kata pengantar - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Permasalahan
Salah satu masalah internasional yang sangat penting untuk dikaji dewasa ini
adalah persoalan-persoalan yang berhubungan dengan persenjataan nuklir dan
strateginya. Sepintas lalu urusan ini merupakan urusan eksklusif negara-negara bersenjata
nuklir, khususnya Amerika Serikat dan Uni Soviet. Masalah utama yang mendominasi
percaturan nuklir selama empat dasawarsa ini adalah strategi nuklir negara-negara
adikuasa. Jika dewasa ini persoalan kelangsungan hidup umat manusia dimasalahkan
maka strategi nuklir barat harus dipahami, sekurang-kurangnya mengenai pokok-pokok
pikiran yang menjadi landasan kebijaksanaan pertahanan dan militer mereka. Akibatakibat jangka panjang nuklir sebagian besar tergantung pada kebijaksanaan mereka. 1
Persenjataan nuklir menjadi perdebatan dalam strategi pertahan yang paling
menonjol setelah PD II. Dalam pemikiran strategi nuklir Barat, khususnya Amerika
Serikat, selama 40 tahun ini pada dasarnya persenjataan nuklir berperanan utama sebagai
penangkal terhadap agresi. Karena itu dapat dikatakan bahwa tema pokok dalam
pemikiran Barat mengenai strategi nuklir adalah pada teori penangkalan. Dalam
hubungan antar negara, khususnya dalam perang, menangkal berarti mencegah lawan
memulai perang karena adanya ancaman perlawanan yang akan menimbulkan kerugian
dan korban yang lebih besar sehingga tidak sebanding dengan tujuan yang hendak
1
A. R. Soetopo, Perkembangan pemikiran Strategi Nuklir Barat dalam ANALISA, CSIS, 1986, Jakarta. Hal, 73.
Universitas Sumatera Utara
dicapainya melalui penggunaan kekerasan. Namun nuklir kini tidak lagi dimonopoli oleh
satu negara sehingga fungsi militernya harus ditempatkan secara profesional dengan
tujuan-tujuan politik yang hendak dicapai. Hal ini berarti bahwa dimensi teknis
persenjataan sendiri bukanlah satu-satunya aspek yang menentukan dalam hubungan
keamanan antar negara. Perdebatan utama terjadi mengenai fungsi persenjataan nuklir
dalam perang, yaitu untuk memelihara dan mencapai tujuan politik. Strategi tertentu yang
diambil Barat sebagai cara untuk mengerahkan kemampuan guna mencapai tujuan,
mempengaruhi cara berpikir dan pandangan lawan terhadapnya. Program nuklir yang
dijalankan oleh negara di Timur tengah khususnya Iran selama ini dapat diartikan sebagai
menanggapi pergerakan kekuatan Amerika Serikat khususnya dan Barat pada umumnya
yang dianggap ditujukan kepadanya. Pada gilirannya Barat menganggap bahwa
pembangunan reaktor-reaktor nuklir di Iran berarti ancaman bagi keamanannya, dan
disini proses aksi-reaksi terjadi dan tercermin dalam pola penempatan persenjataan dan
pemikiran strategi mereka. 2
Nuklir merupakan sebuah energi alternatif yang memungkinkan bentuk efisiensi
konsumsi energi dunia. Namun setelah tragedi di Chernobyl 1988, dan beberapa negara
kecil menguasai teknologi ini, setiap frasa yang bernama nuklir akan senantiasa
dikonstruksi negatif. Nuklir senantiasa disamakan dengan persenjataan nuklir, setiap
negara yang menguasai teknologi nuklir dalam konteks sipil senantiasa akan dicurigai
dikembangkan untuk kepentingan militer dan agresi.
Perkembangan teknologi nuklir mengalami ekskalasi yang sangat signifikan.
Beberapa negara non nuklir mulai mengembangkan teknologi nuklir, baik untuk
kepentingan militer maupun non militer. Salah satu negara baru yang sedang
2
A. R. Soetopo, Perkembangan pemikiran Strategi Nuklir Barat dalam ANALISA, CSIS, 1986, Jakarta, Hal, 93.
Universitas Sumatera Utara
dipergunjingkan dunia adalah Iran. Sebuah negara dengan kultur Syi’ah yang kental
dengan semangat perlawanan terhadap dominasi dan hegemoni idiologi lain.
Sebelumnya Pakistan di dekade 1980-an telah menjadi negara nuklir yang
mewakili dunia Islam, sehingga media massa internasional sampai membuat headline
tentang “Bom Islam”, sebuah framing untuk mengkontruksi bahwa Pakistan akan
merepresentasi Islam untuk menentang hegemoni dan akan membahayakan idiologi
kapitalis ataupun sosialis. Apalagi pengembangan nuklir di Pakistan kala itu berada dalam
kendali seorang Zia Ul Haq. Presiden Pakistan yang memiliki kepekaan dan cita-cita yang
ambisius untuk menerapkan sistem Islam (nizham al-islam) dalam struktur Pakistan.
Republik Islam Iran adalah sebuah negara di Timur Tengah yang terletak di
daerah Teluk Persia. Sebagai negara yang kaya minyak dengan urutan kedua terbesar di
dunia, Iran juga telah menerapkan teknologi-teknologi yang canggih demi kemajuan
negarannya. Salah-satu teknologi yang sedang dikembangkan oleh Iran adalah
penggunaan dan pengembangan teknologi nuklir untuk kepentingan sipil.
Pada era sekarang ini, program nuklir Iran pada dasarnya ditujukan untuk
kepentingan nasional dan untuk tujuan damai, seperti pembangkit tenaga listrik, riset
teknologi dan untuk misi luar angkasa. Hal ini dinyatakan oleh ketua dewan keamanan
Iran, Hassan Rowhani yang mengatakan bahwa “Program nuklir Iran hanyalah
mengkhususkan bagi program pengembangan reaktor nuklir untuk membangkitkan
tenaga listrik dan tidak pernah berkeinginan untuk mengembangkan proyek senjata
nuklir”. 3
Hal yang paling minimal yang bisa dilakukan pemerintahan Iran adalah dengan
membangun program nuklir adalah untuk bersiap-siap menghadapi krisis enegri listrik
3
“Posisi Iran Semakin terpojok”, Pikiran Rakyat, 08 September 2004
Universitas Sumatera Utara
sehingga warga Iran mempunya alternatif energi pengganti energi listrik, yaitu energi
nuklir. Semua yang dilakukan atau dipertahankan adalah untuk menyelamatkan manusia
di muka bumi ini dari kemaslahatan yang sedang pelik. Tetapi apa yang didapat, ternyata
Iran harus menghadapi hambatan dan fitnah dari negara lain yang menuding Iran bahwa
Iran membangun program nuklir semata-mata untuk meningkatkan kekuatan nasional di
bidang pertahanan, atau dengan kata lain, untuk meningkatkan kekuatan militer mereka
dan secara perlahan-lahan mewakili negara-negara islam untuk melancarkan aksi
terorisme ke seluruh dunia.
