BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi II.1.1 Pengertian

advertisement
BAB II
URAIAN TEORITIS
II.1 Komunikasi
II.1.1 Pengertian Komunikasi dan Proses Komunikasi
Komunikasi adalah kebutuhan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia (Efendy,
2003:8). Ada banyak pengertian yang dapat menggambarkan mengenai
komunikasi, berikut ini adalah beberapa diantaranya.
Awalnya, istilah komunikasi mengandung makna “bersama-sama”
(common,commones) yang berasal dari bahasa Inggris. Asal istilah komunikasi
(Indonesia) atau communication (Inggris) berasal dari bahasa Latin yaitu
communication, yang berarti pemberitahuan, pemberi bagian (dalam sesuatu),
pertukaran dimana si pembicara mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari
pendengaranya; untuk ikut ambil bagian ( Liliweri, 1991: 1).
Komunikasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses penyampaian suatu
pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai panduan pikiran dan perasaan
berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, imbauan; yang dilakukan seseorang
Universitas Sumatera Utara
kepada orang lain secara tatap muka maupun tidak langsung, melalui media,
dengan tujuan mengubah sikap, pandangan, ataupun perilaku ( Effendy, 2003:60).
Banyak ahli mendefinisikan komunikasi dalam berbagai sudut pandang
yang macam-macam, dan menyebutkan bahwa ilmu komunikasi sebagai ilmu
yang eklisitis yaitu ilmu yang merupakan gabungan dari berbagai disiplin ilmu.
Pada dasarnya komunikasi adalah sebagai proses pernyataan antara manusia, yang
dapat berupa pikiran atau perasaan seorang kepada orang lain dengan
menggunakan lambang (bahasa) baik verbal maupun non verbal sebagai alat
penyalurnya.
Pengertian komunikasi dikemukakan para ahli, diantaranya sebagai
berikut:
1. Menurut Harold Laswell, komunikasi adalah Siapa yang mengatakan apa
melalui saluran apa kepada siapa dengan efek apa (who says what in which
channel to whom with what effect) (Purba, 2007 :30)
2. Menurut Carl I.Hovland, komunikasi adalah proses dimana seseorang individu
mengoperkan perangsang untuk mengubah tingkah laku indivdu-individu yang
lain.
3. Menurut Rogers bersama D Lawrence Kincaid, komunikasi adalah suatu
proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran
informasi dengan satu sama lainnya, yang pada giliranya akan tiba pada saling
pengertian yang mendalam (Cangara, 2005:19).
Dari 3 definisi yang telah diberikan oleh para ahli tersebut pada dasarnya
komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian pikiran dan perasaan dari
Universitas Sumatera Utara
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang, kata-kata dan
symbol-simbol untuk tujuan merubah sikap atau tingkah laku orang lain
Menurut Effendy (2003 : 11) komunikasi di bagi menjadi dua tahap yaitu :
1. Proses komunikasi dalam prespektf psikologi, yaitu proses komunikasi
prespektif yang terjadi didalam diri komunikator dan komunikan. Proses
membungkus pikiran dengan bahasa yang dilakukan komunikator, yang
dinamakan dengan encoding, akan ia transmisikan kepada komunikan.
Selanjutnya terjadi proses komunikasi interpersonal dalam diri komunikan,
yang disebut decoding, untuk memaknai pesan yang disampaikan kepadanya.
2. Proses komunikasi dalam prespektif mekanistik. Untuk jelasnya proses
komunikasi dalam perspektif mekanistis dapat diklasfikasikan lagi menjadi
beberapa, yaitu :
a. Proses komunikasi secara primer, yaitu proses penyampaian pikiran dan
perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang
(symbol) sebagai media. Lambang umum yang dipergunakan sebagai
media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa. Namun dalam
kondisi komunikasi tertentu, lambang-lambang yang dipergunakan dapat
berupa kial (gesture), yakni gerak anggota tubuh, isyarat, gambar, warna,
dan lain sebagainya, yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran
atau perasaan komunikator kepada komunikan.
b. Proses komunikasi secara sekunder, yaitu proses penyampaian pesan oleh
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai
media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Proses
komunikasi secara sekunder menggunakan media yang menyebarkan
Universitas Sumatera Utara
pesannya yang bersifat informatif yang digolongkan sebagai media massa
(mass media) dan media nirmassa (media non-massa).
c. Proses komunikasi secara linier, merupakan proses penyampaian pesan
oleh komunikatior kepada komunikan sebagai titik terminal. Komunikasi
linier ini berlangsung baik dalam situasi komunikasi tatap muka (face-toface communication) secara pribadi (interpersonal communication) dan
kelompok (group communication), maupun dalam situasi bermedia
(mediated communication).
d. Proses komunikasi secara sirkular, merupakan lawan dari proses
komunikasi secara linier. Dalam konteks komunikasi yang dimaksudkan
proses komunikasi secara linier. Dalam konteks komunikasi yang
dimaksudkan proses secara sirkuler adalah terjadinya feedback atau umpan
balik, yaitu terjadinya arus respons atau tanggapan dari pihak komunikan
terdapat pesan yang diberikan oleh komunikator.
