UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI AUDITORI-VISUALTAKTIL-KINESTETIK TERHADAP PERKEMBANGAN PERILAKU NEONATUS PREMATUR DI RUANG PERINATOLOGI RS CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA TESIS LUCI FRANSISCA SITUMORANG 0806446473 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK DEPOK, JULI 2010 Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI AUDITORI-VISUALTAKTIL-KINESTETIK TERHADAP PERKEMBANGAN PERILAKU NEONATUS PREMATUR DI RUANG PERINATOLOGI RS CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan LUCI FRANSISCA SITUMORANG 0806446473 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK DEPOK, JULI 2010 Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah Bapa di surga atas kasih dan penyertaanNya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh pemberian stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur di ruang perinatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta”. Penyusunan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Ilmu Keperawatan dengan kekhususan keperawatan anak. Saya menyadari bahwa banyak pihak telah terlibat dan membantu saya dalam penyelesaian tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Krisna Yetti, S.Kp., M.App.Sc., selaku pembimbing pertama dan sekaligus juga Ketua Program Studi Magister dan Spesialis, yang telah memberikan waktu, tenaga dan pikirannya membimbing saya dalam penyusunan tesis ini. 2. Ibu Dessie Wanda, S.Kp., MN, selaku pembimbing kedua yang memberikan arahan dan bimbingan serta memotivasi saya telah untuk menyelesaikan tesis ini dengan baik. 3. Ibu Nani Nurhaeni, S.Kp., MN, selaku pendamping pembimbing pertama sekaligus juga pembimbing akademik saya, yang telah membantu saya selama proses perkuliahan, berdiskusi dalam pemilihan topik penelitian serta penyusunan tesis ini. 4. Ibu Yeni Rustina, S.Kp., M.App.Sc, Ph.D., sebagai narasumber untuk validitas isi dari instrumen yang saya gunakan dalam penelitian ini. 5. Direktur RSUPN Cipto Mangunkusumo, Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak dan Kepala Divisi Perinatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta yang telah memberikan ijin kepada saya untuk melakukan penelitian di RSUPN Cipto Mangunkusumo. v Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 6. Kepala ruang perinatologi serta para perawat di special care nursery 3 dan 4 RSUPN Cipto Mangunkusumo yang telah membantu saya selama proses pengambilan data. 7. Suami, orang tua dan mertua saya, serta seluruh keluarga besar saya yang senantiasa memberikan doa, semangat dan dukungan kepada saya. 8. Teman-teman kekhususan keperawatan anak, atas kebersamaan, pertemanan dan dukungan selama proses perkuliahan. 9. Semua pihak yang namanya tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas bantuannya. Semoga hasil penelitian saya yang tertulis dalam tesis ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan anak. Depok, Juli 2010 Penulis vi Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Luci Fransisca Situmorang NPM : 0806446473 Program : Pasca Sarjana Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan : Keperawatan Anak Fakultas : Ilmu Keperawatan Jenis Karya : Tesis demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : “Pengaruh Pemberian Stimulasi Auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap Perkembangan Perilaku Neonatus Prematur di ruang Perinatologi RS Cipto Mangunkusumo Jakarta” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 8 Juli 2010 Yang menyatakan (Luci Fransisca Situmorang) vii Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK PROGRAM PASCASARJANA – FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN Tesis, Juli 2010 Luci Fransisca Situmorang Pengaruh Pemberian Stimulasi Auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap Perkembangan Perilaku Neonatus Prematur di Ruang Perinatologi RS Cipto Mangunkusumo Jakarta xv + 61 hal + 15 tabel + 4 gambar + 2 skema + 8 lampiran Abstrak Tesis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian stimulasi auditorivisual-taktil-kinestetik terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur di ruang perinatologi RSCM Jakarta. Penelitian ini adalah penelitian quasi experiment dengan disain one group pre and post test. Sampel penelitian berjumlah 18 responden. Hasil penelitian terdapat perbedaan yang signifikan antara perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah diberi stimulasi (p = 0,0005). Hasil seleksi bivariat menunjukkan bahwa usia gestasi, berat badan lahir dan jenis kelamin bukan merupakan faktor perancu pada perilaku neonatus prematur setelah diberi stimulasi. Hipotesis berupa adanya pengaruh pemberian stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur dapat dibuktikan dalam penelitian ini. Kata Kunci : Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik, Perilaku, Neonatus Prematur Daftar Bacaan : 43 (1995 – 2009) ix Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 UNIVERSITY OF INDONESIA MASTER PROGRAM IN NURSING SCIENCE MAJORING IN PEDIATRIC NURSING POST GRADUATE PROGRAM-FACULTY OF NURSING Thesis, July 2010 Luci Fransisca Situmorang Effect of Stimulation of Auditory-visual-tactile-kinesthetic to the development of Premature Neonates Behavior in Perinatology of Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta xv + 61 p. + 15 tables + 4 + 2 scheme drawings + 8 attachments Abstract This thesis aims to investigate the influence of stimulation of auditory-visualtactile-kinesthetic to the behaviour development of premature neonate. This study is a quasi-experimental research with one group pre and post test design. The samples were 18 respondents. The results there are significant differences between the behavior of preterm neonates before and after a given stimulation (p = 0.0005). Bivariate selection results showed that gestational age, birth weight and gender is not a confounding factor in the premature neonate behavior after a given stimulation. The hypothesis of the existence of the effect of stimulation of auditory-visual-kinesthetic-tactile to the development of a premature neonate behavior could be demonstrated in this study. Keywords : Auditory-visual-tactile-kinesthetic Premature Neonates Reading list : 43 (1995 - 2009) ix stimulation, Behavior, Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ………………………………………………………. i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS …………………………. ii PERNYATAAN PERSETUJUAN ………………………………………… iv HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………… v KATA PENGANTAR ……………………………………………………… vi HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ………………………. vii ABSTRAK …………………………………………………………………. viii ABSTRACT ………………………………………………………………... ix DAFTAR ISI……………………………………………………………….. x DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. xii DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… xiii DAFTAR SKEMA ………………………………………………………… xiv DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. xv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. BAB 2 Latar Belakang ………………………………………………. Rumusan Masalah …………………………………………… Tujuan Penelitian ……………………………………………. Manfaat Penelitian …………………………………………… 1 6 7 7 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. Neonatus Prematur …………………………………………. Konsep Perkembangan ……………………………………… Teori Perkembangan Anak …………………………………. Model Sistem Perilaku Johnson …………………………….. Intervensi Keperawatan Perkembangan : Stimulasi “Auditori-visual-taktil-kinestetik”…………………………… 2.6. Kerangka Teori ……………………………………………… x 9 12 13 19 22 27 Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep ……………………………………………. 28 3.2. Hipotesis …………………………………………………….. 