kejahatan seksual

advertisement
| Edisi : 138 TH. XLVI. 2016 |
regulasi ideal untuk
kejahatan seksual
Kekerasan seksual
perbuatan tidak
berpErikemanusiaan
10
pemerintah
diminta kaji ulang
rasionalisasi 1 juta PNS
32
PENGANTAR REDAKSI
PENGAWAS UMUM
Pimpinan DPR-RI
PENANGGUNG JAWAB/KETUA PENGARAH
Dr. Winantuningtyas Titi Swasanany, M.Si.
(Sekretaris Jenderal DPR-RI)
WAKIL KETUA PENGARAH
Dra. Damayanti, M.Si,
(Deputi Persidangan)
PIMPINAN REDAKSI
Drs. Suratna, M.Si
(Kabag Media Cetak & Media Sosial)
WK. PIMPINAN REDAKSI
Dra. Tri Hastuti
(Kasubag Media Cetak)
Insan Abdirrahman, SH
(Kasubag Media Sosial)
Ahyar Tibi, SH
(Kasubag Analis Media)
REDAKTUR
Mastur Prantono, Nita Juwita, S.Sos
SEKRETARIS REDAKSI
Suciati, S.Sos, Bagus Mudjiharjanto
ANGGOTA REDAKSI
Agung Sulistiono, SH, Rahayu Setiowati,
Muhammad Husen, Sofyan Efendi,
Virgianne Meiske Patuli, Devi Iriandi,
Hendra Sunandar, Surahmat Eko, Ria Nur Mega
REDAKTUR FOTO
Eka Hindra Sasmita, Iwan Armanias
FOTOGRAFER
Rizka Arinindya, Naefuroji, M. Andri Nurdiansyah,
Andi M. Ilham, Jaka Nugraha, Runi Sari Budiati,
Jayadi Maulana, Arief Rachman,
R. Kresno P. D Moempoeni, Azka Restu Fadilah
ADMINISTRASI FOTO
Hasri Mentari
ALAMAT REDAKSI/TATA USAHA
Bagian Media Cetak & Media Sosial DPR RI
Gedung Nusantara II Lt. 3
Jl. Jend. Gatot Soebroto-Senayan, Jakarta
Telp. (021) 5715348, 5715350
Fax. (021) 5715341,
e-mail: [email protected].
www.dpr.go.id/berita
M
araknya aksi kekerasan seksual akhir-akhir ini membuat
masyarakat kian khawatir, apalagi sebagian pelakunya anakanak yang masih di bawah umur. Lebih mengkhawatirkan lagi
karena kekerasan seksual ini berujung pada pembunuhan
dengan cara sadis dan mengerikan. Berbagai kalangan merespon fenomena
yang meresahkan ini dari presiden, kalangan DPR RI dan tokoh masyarakat
serta aktivis perlindungan anak.
Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa kekerasan seksual butuh
upaya yang amat serius untuk menghentikannya. Presiden kemudian
mengeluarkan Perppu yang dimaksudkan sebagai pemberat hukuman bagi
predator kejahatan seksual. Hukuman kebiri kimia hingga hukuman mati jadi
alternatif bagi hakim untuk memilih hukuman pemberat sesuai kadar tindak
pidananya. Namun, hukuman kebiri menyisakan masalah kesehatan. Ikatan
Dokter Indonesia (IDI) pun tak mau menjadi eksekutor kebiri.
Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati mengapresiasi terbitnya
Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tersebut seiring maraknya kasus-kasus
kekerasan seksual belakangan ini. Namun karena Perppu tidak komprehensif,
lantaran tidak ada pasal-pasal yang memberi keadilan bagi para korban, maka
lintas fraksi di DPR RI menginisiasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
(PKS) dan sudah masuk dalam Prolegnas Perubahan 2016.
Politisi PDI Perjuangan yang juga anggota Baleg Rieke Diah Pitaloka
mendesak DPR RI untuk segera membahas RUU ini, apalagi sudah mendapat
dukungan seluruh ormas dan masyarakat sehingga secepatnya perlu
diselesaikan.
Dua masalah selain tiga fungsi pokok Dewan yang diulas majalah edisi
ini adalah soal rencana rasionalisasi satu juta PNS dan pencurian takaran
SPBU. Terhadap rasionalisasi PNS Dewan berharap agar dikaji lebih cermat
lagi sebab akan berdampak luas, sedangkan pencurian takaran BBM di SPBU
melalui remote control adalah modus baru kejahatan yang sangat merugikan
masyarakat. DPR RI mendesak Pertamina bersama aparat penegak hukum
bertindak tegas bila perlu ijinnya dicabut dan dipidanakan. n
PENERBITAN & DISTRIBUSI
PIMPINAN PENERBITAN
Djustiawan Widjaya, S.Sos. M.AP
(Kabag Penerbitan)
WK. PIMPINAN PENERBITAN
Mediantoro, SE
(Kasubag Produksi),
Pesta Evaria Simbolon, SE. M.Si
(Kasubag Distribusi)
STAF PRODUKSI
Eko Murdiyanto, Barliansyah,
SIRKULASI
Abdul Kahfi, S.Kom,
Siti Rondiyah, Oji, Remon, Ifan
Telp: 021-571 5697,
Fax: 021-571 5421
Email: [email protected]
Isi berita dan materi foto
diluar tanggung jawab Bagian Penerbitan
2
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
Daftar isi
................................................................................................................................................. 4
Regulasi Ideal Untuk Kejahatan Seksual .................................................................................. 6
ASPIRASI
PROLOG
LAPORAN UTAMA
Kekerasan Seksual Adalah Persoalan Kompleks ................................................................ Kekerasan Seksual Perbuatan Tidak Berperikemanusiaan ........................................ Ini Kejahatan Luar Biasa ......................................................................................................................... Mendiagnosis Pemicu Kekerasan Seksual............................................................................... Menghapus Kekerasan Seksual Dengan Pendidikan Seks ........................................ Sikap Peduli Masyarakat Harus Ditingkatkan ...................................................................... Sebaiknya Dihukum Mati ..................................................................................................................... Kekerasan Seksual Seperti Fenomena Gunung Es .......................................................... Dorong Vonis Pemberatan Hukuman ........................................................................................ Bukan Kenakalan Remaja Biasa ....................................................................................................... Korban Perempuan Dewasa Lebih Sulit Akses Keadilan ............................................ 8
10
12
14
16
18
20
22
24
25
26
8
laporan utama
40
Foto BERITA
66
LIPUTAN KHUSUS
70
Selebriti
SUMBANG SARAN
RUU PKS Lengkapi Regulasi Jaminan
Pemenuhan Hak Perempuan dan Anak ................................................................................... PENGAWASAN
Modernkan Manajemen Gudang Bulog .................................................................................. Pemerintah Diminta Kaji Ulang Rasionalisasi 1 Juta PNS ........................................... ANGGARAN
Perekonomian Global Masih Pengaruhi Perekonomian Tanah Air .................... 28
30
32
34
LEGISLASI
36
Foto BERITA ......................................................................................................................................... 40
Dewan Ingin UU Jasa Konstruksi Berbobot dan Bermanfaat ................................. KIAT SEHAT
Fenomena Tidur Berjalan ...................................................................................................................... PROFIL
Judul........................................................................................................................................................................ KUNKER ......................................................................................................................................................... 48
50
54
SOROTAN
64
LIPUTAN KHUSUS ........................................................................................................................... 66
SELEBRITI .................................................................................................................................................... 70
PERNIK ........................................................................................................................................................... 72
PARLEMEN DUNIA ......................................................................................................................... 76
POJOK PARLE ........................................................................................................................................ 78
Pertamina Harus Tindak Tegas SPBU Curang ....................................................................... PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
3
ASPIRASI
Pengaduan Dugaan Markus di MA RI
Saya pendiri CV. Kartini Mas yang memohon kasasi di MA
RI melawan Kadis Kesehatan Kab. Lumajang yang menutup
Balai Pengobatan yang saya kelola. Berdasarkan surat MA RI
tertgl. 26 Februari 2015, Panitera Pengganti untuk proses
kasasi tersebut adalah Sdr. Dul Husin. Saya berkomunikasi
dengan Sdr. Dul Husin untuk kelengkapan data.
Bahwa pada 30 Maret 2015, Sdr. Dul Husin menyampaikan
bahwa perkara dimaksud sudah mulai diperiksa Majelis
Hakim, dan kasus ini bisa dimenangkan bahkan sampai ke
tingkat PK asalkan saya memberikan sejumlah uang, namun
belum disepakati karena akan disampaikan terlebih dahulu
kepada pihak keluarga dan karyawan CV.Kartini Mas.
Bahwa pada 14 April 2015, saya menghubungi Sdr. Dul
Husin untuk menyampaikan terima kasih karena kasusnya
menang, namun Sdr. Dul Husin meminta uang sejumlah
Rp.35 Juta (untuk dibagi 7 orang termasuk Majelis Hakim)
dibayar separuh dulu dan sisanya setelah putusan dikirim.
Saya tidak menyanggupi hal tersebut, karena terkesan
menyogok sehingga Sdr. Dul marah dan mengancam akan
Pembangunan
Menyejahterakan Rakyat,
Bukan Menyengsarakan
Rakyat
Kami mewakili warga Kelurahan Pasar
Baru Kota Sibolga, menyampaikan bahwa
telah dilakukan pembangunan Jalan Rigid
Beton setinggi 40 cm di Jalan Imam Bonjol,
Jalan Ahmad Yani, dan Jalan Junjungan
Lubis Sibolga sejak 11 November 2015
dengan dana APBN 2015 sebesar Rp 50
miliar.
Proyek pembangunan jalan tersebut
tidak tepat sasaran karena akan meneng­
gelamkan paling sedikit 500 rumah/toko
yang berada di inti kota yang sejak jaman
belanda daerah tersebut bebas banjir,
dimana 6 tahun yang lalu jalan tersebut
telah ditinggikan 30 cm oleh Pemerintah
Kota Sibolga.
Kami telah menyampaikan permasa­
lahan tersebut kepada DPRD Kota Sibolga,
Kementerian PU Pera, namun tidak men­
dapat tanggapan.
Kami mengusulkan untuk dilakukan
investigasi terhadap usulan proyek dan
proposalnya (Proses Lelang LPSE Sumut
bukan LPSE Sibolga) dan peninjauan
lokasi jalan tersebut serta memohon agar
pembangunan jalan tersebut dibatalkan.
Akhfansyah Lubis
Sibolga, Sumatera Utara
4
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
mengatur agar perkara tersebut kalah. Akhirnya pada 17
September 2015, saya menerima putusan kasasi yang intinya
kasus pengadu kalah. Dalam putusan tertanggal. 19 Maret
2015 Sdr. Dul Husin tidak lagi menjadi Panitera Pengganti
melainkan diganti oleh Sdri. Elly Tri Pangestuti, SH., MH.,
padahal dalam komunikasi tertgl. 26 Februari 2015 panitera
pengganti masih Sdr. Dul Husin.
Bahwa sebelumnya saya telah melaporkan permintaan
sejumlah uang oleh Sdr. Dul Husin tersebut kepada Badan
Pengawasan MA dan disarankan agar tidak memenuhi
permintaan tersebut. Jika kasus saya dikalahkan, saya
diminta melaporkannya disertai alat bukti (SMS, email, dan
rekaman telepon).
Saya memohon melalui Komisi III DPR RI agar Ketua MA
RI memeriksa oknum Panitera Pengganti tersebut.
Suwartiningsih
Lumajang, Jawa Timur
Pengaduan Pelanggaran Bupati
Kami dari Forum Pemantau Reformasi Anti KKN Dan Peduli Harta
Negara, yang ditujukan kepada Ketua Komisi III DPR RI, perihal
Pengaduan Pelanggaran Undang-Undang Nomor : 23 Tahun 2014,
Pasal 76 huruf i. Yaitu mengenai Kepala Daerah (Bupati) Muara Enim
pada tanggal 12 s.d. 21 Okrber 2015, selama 9 (sembilan) hari diduga
melakukan perjalanan ke Luar Negeri tujuan Selandia Baru tanpa
izin dari Menteri.
Di dalam ketentuan pasal 76 Undang-Undang Nomor : 23 Tahun
2014, tentang Pemerintah Daerah dan Perubahannya menyebutkan
bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilarang ; huruf i melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin dari Menteri. Dan
ketentuan pasal 77 ayat (2) mengatur Kepala Daerah dan / Wakil
Kepala Daerah yang melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin
sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 ayat (1) huruf I dikenai sanksi
pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan oleh Presiden untuk
Gubernur dan atau Wakil Gubernur serta oleh Menteri untuk Bupati
dan atau Wakil Bupati atau Walikota dan atau Wakil Walikota.
Menurut kami, dalam rangka mentaati Undang-Undang di
Republik ini, pelanggaran Undang-Undang yang dilakukan oleh
Kepala Daerah (Bupati Muara Enim) telah dilaporkan kepada Menteri
Dalam Negeri dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi RI melalui surat Nomor 001/R-LSM/I/2016,
namun belum ada balasan. Padahal dalam ketentuan pasal 10
Peraturan Pemerintah No, 68 Tahun 1999 mewajibkan setiap
Penyelenggara Negara yang menerima permintaan masyarakat
untuk memperoleh informasi tentang Penyelenggaraan Negara,
wajib memberikan jawaban atau keterangan sesuai dengan fungsinya.
Kami memohon Ketua Komisi III DPR RI mengawasi dan
memonitor kasus yang telah dilaporkan tersebut.
Syamsul Bahri
Palembang, Sumatera Selatan
Permohonan Pengangkatan PNS
Usul Penulisan Agama
Kaharingan di KTP
Pemohon adalah Ketua Majelis Agama
Kaharingan Indonesia (MAKI), menyampaikan
permohonan agar agama Kaharingan
dicantumkan dalam Kartu Tanda Penduduk
(KTP) bagi pemeluk agama Kaharingan.
Hal ini dimaksudkan agar tidak ada kesan
pememerintah hanya mengayomi 6 agama saja
sehingga telah mengakibatkan warga/umat
Kaharingan seolah-olah bukan warga negara
Indonesia yang memerlukan perlindungan
hukum.
Bahwa Kaharingan adalah agama asli
nusantara yang dianut oleh suku dayak di
Kalimantan.
Kaharingan juga ikut andil dalam perjuangan
nasional melawan penjajahan Belanda dan
Jepang di Kalimantan terutama Kalimantan
Tengah sehingga banyak pahlawan terkenal
dari sana seperti Pangkalima Sangen Pakang,
Pangkalima Badak Barandam dan lain-lain.
Bahwa dengan mencantumkan agama
Kaharingan dalam KTP, maka pemerintah tidak
akan dianggap melanggar HAM. Bambang
Palangkaraya, Kalimantan Tengah
Saya adalah Ketua Persatuan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Republik Indonesia se karesidenan Banyumas, Cilacap,
Purbalingga, yang mengadukan nasib sebagai tenaga pendidik
di lingkungan Kementerian Agama, dengan status Guru
Swasta dan memohon untuk dapat diangkat menjadi PNS.
Sebagai tenaga Honorer, saya dan kawan-kawan merasa
diperlakukan kurang adil dan menyampaikan pengaduan
sebagai berikut :
a. Saya dan rekan-rekan seprofesi telah mengabdi dengan
masa kerja lebih dari 10 (sepuluh) tahun, namun belum
diangkat menjadi PNS, di lain pihak ada honorer yang
masa kerjanya kurang dari 10 (sepuluh) tahun sudah
terlebih dahulu diangkat menjadi PNS.
b. Amanah Konstitusi sangat jelas mendukung UndangUndang Dasar 1945, dalam mencerdaskan bangsa, dan
turut membantu terwujudnya Generasi bangsa yang
berakhlak mulia.
c. Setiap warga negara berhak mendapat pekerjaan dan
penghidupan yang layak untuk kemanusiaan, dan
jangan membiarkan rakyat fakir dan akhirnya menjurus
kekafiran.
d. Pasal 27 ayat1 UUD 1945, setiap warga negara punya
hak dan kedudukan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan.
Dengan pertimbangan tersebut, saya berharap agar
Ketua DPR RI dapat memperjuangkan nasib saya dan rekanrekan, dan apabila PP 48 Tahun 2005 merupakan ganjalan,
pengadu memohon agar Menteri Agama RI membantu
dengan memberikan pengecualian atas PP 48 Tahun 2005
tersebut.
Amin Bahrun
Banyumas, Jawa Tengah
Aspirasi Masyarakat Peduli Pilkada
Ditujukan kepada Komisi III DPR RI perihal kontradiksi
antara Pasal 158 UU No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang (PERPU) No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UndangUndang No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-undang dengan
Pasal 6 Peraturan MK RI No.1 Tahun 2015 Tentang
Pedoman Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Bahwa dalam rapat Audiensi dan Konsultasi Komisi
II tgl. 14 Januari 2016 (perumus UU No.8 Tahun 2015)
telah dinyatakan bahwa UU No. 8 Tahun 2015 tidak perlu
dijabarkan lagi karena kalimatnya sudah jelas dan Pasal
158 UU No.8 Tahun 2015 tidak dapat ditafsirkan secara
lain, selain yang dimaksud dalam UU itu sendiri.
Bahwa sesuai Pasal 158 tersebut, dasar penghitungan
persentase sebagai syarat untuk mengajukan
permohonan perselisihan ke MK adalah jumlah suara
hasil penghitungan KPU, bukan berdasarkan suara
terbanyak perolehan pasangan calon sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan Mahkamah
Konstitusi tersebut. Dalam Peraturan MK No. 5 Tahun
2015 yang diterbitkan pada 30 November 2015 (8 hari
sebelum pencoblosan) tersebut, MK menyisipkan satu
ayat tambahan, yaitu ayat (3) sehingga berbunyi:
“Persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dihitung dari suara terbanyak berdasarkan
penetapan hasil penghitungan suara oleh Termohon.”
Bahwa dengan adanya ayat sisipan tersebut,
Peraturan MK No. 5 Tahun 2015 dianggap telah
melanggar dan bertentangan dengan UU di atasnya, yaitu
UU No. 8 Tahun 2015. Komisi III DPR RI mengingatkan
MK RI untuk menghapus ayat tersebut. Eduardus Nansung
Tangerang, Banten
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
5
PROLOG
regulasi ideal untuk
kejahatan seksual
Hukuman pemberat
versus rehabilitasi. Mana
yang harus dititikberatkan
dalam rumusan
RUU Penghapusan
Kekerasan Seksual
(PKS). Diskursus ini
menyisakan kontroversi
di ranah publik. Parlemen
berusaha merumuskan
RUU yang ideal untuk
menjerat para pelaku
sekaligus merebilitasi
korban.
6
K
ekerasan seksual jadi topik
yang hampir setiap hari
dibincang oleh Badan
Legislasi (Baleg), Komisi
VIII, dan Komisi IX DPR RI. RUU ini
sudah masuk Prolegnas prioritas.
Butuh Pansus yang melibatkan banyak
anggota dari lintas komisi untuk
merumuskan RUU yang satu ini.
Desakan publik yang kuat agar ada
regulasi komprehensif yang mengatur
hukuman pemberat dan rehabilitasi,
membuat eksekutif dan legislatif
seperti berlomba merumuskan aturan.
Presiden sudah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perppu) No.1/2016
tentang Perubahan Kedua atas UU
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
Perlindungan Anak. Di dalamnya
memuat hukuman tambahan pemberat
berupa hukuman kebiri kimia, hukuman
seumur hidup, hingga hukuman mati.
Jadi, selain ada hukumam pokok yang
diatur KUHP, hukuman bagi pelaku
kekerasan seksual ditambah hukuman
pemberat tersebut.
Perppu itu mengisi kekosongan
atas hukuman yang dinilai terlalu
minim untuk sebuah kejahatan seksual
yang di luar batas kemanusiaan.
KUHP, UU Perlindungan Anak, dan
UU Pencegahan Kekerasan dalam
Rumah Tangga tidak memberi sanksi
berat bagi pelaku kejahatan seksual.
Dibutuhkan UU lex specialist untuk
genre kejahatan ini.
sangat menderita. Untuk itu, RUU PKS
yang jadi usulan DPR RI akan mengatur
secara holistik, hukuman pemberat
plus rehabilitasinya. Dari definisi, jenis
kejahatan seksual, hukuman, hingga
rehabilitasinya coba dirumuskan.
Bila sudah diundangkan,
diharapkan RUU ini kelak menjadi
UU ideal meng hadapi kejahatan
seksual. Tak ada ampun bagi pelaku,
seraya juga memberi perhatian lebih
kepada korban. Apalagi, bila korbannya
balita atau anak-anak. Yang tak kalah
pentingnya dari semua ini adalah
upaya pencegahan. Negara dituntut
hadir melindungi warganya dari
bahaya kekerasan seksual.
Negara tengah dirundung
duka dengan banyaknya
anak-anak wafat dan
menjadi korban pelecehan
seksual maupun kejahatan
seksual yang dilakukan oleh
anak di bawah umur. Ini
adalah sebuah perbuatan
yang sangat biadab, tidak
berperikemanusiaan, dan
keluar dari tradisi masyarakat
Indonesia yang humanis,
santun, sangat menghargai
sesama manusia.
Jalaludin Rakhmat Anggota
Komisi VIII DPR RI mengemukakan,
pendidikan seksual bisa jadi salah
satu cara untuk mendiagnosis perkara
nista ini. Lewat pendidikan di sekolah
maupun ling kungan masyarakat
dan keluarga, anak-anak bisa diberi
pengetahuan yang memadai tentang
alat reproduksi. Perilaku sehat dan
terlarang bisa diajarkan sejak dini.
Hukuman kebiri, menurut politisi
PDI Perjuangan ini, tak efektif
mencegah kekerasan seksual. Kebiri
hanya efektif untuk pelaku agar tak bisa
melakukan kejahtaan yang sama. Hal
yang sama diutarakan Anggota Komisi
IX DPR RI Okky Asokawati bahwa
kebiri bukanlah pencegah yang tepat.
Hukuman kebiri hanya menimbulkan
masalah sosial dan kesehatan baru
di masyarakat. Ibarat sapu kotor
digunakan untuk membersihkan
ruangan kotor. Begitulah hukuman
kebiri.
Upaya pencegahan harus dilakukan
dengan mengajak semua pihak, tidak
saja lembaga pendidikan, tapi juga
penegak hukum, tokoh masyarakat,
dan lain-lain yang secara serempak
melindungi anak-anak dan perempuan
dewasa dari ancaman kekerasan
seksual. Azriana Rambe Manalu Ketua
Komnas Perempuan, mengungkapkan,
perkosaan perempuan secara beramairamai sebetulnya cerita lama. Pola
kejahatan ini selalu berulang terjadi.
Semenatara untuk akses keadilan,
korban anak dinilainya lebih mudah
mengakses keadilan daripada
perempuan dewasa. Bila korbannya
perempuan dewasa, maka besar
kemungkinan ia bisa kehilangan
pekerjaan. Dan punya beban anak
yang diakandung bila perkosaan
itu melahirkan anak. Belum lagi
sistem hukum yang berlaku tidak
berpihak kepada korban. Banyak
kasus kekerasan seksual mentok di
kepolisian dengan alasan kurang bukti.
Komnas Perempuan mengusulkan
agar keterangan korban bisa dijadikan
alat bukti. Dengan begitu, penyidik
tinggal mencari satu alat bukti lagi
untuk menjerat pelaku biadab itu
seperti disyaratkan KUHAP. “Komnas
sudah menyampaikan kajiannya tahun
2012 lalu. Selama 2001-2011, kita
temukan setiap hari ada 35 perempuan
mengalami kekerasan seksual.
Artinya, setiap 2 jam ada 2 orang
korban,” jelas Azriana. Ironisnya, selama
ini hanya 10 persen kasus perkosaan
yang sampai ke meja hijau. Inilah
saatnya meramu regulasi yang ideal
untuk melawan kejahatan seksual. n
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
(tim redaksi)
Ketika kejahatan seksual mulai
terungkap satu per satu ke publik,
semua kita berduka sekaligus
bergandengan tangan menentang
keras kejahatan ini. Bermula dari
seorang pelajar wanita yang diperkosa
beramai-ramai, lalu dibunuh. Inilah
yang menimpa Yuyun siswi SMP
di Rejang Lebong, Bengkulu. Rasa
keadilan kita tersayat. Setelah itu,
seperti jamur yang tumbuh di musim
penghujan, kasus-kasus kejahatan
seksual lainnya terungkap satu per
satu.
Negeri ini sudah masuk darurat
kej ahatan seksual. Dan apakah
perkosaan bergerombol disertai
pembunuhan korbannya bisa
dikategorikan sebagai kejahatan luar
biasa (extra ordinary crime), sejajar
dengan korupsi, terorisme, dan
narkoba? Yang jelas, hukuman bagi
pelakunya, memang, perlu diperberat.
Apalagi, korbannya adalah anakanak atau pelakunya berulang kali
melakukan kejahatan yang sama.
“Negara tengah dirundung duka
dengan banyaknya anak-anak wafat
dan menjadi korban pelecehan seksual
maupun kejahatan seksual yang
dilakukan oleh anak di bawah umur. Ini
adalah sebuah perbuatan yang sangat
biadab, tidak berperikemanusiaan,
dan keluar dari tradisi masyarakat
Indonesia yang humanis, santun,
sangat menghargai sesama manusia,”
ucap Ali Taher.
Perdebatan pun terjadi seputar
hukuman pemberat bagi pelaku.
Hukuman penjara seumur hidup,
kebiri kimia, dan hukuman mati jadi
pilihan. Di DPR RI sendiri masih
ada pro kontra atas hukuman kebiri
dan hukuman mati. Perppu yang
dikeluarkan Presiden Joko Widodo
pada 25 Mei lalu memuat klausul
hukuman mati dan kebiri. Semuanya
bergantung keputusan hakim yang
mengadilinya kelak.
DPR RI menilai, ada yang kurang
dari Perppu tersebut. Perppu hanya
mengatur hukuman pemberat tanpa
mengatur rehabilitasi korban. Tak
terpikirkan bagaimana menyehatkan
kembali fisik dan psikis korban yang
7
LAPORAN UTAMA
Wakil Ketua DPR RI Bidang Korkesra, Fahri Hamzah
Kekerasan Seksual adalah
Persoalan Kompleks
W
akil Ketua Dewan Perwakilan
Rakyat Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat
(Korkesra) Fahri Hamzah
menegaskan bahwa dalam menghadapi
permasalahan kekerasan seksual, harus dilihat
secara menyeluruh, termasuk mengenai
sistem sosial agar jangan sampai banyak
generasi muda menjadi korban.
“Bahwa soal kekerasan seksual itu kompleks
sifatnya. Bukan hanya soal alat kelamin,” tegas
Fahri, beberapa waktu yang lalu.
Fahri mengapresiasi Presiden Joko
Widodo yang telah mengesahkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perppu) UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang
perubahan kedua UU Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak. Menurutnya,
Perppu ini memang dilahirkan dari kondisi
darurat, yang sifatnya memaksa akibat
maraknya kasus tersebut di masyarakat.
“Adanya Perppu datang dari kedaruratan
yang memaksa dan luar biasa. Jadi, dapat
dimengerti Presiden mengambil keputusan
itu,” kata politisi F-PKS itu.
Namun secara pribadi Fahri menilai,
Perppu kebiri itu hanya membunuh satu
alat kelamin saja, tanpa menyelesaikan
permasalahan sebenarnya dari motif-motif
para pelaku kekerasan seksual tersebut. Ia
menilai, permasalahan utama para pelaku
kekerasan seksual itu sebenarnya ada di
pemikirannya, sehingga hal itulah yang harus
dijadikan fokus agar bagaimana masyarakat
8
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
bisa memandang seks dari kaca mata yang
semestinya.
“Padahal riset modern mengatakan, bahwa
alat kelamin yang paling besar itu adalah
otak. Jadi yang paling harus kita bunuh agar
masyarakat tidak salah tingkah terhadap seks,
itu adalah menyembuhkan otak manusia,”
tegas Fahri.
Politisi asal dapil Nusa Tenggara Barat
itu juga menyayangkan unsur pencegahan
masih belum terakomodir dalam perppu
tersebut. Ia menilai, hal utama yang harus
dilakukan oleh pemerintah yaitu melakukan
pencegahan secara masif. Salah satunya
dengan menangkal produk pornografi yang
mudah diakses masyarakat. Menurutnya,
pornografi menjadi salah satu hal dapat
merusak otak dan pemikiran seseorang.
“Perppu itu juga harus mencakup adanya
tindakan pencegahan yang masif, karena
produk pornografi diserap orang melalui
telepon genggam dan itu dapat merusak
otaknya. Setiap hari itu kemungkinan otak
kita rusak oleh pornografi,” tandas Fahri.
Fahri mengusulkan perlunya digalang
tindakan pencegahan untuk memproteksi
masyarakat Indonesia agar tidak bisa lagi
mengakses produk pornografi. Hal itu perlu
dilakukan agar otak dan pikiran masyarakat
tidak diracuni oleh pornografi.
“Jadi sekali lagi, pencegahan yang lebih
masif, mengendalikan otak positif manusia
agar tidak rusak oleh produk pornografi,”
saran Fahri, menutup wawancara. n
(sf)
Kekerasan seksual yang belakangan ini marak terjadi terhadap anak dan
perempuan merupakan persoalan yang bersifat kompleks. Harus dilihat juga
dari sisi upaya untuk melindungi generasi muda agar tidak menjadi korban
seiring era kebebasan dan maraknya pornografi.
Padahal riset modern mengatakan,
bahwa alat kelamin yang paling besar
itu adalah otak. Jadi yang paling harus
kita bunuh agar masyarakat tidak
salah tingkah terhadap seks, itu adalah
menyembuhkan otak manusia.
foto : jaka/iw
Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
9
LAPORAN UTAMA
Ketua Komisi VIII DPR RI, M. Ali Taher
Kekerasan Seksual Perbuatan
Tidak Berperikemanusiaan
sila pertama yakni Ketuhanan Yang
Maha Esa, dan sila kedua yakni
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Dari sila ini, sudah tergambar jelas
prinsip-prinsip f ilosof i bahwa
Bangsa Indonesia sangat menghargai
nilai-nilai kemanusiaan.
“Sehingga ketika terjadi
pemerkosaan dan diskriminasi
kepada wanita dan anak-anak,
rasanya itu tidak diterima akal sehat
saya. Dengan begitu, diperlukan
tindakan pencegahan dari
sistem perundangundangan,” tegas Ali.
Politisi F-PAN ini
mengapresiasi dengan
diterbitkannya
Perppu No 1 Tahun
2016 tentang
Perlindungan
terhadap Anak menyangkut
pemberatan hukuman dan hukuman
kebiri kepada pelaku. Walaupun
hukuman kebiri masih menjadi
perdebatan, menurutnya ini sebagai
langkah awal untuk preventif.
“Konsentrasi negara melalui
Pemerintah dan DPR, bahwa kita
melakukan preventif dan penegakan
hukum itu wajib dan segera dilakukan
bersama-sama. Sehingga faktor
keinsyafan dari pelaku kekerasan itu
menjadi penting di masa mendatang,”
imbuh Ali.
Ia juga mendukung
hukuman kepada pelaku
kejahatan seksual yang
dapat memberikan
efek jera secara
permanen. Namun
i a m e m p e rc ay a k a n
hukuman seberatberatnya kepada
hakim untuk
Foto : Naefurodji/iw
K
ekerasan seksual pada
anak merebak di sejumlah
wilayah di tanah air. Daftar
kasus kejahatan seksual
anak kian bertambah panjang.
Menyusul setelah tragedi Yuyun di
Bengkulu, satu per satu aksi biadab
itu terungkap ke publik, seperti
di Surabaya, Aceh, dan Cirebon.
Rentetan kejadian ini menegaskan
darurat kekerasan anak di Indonesia
butuh solusi nyata, bukan sekadar
wacana. Permasalahan ini pun
mengundang rasa prihatin Ketua
Komisi VIII DPR RI M. Ali Taher.
“Negara tengah dirundung duka
dengan banyaknya anak-anak wafat
dan menjadi korban pelecehan
seksual maupun kejahatan seksual
yang dilakukan anak. Ini adalah
sebuah perbuatan yang sangat
biadab, tidak berperikemanusiaan,
dan keluar dari tradisi masyarakat
Indonesia yang humanis, santun,
sangat menghargai sesama manusia,”
kata Ali, saat ditemui Parlementaria
di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta,
beberapa waktu yang
lalu.
Apalagi, kata
Ali, Indonesia
m e m i l i k i
filosofi yang
sangat luar
biasa yang ada
di Pancasila,
Ketua Komisi VIII DPR RI, M. Ali Taher
10
l PARLEMANTARIA l Edisi 138 TH. XLVI - 2016
Soal hukuman kebiri, saya
kira dalam langkah jangka
pendek, kita setuju. Tapi
seperti apa teknisnya, itu
harus diperjelas dulu. Lalu
bagaimana koordinasi
antar pihak penegak
hukum, Ikatan Dokter
Indonesia (IDI), harus ada
solusi dari aspek teknisnya
di lapangan. Karena ini
menyangkut faktor disiplin,
faktor etika, hingga faktor
sumpah jabatan
Di satu sisi, masih kata Ali, perlu
konsistensi Pemerintah dalam
memberantas peredaran narkoba
dan minuman keras, hingga konten
i n f o r m a s i b e r b a u p o r n o g ra f i .
Menurutnya, peredaran narkoba
harus diberantas sampai ke akar-
Perppu No.1/2016
Pasal 81A
akarnya. Bila perlu, hukuman mati
harus diperlakukan kepada pengedar
narkoba. Informasi yang berlebihan
terkait eksploitasi seksual terhadap
perempuan dan anak melalui media
massa itu juga sangat berbahaya bagi
generasi bangsa.
“Apalagi dengan adanya Revolusi
Mental yang ditawarkan Presiden,
itu harus menj adi keharusan.
Langkah-langkah yang dilakukan
itu memerlukan tanggung jawab
bersama antara DPR, Pemerintah,
dan seluruh elemen masyarakat,”
pesan Ali.
Pencegahan dari Sisi Hukum
Ali menegaskan, pencegahan agar
kekerasan seksual tidak terjadi terus
menerus juga perlu dikedepankan.