Pencapaian Iran ini tidak lain merupakan langkah utama dalam mewujudkan
upaya-upaya kepentingan nasional seperti mewujudkan sebuah tujuan industri yang
diidam-idamkan oleh semua negara maju tanpa terkecuali, seperti pembangunan pabrikpabrik, pendirian proyek-proyek, desalinasi air, pemerolehan sumber daya baru serta
alternatif bahan bakar minyak dan gas. Semua itu dari segi ekploitasi sumber daya nuklir
dalam seluruh proyek. Fakta pun berbicara bahwa rakyat Iran bertekad untuk mendirikan
ratusan pabrik untuk mengolah uranium dan memproduksi ribuan perangkat sentrifugal
serta melakukan pengayaan uranium. Semua itu merupakan faktor yang menegaskan
bahwa program nuklir Iran laksana air terjun yang deras dan tidak mungkin dibendung.
Inilah yang sebenarnya menggangu Amerika Serikat. Karena hal yang mungkin dicapai
Iran jauh melampaui proyek industri, yaitu proyek senjata nuklir.
Tuduhan Amerika Serikat terhadap Iran tentang nuklir ini tidak beralasan. Ini
dikarenakan pada awal proyek nuklir Iran, Amerika Serikat juga memiliki sumbangsih.
Faktanya aktifitas nuklir Iran telah dimulai sejak empat setengah dekade yang lalu. Pada
1960 perjanjian bilateral antara Iran dan Amerika Serikat memperbolehkan Iran memiliki
nuklir.
Universitas Sumatera Utara
Didalam negeri sendiri, rakyat Iran tidak peduli dengan propaganda media-media
Barat terhadap program nuklir Iran. Pemerintah Ahmadinejad tidak memilih kebijakan
asal selamat dan mundur dari tekanan Barat, melainkan bersikukuh memperjuangkan
prinsip-prinsip dan cita-cita revolusi sejalan dengan keinginan Bangsa Iran. Rakyat Iran
memuntut hak-haknya terkait dengan pemanfaatan energi nuklir untuk tujuan damai.
Keinginan ini diperjuangkan oleh Pemerintah Ahmadinejad hingga akhir dua
tahun pertama masa jabatannya. Berdasarkan alasan-alasan inilah sejak awal Pemerintah
Ahmadinejad menolak politik hegemoni Barat yang bertujuan menghalangi Iran
menguasai teknologi nuklir untuk tujuan damai. Pemerintah Ahmadinejad memilih
kebijakan menentang hegemoni Barat. Kebijakan dalam negeri Pemerintah Iran lebih
bersifat defensif, dengan memperkirakan kondisi terburuk yaitu perang dengan Amerika
Serikat.
Adapun kebijakan-kebijakan dalam negeri yang dilakukan oleh Pemerintah Iran
terhadap program nuklir iran ini adalah sebagai berikut:
Memberikan Akses kepada Dunia Internasional tentang Nuklir Iran.
Pemerintahan Iran mengeluarkan kebijakan dalam negeri untuk meyakinkan
dunia Internasional bahwa program nuklir Iran semata-mata dibangun untuk keperluan
sipil semata. Hal ini ditunjukkan dengan kerja sama yang akan dibangun dengan Perancis
dalam pengelolaan nuklir. Disamping itu, program nuklir ini juga dijadikan tempat
wisata pendidikan oleh Pemerintah Iran bagi masyarakat Internasional.
Universitas Sumatera Utara
Penguatan Isu Nuklir di Dalam Negeri
Isu nuklir di dalam negeri Iran menjadi bahasan yang vital beberapa tahun ini.
Semenjak Ahmadinejad kembali melakukan proyek nuklir di Iran, berbagai tanggapan
dari elemen-elemen masyarakat yang muncul, ada yang pro dan ada yang kontra.
Kelompok oposisi Pemerintah Iran yang merupakan kaum sosialis, mengkritik
sikap Ahmadinejad yang dianggap lambat menyelesaikan konflik nuklir ini, sedangkan
sebagian penduduk Iran mendukung penuh isu nuklir ini terutama Ayatullah Ali
Khemeini.
Untuk itu, dibutuhkan peran Pemerintahan Iran khususnya Presiden untuk
mengemas dan meyakinkan masyarakat melalui berbagai rapat akbar bahwa proyek
nuklir Iran bertujuan positif.
Mempererat Hubungan dengan Negara-negara Timur Tengah
Memperat hubungan dengan Negara-negara Timur Tengah dilakukan karena Iran
membutuhkan dukungan dalam menjalankan program nuklir Iran. Bukan hanya untuk
memperoleh dukungan, tetapi dikarenakan kedekatan letak geografis dan persamaan
ideologi.
Perkembangan instalasi nuklir Iran mengalami kemajuan yang pesat sampai
sekarang. Ini dapat dibuktikan dengan berhasilnya Iran melakukan produksi listrik yang
bersumber dari nuklir pada tahun 2003 sebesar 31.000 megawatt dan terus bertambah. 4
Hal ini seperti yang sudah dijabarkan diatas adalah bahwa kebijakan yang dijalankan oleh
Pemerintahan Iran dalam hal mempertahankan program nuklirnya semata guna mencapai
tujuan-tujuan sipil dalam hal kepentingan nasional Iran.
4
Mustafa Abd Rahman, Iran Paska Revolusi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2003, hal: 203
Universitas Sumatera Utara
Namun, di mata Amerika Serikat pengembangan dan kecanggihan teknologi
nuklir Iran tersebut, dianggap telah melewati batas kewajaran. Hal ini dikarenakan Iran
tidak saja menggunakan tenaga nuklir untuk tujuan damai, melainkan Iran saat ini mampu
memproduksi zat uranium dalam skala besar yang dapat dikembangkan menjadi
plutonium yang merupakan bahan baku utama dalam pembuatan senjata nuklir.
