peraturan pemerintah republik indonesia nomor

advertisement
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 100 TAHUN 2012
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2011
TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
: a. bahwa pengaturan mengenai pelaksanaan pembangunan
dan pengoperasian Kawasan Ekonomi Khusus dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus belum
mengatur
secara
rinci
mengenai
pelaksanaan
pembangunan dan pengoperasian Kawasan Ekonomi
Khusus dengan memberikan pilihan-pilihan tata cara
pembangunan dan pengoperasian Kawasan Ekonomi
Khusus;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 2
Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi
Khusus;
Mengingat
: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5066);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG
PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS.
Pasal I . . .
-2Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2
Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi
Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5186), diubah sebagai berikut:
1. Penjelasan Pasal 12 ayat (2) huruf g dan huruf h diubah
sebagaimana tercantum dalam penjelasan Peraturan
Pemerintah ini.
2. Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 31
Pembangunan KEK dibiayai dari:
a. Badan Usaha;
b. kerjasama pemerintah, pemerintah provinsi dan/atau
pemerintah kabupaten/kota dengan Badan Usaha;
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan/atau
d. sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Di antara Pasal 33 dan Pasal 34 disisipkan 1 (satu) Pasal
yakni Pasal 33A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 33A
(1)
Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan
Badan Usaha, Badan Usaha pengusul ditetapkan
sebagai Badan Usaha untuk membangun KEK oleh:
a. pemerintah provinsi dalam hal lokasi KEK berada
pada lintas wilayah kabupaten/kota; atau
b. pemerintah kabupaten/kota dalam hal lokasi KEK
berada dalam satu wilayah kabupaten/kota,
dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh)
hari sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah
tentang KEK dimaksud.
(2)
Dalam penetapan sebagai Badan Usaha untuk
membangun KEK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Badan Usaha pengusul sekaligus ditetapkan
sebagai Badan Usaha pengelola KEK.
(3) Badan . . .
-3(3)
Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
bertanggung jawab atas pembiayaan pembangunan
dan pengelolaan KEK.
4. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 34
(1)
Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan
pemerintah kabupaten/kota, penetapan Badan Usaha
untuk membangun KEK dilakukan oleh pemerintah
kabupaten/kota secara terbuka dan transparan
berdasarkan:
a. ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pengadaan barang/jasa pemerintah dalam
hal pembangunan KEK dibiayai dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota;
atau
b. ketentuan
sebagaimana
tercantum
dalam
lampiran Peraturan Pemerintah ini dalam hal
pembangunan KEK dibiayai dari kerjasama
pemerintah
kabupaten/kota
dengan
Badan
Usaha.
(2)
Dalam penetapan Badan Usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, Badan Usaha yang
ditetapkan sebagai pembangun sekaligus ditetapkan
sebagai Badan Usaha pengelola.
5. Di antara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 2 (dua) Pasal
yakni Pasal 34A dan Pasal 34B sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 34A
(1)
Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan
pemerintah provinsi, penetapan Badan Usaha untuk
membangun KEK dilakukan oleh pemerintah provinsi
secara terbuka dan transparan berdasarkan:
a. ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pengadaan barang/jasa pemerintah dalam
hal pembangunan KEK dibiayai dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi; atau
b. ketentuan . . .
-4b. ketentuan
sebagaimana
tercantum
dalam
lampiran Peraturan Pemerintah ini dalam hal
pembangunan KEK dibiayai dari kerjasama
pemerintah provinsi dengan Badan Usaha.
(2)
Dalam hal penetapan Badan Usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, Badan Usaha
pembangun sekaligus ditetapkan sebagai Badan
Usaha pengelola.
Pasal 34B
(1)
Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan
kementerian/lembaga pemerintah non kementerian,
penetapan Badan Usaha untuk membangun KEK
dilakukan oleh kementerian/lembaga pemerintah non
kementerian
secara
terbuka
dan
transparan
berdasarkan:
a. ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pengadaan barang/jasa pemerintah dalam
hal pembangunan KEK dibiayai dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara; atau
b. ketentuan
sebagaimana
tercantum
dalam
lampiran Peraturan Pemerintah ini dalam hal
pembangunan KEK dibiayai dari kerjasama
kementerian/lembaga
pemerintah
non
kementerian dengan Badan Usaha.
(2)
Dalam hal penetapan Badan Usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, Badan Usaha
pembangun sekaligus ditetapkan sebagai Badan
Usaha pengelola.
6. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 35
(1)
Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33A
melaksanakan
pembangunan
KEK
dan
pengelolaan KEK berdasarkan perjanjian dengan
pemerintah
provinsi
atau
pemerintah
kabupaten/kota.
(2) Perjanjian . . .
-5(2)
Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat:
a. lingkup pekerjaan;
b. jangka waktu;
c. penyelesaian perselisihan; dan
d. pemutusan atau pengakhiran perjanjian.
7. Di antara Pasal 35 dan Pasal 36 disisipkan 3 (tiga) Pasal
yakni Pasal 35A, Pasal 35B, dan Pasal 35C sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 35A
(1)
Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (1) huruf a melaksanakan pembangunan KEK
berdasarkan perjanjian pengadaan barang/jasa
pemerintah.
(2)
Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (2) melaksanakan pembangunan KEK dan
pengelolaan KEK berdasarkan perjanjian dengan
pemerintah kabupaten/kota.
Pasal 35B
(1)
Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34A ayat (1) huruf a melaksanakan pembangunan
KEK berdasarkan perjanjian pengadaan barang/jasa
pemerintah.
