BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Problem Based Learning (PBL) 2.1.1.1 Pengertian Model Problem Based Learning (PBL) Model pembelajaran dapat memacu semangat siswa untuk ikut aktif terlibat dalam pengalaman belajarnya. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dikembangkan adalah keterampilan berpikir siswa (penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan masalah adalah problem based learning (PBL). Pembelajaran problem based learning (PBL) merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam suatu kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, siswa berkerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real word). Model Problem Based Learning (PBL) merupakan inovasi dalam pembelajaran karena di dalam model Problem Based Learning (PBL) kemampuan berpikir siswa benar-benar dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan (Tan : 2003). Menurut Arends (2008:41), Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. PBL membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan keterampilan menyelesaikan masalah. Secara umum dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning (PBL) adalah pemberian masalah pada siswa, kemudian siswa menyelesaikan masalah tersebut untuk menemukan pengetahuan yang baru 6 dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber. Memberi kemudahan siswa untuk dapat melakukan penyidikan dan inkuiri. Tan, 2003 (dalam Taufiq Amir, 2010:22) mencakup karakteristik dalam Model Problem Based Learning (PBL), yaitu : 1) Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran. 2) Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang (ill-structured). 3) Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspektif). Solusinya menuntut pemelajar menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa bab. 4) Masalah membuat siswa tertantang untuk mendapat pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru. 5) Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning). 6) Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak hanya dari satu sumber saja. 7) Pencarian, evaluasi serta penggunaan pengetahuan ini menjadi kunci penting. 8) Pembelajaran kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Siswa bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (pear teaching) dan melakukan presentasi. 2.1.1.2 Tahap Model Problem Based Learning (PBL) Ada lima tahap dalam menerapkan Model Problem Based Learning (PBL) yang dibutuhkan oleh guru (dalam Riyadi, 2013) adalah sebagai berikut : 7 TAHAP KEGIATAN GURU Tahap 1 Orientasi siswa pada masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang dibutuhkan mengajukan fenomena atau demostrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. Tahap 2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar. Tahap 3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Menurut Taufiq Amir (2009:24-25) ada tujuh langkah dalam model Problem Based Learning (PBL) adalah sebagai berikut : 1) Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas. Memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang ada dalam masalah. Langkah pertama ini dapat dikatakan tahap yang membuat setiap peserta berangkat dari cara memandang yang sama atas istilah-istilah atau konsep yang ada dalam masalah. 2) Merumuskan masalah. Fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubunganhubungan apa yang terjadi diantara fenomena itu. Kadang-kadang ada 8 hubungan yang masih belum nyata antara fenomenanya, atau ada yang sub-sub masalah yang harus diperjelas dahulu. 3) Menganalisis masalah. Anggota mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki anggota tentang masalah. Terjadi diskusi yang membahas informasi faktual (yang tercantum pada masalah), dan juga informasi yang ada dalam pikiran anggota. Pada langkah ini anggota kelompok mendapat kesempatan melatih bagaimana menjelaskan, melihat alternatif atau hipotesis yang terkait dengan masalah. 4) Menata gagasan anda dan secara sistematis menganalisisnya. Bagian yang sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain, dikelompokkan mana yang saling menunjang, mana yang bertentangan, dan sebagainya. Analisis adalah upaya memilah-milah sesuatu menjadi bagian-bagian yang membentuknya. 