PERANAN BIOCHAR DALAM MENINGKATKAN KESUBURAN TANAH Oleh : Elviwirda I. PENDAHULUAN Program intensifikasi tanaman pangan yang menggunakan pupuk kimia dalam jumlah besar dan dalam jangka waktu lama serta kurangnya memperhatikan penggunaan bahan organik dalam sistem produksi pertanian telah mengakibatkan terganggunya keseimbangan hara tanah yang berakibat terhadap penurunan produktivitas sumberdaya penggunaan pupuk kimia lahan. telah Disisi lain menyebabkan peningkatan terjadinya pencemaran lingkungan. Selain itu, khususnya lahan sawah dapat menurunkan kandungan C organik tanah. Untuk meningkatkan kandungan karbon di tanah dalam budidaya pertanian yang sering dilakukan adalah dengan melakukan penanaman tanaman penutup tanah, penggunaan mulsa, pemberian kompos atau pupuk kandang. Penggunaan bahan-bahan ini dapat memperbaiki produktivitas tanah, memasok hara ke tanaman, mempercepat siklus nutrisi melalui biomassa mikroba, dan menahan pupuk mineral yang diberikan ke tanah. Namun, keuntungan pembenah tanah seperti ini bersifat jangka pendek, terutama di daerah tropis seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh cepatnya proses dekomposisi bahan organik tersebut. Oleh sebab itu penambahan bahan organik ke tanah perlu dilakukan setiap tahun untuk mempertahankan kesuburan tanah. Sementara biochar (Biomassa Charcoal) dapat mengatasi beberapa keterbatasan dalam pengelolaan karbon. Beberapa hasil penelitian menunjukkan biochar dapat menambah kelembaban tanah dan kesuburan lahan pertanian (Warta Penelitian dan Pengembangan mengalami Pertanian, pelapukan 2009). lanjut Selain sehingga itu apabila biochar tidak diaplikasikan didalam tanah, dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama sampai berjuta-juta tahun. Di Indonesia potensi penggunaan biochar cukup besar, mengingat bahan baku seperti residu kayu, tempurung kelapa, dan sekam padi cukup tersedia. II. Manfaat Biochar dalam Meningkatkan Kesuburan Tanah Biochar merupakan arang kayu yang berpori (porous), bila digunakan sebagai suatu pembenah tanah dapat mengurangi jumlah CO2 dari udara. Biochar dapat menyediakan habitat bagi mikroba tanah, tapi tidak dikonsumsi dan umumnya biochar yang diaplikasikan dapat tinggal dalam tanah selama ratusan tahun. Dalam jangka panjang biochar tidak mengganggu keseimbangan karbon-nitrogen dan dapat menahan dan menjadikan air dan nutrisi lebih tersedia bagi tanaman. Bila digunakan sebagai pembenah tanah bersama pupuk organik dan anorganik, biochar dapat meningkatkan produktivitas serta retensi dan ketersediaan hara bagi tanaman (Gani, 2009). Biochar lebih efektif dalam retensi hara dan ketersediaannya bagi tanaman dibanding bahan organik lain seperti kompos atau pupuk kandang, hal ini juga berlaku bagi hara P yang tidak diretensi oleh bahan organik biasa. Biochar lebih persisten dalam tanah dibanding bahan organik lain, karena itu semua manfaat yang berhubungan dengan retensi hara dan kesuburan tanah dapat berjalan lebih lama dibanding bentuk bahan organik lain yang biasa diberikan. Penggunaan biochar dalam pembangunan pertanian akan memberikan manfaat ganda berupa perbaikan produktivitas lahan dan tanaman serta mengurangi emisi CO 2 ke udara serta meningkatkan daya pengikat gas rumah kaca (Gani, 2009). Potensi biochar sebagai pembenah tanah selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah dapat pula sebagai sumber utama bahan untuk konservasi karbon organik di dalam tanah. Penambahan biochar ke tanah meningkatkan ketersediaan kation utama dan fosfor, total N dan kapasitas tukar kation tanah (KTK) yang pada akhirya meningkatkan hasil. Peran biochar terhadap peningkatan produktivitas tanaman dipengaruhi oleh jumlah yang ditambahkan (Gani, 2010). Sementara setelah melalui proses produksi yang memenuhi persyaratan, biochar mengandung sekitar 50% karbon yang ada dalam bahan dasar. Sedangkan bahan organik yang terdekomposisi