(2)
Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34A ayat (2) melaksanakan pembangunan KEK dan
pengelolaan KEK berdasarkan perjanjian dengan
pemerintah provinsi.
Pasal 35C
(1)
Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34B ayat (1) huruf a melaksanakan pembangunan
KEK berdasarkan perjanjian pengadaan barang/jasa
pemerintah.
(2)
Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34B ayat (2) melaksanakan pembangunan KEK dan
pengelolaan KEK berdasarkan perjanjian dengan
kementerian/lembaga pemerintah non kementerian.
8. Ketentuan . . .
-68. Ketentuan Pasal 47 ditambah 1 (satu) ayat yakni ayat (4)
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47
(1)
Badan
Usaha
pengelola
KEK
menyelenggarakan kegiatan usaha KEK.
bertugas
(2)
Badan Usaha pengelola KEK sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berbentuk:
a. Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik
Daerah;
b. Badan Usaha koperasi;
c. Badan Usaha swasta; atau
d. Badan Usaha patungan antara swasta dan/atau
koperasi dengan Pemerintah, pemerintah provinsi,
dan/atau pemerintah kabupaten/kota.
(3)
Badan Usaha pengelola KEK sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan pada masa pelaksanaan
pembangunan KEK dan paling lambat sebelum KEK
dinyatakan siap beroperasi oleh Dewan Nasional.
(4)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
berlaku bagi KEK yang diusulkan oleh Badan Usaha
yang penetapannya sebagai Badan Usaha pengelola
dilakukan bersamaan dengan penetapan Badan
Usaha pembangun KEK sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33A ayat (2) dan KEK yang
pembangunan dan pengelolaannya dilakukan dengan
mekanisme kerjasama antara pemerintah dengan
Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (2), Pasal 34A ayat (2), dan Pasal 34B ayat (2).
9. Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 48
(1)
Penetapan Badan Usaha pengelola dilakukan oleh
pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi,
dan
kementerian/lembaga
pemerintah
non
kementerian sesuai dengan kewenangannya dengan
berpedoman pada:
a. ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pengelolaan barang milik negara/daerah;
atau
b. ketentuan . . .
-7b. ketentuan
sebagaimana
tercantum
lampiran Peraturan Pemerintah ini.
(2)
dalam
Dalam hal barang milik negara/daerah berupa KEK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengelolaannya
akan
dilakukan
oleh
Badan
Usaha
Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah, dapat dilakukan
dengan mekanisme penyertaan modal negara/daerah
kepada suatu Badan Usaha Milik Negara/Badan
Usaha Milik Daerah.
10. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 49
(1)
Badan Usaha pengelola sebagaimana dimaksud
dalam pasal 48 ayat (1) melaksanakan pengelolaan
KEK berdasarkan perjanjian pengelolaan KEK yang
ditandatangani bersama antara Badan Usaha dengan
pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi,
atau
kementerian/lembaga
pemerintah
non
kementerian sesuai dengan kewenangannya.
(2)
Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit memuat:
a. lingkup pekerjaan;
b. jangka waktu;
c. standar kinerja pelayanan;
d. sanksi;
e. pelaksanaan pelayanan KEK dalam hal terjadi
sengketa;
f. pemutusan
perjanjian
oleh
pemerintah
kabupaten/kota,
pemerintah
provinsi,
atau
kementerian/lembaga
pemerintah
non
kementerian dalam hal tertentu;
g. manajemen operasional KEK;
h. pengakhiran perjanjian;
i. pertanggungjawaban terhadap barang milik
negara/daerah;
j. serah terima aset atau infrastruktur oleh Badan
Usaha pengelola kepada kementerian/lembaga
pemerintah
non
kementerian,
pemerintah
provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota setelah
kerjasama pengelolaan berakhir; dan
k. kesanggupan penyediaan ruang kantor untuk
kegiatan pelayanan kepabeanan dan cukai.
(3) Dalam . . .
-8(3)
Dalam hal pengelolaan KEK dilakukan oleh Badan
Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang
dilakukan dengan mekanisme penyertaan modal
negara/daerah kepada suatu Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2), pengelolaan KEK
tidak memerlukan perjanjian pengelolaan KEK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
11. Ketentuan Pasal 52 diubah dan disisipkan 1 (satu) ayat
yakni ayat (3a) sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 52
(1)
Berdasarkan
hasil
evaluasi
Dewan
Kawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Dewan
Nasional
melakukan
penilaian
terhadap
operasionalisasi KEK.
(2)
Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Dewan Nasional dapat:
a. memberikan arahan kepada Dewan Kawasan
untuk peningkatan kinerja operasionalisasi KEK;
b. melakukan pemantauan terhadap operasionalisasi
KEK; dan/atau
c. memberikan rekomendasi mengenai langkah
tindak lanjut operasionalisasi KEK berupa:
1. pemutusan perjanjian pengelolaan KEK dalam
hal Badan Usaha pengelola ditetapkan sesuai
dengan ketentuan Pasal 47 ayat (3);
2. perbaikan manajemen operasional KEK dalam
hal Badan Usaha pengelola merupakan Badan
Usaha pengusul sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33A ayat (2) atau Badan Usaha yang
melakukan kerjasama antara pemerintah dan
Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 ayat (2), Pasal 34A ayat (2), dan Pasal
34B ayat (2); atau
3. pengusulan pencabutan penetapan KEK.
(3)
Rekomendasi pemutusan perjanjian pengelolaan KEK
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c angka 1
disampaikan oleh Dewan Nasional kepada Dewan
Kawasan, apabila Badan Usaha pengelola:
a. tidak memenuhi standar kinerja pelayanan;
b. dinyatakan . . .