5) Memformulasikan tujuan pembelajaran. Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok sudah tahu pengetahuan mana yang masih kurang, dan mana yang masih belum jelas. Tujuan pembelajaran akan dikaitkan dengan analisis masalah yang dibuat. Inilah yang akan menjadi dasar gagasan yang akan dibuat pada laporan. Tujuan pembelajaran ini juga yang dibuat menjadi dasar penugasan individu di setiap kelompok. 6) Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (diluar diskusi kelompok). Saat kelompok sudah memiliki informasi, sekarang saatnya kelompok untuk mencari informasi yang belum dimiliki dari sumber tambahan lainnya. Keaktifan anggota kelompok harus ditunjukkan dengan dibuatnya laporan yang nantinya akan didisampaikan oleh kelompok. 7) Menggabungkan dan menguji informasi baru, dan membuat laporan untuk kelas. 9 Dari laporan kelompok, yang dipresentasikan dihadapan anggota kelompok lain, kelompok lain akan mendapatkan informasi baru. Anggota yang mendengarkan laporan harus menanggapi secara kritis. 2.1.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning (PBL) Berdasarkan uraian diatas model Problem Based Learning (PBL) memiliki kelebihan sebagai berikut : 1) Dengan model Problem Based Learning (PBL) akan terjadi pembelajaran yang bermakna. Siswa yang belajar memecahkan suatu masalah mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimiliki atau berusaha untuk mengetahui informasi apa yang diperlukan. 2) Melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran untuk memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa. 3) Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan dapat menghargai pendapat orang lain. 4) Mengkondisikan siswa saling berinteraksi dalam kelompok sehingga mencapai ketuntasan belajar siswa. Selain beberapa kelebihan yang telah dikemukakan diatas, model Problem Based Learning (PBL) memiliki beberapa kekurangan, yaitu sebagai berikut : 1) Membutuhkan persiapan pembelajaran yang kompleks (alat, masalah, konsep) 2) Sulit mencari masalah yang relevan. 3) Memerlukan waktu yang cukup lama dalam proses penyelidikan. 2.1.2 Hasil Belajar 2.1.2.1 Pengertian Belajar Menurut Gage, belajar adalah proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat dari pengalaman (Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari,2012). Menurut Skinner, belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Belajar juga 10 dipahami sebagai suatu perilaku, pada saat orang belajar, maka responnya akan menjadi lebih baik. Sebaliknya, jika ia tidak belajar, responnya menurun. Dengan demikian, belajar diartikan sebagai suatu perubahan dalam kemungkinan atau peluang terjadinya respon (Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari,2012). Menurut Robert M Gagne, belajar adalah suatu proses yang kompleks dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebabkan stimulus yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar (Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari,2012). Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat tetapi lebih dari itu, yaitu mengalami (Oemar Hamalik, 2004:27) Berdasarkan beberapa difinisi belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar pada dasarnya berbicara tentang tingkah laku seseorang berubah sebagai akibat pengalaman yang berasal dari lingkungan. 2.1.2.2 Tujuan Belajar Tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional yang biasa berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Menurut Sunhaji (2009) tujuan belajar ada tiga jenis, yaitu : 1) Untuk mendapatkan pengetahuan. Untuk hal ini, ditandai dengan kemampuan berfikir. Pemilikan pengetahuan dan kemampuan berfikir sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain,tidak dapat mengembangkan kemampuan berfikir tanpa bahan pengetahuan. Sebaliknya, Kemampuan berfikir akan memperkaya pengetahuan. Tujuan inilah yang memiliki kecenderungan lebih besar perkembangannya dalam kegiatan belajar. 