Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Model Problem

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1 Model Problem Based Learning (PBL)
2.1.1.1 Pengertian Model Problem Based Learning (PBL)
Model pembelajaran dapat memacu semangat siswa untuk ikut
aktif terlibat dalam pengalaman belajarnya. Salah satu alternatif model
pembelajaran yang dikembangkan adalah keterampilan berpikir siswa
(penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan masalah adalah
problem based learning (PBL). Pembelajaran problem based learning
(PBL) merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan
masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar.
Dalam suatu kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, siswa
berkerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real word).
Model Problem Based Learning (PBL) merupakan inovasi dalam
pembelajaran karena di dalam model Problem Based Learning (PBL)
kemampuan berpikir siswa benar-benar dioptimalisasikan melalui proses
kerja kelompok yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan,
mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara
berkesinambungan (Tan : 2003).
Menurut Arends (2008:41), Problem Based Learning (PBL)
merupakan model pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi
bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang dapat
berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. PBL
membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan
keterampilan menyelesaikan masalah.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa model Problem Based
Learning (PBL) adalah pemberian masalah pada siswa, kemudian siswa
menyelesaikan masalah tersebut untuk menemukan pengetahuan yang baru
6
dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber. Memberi kemudahan
siswa untuk dapat melakukan penyidikan dan inkuiri.
Tan, 2003 (dalam Taufiq Amir, 2010:22) mencakup karakteristik
dalam Model Problem Based Learning (PBL), yaitu :
1) Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran.
2) Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata
yang disajikan secara mengambang (ill-structured).
3) Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspektif).
Solusinya menuntut pemelajar menggunakan dan mendapatkan konsep
dari beberapa bab.
4) Masalah membuat siswa tertantang untuk mendapat pembelajaran di
ranah pembelajaran yang baru.
5) Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning).
6) Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak hanya dari
satu sumber saja.
7) Pencarian, evaluasi serta penggunaan pengetahuan ini menjadi kunci
penting.
8) Pembelajaran kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Siswa bekerja
dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (pear teaching) dan
melakukan presentasi.
2.1.1.2 Tahap Model Problem Based Learning (PBL)
Ada lima tahap dalam menerapkan Model Problem Based Learning
(PBL) yang dibutuhkan oleh guru (dalam Riyadi, 2013) adalah sebagai
berikut :
7
TAHAP
KEGIATAN GURU
Tahap 1
Orientasi siswa pada masalah.
Guru
menjelaskan
tujuan
pembelajaran,
logistik
yang
dibutuhkan mengajukan fenomena
atau demostrasi atau cerita untuk
memunculkan masalah, memotivasi
siswa
untuk
terlibat
dalam
pemecahan masalah yang dipilih
Guru membantu siswa untuk
mendefinisikan
dan
mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah
tersebut.
Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen,
untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah.
Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan
karya yang sesuai seperti laporan,
video, dan model serta membantu
mereka untuk berbagi tugas dengan
temannya.
Guru membantu siswa untuk
melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan
proses-proses yang mereka gunakan.
Tahap 2
Mengorganisasikan siswa untuk
belajar.
Tahap 3
Membimbing penyelidikan
individual maupun kelompok.
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan
hasil karya.
Tahap 5
Menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah.
Menurut Taufiq Amir (2009:24-25) ada tujuh langkah dalam model
Problem Based Learning (PBL) adalah sebagai berikut :
1) Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas.
Memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep
yang ada dalam masalah. Langkah pertama ini dapat dikatakan tahap
yang membuat setiap peserta berangkat dari cara memandang yang
sama atas istilah-istilah atau konsep yang ada dalam masalah.
2) Merumuskan masalah.
Fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubunganhubungan apa yang terjadi diantara fenomena itu. Kadang-kadang ada
8
hubungan yang masih belum nyata antara fenomenanya, atau ada yang
sub-sub masalah yang harus diperjelas dahulu.
3) Menganalisis masalah.