-9b. dinyatakan pailit;
c. melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin
usaha dan izin lain yang diberikan; dan/atau
d. mengajukan permohonan pemberhentian sebagai
Badan Usaha pengelola KEK.
(3a) Rekomendasi perbaikan manajemen operasional KEK
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c angka 2
disampaikan oleh Dewan Nasional kepada Dewan
Kawasan, apabila Badan Usaha pengelola:
a. tidak memenuhi standar kinerja pelayanan;
dan/atau
b. melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin
usaha dan izin lain yang diberikan.
(4)
Rekomendasi
pencabutan
penetapan
KEK
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c angka 3
disampaikan oleh Dewan Nasional kepada Presiden
apabila dalam pengoperasian KEK:
a. tidak dilakukan perbaikan kinerja setelah
dilakukan
langkah-langkah
sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) atau ayat (3a);
b. terjadi dampak negatif skala luas terhadap
lingkungan di sekitarnya;
c. menimbulkan gejolak sosial ekonomi bagi
masyarakat di sekitarnya; dan/atau
d. terjadi pelanggaran hukum di KEK.
12. Ketentuan Pasal 53 ayat (3) diubah dan ditambah satu
ayat yakni ayat (4) sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 53
(1)
Apabila status Badan Usaha pengelola dicabut,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota,
atau
kementerian/lembaga
pemerintah
non
kementerian melakukan proses penetapan Badan
Usaha pengelola yang baru dalam waktu paling lama
30 (tiga puluh) hari kerja setelah pencabutan Badan
Usaha pengelola.
(2) Selama . . .
- 10 -
(2)
Selama jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pengelolaan
KEK
sementara
dilakukan
oleh
pemerintah
provinsi/lembaga
pemerintah
non
kementerian sampai dengan penetapan Badan Usaha
pengelola yang baru.
(3)
Dalam hal status Badan Usaha pengelola dicabut,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota,
atau
kementerian/lembaga
pemerintah
non
kementerian melakukan proses penetapan Badan
Usaha pengelola yang baru sesuai dengan ketentuan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan
Pemerintah ini.
(4)
Selama belum ditetapkannya Badan Usaha pengelola
yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pengelolaan KEK dilakukan oleh Administrator.
13. Ketentuan mengenai Tata Cara Pengadaan Badan Usaha
Pembangun dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus
Dalam Rangka Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah,
pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota
dengan Badan Usaha sebagaimana tercantum dalam
Lampiran, diubah menjadi ketentuan mengenai Tata Cara
Penetapan Badan Usaha Pembangun dan/atau Pengelola
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan
Pemerintah ini.
Pasal II
Peraturan Pemerintah
diundangkan.
ini
mulai
berlaku
pada
tanggal
Agar . . .
- 11 Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan
Peraturan
Pemerintah
ini
dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Desember 2012
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 3 Desember 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 263
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Perekonomian,
Lydia Silvanna Djaman
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 100 TAHUN 2012
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2011
TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS
I.
UMUM
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus mengatur mengenai
pengusulan KEK, penetapan KEK, pembangunan KEK, pengelolaan KEK,
dan evaluasi pengelolaan KEK dalam rangka mempercepat pembangunan
perekonomian nasional melalui pengembangan KEK yang memiliki
keunggulan geoekonomi dan geostrategis yang dipersiapkan untuk
memaksimalkan kegiatan pengolahan ekspor, logistik, industri,
pengembangan teknologi, pariwisata, energi, dan ekonomi lain yang
memiliki nilai ekonomi tinggi.
Dalam rangka memberikan kemudahan dalam pengusulan Kawasan
Ekonomi Khusus yang dapat diusulkan oleh Badan Usaha, pemerintah
kabupaten/kota, pemerintah provinsi, atau kementerian/lembaga
pemerintah non kementerian, seluruh dokumen pengusulan harus jelas
bagi pengusul sehingga dapat dilengkapi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Kawasan yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus harus
segera dibangun oleh pengusul yang pelaksanaan pembangunannya
dilakukan oleh Badan Usaha pembangun yang ditetapkan oleh
pemerintah
kabupaten/kota,
pemerintah
provinsi,
atau
kementerian/lembaga pemerintah non kementerian. Dalam hal pengusul
adalah Badan Usaha, pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus
dilaksanakan oleh Badan Pengusul tersebut yang ditetapkan oleh
pemerintah provinsi dalam hal lokasi Kawasan Ekonomi Khusus berada
pada lintas wilayah kabupaten/kota atau pemerintah kabupaten/kota
dalam hal lokasi Kawasan Ekonomi Khusus berada dalam satu wilayah
kabupaten/kota. Untuk pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus yang
berasal dari usulan pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi,
atau kementerian/lembaga pemerintah non kementerian, penetapan
Badan . . .
-2Badan
Usaha
pembangun
dilakukan melalui prinsip terbuka
dan transparan, mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pengadaan barang/jasa pemerintah atau ketentuan mengenai
kerjasama pemerintah dengan swasta.
Pelaksanaan pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus didasarkan pada
perjanjian antara Badan Usaha pengelola dengan pemerintah
kabupaten/kota, pemerintah provinsi, atau kementerian/lembaga
pemerintah non kementerian. Dalam hal Kawasan Ekonomi Khusus yang
ditetapkan berdasarkan usulan Badan Usaha, lingkup perjanjian
pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus antara Badan Usaha dengan
pemerintah
kabupaten/kota,
pemerintah
provinsi,
atau
kementerian/lembaga pemerintah non kementerian sifatnya lebih
sederhana dan tidak perlu memuat ketentuan pemutusan perjanjian,
pertanggungjawaban terhadap barang milik negara/daerah, dan serah
terima aset atau infrastruktur.