Ia mendorong Pemerintah untuk
mengambil sikap dan langkah supaya
bisa melakukan pencegahan terhadap
kekerasan seksual ini, jangan sampai
terjadi lagi.
Politisi asal dapil Banten itu juga
mendesak Menteri Sosial RI, Menteri
PPA, Kepolisian Republik Indonesia
dan KPAI untuk bersinergi dalam
hal penanganan masalah anak pada
kebijakan dan implementasinya
yang bersifat preventif, penanganan
dan rehabilitasnya terintegrasi dari
tingkat pusat hingga daerah.
“Soal hukuman kebiri, saya kira
dalam langkah jangka pendek, kita
setuju. Tapi seperti apa teknisnya,
itu harus diperjelas dulu. Lalu
bagaimana koordinasi antar pihak
penegak hukum, Ikatan Dokter
Indonesia (IDI), harus ada solusi dari
aspek teknisnya di lapangan. Karena
ini menyangkut faktor disiplin, faktor
etika, hingga faktor sumpah jabatan,”
papar Ali.
Masalah rehabilitasi korban
kekerasan seksual juga harus menjadi
perhatian. Pasalnya, trauma akibat
kekerasan seksual itu tidak bisa
dihilangkan dalam jangka pendek,
bahkan bisa memakan waktu seumur
hidupnya.
“Soal rehabilitasi itu, bagaimana
meyakinkan anak itu agar kembali
hidup normal, mendapatkan
pendidikan dan pembinaan
yang terbaik, dibimbing ke arah
kemandirian, mendapat akses kerja,
dunia usaha dan pendidikan. Dan
kembali ke masyarakat dengan
wajah yang gembira, tidak memiliki
trauma,” harap Ali.
Ali menambahkan, pihaknya
juga meminta semua pihak untuk
terus meningkatkan sosialisasi yang
masif semua peraturan perundangundangan mengenai perlindungan
anak. Kemudian, dengan adanya
peningkatan peran masyarakat
untuk segera melaporkan kepada
instansi terkait dan pihak kepolisian
jika melihat atau mengetahui adanya
tindak kekerasan seksual terhadap
anak. n
(sf, mh)
memutuskan hukuman yang paling
pantas untuk pelaku kekerasan
seksual.
(1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7) dikenakan untuk jangka waktu
paling lama 2 (dua) tahun dan dilaksanakan setelah terpidana menjalani pidana pokok.
(2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan.
(3) Pelaksanaan kebiri kimia disertai dengan rehabilitasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan dan rehabilitasi diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
PARLEMANTARIA l Edisi 138 TH. XLVI - 2016
l
11
LAPORAN UTAMA
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Sodik Mujahid
ekerasan seksual masih
jadi PR besar yang belum
terjang kau oleh produk
perundang-undangan yang
ada. KUHP dan undang-undang terkait
belum memberi perlindungan yang
memadai bagi korban kekerasan
seksual.
KUHP dan perundang-undangan
lainnya yang menjadi rujukan selama
ini dalam penanganan kasus kekerasan
seksual justru menjadikan perempuan
sulit mengakses keadilan. Reviktimisasi
at au p o l a re l a s i a nt a ra ko r b a n
dengan pelaku, penegak hukum, dan
masyarakat harus dibenahi kembali.
Pemenuhan rasa keadilan korban harus
diutamakan.
U n d a n g - u n d a n g ( Pe r p p u) y a n g
disahkan oleh pemerintah, nilai Sodik,
masih memiliki satu kelemahan, yakni
tidak memuat rehabilitasi.
“Oleh sebab itu di DPR RI sedang
didiskusikan, apakah kita ikut
mengesahkan Perppu yang tidak lengkap
itu atau kita mengusulkan draf RUU
Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS)
menjadi UU yang di dalamnya tercakup
program rehabilitasi,” ungkap Sodik.
Menurutnya, ruang lingkup
RUU PKS harus mengatur lebih luas
terkait pencegahan, perlindungan
korban, penanganan dan pemulihan
korban kekerasan seksual, baik oleh
pemerintah, Pemda, badan pendidikan,
kembaga masyarakat, dan keluarga.
banyak dipakai. Hanya untuk kasuskasus luar biasa saja sebagai bentuk
shocktherapy. Karena sekarang sudah
ditetapkan menjadi PERPPU, menurut
saya tidak masalah, kita pakai saja,”
tandasnya.
Menjawab pertanyaan, apakah
kebiri merupakan hukuman yang ideal,
ia mengemukakan, kebiri tidak usah
dikhawatirkan, karena hanya sebagai
shocktherapy. Itu boleh saja, sepanjang
tindakan-tindakan preventifnya
dilaksanakan dengan baik.
Diskusi yang akan dilakukan
oleh para politisi di Parlemen adalah
apakah DPR RI menerima atau menolak
PERPPU itu. “Kalau DPR RI menerima,
berarti RUU PKS akan ditanggalkan.
Oleh karenanya kami ingin bekerja lebih
komprehensif, mulai dari preventif sampai
sanksi. Komisi VIII mendukung upaya
pemberatan sanksi hukum kebiri tersebut,
meskipun itu bukan satu-satunya elemen
terpenting.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Sodik Mujahid
Sejumlah kelemahan dalam
rumusan delik KUHP butuh
penyempurnaan. Para penyidik kerap
terkendala dengan tidak lengkapnya
unsur, tidak adanya sanksi yang berat,
tidak adanya rumusan perlindungan
dan hak pemulihan korban yang tepat
dan ideal. Inilah bagian dari titik
penyempurnaan atas UU yang ada.
Di tengah kesibukkannya mengi­
kuti berbagai rapat di Komisi VIII,
pertengahan Juli lalu, Parlementaria
berhasil menemui Sodik Mujahid untuk
dimintai komentarnya menyangkut
aturan hukum pemberat bagi pelaku
dan aturan rehabilitasi bagi korban.
Peraturan Pemerintah Pengganti
12
RUU ini juga mengatur peran serta
masyarakat dan kelembagaan yang
akan mengawal implementasi bila RUU
ini sudah disahkan.
Menanggapi hukuman kebiri yang
mungkin akan menimbulkan masalah
sosial baru, Sodik berpendapat, kebiri
hanya satu elemen dalam paket
hukuman pemberat bag i pelaku
dalam Perppu No.1/2016. Jika semua
program pencegahan dan penanganan
terpadu sudah dilakukan, sebetulnya
pemberatan hukuman kebiri tidak akan
banyak dipakai.
“Jika program penanganan terpadu
oleh semua stakeholder-nya sudah
berjalan, mungkin tidak akan terlalu
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
Tetapi jika kita menolak, maka RUU
PKS yang lebih komprehensif, tentu
yang akan kita dijadikan prioritas,”
ucap Sodik.
Pelaksanaan hukum kebiri bagi
pelaku tindak kekerasan seksual masih
menimbulkan kontroversi diantara
berbagai kalangan, terutama jika
dikaitkan dengan masalah Hak Asasi
manusia (HAM). Sodik berpendapat
bahwa kalau kita mengukur HAM
dengan menggunakan UUD 1945,
maka ada ruang pelanggaran. Oleh
karenanya, masalah ini harus menjadi
pertimbangan DPR RI dan pemerintah.
Jika sudah diundangkan,
pemerintah harus menanggung segala
foto : kresno/iw
K
Ini Kejahatan Luar Biasa
Di sisi lain, harus ada upaya
sistematis dan terpadu yang melibatkan
semua pihak, seperti sekolah, keluarga,
Pemda, dan para penegak hukum.
Komitmen penegak hukum penting
disoroti. “Apa artinya ada pemberatan
hukuman jika tidak ada komitmen dari
para penegak hukumnya,” papar politisi
dari dapil Jabar I itu.
Komisi VIII, lanjut Sodik,
sudah meminta Kemen PPA agar
menempatkan diri sebagai
koordinator atau leading sector
untuk menangani masalah kekerasan
tersebut. Kementerian ini yang
akan berkoordinasi dengan pihak
kepolisian, Pemda, sekolah, rumah
tangga, tempat ibadah, termasuk juga
media. Harus ada langkah-langkah
konkrit yang dilakukan dalam kondisi
darurat kekerasan sekusal.
“Kami mengkritik Menteri PPA,
karena dianggap langkah-langkahnya
belum konkrit dalam menghadapi
masalah kekerasan seksual,” ungkap
Sodik, seraya menambahkan, sudah
saatnya negara menyematkan status
kejahatan luar biasa (extra ordinary
crime) pada kekerasan seksual. Sudah
saatnya tidak ada lagi impunitas
pada kasus tindak pidana kekerasan
seksual yang secara umum terjadi pada
kelompok rentan diskriminasi, yaitu
perempuan, anak-anak, dan difabilitas.
Hadirnya RUU PKS bertujuan
mencegah segala bentuk kekerasan
seksual, melindung i perempuan
korban kekerasan seksual, menindak
pelaku kekerasan seksual, memulihkan
korban, pendampingan keluarga, dan
memberikan tanggung jawab pada
negara. n
(ryan)
risiko yang diakibatkan, termasuk
masalah anggaran yang dibutuhkan
bagi pelaksanaan hukuman kebiri
tersebut. Meskipun menurut Sodik,
implementasi kebiri hanya dilakukan
untuk kasus-kasus yang bersifat luar
biasa. Ia juga menambahkan bahwa
alokasi dana yang digunakan mungkin
bisa berasal dari Polri, Kementerian
Hukum dan HAM, atau Kementerian
Pemberdayaan Perempuan Dan Anak.
Politisi Partai Gerindra ini, prihatin
atas meningkatnya kasus kekerasan
seksual tersebut. Adanya hukuman
pemberat sangat disetujuinya. “Oleh
karenanya kami ingin bekerja lebih
komprehensif, mulai dari preventif
sampai sanksi. Komisi VIII mendukung
upaya pemberatan sanksi hukum kebiri
tersebut, meskipun itu bukan satusatunya elemen terpenting.”
Perppu No.1/2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.23/2002
tentang Perlindungan Anak
Pasal 81
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(Pasal 76D UU 23/2004: “Setiap orang dilarang
melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya
atau dengan orang lain.”)
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan
sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan, atau membujuk Anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang
yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh
anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang
menangani perlindungan anak, atau dilakukan
oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama,
pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), penambahan 1/3 (sepertiga) dari
ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang
pernah dipidana karena melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D.
(5) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1
(satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan
jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya
fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia,
pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana
penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun.
(6) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat
dikenai pidana tambahan berupa pengumuman
identitas pelaku.
(7) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri
kimia dan pemasangan cip.
(8) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok
dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
(9) Pidana tambahan dan tindakan dikecualikan bagi
pelaku Anak.
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
13
LAPORAN UTAMA
Anggota Baleg F-PDIP, Jalaludin Rakhmat
Mendiagnosis Pemicu
Kekerasan Seksual
F
foto : arief/iw
a k t o r p e m i c u ke ke ra s a n
seksual masih menjadi
perdebatan. Tapi, pelecehan
dan kekerasan seksual
disebabkan oleh kegagalan manusia
memahami seksualitasnya.
Rapat Badan Legislasi (Baleg)
baru saja usai. Banyak rancangan
undang-undang (RUU) dibahas di
dapur legislasi ini. Dan salah satu
RUU yang jadi desakan publik untuk
segera diselesaikan adalah RUU
Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
Parlementaria menemui Anggota
Baleg dari F-PDI Perjuangan Jalaludin
Rakhmat untuk membincang RUU
PKS. Kang Jalal, begitu ia biasa disapa,
memberi pandangan holistik soal ini.
Kegagalan manusia memahami
seksualitasnya selalu luput dari banyak
kupasan tentang skandal
perilaku sesat seksual. Salah
satu pengertian umum
tentang perilaku sesat
seksual adalah tindakan
pelecehan
d a n
14
kekerasan, baik fisik maupun psikis
terhadap korban perempuan dewasa
atau anak-anak. Satu hal yang perlu
dimengerti, pada dasarnya perempuan
dan laki-laki secara kodrati adalah
makluk seksual.
Perempuan boleh jadi didakwa
sebagai objek, tetapi sebagai
makluk seksual, de facto, ia jelas
punya kebutuhan yang sama dengan
kaum lelaki. Yakni kebutuhan untuk
memenuhi hasrat seksnya. Jadi secara
umum, baik lelaki maupun perempuan
sebenarnya merupakan objek dari
hasrat seksualnya sendiri.
Jalal menitikberatkan pada faktor
pemicu yang menjadikan seseorang
melakukan penyimpangan seksual.
Menurutnya, mendeteksi secara dini
faktor penyebab kekerasan
seksual, bisa menghentikan
tindakan kekerasan
seksual itu sendiri.
Untuk mendeteksinya,
dia menyarankan agar
dilakukan penelitian
secara serius, sehingga semua masalah
bisa teratasi secara lebih teratur.
“Mestinya ada sebuah research yang
akurat tentang provokator-provokator
yang menyebabkan adanya kekerasan
seksual. Itulah yang harus dihambat.
Yang saya maksud provokator itu
bukan hanya orang, tapi unsur-unsur,
faktor-faktor yang memudahkan orang
untuk melakukan tindakan kekerasan,”
jelasnya.
Menurut Jalal, yang juga jadi
masalah adalah gabungan antara
seksualitas dan agresivitas pelaku.
Dia menilai, bukan hanya nafsu
seksualnya yang berlebihan, tapi juga
kecenderungannya untuk melakukan
secara agresif. Nafsu seksual yang
berlebihan seharusnya bisa dikanalisasi
dengan cara yang tidak menimbulkan
kekerasan.
“Garis bawahnya adalah tindakan
kekerasan seksual. Bisa saja nafsu yang
berlebih-lebihan disalurkan sehingga
melakukan tindakan kekerasan,”
ungkap politisi dari dapil Jawa Barat II
Mendeteksi secara
dini faktor penyebab
kekerasan seksual,
bisa menghentikan
tindakan kekerasan
seksual itu sendiri.
Untuk mendeteksinya,
dia menyarankan agar
dilakukan penelitian
secara serius
Anggota Baleg F-PDIP,
Jalaludin Rakhmat
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
sanksi tambahan berupa kebiri kimiawi
terlalu berlebihan jika diterapkan. Saat
yang sama, DPR RI sendiri sedang
membahas RUU PKS. Butuh waktu
panjang sampai RUU ini disahkan.
Namun, tutur mantan Kepala
Sekolah Muthahari Bandung ini, untuk
sementara waktu Perppu sudah cukup
untuk menangani darurat kekerasan
seksual, walaupun masih menyisakan
isu kontroversial seperti kebiri.
Hukuman kebiri tidak sepenuhnya
bisa mencegah terjadinya kekerasan
seksual. “Pengebirian tidak akan
memberikan efek jera kepada yang lain.
Mungkin hanya untuk pelaku, karena
dia tidak bisa melakukannya lagi.”
Dalam pandangan Jalal, pendidikan
seksual bisa jadi salah satu cara
untuk mendiagnosis perkara nista
ini. Pendidikan bisa memposisikan
perilaku secara tepat dan sehat, serta
tidak merugikan orang lain. Inilah
langkah antisipatif untuk mencegah
makin membabi butanya perilaku seks
yang ngawur.
Namun, karena isu seks sangat
bersinggungan dengan wilayahwilayah yang sensitif dalam
masyarakat, mulai dari soal agama,
adat ketimuran, hingga pertimbangapertimbangan yang lebih politis
sifatnya, maka kesimpulan tersebut
sulit untuk di-follow up lebih lanjut
sebagai sebuah konsep yang matang
untuk diintegrasikan dalam kurikulum
pendidikan yang ada.
Akhirnya urusan yang penting
untuk digarisbawahi di sini adalah
problem solving yang mendasar pada
masalah ini. Perempuan dan anak
yang selalu menjadi korban kekerasan
seksual dengan seluruh bag ian
tubuhnya harus dihormati, termasuk
oleh perempuan itu sendiri. Secara
abstrak, barangkali anjuran menyusun
konsep untuk menghindari kegagalan
pemahaman manusia terhadap
seksualitas bisa menjadi langkah awal
mencari jalan keluar. n
(eko)
ini. Faktor situasi ekonomi, sambung
Jalal, bisa juga menjadi pemicu
timbulnya hasrat tak terkendali
itu. Kemiskinan bisa menimbulkan
perasaan marah atau tindakan kasar
akibat kekecewaan yang kemudian
dilampiaskan kepada orang lain.
“Misalnya orang yang mengalami
frustasi, kemudian dia tidak juga
bisa melakukan hubungan seksual.
Frustasinya itu akan mengakibatkan
tindakan kekerasan seksual. Contoh
kasus yang terjadi di Tangerang.
Menurut saya, itu mengalami gangguan
mental karena frustasi. Orang kalau
frustasi dia agresif,” ungkap pakar
komunikasi itu. Masih banyak faktor
pemicu lainnya yang menyebabkan
kekerasan seksual.
Sementara mengomentari Per­
aturan Pemerintah Pengganti UndangUndang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016
tentang Perubahan Kedua UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, Jalal menilai,
Perppu No.1/2016
Pasal 82
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
(Pasal 76E dalam UU No.23/2004: “Setiap orang
dilarang melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat,
melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk
anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul.”)
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang
yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh
anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang
menangani perlindungan anak, atau dilakukan
oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama,
pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), penambahan 1/3 (sepertiga) dari
ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang
pernah dipidana karena melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E.
(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1
(satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan
jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya
fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia,
pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat dikenai
pidana tambahan berupa pengumuman identitas
pelaku.
(6) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sampai dengan ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa
rehabilitasi dan pemasangan cip.
(7) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok
dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
(8) Pidana tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak.
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
15
LAPORAN UTAMA
Anggota Komisi VIII DPR RI, Dwi Astuti Wulandari
Sikap Peduli Masyarakat
Harus Ditingkatkan
16
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
tegas Ade.
Sebagai legislator, Ade berharap
Pemerintah juga memperkuat
pengamanan instrumen penegak
hukum, diantaranya kepolisian
dan kementerian terkait. Ia
mendorong Pusat Pelayanan
Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak
(P2TP2A) dapat
meningkatkan perannya.
“Kalau menurut saya,
peran P2TP2A masih
sangat minim. Setiap
Komisi VIII melakukan
kunjungan ke
daerah, dan
foto : iwan armanias
K
e k e r a s a n s e k s u a l p a d a mencegah kekerasan yang terjadi
perempuan dan anak semakin pada anak. Anak usia dibawah 18
m e n i n g k a t . W a l a u p u n tahun, masih dianggap anak-­a nak,
s e b e n a r n y a k e k e r a s a n dan memerlukan asuhan dan
seksual sudah marak terjadi dari dulu, b i m b i n g a n d a r i o ra n g
namun kini lebih mudah terungkap tuanya. Saya melihat
ke publik. Masyarakat dinilai sudah b a n y a k o r a n g t u a
berani melaporkan kejadian kekerasan y a n g l a l a i . K i t a
seksual di lingkungan sekitarnya.
tidak boleh hanya
Anggota Komisi VIII DPR RI Dwi menggantungkan
Astuti Wulandari mengapresiasi m a s a l a h i n i
sikap aware atau sadar masyarakat kepada pihak yang
terhadap lingkungan sekitarnya. b e r w a j i b , a t a u
Walaupun terkadang sikap ini belum Pemerintah saja.
berlaku di seluruh lapisan masyarakat. D a r i d a l a m d i r i
Politisi yang akrab dipanggil Ade ini kita juga harus
mendorong, sikap peduli terhadap d i p e r k u at ,”
ling kungan sekitar dapat lebih
ditingkatkan.
“Kesadaran masyarakat sudah ada.
Tapi kalau dikatakan 100 persen aware,
ya belum. Apalagi yang di daerah-­
daerah, kalau terjadi sesuatu
cenderung ditutup-tutupi. Tapi
sekarang informasi di media
sudah sangat marak, saya
kira banyak masyarakat yang
melaporkan kasus ini,” kata
Ade kepada Parlementaria,
s a at d it e m u i d i r u a n g
kerjanya, Gedung DPR RI,
Senayan, Jakarta, beberapa
waktu yang lalu.
Ade menambahkan,
untuk meminimalisir
kasus kekerasan seksual
pada perempuan dan anak,
masyarakat tidak boleh
lengah. Setiap sisi harus
diperkuat. Orang tua dan
keluarga juga memegang
peranan penting dalam
mencegah agar si anak tidak
menjadi korban atau pelaku
kekerasan seksual.
Anggota Komisi VIII DPR RI,
“Peran orang tua sangat
Dwi Astuti Wulandari
penting. Terutama untuk
Dorong Pemberatan Vonis Hukuman
Untuk meminimalisir meningkatnya
ke ke ra s a n s e k s u a l , Pe m e r i nt a h
mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang­undang Nomor 1
Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua
atas UU Nomor 2 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Perppu ini kadang
disebut juga dengan nama Perppu
Kebiri. Ade menilai, penerbitan Perppu
ini tidak berada di momentum yang
tepat.
“Momennya tidak tepat. Saya
sangat tidak setuju dengan Perppu
ini. Dikeluarkannya Perppu ini harus
ada dasarnya, seharusnya dikeluarkan
dalam keadaan darurat. Jika dikatakan
darurat, tentu saja tidak. Secara jujur,
ini bukan dalam keadaan darurat.
Apalagi soal hukuman ini sudah diatur
dalam KUHP, sehingga tidak ada
urgensi untuk dikeluarkannya Perppu,”
analisa Ade.
Namun Ade mencoba menelisik
isi dari Perppu yang ditandangani
Presiden Joko Widodo pada 26 lalu
itu. Ia menilai, seorang Presiden
sekalipun tidak bisa menambahkan
elemen hukuman kepada UU. Hal
itu berpotensi menyalahi aturan.
Sebagaimana diketahui, dalam Perppu
itu disebutkan salah satunya adalah
hukuman kebiri dan pemasangan
microchip.
“Masalah kebiri dan microchip
itu tidak bisa menambahkan elemen
hukuman baru. Soal hukuman kebiri,
saya tidak setuju. Ini bukan hanya
masalah Hak Asasi Manusia, tapi
tindakan itu tidak akan menyelesaikan
maslaah. Karena yang sakit itu
mindset si pelaku, bukan pada alat
kelaminnya.Tapi yang dikebiri malah
alat kelaminnya, tetap tidak merubah
mindset,” nilai Ade.
Seorang korban
pemerkosaan tidak cukup
didampingi dalam waktu
jangka pendek saja, tapi
bila perlu sampai bertahuntahun. Jika korban sudah
dikembalikan kepada
keluarganya, tetap harus
ada pendam­pingan dari
petugas P2TP2A, yang aktif
mendampingi, bukan pasif.
Ade menilai, jika pelaku dikebiri,
dapat menimbulkan masalah tersendiri.
Si pelaku bisa bertindak lebih brutal
dengan membunuh, karena selama ini
tidak tersalurkan. Atau ironisnya lagi,
pelaku menjadi gila, dan melakukan
bunuh diri.
“Ini pernah terjadi di masa lalu.
Kalau masalah microchip, kita mau
menaruh microchip itu ke dalam
tubuh seseorang. Kalau yang dipasangi
microchip 5 juta orang, berarti yang
harus mengawasi sangat banyak.
Jangan sampai kedua hukuman ini
menjadi useless,” nilai Ade.
Sementara terkait hukumans
penj ara, politisi asal dapil DKI
Jakarta I itu tidak melihat keseriusan
Pemerintah untuk membasmi masalah
ini. Pasalnya selain hukuman kebiri,
dalam Perppu itu disebutkan untuk
hukuman kekerasan seksual itu hanya
10 sampai 20 tahun saja.
“Harusnya kalau memang Peme­
rintah bersikeras dan konsentrasi
mengatasi masalah ini, diperberat
hukumannya saja. Bisa hukuman mati,
seumur hidup. Ini kan ketahuan hanya
mau menonjolkan isu kebirinya saja.
Sekarang tidak ada hukuman seumur
hidup bagi pemerkosa. Sehingga UU
nya harus diubah dulu. Arah dari UU
itu harus pemberatan hukum pada
pelaku,” tegas Ade.
Ade juga melihat, dalam Perppu tidak
disebutkan mengenai hukuman kepada
pelaku gengrape, atau pemerkosaan
secara berkelompok. Padahal, kasus
ini yang marak terjadi. Menurutnya,
Pemerintah tidak konsentrasi terhadap
permasalahan yang saat ini hadapi.
Ia berjanji, akan memasukkan poin
itu dalam pembahasan Rancangan
Undang­undang Penghapusan Keke­
rasan Seksual (RUU PKS) yang saat ini
dibahas DPR RI.
Menurut Ade, RUU PKS yang sedang
dalam tahap pembahasan itu masih
berkonsentrasi pada hukuman pelaku,
belum pada penanganan korban. Ia
mengusulkan, dalam RUU juga dibahas
mengenai rehabilitasi korban. Dalam
UU bisa disebutkan mengenai jangka
waktu rehabilitasi dan pendampingan
korban kekerasan seksual.
‘Saya juga terpikir untuk mema­
sukkan unsur tanggung jawab orang
tua dalam UU. Apapun yang terjadi
kepada anak, orang tua juga turut
bertanggung jawab. Jika anak menjadi
pelaku dari kekerasan seksual, orang
tua juga turut mendapat hukuman.
Karena tidak bertanggung jawab pada
anaknya. Peran orang tua sangat
penting dalam hal ini. Tapi peran
Pemerintah dalam hal ini juga tidak
dapat dikesampingkan,” usul Ade.
Menutup sesi wawancara, Ade
berharap RUU PKS nantinya jika
disahkan, tidak tumpeng tindih dengan
Perppu Kebiri. Ia meminta Pemerintah
untuk meninjau kembali isi Perppu. Ade
berpesan agar peraturan perundangan
tidak menyalahi aturan konstitusi.n
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
(sf )
meninjau P2TP2A, kami melihat belum
banyak fasilitas yang kita temukan.
Misal relawan dan staf yang minim,
termasuk sarana dan prasarananya,”
nilai Ade.
Menurut politisi F­
-PD itu,
seharusnya dalam P2TP2A itu
memiliki semacam Rumah Aman,
untuk mengamankan dan membimbing
korban kekerasan seksual. Bila
perlu, P2TP2A bekerjasama dengan
Kementerian Sosial, sehingga
ada sukarelawan yang bergabung
mendampingi korban kekerasan.
“Seorang korban pemerkosaan
tidak cukup didampingi dalam
waktu jangka pendek saja, tapi bila
perlu sampai bertahun­ tahun. Jika
korban sudah dikembalikan kepada
keluarganya, tetap harus ada
pendampingan dari petugas P2TP2A,
yang aktif mendampingi, bukan pasif,”
saran Ade.
Di satu sisi, Ade juga mendorong
Pemerintah untuk meningkatkan
program pencegahan, yang dinilainya
mas ih k uran g. Ia m e nya ra n k a n
untuk memperbanyak penyuluhan
mencegah kekerasan seksual kepada
masyarakat. Ade memastikan, dirinya
siap membantu jika dibutuhkan untuk
kegiatan penyuluhan.
17
LAPORAN UTAMA
Anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanul Haq
Menghapus Kekerasan Seksual
dengan Pendidikan Seks
M
Anggota Komisi VIII DPR RI,
Maman Imanul Haq
18
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
:k
foto
o
resn
/iw
engapa seks harus
tabu diperbincangkan,
sepanjang untuk pen­
didikan. Tak ada yang
menyangkal bahwa seks penting dalam
perkembangan hidup. Namun, seks
tanpa aturan juga akan mengakibatkan
permasalahan sosial yang berat.
Dalam dunia pendidikan, seks
ditawarkan dalam pelajaran biologi
plus. Dalam pendidikan seks,
selayaknya ditanamkan pemahaman
kepada para pria bahwa dirinya tidak
bisa menghindar dari tanggung jawab
melindungi semua wanita. Apalagi,
yang dihadapi wanita hamil, menyusui,
dan wanita yang sedang merawat
balita.
Parlementaria berbicang dengan
Anggota Komisi VIII DPR RI
Maman Imanul
Haq soal sex
education untuk
menghapus
kekerasan
seksual yang
s e l a m a
ini masih marak terjadi di tengah
masyarakat. Kekerasan seksual harus
dicari akar per­masalahannya. Manusia,
khususnya perempuan dengan seluruh
bagi­a n tu­b uhnya harus dihor­m ati,
termasuk oleh perempuan itu sendiri.
Pola pikir inilah yang harus dijaga oleh
semuan insan berakal sehat.
“Sex Education ha­rus mengajarkan
seks yang sehat. Kita juga menginginkan
Kementerian Agama mem­p erkuat
pembentukan karakter lewat kuri­
kulum di madrasah, pesantren, dan
lewat khutbah-khutbah di mimbarmimbar agama, baik di masjid, gereja,
dan di mana pun,” seru Maman,
pertengahan Juni lalu.
Politisi dari Fraksi Partai Kebang­
kitan Bangsa (PKB) ini memberi contoh
tentang pendidikan seks di lembaga
pendidikan pesantren yang dia pimpin.
“Pesantren saya namanya Al-Mizan
di Jatiwangi, Majalengka. Tiap hari
Jumat ada nama materi Srikandi.
Anak-anak kelas SMP yang akan
balig mulai belajar hak reproduksi,
bagaimanan seks yang sehat dan
sesuai dengan standar syariat dan
kesehatan. Kita juga ajarkan mereka
berani menyuarakan kebenaran dan
keadilan,” ungkap Maman.
Dengan cara ini, sambung Maman,
anak didik akan bisa melawan, ketika
ada yang akan melakukan pelecehan
bahkan kekerasan seksual. Mereka
bisa melakukan perlawanan, tidak
diam saja karena takut. Pendidikan ini
juga mengajarkan keberanian untuk
menolak perlakuan tidak senonoh dan
merusak hak reproduksi.
yang terkait Kemensos, PPA, lalu
Kemendikbud dan sebagainya, semua
masuk di sana, sehingga betul-betul
anak Indonesia terlindungi. Negara
hadir untuk melindungi anak-anak
kita,” harap Maman.
Pada era informasi ini, seksualitas
manusia memang telah mengalami
revolusi baru yang jauh lebih mutakhir,
karena didukung oleh perangkat
teknologi informasi. Wacana baru
ini otomatis membawa sejumlah
Masyarakat ikut berperan
dalam mewujudkan
iklim sosial yang penuh
penghormatan kepada
hak-hak kepribadian
seseorang. Masyarakat
yang sakit sering ditandai
dengan menggilanya
ekspresi prilaku seksual
yang terjadi di dalamnya.
implikasi yang lebih kompleks lagi
dalam persoalan seksualitas manusia
secara keseluruhan.
“PKB juga mendorong kemen­
terian lain, seperti Menteri Komu­
nikasi dan Informatika untuk
menggiatkan kembali panel-panel
yang bisa memblok situs-situs
pornografi, sehingga situs-situs
pornografi tidak gampang masuk
di android gadged,” harap Maman.
Pengguna teknologi yang tidak bijak,
akan menyuburkan pornografi dalam
kehidupan masyarakat modern.
Maman juga mengharapkan,
dalam penanganan masalah sosial
ini ada payung hukum yang bisa
menihilkan kekerasan seksual. Oleh
sebab itu, dia mendorong legislator
yang bertugas di Badan Legislasi,
agar RUU Penghapusan Kekerasan
Seksual (PKS) menjadi RUU prioritas.
Di Baleg, RUU PKS sudah jadi nomor
satu, sehingga tinggal menunggu
masuk dalam paripurna untuk
secepatnya disahkan.
“Paling tidak 2016 ini kita
sudah punya Undang-Undang
Penghapusan Kekerasan Seksual.
Dan ada kata kunci juga, yaitu
tentang rehabilitasi. Rehabilitasi
bukan hanya pada korban, tapi juga
pada pelaku, dan pelaku anak-anak.
Problem kita sekarang adalah yang
jadi korban anak-anak dan yang jadi
pelakunya juga anak-anak.” n
(eko)
Bagi remaja, seks seharusnya
terkait dengan cinta, bukan pele­
ce­han, apalagi kekerasan. Maman
menjelaskan dalam Kitab Safinah
sudah ada pendidikan seks yang
sehat. “Misalnya, bagaimana
mengenal alat reproduksi, cara
kita kencing, cara kita mengenal
perempuan, menstruasi, dan lain
sebagainya,” ungkap Maman.
Cara-cara yang islami itu diha­
rapkan membuat semua orang
terbuka dalam membincang seks.
Sekali lagi, seks bukan sesuatu
yang tabu dan seks bukan hanya
yang tertutup. Karena dianggap
tabu dan tertutup itulah, kata
Maman, perempuan yang mengalami
pelecehan seksual diam membisu.
Apalagi bila yang melakukannya
adalah gurunya sendiri di sekolah.
Pada bag ian lain, sambung
Maman, masyarakat ikut berperan
dalam mewujudkan iklim sosial
yang penuh penghormatan kepada
hak-hak kepribadian seseorang.
Masyarakat yang sakit sering
ditandai dengan mengg ilanya
ekspresi prilaku seksual yang terjadi
di dalamnya. Unsur kekerasan pada
umumnya dominan dalam fenomena
seksualitas manusia dengan segala
perangkat baru yang mendukung.
“PKB juga mendorong perlin­
dungan anak berbasis masyarakat,
sehingga nanti seluruh kementerian
Perppu No.1/2016
Pasal 82A
(1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (6) dilaksanakan selama dan/atau setelah terpidana
menjalani pidana pokok.
(2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
19
LAPORAN UTAMA
Sebaiknya Dihukum Mati
fenomena sosial yang mengerikan.
Satu per satu korban berjatuhan
yang mayoritas anak-anak. Diperkosa
beramai-ramai lalu dibunuh. Publik
mengecam kebiadaban para pelaku
pemerkosa. Korban dan keluarganya
harus mendapat rehabilitasi yang
mema­dai.
“Saya mengapresiasi pemerintah
yang cukup tanggap
dengan menge­
luarkan Perppu
se­b agai peng­­
ganti UndangU n­­d a n g
Per­lin­dung­
an Anak.
