peningkatan motivasi belajar lanjut usia sebagai

advertisement
PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR LANJUT USIA SEBAGAI PROSES
BELAJAR SEPANJANG HAYAT MELALUI PROGRAM PELATIHAN
KREATIF MANDIRI (PKM)
(Studi Kasus pada program pemberdayaan lansia di Lembaga Pendidikan Pemberdayaan
Masyarakat Rumah Belajar Binaan Laboratorium Pendidikan Luar Sekolah Universitas
Pendidikan Iindonesia Kampung Nyingkir, Desa Cihideung, Kecamatan Parongpong
Kabupaten Bandung Barat)
Dr. Jajat S Ardiwinata, M.Pd
Dr. Yanti Shantini, M.Pd
Ade Romi Rosmia, S.Pd
Departemen Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia
Email : [email protected]
[email protected]
[email protected]
Abstrak :
Penilitian ini mengkaji mengenai bagaimana peningkatan motivasi belajar lanjut usia
di LPPM Rumah Belajar Cihideung sebagai proses belajar sepanjang hayat melalaui
program pelatihan kreatif mandiri, responden dalam penelitian ini berjumlah empat orang
yang berasal dari satu orang fasilitator,satu orang penyelenggara dan dua orang peserta
belajar, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif.
Hasil yang diperoleh dari penelitian 1) Faktor Pendorong belajar lanjut usia
dipengaruhi oleh gaya belajar lanjut usia. Motivasi belajar timbul dari faktor instrinsik,
berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan citacita, sedangkan faktor ekstrinsiknya adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif,
dan kegiatan belajar yang menarik. 2) Faktor pendukungInternal diantaranya adalah
dukungan dari keluarga, sikap terbuka yang ditunjukan oleh lingkungan. Faktor
penghambatinternal, faktor penghambat ini berasal dari peserta dilihat dari kesibukan dan
kondisi kesehatan.Faktor Penghambat Eksternal, fasilitator, dukungan dana atau biaya
penyelenggaraan untuk menambah sarana dan prasarana. 3) kompetensi yang dimiliki oleh
peserta belajar adalah Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. Rekomendasi dari
penelitian ini diharapkan adanya identifikasi kembali sasaran sehingga proses
pemberdayaan dapat dilakukan secara meluas.
Kata kunci : Motivasi Belajar, Lanjut Usia, Belajar Sepanjang Hayat
A. PENDAHULUAN
Semua orang akan mengalami proses menjadi tua, dan masa tua merupakan masa
hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik
dan mental. Menurut Iskandar (1997) yang dikutip oleh Suprayogi (2009:3) menyebutkan
bahwa tidak seluruh masyarakat kita mampu memberikan penghargaan dan menghormati
secara wajar keberadaan para lanjut usia. Sehingga muncul penitipan-penitipan lanjut usia di
panti-panti sosial.Proses menjadi tua menggambarkan betapa proses tersebut dapat
diinteferensi sehingga dapat mencapai hasil yang sangat optimal. Secara umum lanjut usia
dalam meniti kehidupannya dapat dikategorikan dalam dua macam sikap. Pertama, masa tua
akan diterima dengan wajar melalui kesadaran yang mendalam, sedangkan yang kedua,
manusia lanjut usia dalam menyikapi hidupnya cenderung menolak datangnya masa tua,
kelompok ini tidak mau menerima realitas yang ada (Hurlock, 1996 : 439), yang berakibat
pada penurunan kualitas hidup baik itu dari kogfnitif maupun spiritual yang semakin lama
menurun akibat dari kondisi fisik yang tidak dapat mendukung proses peningkatan kualitas
hidup individu tersebut, oleh karena itu bagaimana mana masa tua itu dapat disikapi dengan
ikhlas dan penuh manfaat dimana dapat dilakukan memalui proses pembelajaran yang
memang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pada usia lanjut.
Melalui Sentuhan pendidikan dan pelatihan akan membawa manusia pada proses
penyadaran diri bahwa dalam setiap diri individu memiliki potensi yang dimiliki yang harus
dikembangkan melalui rangsangan-rangsangan kesempatan belajar secara mandiri dengan
adanaya pengarahan yang akan berakibat pada perkembangan dan memotivasi kebutuhan
akan belajar sehingga menekan manusia tidak bisa berkembang dan tidak dapat membentuk
karakter yang dimilikinya. Bahkan, kini pendidikan dan pelatihan cenderung dibangun oleh
manusia hanya untuk menguasai manusia lainnya sehingga pendidikan telah berubah wujud
menjadi institusi yang diskriminatif dan eksploitatif. Diskriminatif terhadap agama, ras,
gender maupun kelas sosial. Karena prosesnya telah berubah, pendidikan dan pelatihan
terkadang telah berubah wujud dari cara menuju kritisisme menjadi cara manusia mencari
legitimasi dan justifikasi. Cara manusia bersaing untuk menguasai yang lainnya, yang
seharusnya pendidikan dapat memanusiakan manusia. Sebagai konsekwensi memudarnya
makna pendidikan saat ini, berimbas juga pada ketidakberdayaan pendidikan Indonesia yang
hanya melihat atau memusatkan kajiannya terhadap pendidikan anak usia dini, pemberdayaan
perempuan, sedangkan pendidikan untuk Lanjut Usia sebagai bekal ilmu yang mereka akan
bawa untuk bekal hidupnya sedikit tidak diperhatikan oleh pemerintah.