Sebagai upaya untuk mencegah perkembangan dan penyalahgunaan program
nuklir Iran ke arah tujuan senjata militer, khususnya pembuatan dan pengembangan
senjata nuklir,
maka
pemerintah
Amerika
serikat
mengecam keras tindakan
pengembangan program nuklir Iran tersebut dan memaksa Iran untuk segera
menghentikan program nuklirnya serta pengayaan uraniumnya. Menurut AS Iran secara
aktif terus memproduksi senjata kimia maupun biologis meskipun dibantah oleh
pemerintah Iran mengatakan bahwa pembangunan program nuklir di Busher adalah untuk
riset dan tujuan damai.
Dalam hal ini dapat dilihat benang merah antara konsep kepentingan nasional
dengan kasus yang sedang dihadapi Iran. Dengan semakin banyaknya tuduhan dan
tudingan Amerika serikat terhadap Iran, maka semakin kuat pula Iran bertahan pada
posisinya. Disini kita bisa melihat bahwa kepentingan nasional Iran adalah melindungi
warga negaranya dari dampak globalisasi, seperti dampak yang paling utama, yaitu energi
listrik yang sewaktu-waktu bisa habis, yaitu dengan menyiapkan sebuah terobosan atau
bisa dibilang sebagai alternatif energi pengganti energi listrik, yaitu energi nuklir. Sesuai
dengan gejala konsep kepentingan nasional, suatu negara mempertahankan kepentingan
nasionalnya terkait dengan eksistensinya. Implementasinya, Iran mewujudkan konsep
kepntingan nasional untuk mempertahankan eksistensinya atau keberadaanya, yaitu
keselamatan warga-negaranya. Bayangkan saja, jika seluruh warga Iran musnah karena
Universitas Sumatera Utara
dampak pemanasan global, maka generasi penerus pemegang kendali pemerintahan Iran
akan turut musnah. Dan hal itu jelas mengancam eksistensi negara Republik Islam Iran.
Persoalan pengembangan teknologi nuklir Iran yang bertujuan damai serta demi
mewujudkan kepentingan nasional Iran tersebut dan reaksi-reaksi keras AS yang sangat
menentang adanya program nuklir Iran tersebut tetapi Iran memilih meneruskan untuk
mengembangkan program nuklirnya menjadi suatu hal yang sangat menarik untuk diteliti.
Dari uraian diatas dijadikan sebagai alasan dan menarik penyusun untuk meneliti
permasalahan ini dengan judul “HUBUNGAN AMERIKA SERIKAT DENGAN IRAN
DALAM KONTEKS NUKLIR”
I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis menarik suatu rumusan
masalah, yaitu Mengapa Iran bersikeras tetap melanjutkan program nuklirnya meskipun
Amerika Serikat dan Uni Eropa melarangnya ?
I.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui apa
tujuan Iran dengan tetap mempertahankan program nuklirnya walaupun ditentang oleh
berbagai pihak.
I.4. Manfaat Penelitian
Ada pun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, untuk mengembangkan kemampuan berpikir serta kemampuan menulis
melalui karya ilmiah serta agar dapat menyelesaikan pendidikan Strata Satu di
Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
2. Bagi akademis, penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah pengetahuan di
departemen ilmu politik tentang nuklir serta pengaruhnya terhadap dunia
internasional, serta dapat menjadi bahan masukan dan rujukan bagi penelitian lainnya.
3. Bagi Praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan akan dapat dijadikan referensi oleh
departemen luar negeri sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi serta pilihan
kebijakan dalam pengambilan keputusan terhadap kebijakan luar negeri Indonesia.
I.5. Landasan Teori
I.5.1. Teori Realisme
Ada beberapa ide dan asumsi dasar yang dikemukakan oleh kaum realis
mengenai teoritis hubungan internasional (HI) baik dimasa lampau maupun di masa
mendatang yaitu: (1). Pandangan pesimis atas sifat manusia, (2). Keyakinan bahwa
hubungan Internasional pada akhirnya diselesaikan melalui perang, (3). Menjunjung
tinggi nilai-nilai keamanan nasional dan kelangsungan hidup Negara, (4). Skeptisisme
dasar bahwa terdapat kemajuan dalam politik Internasional seperti yang terjadi dalam
kehidupan politik domestik.
5
Dalam pemikiran kaum realis, manusia docirikan sebagai makhluk yang selalu
cemas akan keselamatan dirinya dalam hubungan persaingannya dengan yang lain.
Mereka ingin berada dalam kursi pengendali. Mereka tidak ingin diambil
keuntungannya. Mereka terus-menerus berjuang untuk medapatkan “yang terkuat”
dalam hubungannya dengan yang lain termasuk hubungan internasional dengan
Negara-negara lain.
5
Jakson & Sorensen, Teori-Teori Hubungan Internasional, Jakarta, Grafindo, 2005, hal: 91
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal demikian paling tidak, manusia dipandang pada dasarnya sama di
manapun. Sehingga keinginan untuk memperoleh keuntungan dari yang lain dan
mencegah dominasi dari yang lain adalah universal.
Thucydides, Machiavelli, Hobbes, dan tentunya semua kaum realis klasik
sedikit memiliki pandangan tersebut. Mereka yakin bahwa tujuan kekuasaan, alat-alat
kekuasaan, dan pengguna kekuasaan merupakan perhatian utamaa aktivitas politik.
Dengan demikian, politik internasional digambarkan sebagai yang paling
utama, “politik kekuasaan (power politics)” suatu arena persaingan, konflik dan
perang anatara Negara-negara dimana masalah-maslah dasar yang sama dalam
mempertahankan kepentingan nasional dan dalam menjamin kelangsungan hidup
Negara berulang sendiri terus-menerus.
Dengan demikian, kaun realis berjalan dengan asumsi dasar bahwa politik
dunia berkembang dalam anarki Internasional yaitu system tanpa adanya kekuasaan
yang berlebihan, tidak ada pemerintahan dunia. Negara adalah aktor utama dalam
politik dunia. Hubungan Internasional khususnya merupakan hubungan negara-negara
tidaklah sama, sebaliknya terdapat hurarki Internasional atas kekuasaan di antara
negara-negara.