II.2 Komunikasi Antarpribadi
II.2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi
Pada dasarnya, komunikasi antarpribadi merupakan suatu proses sosial
dimana
orang-orang
yang
terlibat
di dalamnya
saling
mempengaruhi.
Sebagaimana diungkapkan oleh Devito (1997:97), bahwa komunikasi antarpribadi
merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain,
atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung.
Selanjutnya Devito (1997:169-170) menjabarkan komunikasi antarpribadi
menjadi tiga pendekatan secara umum, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Komunikasi antarpribadi didefinisikan sebagai pengiriman pesan-pesan dari
seseorang dan diterima oleh orang lain. Atau sekelompok kecil orang, dengan
efek dan umpan balik yang langsung.
b. Komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi antara dua orang yang
memang telah ada hubungan di antara keduanya.
c. Interpersonal communication is seen a kind of progrestion (or development)
from
interpersonal
communication
at
one
extreme
to
personal
communication at the other extreme, yang artinya “Komunikasi antarpribadi
merupakan bentuk perkembangan atau peningkatan dari komunikasi dari satu
sisi menjadi komunikasi pribadi pada sisi yang lain”.
Dalam bukunya “Komunikasi Antarpribadi” (1991:12), Alo Liliweri
mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi anatarpribadi adalah
komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan. Komunikasi jenis
ini dianggap paling efektif dalam hal mengubah sikap, pendapat, atau perilaku
sesorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan dan arus balik bersifat
langsung. Komunikator mengetahui tanggapan komunikank etika itu juga, pada
saat komunikasi dilancarkan. Komunikan mengetahui pasti apakah komunikasi
itu positif atau negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak, ia dapat memberikan
kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.
Menurut Evert M. Rogers, dalam Komunikasti antarpribadi (Liliweri
1991:46) ada beberapa cirri komunikasi yang menggunakan saluran antarpribadi,
yaitu :
1) Arus pesan yang cenderung dua arah
2) Konteks komunikasinya tatap muka
Universitas Sumatera Utara
3) Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi
4) Kemampuan mengatasi tingkat selektifitas (terutama “selectivitas exposure’)
yang tinggi
5) Kecepatan jangkauan terhadap audiens yang besar relatif lambat
6) Efek yang mungkin terjadi ialah perubahan sikap
II.2.2 Sifat-Sifat Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi dari mereka yang saling mengenal lebih bermutu
dari mereka yang belum mengenal karena setiap pihak mengetahui secara baik
tentang liku-liku hidup pihak lain, pikiran, dan pengetahuannya, perasaanya,
maupun menanggapi tingkah lakunya. Sehingga jika hendak menciptakan
komunikasi anatarpribadi yang lebih bermutu maka didahului dengan keakraban,
dengan kata lain tidak semua bentuk interaksi yang dilakukan anatara dua orang
dapat digolongkan ke dalam komunikasi antarpribadi.
Ada tujuh sifat yang menunjukan bahwa sesuatu komunikasi antara dua
orang merupakan sikap komunikasi anatarpribadi dan bukanya komunikasi
lainnya yang terangkum dari pendapat Effendy (2003:.46)
Sifat-sifat
komunikasi antarpribadi itu sendiri adalah : (1) melibatkan di dalamnya perilaku
verbal dan non verbal; (2) melibatkan pernyataan ataupun ungkapan yang
spontan, scripted, dan contrived; (3) tidak statis, namun dinamis; (4) melibatkan
umpan balik pribadi, hubungan interaksi dan koherensi (pernyataan satu dan
harus berkaitan dengan sebelumnya); (5) dipandu oleh tata aturan yang bersifat
intrinsic dan ekstrinsik. (6) komunikasi antarpribadi merupakan satu kegiatan
dan tindakan; (7) melibatkan didalamnya bidang persuasif (Liliweri,1991:31).
Universitas Sumatera Utara
II.2.3
Komponen
Komunikasi
Antarpribadi
dan
Proses
Komunikasi Antarpribadi
Menurut Effendy (2003:7), yang mencoba mengutip paradigma Laswell.
Ada lima komponen penting yang menyebabkan suatu komunikasi dapat
berjalan dengan baik, yaitu:
•
Who
: komunikator : pihak penyampaian pesan
•
Says what
: pesan : pernyataan yang didukung oleh lambanglambang
•
In which channel
: media : sarana atau saluran penyampaian pesan
•
To whom
: komunikan : pihak penerima pesan
•
With what effect
: efek : dampak yang timbul sebagai pengaruh dari
pesan
Apabila digambarkan secara sederhana kelima komponen yang telah
diuraikan di atas melalui proses sebagai berikut : Komunikator dan komunikan
dalam proses komunikasi antarpribadi dapat berganti peran, artinya suatu ketika
komunikator dapat berganti peran, demikian juga sebaliknya dengan komunikasi
(Effendy, 2003:12).
