ILMU&TEKNOLOGI lihat fenomena unik lain di atmosfer. Menggunakan satelit DEMETER, ia menyaksikan suhu atmosfer meningkat sebelum terjadi gempa. Kenaikan temperatur ini berkaitan dengan keberadaan uap air yang ikut terkondensasi akibat kehadiran ion di permukaan tanah. Proses kondensasi ini menghasilkan panas yang terpancar pada gelombang inframerah. Dari gempa-gempa besar itu, Pulinets sampai pada kesimpulan bahwa prediksi gempa harus melibatkan berbagai pertanda. Ada banyak pertanda lain SELASA, 15 NOVEMBER 2011 yang harus diperhitungkan selain anomali di atmosfer. Kegiatan meramal gempa, kata ilmuwan Rusia itu, bagaikan menganalisis penyakit di tubuh manusia. Pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh, mulai menghitung suhu tubuh, tes darah, tomografi, hingga kolonoskopi. Rembesan gas radon, misalnya, bisa dibaca oleh alat pencacah radioaktif yang ditempatkan di permukaan bumi. Jika alat ini dipasang, peneliti bisa mengetahui terjadinya peningkatan gas radon di permukaan bumi sekaligus mengetahui luas daerah persiapan gempa. Informasi ini bisa berguna untuk memprediksi besaran gempa yang akan terjadi. Peneliti gempa dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Herry Haryono, mengatakan prediksi gempa yang diteliti sebagian kecil ahli gempa tersebut masih harus diperdalam.“Gempa adalah kejadian yang kompleks, prediksi menggunakan mekanisme seismo-ionosfer masih perlu dikembangkan,” kata Herry. “Namun kami menghargai upaya ini.” M untuk mempelajari kondisi air tanah di berbagai wilayah di Indonesia. Untuk mengetahui jumlah zat radioaktif, pencacah radon harus dipasang di mata air di sekitar patahan. Mata air merupakan lokasi paling banyak mendapatkan rembesan air tanah yang mengandung zat radioaktif. RAD 7 yang Pencacah radon terhubung dengan akan mengambil RAD H2O sampel air yang terpancar dari mata air lalu menyemprotkannya ke kontainer tertutup. Detektor kemudian mendeteksi gas radon yang tersemprot ke dalam kontainer tersebut. “Menjelang gempa, kami berharap terjadi peningkatan kandungan gas radon,” kata dia. Untuk meneliti gempa, LIPI berencana memasang alat ini di kawasan Lembang. Keterbatasan alat membuat pencacah radon tak bisa dipasang permanen di Indonesia, yang memiliki ratusan sesar. “Untuk mendeteksi gempa, harusnya alat ini dipasang statis,” ujarnya. ● ANTON WILLIAM PULINETS: Prediksi Gempa Masalah Moral isikawan Fiodorov Institute of Applied Geophysics, Sergey Pulinets, adalah ilmuwan langka karena mau melawan arus utama di bidang seismologi, yang mengatakan gempa tak bisa diprediksi. Bekerja selama 20 tahun mempelajari morfologi gempa, ia sampai pada kesimpulan bahwa sistem rumit seperti gempa bisa diprediksi kedatangannya. Berikut ini petikan wawancara Tempo dengan Pulinets melalui e-mail. Bagaimana cara meramal gempa? Menjelang gempa, bumi berubah. Gas radioaktif keluar dari dalam tanah dan mengionisasi molekul. Keberadaan molekul terionisasi di permukaan bumi menarik ion-ion di atmosfer bagian atas, perbedaan tegangan keduanya mencapai 250-500 kilovolt. Setelah tertarik ke bawah, atmosfer lapisan atas mengalami kekurangan ion sehingga radar akan mengamati terjadinya penurunan konsentrasi ion. Cara lain, ahli bisa membaca peningkatan radioaktivitas di permukaan bumi. Sejak kapan perubahan ini terjadi? Beberapa pekan menjelang gempa. Bisa satu-dua