Negara-negara yang paling penting dalam politik dunia adalah negara-negara
berkekuatan besar (great powers). Hubungan Internasional dipahami oleh kaum realis
terutama sebagai perjuangan di antara negara-negara berkekuatan besar untuk
dominasi dan keamanan. 6
6
Jakson & Sorensen, Ibid, hal:91
Universitas Sumatera Utara
Realisme Politik oleh Hans J. Morgenthau
Menurut Morgenthau, pria dan wanita secara alami adalah binatang politik,
mereka dilahirkan untuk mengejar kekuasaan dan untuk memperoleh hasil dari
kekuasaan. Pengharapan kekuasaan bukan hanya menghasilkan pencarian keuntungan
relatif tetapi juga pencarian wilayah politik yang terjamin keamanannya yang dapat
digunakan untuk memperoleh kebebasan diri dari pihak lain.
Gagasan utama Hans J. Morgenthau yang telah menempatkan dirinya sebagai
seorang penganut aliran pemikiran realis berkenaan dengan konsepnya tentang
“power” sebagai yang dominan dalam politik internasional. Konsep dasar yang
dimaksudkan oleh Hans J. Morgenthau adalah Konsep kepentingan (interest) yang
dikonseptualisasikan ke dalam istilah “power” antara nalar (reason) yang berusaha
memahami politik internasional dengan fakta-fakta yang merupakan arah memilahmilah antara fakta-fakta politik dan bukan fakta politik, arah mana akan memberikan
suatu tertib sistematis terhadap lingkup politik, yang sekaligus pula akan
menempatkan politik sebagai lingkup kegiatan dan pemahaman yang otonom.
Artinya, lingkup ini akan membedakan lingkup kegiatan lainnya. Konseptualisasi
kepentingan (interest) dalam formulasi “power” dimanifestasikan ke dalam tataran
politik internasional, mendasari pemikiran teori realisme politik akan memberikan
kerangka bangunan teoretis terhadap politik luar negeri. 7
Teori realisme politik internasional dicirikan oleh tiga hal yakni (1) negara dan
politik luar negeri sebagai unit dan tingkat analisis, (2) konsep power, dan (3) konsep
balance of power:
7
Antonius sitepu, Teori Realisme Politik Hans. J. Morgenthau Dalam studi Politik dan HI, hal. 52
Universitas Sumatera Utara
1. Unit analisis dan tingkat analisis dikenakan pada negara-negara sebagai aktor
utama dalam panggung politik internasional. Pengamatan terhadap tingkah laku
negara, akan terlihat dalam politik luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah negara
yang bersangkutan. Negara dan politik luar negerinya merupakan unit dalam tingkat
analisanya.
2. Dalam konteks konsep tentang “power” bahwa tingkah laku negara-negara
dipanggung politik internasional selalu dilihat sebagai perwujudan atas perjuangannya
untuk memelihara, meningkatkan, serta menunjukkan powernya.
3. Pola interaksi hubungan antarnegara yang sama-sama berjuang untuk memelihara,
meningkatkan, dan menunjukkan powernya digunakan konsep perimbangan kekuatan
(balance of power).
Realisme telah menjadi model yang dominan dalam hubungan internasional
selama setidaknya enam dekade yang lalu karena sepertinya memberikan kerangka
yang berguna untuk memahami runtuhnya Dunia internasional paska perang dingin
agar dalam menghadapi agresi di Timur dan Eropa, Perang Dunia II, dan Perang
Dingin. Namun demikian, versi klasik diartikulasikan oleh Morgenthau dan lain-lain
telah menerima cukup banyak sorotan kritis.
I.5.2 Teori Kepentingan nasional (National Interest Theory)
I.5.2.1 Defenisi Teori Kepentingan Nasional
Konsep Teori Kepentingan disini diartikan dalam istilah kekuasaan. Konsep
ini merupakan penghubung antara pemikiran yang berusaha memahami politik
internasional dan realita yang harus dipahami. Konsep ini menentukan politik sebagai
lingkungan tindakan dan pengertian yang berdiri sendiri (otonom) terpisah dari
Universitas Sumatera Utara
lingkungan lainnya, seperti ilmu ekonomi, etika, estetika atau agama. Konsep
kepentingan yang didefenisikan sebagai kekuasaan, memaksakan disiplin intelektual
kepada pengamat, memasukkan keteraturan rasional kedalam pokok masalah politik,
sehingga memungkinkan pemahaman politik secara teoritis.
Interest atau kepentingan sendiri adalah setiap politik luar negeri suatu negara
yang didasarkan pada suatu kepentingan yang sifatnya relatif permanen yang meliputi
tiga faktor yaitu sifat dasar dari kepentingan nasional yang dilindungi, lingkungan
politik dalam kaitannya dengan pelaksanaan kepentingan tersebut, dan kepentingan
yang rasional. Kepentingan nasional adalah merupakan pilar utama tentang politik
luar negeri dan politik internasional yang realistis karena kepentingan nasional
menentukan tindakan politik suatu negara.
Kalau menggunakan pendekatan realis atau neorealis maka kepentingan
nasional diartikan sebagai kepentingan negara sebagai unitary actor yang
penekanannya pada peningkatan national power (kekuasaan nasional) untuk
mempertahankan keamanan nasional dan survival dari negara tersebut. Apa yang
dianggap sebagai kepentingan nasional oleh kaum realis mungkin merepresentasikan
kepentingan yang kebetulan pada momen tertentu mempengaruhi para pembuat
kebijakan luar negeri.
Konsep kepentingan nasional merupakan dasar untuk menjelaskan perilaku
politik luar negeri suatu negara. Para penganut realis menyamakan kepentingan
nasional sebagai upaya negara untuk mengejar power dimana power adalah segala
sesuatu yang dapat mengembangkan dan memelihara kontrol atas suatu negara
terhadap negara lain.
