| Edisi : 138 TH. XLVI. 2016 | regulasi ideal untuk kejahatan seksual Kekerasan seksual perbuatan tidak berpErikemanusiaan 10 pemerintah diminta kaji ulang rasionalisasi 1 juta PNS 32 PENGANTAR REDAKSI PENGAWAS UMUM Pimpinan DPR-RI PENANGGUNG JAWAB/KETUA PENGARAH Dr. Winantuningtyas Titi Swasanany, M.Si. (Sekretaris Jenderal DPR-RI) WAKIL KETUA PENGARAH Dra. Damayanti, M.Si, (Deputi Persidangan) PIMPINAN REDAKSI Drs. Suratna, M.Si (Kabag Media Cetak & Media Sosial) WK. PIMPINAN REDAKSI Dra. Tri Hastuti (Kasubag Media Cetak) Insan Abdirrahman, SH (Kasubag Media Sosial) Ahyar Tibi, SH (Kasubag Analis Media) REDAKTUR Mastur Prantono, Nita Juwita, S.Sos SEKRETARIS REDAKSI Suciati, S.Sos, Bagus Mudjiharjanto ANGGOTA REDAKSI Agung Sulistiono, SH, Rahayu Setiowati, Muhammad Husen, Sofyan Efendi, Virgianne Meiske Patuli, Devi Iriandi, Hendra Sunandar, Surahmat Eko, Ria Nur Mega REDAKTUR FOTO Eka Hindra Sasmita, Iwan Armanias FOTOGRAFER Rizka Arinindya, Naefuroji, M. Andri Nurdiansyah, Andi M. Ilham, Jaka Nugraha, Runi Sari Budiati, Jayadi Maulana, Arief Rachman, R. Kresno P. D Moempoeni, Azka Restu Fadilah ADMINISTRASI FOTO Hasri Mentari ALAMAT REDAKSI/TATA USAHA Bagian Media Cetak & Media Sosial DPR RI Gedung Nusantara II Lt. 3 Jl. Jend. Gatot Soebroto-Senayan, Jakarta Telp. (021) 5715348, 5715350 Fax. (021) 5715341, e-mail: [email protected]. www.dpr.go.id/berita M araknya aksi kekerasan seksual akhir-akhir ini membuat masyarakat kian khawatir, apalagi sebagian pelakunya anakanak yang masih di bawah umur. Lebih mengkhawatirkan lagi karena kekerasan seksual ini berujung pada pembunuhan dengan cara sadis dan mengerikan. Berbagai kalangan merespon fenomena yang meresahkan ini dari presiden, kalangan DPR RI dan tokoh masyarakat serta aktivis perlindungan anak. Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa kekerasan seksual butuh upaya yang amat serius untuk menghentikannya. Presiden kemudian mengeluarkan Perppu yang dimaksudkan sebagai pemberat hukuman bagi predator kejahatan seksual. Hukuman kebiri kimia hingga hukuman mati jadi alternatif bagi hakim untuk memilih hukuman pemberat sesuai kadar tindak pidananya. Namun, hukuman kebiri menyisakan masalah kesehatan. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pun tak mau menjadi eksekutor kebiri. Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati mengapresiasi terbitnya Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tersebut seiring maraknya kasus-kasus kekerasan seksual belakangan ini. Namun karena Perppu tidak komprehensif, lantaran tidak ada pasal-pasal yang memberi keadilan bagi para korban, maka lintas fraksi di DPR RI menginisiasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dan sudah masuk dalam Prolegnas Perubahan 2016. Politisi PDI Perjuangan yang juga anggota Baleg Rieke Diah Pitaloka mendesak DPR RI untuk segera membahas RUU ini, apalagi sudah mendapat dukungan seluruh ormas dan masyarakat sehingga secepatnya perlu diselesaikan. Dua masalah selain tiga fungsi pokok Dewan yang diulas majalah edisi ini adalah soal rencana rasionalisasi satu juta PNS dan pencurian takaran SPBU. Terhadap rasionalisasi PNS Dewan berharap agar dikaji lebih cermat lagi sebab akan berdampak luas, sedangkan pencurian takaran BBM di SPBU melalui remote control adalah modus baru kejahatan yang sangat merugikan masyarakat. DPR RI mendesak Pertamina bersama aparat penegak hukum bertindak tegas bila perlu ijinnya dicabut dan dipidanakan. n PENERBITAN & DISTRIBUSI PIMPINAN PENERBITAN Djustiawan Widjaya, S.Sos. M.AP (Kabag Penerbitan) WK. PIMPINAN PENERBITAN Mediantoro, SE (Kasubag Produksi), Pesta Evaria Simbolon, SE. M.Si (Kasubag Distribusi) STAF PRODUKSI Eko Murdiyanto, Barliansyah, SIRKULASI Abdul Kahfi, S.Kom, Siti Rondiyah, Oji, Remon, Ifan Telp: 021-571 5697, Fax: 021-571 5421 Email: [email protected] Isi berita dan materi foto diluar tanggung jawab Bagian Penerbitan 2 l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 Daftar isi ................................................................................................................................................. 4 Regulasi Ideal Untuk Kejahatan Seksual .................................................................................. 6 ASPIRASI PROLOG LAPORAN UTAMA Kekerasan Seksual Adalah Persoalan Kompleks ................................................................ Kekerasan Seksual Perbuatan Tidak Berperikemanusiaan ........................................ Ini Kejahatan Luar Biasa ......................................................................................................................... Mendiagnosis Pemicu Kekerasan Seksual............................................................................... Menghapus Kekerasan Seksual Dengan Pendidikan Seks ........................................ Sikap Peduli Masyarakat Harus Ditingkatkan ...................................................................... Sebaiknya Dihukum Mati ..................................................................................................................... Kekerasan Seksual Seperti Fenomena Gunung Es .......................................................... Dorong Vonis Pemberatan Hukuman ........................................................................................ Bukan Kenakalan Remaja Biasa ....................................................................................................... Korban Perempuan Dewasa Lebih Sulit Akses Keadilan ............................................ 8 10 12 14 16 18 20 22 24 25 26 8 laporan utama 40 Foto BERITA 66 LIPUTAN KHUSUS 70 Selebriti SUMBANG SARAN RUU PKS Lengkapi Regulasi Jaminan Pemenuhan Hak Perempuan dan Anak ................................................................................... PENGAWASAN Modernkan Manajemen Gudang Bulog .................................................................................. Pemerintah Diminta Kaji Ulang Rasionalisasi 1 Juta PNS ........................................... ANGGARAN Perekonomian Global Masih Pengaruhi Perekonomian Tanah Air .................... 28 30 32 34 LEGISLASI 36 Foto BERITA ......................................................................................................................................... 40 Dewan Ingin UU Jasa Konstruksi Berbobot dan Bermanfaat ................................. KIAT SEHAT Fenomena Tidur Berjalan ...................................................................................................................... PROFIL Judul........................................................................................................................................................................ KUNKER ......................................................................................................................................................... 48 50 54 SOROTAN 64 LIPUTAN KHUSUS ........................................................................................................................... 66 SELEBRITI .................................................................................................................................................... 70 PERNIK ........................................................................................................................................................... 72 PARLEMEN DUNIA ......................................................................................................................... 76 POJOK PARLE ........................................................................................................................................ 78 Pertamina Harus Tindak Tegas SPBU Curang ....................................................................... PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 3 ASPIRASI Pengaduan Dugaan Markus di MA RI Saya pendiri CV. Kartini Mas yang memohon kasasi di MA RI melawan Kadis Kesehatan Kab. Lumajang yang menutup Balai Pengobatan yang saya kelola. Berdasarkan surat MA RI tertgl. 26 Februari 2015, Panitera Pengganti untuk proses kasasi tersebut adalah Sdr. Dul Husin. Saya berkomunikasi dengan Sdr. Dul Husin untuk kelengkapan data. Bahwa pada 30 Maret 2015, Sdr. Dul Husin menyampaikan bahwa perkara dimaksud sudah mulai diperiksa Majelis Hakim, dan kasus ini bisa dimenangkan bahkan sampai ke tingkat PK asalkan saya memberikan sejumlah uang, namun belum disepakati karena akan disampaikan terlebih dahulu kepada pihak keluarga dan karyawan CV.Kartini Mas. Bahwa pada 14 April 2015, saya menghubungi Sdr. Dul Husin untuk menyampaikan terima kasih karena kasusnya menang, namun Sdr. Dul Husin meminta uang sejumlah Rp.35 Juta (untuk dibagi 7 orang termasuk Majelis Hakim) dibayar separuh dulu dan sisanya setelah putusan dikirim. Saya tidak menyanggupi hal tersebut, karena terkesan menyogok sehingga Sdr. Dul marah dan mengancam akan Pembangunan Menyejahterakan Rakyat, Bukan Menyengsarakan Rakyat Kami mewakili warga Kelurahan Pasar Baru Kota Sibolga, menyampaikan bahwa telah dilakukan pembangunan Jalan Rigid Beton setinggi 40 cm di Jalan Imam Bonjol, Jalan Ahmad Yani, dan Jalan Junjungan Lubis Sibolga sejak 11 November 2015 dengan dana APBN 2015 sebesar Rp 50 miliar. Proyek pembangunan jalan tersebut tidak tepat sasaran karena akan meneng­ gelamkan paling sedikit 500 rumah/toko yang berada di inti kota yang sejak jaman belanda daerah tersebut bebas banjir, dimana 6 tahun yang lalu jalan tersebut telah ditinggikan 30 cm oleh Pemerintah Kota Sibolga. Kami telah menyampaikan permasa­ lahan tersebut kepada DPRD Kota Sibolga, Kementerian PU Pera, namun tidak men­ dapat tanggapan. Kami mengusulkan untuk dilakukan investigasi terhadap usulan proyek dan proposalnya (Proses Lelang LPSE Sumut bukan LPSE Sibolga) dan peninjauan lokasi jalan tersebut serta memohon agar pembangunan jalan tersebut dibatalkan. Akhfansyah Lubis Sibolga, Sumatera Utara 4 l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 mengatur agar perkara tersebut kalah. Akhirnya pada 17 September 2015, saya menerima putusan kasasi yang intinya kasus pengadu kalah. Dalam putusan tertanggal. 19 Maret 2015 Sdr. Dul Husin tidak lagi menjadi Panitera Pengganti melainkan diganti oleh Sdri. Elly Tri Pangestuti, SH., MH., padahal dalam komunikasi tertgl. 26 Februari 2015 panitera pengganti masih Sdr. Dul Husin. Bahwa sebelumnya saya telah melaporkan permintaan sejumlah uang oleh Sdr. Dul Husin tersebut kepada Badan Pengawasan MA dan disarankan agar tidak memenuhi permintaan tersebut. Jika kasus saya dikalahkan, saya diminta melaporkannya disertai alat bukti (SMS, email, dan rekaman telepon). Saya memohon melalui Komisi III DPR RI agar Ketua MA RI memeriksa oknum Panitera Pengganti tersebut. Suwartiningsih Lumajang, Jawa Timur Pengaduan Pelanggaran Bupati Kami dari Forum Pemantau Reformasi Anti KKN Dan Peduli Harta Negara, yang ditujukan kepada Ketua Komisi III DPR RI, perihal Pengaduan Pelanggaran Undang-Undang Nomor : 23 Tahun 2014, Pasal 76 huruf i. Yaitu mengenai Kepala Daerah (Bupati) Muara Enim pada tanggal 12 s.d. 21 Okrber 2015, selama 9 (sembilan) hari diduga melakukan perjalanan ke Luar Negeri tujuan Selandia Baru tanpa izin dari Menteri. Di dalam ketentuan pasal 76 Undang-Undang Nomor : 23 Tahun 2014, tentang Pemerintah Daerah dan Perubahannya menyebutkan bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilarang ; huruf i melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin dari Menteri. Dan ketentuan pasal 77 ayat (2) mengatur Kepala Daerah dan / Wakil Kepala Daerah yang melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 ayat (1) huruf I dikenai sanksi pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan oleh Presiden untuk Gubernur dan atau Wakil Gubernur serta oleh Menteri untuk Bupati dan atau Wakil Bupati atau Walikota dan atau Wakil Walikota. Menurut kami, dalam rangka mentaati Undang-Undang di Republik ini, pelanggaran Undang-Undang yang dilakukan oleh Kepala Daerah (Bupati Muara Enim) telah dilaporkan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI melalui surat Nomor 001/R-LSM/I/2016, namun belum ada balasan. Padahal dalam ketentuan pasal 10 Peraturan Pemerintah No, 68 Tahun 1999 mewajibkan setiap Penyelenggara Negara yang menerima permintaan masyarakat untuk memperoleh informasi tentang Penyelenggaraan Negara, wajib memberikan jawaban atau keterangan sesuai dengan fungsinya. Kami memohon Ketua Komisi III DPR RI mengawasi dan memonitor kasus yang telah dilaporkan tersebut. Syamsul Bahri Palembang, Sumatera Selatan Permohonan Pengangkatan PNS Usul Penulisan Agama Kaharingan di KTP Pemohon adalah Ketua Majelis Agama Kaharingan Indonesia (MAKI), menyampaikan permohonan agar agama Kaharingan dicantumkan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi pemeluk agama Kaharingan. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada kesan pememerintah hanya mengayomi 6 agama saja sehingga telah mengakibatkan warga/umat Kaharingan seolah-olah bukan warga negara Indonesia yang memerlukan perlindungan hukum. Bahwa Kaharingan adalah agama asli nusantara yang dianut oleh suku dayak di Kalimantan. Kaharingan juga ikut andil dalam perjuangan nasional melawan penjajahan Belanda dan Jepang di Kalimantan terutama Kalimantan Tengah sehingga banyak pahlawan terkenal dari sana seperti Pangkalima Sangen Pakang, Pangkalima Badak Barandam dan lain-lain. Bahwa dengan mencantumkan agama Kaharingan dalam KTP, maka pemerintah tidak akan dianggap melanggar HAM. Bambang Palangkaraya, Kalimantan Tengah Saya adalah Ketua Persatuan Guru Madrasah Ibtidaiyah Republik Indonesia se karesidenan Banyumas, Cilacap, Purbalingga, yang mengadukan nasib sebagai tenaga pendidik di lingkungan Kementerian Agama, dengan status Guru Swasta dan memohon untuk dapat diangkat menjadi PNS. Sebagai tenaga Honorer, saya dan kawan-kawan merasa diperlakukan kurang adil dan menyampaikan pengaduan sebagai berikut : a. Saya dan rekan-rekan seprofesi telah mengabdi dengan masa kerja lebih dari 10 (sepuluh) tahun, namun belum diangkat menjadi PNS, di lain pihak ada honorer yang masa kerjanya kurang dari 10 (sepuluh) tahun sudah terlebih dahulu diangkat menjadi PNS. b. Amanah Konstitusi sangat jelas mendukung UndangUndang Dasar 1945, dalam mencerdaskan bangsa, dan turut membantu terwujudnya Generasi bangsa yang berakhlak mulia. c. Setiap warga negara berhak mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak untuk kemanusiaan, dan jangan membiarkan rakyat fakir dan akhirnya menjurus kekafiran. d. Pasal 27 ayat1 UUD 1945, setiap warga negara punya hak dan kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Dengan pertimbangan tersebut, saya berharap agar Ketua DPR RI dapat memperjuangkan nasib saya dan rekanrekan, dan apabila PP 48 Tahun 2005 merupakan ganjalan, pengadu memohon agar Menteri Agama RI membantu dengan memberikan pengecualian atas PP 48 Tahun 2005 tersebut. Amin Bahrun Banyumas, Jawa Tengah Aspirasi Masyarakat Peduli Pilkada Ditujukan kepada Komisi III DPR RI perihal kontradiksi antara Pasal 158 UU No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang (PERPU) No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UndangUndang No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-undang dengan Pasal 6 Peraturan MK RI No.1 Tahun 2015 Tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Bahwa dalam rapat Audiensi dan Konsultasi Komisi II tgl. 14 Januari 2016 (perumus UU No.8 Tahun 2015) telah dinyatakan bahwa UU No. 8 Tahun 2015 tidak perlu dijabarkan lagi karena kalimatnya sudah jelas dan Pasal 158 UU No.8 Tahun 2015 tidak dapat ditafsirkan secara lain, selain yang dimaksud dalam UU itu sendiri. Bahwa sesuai Pasal 158 tersebut, dasar penghitungan persentase sebagai syarat untuk mengajukan permohonan perselisihan ke MK adalah jumlah suara hasil penghitungan KPU, bukan berdasarkan suara terbanyak perolehan pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan Mahkamah Konstitusi tersebut. Dalam Peraturan MK No. 5 Tahun 2015 yang diterbitkan pada 30 November 2015 (8 hari sebelum pencoblosan) tersebut, MK menyisipkan satu ayat tambahan, yaitu ayat (3) sehingga berbunyi: “Persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dihitung dari suara terbanyak berdasarkan penetapan hasil penghitungan suara oleh Termohon.” Bahwa dengan adanya ayat sisipan tersebut, Peraturan MK No. 5 Tahun 2015 dianggap telah melanggar dan bertentangan dengan UU di atasnya, yaitu UU No. 8 Tahun 2015. Komisi III DPR RI mengingatkan MK RI untuk menghapus ayat tersebut. Eduardus Nansung Tangerang, Banten PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 5 PROLOG regulasi ideal untuk kejahatan seksual Hukuman pemberat versus rehabilitasi. Mana yang harus dititikberatkan dalam rumusan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Diskursus ini menyisakan kontroversi di ranah publik. Parlemen berusaha merumuskan RUU yang ideal untuk menjerat para pelaku sekaligus merebilitasi korban. 6 K ekerasan seksual jadi topik yang hampir setiap hari dibincang oleh Badan Legislasi (Baleg), Komisi VIII, dan Komisi IX DPR RI. RUU ini sudah masuk Prolegnas prioritas. Butuh Pansus yang melibatkan banyak anggota dari lintas komisi untuk merumuskan RUU yang satu ini. Desakan publik yang kuat agar ada regulasi komprehensif yang mengatur hukuman pemberat dan rehabilitasi, membuat eksekutif dan legislatif seperti berlomba merumuskan aturan. Presiden sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 Perlindungan Anak. Di dalamnya memuat hukuman tambahan pemberat berupa hukuman kebiri kimia, hukuman seumur hidup, hingga hukuman mati. Jadi, selain ada hukumam pokok yang diatur KUHP, hukuman bagi pelaku kekerasan seksual ditambah hukuman pemberat tersebut. Perppu itu mengisi kekosongan atas hukuman yang dinilai terlalu minim untuk sebuah kejahatan seksual yang di luar batas kemanusiaan. KUHP, UU Perlindungan Anak, dan UU Pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga tidak memberi sanksi berat bagi pelaku kejahatan seksual. Dibutuhkan UU lex specialist untuk genre kejahatan ini. sangat menderita. Untuk itu, RUU PKS yang jadi usulan DPR RI akan mengatur secara holistik, hukuman pemberat plus rehabilitasinya. Dari definisi, jenis kejahatan seksual, hukuman, hingga rehabilitasinya coba dirumuskan. Bila sudah diundangkan, diharapkan RUU ini kelak menjadi UU ideal meng hadapi kejahatan seksual. Tak ada ampun bagi pelaku, seraya juga memberi perhatian lebih kepada korban. Apalagi, bila korbannya balita atau anak-anak. Yang tak kalah pentingnya dari semua ini adalah upaya pencegahan. Negara dituntut hadir melindungi warganya dari bahaya kekerasan seksual. Negara tengah dirundung duka dengan banyaknya anak-anak wafat dan menjadi korban pelecehan seksual maupun kejahatan seksual yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Ini adalah sebuah perbuatan yang sangat biadab, tidak berperikemanusiaan, dan keluar dari tradisi masyarakat Indonesia yang humanis, santun, sangat menghargai sesama manusia. Jalaludin Rakhmat Anggota Komisi VIII DPR RI mengemukakan, pendidikan seksual bisa jadi salah satu cara untuk mendiagnosis perkara nista ini. Lewat pendidikan di sekolah maupun ling kungan masyarakat dan keluarga, anak-anak bisa diberi pengetahuan yang memadai tentang alat reproduksi. Perilaku sehat dan terlarang bisa diajarkan sejak dini. Hukuman kebiri, menurut politisi PDI Perjuangan ini, tak efektif mencegah kekerasan seksual. Kebiri hanya efektif untuk pelaku agar tak bisa melakukan kejahtaan yang sama. Hal yang sama diutarakan Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati bahwa kebiri bukanlah pencegah yang tepat. Hukuman kebiri hanya menimbulkan masalah sosial dan kesehatan baru di masyarakat. Ibarat sapu kotor digunakan untuk membersihkan ruangan kotor. Begitulah hukuman kebiri. Upaya pencegahan harus dilakukan dengan mengajak semua pihak, tidak saja lembaga pendidikan, tapi juga penegak hukum, tokoh masyarakat, dan lain-lain yang secara serempak melindungi anak-anak dan perempuan dewasa dari ancaman kekerasan seksual. Azriana Rambe Manalu Ketua Komnas Perempuan, mengungkapkan, perkosaan perempuan secara beramairamai sebetulnya cerita lama. Pola kejahatan ini selalu berulang terjadi. Semenatara untuk akses keadilan, korban anak dinilainya lebih mudah mengakses keadilan daripada perempuan dewasa. Bila korbannya perempuan dewasa, maka besar kemungkinan ia bisa kehilangan pekerjaan. Dan punya beban anak yang diakandung bila perkosaan itu melahirkan anak. Belum lagi sistem hukum yang berlaku tidak berpihak kepada korban. Banyak kasus kekerasan seksual mentok di kepolisian dengan alasan kurang bukti. Komnas Perempuan mengusulkan agar keterangan korban bisa dijadikan alat bukti. Dengan begitu, penyidik tinggal mencari satu alat bukti lagi untuk menjerat pelaku biadab itu seperti disyaratkan KUHAP. “Komnas sudah menyampaikan kajiannya tahun 2012 lalu. Selama 2001-2011, kita temukan setiap hari ada 35 perempuan mengalami kekerasan seksual. Artinya, setiap 2 jam ada 2 orang korban,” jelas Azriana. Ironisnya, selama ini hanya 10 persen kasus perkosaan yang sampai ke meja hijau. Inilah saatnya meramu regulasi yang ideal untuk melawan kejahatan seksual. n PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l (tim redaksi) Ketika kejahatan seksual mulai terungkap satu per satu ke publik, semua kita berduka sekaligus bergandengan tangan menentang keras kejahatan ini. Bermula dari seorang pelajar wanita yang diperkosa beramai-ramai, lalu dibunuh. Inilah yang menimpa Yuyun siswi SMP di Rejang Lebong, Bengkulu. Rasa keadilan kita tersayat. Setelah itu, seperti jamur yang tumbuh di musim penghujan, kasus-kasus kejahatan seksual lainnya terungkap satu per satu. Negeri ini sudah masuk darurat kej ahatan seksual. Dan apakah perkosaan bergerombol disertai pembunuhan korbannya bisa dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), sejajar dengan korupsi, terorisme, dan narkoba? Yang jelas, hukuman bagi pelakunya, memang, perlu diperberat. Apalagi, korbannya adalah anakanak atau pelakunya berulang kali melakukan kejahatan yang sama. “Negara tengah dirundung duka dengan banyaknya anak-anak wafat dan menjadi korban pelecehan seksual maupun kejahatan seksual yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Ini adalah sebuah perbuatan yang sangat biadab, tidak berperikemanusiaan, dan keluar dari tradisi masyarakat Indonesia yang humanis, santun, sangat menghargai sesama manusia,” ucap Ali Taher. Perdebatan pun terjadi seputar hukuman pemberat bagi pelaku. Hukuman penjara seumur hidup, kebiri kimia, dan hukuman mati jadi pilihan. Di DPR RI sendiri masih ada pro kontra atas hukuman kebiri dan hukuman mati. Perppu yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo pada 25 Mei lalu memuat klausul hukuman mati dan kebiri. Semuanya bergantung keputusan hakim yang mengadilinya kelak. DPR RI menilai, ada yang kurang dari Perppu tersebut. Perppu hanya mengatur hukuman pemberat tanpa mengatur rehabilitasi korban. Tak terpikirkan bagaimana menyehatkan kembali fisik dan psikis korban yang 7 LAPORAN UTAMA Wakil Ketua DPR RI Bidang Korkesra, Fahri Hamzah Kekerasan Seksual adalah Persoalan Kompleks W akil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Fahri Hamzah menegaskan bahwa dalam menghadapi permasalahan kekerasan seksual, harus dilihat secara menyeluruh, termasuk mengenai sistem sosial agar jangan sampai banyak generasi muda menjadi korban. “Bahwa soal kekerasan seksual itu kompleks sifatnya. Bukan hanya soal alat kelamin,” tegas Fahri, beberapa waktu yang lalu. Fahri mengapresiasi Presiden Joko Widodo yang telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Menurutnya, Perppu ini memang dilahirkan dari kondisi darurat, yang sifatnya memaksa akibat maraknya kasus tersebut di masyarakat. “Adanya Perppu datang dari kedaruratan yang memaksa dan luar biasa. Jadi, dapat dimengerti Presiden mengambil keputusan itu,” kata politisi F-PKS itu. Namun secara pribadi Fahri menilai, Perppu kebiri itu hanya membunuh satu alat kelamin saja, tanpa menyelesaikan permasalahan sebenarnya dari motif-motif para pelaku kekerasan seksual tersebut. Ia menilai, permasalahan utama para pelaku kekerasan seksual itu sebenarnya ada di pemikirannya, sehingga hal itulah yang harus dijadikan fokus agar bagaimana masyarakat 8 l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 bisa memandang seks dari kaca mata yang semestinya. “Padahal riset modern mengatakan, bahwa alat kelamin yang paling besar itu adalah otak. Jadi yang paling harus kita bunuh agar masyarakat tidak salah tingkah terhadap seks, itu adalah menyembuhkan otak manusia,” tegas Fahri. Politisi asal dapil Nusa Tenggara Barat itu juga menyayangkan unsur pencegahan masih belum terakomodir dalam perppu tersebut. Ia menilai, hal utama yang harus dilakukan oleh pemerintah yaitu melakukan pencegahan secara masif. Salah satunya dengan menangkal produk pornografi yang mudah diakses masyarakat. Menurutnya, pornografi menjadi salah satu hal dapat merusak otak dan pemikiran seseorang. “Perppu itu juga harus mencakup adanya tindakan pencegahan yang masif, karena produk pornografi diserap orang melalui telepon genggam dan itu dapat merusak otaknya. Setiap hari itu kemungkinan otak kita rusak oleh pornografi,” tandas Fahri. Fahri mengusulkan perlunya digalang tindakan pencegahan untuk memproteksi masyarakat Indonesia agar tidak bisa lagi mengakses produk pornografi. Hal itu perlu dilakukan agar otak dan pikiran masyarakat tidak diracuni oleh pornografi. “Jadi sekali lagi, pencegahan yang lebih masif, mengendalikan otak positif manusia agar tidak rusak oleh produk pornografi,” saran Fahri, menutup wawancara. n (sf) Kekerasan seksual yang belakangan ini marak terjadi terhadap anak dan perempuan merupakan persoalan yang bersifat kompleks. Harus dilihat juga dari sisi upaya untuk melindungi generasi muda agar tidak menjadi korban seiring era kebebasan dan maraknya pornografi. Padahal riset modern mengatakan, bahwa alat kelamin yang paling besar itu adalah otak. Jadi yang paling harus kita bunuh agar masyarakat tidak salah tingkah terhadap seks, itu adalah menyembuhkan otak manusia. foto : jaka/iw Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 9 LAPORAN UTAMA Ketua Komisi VIII DPR RI, M. Ali Taher Kekerasan Seksual Perbuatan Tidak Berperikemanusiaan sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sila kedua yakni Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Dari sila ini, sudah tergambar jelas prinsip-prinsip f ilosof i bahwa Bangsa Indonesia sangat menghargai nilai-nilai kemanusiaan. “Sehingga ketika terjadi pemerkosaan dan diskriminasi kepada wanita dan anak-anak, rasanya itu tidak diterima akal sehat saya. Dengan begitu, diperlukan tindakan pencegahan dari sistem perundangundangan,” tegas Ali. Politisi F-PAN ini mengapresiasi dengan diterbitkannya Perppu No 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan terhadap Anak menyangkut pemberatan hukuman dan hukuman kebiri kepada pelaku. Walaupun hukuman kebiri masih menjadi perdebatan, menurutnya ini sebagai langkah awal untuk preventif. “Konsentrasi negara melalui Pemerintah dan DPR, bahwa kita melakukan preventif dan penegakan hukum itu wajib dan segera dilakukan bersama-sama. Sehingga faktor keinsyafan dari pelaku kekerasan itu menjadi penting di masa mendatang,” imbuh Ali. Ia juga mendukung hukuman kepada pelaku kejahatan seksual yang dapat memberikan efek jera secara permanen. Namun i a m e m p e rc ay a k a n hukuman seberatberatnya kepada hakim untuk Foto : Naefurodji/iw K ekerasan seksual pada anak merebak di sejumlah wilayah di tanah air. Daftar kasus kejahatan seksual anak kian bertambah panjang. Menyusul setelah tragedi Yuyun di Bengkulu, satu per satu aksi biadab itu terungkap ke publik, seperti di Surabaya, Aceh, dan Cirebon. Rentetan kejadian ini menegaskan darurat kekerasan anak di Indonesia butuh solusi nyata, bukan sekadar wacana. Permasalahan ini pun mengundang rasa prihatin Ketua Komisi VIII DPR RI M. Ali Taher. “Negara tengah dirundung duka dengan banyaknya anak-anak wafat dan menjadi korban pelecehan seksual maupun kejahatan seksual yang dilakukan anak. Ini adalah sebuah perbuatan yang sangat biadab, tidak berperikemanusiaan, dan keluar dari tradisi masyarakat Indonesia yang humanis, santun, sangat menghargai sesama manusia,” kata Ali, saat ditemui Parlementaria di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, beberapa waktu yang lalu. Apalagi, kata Ali, Indonesia m e m i l i k i filosofi yang sangat luar biasa yang ada di Pancasila, Ketua Komisi VIII DPR RI, M. Ali Taher 10 l PARLEMANTARIA l Edisi 138 TH. XLVI - 2016 Soal hukuman kebiri, saya kira dalam langkah jangka pendek, kita setuju. Tapi seperti apa teknisnya, itu harus diperjelas dulu. Lalu bagaimana koordinasi antar pihak penegak hukum, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), harus ada solusi dari aspek teknisnya di lapangan. Karena ini menyangkut faktor disiplin, faktor etika, hingga faktor sumpah jabatan Di satu sisi, masih kata Ali, perlu konsistensi Pemerintah dalam memberantas peredaran narkoba dan minuman keras, hingga konten i n f o r m a s i b e r b a u p o r n o g ra f i . Menurutnya, peredaran narkoba harus diberantas sampai ke akar- Perppu No.1/2016 Pasal 81A akarnya. Bila perlu, hukuman mati harus diperlakukan kepada pengedar narkoba. Informasi yang berlebihan terkait eksploitasi seksual terhadap perempuan dan anak melalui media massa itu juga sangat berbahaya bagi generasi bangsa. “Apalagi dengan adanya Revolusi Mental yang ditawarkan Presiden, itu harus menj adi keharusan. Langkah-langkah yang dilakukan itu memerlukan tanggung jawab bersama antara DPR, Pemerintah, dan seluruh elemen masyarakat,” pesan Ali. Pencegahan dari Sisi Hukum Ali menegaskan, pencegahan agar kekerasan seksual tidak terjadi terus menerus juga perlu dikedepankan. Ia mendorong Pemerintah untuk mengambil sikap dan langkah supaya bisa melakukan pencegahan terhadap kekerasan seksual ini, jangan sampai terjadi lagi. Politisi asal dapil Banten itu juga mendesak Menteri Sosial RI, Menteri PPA, Kepolisian Republik Indonesia dan KPAI untuk bersinergi dalam hal penanganan masalah anak pada kebijakan dan implementasinya yang bersifat preventif, penanganan dan rehabilitasnya terintegrasi dari tingkat pusat hingga daerah. “Soal hukuman kebiri, saya kira dalam langkah jangka pendek, kita setuju. Tapi seperti apa teknisnya, itu harus diperjelas dulu. Lalu bagaimana koordinasi antar pihak penegak hukum, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), harus ada solusi dari aspek teknisnya di lapangan. Karena ini menyangkut faktor disiplin, faktor etika, hingga faktor sumpah jabatan,” papar Ali. Masalah rehabilitasi korban kekerasan seksual juga harus menjadi perhatian. Pasalnya, trauma akibat kekerasan seksual itu tidak bisa dihilangkan dalam jangka pendek, bahkan bisa memakan waktu seumur hidupnya. “Soal rehabilitasi itu, bagaimana meyakinkan anak itu agar kembali hidup normal, mendapatkan pendidikan dan pembinaan yang terbaik, dibimbing ke arah kemandirian, mendapat akses kerja, dunia usaha dan pendidikan. Dan kembali ke masyarakat dengan wajah yang gembira, tidak memiliki trauma,” harap Ali. Ali menambahkan, pihaknya juga meminta semua pihak untuk terus meningkatkan sosialisasi yang masif semua peraturan perundangundangan mengenai perlindungan anak. Kemudian, dengan adanya peningkatan peran masyarakat untuk segera melaporkan kepada instansi terkait dan pihak kepolisian jika melihat atau mengetahui adanya tindak kekerasan seksual terhadap anak. n (sf, mh) memutuskan hukuman yang paling pantas untuk pelaku kekerasan seksual. (1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7) dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dilaksanakan setelah terpidana menjalani pidana pokok. (2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan. (3) Pelaksanaan kebiri kimia disertai dengan rehabilitasi. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan dan rehabilitasi diatur dengan Peraturan Pemerintah. PARLEMANTARIA l Edisi 138 TH. XLVI - 2016 l 11 LAPORAN UTAMA Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Sodik Mujahid ekerasan seksual masih jadi PR besar yang belum terjang kau oleh produk perundang-undangan yang ada. KUHP dan undang-undang terkait belum memberi perlindungan yang memadai bagi korban kekerasan seksual. KUHP dan perundang-undangan lainnya yang menjadi rujukan selama ini dalam penanganan kasus kekerasan seksual justru menjadikan perempuan sulit mengakses keadilan. Reviktimisasi at au p o l a re l a s i a nt a ra ko r b a n dengan pelaku, penegak hukum, dan masyarakat harus dibenahi kembali. Pemenuhan rasa keadilan korban harus diutamakan. U n d a n g - u n d a n g ( Pe r p p u) y a n g disahkan oleh pemerintah, nilai Sodik, masih memiliki satu kelemahan, yakni tidak memuat rehabilitasi. “Oleh sebab itu di DPR RI sedang didiskusikan, apakah kita ikut mengesahkan Perppu yang tidak lengkap itu atau kita mengusulkan draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) menjadi UU yang di dalamnya tercakup program rehabilitasi,” ungkap Sodik. Menurutnya, ruang lingkup RUU PKS harus mengatur lebih luas terkait pencegahan, perlindungan korban, penanganan dan pemulihan korban kekerasan seksual, baik oleh pemerintah, Pemda, badan pendidikan, kembaga masyarakat, dan keluarga. banyak dipakai. Hanya untuk kasuskasus luar biasa saja sebagai bentuk shocktherapy. Karena sekarang sudah ditetapkan menjadi PERPPU, menurut saya tidak masalah, kita pakai saja,” tandasnya. Menjawab pertanyaan, apakah kebiri merupakan hukuman yang ideal, ia mengemukakan, kebiri tidak usah dikhawatirkan, karena hanya sebagai shocktherapy. Itu boleh saja, sepanjang tindakan-tindakan preventifnya dilaksanakan dengan baik. Diskusi yang akan dilakukan oleh para politisi di Parlemen adalah apakah DPR RI menerima atau menolak PERPPU itu. “Kalau DPR RI menerima, berarti RUU PKS akan ditanggalkan. Oleh karenanya kami ingin bekerja lebih komprehensif, mulai dari preventif sampai sanksi. Komisi VIII mendukung upaya pemberatan sanksi hukum kebiri tersebut, meskipun itu bukan satu-satunya elemen terpenting. Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Sodik Mujahid Sejumlah kelemahan dalam rumusan delik KUHP butuh penyempurnaan. Para penyidik kerap terkendala dengan tidak lengkapnya unsur, tidak adanya sanksi yang berat, tidak adanya rumusan perlindungan dan hak pemulihan korban yang tepat dan ideal. Inilah bagian dari titik penyempurnaan atas UU yang ada. Di tengah kesibukkannya mengi­ kuti berbagai rapat di Komisi VIII, pertengahan Juli lalu, Parlementaria berhasil menemui Sodik Mujahid untuk dimintai komentarnya menyangkut aturan hukum pemberat bagi pelaku dan aturan rehabilitasi bagi korban. Peraturan Pemerintah Pengganti 12 RUU ini juga mengatur peran serta masyarakat dan kelembagaan yang akan mengawal implementasi bila RUU ini sudah disahkan. Menanggapi hukuman kebiri yang mungkin akan menimbulkan masalah sosial baru, Sodik berpendapat, kebiri hanya satu elemen dalam paket hukuman pemberat bag i pelaku dalam Perppu No.1/2016. Jika semua program pencegahan dan penanganan terpadu sudah dilakukan, sebetulnya pemberatan hukuman kebiri tidak akan banyak dipakai. “Jika program penanganan terpadu oleh semua stakeholder-nya sudah berjalan, mungkin tidak akan terlalu l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 Tetapi jika kita menolak, maka RUU PKS yang lebih komprehensif, tentu yang akan kita dijadikan prioritas,” ucap Sodik. Pelaksanaan hukum kebiri bagi pelaku tindak kekerasan seksual masih menimbulkan kontroversi diantara berbagai kalangan, terutama jika dikaitkan dengan masalah Hak Asasi manusia (HAM). Sodik berpendapat bahwa kalau kita mengukur HAM dengan menggunakan UUD 1945, maka ada ruang pelanggaran. Oleh karenanya, masalah ini harus menjadi pertimbangan DPR RI dan pemerintah. Jika sudah diundangkan, pemerintah harus menanggung segala foto : kresno/iw K Ini Kejahatan Luar Biasa Di sisi lain, harus ada upaya sistematis dan terpadu yang melibatkan semua pihak, seperti sekolah, keluarga, Pemda, dan para penegak hukum. Komitmen penegak hukum penting disoroti. “Apa artinya ada pemberatan hukuman jika tidak ada komitmen dari para penegak hukumnya,” papar politisi dari dapil Jabar I itu. Komisi VIII, lanjut Sodik, sudah meminta Kemen PPA agar menempatkan diri sebagai koordinator atau leading sector untuk menangani masalah kekerasan tersebut. Kementerian ini yang akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian, Pemda, sekolah, rumah tangga, tempat ibadah, termasuk juga media. Harus ada langkah-langkah konkrit yang dilakukan dalam kondisi darurat kekerasan sekusal. “Kami mengkritik Menteri PPA, karena dianggap langkah-langkahnya belum konkrit dalam menghadapi masalah kekerasan seksual,” ungkap Sodik, seraya menambahkan, sudah saatnya negara menyematkan status kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) pada kekerasan seksual. Sudah saatnya tidak ada lagi impunitas pada kasus tindak pidana kekerasan seksual yang secara umum terjadi pada kelompok rentan diskriminasi, yaitu perempuan, anak-anak, dan difabilitas. Hadirnya RUU PKS bertujuan mencegah segala bentuk kekerasan seksual, melindung i perempuan korban kekerasan seksual, menindak pelaku kekerasan seksual, memulihkan korban, pendampingan keluarga, dan memberikan tanggung jawab pada negara. n (ryan) risiko yang diakibatkan, termasuk masalah anggaran yang dibutuhkan bagi pelaksanaan hukuman kebiri tersebut. Meskipun menurut Sodik, implementasi kebiri hanya dilakukan untuk kasus-kasus yang bersifat luar biasa. Ia juga menambahkan bahwa alokasi dana yang digunakan mungkin bisa berasal dari Polri, Kementerian Hukum dan HAM, atau Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Anak. Politisi Partai Gerindra ini, prihatin atas meningkatnya kasus kekerasan seksual tersebut. Adanya hukuman pemberat sangat disetujuinya. “Oleh karenanya kami ingin bekerja lebih komprehensif, mulai dari preventif sampai sanksi. Komisi VIII mendukung upaya pemberatan sanksi hukum kebiri tersebut, meskipun itu bukan satusatunya elemen terpenting.” Perppu No.1/2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.23/2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 81 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (Pasal 76D UU 23/2004: “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.”) (2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. (3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D. (5) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun. (6) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku. (7) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan cip. (8) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan. (9) Pidana tambahan dan tindakan dikecualikan bagi pelaku Anak. PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 13 LAPORAN UTAMA Anggota Baleg F-PDIP, Jalaludin Rakhmat Mendiagnosis Pemicu Kekerasan Seksual F foto : arief/iw a k t o r p e m i c u ke ke ra s a n seksual masih menjadi perdebatan. Tapi, pelecehan dan kekerasan seksual disebabkan oleh kegagalan manusia memahami seksualitasnya. Rapat Badan Legislasi (Baleg) baru saja usai. Banyak rancangan undang-undang (RUU) dibahas di dapur legislasi ini. Dan salah satu RUU yang jadi desakan publik untuk segera diselesaikan adalah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Parlementaria menemui Anggota Baleg dari F-PDI Perjuangan Jalaludin Rakhmat untuk membincang RUU PKS. Kang Jalal, begitu ia biasa disapa, memberi pandangan holistik soal ini. Kegagalan manusia memahami seksualitasnya selalu luput dari banyak kupasan tentang skandal perilaku sesat seksual. Salah satu pengertian umum tentang perilaku sesat seksual adalah tindakan pelecehan d a n 14 kekerasan, baik fisik maupun psikis terhadap korban perempuan dewasa atau anak-anak. Satu hal yang perlu dimengerti, pada dasarnya perempuan dan laki-laki secara kodrati adalah makluk seksual. Perempuan boleh jadi didakwa sebagai objek, tetapi sebagai makluk seksual, de facto, ia jelas punya kebutuhan yang sama dengan kaum lelaki. Yakni kebutuhan untuk memenuhi hasrat seksnya. Jadi secara umum, baik lelaki maupun perempuan sebenarnya merupakan objek dari hasrat seksualnya sendiri. Jalal menitikberatkan pada faktor pemicu yang menjadikan seseorang melakukan penyimpangan seksual. Menurutnya, mendeteksi secara dini faktor penyebab kekerasan seksual, bisa menghentikan tindakan kekerasan seksual itu sendiri. Untuk mendeteksinya, dia menyarankan agar dilakukan penelitian secara serius, sehingga semua masalah bisa teratasi secara lebih teratur. “Mestinya ada sebuah research yang akurat tentang provokator-provokator yang menyebabkan adanya kekerasan seksual. Itulah yang harus dihambat. Yang saya maksud provokator itu bukan hanya orang, tapi unsur-unsur, faktor-faktor yang memudahkan orang untuk melakukan tindakan kekerasan,” jelasnya. Menurut Jalal, yang juga jadi masalah adalah gabungan antara seksualitas dan agresivitas pelaku. Dia menilai, bukan hanya nafsu seksualnya yang berlebihan, tapi juga kecenderungannya untuk melakukan secara agresif. Nafsu seksual yang berlebihan seharusnya bisa dikanalisasi dengan cara yang tidak menimbulkan kekerasan. “Garis bawahnya adalah tindakan kekerasan seksual. Bisa saja nafsu yang berlebih-lebihan disalurkan sehingga melakukan tindakan kekerasan,” ungkap politisi dari dapil Jawa Barat II Mendeteksi secara dini faktor penyebab kekerasan seksual, bisa menghentikan tindakan kekerasan seksual itu sendiri. Untuk mendeteksinya, dia menyarankan agar dilakukan penelitian secara serius Anggota Baleg F-PDIP, Jalaludin Rakhmat l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 sanksi tambahan berupa kebiri kimiawi terlalu berlebihan jika diterapkan. Saat yang sama, DPR RI sendiri sedang membahas RUU PKS. Butuh waktu panjang sampai RUU ini disahkan. Namun, tutur mantan Kepala Sekolah Muthahari Bandung ini, untuk sementara waktu Perppu sudah cukup untuk menangani darurat kekerasan seksual, walaupun masih menyisakan isu kontroversial seperti kebiri. Hukuman kebiri tidak sepenuhnya bisa mencegah terjadinya kekerasan seksual. “Pengebirian tidak akan memberikan efek jera kepada yang lain. Mungkin hanya untuk pelaku, karena dia tidak bisa melakukannya lagi.” Dalam pandangan Jalal, pendidikan seksual bisa jadi salah satu cara untuk mendiagnosis perkara nista ini. Pendidikan bisa memposisikan perilaku secara tepat dan sehat, serta tidak merugikan orang lain. Inilah langkah antisipatif untuk mencegah makin membabi butanya perilaku seks yang ngawur. Namun, karena isu seks sangat bersinggungan dengan wilayahwilayah yang sensitif dalam masyarakat, mulai dari soal agama, adat ketimuran, hingga pertimbangapertimbangan yang lebih politis sifatnya, maka kesimpulan tersebut sulit untuk di-follow up lebih lanjut sebagai sebuah konsep yang matang untuk diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan yang ada. Akhirnya urusan yang penting untuk digarisbawahi di sini adalah problem solving yang mendasar pada masalah ini. Perempuan dan anak yang selalu menjadi korban kekerasan seksual dengan seluruh bag ian tubuhnya harus dihormati, termasuk oleh perempuan itu sendiri. Secara abstrak, barangkali anjuran menyusun konsep untuk menghindari kegagalan pemahaman manusia terhadap seksualitas bisa menjadi langkah awal mencari jalan keluar. n (eko) ini. Faktor situasi ekonomi, sambung Jalal, bisa juga menjadi pemicu timbulnya hasrat tak terkendali itu. Kemiskinan bisa menimbulkan perasaan marah atau tindakan kasar akibat kekecewaan yang kemudian dilampiaskan kepada orang lain. “Misalnya orang yang mengalami frustasi, kemudian dia tidak juga bisa melakukan hubungan seksual. Frustasinya itu akan mengakibatkan tindakan kekerasan seksual. Contoh kasus yang terjadi di Tangerang. Menurut saya, itu mengalami gangguan mental karena frustasi. Orang kalau frustasi dia agresif,” ungkap pakar komunikasi itu. Masih banyak faktor pemicu lainnya yang menyebabkan kekerasan seksual. Sementara mengomentari Per­ aturan Pemerintah Pengganti UndangUndang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Jalal menilai, Perppu No.1/2016 Pasal 82 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) (Pasal 76E dalam UU No.23/2004: “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.”) (2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E. (4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (5) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku. (6) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan cip. (7) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan. (8) Pidana tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak. PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 15 LAPORAN UTAMA Anggota Komisi VIII DPR RI, Dwi Astuti Wulandari Sikap Peduli Masyarakat Harus Ditingkatkan 16 l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 tegas Ade. Sebagai legislator, Ade berharap Pemerintah juga memperkuat pengamanan instrumen penegak hukum, diantaranya kepolisian dan kementerian terkait. Ia mendorong Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dapat meningkatkan perannya. “Kalau menurut saya, peran P2TP2A masih sangat minim. Setiap Komisi VIII melakukan kunjungan ke daerah, dan foto : iwan armanias K e k e r a s a n s e k s u a l p a d a mencegah kekerasan yang terjadi perempuan dan anak semakin pada anak. Anak usia dibawah 18 m e n i n g k a t . W a l a u p u n tahun, masih dianggap anak-­a nak, s e b e n a r n y a k e k e r a s a n dan memerlukan asuhan dan seksual sudah marak terjadi dari dulu, b i m b i n g a n d a r i o ra n g namun kini lebih mudah terungkap tuanya. Saya melihat ke publik. Masyarakat dinilai sudah b a n y a k o r a n g t u a berani melaporkan kejadian kekerasan y a n g l a l a i . K i t a seksual di lingkungan sekitarnya. tidak boleh hanya Anggota Komisi VIII DPR RI Dwi menggantungkan Astuti Wulandari mengapresiasi m a s a l a h i n i sikap aware atau sadar masyarakat kepada pihak yang terhadap lingkungan sekitarnya. b e r w a j i b , a t a u Walaupun terkadang sikap ini belum Pemerintah saja. berlaku di seluruh lapisan masyarakat. D a r i d a l a m d i r i Politisi yang akrab dipanggil Ade ini kita juga harus mendorong, sikap peduli terhadap d i p e r k u at ,” ling kungan sekitar dapat lebih ditingkatkan. “Kesadaran masyarakat sudah ada. Tapi kalau dikatakan 100 persen aware, ya belum. Apalagi yang di daerah-­ daerah, kalau terjadi sesuatu cenderung ditutup-tutupi. Tapi sekarang informasi di media sudah sangat marak, saya kira banyak masyarakat yang melaporkan kasus ini,” kata Ade kepada Parlementaria, s a at d it e m u i d i r u a n g kerjanya, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, beberapa waktu yang lalu. Ade menambahkan, untuk meminimalisir kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak, masyarakat tidak boleh lengah. Setiap sisi harus diperkuat. Orang tua dan keluarga juga memegang peranan penting dalam mencegah agar si anak tidak menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual. Anggota Komisi VIII DPR RI, “Peran orang tua sangat Dwi Astuti Wulandari penting. Terutama untuk Dorong Pemberatan Vonis Hukuman Untuk meminimalisir meningkatnya ke ke ra s a n s e k s u a l , Pe m e r i nt a h mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang­undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perppu ini kadang disebut juga dengan nama Perppu Kebiri. Ade menilai, penerbitan Perppu ini tidak berada di momentum yang tepat. “Momennya tidak tepat. Saya sangat tidak setuju dengan Perppu ini. Dikeluarkannya Perppu ini harus ada dasarnya, seharusnya dikeluarkan dalam keadaan darurat. Jika dikatakan darurat, tentu saja tidak. Secara jujur, ini bukan dalam keadaan darurat. Apalagi soal hukuman ini sudah diatur dalam KUHP, sehingga tidak ada urgensi untuk dikeluarkannya Perppu,” analisa Ade. Namun Ade mencoba menelisik isi dari Perppu yang ditandangani Presiden Joko Widodo pada 26 lalu itu. Ia menilai, seorang Presiden sekalipun tidak bisa menambahkan elemen hukuman kepada UU. Hal itu berpotensi menyalahi aturan. Sebagaimana diketahui, dalam Perppu itu disebutkan salah satunya adalah hukuman kebiri dan pemasangan microchip. “Masalah kebiri dan microchip itu tidak bisa menambahkan elemen hukuman baru. Soal hukuman kebiri, saya tidak setuju. Ini bukan hanya masalah Hak Asasi Manusia, tapi tindakan itu tidak akan menyelesaikan maslaah. Karena yang sakit itu mindset si pelaku, bukan pada alat kelaminnya.Tapi yang dikebiri malah alat kelaminnya, tetap tidak merubah mindset,” nilai Ade. Seorang korban pemerkosaan tidak cukup didampingi dalam waktu jangka pendek saja, tapi bila perlu sampai bertahuntahun. Jika korban sudah dikembalikan kepada keluarganya, tetap harus ada pendam­pingan dari petugas P2TP2A, yang aktif mendampingi, bukan pasif. Ade menilai, jika pelaku dikebiri, dapat menimbulkan masalah tersendiri. Si pelaku bisa bertindak lebih brutal dengan membunuh, karena selama ini tidak tersalurkan. Atau ironisnya lagi, pelaku menjadi gila, dan melakukan bunuh diri. “Ini pernah terjadi di masa lalu. Kalau masalah microchip, kita mau menaruh microchip itu ke dalam tubuh seseorang. Kalau yang dipasangi microchip 5 juta orang, berarti yang harus mengawasi sangat banyak. Jangan sampai kedua hukuman ini menjadi useless,” nilai Ade. Sementara terkait hukumans penj ara, politisi asal dapil DKI Jakarta I itu tidak melihat keseriusan Pemerintah untuk membasmi masalah ini. Pasalnya selain hukuman kebiri, dalam Perppu itu disebutkan untuk hukuman kekerasan seksual itu hanya 10 sampai 20 tahun saja. “Harusnya kalau memang Peme­ rintah bersikeras dan konsentrasi mengatasi masalah ini, diperberat hukumannya saja. Bisa hukuman mati, seumur hidup. Ini kan ketahuan hanya mau menonjolkan isu kebirinya saja. Sekarang tidak ada hukuman seumur hidup bagi pemerkosa. Sehingga UU nya harus diubah dulu. Arah dari UU itu harus pemberatan hukum pada pelaku,” tegas Ade. Ade juga melihat, dalam Perppu tidak disebutkan mengenai hukuman kepada pelaku gengrape, atau pemerkosaan secara berkelompok. Padahal, kasus ini yang marak terjadi. Menurutnya, Pemerintah tidak konsentrasi terhadap permasalahan yang saat ini hadapi. Ia berjanji, akan memasukkan poin itu dalam pembahasan Rancangan Undang­undang Penghapusan Keke­ rasan Seksual (RUU PKS) yang saat ini dibahas DPR RI. Menurut Ade, RUU PKS yang sedang dalam tahap pembahasan itu masih berkonsentrasi pada hukuman pelaku, belum pada penanganan korban. Ia mengusulkan, dalam RUU juga dibahas mengenai rehabilitasi korban. Dalam UU bisa disebutkan mengenai jangka waktu rehabilitasi dan pendampingan korban kekerasan seksual. ‘Saya juga terpikir untuk mema­ sukkan unsur tanggung jawab orang tua dalam UU. Apapun yang terjadi kepada anak, orang tua juga turut bertanggung jawab. Jika anak menjadi pelaku dari kekerasan seksual, orang tua juga turut mendapat hukuman. Karena tidak bertanggung jawab pada anaknya. Peran orang tua sangat penting dalam hal ini. Tapi peran Pemerintah dalam hal ini juga tidak dapat dikesampingkan,” usul Ade. Menutup sesi wawancara, Ade berharap RUU PKS nantinya jika disahkan, tidak tumpeng tindih dengan Perppu Kebiri. Ia meminta Pemerintah untuk meninjau kembali isi Perppu. Ade berpesan agar peraturan perundangan tidak menyalahi aturan konstitusi.n PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l (sf ) meninjau P2TP2A, kami melihat belum banyak fasilitas yang kita temukan. Misal relawan dan staf yang minim, termasuk sarana dan prasarananya,” nilai Ade. Menurut politisi F­ -PD itu, seharusnya dalam P2TP2A itu memiliki semacam Rumah Aman, untuk mengamankan dan membimbing korban kekerasan seksual. Bila perlu, P2TP2A bekerjasama dengan Kementerian Sosial, sehingga ada sukarelawan yang bergabung mendampingi korban kekerasan. “Seorang korban pemerkosaan tidak cukup didampingi dalam waktu jangka pendek saja, tapi bila perlu sampai bertahun­ tahun. Jika korban sudah dikembalikan kepada keluarganya, tetap harus ada pendampingan dari petugas P2TP2A, yang aktif mendampingi, bukan pasif,” saran Ade. Di satu sisi, Ade juga mendorong Pemerintah untuk meningkatkan program pencegahan, yang dinilainya mas ih k uran g. Ia m e nya ra n k a n untuk memperbanyak penyuluhan mencegah kekerasan seksual kepada masyarakat. Ade memastikan, dirinya siap membantu jika dibutuhkan untuk kegiatan penyuluhan. 17 LAPORAN UTAMA Anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanul Haq Menghapus Kekerasan Seksual dengan Pendidikan Seks M Anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanul Haq 18 l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 :k foto o resn /iw engapa seks harus tabu diperbincangkan, sepanjang untuk pen­ didikan. Tak ada yang menyangkal bahwa seks penting dalam perkembangan hidup. Namun, seks tanpa aturan juga akan mengakibatkan permasalahan sosial yang berat. Dalam dunia pendidikan, seks ditawarkan dalam pelajaran biologi plus. Dalam pendidikan seks, selayaknya ditanamkan pemahaman kepada para pria bahwa dirinya tidak bisa menghindar dari tanggung jawab melindungi semua wanita. Apalagi, yang dihadapi wanita hamil, menyusui, dan wanita yang sedang merawat balita. Parlementaria berbicang dengan Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanul Haq soal sex education untuk menghapus kekerasan seksual yang s e l a m a ini masih marak terjadi di tengah masyarakat. Kekerasan seksual harus dicari akar per­masalahannya. Manusia, khususnya perempuan dengan seluruh bagi­a n tu­b uhnya harus dihor­m ati, termasuk oleh perempuan itu sendiri. Pola pikir inilah yang harus dijaga oleh semuan insan berakal sehat. “Sex Education ha­rus mengajarkan seks yang sehat. Kita juga menginginkan Kementerian Agama mem­p erkuat pembentukan karakter lewat kuri­ kulum di madrasah, pesantren, dan lewat khutbah-khutbah di mimbarmimbar agama, baik di masjid, gereja, dan di mana pun,” seru Maman, pertengahan Juni lalu. Politisi dari Fraksi Partai Kebang­ kitan Bangsa (PKB) ini memberi contoh tentang pendidikan seks di lembaga pendidikan pesantren yang dia pimpin. “Pesantren saya namanya Al-Mizan di Jatiwangi, Majalengka. Tiap hari Jumat ada nama materi Srikandi. Anak-anak kelas SMP yang akan balig mulai belajar hak reproduksi, bagaimanan seks yang sehat dan sesuai dengan standar syariat dan kesehatan. Kita juga ajarkan mereka berani menyuarakan kebenaran dan keadilan,” ungkap Maman. Dengan cara ini, sambung Maman, anak didik akan bisa melawan, ketika ada yang akan melakukan pelecehan bahkan kekerasan seksual. Mereka bisa melakukan perlawanan, tidak diam saja karena takut. Pendidikan ini juga mengajarkan keberanian untuk menolak perlakuan tidak senonoh dan merusak hak reproduksi. yang terkait Kemensos, PPA, lalu Kemendikbud dan sebagainya, semua masuk di sana, sehingga betul-betul anak Indonesia terlindungi. Negara hadir untuk melindungi anak-anak kita,” harap Maman. Pada era informasi ini, seksualitas manusia memang telah mengalami revolusi baru yang jauh lebih mutakhir, karena didukung oleh perangkat teknologi informasi. Wacana baru ini otomatis membawa sejumlah Masyarakat ikut berperan dalam mewujudkan iklim sosial yang penuh penghormatan kepada hak-hak kepribadian seseorang. Masyarakat yang sakit sering ditandai dengan menggilanya ekspresi prilaku seksual yang terjadi di dalamnya. implikasi yang lebih kompleks lagi dalam persoalan seksualitas manusia secara keseluruhan. “PKB juga mendorong kemen­ terian lain, seperti Menteri Komu­ nikasi dan Informatika untuk menggiatkan kembali panel-panel yang bisa memblok situs-situs pornografi, sehingga situs-situs pornografi tidak gampang masuk di android gadged,” harap Maman. Pengguna teknologi yang tidak bijak, akan menyuburkan pornografi dalam kehidupan masyarakat modern. Maman juga mengharapkan, dalam penanganan masalah sosial ini ada payung hukum yang bisa menihilkan kekerasan seksual. Oleh sebab itu, dia mendorong legislator yang bertugas di Badan Legislasi, agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) menjadi RUU prioritas. Di Baleg, RUU PKS sudah jadi nomor satu, sehingga tinggal menunggu masuk dalam paripurna untuk secepatnya disahkan. “Paling tidak 2016 ini kita sudah punya Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Dan ada kata kunci juga, yaitu tentang rehabilitasi. Rehabilitasi bukan hanya pada korban, tapi juga pada pelaku, dan pelaku anak-anak. Problem kita sekarang adalah yang jadi korban anak-anak dan yang jadi pelakunya juga anak-anak.” n (eko) Bagi remaja, seks seharusnya terkait dengan cinta, bukan pele­ ce­han, apalagi kekerasan. Maman menjelaskan dalam Kitab Safinah sudah ada pendidikan seks yang sehat. “Misalnya, bagaimana mengenal alat reproduksi, cara kita kencing, cara kita mengenal perempuan, menstruasi, dan lain sebagainya,” ungkap Maman. Cara-cara yang islami itu diha­ rapkan membuat semua orang terbuka dalam membincang seks. Sekali lagi, seks bukan sesuatu yang tabu dan seks bukan hanya yang tertutup. Karena dianggap tabu dan tertutup itulah, kata Maman, perempuan yang mengalami pelecehan seksual diam membisu. Apalagi bila yang melakukannya adalah gurunya sendiri di sekolah. Pada bag ian lain, sambung Maman, masyarakat ikut berperan dalam mewujudkan iklim sosial yang penuh penghormatan kepada hak-hak kepribadian seseorang. Masyarakat yang sakit sering ditandai dengan mengg ilanya ekspresi prilaku seksual yang terjadi di dalamnya. Unsur kekerasan pada umumnya dominan dalam fenomena seksualitas manusia dengan segala perangkat baru yang mendukung. “PKB juga mendorong perlin­ dungan anak berbasis masyarakat, sehingga nanti seluruh kementerian Perppu No.1/2016 Pasal 82A (1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (6) dilaksanakan selama dan/atau setelah terpidana menjalani pidana pokok. (2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan diatur dengan Peraturan Pemerintah. PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 19 LAPORAN UTAMA Sebaiknya Dihukum Mati fenomena sosial yang mengerikan. Satu per satu korban berjatuhan yang mayoritas anak-anak. Diperkosa beramai-ramai lalu dibunuh. Publik mengecam kebiadaban para pelaku pemerkosa. Korban dan keluarganya harus mendapat rehabilitasi yang mema­dai. “Saya mengapresiasi pemerintah yang cukup tanggap dengan menge­ luarkan Perppu se­b agai peng­­ ganti UndangU n­­d a n g Per­lin­dung­ an Anak. A r­­t i n y a , pemerintah Anggota Komisi IX DPR RI, Okky Asokawati 20 l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 cukup tanggap menghadapi fe­nomena sosial dan cukup sensitif menanggapi kehendak masyarakat yang meng­inginkan pemberian sanksi yang seberat-beratnya. Perppu itu berisi hukuman kebiri dan hukuman mati,” ujar politisi PPP ini. Okky mempertanyakan mengapa Perppu ini tidak direspon positif oleh IDI. Dan mengapa pemerintah tidak mengajak bicara IDI saat Perppu ini disusun. Itu artinya, kata Okky, Perppu ini belum secara komprehensif dirumuskan. Dia menilai isi Perppu memang hanya berfokus pada pemberatan hukuman. Belum memberi keadilan bagi para korban. Dan kini, DPR RI sudah menginisiasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang lebih komprehensif. “Kare na Pe r p p u tidak kom­ prehensif, lantaran tidak ada pasalpasal yang memberi keadilan bagi para korban, maka lintas fraksi di DPR RI menginisiasi RUU PKS dan sudah masuk dalam Prolegnas Perubahan 2016. Kami membahasnya dari b e r b a g a i s u d u t p a n d a n g ,” ungkap Okky. foto : naefurodji/iw P erppu sudah dikeluarkan Presiden sebagai pemberat hukuman bag i predator kejahatan seksual. Hukuman kebiri kimia hingga hukuman mati jadi alternatif bagi hakim untuk memilih hukuman pemberat sesuai kadar tindak pidananya. Namun, hukuman kebiri menyisakan masalah kesehatan. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pun tak mau menjadi eksekutor kebiri. Di ruang kerjanya yang tertata rapi, Parlementaria menemui Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati untuk berbincang RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Perspektif Komisi IX pun perlu didengar, karena mitra kerjanya adalah Menteri Kesehatan dan IDI, dua institusi yang sangat dekat dengan perkara kebiri yang tercantum dalam Perppu. Okky mengapresiasi terbitnya Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tersebut seiring maraknya kasuskasus kekerasan seksual belakangan ini. Inilah respon positif dari pemerintah melihat foto: harianindo.com Mengomentari hukuman kebiri yang jadi perbincangan publik, Okky melihat, hukuman jenis ini menyisakan banyak masalah kesehatan bagi pelaku yang pada gilirannya jadi masalah sosial baru. Kebiri sendiri merupakan upaya penghentian kebutuhan dasar makhluk hidup. “Sexual drive itu, kan, basic need. Ketika dikebiri, besar Politisi PPP itu menjawab, hukuman mati sangat ideal dan setimpal dengan perbuatan para penjahat seksual. Apalagi banyak korbannya dibunuh. Anak-anak dan remaja putri jadi korban yang terus berjatuhan. “Saya lebih setuju hukuman mati saja. Itu hukuman berat yang paling pas dan tidak meninggalkan masalah lagi,” tandasnya. Hukuman berat itu sangat setimpal bila melihat kerusakan mental dan fisik korban. Penderitaan korban, aku politisi dari dapil DKI II ini, sangat dirasakan teman dekatnya yang menjadi korban kekerasan seksual. Sang pelaku adalah pamannya sendiri, hingga korban punya anak dari hubungan paksa tersebut. Penderitaanya luar biasa. Butuh rehabilitasi seumur hidup. Bahkan, butuh konsultasi dengan psikolog dalam jangka waktu lama. “Dia enggak bisa lupakan penga­ lamannya itu. Kisahnya sangat memilukan. Perlu konsultasi psikologi. Saat rapat dengan Menkes, saya sarankan, agar konsultasi psikologi m a s u k ke d a l a m j a m i n a n BPJ S Kesehatan termasuk visumnya. Biayanya mahal. Kasihan bila korban harus menanggung pula semua biaya konsultasi,” ungkap Okky mengakhiri perbincangan. n PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l (mh) Hukuman mati sangat ideal dan setimpal dengan perbuatan para penjahat seksual. Apalagi banyak korbannya dibunuh. Anakanak dan remaja putri jadi korban yang terus berjatuhan. “Saya lebih setuju hukuman mati saja. Itu hukuman berat yang paling pas dan tidak meninggalkan masalah lagi. kemungkinan yang bersangkutan akan memiliki dorongan agresitivitas yang lebih kuat lagi.” Dampak medis yang muncul dari kebiri pada laki-laki salah satunya adalah perubahan fisik menjadi lebih feminin. Ini ditunjukkan dengan payudara membesar. Karakter feminin pun muncul, karena hormon estrogen (hormon kewanitaan) diproduksi lebih banyak. Ini bisa jadi masalah baru yang menimbulkan keresahan sosial. Tulang keropos hingga kanker juga jadi efek lainnya dari kebiri. Walau Okky mengapresaiasi kehadiran Perppu yang berisi pemberat hukuman bagi para pelaku kejahatan seksual, namun hukuman kebiri perlu didalami kembali, karena efek medis dan sosialnya yang sangat luas. Belum lagi hukuman kebiri membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. “Kita perlu mengajak kembali IDI untuk bicara. Kita perlu mendengarkan berbagai efek medis kebiri dan mengapa pula IDI sampai kini belum bersedia jadi eksekutor kebiri.” Mengutip statemen dr Boyke, Okky menyatakan, penerapan sanksi kebiri sama dengan menyapu ruangan kotor dengan sapu kotor. Banyak masalah yang ditinggalkan dari penerapan kebiri. Lalu, hukuman apa yang ideal? 21 LAPORAN UTAMA Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise foto : kresno/iw Kekerasan Seksual Seperti Fenomena Gunung Es Sejumlah kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak di Indonesia masih terus terjadi sepanjang tahun 2016. Akar permasalahan dari kasus-kasus kekerasan dan kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak dinilai bersifat multidimensi dan multikompleks. 22 M enteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise mengatakan, permasalahan ini berakar dari permasalahan ekonomi, sosial-budaya, kesehatan jiwa, pengasuhan dalam keluarga, pendidikan, penegakan hukum, komitmen politik, hilangnya nilainilai karakter bangsa, hingga masalah kurangnya lingkungan yang kondusif. Ia menyebutnya sebagai fenomena gunung es. Selama tahun 2016, mencatat sudah ada lebih dari 5.000 kasus pencabulan anak. “Sudah banyak sekali jumlah kasusnya. Itu kita katakansebagai fenomena gunung es. Yang terlapor itu, kalau anak-anak sudah 5.769 untuk anak-anak sampai 2016. Itu dari kepolisian unit perempuan dan l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 anak dan pusat pelayanan terpadu perempuan dan anak,” kata Yohana,saat memberikan di salah satu mediaonline nasional. Dalam rilis di situs Kementerian PPPA, Yohana mengatakan, sejumlah faktor penyebab terjadinya kekerasan dan penelantaran terhadap anak, diantaranya pemahaman orang tua tentang pola pengasuhan anak masih terbatas, keterbatasan waktu orang tua untuk berkomunikasi dengan anak, hingga kemajuan teknologi seperti handphone dan internet yang ternyata lebih banyak memberikan dampak negatif bagi perkembangan anak. Menurutnya, tayangan media elektronik dan cetak lebih banyak memberikan informasi tentang ke ke ra s a n d a l a m ke l u a rg a d a n masyarakat daripada perilaku saling melindungi. Kepekaan masyarakat Kementerian PPPA juga mem­bentuk Satgas Perlindungan Perem­puan dan Anak untuk melakukan deteksi dini terjadinya kekerasan di masyarakat, dan mengembangkan perlindungan perempuan dan anak di tingkat desa dan kelurahan yang berbasis pada partisipasi masyarakat. yakni implementasi dari kebijakan yang telah disusun tersebut. “Perlu dilakukan upaya antisipasi berupa pencegahan agar kekerasan dan eksploitasi terhadap anak bisa d i h e ntikan. U p aya p e nce g ahan tersebut memerlukan peran aktif dari seluruh komponen masyarakat dari tingkatan yang paling bawah, dimulai dari tokoh masyarakat, tokoh adat, kelompok masyarakat desa serta peran dari teman sebaya menjadi sangat penting. Selain itu, perlu dikembangkan pula kerjasama yang optimal dengan LSM dan NGO serta akademisi yang telah melakukan pendampingan pada masyarakat tingkat akar rumput. Praktek terbaik yang telah dilakukan oleh organisasi masyarakat juga bisa dijadikan model untuk pengembangan selanjutnya,” papar Yohana. Aparat Belum Maksimal Yohana mengkritik kinerja aparat penegak hukum dalam menangani kasus kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak.Menurutnya, aparat belum bekerja maksimal untuk menyeret para pelaku kejahatan mendapatkan hukuman maksimal. “Sekadar masukan, mung kin aparat penegak hukum kita belum bekerja secara maksimal. Kepolisian, Kejaksaan sampai pengadilan,” ujar Yohana dalam keterangannya di sebuah media online.Menurutnya, pencarian alat bukti hingga proses penuntutan yang tidak maksimal. Ia mengatakan, hal ini mengakibatkan hakim memvonis seorang pelaku kejahatan seksual dengan hukuman yang sangat rendah. “Contoh, ada kasus kekerasan seksual yang kami dapat. Namun, keputusan sang hakim hanya satu tahun empat bulan penjara. Sedangkan kalau dilihat UU Perlindungan Anak, hukuman maksimalnya itu 15 tahun penjara dan denda paling tinggi Rp 15 miliar,” kata Yohana, membandingkan. Soal ketegasan aparat penegak hukum dalam melaksanakan ketentuan pidana kejahatan seksual, dinilai masih minim. Ia menilai, polisi lebih tunduk pada hukum adat daripada hukum pidana. “Saya sudah mengunjungi PolresPolres dan bertanya bagaimana pena­ nganan (perkara kejahatan seksual). Kebanyakan masih diselesaikan secara adat, denda atau mediasi saja. Ada lagi yang mengatakan, itu urusan keluarga, kenapa harus dibawa ke sini. Ya itulah yang kita hadapi di Indonesia,” kecewa Yohana. Untuk itu, ia menyerukan hukuman mati bagi para pelaku kejahatan seksual, terutama yang korbannya anak. “Selain kebiri, dikasih hukuman seumur hidup penjara, atau ditembak mati. Nyawa dibayar nyawa, begitu. Apa bedanya nyawa yang mati dengan nyawa yang hidup? Sama saja toh? Kenapa hanya narkoba saja yang bisa dihukum mati?” tegasnya. Oleh karena itu, Yohana meminta RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang saat ini sedang dibahas oleh DPR, menyertakan pasal yang mengatur tentang ancaman hukuman seumur hidup atau bahkan hukuman mati bagi pelaku kekerasan seksual yang menyebabkan korbannya meninggal dunia. Pasalnya, banyaknya kasus kekerasan seksual dengan ancaman hukuman yang ada sampai saat ini belum mampu menghilangkan bahkan menurunkan kasus kekerasan seksual. Ia berharap, RUU ini juga segera disahkan menjadi undangundang. n PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l (sf, dep) untuk saling berbag i dan saling membantu semakin pudar dan lebih banyak menonjolkan sikap masa bodoh dan tidak peduli pada masalah sosial di sekitarnya ditengarai menjadi satu faktor terjadinya kekerasan seksual. “Kondisi ini menyebabkan mun­ culnya pemahaman pada anak bahwa kekerasan merupakan hal yang dapat diterima sehingga anak akan diam bila mendapatkan perlakukan kekerasan. Masalah yang sangat mendasar adalah relasi gender dan relasi kuasa yang timpang antara perempuan dan laki-laki dan antara orang tua atau orang dewasa dengan anak-anak,” kata Yohana. Yohana menambahkan, pihaknya telah melakukan berbagai upaya guna meminimalisasi jumlah kasus kekerasan dan penelantaran terhadap anak, di antaranya dengan membangun komitmen di seluruh provinsi dan kabupaten untuk melakukan perlindungan anak bekerjasama dengan LSM untuk melindungi anak korban, PKK melalui program dasa wisma. “Beberapa daerah juga telah menyusun peraturan daerah untuk melindungan anak. Komitmen tersebut juga telah ditindaklanjuti dengan penyusunan Rencana Anak Aksi Perlindungan Anak dari Kekerasan pada tingkat provinsi dan kabupaten. Dalam rencana aksi tersebut melibatkan lintas dinas dan ormas dan LSM sesuai dengan peran mereka,” tambah Yohana. Pihaknya juga mendorong penegak hukum untuk memberikan hukuman yang memberikan efek jera pada pelaku, dan memberikan fasilitasi pendampingan hukum, rehabilitasi fisik, psikologi dan sosial, termasuk penanganan penyakit atau masalah kesehatan lainnya melalui pusat layanan terpadu bagi anak korban dan pelaku. “Kementerian PPPA juga mem­ bentuk Satgas Perlindungan Perem­ puan dan Anak untuk melakukan deteksi dini terjadinya kekerasan di masyarakat, dan mengembangkan perlindungan perempuan dan anak di tingkat desa dan kelurahan yang berbasis pada partisipasi masyarakat,” jelas Yohana. Melihat banyaknya peraturan perundang-undangan dan kebijakan terkait perlindungan anak dari tindakan kekerasan,Yohana menilai saat ini upaya yang perlu didorong 23 LAPORAN UTAMA Ketua KPAI, Asrorun Ni’am Sholeh Ketua KPAI, Asrorun Ni’am Sholeh K omisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) setidaknya sejak 2 tahun yang lalu sudah mendorong untuk dilakukannya pemberatan vonis pemberatan hukuman bagi para pelaku kekerasan seksual, kejahatan pencabulan dan kekerasan seksual memiliki efek yang jauh lebih besar terhadap anak-anak. Ketua KPAI Asrorun Ni’am Sholeh memastikan, KPAI mengusulkan adanya hukuman mati sebagai huku­man maksimal. Selain melakukan pemberatan hukuman melalui hukum formal, K PA I j u g a m e n g u s u l k a n a d a sanksi sosial bagi para pelaku. Menurutnya, apapun bentuknya, tujuan hukuman itu adalah menim­bulkan efek jera. “Selama ini pelaku tidak jera. Dari hasil pengaduan, pengawasan serta pemantauan yang dilakukan oleh KPAI selama 3 tahun terakhir, telah terjadi peningkatan baik dari 24 segi kuantitas maupun kualitasnya,” kata Ni’am, beberapa waktu yang lalu, di Jakarta. Ni’am menilai, faktor terjadinya keberulangan kejahatan oleh pelaku yang sama terhadap anak karena tidak adanya hukuman yang menjerakan. “Dari data di KPAI terungkap ratarata pelaku kejahatan terhadap anak adalah residivis, bukan pelaku pidana untuk pertama kalinya. Sehingga memenjarakan pelaku kejahatan terhadap anak tidak mampu meng­ hentikan tindak pidana tersebut,” imbuh Ni’am. Menurut Ni’am, poin hukuman menjerakan ini sangat penting, mengingat kekerasan seksual sudah masuk kondisi darurat. Data KPAI menyebutkan, angka korban pelecehan seksual terhadap anak semakin tinggi tiap tahun. Dari 2013 ke 2014 naiknya 100 persen, baik itu mereka yang jadi korban ataupun pelaku. Dari 2010 hingga 2015, KPAI juga menerima 6.006 laporan terkait anak yang berhadapan dengan l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 hukum. Dari laporan itu, lima kasus tertinggi adalah masalah pengasuhan 3.160 kasus, pendidikan 1.760 kasus, kesehatan dan napza 1.366 kasus. Sementara itu, pornograf i dan kejahatan dunia maya mencapai 1.032 kasus. Ni’am menilai penerbitan Perppu Nomor 1 Tahun 2016, atau yang s e r i n g d i s e b u t Pe r p p u Ke b i r i , sangat strategis di dalam kerangka memastikan pencegahan dan juga penanganan kasus kejahatan seksual anak ini secara utuh, di dalam sistem hukum. “Acap kali korban tidak lapor kepada KPAI karena takut, serta merasa hukuman yang diberikan tidak setimpal. Hal ini yang membuat pemerkosa semakin berani. Dengan hukuman kebiri pelaku akan berpikir dua kali,” tegasnya. Ni’am memastikan, dalam Perppu ini bukan hanya soal hukuman kebiri, tetapi di dalamnya juga memuat ketentuan hukuman mati bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak, juga diatur hukuman seumur hidup, juga pidana penjara. Bahkan kemudian diatur dalam kondisi tertentu yang dicantumkan dalam perppu, penjara minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun. Di samping pemberatan hukuman dari pidana pokok ini, juga ada pidana tambahan, yaitu dengan publikasi identitas pelaku. “Diharapkan dengan publikasi itu ada efek jera. Di samping hukuman pokok dan tambahan, ada tindakan, salah satunya kebiri dan pemasangan microchip. Ini adalah pilihan hukum yang bisa dijadikan ruang bagi aparat penegak hukum, dalam hal ini hakim, untuk menentukan putusan hukum mana yang tepat untuk memastikan satu keadilan bagi korban,” jelas Ni’am.n (sf,/dep) foto : kresno/iw Dorong Vonis Pemberatan Hukuman foto : andri/iw Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait K omisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) membutuhkan UU Penghapusan Kekerasan Seksual yang bisa menjamin anak Indonesia terlindung i dari segala macam bentuk kekerasan yang bisa mengancam masa depan anak. Karena UU Perlinduangan Anak yang ada tidak mengatur secara detail kejahatan seksual, sehingga banyak modus kejahatan seksual yang luput dari jerat hukum. Kehendak ini disampaikan, karena saat ini Indonesia sedang mengalami darurat kekerasan seksual. Di tengah masyarakat, kini terjangkit genre pemerkosaan bergerombol. Fenomena nista ini pernah terjadi di India. Ada 21 berandalan memerkosa satu pelajar wanita. Data sebelum tahun 2015, kejahatan seksual terjadi secara personal. Namun, setelah itu Indonesia dihadapkan pada genre pemerkosaan bergerombol. Sungguh kejadian yang menyayat hati. Pemerkosaan bergerombol yang dilakukan oleh anak-anak muda bukanlah kenakalan remaja biasa. Kelakuan bandel semacam ini harus diberikan efek jera sekaligus direhabilitasi. Melihat fenomena ini, Komnas PA mendesak perlu adanya RUU mengatur secara detail kejahatan seksual. Misalnya, bila alat reproduksi korban sampai cacat permanen, bagaimana hukumannya. Tentu harus diperberat. Karena UU yang ada masih sangat lemah, maka perlu dirumuskan kembali pidana tambahan sebagai pemberat dari pidana pokoknya. Anak-anak Indonesia punya kepentingan untuk mengawal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang sedang dibahas di DPR RI ini mulai dari pembahasan, pengesahan, hingga implementasi. Dengan itu, diharapkan lahir UU yang melindungi anak Indonesia secara komprehensif. Jangan pula merumuskan UU emosional, tapi implementasinya tidak jalan. Fenomena gerombolan kekerasan seksual adalah kejahatan di luar akal sehat. Fenomena ini harus dimasukkan dalam RUU PKS. n PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l (eko) Bukan Kenakalan Remaja Biasa 25 LAPORAN UTAMA Ketua Komnas Perempuan, Azriana Rambe Manalu anyak terobosan baru dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang diajukan. Selain ada hukuman tambahan, ada juga rehabilitas komprehensif untuk para korban kekerasan seksual. Parlementaria pada pertengahan Juni lalu menemui Ketua Komnas Perempuan Azriana Rambe Manalu untuk berbincang seputar topik hangat yang satu ini. Pemulihan korban harus jauh lebih dikedepankan, selain penegakan hukum dan upaya pencegahan. Berikut petikan wawancaranya. Ko m n a s P e r e m p u a n s u d a h menghadap Presiden. Apa yang disampaikan dan bagaimana respon Presiden soal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual? Kami melaporkan perkembangan RUU ini. Setelah berkonsultasi dengan berbagai pihak, saatnya kami menyampaikan kepada presiden. Kami sampaikan apa saja yang diatur dalam RUU ini, apa tujuannya, dan apa terobosan barunya. Respon Pak Jokowi cukup baik. Beliau sepakat bahwa kekerasan seksual butuh upaya yang amat serius untuk menghentikannya. Kami melaporkan data kekerasan seksual setiap tahun. Rata-rata tiap tahun, seperempat kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan k e Ko m n a s P e r e m p u a n a d a l a h kekerasan seksual. Dan kekerasan s e k s u a l i t u m e n e m p at i u r u t a n tertinggi di ranah komunitas. Komnas Perempuan telah membagi ranah terjadinya kekerasan. Ada ranah personal, yaitu keluarga, ranah komunitas, yaitu masyarakat, dan ranah negara, yaitu relasi antara warga negara dengan pejabat negara. Komnas melihat, peningkatan ang ka kekerasan seksual adalah indikasi dari kesadaran masyarakat 26 untuk melapor. Kalau tidak dilaporkan, kita tidak pernah tahu angkanya. Jadi, keberanian korban untuk melapor sudah terbangun. Sebenarnya angka kekerasan seksual tidak pernah diketahui angka pastinya. Angka yang muncul itu adalah angka yang dilaporkan saja. Presiden menyatakan, pemulihan korban harus dikedepankan. Kekuatan RUU ini tidak saja mengatur pemidanaan pelaku, tapi juga pemulihan korban. Kita tidak mungkin mengatur pemulihan korban di KUHP. Untuk itulah UU khusus ini diperlukan. Kekerasan seksual tidak bisa dihentikan dengan hukum semata. Harus ada juga upaya mengedukasi masyarakat. Ini bagian dari pencegahan. Masyarakat harus diedukasi, sehingga cara foto : naefurodji/iw B Korban Perempuan Dewasa Lebih Sulit Akses Keadilan l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 pandangnya tentang perempuan berubah. Perempuan tidak lag i dipandang sebagai objek seksualitas. Pencegahan dan penegakan hukum seperti dua sisi mata uang. Namun, kita punya masalah serius di penegakan hukum. Banyak kasus kekerasan seksual diselesaikan secara mediasi, karena kurang bukti. Dan banyak pula korban akhirnya dinikahkan dengan pelaku. Penyidik pun menutup kasusnya. Jangan sampai kejahatan ini ditoleransi dengan cara-cara seperti itu. Mandegnya banyak di polisi, karena unsur kejahatannya dianggap tidak cukup bukti. Regulasi khusus ini diperlukan karena rumusan kekerasan seksual dalam KUHP sudah jauh ketinggalan zaman dari perkembangan kekerasan seksualnya sendiri. Kalau masih menggunakan KUHP, banyak yang lolos dari jerat hukum. Kasus kekerasan seksual yang sampai ke pengadilan hanya 10 persen dan itu pun semua korbannya anak. Ini jadi tantangan sendiri Ketua Komnas Perempuan, Azriana Rambe Manalu Kecil sekali kasusnya melibatkan pemabuk. Menurut saya, pemabuk mudah ditaklukkan. Pelaku yang sadar justru yang jadi masalah. Pornografi mungkin saja berpengaruh. Anakanak kini mudah sekali mengaksesnya Apa yang ditawarkan Komnas Perempuan untuk rehabilitasi korban? Ada pemulihan dan pember­ dayaan. Pemulihan fisik bila ala­ mi luka-luka, psikis bila alami trauma berkepanjangan, integrasi sosial berupa proses penerimaan masyarakat terhadap korban, dan ada pemberdayaan ekonomi. Kekerasan seksual bisa menghilangkan mata pencaharian korban. Jadi, pemberdayaan ini harus dilakukan oleh negara untuk memulihkan korban. Pemberdayaan ekonomi bagi korban merupakan terobosan dalam RUU ini, karena tidak dikenal sebelumnya. Ada juga restitusi yang dibebankan kepada pelaku. Semacam ganti rugi yang dimasukkan ke dalam putusan pengadilan, sehingga eksekusinya bisa kita pastikan. Peradilannya pun harus diatur untuk mendukung pemulihan korban. Misalnya, pemeriksaan kor­ban lewat teleconference. Tidak meng­ haruskan korban dipertemukan de­ ngan pelaku di ruang sidang, karena dampaknya sangat berat bagi korban. Ada kasus, korbannya lari dari ruang sidang karena melihat pelaku. Ini menghambat pemulihan korban. Kemudian keterangan korban juga harus diakui sebagai alat bukti. Jadi tinggal ditambah satu alat bukti lagi. Aturan ini sudah dipraktikkan dalam UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Inilah konkritnya pemulihan bagi korban yang kami tawarkan. Kasus kekerasan seksual terjadi beruntun hampir bersamaan waktunya. Apa sesungguhnya yang terjadi pada masyarakat kita. Apakah karena pornografi dan miras begitu mudah diakses pelaku atau ada persoalan lain? Diawali kasus di Bengkulu yang terungkap. Media sosial yang ikut meramaikan itu, membuat kasus lain juga terungkap. Simpati masyarakat yang terbangun mendorong korbankorban lain berani mengungkapkan. Komnas sudah menyampaikan kajiannya tahun 2012 lalu. Selama 2001-2011, kita temukan setiap hari ada 35 perempuan mengalami kekerasan seksual. Artinya, setiap 2 jam 2 orang. Sementara soal miras dan porno­ grafi yang menjadi pemicu, kita harus berhati-hati dengan kesimpulan ini. Justru kekerasan seksual yang masuk ke Komnas Perempuan tidak ada pelakunya yang mabuk. Semua pelakunya sadar. Kecil sekali kasusnya m e l i b at k a n p e m a b u k . Me n u r u t saya, pemabuk mudah ditaklukkan. Pelaku yang sadar justru yang jadi masalah. Pornografi mungkin saja berpengaruh. Anak-anak kini mudah sekali mengaksesnya. Dalam kasus Beng kulu, para pelakunya adalah anak-anak putus sekolah. Mereka punya waktu banyak untuk mengakses pornografi. Orangtuanya meninggalkan rumah berhari-hari untuk mencari nafkah, sehingga anaknya tidak terkontrol. Kemiskinanlah yang ikut andil dalam kasus ini. Ku a l i t a s ke j a h a t a n s e k s u a l akhir-akhir ini meningkat. Pelaku tidak hanya memperkosa tapi juga membunuh korban. Apakah Komnas Perempuan punya kajian soal ini? Kami sebenarnya melihat pola yang berulang. Kekerasan seksual berkelompok bukan ciri khas sekarang. Itu cerita lama. Saat kerusuhan Mei 1998, ada 85 perempuan Tionghoa mengalami perkoasaan secara ber­ kelompok. Itu adalah temuan Tim Pencari Fakta. Karena masalah itu, Komnas Perempuan ini lahir. Per­ kosaan massal itu masih disangkal oleh pemerintah hingga kini. Bahkan, perkosaan berkelompok kalau kami amati, sudah terjadi pada 1965. Perkosaan berkelompok tidak dikenal dalam KUHP. Karena ada pola yang berulang dan jenis yang berkembang, perlu regulasi khusus untuk mengintervensinya. Konkritnya Komnas Perempuan mengusulkan hukuman apa bagi pelaku kekerasan seksual? Bentuk-bentuk hukuman dalam KUHP masih relevan diterapkan walaupun perlu ditambah. Kecuali hukuman mati, kita sudah meratifikasi Konvensi Hak Sipil dan Hak politik (ICCPR). Konstitusi juga menyatakan, hak hidup adalah hak yang tidak bisa dibatasi dalam keadaan apa pun. Jadi, hukuman kurungan masih relevan. Kita tetap mengenal pidana pokok, yaitu kurungan, rehabilitasi khusus untuk tindak pidana tertentu, dan restitusi. Ada hukuman tambahan berupa kerja sosial, pembatasan ruang gerak untuk kasus insect, pencabutan hak politik untuk pejabat publik, dan pengumuman putusan hakim agar masyarakat tahu untuk efek jera. Ja d i h u k u m a n b a d a n h a n y a kurungan. Tak ada hukuman lagi di negara yang sudah meratifikasi konvensi HAM. Dan hukuman kurungan itu bagi kami bukan hukuman yang ringan. Itu sudah membuat pelakunya menderita seumur hidup. Konsep penghukuman kita sudah berubah, mengarah ke pembinaan. n PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l (mh) bagi perempuan-perempuan dewasa yang menjadi korban. Ternyata perempuan dewasa lebih rumit mengakses keadilan daripada korban anak. Korban dewasa mengalami stigma yang lebih serius daripada anak. Bagi perempuan dewasa dampaknya sampai ke anak yang dilahirkannya. Yang paling khas dari kekerasan seksual ini, dia bukan saja berdampak secara fisik atau psikis, tapi juga berdampak pada terganggunya relasi sosial antara korban dengan keluarga dan masyarakat. 