29 3.3. Definisi Operasional ………………………………………… 29 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian ……………………………………….. 4.2 Populasi dan Sampel ………………………………………… 4.3 Tempat Penelitian …………………………………………… 4.4 Waktu Penelitian ……………………………………………. 4.5 Etika Penelitian ……………………………………………... 4.6 Alat Pengumpulan Data …………………………………….. 4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas ……………………………….. 4.8 Prosedur Pengumpulan Data ……………………………….. 4.9 Pengolahan Data ……………………………………………. 4.10 Rencana Analisis Data ……………………………………… BAB 5 31 32 34 34 34 36 37 38 39 40 HASIL PENELITIAN 5.1. Analisis Multivariat …………………………………………. 42 5.2. Analisis Bivariat …………………………………………….. 46 5.3. Analisis Multivariat …………………………………………. 47 BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. 6.2. 6.3. 6.4. BAB 7 Perilaku Neonatus Prematur …………………………………. Alat Ukur Perilaku Neonatus Prematur …………………….. Implikasi Keperawatan ………………………………………. Keterbatasan Penelitian 32 55 57 58 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Rancangan Penelitian ………………………………………… 60 7.2. Populasi dan Sampel …………………………………………. 60 DAFTAR REFERENSI x Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tahap perkembangan psikoseksual dan psikososial pada anak …... 14 Tabel 2.2 Perkembangan psikoseksual pada anak …………………………… 15 Tabel 2.3 Perkembangan psikososial pada anak …………………………….. 16 Tabel 2.4 Tahap perkembangan kognitif pada anak ………………………… 17 Tabel 2.5 Tahap perkembangan sensorimotorik pada anak ………………… 18 Tabel 2.6 Perkembangan daya lihat pada bayi …………………………..... 23 Tabel 2.7 Prosedur stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik pada neonatus.. 25 Tabel 4.1 Analisis data …………………………………………….. 41 Tabel 5.1 Karakteristik responden 43 Tabel 5.2. Perilaku neonatus sebelum dan setelah stimulasi auditori-visualtaktil-kinestetik 44 Tabel 5.3 Uji normalitas data 46 Tabel 5.4 Perbedaan perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah dilakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik 47 Tabel 5.5 Korelasi usia gestasi dengan perilaku neonatus prematur setelah stimulasi 48 Tabel 5.6 Korelasi berat badan lahir dengan perilaku neonatus prematur setelah stimulasi 48 Tabel 5.7 Korelasi jenis kelamin dengan perilaku neonatus prematur setelah stimulasi 49 xii Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Model sistem perilaku Dorothy E. Johnson …………………… 21 Gambar 4.1 Disain penelitian ………………………………………………. 31 Gambar 5.1. Gambaran perilaku neonatus prematur sebelum stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik ………………………………... 45 Gambar 5.2. Gambaran perilaku neonatus prematur setelah stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik ………………………………... 45 xiii Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 DAFTAR SKEMA Skema 2.1. Kerangka teori ……………………………………………….. 27 Skema 3.1 28 Kerangka konsep …………………………………………….. xiv Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lembar pengkajian perilaku neonatus prematur Lampiran 2 Prosedur stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik Lampiran 3 Lembar permintaan menjadi responden penelitian Lampiran 4 Lembar persetujuan menjadi responden penelitian Lampiran 5 Keterangan lolos kaji etik Lampiran 6 Permohonan ijin penelitian dan uji instrument penelitian Lampiran 7 Ijin penelitian/pengambilan data dari bagian penelitian RSCM Lampiran 8 Persetujuan penelitian dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM xv Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini membahas tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. 1.1. Latar Belakang Neonatus merupakan istilah yang digunakan untuk bayi baru lahir sampai berusia 28 hari. Neonatus prematur adalah bayi yang lahir dengan usia gestasi kurang dari 37 minggu dihitung dari periode menstruasi terakhir (Cloherty, Eichenwald & Stark, 2008). Usia gestasi yang belum cukup mengakibatkan sistem organ tubuh pada neonatus masih belum sempurna sehingga neonatus akan mengalami kesulitan beradaptasi terhadap kehidupan di luar uterin. Bayi lahir prematur sangat berisiko untuk mengalami permasalahan kardiopulmonal, respiratori, gastrointestinal, otak, hiperbilirubinemia dan imunitas (Medoff-Cooper et al, 2005; Raju et al, 2006 dalam Winchester et al, 2009) yang mengakibatkan rentan mortalitas. Kondisi tidak stabil ini membutuhkan perawatan stabilisasi dan resusitasi di Neonatal Intensive Care Unit (NICU). Perawatan di NICU mengakibatkan bayi mengalami berbagai tindakan invasif, rawat inkubasi dan perpisahan sementara dengan orang tua terutama ibunya yang mengakibatkan ikatan kasih sayang ibu – anak terganggu (Sanders & Buckner, 2006). Lingkungan luar uterin pertama yang dialami neonatus prematur adalah NICU, yang sangat berbeda dengan lingkungan neonatus cukup bulan. Interaksi yang terjadi secara terus menerus antara anak dan lingkungannya, akan menentukan perkembangan perilaku anak (Bowden, Dickey & Greenberg, 1998). Menjalani perawatan di NICU, mendapatkan tindakan invasif, serta mengalami perpisahan dengan ibu merupakan stressor yang cukup besar bagi neonatus prematur dan memiliki dampak jangka panjang Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 2 terhadap penurunan kesehatan, sensorik dan kognitif (Lucas-Thompson et al, 2009). Terbatasnya interaksi neonatus dengan ibu karena neonatus dirawat di NICU dapat mengakibatkan kurangnya ikatan kasih sayang antara neonatus dan ibu, keterlambatan perkembangan dan sindrom gagal tumbuh (Leitch, 1999; Lowdermilk & Perry, 2000; Nelson, 2003; Kennel & Klauss, 1998; Schenk, Kelley & Schenk, 2005 dalam Sanders & Buckner, 2006). Nyeri karena tindakan invasif yang dialami oleh bayi prematur sejak lahir ternyata juga berkontribusi terhadap perubahan perkembangan sistem nyeri, perilaku, kognisi dan pembelajaran saat di masa kanak-kanak nanti (Grunau, Weinberg & Whitfield, 2004). Penelitian jangka panjang pada anak dengan riwayat lahir prematur menunjukkan terdapat risiko lebih besar menderita penyakit kronis; cerebral palsy; gangguan perkembangan motorik, visual dan auditori serta gangguan perkembangan perilaku dan kognitif, yang dapat mempengaruhi kemampuan akademik mereka saat usia sekolah dan remaja (Reijneveld et al, 2006). Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Hawthorne (2005), bahwa bayi yang lahir sangat prematur akan mengalami gangguan sosial; kognitif; linguistik dan perilaku; serta penurunan auditori, visual dan perkembangan neurologi. Proses perkembangan perilaku merujuk pada perubahan kualitatif individu dalam hal komunikasi, proses berpikir dan kemampuan mengembangkan hubungan sosial sehingga terbentuk kepribadian yang unik. Istilah perkembangan pada anak merupakan aspek perubahan bentuk atau fungsi pematangan organ atau pun individu, termasuk perubahan aspek sosial atau emosional akibat pengaruh lingkungan (Markum, 2002). Perilaku neonatus risiko tinggi berbeda dengan neonatus cukup bulan yang sehat dan perbedaan ini mempengaruhi proses interaksi bayi dengan pengasuhnya (Brazelton & Nugent, 1995). Neonatus yang lahir cukup bulan dan sehat akan mampu beradaptasi dengan lingkungan di luar uterin, relatif cepat membentuk kontrol perilaku dan status fisiologis tubuh setelah proses Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 3 kelahiran (D’Apolito, 1991 dalam Brazelton & Nugent, 1995). Selain itu neonatus cukup bulan juga menunjukkan pergerakan yang baik, status tidur dan bangun yang jelas serta memiliki energi yang cukup untuk melakukan interaksi. Sedangkan neonatus prematur belum memiliki kemampuan fungsi fisiologis dan perilaku yang sesuai. Neonatus prematur sangat mudah terstimulasi secara berlebihan sementara isyarat perilaku yang mereka berikan sulit dimengerti oleh pengasuhnya. Neonatus ini