(Theobroma cacao L) DENGAN PERENDAMAN EKSTRAK DAUN

advertisement
PENGUJIAN PERKECAMBAHAN BENIH KAKAO
(Theobroma cacao L) DENGAN PERENDAMAN
EKSTRAK DAUN ALANG-ALANG
(Imperata cylindrica)
OLEH :
ANDRI KURNIAWAN
NIM . 080 500 108
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA
2011
HALAMAN PENGESAHAN
Judul karya Ilmiah
: Pengujian Perkecambahan Benih Kakao (Theobrom
acacao L) dengan Perendaman Ekstrak Daun Alang-alang
(Imperata cylindrica)
Nama
: Andri Kurniawan
NIM
: 080500108
Program Studi
: Budidaya Tanaman Perkebunan
Jurusan
: Manajemen Pertanian
Dosen Pembimbing
Dosen Penguji
Nurlaila, SP, MP
NIP. 19711030 200112 2 001
Ir Budi Winarni, M Si
NIP. 19610914 199001 2 001
Menyetujui,
Mengesahkan,
Ketua Program Studi
Budidaya Tanaman Perkebunan
Ketua Jurusan
Manajemen Pertanian
Ir. Syarifuddin, MP
NIP. 19650706 200112 1 001
Ir. Hasanudin, MP
NIP. 19630805 198903 1 005
Lulus ujian tanggal Agustus 2011
ABSTRAK
ANDRI KURNIAWAN, Penghambatan perkecambahan benih kakao
(Theobroma cacao L) dengan perendaman ekstrak daun Alang-alang (Imperata
Cylindrica) (di bawah bimbingan NURLAILA).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji daya kecambah dengan
mengetahui persentase dan kecepatan perkecambahan setelah perlakuan
perendaman dengan ekstrak daun alang-alang dengan lama perendaman yang
berbeda.
Penelitian dilaksanakan satu bulan dimulai pada tanggal 3 Juli 2011
sampai 4 Agustus 2011 sejak persiapan alat dan bahan hingga penyusunan
laporan. Di areal kampus program studi Budidaya Tanaman Perkebunan
Politeknik Pertanian Negeri Sama rinda,
Perlakuan penelitian adalah perendaman ekstrak daun alang-alang dengan
4 taraf yang berbeda yaitu kontrol (A0), perendaman selama 5 menit (A1) selama
15 menit (A2) dan 25 selama menit (A3).
Persentase berkecambah pada perlakuan kontrol (A0) adalah sebesar
100%, dan pada perlakuan perendaman selama 5 menit (A1) sebesar 60%, untuk
perlakuan perendaman selama 15 menit (A1) persentase berkecambahnya sebesar
20%, sedangkan perlakuan perendaman 25 menit (A3) adalah sebesar 10%
Kecepatan berkecambah pada perlakuan perendaman kontrol tanpa
perlakuan (A0) kecepatan berkecambah sebesar 3,64, dan pada perlakuan
perendaman selama 5 menit (A1) adalah sebesar 6,78, untuk perlakuan
perendaman selama 15 menit (A2) sebesar 2,21, sedangkan perlakuan
perendaman selama 25 menit (A3) adalah sebesar 1,21.
RIWAYAT HIDUP
ANDRI KURNIAWAN, lahir pada tanggal 4 Juni 1990 di Jakarta merupakan
anak pertama dari pasangan Bapak Abdul Muis dan Ibu Rosalina Wahyuni.
Pendidikan dimulai di Sekolah Dasar (SD) Negeri 005 Samarinda Ulu
lulus pada tanggal 29 Juni 2002, kemudian melanjutkan ke tingkat Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Tunas Kelapa Samarinda Ulu dan lulus pada tanggal
28 Juni 2005. Pada tanggal 20 Juli 2005 melanjutkan ke UPTD Sekolah
Menengah Kejuruan Pelayaran (SMKP) Samarinda dan lulus pada tanggal 16
Juni 2008. Pendidikan Tinggi di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Program
Studi Budidaya Tanaman Perkebunan, Jurusan Manajemen Pertanian dimulai
pada tahun 2008.
Pada tanggal 1 Maret sampai dengan tanggal 30 Mei 2011 melakukan
kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT.Agrojaya Tirta Kencana, Kabupaten
Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang telah
melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian Pengujian perkecambahan benih kakao (Theobroma cacao L) dengan
perendaman ekstrak daun Alang-alang (Imperata Cylindrica) hingga tersusunnya
laporan ini.
Keberhasilan dan kelancaran dalam penyusunan karya ilmiah ini juga
tidak terlepas dari peran serta dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu
penulis ucapkan terima kasih kepada :
1. Keluarga yang telah banyak memberikan motivasi dan do’a kepada penulis
selama ini
2. Bapak Ir. Wartomo, MP selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri
Samarinda
3. Bapak Ir. Hasanudin, MP selaku ketua Jurusan Manajemen Pertanian
4. Bapak Ir. Syarifuddin, MP selaku Ketua Program Studi Budidaya Tanaman
Perkebunan
5. Ibu Nurlaila, SP, MP selaku dosen pembimbing
6. Ibu Ir. Budi Winarni, M.Si selaku dosen penguji
7. Staf pengajar Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan yang telah
membimbing dalam menerima pelajaran selama menempuh pendidikan
8. Rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan
dalam penulisan ini. Namun semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Penulis,
Kampus Sei Keledang, 2011
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................
i
DAFTAR ISI..............................................................................................
ii
DAFTAR TABEL .....................................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
iv
I.
PENDAHULUAN .................................................................... ...
1
II.
TINJAUAN PUSTAKA………………………………………... .
A. Tinjauan umum Tanaman kakao...............................................
B. Tinjauan umum Perkecambahan ……………………………...
C. Tinjauan umum Alang-alang…………………………………
D. Tinjuan umum Alelopati………………………………………
3
4
7
16
18
III.
METODE PENELITIAN……………………………………… .
A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................
B. Alat dan Bahan Yang Digunakan .............................................
C. Perlakuan ..................................................................................
D. Prosedur Penelitian ...................................................................
E. Variabel Pengamatan ................................................................
F. Analisis Data ………………………………………………….
24
24
24
24
25
26
26
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………….
28
V.
KESIMPULAN ………………………………… ........................
30
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ ...
33
LAMPIRAN .........................................................................................
35
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1.
Data persentase benih kakao (Theobroma cacao L.) …................. 28
2.
Data keceptan berkecambah benih kakao (Theobroma cacao L)
29
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Layout penelitian .............................................................................