A r­­t i n y a ,
pemerintah
Anggota Komisi IX DPR RI,
Okky Asokawati
20
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
cukup tanggap menghadapi
fe­nomena sosial dan cukup sensitif
menanggapi kehendak masyarakat
yang meng­inginkan pemberian sanksi
yang seberat-beratnya. Perppu itu
berisi hukuman kebiri dan hukuman
mati,” ujar politisi PPP ini.
Okky mempertanyakan mengapa
Perppu ini tidak direspon positif
oleh IDI. Dan mengapa pemerintah
tidak mengajak bicara IDI saat
Perppu ini disusun. Itu artinya,
kata Okky, Perppu ini belum secara
komprehensif dirumuskan. Dia menilai
isi Perppu memang hanya berfokus
pada pemberatan hukuman. Belum
memberi keadilan bagi para korban.
Dan kini, DPR RI sudah menginisiasi
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
(PKS) yang lebih komprehensif.
“Kare na Pe r p p u tidak kom­
prehensif, lantaran tidak ada pasalpasal yang memberi keadilan bagi
para korban, maka lintas fraksi di DPR
RI menginisiasi RUU PKS dan sudah
masuk dalam Prolegnas Perubahan
2016. Kami membahasnya dari
b e r b a g a i s u d u t p a n d a n g ,”
ungkap Okky.
foto : naefurodji/iw
P
erppu sudah dikeluarkan
Presiden sebagai pemberat
hukuman bag i predator
kejahatan seksual. Hukuman
kebiri kimia hingga hukuman mati jadi
alternatif bagi hakim untuk memilih
hukuman pemberat sesuai kadar
tindak pidananya. Namun, hukuman
kebiri menyisakan masalah kesehatan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pun tak
mau menjadi eksekutor kebiri.
Di ruang kerjanya yang tertata
rapi, Parlementaria menemui
Anggota Komisi IX DPR RI Okky
Asokawati untuk berbincang
RUU Penghapusan Kekerasan
Seksual. Perspektif Komisi IX
pun perlu didengar, karena mitra
kerjanya adalah Menteri Kesehatan
dan IDI, dua institusi yang sangat
dekat dengan perkara kebiri yang
tercantum dalam Perppu.
Okky mengapresiasi terbitnya
Perppu Nomor 1 Tahun 2016
tersebut seiring maraknya kasuskasus kekerasan seksual
belakangan ini. Inilah
respon positif dari
pemerintah melihat
foto: harianindo.com
Mengomentari hukuman kebiri
yang jadi perbincangan publik, Okky
melihat, hukuman jenis ini menyisakan
banyak masalah kesehatan bagi pelaku
yang pada gilirannya jadi masalah
sosial baru. Kebiri sendiri merupakan
upaya penghentian kebutuhan dasar
makhluk hidup. “Sexual drive itu,
kan, basic need. Ketika dikebiri, besar
Politisi PPP itu menjawab, hukuman
mati sangat ideal dan setimpal dengan
perbuatan para penjahat seksual. Apalagi
banyak korbannya dibunuh. Anak-anak
dan remaja putri jadi korban yang terus
berjatuhan. “Saya lebih setuju hukuman
mati saja. Itu hukuman berat yang paling
pas dan tidak meninggalkan masalah
lagi,” tandasnya.
Hukuman berat itu sangat setimpal
bila melihat kerusakan mental dan
fisik korban. Penderitaan korban,
aku politisi dari dapil DKI II ini,
sangat dirasakan teman dekatnya
yang menjadi korban kekerasan
seksual. Sang pelaku adalah pamannya
sendiri, hingga korban punya anak
dari hubungan paksa tersebut.
Penderitaanya luar biasa. Butuh
rehabilitasi seumur hidup. Bahkan,
butuh konsultasi dengan psikolog
dalam jangka waktu lama.
“Dia enggak bisa lupakan penga­
lamannya itu. Kisahnya sangat
memilukan. Perlu konsultasi psikologi.
Saat rapat dengan Menkes, saya
sarankan, agar konsultasi psikologi
m a s u k ke d a l a m j a m i n a n BPJ S
Kesehatan termasuk visumnya.
Biayanya mahal. Kasihan bila korban
harus menanggung pula semua biaya
konsultasi,” ungkap Okky mengakhiri
perbincangan. n
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
(mh)
Hukuman mati sangat
ideal dan setimpal dengan
perbuatan para penjahat
seksual. Apalagi banyak
korbannya dibunuh. Anakanak dan remaja putri
jadi korban yang terus
berjatuhan. “Saya lebih
setuju hukuman mati saja. Itu
hukuman berat yang paling
pas dan tidak meninggalkan
masalah lagi.
kemungkinan yang bersangkutan akan
memiliki dorongan agresitivitas yang
lebih kuat lagi.”
Dampak medis yang muncul dari
kebiri pada laki-laki salah satunya
adalah perubahan fisik menjadi lebih
feminin. Ini ditunjukkan dengan
payudara membesar. Karakter feminin
pun muncul, karena hormon estrogen
(hormon kewanitaan) diproduksi lebih
banyak. Ini bisa jadi masalah baru yang
menimbulkan keresahan sosial. Tulang
keropos hingga kanker juga jadi efek
lainnya dari kebiri.
Walau Okky mengapresaiasi
kehadiran Perppu yang berisi pemberat
hukuman bagi para pelaku kejahatan
seksual, namun hukuman kebiri perlu
didalami kembali, karena efek medis
dan sosialnya yang sangat luas. Belum
lagi hukuman kebiri membutuhkan
anggaran yang tidak sedikit. “Kita perlu
mengajak kembali IDI untuk bicara.
Kita perlu mendengarkan berbagai
efek medis kebiri dan mengapa pula
IDI sampai kini belum bersedia jadi
eksekutor kebiri.”
Mengutip statemen dr Boyke, Okky
menyatakan, penerapan sanksi kebiri
sama dengan menyapu ruangan kotor
dengan sapu kotor. Banyak masalah
yang ditinggalkan dari penerapan
kebiri. Lalu, hukuman apa yang ideal?
21
LAPORAN UTAMA
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise
foto : kresno/iw
Kekerasan Seksual
Seperti Fenomena Gunung Es
Sejumlah kasus kekerasan
seksual pada perempuan
dan anak di Indonesia masih
terus terjadi sepanjang tahun
2016. Akar permasalahan dari
kasus-kasus kekerasan dan
kejahatan seksual terhadap
perempuan dan anak dinilai
bersifat multidimensi dan
multikompleks.
22
M
enteri Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak
(PPPA), Yohana Yembise
mengatakan, permasalahan
ini berakar dari permasalahan
ekonomi, sosial-budaya, kesehatan
jiwa, pengasuhan dalam keluarga,
pendidikan, penegakan hukum,
komitmen politik, hilangnya nilainilai karakter bangsa, hingga masalah
kurangnya lingkungan yang kondusif.
Ia menyebutnya sebagai fenomena
gunung es. Selama tahun 2016,
mencatat sudah ada lebih dari 5.000
kasus pencabulan anak.
“Sudah banyak sekali jumlah
kasusnya. Itu kita katakansebagai
fenomena gunung es. Yang terlapor
itu, kalau anak-anak sudah 5.769
untuk anak-anak sampai 2016. Itu
dari kepolisian unit perempuan dan
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
anak dan pusat pelayanan terpadu
perempuan dan anak,” kata Yohana,saat
memberikan di salah satu mediaonline
nasional.
Dalam rilis di situs Kementerian
PPPA, Yohana mengatakan, sejumlah
faktor penyebab terjadinya kekerasan
dan penelantaran terhadap anak,
diantaranya pemahaman orang tua
tentang pola pengasuhan anak masih
terbatas, keterbatasan waktu orang
tua untuk berkomunikasi dengan anak,
hingga kemajuan teknologi seperti
handphone dan internet yang ternyata
lebih banyak memberikan dampak
negatif bagi perkembangan anak.
Menurutnya, tayangan media
elektronik dan cetak lebih banyak
memberikan informasi tentang
ke ke ra s a n d a l a m ke l u a rg a d a n
masyarakat daripada perilaku saling
melindungi. Kepekaan masyarakat
Kementerian PPPA juga
mem­bentuk Satgas
Perlindungan Perem­puan
dan Anak untuk melakukan
deteksi dini terjadinya
kekerasan di masyarakat,
dan mengembangkan
perlindungan perempuan
dan anak di tingkat desa
dan kelurahan yang
berbasis pada partisipasi
masyarakat.
yakni implementasi dari kebijakan
yang telah disusun tersebut.
“Perlu dilakukan upaya antisipasi
berupa pencegahan agar kekerasan
dan eksploitasi terhadap anak bisa
d i h e ntikan. U p aya p e nce g ahan
tersebut memerlukan peran aktif dari
seluruh komponen masyarakat dari
tingkatan yang paling bawah, dimulai
dari tokoh masyarakat, tokoh adat,
kelompok masyarakat desa serta
peran dari teman sebaya menjadi
sangat penting. Selain itu, perlu
dikembangkan pula kerjasama yang
optimal dengan LSM dan NGO serta
akademisi yang telah melakukan
pendampingan pada masyarakat
tingkat akar rumput. Praktek terbaik
yang telah dilakukan oleh organisasi
masyarakat juga bisa dijadikan model
untuk pengembangan selanjutnya,”
papar Yohana.
Aparat Belum Maksimal
Yohana mengkritik kinerja aparat
penegak hukum dalam menangani
kasus kejahatan seksual terhadap
perempuan dan anak.Menurutnya,
aparat belum bekerja maksimal untuk
menyeret para pelaku kejahatan
mendapatkan hukuman maksimal.
“Sekadar masukan, mung kin
aparat penegak hukum kita belum
bekerja secara maksimal. Kepolisian,
Kejaksaan sampai pengadilan,” ujar
Yohana dalam keterangannya di
sebuah media online.Menurutnya,
pencarian alat bukti hingga proses
penuntutan yang tidak maksimal. Ia
mengatakan, hal ini mengakibatkan
hakim memvonis seorang pelaku
kejahatan seksual dengan hukuman
yang sangat rendah.
“Contoh, ada kasus kekerasan
seksual yang kami dapat. Namun,
keputusan sang hakim hanya satu
tahun empat bulan penjara. Sedangkan
kalau dilihat UU Perlindungan Anak,
hukuman maksimalnya itu 15 tahun
penjara dan denda paling tinggi Rp 15
miliar,” kata Yohana, membandingkan.
Soal ketegasan aparat penegak
hukum dalam melaksanakan ketentuan
pidana kejahatan seksual, dinilai masih
minim. Ia menilai, polisi lebih tunduk
pada hukum adat daripada hukum
pidana.
“Saya sudah mengunjungi PolresPolres dan bertanya bagaimana pena­
nganan (perkara kejahatan seksual).
Kebanyakan masih diselesaikan secara
adat, denda atau mediasi saja. Ada lagi
yang mengatakan, itu urusan keluarga,
kenapa harus dibawa ke sini. Ya itulah
yang kita hadapi di Indonesia,” kecewa
Yohana.
Untuk itu, ia menyerukan hukuman
mati bagi para pelaku kejahatan
seksual, terutama yang korbannya
anak. “Selain kebiri, dikasih hukuman
seumur hidup penjara, atau ditembak
mati. Nyawa dibayar nyawa, begitu.
Apa bedanya nyawa yang mati dengan
nyawa yang hidup? Sama saja toh?
Kenapa hanya narkoba saja yang bisa
dihukum mati?” tegasnya.
Oleh karena itu, Yohana meminta
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
(PKS) yang saat ini sedang dibahas
oleh DPR, menyertakan pasal yang
mengatur tentang ancaman hukuman
seumur hidup atau bahkan hukuman
mati bagi pelaku kekerasan seksual
yang menyebabkan korbannya
meninggal dunia. Pasalnya, banyaknya
kasus kekerasan seksual dengan
ancaman hukuman yang ada sampai
saat ini belum mampu menghilangkan
bahkan menurunkan kasus kekerasan
seksual. Ia berharap, RUU ini juga
segera disahkan menjadi undangundang. n
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
(sf, dep)
untuk saling berbag i dan saling
membantu semakin pudar dan lebih
banyak menonjolkan sikap masa bodoh
dan tidak peduli pada masalah sosial
di sekitarnya ditengarai menjadi satu
faktor terjadinya kekerasan seksual.
“Kondisi ini menyebabkan mun­
culnya pemahaman pada anak bahwa
kekerasan merupakan hal yang dapat
diterima sehingga anak akan diam bila
mendapatkan perlakukan kekerasan.
Masalah yang sangat mendasar adalah
relasi gender dan relasi kuasa yang
timpang antara perempuan dan laki-laki
dan antara orang tua atau orang dewasa
dengan anak-anak,” kata Yohana.
Yohana menambahkan, pihaknya
telah melakukan berbagai upaya guna
meminimalisasi jumlah kasus kekerasan
dan penelantaran terhadap anak,
di antaranya dengan membangun
komitmen di seluruh provinsi
dan kabupaten untuk melakukan
perlindungan anak bekerjasama dengan
LSM untuk melindungi anak korban,
PKK melalui program dasa wisma.
“Beberapa daerah juga telah
menyusun peraturan daerah untuk
melindungan anak. Komitmen
tersebut juga telah ditindaklanjuti
dengan penyusunan Rencana
Anak Aksi Perlindungan Anak dari
Kekerasan pada tingkat provinsi
dan kabupaten. Dalam rencana aksi
tersebut melibatkan lintas dinas dan
ormas dan LSM sesuai dengan peran
mereka,” tambah Yohana.
Pihaknya juga mendorong penegak
hukum untuk memberikan hukuman
yang memberikan efek jera pada
pelaku, dan memberikan fasilitasi
pendampingan hukum, rehabilitasi
fisik, psikologi dan sosial, termasuk
penanganan penyakit atau masalah
kesehatan lainnya melalui pusat layanan
terpadu bagi anak korban dan pelaku.
“Kementerian PPPA juga mem­
bentuk Satgas Perlindungan Perem­
puan dan Anak untuk melakukan
deteksi dini terjadinya kekerasan di
masyarakat, dan mengembangkan
perlindungan perempuan dan anak
di tingkat desa dan kelurahan yang
berbasis pada partisipasi masyarakat,”
jelas Yohana.
Melihat banyaknya peraturan
perundang-undangan dan kebijakan
terkait perlindungan anak dari
tindakan kekerasan,Yohana menilai
saat ini upaya yang perlu didorong
23
LAPORAN UTAMA
Ketua KPAI, Asrorun Ni’am Sholeh
Ketua KPAI, Asrorun Ni’am Sholeh
K
omisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI)
setidaknya sejak 2
tahun yang lalu sudah
mendorong untuk dilakukannya
pemberatan vonis pemberatan
hukuman bagi para pelaku
kekerasan seksual, kejahatan
pencabulan dan kekerasan seksual
memiliki efek yang jauh lebih besar
terhadap anak-anak.
Ketua KPAI Asrorun Ni’am
Sholeh memastikan, KPAI
mengusulkan adanya hukuman
mati sebagai huku­man maksimal.
Selain melakukan pemberatan
hukuman melalui hukum formal,
K PA I j u g a m e n g u s u l k a n a d a
sanksi sosial bagi para pelaku.
Menurutnya, apapun bentuknya,
tujuan hukuman itu adalah
menim­bulkan efek jera.
“Selama ini pelaku tidak jera.
Dari hasil pengaduan, pengawasan
serta pemantauan yang dilakukan
oleh KPAI selama 3 tahun terakhir,
telah terjadi peningkatan baik dari
24
segi kuantitas maupun kualitasnya,”
kata Ni’am, beberapa waktu yang lalu,
di Jakarta.
Ni’am menilai, faktor terjadinya
keberulangan kejahatan oleh pelaku
yang sama terhadap anak karena tidak
adanya hukuman yang menjerakan.
“Dari data di KPAI terungkap ratarata pelaku kejahatan terhadap anak
adalah residivis, bukan pelaku pidana
untuk pertama kalinya. Sehingga
memenjarakan pelaku kejahatan
terhadap anak tidak mampu meng­
hentikan tindak pidana tersebut,”
imbuh Ni’am.
Menurut Ni’am, poin hukuman
menjerakan ini sangat penting,
mengingat kekerasan seksual sudah
masuk kondisi darurat. Data KPAI
menyebutkan, angka korban pelecehan
seksual terhadap anak semakin tinggi
tiap tahun. Dari 2013 ke 2014 naiknya
100 persen, baik itu mereka yang jadi
korban ataupun pelaku.
Dari 2010 hingga 2015, KPAI juga
menerima 6.006 laporan terkait
anak yang berhadapan dengan
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
hukum. Dari laporan itu, lima kasus
tertinggi adalah masalah pengasuhan
3.160 kasus, pendidikan 1.760 kasus,
kesehatan dan napza 1.366 kasus.
Sementara itu, pornograf i dan
kejahatan dunia maya mencapai
1.032 kasus.
Ni’am menilai penerbitan Perppu
Nomor 1 Tahun 2016, atau yang
s e r i n g d i s e b u t Pe r p p u Ke b i r i ,
sangat strategis di dalam kerangka
memastikan pencegahan dan juga
penanganan kasus kejahatan seksual
anak ini secara utuh, di dalam sistem
hukum.
“Acap kali korban tidak lapor
kepada KPAI karena takut, serta
merasa hukuman yang diberikan
tidak setimpal. Hal ini yang membuat
pemerkosa semakin berani. Dengan
hukuman kebiri pelaku akan berpikir
dua kali,” tegasnya.
Ni’am memastikan, dalam Perppu
ini bukan hanya soal hukuman kebiri,
tetapi di dalamnya juga memuat
ketentuan hukuman mati bagi pelaku
kejahatan seksual terhadap anak, juga
diatur hukuman seumur hidup, juga
pidana penjara. Bahkan kemudian
diatur dalam kondisi tertentu yang
dicantumkan dalam perppu, penjara
minimal 10 tahun dan maksimal
20 tahun. Di samping pemberatan
hukuman dari pidana pokok ini, juga
ada pidana tambahan, yaitu dengan
publikasi identitas pelaku.
“Diharapkan dengan publikasi itu
ada efek jera. Di samping hukuman
pokok dan tambahan, ada tindakan,
salah satunya kebiri dan pemasangan
microchip. Ini adalah pilihan hukum
yang bisa dijadikan ruang bagi aparat
penegak hukum, dalam hal ini hakim,
untuk menentukan putusan hukum
mana yang tepat untuk memastikan
satu keadilan bagi korban,” jelas
Ni’am.n
(sf,/dep)
foto : kresno/iw
Dorong Vonis Pemberatan Hukuman
foto : andri/iw
Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait
Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait
K
omisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA)
membutuhkan UU Penghapusan Kekerasan
Seksual yang bisa menjamin anak Indonesia
terlindung i dari segala macam bentuk
kekerasan yang bisa mengancam masa depan anak.
Karena UU Perlinduangan Anak yang ada tidak
mengatur secara detail kejahatan seksual, sehingga
banyak modus kejahatan seksual yang luput dari jerat
hukum. Kehendak ini disampaikan, karena saat ini
Indonesia sedang mengalami darurat kekerasan seksual.
Di tengah masyarakat, kini terjangkit genre
pemerkosaan bergerombol. Fenomena nista ini pernah
terjadi di India. Ada 21 berandalan memerkosa satu
pelajar wanita. Data sebelum tahun 2015, kejahatan
seksual terjadi secara personal. Namun, setelah itu
Indonesia dihadapkan pada genre pemerkosaan
bergerombol. Sungguh kejadian yang menyayat hati.
Pemerkosaan bergerombol yang dilakukan oleh
anak-anak muda bukanlah kenakalan remaja biasa.
Kelakuan bandel semacam ini harus diberikan efek jera
sekaligus direhabilitasi. Melihat fenomena ini, Komnas
PA mendesak perlu adanya RUU mengatur secara detail
kejahatan seksual.
Misalnya, bila alat reproduksi korban sampai cacat
permanen, bagaimana hukumannya. Tentu harus
diperberat. Karena UU yang ada masih sangat lemah,
maka perlu dirumuskan kembali pidana tambahan
sebagai pemberat dari pidana pokoknya.
Anak-anak Indonesia punya kepentingan untuk
mengawal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
(PKS) yang sedang dibahas di DPR RI ini mulai dari
pembahasan, pengesahan, hingga implementasi. Dengan
itu, diharapkan lahir UU yang melindungi anak Indonesia
secara komprehensif.
Jangan pula merumuskan UU emosional, tapi
implementasinya tidak jalan. Fenomena gerombolan
kekerasan seksual adalah kejahatan di luar akal sehat.
Fenomena ini harus dimasukkan dalam RUU PKS. n
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
(eko)
Bukan Kenakalan Remaja Biasa
25
LAPORAN UTAMA
Ketua Komnas Perempuan, Azriana Rambe Manalu
anyak terobosan baru dalam
RUU Penghapusan Kekerasan
Seksual yang diajukan. Selain
ada hukuman tambahan,
ada juga rehabilitas komprehensif
untuk para korban kekerasan seksual.
Parlementaria pada pertengahan
Juni lalu menemui Ketua Komnas
Perempuan Azriana Rambe Manalu
untuk berbincang seputar topik
hangat yang satu ini. Pemulihan
korban harus jauh lebih dikedepankan,
selain penegakan hukum dan
upaya pencegahan. Berikut petikan
wawancaranya.
Ko m n a s P e r e m p u a n s u d a h
menghadap Presiden. Apa yang
disampaikan dan bagaimana respon
Presiden soal RUU Penghapusan
Kekerasan Seksual?
Kami melaporkan perkembangan
RUU ini. Setelah berkonsultasi
dengan berbagai pihak, saatnya kami
menyampaikan kepada presiden.
Kami sampaikan apa saja yang diatur
dalam RUU ini, apa tujuannya, dan apa
terobosan barunya. Respon Pak Jokowi
cukup baik. Beliau sepakat bahwa
kekerasan seksual butuh upaya yang
amat serius untuk menghentikannya.
Kami melaporkan data kekerasan
seksual setiap tahun. Rata-rata tiap
tahun, seperempat kasus kekerasan
terhadap perempuan yang dilaporkan
k e Ko m n a s P e r e m p u a n a d a l a h
kekerasan seksual. Dan kekerasan
s e k s u a l i t u m e n e m p at i u r u t a n
tertinggi di ranah komunitas. Komnas
Perempuan telah membagi ranah
terjadinya kekerasan. Ada ranah
personal, yaitu keluarga, ranah
komunitas, yaitu masyarakat, dan
ranah negara, yaitu relasi antara warga
negara dengan pejabat negara.
Komnas melihat, peningkatan
ang ka kekerasan seksual adalah
indikasi dari kesadaran masyarakat
26
untuk melapor. Kalau tidak dilaporkan,
kita tidak pernah tahu angkanya. Jadi,
keberanian korban untuk melapor
sudah terbangun. Sebenarnya angka
kekerasan seksual tidak pernah
diketahui angka pastinya. Angka
yang muncul itu adalah angka yang
dilaporkan saja.
Presiden menyatakan, pemulihan
korban harus dikedepankan.
Kekuatan RUU ini tidak saja
mengatur pemidanaan pelaku, tapi
juga pemulihan korban. Kita tidak
mungkin mengatur pemulihan korban
di KUHP. Untuk itulah UU
khusus ini diperlukan.
Kekerasan seksual
tidak bisa dihentikan
dengan hukum
semata. Harus
ada juga upaya
mengedukasi
masyarakat.
Ini bagian dari
pencegahan.
Masyarakat
harus diedukasi,
sehingga cara
foto : naefurodji/iw
B
Korban Perempuan Dewasa
Lebih Sulit Akses Keadilan
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
pandangnya tentang perempuan
berubah. Perempuan tidak lag i
dipandang sebagai objek seksualitas.
Pencegahan dan penegakan hukum
seperti dua sisi mata uang. Namun, kita
punya masalah serius di penegakan
hukum. Banyak kasus kekerasan
seksual diselesaikan secara mediasi,
karena kurang bukti. Dan banyak
pula korban akhirnya dinikahkan
dengan pelaku. Penyidik pun menutup
kasusnya. Jangan sampai kejahatan ini
ditoleransi dengan cara-cara seperti
itu. Mandegnya banyak di polisi,
karena unsur kejahatannya dianggap
tidak cukup bukti.
Regulasi khusus ini diperlukan
karena rumusan kekerasan
seksual dalam KUHP sudah
jauh ketinggalan zaman dari
perkembangan kekerasan
seksualnya sendiri. Kalau
masih menggunakan
KUHP, banyak yang lolos
dari jerat hukum. Kasus
kekerasan seksual yang
sampai ke pengadilan hanya
10 persen dan itu pun
semua korbannya
anak. Ini jadi
tantangan
sendiri
Ketua Komnas Perempuan,
Azriana Rambe Manalu
Kecil sekali kasusnya
melibatkan pemabuk.
Menurut saya, pemabuk
mudah ditaklukkan.
Pelaku yang sadar justru
yang jadi masalah.
Pornografi mungkin saja
berpengaruh. Anakanak kini mudah sekali
mengaksesnya
Apa yang ditawarkan Komnas
Perempuan untuk rehabilitasi
korban?
Ada pemulihan dan pember­
dayaan. Pemulihan fisik bila ala­
mi luka-luka, psikis bila alami
trauma berkepanjangan, integrasi
sosial berupa proses penerimaan
masyarakat terhadap korban,
dan ada pemberdayaan ekonomi.
Kekerasan seksual bisa menghilangkan
mata pencaharian korban. Jadi,
pemberdayaan ini harus dilakukan
oleh negara untuk memulihkan korban.
Pemberdayaan ekonomi bagi korban
merupakan terobosan dalam RUU ini,
karena tidak dikenal sebelumnya.
Ada juga restitusi yang dibebankan
kepada pelaku. Semacam ganti rugi
yang dimasukkan ke dalam putusan
pengadilan, sehingga eksekusinya bisa
kita pastikan. Peradilannya pun harus
diatur untuk mendukung pemulihan
korban. Misalnya, pemeriksaan kor­ban
lewat teleconference. Tidak meng­
haruskan korban dipertemukan de­
ngan pelaku di ruang sidang, karena
dampaknya sangat berat bagi korban.
Ada kasus, korbannya lari dari
ruang sidang karena melihat pelaku.
Ini menghambat pemulihan korban.
Kemudian keterangan korban juga
harus diakui sebagai alat bukti. Jadi
tinggal ditambah satu alat bukti lagi.
Aturan ini sudah dipraktikkan dalam
UU Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga. Inilah konkritnya
pemulihan bagi korban yang kami
tawarkan.
Kasus kekerasan seksual terjadi
beruntun hampir bersamaan
waktunya. Apa sesungguhnya yang
terjadi pada masyarakat kita. Apakah
karena pornografi dan miras begitu
mudah diakses pelaku atau ada
persoalan lain?
Diawali kasus di Bengkulu yang
terungkap. Media sosial yang ikut
meramaikan itu, membuat kasus lain
juga terungkap. Simpati masyarakat
yang terbangun mendorong korbankorban lain berani mengungkapkan.
Komnas sudah menyampaikan
kajiannya tahun 2012 lalu. Selama
2001-2011, kita temukan setiap hari ada
35 perempuan mengalami kekerasan
seksual. Artinya, setiap 2 jam 2 orang.
Sementara soal miras dan porno­
grafi yang menjadi pemicu, kita harus
berhati-hati dengan kesimpulan
ini. Justru kekerasan seksual yang
masuk ke Komnas Perempuan tidak
ada pelakunya yang mabuk. Semua
pelakunya sadar. Kecil sekali kasusnya
m e l i b at k a n p e m a b u k . Me n u r u t
saya, pemabuk mudah ditaklukkan.
Pelaku yang sadar justru yang jadi
masalah. Pornografi mungkin saja
berpengaruh. Anak-anak kini mudah
sekali mengaksesnya.
Dalam kasus Beng kulu, para
pelakunya adalah anak-anak putus
sekolah. Mereka punya waktu
banyak untuk mengakses pornografi.
Orangtuanya meninggalkan rumah
berhari-hari untuk mencari nafkah,
sehingga anaknya tidak terkontrol.
Kemiskinanlah yang ikut andil dalam
kasus ini.
Ku a l i t a s ke j a h a t a n s e k s u a l
akhir-akhir ini meningkat. Pelaku
tidak hanya memperkosa tapi juga
membunuh korban. Apakah Komnas
Perempuan punya kajian soal ini?
Kami sebenarnya melihat pola
yang berulang. Kekerasan seksual
berkelompok bukan ciri khas sekarang.
Itu cerita lama. Saat kerusuhan Mei
1998, ada 85 perempuan Tionghoa
mengalami perkoasaan secara ber­
kelompok. Itu adalah temuan Tim
Pencari Fakta. Karena masalah itu,
Komnas Perempuan ini lahir. Per­
kosaan massal itu masih disangkal oleh
pemerintah hingga kini.
Bahkan, perkosaan berkelompok
kalau kami amati, sudah terjadi pada
1965. Perkosaan berkelompok tidak
dikenal dalam KUHP. Karena ada
pola yang berulang dan jenis yang
berkembang, perlu regulasi khusus
untuk mengintervensinya.
Konkritnya Komnas Perempuan
mengusulkan hukuman apa bagi
pelaku kekerasan seksual?
Bentuk-bentuk hukuman dalam
KUHP masih relevan diterapkan
walaupun perlu ditambah. Kecuali
hukuman mati, kita sudah meratifikasi
Konvensi Hak Sipil dan Hak politik
(ICCPR). Konstitusi juga menyatakan,
hak hidup adalah hak yang tidak bisa
dibatasi dalam keadaan apa pun. Jadi,
hukuman kurungan masih relevan.
Kita tetap mengenal pidana pokok,
yaitu kurungan, rehabilitasi khusus
untuk tindak pidana tertentu, dan
restitusi. Ada hukuman tambahan
berupa kerja sosial, pembatasan ruang
gerak untuk kasus insect, pencabutan
hak politik untuk pejabat publik, dan
pengumuman putusan hakim agar
masyarakat tahu untuk efek jera.
Ja d i h u k u m a n b a d a n h a n y a
kurungan. Tak ada hukuman lagi
di negara yang sudah meratifikasi
konvensi HAM. Dan hukuman kurungan
itu bagi kami bukan hukuman yang
ringan. Itu sudah membuat pelakunya
menderita seumur hidup. Konsep
penghukuman kita sudah berubah,
mengarah ke pembinaan. n
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
(mh)
bagi perempuan-perempuan dewasa
yang menjadi korban.
Ternyata perempuan dewasa
lebih rumit mengakses keadilan
daripada korban anak. Korban dewasa
mengalami stigma yang lebih serius
daripada anak. Bagi perempuan dewasa
dampaknya sampai ke anak yang
dilahirkannya. Yang paling khas dari
kekerasan seksual ini, dia bukan saja
berdampak secara fisik atau psikis, tapi
juga berdampak pada terganggunya
relasi sosial antara korban dengan
keluarga dan masyarakat.
27
sumbang saran
Tenri A. Palallo
foto : dokpri
RUU PKS Lengkapi Regulasi
Jaminan Pemenuhan Hak
Perempuan dan Anak
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo baru saja
menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI
No 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No.23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Perppu No. 1 ini jadi
perhatian publik, karena diterbitkan untuk merespon situasi
terkini Indonesia; Darurat Anak. Perppu ini memberi jaminan
bahwa negara bersama rakyat dalam situasi genting, dan
rakyat butuh rasa aman.
A
pakah dengan Perppu ini
masalah kekerasan anak
dan perempuan selesai, jika
mencermatinya memang
belum, karena itu dibutuhkan lagi
aturan yang secara spesifik bicara
tentang kekerasan seksual. Kehadiran
RUU Tentang Penghapusan Kekerasan
Seksual (PKS) ini, melengkapi
keberadaan regulasi lain yang intinya
memberikan jaminan pemenuhan
hak perempuan dan anak-anak
Indonesia. Selama ini, perlindungan
korban menurutnya tak diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP), Undang-Undang
Peng hapusan Kekerasan Dalam
28
Rumah Tangga, dan Undang-Undang
Perlindungan Anak.
Draf RUU PKS, jadi konsumsi publik,
dapat diakses melalui media online. Itu
artinya para pemerhati sudah dapat
memberi masukan terhadap pasalpasal yang terkandung dalam regulasi
tersebut. Sekedar informasi, RUU PKS
merupakan Program Legislasi Nasional
(Prolegnas) Prioritas 2016 dan menjadi
inisiatif DPR. Komnas Perempuan
berperan aktif, termasuk menemui
presiden dan memberikan draf RUU
ke DPR-RI.
Draf RUU PKS ini terdiri
dari 145 pasal termasuk ketentuan
peralihan, khusus untuk ketentuan
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
umum, Bab I pasal 29 berbunyi
Pusat Pelayanan Terpadu berbasis
rumah sakit atau lembaga lain untuk
menangani perempuan dan anak
korban kekerasan seksual meliputi;
pelayanan pengaduan, medis,
medikolegal, psikososial, dan bantuan
hukum secara lintas fungsi dan lintas
sektor.
Membaca secara seksama
draf RUU PKS, masih diperlukan
penjabaran secara teknis, melalui
peraturan pemerintah dan peraturan
daerah. Memang, titik berat draf
RUU PKS yaitu perlindungan korban
dan pemberatan hukuman bagi si
pelaku. Untuk mencoba memastikan
kekerasan seksual tidak berulang, tidak
saja lewat hukuman tapi juga upayaupaya pencegahan yang melibatkan
berbagai pihak.
Beberapa bentuk hukuman yang
ditawarkan oleh Komnas Perempuan
seperti pidana pokok (misalnya,
kurungan penj ara, rehabilitasi,
restitusi) dan pidana tambahan
(misalnya, pembatasan ruang gerak,
kerja sosial, sita harta, pengumuman
putusan hakim). Komnas Perempuan
juga memberikan bab khusus untuk
pemulihan korban karena ini tidak
akan bisa ditemukan di undangundang yang lain.