kesulitan untuk beradaptasi terhadap stimulus lingkungannya dengan menunjukkan disorganisasi fisiologis seperti perubahan warna kulit, peningkatan usaha nafas, regulasi suhu tubuh yang buruk, belum sempurnanya fungsi digestif dan organ tubuh, kondisi tidur yang buruk, kesulitan membentuk suatu kebiasaan, serta bermasalah dalam mempertahankan postur tubuh dan suasana relaks. Ketidakstabilan perilaku neonatus prematur yang teridentifikasi setelah dilakukan pengkajian perilaku, menunjukkan bahwa neonatus tersebut membutuhkan intervensi keperawatan berupa pengasuhan, proteksi dan stimulus (Johnson, 1980 dalam Tomey & Alligood, 2006). Pengkajian perilaku dalam praktik klinik dilakukan untuk mengetahui kebutuhan akan suatu intervensi dan mengevaluasi keefektifan suatu perlakuan (Blount & Loiselle, 2009). Melalui proses pengkajian perilaku, perawat anak dapat menentukan apakah perkembangan neonatus normal atau ada deviasi yang kelak memungkinkan terjadinya penelantaran anak, keterlambatan perkembangan atau sindrom gagal tumbuh kembang. Hawthorne (2005) mengatakan bahwa memahami perilaku bayi merupakan bagian vital dari perawatan neonatus. Perawat berkontribusi dalam memfasilitasi keefektifan fungsi perilaku pasien pada saat sebelum, selama dan sesudah sakit (Johnson, 1980 dalam Tomey & Alligood, 2006). Perawatan perkembangan neonatus ditujukan untuk membantu regulasi diri neonatus supaya mendapatkan hasil kesehatan yang lebih baik (Als et al, 2003; Als et al, 1994 dalam Lucas-Thompson et al, 2008). Oleh karena itu intervensi dini yang Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 4 dapat meningkatkan perkembangan perilaku perlu dilakukan sejak bayi baru lahir (Reijneveld et al, 2006). Intervensi keperawatan berupa pengasuhan, proteksi dan stimulus sudah menjadi asuhan keperawatan standar terhadap neonatus. Tetapi perkembangan perilaku neonatus prematur perlu dipacu dengan memberikan stimulasi tambahan yang bervariasi dan sesuai tahap tumbuh kembang, diluar asuhan keperawatan standar untuk neonatus. Stimulasi tambahan memberikan efek positif pada perkembangan, misalnya mengurangi apnea, kondisi lebih stabil, meningkatkan berat badan, mengurangi gerak refleks yang abnormal, keterampilan motorik dan sensorik yang superior saat dilakukan pengkajian perilaku, serta pengurangan lama rawat inap (Symington & Pinelli, 2000; Field, 1988 dalam Dieter & Emory, 1996). Salah satu intervensi keperawatan perkembangan neonatus yang dapat diberikan adalah stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik. Stimulasi ini berupa rangkaian stimulus yang memberikan pengalaman sensorik dan motorik pada neonatus sehingga neonatus dapat menunjukkan perilaku yang sesuai dengan tahap tumbuh kembangnya. Stimulasi ini bersumber pada teori kognitif Piaget, yang menyatakan bahwa neonatus berada pada tahap sensorimotorik sehingga stimulus yang diberikan seharusnya berfungsi untuk memacu perkembangan sensorimotorik neonatus. Pada tahap ini neonatus mempelajari diri sendiri dan lingkungan melalui aktivitas sensorik dan motorik (Papalia, Olds & Feldman, 2002). Pretorius, Naud & Van Vuuren (2002) menyatakan bahwa kematangan dan perkembangan kognitif yang optimal tergantung pada persepsi auditori, visual dan taktil-kinestetik. Stimulasi auditori dan visual akan membantu meningkatkan akurasi koordinasi auditori-visual pada neonatus (Santrock, 1998). Stimulasi auditori dan visual membentuk persepsi sensori yang akan membantu neonatus mempelajari lingkungannya sehingga neonatus dapat mengeksplorasi lingkungan. Sedangkan stimulasi taktil-kinestetik terbukti dapat memfasilitasi pertumbuhan dan pengaturan perilaku neonatus, bahkan Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 5 pada neonatus prematur sangat kecil sekalipun (Mathai et al, 2001; Symington & Pinelli, 2000). Stimulasi taktil-kinestetik akan merangsang pergerakan neonatus baik motorik kasar maupun motorik halus. Pengalaman motorik akan mempertajam dan memodifikasi persepsi neonatus terhadap apa yang akan terjadi jika neonatus bergerak dengan cara tertentu (Papalia, Olds & Feldman, 2002). Symington dan Pinelli (2000) menyatakan bahwa stimulasi auditori, visual, taktil dan vestibular dapat menurunkan kecepatan pernafasan dan nadi serta meningkatkan kemampuan makan dan status perilaku neonatus. Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik akan diberikan kepada neonatus lahir prematur (usia gestasi < 37 minggu) dengan berat badan lahir < 2500 gram. Stimulasi ini berlangsung selama ± 20 menit, diberikan minimal 45 menit setelah neonatus makan (Golchin et al, 2004), dilakukan sebanyak 1 kali per hari dan dilaksanakan secara serial selama 5 hari (Dieter et al, 2003; Mathai et al, 2001; Kesharvarz, Babaee & Dieter, 2009). Intervensi yang dilakukan serial dapat menunjukkan bagaimana sistem-sistem dalam tubuh neonatus terintegrasi dari waktu ke waktu dan bagaimana sistem tersebut terpengaruh oleh faktor-faktor lingkungan neonatus (Brazelton & Nugent, 1995). Selanjutnya pengaruh stimulasi ini terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur akan dilihat berdasarkan hasil pengkajian perilaku neonatus tersebut. Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik merupakan suatu rangkaian stimulus yang dapat digunakan dalam perawatan perkembangan neonatus di Indonesia. Penelitian tentang stimulasi ini dilakukan di rumah sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada bulan Mei sampai Juni 2010. RSCM merupakan rumah sakit rujukan nasional di Indonesia dan jumlah neonatus yang dirawat di bagian perinatologi RSCM juga cukup tinggi. Pada tahun 2007 sebanyak 3.320 bayi lahir di RSCM dimana 27% dari jumlah tersebut (897 bayi) memerlukan perawatan di NICU dan sekitar 25-30% bayi tersebut lahir prematur. Perincian kelahiran bayi prematur pada tahun 2007 Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 6 adalah sebagai berikut : bayi dengan gestasi < 28 minggu sebanyak 1%, gestasi 28-30 minggu sebanyak 2%, gestasi 31-32 minggu sebanyak 3%, gestasi 33-34 minggu sebanyak 5% dan gestasi 35-36 minggu sebanyak 9%. Pada bulan Juli 2008 sampai Juli 2009 terdapat 2.595 bayi yang lahir di RSCM dimana 3,04% dari jumlah itu (790 bayi) lahir prematur (Roeslani, 2009). Peneliti belum menemukan adanya penelitian di Indonesia tentang pengaruh stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap perkembangan perilaku neonatus. Peneliti juga belum menemukan data tentang penerapan stimulasi ini sebagai bagian dari asuhan keperawatan neonatus di berbagai rumah sakit di Indonesia. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh pemberian stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur di RSCM Jakarta. 1.2. Rumusan Masalah Neonatus lahir prematur memiliki perilaku dan fungsi fisiologis yang berbeda dengan neonatus cukup bulan. Bayi prematur memiliki fungsi organ yang belum sempurna sehingga berpengaruh terhadap kemampuannya dalam beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan di luar uterin. Untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan, bayi tersebut dirawat di NICU dan sementara mengalami perpisahan dengan orang tuanya, terutama ibu. Proses hospitalisasi yang dijalani oleh bayi prematur memiliki dampak jangka panjang terhadap perkembangan perilakunya. Intervensi keperawatan berupa pengasuhan, proteksi dan stimulus dapat membantu mengoptimalkan proses perkembangan perilaku neonatus prematur. Pemberian stimulasi sebagai bagian intervensi keperawatan perkembangan neonatus dapat diberikan untuk memacu perkembangan neonatus. Terdapat berbagai variasi stimulasi yang dapat digunakan untuk memacu perkembangan perilaku neonatus prematur sehingga neonatus dapat beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan ekstrauterin sesuai tahap tumbuh kembangnya. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 7 1.3. Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur di ruang perinatologi RS Cipto Mangunkusumo. 1.3.2. Tujuan Khusus 1.3.2.1. Untuk mengetahui karakteristik neonatus prematur di ruang perinatologi RSCM (usia gestasi, berat badan lahir, jenis kelamin dan usia saat pengkajian). 1.3.2.2. Untuk mengetahui perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah dilakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik di ruang perinatologi RSCM. 1.3.2.3. Untuk mengetahui perbedaan perkembangan perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah dilakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik di ruang perinatologi RSCM. 1.3.2.4. Untuk mengetahui hubungan usia gestasi, berat badan lahir dan jenis kelamin terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Divisi Perinatologi RS Cipto Mangunkusumo Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam membuat pedoman pelayanan perawatan neonatal yang komprehensif (memperhatikan dan memfasilitasi proses tumbuh dan kembang neonatus) di ruang perinatologi RSCM Jakarta. 1.4.2. Masyarakat Penelitian ini memberikan pengetahuan kepada masyarakat, terutama orang tua dengan neonatus yang dirawat di rumah sakit, bahwa neonatus menunjukkan respon terhadap berbagai stimulus yang memungkinkan neonatus berinteraksi dengan lingkungannya, termasuk dengan orang tua. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 8 1.4.3. Ilmu Keperawatan Anak Penelitian ini dapat memberikan sumbangsih untuk memperkaya ilmu keperawatan anak dalam hal tumbuh kembang anak. Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar bagi para perawat anak untuk memodifikasi intervensi keperawatan yang diberikan pada neonatus sesuai dengan karakteristik dan perkembangan perilaku neonatus sehingga pelayanan keperawatan yang diberikan dapat meningkatkan proses tumbuh kembang neonatus secara optimal. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas tentang konsep neonatus prematur, konsep perkembangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi, teori perkembangan anak, model sistem perilaku Johnson, intervensi keperawatan berupa stimulasi auditori-visual-taktilkinestetik dan kerangka teori. 2.1. Neonatus Prematur Neonatus adalah bayi baru lahir sampai berumur 4 minggu (Markum, 2002; Papalia, Olds & Feldman, 2002). World Health Organization (WHO) menetapkan bayi yang lahir hidup sebelum 37 minggu kehamilan (dihitung dari hari pertama haid terakhir) sebagai bayi prematur (Markum, 2002; Cloherty, Eichenwald & Stark, 2008). Jika masa gestasi kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi itu disebut neonatus kurang bulan – sesuai dengan masa kehamilan (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2005). Neonatus prematur dapat diklasifikasikan berdasarkan usia gestasinya. Cloherty, Eichenwald & Stark (2008) menyebutkan neonatus dengan usia gestasi antara 34-38 minggu disebut late preterm. Tetapi beberapa penelitian mengklasifikasikannya secara berbeda-beda, misalnya usia gestasi 32-34 minggu disebut moderate preterm dan usia gestasi 34-36 mingu disebut late preterm (Winchester et al, 2009). Grunau, Weinberg & Whitfield (2004) mengklasifikasikannya menjadi extremely low gestational age (≤ 28 minggu), very low gestational age (29-32 minggu) dan low gestational age (33-< 37 minggu). Neonatus prematur akan mengalami kesulitan tumbuh kembang karena belum matangnya fungsi metabolisme, ginjal, hati, imunologik dan hematologik. Sistem saraf juga masih imatur sehingga tidak memungkinkan neonatus melakukan fungsi dasar untuk bertahan hidup, seperti refleks Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 10 menghisap. Nilai Appearance, Pulse, Grimace, Activity dan Respiration effort (APGAR) yang rendah pada neonatus prematur merupakan indikasi kuat neonatus risiko tinggi dan perlu perawatan intensif (Weinberger et al, 2000 dalam Papalia, Olds & Feldman, 2002). Selain itu berat badan lahir (BBL) juga berpengaruh saat menentukan neonatus tersebut berisiko tinggi atau tidak, karena semakin rendah BBL akan semakin tinggi risiko neonatus prematur tersebut (McIntire et al, 1999 dalam Papalia, Olds & Feldman, 2002). Istilah yang digunakan untuk menyebut BBL kurang dari 2.500 gram adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Istilah Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) digunakan pada bayi yang berat lahirnya kurang dari 1.500 gram dan Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) digunakan untuk berat lahir kurang dari 1.000 gram (Indrasanto et al, 2008; Cloherty, Eichenwald & Stark, 2008). Neonatus dengan BBL 1000-1500 gram cenderung mempunyai kepala yang relatif lebih bulat dan lebih besar dibandingkan dengan ukuran tubuhnya; kulitnya lebih mengkilat, secara sepintas tampak lemah, atonik atau hipotonik, gerakan ekstremitas sangat minimal dan bunyi suara sangat lemah. Refleks genggam, moro dan hisap neonatus prematur juga lemah; reaksinya terhadap keadaan lapar sangat kurang. Pada neonatus ini sulit untuk menentukan status bangun dan tidur, meskipun sebenarnya masih dapat distimulasi dengan rangsangan yang lebih kuat (Markum, 2002). Neonatus prematur yang mempunyai BBL 1500-2000 gram terlihat lebih aktif, kulit mengandung lebih banyak jaringan subkutan, ukuran kepala tidak terlampau besar, tonus otot cukup baik, refleks genggam dan moro lebih nyata, serta dengan mudah dapat diperkirakan pola tidurnya. Bayi mampu memfiksasi pandangannya terhadap suatu obyek dan yang terpenting adalah kemampuannya untuk menetek, karena refleks hisapnya cukup kuat (Markum, 2002). Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 11 Neonatus dengan BBL 2000-2500 gram umumnya mempunyai penampilan seperti bayi cukup bulan dalam ukuran yang lebih kecil, karena dari aspek perkembangannya sukar dibedakan. Bayi ini mempunyai tonus otot yang baik dan menangis cukup keras (Markum, 2002). Kenaikan berat badan rata-rata neonatus prematur dalam 1 tahun pertama sama dengan neonatus cukup bulan, yaitu 6-7 kg. Meskipun pada waktu lahir neonatus prematur memperlihatkan penampilan yang lebih hidup dan aktif dari neonatus cukup bulan, namun dalam kurun waktu sampai umur 1 tahun, bayi tersebut akan tetap tertinggal dalam tingkat perkembangannya oleh bayi cukup bulan. Kesenjangan ini berkaitan dengan derajat prematuritasnya dan biasanya akan menghilang setelah umur 2 tahun bila tidak ada pengaruh negatif lainnya (Markum, 2002). Kelahiran prematur dapat disebabkan oleh faktor ibu dan faktor janin (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2005). Faktor ibu berupa penyakit, usia ibu dan keadaan sosial ekonomi. Penyakit yang dapat menyebabkan prematuritas adalah penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan, misalnya toksemia gravidarum dan perdarahan antepartum, ataupun penyakit lain seperti diabetes melitus, infeksi akut atau adanya tindakan operasi saat hamil. Angka kejadian prematuritas tertinggi terjadi pada ibu yang berusia dibawah 20 tahun dan pada multigravida yang jarak antar kelahirannya terlalu dekat. Kejadian prematuritas terendah adalah pada ibu usia 26-35 tahun. Keadaan sosial ekonomi juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya prematuritas, dimana kejadian tertinggi terjadi pada golongan sosialekonomi rendah. Sedangkan faktor janin dapat berupa kehamilan hidramnion, yang selain mengakibatkan prematuritas juga mengakibatkan berat badan lahir rendah. Kelainan perkembangan lebih sering ditemukan pada bayi lahir prematur daripada bayi lahir cukup bulan, yang biasanya meliputi kelainan fungsi intelektual atau motorik. Selanjutnya pada masa neonatal, bayi tersebut lebih Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 12 rentan terhadap kelainan rangsang sensorik atau sosial, yang disebabkan oleh lamanya masa isolasi dan terbatasnya hubungan dengan lingkungan selama perawatan. Atas dasar ini dalam perawatan neonatus prematur sekecil apa pun dianjurkan partisipasi ibu, sejauh aspek perawatan memungkinkannya (Markum, 2002). 