati berbagai perangkat hukum telah melegitimasi partisipasi politik perempuan sampai saat ini antara perempuan dengan dunia politik masih merupakan dua hal yang tidak mudah dipertautkan satu dengan lainnya. Hal ini dibuktikan dengan keterwakilan perempuan di panggung politik formal jumlahnya masih sangat rendah dibandingkan dengan laki-laki. Dunia politik selalu diasosiasikan dengan ranah publik yang relatif dekat dengan laki-laki, mengingat kehidupan sosial tidak bisa dipisahkan dari akar budayanya di mana mayoritas masyarakat di dunia masih kental dengan ideologi patriarki. Pentingnya partisipasi politik bagi perempuan disebabkan masalah partisipasi sangat berkaitan langsung dengan masalah-masalah lain. Menurut MacKinnon dalam (To Ward a Feminist Theory of the State : hal 215) mengatakan bahwa ketika hak politik terenggut maka hak-hak lainnya akan mengikuti (terenggut pula). Politik adalah ranah yang sangat fundamental bagi pemenuhan hak-hak lainnya. Hal ini mengingatkan kita akan pendapat yang mengatakan bahwa kekejaman politik adalah kekejaman yang paling menyengsarakan perempuan karena implikasi yang disebabkannya amat besar, yaitu dapat menggilas hak-hak perempuan di bidang lain seperti pendidikan, kesehatan, dan aktifitas sosial lainnya. Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya partisipasi perempuan di ranah publik adalah pemahaman masyarakat umum (mainstream) yang menganggap bahwa perempuan yang aktif dan luas bergaul dengan siapapun seringkali dimaknai secara peyoratif (merendahkan). Partisipasi politik menurut Pary G. Moyser G dan Day N adalah bentuk keikutsertaan dalam proses formulasi, pengesahan dan pelaksanaan Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 kebijakan. Bentuk nyata partisipasi ini adalah keterwakilan perempuan baik dilegislatif maupun eksekutif. Diharapkan pada kedua ranah kuasa ini, dapat terbentuk kebijakan atau peraturan yang sensitif terhadap relasi yang adil dan setara dibarengi dengan komitmen pelaksanaannya di lapangan. Untuk ikut serta dalam partisipasi politik guna mewujudkan keterwakilannya di parlemen, perempuan di tuntut untuk terjun pada dunia politik. Ada beberapa ruang partisipasi strategis yang dapat dimasuki oleh komunitas perempuan dalam era otonomi daerah. Pertama, partisipasi dalam perencanaan. Peran ini cukup penting untuk menjamin agar rencana-rencana pembangunan daerah nantinya benar-benar agresif dan benar-benar membela kepentingan masyarakat secara adil. Ruang-ruang partisipasi dalam hal ini antara lain dengan memberikan data-data kebutuhan obyektif masyarakat, memberikan pandangan kepada masyarakat untuk makin katif terlibat dalam proses perencanaan, memberikan kritik yang obyektif rasional terhadap rencana-rencana pembangunan daerah, di samping merumuskan sendiri program-program internal organisasi untuk pengembangan ke dalam maupun untuk partisipasi ke luar organisasi. Kedua, partisipasi dalam pengorganisasian. Dalam hal ini partisipasi itu dapat diwujudkan dalam bentuk sarana dan provokasi keterlibatan organisasi-organisasi non pemerintah dalam programprogram pembangunan daerah. Pemerataan keterlibatan lembaga-lembaga bisnis dalam pembangunan sarana-sarana umum sehingga menggairahkan partisipasi sekaligus memeratakan pendapatan masyarakat. Begitu pula keterlibatan lembaga ormas dan LSM dalam pengembangan dalam sisi social seperti keagamaan, pendidikan, ketenagakerjaan dan sebagainya. Kesemuanya itu harus di desakkan kepada pemerintah daerah dalam upaya menciptakan sinergi antara berbagai komponen daerah dalam pengorganisasian pembangunan di daerah. Ketiga, Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 partisipasi dalam pelaksanaan. Ini merupakan lanjutan dari kedua bentuk partisipasi sebelumnya. Pada dasarnya dalam pelaksanaan sector-sektor pembnagunan dapat dimasuki oleh peran komunitas perempuan. Namun demikian beberapa peran yang tampaknya lebih relevan antara lain dalam keagamaan, pendidikan, penanganan fakir miskin, yatim piatu dan berbagai kegiatan sosial lainnya. Beberapa ormas dan LSM perempuan tampaknya cukup memberi perhatian terhadap masalah konservasi lingkungan hidup. Di samping itu masalah kekerasan terhadap perempuan kiranya juga menuntut keterlibatan aktivitas komunitas perempuan, lebih-lebih masalah perjuangan kesetaraan gender yang secara kultural belum sepenuhnya bisa diterima oleh mayoritas komunitas. Keterlibatan dalam sektor sosial politik tampak juga mulai menjadi ruang yang dapat dimanfaatkan oleh komunitas perempuan untuk makin menjamin aspirasi dan suara perempuan dapat lebih didengar dan diakomodasikan. Dalam hal ini komunitas perempuan harus berani untuk melakukan bargaining politik agar dapat direkrut dalam jabatan-jabatan politik baik di birokrasi maupun di lembaga legislatif. Keempat, patisipasi dalam kontrol. Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Konsekuensinya, banyak kaum perempuan yang harus bekerja keras (Fakih, 1996). Hal ini tanpa disadari telah mendidik dan mengajarkan perempuan sebagai pengawas, membimbing dan pendidik dalam urusan domestik. Bila kemampuan ini dibawa ke dalam ranah politik, maka perempuan memiliki kelebihan di banding laki-laki. Antara lain dalam hal ketelitian dan kecermatan. Kelebihan ini akan sangat bermanfaat apabila digunakan untuk meneliti dan mencermati setiap tahapan proses pembangunan, baik itu dalam proses perencanaan, pengorganisasian maupun dalam pelaksanaan pembangunan. Dari Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 bentuk partisipasi yang dapat dilakukan oleh para aktifis perempuan bersamaan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 22 tentang Otonomi Daerah, merupakan hal signifikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya perempuan dalam berbagai segi kehidupan. Menurut Naqiyah dalam Otonomi Perempuan (2005 : 78), Partisipasi politik perempuan dapat dilihat dalam tiga aspek yaitu akses, kontrol, dan suara perempuan dalam proses pembuatan kebijakan (policy making process). Realitas menunjukkan bahwa dalam tiga aspek di atas keterlibatan perempuan Indonesia sangat kurang. Hal ini dapat dilihat bahwa hingga saat ini keterwakilan perempuan dalam arena politik sangat minim. 2.7 Partisipasi Politik Perempuan dalam Islam Untuk memahami peran politik perempuan, pada awalnya bisa dilihat dari penghargaan Islam kepada kaum perempuan yang tampak nyata pada realitas penerapan ajaran dan sejarah kaum muslimin sejak generasi pertama. Orang pertama yang mengimani kerasulan Muhammad SAW adalah Khadijah. Islam telah memberikan ketetapan mengenai kesamaan status kehambaan antara laki-laki dan perempuan. Berikut beberapa bagian dari kewajiban mereka sebagai hamba Allah. Mengenai persamaan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan dan menerima taklif keberagaman dan ibadah, Al-Quran menegaskan : Sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim, dan perempuan mukmin, lakilaki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang menjaga kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah telah menyediakan mereka ampunan dan pahala yang besar.QS. Al-Ahzab,(33):35 Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Pada dasarnya, pandangan kaum muslim mengenai perempuan yang berpolitik ini tidaklah tunggal. Maksudnya, perempuan yang berpolitik tidak bisa dilihat dari satu sisi saja. Karena suara perempuan juga diperlukan dalam urusan pemerintahan (politik). Karena masalah-masalah yang dihadapi perempuan, perempuan itu sendiri lah yang mengetahuinya. Setidaknya menurut penuturan Syafiq Hasyim ada tiga pendapat yang berkembang yang membicarakan perempuan di dunia politik. Yaitu Pertama, pendapat konservatif yang mengatakan bahwa Islam apalagi fiqih, sejak kemunculannya di Mekkah dan Madinah tidak memperkenankan perempuan untuk terjun ke ruang politik. Karena mereka menganggap bahwa tempat yang terbaik buat perempuan adalah rumahnya. Kedua, pendapat liberal progresif yang menyatakan bahwa Islam sejak awal telah memperkenankan konsep keterlibatan perempuan dalam bidang politik. Karena, mereka berpendapat bahwa istri Rasulullah juga aktif dalam urusan pemerintahan pada zaman itu. Ketiga, pendapat apologetis yang menyatakan bahwa ada bagian wilayah politik tertentu yang bisa dimasuki perempuan dan ada bagian wilayah tertentu yang sama sekali tidak boleh dijamah oleh perempuan. Wilayah yang sama sekali tidak boleh dimasuki oleh perempuan yaitu menjadi kepala negara (Presiden). Sedangkan yang boleh yaitu, hanya sebatas aktif di politik. Tapi tidak sampai menjadi kepala negara. Menurut kelompok ini, yang menjadi wilayah politik perempuan adalah menjadi ibu. Sungguhpun kita dapat melihat perbincangan mengenai perempuan dalam wacana fiqih politik yang menjadi rujukan untuk melihat perempuan dalam khasanah perpolitikan Islam, namun ruang itu terkesan berada pada tempat yang tidak strategis bahkan termarjinalkan. Dalam fiqih politik, misalnya, isu tentang lembaga-lembaga pemerintahan seperti Imamah, perwakilan, kementerian (wazir), dan sebagainya, terkesan lebih akrab dengan aktifitas laki-laki dibandingkan dengan aktifitas Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 perempuan. Argumentasi yang sering dipakai untuk menyerang “kelemahan perempuan” dalam kemampuannya berpolitik ini seringkali bersandar pada apa yang disampaikan oleh seorang Ulama bernama Wahab Az Zuhaili dalam Syafiq Hasyim, “Hal-hal yang tak terpikirkan tentang isu-isu Keperempuanan dalam Islam”, yang beranggapan bahwa politik membutuhkan kemampuan yang besar, yang tidak mungkin ditanggung oleh seorang perempuan, disamping perempuan tidak mungkin melakukan pekerjaan-pekerjan beresiko tinggi seperti berperang. Zuhaili yang mengemukakan ketidakbolehan perempuan untuk terlibat didunia politik, termasuk menjadi kepala negara adalah karena ia menjadi sandaran legitimasi dari hadist yang dikemukakan oleh Abu Bakrah: Lan yufliha qaumun wallahu amrahum imra’atan (Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan semua persoalannya kepada perempuan. 2.8 Hubungan Partai Politik dengan Partisipasi Politik Perempuan Partai politik merupakan salah satu faktor penting dalam proses pembentukan kekuasaan negara. Melalui partai politik lah berbagai kepentingan masyarakat akan diserap dan diadopsi dalam berbagai bentuk kebijakan negara yang dirumuskan oleh badan legislatif yang menjadi ranah formal dari berlakunya fungsi-fungsi partai politik. Syarbaini mendefinisikan partai politik sebagai kelompok anggota yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang mempersatukan dan dimotivasi oleh ideologi tertentu serta berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui Pemilu. Fungsi-fungsi partai politik dalam negara demokrasi adalah melaksanakan fungsi sosialisasi politik, rekruitmen politik, partisipasi politik, pemandu kepentingan, kontrol politik, dan sebagainya. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Hagopian menyatakan bahwa partai politik adalah suatu organisasi Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 yang dibentuk untuk mempengaruhi bentuk dan karakter kebijaksanaan publik dalam kerangka prinsip-prinsip dan kepentingan ideologis tertentu melalui praktek kekuasaan secara langsung atau partisipasi rakyat dalam pemilihan. Salah satu bentuk keterikatan primordial dalam partai adalah munculnya partaipartai Islam. Menurut Azra dalam Bahrul Ulum (2002), sebuah partai politik dapat dikatakan Islami apabila: 1. Partai menggunakan agama Islam sebagai dasar ideologi mereka. 2. Partai yang menggunakan Pancasila sebagai dasar ideologinya, tetapi pada saat yang sama menggunakan simbol-simbol Islam. 3. Partai yang basis massanya secara umum adalah muslim dan biasanya berhubungan erat dengan organisasi-organisasi sosio-religius-muslim. Dalam partai politik, seringkali perempuan dan kepentingannya yang berkaitan dengan perempuan diabaikan. Anggapan ini berangkat dari persoalan terkait perempuan bukanlah persoalan penting untuk dipecahkan, bahkan dianggap sebagai bukan persoalan. Pandangan di atas sebenarnya berangkat dari pemahaman atau budaya yang tidak peka terhadap keadilan relasi sebagai akibat dari partai politik yang merupakan produk kepentingan mayoritas laki-laki. Iklim partai politik yang cenderung mereduksi politik sebagai alat untuk mendapatkan kekuasaan tidak memiliki komitmen dan kepedulian terhadap persoalan-persoalan yang membutuhkan komitmen tinggi seperti persoalan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan. (www.ppiuk.org/pemilu04/ch8.php). Sekalipun ada divisi pemberdayaan perempuan dalam partai politik, tidak digunakan secara maksimal untuk mengangkat perempuan ke panggung politik. Suara perempuan dalam partai politik pun mengalami hambatan karena jumlahnya yang Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 sangat rendah, hingga mudah tersingkir oleh suara mayoritas (laki-laki). Intinya, tidak ada kesadaran tersendiri bahwa persoalan pemberdayaan perempuan merupakan persoalan yang berkaitan langsung dengan pembangunan dan kemajuan bangsa. Dengan demikian, keterwakilan perempuan dalam pemerintahan baik di lembaga eksekutif ataupun legislatif sangat penting. Keterwakilan perempuan di legislatif akan memudahkan akses bagi persoalan perempuan untuk mengawasi dan menyalurkan kebijakan-kebijakan yang masih tidak adil bagi hak-hak perempuan. Apabila perempuan masuk dalam lembaga-lembaga tersebut, mereka akan terlibat langsung dalam proses kebijakan sebagai pembuat keputusan (decision makers). Adanya irrelevansi (ketidaksesuaian) antara tingkat partisipasi politik perempuan dalam partai-partai islam dengan jumlah keterwakilan perempuan dilansir Burhanuddin karena penggunaan politik mar’atus shalihah (perempuan salehah). Perempuan salehah diartikan secara formal dan tekstual hanya perempuan yang menurut kepada suami, tinggal dirumah, segregasi seksual (pemisahan berdasar kelamin) di ruang publik, yang membagi dua kotak, yaitu kotak laki-laki dan kotak perempuan. Padahal jika merujuk praktik mar’atus shalihah pada masa Nabi tidaklah demikian. Para perempuan salehah masa itu ikut berperan aktif dalam kehidupan publik (sosial-politik-ekonomi) tanpa harus di cap sebagai perempuan tidak taat dan cap-cap negatif lainnya. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 2.9 Keterwakilan Politik Perempuan Perjuangan menggolkan keterwakilan perempuan bukan semata-mata memperjuangkan kuantitas saja, yang paling penting daripada itu adalah kualitas perempuan. Bagaimana perempuan dapat memiliki kepekaan dan komitmen untuk mewujudkan kesetaraan, keadilan, dan pemberdayaan perempuan. Ada beberapa alasan pentingnya keterwakilan perempuan dalam lembaga politik dan dalam pengambilan keputusan publik, yaitu: 1. Keterwakilan perempuan minimal 30% akan membuat perempuan lebih berdaya untuk terlibat dalam berbagai permasalahan yang tidak mendapat perhatian selama ini di Indonesia. Misalnya Angka Kematian Ibu yang tinggi, kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual dan pemerkosaan, dan sebagainya. 2. Keterwakilan perempuan 30% akan membuat perempuan lebih berdaya untuk memperjuangkan peningkatan kesejahteraan perempuan Indonesia yang masih rendah. 3. Keterwakilan perempuan minimal 30% akan membuat perempuan lebih berdaya untuk terlibat dalam pembuatan budget berperspektif gender. Penggunaan analisa berperspektif gender akan meningkatkan efektivitas kebijakan sehingga penggunaan uang publik juga akan memperhatikan perspektif gender tersebut. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Tipe yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hal ini dimaksudkan karena peneliti ingin mendapatkan gambaran yang lebih cermat, lengkap dan mendalam tentang objek penelitian, yang dalam hal ini tentang Partisipasi Politik Perempuan di Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Medan. Dan faktor penyebab rendahnya tingkat keterwakilan perempuan PKS di Kota Medan. 3.2 Definisi Konsep Yang dimaksud dengan partisipasi politik dalam penelitian ini adalah keterlibatan aktif perempuan di Partai Keadilan Sejahtera dalam membuat keputusan, mempengaruhi proses pengambilan keputusan, mempengaruhi kebijakan pemerintah termasuk yang berkaitan dengan keterlibatan aktif setiap individu (perempuan) dalam hierarki sistem politik khususnya di lembaga Legislatif. Pada hasil akhirnya akan di lihat jumlah keterwakilan perempuan Partai Keadilan Sejahtera yang berhasil duduk di Parlemen. 