Anggota mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki
anggota tentang masalah. Terjadi diskusi yang membahas informasi
faktual (yang tercantum pada masalah), dan juga informasi yang ada
dalam pikiran anggota. Pada langkah ini anggota kelompok mendapat
kesempatan melatih bagaimana menjelaskan, melihat alternatif atau
hipotesis yang terkait dengan masalah.
4) Menata gagasan anda dan secara sistematis menganalisisnya.
Bagian yang sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain,
dikelompokkan mana yang saling menunjang, mana yang bertentangan,
dan sebagainya. Analisis adalah upaya memilah-milah sesuatu menjadi
bagian-bagian yang membentuknya.
5) Memformulasikan tujuan pembelajaran.
Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok
sudah tahu pengetahuan mana yang masih kurang, dan mana yang
masih belum jelas. Tujuan pembelajaran akan dikaitkan dengan analisis
masalah yang dibuat. Inilah yang akan menjadi dasar gagasan yang
akan dibuat pada laporan. Tujuan pembelajaran ini juga yang dibuat
menjadi dasar penugasan individu di setiap kelompok.
6) Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (diluar diskusi
kelompok).
Saat kelompok sudah memiliki informasi, sekarang saatnya kelompok
untuk mencari informasi yang belum dimiliki dari sumber tambahan
lainnya. Keaktifan anggota kelompok harus ditunjukkan dengan
dibuatnya laporan yang nantinya akan didisampaikan oleh kelompok.
7) Menggabungkan dan menguji informasi baru, dan membuat
laporan untuk kelas.
9
Dari laporan kelompok, yang dipresentasikan dihadapan anggota
kelompok lain, kelompok lain akan mendapatkan informasi baru.
Anggota yang mendengarkan laporan harus menanggapi secara kritis.
2.1.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning (PBL)
Berdasarkan uraian diatas model Problem Based Learning (PBL)
memiliki kelebihan sebagai berikut :
1) Dengan
model Problem Based Learning
(PBL)
akan terjadi
pembelajaran yang bermakna. Siswa yang belajar memecahkan suatu
masalah mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimiliki atau
berusaha untuk mengetahui informasi apa yang diperlukan.
2) Melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran untuk
memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa.
3) Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi
dan dapat menghargai pendapat orang lain.
4) Mengkondisikan siswa saling berinteraksi dalam kelompok sehingga
mencapai ketuntasan belajar siswa.
Selain beberapa kelebihan yang telah dikemukakan diatas, model
Problem Based Learning (PBL) memiliki beberapa kekurangan, yaitu
sebagai berikut :
1) Membutuhkan persiapan pembelajaran yang kompleks (alat, masalah,
konsep)
2) Sulit mencari masalah yang relevan.
3) Memerlukan waktu yang cukup lama dalam proses penyelidikan.
2.1.2 Hasil Belajar
2.1.2.1 Pengertian Belajar
Menurut Gage, belajar adalah proses dimana suatu organisme
berubah perilakunya akibat dari pengalaman (Isriani Hardini dan Dewi
Puspitasari,2012).
Menurut Skinner, belajar adalah suatu proses adaptasi atau
penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Belajar juga
10
dipahami sebagai suatu perilaku, pada saat orang belajar, maka responnya
akan menjadi lebih baik. Sebaliknya, jika ia tidak belajar, responnya
menurun. Dengan demikian, belajar diartikan sebagai suatu perubahan
dalam kemungkinan atau peluang terjadinya respon (Isriani Hardini dan
Dewi Puspitasari,2012).
Menurut Robert M Gagne, belajar adalah suatu proses yang
kompleks dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas
disebabkan stimulus yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang
dilakukan oleh pelajar (Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari,2012).
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui
pengalaman, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan
suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat tetapi lebih dari
itu, yaitu mengalami (Oemar Hamalik, 2004:27)
Berdasarkan beberapa difinisi belajar tersebut dapat disimpulkan
bahwa belajar pada dasarnya berbicara tentang tingkah laku seseorang
berubah sebagai akibat pengalaman yang berasal dari lingkungan.