2.2. Konsep Perkembangan Perkembangan adalah pola perubahan yang dimulai sejak masa konsepsi dan terus berlangsung di sepanjang rentang kehidupan (Santrock, 1998). Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, sehingga terjadi pertambahan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara, bahasa, sosialisasi dan kemandirian (Depkes, RI, 2006). Pola perkembangan merupakan sesuatu yang kompleks karena melibatkan berbagai proses, yaitu proses biologis, kognitif dan sosioemosional (Santrock, 1998). Proses biologis meliputi perubahan alami pada fisik setiap individu. Proses kognitif meliputi perubahan pada cara pikir, kecerdasan, dan bahasa. Proses sosioemosional meliputi perubahan individu dalam hal berinteraksi dengan orang lain, perubahan emosi dan perubahan kepribadian. Tahapan perkembangan anak terdiri dari 5 periode, yaitu periode pranatal, periode bayi, periode kanak-kanak awal, periode kanak-kanak pertengahan dan periode kanak-kanak akhir (Hockenbery & Wilson, 2009; Bowden, Dickey & Greenberg, 1998). Masa pranatal dimulai dari sejak terjadinya konsepsi sampai kelahiran. Neonatus baru lahir sampai usia 1 tahun merupakan periode bayi. Masa kanak-kanak awal berlangsung saat anak berusia 1 tahun sampai 6 tahun, terbagi menjadi tahap todler (1-3 tahun) dan tahap prasekolah (3-6 tahun). Selanjutnya anak memasuki periode kanakkanak pertengahan, yang berlangsung pada usia 6-11 atau 12 tahun. Periode kanak-kanak pertengahan dikenal juga sebagai tahap usia sekolah. Periode Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 13 yang terakhir adalah masa kanak-kanak akhir (usia 11-18 tahun) yang terbagi menjadi masa prapubertas (10-13 tahun) dan masa remaja (13-18 tahun). Kualitas tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Yang merupakan faktor internal adalah ras/etnik, keluarga, umur, jenis kelamin, genetik dan kelainan kromosom (Depkes RI, 2006). Jenis kelamin merupakan karakteristik individu yang diasosiasikan dengan perilaku pengaturan diri pada neonatus prematur (Foreman, Thomas & Blackburn, 2008). Penelitian Boatella-Costaa et al (2006) menunjukkan bahwa neonatus perempuan lebih tinggi dalam hal orientasi auditori, kewaspadaan dan regulasi diri dibandingkan neonatus laki-laki. Sementara itu neonatus lakilaki lebih peka rangsang (iritabilitas) dibandingkan dengan neonatus perempuan. Faktor eksternal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak dibagi menjadi faktor pranatal, faktor persalinan dan faktor paskasalin. Menurut Depkes RI (2006) yang termasuk dalam faktor pranatal adalah gizi ibu, posisi fetal, endokrin, radiasi, infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio dan status psikologi ibu. Sedangkan faktor persalinan terjadi jika pada saat proses persalinan ada komplikasi persalinan pada bayi, misalnya trauma kepala atau asfiksia. Faktor paskasalin terdiri dari gizi bayi, penyakit kronis/kelainan kongenital, lingkungan fisis dan kimia, psikologis anak, endokrin, sosioekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi dan obat-obatan (Depkes RI, 2006). 2.3. Teori-teori perkembangan anak Para pakar perkembangan telah mengembangkan berbagai teori tentang perkembangan anak, diantaranya adalah teori psikoanalitik (teori psikoseksual Freud dan teori psikososial Erikson) dan teori kognitif Piaget. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 14 2.3.1. Teori Psikoanalitik Perspektif psikoanalitik memandang perkembangan sebagai sesuatu yang dibentuk oleh kekuatan bawah sadar, yang memotivasi perilaku manusia (Papalia, Olds & Feldman, 2002). Teori psikoanalitik yang paling sering digunakan ada 2, yaitu teori psikoseksual Freud dan teori psikososial Erikson yang secara ringkas ditampilkan pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Tahap perkembangan psikoseksual dan psikososial pada anak No Periode Perkembangan Psikoseksual (Freud) 1 Bayi Oral 2 Batita (Todler) Anal 3 4 5 Prasekolah Usia sekolah Remaja Falik Latensi Genital Psikososial (Erikson) Percaya vs Tidak percaya Otonomi vs Rasa malu & ragu Inisiatif vs Rasa bersalah Industri vs Inferioritas Identitas vs Difusi peran 2.3.1.1.Teori Psikoseksual Teori psikoseksual dikembangkan oleh Sigmund Freud (18561939), seorang dokter spesialis neurologi. Freud berpendapat bahwa manusia ingin mengalami kesenangan fisik sejak dari lahir. Freud juga berkeyakinan bahwa setiap orang lahir dengan tuntutan biologis yang harus diarahkan supaya orang tersebut bisa ketidakseimbangan hidup dalam emosional masyarakat. individu terletak Sumber pada pengalaman traumatis masa kanak-kanak. Freud mengatakan bahwa kepribadian dibentuk pada masa kanak-kanak, dimana anak-anak menghadapi berbagai konflik antara dorongan naluri dengan tuntutan hidup bermasyarakat (Papalia, Olds & Feldman, 2002). Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 15 Konflik yang dialami anak-anak tampak pada 5 tahap perkembangan dalam teori psikoseksual Freud dimana setiap tahap dikarakteristikkan dengan sensitivitas bagian tubuh tertentu atau yang disebut area erogen (Kail, 2001). Tiga tahap pertama, yaitu tahap oral, anal dan falik, merupakan tahap yang krusial karena stimulus yang anak-anak terima pada ke-3 tahap awal ini akan melekat dalam diri mereka dan akan berpengaruh terhadap kepribadian saat dewasa (Papalia, Olds & Feldman, 2002). Menurut Freud, perkembangan akan berlangsung pesat jika kebutuhan anak dapat dipenuhi sesuai tahap perkembangannya. Tabel 2.2 Perkembangan psikoseksual pada anak No Tahap Perkembangan 1 Oral Kesenangan anak berpusat pada area sekitar mulut, misalnya : menghisap, menggigit, mengunyah. Tindakan-tindakan ini mengurangi ketegangan pada anak. 2 Anal Kesenangan anak terkait dengan anus atau fungsi eliminasi terkait anus. Gerakan melatih otot anus mengurangi ketegangan pada anak. 3 Falik Kesenangan anak berfokus pada area genital dimana anak menemukan suatu manipulasi diri yang menyenangkan. 4 Anak menekan semua ketertarikan akan Latensi seksualitas dan mulai mengembangkan keterampilan sosial dan intelektual. 5 Ketertarikan seksual anak muncul kembali tetapi sumbernya berasal dari seseorang di luar keluarga. Jika anak remaja mampu menyelesaikan konflik dengan orang tuanya, Genital maka remaja tersebut akan mampu mengembangkan hubungan percintaan yang matang dan dapat berfungsi sebagai orang dewasa yang mandiri. Sumber : Santrock (1998). Child development, 8th edition. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 16 2.3.2.2.Teori Psikososial Teori psikososial dikembangkan oleh Erik Erikson (19021994). Teori ini menekankan bahwa aspek perkembangan psikologis dan sosial lebih penting daripada aspek fisik dan biologis (Kail, 2001). Erikson mengemukakan 5 tahap perkembangan anak dimana setiap tahapan memiliki tugas perkembangan tertentu yang menghadapkan individu pada suatu krisis. Perkembangan yang sehat terjadi jika anak mampu menyelesaikan krisis dengan baik. Erikson menyatakan bahwa tahap awal perkembangan psikososial adalah pondasi bagi perkembangan selanjutnya. Tabel 2.3 Perkembangan psikososial pada anak No Tahap Tantangan Perkembangan 1 Percaya vs Tidak Percaya Mengembangkan rasa bahwa lingkungan aman, merupakan tempat yang baik. 2 Otonomi vs Rasa malu dan ragu Menyadari bahwa seseorang adalah individu yang independen, yang dapat membuat keputusan sendiri. 