II. 3 Efektifitas Komunikasi Antarpribadi
Dikatakan efektifitas dalam waktu tertentu tujuan dapat tercapai dengan
baik. Ini berarti komunikasi antarpribadi efektif jika dalam waktu tertentu
komunikasi memahami pesan yang disampaikan komunikatornya dengan baik dan
melaksanakannya. Berkomunikasi efektif
berarti bahwa komunikator dan
komunikan sama-sama memiliki pengertian yang sama tentang suatu
pesan.
Universitas Sumatera Utara
Rakhmat (2004:159) menyatakan bahwa komunikasi yang efektif bila pertemuan
komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan.
Menurut Effendy (2003:219) Komunikasi yang efektif adalah komunikasi
yang menimbulkan sikap, opini ataupun perilaku. Efek komunikasi yang timbul
pada komunikan diklasfikasikan sebagai berikut:
a. Efek kognitif yaitu efek yang berkaitan dengan pikiran, nalar atau ratio.
Dengan efek ini diharapkan komunikan yang semula tidak mengerti menjadi
mengerti, yang semula tidak tau membedakan mana yang salah dan yang
benar.
b. Efek afektif adalah efek yang berhubungan dengan perasaan. Misalnya yang
semula tidak senang menjadi senang, yang semula rendah diri menjadi
mimiliki rasa percaya diri.
c. Efek behavioral yakni efek yang menimbulkan etika untuk berprilaku tertentu
dalam arti kata melakukan suatu tindakan atau kegiatan yang bersifat fisik
atau jasmani.
Ketiga jenis efek ini adalah hasil proses psikologi yang berkaitan satu
sama lain, secara terpadu. Efek behavioral tidak mungkin timbul pada komunikan
apabila sebelumnya dia tidak tahu atau tidak mengerti disertai rasa senang dan
berani.
Menurut Tubbs dan Moss (Rakhmat, 2004:13) komunikasi yang efektif
menimbulkan 5 hal yaitu :
a. Pengertian, artinya penerimaan yang cermat dari isi stimulus/pesan seperti
yang dimaksud oleh komunikator.
Universitas Sumatera Utara
b. Kesenangan,
artinya
tidak
semua
komunikasi
ditujukan
untuk
menyampaikan informasi dan membentuk pengertian, akan tetapi ada juga
dilakuakan untuk menimbulkan kesenangan, misalnya menanyakan
seseorang. Komunikasi inilah yang menyebabkan hubungan kita menjadi
hangat, akrab dan menyengkan.
c. Pengaruh pada sikap. Komunikasi seringkali dilakukan dengan tujuan
untuk mempengaruhi orang lain. Komunikasi yang efektif ditandai dengan
perubahan sikap, perilaku atau pendapat komunikan sesuai dengan
kehendak komunikator.
d. Hubungan sosial yang baik. Komunikasi juga ditunjukan untuk
menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Manusia juga adalah makhluk
sosial yang tidak tahan hidup sendiri.
e. Tindakan Efektifitas komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang
dilakukan komunikan.
Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang
baik.
Menurut Rakhmat (2004:129) ada tiga faktor menumbuhkan hubungan
interpersonal, yaitu:
1. Percaya.
Definisi ini menyebutkan tiga unsur percaya, yaitu:
a. Ada situasi yang menimbulkan resiko. Bila orang menaruh
kepercayaan kepada orang lain, ia akan menghadapi resiko.
b. Orang yang menaruah kepercayaan pada orang lain berarti
menyadari bahwa akibat-akibatnya bergantung pada perilaku orang
lain.
Universitas Sumatera Utara
c. Orang yakin bahwa perilaku pihak lain akan berakibat baik
baginya.
Selain itu, faktor kepercayaan juga berhubungan dengan karakterisitik dan
maksud orang lain, hubungan kekuasaan, serta sifat dan kualitas komunikasi.
2. Sikap Suportif
Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam
berkomunikasi. Orang dikatakan defensif bila tidak menerima, tidak jujur,
dan tidak empatis; dan tentunya akan menggagalkan komunikasi
interpersonal. Jack R. GIBB (Rahkmat 2004:134) menyebutkan enam
prilaku sportif, yaitu sebagi berikut:
Tabel 2. Perilaku Defensif dan suportif dari Jack Gibb
Iklim Defernsif
Iklim Suportif
1. Evaluasi
1. Deskripsi
2. Control
2. Orientasi masalah
3. Strategi
3. Spontanitas
4. Netralisasi
4. Empati
5. Superioritas
5. Persamaan
6. Kepastian
6. Profesionalisme
3. Sikap terbuka
Universitas Sumatera Utara
Sikap terbuka (open mindness) amat besar pengaruhnya dalam
menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Brooks dan Emmert
(Rakhmat. 2004:136), mengkarakteristikkan orang bersikap terbuka
sebagai orang yang menilai pesan objektif dengan data dan logika, serta
membedakan dengan mudah dengan melihat suasana.
II. 4 Self Disclosure
Proses mengungkapakan informasi pribadi kita kepada orang lain atau
sebaliknya disebut dengan self disclouser. Salah satu tipe komunikasii dimana
informasi mengenai diri (self) yang biasanya disembunyikan diri orang lain, kini
dikomunikasikan kepada orang lain (Rakhmat, 2004:108).
Josep Luft mengemukakan teori Self Disclosure berdasarkan pada modal
interaksi model interaksi manusia yang di sebut Johari Window.