Jumlah orang lanjut usia (lansia) di Indonesia menduduki nomor empat di dunia,
mencapai sekitar 19 juta jiwa, dan pada tahun 2025 mencapai 34 juta jiwa (data LED-FEUI,
Projektion of Indonesia Population and Labor Force 1995-2025) dari jumlah penduduk di
indonesia mendekati 244.775.796 jiwa pada tahun 2012, prediksi jumlah lansia pada tahun
2020 akan menjadi 11,34% dari jumlah penduduk Indonesia (Depsos RI, 2005: 3).
“Pemerintah berusaha memberikan jaminan kepada lanjut usia,” misalnya berupa subsidi Rp
300 ribu/bulan yang diberikan kepada lanjut usia, tetapi subsidi yang diberikan tidak dapat
memenuhi kehidupan sehari-hari, sehingga muncul lanjut usia yang masih bekerja untuk
menghidupi dirinya sendiri.
Lanjut usia diatas 55 tahun yang masih bekerja di Desa Cihideung menurut data Desa
Cihideung ada 50 orang dari 61 orang secara keseluruhan yang berada dalam Satu RW ,
Pendidikan lanjut usia juga secara keseleruhan hanya mengeyam bangku sekolah dasar,
sebelum mengkuti proses pembelaran di rumah belajar kegiatan sehari-hari lanjut usia adalah
menjadi buruh Kebun atau hanya sekedar mencari ranting untuk kebutuhan sehari-hari, dan
kegiatan keagaman yang dilakukan oleh masing-masing RT, tetapi kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh Rumah Belajar membuat mereka mempunyai keterampilan dengan adanya
keterampilan membuat gelang tasbih, keterampilan memasak, dan meningkatkan kemampuan
Baca, Tulis, dan Hitung (CALISTUNG) pada lanjut usia, dan itu menjadikan Lanjut Usia
Potensial yang merupakan lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa, Program Pemberdayaan lansia yang
dilakukan dirumah belajar dilakukan pada tahun 2010 dengan peserta belajar awal mencapai
30 orang, karena berbagai faktor kesehatan, jarak rumah belajar dan kematian membuat
peserta belajar semakin menurun dan sekarang hanya tersisa 15 orang, proses pembelajaran
yang dilakukan hasil dari identifikasi kebutuhan yang menyebutkan bahwa lanjut usia perlu
memiliki keterampilan sehingga adanya kegiatan lain yang dapat dilakukan di lingkungan
masyarakat, pendidikan yang masih rendah yaitu hampir semua tamatan sekolah dasar, proses
sosialisasi lanjut usia hanya dilakukan dilingkungan keluarga.
Pelaksanaan program pelatihan sebagai satuan Pendidikan Luar Sekolah/ Pendidikan Non
Formal yang profesional merupakan persoalan yang perlu mendapat perhatian. Salah satu
prinsip penting dalam pengelolaan program Pendidikan Luar Sekolah yang profesional adalah
bahawa program harus berbasis pada kebutuhan warga belajar dan relevan dengan
perkembangan masyarakat (Sudjana, 2000: 28). Dengan demikian untuk mengembangkan
program-program pelatihan kreatif mandiri diarahkan pada peningkatan kualitas kehidupan
lanjut usia dalam menghadapi perkembangan jaman dan tantangan hidup.
Pemberdayaan lansia melalui program pelatihan kreatif mandiri adalah sebagai sarana
untuk meningkatkan motivasi belajar dimana dalam pelaksanaannya adanya suatu tindakan
yang membuat lansia mengingiinkan terus belajar dan menghasilkan suatu produk yang dapat
dimanfaatkan oleh mereka. Program PKM ini tidak dibutuhkan banyak pemikiran karena
dilihat dari lanjut usia yang sudah tidak mau lagi mengerjakan hal-hal yang berat dan
memerlukan pemikiran oleh karena itu dalam proses pelaksanaannya disesuaikan dengan
kondisi dan menggunaan strategi dan model pelatihan seperti menggunakan model
pendampingan, sarana penujang yang disesuaikan dengan kondisi lansia, dengan pemberian
keterampilan pada masa lanjut usia akan memberikan kebermaknaan hidup untuk menjadi
manusia yang bermanfaat dalam menghadapi sisa-sisa waktu kehidupan didunia
Menurut Peraturan Pemerintah mengenai Pemberdayaan Lansia Nomor 43 Tahun 2004
Tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia, lanjut usia adalah
mereka yang masih bekerja membantu ekonomi keluarga,dan kondisinya pada saat rata-rata
berada pada ekonomi menengah kebawah.