Berdasarkan hal tersebut di atas, perlu untuk mengubah beberapa
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g . . .
-3Huruf g
Yang dimaksud dengan “peta detail lokasi” adalah
peta yang mencakup delineasi (batas-batas
kawasan),
luasan
kawasan,
serta
dapat
menunjukan akses lokasi KEK yang diusulkan.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “peraturan zonasi” adalah
ketentuan
yang
mengatur
persyaratan
pemanfaatan
ruang
dan
ketentuan
pengendaliannya dan disusun untuk setiap zona
peruntukan yang penetapan zonanya dilakukan
dengan rencana rinci tata ruang.
Rencana rinci tata ruang dimaksud merupakan
rencana
pengembangan
Kawasan
Ekonomi
Khusus.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6 . . .
-4Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.
Angka 10
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “dalam hal tertentu”
antara lain:
a. Badan Usaha tidak memenuhi standar kinerja
pelayanan;
b. Badan Usaha dinyatakan pailit;
c. Badan Usaha melakukan kegiatan yang
menyimpang dari izin usaha dan izin lain yang
diberikan;
d. Badan
Usaha
mengajukan
permohonan
pemberhentian
sebagai
Badan
Usaha
pengelola KEK; dan/atau
e. pencabutan penetapan KEK oleh Pemerintah.
Huruf g . . .
-5Huruf g
Yang dimaksud dengan “manajemen operasional
KEK” dalam ketentuan ini misalnya adalah
peningkatan kapasitas sumber daya manusia,
perbaikan sistem, dan peningkatan kualitas
peralatan.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 11
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Yang
dimaksud
dengan
“manajemen
operasional KEK” dalam ketentuan ini
misalnya adalah peningkatan kapasitas
sumber daya manusia, perbaikan sistem, dan
peningkatan kualitas peralatan.
Angka 3
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
-6Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (3a)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 12
Cukup jelas.
Angka 13
Cukup jelas.
Pasal II
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5371
LAMPIRAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 100 TAHUN 2012
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR
2
TAHUN
2011
TENTANG
PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS
TATA CARA PENETAPAN BADAN USAHA
PEMBANGUN DAN/ATAU PENGELOLA
A.
Perencanaan Pengadaaan
1.
Menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian/gubernur/
bupati/walikota membentuk Panitia Pengadaan.
2.
Anggota Panitia Pengadaan terdiri dari unsur-unsur yang memahami:
a. tata cara pengadaan;
b. substansi pekerjaan/kegiatan yang bersangkutan;
c. hukum perjanjian;
d. aspek teknis; dan
e. aspek keuangan.
3.
Jadwal pelaksanaan: penyusunan jadwal pelaksanaan pengadaan
harus memberikan alokasi waktu yang cukup untuk semua tahapan
proses pengadaan.
4.
Perkiraan Biaya Investasi harus dilakukan dengan cermat.
5.
Dokumen pelelangan umum paling kurang memuat:
a. undangan kepada para peserta lelang;
b. instruksi kepada peserta lelang yang paling kurang memuat:
1) umum yang terdiri atas lingkup pekerjaan, sumber dana,
persyaratan dan kualifikasi peserta lelang, jumlah dokumen
penawaran yang disampaikan, dan peninjauan lokasi kerja;
2) isi dokumen pelelangan umum, penjelasan isi dokumen
pelelangan umum, dan perubahan isi dokumen pelelangan
umum;
3) persyaratan bahasa yang digunakan dalam penawaran,
penulisan biaya investasi, mata uang, masa berlaku
penawaran, surat jaminan penawaran, bentuk penawaran,
dan penandatanganan surat penawaran;
4) cara penyampulan dan penandaan sampul penawaran, batas
akhir waktu penyampaian penawaran, perlakuan terhadap
penawaran yang terlambat, serta larangan untuk perubahan
dan penarikan penawaran yang telah masuk; dan
5) prosedur . . .
-2-
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
B.
5) prosedur pembukaan penawaran, kerahasiaan dan larangan,
klarifikasi dokumen penawaran, pemeriksaan kelengkapan
dokumen penawaran, koreksi aritmatik, konversi ke dalam
mata uang tunggal, sistem evaluasi penawaran meliputi
kriteria, formulasi dan tata cara evaluasi, serta penilaian
preferensi biaya investasi,
rancangan perjanjian kerjasama;
spesifikasi teknis dan gambar;
bentuk surat penawaran;
bentuk kerjasama;
bentuk surat jaminan penawaran;
bentuk surat jaminan pelaksanaan; dan
metode penyampaian dokumen penawaran.
Pelaksanaan Pengadaan
1.
Pengumuman dan Pendaftaran Peserta:
a. Panitia Pengadaan harus mengumumkan secara luas tentang
adanya pelelangan umum;
b. isi pengumuman paling kurang memuat:
1) nama dan alamat menteri/kepala lembaga pemerintah non
kementerian/gubernur/bupati/walikota
yang
akan
mengadakan pelelangan umum;
2) uraian singkat mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan;
3) perkiraan nilai investasi;
4) syarat-syarat peserta lelang; dan
5) tempat, tanggal, hari, dan waktu untuk mengambil dokumen
pelelangan umum, dan
c. agar pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat
mencapai sasaran secara luas, efisien, dan tepat sesuai dengan
jangkauan masyarakat dan Badan Usaha yang dituju, maka
pengumuman lelang/prakualifikasi menggunakan surat kabar
dan siaran radio pemerintah daerah/swasta yang mempunyai
jangkauan pembaca dan pendengar nasional/internasional.