3.3 Penentuan Informan Untuk memperdalam analisis data yang berkaitan dengan Partisipasi Politik Perempuan di Partai Keadilan Sejahtera serta faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat keterwakilan perempuan dalam bidang politik di Partai Keadilan Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Sejahtera, maka akan dilakukan wawancara secara mendalam dengan informan yaitu anggota dan para pengurus di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan. Sebelum melakukan wawancara secara mendalam, maka penulis terlebih dahulu menetukan beberapa informan kunci sebagai sumber data. Informan kunci yaitu orag yang dianggap lebih mengerti dan mengetahui serta memahami pokok permasalahan yang akan digali. Informan kunci yang paling utama adalah para pengurus di DPD PKS Kota Medan. Selain itu, penulis juga akan mewawancarai beberapa pengurus dari DPC dari Medan Johor. Untuk memperkuat data yang diinginkan dalam penelitian ini, maka wawancara yang dilakukan tidak dibatasi hanya pada pengurus perempuan saja, tetapi juga pengurus laki-laki. Informan yang dipilih, adalah informan yang sesuai dengan permasalahan yang penulis ambil. Jumlah informan yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 15 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel profil informan di bawah ini. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 3.4 Teknik Pengumpulan Data Beberapa bentuk kegiatan atau teknis untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut: • Wawancara mendalam (depth interview). Untuk mendapatkan data, maka penulis akan melakukan wawancara mendalam dengan berbagai informan berdasarkan pedoman wawancara. Hal – hal yang akan ditanyakan seperti: bagaimana sebaiknya cara yang paling tepat untuk meningkatkan keterwakilan perempuan, pandangan PKS terhadap partisipasi politik perempuan, bagaimana kondisi politik sekarang kaitannya dengan perempuan, bagaimana dengan kuota 30% bagi perempuan di Parlemen. • Studi dokumentasi / pengumpulan data dalam bentuk dokumen tertulis. Data yang dimaksud bisa merupakan undang-undang, peraturan, kliping koran, hasil studi / riset, pernyataan, teori yang relevan, laporan serta bahan lain yang relevan. • Browsing dan clipping print. Untuk mendapatkan bahan yang lebih lengkap, maka penulis akan melakukan pencarian bahan penulisan melalui media Internet. 3.5 Teknik Analisis Data Teknik Analisis data dilakukan dengan cara sebagai berikut: data yang diperoleh dari lapangan, akan dikumpulkan dan diklasifikasikan (disusun), dan Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 disajikan serta di analisis (diinterpretasikan) sesuai dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif. 3.6 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Medan. Tepatnya di Dewan Pengurus Daerah (DPD) Partai Keadilan Sejahtera Jln. Bhayangkara No. 162 Medan. 3.7 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ini di jadwalkan mulai pada bulan Maret 2009. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan disajikan keseluruhan data yang diperoleh selama penelitian berlangsung dilapangan. Adapun teknik yang dilakukan penulis dalam mengumpulkan data adalah dengan melakukan wawancara langsung kepada pengurus DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan. Kemudian data yang didapat dari hasil wawancara akan langsung dianalisis. 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografis Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008, kota Medan memiliki luas daerah sekitar 265,10 km atau 3,6% dari total luas wilayah Sumatera Utara. Secara geografis, kota ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang. Kota ini terletak di 2 .27° – 2 .47° Lintang Utara dan 98 .35° – 98 .44° Bujur Timur. Topografi kota Medan cenderung miring ke Utara. Kota Medan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 meter diatas permukaan laut. 4.1.2 Kondisi Demografis Meski luas kota Medan relatif lebih kecil dibandingkan kabupaten/kota lain di Sumatera Utara, tapi dari segi jumlah penduduk, kota Medan adalah yang terbesar. Berdasarkan data BPS tahun 2008, Medan memiliki luas wilayah mencapai 265,10 km, kepadatan penduduk kota Medan mencapai 2.083.156 jiwa. Dengan perincian, Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 jumlah perempuan sebanyak 1.048.460 orang, dan laki-laki sebanyak 1.034.696 orang. Penduduk kota Medan terdiri dari banyak etnis dan ragam agama. Meski disebut penduduk aslinya Karo dan Melayu, namun perkembangan terakhir menunjukkan bahwa etnis Jawa justru yang terbanyak jumlahnya, disusul etnis Tapanuli. Dari lima agama yang ada di Indonesia, Islam merupakan agama dengan pemeluk yang terbesar di Medan. Disusul agama Kristen Protestan. Tabel 4. Komposisi Pemeluk Agama di Medan No Agama Jumlah % 1. Islam 1,372,201 68,4 2. Protestan 362,510 18,7 3. Katolik 57,576 2,9 4. Hindu 13,241 0,7 5. Budha 200,614 9,9 Total 2,006,142 100 Sumber : BPS Kota Medan, Medan dalam Angka Tahun 2008 4.2 Latar Belakang Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 4.2.1 Sejarah Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera Partai Keadilan Sejahtera, adalah pelanjut dari Partai Keadilan. Sebelum melihat jauh tentang Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kita harus melihat sejarah Partai Keadilan. Partai Keadilan (PK) adalah partai yang didirikan di Jakarta pada Senin, 26 Rabiul Awal 1419H yang bertepatan dengan 20 Juli 1998. Dan kemudian di deklarasikan di Jakarta pada hari Ahad, 9 Agustus 1998 di depan 50.000 pendukungnya yang memadati lapangan luas Masjid Al-Azhar Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Partai Keadilan Sejahtera pada awalnya adalah Partai Keadilan yang bergerak melalui gerakan dakwah di kampus yang kemudian menjelma menjadi gerakan Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 politik. Partai Keadilan (PK) identik dengan partai Islam. Partai ini didirikan oleh sejumlah aktivis dan intelektual muda muslim, seperti Dr. M. Hidayat Nur Wahid, M.A, Lutfi Hassan Khaq, M.A dan Dr. Ir. H. Nur Mahmudi Ismail, M.Sc. Nur Mahmudi kemudian diangkat menjadi Presiden Partai Keadilan dengan Sekretaris Jenderalnya adalah H. Anis Matta, L.c Untuk menggambarkan sejarah perjalanan pergerakannya, dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 5. Sejarah Partai Keadilan Sejahtera Tahun 1998 Sejarah 20 Juli 1998 Partai Keadilan (PK) didirikan di Jakarta. Hal tersebut dinyatakan dalam konfrensi pers di Aula Mesjid Al-Azhar Kebayoran Baru, Jakarta. 9 Agustus 1998 Deklarasi PK dilapangan Mesjid Al-Azhar, Kebayoran Baru Jakarta. Dihadiri oleh 50.000 massa. 19 September 1998 PK menolak pemberlakuan asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi. Hal itu dinyatakan Presiden PK, Dr. Ir Nurmahmudi Ismail dalam pidato politik peresmian DPW PK DIY. 3-6Desember 1998 Musyawarah Kerja Nsional I digelar dikampung Wisata insan Krida (KWIK), Parung-Bogor. Dan ditutup di hotel Cempaka, Jakarta setelah sebelumnya melakukan konvoi kendaraan dari Bogor-Jakarta. Tahun 1999 Sejarah 19 Februari 1999 KH. Didien Hafidhudin ditetapkan sebagai Calon Presiden RI dari Partai Keadilan. 30 Mei 1999 Delapan partai politik berasaskan Islam menyatakan bersatu dan menyepakati penggabungan sisa suara hasil Pemilu 1999. Kedelapan partai itu adalah PPP, Partai Keadilan, Partai Kebangkitan Umat, Partai Umat Islam, PPII Masyumi, PNU, PBB, dan PSII 1905. 3 Juni 1999 Ribuan kader dan simpatisan Partai Keadilan memenuhi janji mereka untuk “memutihkan” Ibukota serta berkumpul diBundaran HI menandai berakhirnya kampanye partai tersebut di Jakarta. 2 Agustus 1999 Partai Keadilan (PK) menandatangani hasil penghitungan suara Pemilu dengan catatan Pemilu relatif luber dan tidak jujur dan adil (jurdil). Keputusan ini diambil PK dengan pertimbangan adanya reaksi positif berupa pengakuan dari Panitia Pengawas (Panwaslu) bahwa Pemilu 1999 yang baru lalu masih jauh dari jurdil. Penandatanganan hasil Pemilu dilakukan dikantor KPU,Senin sore Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 (2/8). 20 Oktober 1999 PK menerima tawaran kursi kementerian Kehutanan dan Perkebunan dalam kabinet pemerintahan KH.Abdurrahman Wahid. 21 Oktober 1999 PK menunjuk Dr. Ir. Nurmahmudi Ismail MSc sebagai calon menteri yang diajukan karena memiliki kapasitas, kapabilitas dan akseptabilitas. Tahun 2000 Sejarah 16 April 2000 Dr. Ir. Nurmahmudi Ismail mengundurkan diri dari Jabatan Presiden Partai dan selanjutnya akan berkonsentrasi di kementerian Kehutanan dan Perkebunan. 18-21 Mei 2000 PK menggelar Musyawarah Nasional I di Hotel Bumiwiyata, Depok. 21 Mei 2000 Dr. Hidayat Nurwahid, MA terpilih sebagai Presiden kedua Partai Keadilan menggantikan Dr. Ir. Nurmahmudi Ismail dalam Musyawarah Nasional I PK diHotel Bumiwiyata, Depok. 3 Agustus 2000 Delapan Partai Islam (PPP, PBB, PK, Masyumi, PKU, PNU, PUI, PS II 1905) menggelar acara sarasehan dan Silaturrahim Partai-partai Islam di Mesjid Al-Azhar dan meminta Piagam Jakarta masuk dalam Amandemen UUD 1945. 12 Oktober 2000 DPP Partai Keadilan (PK) menemui Wakil Ketua DPR RI Soetardjo Soerjogoeritno digedung DPR RI dan meminta delegasi IPU DPR RI untuk mengusahakan resolusi yang didalamnya tidak hanya mengecam keras Israel, tapi seklaigus mengeluarkan Israel dari keanggotaan IPU. 13 Oktober 2000 Puluhan ribu massa PK yang berunjuk rasa dihalaman Gedung DPR. Di bawah tangga gedung paripurna DPR aktivis PK membakar bendera Israel. PK meminta agar RI konsisten dengan sikap menyesalkan, menolka dan mengecam Israel menyusul penyerangan ke Palestina. 9 November 2000 PK menggelar acara Gelar Sambut Ramadhan. Masyarakat dan pemimpin bangsa diingatkan untuk menjaga kesucian bulan Ramadhan. Ribuan massa PK dari Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi menghadiri acara Gelar Sambut Ramadhan. Tabligh Akbar ini diselenggarakan di Bumi Perkemahan Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Ahad (19/11) pagi. Tahun 2001 20 Januari 2001 Sejarah PK menggelar Silaturrahmi dan Halal Bihalal di Silang Monas, Jakarta. Dalam orasinya Presiden PK Hidayat Nurwahid menyatakan PK berlepas diri dari segala efek negatif pola dan produk kepemimpinan kontroversial kontraproduktif yang dilakukan Presiden Abdurrahman Wahid. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 2 Maret 2001 DPP PK mengadakan bakti sosial di provinsi Banten yang terkena musibah banjir dan tanah longsor. 8 Oktober 2001 Lebih dari 150 anggota Legislatif dari PK dari seluruh Indonesia, senin (8/10) mendatangi Kedubes Amerika Serikat di Jlan Merdeka Barat dan bergabung dengan massa yang sudah lebih dulu melakukan aksi menentang terorisme AS. 19 Oktober 2001 PK gelar demo besar menentang Agresi Militer AS ke Afganistan. Aksi besar ini diikiti 40.000 orang dan mendapat pujian dari berbagai pihak karena berlangsung damai dan tertib. Dalam aksi itu dibentuk Komite Indonesia untuk Solidaritas Afganistan (KISA) yang diketuai oleh Dr. Salim Segaf Al Djufri. Tahun 2002 Sejarah 7 April 2002 PK gelar aksi keadilan untuk Palestina menentang aksi terorisme Isrel atas bangsa Palestina di Silang Monas, Jakarta. PK juga membentuk Komite Keadilan untuk pembebasan Al Aqsha (KKPA) yang diketuai oleh Dr. Ahzami Zami’un Jazuli. 25 Mei 2002 PK gelar acara Gerak Jalan Keluarga (GJK) menyambut Maulid Nabi 1423H dari Silang Monas – MH.Thamrin – Bundaran HI – Silang Monas. 8 Juni 2002 15 pimpinan parpol yang tidak memenuhi ketentuan electoral threshold dua persen berdasar Undang-Undang (UU) PemiluNomor 3 tahun 1999 sepakat menandatangani dokumen bersama di Hotel Sahid, Jakarta, untuk menolak pemberlakuan ketentuan tersebut. Mereka juga menuntut agar semua parpol peserta Pemilu 1999 diikutkan lagi dalam Pemilu 2004 walaupun ada parpol yang sama sekali tidak mempunyai perolehan kursi di DPR/DPRD. Partai yang terlibat pada pertemuan yang diprakarsai Partai Keadilan dan Persatuan (PKP), yaitu Partai Keadilan (PK), Partai Demokrasi Kasih Bangsa, Partai Nahdlatul Umat, Partai Demokrasi Indonesia, Partai Bhineka Tunggal Ika Indonesia, Partai Katolik Demokrat, Partai Daulat Rakyat, Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia, Partai Persatuan, Partai Syarekat Islam Indonesia, Partai Nasional Indonesia Massa Marhaen, Partai Nasional Indonesia Front Marhaenis, Partai Politik Islam Indonesia Masyumi, dan Partai Kebangkitan Umat. Tahun 2003 Sejarah 9 Februari 2003 Rarusan ribu massa pendukung PKS berunjuk rasa menolak serangan AS ke Irak di sepanjang Jl. MH.Thamrin hingga kedubes AS. 20 Maret 2003 Sekali lagi, PK bersama PKS menggelar aksi damai menentang serangan AS ke Irak disepanjang Jl. MH. Thamrin hingga Kedubes AS. Aksi diikuti oleh 30.000 massa. 30 Maret 2003 PKS bersama Komite Indonesia untuk Solidaritas Rakyat Irak Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 (KISRA)serta seluruh elemen masyarakat menggelar aksi ‘Sejuta Umat’ dari Bundaran HI hingga kedubes AS, Jakarta. Aksi ini merupakan aksi terbesar sepanjang massa dan mampu mengusik para pemimpin dunia. 17 April 2003 Musyawarah Majelis Syuro XIII Partai Keadilan yang berlangsung di Wisma Haji Jawa Barat, Bekasi, merekomendasikan PK untuk bergabung dengan PKS. 20 April 2003 Deklarasi DPP PKS di Silang Monas, Jakarta. Yang dihadiri oleh 40.000 massa. 26 Mei 2003 PK dan PKS mendeklarasikan Crisis Centre untuk Rakyat Aceh (CCRA) dihalaman Mesjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta. CCRA dimaksudkan untuk membantu rakyat Aceh yang tengah dilanda konflik berkepanjangan. 4 Juni 2003 DPP PKS dinyatakan lulus verifikasi oleh Depkehham. Verifikasi dilakukan dikantor sekretariat Jl. Mampang Prapatan VIII No.R2, Jakarta. 5 Juni 2003 PK selenggarakan acara ‘Silaturahim Nasional Anggota Legislatif Partai Keadilan di Wisma DPR, Cikupa, Cisarua, Bogor yang diikuti oleh 180 anggotaDewan dari seluruh Indonesia. 8 Juni 2003 PK gelar ‘Dzikir dan Doa untuk Rkayat Aceh’dihalaman Mesjid Agung Al-Azhar Jl. Patimura Kebayoran Baru, Jakarta diikuti oleh ribuan massa. 10 Juni 2003 PK bersama PKS melakukan aksi demonstrasidi depan Gedung MPR/DPR Jl. Gatot Subroto, Jakarta. Untuk mendukung disahkannyaRUU Sisdiknas oleh DPR RI. 2 Juli 2003 PKS telah menyelesaikan seluruh proses verifikasiDepartemen Kehakiman dan HAM (Depkehham) di tingkat Dewan Pimpinan Wilayah (setingkat Provinsi) dan Dewan Pimpinan Daerah (setingkat Kabupaten/kota). Ini berarti PK Sejahtera telah melengkapi 100% persyartan verifikasi Depkehham. 3 Juli 2003 PK bergabung dengan PKS yang dilakukan dikantor pengacara Tri Sulistyowarni di Pamulang, Tangerang. Dengan penggabungan ini, seluruh hak milik PK menjadi milik PKS, termasuk anggota Dewan dan para kadernya. 20 Juli 2003 Musyawarah Majelis Syuro I PKS yang berlangsung diruang Binasentra, komplek Bidakara, Jakarta. Menetapkan delapan kriteria Calon Presiden (capres) RI versi PKS. Selain itu dicanangkan juga mekanisme pemilihan capres melalui Jaring Capres Emas. 22 Juli 2003 Ribuan massa PKS melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog), Jl. Gatot Subroto, Jakarta Selatan. PKS menolak kebijakan Bulog seperti beras impor dan dana talangan Sukhoi yang dinilai menyengsarakan ribuan petani. 8 Agustus 2003 DPP PKS mencanangkan program Safari ‘Aam Intikhobi (Tahun Pemenangan Pemilu), yaitu program safari tokoh-tokoh partai ke berbagai daerah untuk mensosialisasikan dan mensukseskan Pemilu Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 2004. acara berlangsung di Aula Mesjid Baitussalam, Duren Tiga, Jakarta. Sumber: www.pk-sejahtera.org Tahun 2009. 4.2.2 Arah Kebijakan Umum Partai Keadilan Sejahtera 4.2.2.1 Visi Partai Keadilan Sejahtera Visi Umum: “ sebagai partai dakwah penegak keadilan dan kesejahteraan dalam bingkai persatuan ummat dan bangsa “. Visi Khusus: Partai berpengaruh baik secara kekuatan politik, partisipasi, maupun opini dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang madani. Visi ini akan mengarahkan Partai Keadilan Sejahtera sebagai berikut: 1. Partai dakwah yang memperjuangkan Islam sebagai solusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 2. Kekuatan transformatif dari nilai dan ajaran Islam didalam proses pembangunan kembali umat dan bangsa diberbagai bidang. 3. Kekuatan yang mempelopori dan menggalang kerjasama dengan berbagai kekuatan yang secita-cita dalam menegakkan nilai dan sistem Islam yang rahmatan lil ‘alamin. 4.2.2.2 Misi Partai Keadilan Sejahtera 1. Menyebarluaskan dakwah Islam dan mencetak kader-kadernya sebagai anashir taghyir. 2. Mengembangkan institusi-institusi kemasyarakatan yang Islami diberbagai bidang sebagai markaz taghyir dan pusat solusi. 3. Membangun opini umum yang Islami dan iklim yang mendukung bagi penerapan ajaran Islam yang solutif dan membawa rahmat. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 4. Membangun kesadaran politik masyarakat, melakukan pembelaan, pelayanan dan pemberdayaan hak-hak kewarganegaraannya. 5. Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar terhadap kekuasaan secara konsisten dan kontinyu dalam bingkai hukum dan etika Islam. 6. Secara aktif melakukan komunikasi, silaturahim, kerjasama dan ishlah dengan berbagai unsur atau kalangan umat Islam untuk terwujudnya ukhuwah Islamiyah dan Wihdatul-ummah, dan dengan berbagai komponen bangsa lainnya untuk memperkokoh kebersamaan dalam merealisir agenda reformasi. 7. Ikut memberikan kontribusi positif dalam menegakkan keadilan dan menolak kezaliman khususnya terhadap negeri-negeri muslim yang tertindas. 4.2.2.3 Platform Partai Keadilan Sejahtera 1. Mempelopori reformasi sistem politik, pemerintahan dan birokrasi, peradilan dan militer agar tetap berkomitmen terhadap penguatan demokrasi. 2. Mendorong penyelenggaraan sistem ketatanegaraan yang sesuai dengan fungsi dan wewenangnya sebagai suatu keniscayaan yang harus dijalani, demi perubahan hubungan ketatanegaraan yang lebih baik. 3. Menumbuhkan kepemimpinan yang kuat, yang mempunyai kemampuan membangun solidaritas masyarakat untuk berpartisipasi dalam seluruh dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara yang memiliki keunggulan moral, kepribadian, dan intelektualitas (bersih, peduli dan profesional). 4. Membangun sistem politik yang sehat, penegakan hukum yang adil dan hankam yang mantap. 5. Mengentaskan kemiskinan,mengurangi pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat melalui strategi pemerataan pendapatan, pertumbuhan bernilai tambah tinggi dan pembangunan berkelanjutan yang Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 dilaksanakan melalui langkah-langkah utama berupa pelipatgandaan produktifitas sektor pertanian, kehutanan dan kelautan; peningkatan daya saing industri nasional dengan pendalaman struktur dan upgrading kemampuan teknologi dan pembangunan sektor-sektor yang menjadi sumber pertumbuhan baru berbasis resource dan knowledge. 6. Menuju pendidikan berkeadilan dengan memberikan kesempatan yang seluasluasnya bagi seluruh rakyat Indonesia. 4.2.2.4 Prinsip Kebijakan Secara umum prinsip kebijakan dasar yang diambil oleh Partai Keadilan Sejahtera terefleksi utuh dalam jati dirinya sebagai Partai Dakwah. Sedangkan dakwah yang diyakini Partai Keadilan Sejahtera adalah dakwah rabbaniyah yang rahmatan lil’alamin, yaitu dakwah yang membimbing manusia mengenal Tuhannya dan dakwah yang ditujukan kepada seluruh ummat manusia yang membawa solusi bagi permasalahan yang dihadapinya. Atas dasar itu maka dakwah menjadi poros utama seluruh gerak partai. Maka prinsip-prinsip yang mencerminkan watak dakwah berikut telah menjadi dasar dan prinsip setiap kebijakan politik dan langkah operasionalnya. Prinsip-prinsip Kebijakan Partai (Warjio,2008): 1. Al-Syumuliyah (Lengkap dan Integral) Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Sesuai dengan karakteristik dakwah Islam yang syamil, maka setiap kebijakan partai akan selalu dirumuskan dengan mempertimbangkan berbagai aspek, memandangnya dari berbagai perspektif, dan mensinkronkan antara satu aspek dengan aspek lainnya. 2. Al-Ishlah (Reformatif) Setiap kebijakan, program, dan langkah yang ditempuh Partai selalu berorientasi pada perbaikan (ishlah), baik yang berkaitan dengan perbaikan individu, masyarakat, ataupun yang berkaitan dengan perbaikan pemerintahan dan negara, dalam rangka meninggikan kalimat Allah, memenangkan syariatNya, dan menegakkan DaulahNya. 3. Al-Syar’iyah (Konstitusional) Syariah yang berisi hukum-hukum Allah SWT telah menetapkan hubungan pokok antara manusia terhadap Allah (hablum min Allah) dan hubungan terhadap diri sendiri dan orang lain (hablum minnan-nas). Menjunjung tinggi syari’ah, ketundukan, dan komitmen kepadaNya dalam seluruh aspek kehidupan merupakan kewajiban setiap muslim sebagai konsekuensi keimanannya. Komitmen itu terwujud dalam bentuk keteguhan (al-istimsak) kepada al-haq, bulat hati dan percaya penuh kepada Islam sebagai ajaran yang lurus dan konprehensif yang harus ditegakkan dalam seluruh aspek kehidupan dengan tetap menjaga fleksibilitas sebagai ciri dari syari’at Islam serta mempertimbangkan aspek legalitas formal yang tidak bertentangan dengan syari’ah. Demi terwujudnya makna kemerdekaan sejati semua peraturan yang ada dalam Al-Quran dan As-Sunnah menjadi dasar konstitusi bagi seluruh kebijakan, program dan perilaku politik. Sebab kemandirian refrensi syari’at pada kekuasaan negara dan penegak hukum memberikan jaminan penting dalam merealisir amanah dan melawan kezaliman. 4. Al-Wasathiyah (Moderat) Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Masyarakat muslim disebut sebagai masyarakat “tengah” (ummatan wasatha). Simbol moralitas masyarakat Islam tersebut melahirkan prilaku, sikap, dan watak moderat (wasathiyah) dalam sikap dan interaksi muslim dengan berbagai persoalan. Al-wasathiyah yang telah menjadi ciri Islam baik dalam aspek-aspek nazhariyah (teoritis) dan amaliyah (operasional) atau aspek tarbiyah (pendidikan) dan tasyri’iyah (perundang-undangan) harus merefleksi pada aspek ideologi ataupun tashawwur (persepsi), ibadah yang bersifat ritual, akhlak, adab (tata krama), tasyri’ dan dalam semua kebijakan, program dan prilaku politik Partai Keadilan Sejahtera. Dalam tataran praktis sikap sikap kemoderatan ini dinyatakan pula dalam penolakannya terhadap segala bentuk ekstremitas dan eksageritas kezaliman dan kebathilan. 5. Al-Istiqamah (Komit dan Konsisten) Oleh sebab berpegang teguh kepada ajaran dan aturan Islam merupakan ciri seorang muslim maka komitmen dan konsistensi kepada gerakan Islam harus menjadi inspirasi setiap geraknya. Konsekuensinya seluruh kebijakan, program, dan langkahlangkah operasional Partai harus istiqamah (taat asas) pada “hukum transeden” yang ditemukan dalam keseluruhan tata alamiah dan dalam keseluruhan proses sejarah (ayat-ayat KauniyatNya), dalam kitab-kitabNya (ayat-ayat QawliyatNya) dan dalam Sunnah Rasulullah SAW, dalam konsensus ummat, serta dalam elaborasi tertulis oleh para mujtahid yang berkompeten mengeluarkan hukum-hukum terhadap masalah yang benar-benar tidak ditemukan secara tekstual dalam risalah orisinal (Al-Quran dan Al-Sunnah). Konsistensi menuntut kontinuitas (al-istimrar) dalam gerakan dalam arti adanya kesinambungan antara kebijakan dan program sebelumnya. 6. Al-Numuw wa al-Tathawwur (Tumbuh dan Berkembang) Konsistensi yang menjadi watak Partai Keadilan Sejahtera tidak boleh melahirkan stagnan bagi gerakan dan kehilangan kreatifitasnya yang orisinal. Maka prinsip al- Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 numuw wa al-tathawwur (pertumbuhan yang bersifat vertikal dan perkembangan yang bersifat horizontal) harus menjadi prinsip gerakannya dengan tetap mengacu kepada kaidah yang bersumber dari nilai-nilai Islam. Oleh karena itu Partai dalam kebijakan, program dan langkah-langkah operasionalnya harus tetap konsern kepada pengembangan potensi SDM hingga mampu melakukan eksalarasi mobilitas vertikal dan perluasan mobilitas horizontal. 7. Al-Tadarruj wa Al-Tawazun (Bertahap, Seimbang, dan Proporsional). Pertumbuhan dan perkembangan gerakan dakwah partai mesti dilalui secara bertahap dan proporsional, sesuai dengan sunnatullah yang berlaku dijagat raya ini. Seluruh sistem Islam berdiri diatas landasan kebertahapan dan keseimbangan. Kebertahapan dan keseimbangan merupakan tata alamiah yang tidak akan mengalami perubahan. Manusia secara fitrah tercipta dalam kebertahapan dan keseimbangan yang nyata. Maka semua tindakan manusia, lebih-lebih tindakan politik, yang berupaya memisahkan diri dari kebertahapan, keserasian dan keseimbangan akan berakibat pada kehancuran yang karenanya dapat dikategorikan sebagai kejahatan bagi kemanusiaan dan lingkungan sejagat. Oleh sebab itu kebertahapan dan keseimbangan (tadarruj dan tawazun) harus melekat dalam seluruh kiprah partai, baik dalam kiprah individu fungsionaris dan pendukungnya ataupun kiprah kolektifnya. 8. Al-awlawiyat wa Al-Mashlahah (Skala Prioritas dan Prioritas Kemanfaatan) Efektifitas sebuah gerakan salah satunya ditentukan oleh kemampuan gerakan tersebut dalam menetukan prioritas langkah dan kebijakannya. Sebab segala sesuatu mempunyai saat dan gilirannya. Amal perbuatan memiliki keutamaan yang bertingkat-tingkat pula, dari yang bersifat strategis, politis, sampai ke yang bersifat taktis. Prinsip al-awlawiyat dalam gerakan pada hakekatnya refleksi dari budaya berfikir strategis. Oleh sebab itu kebijakan, program, dan langkah-langkah Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 operasionalnya didasarkan kepada visi dan misi partai. Prinsip al-awlawiyat dapat melahirkan efisiensi dan efkektifitas gerakan. Disamping itu, Partai Keadilan Sejahtera yakin bahwa sebaik-baik muslim adalah yang paling bermanfaat bagi kepentingan manusia. Maka pada hakikatnya mashlahah ummat menjadi dasar dan prinsip dalam kebijakan, program, dan langkah-langkah operasionalnya. Untuk itu ia akan tetap konsern terhadap semua persoalan yang dihadapi ummat. Kepentingan ummat selalu menjadi pertimbangan dan prioritas. Maka baik dalam kebijakan ataupun dalam sikap dan operasioanl harus selalu memiliki keberpihakan yang jelas terhadap kepentingan ummat. Kepentingan ummat harus diletakkan di atas kepentinagn kelompok dan individu. 9. Al-Hulul (Solusi) Partai Keadilan Sejahtera sesuai denagn namanya, ia memperjuangkan aspekaspek yang tidak hanya berhenti pada janji, teori maupun kegiatan yang tidak dirasakan manfaatnya oleh ummat. Keadilan dan kesejahteraan haruslah diperjuangkan dengan ihsan dan itqon (profesional), itulah yang mengharuskan partai dan aktivisnya mengarahkan aktivitas dan program partai untuk menjadi solusi dan merealisirnya disetiap aktivitas yang mereka tempuh. 10. Al-Mustaqbaliyah (Orientasi masa depan) Pada kenyataannya tiga dimensi waktu (masa lalu, masa kini, dan masa mendatang) merupakan realitas yang saling berhubungan. Disadari, sasaran dakwah yang akan diwujudkan merupakan sasaran besar, yaitu tegaknya agama Allah di bumi yang menyebarluaskan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh ummat manusia, yang bisa jadi yang akan menikmati keberhasilannya adalah generasi mendatang. Maka seyogyanya setiap kebijakan yang diambil dan program-program yang dicanangkan mengaitkan ketiga dimensi waktu tersebut. Masa lalu sebagai pelajaran, masa kini Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 sebagai realitas, dan masa depan sebagai harapan. Keadaan yang kita geluti sekarang merupakan refleksi masa lalu kita dan sekaligus akan menentukan masa depan kita. Maka sangat bijak kalau kebijakan, program, dan langkah-langkah yang ditempuh tidak mengenyampingkan ketiga dimensi waktu tersebut dan selalu berorientasi pada masa depan, tidak hanya memikirkan nasib kita sekarang ini. 11. Al-‘Alamiyah (Bagian dari dakwah sedunia) Pada hakekatnya gerakan dakwah Islamiyah, baik tujuan ataupun sasaran yang akan dicapai, bersifat ‘alamiyah (mendunia) sejalan dengan universalitas Islam. Hal itu telah menjadi sunnatudda’wah. Ia merupakan aktivitas yang tidak kenal batas etnisitas, negara atau daerah tertentu. Kenyataan itu menegaskan bahwa eksistensi dakwah kita merupakan bagian dari dakwah ‘alamiyah. Oleh sebab itu prinsip kebijakan dakwah kita tidak lepas dari kebijakan dan gerakan dakwah sedunia. Adalah suatu kemestian setiap kebijakan yang diambil, program yang dicanangkan, dan langkah-langkah yang ditempuh selaras dengan kebijakan dakwah yang bersifat alami dan tunduk pada sunnatudda’wah tersebut dengan tidak melikuidasi persoalan khas yang dihadapi dimasing-masing wilayah. 4.3 Struktur Organisasi Partai Keadilan Sejahtera Struktur Organisasi merupakan wadah bagi sekelompok orang yang bekerjasama antara sesama anggota untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Struktur organisasi menyediakan personil yang memegang jabatan tertentu dimana masingmasing diberikan tugas, wewenang dan tanggung jawab sesuai dengan jabatannya. Hubungan kerja dalam sebuah organisasi sangat berpengaruh terhadap keberhasilan organisasi. Hubungan kerja dalam organisasi dituangkan dalam struktur organisasi dimana merupakan gambaran sistematis dengan orang-orang yang menggerakkan organisasi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Struktur organisasi partai terdiri dari: 1. Struktur Organisasi partai ditingkat pusat adalah: 1. Majelis Syuro 2. Dewan Pimpinan Tingkat Pusat 3. Majelis Pertimbangan Pusat 4. Dewan Pengurus Pusat 5. Dewan Syari’ah Pusat 2. Struktur organisasi partai ditingkat Provinsi adalah: 1. Majelis Pertimbangan Wilayah 2. Dewan Pengurus Wilayah 3. Dewan Syari’ah Wilayah 3. Struktur organisasi partai ditingkat Kabupaten/Kota adalah: 1. Majelis Pertimbangan Daerah 2. Dewan Pengurus Daerah 3. Dewan Syari’ah Daerah 4. Struktur organisasi partai ditingkat kecamatan adalah Dewan Pengurus Cabang. 5. Struktur organisasi partai ditingkat kelurahan/desa/dengan sebutan lainnya adalah Dewan Pengurus Ranting. 6. Selain struktur organisasi diatas, partai membentuk Unit Pembinaan dan Pengkaderan Anggota. 4.4 Ideologi Partai Partai Keadilan Sejahtera berasaskan Islam. Sebagai partai yang berasaskan Islam Partai Keadilan Sejahtera menyusun platform yang sangat dipengaruhi corak dan garis pemikiran keIslaman. Secara umum para kader PKS mengikuti garis Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 pemikiran Islam modern tetapi berbeda dengan garis pemikiran Islam modern Masyumi, Partai Bulan Bintang, ataupun Muhammadiyah. Disamping mengikuti pemikiran modernis, komunitas pendukung PKS juga memiliki amalan ritual yang dekat dengan komunitas Nahdiyin (NU) yakni pengamalan wirit tertentu yang seragam, yang wajib dibaca setiap hari dua kali, menjelang magrib dan setelah shalat subuh, yang disebut dengan wirit al-matsurat. PKS adalah Partai Dakwah yang bercita - cita menegakkan syariat Islam di Indonesia. Namun cita - cita ini harus berada dalam kerangka persatuan dan kesatuan ummat dan bangsa, dengan menjalankan kewajiban sebagai ummat Islam tanpa menafikkan golongan lain. 4.5 DPD PKS Kota Medan DPD adalah lembaga eksekutif yang berada ditingkat Kabupaten/Kota. Di dalam strukturnya DPD terdiri dari seorang Ketua Umum, beberapa ketua bidang dan beberapa ketua badan, seorang sekretaris umum dan beberapa wakil sekretaris umum, seorang bendahara umum dan beberapa orang wakil bendahara umum, serta beberapa bagian. Dikarenakan PKS adalah partai yang sentralistik, jadi DPD harus menunggu program turunan dari DPP dan DPW. Namun, meskipun sentralistik PKS tidak bersifat otoriter dan kaku dalam pelaksanaan program-program / kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya. Setelah DPP mengeluarkan program, maka DPW maupun DPD dapat menyelaraskan program-program tersebut sesuai dengan kebutuhan masingmasing Dewan Pengurus. DPD juga mmepunyai fungsi untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari kegiatan korupsi dan mencetak kader-kader yang berkualitas dan membangun jati diri para kader sehingga terciptanya kader-kader yang “bersih dan peduli”. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Meskipun kader-kader di DPD PKS Medan berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda yang terdiri dari orang-orang muda, namun terlihat keseriusan dan keaktifan mereka dalam menjalankan tugas yang telah diberikan. Menyangkut pendanaan, selain berasal dari Binsos (Bina Sosial), para anggota Legislatif, proposalproposal, para kader juga tidak segan-segan berswadaya secara bersama-sama dalam menanggulangi pendanaan demi kelancaran program-program mereka yang telah digariskan sebelumnya. Adapun bidang-bidang yang ditangani DPD PKS Kota Medan adalah: 1. Bidang Ekuintek (Ekonomi, Informasi, dan Teknologi) diketuai oleh Zahrul Ulum Amd. 2. Bidang Kesra (Kesejahteraan Umum) diketuai oleh Ernawati Ginting, S.si 3. Bidang Polhukam (Politik, Hukum dan Keamanan) diketuai oleh Dhiyaul Hayati, S.Ag 4. Bidang Kewanitaan diketuai oleh Sri heriyani, S.Si 5. Bidang Kepemudaan diketuai oleh Drs. Rudi Musito 6. Bidang Pembinaan Kader diketuai oleh Tarjo,St 4.6 Komposisi Perempuan PKS Medan (KP-PKS) Pimpinan Daerah Kesatuan Masa Bakti 2004-2009 SRI HERIYANI Ketua Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 SYUKRILA Kajian Wanita DONI HARDINI SIREGAR Pemberdayan Perempuan NUR AISYAH IRFAH HELENA Jaringan Lembaga Wanita ASWANI MARIANUM Gambar 3. Komposisi Perempuan PKS Medan (KP-PKS) Pimpinan Daerah Kesatuan Masa Bakti 2004-2009 4.7 Kebijakan Rekruitmen Partai Keadilan Sejahtera Terhadap Perempuan 4.7.1 Rekruitmen dalam Kepengurusan Partai Rekruitmen dalam kepengurusan Partai Keadilan Sejahtera dilakukan dalam pentahapan dan salah satu pentahapan dimaksud pertama kali untuk diangkat menjadi anggota partai adalah setiap warga negara Indonesia dapat menjadi anggota partai sesuai dengan peraturan perundang-undangan Indonesia. Syarat-syarat keanggotaan Partai Keadilan Sejahtera adalah sebagai berikut: Setiap warga negara Indonesia dapat menjadi anggota Partai Keadilan Sejahtera, dengan syarat (Pasal 1 dan 2) 1. Warga Negara Indonesia, laki-laki maupun perempuan. 