pekan sebelumnya. Apa lagi yang bisa diketahui dari deteksi ini? F Pemantauan atmosfer bisa memberi peringatan bahwa gempa semakin dekat. Sedangkan pemantauan konsentrasi radon memungkinkan peneliti mengetahui luas daerah persiapan gempa. Formula Dobrovolksy memungkinkan peneliti mengetahui besaran gempa yang akan terjadi. Rumusnya sederhana: rho (P) = 10^(0,43 M), di mana rho adalah radius daerah persiapan gempa dan “M”adalah magnitudo gempa. Banyak ilmuwan menolak pandangan bahwa gempa bisa diprediksi? Ini anggapan tak bermoral. Mereka mengusulkan rumah dibangun sekokoh mungkin. Tapi ini hanya solusi bagi negara maju dengan kemampuan ekonomi penduduk tinggi. Lalu, bagaimana nasib ratusan ribu penduduk negara berkembang dan miskin yang terancam gempa. Karena itu, harus dikembangkan cara memprediksi gempa. Prediksi gempa Anda sudah bisa diterapkan? Masih ada beberapa masalah untuk membangun teori ini, seperti masalah keterbatasan peralatan. Selain itu, dibutuhkan berbagai pendekatan (multiparameter approach) yang lebih kompleks dari dugaan Z OM IN ● ANTON WILLIAM Mencacah Radon, Mendeteksi Gempa asa persiapan gempa yang berdioaktivitas beberapa langsung selama beberapa pekan bulan sebelum gempa. meninggalkan berbagai jejak. Sa“Sejak gempa Kobe, lah satunya kemunculan gas radon, yang sejumlah ahli berangtak berbau dan tak berwarna, dari perut gapan gempa didahului bumi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indooleh peningkatan radionesia (LIPI) memiliki alat yang mampu aktivitas,” ujar Fajar, mendeteksi peningkatan radon dari taakhir pekan lalu. nah. Kenyataan di lapangan Peneliti hidrogeologi dari Pusat Penelimendukung anggapan ini. tian Geoteknologi LIPI, Banyak gempa besar didaRahmat Fajar Lubis, mehului peningkatan radioakngatakan gas itu muncul tivitas, sehingga terbuka pelubersamaan dengan air tanah yang ang besar bagi peneliti untuk terdorong naik ke permukaan menmemprediksi gempa menggunakan jelang gempa bumi. Cairan yang terpencacah radon. simpan lama di dalam tanah ini diTahun ini LIPI mendatangkan tiga pastikan mengandung radon dalam instrumen pencacah radon, yaitu kadar tinggi. Akibatnya, tingkat raRAD7, RAD H2O, dan RAD Aqua. Jidioaktivitas akan meningkat di perka dipadukan, ketiga instrumen mukaan bumi, beberapa saat ini bisa menjadi alat pemantau menjelang gempa. peningkatan radioaktivitas raBukti paling meyakinkan dadon. tang pada 1995, ketika gempa Sayangnya, LIPI hanya me6,8 magnitudo mengguncang miliki satu unit peralatan cangKobe, Jepang. Pencacah radon gih berharga Rp 170 juta itu. yang terpasang di beberapa mata Pencacah radon tersebut harus RAD Aqua air menunjukkan peningkatan radipakai bergantian oleh peneliti A13 sebelumnya. Prediksi gempa bisa diterapkan di Indonesia? Tentu saja. Indonesia merupakan tempat menarik untuk mempelajari hal ini. Negara Anda terletak di daerah yang mengalami anomali khatulistiwa dengan alam yang kompleks. Perubahan medan listrik sedikit saja bisa berpengaruh pada lingkungan. Ahli Indonesia bisa memantau daerah dari permukaan bumi hingga ionosfer menggunakan berbagai peralatan, seperti pencacah radon, pengukur parameter listrik atmosfer, jaringan pengukuran meteorologi, satelit pemantau anomali termal, dan pemantau ionosfer. Ionosonda pada radar atmosfer yang Anda miliki bisa melengkapi spektrum penelitian ini. Saat ini