36
2. Data perkecambahan berkecambah benih kakao (Theobroma cacao L.) 37
3. Dokumentasi kegitan penelitian ......................................................
4. Gambar benih berkecambah umur 2 minggu setelah perlakuan (MSP)
38
39
I. PENDAHULUAN
Berlangsungnya perkecambahan karena didukung oleh kelembaban
lingkungan yang besar/tinggi, kelembaban lingkungan yang tinggi merupakan
lingkungan yang cocok bagi organisme perusak misalnya jamur, dengan demikian
benih akan banyak mengalami kerusakan (Kartasapoetra, 2003)
Species gulma yang diketahui mengeluarkan senyawa – senyawa alelopati
beracun adalah alang – alang (Imperata cilyndrica ), teki ( Cyperus rotundus),
Agropron intermedium, Salvia lenchophyella, dan lainnya. Interaksi biokoimia
antara gulma dan pertanaman antara lain menyebabkan gangguan berkecambah
biji, kecambah jadi abnormal, pertumbuhan memanjang akar terhambat,
perubahan susunan sel – sel akar dan lain sebagainya, dengan dilakukannya
penelitian ini maka seberapa besar pengaruh ekstrak daun alang-alang (Imperata
cilyndrica) terhadap berkecambah benih kakao (Sukman dan Yakup, 1995 ).
Steinsiek (1982) dan Shettel dan Balke (1983) mengemukakan bahwa
perkembangan dan berkecambah tumbuhan tergantung pada konsentrasi ekstrak,
sumber ekstrak, temperatur ruangan, dan jenis tumbuhan yang dievaluasi serta
saat aplikasi. Ekstrak umbi Imperata cylindrica dan daun Acasia mangium
terbukti mampu menghambat berkecambah dan pertumbuhan kecambah,
rendaman ekstrak daun Acasia mangium ataupun umbi akar dari Imperata
cylindrica dapat menghambat perkembangan banih kacang-kacangan, centel dan
mustard. Dan ekstrak ini juga dilaporkan dapat menghambat perpanjangan akar.
Penekanan pertumbuhan dan perkembangan karena ekstrak alang-alang dan
Acasia mangium ditandai dengan penurunan tinggi tanaman, penurunan panjang
akar, perubahan warna daun (dari hijau normal menjadi kekuning-kuningan) serta
bengkaknya akar. Pertumbuhan rambut akar juga terganggu, dengan melihat
fenomena ini maka allelokimia yang berasal dari ekstrak Imperata cylindrica dan
Acasia mangium mungkin bekerja mengganggu proses fotosintesis atau proses
pembelahan sel.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji persentase berkecambah
dan kecepatan berkecambah benih kakao dengan perendaman dengan ekstrak
daun alang-alang (Imperata cylindrica) dengan lama perendaman yang berbeda.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat umumnya dan mahasiswa khususnya, bahwa ekstrak alelopati daun
Alang-alang (Imperata cylindrica) dapat menghambat perkecambahan benih
tanaman kakao.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tanaman Kakao
Menurut Anonim (1989) Adapun sistematika klasifikasi botanis tanaman
kakao adalah sebagai berikut :
Divisio
: Spermatophyta
Kelas
: Dicocotyledonae
Ordo
: Malvales
Famili
: Sterculiceae
Genus
: Theobroma
Spesies
: Theobroma cacao
Kakao diklasifikasikan dalam dua jenis, kakao bulk dan kakao fine
flavour. Kakao bulk atau kakao lindak berasal dari pohon-pohon forastero
yang ditemukan di seluruh Afrika Barat dan Brasilia, sedangkan kakao fine
flavour pada umumnya berasal dari pohon-pohon Criollo dan Trinitario yang
ditemukan di Karibia, Venezuela, Indonesia dan Papua Nugini (Spillina,
1995)
Pada awal berkecambah benih, akar tunggang tumbuh cepat dari panjang
1 cm pada umur satu minggu, mencapai 16-18 cm pada umur satu bulan, dan
25 cm pada umur tiga bulan. Setelah itu laju pertumbuhannya menurun dan
untuk mencapai panjang 50 cm memerlukan waktu dua tahun. Pada saat
berkecambah pula, hipokotil memanjang dan mengangkat kotiledon yang
masih
menutup ke atas permukaan tanah. Fase ini disebut dengan fase
serdadu. Fase kedua ditandai dengan membukanya kotiledon diikuti dengan
memanjangnya epikotil dan tumbuhnya empat lembar daun pertama.
Keempat daun tersebut sebetulnya tumbuh dari setiap ruasnya, tetapi bukubukunya sangat pendek
sehingga tampak tumbuh dari satu ruas.
Pertumbuhan berikutnya berlangsung secara periodik dengan interval waktu
tertentu (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Syarat Tumbuh Tanaman Kakao adalah sebagai berikut :
1. Tanah
Tanah merupakan komponen hidup dari tanaman yang sangat penting.
Dalam kehidupan tanaman fungsi tanah yang utama adalah memberikan
unsur hara, baik sebagai medium pertukaran maupun sebagai tempat
memberikan air, juga sebagai tempat berpegang dan bertopang untuk
tumbuh tegak bagi tanaman (Harjadi, 1986).
Tanaman kakao untuk tumbuhnya memerlukan kondisi tanah yang
mempunyai kandungan bahan organ yang cukup, lapisan olah yang dalam
untuk membantu pertumbuhan akar, sifat fisik yang baik seperti struktur
tanah yang gembur juga sistem drainase yang baik. PH tanah yang ideal
berkisar antara 6 – 7 (Suhardjo dan Butar-butar, 1979).
Menurut Situmorang ( 1973) tanah mempunyai hubungan erat dengan
sistem perakaran tanaman kakao, karena perakaran tanaman kakao sangat
dangkal dan hampir 80% dari akar tanaman kakao berada disekitar 15 cm
dari permukaan tanah, sehingga untuk mendapatkan pertumbuhan yang
baik tanaman kakao menghendaki struktur tanah yang gembur agar
perkembangan akar tidak terhambat. Selanjutnya Tjasadiharja (1980)
berpendapat, perkembangan akar yang baik menentukan jumlah dan
distribusi akar yang kemudian berfungsi sebagai organ penyerapan hara
dari tanah.
Tanaman kakao menghendaki permukaan air tanah yang dalam.
Permukaan air tanah yang dangkal menyebabkan dangkalnya perakaran
sehingga tumbuhnya tanaman kurang kuat (Anonymous, 1988).
2. Iklim
Tempat pembibitan mutlak mendapat naungan yang cukup. Naungan yang
baik dengan fungsi utama menahan sebagian sinar matahari dan angin
kencang. Naungan tambahan berupa atap dengan fungsi mengurangi
intensitas penyinaran dan tetesan air hujan (Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia, 2004). Keadaan iklim yang sesua i untuk tanaman
kakao, antara lain : curah hujan cukup dan terdistribusi merata, dengan
jumlah curah hujan 1500-2500 mm/tahun, dengan bulan kering tidak lebih
dari 3 bulan; suhu rata-rata antara 15 – 30°C, dengan suhu optimum 25,5
°C fluktuasi suhu harian tidak lebih dari 90°C dan tidak ada angin bertiup
kencang (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2009).
Pada tanaman kakao muda dalam melakukan proses fotosintesis
menghendaki intensitas cahaya yang rendah, setelah itu berangsur-angsur
memerlukan intensitas cahaya yang lebih tinggi sejalan dengan
bertambahnya umur tanaman. Intensitas cahaya matahari bagi tanaman
kakao yang berumur antara 12-18 bulan sekitar 30-60% dari sinar penuh,
sedangkan untuk tanaman yang menghasilkan menghendaki intensitas
cahaya matahari sekitar 50-75% dari sinar matahari penuh (Syamsulbahri,
1996).