Permasalahan-permasalahan diatas muncul selain disebabkan adanya tingkat kemiskinan
yang tinggi juga sebagai akibat kontruksi budaya masyarakat khususnya di kehidupan
keluarga. Nilai-nilai kasih sayang hilang, sehingga banyak lansia yang dititipkan di panti
sosial atau pun ditelantarkan begitu saja, pengetahuan dan keterampilan lansia yang rendah
dan faktor ekonomi yang mengharuskan mereka mencari nafkah meskipun hanya dengan
penghasilan yang rendah, Lanjut usiasebagai manusia yang mempunyai hak dan kesempatan
yang sama dalam mengakses pendidikan dan keterampilan.
Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa
Pendidikan Nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/ atau pelengkap pendidikan
formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Peraturan Pemerintah mengenai Pemberdayaan Lansia Nomor 43 Tahun 2004 Tentang
Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia menyebutkan bahwa
Upaya Peningkatan Kesejahateraan Sosial Lanjut Usia adalah serangkaian kegiatan yang
dilaksanakan secara terkoordinasi antara Pemerintah dan masyarakat untuk memberdayakan
lanjut usia agar lanjut usia tetap dapat melaksanakan fungsi sosialnya dan berperan aktif
secara wajar dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Untuk mendukung peningkatan Kesejahteraan Sosial bagi Lanjut Usia yang merupakan
salah satu pendukung keberlangsungan pendidikan sepanjang hayat harus ada tindakan atau
diimplementasikan dalam wujud program bukan hanya sekedar wacana sehingga
permasalahan-permasalahan mengenai pemberdayaan lanjut usia tidak menjadi tanggungan
pemerintah yang semakin tahun terus bertambah, tetapi akan mewujudkan kesadaran pada
berbagai pihak untuk mendukung program pemberdayaan lansia dan meningkatkan motivasi
belajar sebagai peningkatan kualitas kehidupan, Kondisi fisik pada lanjut usia rata-rata sudah
menurun, sehingga dalam kondisi yang sudah tua berbagai macam penyakit sudah siap untuk
menggerogoti mereka.
Dengan demikian di lanjut usia ini terkadang muncul semacam pemikiran bahwa mereka
berada pada sisa umur menunggu datangnya kematian, padahal banyak hal yang dapat
dilakukan dari pada menunggu kematian. Sisa waktu mereka menjadi akan manfaat bagi
orang lain dan dirinya ketika memperoleh keterampilan dan mempunyai semangat untuk
terus belajar karena pendidikan dalam Pendidikan Non Formal itu dapat diperoleh sepanjang
hayat.
B. TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi
mengenai: Faktor atau aspek yang mendorong lanjut usia mengikuti program Pelatihan
Kreatif Mandiri (PKM), Faktor pendukung dan penghambat lanjut usia dalam mengikuti
Kegiatan PKM pada Program Pemberdayaan Lanjut Usia di Rumah Belajar,Kompetensi yang
diperlukan lanjut usia sebagai masyarakat pembelajar
C. LANDASAN TEORI
1. Konsep Motivasi
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang
individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas,
arah, dan ketekunan.Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan
dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi
kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan.
Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama
seseorang dapat mempertahankan usahanya.
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah
perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari
praktik atau penguatan (reinforced practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan
tertentu.
Menurut Uno (2009:31) Motivasi belajar timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat
dan keinginan berhasil dari dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan
faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan
kegiatan belajar yang menarik. Tetapi harus diingat, kedua faktor tersebut disebabkan oleh
rangsangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar yang
lebih giat dan semangat.
Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik
yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan
beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal itu mempunyai peranan besar dalam
keberhasilan seseorang dalam belajar. Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan
sebagai berikut : a). Adanya hasrat dan keinginan berhasil; b). Adanya dorongan dan
kebutuhan dalam belajar; c). Adanya harapan dan cita-cita masa depan; d). Adanya
penghargaan dalam belajar; e). Adanya kegitan yang menarik dalam belajar; f). Adanya
lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang peserta didik dapat
belajar dengan baik.
Sudirman (1992: 84) mengatakan bahwa : Belajar sangat memerlukan adanya
motivasi “motivation is an essential condition of learning”. Hasil belajar akan menjadi
optimal , kalau ada motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula
pelajaran itu. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan insensitas usaha belajar peserta
didik.
Faktor-faktor motivasi belajar yang berpengaruh terhadap pembentukan motivasi belajar
diantaranya: a). Faktor pengetahuan tentang kegunaan belajar; b). Faktor kebutuhan untuk
belajar; c). Faktor kemampuan untuk kegiatan belajar; d). Faktor kesenangan terhadap ide
melakukan kegiatan belajar; e). Faktor pelaksanaan kegiatan belajar; f). Faktor hasil belajar
g). Faktor kepuasan terhadap hasil belajar ; h). Faktor karakteristik pribadi dan lingkungan
Proses pembelajaran yang dilaksanakan di Rumah Belajar khususnya Kegiatan
Pelatihan Kreatif mandiri dalam Program Pemberdayaan Lanjut Usia, dapat memenuhi
kebutuhan seperti kebutuhan sosial dimana semua peserta belajar ada dilingkungan yang
kekeluargaan saling menghormati antara peserta belajar dan fasilitator maupun pengelola,
selanjutnya kebutuhan dalam Prastise dimana adanya pengakuan dari pikah pengelola dan
fasilitator terhadap hasil belajar dengan adanya penghargaan yang bersifat verbal.