27 sumbang saran Tenri A. Palallo foto : dokpri RUU PKS Lengkapi Regulasi Jaminan Pemenuhan Hak Perempuan dan Anak Presiden Republik Indonesia Joko Widodo baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI No 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Perppu No. 1 ini jadi perhatian publik, karena diterbitkan untuk merespon situasi terkini Indonesia; Darurat Anak. Perppu ini memberi jaminan bahwa negara bersama rakyat dalam situasi genting, dan rakyat butuh rasa aman. A pakah dengan Perppu ini masalah kekerasan anak dan perempuan selesai, jika mencermatinya memang belum, karena itu dibutuhkan lagi aturan yang secara spesifik bicara tentang kekerasan seksual. Kehadiran RUU Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) ini, melengkapi keberadaan regulasi lain yang intinya memberikan jaminan pemenuhan hak perempuan dan anak-anak Indonesia. Selama ini, perlindungan korban menurutnya tak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang Peng hapusan Kekerasan Dalam 28 Rumah Tangga, dan Undang-Undang Perlindungan Anak. Draf RUU PKS, jadi konsumsi publik, dapat diakses melalui media online. Itu artinya para pemerhati sudah dapat memberi masukan terhadap pasalpasal yang terkandung dalam regulasi tersebut. Sekedar informasi, RUU PKS merupakan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2016 dan menjadi inisiatif DPR. Komnas Perempuan berperan aktif, termasuk menemui presiden dan memberikan draf RUU ke DPR-RI. Draf RUU PKS ini terdiri dari 145 pasal termasuk ketentuan peralihan, khusus untuk ketentuan l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 umum, Bab I pasal 29 berbunyi Pusat Pelayanan Terpadu berbasis rumah sakit atau lembaga lain untuk menangani perempuan dan anak korban kekerasan seksual meliputi; pelayanan pengaduan, medis, medikolegal, psikososial, dan bantuan hukum secara lintas fungsi dan lintas sektor. Membaca secara seksama draf RUU PKS, masih diperlukan penjabaran secara teknis, melalui peraturan pemerintah dan peraturan daerah. Memang, titik berat draf RUU PKS yaitu perlindungan korban dan pemberatan hukuman bagi si pelaku. Untuk mencoba memastikan kekerasan seksual tidak berulang, tidak saja lewat hukuman tapi juga upayaupaya pencegahan yang melibatkan berbagai pihak. Beberapa bentuk hukuman yang ditawarkan oleh Komnas Perempuan seperti pidana pokok (misalnya, kurungan penj ara, rehabilitasi, restitusi) dan pidana tambahan (misalnya, pembatasan ruang gerak, kerja sosial, sita harta, pengumuman putusan hakim). Komnas Perempuan juga memberikan bab khusus untuk pemulihan korban karena ini tidak akan bisa ditemukan di undangundang yang lain. Selama ini jika bicara tentang pemulihan korban, masing-masing provinsi di Indonesia memiliki caranya sendiri. UU Perlindungan Anak, UU KDRT, UU Trafficking pijakan dasar dalam pemberian layanan pada korban perempuan dan anak. Terlepas dari UU ini, perspektif pemegang mandat atau top leader pada masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menentukan proses penanganan Sumber: Pribadi korban kekerasan perempuan dan anak. Efektif kah pembag ian peran ini? Belajar dari pengalaman di Kota Makassar, belum optimal tapi dioptimalkan karena P2TP2A menggunakan konsep jejaring dalam penanganan kasus. Peran Solidaris Peduli Perempuan (SPP) atau paralegal dalam istilah organisasi non pemerintah (NGOs) telah berperan dalam pencegahan. Gerakan Sentuh Hati yang diluncurkan Wali Kota Makassar Danny Pomanto sebagai deteksi dini untuk pemetaan sosial pada tiap lorong. RT/RW, Lurah jadi ujung tombak dalam upaya ini. Optimalisasi peran masyarakat dalam pencegahan kekerasan seksual dibutuhkan karena itu, langkah pertama Makassar mengadakan Kantor Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A), yang di dalamnya terintegrasi dengan kesehatan, kepolisian dan psikolog. Malah dilengkapi dengan ruang laktasi, sebagai kota yang telah memiliki Perda ASI. Kepengurusan P2TP2A lintas sektor dan multipihak, melibatkan pemang ku kepentingan guna percepatan penanganan terhadap korban perempuan dan anak. Beberapa waktu lalu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise berkunjung ke tempat ini. Model koordinasi dan penanganan kasus ditetapkan berdasarkan pengalaman penanganan kasus di lapangan, yang difasilitasi LBH Apik Makassar dan Forum Pemerhati Masalah Perempuan, Lembaga. Dipastikan dengan hadirnya RUU PKS ini, menjadi energi baru dan menguatkan upaya pencegahan, penanganan, dan rehabilitasi korban kekerasan seksual dan pelaku ke ke ra s a n s e k s u a l a n a k . T i d a k dapat dipungkiri, anak-anak pelaku kekerasan seksual masih belum tertangani secara maksimal karena secara khusus hampir semua provinsi belum mempunyai tempat rehabilitasi untuk anak-anak pelaku kekerasan seksual. Mereka masih menempati penjara sama dengan tempat-tempat penjara orang dewasa lainnya. UU PKS mengingatkan negara bahwa anak-anak pelaku kekerasan seksual perlu mendapatkan perhatian dengan penyediaan rumah rehabilitasi untuk mereka. Oleh Tenri A. Palallo Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BPPPA) Makassar. Koordinator Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Makassar. PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 29 pengawasan 30 Modernkan Manajemen Gudang Bulog Ketua DPR RI Ade Komarudin mengatakan salah satu pemicu mahalnya harga beras lokal ketimbang beras impor yakni panjangnya mata rantai distribusi. foto : jaka/iw D ata Badan Pusat Statistik per Juni 2016, beras lokal harus melewati tujuh hingga delapan rantai distribusi. Masyarakat membeli beras dipasar dengan harga satu sampai dua kali lipat harga yang dijual oleh petani. “Mata rantai distribusi beras ini berbeda jika kita membeli beras impor. Margin perdagangan dan pengangkutan (MPP) akan lebih sedikit kecil (± selisih -4%), karena importir langsung jual beras ke distributor,”jelasnya. Distributor beras, menurut Ade, biasanya berada di kota-kota dekat dengan pelabuhan laut dan karenanya beras impor bisa langsung disalurkan ke sub distributor dan agen. Agen dan sub agen bisa langsung salurkan ke pedagang grosir dan eceran, lalu ke rumah tangga dan usaha kuliner. Beras menjadi lebih murah, karena pengangkutan dimulai dari kota ke desa, dan implikasinya, menurut Ade, petani kita dapat ada-apa. Sayangnya, lanjut Ade, beras Bulog terkenal kurang bermutu, dan stigma beras Bulog sebagai beras untuk orang miskin dan berkutu, membuat mayoritas masyarakat memilih beli beras di supermarket ketimbang di Bulog. “Beli beras di supermarket bisa sambil rekreasi, dan segala harga barang tercantum jelas, serta barangbarang tertata rapi. Sedangkan beras Bulog keluarnya musiman, seringkali harus pakai nomor antrian raskin untuk dibeli. Jangan berfikir kita bisa beli beras Bulog sambil bawa si buah hati berekreasi, karena Gudang Bulog sangat sesak dan panas,”terang Ade. Jawaban atas kritik dan kualitas beras Bulog dan pelayanan penjualan beras Bulog ini, Akom sapaan akrab Ade, menilai harus ada usaha yang serius dari pemerintah untuk memodernkan manajemen gudang Bulog. Sejalan dengan wacana pengembalian fungsi Bulog untuk mengatur tujuh pangan strategis Akom mengusulkan saat melakukan operasi pasar beberapa waktu lalu, yaitu dirinya ingin merinci agenda modernisasi gudang Bulog dan sistem yang harus dijamin guna memaksimalkan fungsi Bulog yang diperluas. Pertama, jelas Akom, Bulog harus bisa mengambil alih stok dan distribusi tujuh komoditas pangan strategis. Ketujuh pangan strategis Ketua DPR RI Ade Komarudin bersama Wakil Ketua Agus Hermanto bersama jajarannya meninjau Gudang Bulog di Kelapa Gading, Jakarta Utara itu adalah komoditas yang paling sering berfluktuasi di hari-hari besar nasional seperti Puasa, Lebaran, Natal dan tahun baru. Terdiri atas padi atau beras, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, daging sapi, dan gula, dimana ketujuh pangan tersebut harus diambil alih wewenang distribusi dan penetapan harganya oleh Bulog. “Ini baru bisa dilakukan ketika k i t a m e l a k u k a n r e v i s i at a u p u n penyempurnaan keputusan Presiden Nomor 7 tahun 2003 tentang fungsi dan kewenangan Bulog. Revisi Keppres ini bisa mengacu pada undang-undang pangan Nomor 18 tahun 2012 sebagai payung hukum ketahanan pangan. Bila perlu, UU Bulog bisa kita bahas secara terpisah dan lebih rinci,” pungkasnya. Yang kedua, jelas politis dari partai Golkar ini, yaitu sistem pergudangan Bulog juga harus dimodernkan. Asasnya adalah terintegrasi dan transparan. l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 Wewenang harus pada satu komando yang terintegrasi, berada pada pemerintah pusat sebagai ultimate decision maker. Wewenang pemerintah pusat ini contohnya untuk menentukan harga beli komoditi pangan strategis tersebut mulai dari individu petani maupun pemasok kelompok. “Dasar harga pembeliaan tentu harus berkoordinasi dengan lembaga keuangan negara, s e p e r t i OJ K d a n K e m e n t e r i a n Keuangan. Ini dikarenakan pembelian komoditi utama tersebut menggunakan anggaran negara, maka asumsi-asumsi harga yang terkait dengan pembelian komoditas pangan harus menyesuaikan neraca keuangan negara,”terang Akom. Meski begitu, lanjut Akom, selain wewenang yang terintegrasi, harus juga ada transparansi pendataan stok komoditas Bulog. “Data stok pangan Bulog harus dilakukan secara elektronik Ketua DPR RI Ade Komarudin mengecek kualitas beras. foto : jaka/iw operator yang cakap mengatur tata letak barang didalam gudang, kebersihan dan higinitas gudang, serta keamanan gudang,”terangnya. Seorang manajer gudang Bulog, tambah Akom, sekurang-kurangnya adalah sarjana bidang logistik yang minimal memiliki pengalaman mengelola gudang lebih dari lima tahun,”harapnya. Selain itu, standar operasi (SOP) gudang, lanjut Akom, juga harus dirincikan, mulai dari persyaratan administrasi pergundangan, kondisi barang layak dan tidak layak simpan atau jual, jam operasi, pasokan listrik, pengelolaan limbah, jumlah maksimal (nt) foto : jaka/iw yang boleh dibeli perorangan maupun kelompok pembeli. Berkaitan dengan standar operasi gudang, menurut Akom juga harus dirincikan. Mulai dari persyaratan administrasi pergudangan, seperti resi terima dan keluar barang serta hirarki otoritas, kondisi barang layak dan tidak layak simpan atau jual, jam operasi, pasokan listrik, pengelolaan limbah, jumlah maksimal yang boleh dibeli perorangan maupun kelompok pembeli, dan seterusnya. “Standar operasi gudang Bulog ini harus berlaku sama di seluruh Indonesia, sehingga memudahkan monitoring dan audit gudang,”harapnya. Meski demikian, tutur Akom, beberapa poin modernisasi gudang Bulog yang telah ia terangkan, adalah sebagian kecil dari agenda lebih besar dari perluasan fungsi dan wewenang Bulog atas tujuh pangan strategis kita. “Rincian agenda modernisasi mesti kita dirumuskan bersama dengan mendengar masukan dari pakar dan pihak-pihak terkait yang sudah berhasil mencontohkannya. Yang pasti garis besar dari wacana modernisasi gudang Bulog, yakni saya berkomitmen untuk menjamin agar rakyat tidak terus dihantui oleh fluktuasi harga pangan strategis di sepanjang hari-hari besar negara. “Sekali lagi, negara harus hadir menjamin pangan yang terjangkau dan berkualitas untuk seluruh rakyat. Dan usaha tersebut bisa dimulai dengan memperluas wewenang dan fungsi Bulog serta memodernkan gudanggudang Bulog,” tegasnya.n foto : jaka/iw dan bisa diakses melalui website. Jika perlu, kita bisa kembangkan aplikasi gudang Bulog yang bisa diakses lewat telepon seluler, dimana data tersedia adalah real time, yakni sesuai dengan data terkini yang ada di fisik gudang-gudang Bulog tersebut,” jelasnya. Ketiga, yang tidak kalah penting tambah Akom adalah daya dukung modernisasi terhadap gudang Bulog yang harus dimaksimalkan yaitu mencakup kapasitas penyimpanan gudang, sumber daya manusia yang mengelola gudang, dan standar operasi gudang. Lalu, mengenai kapasitas simpan gudang Bulog harus diperluas sehingga cukup untuk menyimpan stok di luar komoditas beras dan gula saja. “Saat ini tercatat bahwa kapasitas simpan gudang Bulog hanya mencapai maksimal 4 juta ton, dan itu hanya setara dengan cadangan 7 sampai 8 persen surplus beras tahunan. Kalau gudang Bulog habis untuk simpan cadangan beras saja, bagaimana mungkin gudang Bulog bisa menyimpan komoditas lainnya,”ujar Akom. “Oleh karena itulah, gudang Bulog harus diperluas, atau barangkali gudang Bulog bisa dibuat tematik berdasarkan komoditas unggulan di lokasi gudang Bulog berada. Brebes bisa jadi gudang Bulog bawang merah. Belitung gudang Bulog daging. Enrekang gudang Bulog Cabai dan seterusnya,”lanjutnya. Terkait sumber daya manusia, Akom menyarankan, harus dipastikan Bulog memiliki tim yang ahli dibidang manajemen gudang. “Harus ada PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 31 foto : naefurodji/iw pengawasan Pemerintah Diminta Kaji Ulang Rasionalisasi 1 Juta PNS Rencana pemerintah untuk melakukan rasionalisasi 1 juta Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai bagian dari kebijakan reformasi birokrasi untuk membuat pemerintahan yang efisien menuai beragam respon, ada sebagian yang mendukung namun tidak sedikit yang menolak. Pasalnya, rencana rasionalisasi tersebut memiliki dampak yang tidak kecil. B eberapa dampak ditimbulkan seperti munculnya pengang­ guran baru serta pupusnya harapan masyarakat untuk menjadi abdi negara tersebut terlihat berbanding terbalik dengan masih banyaknya tenaga honorer yang bekerja di pemerintahan. Dengan banyaknya jumlah tenaga honorer di berbagai instansi sebenarnya 32 membuktikan bahwa jumlah PNS saat masih kurang untuk memenuhi capaian target kinerja pemerintah. Berbalik dari hal itu, pemerintah justru ingin memangkas jumlah PNS. Hal ini membuat publik bertanya-tanya. Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia kini mencapai 4,5 juta orang dan Kemenpan RB ingin kurangi jumlah PNS hingga 3,5 juta pada tahun 2019. Sesuai rencana ini, KemenpanRB membagi PNS berdasarkan empat kuadran, yakni: • Ku a d ra n 1, adal ah PNS yang memiliki kualifikasi dan kompetensi bagus atau tinggi serta memiliki kinerja bagus. Dalam hal ini, pemerintah akan mempertahankan, mengembangkan, dan mempromo­ sikan PNS tersebut untuk naik jabatan. • Kuadran 2, adalah PNS yang memiliki kualifikasi dan kompetensi bagus, namun berkinerja buruk. Penanganannya adalah PNS itu akan dimutasi dan dilakukan pembinaan. • Kuadran 3, adalah PNS dengan kualifikasi dan kompetensi rendah, tapi berkinerja bagus. Pemerintah dalam hal ini akan memberikan l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 d i k l a t d a n p e l a t i h a n s u p ay a kualifikasi dan kompetensi bagus. • Kuadran 4, PNS dengan kualifikasi dan kompetensi rendah, serta berkinerja buruk. Nantinya PNS yang masuk Kuadran 4 inilah yang akan kita dorong untuk dirasionalisasi. Meskipun menuai penolakan, Menpan-RB Yuddy Chrisnandi tetap ingin merasionalisasi PNS dengan alasan efisiensi kerja dan anggaan. Menurutnya, jumlah PNS itu sesuai dengan rasio ideal 1:5 dari jumlah penduduk. “Program rasionalisasi idealnya kita memiliki PNS sebanyak 3,5 juta jiwa. PNS yang jumlahnya 3,5 juta itu memiliki kompentensi tinggi. Idealnya 1:5 dari jumlah penduduk Indonesia,” kata Yuddy saat melakukan Rapat Kerja dengan Komisi II di Gedung DPR, Senayan, Jakarta pada Rabu (15/6). Sampai sejauh ini, rencana MenpanRB tersebut masih dalam proses kajian dan masih melakukan simulasi untuk mencapai jumlah ideal PNS tersebut. Menanggapi rencana tersebut, Anggota Komisi II DPR RI Arteria Dahlan (F-PDI Perjuangan) menilai hal Pembinaan PNS Selain itu penting bagi Menpan untuk melakukan pembinaan bagi PNS yang tidak produktif, bukan justru membinasakan melalui program rasionalisasi tersbeut. Hal itu tentu akan berdampak pada munculnya pengangguran baru di Indonesia, sedangkan saat ini pemerintah dituntut untuk mampu mengurangi jumlah pengangguran. “Tugas Menpan RB seharusnya untuk membina PNS yang tidak produktif bukan membinasakan seperti program rasionalisasi,” papar Arteria. PNS tidak masuk dalam agenda besar reformasi birokrasi, tetapi yang ada hanyalah pemetaan dan arah institusi. “Yang ada hanya pemetaan tapi arahnya institusi dan lembaga. Apakah bicara PHK, pensiun dini dan dirumahkan?” tanya Arteria. Sehingga wacana soal rasionalisasi PNS harus segera dituntutaskan agar tidak berlarut-larut dalam perbincangan publik. Beragam respon juga disampaikan oleh Anggota Komisi II Amran (F-PAN), dirinya menyesalkan ada wacana tersebut di media, padahal baru sebatas rencana. Sehingga hal ini menjadi kegelisahan bagi publik dan membuat stabilitas kinerja PNS menjadi sedikit terganggu. “Suatu yang masih mentah jangan dibawa ke media. Ini membuat kontroversi dan keresahan masyarakat. Banyak orang terganggu puasanya Saya rasa kalau dalihnya hanya kurang kompeten dan kurang kemampuan ya harusnya pemerintah mencari upaya untuk melakukan penataran dan diklat supaya meningkatkan pengetahuan mereka, bukan pemang­kasan Menurutnya, pemangkasan sejuta PNS harus dipikirkan juga dari segi keluarga tiap PNS seperti istri atau suami, anak, orang tua dan cucu. Dalam perkembangan wacana, rencana rasionalisasi ini juga terkesan simpang siur, seperti yang tercermin dalam pernyataan presiden dan sejumlah menteri yang berbeda-beda, sehingga memicu pertanyaan besar bagi publik, seperti yang dikeluhkan oleh Arteria. Menurutnya, pernyataan Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri berbeda-beda terkait rasionalisasi. “Saya punya video pernyataan pen­ dapat yang berbeda-beda. Saya juga pegang pernyataan Pak Jokowi, Pramono Anung (Sekretaris Kabinet), Jusuf Kalla juga beda. Mana yang benar?” kata Arteria. Terlebih, rencana rasionalisasi karena yang dipikirkan pemecatan dan rasionalisasi,” kata Amran. Oleh karenanya, pemerintah seharusnya lebih mampu berhati-hati dalam menyampaikan statemen ke publik, terlebih statemen tersebut belum disusun secara matang. Dikaji Dulu Selain itu Amran juga meminta Kemenpan-RB untuk dapat mengkaji terlebih dahulu rencana rasionalisasi tersebut, terutama dari segi payung hukum dan diperlukan pemetaan jumlah PNS dulu sebelum dilakukan rasionalisasi. “Ada enggak payung hukumnya? Atau dibuat rencana dulu baru payung hukum? Apakah sudah dilakukan pemetaan? Lakukan lah pemetaan jumlah PNS,” katanya. Selain itu, Anggota Komisi II Tamanuri (F-Nasdem) menilai Menpan- RB tidak bisa serta-merta melakukan raisonalisasi tanpa melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait. Ia juga menyampaikan wacana tersebut justru telah membuat resah kalangan aparatur sipil negara dan tidak seharusnya pemerintah berniat melakukan pemangkasan karena PNS itu dipilih berdasarkan hasil test, bukan diterima begitu saja. Sehingga jika ada PNS yang kurang kompeten harusnya diberikan pendidikan dan latihan. “ Satu juta pegawai negeri itu adalah yang dahulunya ditest dan diseleksi, jadi bukan diterima begitu saja. Saya rasa kalau dalihnya hanya kurang kompeten dan kurang kemampuan ya harusnya pemerintah mencari upaya untuk melakukan penataran penataran dan diklat supaya meningkatkan pengetahuan mereka, bukan pemang­ kasan,” ujar Tamanuri. Tak hanya itu, Anggota Komisi II lainnya, Azikin Solthan (F-Gerindra) meminta MenpanRB mempertimbang kan dampak rasionalisasi PNS tersebut. Ia m e n g k h awat i r k a n j i k a re n c a n a tersebut terealisasi akan terjadi gejolak ekonomi dan sosial yang cukup besar. Pasalnya, rencana rasiona­ lisasi tersebut berbarengan dengan terjadinya PHK sebagian besar industri di Indonesia. “Yang kita khawatirkan adalah akan terjadi suatu gejolak sosial yang amat besar karena berbarengan dengan terjadinya PHK beberapa industri di Indonesia,” ujarnya. Ia juga meminta pemerintah untuk mempertimbangkan masuknya tenaga kerja asing di Indonesia, yang semakin membuat potensi gejolak itu semakin besar. “Disisi lain juga adanya kedatangan tenaga kerja asing yang begitu besar. Sehingga ini adalah satu hal yang perlu diwaspadai agar tidak terjadi gejolak sosial yang terkait lapangan kerja,” papar Azikin. Terkait perkembangan hingga saat ini, sebagian besar fraksi di DPR RI menyatakan penolakannya terhadap rencana rasionalisasi jumlah PNS tersebut. Sudah semestinya pemerintah bisa lebih fokus dalam meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang ada sehingga target pembangunan pemerintahan JokowiJK bisa tercapai, Ayo Kerja! n PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l (hs) itu akan berdampak pada terganggunya keseimbangan negara, mengingat saat ini Indonesia masih kekurangan tenaga aparatur seperti guru, tenaga medis, pelayanan masyarakat serta masalah tenaga honorer yang saat ini belum diselesaikan. 33 Rastri Paramita foto : dokpri Anggaran Berlanjutnya pelemahan perekonomian global hingga triwulan I tahun 2016 berpengaruh signifikan terhadap perekonomian dalam negeri. Terkoreksinya pertumbuhan ekonomi Tiongkok cukup berpengaruh besar terhadap pendapatan migas Indonesia serta menurunnya permintaan terhadap minyak dunia. S elain itu, belum stabilnya harga minyak mentah dunia akibat dari berlimpahnya pasokan minyak dunia di pasar serta belum terealisirnya pengendalian produksi oleh negara-negara yang tergabung dalam OPEC, ikut andil dalam memengaruhi perubahan 34 Perekonomian Global Masih Pengaruhi Perekonomian Tanah Air dalam APBN Tahun 2016. Faktor lain yang turut juga memengaruhi perubahan APBN tahun 2016 yaitu nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang mengalami penguatan akibat dari negative interest yang banyak dilakukan oleh beberapa negara di Eropa dan Jepang. Hal inilah yang membuat para investor asing mencari emerging countr y untuk memperoleh return yang lebih tinggi dibanding di negaranya. Berdasarkan kondisi global dan situasi dalam negeri, Perubahan APBN tahun 2016 diajukan oleh pemerintah tanggal 2 Juni 2016 lalu. Asumsi dasar ekonomi makro dalam Nota Keuangan RAPBN-P 2016 yang akan mengalami perubahan, pertama, laju inflasi diubah dari 4,7 persen menjadi 4 persen. Dasar perubahan ini yaitu perkembangan ekonomi g lobal, tren pelemahan harga komoditas, dan stabilitas inflasi yang dilakukan oleh sinergi kebijakan Pemerintah dan Bank Sentral untuk menjaga harga kebutuhan pokok. Berikutnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dari Rp 13.900 menjadi l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 Rp 13.500. Perubahan ini didasari oleh perbaikan kinerja transaski berjalan, penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia, inflasi yang rendah serta perbaikan ekonomi yang diharapkan mampu menjaga stabilitas dan meredam apresiasi dolar AS. Kemudian, ICP yang diprediksi berada di kisaran US$ 35 per barel lebih rendah dari asumsi yang terdapat dalam APBN tahun 2016 sebesar US$ 50 per barel. Perubahan ini dikarenakan penurunan harga minyak dunia akibat dari lemahnya perekonomian global ditengah pasokan minyak yang masih tinggi. Dan yang terakhir, lifting minyak dan gas bumi. Untuk minyak bumi terjadi perubahan dari 830 ribu barel per hari menjadi 810 ribu barel per hari. Sedangkan untuk gas bumi perubahan dari 1.155 ribu barel setara minyak per hari menjadi 1.115 ribu barel setara minyak per hari. Hal ini dipengaruh oleh tren penurunan produksi minyak bumi di dalam negeri. Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 dan 2016 Indikator Ekonomi a. Pertumbuhan ekonomi (% yoy) b. Inflasi (% yoy) Realisasi APBN RAPBNP 4,8 5,3 5,3 3,4 4,7 4,0 13.392 13.900 13.500 d. Tingkat bunga SPN Bulan rata-rata (%) 6,0 5,5 5,5 e. Harga minyak mentah Indonesia (USD/barel) 49 50 35 c. Nilai Tukar (IDR/USD) f. Lifting minyak bumi (ribu barel per hari) g. Lifting gas bumi (ribu barel setara minyak per hari) 778 830 810 1.195,4 1.155 1.115 Sumber: Kementerian Keuangan Perubahan asumsi dasar ekonomi makro dalam RAPBN-P tahun 2016, berdampak pada perubahan postur RAPBN-P tahun 2016, yakni penurunan pendapatan negara menjadi Rp 1.734.500,9 miliar. Penurunan ini disebabkan oleh penurunan minyak mentah Indonesia, penurunan lifting migas, penundaan kenaikan royalti batu bara, dan penurunan harga komoditas tertentu SDA nonmigas. Kemudian, turunnya penerimaan perpajakan dari Rp 19.550,9 miliar pada APBN tahun 2016 menjadi Rp 1.527.113,8 miliar. Turunnya penerimaan ini dikarenakan oleh turunnya penerimaan PPh migas dan PPN. Belanja negara yang diproyeksikan turun 2,3 persen dari pagu APBN tahun 2016. Belanja Pemerintah Pusat dalam R APBN-P tahun 2016 lebih rendah dari APBN tahun 2016 sejalan dengan kebijakan penghematan dan pemotongan belanja kementerian/ lembaga, perubahan pagu penggunaan PNBP, dan perubahan pagu pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN). Untuk penurunan dana bagi hasil (DBH) dan alokasi khusus (DAK) memberikan kontribusi yang cukup besar atas penurunan alokasi transfer ke daerah dan dana desa. Terkait dengan penurunan belanja pemerintah pusat dalam RAPBNP 2016, belanja berdasarkan fungsi juga mengalami penurunan, kecuali fungsi perumahan dan fasilitas umum yang meningkatkan 9,2 persen, fungsi ketertiban dan keamanan sebesar 1.6 persen, dan fungsi pertahanan sebesar 0,4 persen. Fungsi ekonomi masih mendominasi belanja pemerintah pusat dengan kontribusi sebesar 26,9 persen, sedangkan 73,1 persen tersebar pada 10 fungsi lainnya. Dampak berikutnya, perubahan pembiayaan meliputi, antara lain: PMN kepada BUMN, pembiayaan investasi kepada BLU LMAN, PMN kepada BPJS Kesehatan, pemanfaatan SAL, dan tambahan penerbitan SBN (neto). Perencanaan Kurang Optimal Selain isu pelemahan perekono­ mian global yang merupakan salah satu sebab perubahan asumsi dasar ekonomi makro sehingga mempengaruhi perubahan postur APBN, isu yang cukup sering mencuat jika terjadi APBN perubahan adalah kurang optimalnya perencanaan y a n g d i l a k u k a n k e m e n t e r i a n/ lembaga negara dalam menyusun anggarannya. Sehingga terkesan, ketidaksempurnaan perencanaan yang dibuat akan dapat disempurnakan di dalam APBN perubahan. Stigma mengandalkan APBN perubahan dalam membuat peren­ canaan inilah yang harus diubah. Sebab, ketika pemerintah kurang tepat dalam menyusun perencanaan, maka akan timbul biaya yang cukup besar untuk merevisi APBN. Selain biaya yang tidak sedikit, pembahasan revisi APBN hingga pelaksanaan hasil revisi tersebut juga menyita waktu. Untuk itu, seyogyanya pemerintah segera melakukan perbaikan pola perencanaan yang ada dalam kementerian/lembaga negara. Karena, perencanaan yang baik dapat menjadi landasan pelaksanaan pembangunan yang baik juga. Pola pikir kementerian/ lembaga negara dalam membuat perencanaan harus diubah, dari yang berpijak pada ‘dana yang ada’ baru buat program menjadi ‘program apa yang akan dibuat’ baru berpikir berapa anggaran yang akan dialokasikan. Jika berpijak pada program yang akan dibuat akan berpengaruh pada produktivitas, sedangkan jika berawal dari anggaran yang ada akan berakhir pada bagaimana penyerapan anggaran yang sering kali mengabaikan kualitas kinerja. Oleh karena itu, Pemerintah perlu menyusun standar dalam membuat perencanaan yang baik bagi kementerian/lembaga negara. Selain itu, tolok ukur keberhasilan sebuah perencanaan bukan diukur dari berapa banyak penyerapan anggaran, namun diukur seberapa banyak program yang dilaksanakan. Sehingga bisa saja suatu kementerian telah melaksanakan semua program yang direncanakan namun dengan anggaran yang sangat efisien. Nantinya akan terdapat tolok ukur baru keberhasilan kementerian/ lembaga negara dalam menjalankan perencanannya yaitu banyaknya program yang dilaksanakan dengan anggaran yang efisien, bukan berapa besar penyerapan anggaran yang dapat dilakukan kementerian/lembaga negara. Penulis: Rastri Paramita Analis APBN Ahli Pertama di Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 35 foto : asiabusinesinfo.com legislasi Pembangunan gedung bertingkat di Jakarta Dewan Ingin UU Jasa Konstruksi Berbobot dan Bermanfaat Terdorong oleh perkembangan jasa konstruksi yang makin banyak sejalan dengan pembangunan infrastruktur yang dicanangkan oleh pemerintahan Jokowi dan untuk menghindari kriminalisasi di bidang jasa konstruksi, DPR RI dan pemerintah saat ini sedang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Jasa Konstruksi. Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dinilai belum bisa memenuhi tuntutan kebutuhan dan dinamika penyelenggaraan dan usaha jasa konstruksi. Rencananya RUU Jasa Konstruksi akan disahkan pada Juni 2016 ini. 36 l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 S elain itu, masyarakat yang bergiat di bidang jasa kon­ struksi mengharapkan RUU Jasa Konstruksi bisa segera disahkan. Seperti Gabungan Pelaksana Ko n s t r u k s i Na s i o n a l In d o n e s i a (Gapensi). Gapensi berharap RUU Jasa Konstruksi yang akan disahkan pada Juni 2016 benar-benar terealisasi, karena kriminalisasi terhadap pelaku konstruksi masih kerap terjadi dan poin-poin di RUU Jasa Konstruksi terkait hal itu juga dapat diperjelas. jasa konstruksi dihadapkan pada masalah domestik berupa dinamika penguatan masyarakat sipil sebagai bagian dari proses transisi demokrasi di tingkat daerah dan nasional, serta berkembangnya beragam model transaksi dan hubungan antara penyedia dengan pengguna jasa konstruksi dalam lingkup pemerintah dan swasta. Evaluasi terhadap pencapaian tujuan-tujuan yang diamanahkan oleh Undang-Undang Jasa Konstruksi menunjukkan keadaan yang tidak m e n g g e m b i ra k a n . Ko n d i s i j a s a konstruksi nasional saat ini jauh dari tujuan tersebut. Sebag ian penyebab kondisi buruk pelaksanaan Undang-Undang Jasa Konstruksi ini adalah kelemahan implementasi dari seluruh stakeholders, namun terdapat beberapa aspek pengaturan foto : andri/iw Sektor jasa konstruksi adalah salah satu sektor strategis dalam mendukung tercapainya pembangunan nasional. Posisi strategis tersebut dapat dilihat dari adanya keterkaitan dengan sektor-sektor lain. Jasa konstruksi sesungguhnya merupakan bagian penting dari terbentuknya produk konstruksi, karena jasa konstruksi menjadi arena pertemuan antara penyedia jasa dengan pengguna jasa. Pada wilayah penyedia jasa juga bertemu sejumlah faktor penting yang mempengaruhi perkembangan sektor konstruksi seperti pelaku usaha, pekerjanya, dan rantai pasok yang menentukan keberhasilan dari proses penyediaan jasa konstruksi, yang menggerakkan pertumbuhan sosial ekonomi. Oleh karena itu, pengembangan jasa konstruksi menjadi agenda Anggota Komisi V DPR RI, Nizar Zahro publik yang penting dan strategis bila melihat perkembangan yang terjadi secara cepat dalam konteks globalisasi dan liberalisasi, kemiskinan dan kesenjangan, demokratisasi dan otonomi daerah, serta kerusakan dan bencana alam. Selain itu, perkembangan jasa konstruksi juga tidak bisa dilepaskan dari konteks proses transformasi politik, budaya, ekonomi, dan birokrasi yang sedang terjadi. Saat ini pengembangan itu sendiri yang tidak mendukung pencapaian tujuan Undang-Undang Jasa Konstruksi dan perkembangan jasa konstruksi secara umum. Sejumlah permasalahan tersebut membutuhkan upaya penataan dan penguatan kembali pengaturan kelembagaan dan pengelolaan sektor jasa konstruksi, untuk menjamin sektor konstruksi Indonesia dapat tumbuh, berkembang, memiliki nilai tambah yang meningkat secara berkelanjutan, profesionalisme, dan berdaya saing. Salah satu upaya tersebut ditempuh dengan mengevaluasi pelaksanaan dan perbaikan terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi yang telah berlaku selama 15 tahun. Evaluasi dan perbaikan tersebut ditujukan untuk menjawab sejumlah persoalan saat ini dan ke depan. Menurut Anggota Panja RUU Jasa Konstruksi Komisi V DPR RI Nizar Zahro, ada tiga hal penting dalam RUU Jasa Konstruksi ini ; yaitu Badan Sertifikasi, kriminalisasi dan Usaha Jasa Konstruksi. “Kita ingin RUU ini memiliki pasalpasal yang berbobot dan bermanfaat. Setidaknya ada tiga masalah krusial dalam RUU ini, yaitu menyangkut badan reg istrasi, kriminalisasi, dan nama RUU ini. Masalah yang terakhir sudah selesai dengan nama Jasa Konstruksi. SebeluUsaha Jasa Konstruksi,” papar Nizar saat diskusi Forum Legislasi di Gedung DPR RI. Sertifikasi itu kata politisi Gerindra ini sangat penting, karena sebelumnya hanya registrasi, sehingga tidak terkontrol dengan baik. Untuk itu pula, maka wajar jika muncul skandal ‘Panama Papers’. Sedangkan sertifikasi yang ada bisa dilakukan dengan nilainilai atau imbalan tertentu. Diungkapkan oleh Nizar, ternyata Indonesia mengalami masalah dengan sertif ikasi para ahli konstruksi. Sertifikasi Indonesia tidak diakui di negara-negara ASEAN. Ini masalah serius. Untuk itu, ada badan sertifikasi Jaskon yang dibentuk berdasarkan UU. Kualitas para ahli konstruksi Indonesia harus didasarkan pada acuan internasional. ”Sertifikasi yang ada tanpa ada lambang Garuda pun ditolak oleh Singapura, Malaysia dan negara lain. Di Timur Tengah banyak konraktor dari Indonesia, tapi ketika terjadi masalah, Paspor Indonesia yang dipakai. Itu tak bisa dibiarkan,” ujarnya. Sedang kan kriminalisasi jasa konstruksi menurut Nizar Zahro, ini terkait dengan masalah kontrak pekerjaan. RUU ini akan merumuskan PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 37 foto : iwan armanias legislasi Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Muhidin M. Said perdata, ya perdata. Jangan dibawa ke pidana. Sehingga diperlukan Badan Sertifiaksi Jasa Konstruksi (BSJK). Padahal hasil pembangunan semasa Orde Lama dan Orde Baru baik-baik dan berkualitas, tapi pasca reformasi mengecewakan,” tambahnya. Sementara itu Wakil Ketua Komisi V DPR RI Muhidin M. Said menyatakan bahwa RUU ini sudah mengalami banyak foto : marioproperti.com pasal-pasal kontraknya dengan jelas. Kriminalisasi di bidang jasa konstruksi sering terjadi masalah antara pengusaha di pusat sampai daerah dengan pejabat sampai ke pengadilan. Sebab, dalam kontrak kerjanya hanya photo copy (copy paste), sehingga aparat kepolisian dan kejaksaan banyak terlibat. “Jadi, kalau perjanjian kontrak itu penundaan karena Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) harus memprioritaskan tender-tender proyek. “Karena ada penundaan sekitar sebulan, mungkin awal masa sidang berikutnya, April. Diperkirakan selesai bulan Mei,” ujar Wakil Ketua Komisi V DPR RI Muhidin (seperti dikutip dari laman kompas. com). Meski banyak tertunda, kata Muhidin, UU ini sudah siap dibahas. Pembahasan terkait Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah. Muhidin menilai, DIM ini tidak banyak masalah, karena sebelumnya sudah melalui dikusi panjang lebar, antara lain bagaimana Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). “Bagaimana konstruksi Indonesia paling tidak memberikan ramburambu yang bagus agar mereka tidak dilibas perusahaan konstruksi asing yang masuk dalam rangka MEA,” jelas dia. Kalau ada perusahaan konstruksi asing mau masuk Indonesia, kata Muhidin, perusahaan ini harus terakreditasi di tanah air. Meskipun punya akreditasi secara internasional, Pembangunan gedung bertingkat di Jakarta 38 l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 foto : andri/iw Yayat Supriyatna pemerintah dan lain-lain. Sedangkan standar konstruksi adalah kalau Indonesia kerjasama dengan Amerika Serikat, maka kesepakatannya dengan Amerika, kalau dengan British kesepakatannya dengan British, dan seterusnya. Hal itu juga sama dengan BSN (Badan Standarisasi Kasus kriminalisasi jasa konstruksi itu terjadi kalau ada pengaduan kerugian dari konstruksi. Kalau dianggap pidana, hal itu harus dibuktikan dulu oleh aparatur negara (BPK, KPK) dan pengadilan. Nasional). “BSN itu termasuk perjanjian kontrak,” ungkapnya. Sementara, mantan Ketua Umum HAKI Dradjat Hoedajanto menilai UU Nomor 18 tahun 1999 konsepnya untuk mendongkrak jasa konstruksi Indonesia di tingkat Asean. Sertifikasi itu hanya untuk yang ahli, sedangkan bagi yang belum ahli mestinya magang dulu. Tukang kita banyak bekerja di luar negeri karena gajinya lebih besar, kecuali kalau reward dan punishment nya sama atau lebih besar, maka mereka akan kembali ke Indonesia. “Kalau tunjangan besar, tapi gaji kecil, maka sulit menjadi professional. Jadi, perlu kerjasama semua pihak. Kalau tidak, apapun UU-nya tak akan berjalan dengan baik,” tutur Dradjat. Khususnya mengenai terjadinya kriminalisasi kata Dradjat, kalau se­suai kontrak maka tidak akan ada krimi­ nalisasi. Hanya kekurangpahaman tentang konstruksi, maka tidak semua orang mempunyai pengetahuan ten­ tang pencapaian-pencapaian kerja konstruksi. “Jadi, RUU ini mendorong agar jasa konstruksi lebih professional dan bertanggungjawab,” pungkasnya. n PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l (sc) perusahaan ini tetap harus mengikuti akreditasi di Indonesia. Lain halnya, jika akreditasi internasional ini setara dengan kelas Indonesia. Dengan demikian, Indonesia tidak menerima pengusaha konstruksi dari luar secara gampang. Selain itu, Muhidin menambahkan, masalah DIM yang juga akan dibahas adalah kegagalan bangunan. Untuk mengatasi ini, nantinya akan ada tim atau badan khusus yang melakukan peninjauan secara teknis. Dalam mengatasi kegagalan ini, tentu harus ditangani oleh orang teknis. Pihak yang ditunjuk akan menentukan layak dan tidaknya suatu bangunan. Penyimpangan dalam bangunan juga harus dikaji secara komprehensif oleh orang yang ahli, sehingga ada rambu-rambu bagi pemangku kepentingan. Sedangkan Direktur Lembaga Sumber Daya dan Jasa Konstruksi Kementerian PUPR Yayat Supriyatna menyatakan pemerintah mengapresiasi Usul Inisiatif DPR RI dalam merumuskan RUU ini untuk menggantikan UU lama. Karena banyak perbaikan-perbaikan yang mendasar dari UU sebelumnya yaitu UU No.18 tahun 1999. Meskipun ada kekurangan hanya perlu perbaikan. Misalnya soal asosiasi. “Kekuatan dari industri itu ada di asosiasi itu sendiri,” kata Yayat Supriyatna. Karena itu RUU ini harus mampu meningkatkan nilai tambah berkelanjutan, daya saing, dan jangan hanya fokus kepada masalah hukum. “Kasus kriminalisasi jasa konstruksi itu terjadi kalau ada pengaduan kerugian dari konstruksi. Kalau dianggap pidana, hal itu harus dibuktikan dulu oleh aparatur negara (BPK, KPK) dan pengadilan,” jelas Yayat. Pada prinsipnya kata Yayat, UU ini melindungi jasa profesional dan dipertanggung jawabkan, karena mempunyai keahlian tertentu. Untuk itu diperlukan sertifikasi melalui Badan Sertifikasi yang lebih independen daripada dilakukan pemerintah. Hanya saja dalam badan itu terdiri dari berbagai unsur asosiasi, masyarakat, 39 FOTO BERITA Pimpinan DPR RI dan sejumlah Anggota DPR RI meninjau ketersediaan pangan di Gudang Bulog dan Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur. / Foto: Jaka 40 l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 Komisi IV DPR RI memantau harga dan ketersediaan sembako di Pasar Kramatjati, Jakarta Timur dan Pasar Rauh Serang, Banten, menjelang Hari Raya Idul Fitri tahun 1437 H. /Foto: Jayadi PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 41 FOTO BERITA Ketua DPR RI Ade Komarudin berserta rombongan meninjau terminal Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng jelang arus mudik Lebaran 2016. Foto: Runi, Kresno/iw 42 l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 Tim Komisi V DPR RI tinjau kesiapan infrastruktur dan angkutan lebaran Tahun 2016 di Jawa Timur. Foto: Suci/iw PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 43 FOTO BERITA Tim Kunspek Komisi V DPR RI ke Pantura dan Semarang untuk melihat langsung persiapan arus mudik 2016 di Jawa Tengah. Foto: Andri/iw 44 l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 Tim Kunspek Komisi V DPR RI dipimpin Yoseph Umarhadi kunjungi pelabuhan Makassar dan sidak kapal Bukit Siguntang, terkait kesiapan transportasi laut Lebaran 2016. Foto: Mastur/iw PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 45 FOTO BERITA Menjelang Lebaran 2016 (Idul Fitri 1 Syawal 1437 H), Anggota Komisi VI DPR RI Endang Srikarti Handayani menggelar Pasar Murah di Solo, Jawa Tengah. Foto: Iwan, Husen/iw 46 l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 Tim Kunjungan Spesifik Komisi V DPR RI meninjau persiapan angkutan Lebaran 2016 di terminal bis, pelabuhan dan Bandara Lampung. Foto : Eko/iw PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 47 KIAT SEHAT Fenomena Tidur Berjalan Oleh: dr. Dito Anurogo dr. Dito Anurogo Foto : Dok Imajinasi somnambulisme secara menakjubkan ditulis oleh William Shakespeare dalam “Lady Macbeth” (diadaptasi kembali oleh Giuseppe Verdi) dan Vincenzo Bellini dalam “La Sonnambula”. Keduanya adalah opera legendaris yang pernah dipentaskan di Italia abad ke-19. Tidur berjalan dapat dialami oleh siapapun. Waspadalah! T idur berjalan (somnambu­ lisme) adalah kondisi yang memengaruhi seseorang, dimana ia bangun dan berjalan-jalan saat tidur nyenyak. Lengkapnya, rangkaian perilaku kompleks yang biasanya dimulai selama arousals dari tidur slow-wave dan memuncak dengan berjalan di sekitar dengan perubahan kesadaran dan gangguan penilaian (ICSDII, 2005). Penderita tidur berjalan dinamakan sleepwalker. Sejarah Somnambulisme berakar dari kata Latin “somnus” yang berarti “tidur” dan ‘ambulare’ yang bermakna ‘berjalanjalan’. Dahulu, somnambulisme disebut sebagai oneirodynia, noctambulism, coma-vigil, dan somno-vigilia. Som­n a­m bulisme telah diketahui oleh Hipokrates dan Aristoteles. Seorang filsuf abad ke-3 SM, Diogenes Laërtius, telah mencatat dua kasus yang diduga somnambulisme. James Prichard menulis bagian bertajuk “Somnambulism and Animal Magnetism” di The Cyclopaedia of Practical Medicine, yang terbit tahun 1835. 48 Epidemiologi Studi epidemiologi mengungkap­ kan, somnambulisme diderita oleh 2,5% populasi umum. Prevalensi somnambulisme 15-30%. Lebih umum dijumpai pada anak-anak (4-8 tahun) dibandingkan dewasa. Prevalensi di usia 2,5 hingga 4 tahun sekitar 3%, meningkat menjadi 11% di usia 7-8 tahun, dan 13,5% di usia 10 tahun, lalu menurun menjadi 12,7% di usia 12 tahun. Prevalensi di usia anakanak mencapai 20%, sedang kan setelah dewasa hanya 2-4%. Literatur lain menyebutkan, somnambulisme dialami oleh 1 dari 10 anak-anak dan 1 dari 50 dewasa. Di Swedia, angka prevalensi seta­ hun 6-17% dan angka insiden 40%. Angka rasio pria: wanita sebesar 1:1 menunjukkan bahwa somnambulisme tidak memandang jenis kelamin. Uniknya, sekitar 25% kasus somnam­ bulisme menetap hingga dewasa. Sekitar 25% sleepwalker dewasa juga mengalami cemas dan gangguan mood (suasana hati), namun tidak mengalami gangguan psikiatri atau personaliti. Penyebab Somnambulisme disebabkan oleh multifaktor. Misalnya: faktor lingkungan, kurang tidur, jadwal tidur yang tidak teratur-kacau, demam, stres-tertekan, kekurangan magnesium, suara keras. Keracunan (intoksikasi) obat atau zat kimia, seperti: alkohol, obat hipnotik/sedative (misal: zolpidem), antidepresan (misal: bupropion, paroxetine, amitriptyline), neuroleptik (misal: lithium, reboxetine), minor tranquilizers, stimulan, antibiotik (misal: fluoroquinolone), obat antiparkinson (misal: levodopa), l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 antikonvulsan (misal: topiramate), dan antihistamin berpotensi menyebabkan somnambulisme. Faktor fisiologis, seperti: kandung kemih penuh, kehamilan, dan menstruasi meningkatkan frekuensi kejadian somnambulisme. Ada ketidaknormalan pada pengaturan gelombang tidur (slow wave sleep, SWS). Ketidakserasian (disosiasi) antara tidurnya tubuh dan akal, muncul dari aktivasi jalur thalamocingulate dengan persisting deactivation dari sistem thalamocortical arousal lainnya. Adapun panjang kedalaman SWS yang lebih besar di awal masa anak, juga meningkatkan somnambulisme pada anak. Berbagai kondisi medis juga berhu­ bungan dengan kasus ini, contohnya: gangguan irama jantung (aritmia), kejang-asma di malam hari, demam, migraine, obstructive sleep apnea, hiper­ tiroidisme, serta gangguan psi­kia­tris, seperti: gangguan stres paskatrauma, panik, dan kondisi disosiasi. Menurut perspektif genetikamolekuler, somnambulisme lebih sering terjadi pada kembar monozigot, sepuluh kali lebih sering pada keluarga dengan riwayat somnambulisme. Dari semua kejadian, sepertiga memiliki riwayat keluarga. Pola pewarisan somnambulisme diduga multifaktorial dan otosom resesif dengan incomplete penetrance. Data keluarga untuk semua subtipe HLA dinilai untuk asosiasi alel dengan somnambulisme menggunakan tes transmission–disequilibrium. Suatu kelebihan transmisi yang signifikan telah terobservasi pada alel DQB1*05 dan *04 pada kasus-kasus familial, membuktikan bahwa asam amino polimorfik DQB1 lebih terkait erat daripada alel tunggal apapun. Gen DQB1 spesif ik berimplikasi pada gangguan kontrol motorik selama tidur. Potret Klinis Manifestasi klinis somnambulisme begitu beragam. Di sepertiga awal tidur malam penderita mendadak terbangun (lalu duduk di) tempat tidur, mata terbuka, ekspresi wajahnya kosong-bengong, membuka selimut, bergerak berputar seolah bertujuan, berusaha meninggalkan tempat tidur. Bisa pula mencoba berpakaian, berjalan-jalan mengelilingi tempat tidur, di sekitar kamar-rumahnya; dapat berbicara namun jarang bermakna, naik tangga, memakai alat-alat dapur, lalu berusaha menyiapkan makanan; membuka pintu depan rumah, berjalan jarak jauh, bahkan mengendarai mobil dalam keadaan tidur. Beberapa menit setelah (ter)bangun, ia sedikit bingung (disorientasi) sesaat. Kebanyakan tidak bermimpi, sulit bangun saat serangan berlangsung, dan fugue disosiatif. Tidak terdapat gangguan mental organik. namun setelah serangan segera tidur lagi. Saat tersadar keesokan paginya, tidak ingat kronologi kejadiannya. Kecelakaan dapat terjadi akibat jatuh dari tangga, jendela, atau saat berjalan ke luar rumah. Biasanya mau diajak ke tempat tidur tanpa perlawanan. Hindari menghalanghalangi atau membangunkannya karena menyebabkan bingung, cemas, atau melarikan diri. Dapat dengan susah payah disadarkan/dibangunkan dari tidurnya. Pada anak, dapat berjalan ke kamar tidur orang tua dan memberi respon terhadap pertanyaan/perintah. Terkadang kencing di tempat yang tidak biasanya. Somnambulisme haruslah dibeda­ kan dari serangan epilepsi psikomotor (s e b e l u m , s e l a m a , d a n s et e l a h kejadian), waktu siklus tidur malam saat somnambulisme terjadi, mengantuk di siang hari, cedera yang terkait, riwayat keluarga, berbagai faktor pemicu. Yang terpenting, dokter perlu membedakan somnambulisme dengan confusional arousals dan sleep terrors. foto : ehsbioblog.blogspot.com Diagnosis Pemeriksaan dengan polysomno­ g ra p h y m e r u p a k a n b a k u e m a s penegakan diagnosis somnambulisme. Rekaman video dapat membantu melihat pola aktivitas serangan. Pencitraan otak dengan SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) selama tidur berjalan menunjukkan deaktivasi frontoparietal associative cortices (gambaran khas tidur), serta aktivasi posterior cingulate dan jaringan anterior cerebellum. Di dalam menegakkan diagnosis, dokter perlu memerhatikan deskripsi detail peristiwa, tingkat kesadaran Manajemen Dokter akan memberikan terapi sesuai indikasi, misalnya: golongan antidepresan trisiklik (misalnya: clomipramine) atau benzodiazepin (seperti: clonazepam, diazepam, alprazolam, temazepam, flurazepam). Untuk terapi jangka panjang, dianjur­ kan teknik relaksasi, imajinasi men­ tal, dan anticipatory awakening (membangunkan penderita 15-20 menit sebelum saat semestinya ia bangun lalu menjaganya agar tetap bangun). Episode somnambulisme yang memanjang diketahui terkait dengan agonis reseptor benzodiazepine, medikasi sedative-hypnotic, seperti: zolpidem, zaleplon, dan zopiclone, sehingga pemakaian obat-obat ini harus dihentikan setelah berkonsultasi dengan dokter. Psikoterapi bermanfaat bag i penderita somnambulisme dewasa, untuk mengatasi konflik psikologis. Hipnosis dan terapi perilaku kognitif juga bermanfaat untuk mengatasi penderita tidur berjalan. Pencegahan Berbagai upaya dapat dilakukan, seperti: mengurangi minum sebelum tidur, mengunci-menutup rapat semua pintu-jendela agar penderita tidak dapat keluar, menyingkirkan semua benda yang berpotensi mem­ bahayakan-melukai penderita, berkonsultasi dengan dokter untuk memilih obat yang cost-effective, ja­ngan malu takut untuk berobat ke dokter. Disiplin melakukan higiene tidur, seperti: membiasakan diri untuk; kencing sebelum tidur, tidur-bangun teratur pada jam yang sama setiap hari. Bila terbiasa memungkinkan tidur siang; biasakanlah di waktu yang sama, sesudah makan siang merupakan waktu terbaik. Hindari tidur siang lebih dari 45 menit. Hindari konsumsi minuman/ makanan yang mengandung alkohol. Hindari berolahraga sore-malam hari atau menjelang tidur. Hindari meletakkan peralatan elektronika (TV, radio) di kamar tidur. Kondisikanlah suasana tidur yang nyaman, seperti: mendengarkan musik lembut sebelum tidur, mematikan lampu, menggunakan kasur yang lembut serta bantal-guling yang empuk, sejuk, harum, tenang. Berinteraksi dengan penderita saat “beraksi”, memicu perilaku agresif sehingga perlu dihindari. Dengan penanganan terpadu dan paripurna, somnambulisme akan teratasi dengan baik. Dito Anurogo, dokter digital/online di detik. com, penulis 18 buku, S2 IKD Biomedis FK UGM, ketua UKM Jurnal Paradigma HMP UGM, ketua Forum Kewirausahaan Sosial Yogyakarta – Jawa Tengah, email: [email protected] PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 49 PROFIL Hidup ibarat laut yang membentang luas dan menyimpan banyak misteri. Begitupun dengan misteri kehidupan politisi PDI Perjuangan asal Sumenep ini Said Abdullah. Siapa sangka jika Politisi PDI Perjuangan yang selama tiga periode terpilih menjadi wakil rakyat, plus menjadi Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI pada periode 2014-2019 ini, dulunya sempat mengalami masa-masa sulit. Said Abdullah Soekarnois Dari Timur Pulau Garam J :r l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 fo to 50 un i/i w angan membayangkan kondisi saya sekarang. Itulah kalimat p e r t a m a y a n g ke l u a r d a r i bibir pemilik nama lengkap Muhammad Said Abdullah ketika Parlementaria menemuinya di ruang pimpinan Banggar DPR RI, Senayan beberapa waktu lalu. Ya, Said, begitu ia biasa disapa, mengaku sempat menjalani profesi sebagai tukang cuci mobil dan sales keripik tempe. Namun untuk sampai kepada tahap itu ada baiknya jika kita ikuti terlebih dahulu fase-fase kehidupannya sebelumnya. Ya, terlahir ditengah-tengah keluarga yang sangat religius membuat jiwa Said sarat akan nilai-nilai agama. Setidaknya, sejak kecil ia berusaha untuk tidak alpa dalam menjalankan sholat lima waktu dan mengaji. Tidak hanya Habluminallah (komunikasi dengan Allah SWT-red), kedua orangtuanya, Abdullah Syekhan Baqraf dan (Alm) Fatimah Gauzan pun mengajarkannya untuk tidak melupakan Habluminnanas (hubungan dengan sesama manusiared). Tidak berlebihan jika kemudian membuat Said gemar bersosialisasi dan berorganisasi. Bahkan sang ayah pun kerap menyertakan Said ke acara-acara yang digelar oleh Nahdlatul Ulama (NU), salah satu organisasi terbesar di daerahnya. yang konon merupakan singkatan dari Memang Gagah wanita Indonesia), Guntur (Gunakanlah Tenagamu untuk Rakyat). Tapi untuk yang satu itu saya belum konfirmasi ke bu Mega ya,”ungkap Said diselingi tawa. Memasuki usia SMA, tepatnya di SMAN 1 Sumenep jiwa organisatorisnya semakin terligat. Selain aktif dalam organisasi sekolah, ia pun mulai terjun dalam organisasi politik di luar sekolah. Ia pun bahkan sempat duduk dalam kepengurusan organisasi tersebut. Dalam OSIS SMA misalnya, tahun 1981 ia pernah dipercaya menjadi sekertaris OSIS SMAN 1 Sumenep. Sementara di organisasi luar sekolah ia sempat terpilih menjadi Ketua DPC Majelis Muslimin Indonesia Kabupaten tentu memilih PDI Perjuangan (Saat itu PDI -red), Kakak memilih Golkar, dan adik saya PPP. Alhamdulillah sampai sekarang tidak pernah ada gesekan antar keluarga dan saudara. Orangtua saya benar-benar NU yang moderat,”akunya. Lewati Masa-Masa Sulit Usai memimpin Banteng Muda Indonesia di Kabupaten Sumenep, jiwa muda Said tertantang untuk “m e n a k l u k a n” i b u k o t a . I a p u n memutuskan hijrah ke Jakarta. Saat inilah ia sempat melalui masa-masa sulit. Ia hidup menumpang di rumah salah satu temannya selama beberapa hari. Namun, lama tak jua memperoleh pekerjaan tetap, alhasil Said pun foto : andri/iw NU yang Soekarnois Uniknya meski kental dengan ajaran NU, namun sang ayah juga melengkapi kehidupan putra-putrinya dengan ajaran sang proklamator. Masih diingat Said, sang ayah mengumpulkan anak-anaknya hanya untuk memperdengarkan pidato Presiden Pertama Indonesia itu. Saat mendengar suara khas Bung Karno yang sangat kharismatik itu, dada Said yang saat itu masih duduk di bangku SDN Kepanjin, Sumenep itu pun langsung berdegup keras. Degupan yang mengisyaratkan semangat nasionalisme yang mulai bergejolaknya dalam jiwa mudanya. Memasuki usia SMP, sang ayah pun melengkapi pendidikan kebangsaan bagi anak-anaknya lewat buku-buku tentang Soekarno. “Kondisi perpolitikan saat itu membuat ayah harus sembunyisembunyi memperdengarkan rekaman pidato Bung Karno yang didapatnya. Begitupun ketika SMP dimana ayah saya mulai membelikan kami bukubuku tentang Soekarno, beliau meminta kami untuk tidak membawa buku tersebut ke luar dari rumah. Buku-buku itu menjadi ‘makanan’ Kami sehari-hari,”kisah pria kelahiran Sumenep, 22 Oktober 1962 ini. Masih diingatnya, buku pertama tentang Soekarno yang diberikan sang Ayah bertajuk SARINAH. Buku Sarinah isinya kurang lebih tentang perjuangan perempuan saat itu. Konon nama itu diambil dari nama salah seorang pengasuh Soekarno yang juga ikut memberikan pendidikan budi pekerti pada Presiden Pertama Indonesia itu. Namun pada masa itu tidak jarang Said mendengar slogan bahwa SARINAH itu merupakan singkatan dari kalimat “Siapa Anti Republik Indonesia Nanti Akan Hancur”. Tidak hanya Said pun kerap mengoleksi foto-foto sang proklamator. “Buku Sarinah kan sangat populer saat itu. Bahkan sempat beredar kabar bahwa Sarinah itu merupakan singkatan dari Siapa Anti Republik Indonesia Nanti Akan Hancur. Ketika itu memang banyak singkatan-singkatan yang beredar, seperti nama Putraputri Bung Karno, seperti Megawati Di sela-sela Rapat Kerja dengan Pemerintah Sumenep. Sebagai pengagum sang proklamator, Said pun bergabung dengan organisasi kepemudaan yang menjadi kaderisasi PDI Perjuangan (ketika itu masih PDI). Ia sempat terpilih menjadi Ketua DPC Banteng Muda Indonesia Kabupaten Sumenep untuk periode 1982-1985. “Alhamdulillah orangtua saya sangat liberal, beliau hanya berpesan satu yakni tanggung jawab. Ya kami harus bertanggung jawab terhadap tindakan kami masing-masing. Hal itu terbukti dengan pilihan partai politik di keluarga saya yang berbeda-beda semua. Saya yang seorang Soekarnois menerima tawaran menjadi tukang cuci mobil di Jombang, Ciputat. “Sekitar tahun 1986 saya merantau ke Jakarta. Di Jakarta saya tidak tahu harus melakukan apa. Saya tidak punya pekerjaan. Ada tawaran menjadi tukang cuci mobil di Jombang, Ciputat ya saya terima dari pada tidak pegang duit sama sekali. Apa salahnya menjadi tukang cuci mobil?.Dari hasil mencuci mobil sehari saya dapat lima ratus perak, untuk makan tiga kali sehari habis dua ratus lima puluh perak. Sisanya dua ratus lima puluh perak lagi bisa dikumpulkan untuk kebutuhan lainnya. Ya alhamdulillah,”kisahnya. PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 51 menjadi juru kampanye nasional PDI di Kabupaten paling timur di Pulau Garam, Madura itu. Berkat usahanya, PDI meraih suara terbanyak di Sumenep dalam pemilihan umum saat itu. Dari sana, ia pun didapuk untuk menjadi staff ahli wakil ketua DPR RI bidang Politik dan keamanan (Polkam). Lika-liku kehidupan yang pernah dilakoninya sebelumnya menjadikan pelajaran bagi Said untuk kembali berjuang di ibukota. Singkat cerita, usai menjadi staff ahli Wakil Ketua DPR RI bidang Polkam, Said pun menjajal peruntungan di dunia bisnis. Ia menjadi foto : dokpri/iw Sekitar satu tahun menjalani profesi tersebut, tawaran lainnya pun datang. Oleh salah seorang kenalannya yang berasal dari Malang ia ditawari untuk menjadi sales keripik tempe. Said pun harus mengendari sendiri mobil box plus mengangkut satu per satu keripik tempenya. Dalam kondisi sulit tersebut Said menganggapnya bukan sebuah perjuangan, namun sebagai sebuah keharusan. Keharusan untuk tetap bisa hidup dan makan. “Filosofi hidup saya sederhana, siapapun orangnya, apapun pangkatnya, orang tetap membutuhkan orang lain. Mau kaya raya, miskin atau apapun, pasti akan membutuhkan orang lain. Olehkarena itu dalam hidup saya ada dua hal yang saya selalu pegang, berbuat baik dengan kasih. Percuma berbuat baik ke orang lain tetapi hatinya tidak tergerak untuk berbuat baik, itu tidak ada guanya. Makanya saya selalu katakan “Berbuat baiklah dengan kasih dan hati,” karena itu lah yang menjadi senjata utama kita dalam mengarungi kehidupan ini,”paparnya. Dalam keseharian, Said memang dikenal sebagai seorang yang ramah, suka membantu dan mudah bergaul.Tak berlebihan jika kemudian dewi fortuna mulai menghampirinya. Berbekal pengalamannya sebagai Ketua DPC Banteng Muda Indonesia Kabupaten Sumenep, membawanya terpilih untuk foto : runi/iw PROFIL Menyerap aspirasi dengan konstituen 52 l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 manajer operasional PT Agung Pratama dan kemudian CV Bangun Arta. Bahkan ia pun sempat mendirikan sebuah perusahaan sendiri. Ketika tengah menjadi seorang professional, Said mendapat tawaran dari Partai untuk mencalonkan diri sebagai wakil rakyat alias menjadi calon legislatif. Awalnya Said sempat menolak tawaran tersebut. Selain karena gaji anggota DPR RI yang sangat kecil di banding dengan pendapatannya ketika itu, ia juga merasa belum mumpuni untuk menjadi seorang wakil rakyat. Namun partainya menilai sebaliknya. Said dinilainya memiliki prestasi yang cukup gemilang. Ia pun terkenal dekat dengan masyarakat luas. Hingga kemudian dorongan kepadanya pun semakin besar untuk menjadi seorang anggota legislatif mewakili masyarakat Sumenep dan sekitarnya. “Tahun 2004 saya baru berani mencalonkan diri menjadi anggota l e g i s l at i ve . Pe r t i m b a n g a n s ay a ketika itu hanya satu untuk menata kembali kehidupan masyarakat di dapil saya khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya, untuk menjadi lebih baik lagi, termasuk dalam hal perekonomian. Saat ini menjadi anggota DPR RI merupakan salah satu cara yang efektif dalam mewujudkan cita-cita dan harapan saya tersebut,”akunya. Penilaian partai tepat. Lewat usaha dan