Universitas Sumatera Utara
Konsep Kepentingan Nasional oleh Hans J Morgenthau
Menurut Hans J.Morgenthau didalam "The Concept of Interest defined in
Terms of power", Konsep Kepentingan Nasional (Interest) yang didefiniskan dalam
istilah "power" menurut Morgenthau berada diantara nalar, akal atau "reason" yang
berusaha untuk memahami politik internasional dengan fakta-fakta yang harus
dimengerti dan dipahami. Dengan kata lain, power merupakan instrumen penting
untuk mencapai kepentingan nasional. 8
Morgenthau berpendapat bahwa strategi diplomasi berdasarkan kepada
kepentingan nasional. Kepentingan nasional tersebut digunakan untuk mengejar
"power" yang bisa digunakan untuk membentuk dan mempertahankan pengendalian
suatu negara atas negara lain. Menurut Morgenthau, dengan memiliki power maka
suatu negara dapat mengadili negara lain seperti mengadili negara sendiri dan
kemudian dapat meningkatkan kepentingan negara yang memiliki power.
Hubungan kekuasaan atau pengendalian ini dapat melalui teknik paksaan, atau
kerjasama (cooperation). karena itu, kekuasaan nasional dan kepentingan nasional
dianggap sebagai sarana dan sekaligus tujuan dari tindakan suatu negara untuk
bertahan hidup dalam politik internasional.
Konsep kepentingan nasional juga mempunyai indikasi dimana negara atau
state berperan sebagai aktor utama di dalam formulasi politik yang merdeka
berdaulat. Selanjutnya didalam mekanisme interaksinya masing-masing negara atau
aktor berupaya untuk mengejar kepentingan nasionalnya. Kepentingan inilah yang
8
Aleksius Jemadu, Politik Global Dalam Teori dan Politik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2008, hal. 67
Universitas Sumatera Utara
akhirnya
diformulasikan
ke
dalam
konsep
‘power’
kepentingan
‘interest’
didefinisikan ke alam terminologi power.9
Ada kepentingan nasional yang bersifat vital bagi suatu negara karena terkait
dengan eksistensinya. Untuk tetap berdiri sebagai negara berdaulat suatu negara harus
mempertahankan kedaulatan atau yuridiksinya dari campur tangan asing. Selain itu
negara itu berkepentingan untuk mempertahankan keutuhan wilayah (territorial
integrity) sebagai wadah bagi entitas politik tersebut. Kepentingan nasional yang
bersifat vital biasanya berkaitan dengan kelangsungan hidup negara tersebut serta
nilai-nilai inti (core values) yang menjadi identitas kebijakan luar negerinya. Kalau
kepentingan vital atau strategis suatu negara menjadi taruhan dalam interaksinya
dengan aktor lain, maka negara tersebut akan menggunakan segala instrumen yang
dimilikinya termasuk kekuatan militer untuk mempertahankannya.
Amerika Serikat yang merupakan negara yang memiliki power yang kuat
dalam dunia internasional. Dengan memiliki power yang kuat tersebut, maka Amerika
Serikat dapat menggunakan kekuatannya untuk mencapai kepentingan nasional
negaranya di dalam politik internasional. Dengan power itu jugalah Amerika Serikat
dapat menancapkan kebijakan luar negerinya ke negara lain dengan mudah sehingga
kepentinganya dapat tercapai.
Implementasi atau pencerminan dari konsep diatas telah dapat dibuktikan,
walaupun secara tersirat dan nonverbal, oleh Republik Islam Iran. Melalui sikapnya
mempertahankan program nuklir, Iran secara tidak sengaja ‘mempraktekkan’ konsep
Hans J. Morgenthau, yaitu Konsep Kepentingan Nasional. Konsep Kepentingan
Nasional yang dikuatkan pada sikap suatu negara untuk melihat atau memperhatikan
9
Antonius sitepu, Teori Realisme Politik Hans. J. Morgenthau Dalam studi Politik dan HI, hal. 56
Universitas Sumatera Utara
kepentingan negaranya, tergantung objek yang sangat penting bagi warga negara
suatu negara.
Sebagai contoh, sebuah negara X sedang ikut merasakan dampak perang yang
terjadi pada negara tetangga, atau kita sebut saja sebagai negara Y. Banyak hal negatif
yang perlahan-lahan merusak tatanan negara X, seperti para Tenaga Kerja yang
dideportasi, perdagangan antarnegara yang terhenti, bea impor yang melonjak, bahkan
kegiatan ekspor ikut terhambat. Yang lebih buruk lagi, besar kemungkinan negara
yang menjajah negara Y akan memperluas agresinya menuju negara X. Oleh karena
itu, pemerintah negara X menyiapkan angkatan militer yang terlatih dan sistem
persenjataan yang canggih dan lengkap. Untuk mendapat angkatan militer serta sistem
persenjataan yang canggih dan lengkap, maka negara X melakukan jual-beli terhadap
suatu negara maju demi mengejar kepentingan nasional yang sedang darurat dan
mendesak, yaitu bersiap-siap menghadapi agresi suatu negara penjajah.
Sebagai contoh, sebuah negara X sedang ikut merasakan dampak perang yang
terjadi pada negara tetangga, atau negaranya, dengan cara apapun, agar salah satu
fondasi berdirinya negara (wilayah) tetap terlindungi demi keselamatan warga
negaranya. Kekuatan nasional suatu negara menjadi hal yang disorot ketika kita
berbicara mengenai konsep kepentingan nasional. Hal ini disebabkan karena ketika
kita akan mewujudkan kepentingan nasional, maka hal pertama yang perlu dibangun
adalah kekuatan nasional. Dalam teori kepentingan nasional, kekuatan nasional
disebut sebagai unitary actor.
Didalam perpolitikan internasional, hal yang paling sering menjadi objek
kekuatan nasional adalah sistem persenjataan konvensional yang lengkap dan
canggih. Menurut Hans J. Morgenthau, peningkatan sistem persenjataan selaras
Universitas Sumatera Utara
dengan peningkatan kekuatan nasional, karena sistem persenjataan konvensional yang
lengkap dan canggih dapat digunakan dalam perang yang rasional, sehingga tidak
menimbulkan paradoks dalam melaksanakannya.
Substansi yang dimaksud adalah bahwa ketika suatu negara yang kekuatan
nasionalnya adalah sistem persenjataan konvensional yang lengkap dan canggih,
maka tidak ada ancaman besar bahwa negara tersebut akan musnah, karena sistem
persenjataan konvensional yang lengkap dan canggih masih dapat diatasi dengan baik.