2.1.2.2 Tujuan Belajar
Tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan
tindakan
instruksional
yang
biasa
berbentuk
pengetahuan
dan
keterampilan. Menurut Sunhaji (2009) tujuan belajar ada tiga jenis, yaitu :
1) Untuk mendapatkan pengetahuan.
Untuk hal ini, ditandai dengan kemampuan berfikir. Pemilikan
pengetahuan dan kemampuan berfikir sebagai satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan. Dengan kata lain,tidak dapat mengembangkan
kemampuan
berfikir
tanpa
bahan
pengetahuan.
Sebaliknya,
Kemampuan berfikir akan memperkaya pengetahuan. Tujuan inilah
yang memiliki kecenderungan lebih besar perkembangannya dalam
kegiatan belajar.
2) Penanaman konsep dan keterampilan
Penanaman konsep juga memerlukan keterampilan. Keterampilan dapat
bersifat jasmani dan rohani. Keterampilan jasmani adalah keterampilan-
11
keterampilan
yang
dapat
dilihat
dan diamati
sehingga
akan
menitikberatkan pada keterampilan gerak anggota tubuh seseorang yang
sedang belajar. Sedangkan keterampilan rohani menyakngkut tentang
penghayatan dan keterampilan berfikir serta kreativitas untuk
menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep.
3) Pembentukan sikap
Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik tidak terlepas dari
soal penanaman nilai-nilai. Oleh karena itu guru tidak hanya pengajar
tetapi betul-betul sebagai pendidik yang akan memindahkan nilai-nilai
itu kepada anak didiknya. Dengan dilandasi nilai-nilai itu, siswa akan
tumbuh kesadaran dan kemauannya untuk mempraktekan segala
sesuatu yang sudah dipelajarinya.
2.1.2.3 Pengertian Hasil Belajar
Dikutip dari blog Hendriansyah Dahlan (2012) hasil belajar
merupakan hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar karena kegiatan
belajar merupakan proses sedangkan hasil belajar adalah sebagian hasil
yang dicapai oleh seseorang setelah mengalami proses belajar terlebih
dahulu.
Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan
pengubahan kelakuan (Oemar Hamalik, 2004:27). Hasil belajar merupakan
perubahan tingkah laku (Sudjana, 2011:3).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan perubahan tingkah laku yang mencakup aspek kognitif, afektif,
dan psikomotor.
2.1.2.4 Jenis-Jenis Hasil Belajar
Bloom dkk (dalam Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, 2010)
membagi hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku dalam tiga ranah,
yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.
1) Ranah Kognitif
Indikator ranah kognitif mencakup :
12
a) Ingatan atau pengetahuan (knowlege) yaitu kemampuan mengingat
bahan yang telah dipelajari.
b) Pemahaman
(comprehension)
yaitu
menangkap
pengertian,
menterjemahkan dan menafsirkan .
c) Penerapan (application) yaitu kemampuan menggunakan bahan
yang telah dipelajari dalam situasi baru dan nyata.
d) Analisis
(analisys)
yaitu
kemampuan
menguraikan,
mengidentifikasi dan mempersatukan bagian yang terpisah,
menghubungkan antar bagian guna membangun suatu keseluruhan.
e) Sintesis
(synthesis)
mempersatukan
yaitu
bagian
kemampuan
terpisah
guna
menyimpulkan,
membangun
suatu
keseluruhan, dan sebagainya.
f) Penilaian (evaluation) yaitu kemampuan mengkaji nilai atau harga
sesuatu, seperti pernyataan atau laporan penelitian yang di dasarkan
oleh suatu kriteria.