secara biologi biasanya mengandung karbon kurang dari 20% setelah 5-10 tahun dan bahan organik apabila dibakar hanya meninggalkan 3 % karbon. Biochar ini tidak dapat dikatakan sebagai pupuk organik, karena biochar tidak dapat menambah unsur hara dari kandungan yang terdapat didalamnya, hanya kapasitas tukar kation (KTK) pada biochar ini tinggi sehingga mampu mengikat kation-kation tanah yang dapat dimanfaatkan bagi pertumbuhan tanaman. Berbagai hasil penelitian menunjukkan, biochar berpotensi untuk memperbaiki kesuburan tanah. Manfaat biochar terletak pada dua sifat utamanya, yaitu mempunyai daya serap hara yang tinggi dan persisten dalam tanah serta sebagai bahan amelioran tanah bukan sebagai pupuk. Biochar mirip dengan arang dilihat dari bentuk dan warnanya yang hitam (Gani, 2009). Menurut Steiner et al. (2007) biochar sebagai bahan pembenah tanah memiliki sifat rekalsitran, lebih tahan terhadap oksidasi dan lebih stabil dalam tanah sehingga memiliki pengaruh jangka panjang terhadap perbaikan kualitas kesuburan tanah (Corganik tanah dan KTK). Biochar mempunyai waktu tinggal dalam tanah cukup lama, sehingga penggunaan biochar sebagai pembenah tanah selain memperbaiki sifat fisiko-kimia tanah juga dapat merupakan penyimpan karbon yang baik. Pengkayaan tanah akan karbon melalui penambahan biochar berpengaruh positif terhadap sifat tanah antara lain stabilitas agregat tanah, KTK tanah, kandungan C-organik tanah, retensi air dan hara. Menurut Nisa (2010), Pemanfaatan biochar di bidang pertanian adalah kecendrungannya berkaitan dengan unsur hara dan persistensinya yang tinggi. Penelitian menunjukkan, semua jenis bahan organik yang ditambahkan ke tanah dapat meningkatkan fungsi tanah tersebut retensi beberapa unsur hara esensial bagi pertumbuhan tanaman. Aplikasi biochar jauh lebih efektif meningkatkan retensi hara bagi tanaman dibanding bahan organik lain, seperti kompos atau pupuk kandang dan biochar juga lebih persisten dalam tanah. Oleh sebab itu, semua manfaat yang berhubungan dengan retensi hara dan kesuburan tanah dapat berjalan lebih lama dibanding bahan organik lainnya. Selain itu periode persistensi yang lama di tanah juga menjadikan biochar layak dipilih untuk menekan dampak pemanasan global. Ketersedian hara yang cukup bagi tanaman merupakan dampak dari bertambahnya nutrisi secara langsung dari biochar dan meningkatkan retensi hara, di samping perubahan dinamika mikroba tanah. Rondon et al. (2007) melaporkan bahwa biochar juga menyediakan media tumbuh yang baik bagi berbagai mikroba tanah. Keuntungan jangka panjang dari aplikasi biochar bagi ketersediaan hara tanaman berhubungan dengan stabilisasi karbon organik yang lebih tinggi dibanding bahan organik yang biasa digunakan dalam budidaya pertanian. Hasil penelitian Nisa (2010) menunjukkan bahwa tanah yang diberikan perlakuan biochar 10 ton ha-1 dapat menaikkan nilai pH tanah dari kondisi awal 6,78 menjadi 7,40 atau naik 9,14%. Menurut Lehmann ( 2007) semua bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah nyata meningkatkan berbagai fungsi tanah tak terkecuali retensi berbagai unsur hara esensial bagi pertumbuhan tanaman Asai et al. (2009) pada MH 2007 juga telah menguji pengaruh pemberian biochar terhadap sifat tanah dan hasil gabah padi gogo di Laos bagian utara. Pemberian biochar sebanyak 16 ton/ha meningkatkan konduktivitas hidraulik tanah lapisan atas. Pada tanah dengan ketersediaan P yang rendah biochar dapat meningkatkan hasil gabah. Di samping itu, respon terhadap takaran pemupukan N meningkat dengan penambahan biochar. Pengaruh biochar terhadap produktivitas tanaman bergantung pada jumlah yang ditambahkan. Dengan pemberian 0,4-8,0 t C/ha pada berbagai tanaman terjadi peningkatan produktivitas yang nyata berkisar antara 20-220%, dengan produksi biomassa mencapai 120-320% dibanding kontrol (Lehmann et al. 2006). Kimetu et al. (2008) menyimpulkan