3 Inisiatif vs Rasa bersalah Mengembangkan keinginan untuk mencoba sesuatu yang baru dan mengatasi kegagalan. 4 Industri vs inferioritas Mempelajari keterampilanketerampilan dasar dan bekerja sama dengan orang lain. 5 Identitas vs difusi peran Mengembangkan rasa percaya diri yang mantap dan terintegrasi. Sumber : Kail (2001). Children and their development, 2nd edition. Resolusi masalah yang baik membutuhkan keseimbangan antara perkembangan yang positif dan negatif. Perkembangan positif memang harus lebih dominan, tetapi perkembangan Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 17 negatif juga diperlukan oleh anak. Misalnya pada tahap perkembangan awal (percaya versus tidak percaya), tugas perkembangan anak bertujuan supaya anak mempercayai lingkungannya. Tetapi anak juga perlu belajar tidak percaya terhadap lingkungannya supaya anak dapat melindungi diri dari bahaya (Papalia, Olds & Feldman, 2002). 2.3.2. Teori Kognitif Teori ini dikembangkan oleh Jean Piaget (1896-1980), seorang psikolog Swiss. Perspektif teori ini berfokus pada bagaimana anakanak berpikir dan bagaimana pikiran mereka berubah dari waktu ke waktu (Kail, 2001) serta perilaku yang muncul dari proses pikir ini (Papalia, Olds & Feldman, 2002). Piaget menekankan bahwa anakanak secara aktif mengembangkan area kognitifnya sendiri, bukan hanya karena lingkungan yang memasukkan informasi ke dalam pikiran anak-anak (Santrock, 1998). Tabel 2.4 Tahap perkembangan kognitif pada anak No 1 2 3 4 5 Usia perkembangan 0-2 tahun 2-4 tahun 4-7 tahun 7-11 tahun 11-15 tahun Kognitif (Piaget) Sensorimotorik Praoperasional : fase prakonseptual Praoperasional : fase intuitif Operasional konkret Operasional formal Dalam setiap tahap pikiran anak mengembangkan cara-cara baru untuk berperilaku. Tahapan perkembangan ini berdasarkan 3 prinsip yang saling berhubungan yaitu pengaturan (organization), adaptasi (adaptation) dan keseimbangan (equilibrium). Organization merupakan kecenderungan untuk terus menciptakan struktur kognitif yang kompleks : sistem pengetahuan atau cara berpikir. Adaptasi Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 18 merupakan istilah Piaget tentang bagaimana anak-anak mengatasi perbedaan antara hal-hal baru yang diterimanya dengan hal-hal yang sebelumnya telah diketahuinya. Sedangkan keseimbangan adalah usaha konstan untuk keseimbangan yang stabil. Pada tahap sensorimotorik, anak mempelajari diri sendiri dan lingkungan melalui perkembangan aktivitas sensorik dan motorik. Tahap sensorimotorik terdiri dari 6 tahap seperti tampak pada tabel 2.5. Selama proses 5 tahap pertama, anak belajar mengkoordinasikan input yang diperoleh indra dan kemudian mengatur aktivitas sesuai dengan lingkungan. Sedangkan pada tahap terakhir, anak berkembang dari pembelajaran berdasarkan trial-and-error menjadi pembelajaran dengan menggunakan simbol dan konsep untuk memecahkan masalah awal sederhana. Proses perkembangan kognitif ini kebanyakan berlangsung melalui reaksi sirkular, dimana anak belajar untuk menciptakan kembali kejadian-kejadian yang menyenangkan yang tanpa sengaja ditemukannya (Papalia, Olds & Feldman, 2002). Tabel 2.5 Tahap perkembangan sensorimotorik pada anak Tahap Usia Perkembangan Gerak refleks 0-1 bulan Neonatus mempelajari gerak refleks untuk memperoleh kontrol atas gerak refleks ini. Neonatus menunjukkan suatu perilaku walaupun stimulus sebenarnya tidak tampak. 1-4 bulan Bayi mengulangi perilaku menyenangkan yang ditemukannya pertama kali (misal : menghisap tangan). Aktivitas berfokus pada tubuh bayi. Bayi membuat adaptasi pertama, yaitu menghisap berbagai benda. Bayi mulai mengkoordinasikan berbagai informasi sensori (penglihatan dan pendengaran) dan mulai menggenggam benda. Reaksi sirkular pertama Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 19 Tahap Reaksi sirkular kedua Koordinasi kedua skema Reaksi sirkular ketiga Kombinasi mental Usia Perkembangan 4-8 bulan Bayi lebih tertarik pada lingkungan. Bayi mengulangi tindakan-tindakan yang memberikan pengalaman menyenangkan (misal : menggoyangkan kerincingan). 8-12 bulan Perilaku mulai ada tujuan dan lebih dipikirkan, bayi mengkoordinasikan skema yang telah dipelajarinya (misal : melihat dan menggenggam kerincingan) untuk mencapai tujuan tertentu (merangkak untuk mengambil mainan). Bayi juga sudah mulai mengantisipasi suatu kejadian. 12-18 bulan Batita menunjukkan rasa ingin tahu dan eksperimen. Batita memodifikasi tindakan untuk melihat hasil yang berbeda-beda (misal : menggoyangkan kerincingan yang berbeda-beda untuk mendengar perbedaan suara). Batita mencoba aktivitas baru dan menggunakan trial-and-errorr untuk memecahkan masalah. 1,5-2 tahun Batita mulai menggunakan symbol dan konsep, serta mulai mendemonstrasikan pengertian yang mendalam. Batita mulai berpikir tentang suatu kejadian dan mengantisipasi konsekuensi. Sumber : Papalia, Olds & Feldman (2002). A child’s world, Infancy through adolescence, 9th edition. 2.4. Model Sistem Perilaku Johnson Model keperawatan ini dikembangkan oleh Dorothy E. Johnson (19191999). Johnson (1992) berpendapat bahwa ilmu dan seni keperawatan harus berfokus pada pasien sebagai individu dan bukan kepada keberadaan penyakit yang spesifik (Tomey & Alligood, 2006). Johnson mengkonseptualisasikan manusia sebagai sebuah sistem perilaku dimana hasil akhir yang menunjukkan bahwa manusia tersebut berfungsi adalah perilaku yang dapat diobservasi. Oleh karena itu keperawatan berkontribusi untuk memfasilitasi fungsi perilaku yang efektif pada saat sebelum, selama dan sesudah pasien sakit. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 20 Model sistem perilaku Johnson terdiri dari 4 asumsi mayor, yaitu keperawatan; manusia; kesehatan dan lingkungan. Keperawatan menurut Johnson adalah sebuah kekuatan eksternal yang bertindak untuk memelihara pengaturan perilaku pasien dengan memberikan penekanan pada mekanisme regulatori atau penyediaan sumber daya jika pasien berada dalam kondisi stres (Loveland-Chery & Wilkerson, 1983 dalam Tomey & Alligood, 2006). Johnson memandang manusia sebagai sebuah sistem perilaku dimana perilaku tersebut memiliki pola, berulang dan mempunyai tujuan, serta dapat menghubungkan manusia tersebut dengan lingkungannya. Sedangkan kesehatan adalah sesuatu yang elusif, sebuah status dinamis yang dipengaruhi oleh faktor biologis, psikologis dan sosial. Dalam teori Johnson, lingkungan terdiri dari semua faktor yang bukan bagian dari sistem perilaku individu, tetapi dapat mempengaruhi sistem tersebut. Pengertian perilaku dalam model Johnson ini adalah hasil dari struktur intraorganismik yang berproses secara koordinasi dan artikulasi serta berespon terhadap perubahan stimulus sensorik. Sistem menurut Johnson adalah semua hal yang berfungsi sebagai suatu kesatuan dari setiap bagian yang saling tergantung. Maka sistem perilaku menekankan cara perilaku yang memiliki pola, berulang dan mempunyai tujuan. Sistem perilaku ini memiliki 7 subsistem yang saling berhubungan, yaitu (1) attachment – affiliative, (2) dependency, (3) ingestive, ( 4) eliminative, (5) sexual, (6) achievement, dan (7) aggressive – protective. Setiap subsistem dapat dijelaskan dan dianalisis sesuai dengan tuntutan struktur dan fungsional. Ada 4 elemen struktur yang teridentifikasi, yaitu (1) tujuan, (2) latar belakang tindakan, (3) alternatif tindakan dan (4) perilaku. Dan setiap subsistem juga memiliki 3 tuntutan fungsional, yaitu (1) proteksi, (2) pengasuhan dan (3) stimulasi. Respon dari subsistem ini dibentuk melalui motivasi, pengalaman dan pembelajaran serta dipengaruhi oleh faktor biologis, psikologis dan sosial. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 21 Sumber : Tomey & Alligood [2006]. Nursing Theorists and Their Work Gambar 2.1 Model sistem perilaku Dorothy E. Johnson Sistem perilaku berusaha mencapai keseimbangan dengan beradaptasi terhadap stimulus internal dan lingkungan. Status ketidakstabilan sistem perilaku menunjukkan kebutuhan akan intervensi keperawatan. Dengan mengidentifikasi sumber masalah dalam sistem akan menetapkan tindakan keperawatan yang tepat sehingga hasilnya adalah mempertahankan atau memulihkan keseimbangan sistem perilaku. Keperawatan dipandang sebagai kekuatan regulatori eksternal yang bertindak untuk mengembalikan keseimbangan sistem perilaku. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 22 2.5. Intervensi keperawatan perkembangan : Stimulasi auditori-visualtaktil-kinestetik Stimulasi merupakan suatu proses memberikan rangsangan sensoris tambahan dalam berbagai bentuk (visual, auditori, taktil, vestibular, olfaktori) kepada bayi sebagai suatu intervensi terapeutik (Almli, 2005). Stimulasi harus disesuaikan dengan kebutuhan neonatus, yang merupakan pertimbangan perawat dalam merencanakan suatu intervensi (Thoman, Ingersoll & Acebo, 1991 dalam Dieter & Emory, 1997). Pembagian spesifik dan durasi setiap komponen stimulasi disesuaikan dengan status neonatus dan reaksinya terhadap setiap stimulus (diukur dengan menggunakan pengkajian perilaku). Tujuan pemberian stimulasi tambahan pada neonatus prematur adalah (1) meningkatkan regulasi diri neonatus, (2) memfasilitasi hubungan neonatus dengan lingkungan, dan (3) meningkatkan perkembangan perilaku neonatus secara umum (Dieter & Emory, 1997). Stimulasi sensoris, berupa auditori-visual-taktil-kinestetik melibatkan organ sensoris pada neonatus, yaitu mata, telinga dan kulit. Telinga mulai terbentuk pada kehamilan 5 minggu dan bentuknya menjadi lengkap pada akhir trimester pertama (Bowden, Dickey & Greenberg, 1998). Pada usia gestasi 26 minggu, fetus sudah memberikan respon terhadap suara. Pada saat lahir, neonatus mampu membeda-bedakan suara dan mampu membedakan suara ibunya dari suara orang lain pada usia 12 jam setelah lahir (Bowden, Dickey & Greenberg, 1998). Perkembangan pembentukan mata pada akhir kehamilan 28 minggu adalah mata mulai membuka dan pupil berespon terhadap cahaya. Fungsi visual pada saat baru lahir terbatas, tetapi meningkat pesat pada usia selanjutnya bersamaan dengan berkembangnya struktur mata (Bowden, Dickey & Greenberg, 1998). Refleks berkedip muncul pada neonatus normal. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 23 Tabel 2.6 Perkembangan daya lihat pada bayi No 1 Umur 0 – 2 minggu a. b. c. d. e. 2 3 4 2 – 4 minggu a. Mata dan kepala mengikuti benda sampai sudut 90° b. Kurang memperhatikan stimulus pada jarak 60 cm c. Berkedip merupakan tanda neonatus mengenali suatu benda 6 – 12 minggu a. Sadar akan benda bergerak b. Kepala dan mata mengikuti benda pada sudut 180° c. Tertarik pada benda berwarna terang d. Kelenjar air mata berespon terhadap emosi e. Neonatus mengenali tangannya sendiri f. Mulai ada koordinasi motorik-visual 16 – 20 minggu a. Ketajaman penglihatan 20/200 b. Tertarik pada stimulus dengan jarak lebih dari 90 cm 5 20 – 28 minggu 6 36 – 44 minggu 7 Perkembangan Ketajaman penglihatan 20/300 Tampak nistagmus Sadar terhadap stimulus visual pada jarak 2030 cm Pupil membesar Kelenjar air mata mulai berfungsi 1 tahun a. b. c. d. e. Lebih suka warna merah dan kuning terang Mulai ada koordinasi mata-tangan Muncul berkedip yang sebenarnya Otot siliaris mulai berfungsi Refleks akomodasi dan konvergen mulai muncul a. Ketajaman penglihatan 20/200 b. Mengenali dan mengikuti benda bergerak dengan menggerakkan mata secara horisontal dan vertikal a. b. c. d. Diameter pupil terus meningkat Ukuran kornea sama dengan dewasa (12 mm) Ketajaman penglihatan 20/100 Mampu membedakan bentuk geometris Sumber : Bowden, Dickey & Greenberg (1998). Children and Their Families. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 24 Stimulasi taktil (sentuhan dari kepala sampai kaki) dan kinestetik (gerak ekstensi dan fleksi secara pasif pada ekstremitas) merupakan gabungan rangsangan sensorik dan motorik. Taktil memberikan rangsangan sensorik terhadap kulit. Sedangkan kinestetik merangsang pergerakan ekstremitas sehingga neonatus dapat menunjukkan kemampuan motorik sesuai tahap tumbuh kembangnya. Penelitian Moyer-Mileur et al (1995) menunjukkan bahwa prosedur kinestetik yang dilakukan selama 4 minggu dapat meningkatkan kadar mineral dan ketebalan tulang (Dieter & Emory, 1997). Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik berdasarkan pada tahap tumbuh kembang neonatus menurut Piaget dalam teori kognitif, yaitu tahap sensorimotorik. Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik diharapkan juga dapat memenuhi tahap tumbuh kembang neonatus menurut Freud dan Erikson. Freud dalam teori psikoseksual menyatakan bahwa neonatus berada pada tahap oral, sedangkan Erikson dalam teori psikososial menyatakan bahwa neonatus berada pada tahap percaya versus tidak percaya. Neonatus prematur belum memiliki kemampuan menghisap yang memadai sehingga untuk pemenuhan nutrisi dilakukan melalui selang (orogastric tube/nasogastric tube). Sehingga tahap tumbuh kembang menurut Freud, yaitu tahap oral, belum dapat dipenuhi karena neonatus tidak mendapat kepuasan dari mulutnya. Sementara itu perawatan di NICU atau rawat inkubasi membatasi interaksi neonatus dengan ibu atau orang tuanya, sehingga neonatus akan mengalami gangguan dalam usaha mempercayai lingkungan sekitarnya. Maka dengan melakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik diharapkan dapat meningkatkan interaksi sosial neonatus dengan lingkungannya sekaligus juga dapat merangsang kemampuan oral neonatus. Stimulus auditori dan visual akan membantu meningkatkan akurasi koordinasi auditori-visual pada neonatus (Santrock, 1998). Persepsi sensori neonatus akan membantu neonatus mempelajari lingkungannya sehingga neonatus dapat beradaptasi dengan lingkungan (Papalia, Olds & Feldman, Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 25 2002; Dieter & Emory, 1996). Stimulasi taktil (sentuhan) dan kinestetik (gerak ekstensi dan fleksi secara pasif pada ekstremitas) terbukti dapat memfasilitasi pertumbuhan dan pengaturan perilaku neonatus, bahkan pada neonatus prematur sangat kecil sekalipun (Mathai et al, 2001; Symington & Pinelli, 2002). Pengalaman motorik akan mempertajam dan memodifikasi persepsi neonatus terhadap apa yang akan terjadi jika neonatus bergerak dengan cara tertentu (Papalia, Olds & Feldman, 2002). Pelaksanaan stimulasi ini akan membutuhkan waktu ± 30 menit, dengan perincian 5 menit untuk stimulasi auditori-visual dan 15 menit untuk stimulasi taktil-kinestetik. Stimulasi ini akan dilaksanakan selama 5 hari berturut-turut berdasarkan beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa stimulasi taktil-kinestetik memberikan efek positif pada neonatus setelah 5 hari intervensi. Stimulasi dilakukan 45 menit setelah neonatus mendapatkan makanandan pemberian stimulasi hanya dilakukan satu (1) kali setiap harinya. Tabel 2.7 Prosedur stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik pada neonatus No Stimulus Prosedur Keterangan a. Peneliti dalam keadaan duduk. a. Stimulus b. Pegang neonatus dalam posisi dilakukan wajah berhadapan (en face) maksimal 2 kali dengan peneliti pada sudut 45° b. Usahakan wajah dan jarak 20-30 cm. peneliti tidak c. Gerakkan kerincingan sesuai berada pada dengan lapang pandang lapang pandang neonatus, kerincingan sambil neonatus dibunyikan. 