2.
Prakualifikasi, mencakup penilaian terhadap:
a. perizinan Badan Usaha;
b. kewenangan untuk menandatangani kontrak secara hukum;
c. status hukum Badan Usaha, dalam arti Badan Usaha tidak dalam
pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak
sedang dihentikan, dan/atau tidak sedang menjalani sanksi
pidana;
d. pengalaman dalam proyek kerjasama sejenis;
e. kemampuan menyediakan fasilitas dan peralatan serta personil;
f. laporan keuangan yang telah diaudit yang meliputi 3 (tiga) tahun
buku terakhir;
g. surat . . .
-3g. surat dukungan keuangan dari bank; dan
h. ketersediaan peralatan khusus, tenaga ahli spesialis yang
diperlukan, atau pengalaman tertentu, untuk pekerjaan
khusus/spesifik/teknologi tinggi.
3.
Tata Cara Prakualifikasi:
a. pengumuman prakualifikasi untuk pelelangan umum;
b. pendaftaran dan pengambilan dokumen prakualifikasi;
c. penyampaian dokumen prakualifikasi oleh peserta lelang;
d. evaluasi dan klarifikasi dokumen prakualifikasi;
e. penetapan daftar peserta lelang yang lulus prakualifikasi oleh
Panitia Pengadaan;
f. pengesahan hasil prakualifikasi oleh Panitia Pengadaan;
g. pengumuman hasil prakualifikasi;
h. pengajuan keberatan oleh peserta lelang yang tidak lulus
prakualifikasi kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah,
apabila ada;
i. penelitian dan tindak lanjut atas sanggahan terhadap hasil
prakualifikasi;
j. evaluasi
ulang
oleh
Panitia
Pengadaan
apabila
sanggahan/keberatan penyedia barang/jasa terbukti benar dan
pengumuman hasil evaluasi ulang;
k. apabila peserta lelang yang lulus prakualifikasi kurang dari 3
(tiga) maka dilakukan pengumuman dan proses prakualifikasi
ulang dengan mengundang peserta lelang yang baru; dan
l. apabila setelah pengumuman lelang/prakualifikasi diulang,
ternyata tidak ada tambahan calon peserta lelang yang baru atau
keseluruhan peserta lelang masih kurang dari 3 (tiga) peserta,
yaitu:
1) dalam hal peserta lelang berjumlah 2 (dua) maka Panitia
Pengadaan melanjutkan proses pelelangan umum; dan
2) dalam hal peserta lelang hanya 1 (satu) ditetapkan sebagai
penawar tunggal.
4.
Penyusunan
Daftar
Peserta,
Penyampaian
Undangan,
dan
Pengambilan Dokumen Pelelangan Umum:
a. daftar peserta lelang yang akan diundang harus disahkan oleh
menteri/kepala
lembaga
pemerintah
non
kementerian/gubernur/bupati/walikota;
b. semua calon peserta lelang yang tercatat dalam daftar peserta
lelang harus diundang untuk mengambil dokumen pelelangan
umum; dan
c. peserta lelang yang diundang berhak mengambil dokumen
pelelangan umum dari Panitia Pengadaan.
5. Penjelasan . . .
-45.
Penjelasan Lelang (Aanwijzing):
a. penjelasan lelang dilakukan di tempat dan pada waktu yang
ditentukan, dihadiri oleh para peserta lelang yang terdaftar dalam
daftar peserta lelang;
b. ketidakhadiran peserta lelang pada saat penjelasan lelang tidak
dapat dijadikan dasar untuk menolak/menggugurkan penawaran;
c. dalam acara penjelasan pelelangan umum, harus dijelaskan
kepada peserta mengenai:
1) metode pelelangan;
2) cara penyampaian penawaran;
3) dokumen
yang
harus
dilampirkan
dalam
dokumen
penawaran;
4) acara pembukaan dokumen penawaran;
5) metode evaluasi;
6) hal-hal yang menggugurkan penawaran;
7) bentuk perjanjian kerjasama; dan
8) besaran, masa berlaku, dan pihak yang dapat mengeluarkan
jaminan penawaran,
d. apabila dipandang perlu, Panitia Pengadaan dapat memberikan
penjelasan lanjutan dengan cara melakukan peninjauan
lapangan;
e. pemberian penjelasan mengenai pasal-pasal dokumen pelelangan
umum yang berupa pertanyaan dari peserta dan jawaban dari
Panitia Pengadaan serta keterangan lain termasuk perubahannya
dan peninjauan lapangan, harus dituangkan dalam Berita Acara
Penjelasan (BAP) yang ditandatangani oleh Panitia Pengadaan dan
minimal 1 (satu) wakil dari peserta yang hadir, dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari dokumen pelelangan umum;
dan
f. apabila dalam BAP sebagaimana dimaksud pada huruf e terdapat
hal-hal/ketentuan baru atau perubahan penting yang perlu
ditampung, maka Panitia Pengadaan harus menuangkan ke
dalam adendum dokumen pelelangan umum.
6.