bahwa pemberian biochar ke tanah yang paling terdegradasi lebih efektif meningkatkan hasil. Hal ini menunjukkan adanya manfaat biochar yang berhubungan dengan bertambahnya ketersediaan air tanah, penetrabilitas atau dinamika mikroba tanah. Pada tanah yang sangat terdegradasi, penambahan biochar meningkatkan hasil jagung dari sekitar 3 menjadi 6 t/ha. Proses Pembuatan Biochar Biochar merupakan kayu dan limbah pertanian mengalami pembakaran dalam keadaan tanpa oksigen akan dihasilkan 3 substansi, yaitu; a) bio-gas dan hidrogen, keduanya dapat dijadikan bahan bakar hayati, b) bio-oil yang dapat diperbaharui, dan c) arang (char), yang sebagian besarnya terdiri dari kandungan karbon bahan dasar yang digunakan. Biochar dapat dihasilkan dari sistem pirolisis atau gasifikasi. Pada sistem pirolisis biochar yang dihasilkan sebagian besarnya dalam ketiadaan oksigen dan paling sering dengan sumber panas dari luar, sedangkan pada gasifikasi hanya sedikit biochar yang dihasilkan. Produksi biochar yang optimal adalah pada keadaan tanpa oksigen. Bahan dasar yang digunakan dalam pirolisis dapat berupa berbagai jenis dan bentuk biomasa. Residu biomasa pertanian atau kehutanan, termasuk potongan kayu, tempurung kelapa, tongkol jagung, sekam padi atau kulit buah kacang-kacangan, kulit-kulit kayu, sisa-sisa usaha perkayuan, limbah industri tebu, sisa-sisa usaha penyulingan, serta bahan organik daur-ulang lainnya. Pada saat ini residu tanaman paling potensial untuk pembuatan biochar dalam sistem usahatani berbasis padi adalah sekam padi (Gadde et al., 2007). Menurut Lehmann dan Rondon (2006) pada percobaan laboratorium dan kegiatan komersial sekitar 54 % dari karbon yang ada dalam bahan dasar ditemui dalam biochar, sedangkan dengan menggunakan peralatan sederhana hanya sekitar 30 sampai 40 %. Pembuatan biochar di bidang pertanian yang dilakukan petani dengan membakar potongan bahan organik memerlukan ketrampilan khusus. Namun, para petani yang biasa membuat arang dapat mengusahakan agar arang yang dihasilkan lebih banyak. Pengarangan bahan organik secara sederhana bisa dilakukan dengan kearifan lokal yang sudah berkembang di kalangan petani. Pada kondisi produksi terkontrol, karbon di dalam biomasa diikat dalam biochar dengan hasil samping berupa bio-energi dan bio-oil. Secara teoritis, didalam biochar akan tersimpan sampai sebesar 50 % dari karbon bahan baku dalam bentuk struktur arang kayu yang porous sedang sisanya akan terikat sebagai bioenergi dan bio-oil. Walaupun secara teknis tak mungkin menangkap 100 % dari biomasa karbon karena energi juga digunakan dan hilang dalam proses produksi, proses produksi biochar yang optimal secara kasarnya dapat mengikat separo dari biomasa karbon dalam biochar dan separo sebagai bioenergi. Efisiensi konversi C dari biomasa menjadi biochar ini sangat tergantung pada tipe dari bahan dasar dan proses produksi. Sistem produksi pirolisis dan gasifikasi dapat dijalankan melalui unit-unit yang mobile atau menetap. Sistem pirolisis dan gasifikasi skala kecil yang dapat digunakan di lapang atau industri kecil tersedia secara komersil dengan input biomasa berkapasitas 50 kg/hari sampai 1000 kg/hari. Bio-energi yang dihasilkan dari sistem ini dapat digunakan untuk menghasilkan panas, tenaga atau kombinasi tenaga dan panas. Pada tingkat lokal atau regional, unit-unit pirolisis dan gasifikasi dapat dioperasikan oleh koperasi atau industri yang besar, dan dapat memproses sampai 4000 kg biomasa per jam. Pembuatan biochar dari sekam padi telah biasa dilakukan petani, yang diperlukan selanjutnya adalah perbaikan dan penyempurnaan dari cara petani tersebut sesuai dengan sumber daya yang ada, sehingga didapatkan biochar dengan mutu yang lebih baik dan harga yang lebih murah. Di samping itu harus dilakukan pembinaan agar petani dapat membuat biochar dari sumber biomassa lainnya. III. KESIMPULAN Biochar berpotensi untuk memperbaiki kesuburan tanah. Manfaat biochar mempunyai terletak pada dua sifat utamanya, yaitu daya serap hara yang tinggi dan persisten dalam tanah dan juga sebagai bahan amelioran tanah bukan sebagai pupuk. Dalam aplikasinya di lapangan, biochar akan lebih besar manfaatnya jika di benamkan ke tanah dalam upaya mewujudkan pertanian berwawasan ramah lingkungan. DAFTAR PUSTAKA Asai, H., B.K. Samson, Haefele M. Stephan, Khamdok Songyikhangsuthor, Koki Homma, Yoshiyuki Kiyono, Yoshio Inoue, Tatsuhiko Shiraiwa, and Takeshi Horie. 