2) Ranah Afektif
Indikator ranah afektif mencakup :
a) Penerimaan (receiving) yaitu kesediaan untuk menghadirkan
dirinya
untuk
menerima
atau
memperhatikan
pada
suatu
perangsang.
b) Penanggapan (responding) yaitu keturutsertaan, memberi reaksi,
menunjukkan kesenangan, memberikan tanggapan secara sukarela.
c) Penghargaan (valluing) yaitu kepeka tanggapan terhadap nilai atau
suatu rangsangan, tanggung jawab, konsisten, dan komitmen.
d) Pengorganisasian (organization) yaitu mengintegrasikan berbagai
nilai yang berbeda, memecahkan konflik antar nilai, dan
membangun sistem nilai, serta mengkonseptualisasikan suatu nilai.
e) Pengkarakterisasian (characterization) yaitu proses afeksi dimana
individu memiliki suatu sistem nilai sendiri yang mengendalikan
perilakunya dalam waktu yang lama yang membentuk gaya
13
hidupnya, hasil belajar ini berkaitan dengan pola umum
penyesuaian diri secara personal, sosial, dan emosional.
3) Ranah Psikomotor
Indikator ranah psikomotor mencakup :
a) Persepsi (perception) yaitu pemakaian alat-alat perasa untuk
membimbing efektifitas gerak.
b) Kesiapan (set) yaitu kesediaan untuk mengambil tindakan.
c) Respon terbimbing (guiderespons), yaitu tahap awal belajar
keterampilan lebih kompleks, meliputi peniruan gerak yang
dipertujukkan
kemudian
coba-coba
dengan
menggunakan
tanggapan jamak dalam menangkap suatu gerak.
d) Mekanisme (mechanism), yaitu gerak penampilan yang melukiskan
proses dimana gerak yang telah dipelajari, kemudian diterima atau
diadopsi menjadi kebiasaan sehingga dapat ditampilkan dengan
penuh percaya diri dan mahir.
e) Respons nyata kompleks (complex over respons), yaitu penampilan
gerakan secara mahir dan cermat dalam bentuk gerakan yang rumit,
aktivitas motorik berkadar tinggi.
f) Penyesuaian
(adaptation),
yaitu
keterampilan
yang
telah
dikembangkan secara lebih baik sehingga tampak dapat mengolah
gerakan dan menyesuaikannya dengan tuntutan dan kondisi yang
khusus dalam suasana yang lebih problematis.
g) Penciptaan (origination), yaitu penciptaan pola gerakan baru yang
sesuai dengan situasi dan masalah tertentu sebagai kreatifitas.
2.1.2.5 Tes Hasil belajar
Yang dimaksud dengan tes hasil belajar adalah achievement test
ialah tes yang digunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah
diberikan oleh guru kepada siswa. Di dalam pendidikan terdapat
bermacam-macam alat penilaian yang dapat digunakan untuk menilai
proses dan hasil belajar siswa. Untuk melaksanakan evaluasi hasil
mengajar dan belajar itu, seorang guru dapat menggunakan dua macam tes,
14
yaitu tes yang telah distandarkan dan tes buatan guru sendiri (Ngalim
Purwanto,2010:33).
Tes adalah cara (yang dapat dipergunakan) atau prosedur (yang
perlu ditempuh) dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang
pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik
berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab, atau perintah-perintah
yang harus dikerjakan, sehingga atas dasar data yang diperoleh dari hasil
pengukuran tersebut dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah
laku atau prestasi, nilai dapat di bandingkan dengan nilai standar tertentu
(Anas Sudijono, 2011:67).