Gambar 2. Johari Window
Dd
Diketahui oleh diri sendiri Tidak diketahui oleh diri
sendiri
Diketahui oleh orang lain
1
2
Terbuka
3
Tidak diketahui oleh orang lain
Buta
4
Tersembunyi
Tidak diketahui
Menurut Luft, orang memiliki atribut yang hanya
diketahui oleh dirinya sendiri (1), hanya diketahui orang lain (2), diketahui oleh
dirinya sendiri dan orang lain (3), dan tidak diketahui oleh siapapun (4). Kuadaran
1 (satu) mencerminkan keterbukaan akan semakin membesar. Jika komunikasi
antara dua orang berlangsung dengan baik, maka akan terjadi disclosure yang
Universitas Sumatera Utara
mendorong informasi mengenai diri masing-masing ke dalam kuadaran terbuka.
Kuadran 4 (empat) sulit untuk diketahui. Merupakan alam bawah sadar yang
hanya akan dapat diketahui melalui berbagai teknik penyingkapan alam bawah
sadar.
Menurut De Vito (De vito, 1997:30), ada beberapa keuntungan dari self
disclosure :
1. Memahami diri sendiri
2. Meningkatkan kemampuan untuk menghadapi rasa bersalah
3. Energy release
4. Meningkatkan efisiensi dan berkomunikasi
5. Membina hubungan yang bermakna
6. Kesehatan fisiologis.
II. 4.1 Dimensi Self Disclosure
Self disclosure memiliki berbagai dimensi menurut Joseph A. Devito
(1997:40) menyebutkan ada 5 dimensi self disclosure, yaitu (1) ukuran selfdisclosure, (2) valensi self-disclosure, (3) kecermatan dan kejujuran, (4) maksud
dan tujuan, dan (5) keakraban. Ini berbeda dengan dimensi yang dikemukakan
dalam Fisher (1986 : 261) yang menyebutkan dua sifat pengungkapan yang umum
dalam self-disclosure adalah memperhatikan jumlah (seberapa banyak informasi
tentang diri yang diungkapkan) dan valensi (informasi yang diungkapkan bersifat
positif atau negatif). Apabila diperbandingkan, fokus yang dikemukakan Fisher
hanya pada jumlah atau dalam istilah Devito “ukuran” dan valensi saja.
Universitas Sumatera Utara
Kini kita mencoba untuk mendalami kelima dimensi tersebut dengan
memadukan apa yang diungkapkan Devito dan Fisher, dengan melihat contohnya
dalam hidup keseharian kita.
1. Ukuran/jumlah self-disclosure
Hal ini berkaitan dengan seberapa banyak jumlah informasi diri kita yang
diungkapkan.
Jumlah
tersebut
bisa
dilihat
berdasarkan
frekuensi
kita
menyampaikan pesan-pesan self-disclosure atau bisa juga dengan menggunakan
ukuran waktu, yakni berapa lama kita menyampaikan pesan-pesan yang
mengandung self-disclosure pada keseluruhan kegiatan komunikasi kita dengan
lawan komunikasi kita. Misalnya, dalam percakapan antara anak dan orang
tuanya, tentu tidak sepanjang percakapan di antara keduanya. Taruhlah
berlangsung selama 30 menit itu bersifat self-disclosure. Mungkin hanya 10 menit
saja dari waktu itu yang percakapannya menunjukkan self-disclosure, seperti saat
anak menyatakan kekhawatirannya nilai rapornya jelek untuk semester ini atau
tatkala si anak menyatakan tengah jatuh hati pada seseorang.
2. Valensi Self-disclosure
Hal ini berkaitan dengan kualitas self-disclosure kita: positif atau negatif.
Saat kita menyampaikan siapa diri kita secara menyenangkan, penuh humor, dan
menarik seperti yang dilakukan seorang tua yang berkepala botak yang
menyatakan, “Inilah model rambut yang paling cocok untuk orang seusia saya.”
Ini merupakan self-disclosure yang positif. Sebaliknya, apabila orang tersebut
mengungkapkan dirinya dengan menyatakan, “Sudah berobat ke sana ke mari dan
mencoba berbagai metode mencegah kebotakan yang ternyata bohong semua,
inilah hasilnya. Ini berarti self-disclosure negatif. Dampak dari self-disclosure
Universitas Sumatera Utara
yang berbeda itu tentu saja akan berbeda pula, baik pada orang yang
mengungkapkan dirinya maupun pada lawan komunikasinya.
3. Kecermatan dan Kejujuran
Kecermatan dalam self-disclosure yang kita lakukan akan sangat
ditentukan oleh kemampuan kita mengetahui atau mengenal diri kita sendiri.
Apabila kita mengenal dengan baik diri kita maka kita akan mampu melakukan
self-disclosure dengan cermat. Bagaimana kita akan bisa menyatakan bahwa kita
ini termasuk orang yang bodoh apabila kita sendiri tidak mengetahui sejauh mana
kebodohan kita itu dan tidak bisa juga merumuskan apa yang disebut pandai itu.
