PAPER JURNAL ONLINE KOMUNIKASI PERSUASIF PERAWAT

advertisement
PAPER JURNAL ONLINE
KOMUNIKASI PERSUASIF PERAWAT DALAM MEMBANGUN
KONSEP DIRI POSITIF LANSIA
(Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Persuasif Perawat dalam
Membangun Konsep Diri Positif Lansia di Panti Wredha
Dharma Bhakti Kasih Surakarta)
Disusun Oleh :
AHMAD HALIM HAKIM
D1211004
Diajukan Guna Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Syarat – Syarat
Guna Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret Surakarta
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
KOMUNIKASI PERSUASIF PERAWAT DALAM
MEMBANGUN KONSEP DIRI POSITIF LANSIA
(Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Persuasif Perawat dalam
Membangun Konsep Diri Positif Lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti
Kasih Surakarta)
Ahmad Halim Hakim
Adolfo Eko Setyanto
Tanti Hermawati
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
Persuasive communication is done nursing to build a positive self-concept
for the elderly themselves and their environment. Communication in the elderly
require special attention. Nurses should be alert to changes in the physical,
psychological, emotional and social influence communication patterns. The
process of persuasive communication with a nurse to the elderly is to teach, grow
and affect the elderly in order to have a positive self-concept. This study aims to
determine how nurses persuasive communication in building a positive selfconcept of the elderly in nursing homes Dharma Bhakti Kasih Surakarta.
This research is a case study in nursing homes Dharma Bhakti Kasih
Surakarta. This type of research is a descriptive study with qualitative data. The
population in this study were nurses and the elderly in nursing homes Dharma
Bhakti Kasih Surakarta. The amount of sample used is the nurse amounted to 9
people and for the elderly who live in nursing homes Dharma Bhakti Kasih
Surakarta is 5 out of a total population of 64 people. Sampling technique used
was purposive sampling technique.
Collecting data through interviews, while the data analysis techniques
using interactive analysis technique of Miles and Huberman, where this analysis
technique consists of three components, namely : reduction of data (data
reduction), data presentation (display data), and withdrawal as well as the testing
of conclusions (drawing and verifying Conclusions).
Keyword: Communication, Nurse, A Positive Self-Concept, Elderly
1
Pendahuluan
Memasuki era globalisasi banyak orang dituntut untuk semakin produktif,
sehingga orang-orang semakin disibukkan dengan urusan pekerjaan serta kegiatan
penting lain. Mereka menjadi tidak memiliki cukup waktu untuk mengurus
keluarga terutama orang tuanya yang sudah lanjut usia, pada akhirnya banyak
diantara mereka yang lebih memilih menitipkannya di Panti Jompo yang dianggap
sebagai salah satu jalan supaya segala kebutuhan orang tuanya dapat terpenuhi
dengan baik.
Panti Jompo merupakan tempat berkumpulnya orang-orang lanjut usia
yang secara sukarela ataupun diserahkan oleh pihak keluarga untuk diurus segala
keperluannya. Tempat seperti ini ada yang dikelola oleh pemerintah maupun
pihak swasta. Salah satu Panti Jompo berbasis swasta yang ada di kota Surakarta
adalah Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta, yang merupakan salah satu
bidang pelayanan sosial masyarakat yang ditangani oleh Yayasan Dharma
Bhakti Kasih Surakarta (YDBKS)..
Menciptakan kehidupan layak dan sejahtera di panti memungkinkan para
lansia hidup dengan tenang, merasa berharga, dihargai hak-hak dan derajatnya
serta terpenuhi segala kebutuhannya baik fisik, psikis, maupun sosial tidak pernah
terlepas dari peranan dan intervensi seorang perawat profesional yang paham
betul akan peran dan fungsinya dalam panti. Tujuan utama dilakukan komunikasi
persuasif adalah mempengaruhi lansia agar dapat mendengarkan dan menjalankan
apa yang disampaikan oleh perawat dengan baik, hal tersebut disampaikan melalui
komunikasi verbal maupun komunikasi secara nonverbal untuk meyakinkan
lansia. Komunikasi persuasif dilakukan perawat untuk membangun konsep diri
positif lansia untuk dirinya dan lingkungannya.
Melihat pentingnya proses komunikasi antara perawat dengan lansia dalam
membangun konsep diri positif lansia maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul : ”KOMUNIKASI PERSUASIF PERAWAT DALAM
MEMBANGUN KONSEP DIRI POSITIF LANSIA (Studi Deskriptif Kualitatif
Komunikasi Persuasif Perawat dalam Membangun Konsep Diri Positif Lansia di
Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta)”.
2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan sebuah masalah
sebagai berikut : Bagaimana komunikasi persuasif perawat dalam membangun
konsep diri positif lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta?
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana komunikasi
persuasif perawat dalam membangun konsep diri positif lansia di Panti Wredha
Dharma Bhakti Kasih Surakarta.