Kakao tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl.
Kebutuhan curah hujan sekitar 1100-3000 mm per tahun. Tanaman ini
tidak memerlukan penyinaran matahari secara la ngsung (Pursglove,
1997). Suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan daun
flush, pembungaan dan kerusakan daun. Suhu yang ideal bagi pertanaman
kakao,untuk suhu maksimum berkisar antara 30-32°C dan suhu minimum
berkisar antara 18-21°C. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi
pertumbuhan daun adalah kelembaban nisbi. Tanaman kakao yang tumbuh
pada areal yang mempunyai kelembaban nisbi antara 50-60% mempunyai
daun yang lebat dan berukuran besar, dibandingkan dengan pertanaman
kakao yang tumbuh pada areal yang mempunyai kelembaban nisbi 7080%. Pada areal yang mempunyai kelembaban nisbi yang tinggi, daun
cenderung keriting dan menyempit pada ujung daun. Di samping itu pula
dengan kelembaban nisbi yang tinggi, dapat menimbulkan penyakit akibat
jamur (Syamsulbahri, 1996).
B. Tinjauan Umum Perkecambahan
1. Tipe Berkecambah
Terdapat dua tipe pertumbuhan awal dari suatu kecambah tanaman
yaitu:
1. Tipe
Epigeal
dimana
munculnya
radikula
diikuti
dengan
memanjangnya hipokotil secara kesuluruhan dan membawa serta
kotiledon dan plumula ke atas permukaan tanah. Contoh tanaman
cherry (Prunus cerasus), kacang merah (Phaseolus vulgaris), jarak
(Ricinus communis), dan tanaman kakao (Theobroma cacao L).
2. Tipe
hypogeal
dimana
munculnya
radikula
diikuti
dengan
pemanjangan plumula, hipokotil tidak memanjang ketas permukaan
tanah sedangkan kotiledon tetap berada dalm kulit biji dibawah
permukaan tanah. Contohnya peach (Prunus persica), ercis (Pisum
sativum), palem (Palmae sp) dan semua family graminae seperti
jagung (Zea mays).
2. Faktor yang Mempengaruhi Perkecambahan
Faktor dalam yang mempengaruhi perkecambahan benih antara lain:
a. Tingkat kemasakan benih
Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai
tidak mempunyai viabilitas yang tinggi karena belum memiliki
cadangan makanan yang cukup serta pembentukan embrio belum
sempurna (Sutopo, 2002). Pada umumnya sewaktu kadar air biji
menurun dengan cepat sekitar 20 persen, maka benih tersebut juga
telah mencapai masak fisiologos atau masak fungsional dan pada saat
itu benih mencapat berat kering maksimum, daya tumbuh maksimum
(vigor) dan daya kecambah maksimum (viabilitas) atau dengan kata
lain benih mempunyai mutu tertinggi (Kamil, 1979).
b. Ukuran benih
Benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan
makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan yang kecil pada
jenis yang sama. Cadangan makanan yang terkandung dalam jaringan
penyimpan digunakan sebagai sumber energi bagi embrio pada saat
perkecambahan (Sutopo, 2002). Berat benih berpengaruh terhadap
kecepatan pertumbuhan dan produksi karena berat benih menentukan
besarnya kecambah pada saat permulaan dan berat tanaman pada saat
dipanen (Blackman, dalam Sutopo, 2002).
c.
Penghambat perkecambahan
Menurut Kuswanto (1996), penghambat perkecambahan benih dapat
berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di permukaan
benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan
yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi.
Faktor luar yang mempengaruhi perkecambahan pada benih antara
lain:
a. Air
Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri
terutama kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada
media di sekitarnya, sedangkan jumlah air yang diperlukan
bervariasi
tergantung
kepada
jenis
benihnya,
dan tingkat
pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu (Sutopo, 2002).
Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum terserap
masuk ke dalam benih hingga 80 sampai 90 % (Darjadi, 1972) dan
umumnya dibutuhkan kadar air benih sekitar 30 sampai 55 %
(Kamil, 1979). Benih mempunyai kemampuan kecambah pada
kisaran air tersedia. Pada kondisi media yang terlalu basah akan
dapat menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit serta
busuknya benih karena cendawan atau bakteri (Sutopo, 2002).
Menurut Kamil (1979), kira-kira 70 % berat protoplasma sel
hidup terdiri dari air dan fungsi air antara lain:
1) Untuk melembabkan kulit biji sehingga menjadi pecah atau
robek agar terjadi pengembangan embrio dan endosperm.
2) Untuk memberikan fasilitas masuknya oksigen kedalam biji.
3) Untuk
mengencerkan
protoplasma
sehingga
dapat
mengaktifkan berbagai fungsinya.
4) Sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau
kotiledon ke titik tumbuh, dimana akan terbentuk protoplasma
baru.
b. Suhu
Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya
perkecambahan benih dimana presentase perkembangan tertinggi
dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5 - 35°C (Sutopo,
2002). Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan
perkecambahan dan ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat
dormansi benih, cahaya dan zat tumbuh gibberallin.
c. Oksigen
Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan
meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan
pelepasan CO2, air dan energi panas. Terbatasnya oksigen yang
dapat dipakai akan menghambat proses perkecambahan benih
(Sutopo, 2002). Kebutuhan oksigen sebanding dengan laju
respirasi dan dipengaruhi oleh suhu, mikro-organisme yang
terdapat dalam benih (Kuswanto. 1996). Menurut Kamil (1979)
umumnya benih akan berkecambah dalam udara yang mengandung
29 % oksigen dan 0.03 % CO2. Namun untuk benih yang dorman,
perkecambahannya akan terjadi jika oksigen yang masuk ke dalam
benih ditingkatkan sampai 80 persen, karena biasanya oksigen yang
masuk ke embrio kurang dari 3 %.
d. Cahaya
Kebutuhan benih akan cahaya untuk perkecambahannya berfariasi
tergantung pada jenis tanaman (Sutopo, 2002). Adapun besar
pengaruh cahanya terhadap perkecambahan tergantung pada
intensitas cahaya, kualitas cahaya, lamanya penyinaran (Kamil,
1979). Menurut Adriance dalam Brison dalam Sutopo (2002)
pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih dapat dibagi atas
4 golongan yaitu golongan yang memerlukan cahaya mutlak,
golongan
yang
memerlukan
cahaya
untuk
mempercepat
perkecambahan, golongan dimana cahaya dapat menghambat
perkecambahan, serta golongan dimana benih dapat berkecambah
baik pada tempat gelap maupun ada cahaya.
e. Medium
Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat
fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan
bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan
(Sutopo, 2002). Pengujian viabilitas benih dapat digunakan media
antara lain substrat kertas, pasir dan tanah.
3. Metabolisme Berkecambah Benih
Proses berkecambah benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari
perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Tahap pertama
suatu berkecambah benih dimulai dari proses penyerapan air oleh benih,
melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma.
Tahap
kedua
dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya
tingkat respirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi
penguraian bahan-bahan seperti karbonhidrat, lemak dan protein menjadi
bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh.
Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan
tadi di daerah meristematik untuk menghasilkan enersi bagi kegiatan
pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima
adalah
pertumbuhan
dari
kecambah
melalui
proses
pembelahan,
pembesaran dan pembagian sel-sel pada tik-titik tumbuh. Sementara daun
belum dapat berfungsi sebagai organ untuk fotosintesa maka pertumbuhan
kecambah sagat tergantung pada persediaan makanan yang ada dalam biji
(Sutopo, 1985).
4. Parameter Daya Hidup (Viabilittas) Benih
Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang dapat ditunjukkan
melalui gejala metabiolisme dan atau gejala pertumbuhan, selain itu daya
kecambah juga merupakan tolak ukur parameter viabilitas potensial benih
(Sadjad, 1993). Pada umumnya viabilitas benih diartikan sebagai
kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk
viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah benih
atau daya tumbuh benih. Perkecambahan benih mempunyai hubungan erat
dengan viabilitas benih dan jumlah benih yang berkecambah dari
sekumpulan benih merupakan indeks dari viabilitas benih.
Viabilitas ini makin meningkat dengan bertambah tuanya benih dan
mencapai perkecambahan maksimum jauh sebelum masak fisiologis atau
sebelum tercapainya berat kering maksimum, pada saat itu benih telah
mencapai viabilitas maksimum 100 % yang konstan tetapi sesudah itu
akan menurun sesuai dengan keadaan lingkungan (Kamil dalam Sutopo
2002).
Umumnya parameter untuk viabilitas benih yang digunakan adalah
presentase perkecambahan yang cepat dan pertumbuhan perkecambahan
kuat dalam hal ini mencerminkan kekuatan tumbuh yang dinyatakan
sebagai
laju
perkecambahan.
Penilaiaan
dilakukan
dengan
membandingkan kecambah satu dengan kecambah lainnya sesuai kriteria
kecambah normal, abnormal dan mati (Sutopo, 2002).
Menurut Stein
Dalam Herryan (1990)
mengemukakan suatu
berkecambah benih dapat di nilai Persentase berkecambah menunjukan
jumlah pengamatan kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh benih
murni pada kondisi lingkungan tertentu dalam jangka waktu 13-14 hari,
jika melebihi waktu ketentuan maka benih dikatakan mati sebagai berikut:
1) 0%-9%
= Tidak berhasil
2) 10% - 39%
= Rendah
3) 40% - 68%
= Cukup baik
4) 70% - 100%
= Baik atau Berhasi
5. Benih Kakao
Pada umur 143-170 hari buah telah mencapai ukuran maksimal dan
mulai masak yang ditandai dengan perubahan warna kulit buah yang
semula berwarna hijau muda dan hijau akan berubah menjadi kuning
sedang buah yang berwarna merah atau merah muda berubah menjadi
jingga. Lamanya pemasakan buah tergantung jenis kakao dan ketinggian
tempat tumbuhnya (Poedjiwidodo, 1996).
Benih
kakao
termasuk
golongan
benih
rekalsitran,
sehingga
memerlukan penanganan yang khusus. Arti dari benih rekalsitran sebagai
berikut: ketika masak fisiologis kadar airnya tinggi, yakni lebih dari 40 %;
viabilitas benih akan hilang di bawah ambang kadar air yang relatif tinggi
(lebih dari 25%); sifat benih ini tidak mengikuti kaidah Harrington yang
berbunyi Pada kadar air 4-15%, peningkatan kadar air 1% dapat
menurunkan periode hidup benih setengahnya.
Demikian pula halnya dengan suhu, peningkatan 50°C pada kisaran 050°C dapat menurunkan umur simpan benih setengahnya untuk bertahan
dalam penyimpanan memerlukan kadar air yang tinggi (sekitar 30%),
(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Untuk budidaya kakao perbanyakan tanaman kakao secara generative
dengan menggunakan benih yang berasal dari sembarang biji tidak
dibenarkan. Benih diambil dari tanaman kakao yang sudah berproduksi,
baik dari pertanaman kakao klonal maupun kakao hibrida. Biji kakao
yang baik untuk benih adalah berukuran besar, bernas (tidak kosong),
bebas dari hama penyakit dan biji tidak kadaluarsa, (Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
6. Berkecambah Benih Kakao
Berkecambah merupakan proses metabolisme biji hingga dapat
menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah yaitu plumula dan
radikula. Definisi berkecambah adalah jika sudah dapat dilihat atribut
berkecambahnya, yaitu plumula dan radikula dan keduanya tumbuh
normal dalam jangka waktu tertentu
dikecambahkan
ataupun
yang
diujikan
sesuai.
Setiap
biji
yang
tidak
selalu
prosentase
pertumbuhan kecambahnya sama, hal ini dipengaruhi berbagai macam
faktor- faktor yang mempengaruhi berkecambah (Nasrudin, 2009).
Menurut Stein dalam
Herryan (1996), mengemukakan bahwa
gagalnya suatu berkecambah benih jika 0% - 9% tidak berhasil bila 10% 39% rendah, bila 40% - 68% cukup baik dan 70%- 100% baik atau
berhasil. Kakao memiliki tipe berkecambah epigeal yakni berkecambah
yang menghasilkan kecambah dengan kotiledon terangkat ke atas
permukaan
tanah.
Dalam
proses
berkecambah,
setelah
radikula
menembus kulit benih, hipokotil memanjang melengkung menembus ke
atas permukaan tanah. Setelah hipokotil menembus permukaan tanah,
kemudian hipokotil meluruskan diri dan dengan cara demikian kotiledon
yang masih tertangkup tertarik ke atas permukaan tanah juga. Kulit benih
akan tertinggal di permukaan tanah, dan selanjutnya kotiledon membuka
dan daun pertama (plumula) muncul ke udara. Beberapa saat kemudian,
kotiledon menyeluruh akan jatuh ke tanah (Pramono, 2009).
C. Tinjauan Umum Alang -alang (Imperata cilyndrica)
a. Sistimatika Tumbuhan Alang-alang (imperata cilyndrica)
Menurut Anonim Patterson dalam Moenandir (1993)
adapun
klasifikasi tentang Alang-alang (imperata cilyndrica) adalah sebagai
berikut:
Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: poales
Family
: Poaceae
Genus
: Imperata
Spesies
: cylindrical
Nama ilmiahnya adalah Imperata cylindrica, dan ditempatkan dalam
anak suku Panicoideae. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai
bladygrass, cogongrass, speargrass, silver-spike atau secara umum
disebut satintail, mengacu pada malai bunganya yang berambut putih
halus.
Rumput menahun dengan tunas panjang dan bersisik, merayap di
bawah tanah. Ujung (pucuk) tunas yang muncul di tanah runcing tajam,
serupa ranjau duri. Batang pendek, menjulang naik ke atas tanah dan
berbunga, sebagian kerapkali (merah) keunguan, kerap kali dengan
karangan rambut di bawah buku. Tinggi 0,2 – 1,5 m, di tempat-tempat
lain mungkin lebih. Helaian daun berbentuk garis (pita panjang) lanset
berujung runcing, dengan pangkal yang menyempit dan berbentuk talang,
panjang 12-80 cm, bertepi sangat kasar dan bergerigi tajam, berambut
panjang di pangkalnya, dengan tulang daun yang lebar dan pucat di
tengahnya. Karangan bunga dalam malai, 6-28 cm panjangnya, dengan
anak bulir berambut panjang (putih) 1 cm, sebagai alat melayang bulir
buah bila masak.