Tes adalah instrumen jenis alat pengumpulan data untuk mengukur
kemampuan siswa dalam aspek kognitif, atau tingkat penguasaan materi
pembelajaran, sebagai alat ukur dalam proses evaluasi, tes harus memiliki
dua kriteria: 1) Kriteria validitas yaitu mengukur tingkat pemahaman
siswa tentang materi “A” bukan soal-soal yang berisi tentang materi “B”,
2) kriteria reliabilitas yaitu jika tes tersebut dapat dapat menghasilkan
informasi yang konsisten, misalnya jika instrumen tes diberikan kepada
sekelompok siswa, kemudian diberikan lagi pada sekelompok siswa yang
sama pada saat yang berbeda, maka hasilnya akan relatif sama (Tri
Widiarto dan Sunardi, 2012:60)
Menurut Djemari Mardapi (2008:68) tujuan tes yang paling
penting adalah:1) Mengetahui tingkat kemampuan siswa, 2) mengukur
pertumbuhan dan perkembangan siswa, 3) mendiagnosis kesulitan belajar
siswa, 4) mengetahui hasil pengajaran, 5) mengetahui hasil belajar siswa,
6) mendorong siswa untuk belajar lebih baik.
Dalam penelitian tindakan kelas, ada berbagai tes yang dapat
digunakan guru. Tes hasil belajar menurut jumlah pesertanya dapat
dibedakan menjadi tes kelompok dan tes individual. Tes kelompok adalah
tes yang digunakan terhadap sejumlah siswa bersama-sama, tes ini
dilakukan jika guru ingin mengetahui pengaruh tindakan yang dilakukan
terhadap rata-rata hasil belajar siswa. Sedangkan tes individual adalah tes
15
yang dilakukan pada siswa secara perseorangan, tes ini dilakukan jika guru
ingin mengetahui pengaruh tindakan terhadap kemampuan siswa tertentu.
Dilihat dari pelaksanaannya, tes dapat dibedakan menjadi tes
tertulis, tes lisan, tes perbuatan. Tes tertulis adalah tes yang dilakukan
dengan cara siswa menjawab sejumlah soal dengan cara tertulis. Ada dua
jenis tes yang termasuk tes tertulis yaitu tes esay dan tes objektif. Tes esay
adalah tes dengan cara siswa diminta untuk menjawab pertanyaan secara
terbuka yaitu menjelaskan melalui kalimat yang disusun sendiri.
Sedangkan tes objektif adalah tes yang mengharapkan siswa memilih
jawaban yang sudah ditentukan. Misalnya bentuk tes benar-salah (B-S),
tes pilihan ganda (multiple choise), menjodohkan (matching), atau bentuk
tes melengkapi (completion).
Tes lisan adalah bentuk tes yang menggunakan bahasa secara lisan.
Melalui tes ini guru dapat menilai kemampuan nalar siswa, mengetahui
pemahaman siswa tentang sesuatu yang akan dievaluasi.
Tes perbuatan adalah bentuk tes dalam peragaan. Melalui tes ini
guru dapat mengetahui kemampuan dan keterampilan siswa mengenai
sesuatu, misalnya saja dalam mengoperasikan suatu alat.
2.1.3 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD
2.1.3.1 Hakikat IPA
Menurut Hendro Darmojo (1992:3) ilmu pengetahuan alam adalah
pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan
segala isinya. Menurut Nash (1993) IPA adalah suatu cara atau metode
untuk mengamati alam, dan juga cara IPA mengamati dunia ini bersifat
analisis, lengkap, cermat, serta menghubungkannya suatu fenomena
dengan fenomena lain, sehingga keseluruhannya membentuk suatu
perspektif yang baru tentang objek yang diamatinya (Usman Samatowa,
2010:2-3). Jadi dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan alam adalah
ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.
16
IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara
sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang
dilakukan oleh manusia, hal ini dikemukakan oleh Powler (dalam
Winaputra, 1992) bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan
gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur,
berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperime
atau sistematis (teratur) artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu
sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan lainnya saling berkaitan, saling
menjelaskan, sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh,
sedangkan berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau
oleh seseorang atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama
akan memperoleh hasil yang sama atau konsisten (Usman samatowa,
2010:3).