Tinjauan Pustaka
a. Studi Ilmu Komunikasi
Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah
laku manusia, sehingga komunikasi perlu dikembangkan dan dipelihara secara
terus-menerus. Agar dapat lebih memahamai pengertian dari komunikasi,
maka kita perlu mengetahui definisi komunikasi dari para ahli, yaitu :
Menurut Cherry daln Stuart (1983) dalam Cangara (2011 : 18), istilah
komunikasi berasal dari akar kata dalam bahasa latin communico yang atinya
membagi. Everett M. Rogers mendefinisikan komunikasi adalah proses
dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih,
dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka, Cangara (2011 : 20).
Everett M.Rogers mencoba menspesifikasi lagi mengenai komunikasi sebagai
hakekat suatu hubungan dengan adanya suatu pertukaran informasi (pesan),
dimana ia menginginkan adanya perubahan sikap dan tingkah laku serta
kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari orang-orang yang ikut
serta dalam suatu proses komunikasi, Cangara (2011 : 20).
Sedangkan menurut Effendy (2009 : 11), proses komunikasi pada
hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang
(komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan
gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya,
3
kemarahannya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan,
kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang
timbul dari lubuh hati.
Kondisi lansia yang telah mengalami penurunan dalam struktur
anatomis maupun fungsi dari organ tubuhnya menuntut pemahaman dan
kesadaran tersendiri bagi tenaga kesehatan selama memberikan perawatan.
Perubahan yang terjadi baik secara fisik, psikis/emosi, interaksi sosial maupun
spiritual dari lansia, sehingga perawat perlu terampil dalam hal melakukan
tehnik pendekatannya tersendiri. Perawat perlu berinteraksi secara intens dan
menjalin hubungan yang lebih akrab dengan para lansia. Dalam hal ini terjadi
interaksi antar individu atau dalam ilmu komunikasi yang biasa disebut
komunikasi antarpribadi (interpersonal communication).
b. Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi memiliki berbagai macam jenis dan salah satu jenisnya
yaitu komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi dari mereka yang
saling mengenal lebih bermutu karena setiap pihak memahami secara baik
tentang liku-liku hidup pihak lain, pikiran, perasaan, maupun menanggapi
tingkah laku. Kesimpulannya bahwa jika hendak menciptakan suatu
komunikasi antarpribadi yang bermutu maka harus didahului dengan suatu
keakraban.
Joseph A. Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication
Book” mendefinisikan komunikasi antarpribadi sebagai proses pengiriman dan
penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil
orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika,
Marhaeni Fajar (2009 : 78). Komunikasi antarpribadi (interpersonal
communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka,
yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara
langsung, baik verbal maupun nonverbal, Mulyana (2004 : 73).
Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang terjadi diantara dua
orang yang mempunyai hubungan yang terlihat jelas diantara mereka. Dalam
4
hal ini dijelaskan komunikasi sebagai bahan-bahan yang teritegrasi dalam
tindakan komunikasi antarpribadi, Devito (1997 : 231).
Peran komunikasi antarpribadi sangat penting, dalam hubungan antara
perawat dengan para lansia. Seorang perawat dalam membuat suasana hati
lansia menjadi aman, nyaman dan tenang merupakan salah satu tugasnya
sebagai pengganti keluarga selama lansia berada di panti. Berdasarkan
sifatnya yang dua arah dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk
percakapan dan dampaknya dapat dirasakan oleh pihak-pihak yang terlibat.
Maka diharapkan dengan sendirinya akan terjadi perubahan sikap, pendapat,
tingkah laku yang mengakibatkan umpan balik seketika.
c. Komunikasi Persuasif
Komunikasi persuasif menurut Dedy Iriantara adalah komunikasi yang
bersifat mempengaruhi tindakan, perilaku, pikiran dan pendapat tanpa dengan
cara paksaan baik itu fisik, atau nonfisik. Menurutnya dalam melakukan
komunikasi persuasif, argumen komunikator haruslah argumen yang masuk
akal atau rasional, sehingga dapat meyakinkan lawan bicaranya atau
komunikan, sehingga komunikan akhirnya mau berperilaku seperti yang
diinginkan komunikator, Djamaluddin (1997 : 243).
Komunikasi persuasif adalah sebagai suatu proses, yakni proses
mempengaruhi sikap, pendapat dan perilaku orang lain, baik secara verbal
maupun nonverbal. Proses itu sendiri adalah setiap gejala atau fenomena yang
menunjukkan suatu perubahan yang terus-menerus dalam konteks waktu,
setiap pelaksanaan atau perlakuan secara terus-menerus, Soemirat (2007 : 26).
Hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi persuasif adalah
karakteristik dari komunikator. Karena ketika komunikator berkomunikasi,
yang berpengaruh bukan hanya yang dikatakannya, tetapi keadaan
komunikator itu sendiri. Komunikator tidak dapat merubah sikap komunikan
hanya dengan yang dikatakannya.
Tujuan komunikasi persuasif adalah untuk merubah sikap (attitude)
dan perilaku (behavior). Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi,
5
berfikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai,
Djamaluddin (1997 : 40). Sedangkan tingkah laku adalah fungsi dari pada
sikap. Sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir dan merupakan
proses belajar. Oleh karena itu sikap dapat diperteguh atau dirubah.
Pembentukan sikap dan perubahan sikap tidak terjadi dengan sendirinya.
Sikap terbentuk melalui hubungan antar individu, kelompol, melalui surat
kabar dan lain-lain. Lingkungan yang terdekat dengan kehidupan sehari-hari
banyak memiliki peranan.
d. Konsep Diri
William D. Brooks dalam Rakhmat, (2012 : 98) mendefinisikan
konsep diri sebagai persepsi tentang diri kita yang bersifat fisik, psikologi,
maupun sosial yang datang dari pengalaman dan interaksi kita dengan orang
lain. Persepsi diri yang bersifat fisik meliputi penampilan, bentuk atau
potongan tubuh. Bersifat psikologis meliputi karakter kita, keadaan hati kita
dan hal-hal yang disenangi atau di benci, yang terakhir yaitu persepsi diri yang
bersifat sosial menyangkut hubungan atau interaksi kita dengan individu lain.
Konsep diri merupakan bagian penting dalam perkembangan
kepribadian. Seperti yang dikemukakan oleh Rogers Hall & Lindzey, (1985)
dalam Thalib (2010 : 121) bahwa konsep kepribadian yang paling utama
adalah diri. Diri (self) berisi ide-ide, persepsi-persepsi dan nilai-nilai yang
mencakup kesadaran tentang diri sendiri. Konsep diri merupakan representasi
diri yang mencakup identitas diri yakni karakteristik personal, pengalaman,
peran, dan status sosial.
Konsep diri mengandung makna penerimaan diri dan identitas diri
yang merupakan konsepsi inti yang relatif stabil dalam Thalib (2010 : 121)
Sullivan, dalam Leonard et al., 1995, namun dalam situasi interaksi sosial
konsep diri bersifat dinamis Capon & Owens (2000), persepsi terhadap diri
sendiri yang didasarkan pada pengalaman dan interpretasi terhadap diri dan
lingkungannya dan struktur yang bersifat multidimensional berkaitan dengan
konsepsi atau penilaian individu tentang diri sendiri.
6
Konsep diri merupakan bagian diri yang mempengaruhi setiap aspek
pengalaman, baik itu pikiran, perasaan, persepsi, dan tingkah laku individu.
Oleh karenanya konsep diri terbagi menjadi 2 jenis, yaitu positif dan negatif.
Menurut William D. Brooks dalam Rakhmat (2005 : 105) bahwa dalam
menilai diri seseorang ada yang menilai positif dan ada pula yang menilai
negatif. Maksudnya setiap individu memiliki kualitas konsep diri yang
berbeda-beda. Kualitas konsep diri berada dalam kontinum dari konsep diri
yang negatif/rendah hingga konsep diri yang positif/ tinggi. Secara ekstrim,
konsep diri seseorang dapat dikategorikan kedalam kelompok konsep diri
negatif atau kelompok konsep diri positif. Namun, dalam kenyataannya tidak
ada individu yang konsep dirinya sepenuhnya negatif atau sebaliknya.
Menurut James F Calhoun dan Joan Ross Acocella (1995 : 7274) menyatakan
bahwa
konsep
diri
merupakan
bagian
diri
yang
mempengaruhi setiap aspek pengalaman, baik itu pikiran, perasaan, persepsi,
dan tingkah laku individu. Calhoun dan Acocella menjelaskan bahwa positif
ataupun negatif konsep diri seseorang, dapat dilihat dari tingkah lakunya.
Apabila seseorang memiliki konsep diri positif, maka perilaku yang muncul
pun cenderung positif, dan sebaliknya, seseorang yang menilai dirinya negatif,
maka perilaku yang muncul pun cenderung negatif. Untuk lebih jelasnya lagi
akan diterangkan masing-masing konsep diri baik itu yang positif maupun
yang negatif.
e. Lanjut Usia
Lanjut usia atau biasa disingkat lansia adalah periode dimana
organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah
menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Usia lanjut adalah periode
penutup dalam rentang hidup seseorang. Proses menua (lansia) adalah proses
alami yang dimulai dari umur 60 tahun sampai meninggal, ditandai dengan
adanya perubahan yang bersifat fisik, psikologis, maupun sosial yang semakin
menurun. Kelompok lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang
berusia 60 tahun ke atas, Hardywinoto dan Setiabudhi (1999 : 8).