Penyampaian dan Pembukaan Dokumen Penawaran
a. metode penyampaian dokumen penawaran menggunakan metode
2 (dua) sampul, yaitu sampul I berisi dokumen penawaran
administrasi dan teknis, dan sampul II berisi dokumen
penawaran finansial, kemudian kedua sampul tersebut
dimasukkan ke dalam 1 (satu) sampul penutup dan disampaikan
secara bersamaan kepada Panitia Pengadaan;
b. metode penyampaian dan cara pembukaan dokumen penawaran
harus mengikuti ketentuan yang dipersyaratkan dalam dokumen
pelelangan umum;
c. metode . . .
-5c. metode penyampaian dokumen penawaran dan jangka waktu
penyampaian dokumen penawaran harus dijelaskan pada waktu
acara pemberian penjelasan;
d. Panitia Pengadaan menentukan tempat, tanggal, dan waktu
penerimaan dokumen penawaran;
e. dokumen penawaran harus disampaikan langsung kepada Panitia
Pengadaan pada tempat, tanggal, dan waktu yang telah
ditentukan;
f. tidak diperkenankan mengubah waktu penutupan penyampaian
dokumen penawaran;
g. pada akhir batas waktu penyampaian dokumen penawaran,
Panitia Pengadaan membuka rapat pembukaan dokumen
penawaran, menyatakan di hadapan para peserta lelang bahwa
saat pemasukan dokumen penawaran telah ditutup sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan, serta menolak dokumen
penawaran yang terlambat dan/atau tambahan dokumen
penawaran, kemudian membuka dokumen penawaran yang
masuk;
h. pembukaan dokumen penawaran:
1) Panitia Pengadaan meminta kesediaan paling sedikit 2 (dua)
wakil dari peserta lelang yang hadir sebagai saksi. Apabila
tidak terdapat saksi dari peserta lelang yang hadir, Panitia
Pengadaan menunda pembukaan kotak/tempat pemasukan
dokumen penawaran sampai dengan waktu tertentu yang
telah ditentukan Panitia Pengadaan. Setelah sampai pada
batas waktu yang ditentukan, wakil peserta lelang tetap tidak
ada yang hadir, acara pembukaan kotak/tempat pemasukan
dokumen penawaran dilakukan dengan disaksikan oleh 2
(dua) orang saksi di luar Panitia Pengadaan yang ditunjuk
secara tertulis oleh Panitia Pengadaan;
2) Panitia Pengadaan meneliti isi kotak/tempat pemasukan
dokumen penawaran dan menghitung jumlah sampul
penawaran yang masuk (tidak dihitung surat pengunduran
diri);
3) pembukaan dokumen penawaran dilakukan sesuai dengan
ketentuan yang telah diatur dalam dokumen pelelangan;
4) Panitia
Pengadaan
memeriksa,
menunjukkan,
dan
membacakan di hadapan para peserta lelang mengenai
kelengkapan dokumen penawaran, yang terdiri atas:
a) surat penawaran yang di dalamnya tercantum masa
berlaku penawaran tetapi tidak tercantum biaya investasi;
b) jaminan penawaran asli; dan
c) dokumen penawaran teknis dan dokumen pendukung
lainnya yang diisyaratkan dalam dokumen pelelangan
umum.
5) Panitia . . .
-65) Panitia Pengadaan dapat menggugurkan penawaran pada
waktu pembukaan penawaran, jika penyampaian dan
kelengkapan dokumen penawaran tidak sesuai dengan
dokumen pelelangan;
6) Panitia Pengadaan segera membuat Berita Acara Pembukaan
Penawaran (BAPP) terhadap semua penawaran yang masuk;
7) setelah dibacakan dengan jelas, BAPP ditandatangani oleh
anggota Panitia Pengadaan yang hadir dan 2 (dua) orang wakil
peserta lelang yang sah yang ditunjuk oleh para peserta lelang
yang hadir. Dalam hal hanya ada 1 (satu) penawaran, BAPP
ditandatangani oleh Panitia Pengadaan yang hadir, wakil
peserta lelang, dan 2 (dua) orang saksi yang ditunjuk oleh
Panitia Pengadaan; dan
8) BAPP dibagikan kepada wakil peserta lelang yang hadir tanpa
dilampiri dokumen penawaran.
7.
Evaluasi Penawaran dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah
diatur dalam dokumen pelelangan.
8.
Pembuatan Berita Acara Hasil Pelelangan:
a. Panitia Pengadaan membuat kesimpulan dari hasil evaluasi yang
dituangkan dalam Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP). BAHP
memuat hasil pelaksanaan pelelangan, termasuk cara penilaian,
rumus-rumus yang digunakan, sampai dengan penetapan urutan
pemenangnya berupa daftar peserta lelang. BAHP ditandatangani
oleh ketua dan semua anggota Panitia Pengadaan atau paling
sedikit dua pertiga dari jumlah anggota Panitia;
b. BAHP bersifat rahasia sampai dengan saat penandatanganan
kontrak;
c. BAHP harus memuat hal-hal sebagai berikut:
1) nama semua peserta lelang dan harga penawaran dan/atau
harga penawaran terkoreksi, dari masing-masing peserta
lelang;
2) metode evaluasi yang digunakan;
3) rumus yang dipergunakan;
4) keterangan-keterangan lain yang dianggap perlu mengenai hal
ikhwal pelaksanaan pelelangan;
5) tanggal dibuatnya berita acara serta jumlah peserta lelang
yang lulus dan tidak lulus pada setiap tahapan evaluasi;
6) penetapan urutan dari 1 (satu) calon pemenang dan 2 (dua)
cadangan:
a) apabila tidak ada penawaran yang memenuhi syarat,
BAHP harus mencantumkan pernyataan bahwa pelelangan
umum dinyatakan gagal, dan dilakukan pelelangan ulang;
b) apabila . . .