Guru harus paham akan alasan mengapa IPA perlu diajarkan di
sekolah dasar. Ada beberapa alasan yang menyebabkan IPA dimasukkan
ke dalam kurikulum. Lasan itu dapat digolongkan menjadi empat golongan
yaitu : 1) bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa, kiranya tidak perlu
dipersoalkan panjang lebar, 2) bila diajarkan IPA menurut cara yang tepat,
makan IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan
berpikir kritis, 3) bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang
dilakukan sendiri oleh siswa maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran
yang bersifat hafalan belaka, 4) mata pelajaran ini mempunyai nilai-nilai
pendidikan yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian
anak secara keseluruhan (Usman Samatowa, 2010: 3-4)
2.1.3.2 Pembelajaran IPA di SD
IPA sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat
mempunyai pendidikan IPA menjadi penting, tetapi pengajaran IPA yang
bagaimanakah yang palik tepat untuk siswa ? oleh karena struktur kognitif
siswa tidak dapat dibandingkan dengan struktur kognitif ilmuwan, padahal
mereka perlu diberikan kesempatan untuk berlatih keterampilanketerampilan proses IPA dan yang perlu dimodifikasikan sesuai dengan
17
tahap
perkembangan
kognitifnya.
Ilmu
pengetahuan
alam
tidak
menyediakan semua jawaban untuk semua masalah yang kita ajukan.
Dalam IPA siswa dan guru harus tetap bersikap sceptis sehingga kita
selalu siap memodifikasi model-model yang kita punya tentang alam ini
sejalan dengan penemuan-penemuan baru yang kita dapatkan. Setiap guru
harus memahami akan alasan mengapa suatu mata pelajaran perlu
diajarkan disekolah dasar. Demikian pula halnya dengan guru IPA, baik
sebagai guru mata pelajaran maupun sebagai guru kelas, seperti halnya di
sekolah dasar, dan harus tau benar kegunaan-kegunaan apa saja yang dapat
diperoleh dari pelajaran IPA (Usman Samatowa, 2010:5-6).
2.1.3.3 Tujuan Pembelajaran IPA
Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum
KTSP (Depdiknas,2006), secara terperinci adalah sebagai berikut:
1) Memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaannya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5) Meningkatkan kesadaran dalam ikut berperan serta untuk menjaga,
memelihara, melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
6) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.
18
2.2
Penelitian Yang Relevan
Beberapa penelitian yang mengkaji tentang model problem based
learning (PBL) yang digunakan dalam meningkatkan hasil belajar IPA
diantaranya:
Penelitian yang dilakukan oleh Eny Wulandari (2012) yang
berjudul Penerapan Model PBL (Problem Based Learning) Pada
Pembelajaran IPA Siswa Kelas V SD Negeri Mudal. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan model PBL pada saat pembelajaran
semakin meningkat. Keterampilan peneliti dalam setiap pembelajaran
semakin baik. Hal ini dapat dilihat dari skor yang diperoleh yaitu dari 18
pada siklus I, 22 pada siklus II, dan 27 pada siklus III. Secara keseluruhan
sudah baik, namun perlu peningkatan dalam membimbing siswa saat
melakukan penelitian, membimbing siswa dalam menarik kesimpulan, dan
membimbing siswa dalam merumuskan hipotesis. Hasil belajar siswa, setiap
siklusnya mengalami peningkatan, sehingga pada akhir siklus III siswa yang
nilainya sudah tuntas mencapai 73,02 %. Proses pembelajaran pada siklus I,
siklus II, dan siklus III sudah berlangsung dengan baik. Penggunaan model
PBL dalam pembelajaran tersebut sudah sesuai dengan langkah – langkah
PBL, yaitu guru memberikan suatu masalah kepada siswa, guru membagi
siswa dalam beberapa kelompok, membantu investigasi mandiri dan
kelompok dengan melakukan observasi dan penelitian, menarik kesimpulan
dan merumuskan hipotesis dari penelitian yang dilakukan, menginterpretasikan data hasil penelitian serta mengembangkan dan mempresentasikan hasil, menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi
masalah.