Selama ini jika bicara tentang
pemulihan korban, masing-masing
provinsi di Indonesia memiliki caranya
sendiri. UU Perlindungan Anak, UU
KDRT, UU Trafficking pijakan dasar
dalam pemberian layanan pada korban
perempuan dan anak. Terlepas dari
UU ini, perspektif pemegang mandat
atau top leader pada masing-masing
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
menentukan proses penanganan
Sumber: Pribadi
korban kekerasan perempuan dan
anak.
Efektif kah pembag ian peran
ini? Belajar dari pengalaman di
Kota Makassar, belum optimal
tapi dioptimalkan karena P2TP2A
menggunakan konsep jejaring
dalam penanganan kasus. Peran
Solidaris Peduli Perempuan (SPP) atau
paralegal dalam istilah organisasi non
pemerintah (NGOs) telah berperan
dalam pencegahan. Gerakan Sentuh
Hati yang diluncurkan Wali Kota
Makassar Danny Pomanto sebagai
deteksi dini untuk pemetaan sosial
pada tiap lorong. RT/RW, Lurah jadi
ujung tombak dalam upaya ini.
Optimalisasi peran masyarakat
dalam pencegahan kekerasan seksual
dibutuhkan karena itu, langkah
pertama Makassar mengadakan
Kantor Pusat Pelayanan Terpadu
Perlindungan Perempuan dan
Anak (P2TP2A), yang di dalamnya
terintegrasi dengan kesehatan,
kepolisian dan psikolog. Malah
dilengkapi dengan ruang laktasi,
sebagai kota yang telah memiliki
Perda ASI.
Kepengurusan P2TP2A lintas
sektor dan multipihak, melibatkan
pemang ku kepentingan guna
percepatan penanganan terhadap
korban perempuan dan anak. Beberapa
waktu lalu, Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan
Anak Yohana Yembise berkunjung
ke tempat ini. Model koordinasi
dan penanganan kasus ditetapkan
berdasarkan pengalaman penanganan
kasus di lapangan, yang difasilitasi
LBH Apik Makassar dan Forum
Pemerhati Masalah Perempuan,
Lembaga.
Dipastikan dengan hadirnya RUU
PKS ini, menjadi energi baru dan
menguatkan upaya pencegahan,
penanganan, dan rehabilitasi korban
kekerasan seksual dan pelaku
ke ke ra s a n s e k s u a l a n a k . T i d a k
dapat dipungkiri, anak-anak pelaku
kekerasan seksual masih belum
tertangani secara maksimal karena
secara khusus hampir semua provinsi
belum mempunyai tempat rehabilitasi
untuk anak-anak pelaku kekerasan
seksual. Mereka masih menempati
penjara sama dengan tempat-tempat
penjara orang dewasa lainnya. UU
PKS mengingatkan negara bahwa
anak-anak pelaku kekerasan seksual
perlu mendapatkan perhatian dengan
penyediaan rumah rehabilitasi untuk
mereka.
Oleh Tenri A. Palallo
Kepala Badan Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak
(BPPPA) Makassar.
Koordinator Pusat Pelayanan Terpadu
Perlindungan Perempuan dan Anak
(P2TP2A) Makassar.
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
29
pengawasan
30
Modernkan Manajemen
Gudang Bulog
Ketua DPR RI Ade Komarudin mengatakan salah satu
pemicu mahalnya harga beras lokal ketimbang beras impor
yakni panjangnya mata rantai distribusi.
foto : jaka/iw
D
ata Badan Pusat Statistik
per Juni 2016, beras lokal
harus melewati tujuh hingga
delapan rantai distribusi.
Masyarakat membeli beras dipasar
dengan harga satu sampai dua kali lipat
harga yang dijual oleh petani.
“Mata rantai distribusi beras ini
berbeda jika kita membeli beras impor.
Margin perdagangan dan pengangkutan
(MPP) akan lebih sedikit kecil (± selisih
-4%), karena importir langsung jual
beras ke distributor,”jelasnya.
Distributor beras, menurut Ade,
biasanya berada di kota-kota dekat
dengan pelabuhan laut dan karenanya
beras impor bisa langsung disalurkan
ke sub distributor dan agen. Agen
dan sub agen bisa langsung salurkan
ke pedagang grosir dan eceran, lalu
ke rumah tangga dan usaha kuliner.
Beras menjadi lebih murah, karena
pengangkutan dimulai dari kota ke
desa, dan implikasinya, menurut Ade,
petani kita dapat ada-apa.
Sayangnya, lanjut Ade, beras Bulog
terkenal kurang bermutu, dan stigma
beras Bulog sebagai beras untuk orang
miskin dan berkutu, membuat mayoritas
masyarakat memilih beli beras di
supermarket ketimbang di Bulog.
“Beli beras di supermarket bisa
sambil rekreasi, dan segala harga
barang tercantum jelas, serta barangbarang tertata rapi. Sedangkan beras
Bulog keluarnya musiman, seringkali
harus pakai nomor antrian raskin
untuk dibeli. Jangan berfikir kita bisa
beli beras Bulog sambil bawa si buah
hati berekreasi, karena Gudang Bulog
sangat sesak dan panas,”terang Ade.
Jawaban atas kritik dan kualitas
beras Bulog dan pelayanan penjualan
beras Bulog ini, Akom sapaan akrab Ade,
menilai harus ada usaha yang serius
dari pemerintah untuk memodernkan
manajemen gudang Bulog.
Sejalan dengan wacana
pengembalian fungsi Bulog untuk
mengatur tujuh pangan strategis Akom
mengusulkan saat melakukan operasi
pasar beberapa waktu lalu, yaitu dirinya
ingin merinci agenda modernisasi
gudang Bulog dan sistem yang harus
dijamin guna memaksimalkan fungsi
Bulog yang diperluas.
Pertama, jelas Akom, Bulog
harus bisa mengambil alih stok dan
distribusi tujuh komoditas pangan
strategis. Ketujuh pangan strategis
Ketua DPR RI Ade Komarudin bersama Wakil Ketua Agus Hermanto bersama jajarannya
meninjau Gudang Bulog di Kelapa Gading, Jakarta Utara
itu adalah komoditas yang paling
sering berfluktuasi di hari-hari besar
nasional seperti Puasa, Lebaran, Natal
dan tahun baru. Terdiri atas padi
atau beras, jagung, kedelai, cabai,
bawang merah, daging sapi, dan gula,
dimana ketujuh pangan tersebut harus
diambil alih wewenang distribusi dan
penetapan harganya oleh Bulog.
“Ini baru bisa dilakukan ketika
k i t a m e l a k u k a n r e v i s i at a u p u n
penyempurnaan keputusan Presiden
Nomor 7 tahun 2003 tentang fungsi
dan kewenangan Bulog. Revisi Keppres
ini bisa mengacu pada undang-undang
pangan Nomor 18 tahun 2012 sebagai
payung hukum ketahanan pangan. Bila
perlu, UU Bulog bisa kita bahas secara
terpisah dan lebih rinci,” pungkasnya.
Yang kedua, jelas politis dari partai
Golkar ini, yaitu sistem pergudangan
Bulog juga harus dimodernkan. Asasnya
adalah terintegrasi dan transparan.
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
Wewenang harus pada satu komando
yang terintegrasi, berada pada
pemerintah pusat sebagai ultimate
decision maker.
Wewenang pemerintah pusat ini
contohnya untuk menentukan harga
beli komoditi pangan strategis tersebut
mulai dari individu petani maupun
pemasok kelompok. “Dasar harga
pembeliaan tentu harus berkoordinasi
dengan lembaga keuangan negara,
s e p e r t i OJ K d a n K e m e n t e r i a n
Keuangan. Ini dikarenakan pembelian
komoditi utama tersebut menggunakan
anggaran negara, maka asumsi-asumsi
harga yang terkait dengan pembelian
komoditas pangan harus menyesuaikan
neraca keuangan negara,”terang Akom.
Meski begitu, lanjut Akom, selain
wewenang yang terintegrasi, harus
juga ada transparansi pendataan stok
komoditas Bulog. “Data stok pangan
Bulog harus dilakukan secara elektronik
Ketua DPR RI Ade Komarudin mengecek
kualitas beras.
foto : jaka/iw
operator yang cakap mengatur
tata letak barang didalam gudang,
kebersihan dan higinitas gudang, serta
keamanan gudang,”terangnya.
Seorang manajer gudang Bulog,
tambah Akom, sekurang-kurangnya
adalah sarjana bidang logistik yang
minimal memiliki pengalaman
mengelola gudang lebih dari lima
tahun,”harapnya.
Selain itu, standar operasi (SOP)
gudang, lanjut Akom, juga harus
dirincikan, mulai dari persyaratan
administrasi pergundangan, kondisi
barang layak dan tidak layak simpan
atau jual, jam operasi, pasokan listrik,
pengelolaan limbah, jumlah maksimal
(nt)
foto : jaka/iw
yang boleh dibeli perorangan
maupun kelompok pembeli.
Berkaitan dengan standar operasi
gudang, menurut Akom juga harus
dirincikan. Mulai dari persyaratan
administrasi pergudangan, seperti
resi terima dan keluar barang serta
hirarki otoritas, kondisi barang layak
dan tidak layak simpan atau jual, jam
operasi, pasokan listrik, pengelolaan
limbah, jumlah maksimal yang
boleh dibeli perorangan maupun
kelompok pembeli, dan seterusnya.
“Standar operasi gudang
Bulog ini harus berlaku sama
di seluruh Indonesia, sehingga
memudahkan monitoring dan audit
gudang,”harapnya.
Meski demikian, tutur Akom,
beberapa poin modernisasi gudang
Bulog yang telah ia terangkan,
adalah sebagian kecil dari agenda
lebih besar dari perluasan fungsi
dan wewenang Bulog atas tujuh pangan
strategis kita.
“Rincian agenda modernisasi mesti
kita dirumuskan bersama dengan
mendengar masukan dari pakar
dan pihak-pihak terkait yang sudah
berhasil mencontohkannya. Yang pasti
garis besar dari wacana modernisasi
gudang Bulog, yakni saya berkomitmen
untuk menjamin agar rakyat tidak terus
dihantui oleh fluktuasi harga pangan
strategis di sepanjang hari-hari besar
negara.
“Sekali lagi, negara harus hadir
menjamin pangan yang terjangkau dan
berkualitas untuk seluruh rakyat. Dan
usaha tersebut bisa dimulai dengan
memperluas wewenang dan fungsi
Bulog serta memodernkan gudanggudang Bulog,” tegasnya.n
foto : jaka/iw
dan bisa diakses melalui website. Jika
perlu, kita bisa kembangkan aplikasi
gudang Bulog yang bisa diakses
lewat telepon seluler, dimana data
tersedia adalah real time, yakni
sesuai dengan data terkini yang
ada di fisik gudang-gudang Bulog
tersebut,” jelasnya.
Ketiga, yang tidak kalah penting
tambah Akom adalah daya dukung
modernisasi terhadap gudang Bulog
yang harus dimaksimalkan yaitu
mencakup kapasitas penyimpanan
gudang, sumber daya manusia yang
mengelola gudang, dan standar
operasi gudang.
Lalu, mengenai kapasitas simpan
gudang Bulog harus diperluas
sehingga cukup untuk menyimpan
stok di luar komoditas beras dan
gula saja.
“Saat ini tercatat bahwa
kapasitas simpan gudang Bulog
hanya mencapai maksimal 4 juta ton,
dan itu hanya setara dengan cadangan
7 sampai 8 persen surplus beras
tahunan. Kalau gudang Bulog habis
untuk simpan cadangan beras saja,
bagaimana mungkin gudang Bulog bisa
menyimpan komoditas lainnya,”ujar
Akom.
“Oleh karena itulah, gudang Bulog
harus diperluas, atau barangkali gudang
Bulog bisa dibuat tematik berdasarkan
komoditas unggulan di lokasi gudang
Bulog berada. Brebes bisa jadi gudang
Bulog bawang merah. Belitung gudang
Bulog daging. Enrekang gudang Bulog
Cabai dan seterusnya,”lanjutnya.
Terkait sumber daya manusia,
Akom menyarankan, harus dipastikan
Bulog memiliki tim yang ahli dibidang
manajemen gudang. “Harus ada
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
31
foto : naefurodji/iw
pengawasan
Pemerintah Diminta Kaji Ulang
Rasionalisasi 1 Juta PNS
Rencana pemerintah untuk
melakukan rasionalisasi 1 juta
Pegawai Negeri Sipil (PNS)
sebagai bagian dari kebijakan
reformasi birokrasi untuk
membuat pemerintahan
yang efisien menuai beragam
respon, ada sebagian yang
mendukung namun tidak
sedikit yang menolak.
Pasalnya, rencana rasionalisasi
tersebut memiliki dampak
yang tidak kecil.
B
eberapa dampak ditimbulkan
seperti munculnya pengang­
guran baru serta pupusnya
harapan masyarakat untuk
menjadi abdi negara tersebut terlihat
berbanding terbalik dengan masih
banyaknya tenaga honorer yang
bekerja di pemerintahan. Dengan
banyaknya jumlah tenaga honorer
di berbagai instansi sebenarnya
32
membuktikan bahwa jumlah PNS
saat masih kurang untuk memenuhi
capaian target kinerja pemerintah.
Berbalik dari hal itu, pemerintah justru
ingin memangkas jumlah PNS. Hal ini
membuat publik bertanya-tanya.
Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS)
di Indonesia kini mencapai 4,5 juta
orang dan Kemenpan RB ingin kurangi
jumlah PNS hingga 3,5 juta pada tahun
2019. Sesuai rencana ini, KemenpanRB membagi PNS berdasarkan empat
kuadran, yakni:
• Ku a d ra n 1, adal ah PNS yang
memiliki kualifikasi dan kompetensi
bagus atau tinggi serta memiliki
kinerja bagus. Dalam hal ini,
pemerintah akan mempertahankan,
mengembangkan, dan mempromo­
sikan PNS tersebut untuk naik
jabatan.
• Kuadran 2, adalah PNS yang
memiliki kualifikasi dan kompetensi
bagus, namun berkinerja buruk.
Penanganannya adalah PNS itu akan
dimutasi dan dilakukan pembinaan. • Kuadran 3, adalah PNS dengan
kualifikasi dan kompetensi rendah,
tapi berkinerja bagus. Pemerintah
dalam hal ini akan memberikan
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
d i k l a t d a n p e l a t i h a n s u p ay a
kualifikasi dan kompetensi bagus.
• Kuadran 4, PNS dengan kualifikasi
dan kompetensi rendah, serta
berkinerja buruk. Nantinya PNS
yang masuk Kuadran 4 inilah
yang akan kita dorong untuk
dirasionalisasi.
Meskipun menuai penolakan,
Menpan-RB Yuddy Chrisnandi tetap
ingin merasionalisasi PNS dengan
alasan efisiensi kerja dan anggaan.
Menurutnya, jumlah PNS itu sesuai
dengan rasio ideal 1:5 dari jumlah
penduduk.
“Program rasionalisasi idealnya
kita memiliki PNS sebanyak 3,5 juta
jiwa. PNS yang jumlahnya 3,5 juta itu
memiliki kompentensi tinggi. Idealnya
1:5 dari jumlah penduduk Indonesia,”
kata Yuddy saat melakukan Rapat
Kerja dengan Komisi II di Gedung DPR,
Senayan, Jakarta pada Rabu (15/6).
Sampai sejauh ini, rencana MenpanRB tersebut masih dalam proses kajian
dan masih melakukan simulasi untuk
mencapai jumlah ideal PNS tersebut.
Menanggapi rencana tersebut,
Anggota Komisi II DPR RI Arteria
Dahlan (F-PDI Perjuangan) menilai hal
Pembinaan PNS
Selain itu penting bagi Menpan
untuk melakukan pembinaan bagi
PNS yang tidak produktif, bukan
justru membinasakan melalui program
rasionalisasi tersbeut. Hal itu tentu
akan berdampak pada munculnya
pengangguran baru di Indonesia,
sedangkan saat ini pemerintah dituntut
untuk mampu mengurangi jumlah
pengangguran.
“Tugas Menpan RB seharusnya
untuk membina PNS yang tidak
produktif bukan membinasakan seperti
program rasionalisasi,” papar Arteria.
PNS tidak masuk dalam agenda besar
reformasi birokrasi, tetapi yang
ada hanyalah pemetaan dan arah
institusi. “Yang ada hanya pemetaan
tapi arahnya institusi dan lembaga.
Apakah bicara PHK, pensiun dini
dan dirumahkan?” tanya Arteria.
Sehingga wacana soal rasionalisasi PNS
harus segera dituntutaskan agar tidak
berlarut-larut dalam perbincangan
publik.
Beragam respon juga disampaikan
oleh Anggota Komisi II Amran (F-PAN),
dirinya menyesalkan ada wacana
tersebut di media, padahal baru sebatas
rencana. Sehingga hal ini menjadi
kegelisahan bagi publik dan membuat
stabilitas kinerja PNS menjadi sedikit
terganggu.
“Suatu yang masih mentah jangan
dibawa ke media. Ini membuat
kontroversi dan keresahan masyarakat.
Banyak orang terganggu puasanya
Saya rasa kalau dalihnya hanya
kurang kompeten dan kurang
kemampuan ya harusnya
pemerintah mencari upaya
untuk melakukan penataran
dan diklat supaya meningkatkan
pengetahuan mereka, bukan
pemang­kasan
Menurutnya, pemangkasan sejuta PNS
harus dipikirkan juga dari segi keluarga
tiap PNS seperti istri atau suami, anak,
orang tua dan cucu.
Dalam perkembangan wacana,
rencana rasionalisasi ini juga terkesan
simpang siur, seperti yang tercermin
dalam pernyataan presiden dan
sejumlah menteri yang berbeda-beda,
sehingga memicu pertanyaan besar
bagi publik, seperti yang dikeluhkan
oleh Arteria.
Menurutnya, pernyataan Presiden
Joko Widodo dan sejumlah menteri
berbeda-beda terkait rasionalisasi.
“Saya punya video pernyataan pen­
dapat yang berbeda-beda. Saya
juga pegang pernyataan Pak Jokowi,
Pramono Anung (Sekretaris Kabinet),
Jusuf Kalla juga beda. Mana yang
benar?” kata Arteria.
Terlebih, rencana rasionalisasi
karena yang dipikirkan pemecatan dan
rasionalisasi,” kata Amran.
Oleh karenanya, pemerintah
seharusnya lebih mampu berhati-hati
dalam menyampaikan statemen ke
publik, terlebih statemen tersebut
belum disusun secara matang.
Dikaji Dulu
Selain itu Amran juga meminta
Kemenpan-RB untuk dapat mengkaji
terlebih dahulu rencana rasionalisasi
tersebut, terutama dari segi payung
hukum dan diperlukan pemetaan
jumlah PNS dulu sebelum dilakukan
rasionalisasi. “Ada enggak payung
hukumnya? Atau dibuat rencana dulu
baru payung hukum? Apakah sudah
dilakukan pemetaan? Lakukan lah
pemetaan jumlah PNS,” katanya.
Selain itu, Anggota Komisi II
Tamanuri (F-Nasdem) menilai Menpan-
RB tidak bisa serta-merta melakukan
raisonalisasi tanpa melakukan
koordinasi dengan kementerian dan
lembaga terkait.
Ia juga menyampaikan wacana
tersebut justru telah membuat resah
kalangan aparatur sipil negara dan
tidak seharusnya pemerintah berniat
melakukan pemangkasan karena PNS
itu dipilih berdasarkan hasil test,
bukan diterima begitu saja. Sehingga
jika ada PNS yang kurang kompeten
harusnya diberikan pendidikan dan
latihan.
“ Satu juta pegawai negeri itu adalah
yang dahulunya ditest dan diseleksi,
jadi bukan diterima begitu saja. Saya
rasa kalau dalihnya hanya kurang
kompeten dan kurang kemampuan ya
harusnya pemerintah mencari upaya
untuk melakukan penataran penataran
dan diklat supaya meningkatkan
pengetahuan mereka, bukan pemang­
kasan,” ujar Tamanuri.
Tak hanya itu, Anggota
Komisi II lainnya, Azikin Solthan
(F-Gerindra) meminta MenpanRB mempertimbang kan dampak
rasionalisasi PNS tersebut. Ia
m e n g k h awat i r k a n j i k a re n c a n a
tersebut terealisasi akan terjadi gejolak
ekonomi dan sosial yang cukup besar.
Pasalnya, rencana rasiona­
lisasi tersebut berbarengan dengan
terjadinya PHK sebagian besar industri
di Indonesia. “Yang kita khawatirkan
adalah akan terjadi suatu gejolak sosial
yang amat besar karena berbarengan
dengan terjadinya PHK beberapa
industri di Indonesia,” ujarnya.
Ia juga meminta pemerintah
untuk mempertimbangkan masuknya
tenaga kerja asing di Indonesia, yang
semakin membuat potensi gejolak
itu semakin besar. “Disisi lain juga
adanya kedatangan tenaga kerja asing
yang begitu besar. Sehingga ini adalah
satu hal yang perlu diwaspadai agar
tidak terjadi gejolak sosial yang terkait
lapangan kerja,” papar Azikin.
Terkait perkembangan hingga
saat ini, sebagian besar fraksi di
DPR RI menyatakan penolakannya
terhadap rencana rasionalisasi jumlah
PNS tersebut. Sudah semestinya
pemerintah bisa lebih fokus dalam
meningkatkan kapasitas sumber daya
manusia yang ada sehingga target
pembangunan pemerintahan JokowiJK bisa tercapai, Ayo Kerja! n
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
(hs)
itu akan berdampak pada terganggunya
keseimbangan negara, mengingat saat
ini Indonesia masih kekurangan tenaga
aparatur seperti guru, tenaga medis,
pelayanan masyarakat serta masalah
tenaga honorer yang saat ini belum
diselesaikan.
33
Rastri Paramita
foto : dokpri
Anggaran
Berlanjutnya pelemahan
perekonomian global
hingga triwulan I tahun
2016 berpengaruh signifikan
terhadap perekonomian
dalam negeri. Terkoreksinya
pertumbuhan ekonomi
Tiongkok cukup berpengaruh
besar terhadap pendapatan
migas Indonesia serta
menurunnya permintaan
terhadap minyak dunia.
S
elain itu, belum stabilnya harga
minyak mentah dunia akibat
dari berlimpahnya pasokan
minyak dunia di pasar serta
belum terealisirnya pengendalian
produksi oleh negara-negara yang
tergabung dalam OPEC, ikut andil
dalam memengaruhi perubahan
34
Perekonomian Global
Masih Pengaruhi
Perekonomian Tanah Air
dalam APBN Tahun 2016.
Faktor lain yang turut juga
memengaruhi perubahan APBN tahun
2016 yaitu nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika Serikat yang mengalami
penguatan akibat dari negative interest
yang banyak dilakukan oleh beberapa
negara di Eropa dan Jepang. Hal inilah
yang membuat para investor asing
mencari emerging countr y untuk
memperoleh return yang lebih tinggi
dibanding di negaranya.
Berdasarkan kondisi global dan
situasi dalam negeri, Perubahan APBN
tahun 2016 diajukan oleh pemerintah
tanggal 2 Juni 2016 lalu. Asumsi dasar
ekonomi makro dalam Nota Keuangan
RAPBN-P 2016 yang akan mengalami
perubahan, pertama, laju inflasi diubah
dari 4,7 persen menjadi 4 persen. Dasar
perubahan ini yaitu perkembangan
ekonomi g lobal, tren pelemahan
harga komoditas, dan stabilitas inflasi
yang dilakukan oleh sinergi kebijakan
Pemerintah dan Bank Sentral untuk
menjaga harga kebutuhan pokok.
Berikutnya, nilai tukar rupiah
terhadap dolar AS dari Rp 13.900 menjadi
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
Rp 13.500. Perubahan ini didasari
oleh perbaikan kinerja transaski
berjalan, penurunan suku bunga
acuan Bank Indonesia, inflasi yang
rendah serta perbaikan ekonomi
yang diharapkan mampu menjaga
stabilitas dan meredam apresiasi
dolar AS.
Kemudian, ICP yang diprediksi
berada di kisaran US$ 35 per barel
lebih rendah dari asumsi yang
terdapat dalam APBN tahun 2016
sebesar US$ 50 per barel. Perubahan
ini dikarenakan penurunan harga
minyak dunia akibat dari lemahnya
perekonomian global ditengah
pasokan minyak yang masih tinggi.
Dan yang terakhir, lifting minyak
dan gas bumi. Untuk minyak bumi
terjadi perubahan dari 830 ribu
barel per hari menjadi 810 ribu
barel per hari. Sedangkan untuk
gas bumi perubahan dari 1.155 ribu
barel setara minyak per hari menjadi
1.115 ribu barel setara minyak per
hari. Hal ini dipengaruh oleh tren
penurunan produksi minyak bumi
di dalam negeri.
Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 dan 2016
Indikator Ekonomi
a. Pertumbuhan ekonomi (% yoy)
b. Inflasi (% yoy)
Realisasi
APBN
RAPBNP
4,8
5,3
5,3
3,4
4,7
4,0
13.392
13.900
13.500
d. Tingkat bunga SPN Bulan rata-rata (%)
6,0
5,5
5,5
e. Harga minyak mentah Indonesia (USD/barel)
49
50
35
c. Nilai Tukar (IDR/USD)
f. Lifting minyak bumi (ribu barel per hari)
g. Lifting gas bumi (ribu barel setara minyak per hari)
778
830
810
1.195,4
1.155
1.115
Sumber: Kementerian Keuangan
Perubahan asumsi dasar ekonomi
makro dalam RAPBN-P tahun 2016,
berdampak pada perubahan postur
RAPBN-P tahun 2016, yakni penurunan
pendapatan negara menjadi Rp
1.734.500,9 miliar. Penurunan ini
disebabkan oleh penurunan minyak
mentah Indonesia, penurunan lifting
migas, penundaan kenaikan royalti
batu bara, dan penurunan harga
komoditas tertentu SDA nonmigas.
Kemudian, turunnya penerimaan
perpajakan dari Rp 19.550,9 miliar pada
APBN tahun 2016 menjadi Rp 1.527.113,8
miliar. Turunnya penerimaan ini
dikarenakan oleh turunnya penerimaan
PPh migas dan PPN.
Belanja negara yang diproyeksikan
turun 2,3 persen dari pagu APBN
tahun 2016. Belanja Pemerintah Pusat
dalam R APBN-P tahun 2016 lebih
rendah dari APBN tahun 2016 sejalan
dengan kebijakan penghematan dan
pemotongan belanja kementerian/
lembaga, perubahan pagu penggunaan
PNBP, dan perubahan pagu pinjaman
dan hibah luar negeri (PHLN).
Untuk penurunan dana bagi hasil
(DBH) dan alokasi khusus (DAK)
memberikan kontribusi yang cukup
besar atas penurunan alokasi transfer
ke daerah dan dana desa. Terkait
dengan penurunan belanja pemerintah
pusat dalam RAPBNP 2016, belanja
berdasarkan fungsi juga mengalami
penurunan, kecuali fungsi perumahan
dan fasilitas umum yang meningkatkan
9,2 persen, fungsi ketertiban dan
keamanan sebesar 1.6 persen, dan
fungsi pertahanan sebesar 0,4 persen.
Fungsi ekonomi masih mendominasi
belanja pemerintah pusat dengan
kontribusi sebesar 26,9 persen,
sedangkan 73,1 persen tersebar pada
10 fungsi lainnya.
Dampak berikutnya, perubahan
pembiayaan meliputi, antara lain: PMN
kepada BUMN, pembiayaan investasi
kepada BLU LMAN, PMN kepada BPJS
Kesehatan, pemanfaatan SAL, dan
tambahan penerbitan SBN (neto).
Perencanaan Kurang Optimal
Selain isu pelemahan perekono­
mian global yang merupakan salah
satu sebab perubahan asumsi
dasar ekonomi makro sehingga
mempengaruhi perubahan postur
APBN, isu yang cukup sering mencuat
jika terjadi APBN perubahan adalah
kurang optimalnya perencanaan
y a n g d i l a k u k a n k e m e n t e r i a n/
lembaga negara dalam menyusun
anggarannya. Sehingga terkesan,
ketidaksempurnaan perencanaan yang
dibuat akan dapat disempurnakan di
dalam APBN perubahan.
Stigma mengandalkan APBN
perubahan dalam membuat peren­
canaan inilah yang harus diubah.
Sebab, ketika pemerintah kurang tepat
dalam menyusun perencanaan, maka
akan timbul biaya yang cukup besar
untuk merevisi APBN. Selain biaya
yang tidak sedikit, pembahasan revisi
APBN hingga pelaksanaan hasil revisi
tersebut juga menyita waktu.
Untuk itu, seyogyanya pemerintah
segera melakukan perbaikan pola
perencanaan yang ada dalam
kementerian/lembaga negara. Karena,
perencanaan yang baik dapat menjadi
landasan pelaksanaan pembangunan
yang baik juga. Pola pikir kementerian/
lembaga negara dalam membuat
perencanaan harus diubah, dari yang
berpijak pada ‘dana yang ada’ baru
buat program menjadi ‘program apa
yang akan dibuat’ baru berpikir berapa
anggaran yang akan dialokasikan.
Jika berpijak pada program yang
akan dibuat akan berpengaruh pada
produktivitas, sedangkan jika berawal
dari anggaran yang ada akan berakhir
pada bagaimana penyerapan anggaran
yang sering kali mengabaikan kualitas
kinerja.
Oleh karena itu, Pemerintah
perlu menyusun standar dalam
membuat perencanaan yang baik bagi
kementerian/lembaga negara. Selain
itu, tolok ukur keberhasilan sebuah
perencanaan bukan diukur dari berapa
banyak penyerapan anggaran, namun
diukur seberapa banyak program yang
dilaksanakan. Sehingga bisa saja suatu
kementerian telah melaksanakan
semua program yang direncanakan
namun dengan anggaran yang sangat
efisien.
Nantinya akan terdapat tolok ukur
baru keberhasilan kementerian/
lembaga negara dalam menjalankan
perencanannya yaitu banyaknya
program yang dilaksanakan dengan
anggaran yang efisien, bukan berapa
besar penyerapan anggaran yang
dapat dilakukan kementerian/lembaga
negara.
Penulis: Rastri Paramita
Analis APBN Ahli Pertama di Pusat
Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
35
foto : asiabusinesinfo.com
legislasi
Pembangunan gedung bertingkat di Jakarta
Dewan Ingin UU Jasa Konstruksi
Berbobot dan Bermanfaat
Terdorong oleh perkembangan jasa konstruksi yang
makin banyak sejalan dengan pembangunan infrastruktur
yang dicanangkan oleh pemerintahan Jokowi dan untuk
menghindari kriminalisasi di bidang jasa konstruksi, DPR
RI dan pemerintah saat ini sedang membahas Rancangan
Undang-Undang (RUU) Jasa Konstruksi. Undang-Undang
Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dinilai
belum bisa memenuhi tuntutan kebutuhan dan dinamika
penyelenggaraan dan usaha jasa konstruksi. Rencananya RUU
Jasa Konstruksi akan disahkan pada Juni 2016 ini.
36
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
S
elain itu, masyarakat yang
bergiat di bidang jasa kon­
struksi mengharapkan RUU
Jasa Konstruksi bisa segera
disahkan. Seperti Gabungan Pelaksana
Ko n s t r u k s i Na s i o n a l In d o n e s i a
(Gapensi). Gapensi berharap RUU Jasa
Konstruksi yang akan disahkan pada
Juni 2016 benar-benar terealisasi,
karena kriminalisasi terhadap pelaku
konstruksi masih kerap terjadi dan
poin-poin di RUU Jasa Konstruksi
terkait hal itu juga dapat diperjelas.
jasa konstruksi dihadapkan pada
masalah domestik berupa dinamika
penguatan masyarakat sipil sebagai
bagian dari proses transisi demokrasi
di tingkat daerah dan nasional, serta
berkembangnya beragam model
transaksi dan hubungan antara
penyedia dengan pengguna jasa
konstruksi dalam lingkup pemerintah
dan swasta.
Evaluasi terhadap pencapaian
tujuan-tujuan yang diamanahkan
oleh Undang-Undang Jasa Konstruksi
menunjukkan keadaan yang tidak
m e n g g e m b i ra k a n . Ko n d i s i j a s a
konstruksi nasional saat ini jauh
dari tujuan tersebut. Sebag ian
penyebab kondisi buruk pelaksanaan
Undang-Undang Jasa Konstruksi
ini adalah kelemahan implementasi
dari seluruh stakeholders, namun
terdapat beberapa aspek pengaturan
foto : andri/iw
Sektor jasa konstruksi adalah salah
satu sektor strategis dalam mendukung
tercapainya pembangunan nasional.
Posisi strategis tersebut dapat dilihat
dari adanya keterkaitan dengan
sektor-sektor lain. Jasa konstruksi
sesungguhnya merupakan bagian
penting dari terbentuknya produk
konstruksi, karena jasa konstruksi
menjadi arena pertemuan antara
penyedia jasa dengan pengguna jasa.
Pada wilayah penyedia jasa juga
bertemu sejumlah faktor penting
yang mempengaruhi perkembangan
sektor konstruksi seperti pelaku
usaha, pekerjanya, dan rantai pasok
yang menentukan keberhasilan dari
proses penyediaan jasa konstruksi,
yang menggerakkan pertumbuhan
sosial ekonomi.
Oleh karena itu, pengembangan
jasa konstruksi menjadi agenda
Anggota Komisi V DPR RI, Nizar Zahro
publik yang penting dan strategis
bila melihat perkembangan yang
terjadi secara cepat dalam konteks
globalisasi dan liberalisasi, kemiskinan
dan kesenjangan, demokratisasi dan
otonomi daerah, serta kerusakan
dan bencana alam. Selain itu,
perkembangan jasa konstruksi juga
tidak bisa dilepaskan dari konteks
proses transformasi politik, budaya,
ekonomi, dan birokrasi yang sedang
terjadi. Saat ini pengembangan
itu sendiri yang tidak mendukung
pencapaian tujuan Undang-Undang
Jasa Konstruksi dan perkembangan
jasa konstruksi secara umum.
Sejumlah permasalahan tersebut
membutuhkan upaya penataan dan
penguatan kembali pengaturan
kelembagaan dan pengelolaan sektor
jasa konstruksi, untuk menjamin sektor
konstruksi Indonesia dapat tumbuh,
berkembang, memiliki nilai tambah
yang meningkat secara berkelanjutan,
profesionalisme, dan berdaya saing.