2. Konsep Lanjut Usia
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999: 8). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan
menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang
menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono,
1999: 4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga
kelompok yakni :
a. Kelompok lansia dini (55-64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.
b. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
c. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
Menurut Santrock (2002: 190), ada dua pandangan tentang definisi orang lanjut usia
atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan orang Indonesia. Pandangan orang
barat yang tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang sudah berumur 65 tahun
keatas, dimana usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau sudah lanjut.
Sedangkan pandangan orang Indonesia, lansia adalah orang yang berumur lebih dari 60
tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umunya di Indonesia dipakai sebagai usia maksimal
kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : Usia
pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua
(old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
3. Konsep Belajar Sepanjang Hayat
Pendidikan seumur hidup atau life long education merupakan fenomena alamiah dalam
kehidupan manusia. Kenyataan ini menunjukan mengenai pentingnya belajar sepanjang
hayat. (life long learning) dalam kehidupan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan
belajar. Jadi pendidikan seumur hidup disebabkan oleh kebutuhan belajar dan kebutuhan
pendidikan yang terus tumbuh dan berkembang selama alaur kehidupan manusia, dalam arti
belajar tidak ada, putus-putusnya. Belajar sepanjang hayat adalah sebuah model prilaku atau
kebiasaan belajar secara terus menurus sepanjang hayat (Ironside,1989: 15), belajar
sepanjang hayat lebih bersifat intrinsik, karena berkaitan dengan faktor-faktor tuntutan/
permintaan dan sangat tergantung pada motivasi dan kemampuan orang yang belajar.
4. Kompetensi Peserta Belajar Sepanjang Hayat
Dalam Sinopsis Disertasi Pramudia (2012:16) belajar sepanjang hayat memiliki dua
sasaran utama yaitu : (1) sasaran individual, dan (2) sasaran komunal, sasaran individual
belajar spanjang hayat berusaha menumbuhkan manusia atau pembelajar (Learning Person),
atau perencana (Planning Person), atau orang memiliki motivasi tinggi (Motivating Person).
Sedangkan sasaran komunal dari belajar sepanjang hayat adalah masyarakat pembelajar
(Learning Society) atau masyarakat perencana (Planning Society) atau masyarakat Inovatif
(Innovative Society).
Menurut Mazuki et al. (2006:6), mengartikan kompetensi (competency) sebagai
keahlian (expertise) dan kewenangan (authorty) seseorang untuk melakukan tugas atau
pekerjaan dalam jabatan tersentu. Iskandar (2003) mengemukakan bahwa kompetensi adalah
pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaaan berfikit dan
bertindak. Selanjutnya McLagan (2001:31) mengidenyifikasi enam pendekatan berbeda
terhadap definisi kompetensi. Dia mencatat bahwa kompetensi dipandang sebagai tugas
pekerjaan, sebagai hasil usaha kerja, sebagai keluaran (out put), sebagai pengetahuan,
keterampilan dan sikap sebagai mutu yang menjelaskan kinerja superior, dan terakhir sebagai
seperangkat atribut.
Kompetensi yang dikembangkan bagi peserta belajar dalam adalah kompetensi
kepribadian dan kompetensi sosial. Muzaki et al (2006:7-8), membahas kompetensi
kepribadian sebagai kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa, arif, yang berwibawa menjadi teladan bagi semua orang dan berakhlak mulia.
Sedangkan kompetensi sosial berkaitan dengan kemampuan peserta belajar sebagai bagian
dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan semua orang dan
atau masyarakat sekitar.
5. Konsep Pelatihan
Mathis (2002), Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai
kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, proses ini
terikat dengan berbagai tujuan organisasi, pelatihan dapat dipandang secara sempit maupun
luas. Secara terbatas, pelatihan menyediakan para pegawai dengan pengetahuan yang spesifik
dan dapat diketahui serta keterampilan yang digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini.
Terkadang ada batasan yang ditarik antara pelatihan dengan pengembangan, dengan
pengembangan yang bersifat lebih luas dalam cakupan serta memfokuskan pada individu
untuk mencapai kemampuan baru yang berguna baik bagi pekerjaannya saat ini maupun di
masa mendatang.
Simanjuntak (2005) mendefinisikan pelatihan merupakan bagian dari investasi SDM
(human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dan dengan
demikian meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan biasanya dilakukan dengan kurikulum
yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan, diberikan dalam waktu yang relatif pendek,
untuk membekali seseorang dengan keterampilan kerja.
Tujuan Pelatihan
Menurut Moekijat (1991:55) tujuan umum dari pada pelatihan adalah:
a. untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih
cepat dan lebih efektif.
b. untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara
rasional.
c. untuk mengembangkan sikap sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan temanteman pegawai dan dengan manajemen (pimpinan).