-7b) apabila peserta lelang yang memenuhi syarat hanya 2
(dua) penawar, maka ditetapkan urutan dari 1 (satu) calon
pemenang dan 1 (satu) cadangan; dan
c) apabila peserta lelang yang memenuhi syarat hanya 1
(satu) penawar, maka dalam BAHP dicantumkan bahwa
penawar tersebut ditetapkan sebagai calon penawar
tunggal,
7) Pelelangan ulang sebagaimana dimaksud dalam butir 6 akan
dilakukan setelah menteri/kepala lembaga pemerintah non
kementerian, gubernur, atau bupati/walikota mengadakan
evaluasi terhadap dokumen pelelangan.
9.
Penetapan Pemenang Lelang:
a. Panitia Pengadaan menetapkan calon pemenang lelang
berdasarkan hasil evaluasi;
b. Panitia Pengadaan membuat dan menyampaikan laporan kepada
menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian, gubernur,
atau bupati/walikota untuk menetapkan pemenang lelang,
laporan tersebut disertai usulan calon pemenang dan penjelasan
atau keterangan lain yang dianggap perlu sebagai bahan
pertimbangan untuk mengambil keputusan;
c. menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian, gubernur,
atau bupati/walikota menetapkan pemenang lelang berdasarkan
usulan dari Panitia Pengadaan;
d. data pendukung yang diperlukan untuk menetapkan pemenang
lelang adalah:
1) dokumen pelelangan umum, beserta adendum (bila ada);
2) Berita Acara Pembukaan Penawaran (BAPP);
3) Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP);
4) ringkasan proses pelelangan dan hasil pelelangan; dan
5) dokumen penawaran dari calon pemenang lelang dan
cadangan calon pemenang yang telah diparaf Panitia
Pengadaan dan 2 (dua) wakil peserta lelang,
e. apabila terjadi keterlambatan dalam menetapkan pemenang
lelang dan mengakibatkan penawaran/jaminan penawaran habis
masa berlakunya, maka dilakukan konfirmasi kepada seluruh
peserta lelang untuk memperpanjang surat penawaran dan
jaminan
penawaran.
Calon
pemenang
lelang
dapat
mengundurkan diri tanpa dikenakan sanksi.
10. Penetapan Penawar Tunggal:
a. Panitia Pengadaan membuat dan menyampaikan laporan kepada
menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian, gubernur,
atau bupati/walikota mengenai calon penawar tunggal;
b. menteri . . .
-8b. menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian, gubernur,
atau bupati/walikota memerintahkan Panitia Pengadaan untuk
melaksanakan negosiasi dengan calon penawar tunggal;
c. Panitia Pengadaan melaksanakan negosiasi dengan calon
penawar tunggal dengan mengacu kepada dokumen pelelangan
umum dan Biaya Investasi;
d. apabila pelaksanaan negosiasi dengan calon penawar tunggal
mengakibatkan penawaran/jaminan penawaran akan habis masa
berlakunya, maka calon penawar tunggal harus segera
memperpanjang surat penawaran dan jaminan penawaran
sebelum berakhir masa berlakunya;
e. Panitia Pengadaan membuat dan menyampaikan Berita Acara
Hasil Negosiasi (BAHN) dan keterangan lainnya kepada
menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian, gubernur,
atau bupati/walikota;
f. menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian, gubernur,
atau bupati/walikota dapat menolak atau menyetujui hasil
pelaksanaan negosiasi berdasarkan pada suatu alasan yang wajar
dan dapat dipertanggungjawabkan;
g. dalam hal menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian,
gubernur, atau bupati/walikota menolak hasil pelaksanaan
negosiasi, maka proses pengadaan diulang;
h. dalam hal menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian,
gubernur, atau bupati/walikota menyetujui hasil pelaksanaan
negosiasi, menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian,
gubernur, atau bupati/walikota menetapkan calon penawar
tunggal sebagai pemenang; dan
i. data pendukung yang diperlukan untuk menetapkan pelaksanaan
negosiasi adalah:
1) dokumen pelelangan umum, beserta adendum (bila ada);
2) BAPP;
3) BAHP; dan
4) ringkasan proses pelelangan dan hasil pelelangan.
11. Pengumuman Pemenang Lelang atau Penawar Tunggal Pemenang
lelang atau penawar tunggal diumumkan dan diberitahukan oleh
Panitia Pengadaan kepada para peserta lelang paling lambat 2 (dua)
hari kerja setelah diterimanya surat penetapan pemenang lelang atau
penawar tunggal dari menteri/kepala lembaga pemerintah non
kementerian, gubernur, atau bupati/walikota.
12. Sanggahan Peserta Lelang:
a. kepada peserta lelang yang berkeberatan atas penetapan
pemenang lelang atau penawar tunggal diberikan kesempatan
untuk mengajukan sanggahan secara tertulis, selambatlambatnya dalam jangka waktu yang memadai;
b. sanggahan . . .
-9b. sanggahan disampaikan kepada menteri/kepala lembaga
pemerintah non kementerian, gubernur, atau bupati/walikota,
disertai bukti-bukti terjadinya penyimpangan; dan
c. sanggahan diajukan oleh peserta lelang baik secara sendirisendiri maupun bersama dengan peserta lelang lain.