Salah satu upaya tersebut ditempuh
dengan mengevaluasi pelaksanaan dan
perbaikan terhadap Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi yang telah berlaku selama
15 tahun. Evaluasi dan perbaikan
tersebut ditujukan untuk menjawab
sejumlah persoalan saat ini dan ke
depan.
Menurut Anggota Panja RUU Jasa
Konstruksi Komisi V DPR RI Nizar
Zahro, ada tiga hal penting dalam
RUU Jasa Konstruksi ini ; yaitu Badan
Sertifikasi, kriminalisasi dan Usaha
Jasa Konstruksi.
“Kita ingin RUU ini memiliki pasalpasal yang berbobot dan bermanfaat.
Setidaknya ada tiga masalah krusial
dalam RUU ini, yaitu menyangkut
badan reg istrasi, kriminalisasi,
dan nama RUU ini. Masalah yang
terakhir sudah selesai dengan nama
Jasa Konstruksi. SebeluUsaha Jasa
Konstruksi,” papar Nizar saat diskusi
Forum Legislasi di Gedung DPR RI.
Sertifikasi itu kata politisi Gerindra
ini sangat penting, karena sebelumnya
hanya registrasi, sehingga tidak
terkontrol dengan baik. Untuk itu
pula, maka wajar jika muncul skandal
‘Panama Papers’. Sedangkan sertifikasi
yang ada bisa dilakukan dengan nilainilai atau imbalan tertentu.
Diungkapkan oleh Nizar, ternyata
Indonesia mengalami masalah dengan
sertif ikasi para ahli konstruksi.
Sertifikasi Indonesia tidak diakui di
negara-negara ASEAN. Ini masalah
serius. Untuk itu, ada badan sertifikasi
Jaskon yang dibentuk berdasarkan
UU. Kualitas para ahli konstruksi
Indonesia harus didasarkan pada
acuan internasional.
”Sertifikasi yang ada tanpa ada
lambang Garuda pun ditolak oleh
Singapura, Malaysia dan negara lain. Di
Timur Tengah banyak konraktor dari
Indonesia, tapi ketika terjadi masalah,
Paspor Indonesia yang dipakai. Itu tak
bisa dibiarkan,” ujarnya.
Sedang kan kriminalisasi jasa
konstruksi menurut Nizar Zahro,
ini terkait dengan masalah kontrak
pekerjaan. RUU ini akan merumuskan
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
37
foto : iwan armanias
legislasi
Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Muhidin M. Said
perdata, ya perdata. Jangan dibawa
ke pidana. Sehingga diperlukan Badan
Sertifiaksi Jasa Konstruksi (BSJK).
Padahal hasil pembangunan semasa
Orde Lama dan Orde Baru baik-baik
dan berkualitas, tapi pasca reformasi
mengecewakan,” tambahnya.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi
V DPR RI Muhidin M. Said menyatakan
bahwa RUU ini sudah mengalami banyak
foto : marioproperti.com
pasal-pasal kontraknya dengan
jelas. Kriminalisasi di bidang jasa
konstruksi sering terjadi masalah
antara pengusaha di pusat sampai
daerah dengan pejabat sampai ke
pengadilan. Sebab, dalam kontrak
kerjanya hanya photo copy (copy
paste), sehingga aparat kepolisian dan
kejaksaan banyak terlibat.
“Jadi, kalau perjanjian kontrak itu
penundaan karena Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) harus memprioritaskan
tender-tender proyek. “Karena ada
penundaan sekitar sebulan, mungkin
awal masa sidang berikutnya, April.
Diperkirakan selesai bulan Mei,” ujar
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Muhidin
(seperti dikutip dari laman kompas.
com).
Meski banyak tertunda,
kata Muhidin, UU ini sudah siap
dibahas. Pembahasan terkait Daftar
Inventarisasi Masalah (DIM) dari
pemerintah. Muhidin menilai, DIM
ini tidak banyak masalah, karena
sebelumnya sudah melalui dikusi
panjang lebar, antara lain bagaimana
Indonesia menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA).
“Bagaimana konstruksi Indonesia
paling tidak memberikan ramburambu yang bagus agar mereka tidak
dilibas perusahaan konstruksi asing
yang masuk dalam rangka MEA,” jelas
dia.
Kalau ada perusahaan konstruksi
asing mau masuk Indonesia, kata
Muhidin, perusahaan ini harus
terakreditasi di tanah air. Meskipun
punya akreditasi secara internasional,
Pembangunan gedung bertingkat di Jakarta
38
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
foto : andri/iw
Yayat Supriyatna
pemerintah dan lain-lain.
Sedangkan standar konstruksi
adalah kalau Indonesia kerjasama
dengan Amerika Serikat, maka
kesepakatannya dengan Amerika, kalau
dengan British kesepakatannya dengan
British, dan seterusnya. Hal itu juga
sama dengan BSN (Badan Standarisasi
Kasus kriminalisasi jasa
konstruksi itu terjadi
kalau ada pengaduan
kerugian dari konstruksi.
Kalau dianggap pidana,
hal itu harus dibuktikan
dulu oleh aparatur
negara (BPK, KPK) dan
pengadilan.
Nasional). “BSN itu termasuk perjanjian
kontrak,” ungkapnya.
Sementara, mantan Ketua Umum
HAKI Dradjat Hoedajanto menilai
UU Nomor 18 tahun 1999 konsepnya
untuk mendongkrak jasa konstruksi
Indonesia di tingkat Asean. Sertifikasi
itu hanya untuk yang ahli, sedangkan
bagi yang belum ahli mestinya magang
dulu. Tukang kita banyak bekerja di
luar negeri karena gajinya lebih besar,
kecuali kalau reward dan punishment
nya sama atau lebih besar, maka
mereka akan kembali ke Indonesia.
“Kalau tunjangan besar, tapi gaji kecil,
maka sulit menjadi professional.
Jadi, perlu kerjasama semua pihak.
Kalau tidak, apapun UU-nya tak akan
berjalan dengan baik,” tutur Dradjat.
Khususnya mengenai terjadinya
kriminalisasi kata Dradjat, kalau se­suai
kontrak maka tidak akan ada krimi­
nalisasi. Hanya kekurangpahaman
tentang konstruksi, maka tidak semua
orang mempunyai pengetahuan ten­
tang pencapaian-pencapaian kerja
konstruksi. “Jadi, RUU ini mendorong
agar jasa konstruksi lebih professional
dan bertanggungjawab,” pungkasnya. n
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
(sc)
perusahaan ini tetap harus mengikuti
akreditasi di Indonesia.
Lain halnya, jika akreditasi
internasional ini setara dengan
kelas Indonesia. Dengan demikian,
Indonesia tidak menerima pengusaha
konstruksi dari luar secara gampang.
Selain itu, Muhidin menambahkan,
masalah DIM yang juga akan dibahas
adalah kegagalan bangunan. Untuk
mengatasi ini, nantinya akan ada tim
atau badan khusus yang melakukan
peninjauan secara teknis.
Dalam mengatasi kegagalan ini,
tentu harus ditangani oleh orang
teknis. Pihak yang ditunjuk akan
menentukan layak dan tidaknya suatu
bangunan. Penyimpangan dalam
bangunan juga harus dikaji secara
komprehensif oleh orang yang ahli,
sehingga ada rambu-rambu bagi
pemangku kepentingan.
Sedangkan Direktur Lembaga
Sumber Daya dan Jasa Konstruksi
Kementerian PUPR Yayat
Supriyatna menyatakan pemerintah
mengapresiasi Usul Inisiatif DPR RI
dalam merumuskan RUU ini untuk
menggantikan UU lama. Karena banyak
perbaikan-perbaikan yang mendasar
dari UU sebelumnya yaitu UU No.18
tahun 1999. Meskipun ada kekurangan
hanya perlu perbaikan. Misalnya soal
asosiasi. “Kekuatan dari industri itu
ada di asosiasi itu sendiri,” kata Yayat
Supriyatna.
Karena itu RUU ini harus
mampu meningkatkan nilai tambah
berkelanjutan, daya saing, dan jangan
hanya fokus kepada masalah hukum.
“Kasus kriminalisasi jasa konstruksi itu
terjadi kalau ada pengaduan kerugian
dari konstruksi. Kalau dianggap
pidana, hal itu harus dibuktikan dulu
oleh aparatur negara (BPK, KPK) dan
pengadilan,” jelas Yayat.
Pada prinsipnya kata Yayat, UU
ini melindungi jasa profesional dan
dipertanggung jawabkan, karena
mempunyai keahlian tertentu. Untuk
itu diperlukan sertifikasi melalui Badan
Sertifikasi yang lebih independen
daripada dilakukan pemerintah. Hanya
saja dalam badan itu terdiri dari
berbagai unsur asosiasi, masyarakat,
39
FOTO BERITA
Pimpinan DPR RI dan sejumlah Anggota
DPR RI meninjau ketersediaan pangan
di Gudang Bulog dan Pasar Induk
Cipinang, Jakarta Timur. / Foto: Jaka
40
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
Komisi IV DPR RI memantau
harga dan ketersediaan sembako
di Pasar Kramatjati, Jakarta Timur
dan Pasar Rauh Serang, Banten,
menjelang Hari Raya Idul Fitri
tahun 1437 H. /Foto: Jayadi
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
41
FOTO BERITA
Ketua DPR RI Ade
Komarudin berserta
rombongan meninjau
terminal Bandara
Soekarno Hatta,
Cengkareng jelang arus
mudik Lebaran 2016.
Foto: Runi, Kresno/iw
42
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
Tim Komisi V DPR RI tinjau
kesiapan infrastruktur dan
angkutan lebaran Tahun
2016 di Jawa Timur.
Foto: Suci/iw
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
43
FOTO BERITA
Tim Kunspek Komisi V DPR RI ke
Pantura dan Semarang untuk
melihat langsung persiapan arus
mudik 2016 di Jawa Tengah.
Foto: Andri/iw
44
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
Tim Kunspek Komisi V DPR RI
dipimpin Yoseph Umarhadi kunjungi
pelabuhan Makassar dan sidak kapal
Bukit Siguntang, terkait kesiapan
transportasi laut Lebaran 2016.
Foto: Mastur/iw
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
45
FOTO BERITA
Menjelang Lebaran 2016
(Idul Fitri 1 Syawal 1437 H),
Anggota Komisi VI DPR RI
Endang Srikarti Handayani
menggelar Pasar Murah
di Solo, Jawa Tengah.
Foto: Iwan, Husen/iw
46
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
Tim Kunjungan Spesifik
Komisi V DPR RI meninjau
persiapan angkutan Lebaran
2016 di terminal bis, pelabuhan
dan Bandara Lampung.
Foto : Eko/iw
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
47
KIAT SEHAT
Fenomena Tidur Berjalan
Oleh: dr. Dito Anurogo
dr. Dito Anurogo
Foto : Dok
Imajinasi somnambulisme secara
menakjubkan ditulis oleh William
Shakespeare dalam “Lady Macbeth”
(diadaptasi kembali oleh Giuseppe
Verdi) dan Vincenzo Bellini dalam “La
Sonnambula”. Keduanya adalah opera
legendaris yang pernah dipentaskan di
Italia abad ke-19.
Tidur berjalan dapat
dialami oleh siapapun.
Waspadalah!
T
idur berjalan (somnambu­
lisme) adalah kondisi yang
memengaruhi seseorang,
dimana ia bangun dan
berjalan-jalan saat tidur nyenyak.
Lengkapnya, rangkaian perilaku
kompleks yang biasanya dimulai
selama arousals dari tidur slow-wave
dan memuncak dengan berjalan di
sekitar dengan perubahan kesadaran
dan gangguan penilaian (ICSDII, 2005). Penderita tidur berjalan
dinamakan sleepwalker.
Sejarah
Somnambulisme berakar dari kata
Latin “somnus” yang berarti “tidur” dan
‘ambulare’ yang bermakna ‘berjalanjalan’.
Dahulu, somnambulisme disebut
sebagai oneirodynia, noctambulism,
coma-vigil, dan somno-vigilia.
Som­n a­m bulisme telah diketahui
oleh Hipokrates dan Aristoteles.
Seorang filsuf abad ke-3 SM, Diogenes
Laërtius, telah mencatat dua kasus
yang diduga somnambulisme. James
Prichard menulis bagian bertajuk
“Somnambulism and Animal
Magnetism” di The Cyclopaedia of
Practical Medicine, yang terbit tahun
1835.
48
Epidemiologi
Studi epidemiologi mengungkap­
kan, somnambulisme diderita oleh
2,5% populasi umum. Prevalensi
somnambulisme 15-30%. Lebih umum
dijumpai pada anak-anak (4-8 tahun)
dibandingkan dewasa. Prevalensi di
usia 2,5 hingga 4 tahun sekitar 3%,
meningkat menjadi 11% di usia 7-8
tahun, dan 13,5% di usia 10 tahun,
lalu menurun menjadi 12,7% di usia
12 tahun. Prevalensi di usia anakanak mencapai 20%, sedang kan
setelah dewasa hanya 2-4%. Literatur
lain menyebutkan, somnambulisme
dialami oleh 1 dari 10 anak-anak dan 1
dari 50 dewasa.
Di Swedia, angka prevalensi seta­
hun 6-17% dan angka insiden 40%.
Angka rasio pria: wanita sebesar 1:1
menunjukkan bahwa somnambulisme
tidak memandang jenis kelamin.
Uniknya, sekitar 25% kasus somnam­
bulisme menetap hingga dewasa.
Sekitar 25% sleepwalker dewasa juga
mengalami cemas dan gangguan mood
(suasana hati), namun tidak mengalami
gangguan psikiatri atau personaliti.
Penyebab
Somnambulisme disebabkan
oleh multifaktor. Misalnya: faktor
lingkungan, kurang tidur, jadwal
tidur yang tidak teratur-kacau,
demam, stres-tertekan, kekurangan
magnesium, suara keras. Keracunan
(intoksikasi) obat atau zat kimia,
seperti: alkohol, obat hipnotik/sedative
(misal: zolpidem), antidepresan (misal:
bupropion, paroxetine, amitriptyline),
neuroleptik (misal: lithium, reboxetine),
minor tranquilizers, stimulan,
antibiotik (misal: fluoroquinolone),
obat antiparkinson (misal: levodopa),
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
antikonvulsan (misal: topiramate), dan
antihistamin berpotensi menyebabkan
somnambulisme.
Faktor fisiologis, seperti: kandung
kemih penuh, kehamilan, dan
menstruasi meningkatkan frekuensi
kejadian somnambulisme. Ada
ketidaknormalan pada pengaturan
gelombang tidur (slow wave sleep,
SWS).
Ketidakserasian (disosiasi) antara
tidurnya tubuh dan akal, muncul
dari aktivasi jalur thalamocingulate
dengan persisting deactivation dari
sistem thalamocortical arousal lainnya.
Adapun panjang kedalaman SWS yang
lebih besar di awal masa anak, juga
meningkatkan somnambulisme pada
anak.
Berbagai kondisi medis juga berhu­
bungan dengan kasus ini, contohnya:
gangguan irama jantung (aritmia),
kejang-asma di malam hari, demam,
migraine, obstructive sleep apnea, hiper­
tiroidisme, serta gangguan psi­kia­tris,
seperti: gangguan stres paskatrauma,
panik, dan kondisi disosiasi.
Menurut perspektif genetikamolekuler, somnambulisme lebih
sering terjadi pada kembar monozigot,
sepuluh kali lebih sering pada keluarga
dengan riwayat somnambulisme. Dari
semua kejadian, sepertiga memiliki
riwayat keluarga. Pola pewarisan
somnambulisme diduga multifaktorial
dan otosom resesif dengan incomplete
penetrance. Data keluarga untuk semua
subtipe HLA dinilai untuk asosiasi alel
dengan somnambulisme menggunakan
tes transmission–disequilibrium. Suatu
kelebihan transmisi yang signifikan
telah terobservasi pada alel DQB1*05
dan *04 pada kasus-kasus familial,
membuktikan bahwa asam amino
polimorfik DQB1 lebih terkait erat
daripada alel tunggal apapun. Gen
DQB1 spesif ik berimplikasi pada
gangguan kontrol motorik selama
tidur.
Potret Klinis
Manifestasi klinis somnambulisme
begitu beragam. Di sepertiga awal
tidur malam penderita mendadak
terbangun (lalu duduk di) tempat
tidur, mata terbuka, ekspresi wajahnya
kosong-bengong, membuka selimut,
bergerak berputar seolah bertujuan,
berusaha meninggalkan tempat tidur.
Bisa pula mencoba berpakaian,
berjalan-jalan mengelilingi tempat
tidur, di sekitar kamar-rumahnya; dapat
berbicara namun jarang bermakna,
naik tangga, memakai alat-alat dapur,
lalu berusaha menyiapkan makanan;
membuka pintu depan rumah, berjalan
jarak jauh, bahkan mengendarai mobil
dalam keadaan tidur. Beberapa menit
setelah (ter)bangun, ia sedikit bingung
(disorientasi) sesaat.
Kebanyakan tidak bermimpi, sulit
bangun saat serangan berlangsung,
dan fugue disosiatif. Tidak terdapat
gangguan mental organik.
namun setelah serangan segera tidur
lagi. Saat tersadar keesokan paginya,
tidak ingat kronologi kejadiannya.
Kecelakaan dapat terjadi akibat
jatuh dari tangga, jendela, atau saat
berjalan ke luar rumah. Biasanya
mau diajak ke tempat tidur tanpa
perlawanan. Hindari menghalanghalangi atau membangunkannya
karena menyebabkan bingung, cemas,
atau melarikan diri. Dapat dengan
susah payah disadarkan/dibangunkan
dari tidurnya.
Pada anak, dapat berjalan ke kamar
tidur orang tua dan memberi respon
terhadap pertanyaan/perintah.
Terkadang kencing di tempat yang
tidak biasanya.
Somnambulisme haruslah dibeda­
kan dari serangan epilepsi psikomotor
(s e b e l u m , s e l a m a , d a n s et e l a h
kejadian), waktu siklus tidur malam saat
somnambulisme terjadi, mengantuk di
siang hari, cedera yang terkait, riwayat
keluarga, berbagai faktor pemicu. Yang
terpenting, dokter perlu membedakan
somnambulisme dengan confusional
arousals dan sleep terrors.
foto : ehsbioblog.blogspot.com
Diagnosis
Pemeriksaan dengan polysomno­
g ra p h y m e r u p a k a n b a k u e m a s
penegakan diagnosis somnambulisme.
Rekaman video dapat membantu
melihat pola aktivitas serangan.
Pencitraan otak dengan SPECT
(Single Photon Emission Computed
Tomography) selama tidur berjalan
menunjukkan deaktivasi frontoparietal
associative cortices (gambaran khas
tidur), serta aktivasi posterior cingulate
dan jaringan anterior cerebellum.
Di dalam menegakkan diagnosis,
dokter perlu memerhatikan deskripsi
detail peristiwa, tingkat kesadaran
Manajemen
Dokter akan memberikan terapi
sesuai indikasi, misalnya: golongan
antidepresan trisiklik (misalnya:
clomipramine) atau benzodiazepin
(seperti: clonazepam, diazepam,
alprazolam, temazepam, flurazepam).
Untuk terapi jangka panjang, dianjur­
kan teknik relaksasi, imajinasi men­
tal, dan anticipatory awakening
(membangunkan penderita 15-20 menit
sebelum saat semestinya ia bangun lalu
menjaganya agar tetap bangun).
Episode somnambulisme yang
memanjang diketahui terkait dengan
agonis reseptor benzodiazepine,
medikasi sedative-hypnotic, seperti:
zolpidem, zaleplon, dan zopiclone,
sehingga pemakaian obat-obat ini
harus dihentikan setelah berkonsultasi
dengan dokter.
Psikoterapi bermanfaat bag i
penderita somnambulisme dewasa,
untuk mengatasi konflik psikologis.
Hipnosis dan terapi perilaku kognitif
juga bermanfaat untuk mengatasi
penderita tidur berjalan.
Pencegahan
Berbagai upaya dapat dilakukan,
seperti: mengurangi minum sebelum
tidur, mengunci-menutup rapat
semua pintu-jendela agar penderita
tidak dapat keluar, menyingkirkan
semua benda yang berpotensi mem­
bahayakan-melukai penderita,
berkonsultasi dengan dokter untuk
memilih obat yang cost-effective, ja­ngan
malu takut untuk berobat ke dokter.
Disiplin melakukan higiene tidur,
seperti: membiasakan diri untuk;
kencing sebelum tidur, tidur-bangun
teratur pada jam yang sama setiap
hari. Bila terbiasa memungkinkan tidur
siang; biasakanlah di waktu yang sama,
sesudah makan siang merupakan waktu
terbaik. Hindari tidur siang lebih dari
45 menit. Hindari konsumsi minuman/
makanan yang mengandung alkohol.
Hindari berolahraga sore-malam
hari atau menjelang tidur. Hindari
meletakkan peralatan elektronika (TV,
radio) di kamar tidur.
Kondisikanlah suasana tidur yang
nyaman, seperti: mendengarkan musik
lembut sebelum tidur, mematikan
lampu, menggunakan kasur yang
lembut serta bantal-guling yang
empuk, sejuk, harum, tenang.
Berinteraksi dengan penderita saat
“beraksi”, memicu perilaku agresif
sehingga perlu dihindari.
Dengan penanganan terpadu dan
paripurna, somnambulisme akan
teratasi dengan baik.
Dito Anurogo, dokter digital/online di detik.
com, penulis 18 buku, S2 IKD Biomedis FK UGM,
ketua UKM Jurnal Paradigma HMP UGM, ketua
Forum Kewirausahaan Sosial Yogyakarta – Jawa
Tengah, email: [email protected]
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
49
PROFIL
Hidup ibarat laut yang membentang
luas dan menyimpan banyak misteri.
Begitupun dengan misteri kehidupan
politisi PDI Perjuangan asal Sumenep
ini Said Abdullah. Siapa sangka jika
Politisi PDI Perjuangan yang selama
tiga periode terpilih menjadi wakil
rakyat, plus menjadi Wakil Ketua
Badan Anggaran (Banggar) DPR RI
pada periode 2014-2019 ini, dulunya
sempat mengalami masa-masa sulit.
Said Abdullah
Soekarnois Dari
Timur Pulau Garam
J
:r
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
fo
to
50
un
i/i
w
angan membayangkan kondisi
saya sekarang. Itulah kalimat
p e r t a m a y a n g ke l u a r d a r i
bibir pemilik nama lengkap
Muhammad Said Abdullah ketika
Parlementaria menemuinya di ruang
pimpinan Banggar DPR RI, Senayan
beberapa waktu lalu. Ya, Said, begitu
ia biasa disapa, mengaku sempat
menjalani profesi sebagai tukang cuci
mobil dan sales keripik tempe. Namun
untuk sampai kepada tahap itu ada
baiknya jika kita ikuti terlebih dahulu
fase-fase kehidupannya sebelumnya.
Ya, terlahir ditengah-tengah
keluarga yang sangat religius membuat
jiwa Said sarat akan nilai-nilai agama.
Setidaknya, sejak kecil ia berusaha
untuk tidak alpa dalam menjalankan
sholat lima waktu dan mengaji. Tidak
hanya Habluminallah (komunikasi
dengan Allah SWT-red), kedua
orangtuanya, Abdullah Syekhan
Baqraf dan (Alm) Fatimah
Gauzan pun mengajarkannya
untuk tidak melupakan
Habluminnanas (hubungan
dengan sesama manusiared). Tidak berlebihan jika
kemudian membuat Said
gemar bersosialisasi dan
berorganisasi. Bahkan
sang ayah pun kerap
menyertakan Said
ke acara-acara
yang digelar oleh
Nahdlatul Ulama
(NU), salah satu
organisasi terbesar di
daerahnya.
yang konon merupakan singkatan dari
Memang Gagah wanita Indonesia),
Guntur (Gunakanlah Tenagamu untuk
Rakyat). Tapi untuk yang satu itu
saya belum konfirmasi ke bu Mega
ya,”ungkap Said diselingi tawa.
Memasuki usia SMA, tepatnya di
SMAN 1 Sumenep jiwa organisatorisnya
semakin terligat. Selain aktif dalam
organisasi sekolah, ia pun mulai terjun
dalam organisasi politik di luar sekolah.
Ia pun bahkan sempat duduk dalam
kepengurusan organisasi tersebut.
Dalam OSIS SMA misalnya, tahun
1981 ia pernah dipercaya menjadi
sekertaris OSIS SMAN 1 Sumenep.
Sementara di organisasi luar sekolah
ia sempat terpilih menjadi Ketua DPC
Majelis Muslimin Indonesia Kabupaten
tentu memilih PDI Perjuangan (Saat
itu PDI -red), Kakak memilih Golkar,
dan adik saya PPP. Alhamdulillah
sampai sekarang tidak pernah ada
gesekan antar keluarga dan saudara.
Orangtua saya benar-benar NU yang
moderat,”akunya.
Lewati Masa-Masa Sulit
Usai memimpin Banteng Muda
Indonesia di Kabupaten Sumenep,
jiwa muda Said tertantang untuk
“m e n a k l u k a n” i b u k o t a . I a p u n
memutuskan hijrah ke Jakarta. Saat
inilah ia sempat melalui masa-masa
sulit. Ia hidup menumpang di rumah
salah satu temannya selama beberapa
hari. Namun, lama tak jua memperoleh
pekerjaan tetap, alhasil Said pun
foto : andri/iw
NU yang Soekarnois
Uniknya meski kental dengan
ajaran NU, namun sang ayah juga
melengkapi kehidupan putra-putrinya
dengan ajaran sang proklamator. Masih
diingat Said, sang ayah mengumpulkan
anak-anaknya hanya untuk
memperdengarkan pidato Presiden
Pertama Indonesia itu. Saat mendengar
suara khas Bung Karno yang sangat
kharismatik itu, dada Said yang saat itu
masih duduk di bangku SDN Kepanjin,
Sumenep itu pun langsung berdegup
keras. Degupan yang mengisyaratkan
semangat nasionalisme yang mulai
bergejolaknya dalam jiwa mudanya.
Memasuki usia SMP, sang ayah pun
melengkapi pendidikan kebangsaan
bagi anak-anaknya lewat buku-buku
tentang Soekarno.
“Kondisi perpolitikan saat itu
membuat ayah harus sembunyisembunyi memperdengarkan rekaman
pidato Bung Karno yang didapatnya.
Begitupun ketika SMP dimana ayah
saya mulai membelikan kami bukubuku tentang Soekarno, beliau
meminta kami untuk tidak membawa
buku tersebut ke luar dari rumah.
Buku-buku itu menjadi ‘makanan’
Kami sehari-hari,”kisah pria kelahiran
Sumenep, 22 Oktober 1962 ini.
Masih diingatnya, buku pertama
tentang Soekarno yang diberikan sang
Ayah bertajuk SARINAH. Buku Sarinah
isinya kurang lebih tentang perjuangan
perempuan saat itu. Konon nama
itu diambil dari nama salah seorang
pengasuh Soekarno yang juga ikut
memberikan pendidikan budi pekerti
pada Presiden Pertama Indonesia itu.
Namun pada masa itu tidak jarang Said
mendengar slogan bahwa SARINAH itu
merupakan singkatan dari kalimat “Siapa
Anti Republik Indonesia Nanti Akan
Hancur”. Tidak hanya Said pun kerap
mengoleksi foto-foto sang proklamator.
“Buku Sarinah kan sangat populer
saat itu. Bahkan sempat beredar
kabar bahwa Sarinah itu merupakan
singkatan dari Siapa Anti Republik
Indonesia Nanti Akan Hancur. Ketika itu
memang banyak singkatan-singkatan
yang beredar, seperti nama Putraputri Bung Karno, seperti Megawati
Di sela-sela Rapat Kerja dengan Pemerintah
Sumenep. Sebagai pengagum sang
proklamator, Said pun bergabung
dengan organisasi kepemudaan yang
menjadi kaderisasi PDI Perjuangan
(ketika itu masih PDI). Ia sempat
terpilih menjadi Ketua DPC Banteng
Muda Indonesia Kabupaten Sumenep
untuk periode 1982-1985.
“Alhamdulillah orangtua saya
sangat liberal, beliau hanya berpesan
satu yakni tanggung jawab. Ya kami
harus bertanggung jawab terhadap
tindakan kami masing-masing. Hal itu
terbukti dengan pilihan partai politik
di keluarga saya yang berbeda-beda
semua. Saya yang seorang Soekarnois
menerima tawaran menjadi tukang
cuci mobil di Jombang, Ciputat.
“Sekitar tahun 1986 saya merantau
ke Jakarta. Di Jakarta saya tidak tahu
harus melakukan apa. Saya tidak
punya pekerjaan. Ada tawaran menjadi
tukang cuci mobil di Jombang, Ciputat
ya saya terima dari pada tidak pegang
duit sama sekali. Apa salahnya menjadi
tukang cuci mobil?.Dari hasil mencuci
mobil sehari saya dapat lima ratus
perak, untuk makan tiga kali sehari
habis dua ratus lima puluh perak.
Sisanya dua ratus lima puluh perak lagi
bisa dikumpulkan untuk kebutuhan
lainnya. Ya alhamdulillah,”kisahnya.
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
51
menjadi juru kampanye nasional PDI di
Kabupaten paling timur di Pulau Garam,
Madura itu. Berkat usahanya, PDI
meraih suara terbanyak di Sumenep
dalam pemilihan umum saat itu. Dari
sana, ia pun didapuk untuk menjadi
staff ahli wakil ketua DPR RI bidang
Politik dan keamanan (Polkam).
Lika-liku kehidupan yang pernah
dilakoninya sebelumnya menjadikan
pelajaran bagi Said untuk kembali
berjuang di ibukota. Singkat cerita,
usai menjadi staff ahli Wakil Ketua DPR
RI bidang Polkam, Said pun menjajal
peruntungan di dunia bisnis. Ia menjadi
foto : dokpri/iw
Sekitar satu tahun menjalani profesi
tersebut, tawaran lainnya pun datang.
Oleh salah seorang kenalannya yang
berasal dari Malang ia ditawari untuk
menjadi sales keripik tempe. Said pun
harus mengendari sendiri mobil box
plus mengangkut satu per satu keripik
tempenya. Dalam kondisi sulit tersebut
Said menganggapnya bukan sebuah
perjuangan, namun sebagai sebuah
keharusan. Keharusan untuk tetap bisa
hidup dan makan.
“Filosofi hidup saya sederhana,
siapapun orangnya, apapun pangkatnya,
orang tetap membutuhkan orang lain.
Mau kaya raya, miskin atau apapun,
pasti akan membutuhkan orang lain.
Olehkarena itu dalam hidup saya
ada dua hal yang saya selalu pegang,
berbuat baik dengan kasih. Percuma
berbuat baik ke orang lain tetapi
hatinya tidak tergerak untuk berbuat
baik, itu tidak ada guanya. Makanya
saya selalu katakan “Berbuat baiklah
dengan kasih dan hati,” karena itu lah
yang menjadi senjata utama kita dalam
mengarungi kehidupan ini,”paparnya.
Dalam keseharian, Said memang
dikenal sebagai seorang yang ramah,
suka membantu dan mudah bergaul.Tak
berlebihan jika kemudian dewi fortuna
mulai menghampirinya. Berbekal
pengalamannya sebagai Ketua DPC
Banteng Muda Indonesia Kabupaten
Sumenep, membawanya terpilih untuk
foto : runi/iw
PROFIL
Menyerap aspirasi dengan konstituen
52
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
manajer operasional PT Agung Pratama
dan kemudian CV Bangun Arta. Bahkan
ia pun sempat mendirikan sebuah
perusahaan sendiri. Ketika tengah
menjadi seorang professional, Said
mendapat tawaran dari Partai untuk
mencalonkan diri sebagai wakil rakyat
alias menjadi calon legislatif.
Awalnya Said sempat menolak
tawaran tersebut. Selain karena gaji
anggota DPR RI yang sangat kecil di
banding dengan pendapatannya ketika
itu, ia juga merasa belum mumpuni
untuk menjadi seorang wakil rakyat.
Namun partainya menilai sebaliknya.
Said dinilainya memiliki prestasi yang
cukup gemilang. Ia pun terkenal
dekat dengan masyarakat luas. Hingga
kemudian dorongan kepadanya pun
semakin besar untuk menjadi seorang
anggota legislatif mewakili masyarakat
Sumenep dan sekitarnya.
“Tahun 2004 saya baru berani
mencalonkan diri menjadi anggota
l e g i s l at i ve . Pe r t i m b a n g a n s ay a
ketika itu hanya satu untuk menata
kembali kehidupan masyarakat di
dapil saya khususnya dan masyarakat
Indonesia pada umumnya, untuk
menjadi lebih baik lagi, termasuk
dalam hal perekonomian. Saat ini
menjadi anggota DPR RI merupakan
salah satu cara yang efektif dalam
mewujudkan cita-cita dan harapan
saya tersebut,”akunya.
Penilaian partai tepat. Lewat usaha
dan kerja keras disertai dengan niat
tulus untuk memperbaiki kehidupan
masyarakat daerahnya, Said yang
terkenal dengan pergaulan lintas batas,
berteman tanpa memandang etnis,
kultur, agama dan aliran politik ini
pun berhasil meraup suara terbanyak.
Tahun 2004 untuk pertama kalinya ia
terpilih menjadi anggota legislatif.
“Saya ini kan pelayan. Saya petugas
partai. Sehingga apa yang partai
tugaskan kepada saya, itulah yang saya
lakukan. Saya harus loyal dengan itu.
Termasuk ketika itu Partai memutuskan
saya untuk duduk di Komisi 8 selama
dua periode. Begitupun ketika dalam
periode ketiga saya menjadi anggota
DPR, Partai menugaskan saya untuk
duduk di Komisi XI plus Wakil Ketua
foto : dokpri/iw
Anak Bukan Fotocopy Orangtua
Dibalik kesuksesan seorang suami,
ada perempuan hebat di belakangnya.