6. Belajar mandiri
Belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh motiv untuk
menguasai sesuatu kompetensi dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi
yang telah dimiliki. Penetapan kompetensi sebagai tujuan belajar, dan cara pencapaianya –
baik penetapan waktu belajar, tempat belajar, irama belajar, tempo belajar, cara belajar,
sumber belajar, maupun evaluasi hasil belajar dilakukan oleh pembelajar sendiri. Kegiatan
belajar aktif merupakan yang memiliki cirri keaktifan pembelajar, persistensi, keterarahan,
dan kreatifitas untuk mencapai tujuan. Motif untuk menguasi sesuatu kompetensi adalah
kekuatan mendorong kegiatan belajar secara intensif, persisten, terarah dan keratif.
Kompetensi adalah pengetahuan atau keterampilan yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah. Dengan pengetahuan yang dimiliki pembelajar mengolah informasi yang diperoleh
dari sumber belajar, sehingga menjadi pengetahuan ataupun keterampilan baru yang
dibutuhkannya. Tujuan hingga evaluasi hasil belajar, ditetapkan sendiri oleh pembelajar,
sehingga ia sepenuhnya menjadi pengendali kegiatan belajarnya.
Model belajar Aktif terkait erat dengan motivasi belajar karena adanya hubungan
timbal balik antara kedua hal tersebut, untuk belajar aktif diperlukan motivasi belajar yang
cukup kuat, sebaliknya belajar aktif akan menyebabkan kegiatan belajar menjadi lebih
berhasil dan menyenangkan, sehinga dapat meningkatkan motivasi belajar.
D. METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan
kualitatif.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan obeservasi.
E. HASIL PENELITIAN
1. Motivasi Peserta Belajar Lanjut Usia dalam Mengikuti Kegiatan Pembelajaran
Pelatihan Kreatif Mandiri
Peserta belajar mengikuti program yang diselenggakan kerena keinginan untuk dapat
meningkatkan pengetahuan serta keterampilan, mendapatkan sebuah pengalaman belajar, dan
dapat bersosialisasi dengan peserta belajar lain yang merupakan teman sejawat, yang
ditunjukan oleh kehadiran peserta belajar, saling mengingatkan untuk mengikuti proses
pembelajaran.
Peran fasilitator dan pengelola dapat berpengaruh untuk mendorong motivasi
eksternal peserta belajar itu sendiri, dengan memadukan metode pebelajaran antara ceramah,
simulasi, ice breaking dan praktik, membuat suasana tidah jenuh dalam pembelajaran, dan
peran fasilitator dalam menggunakan pernyataan penghargaan secara verbal terhadap prilaku
baik atau hasil belajar yang bagus, cara ini merupakan cara paling mudah dan efektif.
Pernyataan verbal mengandung makna interaksi dan pengalaman pribadi yang langsung
antara fasilitator dan peserta belajar, dukungan dari pihak keluarga yang memebrikan
bimbingan ketika proses pembelajaran dilakukan di rumah, Sudirman (1992: 84) mengatakan
bahwa belajar sangat memerlukan adanya motivasi. Hasil belajar akan menjadi optimal ,
kalau ada motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran
itu. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan insensitas usaha belajar peserta didik.
Pemberian motivasi yang dilakukan oleh pihak keluarga, fasilitator, maupun pengelola akan
menuju pada keberhasilan peserta didik itu sendiri dan peran motivasi sangat berpengaruh
pada kehidupan lanjut usia seperti yang disebutkan oleh Hurlock (Hurlock, 1980: 380)
terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut usia salah satunya usia lanjut merupakan periode
kemunduran, kemunduran terjadi pada lanjut usia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi memiliki peran
yang penting dalam kemunduran pada lansia. Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila
memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang kuat maka
kemunduran itu akan lama terjadi.
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Peserta Belajar Lanjut Usia dalam mengikuti
Kegiatan Pelatihan Kreatif Mandiri
Berdasarkan hasil temuan dilapangan dapat disimpulkan bahwa faktor pendukung dari
apa yang dirasakan lanjut usia adalah fasilitator yang mempunyai kompetensi dan
pengalaman. Kompetensi andragogis yang dimiliki adalah fasilitator mampu menciptakan
suasana belajar dan kondusif dan menyesuaiakan proses pembelajaran dengan kondisi peserta
didik seperti jam pembelajaran yang tidak terlalu lama, memberikan rangsangan-rangsangan
sebelum memulai pembelajaran, belajar dari pengalaman-pengalaman yang diungkapkan
peserta belajar. Kompetensi sosial yang dimiliki adalah fasilitator dapat menciptakan suasana
kekeluargaan dengan peserta belajar dan lingkungan sekitar. Kompetensi pribadi yang
ditunjukan adalah sikap santun dan sopan terhadap peserta belajar. Kompetensi akademik
yang dimiliki oleh fasilitator adalah kemampuan menyampaikan materi dan menggunakan
media pembelajaran serta mengajarkan keterampilan., dan kompetensi-kompetensi fasilitator
dan pengelola tersebut diperoleh dari pengalaman dan proses pendidikan yang dijalani,
karena menurut Zainudin (1994: 4) yang menyatakan bahwa orang yang dewasa memiliki
pengalaman. Oleh karena itu, orang lanjut usia dapat dijadikan sumber belajar dengan
pengalaman-pengalamannya, dan yang menumbuhkan pengalaman peserta belajar
dibutuhkan peran fasilitator yang mempunyai kompetensi-kompetensi tersebut.