Dengan ujung daun keunguan alang-alang dapat berbiak dengan
cepat, dengan benih- benihnya yang tersebar cepat bersama angin, atau
melalui rimpangnya yang lekas menembus tanah yang
gembur.
Berlawanan dengan anggapan umum, alang-alang tidak suka tumbuh di
tanah yang miskin, gersang atau berbatu-batu. Rumput ini senang dengan
tanah-tanah yang cukup subur, banyak disinari oleh matahari hingga
teduh, dengan kondisi lembab atau kering. Di tanah-tanah yang becek
atau terendam, atau yang senantiasa ternaungi, alang-alang pun tak mau
tumbuh. Gulma ini dengan segera menguasai lahan bekas hutan yang
rusak dan terbuka bekas ladang, sawah yang mengering, tepi jalan dan
lain- lain. Di tempat-tempat semacam itu alang-alang dapat tumbuh
dominan dan menutupi areal yang luas. Sampai taraf tertentu, kebakaran
vegetasi dapat merangsang pertumbuhan alang-alang. Pucuk-pucuk
ilalang yang tumbuh setelah kebakaran disukai oleh hewan- hewan
pemakan rumput, sehingga lahan- lahan bekas terbakar semacam ini
sering digunakan sebagai tempat untuk berburu. Malai bunga yang
serupa ekor berbulu satin Alang-alang menyebar alami mulai dari India
hingga ke Asia timur, Asia Tenggara, Mikronesia dan Australia. Kini
alang-alang juga ditemukan di Asia utara, Eropa, Afrika, Amerika dan di
beberapa kepulauan. Namun karena sifatnya yang invasif tersebut, di
banyak tempat alang-alang sering dianggap sebagai gulma yang sangat
merepotkan.
D. Tinjauan Umum Alelopati
Beberapa species gulma menyaingi tanaman dengan mengeluarkan senyawa dan
zat-zat beracun dari akarnya (root exudates atau lechates) atau dari pembusukan
bagian vegetatifnya. Bagi gulma yang mengeluarkan alelopati mempunyai
kemampuan bersaing yang lebih hebat sehingga pertumbuhan tanaman pokok lebih
terhambat, dan hasilnya semakin menurun (Achmad dalam Nasution 1986).
Tumbuh-tumbuhan juga dapat bersaing antar sesamanya secara interaksi
biokimiawi, yaitu salah satu tumbuhan mengeluarkan senyawa beracun ke
lingkungan sekitarnya dan dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan
tumbuhan yang ada di dekatnya. Interaksi biokimiawi antara gulma dan
pertanamanan antara lain menyebabkan gangguan berkecambah biji,
kecambah jadi abnormal, pertumbuhan memanjang akar terhambat,
perubahan susunan sel-sel akar dan lain sebagainya (Bahri dalam Nasution
1986).
Beberapa species gulma menyaingi pertanaman dengan mengeluarkan
senyawa beracun dari akarnya (root exudates atau lechates) atau dari
pembusukan
bagian
vegetatifnya.
Persaingan
yang
timbul
akibat
dikeluarkannya zat yang meracuni tumbuhan lain disebut alelopati dan zat
kimianya disebut alelopat. Umumnya senyawa yang dikeluarkan adalah dari
golongan fenol.
Tidak semua gulma mengeluarkan senyawa beracun. Spesies gulma yang
diketahui mengeluarkan senyawa racun adalah alang-alang (Imperata
cylinarica), grinting (Cynodon dactylon), teki (Cyperus rotundus), Agropyron
intermedium, Salvia lenocophyela dan lain- lain (Eussen dalam Nasution
1986),
Tumbuhan lain jenis yang tumbuh sebagai tetangga menjadi kalah.
Kekalahan tersebut karena menyerap zat kimiawi yang beracun berupa
produk sekunder dari tanaman pertama. Zat kimiawi yang bersifat racun itu
dapat berupa gas atau zat cair dan dapat keluar dari akar, batang maupun
daun. Hambatan pertumbuhan akibat adanya alelopati dalam peristiwa
alelopati misalnya pertumbuhan hambatan pada pembelahan sel, pangambilan
mineral, respirasi, penutupan stomata, sintesis protein, dan lain- lainnya. Zatzat tersebut keluar dari bagian atas tanah berupa gas, atau eksudat turun
kembali ke tanah dan eksudat dari akar. Jenis yang dikeluarkan pada
umumnya berasal dari golongan fenolat, terpenoid, dan alkaloid (Hidayat
dalam Harjadi 1986).
Alelopati kebanyakan berada dalam jaringan tanaman, seperti daun, akar,
aroma, bunga, buah maupun biji, dan dikeluarkan dengan cara residu tanaman.
Beberapa contoh zat kimia yang dapat bertindak sebagai Alelopati adalah gasgas beracun. Yaitu Sianogenesis merupakan suatu reaksi hidrolisis yang
membebaskan gugusan HCN, amonia, Ally-lisothio cyanat dan ß-fenil isitio
sianat sejenis gas diuapkan dari minyak yang berasal dari familia Crusiferae
dapat menghambat berkecambah. Selain gas, asam orga nik, aldehida, asam
aromatik, lakton tak jenuh seserhana, fumarin, kinon, flavanioda, tanin,
alkaloida , terpenoida dan streroida juga dapat mengeluarkan zat Alelopati
(Moenandir, 1993).
Sejumlah peneliti melaporkan bukti untuk zat kimia mengendalikan
distribusi tumbuhan, asisiasi antar species, dan jalannya suksesi tumbuhan.
(Muller dalam Setyowati 1999) telah meneliti hubungan spatial antara Salvia
leucophyla dan rumput annual.
Rumpun saliva yang hidup pada padang rumbut ternyata dibawah rumpun
dan disekeliling rumpun semak tersebut terjadi zona gundul (1-2 meter) tak
ada tumbuhan rumput dan herba lain. Bahkan 6-10 m dari kanopi semak
tumbuhan lain menjadi kerdil. Bentuk kerdil ini tidak disebabkan karena
kompetisis untuk air, karena akar semak tidak menyusup jauh ke daerah
rumput. Faktor tanah nampak tidak bertanggung jawab untuk asosiasi negatif,
karena faktor khemis dan fisis tanah tidak berubah pada zona gundul tersebut.
Muller dalam Setyowati (1999) menemukan bahwa salvia mengeluarkan
minyak volatile dari daun dan kandungan cinoile dan canphor bersifat toksik
terhadap berkecambah dan pertumbuhan annual disekeliling (Syamsurizal,
1993).
Alang-alang bukan hanya sebagai pesaing bagi tanaman lain terutama
tanaman pangan dalam mendapatkan air, unsur hara dan cahaya tetapi juga
menghasilkan zat alelopati yang menyebabkan pengaruh negatif pada tanaman
lain (Hairiah et al, 2001).