Ya, Khalida Ayu Winarti, istri yang
selama ini mendampingi Said dalam
suka dan duka. Tidak banyak wanita
yang bersedia untuk ‘diajak hidup susah’.
Namun bagi Said, Ayu, demikian sang
istri biasa disapa, satu dari sedikit tipe
wanita seperti itu. Masih diingat Said,
saat pertama kali melihat sang istri di
sebuah kesempatan, ia langsung merasa
yakiin bahwa inilah jodohnya yang
akan menjadi isteri dan ibu bagi anakanaknya kelak. Hal itupun yang sejatinya
dirasakan oleh Ayu, Sayangnya, tidak
demikian dengan kedua orangtua Ayu.
“Orangtua isteri saya ketika itu
tidak suka dengan saya. Hubungan
kami pun tidak mendapat restu.
Selalu berbuat baik dengan
kasih dan hati. Dari sana saya
berusaha untuk selalu dekat
dengan masyarakat yang
notabene juga merupakan
teman-teman dan saudara
saya sendiri. Makanya saya
marah betul ketika ada berita
anggota DPR RI tidak reses
atau kunker fiktif.
oleh sang isteri dan keempat anaknya
itu, sepakat untuk membebaskan anakanaknya menekuni bidang yang sesuai
dengan minatnya masing-masing.
“Saya membebaskan anak-anak
memilih bidang hidupnya masingmasing, yang terpenting kami orangtua
sudah memberikan pendidikan dasar
agama, dan menyekolahkannya. Kami
juga memberikan keteladaan lewat
perilaku sehari-hari. Ke depannya akan
menggeluti profesi apa, kami serahkan
semua kepada anak-anak kami. Saya
tidak ingin anak menjadi foto copy
orangtuanya. Jika itu terjadi malah
bisa jadi boomerang bagi orangtuanya,
karena belum tentu minat anak
sama dengan orangtua. Setiap anak
Bersama keluarga
Hingga kemudian kami menikah pada
6 Agustus 1992 silam. “Sampai saat ini
kami hidup bahagia dengan empat
orang anak,” kata Said.
Singkat cerita, empat putra-putri
terlahir dari cinta keduanya, Khaisar
Kiasa Kasih Said Putra, Lillahi Maulana
Abdullah Said Bergas Darmacil, Maulana
Abdullah Said Azel Haq Sang Patriakh,dan
Zeta Zerlinda Saneta Sawina.
Sebagaimana pendidikan
agama yang ia dapatkan dari kedua
orangtuanya sejak kecil, Said pun
melakukan hal yang sama kepada
keempat buah hatinya itu. Bersama
sang isteri, pria yang biasa disapa buya
mewakili eranya, zamannya masingmasing,”pungkas Said.
Ia pun mengaku bangga terhadap
sang istri yang terus mendampinginya
dan mendukungnya, sejak ia belum
bergelut di dunia politik hingga menjadi
wakil rakyat yang notabene waktu
berkumpul bersama keluarga jadi
berkurang. Tidak jarang ketika dirinya
lelah karena berbagai aktivitasnya,
sang istri dan anak-anaknya lah yang
dengan setia menghibur sang buya.
Dan akhirnya, Said pun berhasil
membuktikan kepada kedua orangtua
Ayu akan kesucian cinta keduanya
yang tak lekang di makan waktu.n
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
(ayu, rnm)
Badan Anggaran. saya harus lakukan
itu dengan sebaik-baiknya,”ujar Said
yang dipercaya menjadi anggota DPR
RI selama tiga periode ini.
Dipercaya menjadi anggota DPR RI
dalam kurun waktu tiga periode, yakni
2004-2009, 2009-2014, dan sekarang
2014-2019 ini tentu bukan suatu hal
yang mudah. Terlebih lagi dengan
peta persaingan politik saat ini yang
cukup ketat, ditambah masyarakat saat
ini yang cukup cerdas melihat calon
wakilnya, maka bisa dipercaya kembali
sebagai wakil rakyat merupakan sebuah
hal yang cukup sulit. Namun Said bisa
membuktikan itu semua. Dengan
filosifi hidupnya yang selalu berusaha
berbuat baik dengan kasih dan hati
itulah yang membuatnya kembali
terpilih menjadi anggota DPR RI.
“Selalu berbuat baik dengan kasih
dan hati. Dari sana saya berusaha untuk
selalu dekat dengan masyarakat yang
notabene juga merupakan temanteman dan saudara saya sendiri.
Makanya saya marah betul ketika ada
berita anggota DPR RI tidak reses
atau kunker fiktif. Saya percaya kalau
anggota DPR RI tidak mempergunakan
masa reses nya untuk kembali ke
masyarakat, maka itu akan merugikan
dirinya sendiri,”tegas politisi yang
pernah dicalonkan menjadi Gubernur
Jawa Timur pada tahun 2013 silam.
53
foto : andri/iw
KUNKER
Anggota BURT DPR RI meninjau fasilitas dan pelayanan Rumah Sakit Pertamina, Sorong
B
Fasilitas RS Pertamina Sorong
Perlu Pembenahan
adan Urusan Rumah Tang­
ga (BURT) DPR RI pada
pertengahan Mei 2016 lalu,
mengunjungi rumah sakit
Pertamina Sorong, Wakil Ketua
BURT DPR RI Agung Budi Santosa
menilai fasilitas RS Pertamina Sorong
untuk rawat inap masih perlu banyak
pembenahan dan perbaikan. Pasalnya,
gedung yang digunakan adalah gedung
lama jadi diperlukan renovasi fasilitas
rawat inap, meski pelayanan untuk
rawat jalan sudah cukup baik dan
memadai.
Hal itu diutarakannya di selasela kunjungan Tim Kunspek Badan
Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR
54
RI, untuk melihat kesiapan dan
pelayanan kesehatan bagi anggota DPR
RI dan keluarganya di RS Pertamina
Sorong, belum lama ini. Dengan
pembenahan itu maka anak dan isteri
anggota Dewan yang berasal dari dapil
Sorong maupun anggota yang sedang
kunjungan kerja di daerah tersebut
bila memerlukan pelayanan kesehatan
dapat dicover oleh asuransi Jasindo.
Menurut Wakil Ketua BURT Agung
Budi Santoso (F-PD), kunjungan ini
juga untuk melihat pelaksanaan
Perpres No. 68 Tahun 2014 serta aturan
pelaksanaannya yakni Permenkes No.
55 Tahun 2014 dan Permenkeu No.
167 Tahun 2014 terkait pelayanan
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
kesehatan pejabat negara termasuk
anggota DPR RI dan keluarganya.
“Sebagai anggota BURT DPR
RI kami memiliki tugas untuk
memastikan pelayanan dan fasilitas
yang ada di rumah sakit-rumah sakit
yang menangani pasien BPJS dan
Jamkestama seperti kami (anggota
DPR RI). Setelah kami lihat langsung,
fasilitas dan peralatan yang disiapkan
rumah sakit Pertamina Sorong,
Papua Barat, ini cukup memadai,
seperti adanya pelayanan tramua
center, Elektrokardiogram (EKG) yang
merupakan alat untuk mengetahui
kondisi jantung seseorang,” jelas Agung
saat meninjau RS tersebut, Rabu (25/5)
Cek-up Rutin
Dalam kesempatan yang sama
anggota BURT DPR RI Indah Kurnia
dari fraksi PDI-P mengatakan “Saya
berharap Jasindo dapat meningkatkan
kualitas pelayanan asuransi anggota
dewan, dengan tindakan pencegahan
seperti melakukan cek-up rutin
kesehatan bagi anggota DPR RI,”
ungkap politisi PDI Perjuangan ini.
Selaku anggota BURT DPR, lanjut dia,
memang memerlukan kepastian bahwa
seluruh anggota baik yang berada dari
dapil Sorong maupun anggota yang
sedang melakukan kerja di daerah ini
dapat tercover dengan baik.
“Bukan kita mendambakan
kenyamanan dan kemewahan namun
hanya kepastian ini dapat tercover,
apabila kita sakit dalam melakukan
tugas,” tegasnya.
Satu lagi untuk Jasindo, BURT
mengharapkan tindakan preventif
bisa melakukan Medical cek-up karena
selama ini anggaran tersebut sangat
dibatasi. Saat melakukan rapat kerja
di Komisi XI, dirinya mengusulkan
untuk anggaran Medical cek-up itu
Anggota BURT DPR RI meninjau RSUD Dr. M Haulussy, Ambon, Provinsi Maluku,
harus diberikan kelonggaran. Karena
ini jauh lebih penting daripada Jasindo
membayar orang yang sudah sakit.
“Lebih baik mencegah dari pada
mengobati,” tegasnya.
Sementara itu Kunjungan kerja
Badan Urusan Rumah Tangga (BURT)
DPR RI di Provinsi Ambon, Wakil
Ketua BURT (Badan urusan rumah
tangga), Elva Hartati mengkritisi
pelayanan dan fasilitas yang diberikan
RSUD Dr. M Haulussy kepada anggota
DPR RI. Hal tersebut diungkapkannya
usai meninjau RSUD Dr.M Haulussy,
Ambon, Provinsi Maluku, Selasa
(31\5).
“Kedatangan kami, Tim kunjungan
kerja BURT ke RSUD Haulussy ini
tujuanya adalah untuk meninjau pro­
gram jaminan kesehatan bagi anggota
DPR RI beserta keluarganya di seluruh
Indonesia. Kali ini kebetulan provinsi
Maluku yg kita datangi,”ujar Elva.
Sayangnya lanjut Elva, setelah
ia melihat langsung kondisi rumah
sakit bersama seluruh tim BURT,
mendapati kenyataan bahwa rumah
sakit terbesar di provinsi itu belum
memadai pelayanannya. Dimana
standar pelayanan anggota DPR RI
berdasarkan peraturan yang ada
adalah VIP. Sementara rumah sakit
tersebut belum memiliki ruang VIP,
hanya ruang khusus sebagai ruang
dengan kualitas tertinggi.
“Tidak hanya ketiadaan ruang
VIP di rumah sakit tersebut, namun
juga fasilitas lainnya berupa alat-alat
kesehatan dan tenaga medis nya
kurang lengkap. Sebut saja tidak
adanya dokter ahli jantung yang stand
by di rumah sakit tersebut,” tambah
politisi dari fraksi PDI Perjuangan ini.
Oleh karena itu Elva berharap
agar pemerintah pusat memberikan
perhatian khusus terhadap rumah
sakit ini yang merupakan rumah
sakit terbesar di provinsi ini. Hal
itu tidak semata untuk memberikan
pelayanan terhadap anggota DPR RI
saja, melainkan juga untuk seluruh
masyarakat Ambon.
RSUD Haulussy merupakan
rumah sakit terbesar di provinsi
Maluku dan menjadi salah satu
rumah sakit provider PT Jasindo.
PT Jasindo merupakan perusahaan
yang menangani pro­g ram Jaminan
Kesehatan utama (Jamkestama) bagi
anggota DPR RI. n
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
(andri, ayu)
ada tempat destinasi wisata Raja
Ampat. RS Pertamina Sorong harus
memenuhi persyaratan karena tempat
wisata harus ada rumah sakit bertaraf
internasional. Kita harapkan Pertamina
lah yang terdepan dalam melayani
sarana dan prasarana tersebut,”.
foto : ayu/iw
di Sorong, Papua.
Lebih lanjut Agung menjelaskan
pihaknya ingin mengetahui lebih
banyak layanan RS yang bekerja
sama dengan Jasa Asuransi Indonesia
(Jasindo). Semua pejabat negara
termasuk anggota DPR RI sudah
otomatis menjadi peserta Jasindo
untuk mendapat layanan kesehatan
V VIP lewat program Jamkestama
(jaminan kesehatan utama).
Ada beberapa RS di setiap daerah
yang ditunjuk Jasindo untuk melayani
kesehatan para penyelenggara negara.
Jaminan kesehatan ini juga diberikan
kepada anggota keluarga pejabat
negara, dalam hal ini anggota DPR RI.
Hal yang sama ditambahkan
anggota BURT DPR RI Refrizal, RS
Pertamina Sorong sebagai provider
yang bekerjasama dengan PT. Jasindo,
harus siap melayani pasien umum
dan anggota Jamkestama VVIP yaitu
anggota DPR RI maupun pejabat
daerah setempat agar tidak ada lagi
pengobatan yang harus di rujuk
ke Jakarta. Untuk itu dia berharap
RS Pertamina Sorong dapat menjadi
rujukan utama di kota Sorong, Papua
Barat dalam pelayanan kesehatan
kepada masyarakat, karena kota
Sorong juga merupakan destinasi
pariwisata yang favorit di Indonesia.
“Jadi tidak perlu lagi jauh-jauh
ke Jakarta, harusnya disiapkan oleh
RS Pertamina Sorong, apalagi disini
55
KUNKER
Komisi V Tinjau Standar
Keselamatan dan Keamanan
Transportasi Darat, Laut dan Udara
56
foto : naefurodji/iw
K
etua Tim Kunjungan Kerja
Spesifik Komisi V DPR RI, Yudi
Widiana Adia menegaskan
bahwa standar keamanan
dan keselamatan yang diterapkan
dalam proses produksi perakitan Bus
Rapid Transit (BRT) mengacu pada
UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan. Hal tersebut
terungkap saat meninjau sistem standar
keamanan dan keselamatan dalam
proses perakitan BRT di PT Laksana
Karoseri, Ungaran, Semarang Jawa
Tengah, baru-baru ini.
“Setiap kendaraan bermotor
dalam hal ini Bus Rapid Transit harus
memenuhi persyaratan teknis dan
laik jalan karena ini menyangkut
standar keselamatan dan Keamanan,
kenyamanan, keterjangkauan,
kesetaraan dan keteraturan sesuai UU
No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan,” terang Yudi.
Setelah meninjau langsung proses
perakitan BRT dari penyiapan rangka
hingga finishing bagian interior bus,
politisi Partai Keadilan Sejahtera ini
mengapresiasi sistem kerja, standar
keamanan dan keselamatan yang
diterapkan di PT. Laksana Karoseri.
“Dari proses perakitan yang kita lihat
langsung tadi serta daya dukung sarana
dan prasarana pabrik saya lihat sudah
baik.,” imbuh Yudi.
Namun demikian, Pimpinan Komisi
V DPR RI ini mengkritisi rencana
penempatan 1000 Bus Rapid Transit
di 8 kawasan perkotaan di Indonesia
ini, karena mayoritas bus sebanyak
300 unit diperuntukkan wilayah
Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi).
“Jakarta dan sekitarnya ini sudah
dikenal sangat macet, kalau ditambah
BRT sebanyak itu apa tidak menambah
kemacetan. Saya kira perlu ditinjau
ulang terkait penyebaran (pembagian)
BRT ini agar daerah-daerah yang
lebih membutuhkan itu diutamakan,”
saran Yudi.
Tim Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI melihat proses perakitan BRT di Ungaran, Jateng
S e m e nt a ra i t u , Wa k i l Ket u a
Komisi V DPR RI Michael Wattimena
mengapresiasi proses perakitan BRT,
terlihat kualitas pekerjaan karoseri
PT. Laksana sangat mumpuni dan
memenuhi standar keselamatan dan
keamanan, proses pengerjaannya
juga sesuai dengan spesifikasi yang
dikehendaki.
Politisi Demokrat ini menjelaskan
bahwa 1.000 unit Bus Besar BRT pesanan
Kemenhub TA 2015 sudah selesai dibuat
dan disebar di 33 provinsi seluruh
Indonesia. BRT menjadi bagian dari
program pengadaan 3.000 unit bus
pada tahun 2015-2019 oleh Kemenhub
yang berasal dari dana APBN hasil
dari pengalihan subsidi bahan bakar
minyak (BBM) yang digunakan untuk
pembangunan infrastruktur, salah
satunya adalah infrastruktur transportasi.
Dari 1.000 bus yang dipesan
Kemenhub untuk tahun 2015, proses
p ro d u k s i ny a d il a k s a n a k a n o l e h
7 perusahaan karoseri, antara lain
Karoseri Laksana 350 bus, Karoseri
Rahayu Sentosa 200 bus, Karoseri
Tentrem 150 bus, Karoseri New Armada
100 bus, Karoseri Trisakti 100 bus,
Karoseri Restu Ibu Pusaka 50 bus, dan
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
Karoseri Piala Mas 50 bus.
Sementara itu, terkait biaya
pengiriman bus yang tidak masuk
dalam perjanjian kontrak dengan
perusahaan karoseri, Michael berjanji
akan membahasnya dalam rapat dengan
Kemenhub.
“ S o a l t a n g g u n g j awa b b i ay a
pengiriman bus (delivery) yang saat ini
masih ditanggung oleh pihak penerima,
dalam hal ini Pemda, Pemkot, Pemkab
atau instansi masing-masing, tentu
akan membebani apalagi jika jaraknya
jauh sehingga butuh biaya tinggi,”
ungkap Michael.
Politisi Dapil Papua Barat ini berharap
nantinya biaya pengiriman bus ini bisa
dijadikan satu paket dengan proyek
perakitannya sehingga ditanggung
oleh APBN namun hal ter­sebut perlu
dibicarakan dengan pihak Kemenhub
terkait ketersediaan anggaran.
Sementara pada APBN TA 2016 ini
Direktorat Bina Sistem Transportasi
Pe rko t a a n D it j e n Pe rh u b u n g a n
Darat Kemenhub rencananya akan
mengalokasikan anggaran untuk
pengadaan 183 unit bus besar BRT dan
630 unit bus sedang BRT dengan total
anggaran mencapai 697 miliar.
“A d a d u a h a l p e n t i n g y a n g
menjadi fokus Komisi V DPR RI untuk
meningkatkan kualitas penerbangan
nasional, yakni peningkatan kategori
penerbangan yang setaraf dengan
penerbangan internasional serta
mendorong pemerintah untuk tegas
menerapkan regulasi penerbangan,”
tambahnya.
Komisi V pun, ungkap Fary, akan
terus memberikan dukungan agar
Kementerian Perhubungan tegas
untuk memberikan sanksi-sanksi yang
berkaitan dengan safety dan security
foto : eka/iw
Anggota Komisi V DPR RI melihat pembuatan kapal navigasi milik Kemenhub di Batam
bagi semua pihak yang terkait.
Sekedar informasi, acara tersebut
dibuka langsung oleh Menteri
Perhubungan Ignasius Jonan, selain
pertemuan ICAO, di hari itu pula
diadakan pameran Transportation
Ministerial Meeting of Developing
Countries yang di adakan di Hotel
Kartika Plaza Bali.
Tinjau Pembuatan
Kapal Navigasi di Kepri
Komisi V DPR RI dipimpin H.A Bakri
(F-PAN) didampingi 10 Anggota Dewan
kunjungi Galangan Kapal PT. Citra
Shipyard dan PT. Palindo Marine di
Seilekop, Kecamatan Sagulung, Ba­
tam, Kepri melihat pembuatan ka­
pal Kenavigasian yang dipesan oleh
Direktorat Perhubungan Laut, Ke­
menterian Perhubungan, belum lama ini.
Dari penjelasan Manajemen PT. Citra
Shipyard diketahui bahwa pengerjaan
kapal berjalan sesuai dengan rencana
kontrak kerja/target dan diharapkan
selesai tepat waktu. “Perusahaan perlu
dana semaksimal mungkin. Kami akan
meyakinkan pemerintah terkait hal ini,
dan tentunya kita berharap kebutuhan
itu bisa dipenuhi,“ ungkap politisi PAN
dapil Jambi ini.
Manager Operasional PT. Citra
Shipyard, Hendri Osvarizal mengatakan,
perusahaannya mengerjakan 4 (empat)
unit kapal milik Direktorat Perhubungan
Laut. Keempat kapal kenavigasian itu
adalah 2 (dua) unit kapal pengamat
perambuan dengan ukuran 32 meter
dengan kecepatan 20 knot. Kapal ini
menghabiskan anggaran Rp 68 miliar
dan direncanakan selesai pada 17
Agustus mendatang. Dua kapal lainnya yakni kapal kelas
1 ukuran 60 meter dengan kecepatan
15 knot menghabiskan anggaran Rp
233 miliar dengan masa pengerjaannya
selama 22 bulan.
“Pencapaian pengerjaan sudah 97%
untuk dua kapal pengamat peram­
buan, dua kapal lagi selesai Juni 2017
mendatang,” kata Hendri dengan me­
nam­bahkan bahwa adanya aktivitas
pembuatan kapal ini Batam kembali
menggeliat.
Namun ia tak memungkiri peme­
sanan pembuatan kapal tahun ini masih
kurang dibandingkan tahun sebelum
industri galangan kapal terpuruk. Dua
tahun lalu PT. Citra Shipyard mampu
mempekerjakan 8.000 karyawan,
namun saat ini hanya tersisa 1.000
orang karena sepinya order.
Ia berharap, proyek kapal milik
pemerintah dibuat di galangan ka­
pal di Batam, mengingat SDM dan
infrastruktur di sini cukup memadai.
“Pemesanan kapal masih ada, tapi tidak
begitu ramai. Harusnya pemerintah
memesan pembuatan kapal di Batam,
agar industri galangan kapal di sini
tetap berjalan dengan baik dan
bergairah.” ujarnya.
Sementara itu Anggota Fraksi Par­tai
Gerindra. Novita Wijayanti menjelaskan,
Indonesia secara nasional membutuhkan
125 kapal niaga dan akan bisa tercapai 5
tahun mendatang. “Kita sebagai anggota
Dewan tentu men­d ukung program
transportasi laut itu bisa tercapai secara
maksimal dari segala aspek. Namun
yang sudah dianggarkan hendaknya bisa
terserap meski ada kendala,” imbuhnya.
Yang menarik, lanjut Novita, kapal
yang dipesan tidak hanya untuk
Indonesia saja, ternyata juga mem­
produksi untuk Malaysia. “Ini suatu
yang membanggakan apalagi kalau
karyawannya semua tenaga kerjanya
dari Indonesia, sebab akan mengurangi
pengangguran,” tuturnya. n
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
(odjie, azka, eka)
Fary Djemi Francis
foto : azka/iw
Tingkatkan Kualitas
Penerbangan Indonesia
Komisi V DPR RI mendorong
pemerintah untuk meningkatkan
kualitas sistem penerbangan Indonesia
dari kategori 2 menjadi kategori 1, hal
tersebut di kemukakan Ketua Komisi
V DPR RI Fary Djemi Francis usai
menghadiri pertemuan International
Civil Aviation Organization (ICAO)
bersama Menteri Perhubungan RI
Ignasius Jonan, sejumlah anggota
Komisi V DPR RI dan para menteri dari
32 negara di Bali, baru-baru ini.
Menurut Fary pemerintah dalam hal
ini Kemenhub harus bisa menaikkan
kategori penerbangan nasional dari
kategori 2 menjadi kategori 1. “DPR RI akan terus mengawal dan
mengawasi kinerja pemerintah dan ikut
serta memberikan saran dan arahan
sebagai mitra kerja Kemenhub, dalam
rangka konsistensi untuk menjaga safety
dan security di bidang perhubungan
udara ,darat,dan laut,” tegas Fary.
57
foto : iwan armanias
KUNKER
Kunjungan Kerja Komisi VIII DPR RI ke Kalimantan Timur
Pentingnya TJSP untuk
Kesejahteraan Masyarakat
dan Pengentasan Kemiskinan
R
ancangan Undang-Undang
(RUU) tentang Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan
(TJSP) atau Corporate Social
Responsibility (CSR) sebagai RUU
Inisiatif dari DPR RI dari Komisi VIII
DPR RI diharapkan menjadi momentum
strategis untuk mewujudkan kesejah­
teraan masyarakat dan pembangunan
berkelanjutan.
Komisi VIII DPR RI mengirimkan
tiga tim kunjungan kerja pada awal
Juni lalu, guna menghimpun masukan
dalam rangka pembahasan RUU TJSP
ini. Tim Panja RUU TJSP ke Provinsi
Kalimantan Timur, dipimpin oleh
58
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Deding
Ishak (F-PG), Anggota Komisi VIII
DPR RI Ledia Hanifa Amaliah (F-PKS)
memimpin tim panja ke Provinsi
Sumatera Selatan, dan ke Provinsi
Jawa Timur dipimpin oleh Wakil Ketua
Komisi VIII DPR RI Sodik Mudjahid
(F-Gerindra).
Deding mengatakan, pengaturan
TJSP dalam sebuah undang-undang
akan memberikan kepastian hukum
kepada semua pihak yang terlibat dalam
penyelenggaraan TJSP. Ketentuan
ini, lanjutnya, dimaksudkan untuk
mendukung terjadinya hubungan
perusahaan yang serasi, seimbang, dan
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
sesuai dengan lingkungan, nilai, norma,
dan budaya masyarakat setempat.
“Dalam peraturan mengenai
TJSP terdapat beberapa peraturan
perundang-undangan yang mengatur
mengenai TJSP. Namun, pengaturannya
masih menimbulkan multitafsir dalam
memaknai TJSP. Selain itu, perbedaan
pemahaman dalam memaknai TJSP
juga menyebabkan perbedaan
pelaksanaan TJSP,” ungkap Deding,
saat pertemuan dengan Gubernur
Provinsi Kalimantan Timur yang
diwakili Asisten Kesejahteraan Rakyat
(Asisten III) Bere Ali, DPRD Pemprov
Kaltim, DPRD Kota Bontang, Pemkot
Balikpapan, PT Badak LNG, PT Pupuk
Kaltim, dan PT Indominco Mandiri, di
Guest House Provinsi Kaltim.
Untuk itu, tambah politisi asal dapil
Jawa Barat itu, diperlukan koordinasi
yang sinergis antara pemerintah,
Pemda, perusahaan, dan masyarakat.
Dalam hal ini, sambungnya, pemerintah
dan pemda dapat berperan sebagai
regulator dan pengawas yang
mampu meng koordinasikan dan
mensinergikan penyelenggaraan
tanggung jawab sosial yang dilakukan
oleh perusahaan agar bermanfaat bagi
masyarakat secara optimal dan dapat
memberikan kontribusi terhadap
pembangunan nasional.
Hal senada diungkapkan Ketua
Komisi VIII DPR RI M. Ali Taher yang
turut dalam kunjungan ke Kaltim.
Politisi F-PAN itu mengatakan,
pengaturan TJSP/CSR dalam sebuah
undang-undang mengatur secara
umum atau secara keseluruhan,
sehingga tidak berlaku parsial. Oleh
sebab itu, tambahnya, Komisi VIII DPR
RI memerlukan masukan-masukan
dari daerah-daerah, perusahaanperusahaan dan masyarakat terkait
dengan RUU TJSP/CSR.
Ditambahkannya, kepastian hukum
ini sangat diperlukan, karena jika tidak
diatur dikhawatirkan akan terjadi
ketidakadilan antara daerah dalam
penerapannya. Ia memberi contoh, ada
perusahaan besar di daerah tertentu
tidak memberikan dana CSR, ada
perusahaan tertentu di daerah lain
meski perusahaannya belum besar tapi
memberikan dana CSR.
“Jadi intinya, bagaimana manfaat
sosial dirasakan oleh masyarakat.
Oleh karena itu, undang-undang itu
harus memberikan jalan keluar bagi
perusahaan-perusahaan sekaligus
pemerintah mencari solusi terbaik
dengan empat pendekatan yaitu politik,
ekonomi, lingkungan, dan sosial,” harap
politisi asal dapil Banten itu.
Sementara itu, Anggota Komisi
VIII DPR RI (F-PDI Perjuangan) Samsu
Niang menegaskan, TJSP/CSR ini
bersifat wajib hukumnya. Pasalnya,
selama ini terkadang perusahaanperusahaan masih menganggap TJSP/
CSR sukarela.
P o l i t i s i a s a l d a p i l S u l aw e s i
Selatan itu berharap, UU TJSP ini
menjadi momentum dalam rangka
mengentaskan kemiskinan yang
berbasis daerah dan keadilan, juga
memperbaiki hubungan pusat dan
daerah yang sekarang masih dirasakan
CSR yang selama ini
dilakukan oleh perusahaan,
yang nantinya akan diatur
dalam UU TJSP, diharapkan
dapat meningkatkan taraf
hidup masyarakat sekitar
perusahaan. Pasalnya,
banyak perusahaan
dan industri di wilayah
Indonesia, namun
masyarakat disekitarnya
terlihat miskin.
Anggota Komisi VIII DPR RI,
Rahayu Saraswari
belum adil.
Dalam kesempatan yang sama,
Ketua Komisi I DPRD Provinsi Kaltim,
Josep, berharap RUU TJSP nantinya
dapat berkontribusi terhadap
pembangunan, dan khususnya
kesejahteraan masyarakat Kaltim.
Menurutnya, perusahaan itu jangan
hanya mengeruk, mengeksploitasi
dan mendapatkan hasilnya saja tetapi
tidak berkontribusi yang cukup.
“Selama ini belum ada peraturan
yang jelas, termasuk Perda yang telah
diberlakukan di Kaltim,” tambahnya.
Sementara itu, perwakilan dari
PT Badak LNG Bontang, Hermansyah
mengatakan, perlu adanya aturan
mengenai kriteria dan skala
perusahaan, terutama perusahaan
yang bergerak di bidang sumber daya
alam, karena eksplorasi sumber daya
alam berdampak kepada kehidupan
komunitas setempat. Namun,
sambungnya, hendaknya perusahaan
yang tidak bergerak di bidang sumber
daya alam turut juga melaksanakan
program TJSP/CSR sebagaimana
mestinya.
Me n u r u t He r m a n s y a h , y a n g
diha­rapkan perusahaan dalam me­
nyelenggarakan TJSP adalah hubungan
harmonis dan mutualisme antara
perusahaan dengan masyarakat sekitar
operasional dan pemda. Terwujudnya
kemandirian dan peningkatan per­
ekonomian serta kesejahteraan
masyarakat sekitar operasional
perusahaan.
Tak Bebani Perusahaan
Ledia Hanifa Amaliah berharap,
RUU TJSP/CSR yang sedang dibahas
Komisi VIII, dalam implementasinya
tidak membebani sejumlah perusahaan
yang memiliki kewajiban untuk
menjalankan program CSR.
“At u ra n C SR ini d iu p aya k a n
tidak menyulitkan atau membebani
operasional dan kinerja keuangan
perusahaan yang memiliki kewajiban
CSR,” kata Ledia, saat pertemuan
dengan Wakil Gubernur Sumsel Ishak
Mekki, serta perwakilan PT. Indofood,
PT. Mayora, PT. Semen Baturaja, PT.
Pupuk Sriwijaya, dan PT. Bukit Asam.
Anggota Komisi VIII DPR RI
Anda menilai, besaran kewajiban
anggaran CSR belum seragam
angka persentasenya bagi semua
perusahaan. Kelak bila sudah ada
payung hukumnya, dana CSR wajib
disisihkan minimal 5 persen dari laba.
Selama ini, tambah politisi
F-Gerindra itu, sejumlah perusahaan
mengeluarkan anggaran CSR mulai 1
sampai 4 persen dari laba yang sudah
diraih. Menurut Anda, penduduk miskin
yang tinggal di sekitar perusahaan
cukup banyak, sehingga membutuhkan
pemberdayaan dari anggaran CSR,
apalagi alokasi anggaran pemerintah
dari APBN sangat terbatas.
“Dalam aturan baru nanti harus
ada besaran minimal CSR dan ada
sanksi bagi perusahaan yang tidak
menjalankan program CSR. Dengan
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
59
foto : husen/iw
KUNKER
Anggota Komisi VIII DPR RI melakukan pertemuan dengan Wakil Gubernur Sumsel Ishak Mekki, serta perwakilan PT. Indofood, PT. Mayora,
PT. Semen Baturaja, PT. Pupuk Sriwijaya, dan PT. Bukit Asam.
begitu banyak masyarakat yang akan
terbantu,” tandas Anda. Ditambahkan politisi asal dapil
Banten itu, aturan CSR ini hendaknya
tidak menjadi beban bagi perusahaan.
Sebaliknya, justru jadi kebutuhan
perusahaan untuk menjaga hubungan
yang harmonis dengan masyarakat
setempat. CSR, lanjut politisi dari
dapil Banten I ini, harus pula dipahami
perusahaan untuk bantu pemerintah
mengurang i angka kemiskinan
sekaligus mencerdaskan anak bangsa.
Ishak Mekki sebelumnya juga
mengungkapkan, program CSR di
Sumsel belum berjalan maksimal,
karena belum ada sinergitas yang baik
antara pemerintah dan perusahaan.
Namun, bila kelak aturan CSR sudah
berj alan baik, bisa tanggulang i
masalah-masalah sosial. Forum CSR
harus utamakan masyarakat miskin
yang hidupnya belum layak.
Bukit Asam, misalnya, lebih senang
memberikan CSR langsung kepada
masyarakat daripada lewat forum.
60
Idealnya, besaran CSR 4 persen dari
keuntungan tahun yang sudah berjalan.
Berkontribusi Pada
Pengentasan Kemiskinan
Sodik Mudjahid menegaskan,
k e g i a t a n T J S P/ C S R , h a r u s
berkontribusi terhadap pengentasan
kemiskinan di daerah. Hal itu pula
yang mendorong Komisi VIII DPR RI
yang saat ini menyusun RUU Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan (TJSP) agar
dapat bermanfaat untuk masyarakat.
“CSR itu harus berkontribusi bagi
pengentasan kemiskinan. CSR yang
sudah dilakukan oleh PT Petrokimia
Gresik ini, sangat bermanfaat. Ini
menjadi bukti bahwa kita juga harus
membuat UU yang berkontribusi
terhadap pengentasan kemiskinan,”
kata Sodik, saat menggelar pertemuan
dengan direksi PT Petrokimia Gresik,
di Gresik, Jawa Timur.
Politisi F-Gerindra itu juga
meng ingatkan, fungsi dari CSR
itu bukan untuk meng hindarkan
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
perusahaan dari pungutan-pungutan
liar, tapi harus terarah kepada
pengentasan kemiskinan.
“CSR itu juga harus membangun
competitiveness dan produktiifitas.
CSR itu bagian dari penilaian kinerja
yang dihubungkan dengan kegiatan
sosial, sehingga ada reward dan
punishment,” imbuh politisi asal daerah
pemilihan Jawa Barat itu.