Metode belajar di disisipkan games atau ice breaking untuk membuat proses
pembelajaran tidak membosankan dan membuat hubungan belajar seperti tidak mendikte
membuat rasa nyaman dan kedekatan tersebut memudahkan peserta belajar dalam memahami
materi yang dibelajarkan. Adanya sarana pendukung proses pembelajaran, lanjut usia
diberikan seperti kacamata untuk memudahkan dalam proses membaca ataupun pembelajaran
yang lainnya, serta dukungan dari pihak keluarga yang memberikan bimbingan belajar atau
menjadi fasilitator peserta belajar ketika berada dilingkungan keluarga, masyarakat yang ikut
berparisipasi dalam setiap program yang dilaksanakan di Rumah Belajar, serta perhatian yang
diberikan oleh pengelola dan fasilitator pada setiap peserta belajar, karena menurut Zaenudin
(1994: 9) menyatakan bahwa peserta didik harus merasakan kebutuhan belajar dan
lingkungan belajar yang ditandai dengan keadaan fisik yang menyenangkan, saling
menghormati, saling membantu dan mempunyai kebebasan untuk mengemukakan
pendapatnya.
Adapun faktor penghambatnya adalah biaya penyelenggaraan program ini merupakan
biaya swadaya atau dianggarkan dari kegiatan lain yang mendapatkan bantuan dari
pemerintah pusat sehingga memerlukan dukungan dana yang tetap untuk keberlangsungan
kegiatan dan fasilitas serta sarana yang semakin hari akan terus bertambah kebutuhannnya
karena menurt (Rohani dan Ahmadi, 1992: 154). Fasilitas yang ada merupakan faktor penting
dalam memaksimalkan program.
Kondisi atau penyesuaian fasilitator terhadap jadwal pembelajaran dan status sebagai
mahasisawa, serta kondisi peserta belajar yang masih bekerja sebagai buruh atau petani, yang
berpengaruh pada waktu atau pelaksanaan kegiatan dan gangguan kesehatan yang dirasakan
oleh peserta belajar, karena menurut (Nawawi, 1989: 130) bahwa penghambatan dalam
proses pembelajaran datang dari fasilitator sendiri, dari peserta didik, lingkungan keluarga
ataupun karena faktor fasilitas.
3. Kompetensi yang Diperlukan Peserta Belajar Lanjut Usia sebagai Pembelajar
Sepanjang Hayat
Kompetensi yang dikembangkan bagi peserta belajar dalam adalah kompetensi
kepribadian dan kompetensi sosial. Muzaki et al (2006: 7-8), membahas kompetensi
kepribadian sebagai kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa, arif, yang berwibawa menjadi teladan bagi semua orang dan berakhlak mulia.
Sedangkan kompetensi sosial berkaitan dengan kemampuan peserta belajar sebagai bagian
dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan semua orang dan
atau masyarakat sekitar.
Berdasarkan hasil temuan dilapangan menunjukan bahwa peserta belajar menunjukan
kepribadian yang mantap dan stabil dengan tidak pernah bermasalah dalam norma hukum
yang ada dimasyarakat tidak ada catatan hukum yang tertera pada biodata peserta belajar
(Riwayat hidup), mengikuti proses pembelajaran dengan konsisten yaitu selalau hadir dalam
setiap kegiatan proses pembejaran. Rangsangan seperti penghargaan Verbal yang di berikan
oleh fasilitator menjadi daya pemacu peserta belajar untuk bisa menunjukan diri bahwa
peserta belajar mampu mengikuti pembelajaran dan ada rasa bangga sebagai warga belajar
dan itu mendorong peserta belajar yang lain untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Peserta belajar mempu menerima pengetahuan baru dan ketika diadakan pelatihan antusis
muncul dengan peningkatan peserta belajar yang hadir itu menunjukan bahwa peserta belajar
mampu menerima pengetahuan baru.
Peserta belajar selalu bertanya kepada fasilitator dan kepada peserta belajar lain ketika
tidak bisa melakukan pekerjaannya dan memberikan pendapat untuk proses pembelajaran
selanjutnya, yang menunjukan bahwa adanya proses interaksi secara verbal yang dilakukan
oleh peserta belajar kepada fasilitator, peserta belajar pada pengelola, maupun diantara
peserta belajar. Kemandirian yang ditunjukan adalah keadaan kesehatan lanjut usia yang
menjadi faktor penghambat tidak menghalangi langkah peserta belajar untuk melangkahkan
kakinya belajar di Rumah Belajar tanpa didampingi oleh keluarga, tetapi ketika ada
penugasan dirumah peserta belajar dengan sendirinya menggunakan waktu senggang dan
ketika dirumah yang menjadi fasilitator adalah kelurga peserta belajar sendiri, karena
kemandirian pada usia lanjut merupakan kesiapan individu lanjut usia dalam melakukan
kegiatannya dan siap menyelasaikan masalah-masalah yang dihadapi, siap mengambil
keputusan sendiri.