2) Penanaman konsep dan keterampilan Penanaman konsep juga memerlukan keterampilan. Keterampilan dapat bersifat jasmani dan rohani. Keterampilan jasmani adalah keterampilan- 11 keterampilan yang dapat dilihat dan diamati sehingga akan menitikberatkan pada keterampilan gerak anggota tubuh seseorang yang sedang belajar. Sedangkan keterampilan rohani menyakngkut tentang penghayatan dan keterampilan berfikir serta kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep. 3) Pembentukan sikap Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik tidak terlepas dari soal penanaman nilai-nilai. Oleh karena itu guru tidak hanya pengajar tetapi betul-betul sebagai pendidik yang akan memindahkan nilai-nilai itu kepada anak didiknya. Dengan dilandasi nilai-nilai itu, siswa akan tumbuh kesadaran dan kemauannya untuk mempraktekan segala sesuatu yang sudah dipelajarinya. 2.1.2.3 Pengertian Hasil Belajar Dikutip dari blog Hendriansyah Dahlan (2012) hasil belajar merupakan hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar karena kegiatan belajar merupakan proses sedangkan hasil belajar adalah sebagian hasil yang dicapai oleh seseorang setelah mengalami proses belajar terlebih dahulu. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan (Oemar Hamalik, 2004:27). Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku (Sudjana, 2011:3). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. 2.1.2.4 Jenis-Jenis Hasil Belajar Bloom dkk (dalam Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, 2010) membagi hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. 1) Ranah Kognitif Indikator ranah kognitif mencakup : 12 a) Ingatan atau pengetahuan (knowlege) yaitu kemampuan mengingat bahan yang telah dipelajari. b) Pemahaman (comprehension) yaitu menangkap pengertian, menterjemahkan dan menafsirkan . c) Penerapan (application) yaitu kemampuan menggunakan bahan yang telah dipelajari dalam situasi baru dan nyata. d) Analisis (analisys) yaitu kemampuan menguraikan, mengidentifikasi dan mempersatukan bagian yang terpisah, menghubungkan antar bagian guna membangun suatu keseluruhan. e) Sintesis (synthesis) mempersatukan yaitu bagian kemampuan terpisah guna menyimpulkan, membangun suatu keseluruhan, dan sebagainya. f) Penilaian (evaluation) yaitu kemampuan mengkaji nilai atau harga sesuatu, seperti pernyataan atau laporan penelitian yang di dasarkan oleh suatu kriteria. 2) Ranah Afektif Indikator ranah afektif mencakup : a) Penerimaan (receiving) yaitu kesediaan untuk menghadirkan dirinya untuk menerima atau memperhatikan pada suatu perangsang. b) Penanggapan (responding) yaitu keturutsertaan, memberi reaksi, menunjukkan kesenangan, memberikan tanggapan secara sukarela. c) Penghargaan (valluing) yaitu kepeka tanggapan terhadap nilai atau suatu rangsangan, tanggung jawab, konsisten, dan komitmen. d) Pengorganisasian (organization) yaitu mengintegrasikan berbagai nilai yang berbeda, memecahkan konflik antar nilai, dan membangun sistem nilai, serta mengkonseptualisasikan suatu nilai. e) Pengkarakterisasian (characterization) yaitu proses afeksi dimana individu memiliki suatu sistem nilai sendiri yang mengendalikan perilakunya dalam waktu yang lama yang membentuk gaya 13 hidupnya, hasil belajar ini berkaitan dengan pola umum penyesuaian diri secara personal, sosial, dan emosional. 3) Ranah Psikomotor Indikator ranah psikomotor mencakup : a) Persepsi (perception) yaitu pemakaian alat-alat perasa untuk membimbing efektifitas gerak. b) Kesiapan (set) yaitu kesediaan untuk mengambil tindakan. c) Respon terbimbing (guiderespons), yaitu tahap awal belajar keterampilan lebih kompleks, meliputi peniruan gerak yang dipertujukkan kemudian coba-coba dengan menggunakan tanggapan jamak dalam menangkap suatu gerak. d) Mekanisme (mechanism), yaitu gerak penampilan yang melukiskan proses dimana gerak yang telah dipelajari, kemudian diterima atau diadopsi menjadi kebiasaan sehingga dapat ditampilkan dengan penuh percaya diri dan mahir. e) Respons nyata kompleks (complex over respons), yaitu penampilan gerakan secara mahir dan cermat dalam bentuk gerakan yang rumit, aktivitas motorik berkadar tinggi. f) Penyesuaian (adaptation), yaitu keterampilan yang telah dikembangkan secara lebih baik sehingga tampak dapat mengolah gerakan dan menyesuaikannya dengan tuntutan dan kondisi yang khusus dalam suasana yang lebih problematis. g) Penciptaan (origination), yaitu penciptaan pola gerakan baru yang sesuai dengan situasi dan masalah tertentu sebagai kreatifitas. 