2. Berusia tujuh belas tahun keatas, atau sudah menikah. 3. Berkelakuan baik. 4. Setuju dengan visi, misi, dan tujuan partai. 5. Mengajukan permohonan menjadi anggota partai kepada Sekretariat Pusat melalui Dewan Pimpinan Daerah. 6. Melaksanakan dan disiplin dengan kewajiban-kewajiban keanggotaan. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 7. Mengucapkan janji setia pada prinsip-prinsip dan disiplin partai, sesuai dengan jenis atau jenjang keanggotaannya. Setelah mengikuti persyaratan sebagaimana dimaksud diadakan penilaianpenilaian terhadap hasil dari pendidikan dan pelatihan kader partai, untuk kemudian selanjutnya diadakan penetapan pengurus partai yang baru oleh hasil rapat musyawarah pengurus partai yang lama, atas dasar pertimbangan. Baik yang dilakukan dalam rapat selanjutnya di tingkat Majelis Pertimbangan Daerah tingkat kota. Selanjutnya Dewan Pimpinan Pusat berwenang mengesahkan komposisi dan Personalia DPD kota dengan memperhatikan hasil musyawarah Dewan Pimpinan Tingkat Wilayah. Dalam hal pengorganisasian, Partai Keadilan Sejahtera mempunyai mekanisme berbeda dengan partai lain. Dalam Partai Keadilan Sejahtera ada beberapa jenis dan jenjang keanggotaannya, antara lain sebagai berikut: 1. Anggota kader pendukung, yang terdiri dari: a. Anggota Pemula yaitu mereka yang mengajukan permohonan untuk menjadi anggota partai dan terdaftar dalam keanggotaan partai yang dicatat oleh Dewan Pimpinan Cabang setelah lulus mengikuti Ttraining Orientasi Partai. b. Anggota Muda yaitu mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai yang dikeluarkan oleh Dewan Pimpinan Daerah dan telah lulus pelatihan kepartaian tingkat dasar satu. c. Anggota Kader Inti, yang terdiri dari: 1. Anggota Madya yaitu mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai yang dikeluarkan oleh Dewan Pimpinan Daerah dan telah lulus pelatihan kepartaian tingkat dasar dua. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 2. Anggota Dewasa yaitu mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai yang dikelaurkan oleh Dewan Pimpinan Wilayah dan telah lulus pelatihan kepartaian tingkat lanjut. 3. Anggota Ahli yaitu mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai yang dikeluarkan oleh Dewan Pimpinan Pusat dan telah lulus pelatihan kepartaian tingkat tinggi. 4. Anggota Purna yaitu mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai yang dikeluarkan oleh Dewan Pimpinan Pusat dan telah lulus pelatihan kepartaian tingkat ahli. 5. Anggota Kehormatan yaitu mereka yang berjasa dalam perjuangan partai dan dikukuhkan oleh Dewan Pimpinan Pusat. 4.7.2 Pembinaan Anggota Kaderisasi yang berkelanjutan dalam tubuh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ditopang dengan sistem pembinaan yang disebut tarbiyah. Akar kekuatan pengkaderannya yang bertumpu pada kekuatan anggotanya di dalam lingkaranlingkaran pengajian (baik kecil maupun besar) dan dibina secara berkesinambungan, yang disebut dengan liqo’. Jauh sebelum berdirinya PKS, aktifis dakwah penggerak PKS membentuk sebuah jaringan dakwah. Salah satu kegiatannya adalah liqo’, yang membahas agenda-agenda dakwah dalam salah atu kelompok halaqoh itu, dan yang paling banyak tentang materi-materi keislaman yang disampaikan secara bertahap. Liqo’ dilaksanakan berjenjang dan membentuk sel-sel, seperti jaringan telepon seluler atau bisnis MLM. Ada mad’u (murid/yunior) dan murabbi (guru/senior). Setiap mad’u mempunyai murabbi pada liqo lain level bawahnya. Sebagai contoh, alumni mempunyai mad’u beberapa mahasiswa, mahaiswa tingkat 3(tiga) punya Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 mad’u beberapa mahasiswa tingkat 1(satu), mahasiswa tingkat 1(satu) punya mad’u beberapa siswa di tempat SMA almamaternya. Dan setiap anggota liqo’ tidak diperkenankan pindah-pindah liqo’ ke tempat lain tanpa izin. Liqo’ itu sendiri tidak bertujuan mencetak ahli syariah, tetapi lebih kepada membentuk wawasan dan kepribadian yang Islami, dengan visi dan pemahaman agama sesuai dengan si empunya kader (dalam hal ini PKS). Kemudian selain itu, dalam masalah keilmuwan, PKS mengasah kadernya melalui program-program tatsqif, yaitu taklim umum yang biasanya diisi oleh ustadz yang punya keilmuwan yang dalam. Inilah untuk para murabbi, dan kader yang lebih senior. Program tatsqif ini dilakukan 2 (dua) minggu sekali, sebulan sekali, tergantung penyelenggara. Dengan demikian para murabbi pun ditingkatkan untuk menimba ilmu lebih luas lagi seperti mengikuti tatsqif, mabit, dan lain-lain. 4.7.3 Rekruitmen Calon legislatif Mekanisme calon Legislatif, tetap menagcu kepada Undang-Undang secara substantif yang mengamanatkan bahwa rekruitmen calon dilakukan secara demokratis dan terbuka dengan sistem skorsing dan penilaian. Model ini dimaksudkan untuk menghasilkan calon-calon anggota Legislatif yang memiliki kualitas dan integritas yang tinggi. Adapun proses rekruitmen yang dilakukan partai politik dalam proses pencalonan anggota legislatif merupakan salah satu bagian penting. Dalam proses rekruitmen tersebut, mekanisme dan ukuran-ukuran yang digunakan menjadi sangat relevan untuk melihat figur-figur seperti apa yang dihasilkan, termasuk kapabilitas mereka sebagai calon legislatif. Dalam konteks rekruitmen partai politik menerapkan sistem perjenjangan dari bawah (bottom up). Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Syarat terhadap Calon Legislatif (caleg) Partai Keadilan Sejahtera adalah sebagai berikut: 1. Telah menjadi anggota Partai Keadilan Sejahtera. 2. Berpegang teguh kepada nilai-nilai moral dan kebenaran, adil, bertaqwa dan kuat dalam membela kebenaran, serius dalam kemaslahatan dan persatuan bangsa, jauh dari fanatisme kepentingan pribadi dan golongan. 3. Memiliki wawasan politik, hukum dan syariat yang memungkinkannya melaksanakan tugas. 4. Telah mengikuti pendidikan dan pelatihan kader yang diselenggarakan Partai Keadilan Sejahtera. 5. Telah menjadi kader inti partai yang sekurang-kurangnya dengan status anggota dewasa. 6. Mempunyai prestasi, dedikasi, disiplin, loyalitas dan tidak tercela. 7. Mempunyai pengaruh dan dukungan yang luas di daerah. 8. Pendidikan minimal SLTA sederajat. Adapaun tatacara sistem perekrutan calon legislatif yang dilakukan oleh Partai Keadilan Sejahtera yaitu di dalam PKS ada sebuah kelompok kecil pengajian yang kemudian kelompok pengajian ini mengajukan calon legislatif yang mereka anggap berkompeten dan layak untuk dijadikan sebagai bakal calon legislatif yang kemudian diajukan kepada tingkat atas dan selanjutnya dirumuskan dan dirapatkan ditingkat DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Lalu selanjutnya diajukan kepada DPTD yang terdiri dari Majelis Pertimbangan Daerah, Dewan Syariah Daerah dan Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) yang diusulkan kepada Dewan Perwakilan Pusat (DPP). Setelah diverifikasioleh DPP kemudian DPP mengajukan nama calon legislatif yang terpilih kepada KPU untuk kemudian selanjutnya diverifikasi oleh KPU apakah calon Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 legislatif yang diajukan oleh PKS layak atau tidak untuk ikut bertarung dalam Pemilu calon legislatif. Terhadap kebijkan dalam tubuh partai sendiri tentang tingkat keterwakilan perempuan, Partai Keadilan Sejahtera memiliki KP-PKS sebagai organisasi perempuan yang merupakan sayap partai dan merupakan organisasi masyarakat perempuan yang menyalurkan aspirasinya kepada Partai Keadilan Sejahtera yang merupakan badan strategi partai untuk menghimpun kaum perempuan. Rekruitmen calon legislatif berdasarkan pada salah satu indikasi seperti yang dikemukakan di atas, terhadap keterwakilan itu harus ada indikasi, aktifitas organisasi dan kualitas secara akademis. Salah satunya terhadap tingkat pendidikan calon legislatif itu sendiri. 4.8 Kedudukan Perempuan dan Kemuliaannya dalam Islam Islam menginginkan agar perempuan dan laki-laki mencapai tingkat kesempurnaan. Islam telah menyelamatkan perempuan dari keadaan buruk yang dialaminya di zaman Jahiliyah. Sesungguhnya pelayanan yang diberikan oleh Islam kepada perempuan tidak diketahui kecuali oleh Allah SWT. Dan Islam tidak memberikan pelayanan kepada laki-laki seperti yang diberikan kepada perempuan. Islam menjunjung tinggi perempuan yang meletakkannya sejajar dengan laki-laki. Semua manusia setara dihadapan Allah SWT dan tidak ada perbedaan yang dibuat antara perempuan dan laki-laki. Manusia karena fitrahnya mampu mendaki rangkaian gradasi (tingkat-tingkat) kesempurnaan spritual, yang berpuncak pada kedekatan (ketakwaan) di hadapan Ilahi. Bahwa laki-laki dan perempuan memiliki posisi yang sama dihadapan Tuhan dalam terminologi spritual ditegaskan ayat-ayat lain dalam Al-Qur’an mengenai kedudukan orang-orang beriman dan hubungan mereka dengan-Nya. Baik perempuan maupun laki-laki memiliki sebuah tanggung jawab terhadap masyarakat, tempat Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 mereka hidup. Keduanya mempunyai tugas yang sama untuk melindungi masyarakat. Sebagaimana laki-laki mengambil peran aktif dan menikmati hak-hak sosialnya, perempuan juga memiliki hak dan tanggung jawab yang sama. 4.9 Kedudukan Wanita dan Posisi Peran Politik Untuk memahami peran politik perempuan, pada awalnya bisa dilihat dari penghargaan Islam kepada kaum perempuan yang tampak nyata pada realitas penerapan ajaran dan sejarah kaum muslimin sejak generasi pertama. Isu agama dalam praktek politik juga akan kembali menemukan momentumnya dalam Pemilu Legislatif. Meskipun undang-undang telah mengubah aturan dari sekedar memilih partai menjadi memilih nama calon anggota legislatif, tapi pada umumnya masih sulit bagi perempuan untuk mendapatkan legitimasi untuk duduk di dunia politik formal. Betapa tidak, lembaga keagamaan masih dikuasai oleh kaum laki-laki dan secara kultural masyarakat juga sangat mempercayai fatwa para pemuka agama yang pada umumnya masih berpihak pada dominasi laki-laki. Minimnya jumlah perempuan di dunia politik formal bila dikaitkan dengan kecenderungan kultural masyarakat, sangat terkait dengan persoalan pemahaman keagamaan. Kentalnya pandangan kultural masyarakat mengenai perempuan, sangat terkait dengan wajah Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas penduduk negeri ini. Fenomena ini sangat berkait dengan keragaman pandangan para ulama mengenai keterlibatan kaum perempuan di dunia politik. Syafiq Hasyim dalam sebuah bukunya tentang perempuan dalam fikih politik menyebutkan ada tiga pendapat yang berkembang yang membicarakan perempuan di dunia politik. Pertama, pendapat konservatif yang mengatakan bahwa Islam apalagi fikih, sejak kemunculannya di Mekkah dan Madinah tidak memperkenankan perempuan untuk terjun ke ruang Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 politik. Kedua, pendapat liberal progresif yang menyatakan bahwa Islam sejak awal telah memperkenankan konsep keterlibatan perempuan dalam bidang politik. Ketiga, pendapat apologetis yang menyatakan bahwa ada bagian wilayah politik tertentu yang bisa di masuki perempuan dan ada bagian wilayah tertentu yang sama sekali tidak boleh dijamah oleh perempuan. Menurut kelompok ini, yang menjadi wilayah politik perempuan adalah menjadi ibu. Partisipasi politik perempuan adalah suatu keniscayaan, karena setiap muslim sebagaimana dalam QS At Taubah : 71, menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan saling tolong-menolong dalam beramar ma’ruf nahi munkar. Akan tetapi, fenomena yang ada menunjukkan bahwa partisipasi politik perempuan masih rendah. Dalam pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono hanya ada 4 (empat) perempuan yang memegang jabatan strategis yaitu yang menjabat sebagai Menteri. Ini bisa kita lihat pada tabel di bawah ini : Tabel 6. Data Perempuan dalam Kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2005-2009) No Nama Kementerian / Departemen 1. Mari Elka Pangestu Menteri Perdagangan 2. Meutia Hatta Menteri Pemberdayaan Perempuan 3. Siti Fadilah Supari Menteri Kesehatan 4. Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Sumber: Data Lapangan 2009 4.10 Partai Politik Islam Memandang Perempuan Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Keragaman pandangan mengenai perempuan berpolitik, telah mengakibatkan dua hal yang secara berbeda muncul dalam khasanah politik Islam dalam menyikapi isu perempuan. Dua pandangan tadi dapat disajikan dalam sebuah tabel di bawah ini. Tabe1 7. Dualisme Kategori Partai Islam Kategori Partai Islam Keterangan Partai Islam Modernis Adalah partai yang bersikap sedikit Liberal dalam menafsirkan status kaum perempuan. Mereka memprogramkan persamaan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam hukum, sosial, ekonomi dan politik. Kaum perempuan diperbolehkan bekerja di sektor publik, berpartisipasi dalam kegiatan politik, bahkan diperbolehkan untuk menjadi kepala negara. Partai Islam Fundamentalis Adalah partai yang menolak persamaan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam hukum, sosial, ekonomi, dan politik. Partisipasi kaum perempuan yang disebutkan dalam bidangbidang diatas dibatasi. Untuk keluar rumah, kaum perempuan harus dikawal oleh suami atau muhrimnya. Kaum perempaun tidak diperbolehkan untuk bekerja di sektor publik, dan secara tegas dilarang untuk menjadi kepala negara. Sumber: Jurnal Perempuan Jadi dengan demikian, partisipasi politik perempuan sangat tergantung pada pandangan apa yang lebih banyak berkembang di kalangan masyarakat muslim itu sendiri. Karena sebenarnya laki-laki dan perempuan adalah sama-sama makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki akal dan budi. Diciptakan sebagai mitra untuk dapat saling melengkapi. Seorang perempuan tidaklah lengkap tanpa seorang laki-laki, begitu pula sebaliknya. Isu perempuan berpolitik khususnya dalam partai Islam sangat beragam. Studi yang dilakukan oleh Syafiq Hasim menyatakan bahwa platform perempuan di lima partai Islam dapat dilihat dari tabel di bawah ini: Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Tabel 8. Platform Perempuan dalam Lima Partai Politik Islam di Indonesia Platform tentang isu perempuan Prioritas Program terkait dengan Perempuan Kritik PBB Masih konservatif dalam menghargai perempuan meskipun sudah mengakomodasi ide-ide modern tentang pemberdayaan perempuan. Membuat persyaratan keterlibatan kaum perempuan didunia politik yaitu memiliki kapasitas dan keterampilan yang memadai, semangat untuk membela hak-hak mereka sendiri,memiliki kredibilitas dikalangan masyarakatnya, diakui oleh masyarakat umum dan memiliki ide-ide yang penting dan strategis bagi masyarakat. Partai ini seharusnya lebih melihat keterbelakangan kaum perempuan didunia politik bukan hanya karena kelemahan posisi perempuan dan ketidakcakapan perempuan saja. PPP - Lebih melihat masalah pendidikan perempuan. -memperbaiki sistem pendidikan diIndonesia. Pemerintah telah memberi kesempatan tetapi kaum perempuan tidak dapat mengaksesnya. - Pendidikan merupakan alat untuk meraih kesempatan yang setara dengan laki-laki. Partai ini tidak menyadari bahwa pendidikan hanyalah salah satu faktor penyebab tertinggalnya kaum perempuan. Persoalan sistemik sosial budaya masyarakat tidak dilihat dalam hal ini. Partai -Mengkritik gerakan perempuan yang hanya menuntut hak saja tanpa menyadari kewajibannya. PAN Partai ini tidak setuju dengan diskriminasi Gender. Menurut mereka, masih sulit bagi perempuan untuk memainkan peran yang sama dengan laki-laki dalam masyarakat Paternalistik. -Mengajukan pengembangan kesempatan bagi kaum perempuan. -Melihat perempuan merupakan lebih dari separuh jumlah penduduk Indonesi bahkan dunia. -Membentuk Departemen perempuan sebagai sentral aktivitas partai dari tingkat nasional hingga tingkat regional. PKB Melihat budaya sebagai sumber utama keterbelakangan perempuan. -Perempuan perlu setara dengan laki-laki. -Didalam rumah istri harus menjadi mitra yang setara dengan suami. Tokoh partai ini masih memiliki pandangan stereotip terhadap perempuan yang pernah mengatakan meskipun di dalam Islam perempuan