Steinsiek dalam Syamsurizal (1993), Shettel dan Balke (1983)
mengemukakan bahwa perkembangan tumbuhan tergantung pada konsentrasi
ekstrak, sumber ekstrak, temperatur ruangan, dan jenis tumbuhan yang
dievaluasi serta saat aplikasi. Alelopati adalah interaksi biokimia antara
mikroorganisme atau tanaman baiki yang bersifat positif maupun negatif,
ekstrak umbi Imperata cylindrica dan daun Acasia mangium terbukti mampu
menghambat berkecambah dan pertumbuhan kecambah, rendaman ekstrak
daun Acasia mangium ataupun umbi akar dari Imperata cylindrica dapat
menghambat perkembangan banih kacang-kacangan, centel dan mustard. Dan
ekstrak ini juga dilaporkan dapat menghambat perpanjangan akar. Penekanan
pertumbuhan dan perkembangan karena ekstrak alang-alang dan akasia
ditandai dengan penurunan tinggi tanaman, penurunan panjang akar,
perubahan warna daun (dari hijau normal menjadi kekuning-kuningan) serta
bengkaknya akar. Pertumbuhan rambut akar juga terganggu, dengan melihat
fenomena ini maka allelokimia yang berasal dari ekstrak Imperata cylindrica
dan Acasia mangium mungkin bekerja mengganggu proses fotosintesis atau
proses pembelahan sel.
Sehubungan dengan penilitian ini maka pemberian zat ekstrak alelopati
terhadap benih kakao (Theobroma cacao L) disaat sebelum dilakukannya
berkecambah, dikarenakan penilitian ini dilakukan dikarenakan literatur yang
menjelaskan bahwa Zat ekstrak Alelopati pada Alang-alang (Imperata
Cylindrica) pada benih kakao, jagung dan kacang hijau sangat berpengaruh
pada berkecambahnya (Setyowati dan Yuniarti, 1999).
Menurut (Setyowati, 2001) Respon yang akan terjadi karna pemberian
Alelopati adalah panjang tajuk dan akar yang terhambat yang dapat disebut
sebagai herbisida pra tumbuh namun hal ini tergantung juga pada formulasi
ekstraksi Alelopati yang diberikan. Adapun warna daun yang berubah
merupakan salah satu ciri dari gejala klorosis pada tanaman palawija akib at
dari aplikasi ekstrak allelopeti. Pada Alelopati yang berkosentrasi 5%,
tanaman tumbuh layaknya tanaman kontrol, hanya sedikit saja perubahan yang
terjadi saat akhir pengamatan.
Hal ini dapat dikarenakan oleh kosentrasi alelopati yang dalam hal ini
adalah zat racun, tidak terlalu tinggi, hingga tumbuhan masih mampu
melakukan proses metabolisme dan yang lainnya dengan normal, walau
terdapat sedikit hambatan Alelopati. Itulah sebabnya perubahan hanya terjadi
pada morfologi daunnya saja.
Sedangkan pada Alelopati berkosentrasi 10%, tanamannya tumbuh tidak
normal, namun tetap saja perubahan yang terjadi tidak telalu mencolok seperti
pada tanaman yang diberikan Alelopati kosentrasi tinggi. Pada Alelopati
berkosentrasi 15% mulai terjadi perubahan yang agak me ncolok dari
kontrolnya seperti bercak-bercak pada daun yang sangat banyak, panjang akar
yang tidak normal, Dan tinggi yang tidak normal.Pada Alelopati yang
berkosentrasi 20% dan 25% perubahan yang terjadi juga sangat mencolok dari
kontrol, berupa bercak-bercak pada daun yang tidak lagi berwarna putih, hal
ini dapat dikatakan bahwa tumbuhan sudah mengalami klorosis, dan tandatanda ini dalam fisiologi tumbuhan bisa dikatakan sudah menunjukkan gejala
kahat atau gejala kematian. Sedangkan pada tanaman kontrol, tanaman
tumbuh normal, baik morfologi daun, panjang akar dan batang maupun berat
basahnya yang dapat dikatakan lebih berat dari pada tanaman lainnya yang
diberikan perlakuan, kecuali pada perlakuan 20% dan 25% yang memiliki
berat basah yang lebih berat dari pada kontrol, hal ini seharusnya tidak terjadi,
namun hal ini dapat saja terjadi karena kelalaian pada saat praktikum
dilakukan atau pada saat jumlah Alelopati yang disiramkan setiap harinya.
Setyowati dan Yuniarti (1999) mengatakan bahwa pertumbuhan tanaman
jagung dan kedelai yang diberi perlakuan Alelopati ekstrak alang-alang
(Imperata cylindrica) dengan perbandingan 1:4 umumnya tidak terpengaruh
oleh ekstrak ini, bukan hanya dalam hal pertumbuhan tanamannya tetapi juga
dalam proses berkecambahnya, hanya saja berpengaruh terhadap pemanjangan
akarnya. Namun sebaliknya bila diberikan Alelopati dari bunga matahari
(Helliantus annus) mampu menekan semua jenis palawija ataupun gulma dari
kosentrasi 20% ataupun 25%. Jadi dalam hal ini, daya kecambah tanaman
palawija dalam penelitian sangat tergantung pada sumber dan konsentrasi
ekstrak.
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Program Studi Budidaya
Tanaman
Perkebunan
Pertanian
Negeri
Samarinda.
Penelitian
ini
dilaksanakan sejak penyiapan alat dan bahan sampai penyusunan laporan
selama 1 bulan sejak tanggal 3 Juli sampai dengan 3 Agustus 2011
B. Alat dan bahan yang akan digunakan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkul, pisau, blender,
erlenmeyer, potray, gelas ukur, saringan, handsprayer, dan kamera. Bahan
yang digunakan yaitu daun alang-alang, aquadest, pasir, dan kapur dapur.
C. Perlakuan
Perlakuan penelitian ini adalah lama perendaman benih kakao dengan
ekstrak daun alang-alang pada kosentrasi 25% dengan 4 taraf perlakuan
yaitu :
A0 = Benih tidak direndam dengan ekstrak daun alang-alang
A1 = Perendaman selama 5 menit
A2 = Perendaman selama 15 menit
A3 = Perendaman selama 25 menit
Masing- masing perlakuan diberlakukan terhadap 20 benih kakao.
D. Prosedur penelitian
1. Persiapan alat dan bahan
a. Persiapan media tanah
Media persemaian yang digunakan adalah pasir, kemudian dimasukan
ke dalam potray sebagai wadah berkecambah.
b. Persiapan benih
Benih berasal dari buah yang sudah masak secara fisologis yang
diambil dikelurahan Berambai varietas DR 2, biji yang digunakan
adalah biji yang diseragamkan dari bagian tengah buah, yakni 2/3
bagian dari untaian biji. Biji bagian pangkal dan ujung tidak diikutkan
sebagai bahan tanam. Lalu membuang pulp yang melekat pada biji
kakao biji dengan 1 ltr air dan 400gr kapur dapur selama 5 menit, lalu
dijemur untuk menghindari serangan jamur dikering anginkan selama
30 menit.
c. Persiapan zat ekstrak Alelopati secara maserasi
(a) Daun alang-alang sebanyak 500 gram dicuci dengan air bersih.