Sementara itu, Anggota Komisi VIII
DPR RI Rahayu Saraswati Dhirakarya
Djojohadikusumo mengatakan,
CSR yang selama ini dilakukan oleh
perusahaan, yang nantinya akan diatur
dalam UU TJSP, diharapkan dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat
sekitar perusahaan. Pasalnya, tambah
Sarah-pangg ilan akrab Rahayu-,
banyak perusahaan dan industri di
wilayah Indonesia, namun masyarakat
disekitarnya terlihat miskin.
“Spirit yang kami tangkap dari
RUU ini bahwa kita melihat banyak
sekali wilayah Indonesia yang memiliki
industri atau perusahaannya, tapi desa
ada kemungkinan pihak PT Petrokimia
Gresik melepas kemitraan, dan beralih
ke usaha lain yang perlu mendapat
bantuan.
Sebagaimana diketahui, bisnis
Bandeng Bu Muzanah kini dikelola oleh
generasi ketiga, Rosyid, dimana Rosyid
merupakan anak dari Bu Ma’sumah,
yang telah menjalankan usaha pada
generasi kedua.
Ditemui di lokasi, Bu Ma’sumah
mengatakan, setelah usahanya
bergabung kemitraan dengan PT
Petrokimia Gresik, usahanya semakin
meningkat, omzet dan konsumen
pun semakin banyak. “Ke depannya,
semoga tambah maju, meningkat, dan
pelanggan semakin banyak,” harap Ibu
Ma’sumah.
Kunjungan spesifik ini juga diikuti
oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR
RI Abdul Malik Haramain (F-PKB),
anggota Komisi VIII DPR, Rahayu
Saraswati Dhirakarya Djojohadikusumo
(F-Gerindra), Desy Ratnasari (F-PAN),
Tri Murny (F-Nasdem), Zulfadhli (FPG), dan Muhammad Yudi Kotouky
(F-PKS). n
(iw, mh, sf )
berkontribusi, dan sarana prasarana.
“Jika mereka (disabilitas,RED)
diberikan keterampilan dan pendidikan,
mereka mau berkontribusi. Kami ingin
supaya CSR ini holistic approach-nya
ke fungsi sebenarnya, bukan ke humas,
untuk pencitraan,” kata Sarah.
Sebelum menggelar pertemuan
dengan direksi PT Petrokimia Gresik,
tim Panja RUU TJSP meninjau Toko
Bu Muzanah di Gresik, Jawa Timur,
yang merupakan salah satu Usaha
Kecil dan Menengah yang menjalin
kemitraan dengan PT Petrokimia
Gresik. Toko yang menjual oleholeh khas Gresik itu telah menjalin
ke m it ra a n , s e b a g a i b a g i a n d a r i
tanggung jawab sosial perusahaan
PT Petrokimia Gresik.
Direktur Sumber Daya Manusia
dan Umum PT Petrokimia Gresik,
Rahmad Pribadi, mengatakan bahwa
Toko Bu Muzanah telah menjalankan
kemitraan dengan PT Petrokimia
Kimia Gresik selama 9 tahun terakhir.
Melihat kesuksesan usaha bisnisnya,
foto : sofyan/iw
di sekitarnya seringkali miskin. Bahkan
ada powerplan di daerah tersebut, tapi
sekitarnya malah sering mati listrik,”
nilai politisi F-Gerindra itu.
Untuk itu ia berharap, UU yang
dalam tahap penyusunan oleh Komisi
VIII DPR RI ini, dapat mendorong
perusahaan yang kurang tanggap
terhadap lingkungan dan mengabaikan
CSR, dapat meningkatkan
kepeduliannya.
“Jangan sampai UU yang niatnya
baik ini, malah disalahgunakan, atau
dilihat kurang efektif dan menghambat
apa yang menjadi harapan sebenarnya.
Ayo bersama-sama meningkatkan
kepedulian,” imbuh Sarah.
Politisi asal dapil Jawa Tengah
ini juga berharap, dalam RUU ini
nantinya juga dibahas persentase CSR
perusahaan berupa pembangunan
sarana dan prasarana untuk
kaum disabilitas. Menurutnya,
yang dibutuhkan kaum disabilitas
menurutnya adalah pendidikan yang
adil, pekerjaan yang mereka dapat
Anggota Komisi VIII DPR RI mengunjungi toko Ibu Ma’sumah, mitra dari PT Petrokimia Gresik, Jawa Timur
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
61
foto : ryan/iw
KUNKER
Anggota Komisi X DPR RI melakukan pertemuan dengan kepala daerah Mandalika, Nusa Tenggara Barat
Komisi X DPR RI Kunjungi
KEK Mandalika dan Morotai
K
omisi X DPR RI mendorong
Kawasan Mandalika Nusa
Tenggara Barat (NTB) bisa
menjadi Percontohan Baru
Pasca Nusa Dua Bali. Tim Kunspek Panja
Pemasaran dan Destinasi Pariwisata
Komisi X DPR RI yang dipimpin Teuku
Rief ky Harsya, melakukan evaluasi
program pemerintah dan peninjauan
langsung ke Kawasan Mandalika NTB,
yang menjadi salah satu titik lokasi yang
termasuk dalam Kawasan Ekonomi
Khusus yang telah ditetapkan oleh
pemerintah.
Panja Komisi X berharap kawasan
Mandalika dapat menjadi percontohan
baru pasca kawasan Nusa Dua Bali,
yang merupakan salah satu dari ribuan
titik obyek wisata yang terdapat di
seluruh Nusantara.
“Kawasan Mandalika dikelola oleh
Indonesian Tourism Development
Cor­poration (ITDC), dan luas wilayah­
nya adalah 1.175 ha, serta mempunyai
62
potensi yang luar biasa untuk menjadi
seperti Nusa Dua Bali. Kalau di Nusa
Dua Bali besarnya adalah 300 ha,
sementara di Mandalika hampir 4 kali
lipatnya,” ujar Teuku Riefky Harsya
di Kawasan Mandalika, NTB, belum
lama ini.
Tujuan Panja ke Mandalika NTB
yang juga telah ditetapkan sebagai
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
adalah untuk melihat, mendukung
dan mengevaluasi implementasi
program pemerintah bersama dengan
Komisi X DPR, yang terkait dengan
pola pemasaran dan pembangunan
destinasi pariwisata di Indonesia.
“Hal ini perlu kita support dan
kita dukung, karena selain untuk
menambah pendapatan daerah dan
negara, tetapi ini juga akan membuka
lapangan pekerjaan untuk masyarakat
lokal, serta mengangkat nama baik
NTB karena pesona keindahan alamnya
ke mata dunia,” tegas politisi FPD ini.
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
Terkait masih adanya masalah
pembebasan lahan yang belum selesai
secara keseluruhan target, Panja
Komisi X berharap ada dukungan dan
kordinasi yang baik dari Pemerintah
Kabupaten Lombok Tengah, dan dari
Pemerintah Provinsi serta tokohtokoh masyarakat.
“Dalam membangun sebuah ka­
wasan itu, tentu perlu adanya du­ku­
ngan dari semua pihak, dan yang kita
harapkan adalah output nya segera,
karena sudah lama masyarakat Lombok
Tengah NTB menunggu konsep yang
sudah lama digaungkan. Kita berharap
pada tahun 2018 sudah ada beberapa
hotel yang selesai dibangun. Sehingga
menumbuhkan pergerakan secara
signifikan dari wisatawan asing untuk
datang ke NTB,” tuturnya.
Mandalika memiliki potensi wisata
alam yang sangat luar biasa. Para
anggota Panja yang turut dalam
rombongan merasa sangat bangga dan
sebanyak 2.700 wisatawan, ini tidak
realistis,” ujarnya.
Oleh karenanya, kata Muslim,
nanti Komisi X akan melakukan
pembahasan dengan pemerintah
terkait perkembangan fasilitas dan
persiapan infrastrukturnya. “Kami
juga akan mengadakan rapat dengan
pemerintah nanti. Kita akan tanyakan
secara detail dasar dan persiapan
infrastrukturnya,” papar Politisi F-PD.
Menurut Muslim, sikap optimis
boleh, tetapi harus melihat dengan
secara realistis. Ini merupakan salah
satu konsen Komisi X di Pulau Morotai.
Pihaknya akan melihat setahun
ke depan bagaimana persiapan
infrastrukturnya. Tak hanya itu,
masih ada beberapa hal yang menjadi
sorotan di Pulau Morotai ini seperti
ketersediaan listrik dan bahan bakar
yang belum sempurna. “Belum lagi
terkendala masalah listrik dan bahan
bakar yang belum ada,” ujar Muslim.
Ia juga mengatakan, bagaimana
kapal ingin berlayar sementara suplai
bahan bakarnya belum mencukupi
seperti sebagaimana yang diharapkan. n
(dep. azka)
Kembangkan Wisata Morotai
Wakil Ketua Komisi X DPR RI
Abdul Fikri Fiqih mengharapkan
pembangunan pengembangan
pariwisata menjadi pilar penerimaan
devisa negara, dan menjadi posisi
ketiga setelah keg iatan expor t
import dan perdagangan jasa. Hal itu
dikatakannya saat tim Kunjungan Kerja
Spesifik Komisi X DPR RI melakukan
pertemuan dengan Gubernur Maluku
Utara Abdul Gani Kasuba, Plt Bupati
Pulau Morotai Weni R. Paraisu dan
jajarannya, di Ternate, belum lama ini.
“Target pemerintah pada tahun
2016 dan tahun selanjutnya, devisa
pariwisata diharapkan naik ke- posisi
3 besar pendapatan negara,” tuturnya.
Anggota Komisi X Muslim,
dari Fraksi Partai Demokrat juga
menyoroti perkembangan wisata di
Pulau Morotai. Menurutnya wisata di
Pulau Morotai tersebut masih tidak
realistis. “Wisata di Pulau Morotai
masih tidak realistis, sementara ini
ditargetkan 500 ribu wisatawan
mancanegara dan lokal. Artinya kalau
kita lihat di hari ini yang datang baru
foto : azka/iw
kagum karena banyak sekali kawasan
di Nusantara ini yang dapat menjadi
magnet yang bagus untuk menarik
wisatawan manca negara.
“Kata kuncinya adalah pengelolaan
yang profesional serta mendapat
du­k ungan dari masyarakat setem­
pat. Tinggal bagaimana kita bisa
membangun daerah ini, tetapi ja­
ngan sampai masalah kearifan lokal
ditinggalkan, karena justru kearifan
lokal dari budaya Nusantara yang
beranekaragam inilah, yang menjadi
salah satu daya tariknya,” tandasnya.
Anggota Komisi X Wayan Koster,
m e n g at a k a n K awa s a n E ko n o m i
Khusus Mandalika bisa memberikan
harapan, asal kita benar dalam konsep
perencanaan dan tata kelolanya.
“Masyarakat setempat jangan hanya
j a d i p e n o nt o n , k a r e n a d e n g a n
kerajinan dan UMKM yang ada di
Lombok, maka mereka harus benarbenar dapat tempat dan ruang untuk
berusaha. Dan budaya lokal harus
tetap dilindungi, kalau kita tidak siap
maka akan tergusur dan tergilas,” ia
menambahkan.
Ketua Kunjungan Spesifik Komisi X DPR RI Abdul Fikri Fiqih beserta rombongan meninjau Museum Oranje, di Maluku Utara.
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
63
SOROTAN
Pertamina Harus
Tindak Tegas SPBU Curang
64
perhatian serius dan lebih jeli lagi
mengenali, memantau dan menindak
praktik-praktik kecurangan di SPBU,”
ujar Rofi Munawar. Kecurangan takaran merupakan
praktik yang sering didapati di SPBU.
Pasalnya karakteristik transaksinya berlangsung cepat karena pengaruh
psikologis antrean dan juga modus
kecurangannya yang rumit. Berbeda dengan kasus sebelumnya,
kali ini modus yang dipakai lebih
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
canggih, yaitu menggunakan alat
pengendali jarak jauh. Polisi saja
memerlukan waktu sebulan untuk
memantau dan menangkap tangan
pelaku kejahatan ini.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera
(PKS) ini pun mengatakan temuan
dan keluhan mengenai prilaku SPBU
‘nakal’ secara faktual sudah sering kali
terjadi. Sayangnya, penindakan yang
ada belum sepenuhnya memberikan
efek jera. Ini didorong oleh
keinginan untuk
mengambil untung
sebanyak-banyaknya
dengan merugikan
konsumen. Besarnya
untung yang didapat
ini cukup menggiurkan.
foto : azka/iw
U
lah oknum SPBU ini sangat
cerdik namun merugikan
konsumen, bukannya
melayani dengan baik
mereka malah membuat konsumen
geram. Aksi pelaku tergolong
baru, kecanggihan teknologi yang
seharusnya mempercepat pelayanan
berubah sebagai alat berbuat curang.
Stasiun pengisian bahan bakar
umum (SPBU) SPBU 34-12305 di Jalan
Raya Pahlawan, Rempoa Raya, Ciputat,
Tangerang Selatan, digerebek polisi
beberapa waktu lalu. Penggerebekan
itu dilakukan lantaran SPBU tersebut
terbukti mengurangi takaran bahan
bakar dari mesin dispenser ke kenda­
raan konsumen. Konsumen yang membeli 20 liter
Pertamax, hanya mendapat 18,6 liter.
Polisi memastikan kecurangan itu
setelah membeli Pertamax sebanyak
20 liter yang ternyata tidak sesuai
takaran.
Dari pengungkapan itu diamankan
lima orang petugas SPBU tersebut,
yakni BAB (47), AGR (34), D (44), W (37),
dan J (42). Para pelaku mengurangi
takaran BBM menggunakan alat
tmbahan yang dipasangkan di
dispenser pengisian BBM. Selain itu, para pelaku mengon­
trol alat tersebut menggun
­ a­
kan remote sehingga mesin bisa
dikem­balikan menjadi normal ketika
ada pemeriksaan.
Anggota Komisi VII DPR RI Rofi
Munawar meminta PT Pertamina
melakukan inventarisasi dan penin­
dakan tegas kepada pengelola stasiun
pengisian bahan bakar umum (SPBU)
yang melakukan pelanggaran takaran.
Ironisnya, temuan kasus nakal SPBU
ini oleh pihak penegak hukum, bukan
oleh PT Pertamina. “Dengan kejadian
ini, Pertamina harus memberikan
Anggota Komisi VII DPR RI, Rofi Munawar
foto : kaskus.co.id
Kejadian ini tentu saja menjadi
catatan penting bagi PT Pertamina
terhadap perbaikan standard operation
procedure (SOP) dan pengawasan
seluruh SPBU. Menurut dia, akhir-akhir
ini masyarakat juga sering menemukan
kurang baiknya pelayanan petugas
dan antrean panjang konsumen dalam
mendapatkan bahan bakar minyak
(BBM). Beragam cara digunakan oleh
stasiun pengisian bahan bakar umum
(SPBU) “nakal” untuk mengakali
konsumen. Baik secara konvensional
maupun elektronik.
“Misalnya dengan melubang i
sedikit pipa dari tangki bahan bakar
minyak (BBM) sehingga BBM yang
keluar dari nozzle berkurang, tidak
sebanyak yang terpampang di tera
meter,” ujarnya.
Rofi mengatakan kecurangan
takaran ini merupakan praktik yang
sistematis dilakukan oleh oknum
p e n g e l o l a S PBU. “ In i d i d o ro n g
oleh keinginan untuk mengambil
untung sebanyak-banyaknya dengan
merug ikan konsumen. Besarnya
untung yang didapat ini cukup
menggiurkan,” kata dia. Rofi Munawar pun meminta PT
Pertamina agar segera membuat
daftar SBPU yang curang dan
menginformasikannya kepada
konsumen. Selain itu, PT Pertamina
juga harus menyediakan layanan
aduan pelanggan yang responsif
dan cepat ditindaklanjuti. Memberi
hadiah kepada konsumen yang
memberikan informasi aduan yang
akurat sebagai bagian peningkatan
sistem perlindungan konsumen. Te r u n g k a p n y a k e c u r a n g a n
pengelola Stasiun Pengisian Bahan
Bakar Umum (SPBU) 34.12305 yang
terletak di Jalan Veteran, Rempoa,
Ciputat, Tangerang Selatan oleh pihak
Polda Metro Jaya segera ditindaklanjuti
pihak Pertamina dengan penutupan.
Hal tersebut diungkapkan General
M a n a g e r M a r ke t i n g O p e r at i o n
Manager (MOR) 3 Pertamina, Djumali
untuk memberikan ruang kepada
pihak Kepolisian dalam melakukan
penyelidikan. Sebab diketahui bila
tersangka telah melakukan modifikasi
alat takar dalam mesin dispenser
beberapa mesin pompa.
Selain melakukan penutupan SPBU,
pihaknya pun telah menghentikan
pasokan Bahan Bakar Minyak
(BBM), langkah tersebut merupakan
salah satu bentuk apresiasi kepada
masyarakat atas pengaduan yang
disampaikan. “Hal ini juga kami
lakukan untuk menunjukkan
ketegasan, Pertamina akan menindak
siapa saja yang melakukan kecurangan,”
ungkapnya.
Karena itu, lanjutnya, pihaknya
mengajak dan meminta seluruh lapisan
masyarakat untuk turut berperan
serta dalam melakukan pengawasan.
Sehingga apabila ditemukan adanya
indikasi kecurangan ataupun
pelayanan SPBU, masyarakat dapat
menyampaikan laporan kepada pihak
Kepolisian, Pemerintah Daerah,
Hiswana maupun layanan Contact
Center Pertamina di nomor 1-500-000
yang dapat diakses selama 24 jam. n
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
(as)
SPBU tengah melayani konsumen
65
LIPUTAN KHUSUS
Delegasi DPR RI Berperan Aktif
dalam Perumusan Draft APA
66
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
(BKSAP, ann)
foto : dok BKSAP
P
ertemuan Asian Parlia­
me­ntary Assembly (APA)
S t a n­d i n g C o m m i t t e e
Meeting on Social and
Cultural Affairs yang berlangsung
pada 25-29 April 2016 di Teheran,
Iran membahas beberapa
rancangan resolusi di bidang
Komisi Sosial dan Budaya.
Te r c a t a t a d a s e m b i l a n
draft yang membahas resolusi
di bidang sosial dan budaya
meliputi, antara lain: Measures
to Promote Cultural Diversity
and Protect Cultural Heritage in
Asia; Asian Integration through
Information and Communication
Te c h n o l o g y ; C o l l a b o r a t i o n
Delegasi Indonesia pada pertemuan Asian Parliamentary Assembly di Teheran, Iran
on Health Equity in Asia; Protection
and Promotion of the Rights of
Migrant Workers in Asia; Asian Parliamentarians against
dikarenakan beberapa artikel di dalamnya merujuk kepada
Corruption; APA Women Parliamentarians; Promoting Interkonvensi-konvensi internasional tertentu yang tidak sejalan
Faith Dialogue and Harmony among World Religions; Legal
dengan regulasi domestik beberapa Parlemen Anggota
and Legislative Cooperation in Combating the Smuggling of
APA sehingga beberapa wording dalam resolusi ini perlu
Cultural Items in Asia; Effective Cooperation in Combating
direvisi untuk mengakomodir usulan beberapa peserta.
Illicit Drug Trafficking in Asia.
Selain itu, para peserta membahas juga menge­
Delegasi Indonesia yang diwakili oleh Wakil Ketua BKSAP
nai pembentukan asian parliamentarians against
Juliari Peter Batubara (F-PDIP) dan anggota BKSAP Ferry
corruption (APAC) yang dipandang terlalu ambisius dan
Kase (F-Hanura) turut berperan aktif dalam perumusan
sulit untuk diwujudkan. Untuk itu, mereka menyarankan
kesembilan draft resolution.
untuk menggantikannya dengan suatu kelompok
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Delegasi DPR
kerja (working group) yang ada di dalam kerangka
RI Juliari Peter Batubara menyampaikan pandangannya
APA guna mencari metode-metode yang memungkinkan
terkait penyusunan kata (wording) dalam Draft Resolution
dalam mengaplikasikan APA Plan of Action on Combating
on Protection and Promotion of the Rights of Migrant
Corruption.
Workers in Asia diantaranya mengganti kata “Call Upon”
Dikemukakan pembentukan kelompok kerja
dengan “Encourage” pada operative paragraph pertama.
dimaksudkan untuk mengambil langkah-langkah efektif
Beberapa negara Asia lainnya yang juga turut menghadiri
dalam meningkatkan sinergitas dan interaksi di antara
sidang tersebut yakni Kamboja, Bangladesh, Iran, Kuwait,
para Parlemen anggota APA untuk pemberantasan korupsi.
Lebanon, Pakistan, Palestina, Sri Lanka, Thailand dan Turki.
Setelah melalui dinamika pembahasan, para delegasipun
Para delegasi menyampaikan masukan dari berbagai
menyambut baik usulan ini. Sidang kemudian menyepakati
sudut pandang mengenai ke-9 draft resolusi. Terutama
pembentukan suatu kelompok kerja yang difokuskan pada
dalam sesi general debate, dibahas juga mengenai langkahimplementasi APA Plan of Action.
langkah yang diperlukan untuk mempromosikan dan
Pertemuan ini juga menyepakati beberapa rancangan
mengimplementasikan berbagai resolusi yang dihasilkan
resolusi, salah satunya usulan Ketua Delegasi DPR RI Juliari
dari APA Standing Committee Meeting on Social and
Pieter Batubara yang akan dibawa dan diadopsi pada
Cultural Affairs.
Sidang Pleno ke-8, yang rencananya akan diselenggarakan
Adapun salah satu isu yang menjadi sorotan oleh para
pada 27 November – 2 Desember 2016 mendatang dengan
peserta APA adalah Draft Resolution on Protection and
memilih Kamboja sebagai tuan rumah perhelatan APA
Promotion of the Rights of Migrant Workers in Asia. Hal ini
selanjutnya. n
foto : dok BKSAP
Perwakilan parlemen se-Asia foto bersama pada pertemuan APA di Yordania
Demokrasi Menjawab Tantangan
foto : dok BKSAP
D
Syaifullah Tamliha tengah berbicara pada pertemuan APA di Yordania
menyampaikan suara, aspirasi, dan
kepentingannya masing-masing.
Syaifullah Tamliha mengemu­
kakan, dalam demokrasi, keputusan
diambil berdasarkan berbagai
pertimbangan. Demokrasi merupakan
sistem yang efektif dan stabil.
Delegasi Indonesia yakin bahwa
nilai-nilai demokrasi dapat menjawab
berbagai permasalahan global seperti
terorisme, radikalisme, ekstremisme,
dan berbagai aksi kekerasan lainnya.
Inilah tantangan demokrasi dalam
menjawab berbagai persoalan sosialpolitik kenegaraan.
Selain membincang demokrasi,
pertemuan APA kali ini juga membahas
berbagai produk resolusi yang
dihasilkan APA. Semua resolusi itu
terkait dengan bidang politik. Hasil
pembahasan resolusi itu kemudian
menghasilkan empat resolusi baru
berupa draf Resolution on Building
Prosperity in Asia Through Friendship
and Cooperation, draf Resolution on
Asian Parliaments and Governments
Together for Prosperity in Asia, draf
Resolution on United Against Terrorism
and Violent Extremism, dan draf
Resolution on Significant Political
Developments in Asia.
Hasil dari sidang APA kali ini
selanjutnya akan dibawa dan disahkan
di The 9th Plenary Session of APA yang
rencananya akan diselenggarakan di
Phnom Penh pada bulan November
2016 dan yang menjadi Presiden APA
saat ini adalah Kamboja. n
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
(mh)
emokratisasi selalu men­
jadi salah satu ukuran
kema­juan sebuah negara.
Dengan demokrasi, sebuah
pemerintahan bisa menyerap aspirasi
rakyatnya dengan baik. Bahkan,
demokrasi bisa mensejahterakan dan
mendamaikan masyarakat.
Delegasi dari berbagai parlemen
dunia berdatangan untuk membincang
demkorasi. Tema besar yang sudah
banyak diterapkan di negara-negara
modern, termasuk Indonesia. Inilah
yang menjadi topik bahasan dalam
pertemuan The Asian Parliamentary
Assembly (APA) Standing Committee
on Political Affairs di Yordania, awal
Juni lalu.
DPR RI lewat Badan Kerja Sama
Antar-Parlemen (BKSAP) mengutus
delegasinya ke pertemuan tersebut.
Wakil Ketua BKSAP Syaifullah Tamliha
dan dua anggota BKSAP lainnya Anthon
Sihombing dan Hasrul Azwar menjadi
delegasi yang diutus untuk memberi
perspektif demokrasi. Indonesia
berkepentingan memberi perspektif
lain dalam pertemuan APA di Yordania
tersebut.
Para anggota legislatif dari Indonesia
itu sekaligus ingin menyampaikan
aspirasi masyarakat bahwa demokrasi
yang berkualitas harus memberi
dampak perubahan yang positif
bagi kesejahteraan dan kedamaian.
Delegasi DPR RI menyampaikan, dalam
sistem pemerintahan yang demokratis,
seluruh lapisan masyarakat dapat
67
foto : dok BKSAP
LIPUTAN KHUSUS
Ketua BKSAP Nurhayati Ali Assegaf tengah berbicara pada pertemuan anggota parlemen sedunia di Jenewa, Swiss
WTO Belum Bisa Akomodir
Kepentingan Perempuan
T
erlepas dari pengakuan
akan peran perempuan yang
semakin mengemuka dalam
perdagangan internasional,
Organisasi Perdagangan Dunia, World
Trade Organization (WTO) selama
ini masih belum bisa mengakomodir
kepentingan perempuan.
Hal itu mengemuka dalam
Konferensi Parlemen Perdagangan
Dunia (Parlia­men­tary Conference on
the World Tra­de Organization) yang
ber­langsung pada 13-14 Juni 2016 di
Jenewa, Swiss.
Terkait hal ini, Ketua Badan
Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP)
Nurhayati Ali Assegaf meminta kepada
anggota parlemen sedunia atau Inter
Parliamentary Union (IPU) untuk
mendesak WTO agar memberikan
porsi lebih bagi keterwakilan gender
baik dalam proses negosiasi maupun
dalam kesepakatan-kesepakatan yang
68
dihasilkan.
“ W to selama ini berasumsi
bahwa perdagangan dipandang
sebagai sesuatu yang gender neutral
sehingga keputusan yang dihasilkan
cenderung gender blind,” seru legislator
yang mewakili daerah pemilihan Jatim
V ini, yang juga anggota Steering
Committee IPU.
Dalam perhelatan tahunan
yang dihadiri oleh 58 parlemen
dan organisasi internasional ini,
ia menyerukan agar isu gender
ditempatkan konsideran saat juru
runding WTO melakukan proses
negosiasi, sehingga keputusan yang
dihasilkan saat diratifikasi memberikan
dampak yang seimbang bagi setiap
komponen dalam masyarakat.
Selain itu, fokus gender juga
semestinya disematkan pada
pengembangan kewirausahaan
pengusaha perempuan berbasis
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
Usaha Kecil Menegah (UKM). “Dengan
t e r a k o m o d a s i n y a i s u g e n d e r,
diharapkan perdagangan dapat
memberikan efek kemajuan sosial
yang meluas,” imbuhnya.
Ia mengatakan, data dari Ke­
menterian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah menyatakan bah­wa 60
persen dari UKM Indo­nesia dikelola
oleh perempuan. Dimana kegiatan
tersebut cukup mampu mendorong
perekonomian nasional. Di sisi lain,
mayoritas Unit Usaha Kecil Menengah
ini stagnan dikarenakan terbatasnya
peluang untuk mengembangkan bisnis
serta kurangnya akses ke lembaga
keuangan.
“Kegiatan wirausaha perempuan
terkadang masih terhambat karena
persoalan gender. Di beberapa ne­
gara, akses perempuan untuk men­
dapatkan bantuan dana ke lembaga
resmi terkadang harus melewati
menjadi highlight adalah kebuntuan
penyelesaian Putaran Doha yang
memiliki fokus khusus pada
peningkatan prospek perdagangan
negara-negara berkembang.
Ditegaskan Jon Erizal, tarikmenarik kepentingan antara negara
maju dan negara berkembang
menjadikan progress perundingan
WTO berjalan sangat lamban dan sulit
untuk menghasilkan teks modalitas
yang menjadi dasar single undertaking.
Kelambanan ini yang kemudian coba
diisi oleh perjanjian perdagangan
regional.
Selain itu terdapat juga
kekhawatiran bahwa negaranegara akan beranjak me­ning­galkan
WTO dan mereduksi peran WTO
hanya sebatas badan penyelesaian
sengketa perdagangan menyusul
proliferasi perjanjian perdagangan
regional.
Dalam
waktu
yang
bersamaan dibicarakan pula me­
ngenai upaya-upaya untuk me­nga­
it­k an perdagangan dengan penca­
paian Sustainable Development
Goals (SDGs).
Konferensi ini kemudian ditutup
dengan adopsi Outcome Docu­
ment yang menjadi rekomendasi bagi
komisi urusan perdagangan di masingmasing negara dalam menindaklanjuti
implementasi butir-butir Nairobi
Package. n
foto : dok BKSAP
WTO Jangan Tersandera
Selain Ketua BKSAP sebagai ketua
delegasi, komposisi delegasi DPR RI
juga diwakili oleh Wakil Ketua BKSAP
Saifulllah Tamliha dari Fraksi PPP dan
anggota BKSAP Jon Erizal dari Fraksi
PAN.
Dalam kesempatan yang sama,
dia­log di salah satu sesi perte­m u­
an anggota BKSAP Komisi XI Jon
Eri­z al, menyam­p aikan kepada si­
dang untuk memberikan dukungan
atas peningkatan f leksibilitas dan
transparansi apabila WTO ingin me­
nye­lesaikan perundingan Putaran
Doha.
“WTO selayaknya jangan ter­
sandera oleh tarik menarik kepen­
t i n g a n a nt a ra n e g a ra a n g g o t a .
I n d o ­n e s i a m e l a l u i G -2 0 d a p a t
mendorong alternate proposal untuk
menjembatani perbedaan posisi
runding terkait isu-isu sensitif namun
tanpa mengorbankan kepentingan
negara-negara berkembang dan leastdeveloped countries (LDCs). Dalam
hal ini kita berpandangan bahwa
dimensi pembangunan tetap harus
menjadi bagian penting dalam tata
p e r d a g a n g a n d u n i a ,“ d e m i k i a n
ditegaskan Politisi PAN yang mewakili
Dapil Riau I ini.
Sebelumnya, dalam Konferensi
ini, para anggota parlemen dunia
m e m bahas s e j u m l ah is u u tam a
pasca adopsi Nairobi Package dalam
Konferensi Tingkat Menteri ke-10
WTO di Nairobi Kenya.Terutama yang
(BKSAP, ann)
birokrasi yang cukup rumit,
diantaranya persyaratan hukum
yang meng haruskan perempuan
mendapatkan persetujuan dari pihak
suami terlebih dahulu,” jelas Nurhayati
di sela-sela pertemuan.
Selanjutnya, Nurhayati menegas­
kan pemberdayaan ekonomi
perempuan, juga penting bagi Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan atau
yang lebih dikenal dengan Sustainable
Development Goals (SDGs).
Dikemukakan, berdasarkan hasil
penelitian European Parliament
on Women’s Empowerment pada
tahun 2016, ditemukan bahwa salah
satu faktor pertumbuhan ekonomi
adalah dengan memberikan
kesempatan kepada perempuan untuk
mendapatkan perkerjaan dan akses
yang sama.
Sebelumnya, politisi Demokrat
ini pernah menyerukan hal seru­p a
dalam pertemuan Steering Commi­
ttee persiapan Konferensi PCWTO
yang diadakan pada Februari 2016 lalu.
Seruannya tersebut kemudian diterima
dan ditindaklanjuti sebagai salah
satu agenda dan narasumber dalam
Konferensi yang digelar di Jenewa ini
dengan mengangkat tema Trade as
Vehicle of Social Progress: the Gender
Perspective.
Perwakilan parlemen Indonesia tengah berbicara pada pertemuan anggota parlemen sedunia di Jenewa, Swiss
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
69
SELEBRITI
Ahmad Dhani:
Kembali ke Pancasila dan
UUD 1945 yang Murni
P
ia tergerak untuk membuat konser di tempat yang
sama, kebetulan aktivis perempuan, Ratna
Sarumpaet memiliki visi yang sama
untuk mengembalikan Indonesia
pada Pancasila dan UUD 1945
yang murni. Hingga kemudian
ide konser bertajuk Revolusi
Pancasila tersebut langsung
disampaikan kepada Fadli zon
dan Pimpinan DPR RI lainnya.
Melihat ide acara tersebut
sebagai bagian dari
peringatan Hari Kesaktian
Pancasila yang tentu saja
bertujuan positif, maka tak
ayal hal itu pun mendapat
persetujuan dari
Pimpinan DPR RI.
entolan grup band Dewa 19 ini menilai hampir
sembilan puluh persen UUD 1945 telah
diamandemen, namun apakah itu membuat
Indonesia menjadi lebih baik? Tidak juga. Oleh
karena itu ia berharap agar Indonesia kembali kepada
Pancasila dan UUD 1945 yang murni. Atas dasar itulah
Dhani, begitu ia biasa disapa, mengajak seluruh elemen
masyarakat untuk kembali kepada ideologi bangsa yang
sudah terbukti kesaktiannya. Dalam rangkaian peringatan hari kesaktian
Pancasila beberapa waktu lalu, pria kelahiran 26
Mei 1972 ini menggelar konser Revolusi Pancasila
di Parlemen. Baginya konser di gedung DPR RI
yang notabene dianggapnya sebagai
rumah rakyat ini menjadi suatu yang
sangat istimewa. Pasalnya tidak
banyak artis Indonesia yang pernah
menggelar konser di gedung yang
penuh dengan sejarah dalam proses
demokrasi Indonesia.
“Saya terinspirasi dari Bang Fadli
Zon, beliau pernah mengundang
saya di acara pameran lukisannya
di Pustakaloka. Saat itu saya
merasa DPR RI sudah mulai ada
unsur-unsur apresiasi budaya.