Pada penelitian ini menunjukan bahwa pada sasaran individu pengelola dan fasilitator
menumbuhkan individu-individu menjadi seorang pembelajar yang mau terus belajar dan
memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru untuk menunjang kehidupannya serta
memberikan rangsangan-rangsangan dalam pembelajaran seperti penghargaaan verbal.
Metode pembelajaran yang menyenangkan membuat hubungan yang baik dengan peserta
belajar sehigga memunculkan motivasi belajar lanjut usia untuk dapat terus belajar.
Sedangkan pada sasaran komunikal dengan adanya interaksi yang baik tidak menjadi peserta
belajar sebagai murid tetapi menjadikan mereka sebagai teman, memberikan penghargaan
atau pengakuan bahwa mereka merupakan bagian dari lanjut usia yang berhak mendapatkan
pendidikan.
Pendidikan sepanjang hayat menegaskan bahwa saat manusia untuk mengalami
pendidikan adalah selama hidupnya atau sepanjang jaga, tujuan pendidikan sepanjang hayat
adalah tidak hanya sekedar perubahan melainkan untuk tercapainya kepuasan setiap orang
yang melakukannya. Fungsi pendidikan sepanjang hayat adalah sebagai kekuatan motivasi
bagi peserta didik agar dapat melakukan kegiatan belajar berdasarkan dorongan dan swa
arah atau diarahkan atau diarahkan oleh dirinya sendiri (Self directed learning) dengan cara
berpikir dan berbuat di dalam dan terhadap dunia kehidupannya.
Dengan demikian dorongan-dorongan yang timbul dari dalam diri lanjut usia untuk
melakukan kegiatan belajar selama hayatnya merupakan esensi pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan sepanjang hayat menitik beratkan pada motivasi seseorang atau kelompok untuk
memperoleh pengalaman belajar secara berkelanjutan (Sudjana 2000: 219).
F. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Motivasi Peserta Belajar Lanjut Usia dalam Mengikuti Kegiatan Pembelajaran
Pelatihan Kreeatif Mandiri
Dilihat dari hasil penelitian bahwa lanjut usia mendapatkan motivasi-motivasi sebagai
pendorong untuk mengikuti Program PKM diantaranya :
a. Motivasi belajar yang timbul dari faktor instrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil
atau keinginan untuk bisa, mendapatkan sebuah pengalaman belajar, dan dapat
bersosialisasi dengan peserta belajar lain yang merupakan teman sejawat faktor
ekstrinsiknya adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar
yang menarik. Faktor motivasi motivasi tersebut disebabkan oleh rangsangan dari pihak
individu atau peserta belajar itu sendiri dan dari pihak fasilitator serta dari pihak pengelola
Rumah Belajar.
b. Faktor pendorong belajar lanjut usia dalam mengikuti program PKM juga dipengaruhi
oleh gaya belajar lanjut usia itu yang dapat disimpulkan sebagai gaya belajar yang unik
dimana kebutuhan dan minat materi belajar diawali dengan pengalaman-pengalaman
warga belajar, serta ciri khas dari peserta belajar lanjut usia adalah daya nalar yang harus
diberikan kekuatan dan kesabaran untuk mengungkapkan pengalaman-pengalamannya.
2. Faktor Pendukung dan Penghambat PesertaLanjut Usia dalam Mengikuti Kegiatan
Pelatihan Kreatif Mandiri
Beberapa faktor yang dapat mendukung atau bahkan menghambat baik secara internal
maupun eksternal, dan pada lanjut usia dalam mengikuti kegiatan PKM yang dilaksanakan di
Rumah Belajar terdapat foaktor pendukung dan penghambat diantaranya : Faktor pendukung:
(1). Internal adalah didukung oleh pengelola dan fasilitator yang terdiri koordinator program
atau penanggung jawab program dan tiga fasilitator yang berasal dari mahasiswa Pendidikan
Luar Sekolah, dan kemampuan atau kompetensi yang dimiliki oleh fasilitator adalah
Kompetensi andragogis dimana fasilitator mampu menciptakan suasana belajar yang
kondusif. Kompetensi sosial dimana fasiliator dapat menciptakan suasana kekeluargaan
dengan peserta belajar dan lingkungan sekitar. Kompetensi pribadi yang ditunjukan fasilitator
dan pengelola adalah sifat santun dan sopan terhadap peserta belajar. Kompetensi akademik
kemampuan dalam menyampaikan materi dan menggunakan media pembelajran serta
mengajarkan keterampilan. Adanya pemberian dukungan penunjang pembelajaran seperti
kaca mata yang membantu peserta belajar dalam proses pembelajaran. (2). Eksternal
diatanranya adalah dukungan dari keluarga. Dukungan dari pihak keluarga menjadi salah satu
dorongan peserta belajar untuk terus mengikuti pembelajaran dan sikap terbuka yang
ditunjukan oleh lingkungan sekitar membuat nyaman dalam proses pembelajaran.