dapat menjadi pemimpin, hal itu hanya berlaku pada kondisi khusus(darurat). Partai ini masih ambigu antara platform dengan kenyataan di dalam tubuh partai politik. -Dalam kehidupan politik perempuan harus ikut memainkan peran. PKS Mengizinkan perempuan menempati posisi kunci diparlemen sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Kemunduran posisi perempuan merupakan kesalahan Orde Baru. Dalam kenyataannya, PKS memisahkan perempuan dari pusat kekuasaan menjadi pinggiran. Sumber: Jurnal Perempuan Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Konsep nilai tentang perempuan yang menjadi gambaran (representasi) yang dirumuskan oleh berbagai Partai Islam termasuk Partai Keadilan Sejahtera sangat beragam. Konsep ideal partai Islam berkaitan dengan perempuan, yaitu : Tabel 9. Gambaran Representasi Perempuan dalam Konsep Partai-partai Islam Nama Partai Gambaran / representasi Perempuan Partai Bulan Bintang Perempuan menjadi faktor yang signifikan sebagai penjaga gawang moralitas bangsa. Kerusakan mental bangsa disebabkan oleh perempuan yang tidak dapat menjalankan fungsi dan perannya secara baik sebagai pendidik maupun penjaga gawang moral (khususnya moralitas seksual) masyarakat. Partai Persatuan Pembangunan Perempuan merupakan makhluk yang bermartabat, memperbanyak keterlibatan kaum perempuan dalam kehidupan politik berarti meningkatkan harkat dan martabat kaum perempuan. Dan fokus utama yang perlu menjadi perhatian perempuan adalah persoalan moralitas, pendidikan, dan persoalan anak. Partai Amanat Nasional Perempuan dipandang sebagai makhluk yang setara dengan laki-laki. Ia memiliki hak yang perlu diwujudkan secara hukum, politik dan sosial. Oleh karena itu kesetaraan dan keadilan gender perlu diperjuangkan dengan meningkatkan keterwakilan perempuan disemua bidang kehidupan. Partai Kebangkitan Bangsa Berbagai pencitraan trhdp perempuan yg tlh ada slama ini mrpkn produk sosial budaya, yg tidak jarang menimbulkan berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan. Bentuk-bentuk ketidakadilan yg dialami oleh perempuan trsbut diantaranya mrpkn dampak dr berbagai hukum dan aturan yg masih mengandung bias gender. Partai Keadilan Sejahtera Perempuan mrpkn aktor penting untuk menjalankan berbagai fungsi sosial, yg memerlukan keterlibatan perempuan, yaitu keluarga. Tugas utama perempuan sangat terkait dgn penjagaan moralitas(yg lebih spesifik pd moralitas seksual)dimana jilbab mrpkan ikon yg cukup penting serta upaya peningkatan kesejahteraan sosial, terutama kesejahteraan keluarga. Perempuan memiliki andil yg cukup penting dlm gerakan politik, yaitu untuk mendukung agenda kebijakan partai politik Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 melalui demonstrasi maupun proses regenerasi yang akan menjaga kelangsungan hidup perjuangan partai. Sumber: Jurnal Perempuan Platform Perempuan Indonesia yang dimiliki oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mencanangkan program peningkatan kapasitas dan penguatan identitas perempuan Indonesia sejati. Selain itu partai ini juga melengkapi kerangka aktifitasnya dengan Platform Pembinaan Keluarga sebagai unit masyarakat terkecil. Dari sini tergambar stabilitas politik dan ekonomi nasional yang membutuhkan kemampuan sosial yang mantap dan handal. Beberapa inisiatif yang dilakukan oleh PKS yang memiliki kaitan dengan konstruksi relasi gender dan isu perempuan, dapat dilihat secara lebih terinci dalam tabel di bawah ini : Tabel 10. Platform dan Agenda Perempuan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fokus Bidang Jabaran Program Sosial Budaya Menumbuhkembangkan budaya dan gaya hidup yang sejalan dengan tuntutan Syariat serta kesantunan masyarakat. Upaya pemasyarakatan jilbab dan kerudung dikalangan muslimah berlangsung dengan penuh kerelaan, sebab tak ada paksaan dalam menjalankan perintah agama. Sehingga akhirnya membentuk kesadaran baru dan menampilkan gaya hidup yang elegan dikalangan perempuan. Kesehatan dan Kesejahteraan Umum Mengembangkan Pos Wanita Keluarga Sejahtera sebagai pusat pelayanan keluarga untuk kesehatan Ibu dan anak. Disamping itu juga difungsikan sebagai sarana penyadaran dan pemberdayaan kaum perempuan, serta peningkatan peran keluarga selaku pondasi masyarakat madani. Lebih luas lagi mengelola Posko Adil Sejahtera sebagai arena pelayanan medis, bantuan sosial, konsultasi agama, terapi alternatif(ruqyah), dan pengembangan ekonomi masyarakat. Penanganan Daerah Konflik Membentuk Posko Kemanusiaan disejumlah daerah konflik, dengan mengerahkan tenaga medis dan paramedis serta sukarelawan. Kegiatan pasca konflikjuga dilanjutkan dengan menjadi mediator bagi proses rehabilitasi dan rekonsiliasi antar kelompok yang pernah bertikai. Konsentrasi utama ditujukan kpd pendidikan anak dan remaja yg terbengkalai, dan pemulihan kondisi psikologis kaum perempuan yg mnjd korban konflik paling rentan. Sumber: Jurnal Perempuan Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Berbagai program yang dicanangkan tersebut kelihatannya sama dengan realisasi yang mereka laksanakan dilapangan. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga merupakan partai yang senantiasa menyuarakan penerapan syariat Islam. Termasuk mensosialisasikan pandangan mereka mengenai kehidupan Islami, yang alat ukurnya secara mudah adalah memberikan panduan khusus mengenai tata cara berpakaian. Jilbab atau busana muslimah merupakan ciri khas yang disosialisasikan oleh partai ini demi mengatasi berbagai persoalan sosial yang seringkali diidentifikasi sebagai kemaksiatan. Secara khusus partai ini mengembangkan peran-peran yang tegas yang harus diambil oleh lelaki maupun perempuan, dan mengkonsentrasikan isu perempuan pada isu kelaurga. Perempuan dan anak juga seringkali dimobilisasi secara besarbesaran untuk mendukung agenda demonstrasi. Selain berbagai langkah politis dengan menggunakan keluarga sebagai basis, partai ini lebih banyak berkonsentrasi untuk melakukan kegiatan sosial bercorak kreatif. Penanganan konflik diberbagai daerah, kegiatan sosial untuk daerah miskin seperti pengiriman hewan kurban ke daerah terpencil, penanganan korban bencana alam maupun banjir, dilaksanakan melalui payung organisasi relawan bernama Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU). Melalui slogannya bersih dan peduli partai ini sanggup menarik massa pemilih hingga mendapatkan suara yang cukup besar pada Pemilu 2004 yang lalu. 4.11 Partisipasi Perempuan dalam Politik Partisipasi perempuan dalam politik di Indonesia merupakan salah satu cerminan dari adanya keadilan di dalam demokrasi yang sekarang sedang berusaha diwujudkan di dalam masa transisi. Aspek partisipasi perempuan di dalam demokrasi bukanlah sesuatu yang datang dengan tiba-tiba melainkan memerlukan kesadaran dan kepedulian dari seluruh masyarakat kita. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Namun sayangnya kondisi partisipasi perempuan di panggung politik masih sangat rendah, dimana sistem politik di Indonesia masih didominasi oleh kaum lakilaki sehingga dengan sendirinya bila diberlakukan kondisi alamiah, maka panggung politik tetap akan didominasi secara mayoritas oleh kaum laki-laki. Rendahnya partisipasi perempuan juga terjadi di tingkat lokal. Hal ini juga yang terlihat di DPRD Sumatera Utara. Partisipasi perempuan yang menjadi anggota dewan sangat rendah. Pada masa periode 2004-2009, perempuan yang menjadi anggota dewan hanya berjumlah 5 (lima) orang yang berasal dari 3 (tiga) partai politik. Nama-nama anggota dewan perempuan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 11. Nama Anggota Dewan Perempuan di DPRD Sumatera Utara Periode 2004-2009 No Nama Anggota Dewan Perempuan Partai Politik 1. Hj. Apriani Hakim Nasution,SE Partai Golkar 2. Dra. Hj. Darmataksiah YWR Partai Golkar 3. Hj. Wardaty Nasution, BA Partai Demokrat 4. Ristiawati Partai Demokrat 5. Ir. Fanin Nurlita Nainggolan, M.Si Partai Keadilan Sejahtera Sumber: Sekwan DPRD Sumatera Utara Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa belum adanya keseriusan partai politik dalam merealisasikan kebijakan mengenai kuota 30% perempuan. Karena hanya 3 (tiga) partai politik ini yang mempunyai wakil perempuan yang duduk di DPRD Sumatera Utara. Seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini, calon-calon legislatif perempuan yang diajukan oleh PKS beserta nomor urutnya. Tabel 12. Daftar Caleg Perempuan PKS Tingkat Nasional DPR-RI No Nama - Dapil Sumut I 1. Ir. Kusuma Dewi Dalimunthe, M.Eng No Urut 3 Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 2. Olivia Rizkana Rosyada 6 3. Siti Mar’atus Solihah, Lc 8 4. Esti Mardiani, M.Ag 9 Nama - Dapil Sumut II 5. Heni Sarihati Siregar 3 6. Ummi Kalsum 6 Nama - Dapil Sumut III 7. Annio Indah Nasution 6 8. Hidayani Fajriah 2 9. Syah Fitri Harahap 4 Sumber : DPD PKS Kota Medan tahun 2009 Tabel 13. Daftar Caleg Perempuan PKS DPRD Provinsi Sumatera Utara No Nama - Dapil I No Urut 1. Siti Aminah Amp, Spdi 3 2. Chairani Sitompul, S.Sos 6 3. Eka Ovida, SS 8 4. Lufi Fauzia Yunani, Ssi 10 5. Sri rezeki 11 6. Erdawati 13 7. Sri Heriyani 14 8. Nurhayati Lubis, S.Ag 15 9. Irma Novianti 16 10. Ramadani Pohan, SE 18 Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Nama - Dapil II 11. Ernida Hanum 8 12. Fitri Gustiana 5 13. Rahayu Fitrianti 7 14. Wilda Andriani 3 15. Zuraida Nasution 11 Nama - Dapil III 16. Agustini 5 17. Masdalifah 4 18. Rita Maizar 2 Nama – Dapil IV 19. Irfa Halena 2 20. Sri Astuti Maharani 3 Nama – Dapil V 21. Isma Sya’diah 4 22 Nur Azizah Tambunan 1 23. Rina Afrida Harahap 5 Nama – Dapil VI 24. Erna Astuti Daulay 2 25. Sri Anne Dumasari 6 Nama – Dapil VII 26. Nilsya Febrika Zebua 1 Nama – Dapil VIII 27. Darmawaty Tumanggor 4 28. Yuniar Marpaung 3 Nama – Dapil IX 29. Malahayati Tanjung 8 30. Maulina Sari Soraya Gultom 6 31. Sri Tenti Nasution 3 Nama – Dapil X 32. Ernawaty 4 33. Masta Herawati 1 Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 34. Sa’adah Sidebang 5 Nama – Dapil XI 35. Arihta Pandia 3 36. Evi Silvia 9 37. Rika Syahfitri 7 Sumber : DPD PKS Kota Medan tahun 2009 Tabel 14. Daftar Caleg Perempuan PKS DPRD Kota Medan No Medan 1 Pendidikan No Urut 1. Doni Hardiani Siregar, S.Pd S-1 Unimed 3 2. Ummi Khairiah, S.Psi S-1 UMA 6 3. Fauziah S.Sos S-1 STIK Pembangunan 9 4. Riza Floria, S.Ag S-1 IAIN 12 Medan 2 Pendidikan No Urut 5. Rawati, A.Md D-III USU 3 6. Delyana, S.Si.,A.Pt S-1 USU 6 7. Sri Kesuma Dewi SPK 8 8. Rita Sari Simatupang, S.Pd S-1 IKIP Jakarta 9 9. Rabiatun Adawiyah, S.Si S-1 USU 12 Medan III Pendidikan 10. Endang Setiawati,MA S-2 IAIN Medan 3 11. Marlimaini Nst, A.Md D-III USU 4 12. Fenni Eliza, ST S-1 Univ Bung Hatta 6 13. Sri Washliyani, S S-1 Unsyah 8 Medan IV Pendidikan No Urut No Urut 14. Deliana S, ST S-1 USU 3 15. S-1 Unimed 5 Nur Aisyah Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 16. Azizul Meini, A..Md D-III Poltek USU 9 17. Elvrita Panjaitan SMA 11 Medan V Pendidikan No Urut Dhiyaul Hayati, S.Ag S-2 Unimed 2 19. Maya Fitria, M.Kes S-2 USU 5 20. S-1 STAIS Medan 9 21. Nourma Manurung S.Ag, S.Pd S-1 IAIN dan S-1 STAIS 11 22. S-1 UMN Alwashliyah 12 18. Siti Hajar Silitonga, S.Pdl Sri Suryawati, S.Pd Sumber : (1) Sekretariat DPD PKS Kota Medan tahun 2009 (2) Jaringan Aktivis Perempuan Sumut Tabel 15. Daftar Calon Tetap Anggota Legislatif Perempuan Kota Medan Pemilu Legislatif 2009 No Partai Politik DP 1 DP 2 DP 3 DP 4 DP 5 JC 1. Hanura 4 5 2 4 5 20 2. PKPB 2 3 5 2 2 14 3. PPPI 4 2 3 1 1 11 4. PPRN 2 3 2 2 - 9 5. GERINDRA 2 1 2 2 3 10 6. PBN/BARNAS 2 2 2 2 2 10 7. PKPI 1 2 2 3 - 8 Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 8. PKS 4 5 4 4 5 24 9. PAN 4 4 3 3 4 18 10. PIB - - - - 3 3 11. Partai Kedaulatan - 1 1 1 1 4 12. PPD 3 2 2 1 - 8 13. PKB 2 2 2 2 3 11 14. PPI 4 2 1 1 4 12 15. PNI Marhaen - 4 2 2 1 9 16. PDP 3 3 2 2 3 13 17. PKP 1 2 - - - 3 18. PMB 2 1 - 2 1 6 19. PPDI - - - - - - 20. PDK 2 2 2 2 2 10 21. RepublikaN 2 2 1 2 2 9 22. Partai Pelopor 2 4 4 3 4 17 23. Golkar 5 5 2 3 4 19 24. PPP 4 1 1 2 1 9 25. PDS 4 3 2 3 4 16 26. PNBK 2 1 1 2 3 9 27. PBB 2 4 2 3 3 14 28. PDI-P 4 3 2 3 2 14 29. PBR 4 5 3 4 4 20 30. Partai Patriot 4 2 1 1 2 10 31. Partai Demokrat 4 4 2 3 4 17 32. PKDI 4 1 3 1 1 10 33. PIS 3 3 2 1 1 10 34. PKNU - 3 2 1 1 7 41. Partai Merdeka 2 2 - 1 1 6 42. PPNU - - - - - - Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 43. PSI 1 2 - - - 3 44. Partai Buruh 1 2 2 2 5 12 Sumber : Data ini diolah dari beberapa sumber: (1) Sekretariat KPUD Kota Medan, (2) Jaringan Aktivis Perempuan Sumut. 4.12 Partisipasi Perempuan Partai Keadilan Sejahtera di DPRD Kota Medan Peran perempuan dalam percaturan politik di DPRD Kota Medan menunjukkan sedikit perubahan walau belum secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah partisipasi perempuan di DPRD Kota Medan dua periode terakhir, yaitu pada periode 1999-2004 anggota dewan perempuan di DPRD Kota Medan berjumlah 3 (tiga) orang dari 85 orang jumlah keseluruhan anggota dewan. Sedangkan pada periode 2004-2009 meningkat menjadi 5 (lima) orang dari jumlah total yang sama yaitu 85 orang. Walaupun adanya peningkatan tetapi partisipasi perempuan masihlah sangat rendah, jika dilihat dari jumlah total anggota dewan yang ada. Sementara itu dari 50 calon terpilih anggota legislatif Kota Medan periode 20092014 yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Medan, 6 (enam) diantaranya perempuan. Dan dari keenam perempuan yang terpilih tersebut, calon perempuan yang diajukan oleh PKS tidak ada yang terpilih. Keenam wanita tersebut dapat kita lihat pada tabel di bawah ini. Tabel 16. Nama Anggota Dewan Perempuan di DPRD Kota Medan Periode 2009-2014 No Nama Anggota Dewan Perempuan Partai 1. Dra. Ainal Mardiyah Golkar 2. Janly, SE PPIB 3. Dra. Lily, MBA PPIB 4. Hj. Halimatusa’diah Partai Demokrat Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 5. Damai Yona Nainggolan Partai Demokrat 6. Hj. Srijati Pohan Partai Demokrat Sumber : KPUD Kota Medan Di DPRD Kota Medan, partisipasi perempuan masih harus ditingkatkan dan kedudukan perempuan yang menjadi anggota dewan haruslah diberi pada posisi yang dapat mempengaruhi keputusan yang dihasilkan. Dari data di atas dapat dilihat bahwa calon legislatif yang berasal dari Partai Keadilan Sejahtera tidak ada yang mendapat kursi untuk duduk di dewan. Ini disebabkan karena masyarakat masih melihat budaya patriarkhi yang selama ini melekat dimasyarakat. Dalam Pemilu Legislatif periode 2009-2014, harus diakui PKS telah gagal atau tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Walaupun harus diakui, PKS sebenarnya telah mengoptimalkan upaya untuk mendudukkan wakil perempuan dari PKS di DPRD Medan. Seperti yang diungkapkan oleh Ketua DPD PKS Kota Medan, Bapak Surianda Lubis S.Ag : “….kecenderungan pemilih untuk memilih caleg yang lebih dikenal menentukan hasil akhir Pemilu Legislatif kali ini. Selain itu, nomor urut partai juga menentukan. Karena masyarakat lebih cenderung memilih caleg pada nomor urut 1 (satu) tanpa melihat lagi caleg-caleg yang ada dibawahnya. Pemilih terkadang hanya melihat partainya, tidak peduli siapa calegnya. Jadi caleg dengan nomor urut 1(satu) lebih dominan dipilih karena terlebih dahulu dilihat oleh masyarakat atau pemilih…..”