Penelitian yang dilakukan oleh Merinda Dian Prametasari (2012)
yang berjudul Efektifitas Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis
Masalah (Problem Based Learning - PBL) Terhadap Siswa Kelas V SD
Gugus Hassanudin Semester II Tahun Ajaran 2011/2012. Penelitian ini
menggunakan penelitian eksperimen, hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa adanya hasil perbedaan rata-rata hasil belajar dari kelas kontrol dan
19
kelas eksperimen dengan perolehan rata-rata nilai tes hasil belajar kelas
kontrol lebih rendah dari pada rata-rata kelas eksperimen, yaitu 74,53
<83,38 dengan perbedaan rata-rata sebesar 8,851.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa melalui penerapan Model
Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Oleh
sebab itu peneliti menerapkan model Problem Based Learning (PBL) untuk
meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V.
2.3
Kerangka Berfikir
Keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya adalah menggunakan model pembelajaran.
Setiap guru harus mempunyai keterampilan dalam menggunakan model
pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran, agar tercipta suasana yang
menarik dalam pembelajaran. Tetapi pada kenyataannya sekarang ini masih
ada guru yang menggunakan model pembelajaran yang tradisional seperti
ceramah.
Dalam meningkatkan hasil belajar IPA yang diperoleh dari hasil
ulangan harian maupun tes evaluasi nilai siswa masih ≤ KKM . Hal ini
disebabkan kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru, dan tidak ada
aktifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Oleh karena itu peneliti melakukan perbaikan untuk meningkatkan
hasil belajar IPA pada siswa kelas V melalui penerapan model problem
based learning (PBL). Dengan menerapkan model Problem Based Learning
(PBL) siswa melakukan aktifitas dalam pembelajaran, siswa dapat
berorientasi terhadap masalah nyata yang diberikan guru sehingga siswa
dapat terlibat dalam pemecahan masalah tersebut. Siswa dapat memiliki
sikap ilmiah dalam menyelesaikan soal yang diberikan guru, dalam
penyelesaian masalah tersebut siswa dapat mencari informasi dari sumber
manapun dan mengumpulkannya sebagai sumber data. Data yang
dikumpulkan akan mereka olah menjadi sebuah laporan atau karya ilmiah.
Jadi siswa tidak hanya mendengarkan penjelasan guru, menghafal materi
20
pelajaran, tetapi juga aktif dalam kegiatan pembelajaran. dengan adanya
uraian diatas dapat diambil gagasan diantaranya adalah :
SKEMA KERANGKA BERFIKIR
Pembelajaran
IPA
Berpusat
pada guru
Menggunakan model pembelajaran
berbsis masalah problem based learning
(PBL). langkah-langkah :
1. Siswa diorientasikan terhadap suatu
masalah yang terjadi sekarang ini dan
siswa terlibat dalam pemecahan
masalah yang akan dipilih
2. Siswa membentuk kelompok 2-3 orang
untuk menyelesaikan masalah yang
akan dipilih.
3. Guru mendorong siswa untuk mencari
dan mengumpulkan informasi dari
berbagai sumber untuk mendapatkan
jawaban dan pemecahan masalah.
4. Siswa mengembangkan informasi yang
didapat dan menyajikannya dalam
bentuk karya ilmiah seperti laporan.
5. Guru membimbing siswa untuk
melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan yang sudah
mereka lakukan.
21
Menggunakan model
pembelajaran tradisional
yaitu metode ceramah.
Siswa hanya
mendengarkan materi
dan tidak aktif dalam
pembelajaran.
Hasil belajar
siswa rendah.
Berpusat
pada siswa.
Penilaian hasil
belajar siswa:
1. Penilaian hasil
belajar
2. Tes evalausi.
Hasil Belajar
Siswa Meningkat
2.4
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian dari kajian teori dan kerangka berfikir diatas
dapat dirumuskan hipotesis tindakan bahwa melalui penerapan model
problem based learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada
siswa kelas V SD Kutowinangun 10 Salatiga semester II tahun ajaran
2013/2014.
22
Download