Di samping itu, kejujuran merupakan hal yang penting yang akan mempengaruhi
self-disclosure kita. Oleh karena kita mengemukakan apa yang kita ketahui maka
kita memiliki pilihan, seperti menyatakan secara jujur, dengan dibungkus
kebohongan, melebih-lebihkan atau cukup rinci bagian-bagian yang kita anggap
perlu. Untuk hal-hal yang bersifat pribadi, banyak orang memilih untuk
berbohong atau melebih-lebihkan. Namun, self-disclosure yang kita lakukan akan
bergantung pada kejujuran kita. Misalnya, kita bisa melihat perilaku orang yang
hendak meminjam uang. Biasanya orang yang hendak berhutang mengungkapkan
permasalahan pribadinya seperti tak memiliki uang untuk belanja besok hari,
anaknya sakit atau biaya sekolah anaknya. Sering pula kemudian self-disclosure
dalam wujud penderitaan itu dilebih-lebihkan untuk memancing iba orang yang
akan dipinjami.
4.
Maksud dan Tujuan
Dalam melakukan self-disclosure, salah satu hal yang kita pertimbangkan
adalah maksud atau tujuannya. Tidak mungkin orang tiba-tiba menyatakan dirinya
Universitas Sumatera Utara
apabila tidak memiliki maksud dan tujuan tertentu. Contohnya pada saat untuk
mengurangi rasa bersalah atau untuk mengungkapkan perasaan. Inilah yang
populer disebut sebagai curhat itu. Kita mengungkapkan diri kita dengan tujuan
tertentu. Oleh karena menyadari adanya maksud dan tujuan self-disclosure itu
maka kita pun melakukan kontrol atas self-disclosure yang kita lakukan. Orang
yang melebih-lebihkan atau berbohong dalam melakukan self-disclosure pada satu
sisi bisa dipandang sebagai salah satu bentuk kontrol supaya self-disclosure-nya
mencapai maksud atau tujuan yang diinginkannya.
5. Keakraban
Seperti yang dikemukakan Fisher (1986:261-262), keakraban merupakan
salah satu hal yang serta kaitannya dengan komunikasi self-disclosure. Apa yang
diungkapkan itu bisa saja hal-hal yang sifatnya pribadi atau intim misalnya
mengenai perasaan kita, tetapi bisa juga mengenai hal-hal yang sifatnya umum,
seperti pandangan kita terhadap situasi politik mutakhir di tanah air atau bisa saja
antara
hal
yang
intim/pribadi
dan
hal
yang
impersonal
publik.
Berkenaan dengan dimensi self-disclosure yang disebut terakhir, kita bisa
mengacu
pada
apa
yang
dinamakan Struktur Kepribadian Pete
yang
dikembangkan Irwin Altman dan Dalmas Taylor dengan Teori Penetrasi Sosialnya (Griffin, 2003:134). Dalam Struktur Kepribadian Pete ini, digambarkan
kepribadian manusia itu seperti bawang, yang memiliki lapisan-lapisan. Setiap
lapisan itu menunjukkan derajat keakraban orang yang menjalin relasi atau
berkomunikasi kerangka Teori Penetrasi Sosial - kita menjalin hubungan dengan
orang lain. Misalnya, pada tahap awal kita berbincang-bincang soal yang sifatnya
umum saja. Kita bicara soal perkuliahan yang kita ikuti. Bisa juga berbincang-
Universitas Sumatera Utara
bincang soal selera makanan kita. Di sini kita hanya berbicara pada lapisan
pinggiran dari bawang tadi yang disebut periferal. Makin lama akan makin masuk
ke lapisan berikutnya. Kita mulai berbicara mengenai keyakinan agama kita,
aspirasi dan tujuan hidup kita, akhirnya konsep diri kita sebagai lapis terdalam
“bawang” kepribadian itu. Hal tersebut menunjukkan bahwa self-disclosure tidak
berlangsung secara tiba-tiba. Tidak seluruh informasi yang kita sampaikan
berisikan informasi yang sifatnya pribadi. Bisa saja bercampur baur dengan
informasi yang bersifat umum atau berada pada tataran periferal.
Dalam konteks ini berarti kita sudah mulai membicarakan soal kedalaman
(depth) dan keluasan (breadth) self-disclosure. Sejauh mana kedalaman dalam
self-disclosure itu akan ditentukan oleh derajat keakraban kita dengan lawan
komunikasi. Makin akrab kita dengannya maka akan makin dalam self-disclosurenya. Selain itu, akan makin luas juga cakupan bahasan yang kita komunikasikan
melalui self-disclosure itu. Ini merupakan hal yang logis. Bagaimana kita mau
berbincang-bincang mengenai lapisan terdalam dari diri kita apabila kita tidak
merasa memiliki hubungan yang akrab dengan lawan komunikasi kita. Apabila
kita tidak akrab dengan seseorang, sebutlah dengan orang yang baru kita kenal di
dalam bis atau pesawat terbang maka kita akan berbincang mengenai lapisan
terluar “bawang” tadi. Begitu juga halnya dengan upaya kita membangun
keakraban maka akan menuntut kita untuk berbicara mengenai diri kita. Pada
awalnya tidak menyentuh lapisan terdalam melainkan lapisan yang berada agak di
luar. Misalnya, kita berbicara tentang makanan yang kita sukai atau model dan
warna pakaian yang digemari. Makin lama kita akan makin membuka diri apabila
Universitas Sumatera Utara
lawan komunikasi kita pun memberikan respons yang baik dengan juga turut
membuka dirinya
II.5 Pembentukan Perilaku
Menurut Rakhmat (2004:33), perilaku manusia merupakan hasil interaksi
tiga subsistem dalam kepribadian manusia, Id, Ego, Superego. Id adalah bagian
kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia pusat insting
(hawa nafsu). Id bergerak berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle),
ingin segera memenuhi kebutuhannya. Id egoistis, tidak bermoral dan tidak mau
tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat hewani manusia.
Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasioanl
dan realistic. Ego lah yang menyebabkan manusia mampu menundukan hasrat
hewaninya dan hidup sebagai wujud yang rasional (pada pribadi yang normal).
Superego singkat dalam psikoanalisis prilaku manusia merupakan interaksi
antara komponen biologis (Id), komponen psikologis (Ego), dan komponen
social (Superego), atau unsur animal, rasional, dan moral (hewani, akal dan
nilai).
Perilaku manusia yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor Personal
Rakhmat (2004:38) menekankan pentingnya faktor-faktor dalam
menentukan interaksi sosial dan masyarakat. Prespektif yang berpusat pada
personal mempertanyakan faktor-faktor internal apakah, baik berupa sikap,
insting, motif, kepribadian, sistem kognitif yang menjelaskan perilaku
Universitas Sumatera Utara
manusia. Secara garis besar ada dua faktor yakni faktor biologis dan faktor
sosiopsikologis.
•
Faktor Biologis
Faktor biologis dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu
dengan faktor-faktor sosipsikologis. Bahwa warisan biologis manusia
menetukan prilakunya, dapat diawali sampai struktur DNA yang
menyimpan seluruh memori warisan biologis yang diterima dari kedua
orang tuannya.
Perilaku sosial di bimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram
secara genetis dalam jiwa manusia. Program ini disebut sebagai
“epigenetic rules’, mengatur prilaku manusia sejak kecenderungan
menghindari incest, kemampuan memahami ekspersi wajah, sampai
kepada persaingan politik.
Telah diakui secara meluas adanya perilaku tertentu yang
merupakan bawaan manusia, dan bukan pengaruh lingkungan atau situasi.
Dahulu orang menyebutnya “insting”, sekarang dinamakan speciescharacteristic behavior.
Diakui pula adanya faktor-faktor biologis yang mendorong
perilaku manusia, yang lazim disebut sebagai motif biologis.
•
Faktor Sosiopsikologis
Karena manusia mahkluk sosial, dari proses sosial ia meperoleh
beberapa
karakteristik
yang
memperoleh
prilakunya.
Kita
dapat
mengklasifikasikan ke dalam tiga komponen, yaitu komponen afektif
merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis. Komponen afektif
Universitas Sumatera Utara
adalah aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui
manusia. Komponen kognitif adalah aspek intelektual, yaitu berkaitan
dengan apa yang diketahui manusia. Komponen kognitif adalah aspek
volosional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.
Komponen afektif terdiri dari motif sosiogenis, sikap, dan emosi.
Komponen kognitif terdiri dari kepercayaan. Sedangkan komponen konatif
terdiri dari kebiasaan dan kemauan.
 Motif sosiogenis
Motif sosiogenis, sering juga disebut motif sekunder sebagai lawan
motif primer (motif biologis). Peranannya dalam membentuk prilaku
sosial bahkan sangat menentukan.
Berbagai klasfikasi motif sosiogenis disajikan di bawah
Thomas dan Florian Znaniecki:
1. Keinginan memperoleh pengalaman baru ;
2. Keinginan untuk mendapat respons ;
3. Keinginan akan pengakuan ;
4. Keinginan akan rasa aman.
David Mc Clellland:
1. Kebutuhan berprestasi;
2. Kebutuhan akan kasih sayang;
3. Kebutuhan berkuasa.
Abraham Maslow;
1. Kebutuhan akan rasa aman;
Universitas Sumatera Utara
2. Kebutuhan akan ketertarikan rasa cinta;
3. Kebutuhan akan penghargaan;
4. Kebutuhan akan pemenuhan diri.
Melvin H,Marx:
1. Kebutuhan organbimis
-
Motif ingin tahu;
-
Motif kompetensi;
-
Motif prestasi.
2. Motif-motif sosial:
-
Motif kasih sayang;
-
Motif kekuasaan;
-
Motif kebebasan.
Secara singkat, motif-motif sosiogenis diatas dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1) Motif ingin tahu: mengerti, manata, dan menduga. Setiap orang berusaha
memahami dan memperoleh arti dari dunianya. Kita memerlukan kerangka
rujukan (frame of reference) untuk mengevaluasi situasi baru dan
mengarahkan tindakan yang sesuai.