Berbeda dengan sistem persenjataan konvensional yang lengkap dan canggih,
senjata nuklir memiliki sifat yang berbeda. Maksudnya adalah, ketika sebuah negara
meningkatkan senjata nuklirnya, maka kekuatan nasionalnya berangsur-angsur hilang.
Dengan kata lain, peningkatan senjata nuklir dengan kekuatan nasional berbanding
terbalik. Hal diatas disebabkan karena senjata nuklir ketika dilepaskan kepada suatu
sasaran dan dapat memusnahkan sasaran tersebut, bukan tidak mungkin sang musuh
akan akan bangkit dan membalas dendam manis. Apa mau dikata, nuklir tak akan
dapat dielakkan, dan seluruh penduduk yang menjadi sasaran balas dendan akan
musnah. Itulah paradoks dari sebuah nuklir yang digunakan sebagai senjata perang.
Teori kepentingan nasional juga akan mempengaruhi sikap politik luar negeri
suatu negara. Banyak contoh yang bisa kita lihat di dalam kehidupan nyata, mulai dari
yang terdekat seperti era pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri yang ketika
itu sedang membutuhkan pinjaman luar negeri untuk menyelamatkan ekonomi mikro,
maka Presiden Megawati menentukan sikapnya terhadap agresi Amerika ke
Afghanistan, yaitu dengan jelas-jelas mendukungnya, dan mata dunia dengan jelas
dapat melihatnya karena setelah deklarasi agresi Amerika, Presiden megawati
Universitas Sumatera Utara
memenuhi undangan Presiden Bush untuk membicarakan hal itu sekaligus akan diberi
pinjaman dalam jumlah besar jika indonesia berkenan mendukung Amerika.
Dari contoh diatas dapat kita simpulkan beberapa hal, seperti kepentingan
nasional Indonesia saat itu, yaitu menyelamatkan ekonomi mikro negara dengan cara
memohon pinjaman dalam jumlah besar, dengan kekuatan yang mungkin bahkan
tidak kita sadari ketika itu ; populasi masyarakat Islam yang terbesar di dunia yang
mampu mengubah komposisi pendukung musuh Amerika. Memang mudah saja bagi
Amerika, karena bagi mereka ini tidak beresiko, tetapi tidak halnya dengan Indonesia
kala itu yang sedang dalam keadaan menuju darurat sehingga akan mengejar
kepentingan nasionalnya dengan cara apapun. Dan tidak lupa, kepentingan nasional
Amerika Serikat kala itu adalah mengumpulkan sebanyak mungkin negara sekutu
untuk melawan Afghanistan dengan kekuatan yang dimilikinya.
Kembali lagi kepada salah satu substansi konsep kepentingan nasional,
dimana dalam mencapai kepentingan nasional suatu negara harus mempunyai apa
yang disebut sebagai ‘power’. Jika ada power, pasti ada kepentingan nasional. Begitu
juga sebaliknya. Iran yang mempunyai kepentingan nasional untuk mempertahankan
negaranya dari dampak pemanasan global, maka Iran pasti punya ‘power’, dan dengan
mudah kita bisa menebak apa yang dimilki Iran sebagai power, yaitu nuklir sebagai
instrumen utama menuju kepentingan nasional Iran. Nuklir yang dalam kasus ini
berperan sebagai ‘power’, mempunyai dua definisi, tergantung seperti apa pandangan
dan sudut pandang itu sendiri. Power dapat diartikan sebagai berikut bagi pihak
intern, power diartikan sebagai jalan untuk mencapai kepentingan nasionalnya, yaitu
mempertahankan negara Iran dari dampak pemanasan global. Bagi pihak eksternal,
power bisa diartikan sebagai senjata pemusnah massal yang mampu mengancam
posisi negara lain.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kasus nuklir ini sendiri terlihat bagaimana Amerika Serikat sebagai
negara adidaya menancapkan kepentingannya di Negara Iran dengan dalih bahwa
nuklir diproduksi oleh Iran bukanlah untuk keperluan industri melainkan sebagai
senjata pemusnah masal. Padahal tuduhan Amerika ini tidak mendasar seperti yang
sudah dijelaskan diawal latar belakang ini.
I.5.2.2 Konsep Kepentingan Nasional Sebagai Tujuan
Suatu negara harus bertindak secara nyata ketika memutuskan atau
mendeklarasikan kepentingan nasionalnya. Pada dasarnya kepentingan nasional
adalah hal yang bersifat abstrak, tetapi sarana yang dilaluinya adalah sesuatu yang
nyata. Konsep kunci yang dipergunakan pembuat kebijakan dalam memakai
pertimbangan nilai pada realitas tindakan politik adalah kepentingan nasional.
Pernyataan tersebut masih kabur dan sukar dijabarkan. Ia dapat dianggap bersifat
umum, jangka panjang, yang menjadi tujuan abadi dari negara, bangsa, dan
pemerintah, serta mencakup segala gagasan mengenai ‘kebaikan’. Dalam prakteknya
ia disintesiskan dan diberi bentuk oleh para pembuat kebijakan sendiri. 10
Dengan demikian kepentingan nasional itu bersumber dari pemakaian sintesis
yang digeneralisasikan pada keseluruhan situasi, dimana negara mengambil tempat
dalam politik dunia.
Kepentingan nasional memberikan ukuran konsistensi yang diperlukan dalam
kebijakan nasional. Suatu negara yang sadar memperhatikan kepentingan nasionalnya
dalam situasi yang berubah cepat, akan lebih cenderung untuk memperhatikan
keseimbangannya dan melanjutkan usaha ke arah tujuannya daripada mengubah
kepentingannya dalam menyesuaikan diri dengan situasi baru.
10
Dahlan Nasution, Politik Intenasional, Konsep dan Teori, hal. 6-7
Universitas Sumatera Utara
Pembentukan kepentingan nasional adalah langkah pertama, meskipun masih
abstrak sifat konsepnya dalam merumuskan politik luar negeri. Sebelum konsep
dipakai sebagai tuntutan tindakan, sang negarawan harus menghadapi suatu masalah
klasik, yaitu menyesuaikan tujuan dengan sarana yang ada. Tujuan tindakan negara
dalam politik internasional, yaitu kepentingan nasional dan tujuan nasional yang
bersumber daripadanya, biasanya sudah dispostulasikan atau didalilkan secara apriori.