. Hal senada juga dikemukakan oleh Wakil Sekretaris I Bapak Khairul Anwar Hasibuan, SH: “……..walaupun telah ada Undang-Undang tentang partisipasi politik perempuan, tetapi ini masih sulit dilaksanakan. Ini dibuktikan dengan keterwakilan perempuan dari politik formal jumlahnya masih sangat rendah. Dunia politik selalu dianggap sebagai dunia laki-laki……”. Mengingat kehidupan sosial tidak bisa di pisahkan dari akar budayanya di mana mayoritas masyarakat di dunia masih kental dengan ideologi patriarki. Dalam konteks Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 budaya semacam ini dominasi laki-laki atas berbagai peran di masyarakat dan ranah publik tidak terelakkan. Hal ini bisa kita lihat pada tabel di bawah ini pada saat Pemilu Legislatif untuk periode 2009-2014. Tidak ada satu pun perempuan dari Partai Keadilan Sejahtera yang berhasil duduk di DPRD Kota Medan. Padahal PKS sendiri telah banyak mencalonkan kader perempuan. Ada sebanyak 22 orang yang dicalonkan partai. Tetapi hanya satu yang terpilih, itupun yang duduk di DPRD Provinsi yaitu, Siti Aminah Amp, Spdi. Tabel 17. Caleg Terpilih DPRD Dapil I No Nama Caleg Partai Jumlah Suara 1. Drs. H. Amiruddin PD 12.203 2. Parlaungan Mangunsong PD 4.439 3. Dra. Hj. Srijati Pohan PD 4.399 4. Juliandi Siregar PKS 4.112 5. Ikhrimah Hamidy PKS 3.429 6. Ahmad Arif PAN 4.484 7. Agus Napitupulu PDI-P 3.348 8. H. Sabar Syamsurya Sitepu Golkar 2.354 9. Goldfried Effendi Lubis PKDI 7.678 10. Ahmad Parlindungan PPP 7.516 11. Dra. Lily MBA PPIB 6.729 *Amplas, Kota, Area, Denai Tabel 18. Caleg Terpilih DPRD Dapil II No Nama Caleg Partai Jumlah Suara Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 1. Deni Ilham Panggabean PD 8.117 2. Burhanuddin Sitepu PD 5.713 3. Damai Yona Nainggolan PD 4.128 4. M. Faisal Nst PD 3.804 5. H. Salman Alfarisi PKS 6.038 6. Zul Morado Slawat Siregar PKS 3.667 7. Ilhamsyah Golkar 4.585 8. Daniel Pinem PDI-P 2.295 9. Paulus Sinulingga PDS 2.384 10. Kuat Surbakti PAN 1.861 11. Abdul Rani SH PPP 1.272 12. Bangkit Sitepu P.Patriot 4.368 * Medan Selayang, Baru, Tuntungan, Maimun, Johor, Sunggal, Polonia Tabel 19. Caleg Terpilih DPRD Dapil III No Nama Caleg Partai Jumlah Suara 1. Herri Zulkarnain PD 5.584 2. Irwan Sihombing PD 5.309 3. Surianda Lubis PKS 7.889 Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 4. Hasyim SE PDI-P 2.937 5. Ferdinand L. Tobing Golkar 1.222 6. Budiman Panjaitan PDS 2.967 7. Irwanto Tampubolon PPRN 3.188 * Medan Barat, Petisah, Helvetia Tabel 20. Caleg Terpilih DPRD Dapil IV No Nama Caleg Partai Jumlah Suara 1. Hj. Halimatusa’diah PD 7.342 2. Parlindungan SH PD 6.892 3. Maratua Oloan Harahap PD 3.052 4. Jumadi PKS 4.113 5. Roma P. Simaremare PDI-P 3.933 6. Arivay Tambunan PAN 2.327 7. CP Nainggolan Golkar 2.026 8. Jhony Nadeak PDS 2.377 9. Janly SE PIB 2.611 * Medan Timur, Perjuangan, Tembung Tabel 21. Caleg Terpilih DPRD Dapil V No Nama Caleg Partai Jumlah Suara 1. Dianto MS PD 13.282 2. Syamsul Bahri PD 3.779 3. A Hie PD 3.636 4. Khairuddin Salim PD 2.649 5. H. Muslim Lc PKS 4.920 6. T. Bahrumsyah PAN 3.334 7. Dra. Ainal Mardiyah Golkar 2.291 8. Porman Naibaho, SH PDI-P 1.292 Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 9. Remon Simatupang P. Buruh 1.297 10. Drs. M. Yusuf, S.Pdi PPP 2.237 11. Landen Marbun PDS 3.769 * Medan Belawan, Deli, Labuhan, Marelan Sumber: Data KPUD Kota Medan Dari tabel di atas terlihat, anggota legislatif yang terpilih dari PKS semuanya adalah laki – laki. Padahal calon perempuan yang diajukan partai sudah sangat banyak, yaitu sekitar 22 orang. Tetapi satupun tidak ada yang terpilih. Menurut Ketua Umum Dewan Pengurus Daerah Kota Medan Partai Keadilan Sejahtera, Surianda Lubis, S.Ag mengakui: “……kalau pola pikir umumnya masih didomonasi budaya patriarkhi. Sehingga sulit bagi caleg perempuan untuk dipilih. Walaupun pendidikan politik bagi perempuan di partainya sudah cukup gencar dilakukan. Segala kegiatan politik di PKS umumnya didominasi oleh perempuan. Tapi karena budaya politik massa mengambang kita belum berubah, jadi masih sulit untuk mewujudkannya………”. Tanggapan senada juga diungkapkan oleh anggota Kepemudaan, M. Amin yang mengatakan bahwa: “… sampai sekarang pun di zaman yang sudah terbuka, masyarakat tetap lebih menyukai laki-laki yang berpolitik daripada perempuan. Buktinya, walaupun PKS banyak mencalonkan caleg perempuan, satu pun tidak ada yang lolos. Kalau masalah nomor urut, buktinya kami menempatkan perempuan di nomor urut yang bagus. Tidak di bawah….”. PKS sendiri dalam Pemilu 2009 kali ini harus rela kehilangan satu kursi yang sebelumnya diisi oleh politisi perempuan yaitu Dhiyaul Hayati. Tidak satupun dari ketujuh caleg terpilihnya perempuan. Padahal sebelumnya mereka menargetkan memperoleh lima kursi untuk politisi perempuan di DPRD Medan. Menanggapi Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 adanya kuota 30 % bagi perempuan, PKS menyambut baik adanya aturan tersebut. Karena PKS merupakan partai yang salah satu mempunyai banyak kader perempuan. Ada beberapa alasan pentingnya keterwakilan perempuan dalam lembaga politik dan dalam pengambilan keputusan publik, yaitu: 4. Keterwakilan perempuan minimal 30% akan membuat perempuan lebih berdaya untuk terlibat dalam berbagai permasalahan yang tidak mendapat perhatian selama ini di Indonesia. Misalnya Angka Kematian Ibu yang tinggi, kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, pemerkosaan, dan sebagainya. 5. Keterwakilan perempuan 30% akan membuat perempuan lebih berdaya untuk memperjuangkan peningkatan kesejahteraan perempuan Indonesia yang masih rendah. 6. Keterwakilan perempuan minimal 30% akan membuat perempuan lebih berdaya untuk terlibat dalam pembuatan budget berperspektif gender. Penggunaan analisa berperspektif gender akan meningkatkan efektivitas kebijakan sehingga penggunaan uang publik juga akan memperhatikan perspektif gender tersebut. Menanggapai mengenai masalah kuota 30% yang berkembang dikalangan perempuan, Sri Heriyani Ssi, Apt selaku Ketua Bidang Kewanitaan di DPD PKS Medan turut memberi pernyataan: “……bahwa kuota 30% di parlemen merupakan suatu ukuran yang logis. Agar suara perempuan di parlemen menjadi suatu hal yang dapat diperhitungkan. Apalagi kuota tersebut sudah resmi di Undang-Undangkan, tetapi menurutnya yang paling penting adalah meningkatkan kualitas perempuan sebagai sumber daya untuk menuju kepada suatu perubahan. Karena perubahan apapun tidak akan pernah tercapai jika tidak diimbangi dengan perempuan yang berkualitas dari segi pendidikan ataupun pengetahuan……”. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Selanjutnya beliau menambahkan mengenai kualitas calon legislatif yang di ajukan oleh PKS : “…..perempuan-perempuan yang aktif di Partai Keadilan Sejahtera secara kualitas tidak ada yang berbeda dengan para laki-laki. Mereka mampu bersaing secara sehat dengan laki-laki dari segi rasional dan intelektual………” Memang beliau mengakui bahwa pada saat ini partisipasi perempuan dari Partai Keadilan Sejahtera pada Pemilu Legislatif kemarin sedikit mengecewakan. Karena tidak ada satupun yang berhasil merebut kursi di DPRD Kota Medan. Tetapi hal itu menurut beliau jangan dijadikan sebagai senjata untuk menyalahkan sistem politik dan pemerintah sepenuhnya. Harus ada intropeksi dari perempuan itu sendiri dan dari teman-teman lain di DPD. Agar melihat secara jernih terhadap persoalan ini. Kemudian secara bersama-sama mencari dan menemukan langkah, solusi maupun strategi yang tepat untuk tercapainya kesepakatan mengenai partisipasi perempuan di lembaga politik. Sedangkan menurut Rita Novita S.Sos, salah seorang Staff Pengurus di DPC mengatakan: “…walaupun saat ini telah ada UU No. 12 tahun 2003 yang memberikan kuota 30% bagi perempuan, pada dasarnya masih harus tetap diperjuangkan karena pada prakteknya hal tersebut belumlah maksimal dalam realitasnya…”. Sementara untuk PKS sendiri, ibu Rita mengatakan: “…untuk kuota 30% dipartai PKS sudah terpenuhi. Bahkan untuk Pemilu 2004 kemarin PKS termasuk salah satu partai yang terbesar kuotanya untuk caleg perempuan. Namun sangat disayangkan perempuan di beberapa partai masih ditempatkan di posisi tidak menguntungkan. Di parlemen perempuan belum memenuhi 30%, apalagi di DPRD Sumut masih ada yang tidak memiliki anggota legislatif perempuan…”. Karena beliau melihat hanya sedikit partai yang membuktikan dan konsisten terhadap Undang-Undang tersebut, sehingga terlihat jelas pada kondisi partisipasi perempuan di DPRD Sumatera Utara maupun di DPRD Kota Medan yang sangat minim. Kondisi ini menurut beliau harus segera diatasi demi kepentingan perempuan Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 dan beliau juga berharap agar peningkatan terhadap partisipasi perempuan di DPRD Kota Medan dengan agenda perjuangan menempatkan caleg perempuan pada “nomor urut jadi” dan bukan pada “nomor urut sepatu”. PKS dalam hal ini meyakini bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan adalah setara, dengan tentu saja memperhatikan fitrahnya masing-masing. Keduanya mengemban amanah ibadah dan juga amanah khilafah. Maka diharapkan keduanya bekerjasama dengan solid untuk saling melengkapi, karena keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. PKS juga mendorong kader-kader wanitanya untuk berkiprah di dunia politik, karena kewajiban menunaikan amar ma’ruf nahi munkar diembankan pada kedua belah pihak, laki-laki dan perempuan. PKS tidak memungkiri kebijakan kuota politik 30% kaum perempuan karena merupakan kebijakan yang dirancang, dirumuskan, diputuskan dan disahkan oleh para wakil rakyat yang duduk di legislatif. PKS juga mendukung kebijakan tersebut demi meningkatkan kepekaan warga negara Indonesia khususnya perempuan. Sedangkan mengenai kuota 30% Dhiyaul Hayati mengatakan: “….. angka 30 % bukanlah suatu patokan. Tetapi lebih bagaimana caranya agar perempuan – perempuan yang duduk di parlemen mengetahui apa – apa saja yang harus dia perbuat untuk kaumnya. Saya lebih melihat kualitas daripada kuantitas...”. Di singgung mengenai peran partai terhadap kadernya yang ingin menjadi anggota Legislatif, Dhiyaul Hayati mengatakan: “….. Parpol memiliki mekanisme dalam menjaring anggotanya untuk duduk di DPRD. Selain membina anggota yang memiliki kemampuan untuk berkiprah di legislatif juga melakukan penyaringan dengan melakukan Pemilu Internal Partai...”. Beliau juga mengatakan kalau Pemilu Legislatif kali ini memang mengecewakan partainya. Ketika di tanyakan apakah jumlah perempuan di parlemen saat ini sudah sesuai dengan harapan partai PKS khususnya kader PKS sendiri, beliau menjawab: Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 ”..... belum, tapi InsyaAllah untuk ke depannya akan dimaksimalkan perannya....”. Kuota perempuan ini di satu sisi memang bisa menempatkan perempuan dalam posisi yang cukup kuat, karena jumlah anggota perempuan di parlemen akan mempengaruhi keputusan yang dihasilkan. Kuota perempuan diterapkan dengan alasan sebagai berikut: 1. Kuota perempuan bukan diskriminasi, tetapi memberikan kompensasi atas hambatan-hambatan aktual yang mencegah perempuan dan keterlibatannya secara adil dalam posisi politik. 2. Perempuan mempunyai hak representasi yang setara. 3. Pengalaman perempuan diperlukan dalam kehidupan politik. 4. Perempuan memiliki kualitas seperti laki-laki tetapi kualifikasi perempuan dinilai rendah dan diminimalkan dalam sistem politik yang di dominasi oleh laki-laki. 5. Fakta bahwa partai politik yang mengkontrol masalah pencalonan dan bukan para pemilih yang menentukan siapa yang dipilih. Mengenai kuota 30% yang ditetapkan Pemerintah, Ariansyah SH (staff pengurus DPC) mengatakan: “…untuk mendukung keterwakilan perempuan dalam lembaga politik khususnya di lembaga perwakilan maka setiap kalangan seharusnya memberikan kepercayaan dan dukungan bagi perempuan untuk dapat tampil secara maksimal…”. Begitu juga dengan partai politik harus lebih terbuka dalam melihat persoalan perempuan dan partai politik harus merealisasikan kebijakan kuota bagi perempuan dengan menempatkan caleg perempuan di nomor urut jadi pada Pemilihan mendatang. Di Partai Keadilan Sejahtera sendiri, komitmen partai terhadap dukungan kepada kaum perempuan sangat terlihat jelas. Ini dibuktikan dengan adanya Bidang Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Kewanitaan di struktur kepengurusan partai. Seperti yang di ungkapkan oleh Ketua Bapilu PKS Abdul Rahim Siregar : ”..... Komitmen partai terhadap perempuan ada. Adanya lembaga khusus di struktur pengurus partai yakni Bidang Kewanitaan. Di sana merupakan ruang bagi perempuan PKS untuk memberikan potensi yang dimilikinya untuk ummat. Bidang Kewanitaan mempunyai job desc yang khusus melaksanakan pemberdayaan kepada perempuan...”. Berbagai tindakan dapat dilakukan untuk meningkatkan jumlah partisipasi perempuan di DPRD Kota Medan diantaranya, yaitu : memberikan kesempatan kepada perempuan untuk duduk dan mengisi posisi atau jabatan strategis dalam politik dan lembaga pembuat kebijakan, membuat jaringan kerjasama antara kelompok perempuan di tingkat lokal maupun nasional, menempatkan calon legislatif perempuan pada nomor urut jadi sehingga kedepannya jumlah partisipasi perempuan seperti yang diharapkan dapat tercapai. 4.13 Faktor-faktor penyebab rendahnya tingkat partisipasi perempuan Partai Keadilan Sejahtera di Kota Medan Minimnya partisipasi perempuan dalam aktifitas politik khususnya di DPRD Kota Medan dikarenakan adanya berbagai hambatan baik kultural maupun struktural. Berbagai hambatan tersebut bisa dilihat dari praktek-praktek sosial yang didasari sikap cenderung meminggirkan perempuan dan melegitimasi peran domestik serta stereotipnya. Pandangan bahwa politik itu lekat dengan dunia laki-laki, perempuan tidak pantas berpolitik atau bahkan menjadi pemimpin, baik karena alasan kemampuan maupun alasan agama adalah hegemoni patriarki. Masalah tersebut merupakan faktor kultural yang menjadi kendala bagi partisipasi perempuan di dalam lembaga politik. Kebijakan yang tidak berpihak pada perempuan serta komposisi pengambilan kebijakan yang minim jumlah perempuannya, adalah kendala struktural yang semakin menghadang partisipasi perempuan tersebut. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Berbagai cara dan strategi untuk menguatkan partisipasi perempuan harus dilakukan, salah satunya adalah dengan kebijakan affirmative action yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang No.12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum yang mencantumkan himbauan unuk memenuhi keterwakilan perempuan sejumlah 30% dalam pencalonan anggota legislatif di masing-masing partai politik. Walaupun dilahirkan dengan semangat demokratisasi, tetapi kebijakan ini menjadi setengah hati, karena tidak mensyaratkan keharusan bagi partai politik untuk memenuhi prinsip affirmative action. Pelaksanaan kebijakan tersebut juga tidak sepenuhnya berjalan terutama karena masyarakat masih di dominasi oleh ideologi patriarki, dimana ada resistensi untuk memenuhi amanat Undang-Undang dengan berbagai alasan. 4.13.1 Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Perempuan Realitas mengenai partisipasi perempuan dalam bidang politik terdapat berbagai faktor yang mempengaruhinya. Bisa dilihat bahwa sebagian besar terkait dengan faktor kultural, meneruskan apa yang pernah dilakukan orang tua, keyakinan untuk merubah kondisi perempuan saat ini, maupun kemauan yang datang dari diri sendiri. Seperti yang dikemukakan oleh Ibu Sri Heriyani S.Si Apt bahwa: “…keikutsertaan saya di bidang politik disebabkan oleh faktor yang datang dari diri sendiri. Tetapi juga seizin suami. Malah suami juga mendukung keinginan saya…”. Kesadaran diri ini salah satunya adalah kesadaran untuk menyalurkan aspirasi. Adanya keinginan untuk melakukan perubahan dalam kehidupan perempuan yang masih termarjinalkan. Kesadaran ini muncul ketika melihat masih begitu banyak kepentingan perempuan yang terabaikan, misalnya saja upah yang tidak seimbang dengan beban kerja, masih banyak perempuan yang buta huruf. Menurut Rina Afrida S.Psi yang mendorong dirinya terlibat dalam bidang politik yaitu : Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 ”..... ia ingin memberikan wacana baru kepada masyarakat, berdakwah, melayani orang-orang melalui partai politik. Ingin memberikan pendidikan politik kepada masyarakat sekitar, bahwa tidak semua partai itu sama.....”. Sedangkan menurut Rita Novita, staff pengurus DPC mengatakan : ”..... PKS adalah partai dakwah. Keinginan merubah keadaan yang ada sekarang ini ke arah yang lebih baik berlandaskan tuntunan islami. Itulah yang memotivasi saya untuk terlibat aktif di bidang politik, khususnya di PKS.....”. Pendapat hampir senada diutarakan oleh Dhiyaul Hayati, anggota DPRD Kota Medan, yang menyebabkan ia turut terjun ke bidang politik yaitu : ”.... awalnya aktif dikampus sebagai aktivis. Setelah itu merasa tertarik untuk menjadi anggota partai. Dan PKS menjadi pilihannya, karena visi misi yang dianggap sejalan dengan prinsip yang saya pegang, yaitu yang Islami....”. Dari pernyataan diatas faktor utama yang mempengaruhi keterwakilan perempuan di dalam lembaga politik lebih pada kesadaran diri sendiri, dimana timbulnya kesadaran diri ini muncul dari keadaan dan posisi perempuan yang masih termarjinalkan dalam semua aspek kehidupan. Adanya keinginan untuk melakukan suatu perubahan ke arah yang lebih baik dalam kehidupan kaum perempuan, adanya tindakan pemberdayaan perempuan. 4.13.2 Faktor Penghambat Keterwakilan Politik Perempuan Dalam membahas masalah perempuan di dunia politik, tentunya akan banyak sekali hambatan-hambatan yang dialami oleh perempuan. Dari informan yang diwawancarai ternyata banyak sekali hambatan-hambatan untuk berpartisipasi secara penuh. Hambatan-hambatan ini sebenarnya bersifat klasik dan juga biasa terjadi di lingkungan lain. Tidak hanya bagi perempuan PKS saja. Tetapi umumnya perempuan – perempuan yang aktif di bidang politik juga merasakannya. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dari hasil penelitian di bawah ini. 4.13.2.1 Hambatan dalam Budaya Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Menurut Sri Heriyani Ssi, Apt selaku Ketua Bidang Kewanitaan di DPD Partai Keadilan Sejahtera, yang menjadi faktor penghambat partisipasi politik perempuan umumnya disebabkan oleh: “… partisipasi politik perempuan adalah suatu keniscayaan, karena setiap muslim sebagaimana dalam QS At Taubah : 71, menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan saling tolong menolong dalam beramar ma’ruf nahi munkar. Akan tetapi, fenomena yang ada menunjukkan bahwa partisipasi politik perempuan rendah, umumnya disebabkan oleh adanya budaya kita yang sulit dihilangkan. Yang menganggap bahwa perempuan yang berpolitik menyalahi aturan. Itu sebabnya sulit perempuan untuk maju...”. Hal senada juga di ungkapkan oleh Rina Afrida S.Psi sebagai Ketua Kaderisasi DPC Medan Johor : ”.... masalah yang memarginalkan posisi perempuan yaitu dalam hal kesempatan. Kesempatan dalam hal pekerjaan, peran politik, pengambilan kebijakan di dalam keluarga dan masyarakat karena kultur atau tradisi yang mengakar....”. Pendapat yang sama juga disampaikan Doni Hardiani S.Pd dalam melihat hambatan bagi perempuan yang aktif di politik. Beliau mengatakan : ”..... kultur masyarakat yang susah untuk dirubah. Budaya patriarkhi itu masih sangat kental di masyarakat kita. Tapi untuk kita (PKS) sendiri, tidak ada hambatan. Baik perempuan maupun laki – laki saling mendukung untuk kebaikan ummat. Tidak ada perbedaan yang saya rasakan....”. Hal berbeda diungkapkan Dhiyaul Hayati sebagai Ketua Polhukam di DPD PKS yang juga sebagai anggota DPRD Kota Medan. Beliau mengatakan tidak ada hambatan bagi seorang perempuan untuk terlibat di dalam politik. Seperti yang diutarakannya : ”..... Tidak ada hamabatan bagi seorang perempuan untuk terlibat dalam dunia politik. Sebagai warga negara siapapun bisa menyalurkan hak politiknya lewat jalur apa saja. Melalui ormas dan parpol. Hanya saja perlu selektif jika ingin menyalurkan hak politik lewat parpol. Pilihlah parpol yang aspiratif dan sesuai dengan visi yang ingin kita wujudkan.....”. 4.13.2.2 Hambatan dalam Sosialisasi Ini sesuai dengan pernyataan Bapak Khairul Anwar Hsb, SH di bawah ini: Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 “…. Hambatan yang dialami oleh kaum perempuan di PKS, yaitu dalam sosialisasi pada saat pemilihan legislatif kemarin banyak kendala-kendala. Misalnya ke daerahdaerah tertentu. Ada batasan-batasan dalam sosialisasi…”. Faktor lain yang menghambat, yang menjadi kendala terbesar diutarakan oleh Sri Heriyani sebagai Ketua Bidang Kewanitaan : “…. Sebagian besar kader perempuan PKS belum di kenal oleh masyarakat atau belum menjadi tokoh di masyarakat…”. Itu sebabnya untuk ke depan kita akan terus berusaha agar perempuan PKS bisa lebih dikenal dimasyarakat…”. Pendapat yang sama juga dikatakan oleh Adisyah Putra, hambatan yang dialami perempuan di PKS yaitu : “….. perempuan di PKS kurang di kenal masyarakat. Apalagi pada saat pemilihan legislatif kemarin atribute-atribute kampanye dari perempuan PKS tidak semeriah dari parpol lain......”. Hal yang sama juga disampaikan oleh Rina Afrida S.Psi calon legislatif dari Sumut 5 (Labuhan Batu) yang mengatakan: ”.... hambatannya kurang dikenal, kalaupun dikenal tapi bukan tokoh dimasyarakat. Masyarakat hanya menganggap perempuan dari PKS sebagai ustadzah. Dan solusinya ya harus ada upaya penokohan dari partai. Karena pada saat kampanye, kita langsung turun ke masyarakat. Sementara di partai sudah maksimal....”. 4.13.2.3 Hambatan Ekonomi Yang dimaksud hambatan ekonomi bagi perempuan PKS dalam berpolitik, yaitu ongkos politik yang besar. Bukan menjadi rahasia bahwa seseorang yang ingin maju dalam pemilihan di elite politik, harus memiliki uang yang cukup untuk membiayai ongkos politiknya. Ini seperti yang diungkapkan oleh Rita Novita S.sos bidang kaderisasi : “… hambatan perempuan untuk maju di politik itu banyak. Money politic yang masih menyerang masyarakat dikarenakan rendahnya pengetahuan politik mereka. Lalu posisi caleg perempuan yang tidak strategis, system politik di masa orde baru yang menjadikan perempuan sebagai objek politik, dan cost politik yang besar. Sementara perempuan dalam rumah tangga dipimpin oleh seorang suami, sehingga diperlukan komunikasi efektif agar keluarga menjadi sistem pendukung untuk perempuan aktif dalam politik…”. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Pada saat kampanye pemilu legislatif kemarin, dana kampanye yang dikeluarkan itu berasal dari dana pribadi dan dari partai. Untuk nominal angka para informan enggan menyebutkan berapa jumlahnya. Perempuan PKS lebih di tekankan untuk berbuat langsung ke masyarakat, contohnya dengan adanya program dari Pos Wanita Keadilan seperti Layanan kesehatan gratis, program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), serta bazaar – bazaar yang sering di lakukan. Jadi untuk kampanye, mereka lebih menyerahkan ke masyarakat. Menurut Ahmad Sofyan sebagai anggota Bapilu mengatakan: “…. Perempuan yang ingin maju menjadi anggota Legislatif harus punya uang yang cukup. Karena itu tidak mudah. Apalagi bila sudah punya suami (keluarga), harus izin suami dulu. Atau dibicarakan dulu dengan suami bagus – bagus….”. 4.13.2.4 Hambatan Internal Hambatan berpartisipasi secara politis berasal dari perempuan sendiri. Pencitraan perempuan sebagai makhluk lemah, tidak mandiri, kurang bertanggung jawab, dan lain-lain yang sudah melekat di dalam masyarakat. Tetapi untuk perempuan di PKS, ini tidak terlalu dipermasalahkan. Bagi mereka berbuat langsung itu lebih penting. Seperti yang di ungkapkan oleh Doni Hardiani S.Pd yang mengatakan: “….. Kami tidak terlalu mempermasalahkan anggapan itu. Yang terpenting lakukan saja apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing. Maka masyarakat akan bisa menilai sendiri....”. 4.14 Strategi Meningkatkan Keterwakilan Perempuan Partai Keadilan Sejahtera di DPRD Kota Medan Peran politik perempuan dalam pembangunan memang sudah terlihat dampaknya. Bahwa aspirasi perempuan dalam bidang sosial politik telah mendapat tempat walau belum semua aspek terwakili. Dari data dan fakta di lapangan jelas terlihat bahwa suara perempuan memang tidak sebanding dengan jumlah keberadan Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 perempuan itu sendiri. Menyadari kenyataan itu maka banyak aktivis politik bersepakat untuk meningkatkan jumlah wakil perempuan di Legislatif, DPR-RI, DPRD I, DPRD II, dan di dalam partai-partai politik dengan adanya kuota 30% yang akhirnya hak tersebut telah dimasukkan dalam Undang-Undang No.12 tahun 2003. Dengan adanya kuota 30% perempuan mempunyai kesempatan secara langsung untuk terlibat dalam proses politik melalui ketentuan keterwakilan perempuan 30% tersebut. Secara umum keterwakilan perempuan sebanyak 30% ini dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, kuota perempuan yang di penuhi partai politik berdasarkan total jumlah caleg, dan Kedua kuota perempuan yang dipenuhi partai politik berdasarkan daerah pemilihan. Bila kuota perempuan dilihat dari sisi pertama, maka secara mayoritas kita melihat data tersebut sudah menunjukkan upaya parpol yang menempatkan 30% caleg perempuan. Ini sesuai dengan table di bawah. Tabel 22. Jumlah Calon Anggota Legislatif Periode 2009-2014 (dalam persen) No Nama Partai Perempuan Laki-laki Jumlah Proporsi (%) 1 Hanura 186 414 600 31,00 2 PKPB 55 86 141 39,01 3 PPPI 134 140 274 48,91 4 PPRN 76 212 288 26,39 5 GERINDRA 112 275 387 28,94 6 PBN/BARNAS 104 172 276 37,68 7 PKPI 142 173 315 45,08 8 PKS 215 364 579 37,13 9 PAN 179 413 592 30,24 10 PIB 20 35 55 36,36 11 P.Kedaulatan 89 154 243 36,63 12 PPD 67 92 159 42,14 13 PKB 134 258 392 34,18 Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 14 PPI 92 184 276 33,33 15 PNI Marhaen 37 76 113 32,74 16 PDP 166 234 400 41,50 17 PKP 66 133 199 33,17 18 PMB 124 179 303 40,92 19 PPDI 16 34 50 32,00 20 PDK 107 143 250 42,80 21 RepublikaN 67 162 229 29,26 22 Partai Pelopor 41 65 106 38,68 23 Golkar 192 446 638 30,09 24 PPP 131 339 470 27,87 25 PDS 115 207 322 35,71 26 PNBK 56 115 171 32,75 27 PBB 129 263 392 32,91 28 PDI-P 221 407 628 35,19 29 PBR 129 185 314 41,08 30 Partai Patriot 23 102 125 18,40 31 Partai Demokrat 219 439 658 33,28 32 PKDI 45 100 145 31,03 33 PIS 123 192 315 39,05 34 PKNU 96 192 288 33,33 41 Partai Merdeka 32 57 89 35,96 41 PPNU 40 52 92 43,48 43 PSI 46 81 127 36,22 44 Partai Buruh 76 142 218 34,86 7.317 3.902 11.219 JUMLAH Sumber : Harian Kompas, Senin 9Februari 2009. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dimasa mendatang diperlukan beberapa strategi yaitu : 1. Membangun dan memperkuat hubungan antar jaringan dan Organisasi perempuan. Di Indonesia, saat ini ada beberapa asosiasi besar organisasi perempuan. Misalnya, Kongres Wanita Indonesia (KOWANI), Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI). Jaringan ini memiliki potensi penting untuk mendukung peningkatan representasi perempuan di parlemen, baik dari segi jumlah maupun kualitas. 2. Meningkatkan keterwakilan perempuan dalam organisasi partai-partai politik. Mengupayakan untuk menduduki posisi-posisi strategis dalam partai, seperti jabatan ketua dan sekretaris, karena posisi ini berperan dalam memutuskan banyak hal tentang kebijakan partai. 3. Melakukan advokasi para pemimpin partai-partai politik. 4. Membangun akses ke media. Hal ini perlu mengingat media cetak dan elektronik sangat mempengaruhi opini para pembuat kebijakan partai dan masyarakat umum. 5. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran perempuan melalui pendidikan dan pelatihan. Ini perlu untuk meningkatkan rasa percaya diri perempuan pada kemampuan mereka sendiri untuk bersaing dengan laki-laki dalam upaya menjadi anggota parlemen. 6. Meningkatkan kualitas perempuan. Peningkatan kualitas perempuan dapat dilakukan, antara lain dengan meningkatkan akses terhadap fasilitas ekonomi, kesehatan dan pendidikan. 7. Memberikan kuota untuk meningkatkan jumlah anggota parlemen perempuan. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Sedangkan strategi yang dilakukan oleh PKS untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di DPRD Kota Medan dengan cara melihat peta perpolitikan pada saat sekarang. Seperti yang di ungkapkan oleh Bapak Khairul Anwar Hasibuan, SH: “…sekarang ini masyarakat melihat orangnya bukan partainya. Jadi untuk ke depannya kami akan tetap berusaha untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dari PKS dengan cara lebih banyak membuat kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan perempuan. Karena dengan diadakannya acara-acara, masyarakat bisa melihat siapa-siapa saja perempuan PKS yang mungkin selama ini kurang di kenal…”. Sedangkan Sri Heriyani S.Si Apt mengatakan: “…akan terus mejalin kerjasama dengan pihak-pihak yang terkait dengan perempuan. Selain itu tetap menjalankan kegiatan yang sudah ada, seperti Pos Wanita Keadilan atau Sa’limah (Persatuan Muslimah). Karena diharapkan dengan kegiatan-kegiatan seperti itu akan tetap menjalin komunikasi diantara perempuanperempuan yang ada di PKS. Sedangkan untuk terlibat langsung ke masyarakat kita akan terus lanjutkan prgram-program yang sudah ada. Seperti pengobatan gratis, dll…”. Cara lain yang dilakukan menurut Doni Hardiani selaku bagian Pemberdayaan Perempuan yaitu : “……terus meningkatkan pendidikan dan pelatihan kader perempuan baik dari tingkat Pusat sampai tingkat Ranting (DPRa) atau kelurahan agar memahami peran politik perempuan yang ada di keluarga, masyarakat dan lembaga strategis…’. Pendapat lain dikemukakan oleh M. Hidayat sebagai anggota Pembinaan: “… partai memiliki komitmen untuk meningkatkan keterwakilan anggotanya di Parlemen. Baik itu perempuan maupun laki-laki. Khusus untuk perempuan adanya Bidang Keanitaan. Dari sana kita bisa menilai bahwa PKS concern terhadap masalah – masalah perempuan…”. Untuk strategi, peran partai khususnya PKS dalam meningkatkan representasi (keterwakilan) politik perempuan Dhiyaul Hayati menambahkan: ”...... PKS melakukan pembinaan terkait fungsi dan peran anggota DPRD. Khusus kader PKS, melakukan hearing kepada konstituen, melakukan kajian-kajian untuk mengasah kemampuan diri....”. Sedangkan menurut Adisyah Putra selaku anggota bagian Kesra mengatakan : ”..... memberi pemahaman kepada kader perempuan khususnya, agar lebih banyak terlibat aktif secara langsung di masyarakat. Agar perempuan – perempuan dari PKS Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 bisa lebih di kenal masyarakat. Khususnya pemilih perempuan, seperti ibu – ibu atau mahasiswi...”. Sedangkan Strategi Pemberdayaan Peran Politik Perempuan khususnya di Partai Keadilan Sejahtera dapat kita lihat pada gambar di bawah ini. Terbangunnya identitas prilaku dan budaya politik yang islami. Signifikannya peran politik Muslimah dalam membangun masyarakat yang islami. 1. Meningkatkan pemahaman muslim dan muslimah terhadap landasan syar’i dan landasan historis fiqh siyashi. 2. Meningkatkan pemahaman muslim dan muslimah tentang tuntutan kontemporer peran politik muslimah. 3. Membangun etika dan adab interaksi. Masyarakat yang Islami. Meningkatnya peran politik muslimah. 1. Membangun sistem pendukung peran politik muslimah dari keluarga, lingkungan, dan partai politik. 2. Meningkatkan kompetensi muslimah. 3. Menjalin kerjasama dengan pria dalam melakukan agenda aksi politik. Gambar 4. Strategi Pemberdayaan Peran Politik Perempuan Partai Keadilan Sejahtera Pemberdayaan perempuan adalah upaya perempuan untuk memperoleh akses dan kontrol terhadap sumber daya, ekonomi, politik, sosial dan budaya, agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan percaya diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep dirinya. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Dalam buku platform kebijakan pembangunan Partai Keadilan Sejahtera, langkah strategis yang di tempuh PKS dalam menuntaskan permasalahan perempuan Indonesia adalah: Pertama, mewujudkan perempuan Indonesia yang bertaqwa. Ketaqwaan harus menjadi ruh dalam diri perempuan Indonesia karena merupakan jaminan bagi kebahagiaan lahir-bathin. Oleh karenanya harus ada gerakan bersama untuk menjadikan nilai-nilai ketaqwaan sebagai ciri kebanggaan perempuan Indonesia. Upaya yang dilakukan: a) memperjuangkan hak perempuan Indonesia untuk dapat menjalankan syariat sesuai dengan agamanya; b) memperjuangkan hak perempuan untuk mendapat pendidikan dan bimbingan beragama; c) tersedianya dukungan dan alokasi dana kegiatan keagamaan dan bimbingan beragama bagi perempuan Indonesia. Kedua, mewujudkan kehidupan yang sejahtera bagi perempuan Indonesia. PK Sejahtera meyakini bahwa tanpa jaminan kesejahteraan bagi warganya, upaya untuk meningkatkan kualitas SDM akan menemui hambatan. Untuk itu PK Sejahtera memperjuangkan hak-hak perempuan Indonesia untuk dapat hidup lebih sejahtera melalui: a) peningkatan alokasi anggaran untuk pemberdayaan keluarga miskin, khususnya bagi keluarga janda; b) pemenuhan gizi ibu hamil/menyusui melalui program tunjangan ibu hamil dan menyusui; c) jaminan sosial bagi ibu melahirkan mengingat angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi; d) upah kerja yang adil bagi perempuan sesuai standar profesionalisme; e) mengupayakan jam kerja yang ramah bagi pekerja perempuan; f) mengupayakan fasilitas umum yang ramah perempuan; g) mengupayakan jaminan hukum yang tegas atas pelanggaran harkat dan martabat perempuan; h) jaminan sosial bagi ibu dan anak korban kekerasan oleh negara. Ketiga, mewujudkan perempuan Indonesia yang cerdas. Untuk itu PK Sejahtera akan memperluas akses perempuan dalam: a) meningkatkan kesempatan memperoleh Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan minat, bakat dan kemampuan intelektualnya baik formal maupun informal; b)memperoleh bantuan dana pendidikan bagi perempuan minimal sampai tingkat sekolah menengah atas dan atau yang sederajat; c) pengembangan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan fitrah perempuan; d) membangun dan membudayakan jiwa wirausaha perempuan melalui pendidikan dan pelatihan. Keempat, mewujudkan perempuan Indonesia yang berdaya. Partisipasi konstruktif perempuan di wilayah publik secara proporsional sangat dinantikan oleh masyarakat. Untuk itu PK Sejahtera akan mendorong perempuan Indonesia agar: a) mampu berperan aktif dan memberikan kontribusi melalui gagasan dan karya yang positif bagi kemajuan bangsa; b) mampu bersikap kritis pada kebijakan publik yang merugikan dan mengancam kehidupan berbangsa; c) meningkatkan peran perempuan di lembaga pengambil kebijakan dan memberikan jaminan bagi penyaluran aspirasi / kepentingan perempuan dan keluarga; d) memiliki kemampuan mengangkat harkat dan martabat perempuan serta melakukan pembelaan atas pelanggaran yang ada; e) mampu melakukan penolakan atas upaya-upaya eksploitasi perempuan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kelima, mewujudkan perempuan Indonesia yang berbudaya. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang tumbuh dengan kultur yang sarat dengan nilai-nilai religi. Nilai ini yang menjadi kebanggaan kita secara turun temurun. Untuk itu PK Sejahtera akan mengajak seluruh perempuan Indonesia untuk mempertahankan ciri budaya Indonesia melalui: a) meningkatkan kemampuan perempuan untuk mengembangkan ciri budaya Indonesia sebagai bangsa yang religius; dan b) mengembangkan atmosfir budaya yang memuliakan dan mengangkat harkat/martabat perempuan. Partai Keadilan Sejahtera meyakini bahwa hanya melalui upaya peningkatan kualitas SDM suatu bangsa akan tegak sebagai bangsa yang jaya dan terhormat. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Perempuan adalah setengah dari sumber daya manusia tersebut, maka tidak ada alasan bagi setiap warga bangsa ini, kecuali mendukung setiap upaya pemberdayaan perempuan seutuhnya: lahir dan batin, dunia dan akhirat. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Perempuan dalam pemikiran Islam modern digambarkan sebagai makhluk yang sama kedudukannya dengan laki-laki secara teologis di hadapan Allah dan secara sosial dalam interaksi sesama manusia. Kesetaraan wanita dan pria ini kemudian diwujudkan dalam bentuk memberikan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam mengapresiasikan hak dan kewajiban mereka. Begitu juga dengan partisipasi politik perempuan di Partai Keadilan Sejahtera. Partisipasi politik perempuan di Partai Keadilan Sejahtera sebenarnya relatif cukup tinggi. Karena keterlibatan mereka (kaum perempuan) bukan hanya pada saat hari pencoblosan saja, tetapi jauh-jauh hari mereka sudah menunjukkan partisipasi mereka. Ini bisa dilihat pada saat Pemilu legislative kemarin. Calon-calon yang diajukan oleh PKS sudah melebihi dari kuota yang ditetapkan Pemerintah yaitu sebesar 30%. Tetapi tidak satupun calon legislatif yang diajukan untuk DPRD Kota Medan berhasil mendapatkan kursi. Padahal jika dilihat kualitas mereka tidak kalah dengan calon legislatif laki-laki. Baik dari segi pendidikan maupun pengetahuan. Di dalam upaya memenuhi kuota 30% perempuan untuk calon anggota legislative, secara empiric dan factual terdapat kendala yang menyebabkan keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat sangat rendah. Yakni masih adanya anggapan bahwa dunia politik adalah dunianya laki-laki. Di mana system dan struktur social patriarki telah menempatkan perempuan pada posisi yang tidak sejajar dengan laki-laki. Masih sedikitnya perempuan yang terjun ke duni politik dan rendahnya pengetahuan perempuan tentang politik, serta dukungan partai politik yang belum bersungguh-sungguh terhadap kepentingan perempuan. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Namun, PKS menyadari, bahwa amanah menjadi anggota legislative itu tidaklah ringan, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Diharapkan siapapun yang menjadi anggota legislatif, benar-benar memperjuangkan aspirasi kaum perempuan dan berkontribusi nyata dalam mengawal proses reformasi di Indonesia. Pada prinsipnya perempuan Indonesia secara hukum mempunyai hak, kewajiban, dan kesempatan yang sama dengan laki-laki berkiprah di bidang politik. Namun, karena alasan nilai-nilai kultural yang berkembang di masyarakat dan kendala struktural, hanya sedikit sekali jumlah perempuan yang tampil di panggung politik. Mengingat kualitas perempuan secara intelegensia dan potensi lainnya pada dasarnya sama dengan laki-laki, diharapkan di masa mendatang jumlah perempuan yang memasuki panggung politik dan menduduki posisi strategis di bidang legislatif, eksekutif, maupun yudikatif semakin meningkat demi menata Indonesia yang adil dan demokratis. Demikianlah, partisipasi politik perempuan yang relative tinggi di PKS, tidak diikuti representasi (keterwakilan) politik yang sepadan. 5.2 Saran Perlu adanya upaya membangun kesadaran peran dan partisipasi politik perempuan di kota Medan secara sadar dan sengaja sehingga tujuan-tujuan program yang ingin hendak dicapai dapat dimaksimalkan. Perlu adanya upaya membangun kesadaran kritis secara maksimal sehingga mendukung secara penuh peran dan mengontrol serta mempengaruhi jalannya pemerintahan dan pembentukan hukum. Perlu adanya jaringan komunikasi antara perempuan terkait dengan peran-peran politik mereka sehingga mereka dapat berfungsi sebagai wadah mempersatukan apresiasi dan meningkatkan peran mereka. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Perlu terus di lakukan kajian-kajian dan mengidentifikasi permasalahan yang selama ini memarginalisasikan dan terisolirnya perempuan dari dunia politik, utamanya perempuan di tingkat lokal yang masih memiliki keterbatasan terhadap perolehan pendidikan politik. Kalangan perempuan yang terlibat dalam partai politik perlu dibimbing secara professional dan proporsional, sehingga menjadi SDM yang berkualitas. Pengkaderan pengurus perempuan ini penting bagi partai politik yang bersangkutan dan kalangan muda. Perempuan yang terjun ke duni politik harus mempersiapkan diri agar mampu bersaing dengan laki-laki, untuk itu kaum perempuan harus aktif di dalam kepengurusan partai politik, dan membekali diri dengan memenuhi kapasitas, kompetensi dan kualifikasinya sebagai warga politik dengan tetap dalam koridor kesempurnaan jati diri perempuan. Dalam konteks ini ada beberapa rekomendasi yang berkaitan dengan cara-cara memperkuat partisipasi politik perempuan. 1. Meningkatkan jumlah pejabat terpilih perempuan di tingkat nasional, propinsi, dan lokal. 2. Memastikan bahwa partai-partai politik merangkul perempuan dalam posisiposisi kepemimpinan yang berarti pula. 3. Menggunakan teknologi, di dalam partai atau pemerintahan, untuk memenuhi kebutuhan perempuan dan menginformasikan bagi mereka program-program dan kebijakan-kebijakan pemerintah. Selain itu ditambahkan oleh para informan, baik dari laki-laki maupun perempuan, untuk ke depannya harus ada usaha penokohan dari partai. Karena memang secara kelembagaan yang mendukung calon legislatif perempuan PKS tidak ada, hanya secara personal saja. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 DAFTAR PUSTAKA BUKU - BUKU Almond, Gabriel A, 1984. Sosialisasi Kebudayaan dan Partisipasi Politik, dalam Mochtar Mas’oed & Mac Andrews (Eds), Perbandingan Sistem Politik Yogyakarta: UGM University Press. Aminuddin, Hilmi KH, 2008. Menghilangkan Trauma Persepsi, Jakarta: Sekretariat Jenderal Bidang Arsip dan Sejarah DPP PKS dan Arah Press. Andi Baso Zohra, 2000. Perempuan Bergerak Membingkai Gerakan Konsumen dan Penegakan Hak-hak Perempuan, Yogyakarta: YLKI Sulawesi Selatan. Andrews Mac, . Masalah-masalah Pembangunan Politik, Yogyakarta: Gajahmada University Press. Armayanti, Nelly, 2007. Partisipasi Perempuan dalam Politik (Tesis), Medan: Universitas Sumatera Utara. Azra, Azyumardi dalam Jurnal Perempuan, 2002. Bodohnya NU: Menguji Khittah, MeneropongPergeseran Paradigma Politik, Yogyakarta: Ar- Ruzz Press dan PW IPNU Jawa Tengah. Badan Pusat Statistik, Medan dalam Angka 2008. Budiarjo, Miriam, 1989. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia. Budie Santi, dkk , 2004. Menggalang Perubahan-Perlunya Perspektif Gender dalam Otonomi Daerah, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan. Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif, Jakarta: Kencana Predana Media Group. Burhanudin, Nandang, 2008. PKS Partai Islam Rahmatan Lil’Alamin, Bandung: Tim FR. Cleves, Julia Mosse, 2002. Gender dan Pembangunan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Daulay, Harmona , Perempuan dalam Kemelut Gender, USU Press. Djunaidi, Achmad & Thobieb Al-Asyhar, 2006. Khadijah Sosok Perempuan Karier Sukses, Jakarta: Mitra Abadi Press. Easton, David, 1995. Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Faisar, Ananda, 2004. Wanita dalam Konsep Islam Modernis, Jakarta: Pustaka Firdaus. Fakih, Mansour, 2004. Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Fealy, Greg, . Dalam Tulisan Heri Kusmanto dan Warjio “Strategi Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera, Gaffar, Afan, 2005. Politik Indonesia; Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. G. Tan, Mely, 1996. Perempuan Indonesia Pemimpin Masa Depan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hasyim, Syafiq, 2001. Perempuan dalam Fiqih Politik, dalam Buku Hal-hal yang tidak terpinggirkan Tentang isu-isu Perempuan dalam Islam, Bandung: Mizan. Huntington, P. Samuel & Joan Nelson, 1994, Partisipasi Politik, Jakarta: Rineka Cipta. Ihromi, T. O. 1995. Kajian Wanita dalam Pembangunan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Ihza, Yusril Mahendra, 2002. Dalam Jurnal Perempuan Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam : Perbandingan Partai Msyumi (Indonesia) dan Partai Jamaat Islami (Pakistan), Jakarta: Paramadina. Listiani, 2002. Gender dan Komunitas Perempuan Pedesaan, Medan: Bitra Indonesia. Majelis Pertimbangan Pusat PKS, 2007. Platform Kebijakan Pembangunan PKS, Jakarta. Moleong, L.J. 1988. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Moore, Henrietta L, 1988. Feminism and Antropology, Cambridge: Polity Press. Murniati A. Nunuk Prasetyo, 2004. Getar Gender, Perempuan Indonesia dalam Perspektif SosiaL, Politik, Ekonomi, Hukum dan HAM, Magelang: Indonesiatera. Murniati A. Nunuk Prasetyo, 2004. Getar Gender, Perempuan Indonesia dalam Perspektif Agama, Budaya dan Keluarga, Magelang: Indonesiatera. Mulia, Siti Musdah dan Anik Farida, 2005. Perempuan dan Politik, Jakarta: Gramedia. Naqiyah, Najlah, 2005. Otonomi Perempuan, Malang: Bayumedia Publishing. Nurrahmi NZ, 2009. Perempuan dan Politik (Skripsi), Medan: Universitas Sumatera Utara. Rahman, Anita, 2000. Dalam Tulisannya, “ Masih adakah Keraguan terhadap Wanita untuk menjadi pemimpin Negara”, (Tinjauan dari Pandangan Islam) dalam T. O. Ihromi, Irianto, Sulistyowati, Achie, Sudiarti (eds), Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, Jakarta: Penerbit Alumni. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Rush, Michaell dan Phillip Althoff, 1993. Pengantar Sosiologi, Jakarta: Rineka Cipta. Sihite, Romany, 2007. Perempuan, Kesetaraan, & Keadilan, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soekanto, Soerjono, 2001. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soemandoyo, Priyo, 1999. Wacana Gender dan Layar Televisi, Yogyakarta: LP3Y. Sucipto, Ani Widiani, 2005. Kendala-kendala Terhadap Partisipasi Perempuan dalam Parlemen, Jakarta: Internasional IDEA Indonesia. Sujarwa, 2001. Polemik Gender Antara Realitas dan Refleksi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Surbakti, Ramlan, 1999. Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia. Ulfiah, Ulfi, 2007. Perempuan di Panggung Politik, Jakarta: Rahima. Umar, Fatimah Nasif, 2001. Menggugat Sejarah Perempuan Mewujudkan Idealisme Gender Sesuai Tuntutan Islam, Jakarta: Cendekia Sentra Mulim. Wahid, Abul dan Muhammad Irfan, 2001. Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual, Bandung: Refika Aditama. Warjio, Strategi Pembangunan PKS (1) : Memaknai 10 Tahun PKS, Harian Sumut Pos, Jumat 16 Mei 2008. Warjio, Strategi Pembangunan PKS (2) : Memaknai 10 Tahun PKS, Harian Sumut Pos, Sabtu 17 Mei 2008. Weld, Claude E, 1991. Studi Perbandingan Modernisasi Politik dalam Yahya Muhaimin dan Collin Mac Andrews, Masalah-masalah Pembangunan Politik, Yogyakarta: University Press. Website http://www.duniaesai.com/gender/gender2.html11/23/2007 http://www.islamlib.com http://psychemate.blogspot.com/2007/12/teori-gender.html http://www.pelita.or.id/baca.php?id=13353 http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_BI_Goal3.pdf.1123/2007. http://pendukungcalegperempuansumut.wordpress.com islamlib.com/id/index.php?page=article&id=445 www. google. com www.asiandevbank.org www.asiafoundation.org Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 www.bappenas.go.id/.../&view=180/gender.pdf www.cifor.cgiar.org//publications/pdf_files/Books/BDede0601.pdf www.idea.int wri.or.id/gender/index.php www.rahima.or.id/SR/01-01/Opini.htm www.rahima.or.id/SR/10-03/opini1.htm http://www.rahima.or.id/Kliping/KuotaPerempuanMeningkatkanWakilPerempuanLeg islatif.htm+perempuandalampolitik=id http://islamlib.com/id/artikel/partisipasipolitikperempuan&id http://www.berpolitik.com/static/mypostig.htmlpartisipasipolitikperempuan&hlid http://myjourney.blogspot.com/menantiperandanpartisipasipolitik.htmlpartisipasipoliti kperempuan&id http://www.mailarchive.com/wanitamuslimahyahoogroups.com/.&id http://www.radarbanten.com/partisipasipolitikperempuan&19&gl=id http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.phpniamyazidupartisipasipolitikperempuanhlid http://groups.yahoo.com/group/beritalingkungan/message/partisipasipolitikperempuan gl=id http://dutamasyarakat.com/rubrik.phpKolompartisipasipolitikperempuanid http://rumahkiri.net/index2.php.partisipasipolitikperempuanPKSdiMedan.id http://www.gemawan.org/perempuandalampolitik.id Jurnal Jurnal Perempuan, 1999. Pelanggaran Hak Azasi Manusia Terhadap Perempuan, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan. Jurnal Perempuan, 2004. Kuota Perempuan dalam Parlemen, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan. Jurnal Perempuan, 2004. Politik dan Keterwakilan Perempuan, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan. Jurnal Perempuan, 2004. Hallo Senayan, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan. Surat Kabar Kompas, Kamis 22 Mei 2008. Tak Ada Alasan Meragukan Caleg Perempuan, Kompas, Senin 9 Februari 2009. Wanita, Politik dan Islam, Waspada, Jumat 20 Februari 2009. Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 DAFTAR PERTANYAAN INI DI ISI OLEH PENELITI PADA SAAT WAWANCARA DENGAN INFORMAN Wawancara ini merupakan wahana untuk menggali informasi mengenai pendapat Informan yang berkaitan dengan judul penelitian Tesis PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi). Jawaban yang Bapak / Ibu berikan tidak akan mempengaruhi keberadaan Bapak / Ibu. Karena penelitian ini semata-mata untuk keperluan akademis. Untuk itu kami mengharapkan informasi serta jawaban yang sesungguhnya (objektif) dari Bapak / Ibu sesuai dengan pandangan Bapak / Ibu mengenai hal tersebut. Atas bantuan dan partisipasinya saya ucapkan Terima Kasih. WAKTU WAWANCARA Hari : Tanggal : Jam : IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Status Perkawinan : 5. Pendidikan Terakhir : 6. Jabatan dalam Partai : 7. Alamat : Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi) INTERVIEW GUIDE 1. Makna Politik? 2. Bagaimana anda melihat kondisi politik sekarang kaitannya dengan perempuan? 3. Bagaimana dengan partisipasi politik perempuan menurut anda? 4. Pendapat anda tentang beberapa pendapat yang masih melarang perempuan berkiprah di panggung politik? 5. Bagaimana dengan kuota 30% bagi perempuan di Parlemen? 6. Bagaimana strategi pembangunan politik (garis politik) Partai Keadilan Sejahtera, khususnya bagi perempuan? 7. Bagaimana PKS merekrut anggotanya? 8. Mengapa PKS begitu fenomenal? 9. Adakah komitmen partai untuk pemberdayaan perempuan pada umumnya? Lalu bagaimana khususnya di partai sendiri kaitannya dengan perempuan? Seperti apa? 10. Bagaimana cara PKS mendongkrak representasi politik perempuan? 11. Tingkat pendidikan perempuan di PKS? 12. Bentuk-bentuk peran politik apa yang dimainkan oleh PKS? 13. Apa kendala terbesar yang di hadapi oleh PKS dalam meningkatkan keterwakilan perempuan? 14. Bagaimana cara yang paling tepat untuk meningkatkan keterwakilan perempuan atau setidaknya partisipasi perempuan dalam proses politik? 15. Perbedaan kepemimpinan pada masa Tiffatul Sembiring dan Hidayat Nur Wahid? 16. Pandangan PKS terhadapa partisipasi politik perempuan? 17. Partisipasi politik perempuan di PKS seperti apa?Alasannya? 18. Faktor Penarik dan Faktor Pendorongnya? 19. Partisipasi politik perempuan PKS di Kota Medan seperti apa? Apakah masih rendah? Lalu bagaimana dengan yang di daerah? 20. Faktor-faktor rendahnya tingkat keterwakilan perempuan di Medan? Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009 Dina Anggita Lubis : Partisipasi Politik Perempuan Di DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Medan (Persoalan, Hambatan, dan Strategi), 2009