2) Motif kompetensi. Setiap orang ingin membuktikan bahwa ia mampu
mengatasi persoalan kehidupan apapun. Perasaan mampu amat bergantung
pada perkembangan intelektual, sosial dan emosional. Motif kompetensi erat
hubungannya dengan kebutuhan rasa aman.
Universitas Sumatera Utara
3) Motif cinta. Berbagai penelitian membuktikan bahwa kebutuhan akan kasih
sayang yang tidak terpenuhi akan menimbulkan perilaku manusia yang kurang
baik: orang akan menjadi agresi, kesepian, frustasi, bunuh diri.
4) Motif harga diri dan kebutuhan untuk mencari identitas. Hilangnya identitas
diri akan menimbulkan perilaku yang patalogis (penyakit): implusif, gelisah,
mudah terpengaruh, dan sebagainya.
5) Kebutuhan akan nilai, kedambaan dan makna kehidupan. Dalam menghadapi
gejolak kehidupan, manusia membutuhkan nilai-nilai untuk menuntunnya
dalam mengambil keputusan atau memberikan makna pada kehidupannya.
Termasuk kedalam motif ini adalah motif-motif keagamaan.
6) Kebutuhan akan pemenuhan diri. Kebutuhan akan pemenuhan diri dilakukan
melalui berbagai bentuk: (1) mengembangkan dan menggunakan potensipotensi kita dengan cara yang kreatif; (2) memperkaya kualitas kehidupan
denagn memperluas rentangan dan kualitas pengalaman serta pemuasan; (3)
membentuk hubungan yang hangat dan berarti dengan orang-orang lain di
sekitar kita; (4) berusaha “manusia” , menjadi persona yang kita dambakan.
 Sikap
Sikap adalah konsep yang paling penting dalam psikologi sosial dan yang
paling banyak didefinisikan. Sikap adalah kecenderungan bertindak,
berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau
nilai. Dari berbagai definisi kita dapat menyimpulkan bebarapa hal. Pertama,
sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku
dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa
Universitas Sumatera Utara
benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok. Sikap haruslah
diikuti oleh kata”terhadap”, atau “pada” objek sikap.
Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan
sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah harus pro atau
kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan
diinginkan; mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus
dihindari. Ketiga, sikap relatif lebih menetap. Berbagai studi menunjukan
bahwa sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang
mengalami perubahan. Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif: artinya
mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan. Kelima, sikap
timbul dari pengalaman; tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil
belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.
 Emosi
Emosi menunjukan kegoncangan organisme yang disertai oleh gejalagejala kesadaran, keperilakuan, dan proses fisologis. Emosi tidak selalu
jelek. Paling tidak ada empat fungsi emosi. Pertama, emosi adalah
pembangkit energi (energizer). Tanpa emosi kita tidak sadar atau mati.
Kedua, emosi adalah pembawa informasi (messenger). Bagaimana keadaan
diri kita dapat kita ketahui dari emosi kita. Ketiga, emosi bukan saja
pembawa pesan dalam komunikasi interpersona. Keempat, emosi juga
merupakan sumber informasi tentang keberhasilan kita.
Emosi berbeda-beda dalam intensitas dan lamanya. Ada emosi yang ringan,
berat dan disentegratif. Emosi ringan meningkatkan perhatian kita kepada
situasi yang dihadapi, disertai dengan perasaan tegang sedikit. Emosi kuat
Universitas Sumatera Utara
disertai rangsangan fisiologis yang kuat. Emosi yang disentegratif tentu saja
terjadi dalam intensitas emosi memuncak.
Dari segi lamanya, ada emosi yang berlangsung singkat dan ada yang
berlangsung lama. Mood adalah emosi yang menetap selama berjam-jam
atau beberapa hari. Mood mempengaruhi persepsi kita atau penafsiran kita
pada stimuli yang merangsang alat indera kita.
 Kepercayaan
Kepercayaan adalah komponen kognitif dari faktor sosiopsikologis.
Kepercayaan disini adalah keyakinan bahwa sesuatu itu’benar’. Jadi,
kepercayaan dapat bersifat rasional atau irrasional.
 Kebiasaan
Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara
otomatis tidak direncanakan. Kebiasaan mungkin merupakan hasil
pelaziman yang berlangsung pada waktu yang lama atau sebgai reaksi khas
yang diulangi seseorang berkali-kali. Setiap orang mempunyai kebiasaan
yang berlainan dalam menanggapi stimulus tertentu. Kebiasan inilah yang
memberikan pola perilaku yang dapat diramalkan.
 Kemauan
Kemauan erat berkaitan dengan tindakan, bahwa ada yang mendefinisikan
kemauan sebagai tindakan yang merupakan usaha seseorang untuk mencapai
tujuan. Menurut Richad Dewey dan W.J. Humber (Rakhmat :2004,89),
kemauan merupakan: (1) hasil keinginan untuk mencapai tujuan tertentu
yang begitu kuat sehingga mendorong orang untuk mengorbankan nilai-nilai
yang lain, yang tidak sesuai dengan pencapaian tujuan; (2) berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan tentang, cara-cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan; (3)
dipengaruhi oleh kecerdasan dan energy yang diperlukan untuk mencapai
tujuan; plus (4) pengeluaran energi yang sebenarnya dengan satu cara yang
tepat untuk mencapai tujuan.