7
Menurut J.W.Santrock, ada dua pandangan tentang definisi orang
lanjut usia atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan orang
Indonesia. Pandangan orang barat yang tergolong orang lanjut usia atau lansia
adalah orang yang sudah berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini akan
membedakan seseorang masih dewasa atau sudah lanjut. Sedangkan
pandangan orang Indonesia, lansia adalah orang yang berumur lebih dari 60
tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umunya di Indonesia dipakai sebagai
usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan, Santrock (2002 :
190).
Seseorang yang telah memasuki periode lansia memiliki beberapa ciriciri seperti yang dikemukakan oleh Hurlock (1980 : 80). Diantara ciri-ciri
orang lanjut usia tersebut, adalah usia lanjut merupakan periode kemunduran,
orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas, menua membutuhkan
perubahan peran, penyesuaian yang buruk pada lansia
Dari ciri-ciri yang disebutkan di atas dapat diketahui bahwa seseorang
yang sudah lanjut usia mengalami perubahan baik secara fisik, psikis maupun
dalam interaksi sosialnya. Selain ciri-ciri pada lansia yang sudah disebutkan di
atas, kita perlu mengenal juga tipe-tipe pada lansia. Beberapa tipe pada lansia
bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kodisi fisik, mental,
sosial, dan ekonominya, Catur dan Sugiyanto (1993 : 24). Tipe-tipe pada
lansia diantaranya adalah tipe arif bijaksana, tipe mandiri, tipe tidak puas, tipe
pasrah, tipe bingung. Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif,
tipe independen (ketergantungan), tipe defensife (bertahan), tipe militan dan
serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan
sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).
Metodologi
Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian deskriptif bermaksud membuat pemeriaan (penyandaran) secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi
tertentu, Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar (2001: 4). Sedangkan
8
menurut Sudarman Danim (2002 : 41), penelitian deskriptif dapat pula diartikan
sebagai penelitian yang dimaksudkan untuk memotret fenomena individual,
situasi atau kelompok tertentu yang terjadi secara kekinian.
Penelitian deskriptif juga berarti penelitian yang dimaksudkan untuk
menjelaskan fenomena atau karakteristik individual, situasi atau kelompok
tertentu secara akurat. Sedangkan metode kualitatif merupakan prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan prilaku yang diamati. (Moleong, Lexy J. 2002 : 78).
Dalam penelitian ini sebagai sampel dalam penelitian ini yang bertindak
sebagai responden adalah lansia yang tinggal di Panti Wredha Dharma Bhakti
Kasih Surakarta yaitu 5 orang.Penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling, dimana peneliti cenderung memilih informan atau narasumber yang
dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk diambil datanya secara mendalam
sebagai sampel penelitian. Purposive sampling dilakukan dengan mengambil
orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang
dimiliki oleh sampel itu, Nasution (2002 : 86).
Dalam penelitian ini sumber data penelitian yang digunakan adalah data
primer yang diperoleh dari kegiatan studi lapangan, baik melalui wawancara dan
observasi. Dalam penelitian ini sebagai sumber data primer yaitu perawat dan
lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta yang dilakukan melalui
wawancara mendalam. Sedangkan data sekunder diperoleh dari buku-buku,
tulisan-tulisan, pendapat para ahli dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan data ini diperoleh dengan cara menggunakan studi melalui
perpustakaan atau dokumen, artikel koran dan internet.
Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh data dari para informan yang
sebelumnya sudah dipilih sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh peneliti.
Lalu peneliti mengumpulan data tersebut dilakukan terus-menerus hingga data
yang diperoleh memasuki titik jenuh. Kemudian peneliti menggunakan teknik
analisis interaktif dari Miles and Huberman (1994 : 12), dimana teknik analisis ini
terdiri dari 3 komponen, Pawito (2007 : 104) yaitu : reduksi data (data reduction),
9
penyajian data (data display), dan penarikan serta pengujian kesimpulan (drawing
and verifying conclusions).
Sajian dan Analisis Data
A. Komunikasi Persuasif Perawat dalam Memberikan Motivasi pada Lansia
di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta
Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian yang khusus,
sehingga perawat perlu waspada terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi
dan sosial yang terjadi pada diri lansia yang berpengaruh terhadap pola
komunikasinya.
Tujuan
komunikasi
persuasif
perawat
adalah
untuk
mempengaruhi lansia agar dapat mendengarkan dan menjalankan apa yang
disampaikan oleh perawat dengan baik, hal tersebut disampaikan melalui
komunikasi verbal maupun komunikasi secara nonverbal untuk meyakinkan
lansia.
Komunikasi persuasif perawat kepada lansia yaitu dengan memberi
dukungan berupa motivasi sebagai wujud perhatian perawat pada lansia.