2.1.2.5 Tes Hasil belajar Yang dimaksud dengan tes hasil belajar adalah achievement test ialah tes yang digunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada siswa. Di dalam pendidikan terdapat bermacam-macam alat penilaian yang dapat digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar siswa. Untuk melaksanakan evaluasi hasil mengajar dan belajar itu, seorang guru dapat menggunakan dua macam tes, 14 yaitu tes yang telah distandarkan dan tes buatan guru sendiri (Ngalim Purwanto,2010:33). Tes adalah cara (yang dapat dipergunakan) atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab, atau perintah-perintah yang harus dikerjakan, sehingga atas dasar data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi, nilai dapat di bandingkan dengan nilai standar tertentu (Anas Sudijono, 2011:67). Tes adalah instrumen jenis alat pengumpulan data untuk mengukur kemampuan siswa dalam aspek kognitif, atau tingkat penguasaan materi pembelajaran, sebagai alat ukur dalam proses evaluasi, tes harus memiliki dua kriteria: 1) Kriteria validitas yaitu mengukur tingkat pemahaman siswa tentang materi “A” bukan soal-soal yang berisi tentang materi “B”, 2) kriteria reliabilitas yaitu jika tes tersebut dapat dapat menghasilkan informasi yang konsisten, misalnya jika instrumen tes diberikan kepada sekelompok siswa, kemudian diberikan lagi pada sekelompok siswa yang sama pada saat yang berbeda, maka hasilnya akan relatif sama (Tri Widiarto dan Sunardi, 2012:60) Menurut Djemari Mardapi (2008:68) tujuan tes yang paling penting adalah:1) Mengetahui tingkat kemampuan siswa, 2) mengukur pertumbuhan dan perkembangan siswa, 3) mendiagnosis kesulitan belajar siswa, 4) mengetahui hasil pengajaran, 5) mengetahui hasil belajar siswa, 6) mendorong siswa untuk belajar lebih baik. Dalam penelitian tindakan kelas, ada berbagai tes yang dapat digunakan guru. Tes hasil belajar menurut jumlah pesertanya dapat dibedakan menjadi tes kelompok dan tes individual. Tes kelompok adalah tes yang digunakan terhadap sejumlah siswa bersama-sama, tes ini dilakukan jika guru ingin mengetahui pengaruh tindakan yang dilakukan terhadap rata-rata hasil belajar siswa. Sedangkan tes individual adalah tes 15 yang dilakukan pada siswa secara perseorangan, tes ini dilakukan jika guru ingin mengetahui pengaruh tindakan terhadap kemampuan siswa tertentu. Dilihat dari pelaksanaannya, tes dapat dibedakan menjadi tes tertulis, tes lisan, tes perbuatan. Tes tertulis adalah tes yang dilakukan dengan cara siswa menjawab sejumlah soal dengan cara tertulis. Ada dua jenis tes yang termasuk tes tertulis yaitu tes esay dan tes objektif. Tes esay adalah tes dengan cara siswa diminta untuk menjawab pertanyaan secara terbuka yaitu menjelaskan melalui kalimat yang disusun sendiri. Sedangkan tes objektif adalah tes yang mengharapkan siswa memilih jawaban yang sudah ditentukan. Misalnya bentuk tes benar-salah (B-S), tes pilihan ganda (multiple choise), menjodohkan (matching), atau bentuk tes melengkapi (completion). Tes lisan adalah bentuk tes yang menggunakan bahasa secara lisan. Melalui tes ini guru dapat menilai kemampuan nalar siswa, mengetahui pemahaman siswa tentang sesuatu yang akan dievaluasi. Tes perbuatan adalah bentuk tes dalam peragaan. Melalui tes ini guru dapat mengetahui kemampuan dan keterampilan siswa mengenai sesuatu, misalnya saja dalam mengoperasikan suatu alat. 2.1.3 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD 2.1.3.1 Hakikat IPA Menurut Hendro Darmojo (1992:3) ilmu pengetahuan alam adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya. Menurut Nash (1993) IPA adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam, dan juga cara IPA mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat, serta menghubungkannya suatu fenomena dengan fenomena lain, sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang diamatinya (Usman Samatowa, 2010:2-3). Jadi dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan alam adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. 