kerja keras disertai dengan niat tulus untuk memperbaiki kehidupan masyarakat daerahnya, Said yang terkenal dengan pergaulan lintas batas, berteman tanpa memandang etnis, kultur, agama dan aliran politik ini pun berhasil meraup suara terbanyak. Tahun 2004 untuk pertama kalinya ia terpilih menjadi anggota legislatif. “Saya ini kan pelayan. Saya petugas partai. Sehingga apa yang partai tugaskan kepada saya, itulah yang saya lakukan. Saya harus loyal dengan itu. Termasuk ketika itu Partai memutuskan saya untuk duduk di Komisi 8 selama dua periode. Begitupun ketika dalam periode ketiga saya menjadi anggota DPR, Partai menugaskan saya untuk duduk di Komisi XI plus Wakil Ketua foto : dokpri/iw Anak Bukan Fotocopy Orangtua Dibalik kesuksesan seorang suami, ada perempuan hebat di belakangnya. Ya, Khalida Ayu Winarti, istri yang selama ini mendampingi Said dalam suka dan duka. Tidak banyak wanita yang bersedia untuk ‘diajak hidup susah’. Namun bagi Said, Ayu, demikian sang istri biasa disapa, satu dari sedikit tipe wanita seperti itu. Masih diingat Said, saat pertama kali melihat sang istri di sebuah kesempatan, ia langsung merasa yakiin bahwa inilah jodohnya yang akan menjadi isteri dan ibu bagi anakanaknya kelak. Hal itupun yang sejatinya dirasakan oleh Ayu, Sayangnya, tidak demikian dengan kedua orangtua Ayu. “Orangtua isteri saya ketika itu tidak suka dengan saya. Hubungan kami pun tidak mendapat restu. Selalu berbuat baik dengan kasih dan hati. Dari sana saya berusaha untuk selalu dekat dengan masyarakat yang notabene juga merupakan teman-teman dan saudara saya sendiri. Makanya saya marah betul ketika ada berita anggota DPR RI tidak reses atau kunker fiktif. oleh sang isteri dan keempat anaknya itu, sepakat untuk membebaskan anakanaknya menekuni bidang yang sesuai dengan minatnya masing-masing. “Saya membebaskan anak-anak memilih bidang hidupnya masingmasing, yang terpenting kami orangtua sudah memberikan pendidikan dasar agama, dan menyekolahkannya. Kami juga memberikan keteladaan lewat perilaku sehari-hari. Ke depannya akan menggeluti profesi apa, kami serahkan semua kepada anak-anak kami. Saya tidak ingin anak menjadi foto copy orangtuanya. Jika itu terjadi malah bisa jadi boomerang bagi orangtuanya, karena belum tentu minat anak sama dengan orangtua. Setiap anak Bersama keluarga Hingga kemudian kami menikah pada 6 Agustus 1992 silam. “Sampai saat ini kami hidup bahagia dengan empat orang anak,” kata Said. Singkat cerita, empat putra-putri terlahir dari cinta keduanya, Khaisar Kiasa Kasih Said Putra, Lillahi Maulana Abdullah Said Bergas Darmacil, Maulana Abdullah Said Azel Haq Sang Patriakh,dan Zeta Zerlinda Saneta Sawina. Sebagaimana pendidikan agama yang ia dapatkan dari kedua orangtuanya sejak kecil, Said pun melakukan hal yang sama kepada keempat buah hatinya itu. Bersama sang isteri, pria yang biasa disapa buya mewakili eranya, zamannya masingmasing,”pungkas Said. Ia pun mengaku bangga terhadap sang istri yang terus mendampinginya dan mendukungnya, sejak ia belum bergelut di dunia politik hingga menjadi wakil rakyat yang notabene waktu berkumpul bersama keluarga jadi berkurang. Tidak jarang ketika dirinya lelah karena berbagai aktivitasnya, sang istri dan anak-anaknya lah yang dengan setia menghibur sang buya. Dan akhirnya, Said pun berhasil membuktikan kepada kedua orangtua Ayu akan kesucian cinta keduanya yang tak lekang di makan waktu.n PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l (ayu, rnm) Badan Anggaran. saya harus lakukan itu dengan sebaik-baiknya,”ujar Said yang dipercaya menjadi anggota DPR RI selama tiga periode ini. Dipercaya menjadi anggota DPR RI dalam kurun waktu tiga periode, yakni 2004-2009, 2009-2014, dan sekarang 2014-2019 ini tentu bukan suatu hal yang mudah. Terlebih lagi dengan peta persaingan politik saat ini yang cukup ketat, ditambah masyarakat saat ini yang cukup cerdas melihat calon wakilnya, maka bisa dipercaya kembali sebagai wakil rakyat merupakan sebuah hal yang cukup sulit. Namun Said bisa membuktikan itu semua. Dengan filosifi hidupnya yang selalu berusaha berbuat baik dengan kasih dan hati itulah yang membuatnya kembali terpilih menjadi anggota DPR RI. “Selalu berbuat baik dengan kasih dan hati. Dari sana saya berusaha untuk selalu dekat dengan masyarakat yang notabene juga merupakan temanteman dan saudara saya sendiri. Makanya saya marah betul ketika ada berita anggota DPR RI tidak reses atau kunker fiktif. Saya percaya kalau anggota DPR RI tidak mempergunakan masa reses nya untuk kembali ke masyarakat, maka itu akan merugikan dirinya sendiri,”tegas politisi yang pernah dicalonkan menjadi Gubernur Jawa Timur pada tahun 2013 silam. 53 foto : andri/iw KUNKER Anggota BURT DPR RI meninjau fasilitas dan pelayanan Rumah Sakit Pertamina, Sorong B Fasilitas RS Pertamina Sorong Perlu Pembenahan adan Urusan Rumah Tang­ ga (BURT) DPR RI pada pertengahan Mei 2016 lalu, mengunjungi rumah sakit Pertamina Sorong, Wakil Ketua BURT DPR RI Agung Budi Santosa menilai fasilitas RS Pertamina Sorong untuk rawat inap masih perlu banyak pembenahan dan perbaikan. Pasalnya, gedung yang digunakan adalah gedung lama jadi diperlukan renovasi fasilitas rawat inap, meski pelayanan untuk rawat jalan sudah cukup baik dan memadai. Hal itu diutarakannya di selasela kunjungan Tim Kunspek Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR 54 RI, untuk melihat kesiapan dan pelayanan kesehatan bagi anggota DPR RI dan keluarganya di RS Pertamina Sorong, belum lama ini. Dengan pembenahan itu maka anak dan isteri anggota Dewan yang berasal dari dapil Sorong maupun anggota yang sedang kunjungan kerja di daerah tersebut bila memerlukan pelayanan kesehatan dapat dicover oleh asuransi Jasindo. Menurut Wakil Ketua BURT Agung Budi Santoso (F-PD), kunjungan ini juga untuk melihat pelaksanaan Perpres No. 68 Tahun 2014 serta aturan pelaksanaannya yakni Permenkes No. 55 Tahun 2014 dan Permenkeu No. 167 Tahun 2014 terkait pelayanan l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 kesehatan pejabat negara termasuk anggota DPR RI dan keluarganya. “Sebagai anggota BURT DPR RI kami memiliki tugas untuk memastikan pelayanan dan fasilitas yang ada di rumah sakit-rumah sakit yang menangani pasien BPJS dan Jamkestama seperti kami (anggota DPR RI). Setelah kami lihat langsung, fasilitas dan peralatan yang disiapkan rumah sakit Pertamina Sorong, Papua Barat, ini cukup memadai, seperti adanya pelayanan tramua center, Elektrokardiogram (EKG) yang merupakan alat untuk mengetahui kondisi jantung seseorang,” jelas Agung saat meninjau RS tersebut, Rabu (25/5) Cek-up Rutin Dalam kesempatan yang sama anggota BURT DPR RI Indah Kurnia dari fraksi PDI-P mengatakan “Saya berharap Jasindo dapat meningkatkan kualitas pelayanan asuransi anggota dewan, dengan tindakan pencegahan seperti melakukan cek-up rutin kesehatan bagi anggota DPR RI,” ungkap politisi PDI Perjuangan ini. Selaku anggota BURT DPR, lanjut dia, memang memerlukan kepastian bahwa seluruh anggota baik yang berada dari dapil Sorong maupun anggota yang sedang melakukan kerja di daerah ini dapat tercover dengan baik. “Bukan kita mendambakan kenyamanan dan kemewahan namun hanya kepastian ini dapat tercover, apabila kita sakit dalam melakukan tugas,” tegasnya. Satu lagi untuk Jasindo, BURT mengharapkan tindakan preventif bisa melakukan Medical cek-up karena selama ini anggaran tersebut sangat dibatasi. Saat melakukan rapat kerja di Komisi XI, dirinya mengusulkan untuk anggaran Medical cek-up itu Anggota BURT DPR RI meninjau RSUD Dr. M Haulussy, Ambon, Provinsi Maluku, harus diberikan kelonggaran. Karena ini jauh lebih penting daripada Jasindo membayar orang yang sudah sakit. “Lebih baik mencegah dari pada mengobati,” tegasnya. Sementara itu Kunjungan kerja Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI di Provinsi Ambon, Wakil Ketua BURT (Badan urusan rumah tangga), Elva Hartati mengkritisi pelayanan dan fasilitas yang diberikan RSUD Dr. M Haulussy kepada anggota DPR RI. Hal tersebut diungkapkannya usai meninjau RSUD Dr.M Haulussy, Ambon, Provinsi Maluku, Selasa (31\5). “Kedatangan kami, Tim kunjungan kerja BURT ke RSUD Haulussy ini tujuanya adalah untuk meninjau pro­ gram jaminan kesehatan bagi anggota DPR RI beserta keluarganya di seluruh Indonesia. Kali ini kebetulan provinsi Maluku yg kita datangi,”ujar Elva. Sayangnya lanjut Elva, setelah ia melihat langsung kondisi rumah sakit bersama seluruh tim BURT, mendapati kenyataan bahwa rumah sakit terbesar di provinsi itu belum memadai pelayanannya. Dimana standar pelayanan anggota DPR RI berdasarkan peraturan yang ada adalah VIP. Sementara rumah sakit tersebut belum memiliki ruang VIP, hanya ruang khusus sebagai ruang dengan kualitas tertinggi. “Tidak hanya ketiadaan ruang VIP di rumah sakit tersebut, namun juga fasilitas lainnya berupa alat-alat kesehatan dan tenaga medis nya kurang lengkap. Sebut saja tidak adanya dokter ahli jantung yang stand by di rumah sakit tersebut,” tambah politisi dari fraksi PDI Perjuangan ini. Oleh karena itu Elva berharap agar pemerintah pusat memberikan perhatian khusus terhadap rumah sakit ini yang merupakan rumah sakit terbesar di provinsi ini. Hal itu tidak semata untuk memberikan pelayanan terhadap anggota DPR RI saja, melainkan juga untuk seluruh masyarakat Ambon. RSUD Haulussy merupakan rumah sakit terbesar di provinsi Maluku dan menjadi salah satu rumah sakit provider PT Jasindo. PT Jasindo merupakan perusahaan yang menangani pro­g ram Jaminan Kesehatan utama (Jamkestama) bagi anggota DPR RI. n PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l (andri, ayu) ada tempat destinasi wisata Raja Ampat. RS Pertamina Sorong harus memenuhi persyaratan karena tempat wisata harus ada rumah sakit bertaraf internasional. Kita harapkan Pertamina lah yang terdepan dalam melayani sarana dan prasarana tersebut,”. foto : ayu/iw di Sorong, Papua. Lebih lanjut Agung menjelaskan pihaknya ingin mengetahui lebih banyak layanan RS yang bekerja sama dengan Jasa Asuransi Indonesia (Jasindo). Semua pejabat negara termasuk anggota DPR RI sudah otomatis menjadi peserta Jasindo untuk mendapat layanan kesehatan V VIP lewat program Jamkestama (jaminan kesehatan utama). Ada beberapa RS di setiap daerah yang ditunjuk Jasindo untuk melayani kesehatan para penyelenggara negara. Jaminan kesehatan ini juga diberikan kepada anggota keluarga pejabat negara, dalam hal ini anggota DPR RI. Hal yang sama ditambahkan anggota BURT DPR RI Refrizal, RS Pertamina Sorong sebagai provider yang bekerjasama dengan PT. Jasindo, harus siap melayani pasien umum dan anggota Jamkestama VVIP yaitu anggota DPR RI maupun pejabat daerah setempat agar tidak ada lagi pengobatan yang harus di rujuk ke Jakarta. Untuk itu dia berharap RS Pertamina Sorong dapat menjadi rujukan utama di kota Sorong, Papua Barat dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat, karena kota Sorong juga merupakan destinasi pariwisata yang favorit di Indonesia. “Jadi tidak perlu lagi jauh-jauh ke Jakarta, harusnya disiapkan oleh RS Pertamina Sorong, apalagi disini 55 KUNKER Komisi V Tinjau Standar Keselamatan dan Keamanan Transportasi Darat, Laut dan Udara 56 foto : naefurodji/iw K etua Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi V DPR RI, Yudi Widiana Adia menegaskan bahwa standar keamanan dan keselamatan yang diterapkan dalam proses produksi perakitan Bus Rapid Transit (BRT) mengacu pada UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Hal tersebut terungkap saat meninjau sistem standar keamanan dan keselamatan dalam proses perakitan BRT di PT Laksana Karoseri, Ungaran, Semarang Jawa Tengah, baru-baru ini. “Setiap kendaraan bermotor dalam hal ini Bus Rapid Transit harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan karena ini menyangkut standar keselamatan dan Keamanan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan dan keteraturan sesuai UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” terang Yudi. Setelah meninjau langsung proses perakitan BRT dari penyiapan rangka hingga finishing bagian interior bus, politisi Partai Keadilan Sejahtera ini mengapresiasi sistem kerja, standar keamanan dan keselamatan yang diterapkan di PT. Laksana Karoseri. “Dari proses perakitan yang kita lihat langsung tadi serta daya dukung sarana dan prasarana pabrik saya lihat sudah baik.,” imbuh Yudi. Namun demikian, Pimpinan Komisi V DPR RI ini mengkritisi rencana penempatan 1000 Bus Rapid Transit di 8 kawasan perkotaan di Indonesia ini, karena mayoritas bus sebanyak 300 unit diperuntukkan wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi). “Jakarta dan sekitarnya ini sudah dikenal sangat macet, kalau ditambah BRT sebanyak itu apa tidak menambah kemacetan. Saya kira perlu ditinjau ulang terkait penyebaran (pembagian) BRT ini agar daerah-daerah yang lebih membutuhkan itu diutamakan,” saran Yudi. Tim Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI melihat proses perakitan BRT di Ungaran, Jateng S e m e nt a ra i t u , Wa k i l Ket u a Komisi V DPR RI Michael Wattimena mengapresiasi proses perakitan BRT, terlihat kualitas pekerjaan karoseri PT. Laksana sangat mumpuni dan memenuhi standar keselamatan dan keamanan, proses pengerjaannya juga sesuai dengan spesifikasi yang dikehendaki. Politisi Demokrat ini menjelaskan bahwa 1.000 unit Bus Besar BRT pesanan Kemenhub TA 2015 sudah selesai dibuat dan disebar di 33 provinsi seluruh Indonesia. BRT menjadi bagian dari program pengadaan 3.000 unit bus pada tahun 2015-2019 oleh Kemenhub yang berasal dari dana APBN hasil dari pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur, salah satunya adalah infrastruktur transportasi. Dari 1.000 bus yang dipesan Kemenhub untuk tahun 2015, proses p ro d u k s i ny a d il a k s a n a k a n o l e h 7 perusahaan karoseri, antara lain Karoseri Laksana 350 bus, Karoseri Rahayu Sentosa 200 bus, Karoseri Tentrem 150 bus, Karoseri New Armada 100 bus, Karoseri Trisakti 100 bus, Karoseri Restu Ibu Pusaka 50 bus, dan l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 Karoseri Piala Mas 50 bus. Sementara itu, terkait biaya pengiriman bus yang tidak masuk dalam perjanjian kontrak dengan perusahaan karoseri, Michael berjanji akan membahasnya dalam rapat dengan Kemenhub. “ S o a l t a n g g u n g j awa b b i ay a pengiriman bus (delivery) yang saat ini masih ditanggung oleh pihak penerima, dalam hal ini Pemda, Pemkot, Pemkab atau instansi masing-masing, tentu akan membebani apalagi jika jaraknya jauh sehingga butuh biaya tinggi,” ungkap Michael. Politisi Dapil Papua Barat ini berharap nantinya biaya pengiriman bus ini bisa dijadikan satu paket dengan proyek perakitannya sehingga ditanggung oleh APBN namun hal ter­sebut perlu dibicarakan dengan pihak Kemenhub terkait ketersediaan anggaran. Sementara pada APBN TA 2016 ini Direktorat Bina Sistem Transportasi Pe rko t a a n D it j e n Pe rh u b u n g a n Darat Kemenhub rencananya akan mengalokasikan anggaran untuk pengadaan 183 unit bus besar BRT dan 630 unit bus sedang BRT dengan total anggaran mencapai 697 miliar. “A d a d u a h a l p e n t i n g y a n g menjadi fokus Komisi V DPR RI untuk meningkatkan kualitas penerbangan nasional, yakni peningkatan kategori penerbangan yang setaraf dengan penerbangan internasional serta mendorong pemerintah untuk tegas menerapkan regulasi penerbangan,” tambahnya. Komisi V pun, ungkap Fary, akan terus memberikan dukungan agar Kementerian Perhubungan tegas untuk memberikan sanksi-sanksi yang berkaitan dengan safety dan security foto : eka/iw Anggota Komisi V DPR RI melihat pembuatan kapal navigasi milik Kemenhub di Batam bagi semua pihak yang terkait. Sekedar informasi, acara tersebut dibuka langsung oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, selain pertemuan ICAO, di hari itu pula diadakan pameran Transportation Ministerial Meeting of Developing Countries yang di adakan di Hotel Kartika Plaza Bali. Tinjau Pembuatan Kapal Navigasi di Kepri Komisi V DPR RI dipimpin H.A Bakri (F-PAN) didampingi 10 Anggota Dewan kunjungi Galangan Kapal PT. Citra Shipyard dan PT. Palindo Marine di Seilekop, Kecamatan Sagulung, Ba­ tam, Kepri melihat pembuatan ka­ pal Kenavigasian yang dipesan oleh Direktorat Perhubungan Laut, Ke­ menterian Perhubungan, belum lama ini. Dari penjelasan Manajemen PT. Citra Shipyard diketahui bahwa pengerjaan kapal berjalan sesuai dengan rencana kontrak kerja/target dan diharapkan selesai tepat waktu. “Perusahaan perlu dana semaksimal mungkin. Kami akan meyakinkan pemerintah terkait hal ini, dan tentunya kita berharap kebutuhan itu bisa dipenuhi,“ ungkap politisi PAN dapil Jambi ini. Manager Operasional PT. Citra Shipyard, Hendri Osvarizal mengatakan, perusahaannya mengerjakan 4 (empat) unit kapal milik Direktorat Perhubungan Laut. Keempat kapal kenavigasian itu adalah 2 (dua) unit kapal pengamat perambuan dengan ukuran 32 meter dengan kecepatan 20 knot. Kapal ini menghabiskan anggaran Rp 68 miliar dan direncanakan selesai pada 17 Agustus mendatang. Dua kapal lainnya yakni kapal kelas 1 ukuran 60 meter dengan kecepatan 15 knot menghabiskan anggaran Rp 233 miliar dengan masa pengerjaannya selama 22 bulan. “Pencapaian pengerjaan sudah 97% untuk dua kapal pengamat peram­ buan, dua kapal lagi selesai Juni 2017 mendatang,” kata Hendri dengan me­ nam­bahkan bahwa adanya aktivitas pembuatan kapal ini Batam kembali menggeliat. Namun ia tak memungkiri peme­ sanan pembuatan kapal tahun ini masih kurang dibandingkan tahun sebelum industri galangan kapal terpuruk. Dua tahun lalu PT. Citra Shipyard mampu mempekerjakan 8.000 karyawan, namun saat ini hanya tersisa 1.000 orang karena sepinya order. Ia berharap, proyek kapal milik pemerintah dibuat di galangan ka­ pal di Batam, mengingat SDM dan infrastruktur di sini cukup memadai. “Pemesanan kapal masih ada, tapi tidak begitu ramai. Harusnya pemerintah memesan pembuatan kapal di Batam, agar industri galangan kapal di sini tetap berjalan dengan baik dan bergairah.” ujarnya. Sementara itu Anggota Fraksi Par­tai Gerindra. Novita Wijayanti menjelaskan, Indonesia secara nasional membutuhkan 125 kapal niaga dan akan bisa tercapai 5 tahun mendatang. “Kita sebagai anggota Dewan tentu men­d ukung program transportasi laut itu bisa tercapai secara maksimal dari segala aspek. Namun yang sudah dianggarkan hendaknya bisa terserap meski ada kendala,” imbuhnya. Yang menarik, lanjut Novita, kapal yang dipesan tidak hanya untuk Indonesia saja, ternyata juga mem­ produksi untuk Malaysia. “Ini suatu yang membanggakan apalagi kalau karyawannya semua tenaga kerjanya dari Indonesia, sebab akan mengurangi pengangguran,” tuturnya. n PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l (odjie, azka, eka) Fary Djemi Francis foto : azka/iw Tingkatkan Kualitas Penerbangan Indonesia Komisi V DPR RI mendorong pemerintah untuk meningkatkan kualitas sistem penerbangan Indonesia dari kategori 2 menjadi kategori 1, hal tersebut di kemukakan Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemi Francis usai menghadiri pertemuan International Civil Aviation Organization (ICAO) bersama Menteri Perhubungan RI Ignasius Jonan, sejumlah anggota Komisi V DPR RI dan para menteri dari 32 negara di Bali, baru-baru ini. Menurut Fary pemerintah dalam hal ini Kemenhub harus bisa menaikkan kategori penerbangan nasional dari kategori 2 menjadi kategori 1. “DPR RI akan terus mengawal dan mengawasi kinerja pemerintah dan ikut serta memberikan saran dan arahan sebagai mitra kerja Kemenhub, dalam rangka konsistensi untuk menjaga safety dan security di bidang perhubungan udara ,darat,dan laut,” tegas Fary. 57 foto : iwan armanias KUNKER Kunjungan Kerja Komisi VIII DPR RI ke Kalimantan Timur Pentingnya TJSP untuk Kesejahteraan Masyarakat dan Pengentasan Kemiskinan R ancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP) atau Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai RUU Inisiatif dari DPR RI dari Komisi VIII DPR RI diharapkan menjadi momentum strategis untuk mewujudkan kesejah­ teraan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan. Komisi VIII DPR RI mengirimkan tiga tim kunjungan kerja pada awal Juni lalu, guna menghimpun masukan dalam rangka pembahasan RUU TJSP ini. Tim Panja RUU TJSP ke Provinsi Kalimantan Timur, dipimpin oleh 58 Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Deding Ishak (F-PG), Anggota Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa Amaliah (F-PKS) memimpin tim panja ke Provinsi Sumatera Selatan, dan ke Provinsi Jawa Timur dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Sodik Mudjahid (F-Gerindra). Deding mengatakan, pengaturan TJSP dalam sebuah undang-undang akan memberikan kepastian hukum kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan TJSP. Ketentuan ini, lanjutnya, dimaksudkan untuk mendukung terjadinya hubungan perusahaan yang serasi, seimbang, dan l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. “Dalam peraturan mengenai TJSP terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai TJSP. Namun, pengaturannya masih menimbulkan multitafsir dalam memaknai TJSP. Selain itu, perbedaan pemahaman dalam memaknai TJSP juga menyebabkan perbedaan pelaksanaan TJSP,” ungkap Deding, saat pertemuan dengan Gubernur Provinsi Kalimantan Timur yang diwakili Asisten Kesejahteraan Rakyat (Asisten III) Bere Ali, DPRD Pemprov Kaltim, DPRD Kota Bontang, Pemkot Balikpapan, PT Badak LNG, PT Pupuk Kaltim, dan PT Indominco Mandiri, di Guest House Provinsi Kaltim. Untuk itu, tambah politisi asal dapil Jawa Barat itu, diperlukan koordinasi yang sinergis antara pemerintah, Pemda, perusahaan, dan masyarakat. Dalam hal ini, sambungnya, pemerintah dan pemda dapat berperan sebagai regulator dan pengawas yang mampu meng koordinasikan dan mensinergikan penyelenggaraan tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan agar bermanfaat bagi masyarakat secara optimal dan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan nasional. Hal senada diungkapkan Ketua Komisi VIII DPR RI M. Ali Taher yang turut dalam kunjungan ke Kaltim. Politisi F-PAN itu mengatakan, pengaturan TJSP/CSR dalam sebuah undang-undang mengatur secara umum atau secara keseluruhan, sehingga tidak berlaku parsial. Oleh sebab itu, tambahnya, Komisi VIII DPR RI memerlukan masukan-masukan dari daerah-daerah, perusahaanperusahaan dan masyarakat terkait dengan RUU TJSP/CSR. Ditambahkannya, kepastian hukum ini sangat diperlukan, karena jika tidak diatur dikhawatirkan akan terjadi ketidakadilan antara daerah dalam penerapannya. Ia memberi contoh, ada perusahaan besar di daerah tertentu tidak memberikan dana CSR, ada perusahaan tertentu di daerah lain meski perusahaannya belum besar tapi memberikan dana CSR. “Jadi intinya, bagaimana manfaat sosial dirasakan oleh masyarakat. Oleh karena itu, undang-undang itu harus memberikan jalan keluar bagi perusahaan-perusahaan sekaligus pemerintah mencari solusi terbaik dengan empat pendekatan yaitu politik, ekonomi, lingkungan, dan sosial,” harap politisi asal dapil Banten itu. Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR RI (F-PDI Perjuangan) Samsu Niang menegaskan, TJSP/CSR ini bersifat wajib hukumnya. Pasalnya, selama ini terkadang perusahaanperusahaan masih menganggap TJSP/ CSR sukarela. P o l i t i s i a s a l d a p i l S u l aw e s i Selatan itu berharap, UU TJSP ini menjadi momentum dalam rangka mengentaskan kemiskinan yang berbasis daerah dan keadilan, juga memperbaiki hubungan pusat dan daerah yang sekarang masih dirasakan CSR yang selama ini dilakukan oleh perusahaan, yang nantinya akan diatur dalam UU TJSP, diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar perusahaan. Pasalnya, banyak perusahaan dan industri di wilayah Indonesia, namun masyarakat disekitarnya terlihat miskin. Anggota Komisi VIII DPR RI, Rahayu Saraswari belum adil. Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi I DPRD Provinsi Kaltim, Josep, berharap RUU TJSP nantinya dapat berkontribusi terhadap pembangunan, dan khususnya kesejahteraan masyarakat Kaltim. Menurutnya, perusahaan itu jangan hanya mengeruk, mengeksploitasi dan mendapatkan hasilnya saja tetapi tidak berkontribusi yang cukup. “Selama ini belum ada peraturan yang jelas, termasuk Perda yang telah diberlakukan di Kaltim,” tambahnya. Sementara itu, perwakilan dari PT Badak LNG Bontang, Hermansyah mengatakan, perlu adanya aturan mengenai kriteria dan skala perusahaan, terutama perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam, karena eksplorasi sumber daya alam berdampak kepada kehidupan komunitas setempat. Namun, sambungnya, hendaknya perusahaan yang tidak bergerak di bidang sumber daya alam turut juga melaksanakan program TJSP/CSR sebagaimana mestinya. Me n u r u t He r m a n s y a h , y a n g diha­rapkan perusahaan dalam me­ nyelenggarakan TJSP adalah hubungan harmonis dan mutualisme antara perusahaan dengan masyarakat sekitar operasional dan pemda. Terwujudnya kemandirian dan peningkatan per­ ekonomian serta kesejahteraan masyarakat sekitar operasional perusahaan. Tak Bebani Perusahaan Ledia Hanifa Amaliah berharap, RUU TJSP/CSR yang sedang dibahas Komisi VIII, dalam implementasinya tidak membebani sejumlah perusahaan yang memiliki kewajiban untuk menjalankan program CSR. “At u ra n C SR ini d iu p aya k a n tidak menyulitkan atau membebani operasional dan kinerja keuangan perusahaan yang memiliki kewajiban CSR,” kata Ledia, saat pertemuan dengan Wakil Gubernur Sumsel Ishak Mekki, serta perwakilan PT. Indofood, PT. Mayora, PT. Semen Baturaja, PT. Pupuk Sriwijaya, dan PT. Bukit Asam. Anggota Komisi VIII DPR RI Anda menilai, besaran kewajiban anggaran CSR belum seragam angka persentasenya bagi semua perusahaan. Kelak bila sudah ada payung hukumnya, dana CSR wajib disisihkan minimal 5 persen dari laba. Selama ini, tambah politisi F-Gerindra itu, sejumlah perusahaan mengeluarkan anggaran CSR mulai 1 sampai 4 persen dari laba yang sudah diraih. Menurut Anda, penduduk miskin yang tinggal di sekitar perusahaan cukup banyak, sehingga membutuhkan pemberdayaan dari anggaran CSR, apalagi alokasi anggaran pemerintah dari APBN sangat terbatas. “Dalam aturan baru nanti harus ada besaran minimal CSR dan ada sanksi bagi perusahaan yang tidak menjalankan program CSR. Dengan PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 59 foto : husen/iw KUNKER Anggota Komisi VIII DPR RI melakukan pertemuan dengan Wakil Gubernur Sumsel Ishak Mekki, serta perwakilan PT. Indofood, PT. Mayora, PT. Semen Baturaja, PT. Pupuk Sriwijaya, dan PT. Bukit Asam. begitu banyak masyarakat yang akan terbantu,” tandas Anda. Ditambahkan politisi asal dapil Banten itu, aturan CSR ini hendaknya tidak menjadi beban bagi perusahaan. Sebaliknya, justru jadi kebutuhan perusahaan untuk menjaga hubungan yang harmonis dengan masyarakat setempat. CSR, lanjut politisi dari dapil Banten I ini, harus pula dipahami perusahaan untuk bantu pemerintah mengurang i angka kemiskinan sekaligus mencerdaskan anak bangsa. Ishak Mekki sebelumnya juga mengungkapkan, program CSR di Sumsel belum berjalan maksimal, karena belum ada sinergitas yang baik antara pemerintah dan perusahaan. Namun, bila kelak aturan CSR sudah berj alan baik, bisa tanggulang i masalah-masalah sosial. Forum CSR harus utamakan masyarakat miskin yang hidupnya belum layak. Bukit Asam, misalnya, lebih senang memberikan CSR langsung kepada masyarakat daripada lewat forum. 60 Idealnya, besaran CSR 4 persen dari keuntungan tahun yang sudah berjalan. Berkontribusi Pada Pengentasan Kemiskinan Sodik Mudjahid menegaskan, k e g i a t a n T J S P/ C S R , h a r u s berkontribusi terhadap pengentasan kemiskinan di daerah. Hal itu pula yang mendorong Komisi VIII DPR RI yang saat ini menyusun RUU Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP) agar dapat bermanfaat untuk masyarakat. “CSR itu harus berkontribusi bagi pengentasan kemiskinan. CSR yang sudah dilakukan oleh PT Petrokimia Gresik ini, sangat bermanfaat. Ini menjadi bukti bahwa kita juga harus membuat UU yang berkontribusi terhadap pengentasan kemiskinan,” kata Sodik, saat menggelar pertemuan dengan direksi PT Petrokimia Gresik, di Gresik, Jawa Timur. Politisi F-Gerindra itu juga meng ingatkan, fungsi dari CSR itu bukan untuk meng hindarkan l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 perusahaan dari pungutan-pungutan liar, tapi harus terarah kepada pengentasan kemiskinan. “CSR itu juga harus membangun competitiveness dan produktiifitas. CSR itu bagian dari penilaian kinerja yang dihubungkan dengan kegiatan sosial, sehingga ada reward dan punishment,” imbuh politisi asal daerah pemilihan Jawa Barat itu. Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR RI Rahayu Saraswati Dhirakarya Djojohadikusumo mengatakan, CSR yang selama ini dilakukan oleh perusahaan, yang nantinya akan diatur dalam UU TJSP, diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar perusahaan. Pasalnya, tambah Sarah-pangg ilan akrab Rahayu-, banyak perusahaan dan industri di wilayah Indonesia, namun masyarakat disekitarnya terlihat miskin. “Spirit yang kami tangkap dari RUU ini bahwa kita melihat banyak sekali wilayah Indonesia yang memiliki industri atau perusahaannya, tapi desa ada kemungkinan pihak PT Petrokimia Gresik melepas kemitraan, dan beralih ke usaha lain yang perlu mendapat bantuan. Sebagaimana diketahui, bisnis Bandeng Bu Muzanah kini dikelola oleh generasi ketiga, Rosyid, dimana Rosyid merupakan anak dari Bu Ma’sumah, yang telah menjalankan usaha pada generasi kedua. Ditemui di lokasi, Bu Ma’sumah mengatakan, setelah usahanya bergabung kemitraan dengan PT Petrokimia Gresik, usahanya semakin meningkat, omzet dan konsumen pun semakin banyak. “Ke depannya, semoga tambah maju, meningkat, dan pelanggan semakin banyak,” harap Ibu Ma’sumah. Kunjungan spesifik ini juga diikuti oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Abdul Malik Haramain (F-PKB), anggota Komisi VIII DPR, Rahayu Saraswati Dhirakarya Djojohadikusumo (F-Gerindra), Desy Ratnasari (F-PAN), Tri Murny (F-Nasdem), Zulfadhli (FPG), dan Muhammad Yudi Kotouky (F-PKS). n (iw, mh, sf ) berkontribusi, dan sarana prasarana. “Jika mereka (disabilitas,RED) diberikan keterampilan dan pendidikan, mereka mau berkontribusi. Kami ingin supaya CSR ini holistic approach-nya ke fungsi sebenarnya, bukan ke humas, untuk pencitraan,” kata Sarah. Sebelum menggelar pertemuan dengan direksi PT Petrokimia Gresik, tim Panja RUU TJSP meninjau Toko Bu Muzanah di Gresik, Jawa Timur, yang merupakan salah satu Usaha Kecil dan Menengah yang menjalin kemitraan dengan PT Petrokimia Gresik. Toko yang menjual oleholeh khas Gresik itu telah menjalin ke m it ra a n , s e b a g a i b a g i a n d a r i tanggung jawab sosial perusahaan PT Petrokimia Gresik. Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum PT Petrokimia Gresik, Rahmad Pribadi, mengatakan bahwa Toko Bu Muzanah telah menjalankan kemitraan dengan PT Petrokimia Kimia Gresik selama 9 tahun terakhir. Melihat kesuksesan usaha bisnisnya, foto : sofyan/iw di sekitarnya seringkali miskin. Bahkan ada powerplan di daerah tersebut, tapi sekitarnya malah sering mati listrik,” nilai politisi F-Gerindra itu. Untuk itu ia berharap, UU yang dalam tahap penyusunan oleh Komisi VIII DPR RI ini, dapat mendorong perusahaan yang kurang tanggap terhadap lingkungan dan mengabaikan CSR, dapat meningkatkan kepeduliannya. “Jangan sampai UU yang niatnya baik ini, malah disalahgunakan, atau dilihat kurang efektif dan menghambat apa yang menjadi harapan sebenarnya. Ayo bersama-sama meningkatkan kepedulian,” imbuh Sarah. Politisi asal dapil Jawa Tengah ini juga berharap, dalam RUU ini nantinya juga dibahas persentase CSR perusahaan berupa pembangunan sarana dan prasarana untuk kaum disabilitas. Menurutnya, yang dibutuhkan kaum disabilitas menurutnya adalah pendidikan yang adil, pekerjaan yang mereka dapat Anggota Komisi VIII DPR RI mengunjungi toko Ibu Ma’sumah, mitra dari PT Petrokimia Gresik, Jawa Timur PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 61 foto : ryan/iw KUNKER Anggota Komisi X DPR RI melakukan pertemuan dengan kepala daerah Mandalika, Nusa Tenggara Barat Komisi X DPR RI Kunjungi KEK Mandalika dan Morotai K omisi X DPR RI mendorong Kawasan Mandalika Nusa Tenggara Barat (NTB) bisa menjadi Percontohan Baru Pasca Nusa Dua Bali. Tim Kunspek Panja Pemasaran dan Destinasi Pariwisata Komisi X DPR RI yang dipimpin Teuku Rief ky Harsya, melakukan evaluasi program pemerintah dan peninjauan langsung ke Kawasan Mandalika NTB, yang menjadi salah satu titik lokasi yang termasuk dalam Kawasan Ekonomi Khusus yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Panja Komisi X berharap kawasan Mandalika dapat menjadi percontohan baru pasca kawasan Nusa Dua Bali, yang merupakan salah satu dari ribuan titik obyek wisata yang terdapat di seluruh Nusantara. “Kawasan Mandalika dikelola oleh Indonesian Tourism Development Cor­poration (ITDC), dan luas wilayah­ nya adalah 1.175 ha, serta mempunyai 62 potensi yang luar biasa untuk menjadi seperti Nusa Dua Bali. Kalau di Nusa Dua Bali besarnya adalah 300 ha, sementara di Mandalika hampir 4 kali lipatnya,” ujar Teuku Riefky Harsya di Kawasan Mandalika, NTB, belum lama ini. Tujuan Panja ke Mandalika NTB yang juga telah ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah untuk melihat, mendukung dan mengevaluasi implementasi program pemerintah bersama dengan Komisi X DPR, yang terkait dengan pola pemasaran dan pembangunan destinasi pariwisata di Indonesia. “Hal ini perlu kita support dan kita dukung, karena selain untuk menambah pendapatan daerah dan negara, tetapi ini juga akan membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat lokal, serta mengangkat nama baik NTB karena pesona keindahan alamnya ke mata dunia,” tegas politisi FPD ini. l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 Terkait masih adanya masalah pembebasan lahan yang belum selesai secara keseluruhan target, Panja Komisi X berharap ada dukungan dan kordinasi yang baik dari Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah, dan dari Pemerintah Provinsi serta tokohtokoh masyarakat. “Dalam membangun sebuah ka­ wasan itu, tentu perlu adanya du­ku­ ngan dari semua pihak, dan yang kita harapkan adalah output nya segera, karena sudah lama masyarakat Lombok Tengah NTB menunggu konsep yang sudah lama digaungkan. Kita berharap pada tahun 2018 sudah ada beberapa hotel yang selesai dibangun. Sehingga menumbuhkan pergerakan secara signifikan dari wisatawan asing untuk datang ke NTB,” tuturnya. Mandalika memiliki potensi wisata alam yang sangat luar biasa. Para anggota Panja yang turut dalam rombongan merasa sangat bangga dan sebanyak 2.700 wisatawan, ini tidak realistis,” ujarnya. Oleh karenanya, kata Muslim, nanti Komisi X akan melakukan pembahasan dengan pemerintah terkait perkembangan fasilitas dan persiapan infrastrukturnya. “Kami juga akan mengadakan rapat dengan pemerintah nanti. Kita akan tanyakan secara detail dasar dan persiapan infrastrukturnya,” papar Politisi F-PD. Menurut Muslim, sikap optimis boleh, tetapi harus melihat dengan secara realistis. Ini merupakan salah satu konsen Komisi X di Pulau Morotai. Pihaknya akan melihat setahun ke depan bagaimana persiapan infrastrukturnya. Tak hanya itu, masih ada beberapa hal yang menjadi sorotan di Pulau Morotai ini seperti ketersediaan listrik dan bahan bakar yang belum sempurna. “Belum lagi terkendala masalah listrik dan bahan bakar yang belum ada,” ujar Muslim. Ia juga mengatakan, bagaimana kapal ingin berlayar sementara suplai bahan bakarnya belum mencukupi seperti sebagaimana yang diharapkan. n (dep. azka) Kembangkan Wisata Morotai Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Fiqih mengharapkan pembangunan pengembangan pariwisata menjadi pilar penerimaan devisa negara, dan menjadi posisi ketiga setelah keg iatan expor t import dan perdagangan jasa. Hal itu dikatakannya saat tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR RI melakukan pertemuan dengan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, Plt Bupati Pulau Morotai Weni R. Paraisu dan jajarannya, di Ternate, belum lama ini. “Target pemerintah pada tahun 2016 dan tahun selanjutnya, devisa pariwisata diharapkan naik ke- posisi 3 besar pendapatan negara,” tuturnya. Anggota Komisi X Muslim, dari Fraksi Partai Demokrat juga menyoroti perkembangan wisata di Pulau Morotai. Menurutnya wisata di Pulau Morotai tersebut masih tidak realistis. “Wisata di Pulau Morotai masih tidak realistis, sementara ini ditargetkan 500 ribu wisatawan mancanegara dan lokal. Artinya kalau kita lihat di hari ini yang datang baru foto : azka/iw kagum karena banyak sekali kawasan di Nusantara ini yang dapat menjadi magnet yang bagus untuk menarik wisatawan manca negara. “Kata kuncinya adalah pengelolaan yang profesional serta mendapat du­k ungan dari masyarakat setem­ pat. Tinggal bagaimana kita bisa membangun daerah ini, tetapi ja­ ngan sampai masalah kearifan lokal ditinggalkan, karena justru kearifan lokal dari budaya Nusantara yang beranekaragam inilah, yang menjadi salah satu daya tariknya,” tandasnya. Anggota Komisi X Wayan Koster, m e n g at a k a n K awa s a n E ko n o m i Khusus Mandalika bisa memberikan harapan, asal kita benar dalam konsep perencanaan dan tata kelolanya. “Masyarakat setempat jangan hanya j a d i p e n o nt o n , k a r e n a d e n g a n kerajinan dan UMKM yang ada di Lombok, maka mereka harus benarbenar dapat tempat dan ruang untuk berusaha. Dan budaya lokal harus tetap dilindungi, kalau kita tidak siap maka akan tergusur dan tergilas,” ia menambahkan. Ketua Kunjungan Spesifik Komisi X DPR RI Abdul Fikri Fiqih beserta rombongan meninjau Museum Oranje, di Maluku Utara. PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 63 SOROTAN Pertamina Harus Tindak Tegas SPBU Curang 64 perhatian serius dan lebih jeli lagi mengenali, memantau dan menindak praktik-praktik kecurangan di SPBU,” ujar Rofi Munawar. Kecurangan takaran merupakan praktik yang sering didapati di SPBU. Pasalnya karakteristik transaksinya berlangsung cepat karena pengaruh psikologis antrean dan juga modus kecurangannya yang rumit. Berbeda dengan kasus sebelumnya, kali ini modus yang dipakai lebih l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 canggih, yaitu menggunakan alat pengendali jarak jauh. Polisi saja memerlukan waktu sebulan untuk memantau dan menangkap tangan pelaku kejahatan ini. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini pun mengatakan temuan dan keluhan mengenai prilaku SPBU ‘nakal’ secara faktual sudah sering kali terjadi. Sayangnya, penindakan yang ada belum sepenuhnya memberikan efek jera. Ini didorong oleh keinginan untuk mengambil untung sebanyak-banyaknya dengan merugikan konsumen. Besarnya untung yang didapat ini cukup menggiurkan. foto : azka/iw U lah oknum SPBU ini sangat cerdik namun merugikan konsumen, bukannya melayani dengan baik mereka malah membuat konsumen geram. Aksi pelaku tergolong baru, kecanggihan teknologi yang seharusnya mempercepat pelayanan berubah sebagai alat berbuat curang. Stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) SPBU 34-12305 di Jalan Raya Pahlawan, Rempoa Raya, Ciputat, Tangerang Selatan, digerebek polisi beberapa waktu lalu. Penggerebekan itu dilakukan lantaran SPBU tersebut terbukti mengurangi takaran bahan bakar dari mesin dispenser ke kenda­ raan konsumen. Konsumen yang membeli 20 liter Pertamax, hanya mendapat 18,6 liter. Polisi memastikan kecurangan itu setelah membeli Pertamax sebanyak 20 liter yang ternyata tidak sesuai takaran. Dari pengungkapan itu diamankan lima orang petugas SPBU tersebut, yakni BAB (47), AGR (34), D (44), W (37), dan J (42). Para pelaku mengurangi takaran BBM menggunakan alat tmbahan yang dipasangkan di dispenser pengisian BBM. Selain itu, para pelaku mengon­ trol alat tersebut menggun ­ a­ kan remote sehingga mesin bisa dikem­balikan menjadi normal ketika ada pemeriksaan. Anggota Komisi VII DPR RI Rofi Munawar meminta PT Pertamina melakukan inventarisasi dan penin­ dakan tegas kepada pengelola stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang melakukan pelanggaran takaran. Ironisnya, temuan kasus nakal SPBU ini oleh pihak penegak hukum, bukan oleh PT Pertamina. “Dengan kejadian ini, Pertamina harus memberikan Anggota Komisi VII DPR RI, Rofi Munawar foto : kaskus.co.id Kejadian ini tentu saja menjadi catatan penting bagi PT Pertamina terhadap perbaikan standard operation procedure (SOP) dan pengawasan seluruh SPBU. Menurut dia, akhir-akhir ini masyarakat juga sering menemukan kurang baiknya pelayanan petugas dan antrean panjang konsumen dalam mendapatkan bahan bakar minyak (BBM). Beragam cara digunakan oleh stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) “nakal” untuk mengakali konsumen. Baik secara konvensional maupun elektronik. “Misalnya dengan melubang i sedikit pipa dari tangki bahan bakar minyak (BBM) sehingga BBM yang keluar dari nozzle berkurang, tidak sebanyak yang terpampang di tera meter,” ujarnya. Rofi mengatakan kecurangan takaran ini merupakan praktik yang sistematis dilakukan oleh oknum p e n g e l o l a S PBU. “ In i d i d o ro n g oleh keinginan untuk mengambil untung sebanyak-banyaknya dengan merug ikan konsumen. Besarnya untung yang didapat ini cukup menggiurkan,” kata dia. Rofi Munawar pun meminta PT Pertamina agar segera membuat daftar SBPU yang curang dan menginformasikannya kepada konsumen. Selain itu, PT Pertamina juga harus menyediakan layanan aduan pelanggan yang responsif dan cepat ditindaklanjuti. Memberi hadiah kepada konsumen yang memberikan informasi aduan yang akurat sebagai bagian peningkatan sistem perlindungan konsumen. Te r u n g k a p n y a k e c u r a n g a n pengelola Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) 34.12305 yang terletak di Jalan Veteran, Rempoa, Ciputat, Tangerang Selatan oleh pihak Polda Metro Jaya segera ditindaklanjuti pihak Pertamina dengan penutupan. Hal tersebut diungkapkan General M a n a g e r M a r ke t i n g O p e r at i o n Manager (MOR) 3 Pertamina, Djumali untuk memberikan ruang kepada pihak Kepolisian dalam melakukan penyelidikan. Sebab diketahui bila tersangka telah melakukan modifikasi alat takar dalam mesin dispenser beberapa mesin pompa. Selain melakukan penutupan SPBU, pihaknya pun telah menghentikan pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM), langkah tersebut merupakan salah satu bentuk apresiasi kepada masyarakat atas pengaduan yang disampaikan. “Hal ini juga kami lakukan untuk menunjukkan ketegasan, Pertamina akan menindak siapa saja yang melakukan kecurangan,” ungkapnya. Karena itu, lanjutnya, pihaknya mengajak dan meminta seluruh lapisan masyarakat untuk turut berperan serta dalam melakukan pengawasan. Sehingga apabila ditemukan adanya indikasi kecurangan ataupun pelayanan SPBU, masyarakat dapat menyampaikan laporan kepada pihak Kepolisian, Pemerintah Daerah, Hiswana maupun layanan Contact Center Pertamina di nomor 1-500-000 yang dapat diakses selama 24 jam. n PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l (as) SPBU tengah melayani konsumen 65 LIPUTAN KHUSUS Delegasi DPR RI Berperan Aktif dalam Perumusan Draft APA 66 l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 (BKSAP, ann) foto : dok BKSAP P ertemuan Asian Parlia­ me­ntary Assembly (APA) S t a n­d i n g C o m m i t t e e Meeting on Social and Cultural Affairs yang berlangsung pada 25-29 April 2016 di Teheran, Iran membahas beberapa rancangan resolusi di bidang Komisi Sosial dan Budaya. Te r c a t a t a d a s e m b i l a n draft yang membahas resolusi di bidang sosial dan budaya meliputi, antara lain: Measures to Promote Cultural Diversity and Protect Cultural Heritage in Asia; Asian Integration through Information and Communication Te c h n o l o g y ; C o l l a b o r a t i o n Delegasi Indonesia pada pertemuan Asian Parliamentary Assembly di Teheran, Iran on Health Equity in Asia; Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers in Asia; Asian Parliamentarians against dikarenakan beberapa artikel di dalamnya merujuk kepada Corruption; APA Women Parliamentarians; Promoting Interkonvensi-konvensi internasional tertentu yang tidak sejalan Faith Dialogue and Harmony among World Religions; Legal dengan regulasi domestik beberapa Parlemen Anggota and Legislative Cooperation in Combating the Smuggling of APA sehingga beberapa wording dalam resolusi ini perlu Cultural Items in Asia; Effective Cooperation in Combating direvisi untuk mengakomodir usulan beberapa peserta. Illicit Drug Trafficking in Asia. Selain itu, para peserta membahas juga menge­ Delegasi Indonesia yang diwakili oleh Wakil Ketua BKSAP nai pembentukan asian parliamentarians against Juliari Peter Batubara (F-PDIP) dan anggota BKSAP Ferry corruption (APAC) yang dipandang terlalu ambisius dan Kase (F-Hanura) turut berperan aktif dalam perumusan sulit untuk diwujudkan. Untuk itu, mereka menyarankan kesembilan draft resolution. untuk menggantikannya dengan suatu kelompok Dalam kesempatan tersebut, Ketua Delegasi DPR kerja (working group) yang ada di dalam kerangka RI Juliari Peter Batubara menyampaikan pandangannya APA guna mencari metode-metode yang memungkinkan terkait penyusunan kata (wording) dalam Draft Resolution dalam mengaplikasikan APA Plan of Action on Combating on Protection and Promotion of the Rights of Migrant Corruption. Workers in Asia diantaranya mengganti kata “Call Upon” Dikemukakan pembentukan kelompok kerja dengan “Encourage” pada operative paragraph pertama. dimaksudkan untuk mengambil langkah-langkah efektif Beberapa negara Asia lainnya yang juga turut menghadiri dalam meningkatkan sinergitas dan interaksi di antara sidang tersebut yakni Kamboja, Bangladesh, Iran, Kuwait, para Parlemen anggota APA untuk pemberantasan korupsi. Lebanon, Pakistan, Palestina, Sri Lanka, Thailand dan Turki. Setelah melalui dinamika pembahasan, para delegasipun Para delegasi menyampaikan masukan dari berbagai menyambut baik usulan ini. Sidang kemudian menyepakati sudut pandang mengenai ke-9 draft resolusi. Terutama pembentukan suatu kelompok kerja yang difokuskan pada dalam sesi general debate, dibahas juga mengenai langkahimplementasi APA Plan of Action. langkah yang diperlukan untuk mempromosikan dan Pertemuan ini juga menyepakati beberapa rancangan mengimplementasikan berbagai resolusi yang dihasilkan resolusi, salah satunya usulan Ketua Delegasi DPR RI Juliari dari APA Standing Committee Meeting on Social and Pieter Batubara yang akan dibawa dan diadopsi pada Cultural Affairs. Sidang Pleno ke-8, yang rencananya akan diselenggarakan Adapun salah satu isu yang menjadi sorotan oleh para pada 27 November – 2 Desember 2016 mendatang dengan peserta APA adalah Draft Resolution on Protection and memilih Kamboja sebagai tuan rumah perhelatan APA Promotion of the Rights of Migrant Workers in Asia. Hal ini selanjutnya. n foto : dok BKSAP Perwakilan parlemen se-Asia foto bersama pada pertemuan APA di Yordania Demokrasi Menjawab Tantangan foto : dok BKSAP D Syaifullah Tamliha tengah berbicara pada pertemuan APA di Yordania menyampaikan suara, aspirasi, dan kepentingannya masing-masing. Syaifullah Tamliha mengemu­ kakan, dalam demokrasi, keputusan diambil berdasarkan berbagai pertimbangan. Demokrasi merupakan sistem yang efektif dan stabil. Delegasi Indonesia yakin bahwa nilai-nilai demokrasi dapat menjawab berbagai permasalahan global seperti terorisme, radikalisme, ekstremisme, dan berbagai aksi kekerasan lainnya. Inilah tantangan demokrasi dalam menjawab berbagai persoalan sosialpolitik kenegaraan. Selain membincang demokrasi, pertemuan APA kali ini juga membahas berbagai produk resolusi yang dihasilkan APA. Semua resolusi itu terkait dengan bidang politik. Hasil pembahasan resolusi itu kemudian menghasilkan empat resolusi baru berupa draf Resolution on Building Prosperity in Asia Through Friendship and Cooperation, draf Resolution on Asian Parliaments and Governments Together for Prosperity in Asia, draf Resolution on United Against Terrorism and Violent Extremism, dan draf Resolution on Significant Political Developments in Asia. Hasil dari sidang APA kali ini selanjutnya akan dibawa dan disahkan di The 9th Plenary Session of APA yang rencananya akan diselenggarakan di Phnom Penh pada bulan November 2016 dan yang menjadi Presiden APA saat ini adalah Kamboja. n PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l (mh) emokratisasi selalu men­ jadi salah satu ukuran kema­juan sebuah negara. Dengan demokrasi, sebuah pemerintahan bisa menyerap aspirasi rakyatnya dengan baik. Bahkan, demokrasi bisa mensejahterakan dan mendamaikan masyarakat. Delegasi dari berbagai parlemen dunia berdatangan untuk membincang demkorasi. Tema besar yang sudah banyak diterapkan di negara-negara modern, termasuk Indonesia. Inilah yang menjadi topik bahasan dalam pertemuan The Asian Parliamentary Assembly (APA) Standing Committee on Political Affairs di Yordania, awal Juni lalu. DPR RI lewat Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) mengutus delegasinya ke pertemuan tersebut. Wakil Ketua BKSAP Syaifullah Tamliha dan dua anggota BKSAP lainnya Anthon Sihombing dan Hasrul Azwar menjadi delegasi yang diutus untuk memberi perspektif demokrasi. Indonesia berkepentingan memberi perspektif lain dalam pertemuan APA di Yordania tersebut. Para anggota legislatif dari Indonesia itu sekaligus ingin menyampaikan aspirasi masyarakat bahwa demokrasi yang berkualitas harus memberi dampak perubahan yang positif bagi kesejahteraan dan kedamaian. Delegasi DPR RI menyampaikan, dalam sistem pemerintahan yang demokratis, seluruh lapisan masyarakat dapat 67 foto : dok BKSAP LIPUTAN KHUSUS Ketua BKSAP Nurhayati Ali Assegaf tengah berbicara pada pertemuan anggota parlemen sedunia di Jenewa, Swiss WTO Belum Bisa Akomodir Kepentingan Perempuan T erlepas dari pengakuan akan peran perempuan yang semakin mengemuka dalam perdagangan internasional, Organisasi Perdagangan Dunia, World Trade Organization (WTO) selama ini masih belum bisa mengakomodir kepentingan perempuan. Hal itu mengemuka dalam Konferensi Parlemen Perdagangan Dunia (Parlia­men­tary Conference on the World Tra­de Organization) yang ber­langsung pada 13-14 Juni 2016 di Jenewa, Swiss. Terkait hal ini, Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) Nurhayati Ali Assegaf meminta kepada anggota parlemen sedunia atau Inter Parliamentary Union (IPU) untuk mendesak WTO agar memberikan porsi lebih bagi keterwakilan gender baik dalam proses negosiasi maupun dalam kesepakatan-kesepakatan yang 68 dihasilkan. “ W to selama ini berasumsi bahwa perdagangan dipandang sebagai sesuatu yang gender neutral sehingga keputusan yang dihasilkan cenderung gender blind,” seru legislator yang mewakili daerah pemilihan Jatim V ini, yang juga anggota Steering Committee IPU. Dalam perhelatan tahunan yang dihadiri oleh 58 parlemen dan organisasi internasional ini, ia menyerukan agar isu gender ditempatkan konsideran saat juru runding WTO melakukan proses negosiasi, sehingga keputusan yang dihasilkan saat diratifikasi memberikan dampak yang seimbang bagi setiap komponen dalam masyarakat. Selain itu, fokus gender juga semestinya disematkan pada pengembangan kewirausahaan pengusaha perempuan berbasis l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 Usaha Kecil Menegah (UKM). “Dengan t e r a k o m o d a s i n y a i s u g e n d e r, diharapkan perdagangan dapat memberikan efek kemajuan sosial yang meluas,” imbuhnya. Ia mengatakan, data dari Ke­ menterian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah menyatakan bah­wa 60 persen dari UKM Indo­nesia dikelola oleh perempuan. Dimana kegiatan tersebut cukup mampu mendorong perekonomian nasional. Di sisi lain, mayoritas Unit Usaha Kecil Menengah ini stagnan dikarenakan terbatasnya peluang untuk mengembangkan bisnis serta kurangnya akses ke lembaga keuangan. “Kegiatan wirausaha perempuan terkadang masih terhambat karena persoalan gender. Di beberapa ne­ gara, akses perempuan untuk men­ dapatkan bantuan dana ke lembaga resmi terkadang harus melewati menjadi highlight adalah kebuntuan penyelesaian Putaran Doha yang memiliki fokus khusus pada peningkatan prospek perdagangan negara-negara berkembang. Ditegaskan Jon Erizal, tarikmenarik kepentingan antara negara maju dan negara berkembang menjadikan progress perundingan WTO berjalan sangat lamban dan sulit untuk menghasilkan teks modalitas yang menjadi dasar single undertaking. Kelambanan ini yang kemudian coba diisi oleh perjanjian perdagangan regional. Selain itu terdapat juga kekhawatiran bahwa negaranegara akan beranjak me­ning­galkan WTO dan mereduksi peran WTO hanya sebatas badan penyelesaian sengketa perdagangan menyusul proliferasi perjanjian perdagangan regional. Dalam waktu yang bersamaan dibicarakan pula me­ ngenai upaya-upaya untuk me­nga­ it­k an perdagangan dengan penca­ paian Sustainable Development Goals (SDGs). Konferensi ini kemudian ditutup dengan adopsi Outcome Docu­ ment yang menjadi rekomendasi bagi komisi urusan perdagangan di masingmasing negara dalam menindaklanjuti implementasi butir-butir Nairobi Package. n foto : dok BKSAP WTO Jangan Tersandera Selain Ketua BKSAP sebagai ketua delegasi, komposisi delegasi DPR RI juga diwakili oleh Wakil Ketua BKSAP Saifulllah Tamliha dari Fraksi PPP dan anggota BKSAP Jon Erizal dari Fraksi PAN. Dalam kesempatan yang sama, dia­log di salah satu sesi perte­m u­ an anggota BKSAP Komisi XI Jon Eri­z al, menyam­p aikan kepada si­ dang untuk memberikan dukungan atas peningkatan f leksibilitas dan transparansi apabila WTO ingin me­ nye­lesaikan perundingan Putaran Doha. “WTO selayaknya jangan ter­ sandera oleh tarik menarik kepen­ t i n g a n a nt a ra n e g a ra a n g g o t a . I n d o ­n e s i a m e l a l u i G -2 0 d a p a t mendorong alternate proposal untuk menjembatani perbedaan posisi runding terkait isu-isu sensitif namun tanpa mengorbankan kepentingan negara-negara berkembang dan leastdeveloped countries (LDCs). Dalam hal ini kita berpandangan bahwa dimensi pembangunan tetap harus menjadi bagian penting dalam tata p e r d a g a n g a n d u n i a ,“ d e m i k i a n ditegaskan Politisi PAN yang mewakili Dapil Riau I ini. Sebelumnya, dalam Konferensi ini, para anggota parlemen dunia m e m bahas s e j u m l ah is u u tam a pasca adopsi Nairobi Package dalam Konferensi Tingkat Menteri ke-10 WTO di Nairobi Kenya.Terutama yang (BKSAP, ann) birokrasi yang cukup rumit, diantaranya persyaratan hukum yang meng haruskan perempuan mendapatkan persetujuan dari pihak suami terlebih dahulu,” jelas Nurhayati di sela-sela pertemuan. Selanjutnya, Nurhayati menegas­ kan pemberdayaan ekonomi perempuan, juga penting bagi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau yang lebih dikenal dengan Sustainable Development Goals (SDGs). Dikemukakan, berdasarkan hasil penelitian European Parliament on Women’s Empowerment pada tahun 2016, ditemukan bahwa salah satu faktor pertumbuhan ekonomi adalah dengan memberikan kesempatan kepada perempuan untuk mendapatkan perkerjaan dan akses yang sama. Sebelumnya, politisi Demokrat ini pernah menyerukan hal seru­p a dalam pertemuan Steering Commi­ ttee persiapan Konferensi PCWTO yang diadakan pada Februari 2016 lalu. Seruannya tersebut kemudian diterima dan ditindaklanjuti sebagai salah satu agenda dan narasumber dalam Konferensi yang digelar di Jenewa ini dengan mengangkat tema Trade as Vehicle of Social Progress: the Gender Perspective. Perwakilan parlemen Indonesia tengah berbicara pada pertemuan anggota parlemen sedunia di Jenewa, Swiss PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 69 SELEBRITI Ahmad Dhani: Kembali ke Pancasila dan UUD 1945 yang Murni P ia tergerak untuk membuat konser di tempat yang sama, kebetulan aktivis perempuan, Ratna Sarumpaet memiliki visi yang sama untuk mengembalikan Indonesia pada Pancasila dan UUD 1945 yang murni. Hingga kemudian ide konser bertajuk Revolusi Pancasila tersebut langsung disampaikan kepada Fadli zon dan Pimpinan DPR RI lainnya. Melihat ide acara tersebut sebagai bagian dari peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang tentu saja bertujuan positif, maka tak ayal hal itu pun mendapat persetujuan dari Pimpinan DPR RI. entolan grup band Dewa 19 ini menilai hampir sembilan puluh persen UUD 1945 telah diamandemen, namun apakah itu membuat Indonesia menjadi lebih baik? Tidak juga. Oleh karena itu ia berharap agar Indonesia kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 yang murni. Atas dasar itulah Dhani, begitu ia biasa disapa, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk kembali kepada ideologi bangsa yang sudah terbukti kesaktiannya. Dalam rangkaian peringatan hari kesaktian Pancasila beberapa waktu lalu, pria kelahiran 26 Mei 1972 ini menggelar konser Revolusi Pancasila di Parlemen. Baginya konser di gedung DPR RI yang notabene dianggapnya sebagai rumah rakyat ini menjadi suatu yang sangat istimewa. Pasalnya tidak banyak artis Indonesia yang pernah menggelar konser di gedung yang penuh dengan sejarah dalam proses demokrasi Indonesia. “Saya terinspirasi dari Bang Fadli Zon, beliau pernah mengundang saya di acara pameran lukisannya di Pustakaloka. Saat itu saya merasa DPR RI sudah