(b) Kemudian dipotong-potong dengan gunting dan dihancurkan
dengan campuran aquadest 1:1, setelah itu disaring dan biarkan
selama 24 jam.
(c) Setelah itu ekstrak alang-alang diencerkan dengan aquadest hingga
kosentrasi 25%.
2.
Perlakuan
Sebelum penyemaian dilakukan maka masing- masing benih direndam
dalam ekstrak Alelopati kosentrasi masing- masing 25% sesuai tarap
perlakuan, lalu benih di letakan ke dalam potray dengan tegak dengan
radikula berada pada bagian bawah dan agak ditekan kedalam media
penyemaian, jarak antar benih 4 cm x 4 cm ditempatkan potray.
3. Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan adalah dengan penyiraman dilakukan setiap
hari pada waktu pagi hari dan sore hari atau sesuai kondisi media tanam.
E. Variabel pengamatan
1. Kecepatan hari berkecambah
Kecepatan
hari
berkecambah
dihitung
dari
jumlah
benih
yang
berkecambah setiap hari hingga hari ke-14, jika lebih dari 14 hari benih
tidak berkecambah maka benih dinyatakan mati, (Sutopo, 2002) .
2. Persentase Berkecambah
Persentase berkecambah dihitung dari jumlah benih berkecambah normal
yang hingga hari ke 14.
3. Analisis Data
Kecepatan berkecambah dihitung dengan mengunakan rumus menurut
( Sadjad, 1994).
Keterangan :
KB
N
T
= Keceptan berkecambah
= jumlah benih yang berkecambah dengan satuan waktu
tertentu
= menunjukan jumlah waktu antara awal pengujian
sampai dengan akhir dari interval tertentu suatu
pengamatan.
Dan rumus yang digunakan untuk menghitung persentase
perkecambahan adalah ( Sadjad 1994).
Untuk
mengetahui
simpang
baku
menggunakan rumus menurut Mendenhall (1982).
Keterangan :
s = rata-rata sample
n = jumlah sampel yang digunaka
(standar
deviasi)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan perlakuan perendaman ekstrak daun alang-alang
terhadap nilai rata-rata, standar deviasi, perkecambahan benih kakao dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1. Nilai rata-rata dan Standar deviasi perkecambahan benih kakao dengan
perlakuan perendaman ekstrak daun alang-alang kosentrasi 25% .
Perlakuan
Rata-rata
Std. Deviasi
4
3
Perendaman selama 5 menit (A1)
2,4
4,04
Perendaman selama 15 menit (A2)
1,3
0,714
Perendaman selama 25 menit (A3)
2
0
Kontrol (A0)
Tabel 1 menunjukan bahwa nilai rata-rata dan satandar deviasi perlakuan
perendaman ekstrak daun alang-alang pada taraf kontrol (A0) sebesar 4 ± 3 adalah
1 dan 7 hal tersebut menunjukan bahwa nilai rata-rata D-Min dan rata-rata D-Max
jumlah benih yang berkecambah sebesar 1 dan 9 dari taraf perlakuan control (A0)
tidak disebabkan oleh perlakuan perendaman ekstrak daun alang-alang. Demikian
pula pada perlakuan perendaman ekstrak daun alang-alang dengan lama
perendaman 5 menit (A1) sebesar 2,4 ± 4,04 adalah -1,64 ± 6,44 hal tersebut
menunjukan bahwa nilai rata-rata D-Min dan rata-rata D-Max jumlah benih yang
berkecambah sebesar 1 dan 8. Pada perlakuan perendaman ekstrak daun alang-
alang selama 15 menit (A2) sebesar 1 ± 2 adalah 0,586 dan 2,014. Pada perlakuan
perendaman ekstrak daun alang-alang selama 25 menit (A3) sebesar 2.
Tabel 2. Kecepatan berkecambah benih kakao (Theobroma cacao L) dengan
perlakuan perendaman dengan ekstrak daun alang-alang (Imperta
cylindrical) kosentrasi 25%.
Perlakuan
Kecepatan Berkecambah (hari)
Kontrol (A0)
2,5
Perendaman selama 5 menit (A1)
4,5
Perendaman selama 15 menit (A2)
7,75
Perendaman selama 25 menit (A3)
12
Tabel 2 menunjukan bahwa pada perlakuan kontrol memiliki kecepatan
berkecambah sebesar 2,5 hari dan perlakuan perendaman ekstrak daun alangalang (Imperata cylindrical) kosentrasi 25% selama 5 menit (A1) kecepatan
berkecambah sebesar 4,5 hari dan perlakuan perendaman ekstrak daun alangalang (Imperata cylindrical) kosentrasi 25% selama 15 menit (A2) kecepatan
berkecambah sebesar 7,75 hari dan perendaman ektrak daun alng-alang (Imperata
cylindrical) kosentrasi selama 25 menit kecepatan berkecambahnya sebesar 12
hari.
Kecepatan berkecambah diduga dipengaruhi oleh perlakuan perendaman
ekstrak daun alang-alang (Imperata cylindrical), semakin lama perendaman benih
kakao (Thebroma cacao L) dengan ekstrak daun alang-alang (imperata
cilyndrica) maka hari yang diperlukan untuk benih berkecambah semakin lama
oleh alelopati pada ekstrak daun alang-alang (Imperata cylindrical) pada
kosentrasi 25% yang menghambat pembelahan sel-sel Rice (1978), dan juga
mempengaruhi kecepatan berkecambah benih kakao (Thebroma cacao L),
menghitung kecepatan berkecambah maka benih kakao pada perlakuan
perendaman ekstrak daun alang-alang (Imperata cylindrical) selama 5 menit
menunjukan kecepatan berkecambah 6,78 sedangkan untuk perlakuan kontrol
(A0) keceptan berkecambahnya 3,64, hal ini tidaklah bertolak belakang dengan
hasil persentase berkecambah benih kakao (Theobroma cacao L), dikarenakan
perlakuan perendaman ekstrak daun alang-alang 25% selama 5 menit (A1)
(Imperata cylindrical) berkecambah diatas hari ke-6 yang mengakibatkan
perhitungan hasil kecepatan berkecambah menjadi lebih besar yaitu 6,78
dibandingkan dengan kontrol tanpa perlakuan perendaman ekstrak alang-alang
25% (A0) yaitu 3,64.
Senyawa alelokimia dapat menghambat pertumbuhan (berkecambah),
tergantung konsentrasi dan tipe senyawa. Pengaruh alelopati terhadap jenis
tumbuhan lain adalah dalam hal pengambilan nutrisi, proses fotosintesis, respirasi,
pembelahan sel, atau kegiatan enzim. Pengaruh alelopati juga akan berbeda untuk
masing- masing jenis, kultivar dalam satu jenis atau bagian tumbuhan yang
berbeda dalam satu kultivar (Kurniasih, 2002).
Proses paling awal terjadinya berkecambah benih ialah adanya penyerapan
air oleh benih dari media berkecambah tersebut. Proses ini merupakan proses
fisika yang dikenal dengan istilah proses imbisi (Lakitan, 1995 dalam Sadjad
1993). Pada proses ini diduga senyawa-senyawa penghambat yang terdapat pada
ekstrak alang-alang masuk kedalam benih-benih tanaman tersebut.