Ini merupakan hal yang sangat
positif,” ujar sulung pasangan
Eddy Abdul Manaf (alm) dan
Joyce Theresia Pamela Kohler ini.
Ahmad Dhani
D a r i s a n a , l a n j u t Dh a n i ,
70
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
foto : runi/iw
Indonesia perlu kembali kepada Pancasila
dan UUD 1945 yang murni. Hal tersebut
diungkapkan Ahmad Dhani kepada wartawan
termasuk Parlementaria sesaat sebelum
konser Revolusi Pancasila di Gedung
Nusantara V, Senayan Jakarta beberapa
waktu lalu.
Karir
Jiwa seni pemilik nama lengkap Dhani Ahmad Prasetyo
ini sejatinya sudah terlihat sejak masa kanak-kanak. Sang
Ayah membelikannya keyboard ketika ia masih muda
sekaligus menyekolahkannya ke sebuah tempat les musik.
Ayah Dhani sangat berharap anaknya itu akan unggul
dalam musik klasik. Tak heran jika warna musiknya sangat
terpengaruh oleh band rock Inggris Queen.
Ketika duduk di bangku sekolah menengah pertama
ia mulai berani mengaktualisasikan jiwa seninya itu
secara serius. Bersama dengan ketiga sahabatnya, Andra
Ramadhan, Erwin Prasetya dan Wawan Juniarso, Dhani
membentuk grup musik Dewa.
Saking semangatnya bermusik ketika itu tak jarang
Dhani bolos sekolah untuk berlatih musik bersama teman-
PARLEMENTARIA l Edisi 138 TH. XLVI - 2016
l
(ayu)
foto : runi/iw
“Mungkin Konser Revolusi Pancasila ini merupakan
konser pertama yang digelar di Gedung DPR RI ini. Oleh
karena itu saya senang sekali konser revolusi Pancasila ini
bisa digelar disini (gedung DPR) yang merupakan gedung
bersejarah sekaligus rumah tempat wakil rakyat berkumpul.
Hal ini saya nilai sebagai sebuah bentuk apresiasi DPR RI
terhadap budaya yang sebelumnya belum pernah terlihat,”
ujar Dhani sambil berharap agar konser sejenis juga dapat
digelar di gedung ini.
temannya. Seiring dengan bertambahnya usia, Dhani yang
awalnya memilih aliran rock mulai bergeser menjajal music
jazz dengan merubah namanya menjadi Downbeat, walau
kemudian ia kembali ke jalur rock. Bersama Downbeat ia
mulai mengikuti berbagai festival musik. Tak ayal beberapa
piala pun sempat dibawanya, diantaranya juara pertama
festival jazz remaja se-Jawa Timur, dan juara II festival
Djarum Super. Seiring dengan bergabungnya Ari Lasso, tahun 1991
Dhani cs yang kembali memakai nama Dewa sebagai
grup band nya hijrah ke Jakarta. Tujuan utamanya tak lain
untuk menjajal peruntungan di ibukota. Ia datangi satu
per satu perusahaan rekaman menggunakan bis kota.
Hingga kemudian dewi fortuna mulai menghampirinya.
Jan Djuhana dari Team Records bersedia memproduseri
album perdana Dewa 19. Dhani pun tidak mengira, album perdana nya yang
bertajuk “Dewa 19” meledak di pasaran dan menjadi album
terlaris di tahun 1993. Bahkan lagu Kangen sempat menjadi
hits diberbagai radio dan televisi nasional. Tak berlebihan
jika kemudian Dewa 19 pun mendapat predikat pendatang
baru terbaik. Kesuksesannya dan kepopulerannya semakin
melambung ketika di tahun-tahun berikutnya Dewa
kembali mengeluarkan album bertajuk Format Masa Depan,
Terbaik-terbaik, dan Pandawa Lima hits di sejumlah radio.
Tidak kurang 12 album berhasil dikeluarkan Dhani bersama
teman-temannya.
Tidak puas hanya menjadi artis penyanyi, Dhani pun
menjajal keberuntungan di bidang yang sama, yakni dengan
menjadi produser. Lewat sentuhan tangan emasnya, Dhani
berhasil melambungkan nama Reza lewat dua album
perdananya yakni Keajaiban dan Keabadian. Ayah lima
orang anak ini jugalah yang berhasil menemukan dan
mempopulerkan artis Tere lewat albumnya bertitle Awal
Yang Indah. Sukses mempopulerkan artis pendatang baru,
tahun 2003 ia mencoba memoles dan membimbing istrinya
sendiri, Maia untuk membentuk duo Ratu. Kini, dibawah label
Republik Cinta Management yang dibentuknya sendiri Dhani
memproduseri sekaligus memenejeri beberapa artis seperti
grup Dewi-Dewi, The Virgins, termasuk juga putra-putranya
sendiri, Al, El dan Dul yang membentuk Trio Laki-laki.
Sukses di bidang musik, tidak berarti melemahkan
jiwa sosial dan nasionalis Dhani. Sempat terdengar kabar,
ia akan mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Meski belakangan berita itu menyurut, namun hal itu
menunjukkan kepeduliannya terhadap nasib bangsa dan
sosial. Bersama aktivis Ratna Sarumpaet dan beberapa
pemusik sempat berniat untuk menggelar konser di depan
gedung KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) beberapa
waktu lalu. Namun aksi itu urung dilakukan, karena belum
adanya ijin dari kepolisian dan pihak KPK sendiri. Terakhir
diketahui, ijin telah dikantongi Dhani dan jika tidak ada
aral merintang dalam waktu dekat ia bersama beberapa
artis dalam RCM akan menggelar mini konser di gedung
anti rasuah ini. n
71
PERNIK
Opini WTP 7 Kali
Drs Satyanta Nugraha, MM
P
ada Kamis, 02 Juni 2016, Ketua
BPK RI, DR. Harry Azhar Aziz
menyampaikan L aporan
Hasil Pemeriksaan BPK atas
Laporan Keungan Pemerintah Pusat
(LKPP) 2015 di depan Rapat Paripurna
DPR RI, antara lain menyampaikan
bahwa, DPR RI memperoleh opini
wajar tanpa pengecualian (WTP)
selama 5 tahun.
72
Memperoleh Opini WTP dari
BPK atas Laporan Keuangan yang
disajikan tentu menjadi dambaan
bagi setiap kementrian, lembaga,
pemerintah daerah, dan entitas lain.
Betapa tidak, karena opini WTP ini
merupakan penghargaan tertinggi
yang menggambarkan pengelolaan
keuangan telah dilaporkan secara
wajar dan bebas salah saji yang juga
merupakan prestasi entitas yang
bersang kutan dalam mengelola
anggarannya.
Patut disyukuri bahwa, Dewan
Pe r wa k i l a n R a k y at y a n g d a l a m
nomenklatur anggaran memiliki
Bagian Anggaran 02 atau disingkat BA
02 mendapatkan opini WTP atau Wajar
Tanpa Pengecualian dari BPK atas
Laporan Keuangan Tahun 2015 untuk
yang ketujuh kalinya secara berturutturut sejak tahun 2009.
Keberhasilan mempertahankan
opini W TP tersebut merupakan
usaha keras dan komitmen yang kuat
jajaran Pimpinan Sekretariat Jendral,
dukungan sumber daya manusia (SDM)
yang memadai, dan system manajemen
keuangan yang semakin baik, serta
penjaminan mutu (quality assurance)
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
yang dilakukan oleh pengawas internal.
Opini Badan Pemeriksa Keuangan
(Opini BPK) merupakan pernyataan
professional pemeriksa mengenai
kewajaran informasi keuangan yang
disajikan dalam laporan keuangan
yang didasarkan pada empat kriteria
yakni, kesesuaian dengan standar
akuntansi pemerintah (SAP),
kecukupan pengungkapan (adewuate
disclosures), kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan,
dan efektivitas system pengendalian
intern.
Opini WTP adalah, opini audit yang
akan diterbitkan jika laporan keuangan
yang disajikan dianggap memberikan
informasi yang bebas dari salah saji
material. Artinya, auditor meyakini
bahwa, berdasarkan bukti-bukti audit
yang dikumpulkan, dianggap telah
menyelenggarakan prinsip akuntansi
yang berlaku umum dengan baik, dan
kalaupun ada kesalahan, kesalahannya
dianggap tidak material dan tidak
berpengaruh signifikan terhadap
pengambilan keputisan.
Terdapat 4 (empat) jenis Opini yang
diberikan oleh BPK, yaitu Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP/unqualif ied
foto : arief/iw
foto : jaka/iw
Oleh : Drs. Satyanta Nugraha, MM
Inspektur Utama Sekretariat Jendral DPR RI
foto : naefuroji/iw
Suasana Sidang Paripurna DPR RI
opinion), Wajar Dengan Pengecualian (wdp/ Qualif ied opinion), Tidak
Wajar (TW/Adverse opinion) dan
Tidak Memberikan Pendapat ((TMP/
Disclaimer opinion).
Opini WTP diberikan dengan
kriteria : system pengendalian internal
memadai dan tidak ada salah saji
yang material atas pos-pos laporan
keuangan. Secara keseluruhan laporan
keuangan telah menyajikan secara
wajar sesuai SAP.
Opini WDP diberikan dengan
kriteria : sistem pengendalian internal
memadai, namun terdapat salah
saji yang material pada beberapa
pos laporan keuangan. L aporan
keuangan dengan opini WDP dapat
diandalkan, tetapi pemilik kepentingan
harus memperhatikan beberapa
permasalahan yang diungkapkan
auditor atau pos yang dikecualikan
tersebut agar tidak mengalami
ke ke l i r u a n d a l a m p e n g a m b i l a n
keputusan.
Opini TW diberikan jika system
pengendalian internal tidak memadai,
namun terdapat salah saji pada banyak
pos laporan keuangan yang material.
Dengan demikian secara keseluruhan
laporan keuangan tidak disajikan
secara wajar sesuai dengan SAP.
Opini TMP diberikan apabila
terdapat suatu nilai yang secara
material tidak dapat diyakini auditor
karena ada pembatasan ling kup
pemeriksaan oleh manajemen
sehingga auditor tidak cukup bukti
dana atau system pengendalian intern
yang sangat lemah. Dalam kondisi
demikian auditor tidak dapat menilai
kewajaran laporan keuangan.
Opini WTP bukanlah merupakan
tujuan akhir, namun merupakan
sasaran antara menuju tertib
administrasi pengelolaan keuangan
negara yang lebih akuntabel dan
transparan untuk mencapai tata
kelola pemerintahan yang baik: good
governance”. Oleh karena itu tetap
dibutuhkan usaha yang maksimal untuk
menjaga dan meningkatkan kualitas
laporan keuangan Sekretariat Jendral
DPR RI di masa-masa mendatang,
antara lain :
1. Meningkatkan efektivitas koor­
dinasi penyelesaian tindak lanjut
temuan hasil pemeriksaan BPK dan
penyelesaian temuan pemeriksaan
kerugian negara.
2. Pengutamaan Etika dan Integritas
aparatur, serta mentaati ketentuan
Perundangan untuk dapat mem­
berikan keyakinan yang memadai
dan menghindari salah saji material.
3. Meningkatkan kualitas penerapan
penganggaran berbasis Kinerja
melalui penataan Arsitektur dan
Informasi Kinerja (ADIK) dalam
rencana kerja anggaran (RKA).
4. Membangun komitmen untuk
melaksanakan secara efektif pene­
rapan system pengendalian intern
(SPI) dengan parameter pencapaian
Maturitas SPIP Level 3 pada tahun
2019.
5. Meningkatkan kompetensi Audi­
tor/Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP) dengan jumlah
dan kualitas yang memadai.
Kapabilitas Auditor/APIP diting­
katkan melalui penilaian model
IACM (Internal Audit Capability
Model) untuk dapat mencapai level
3 tahun 2019
Semoga kinerja Sekretariat Jendral
dan Badan Keahlian DPR RI lebih
baik lagi di masa mendatang seiring
dengan penetapan nilai organisasi
yang dianut, yaitu R API, religius,
akuntabel, professional dan integritas
serta komitmen institusi yang telah
mencanangkan pembangunan Zona
Integritas menuju Wilayah Bebas
Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih dan
Melayani (WBK/WBBM). Semoga… n
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
73
PERNIK
Parlemen dan Perempuan:
Problem Keterwakilan
Oleh Nining Indra Shaleh
74
foto : eka/iw
S
angat tak berimbang. Itu­
lah komposisi keterwakilan
p e re m p u a n d i p a r l e m e n
dibanding pria. Ketidak­ber­
imbangannya terjadi sejak negeri
ini memiliki lembaga parlemen
hingga saat ini. Yang perlu kita catat,
bukanlah semata-mata persoalan
ketidakberimbangan itu, tapi
bagaimana kualitas keberpihakan
yang mendalam terhadap kepentingan
perempuan sehingga berpengaruh
nyata bagi kepentingan nasional?
Sungguh problematik ketika bicara
lebih konkret tentang keterwakilan
kaum Hawa dalam panggung parlemen.
Jumlah populasi perempuan –
katakanlah di negeri ini – masih lebih
tinggi dibanding pria. Setidaknya
kondisi saat ini, kita memiliki data:
untuk usia di bawah 15 tahun, jumlah
perempuan Indonesia sebesar
35.298.880 jiwa, sedang kan pria
sebesar 33.034.383 jiwa. Dan untuk usia
15 – 64 tahun, perempuan Indonesia
sebanyak 78.969.160 jiwa, sedangkan
kaum pria sebesar 78.083.952 juta.
Secara kuantitatif-komparatif, jumlah
kaum perempuan lebih besar. Maka,
seharusnya keter wakilan unsur
perempuan – minimal – 50%, bukan
30% apalagi lebih rendah.
Tapi, idealitas keterwakilan
perem­p uan di parlemen Indonesia
ma­sih terlalu jauh. Catatan menun­
jukkan, pada periode 1950 – 1955
(DPR Sementara), wakil dari unsur
perempuan hanya sembilan orang
(3,8%), sedangkan pria mencapai 236
orang (96,2%). Periode1955 – 1960, 17
(6,3%) perempuan dan 222 (93,7%) pria.
Periode Konstituante (1956 – 1959):
25 (5,1%) perempuan : 488 (94,9%)
pria. Periode 1971 – 1977, 36 (7,8%)
wakil perempuan, sedangkan pria 460
(92,2%). Untuk periode 1977 – 1982,
Nining Indra Shaleh
29 (6,3%) untuk perempuan dan pria
460 (93,7%). Periode1982 – 1987, wakil
perempuan 39 (8,5%), pria 460 (91,5%).
Hasil pemilu 1987 – 1992, naik drastis
keterwakilan perempuan: mencapai
65 orang (13%), sedangkan pria 500
orang (87%). Jika ditelaah secara spe­
sifik, kenaikan jumlah keterwakilan
perempuan karena keputusan politik
terkait jumlah anggota Dewan yang
memang naik: yakni, totalnya 560 orang.
Sementara itu, periode 1992 – 1997,
wakil perempuan sebanyak 62 orang
(12,5%), sedangkan lelaki 500 orang
(87,5%). Periode 1997 – 1999, sebanyak
54 (10,8%) dan pria tetap sama: 500
orang (89,2%). Periode 1999 – 2004,
46 (9%) dan pria juga 500 orang (91%).
Hasil pemilu 2009, hanya mengantarkan
wakil perempuan 18,2% dan 17,32%
pada pemilu tahun 2014. Sedangkan
untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
untuk periode 2004 – 2009, hanya
mampu antarkan 27 orang senator
(21%), sementara senator pria sebanyak
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
101 orang (78,9%). Dan naik lagi pada
periode 2009 – 2014: menjadi 35 orang
(26,51%). Untuk lembaga parlemen di
bawahnya juga tetap rendah komposisi
keterwakilan perempuan: rata-rata
16,14% di DPRD Provinsi serta 14% di
DPRD kabupaten/kota.
Perlu kita catat, keterwakilan
perempuan bukan hanya masih terlalu
jauh dari komposisi keberimbangan
ideal, tapi juga jauh dari amanat UU
yang telah diputuskan, yakni 30%.
Pasal 55 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pemilihan Umum DPR, DPD dan
DPRD jelas-jelas amanatkan kuota
perempuan 30%. Bahkan Pasal 56 ayat
2 menyebutkan, dalam setiap tiga orang
bakal calon terdapat minimal satu orang
perempuan. Ketentuan ini diperkuat
dengan Peraturan Komisi Pemilihan
Umum (KPU) Nomor 7 Tahun 2013 pada
Pasal 11b,11d, 24 ayat 1c-d dan ayat 2.
Yang menarik adalah, parpol
manapun terancam gugur ikut serta
dalam pentas pemilu jika daftar
perempuan kurang dari kuota yang
ditentukan UU itu. Sekali lagi, spirit
artikulatif terhadap kepentingan
perempuan sudah demikian jelas.
Namun – dan inilah yang masih
menimbulkan keprihatinan mendalam
bagi kepentingan perempuan – bahwa
ketentuan UU Pemilu yang sudah pro
kaum “Hawa” masih belum cukup.
Sebuah potret ketidakmampuan
perempuan dalam mengarung i
kontestasi politik terbuka? Tidak
sepenuhnya benar dan atau salah
penilaian itu. Fakta menunjukkan, hanya
kaum perempuan yang terkategori
“super” (karena punya modalitas sosial
yang cukup kuat sebelumnya dan atau
punya keunggulan finansial) itulah
yang mampu menerobos persaingan
hegemonis pria.
b u k a n s e ke d a r b i c a r a ke a d i l a n
berbagi peran di lembaga Dewan.
Ta p i , a d a m a k n a s t rat e g i s d a r i
kualitas komitmen bahkan daya juang
ketika urusannya terkait kepentingan
perempuan. Terdapat nurani bahkan
empati yang beg itu kuat ketika
subyeknya sama sebagai perempuan.
Secara empirik, ada beberapa hal
yang tidak mungkin dirasakan pria
seperti melahirkan atau menstruasi.
Bahkan, ada hal-hal lain yang jauh
lebih besar dan sangat mendasar bagi
jati diri perempuan. Tidak tertutup
kemungkinan akan muncul rasa gerah
foto : andri/iw
Sebuah renungan, berapa banyak
kaum Hawa yang terkategori super itu?
Ada tapi tetap terbatas kuntitasnya.
Keterbatasannya – bisa jadi – karena
terkait dengan kodratnya yang harus
berbagi dengan kepentingan rumah
tangganya (urus suami dan anakanaknya). Jika, ia lajang, maka – kodrat
perempuan secara fisik – juga sering
menjadi persoalan tersendiri, padahal
medan tempur yang dihadapi mutlak
memerlukan energi dan stamina prima.
Maka, fron terbuka (perang langsung
antar perempuan versus pria) menjadi
faktor krusial keterbatasan kaum Hawa
Parlemen Perempuan Indonesia mempersiapkan peringatan Hari Wanita Internasional.
memasuki lembah parlemen.
Karena itu, ketentuan UU Pe­
milu yang masih memperhadapkan
perempuan versus lelaki secara head
to head perlu direkonstruksi. Arahnya,
pertempuran hanya bersaing dengan
entitas kandidat yang sama: lelaki
versus lelaki. Juga, perempuan versus
perempuan, bukan lagi dengan para
calon anggota legislatif kaum pria.
Andai model persaingan terbuka
sesama jenisnya, maka kuota pe­
rempuan 30% pasti terisi, bukan
hayali. Kini, bagaimana mewujudkan
sekaligus merumuskan keinginan
kuota perempuan itu?
Makna Strategis Keberimbangan
Keterwakilan
Amanat UU Pemilu No 7 Tahun
2013 terkait representasi perempuan
atau tak rela ketika melihat persoalan
perempuan yang mendera, baik
saat ini atau masa lalu dan akhirnya
menatap masa depan.
Keterpanggilan sesama perempuan
inilah yang mendorong kuat bagai­
mana persoalan perempuan yang
mengemuka dari berbagai aspek
kehidupan harus dicari kerangka
solusinya secara konstruktif-per­
manen, setidaknya berjangka panjang.
Komitmen seperti ini – secara prediktif
– akan membuahkan peta perubahan
kepentingan kaum Hawa. Bahkan,
tidak tertutup kemungkinan bagi
kepentingan seluruh anak-bangsa ini.
Mencermati kuantitas jumlah
perempuan, apalagi dikaitkan dengan
kualitas persoalannya, maka urgensi
pemenuhan kuota 30% perempuan
bukan hanya sangat kuat, tapi memang
wajib hukumnya. Bahkan, cukuplah
rasional jika prosentasinya dinaikkan
lagi. Hal ini sejalan dengan faktualitas
kuantitas data perempuan di Tanah
Air ini. Analisis komparatif gender ini
tidaklah mengada-ada atau berlebihan,
tapi demi konstruksi tatanan sosial dan
sektor lainnya yang lebih baik. Untuk
kepentingan Indonesia dan inilah
dimensi holistik perempuan untuk
negeri ini.
Jika perjuangan pro perempuan
ini dihadang kalangan pria karena
persoalkan gender, maka resistensi itu
sesungguhnya tidak mencerminkan
keberpihakan untuk perubahan
Indonesia yang lebih baik. Karena itu,
tidaklah berlebihan jika kita selaku
perempuan harus menggalang aksi
dan opini publik guna sadarkan kaum
perempuan itu sendiri, juga untuk
menghindari kesalahpahaman kaum
pria terhadap gerakan restorasi
pro perempuan di parlemen ini.
Atas nama perubahan nasib bangsa
Indonesia yang lebih baik haruslah
didahului dengan mengubah potret
keterwakilan perempuan di parlemen
sebagai pijakan rekonstruksi tatanan
kebijakan.
Akhir kata, tuntutan pemenuhan
kuota 30% perempuan bukanlah hanya
persoalan ketidakadilan pembagian
peran politik di lembaga parlemen.
Juga, bukan masalah ketidakpercayaan
pada peran kaum lelaki, tapi jauh
lebih substansial. Yakni, perbaikan
kepentingan kaum Hawa untuk
kepentingan Indonesia yang lebih
menyeluruh.
Karena itu, tuntutan kouta perem­
puan yang harus dipenuhi merupakan
sikap nasionalisme yang sesunguhnya.
Spirit nasionalisme ini sesungguhnya
menjadi tuntutan yang sangat
mendasar: hayo bersama-sama dan
bahu-membahu atas persoalan bangsa
dan negara yang kini sungguh berat dan
besar tanggung jawabnya. Karena itu,
kesadaran menghadirkan keterwakilan
perempuan secara proporsional dan
jaminan masuk sesuai kuotanya seperti
yang tertuang dalam ketentuan UU
haruslah dilihat sebagai cita-cita
kebangkitan untuk negeri dan bangsa
tercinta ini.
Penulis: Sekjen DPP Partai NasDem
dan Sekjen DPR RI Periode 2008 - 2013.
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
75
Foto : commons.wikimedia.org
PARLEMEN DUNIA
Suasana rapat di Parlemen Finlandia
Parlemen Finlandia dan
Corporate Social Responsibility
P
Oleh: Peneliti CEPP FISIP UI
Hilda Piska Randini, M. Adinda Rizki, Prasetya Pudji Wasito
ada awal Juni 2016 seperti
diberitakan dalam website
Parlemen Finlandia, delegasi
dari DPR RI mengunjungi
Finlandia untuk mendalami bagaimana
aspek social responsibility dilaksanakan
di Finlandia, termasuk di dalamnya
tentang CSR. Studi banding ke Finlandia
ini dapat dimengerti karena layaknya
negara-negara Skandinavia lainnya,
Finlandia memiliki kebijakan yang
sangat memperhatikan kesejahteraan
warga masyarakatnya. Salah satu
elemen yang diajak untuk membangun
kesejahteraan masyarakat adalah
perusahaan yang ada di Finlandia
melalui Corporate Social Responsibility.
CSR ini nantinya tidak hanya memberi
pengaruh positif ke masyarakat,
namun juga negara dan perusahaan
itu sendiri.
Politik di Finlandia Secara Singkat
Finlandia adalah negara demokrasi
76
parlementer yang memiliki sistem
politik multipartai dengan presiden
sebagai kepala negaranya, dan
merupakan satu-satunya welfare state
(negara kesejahteraan) yang berbentuk
republik di kawasan Skandinavia.
Negara yang memiliki kepadatan
penduduk terendah di Uni Eropa ini
menyatakan kemerdekaan dirinya
dari Kerajaan Rusia pada tanggal 6
Desember 1917 dan kini merupakan
anggota dari Uni Eropa. Kekuasaan
Finlandia berada sepenuhnya di tangan
rakyat yang diwakili oleh parlemen.
Pemilihan anggota parlemen tersebut
diselenggarakan pada tiap distrik,
dan orang yang terpilih dari setiap
distrik itu akan mewakili distriknya
di parlemen. Parlemen Finlandia
disebut Eduskunta atau Riksdag,
yang beranggotakan 200 orang
dan bersifat unikameral. Anggota
parlemen ini dipilih empat tahun
sekali. Parlemen Finlandia merupakan
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
otoritas legislatif tertinggi di Finlandia
dan bertugas memberlakukan
hukum, menyetujui anggaran negara,
meratifikasi perjanjian internasional
dan mengawasi pemerintah Finlandia.
Pa r l e m e n j u g a b e r t a n g g u n g
jawab memilih perdana menteri dan
menyetujui program pemerintah.
Finlandia menganut sistem politik
multipartai, artinya pemerintahan
terdiri atas koalisi dari berbagai partai.
Biasanya pemimpin partai dengan
jumlah kursi terbanyak di parlemen
akan menjadi perdana menteri. Saat
ini parlemen Finlandia diduduki oleh
Partai Pusat (Centre Party) dengan
kursi terbanyak 49 kursi, diikuti
Partai Finn (Finn’s Party) 38 kursi,
Partai Koalisi Nasional (National
Coalition Party) 37 kursi, Partai Sosial
Demokrat (Social Democratic Party)
34 kursi, Partai Hijau (Greens Party)
12 kursi, Aliansi Kiri (Left Alliance) 9
kursi, Partai Swedish (Swedish People’s
bangkan sekitar lima puluh tahun lalu,
seiring berkembangnya perekonomian
yang mendorong tumbuhnya
p e r u s a h a a n - p e r u s a h a a n d i e ra
industrialisasi pasca Perang Dunia II.
Hingga saat ini CSR merupakan prinsip
dan nilai dasar (core value) yang menjadi
pedoman perusahaan-perusahaan
yang ada di Finlandia, asalnya adalah
cara berpikir dan berperilaku sesuai
etika serta moral yang dijunjung tinggi
oleh bangsa Eropa Utara (Skandinavia).
CSR merupakan bagian integral dari
operasional perusahaan dan tak
terpisahkan dari tanggung jawab
terhadap lingkungan (environmental
responsibility).
Uni Eropa mempertimbangkan
CSR sebagai isu kebijakan publik
setelah mempublikasikan Green Paper
7 nya pada tahun 2001. Kemudian
Uni Eropa membentuk Multi Stake­
Foto : telegraph.co.uk
Party) 9 kursi dengan kelompoknya
yang terdiri dari Alan Islands, hingga
Partai Kristen Demokrat (Christian
Democrats) menduduki 5 kursi. Saat
ini parlemen Finlandia berjumlah 117
laki-laki dan 83 perempuan. Dengan
perolehan kursi terbanyak oleh Centre
Party, Juha Sipilä menjabat sebagai
Perdana Menteri terpilih.
Kepala negara Finlandia adalah
presiden. Pemilihan presiden diadakan
setiap enam tahun sekali. Finlandia
telah menetapkan konstitusi baru yang
mulai diterapkan pada tahun 2000
dan kemudian disempurnakan pada
tahun 2012. Konstitusi baru ini lebih
mengubah sistem politik Finlandia
lebih ke arah parlemen. Konstitusi
tersebut memperluas kekuasaan
parlemen dan lebih membatasi
kekuasaan presiden, dengan kata
lain perluasan kekuasaan perdana
Gedung Parlemen Finlandia
menteri dan pengurangan kekuasaan
presiden. Tugas presiden menjalankan
kebijakan luar negeri bersama dengan
pemerintah, berpartisipasi dalam
negoisasi dan organisasi internasional,
s e r t a b e r t a n g g u n g j aw a b a t a s
hubungan dengan negara-negara
lain. Pemerintahan Finlandia terdiri
dari perdana menteri yang didampingi
oleh sejumlah menteri. Perdana
menteri beserta menteri-menterinya
mengurusi urusan dalam negeri
Finlandia seperti urusan kebijakan
dan adminstratif negara.
Simbiosis Mutualisme melalui CSR
CSR di Finlandia mulai dikem­
holder Forum Eropa tentang CSR
yang mendefinisikan CSR sebagai
bentuk voluntarism untuk berbuat
bagi lingkungan sosialnya dalam
operasional bisnisnya sehari-hari jauh
melampaui apa yang diamanatkan
dalam hukum dan peraturan yang
berlaku.
Perdebatan di Parlemen Finlandia
tentang CSR tidaklah begitu tajam,
hal ini diakibatkan karena status
Finlandia sebagai negara kesejahteraan
dan legislasi tentang aspek sosial
yang lebih maju. Aspek legislasi
tersebut telah mampu menciptakan
jaminan minimum tanggung jawab
dan pelayanan sosial bagi warganya
termasuk bagaimana kaitannya dengan
iklim bisnis perusahaan pemerintah
ser ta perusahaan swasta. Pada
tahun 2012 Pemerintah Finlandia
meluncurkan resolusi tentang CSR
untuk memperkuat kebijakan dan
petunjuk pelaksanaan internasional
tentang CSR seperti yang dikeluarkan
oleh Uni Eropa dan PBB (UN Guiding
Principles on Business and Human
Rights) dalam kerangka pembangunan
berkelanjutan (sustainable deve­
lopment).
Dalam resolusi tersebut,
Pemerintah Finlandia berkomitmen
untuk mempromosikan CSR dalam
rencana aksi yang disusun bersama
masyarakat, perusahaan milik negara,
perusahaan swasta (termasuk Small
Medium Enterprise (SME) atau UKM),
LSM, organisasi buruh dan organisasi
lain yang terkait. Resolusi tersebut
juga merupakan komitmen untuk
memberantas kejahatan ekonomi
(korupsi dan pencucian uang) dengan
menggandeng sektor perpajakan.
Tak hanya soal ekonomi dan
hukum, resolusi ini juga mendorong
keterbukaan informasi perusahaan
tentang aspek sosial dan lingkungan
hidup (company disclosure of social
and environmental information).
Keterbukaan informasi tersebut
dapat meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap perusahaan
yang beroperasi dan mendorong
pembangunan yang berkelanjutan
sebagai tujuan dari investasi. Tema
CSR di Finlandia sangat bervariasi
mulai dari perlindungan hak buruh,
pemberantasan korupsi hingga
perlindungan hak atas lahan.
Pelaksanaan kebijakan CSR
di Finlandia dilaksanakan oleh
Kementerian Tenaga Kerja dan
Ekonomi (Ministry of Employment
and the Economy), berkoordinasi
dengan Kementerian Luar Negeri,
Kantor Perdana Menteri, Kementerian
Kehakiman dan Kementerian
Lingkungan Hidup. Sebuah Komite
CSR dibentuk di bawah Kementerian
Tenaga Kerja dan Ekonomi sebagai
badan yang memberikan masukan
dan pertimbangan dalam mengambil
keputusan. Komite CSR ini juga
bertindak sebagai Finnish National
Contact Point, dalam implementasi
kebijakan OECD tentang Guidelines for
Multinational Enterprises. n
PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
l
77
POJOK PARLE
langsung.
“ Saudara calon loyal kepada siapa,
Bapak Presiden?,” dijawab Tito ” Perlu
dipahami bahwa institusi Polri adalah
institusi yang unik, karena berada
pada dua komponen. Pertama adalah
kompnen eksekutif-penyelenggara
negara dan kedua adalah komponen
yudikatif-sebagai penegak hukum.
Dalam konteks eksekutif penyelenggara
negara, pemeliharaan kamtibmas,
maka Polri harus loyal penuh kepada
Bapak Presiden”. Namun dalam konteks
penegakan hukum sebagai yudikatif,
maka polisi harus loyal pada hukum”
Mendengar jawaban ini
Benny menyatakan terima kasih
banyak, karena ini sangat penting,
hukum ada diatas Presiden. Oleh sebab
Pimpinan dan Anggota Komisi III DPR RI jabat tangan usai uji kelayakan calon Kapolri
78
l PARLEMENTARIA l EDISI 138 TH. XLVI - 2016
itu pula polisi harus loyal hanya kepada
konstitusi. “ Kalau nanti ada pemilu
Presiden, janganlah Kapolri menjadi
alatnya calon Presiden. Apalagi calon
Presidennya incumbent,” katanya
disambut tawa hadirin.
Pimpinan Sidang Bambang Susatyo
berkomentar atas pertanyaan dan
jawaban ini dengan mengatakan “
Untung Saudara Calon tidak terpancing
dengan jawaban itu. Coba kalau
terpancing dan Calon menjawab loyal
pada Presiden, matilah barang itu,”.
Rekan-rekan wartawan berkomentar,
rupanya dalam uji kelayakan ini juga
ada “ jebakan batman” akhirnya Tito
Karnavian melangkah mulus menjadi
Kapolri baru menggantikan Badrodin
Haiti. n
foto : runi/iw
S
uasana uji kepatutan dan
kelayakan (fit and propertest)
calon Kapolri Tito Karnavian
di Ruang Sidang Komisi III
DPR, Kamis (23/6) mendapat perhatian
luas khalayak termasuk para anggota
Dewan dan pers. Terbukti selain
ruangan penuh sesak, tidak kurang dari
25 pertanyaan dari anggota 10 fraksi
di Komisi III mengajukan pertanyaan
menyangkut berbagai masalah yang
terkait dengan tugas-tugas kepolisian.
Namun ada satu per tanyaan
menarik yang diajukan Wakil Ketua
Komisi III Benny K. Harman dan
meminta jawaban langsung, padahal
penanya sebelumnya belum ada yang
dijawab. Politisi Partai Demokrat dari
NTT bertanya dan minta dijawab
(mp, skr)
Ada ”Jebakan Batman”
di Uji Kelayakan Calon Kapolri
Download