Selama lansia dirawat di panti wredha, mereka tidak hanya dicukupi
kebutuhan fisiknya saja melainkan dipersiapkan juga kebutuhan mentalnya
melalui motivasi yang perawat selalu berikan disela-sela mengurus lansia.
Perawat senantiasa mempersuasi lansia yaitu dengan memberikan
motivasi kepada lansia melalui cara-cara yang ramah serta luwes. Tujuan
perawat memberikan motivasi kepada para lansia supaya mereka tetap
bersemangat dan betah menjalani kehidupan di dalam panti, hal tersebut
merupakan tugas perawat selain tugas pokok yang ia jalani setiap hari. Dengan
memberikan motivasi kepada lansia, diharapkan nantinya lansia akan lebih
kuat, tenang, nyaman dan memiliki gairah hidup dalam menjalani
aktivitasnya.
Motivasi yang perawat berikan berupa nasehat dan anjuran kepada
lansia agar tidak memikirkan hal-hal berat, lansia diarahkan untuk tenang,
sabar dan berpikiran yang positif dan melakukan kegiatan yang bermanfaat di
hari tua. Perawat dalam memberikan motivasi kepada lansia termasuk juga
10
dengan memberi dukungan berupa bimbingan spiritual. Yaitu melalui kegiatan
keagamaan yang rutin dilakukan di dalam panti.
Dalam pelaksanaan komunikasi persuasif kepada lansia, perawat
memiliki teknik-teknik khusus berdasarkan pengalaman dan melalui belajar
dari perawat lainnya. Meskipun teknik yang digunakan berbeda-beda namun
tujuannya tetap sama, yaitu agar komunikasi yang dilakukan dapat
berlangsung efektif dan lancar. beberapa teknik komunikasi yang perawat
gunakan diantaranya adalah : (1) Perawat berbicara menggunakan bahasa yang
halus dan ramah sebagai wujud menghargai lansia sebagai orang yang lebih
tua. (2) Perawat dalam berkomunikasi pada lansia perlu juga adanya
ketegasan. (3) Perawat dalam merawat lansia menghindari perlakuan kasar. (4)
Perawat memberikan motivasi berupa nasihat dan anjuran di waktu-waktu
khusus. (5) Perawat harus memiliki kesabaran dan keikhlasan selama merawat
lansia.
Selain teknik komunikasi yang perawat gunakan, kedekatan antara
perawat dan lansia penting juga untuk dilakukan agar lansia mau menerima
anjuran serta arahan yang perawat berikan. Kedekatan yang baik antara
perawat dengan lansia, memudahkan bagi perawat dalam memberikan
masukan berupa bimbingan maupun nasehat-nasehat yang baik untuk lansia
tersebut. Dengan adanya kedekatan antara perawat dengan lansia sehingga
dapat memahami suasa hati lansia, memberikan ketenangan kejiwaan serta
dapat mencegah masalah yang timbul dalam diri lansia.
Dari apa yang disampaikan tersebut, akibat kemunduran fungsi fisik
pada lansia sehingga mempengaruhi kondisi mental atau psikologi lansia yang
kemudian berdampak pada kebahagiaan diri seorang lansia. Lansia seperti
selalu dirundung dengan masalah yang seringkali dipikirkan oleh lansia.
Masalah tersebut biasanya terkait dengan urusan dengan keluarga, dengan
teman lansia lain, atau bisa juga dengan petugas maupun perawat yang bekerja
di panti.
Masalah yang timbul bisa beraneka ragam dari yang masalah sepele
sampai masalah yang besar, dan penyelesaian masalah yang terjadi tersebut
11
terkadang sangatlah sulit dilakukan, sampai pihak panti harus memanggil
pihak keluarga bahkan pihak panti harus melakukan pemecahan bersama
dengan petugas lain. Komunikasi perawat penting dialakukan agar perawat
dapat mengetahui permasalah yang sedang lansia pikirkan dan segera
mengantisipasi masalah tersebut sebelum berkembang dan mempengaruhi
pikiran lansia.
B. Komunikasi Persuasif Perawat dalam Membangun Konsep Diri Positif
Lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta
Lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta ada yang
merasa dirinya tidak berguna lagi, merasa sendiri dihari tuanya dan merasa
tidak disayangi oleh keluarganya. Perasaan tersebut timbul karena merasa
rendah diri yang datang seiring dengan perubahan fisik dan usia. Hal tersebut
yang kemudian mendorong lansia menjadi merasa tidak enak dan rendah
mutunya yang berujung pada kehilangan motivasi untuk hidup maupun untuk
mengerjakan sesuatu.
Beberapa cara yang dapat dilakukan perawat dalam menangani lansia
dengan rasa kurang percaya diri dan sikap diri negatif, salah satunya adalah
lansia harus menerima diri apa adanya. Lansia rendah diri memerlukan
pemahaman orang-orang di sekitarnya. Pembentukan rasa percaya diri yang
rendah ini akan memang sangat dipengaruhi oleh orang-orang di sekitarnya.