•
Faktor Situasional
Respon otak sangat dipengaruhi oleh “setting” atau suasana yang
melingkupi organism (Rakhmat :2004,93). Kesimpulan itu membawa kita
kepada pengaruh situasional terhadap prilaku manusia. Edward G. Sampson
merangkumkan seluruh faktor situasional sebagai berikut:
I.
Aspek-aspek objektif sebagai berikut:
a. Faktor ekologis
1. Faktor geografis
2. Faktor iklim dan meteorologist
b. Faktor disain dan arsitektural
c. Faktor temporal
d. Analisis suasana prilaku
e. Faktor teknologis
f. Faktor sosial
1. Struktur organisasi
2. Sistem peranan
3. Struktur kelompok
4. Karakteristik populasi
Universitas Sumatera Utara
II.
Lingkungan psikososial seperti persepsi oleh kita
a. Iklim organisasi dan kelompok
b. Ethos dan iklim institusional dan kultural
III.
Stimuli yang mendorong dan mmeperteguhkan perilaku
a. Orang lain
b. Situasi pendorong orang lain
•
Faktor Ekologis
Kaum determinisme lingkungan sering menyatakan bahwa keadaan alam
akan mempengaruhi gaya hidup dan prilaku.
•
Faktor Rancangan
Suatu rancangan arsitektural dapat mempengaruhi pola komunikasi
diantara orang-orang yang hidup dalam naungan arsitektural tertentu.
Pengaturan ruangan juga terbukti mempengaruhi pola-pola perilaku yang
terjadi ditempat itu.
•
Faktor Temporal
Suatu pesan komunikasi yang disampaikan pada pagi hari akan
memberikan makna yang lain bila disampaikan pada tengah malam. Jadi,
yang mempengaruhi manusia bukan saja di mana mereka berada tetapi
juga bilamana mereka berada.
•
Suasana Perilaku
Universitas Sumatera Utara
Lingkungan dibaginya ke dalam beberapa satuan yang terpisah, yang
disebut suasana perilaku. Pada setiap suasana terdapat pola-pola hubungan
yang mengatur perilaku orang-orang didalamnya.
•
Teknologi
Lingkungan teknoligis yang meliputi sistem energi, sistem produksi, dan
sistem distribusi, membentuk serangkaian prilaku sosial yang sesuai
dengannya. Bersamaan dengan itu tumbuhlah pola-pola penyebaran
informasi yang mempengaruhi suasana kejiwaan setiap angggota
masyarakat.
•
Faktor-faktor Sosial
Sistem peranan yang ditetapkan dalam suatu masyarakat, struktur
kelompok dan organisasi, karakteristik populasi, adalah faktor-faktor
sosial yang menata perilaku manusia. Kelompok orang tua melahirkan
pola perilaku yang pasti berbeda dengan kelompok anak muda.
•
Lingkungan Psikososial
Lingkungan dalam persepsi kita lazim disebut iklim. Dalam organisasi,
iklim psikososial menunjukan persepsi orang tentang
kebebasan
individual, ketetapan pengawasan, kemungkinan kemajuan, dan tingkat
keakaraban. Pola-pola kebudayaan yang dominan atau ethos, idiologi dan
nilai dalam persepsi anggota masyarakat, mempengaruhi seluruh prilaku
sosial.
•
Stimuli yang mendorong dan memperteguh prilaku
Universitas Sumatera Utara
Situasi yang permisif memungkinkan orang melakukan banyak hal tanpa
harus merasa malu. Sebaliknya, situasi restriktif menghambat orang untuk
berperilaku sekehendak hatinya.
Manusia dapat berperilaku negatif karena beberapa sebab, yaitu
pendidikan yang buruk, undang-undang yang tidak adil, pengangguran dan
kekayaan,kondisi hidup yang sulit, seperti: kefakiran, peperangan,
merebeknya kezahliman, diasingkan atau merasa asing, perselisihan atau
pertikaian social. Dan perbedaan agama, aliran, warna atau ras (Badran,
2005 : 33-34)
II.6 Narapidana
Pengertian narapidana berasal dari dua suku kata yaitu Nara = orang dan
Pidana = hukuman dan kejahatan (pembunuhan, perampokan, pemerkosaan,
narkoba, korupsi dan sebagainya). Jadi pengertian narapidana menurut kamus
besar bahasa Indonesia diartikan sebagai orang hukuman (orang yang menjalani
hukuman) karena melakukan tindak pidana (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2001:612).
Dalam pengertian sehari-hari narapidana adalah orang-orang yang telah
melakukan kesalahan menurut hukum dan harus dimasukkan ke dalam penjara.
Menurut Ensiklopedia Indonesia, status narapidana dimulai ketika terdakwa tidak
lagi dapat mengajukan banding, pemeriksaan kembali perkara atau tidak ditolak
permohonan agrasi kepada presiden atau menerima keputusan hakim pengadilan.
Status terdakwa menjadi status terhukum dengan sebutan napi sampai terhukum
selesai menjalani hukuman (penjara) atau dibebaskan.
Universitas Sumatera Utara
Download