sengketa tanah perkebunan

advertisement
SENGKETA TANAH PERKEBUNAN
Masa:
• Hindia Belanda
• Jepang
• Indonesia merdeka
Sumber dari buku karangan Prof. Dr. Achmad
Sodiki, SH.(2013).Politik Hukum Agraria, Bab IV.
Jakarta: Konstitusi Press.
email : [email protected]
Masa Hindia Belanda
• Terkadang perkebunan berada dalam kawasan
tanah yang dikuasai rakyat dgn hak adat.
• Domein Verklaring telah melegitimasi
pemerintah Hindia Belanda utk memiliki tanah
yg berada dalam kawasan hak ulayat.
• Pribumi kerap dituduh telah melanggar hak
erfpacht.
email : [email protected]
Masa Pendudukan Jepang
• Perkebunan menjadi sasaran Jepang untuk
memperkuat pembekalan perang dan
membolehkan rakyat mengerjakannya
• Izin dari pemerintah Jepang tsb dianggap legal
oleh rakyat
• Hingga sekarang masih banyak tanah yg
diklaim sebagai tanah perkebunan yang belum
terselesaikan.
email : [email protected]
Masa Setelah Proklamasi RI
• Persoalan Erfpacht menjadi persoalan hukum,
politik dan persoalan perebutan lahan pertanian
antara pemerintah denan rakyat.
• Pada akhir pemerintah Soeharto masih banyak
persoalan tanah yang belum terselesaikan.
• Pada masa reformasi banyak tanah perkebunan
diduduki rakyat dgn alasan: tanah nenek moyang,
batas
perkebunan
tidak
benar,
dulu
pengambilannya secara paksa, perkebunan tidak
memberi kontribusi.
• Pendudukan masa terorganisir shg sulit dicegah,
tindakan represif sering dianggap melanggar HAM
email : [email protected]
Sebab–sebab Sengketa
1.
2.
3.
4.
5.
Kebijakan masa lalu
Kesenjangan sosial
Lemahnya penegakan hukum
Tanah terlantar
Reclaiming sebagai tanah adat
email : [email protected]
Kebijakan masa lalu
• Kebijakan yang melanggar hukum adat, misalnya
hak ulayat, sehingga timbul sengketa batas
wilayah antara wilayah hukum adat dengan
wilayah konsensi perkebunan.
• Kelonggaran izin yang diberikan pemerintah
pendudukan jepang yang membolehkan rakyat
menggarap tanah perkebunan.
• Masa kemerdekaan rakyat bekerja dgn gerilya
untuk
pembekalan
dengan
menggarap
perkebunan, akibatnya setelah merdeka terjadi
perebutan antara rakyat dengan pemerintah.
email : [email protected]
Kesenjangan sosial
• Perusahan perkebuanan lama semata-mata
mencari keuntungan kurang memperhatikan
masyarakat sekitarnya.
• Kebun menjadi tempat eksklusif kemewahan dgn
sekitarnya ( kesenjangan sosial terjadi).
• Areal kebun yang sengaja tidak ditanami utk
menjaga kelestarian lingkungan dan sumber air
dikelola rakyat dgn alasan tanah diterlantarkan.
• Kebutuhan tanah semakin bertambah
email : [email protected]
Lemahnya penegakan hukum
• Selama masa penjajahan dan masa Orde Baru
pendudukan tanah oleh rakyat secara besarbesaran sangat sedikit. Karena pengamanan
oleh tentara dan polisi cukup menjamin
keamanan kebun.
• Setelah reformasi wibawa aparat keamanan
merosot sehingga memunculkan keberanian
rakyat utk mengambilalih tanah-tanah
perkebunan.
email : [email protected]
Karena tanah terlantar
• Adanya tanah perkebunan HGU yang terlantar
seakan tanah tidak bertuan.
• Sering rakyat mengambil sisa-sisa hasil
perkebunan yang sudah berakhir HGU-nya
sehingga berurusan dgn aparat karena
dianggap mencuri.
email : [email protected]
“Reclaiming” sebagi tanah adat
• Pembukaan areal baru HGU sering
menimbulkan masalah reclaiming yaitu
tuntutan kembalinya hak adat kepada
pemegang HGU.
• Ketidakpedulian terhadap sumber kehidupan
masyarakat adat akan menimbulkan sengketa
di kemudian hari.
email : [email protected]
Upaya penyelesaian
1. Musyawarah
2. Jika tidak dapat dgn cara musyawarah
melalui pengadilan
3. Tanah yg diduduki rakyat dan sudah tertata
sebagai desa pemerintah dapat memberikan
status hak atas tanah ( misalnya : Hak milik,
HGB) pada rakyat.
email : [email protected]
Penyelesaian secara preventif
1. HGU harus dikelola dengan baik dan dijaga
kelestariannya dan Investor harus bina
lngkungan misalnya: mengakomodasi tenaga
kerja setempat, memberi kesejahteraan
rakyat.
2. HGU yg bermasalah hendaknya diselesaikan
lewat jalur hukum.
3. HGU yang terlantar harus ada peringatan
email : [email protected]
Download