Untuk menumbuhkan sikap diri positif pada diri lansia, perawat selalu
memberikan perhatian dan kasih sayang sebagai pengganti peran keluarga
yang ada di rumah. Dengan begitu akan menumbuhkan keyakinan bahwa
dirinya masih berharga bagi pribadinya maupun orang lain di sekitarnya.
Perawat harus senantias mendampingi lansia dalam menghadapi setiap
permasalahan yang dilaluinya. Lansia yang tinggal di dalam panti tentunya
memiliki masalah yang selalu memberatkan pikirannya dan hal ini bisa
berdampak buruk bagi kesehatan lansia. Sebagai penganti keluarga dan orang
yang paling dekat dengan lansia, peran perawat dalam membantu mengatasi
12
permasalah lansia menjadi sangat penting.
1. Komunikasi Perawat dalam Menghadapi Permasalahan Lansia
Komunikasi
yang
perawat
lakukan
dalam
menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi lansia, perlu ketahui terlebih dahulu masalah
apa yang sedang terjadi pada lansia yang bersangkutan.
Selain harus memberikan solusi atau mengatasi permasalahan yang
dihadapai oleh lansia, terkadang perawat juga dihadapkan masalah dengan
lansia yang ditemuinya. Perawat mendapati perilaku lansia yang sulit
untuk diatur dan melakukan semaunya sendiri, hal tersebut seringkali
timbul berdasarkan latar belakang lansia tersebut. Dengan pengalaman
yang sudah dilalui perawat dalam mengurus dan melayani lansia, tentu
saja perawat tahu cara mengatasi apabila hal tersebut terjadi. Berdasarkan
hasil wawancara berikut akan dijelaskan langkah perawat dalam mengatasi
permasalah dengan lansia yang sulit diatur.
a) Perawat dalam Menghadapi Lansia Sulit Diatur
Tiap perawat memiliki caranya dalam mengatasi lansia yang sulit
untuk diatur, ada yang dengan hanya memberikan teguran dan peringatan.
Kemudian dilanjutkan dengan arahan dan anjuran berupa nasehat-nasehat
saat lansia mulai sudah bisa tenang.
Perawat merupakan orang yang bertanggung jawab secara
langsung terhadap pengurusan lansia selama tinggal di panti. Dalam
melaksanakan tugasnya merawat para lansia yang tidak sedikit itu perawat
perlu mendapatkan kepercayaan dan kepatuhan lansia untuk meringankan
pekerjaannya, sebab tidak hanya mengurus seorang lansia namun harus
mengurus lansia lainnya.
Perawat perlu melakukan upaya komunikasi agar para lansia mau
diajak bekerjasama sehingga pekerjaannya dapat berjalan dengan baik dan
lancar. Kebutuhan lansia dapat terpenuhi dan tugas perawat dapat cepat
selesai. Berikut ini hasil penelitian melalui wawancara dengan perawat
terkait komunikasi perawat supaya lansia itu percaya dan mau mengikuti
bimbingan yang perawat berikan.
13
b) Komunikasi Perawat pada Lansia agar Percaya dan Patuh
Perawat dalam mempengaruhi lansia itu supaya patuh dan percaya
yaitu dengan mendorong lansia untuk mengungkapkan perasaan dan
persepsi pribadinya misalnya dengan cara mengajak lansia bicara lebih
jelas dan sesuai dengan maksud tujuannya supaya tercipta rasa saling
percaya pada lansia untuk mengungkapkan perasaannya kepada perawat.
Dalam pergaulan sehari-hari para lansia tentunya mempunyai
permasalahan dalam arti konflik dengan sesama lansia/klien atau dengan
petugas panti. Konflik disini terbagi dua dan sering terjadi, yakni konflik
ringan dan konflik berat. Konflik ringan misalnya karena adanya
kesalahpahaman, sedangkan konflik berat, mulai dari saling mengejek
sampai dengan terjadinya perkelahiaan.
Perawat setelah mampu membuat lansia mau percaya dan
mengikuti aturan dari perawat perlu juga melatih kemandirian pada diri
lansia. Kemandirian pada lansia dapat diajarkan kepada lansia yang masih
mampu secara fisik dan mempunyai keinginan untuk tidak bergantung
kepada perawat atau orang lain di sekitarnya. Sebab ketergantungan lanjut
usia terjadi ketika mereka mengalami penurunan fungsi luhur/pikun atau
mengidap berbagai penyakit.
2. Komunikasi Perawat dalam Menanamkan Kemandirian
Dengan sabar dan tekun perawat melatih setiap lansia yang masih
mampu secara fisik untuk dapat bersikap mandiri dalam aktivitasnya
sehari-hari. Lansia diajarkan untuk tidak malas, mampu berusaha dengan
kemampuannya yang terbatas sekalipun. Hal tersebut dilakukan agar lansia
yang masih mampu untuk tidak malas dalam melakukan aktivitasnya
secara mandiri.