mulai ada unsur-unsur apresiasi budaya. Ini merupakan hal yang sangat positif,” ujar sulung pasangan Eddy Abdul Manaf (alm) dan Joyce Theresia Pamela Kohler ini. Ahmad Dhani D a r i s a n a , l a n j u t Dh a n i , 70 l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 foto : runi/iw Indonesia perlu kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 yang murni. Hal tersebut diungkapkan Ahmad Dhani kepada wartawan termasuk Parlementaria sesaat sebelum konser Revolusi Pancasila di Gedung Nusantara V, Senayan Jakarta beberapa waktu lalu. Karir Jiwa seni pemilik nama lengkap Dhani Ahmad Prasetyo ini sejatinya sudah terlihat sejak masa kanak-kanak. Sang Ayah membelikannya keyboard ketika ia masih muda sekaligus menyekolahkannya ke sebuah tempat les musik. Ayah Dhani sangat berharap anaknya itu akan unggul dalam musik klasik. Tak heran jika warna musiknya sangat terpengaruh oleh band rock Inggris Queen. Ketika duduk di bangku sekolah menengah pertama ia mulai berani mengaktualisasikan jiwa seninya itu secara serius. Bersama dengan ketiga sahabatnya, Andra Ramadhan, Erwin Prasetya dan Wawan Juniarso, Dhani membentuk grup musik Dewa. Saking semangatnya bermusik ketika itu tak jarang Dhani bolos sekolah untuk berlatih musik bersama teman- PARLEMENTARIA l Edisi 138 TH. XLVI - 2016 l (ayu) foto : runi/iw “Mungkin Konser Revolusi Pancasila ini merupakan konser pertama yang digelar di Gedung DPR RI ini. Oleh karena itu saya senang sekali konser revolusi Pancasila ini bisa digelar disini (gedung DPR) yang merupakan gedung bersejarah sekaligus rumah tempat wakil rakyat berkumpul. Hal ini saya nilai sebagai sebuah bentuk apresiasi DPR RI terhadap budaya yang sebelumnya belum pernah terlihat,” ujar Dhani sambil berharap agar konser sejenis juga dapat digelar di gedung ini. temannya. Seiring dengan bertambahnya usia, Dhani yang awalnya memilih aliran rock mulai bergeser menjajal music jazz dengan merubah namanya menjadi Downbeat, walau kemudian ia kembali ke jalur rock. Bersama Downbeat ia mulai mengikuti berbagai festival musik. Tak ayal beberapa piala pun sempat dibawanya, diantaranya juara pertama festival jazz remaja se-Jawa Timur, dan juara II festival Djarum Super. Seiring dengan bergabungnya Ari Lasso, tahun 1991 Dhani cs yang kembali memakai nama Dewa sebagai grup band nya hijrah ke Jakarta. Tujuan utamanya tak lain untuk menjajal peruntungan di ibukota. Ia datangi satu per satu perusahaan rekaman menggunakan bis kota. Hingga kemudian dewi fortuna mulai menghampirinya. Jan Djuhana dari Team Records bersedia memproduseri album perdana Dewa 19. Dhani pun tidak mengira, album perdana nya yang bertajuk “Dewa 19” meledak di pasaran dan menjadi album terlaris di tahun 1993. Bahkan lagu Kangen sempat menjadi hits diberbagai radio dan televisi nasional. Tak berlebihan jika kemudian Dewa 19 pun mendapat predikat pendatang baru terbaik. Kesuksesannya dan kepopulerannya semakin melambung ketika di tahun-tahun berikutnya Dewa kembali mengeluarkan album bertajuk Format Masa Depan, Terbaik-terbaik, dan Pandawa Lima hits di sejumlah radio. Tidak kurang 12 album berhasil dikeluarkan Dhani bersama teman-temannya. Tidak puas hanya menjadi artis penyanyi, Dhani pun menjajal keberuntungan di bidang yang sama, yakni dengan menjadi produser. Lewat sentuhan tangan emasnya, Dhani berhasil melambungkan nama Reza lewat dua album perdananya yakni Keajaiban dan Keabadian. Ayah lima orang anak ini jugalah yang berhasil menemukan dan mempopulerkan artis Tere lewat albumnya bertitle Awal Yang Indah. Sukses mempopulerkan artis pendatang baru, tahun 2003 ia mencoba memoles dan membimbing istrinya sendiri, Maia untuk membentuk duo Ratu. Kini, dibawah label Republik Cinta Management yang dibentuknya sendiri Dhani memproduseri sekaligus memenejeri beberapa artis seperti grup Dewi-Dewi, The Virgins, termasuk juga putra-putranya sendiri, Al, El dan Dul yang membentuk Trio Laki-laki. Sukses di bidang musik, tidak berarti melemahkan jiwa sosial dan nasionalis Dhani. Sempat terdengar kabar, ia akan mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI Jakarta. Meski belakangan berita itu menyurut, namun hal itu menunjukkan kepeduliannya terhadap nasib bangsa dan sosial. Bersama aktivis Ratna Sarumpaet dan beberapa pemusik sempat berniat untuk menggelar konser di depan gedung KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) beberapa waktu lalu. Namun aksi itu urung dilakukan, karena belum adanya ijin dari kepolisian dan pihak KPK sendiri. Terakhir diketahui, ijin telah dikantongi Dhani dan jika tidak ada aral merintang dalam waktu dekat ia bersama beberapa artis dalam RCM akan menggelar mini konser di gedung anti rasuah ini. n 71 PERNIK Opini WTP 7 Kali Drs Satyanta Nugraha, MM P ada Kamis, 02 Juni 2016, Ketua BPK RI, DR. Harry Azhar Aziz menyampaikan L aporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keungan Pemerintah Pusat (LKPP) 2015 di depan Rapat Paripurna DPR RI, antara lain menyampaikan bahwa, DPR RI memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP) selama 5 tahun. 72 Memperoleh Opini WTP dari BPK atas Laporan Keuangan yang disajikan tentu menjadi dambaan bagi setiap kementrian, lembaga, pemerintah daerah, dan entitas lain. Betapa tidak, karena opini WTP ini merupakan penghargaan tertinggi yang menggambarkan pengelolaan keuangan telah dilaporkan secara wajar dan bebas salah saji yang juga merupakan prestasi entitas yang bersang kutan dalam mengelola anggarannya. Patut disyukuri bahwa, Dewan Pe r wa k i l a n R a k y at y a n g d a l a m nomenklatur anggaran memiliki Bagian Anggaran 02 atau disingkat BA 02 mendapatkan opini WTP atau Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK atas Laporan Keuangan Tahun 2015 untuk yang ketujuh kalinya secara berturutturut sejak tahun 2009. Keberhasilan mempertahankan opini W TP tersebut merupakan usaha keras dan komitmen yang kuat jajaran Pimpinan Sekretariat Jendral, dukungan sumber daya manusia (SDM) yang memadai, dan system manajemen keuangan yang semakin baik, serta penjaminan mutu (quality assurance) l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 yang dilakukan oleh pengawas internal. Opini Badan Pemeriksa Keuangan (Opini BPK) merupakan pernyataan professional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada empat kriteria yakni, kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintah (SAP), kecukupan pengungkapan (adewuate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas system pengendalian intern. Opini WTP adalah, opini audit yang akan diterbitkan jika laporan keuangan yang disajikan dianggap memberikan informasi yang bebas dari salah saji material. Artinya, auditor meyakini bahwa, berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan, dianggap telah menyelenggarakan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik, dan kalaupun ada kesalahan, kesalahannya dianggap tidak material dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputisan. Terdapat 4 (empat) jenis Opini yang diberikan oleh BPK, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP/unqualif ied foto : arief/iw foto : jaka/iw Oleh : Drs. Satyanta Nugraha, MM Inspektur Utama Sekretariat Jendral DPR RI foto : naefuroji/iw Suasana Sidang Paripurna DPR RI opinion), Wajar Dengan Pengecualian (wdp/ Qualif ied opinion), Tidak Wajar (TW/Adverse opinion) dan Tidak Memberikan Pendapat ((TMP/ Disclaimer opinion). Opini WTP diberikan dengan kriteria : system pengendalian internal memadai dan tidak ada salah saji yang material atas pos-pos laporan keuangan. Secara keseluruhan laporan keuangan telah menyajikan secara wajar sesuai SAP. Opini WDP diberikan dengan kriteria : sistem pengendalian internal memadai, namun terdapat salah saji yang material pada beberapa pos laporan keuangan. L aporan keuangan dengan opini WDP dapat diandalkan, tetapi pemilik kepentingan harus memperhatikan beberapa permasalahan yang diungkapkan auditor atau pos yang dikecualikan tersebut agar tidak mengalami ke ke l i r u a n d a l a m p e n g a m b i l a n keputusan. Opini TW diberikan jika system pengendalian internal tidak memadai, namun terdapat salah saji pada banyak pos laporan keuangan yang material. Dengan demikian secara keseluruhan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan SAP. Opini TMP diberikan apabila terdapat suatu nilai yang secara material tidak dapat diyakini auditor karena ada pembatasan ling kup pemeriksaan oleh manajemen sehingga auditor tidak cukup bukti dana atau system pengendalian intern yang sangat lemah. Dalam kondisi demikian auditor tidak dapat menilai kewajaran laporan keuangan. Opini WTP bukanlah merupakan tujuan akhir, namun merupakan sasaran antara menuju tertib administrasi pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang baik: good governance”. Oleh karena itu tetap dibutuhkan usaha yang maksimal untuk menjaga dan meningkatkan kualitas laporan keuangan Sekretariat Jendral DPR RI di masa-masa mendatang, antara lain : 1. Meningkatkan efektivitas koor­ dinasi penyelesaian tindak lanjut temuan hasil pemeriksaan BPK dan penyelesaian temuan pemeriksaan kerugian negara. 2. Pengutamaan Etika dan Integritas aparatur, serta mentaati ketentuan Perundangan untuk dapat mem­ berikan keyakinan yang memadai dan menghindari salah saji material. 3. Meningkatkan kualitas penerapan penganggaran berbasis Kinerja melalui penataan Arsitektur dan Informasi Kinerja (ADIK) dalam rencana kerja anggaran (RKA). 4. Membangun komitmen untuk melaksanakan secara efektif pene­ rapan system pengendalian intern (SPI) dengan parameter pencapaian Maturitas SPIP Level 3 pada tahun 2019. 5. Meningkatkan kompetensi Audi­ tor/Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dengan jumlah dan kualitas yang memadai. Kapabilitas Auditor/APIP diting­ katkan melalui penilaian model IACM (Internal Audit Capability Model) untuk dapat mencapai level 3 tahun 2019 Semoga kinerja Sekretariat Jendral dan Badan Keahlian DPR RI lebih baik lagi di masa mendatang seiring dengan penetapan nilai organisasi yang dianut, yaitu R API, religius, akuntabel, professional dan integritas serta komitmen institusi yang telah mencanangkan pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBK/WBBM). Semoga… n PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 73 PERNIK Parlemen dan Perempuan: Problem Keterwakilan Oleh Nining Indra Shaleh 74 foto : eka/iw S angat tak berimbang. Itu­ lah komposisi keterwakilan p e re m p u a n d i p a r l e m e n dibanding pria. Ketidak­ber­ imbangannya terjadi sejak negeri ini memiliki lembaga parlemen hingga saat ini. Yang perlu kita catat, bukanlah semata-mata persoalan ketidakberimbangan itu, tapi bagaimana kualitas keberpihakan yang mendalam terhadap kepentingan perempuan sehingga berpengaruh nyata bagi kepentingan nasional? Sungguh problematik ketika bicara lebih konkret tentang keterwakilan kaum Hawa dalam panggung parlemen. Jumlah populasi perempuan – katakanlah di negeri ini – masih lebih tinggi dibanding pria. Setidaknya kondisi saat ini, kita memiliki data: untuk usia di bawah 15 tahun, jumlah perempuan Indonesia sebesar 35.298.880 jiwa, sedang kan pria sebesar 33.034.383 jiwa. Dan untuk usia 15 – 64 tahun, perempuan Indonesia sebanyak 78.969.160 jiwa, sedangkan kaum pria sebesar 78.083.952 juta. Secara kuantitatif-komparatif, jumlah kaum perempuan lebih besar. Maka, seharusnya keter wakilan unsur perempuan – minimal – 50%, bukan 30% apalagi lebih rendah. Tapi, idealitas keterwakilan perem­p uan di parlemen Indonesia ma­sih terlalu jauh. Catatan menun­ jukkan, pada periode 1950 – 1955 (DPR Sementara), wakil dari unsur perempuan hanya sembilan orang (3,8%), sedangkan pria mencapai 236 orang (96,2%). Periode1955 – 1960, 17 (6,3%) perempuan dan 222 (93,7%) pria. Periode Konstituante (1956 – 1959): 25 (5,1%) perempuan : 488 (94,9%) pria. Periode 1971 – 1977, 36 (7,8%) wakil perempuan, sedangkan pria 460 (92,2%). Untuk periode 1977 – 1982, Nining Indra Shaleh 29 (6,3%) untuk perempuan dan pria 460 (93,7%). Periode1982 – 1987, wakil perempuan 39 (8,5%), pria 460 (91,5%). Hasil pemilu 1987 – 1992, naik drastis keterwakilan perempuan: mencapai 65 orang (13%), sedangkan pria 500 orang (87%). Jika ditelaah secara spe­ sifik, kenaikan jumlah keterwakilan perempuan karena keputusan politik terkait jumlah anggota Dewan yang memang naik: yakni, totalnya 560 orang. Sementara itu, periode 1992 – 1997, wakil perempuan sebanyak 62 orang (12,5%), sedangkan lelaki 500 orang (87,5%). Periode 1997 – 1999, sebanyak 54 (10,8%) dan pria tetap sama: 500 orang (89,2%). Periode 1999 – 2004, 46 (9%) dan pria juga 500 orang (91%). Hasil pemilu 2009, hanya mengantarkan wakil perempuan 18,2% dan 17,32% pada pemilu tahun 2014. Sedangkan untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk periode 2004 – 2009, hanya mampu antarkan 27 orang senator (21%), sementara senator pria sebanyak l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 101 orang (78,9%). Dan naik lagi pada periode 2009 – 2014: menjadi 35 orang (26,51%). Untuk lembaga parlemen di bawahnya juga tetap rendah komposisi keterwakilan perempuan: rata-rata 16,14% di DPRD Provinsi serta 14% di DPRD kabupaten/kota. Perlu kita catat, keterwakilan perempuan bukan hanya masih terlalu jauh dari komposisi keberimbangan ideal, tapi juga jauh dari amanat UU yang telah diputuskan, yakni 30%. Pasal 55 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum DPR, DPD dan DPRD jelas-jelas amanatkan kuota perempuan 30%. Bahkan Pasal 56 ayat 2 menyebutkan, dalam setiap tiga orang bakal calon terdapat minimal satu orang perempuan. Ketentuan ini diperkuat dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 7 Tahun 2013 pada Pasal 11b,11d, 24 ayat 1c-d dan ayat 2. Yang menarik adalah, parpol manapun terancam gugur ikut serta dalam pentas pemilu jika daftar perempuan kurang dari kuota yang ditentukan UU itu. Sekali lagi, spirit artikulatif terhadap kepentingan perempuan sudah demikian jelas. Namun – dan inilah yang masih menimbulkan keprihatinan mendalam bagi kepentingan perempuan – bahwa ketentuan UU Pemilu yang sudah pro kaum “Hawa” masih belum cukup. Sebuah potret ketidakmampuan perempuan dalam mengarung i kontestasi politik terbuka? Tidak sepenuhnya benar dan atau salah penilaian itu. Fakta menunjukkan, hanya kaum perempuan yang terkategori “super” (karena punya modalitas sosial yang cukup kuat sebelumnya dan atau punya keunggulan finansial) itulah yang mampu menerobos persaingan hegemonis pria. b u k a n s e ke d a r b i c a r a ke a d i l a n berbagi peran di lembaga Dewan. Ta p i , a d a m a k n a s t rat e g i s d a r i kualitas komitmen bahkan daya juang ketika urusannya terkait kepentingan perempuan. Terdapat nurani bahkan empati yang beg itu kuat ketika subyeknya sama sebagai perempuan. Secara empirik, ada beberapa hal yang tidak mungkin dirasakan pria seperti melahirkan atau menstruasi. Bahkan, ada hal-hal lain yang jauh lebih besar dan sangat mendasar bagi jati diri perempuan. Tidak tertutup kemungkinan akan muncul rasa gerah foto : andri/iw Sebuah renungan, berapa banyak kaum Hawa yang terkategori super itu? Ada tapi tetap terbatas kuntitasnya. Keterbatasannya – bisa jadi – karena terkait dengan kodratnya yang harus berbagi dengan kepentingan rumah tangganya (urus suami dan anakanaknya). Jika, ia lajang, maka – kodrat perempuan secara fisik – juga sering menjadi persoalan tersendiri, padahal medan tempur yang dihadapi mutlak memerlukan energi dan stamina prima. Maka, fron terbuka (perang langsung antar perempuan versus pria) menjadi faktor krusial keterbatasan kaum Hawa Parlemen Perempuan Indonesia mempersiapkan peringatan Hari Wanita Internasional. memasuki lembah parlemen. Karena itu, ketentuan UU Pe­ milu yang masih memperhadapkan perempuan versus lelaki secara head to head perlu direkonstruksi. Arahnya, pertempuran hanya bersaing dengan entitas kandidat yang sama: lelaki versus lelaki. Juga, perempuan versus perempuan, bukan lagi dengan para calon anggota legislatif kaum pria. Andai model persaingan terbuka sesama jenisnya, maka kuota pe­ rempuan 30% pasti terisi, bukan hayali. Kini, bagaimana mewujudkan sekaligus merumuskan keinginan kuota perempuan itu? Makna Strategis Keberimbangan Keterwakilan Amanat UU Pemilu No 7 Tahun 2013 terkait representasi perempuan atau tak rela ketika melihat persoalan perempuan yang mendera, baik saat ini atau masa lalu dan akhirnya menatap masa depan. Keterpanggilan sesama perempuan inilah yang mendorong kuat bagai­ mana persoalan perempuan yang mengemuka dari berbagai aspek kehidupan harus dicari kerangka solusinya secara konstruktif-per­ manen, setidaknya berjangka panjang. Komitmen seperti ini – secara prediktif – akan membuahkan peta perubahan kepentingan kaum Hawa. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan bagi kepentingan seluruh anak-bangsa ini. Mencermati kuantitas jumlah perempuan, apalagi dikaitkan dengan kualitas persoalannya, maka urgensi pemenuhan kuota 30% perempuan bukan hanya sangat kuat, tapi memang wajib hukumnya. Bahkan, cukuplah rasional jika prosentasinya dinaikkan lagi. Hal ini sejalan dengan faktualitas kuantitas data perempuan di Tanah Air ini. Analisis komparatif gender ini tidaklah mengada-ada atau berlebihan, tapi demi konstruksi tatanan sosial dan sektor lainnya yang lebih baik. Untuk kepentingan Indonesia dan inilah dimensi holistik perempuan untuk negeri ini. Jika perjuangan pro perempuan ini dihadang kalangan pria karena persoalkan gender, maka resistensi itu sesungguhnya tidak mencerminkan keberpihakan untuk perubahan Indonesia yang lebih baik. Karena itu, tidaklah berlebihan jika kita selaku perempuan harus menggalang aksi dan opini publik guna sadarkan kaum perempuan itu sendiri, juga untuk menghindari kesalahpahaman kaum pria terhadap gerakan restorasi pro perempuan di parlemen ini. Atas nama perubahan nasib bangsa Indonesia yang lebih baik haruslah didahului dengan mengubah potret keterwakilan perempuan di parlemen sebagai pijakan rekonstruksi tatanan kebijakan. Akhir kata, tuntutan pemenuhan kuota 30% perempuan bukanlah hanya persoalan ketidakadilan pembagian peran politik di lembaga parlemen. Juga, bukan masalah ketidakpercayaan pada peran kaum lelaki, tapi jauh lebih substansial. Yakni, perbaikan kepentingan kaum Hawa untuk kepentingan Indonesia yang lebih menyeluruh. Karena itu, tuntutan kouta perem­ puan yang harus dipenuhi merupakan sikap nasionalisme yang sesunguhnya. Spirit nasionalisme ini sesungguhnya menjadi tuntutan yang sangat mendasar: hayo bersama-sama dan bahu-membahu atas persoalan bangsa dan negara yang kini sungguh berat dan besar tanggung jawabnya. Karena itu, kesadaran menghadirkan keterwakilan perempuan secara proporsional dan jaminan masuk sesuai kuotanya seperti yang tertuang dalam ketentuan UU haruslah dilihat sebagai cita-cita kebangkitan untuk negeri dan bangsa tercinta ini. Penulis: Sekjen DPP Partai NasDem dan Sekjen DPR RI Periode 2008 - 2013. PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 75 Foto : commons.wikimedia.org PARLEMEN DUNIA Suasana rapat di Parlemen Finlandia Parlemen Finlandia dan Corporate Social Responsibility P Oleh: Peneliti CEPP FISIP UI Hilda Piska Randini, M. Adinda Rizki, Prasetya Pudji Wasito ada awal Juni 2016 seperti diberitakan dalam website Parlemen Finlandia, delegasi dari DPR RI mengunjungi Finlandia untuk mendalami bagaimana aspek social responsibility dilaksanakan di Finlandia, termasuk di dalamnya tentang CSR. Studi banding ke Finlandia ini dapat dimengerti karena layaknya negara-negara Skandinavia lainnya, Finlandia memiliki kebijakan yang sangat memperhatikan kesejahteraan warga masyarakatnya. Salah satu elemen yang diajak untuk membangun kesejahteraan masyarakat adalah perusahaan yang ada di Finlandia melalui Corporate Social Responsibility. CSR ini nantinya tidak hanya memberi pengaruh positif ke masyarakat, namun juga negara dan perusahaan itu sendiri. Politik di Finlandia Secara Singkat Finlandia adalah negara demokrasi 76 parlementer yang memiliki sistem politik multipartai dengan presiden sebagai kepala negaranya, dan merupakan satu-satunya welfare state (negara kesejahteraan) yang berbentuk republik di kawasan Skandinavia. Negara yang memiliki kepadatan penduduk terendah di Uni Eropa ini menyatakan kemerdekaan dirinya dari Kerajaan Rusia pada tanggal 6 Desember 1917 dan kini merupakan anggota dari Uni Eropa. Kekuasaan Finlandia berada sepenuhnya di tangan rakyat yang diwakili oleh parlemen. Pemilihan anggota parlemen tersebut diselenggarakan pada tiap distrik, dan orang yang terpilih dari setiap distrik itu akan mewakili distriknya di parlemen. Parlemen Finlandia disebut Eduskunta atau Riksdag, yang beranggotakan 200 orang dan bersifat unikameral. Anggota parlemen ini dipilih empat tahun sekali. Parlemen Finlandia merupakan l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 otoritas legislatif tertinggi di Finlandia dan bertugas memberlakukan hukum, menyetujui anggaran negara, meratifikasi perjanjian internasional dan mengawasi pemerintah Finlandia. Pa r l e m e n j u g a b e r t a n g g u n g jawab memilih perdana menteri dan menyetujui program pemerintah. Finlandia menganut sistem politik multipartai, artinya pemerintahan terdiri atas koalisi dari berbagai partai. Biasanya pemimpin partai dengan jumlah kursi terbanyak di parlemen akan menjadi perdana menteri. Saat ini parlemen Finlandia diduduki oleh Partai Pusat (Centre Party) dengan kursi terbanyak 49 kursi, diikuti Partai Finn (Finn’s Party) 38 kursi, Partai Koalisi Nasional (National Coalition Party) 37 kursi, Partai Sosial Demokrat (Social Democratic Party) 34 kursi, Partai Hijau (Greens Party) 12 kursi, Aliansi Kiri (Left Alliance) 9 kursi, Partai Swedish (Swedish People’s bangkan sekitar lima puluh tahun lalu, seiring berkembangnya perekonomian yang mendorong tumbuhnya p e r u s a h a a n - p e r u s a h a a n d i e ra industrialisasi pasca Perang Dunia II. Hingga saat ini CSR merupakan prinsip dan nilai dasar (core value) yang menjadi pedoman perusahaan-perusahaan yang ada di Finlandia, asalnya adalah cara berpikir dan berperilaku sesuai etika serta moral yang dijunjung tinggi oleh bangsa Eropa Utara (Skandinavia). CSR merupakan bagian integral dari operasional perusahaan dan tak terpisahkan dari tanggung jawab terhadap lingkungan (environmental responsibility). Uni Eropa mempertimbangkan CSR sebagai isu kebijakan publik setelah mempublikasikan Green Paper 7 nya pada tahun 2001. Kemudian Uni Eropa membentuk Multi Stake­ Foto : telegraph.co.uk Party) 9 kursi dengan kelompoknya yang terdiri dari Alan Islands, hingga Partai Kristen Demokrat (Christian Democrats) menduduki 5 kursi. Saat ini parlemen Finlandia berjumlah 117 laki-laki dan 83 perempuan. Dengan perolehan kursi terbanyak oleh Centre Party, Juha Sipilä menjabat sebagai Perdana Menteri terpilih. Kepala negara Finlandia adalah presiden. Pemilihan presiden diadakan setiap enam tahun sekali. Finlandia telah menetapkan konstitusi baru yang mulai diterapkan pada tahun 2000 dan kemudian disempurnakan pada tahun 2012. Konstitusi baru ini lebih mengubah sistem politik Finlandia lebih ke arah parlemen. Konstitusi tersebut memperluas kekuasaan parlemen dan lebih membatasi kekuasaan presiden, dengan kata lain perluasan kekuasaan perdana Gedung Parlemen Finlandia menteri dan pengurangan kekuasaan presiden. Tugas presiden menjalankan kebijakan luar negeri bersama dengan pemerintah, berpartisipasi dalam negoisasi dan organisasi internasional, s e r t a b e r t a n g g u n g j aw a b a t a s hubungan dengan negara-negara lain. Pemerintahan Finlandia terdiri dari perdana menteri yang didampingi oleh sejumlah menteri. Perdana menteri beserta menteri-menterinya mengurusi urusan dalam negeri Finlandia seperti urusan kebijakan dan adminstratif negara. Simbiosis Mutualisme melalui CSR CSR di Finlandia mulai dikem­ holder Forum Eropa tentang CSR yang mendefinisikan CSR sebagai bentuk voluntarism untuk berbuat bagi lingkungan sosialnya dalam operasional bisnisnya sehari-hari jauh melampaui apa yang diamanatkan dalam hukum dan peraturan yang berlaku. Perdebatan di Parlemen Finlandia tentang CSR tidaklah begitu tajam, hal ini diakibatkan karena status Finlandia sebagai negara kesejahteraan dan legislasi tentang aspek sosial yang lebih maju. Aspek legislasi tersebut telah mampu menciptakan jaminan minimum tanggung jawab dan pelayanan sosial bagi warganya termasuk bagaimana kaitannya dengan iklim bisnis perusahaan pemerintah ser ta perusahaan swasta. Pada tahun 2012 Pemerintah Finlandia meluncurkan resolusi tentang CSR untuk memperkuat kebijakan dan petunjuk pelaksanaan internasional tentang CSR seperti yang dikeluarkan oleh Uni Eropa dan PBB (UN Guiding Principles on Business and Human Rights) dalam kerangka pembangunan berkelanjutan (sustainable deve­ lopment). Dalam resolusi tersebut, Pemerintah Finlandia berkomitmen untuk mempromosikan CSR dalam rencana aksi yang disusun bersama masyarakat, perusahaan milik negara, perusahaan swasta (termasuk Small Medium Enterprise (SME) atau UKM), LSM, organisasi buruh dan organisasi lain yang terkait. Resolusi tersebut juga merupakan komitmen untuk memberantas kejahatan ekonomi (korupsi dan pencucian uang) dengan menggandeng sektor perpajakan. Tak hanya soal ekonomi dan hukum, resolusi ini juga mendorong keterbukaan informasi perusahaan tentang aspek sosial dan lingkungan hidup (company disclosure of social and environmental information). Keterbukaan informasi tersebut dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan yang beroperasi dan mendorong pembangunan yang berkelanjutan sebagai tujuan dari investasi. Tema CSR di Finlandia sangat bervariasi mulai dari perlindungan hak buruh, pemberantasan korupsi hingga perlindungan hak atas lahan. Pelaksanaan kebijakan CSR di Finlandia dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Ekonomi (Ministry of Employment and the Economy), berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, Kantor Perdana Menteri, Kementerian Kehakiman dan Kementerian Lingkungan Hidup. Sebuah Komite CSR dibentuk di bawah Kementerian Tenaga Kerja dan Ekonomi sebagai badan yang memberikan masukan dan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Komite CSR ini juga bertindak sebagai Finnish National Contact Point, dalam implementasi kebijakan OECD tentang Guidelines for Multinational Enterprises. n PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 l 77 POJOK PARLE langsung. “ Saudara calon loyal kepada siapa, Bapak Presiden?,” dijawab Tito ” Perlu dipahami bahwa institusi Polri adalah institusi yang unik, karena berada pada dua komponen. Pertama adalah kompnen eksekutif-penyelenggara negara dan kedua adalah komponen yudikatif-sebagai penegak hukum. Dalam konteks eksekutif penyelenggara negara, pemeliharaan kamtibmas, maka Polri harus loyal penuh kepada Bapak Presiden”. Namun dalam konteks penegakan hukum sebagai yudikatif, maka polisi harus loyal pada hukum” Mendengar jawaban ini Benny menyatakan terima kasih banyak, karena ini sangat penting, hukum ada diatas Presiden. Oleh sebab Pimpinan dan Anggota Komisi III DPR RI jabat tangan usai uji kelayakan calon Kapolri 78 l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016 itu pula polisi harus loyal hanya kepada konstitusi. “ Kalau nanti ada pemilu Presiden, janganlah Kapolri menjadi alatnya calon Presiden. Apalagi calon Presidennya incumbent,” katanya disambut tawa hadirin. Pimpinan Sidang Bambang Susatyo berkomentar atas pertanyaan dan jawaban ini dengan mengatakan “ Untung Saudara Calon tidak terpancing dengan jawaban itu. Coba kalau terpancing dan Calon menjawab loyal pada Presiden, matilah barang itu,”. Rekan-rekan wartawan berkomentar, rupanya dalam uji kelayakan ini juga ada “ jebakan batman” akhirnya Tito Karnavian melangkah mulus menjadi Kapolri baru menggantikan Badrodin Haiti. n foto : runi/iw S uasana uji kepatutan dan kelayakan (fit and propertest) calon Kapolri Tito Karnavian di Ruang Sidang Komisi III DPR, Kamis (23/6) mendapat perhatian luas khalayak termasuk para anggota Dewan dan pers. Terbukti selain ruangan penuh sesak, tidak kurang dari 25 pertanyaan dari anggota 10 fraksi di Komisi III mengajukan pertanyaan menyangkut berbagai masalah yang terkait dengan tugas-tugas kepolisian. Namun ada satu per tanyaan menarik yang diajukan Wakil Ketua Komisi III Benny K. Harman dan meminta jawaban langsung, padahal penanya sebelumnya belum ada yang dijawab. Politisi Partai Demokrat dari NTT bertanya dan minta dijawab (mp, skr) Ada ”Jebakan Batman” di Uji Kelayakan Calon Kapolri