Sebelum kebijakan dapat disusun, negarawan haruslah memahami dan menyesuaikan
fakta-fakta permasalahannya dengan sistem konseptual yang dibentuk oleh kumpulan
tujuan tadi dengan sarana yang ada padanya.
Dalam situasi kebijakan khusus, salah satu masalah yang paling sulit bagi para
pembuat kebijakan adalah menentukan hubungan yang tepat antara tujuan abstrak
dengan sarana konkretnya. Dalam teori, tujuan itu menentukan sarana atau cara.
Dalam situasi yang memungkinkan dilakukannya berbagai macam tindakan, haruslah
memilih salah satu yang langsung mendekati tercapainya kepentingan nasional. Tetapi
dalam praktek, selalu terdapat gairah untuk membiarkan saranaa menentukan tujuan,
dan untuk mencapai lebih dahulu tujuan yang paling mudah.
Sarana untuk tujuan-antara adalah tujuan yang bilamana tercapai akan dijadikan
sarana untuk melanjutkan usaha mencapai tujuan-tujuan berikutnya. Tujuan-antara ini
yang dimaksudkan hanya untuk digunakan sebagai sarana bagi tujuan-tujuan lebih
lanjut, biasanya cenderung pula memperoleh relevansi mutlak dalam dirinya sendiri
sebagai tujuan.
Berdasarkan kasus yang saya pelajari, telah dapat saya tangkap arah daripada
kepentingan nasional Iran. Iran menggunakan kepentingan nasionalnya sebagai tujuan
yang menentukan sarana. Tujuan yang dimaksud adalah tujuan Iran untuk
Universitas Sumatera Utara
membangun reaktor nuklirnya sebagai antisipasi terhadap dampak pemanasan global
yang menggantikan posisi energi listrik. Sedangkan yang saya maksud dengan sarana
adalah hubungan internasional yang dihuni oleh Iran. Iran mampu menentukan
konsep kepentingan nasionalnya serta menentukan tujuan yang didukung dengan
sarananya. Hal ini disebabkan karena negarawan daripada Iran telah menyusun
konsep kepentingan nasional Iran, memahaminya, serta menyesuaikannya dengan
fakta-fakta yang ada padanya.
Iran memiliki sarana yang sangat mudah dijangkau, terutama ketika Iran
mendeklarasikan diri sebagai negara yang mempunya reaktor nuklir. Secara otomatis,
negara-negara besar lainnya akan merasa terkejut dan bahkan juga terancam akan
eksistensinya. Disini kita bisa menganalisis bahwa selangkah setelah tujuan akan
dicapai, maka sarana yang dibutuhkan muncul dengan sendirinya. Timbullah pro dan
kontra terhadap kebijakan nuklir Iran. Sarana yang dimiliki Iran ada pada komunitas
negara-negara pro terhadap kebijakan nuklir Iran. Mereka yang mendukung akan
menimbulkan rasa kepercayaan diri bagi Iran untuk melanjutkan tujuan kepentingan
nasionalnya, sehingga dengan mudah menjalankan reaktor nuklirnya.
Namun, kebiasaan yang terjadi di banyak negara-negara di dunia adalah
negarawan yang membiarkan tujuan dari kepentingan nasional mereka ditentukan
oleh sarana. Jika hal itu terjadi, maka negara yang bersangkutan akan mecari langkah
atau cara yang paling mendekati tujuan dari kepentingan nasional mereka. Hal ini
menimbulkan penundaan atas tercapainya kepentingan nasional mereka.
I.5.3 Teori Nuklir
Setelah Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki
pada akhir Perang Dunia II, maka mulailah persaingan perlombaan persenjataan jenis
Universitas Sumatera Utara
ini. Bom atom kemudian berkembang kedalam bentuk yang lebih berbahaya, yaitu
senjata nuklir yang merupakan penyempurnaan senjata sistem persenjataan bom atom
yang dimiliki oleh negara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kedua negara ini
merupakan dua kekuatan nuklir dunia.
Dengan hadirnya nuklir dalam sistem pertahanan dan keamanan suatu negara,
timbullah gejala baru dalam sistem internasional. Kehadiran nuklir dalam sistem
internasional telah jauh mengurangi kemungkinan perang antarnegara. Kesadaran
akan bahaya nuklir ini apabila sungguh-sungguh digunakan dalam suatu peperangan,
membuat negara agresor sangat sulit untuk menentukan suatu kemenangan yang pasti
bagi dirinya. Menurut Dahlan Nasution dalam bukunya ”Politik Internasional Konsep
dan Teori” nuklir tidaklah melulu dipertimbangkan dari segi militer saja, akan tetapi
juga konteks politik bangsa-bangsa yang bersangkutan. Pertimbangan politik disini
maksudnya bahwa persenjataan itu bukan hanya ditujukan untuk menghancurkan
kekuatan lawan, akan tetapi juga dipergunakan sebagai alat untuk menunjang
“bargaining position” dalam usaha mencapai kepentingan nasional. 11
Nuklir sebagai sistem persenjataan, sebagai instrumen politik, dan sebagai
penunjang kekuatan ekonomi, memiliki berbagai peristilahan sistem persenjataan
yang biasa digunakan oleh negara-negara adikuasa.
Pandangan tentang nuklir dapat dilihat dari berbagai macam aspek seperti
aspek militer, politik dan ekonomi. Dalam aspek militer sendiri dapat dikatakan
bahwa pemilikan sistem persenjataan nuklir dipandang akan mampu mencegah negara
lain untuk melancarkan serangan terlebih dahulu. Pemilikan sistem senjata nuklir
secara teoritis tidak selalu membutuhkan biaya yang besar, karena tidak ada
11
Politik Internasional Konsep dan Teori, Dahlan Nasution, hal. 99.
Universitas Sumatera Utara
keharusan untuk mengembangkan lebih lanjut. Maksudnya, dengan memiliki senjata
nuklir ini ada anggapan, bahwa kalau suatu negara nuklir menyerang, maka
penyerang harus memperhitungkan kemungkinan terjadinya perang nuklir. Hans J
Morgenthau mengatakan dalam bukunya Politics Among Nations, bahwa khususnya
dalam politik internasional, kekuatan militer sebagai suatu pengancam atau sebagai
suatu potensi, adalah faktor material terpenting dalam pembentukan “power politics”
suatu bangsa. Maksudnya jelas bahwa nuklir sebagai kekuatan militer disini lebih
sering digunakan sebagai pendukung tujuan-tujuan yang akan dicapai, tanpa harus
benar-benar menggunakannya dalam menyelesaikan permasalahan.