Lanjut usia yang tinggal di panti wredha senantiasa diberikan
dorongan untuk dapat hidup mandiri. Dalam hal ini peran perawat yaitu
membimbing, melatih dan mengajari lansia untuk dapat melakukan
kegiatan sehari-hari sendiri. Lansia yang mempunyai tingkat kemandirian
tertinggi adalah lanjut usia yang secara fisik kesehatannya cukup prima.
14
Dari aspek sosial ekonomi dapat dikatakan jika cukup memadai dalam
memenuhi segala macam kebutuhan hidup, baik lanjut usia yang memiliki
anak maupun yang tidak memiliki anak. Tingginya tingkat kemandirian
mereka diantaranya karena orang lanjut usia telah terbiasa menyelesaikan
pekerjaan di rumah tangga yang berkaitan dengan pemenuhan hayat
hidupnya.
Salah satu kriteria orang mandiri adalah dapat mengaktualisasikan
dirinya (self actualized) tidak menggantungkan kepuasan-kepuasan utama
pada lingkungan dan kepada orang lain. Mereka lebih tergantung pada
potensi-potensi mereka sendiri bagi perkembangan dan kelangsungan
pertumbuhannya.
Mandiri bagi orang lanjut usia berarti jika mereka menyatakan
hidupnya nyaman-nyaman saja walaupun jauh dari anak cucu. Seorang
lansia yang mampu bersikap mandiri dapat digolongkan sebagai lansia
yang memiliki konsep diri positif, sebab persepsi dirinya menyatakan
bahwa dirinya masih berharga dan memiliki kepercayaan diri yang penuh
atas dirinya tersebut.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis data yang dilakukan penulis,
dapat diperoleh kesimpulan bahwa komunikasi persuasif yang dilakukan oleh
perawat dalam menumbuhkan konsep diri positif lansia di Panti Wredha Dharma
Bhakti Kasih Surakarta adalah sebagai berikut :
1. Komunikasi persuasif perawat terhadap lansia yaitu dengan memberikan
motivasi agar lansia lebih kuat, lebih bersemangat dan masih memiliki gairah
dalam menjalani kehidupan di panti wredha. Komunikasi persuasif perawat
dalam memotivasi lansia dilakukan dengan teknik-teknik khusus yang
didapatkan melalui pengalaman dan belajar dari perawat lainnya. Teknik
komunikasi persuasif perawat tersebut diantaranya : menggunakan bahasa
yang halus dan ramah, disampaikan dengan tegas, menghindari perlakuan
yang kasar, disampaikan pada waktu yang tepat, serta sabar dan ikhlas. Selain
15
teknik komunikasi yang perawat gunakan, kedekatan yang baik antara perawat
dengan lansia memudahkan bagi perawat dalam memberikan masukkan
berupa bimbingan maupun nasehat-nasehat yang baik bagi lansia.
2. Komunikasi persuasif perawat dalam melakukan pendekatan terhadap lansia
dilakukan agar terjalin hubungan baik antara perawat dengan lansia, sehingga
komunikasi dapat berjalan secara efektif dan lancar. Dengan adanya kedekatan
antara perawat dengan lansia sehingga memudahkan perawat dalam
memahami suasana hati yang sedang dialami lansia dan juga sebagai upaya
perawat dalam memberikan ketenangan kepada lansia. Komunikasi persuasif
perawat dalam melakukan pendekatan kepada lansia penting dilakukan agar
perawat dapat mengetahui permasalahan yang sedang dihadapi lansia agar
segera diantisipasi sebelum masalah tersebut berkembang dan mempengaruhi
pikiran lansia yang dapat berakibat pada kondisi kejiwaan dan kesehatannya.
3. Komunikasi persuasif perawat dalam menumbuhkan sikap diri positif lansia
dilakukan perawat dengan selalu memberikan perhatian dan kasih sayang agar
keyakinan dalam diri lansia kembali tumbuh, bahwa dirinya masih berharga
bagi pribadinya maupun lingkungan disekitarnya. Perawat harus senantiasa
mendampingi lansia dalam menghadapi setiap permasalahan yang dilaluinya.
4. Komunikasi persuasif perawat juga dilakukan dalam menghadapi lansia yang
sulit untuk diatur. Selain harus mengatasi permasalahan yang dihadapai oleh
lansia, perawat juga dihadapkan pada masalah dengan lansia yang ditemuinya.