Tahap berikutnya, setelah benih menyerap air yaitu melunaknya kulit biji
dan hidrasi dari protoplasma dengan diikuti kegiatan-kegiatan sel dan enzim yang
disertai dengan naiknya tingkat respirasi oleh benih, yaitu disertai denga n
terjadinya pengurangan bahan-bahan yang terlarut dan ditranslokasikan ketitik
tumbuh (Kramer dan Kozlowwski dalam Sucipto, 1991; Sutopo, 1998).
Berdasarkan keterangan tersebut, air (aquadest) sebagai bahan pelarut pada
ekstrak, telah mengandung senyawa-senyawa penghambat, yang berasal dari daun
alang-alang
sehingga
memungkinkan
dapat
menghambat
proses-proses
selanjutnya dari berkecambah benih tanaman.
Setelah melalui proses tersebut bahan-bahan yang diuraikan menuju
merismatik untuk menghasilkan suatu energi bagi kegiatan pertumbuhan sel-sel
titik tumbuh, dan diferensial sel-sel menjadi berbagai jaringan-jaringan sel yang
akan membentuk organ-organ suatu tanaman (Kramer dan Kozlowwski dalam
Sutopo, 1998). Pada proses tersebut diatas, peranan senyawa-senyawa alelopati
yang terdapat pada pada ekstrak daun alang-alang berperan, sehingga
menyebabkan pengurangan berat segar kecambah suatu tanaman, hal tersebut
tejadi karena senyawa-senyawa tersebut menghambat pertumbuhan sel-sel dan
diferensiasi sel-sel tersebut. Rice (1978), mencatat bahwa senyawa-senyawa
alelopati,
melakukan
beberapa
mekanisme
sebagai
penghambat,
menghambat pembelahan-pembelahan sel dan pemanjangan sel-sel.
yaitu
V. KESIMPULAN
1. Persentase berkecambah pada kontrol menghasilkan persentase berkecambah
100%, dan pada perendaman benih kakao (Theobroma cacao L) dengan
ekstrak daun alang-alang selama 5 menit (A1) adalah 60%, untuk perendaman
benih kakao selama 15 menit persentase berkecambah sebesar 20%,
sedangkan perendaman benih kakao selama 25 menit adalah 10%
2. Kecepatan berkecambah pada kontrol tanpa perlakuan (A0) menghasilkan
kecepatan berkecambah adalah 3,64 hari, dan pada perendaman benih kakao
selama 5 menit (A1) adalah 6,78 hari, untuk perendaman benih kakao selama
15 menit kecepatan berkecambahnya 2,21 hari, sedangkan perendaman benih
kakao selama 25 menit adalah 1,21 hari.
DAFTAR PUSTAKA
Atani.2007.http://atanitokyo.blogspot.com/2007.diakses tanggal 31 oktober 2009
Awan..http://awangmaharijaya.wordpress.com/. diakses tanggal 31 oktober 2009
George, R. A. T. 1985. Vegetable Growing Handbook. Van Northrand Reinhold
Company. New York
Harjadi. 1991. Pengantar Agronomi. Grenmedia, Jakarta.
Lukito, AM. 2004. Budidaya Kakao, Agro media, Jakarta
Moenandir, J.H. 1993. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta
Nasution, U. 1986. Gulma dan Pengendaliannya di perkebunana Karet Sumatera
Utara dan aceh. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Tanjung
Morawa
Poedjiwidodo, Y. 1996. Sambung Samping Kakao. Ungaran: Trubus Agriwidya
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004.
Budidaya Kakao. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Panduan Lengkap
Rice, E.L 1974. Alelopati. Acedemic Press. New York. 311 P
Rukmana, R.H. 1997. Budidaya Baby Corn. Penerbit Kanisius. Jakarta
Sadjad, 1994. Teknologi benih. Fakultas pertanian Universitas Brawijaya,
Malang.
Setyowati dan yuniarti. 1999. Efikasi alelopati teki formulasi cairan terhadap
gulma. Jurnal ilmu- ilmu pertanian Indonesia
Siregar dan kawan-kawan. 2002. Budidaya Pengolahan dan Pemasaran Kakao
dan Tuntunan Pratikum. Rineka Cipta. Jakarta.
Susanto, FX. 1994. Kakao, budidaya dan pengolahan hasil dan aspek
Ekonomi Kanasius. Jakarta.
Sukman, Y dan Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya.PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta
Sukman, Y dan Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Stein, 1990. Teknik Pembudidayaan Tanaman. Malang
Syamsurizal.1993. Ekologi Tumbuha n.Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Sumatera Barat.
Fitter.AH. 1994. Fisiologi Lingkungan Tanaman Universitas Gajahmada.
Yogyakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1. Layout penelitian
A01
A02
A03
A04
A05
A11
A12
A13
A14
A15
A06
A07
A08
A09
A010
A16
A17
A18
A19
A110
A011
A012
A013
A014
A015
A111
A112
A113
A114
A115
A016
A017
A018
A019
A020
A116
A117
A118
A119
A120
A21
A22
A23
A24
A25
A31
A32
A33
A34
A35
A26
A27
A28
A29
A210
A36
A37
A38
A39
A310
A211
A212
A213
A214
A215
A311
A312
A313
A314
A315
A217
A218
A219
A220
A316
A317
A318
A319
A320
A216
Keterangan :
A O : Tanpa perlakuan (Kontrol)
A 1 : Perlakuan perendaman ekstrak daun alang-alang selama 5 menit
A 2 : Perlakuan perendaman ekstrak daun alang-alang selama 15 menit
A 3 : Perlakuan perendaman ekstrak daun alang-alang selama 25 menit
U
Lampiran 2. Data berkecambah benih kakao (Theobroma cacao L.) selama
14 hari.
No.
Hari ke perlakuan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
(?)
berkecambah
1
A0
3
9
3
4
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
20
2
A1
0
0
0
0
0
1
8
1
0
0
0
1
1
0
12
3
A2
0
0
0
0
1
0
2
0
0
0
0
0
0
4
4
A3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
1
2
Lampiran 3. Dokumentasi kegiatan penelitian
Gambar 1. Alat dan bahan-bahan
penelitian
Gambar 2. Pembuatan ekstrak
alelopati 25%.
Gambar
Gambar 4. Benih kakao
berkecambah setelah 2
MSP pada perlakuan
tanpa perendaman
ekstrak daun alang-alang
kontrol (A0)
Gambar 5. Benih kakao
berkecambah setelah 2
MSP pada perlakuan
perendaman ekstrak
daun alang-alang
selama 5 menit (A1)
Gambar 6. Benih kakao
berkecambah setelah 2
MSP pada perlakuan
perendaman ekstrak
daun alang-alang
selama 15 menit (A2)
Gambar 7. Benih kakao berkecambah setelah 2 MSP
pada perlakuan perendaman ektrak daun
alang-alang selama 25 menit (A3)
3.
Perlakukan
perendaman dengan
ekstrak alelopati
Download