16 IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia, hal ini dikemukakan oleh Powler (dalam Winaputra, 1992) bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperime atau sistematis (teratur) artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan lainnya saling berkaitan, saling menjelaskan, sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh, sedangkan berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau oleh seseorang atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama atau konsisten (Usman samatowa, 2010:3). Guru harus paham akan alasan mengapa IPA perlu diajarkan di sekolah dasar. Ada beberapa alasan yang menyebabkan IPA dimasukkan ke dalam kurikulum. Lasan itu dapat digolongkan menjadi empat golongan yaitu : 1) bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa, kiranya tidak perlu dipersoalkan panjang lebar, 2) bila diajarkan IPA menurut cara yang tepat, makan IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis, 3) bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh siswa maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka, 4) mata pelajaran ini mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan (Usman Samatowa, 2010: 3-4) 2.1.3.2 Pembelajaran IPA di SD IPA sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat mempunyai pendidikan IPA menjadi penting, tetapi pengajaran IPA yang bagaimanakah yang palik tepat untuk siswa ? oleh karena struktur kognitif siswa tidak dapat dibandingkan dengan struktur kognitif ilmuwan, padahal mereka perlu diberikan kesempatan untuk berlatih keterampilanketerampilan proses IPA dan yang perlu dimodifikasikan sesuai dengan 17 tahap perkembangan kognitifnya. Ilmu pengetahuan alam tidak menyediakan semua jawaban untuk semua masalah yang kita ajukan. Dalam IPA siswa dan guru harus tetap bersikap sceptis sehingga kita selalu siap memodifikasi model-model yang kita punya tentang alam ini sejalan dengan penemuan-penemuan baru yang kita dapatkan. Setiap guru harus memahami akan alasan mengapa suatu mata pelajaran perlu diajarkan disekolah dasar. Demikian pula halnya dengan guru IPA, baik sebagai guru mata pelajaran maupun sebagai guru kelas, seperti halnya di sekolah dasar, dan harus tau benar kegunaan-kegunaan apa saja yang dapat diperoleh dari pelajaran IPA (Usman Samatowa, 2010:5-6). 2.1.3.3 Tujuan Pembelajaran IPA Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas,2006), secara terperinci adalah sebagai berikut: 1) Memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaannya. 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. 4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. 5) Meningkatkan kesadaran dalam ikut berperan serta untuk menjaga, memelihara, melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 6) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. 18 2.2 Penelitian Yang Relevan Beberapa penelitian yang mengkaji tentang model problem based learning (PBL) yang digunakan dalam meningkatkan hasil belajar IPA diantaranya: Penelitian yang dilakukan oleh Eny Wulandari (2012) yang berjudul Penerapan Model PBL (Problem Based Learning) Pada Pembelajaran IPA Siswa Kelas V SD Negeri Mudal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model PBL pada saat pembelajaran semakin meningkat. Keterampilan peneliti dalam setiap pembelajaran semakin baik. Hal ini dapat dilihat dari skor yang diperoleh yaitu dari 18 pada siklus I, 22 pada siklus II, dan 27 pada siklus III. Secara keseluruhan sudah baik, namun perlu peningkatan dalam membimbing siswa saat melakukan penelitian, membimbing siswa dalam menarik kesimpulan, dan membimbing siswa dalam merumuskan hipotesis. Hasil belajar siswa, setiap siklusnya mengalami peningkatan, sehingga pada akhir siklus III siswa yang nilainya sudah tuntas mencapai 73,02 %. Proses pembelajaran pada siklus I, siklus II, dan siklus III sudah berlangsung dengan baik. Penggunaan model PBL dalam