13. Penerbitan Surat Penetapan Pemenang Lelang:
a. menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian, gubernur,
atau bupati/walikota menerbitkan Surat Penetapan Pemenang
Lelang sebagai pelaksana Proyek Kerjasama, dengan ketentuan:
1) tidak ada sanggahan dari peserta lelang; atau
2) sanggahan
yang
diterima
pejabat
yang
berwenang
menetapkan dalam masa sanggah ternyata tidak benar, atau
sanggahan diterima melewati waktu masa sanggah,
b. peserta lelang yang ditetapkan sebagai pemenang wajib menerima
keputusan tersebut. Apabila yang bersangkutan mengundurkan
diri dan masa penawarannya masih berlaku maka pengunduran
diri tersebut hanya dapat dilakukan berdasarkan alasan yang
dapat diterima secara obyektif oleh menteri/kepala lembaga
pemerintah non kementerian, gubernur, atau bupati/walikota,
dengan ketentuan bahwa jaminan penawaran peserta lelang
menjadi barang milik negara;
c. terhadap pemenang mengundurkan diri dengan alasan yang tidak
dapat diterima dan masa penawarannya masih berlaku, di
samping jaminan penawaran yang bersangkutan menjadi Barang
Milik Negara, pemenang tersebut juga dikenakan sanksi berupa
larangan untuk mengikuti kegiatan pelelangan umum untuk
Proyek Kerjasama selama 2 (dua) tahun;
d. apabila pemenang lelang urutan pertama yang ditetapkan sebagai
pemenang mengundurkan diri, maka penetapan dapat dilakukan
kepada calon pemenang lelang urutan kedua (jika ada), dengan
ketentuan:
1) penetapan pemenang lelang urutan kedua tersebut harus
terlebih dahulu mendapat penetapan menteri/kepala lembaga
pemerintah non kementerian, gubernur, atau bupati/walikota;
dan
2) masa penawaran calon pemenang lelang urutan kedua masih
berlaku atau sudah diperpanjang masa berlakunya,
e. apabila calon pemenang lelang urutan kedua juga mengundurkan
diri, maka penetapan pemenang dapat dilakukan kepada calon
pemenang urutan ketiga (jika ada) dengan ketentuan:
1) penetapan pemenang lelang tersebut harus terlebih dahulu
mendapat penetapan menteri/kepala lembaga pemerintah non
kementerian, gubernur, atau bupati/walikota;
2) masa berlakunya penawaran calon pemenang lelang urutan
ketiga masih berlaku atau sudah diperpanjang;
3) jaminan . . .
- 10 3) jaminan penawaran dari pemenang lelang urutan kedua
menjadi barang milik negara; dan
4) apabila calon pemenang kedua mengundurkan diri, dengan
alasan yang tidak dapat diterima, dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam butir 13 huruf c di atas,
f. apabila calon pemenang ketiga mengundurkan diri, dengan
alasan yang tidak dapat diterima, maka dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam butir 13 huruf c di atas. Kemudian
Panitia Pengadaan melakukan pelelangan ulang, dengan
ketentuan bahwa jaminan penawaran dari calon pemenang lelang
urutan ketiga menjadi barang milik negara;
g. Surat Penetapan Pemenang Lelang harus dibuat paling lambat 5
(lima) hari kerja setelah pengumuman penetapan pemenang
lelang dan segera disampaikan kepada pemenang lelang; dan
h. salah satu tembusan dari Surat Penetapan Pemenang Lelang
disampaikan (tanpa lampiran perjanjian/kontrak) paling kurang
kepada unit pengawasan internal.
14. Penerbitan Surat Penetapan Penawar Tunggal:
a. menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian, gubernur,
atau bupati/walikota menerbitkan Surat Penetapan Penawar
Tunggal sebagai pelaksana Proyek Kerjasama, dengan ketentuan:
1) tidak ada sanggahan dari peserta lelang; atau
2) sanggahan yang diterima pejabat yang berwenang dalam masa
sanggah ternyata tidak benar, atau sanggahan diterima
melewati waktu masa sanggah;
b. penawar tunggal yang ditetapkan sebagai pelaksana Proyek
Kerjasama wajib menerima keputusan tersebut. Apabila yang
bersangkutan mengundurkan diri dan masa penawarannya masih
berlaku maka pengunduran diri tersebut hanya dapat dilakukan
berdasarkan alasan yang dapat diterima secara obyektif oleh
menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian, gubernur,
atau bupati/walikota, dengan ketentuan bahwa jaminan
penawaran penawar tunggal tersebut menjadi barang milik
negara;
c. terhadap penawar tunggal yang mengundurkan diri dengan
alasan yang tidak dapat diterima dan masa penawarannya masih
berlaku, di samping jaminan penawaran yang bersangkutan
menjadi Barang Milik negara, penawar tunggal tersebut juga
dikenakan sanksi berupa larangan untuk mengikuti kegiatan
pelelangan umum untuk Proyek Kerjasama selama 2 (dua) tahun;
d. jika penawar tunggal mengundurkan diri, Panitia Pengadaan
dapat melakukan pelelangan ulang;
e. surat . . .
- 11 e. surat penetapan penawar tunggal harus dibuat paling lambat 5
(lima) hari kerja setelah pengumuman penetapan penawar
tunggal dan segera disampaikan kepada penawar tunggal; dan
f. salah satu tembusan dari Surat Penetapan Penawar Tunggal
disampaikan (tanpa lampiran perjanjian/kontrak) paling kurang
kepada unit pengawasan internal.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Perekonomian,
Lydia Silvanna Djaman
Download