Faktor penghambat : (1). Internal faktor penghambat ini berasal dari peserta belajar
itu sendiri yang dapat dilihat dari kesibukan dan kondisi kesehatan yang semakin tua akan
semaking menurun. (2) Eksternal, fasilitator kadang kala terlambat sedangkan peserta belajar
sudah siap untuk belajar, dukungan dana atau biaya penyelenggaraan program ini untuk
keberlangsungan kegiatan dan menambah sarana belajar yang baru.
3. Kompetensi yang Diperlukan Peserta Belajar Lanjut Usia sebagai Pembelajar
Sepanjang Hayat
Kompetensi yang dibutuhkan lanjut usia dikatakan sebagai pembelajar sepanjang
hayat adalah kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial yang diantaranya mencakup
kompetensi kepribadian adalah mempunyai (1). Kepribadian yang mantap dan stabil
ditunjukan dengan tidak pernah bermasalah dalam norma hukum yang ada dimasyarakat,
mengikuti proses pembelajaran dan adanya rasa bangga sebagai peserta belajar. (2)
Mendewasa dan mandiri ditunjukan dengan sikap saling menghargai antar peserta belajar,
kepada fasilitator, konsisten untuk terus mengikuti pembelajaran, hadir tepat waktu, dan
meluangkan waktu belajar dirumah. (3) Bersikap arif ditunjukan dengan terbuka dengan
pengatahuan baru dan antusias ketika mengikuti proses pembelajaran.
Kompetensi sosial yang terlihat diantaranya (1) Berkomunikasi dan bergaul secara
efektif (2) Berkomunikasi dan bermintra dengan sesama pembelajar, fasilitator, dan lapisan
masyarakat sesuai dengan kebudayaan sekitar. yaitu dengan adanya proses interaksi secara
verbal yang dilakukan oleh peserta belajar pada fasilitator, peserta belajar pada pengelola,
maupun dianatara peserta belajar.
Pendidikan sepanjang hayat berorientasi pada terjadinya proses perubahan sikap dan
prilaku peserta didik kearah mendewasa yang senantiasa mengembangkan potensi diri dan
berupaya mencapai kepuasan diri dalam kehidupan yang baik dan bermakna bagi dirinya dan
lingkungannya. Itu terjadi pada proses kempetensi kepribadian yang menunbuhkan sikap
mendewasa lanjut usia yang selalu mau mencoba dalam pembelajaran, adanya kedisiplinan
waktu dalam mengikuti proses pembelajaran. Terbentuknya pola belajara dilingkungan
keluarga, dan terciptanya keadaan saling membelajarkan satu sama lain yang tercatum dalam
kompetensi sosial yang timbul.
G. DAFTAR PUSTAKA
A.M. Sardiman. (1992). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: CV.Rajawali.
Hardywinoto, Setiabudi, T., (1999).Panduan Gerontologi Tinjauan dari berbagai Aspek.
Jakarta:PT Gramedia.
Hurlock, Elizabeth.,(1996). Psikologi Perkembangan: Suatu Kehidupan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Edisi kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Mathis, dan Jackson, (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi pertama, Cetakan
Pertama, Yogyakarta : Salemba Empat.
Moekijat, (1991).Latihan dan Pengembangan Layanan Pegawai, Bandung, Mandar Maju.
Santrock. J. W. (2002). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup.(edisi kelima)
Jakarta: Erlangga
Simanjuntak, Payaman J.( 2005). Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta: FE UI.
Sudjana (2000).Pendidikan Luar Sekolah, Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falsafah, teori
pendukung, Asas.Bandung : Falah Production.
Suprayogi,U .(2009). Pendidikan Bagi Masyarakat Lanjut Usia.bandung : Rizqi Press
Uno,B.(2009),Teori Motivasi dan Pengukurannya.Jakarta :Bumi Aksara
Usman, Marzuki et.al., ABC (1994) Pasar Modal Indonesia, Jakarta: LPPI/ IBI.
Sumber Lain :
Peraturan Pemerintah mengenai Pemberdayaan Lansia Nomor 43 Tahun 2004 Tentang
Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia
Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1991 tentang pendidikan Non Formal
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003. Jakarta : Depdiknas
Sumber Internet :
http://kulpulan-materi.blogspot.com/2012/01/pengertian-ciri-ciri-karakteristik-pada.html
dikutip tanggal : 18 Oktober 2011
http://irwantra.comli.com/wp-content/uploads/2011/02/Mitsubishi.swf dikutip tanggal:18
Oktober 2011
http://iwanbudianto.com/2010/05/13/teori-motivasi/dikutip tanggal: 18 Oktober 2011
http://www.paudni.kemdikbud.go.id/dikmas/index.php/pembelajaran-pesertadidik/pendidikan-kecakapan-dan-pengasuhan-lansia.html dikutip tanggal : 20 oktober
2012
Download