pembelajaran tersebut sudah sesuai dengan langkah – langkah PBL, yaitu guru memberikan suatu masalah kepada siswa, guru membagi siswa dalam beberapa kelompok, membantu investigasi mandiri dan kelompok dengan melakukan observasi dan penelitian, menarik kesimpulan dan merumuskan hipotesis dari penelitian yang dilakukan, menginterpretasikan data hasil penelitian serta mengembangkan dan mempresentasikan hasil, menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Penelitian yang dilakukan oleh Merinda Dian Prametasari (2012) yang berjudul Efektifitas Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning - PBL) Terhadap Siswa Kelas V SD Gugus Hassanudin Semester II Tahun Ajaran 2011/2012. Penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hasil perbedaan rata-rata hasil belajar dari kelas kontrol dan 19 kelas eksperimen dengan perolehan rata-rata nilai tes hasil belajar kelas kontrol lebih rendah dari pada rata-rata kelas eksperimen, yaitu 74,53 <83,38 dengan perbedaan rata-rata sebesar 8,851. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa melalui penerapan Model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Oleh sebab itu peneliti menerapkan model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V. 2.3 Kerangka Berfikir Keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah menggunakan model pembelajaran. Setiap guru harus mempunyai keterampilan dalam menggunakan model pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran, agar tercipta suasana yang menarik dalam pembelajaran. Tetapi pada kenyataannya sekarang ini masih ada guru yang menggunakan model pembelajaran yang tradisional seperti ceramah. Dalam meningkatkan hasil belajar IPA yang diperoleh dari hasil ulangan harian maupun tes evaluasi nilai siswa masih ≤ KKM . Hal ini disebabkan kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru, dan tidak ada aktifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu peneliti melakukan perbaikan untuk meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V melalui penerapan model problem based learning (PBL). Dengan menerapkan model Problem Based Learning (PBL) siswa melakukan aktifitas dalam pembelajaran, siswa dapat berorientasi terhadap masalah nyata yang diberikan guru sehingga siswa dapat terlibat dalam pemecahan masalah tersebut. Siswa dapat memiliki sikap ilmiah dalam menyelesaikan soal yang diberikan guru, dalam penyelesaian masalah tersebut siswa dapat mencari informasi dari sumber manapun dan mengumpulkannya sebagai sumber data. Data yang dikumpulkan akan mereka olah menjadi sebuah laporan atau karya ilmiah. Jadi siswa tidak hanya mendengarkan penjelasan guru, menghafal materi 20 pelajaran, tetapi juga aktif dalam kegiatan pembelajaran. dengan adanya uraian diatas dapat diambil gagasan diantaranya adalah : SKEMA KERANGKA BERFIKIR Pembelajaran IPA Berpusat pada guru Menggunakan model pembelajaran berbsis masalah problem based learning (PBL). langkah-langkah : 1. Siswa diorientasikan terhadap suatu masalah yang terjadi sekarang ini dan siswa terlibat dalam pemecahan masalah yang akan dipilih 2. Siswa membentuk kelompok 2-3 orang untuk menyelesaikan masalah yang akan dipilih. 3. Guru mendorong siswa untuk mencari dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber untuk mendapatkan jawaban dan pemecahan masalah. 4. Siswa mengembangkan informasi yang didapat dan menyajikannya dalam bentuk karya ilmiah seperti laporan. 5. Guru membimbing siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan yang sudah mereka lakukan. 21 Menggunakan model pembelajaran tradisional yaitu metode ceramah. Siswa hanya mendengarkan materi dan tidak aktif dalam pembelajaran. Hasil belajar siswa rendah. Berpusat pada siswa. Penilaian hasil belajar siswa: 1. Penilaian hasil belajar 2. Tes evalausi. Hasil Belajar Siswa Meningkat 2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian dari kajian teori dan kerangka berfikir diatas dapat dirumuskan hipotesis tindakan bahwa melalui penerapan model problem based learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Kutowinangun 10 Salatiga semester II tahun ajaran 2013/2014. 22