Cina juga sedang membangun 100 radar ionosfer untuk memantau kondisi seismo-ionosfer. ● ANTON WILLIAM Kaki Harimau Membusuk Karena Jerat Penduduk JAMBI — Petugas Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat menemukan seekor harimau Sumatera yang terkena jerat. Kondisi harimau jantan ini memprihatinkan karena salah satu kakinya membusuk akibat jeratan. Petugas mengambil harimau berusia dua tahun itu dan bakal mengirimnya ke Kebun Binatang Taman Rimbo, Jambi, untuk perawatan. “Tidak mungkin harimau tersebut bisa bertahan hidup di habitatnya dengan kondisi cacat,” kata Djoko, petugas Balai Besar Taman Nasional, kemarin. Petugas telah mendatangkan dokter dari Pusat Latihan Gajah Bengkulu untuk mengobati harimau tersebut. Menurut Djoko, kemungkinan besar harimau itu akan melanjutkan hidupnya di kebun binatang atau Taman Safari karena kondisi kakinya yang hampir putus dan membusuk. Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam Jambi Tri Siswo menjelaskan, harimau itu terkena jerat warga yang berusaha mnenangkap harimau yang masuk kampung mereka. Harimau (Panthera tigris sumatrae) ini mendiami sejumlah hutan di Sumatera. Di Kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh diperkirakan terdapat 400 ekor. Populasinya kian susut seiring dengan aktivitas penebangan liar dan perluasan perkebunan kelapa sawit. Berkurangnya habitat harimau menyebabkan mereka masuk ke permukiman penduduk. ● SYAIPUL BAKHORI Puncak Gejolak Matahari Terjadi Akhir 2013 GREENBELT — Meningkatnya aktivitas matahari beberapa bulan terakhir ini mengirim ancaman bagi keselamatan penduduk bumi. Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menegaskan peningkatan denyut matahari itu tak akan menghancurkan manusia pada 2012. Ancaman terbesar datang dari letupan material berenergi tinggi di permukaan matahari atau disebut flare. Sekali terpancar, flare sanggup mengeluarkan energi hingga enam kali lipat energi yang dilepaskan seluruh permukaan matahari dalam satu detik. Material yang dipancarkan umumnya berupa elektron, ion, dan atom, bergerak sebagai rombongan besar yang mendekati bumi satu-dua hari setelah meledak. “Namun energi ini tetap tidak cukup menciptakan bola api pembunuh untuk penduduk planet yang terletak 150 juta kilometer dari matahari,” ujar ahli antariksa NASA, Karen C. Fox, kemarin. Perlindungan dari awan energi tinggi matahari diberikan oleh lapisan atmosfer bumi. Setiap partikel yang hendak menuju permukaan bumi akan dihadang oleh gas-gas yang beterbangan di lapisan tinggi tanpa sempat menyentuh permukaan bumi. Puncak aktivitas matahari sendiri tak akan terjadi pada akhir 2012, sebagaimana disebut-sebut selama ini. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa gejolak matahari akan berpuncak pada akhir 2013 atau awal 2014. Meski demikian, ledakan dari permukaan matahari tetap mengancam penduduk bumi dalam bentuk lain. Saluran komunikasi bisa terganggu jika awan materi berenergi tinggi ini menghantam lapisan atmosfer bagian atas. Pun ketika partikel ini menghantam satelit yang berada di orbit, bisa menyebabkan kerusakan elektronik permanen atau mendorong satelit melenceng dari lintasan yang diharapkan. Saat ini, Fox menambahkan, teknologi yang dikembangkan manusia sangat bergantung pada jaringan satelit. Flare juga berpotensi melumpuhkan jaringan listrik ● NASA | ANTON WILLIAM