Bila ditinjau dari segi politik penggunaan nuklir dalam sistem persenjataan
suatu negara, maka dapatlah dikatakan, bahwa persenjataan nuklir dianggap dapat
memberikan sumbangan bagi terjaminnya kemerdekaan suatu bangsa dari intervensi
pihak luar. Karena bila suatu negara lain berani mencoba menggangu kemerdekaan
dan integritas wilayah suatu negara yang memiliki persenjataan nuklir, maka
konsekuensinya berbahaya sekali. Dengan demikian, nuklir dianggap sebagai isyarat,
bahwa negara tersebut tidak mau ditempatkan sebagai negara kelas dua oleh negara
yang lebih kuat. Pandangan ini diungkapan oleh seorang sarjana India V.P.Dutt.
Negara-negara nuklir menyatakan, bahwa pengaruh dan kedudukan suatu bangsa
tidak tergantung pada kemampuan nuklirnya. Tetapi dalam kenyataannya mereka
hanya bicara tentang kedudukan. Keberadaan nuklir dalam suatu negara akan
meningkatkan prestisenya dalam dunia internasional, karena negara itu telah memiliki
kemampuan yang tinggi, baik dalam lingkungan regional maupun di mata dunia
internasional. 12 Singkatnya dari segi politik dapat dikatakan bahwa kapasitas nuklir
disamping bermanfaat bagi negara nuklir itu sendiri, bermanfaat pula bagi negara12
Masalah Penyebaran Nuklir dalam Politik Internasional Konsep dan Teori, Dahlan Nasution, hal.131.
Universitas Sumatera Utara
negara sekutu dan simpatisan dalam perjuangan dan penyebaran ideologi. Melihat hal
ini maka terdapat dorongan untuk mampu membuat senjata-senjata nuklir yang
dianggap akan memberi keuntungan politik, paling tidak di dalam lingkungan
kawasannya. Kekuatan suatu negara akan diperhitungkan dan integritas wilayahnya
tidak akan diganggu gugat.
Nuklir mempunyai kemampuan yang tekhnologi yang tinggi baik dalam usaha
pengembangan maupun pembangunannya. Dalam jangka panjang kemampuan
tekhnologi ini akan mempercepat dasar-dasar bagi pertumbuhan. Sedangkan
mengubah nuklir dari maksud-maksud damai menjadi tujuan-tujuan militer, tidaklah
terlalu rumit. Ditinjau dari sudut ekonomi, membuat beberapa senjata nuklir akan
mengirit anggaran belanja militer. Nuklir tidak saja digunakan sebagai penunjang
ketahanan nasional, akan tetapi dapat pula dimanfaatkan sebagai penunjang strategi
politik global serta penunjang perekonomian. Pemanfaatan nuklir sebagai penunjang
perekonomian negara yaitu digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik yang lebih
dikenal dengan “pembangkit listrik tenaga nuklir” (PLTN). Perkembangan PLTN
sebagai penunjang perekonomian di banyak negara terlihat nyata pada tahun 1960-an,
dimana PLTN sudah dapat bersaing dengan PLTU-minyak. Hal ini menunjukkan
betapa besarnya kemungkinan pemanfaatan itu untuk dijadikan sebagai penunjang
utama sistem prekonomian negara.
Berbagai tanggapan di kalangan luas mengatakan bahwa semakin banyak
negara yang memiliki persenjataan nuklir, akan semakin mengancam perdamaian
dunia, yaitu dengan mengaitkan penyebaran nuklir akan semakin meningkatkan
bahaya dan kegentingan yang timbul. Namun sebaliknya ada pula yang berpendapat,
bahwa dengan memiliki nuklir maka suatu negara akan bertindak hati-hati, atau lebih
berhati-hati lagi daripada sebelumnya memilikinya dan merasa mempunyai tanggung
Universitas Sumatera Utara
jawab yang lebih besar daripada waktu sebelumnya. Dengan demikian mereka
beranggapan, bahwa dunia akan lebih stabil lagi dengan semakin banyaknya negara
yang memiliki nuklir. Tetapi dalam kenyataan nuklir memang dapat dipergunakan
sebagai penjamin stabilitas regional serta memiliki efek-efek jangka panjang.
I.6. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digubakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif. Dengan demikian, penelitian yang akan dilakukan ini menerapkan metode
penelitian yang deskriptif yang bersifat memberikan gambaran mengenai kebijakan
nuklir Iran terhadap kepentingan nasional Iran.
I.6.1. Teknik Analisa Data
Adapun teknik analisa data yang digunakan alam penelitian ini adalah analisi
data kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa atas masalah yang ada sehingga
diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang akan diteliti dan kemudian
dilakukan penarikan kesimpulan.
I.6.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada skripsi ini adalah dengan cara
studi pustaka (Library Research). Artinya adalah bahwa setiap data yang diperoleh
bersumber dari data-data yang sifatnya sekunder yang berasal dari buku-buku, jurnal,
surat kabar, majalah, dan internet yang memberikan informasi-informasi yang relevan
dan sesuai dengan tema serta permasalahan yang dibahas.
Universitas Sumatera Utara
I.6.3. Sistematika Penulisan
BAB I
: Pendahuluan berisikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,
kerangka dasar teori atau pemikiran, metode penelitian, tujuan penulisan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Dalam bab ini akan membahas dinamika nuklir Iran
BAB III : Dalam bab ini penulis akan membahas pandangan Amerika serikat dan Uni-Eropa
terhadap nuklir Iran. Juga terdapat pembahasan tentang Badan Energi Atom Dunia
(IAEA) dan pembahasan tentang perjanjian non-proliferasi (NPT)
BAB IV : Dalam bab ini penulis membahas faktor-faktor yang menyebabkan Iran tetap
melanjutkan program nuklirnya dan juga akan dibahas mengenai program nuklir
Iran merupakan bentuk perlawanan preventif Iran terhadap Amerika dan UE.
BAB V : Kesimpulan.
Universitas Sumatera Utara
Download