2009. Biochar amendment techniques for upland rice production in Northern Laos: 1. Soil physical properties, leaf SPAD and grain yield. Field Crops Res. 111(1-2): 81-84. Gadde, B., C. Menke, W. Siemers, and S. Pipatmanomai. 2007. Technologi For Energy Use Of Rice Straw: International Rice Research Notes 32 (2): 5-14. Gani, A. 2009. Iptek Tanaman Pangan (ISSN 1907-4263) Vol.4 No.1, Juli 2009. P:33-48. Glauser, R., H.E. Doner & E.A. Paul, 2002. Soil aggregate stability as a function of particle size sludge-treated soils. Soil Sci. 146: 37-43. Karama, A.S., A.R. Marzuki, dan I. Manwan. 1990. Penggunaan pupuk organik pada tanaman pangan. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Pupuk V. Cisarua 12-13 Nopember 1990. Kimetu, J., H.J. Lehmann, S. Ngoze, D. Mugendi, J. Kinyangi, S. Riha, L. Verchot, J. Recha, and A. Pell. 2008. Reversibility of soil productivity decline with organic matter of differing quality along a degradation gradient. Ecosystems, in press. Lehmann, J. 2007. Bioenergy in the black. Frontiers in Ecology and the Environment 5: 381-387. Lehmann, J. and M. Rondon. 2006. Biochar soil management on highly weathered soils in the humid tropics. p: 517-530 In Biological Approaches to Sustainable Soil Systems (Norman Uphoff et al Eds.). Taylor & Francis Group PO Box 409267Atlanta, GA30384-9267. Lehmann, J., and M. Rondon. 2006. Biochar Soil Management On Highly Weathered Soil In Humid Tropics. P: 517-530 In Biological Approaches To Sustainable Soil System (Norman Uphoff et Eds). Taylor and Francis Group PO BOX 409267 Atlanta, GA 303384-9267. Lehmann, J., J.P. da Silva Jr., C. Steiner, T. Nehls, W. Zech, and B. Glaser. 2003a. Nutrient availability and leaching in an archaeologicalAnthrosol and a Ferralsol of the Central Amazon basin: fertilizer, manure and charcoal amendments. Plant and Soil 249:343-357. Lehmann, J., D.C. Kern, L.A. German, J. McCann, G.C. Martins, and A. Moreira. 2003b. Soil fertility and production potential. In J. Lehmann, D.C. Kern, B. Glaser and W.I. Woods (Eds.),Amazonian Dark Earths: Origin, Properties, Management, (p. 105-124) Dordrecht, Kluwer Academic Publishers. Lehmann, J., J.P. Da,. Silva Jr., C. Steiner, T. Nehls, W. Zech, and B. Glaser... 2003. Nutrient Avalability and Leaching In An Archaeological Antrosol and A Ferralsol Of The Central Amazon Basin : Fertilizer, Manure and Charcoalo Amendements. Plant ad Soil 249:343-257. Mathews, J. A. 2008. Biofuels, climate change and industrial development: can the tropical South build 2,000 biorefineries in the next decade? Accepted for publication in Biofuels, Bioproducts & Biorefining Macquarie University Sydney NSW 2109 Australia. 37 p. Nisa, K., 2010. Pengaruh pemupukan NPK dan biochar terhadap sifat kimia tanah, serapan hara dan hasil tanaman padi sawah. Thesis. Banda Aceh: Universitas Syiah kuala. Rondon, M., J. Lehmann, J. RamÌrez, and M. Hurtado. 2007. Biological nitrogen fixation by common beans (Phaseolus vulgaris L.) increases with bio- char additions. Biology and Fertility in Soils 43: 699-708. Steiner, C., 2007. Soil charcoal amendments maintain soil fertility and establish carbon sink-research and prospects. Soil Ecology Res Dev.1-6. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2009. Biochar Penyelamat Lingkungan. Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. Subang.