Dalam menghadapai lansia yang sulit untuk diatur, perawat berusaha
mempengaruhi lansia itu supaya patuh yaitu mengikuti arahan dan bimbingan
yang perawat berikan, dan membuat lansia itu percaya yaitu dengan
mendorong lansia untuk mengungkapkan perasaan dan persepsi pribadinya
misalnya dengan cara mengajak lansia bicara lebih jelas dan sesuai dengan
maksud tujuannya supaya tercipta rasa saling percaya pada lansia untuk
mengungkapkan perasaannya kepada perawat.
5. Komunikasi persuasif perawat dalam menumbuhkan konsep diri positif lansia
berhasil dilakukan ditandai dengan ciri-ciri bahwa lansia dapat menerima dan
mengenal dirinya dengan baik sehingga berpikir bahwa selagi dirinya masih
16
kuat dan mampu mengerjakan sesuatu, maka hal tersebut akan dilakukannya
sendiri (mandiri). Oleh sebab itu perawat berperan dalam upaya menanamkan
kembali kemandirian pada lansia yaitu dengan membimbing, melatih dan
mengajari lansia untuk dapat melakukan kegiatan sehari-hari sendiri. Seorang
lansia yang mampu bersikap mandiri dapat digolongkan sebagai lansia yang
memiliki konsep diri positif, sebab persepsi dirinya menyatakan bahwa dirinya
masih berharga dan memiliki kepercayaan diri yang penuh atas dirinya
tersebut.
Saran
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian ini
sehingga belum bisa dikatakan sempurna. Oleh karena itu masih perlu adanya
perbaikan, baik dalam hal pelaksanaan maupun penyajian datanya. Lebih baik lagi
jika nantinya diadakan penelitian lanjutan yang lebih mendalam dengan
perencanaan yang lebih matang untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.
Terkait hal tersebut maka dari itu penulis ingin menyampaikan beberapa saran,
sebagai berikut :
1. Perawat yang bertugas di panti wredha diharapkan selalu berupaya menjaga
hubungan baik dengan para lansia, menjalin kedekatan/keakraban dengan
lansia, memantau kondisi kesehatan dan kejiwaan lansia secara lebih teratur,
serta memberikan nasehat dan motivasi yang positif supaya lansia itu merasa
aman, nyaman dan betah selama mendapat perawatan di Panti Wredha
Dharma Bhakti Kasih Surakarta.
2. Lansia yang mengeluhkan persoalan minimnya para keluarga lansia dalam
memperhatikan kehidupannya selama tinggal di panti. Kadang kala lansia
sangat menginginkan bertemu dengan keluarga secara efektif, dalam hal ini
diharapkan kepada petugas panti agar dapat melakukan komunikasi yang
efisien kepada keluarga lansia. Dengan harapan supaya keluarga lansia
memiliki kesadaran untuk tetap menjaga hubungan baik dengan lansia dan
memantau perkembangan kondisi orang tuanya yang dirawat di panti wredha.
17
3. Secara umum, sarannya kepada pihak Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih
Surakarta agar lebih meningkatkan lagi pelayananya, yaitu dengan berupaya
mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh para petugas panti
dalam memberikan pelayan sosial terhadap lansia, terutama dalam memenuhi
kebutuhan lansia selama berada di panti. Dan berdasarkan temuan peneliti di
lapangan mengenai kurangnya tenaga perawat, serta minimnya sarana
pendukung kebutuhan para lansia agar diupayakan untuk segera ditambah dan
dipenuhi dengan baik.
Daftar Pustaka
Basuki, Sulistyo. (2006). Metode Penelitian. Jakarta : Wedatama Widya Sastra
Budyatna dan Ganiem. (2011). Teori Komunikasi Antarpribadi. Jakarta : Prenada
Media Group
Calhoun, James F dan Acocella, J.R. (1995). Psikologi Tentang Penyesuaian dan
Hubungan Kemanusiaan, R.S. Satmoko (terj). Semarang : IKIP Semarang
Press
Cangara, Hafied. (2011). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.
Catur dan Sugiyanto. (1993). Pola Pengobatan Penyakit Penduduk Usia lanjut.
Surakarta : Universitas Sebelas Maret Surakarta
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. (1999). Metode Penelitian. Jakarta :
Andi. Press
Lexy J. Moleong. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
Remaja. Rosdakarya.
Malik, Dedy Djamaluddin, Yosal Iriantara. (1997). Komunikasi Persuasif.
Bandung : Remaja Rosdakarya
Mulyana, Deddy. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Raja Grafindo
Persada
Nasution. (2002). Metode Research : Penelitian Ilmiah. Jakarta : PT. Bumi
Aksara
Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta : PT. LKIS Pelangi
Aksara
Rakhmat, Jalaludin. (1984). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya
Soehartono, Irawan. (1998). Metode Penelitian Sosia. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Soemirat, Soleh, Hidayat Satari dan Asep Suryana. (1999). Komunikasi Persuasif.
Jakarta : Universitas Terbuka
Suranto, AW. (2011). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta : Graha Ilmu
18
Download