1 AuditoriVisual terhadap benda mati 2 a. Peneliti dalam keadaan duduk. a. Stimulus b. Pegang bayi dalam posisi dilakukan Auditoriwajah berhadapan (en face) maksimal 2 kali Visual dengan peneliti pada sudut 45° b. Penting terhadap dan jarak 20-30 cm. diperhatikan benda hidup c. Gerakkan neonatus secara bahwa tubuh dan horisontal dan tetap dalam kepala bayi posisi wajah berhadapan disangga dengan Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 26 No Stimulus Prosedur d. a. b. c. 3 Taktil a. b. 4 Kinestetik c. a. b. c. 5 Taktil Keterangan sambil mengajak neonatus bicara. Selanjutnya gerakkan neonatus secara vertikal. Gerakkan neonatus secara horisontal dan vertikal pada sudut 180°. Posisi wajah tetap berhadapan dan ajak neonatus bicara. Neonatus diletakkan dalam posisi prone. Kedua telapak tangan peneliti saling digosokkan sebelum dilakukan sentuhan. Dengan menggunakan kedua telapak tangan, sentuhan dimulai dari puncak kepala ke leher dan bahu. Kemudian dari punggung atas menuju ke panggul terus sampai kedua kaki. Selanjutnya sentuhan dari bahu menuju kedua tangan neonatus. Neonatus diletakkan dalam posisi supine. Kedua tangan neonatus digerakkan fleksi dan ekstensi, masing-masing sebanyak 6 kali. Kedua kaki neonatus digerakkan fleksi dan ekstensi, masing-masing sebanyak 6 kali. Neonatus diletakkan dalam posisi prone. Kedua telapak tangan saling digosokkan sebelum dilakukan sentuhan. Dengan menggunakan kedua telapak tangan, sentuhan dimulai dari puncak kepala ke leher dan bahu. Kemudian dari punggung atas menuju ke panggul terus sampai kedua kaki. Selanjutnya sentuhan dari bahu menuju kedua tangan neonatus. maksimal sehingga bayi merasa aman saat dilakukan intervensi a. Waktu 5 menit b. Sentuhan tanpa menggunakan minyak Waktu 5 menit a. Waktu 5 menit b. Sentuhan tanpa menggunakan minyak Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 27 Skema 2.1 Kerangka teori Faktor Internal a. Ras/etnik b. Umur c. Jenis kelamin d. Genetik e. Kelainan kromosom Faktor Eksternal a. Pranatal • Gizi ibu • Posisi fetal • Endokrin • Radiasi • Infeksi • Kelainan imunologi • Anoksia embrio • Psikologi ibu b. Persalinan c. Paskasalin • Gizi bayi • Penyakit kronis / kelainan kongenital • Psikologi anak • Endokrin • Sosio – ekonomi • Ling. Pengasuhan • Stimulasi • Obat-obatan Faktor Ibu Faktor Janin a. Penyakit saat hamil b. Usia ibu c. Sosial – ekonomi a. Hidramnion Neonatus lahir prematur (< 37 minggu) Perkembangan Tahap Sensorimotorik Tahap Oral Tahap Percaya versus Tidak percaya Perilaku Neonatus Intervensi Keperawatan Nurturance Protection Stimulasi auditori – visual – taktil – kinestetik Stimulation Sumber : Cloherty, Eichenwald & Stark (2008), Markum (2002), Depkes RI (2006), Tomey & Alligood (2006), Papalia, Olds & Feldman (2002), Kail (2001), Santrock (1998) Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 28 BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL Bab ini akan membahas tentang kerangka konsep, hipotesis dan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini. 3.1. Kerangka Konsep Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal khusus. Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur (Notoatmodjo, 2005). Konsep hanya dapat diamati atau diukur melalui bentuk variabel. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen (bebas) adalah stimulasi auditorivisual-taktil-kinestetik, variabel dependen adalah perilaku neonatus prematur dan yang menjadi variabel perancu adalah usia gestasi, jenis kelamin dan berat badan lahir. Hubungan berbagai variabel tersebut dapat dilihat pada skema 3.1. Skema 3.1. Kerangka Konsep Variabel Independen Stimulasi auditorivisual-taktilkinestetik Variabel Dependen Perkembangan perilaku neonatus Neonatus lahir prematur Variabel Perancu Usia gestasi, berat badan lahir jenis kelamin Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 29 3.2. Hipotesis 3.2.1. Hipotesis Null (H0) Tidak ada pengaruh pemberian stimulasi auditori-visual-taktilkinestetik terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur. 3.2.2. Hipotesis Kerja (Ha) Ada pengaruh pemberian stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur. 3.3. Definisi Operasional No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil ukur Observasi Stimulasi 1x sehari, 5 hari berturut-turut Skala Independen 1 Stimulasi auditorivisualtaktilkinestetik Pemberian stimulus auditorivisual-taktilkinestetik untuk merangsang perkembangan perilaku neonatus Dependen 2 Perilaku neonatus Respon neonatus terhadap berbagai stimulus Nilai absolut Lembar pengkajian 1 = Baik, nilai perilaku 46-60 neonatus 2 = Cukup, prematur, nilai 30rentang 45 nilai 0-60 3= Kurang, nilai < 30 Rasio Ordinal Perancu 3 Usia Gestasi Usia kehamilan saat neonatus lahir Kuesioner 1 = 33 - < 37 mg 2 = 29 - 32 mg 3 = ≤ 28 mg Ordinal Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 30 No Variabel Definisi Operasional 4 Berat badan Berat badan neolahir natus saat lahir 5 Jenis kelamin Cara Ukur Hasil ukur Skala Kuesioner 1 = 2000 – < 2500 gr 2 = 1500 – < 2000 gr 3 = 1000 – < 1500 gr 4 = < 1000 gr Ordinal 1 = Laki-laki 2 =Perempuan Nominal Karakteristik Kuesioner gender neonatus saat lahir Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 31 BAB 4 METODE PENELITIAN Bab ini membahas tentang rancangan penelitian, populasi dan sampel penelitian, tempat penelitian, waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpulan data, uji validitas dan reliabilitas, prosedur pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data. 4.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimen-semu (quasi experiment), yaitu studi eksperimental yang dalam mengontrol situasi penelitian menggunakan cara non-randomisasi (Last, 2001 dalam Murti, 2003). Metode ini dipilih karena keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi semua variabel yang relevan (Danim, 2003). Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah one group pre and post test design. Desain ini merupakan eksperimen kuasi dimana masing-masing unit eksperimentasi (subyek ataupun kelompok) berfungsi sebagai kontrol bagi dirinya sendiri, dan pengamatan variabel hasil dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan (Murti, 2003). Gambar 4.1. Disain penelitian X3 X1 Intervensi X2 Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 32 Keterangan : X1 : Perilaku neonatus prematur sebelum dilakukan intervensi X2 : Perilaku neonatus prematur setelah dilakukan intervensi X3 : Perbedaan perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah dilakukan intervensi (X2 dibandingkan dengan X1) 4.2. Populasi dan Sampel 4.2.1. Populasi Populasi adalah sekelompok subyek atau data dengan karakteristik tertentu (Sastroasmoro, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh neonatus yang lahir prematur dan dirawat di ruang perinatologi RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. 4.2.2. Sampel Sampel adalah elemen-elemen populasi yang dipilih atas dasar kemampuan mewakilinya (Danim, 2003). Sampel pada penelitian ini adalah neonatus yang lahir prematur dan dirawat di special care nursery (SCN) 3 dan 4 ruang perinatologi RSCM Jakarta. Sampel ditentukan dengan cara purposive sampling, yang merupakan salah satu cara pengambilan sampel dengan metode non-probabilitas. Kriteria sampel ditemukan atau ditentukan sendiri oleh peneliti sesuai dengan masalah dan hipotesis penelitian, atau sampel bisa juga ditentukan oleh pertimbangan pakar (Danim, 2003; Murti, 2003). Sampel yang diambil harus memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut: a. Usia gestasi < 37 minggu b. Berat badan lahir < 2500 gram c. Usia neonatus saat penelitian maksimal 48 minggu paskakonsepsi d. Neonatus pernah dirawat di NICU, mendapat terapi intravena, terapi oksigen, pemberian makan lewat lambung atau rawat inkubasi. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 33 e. Neonatus dirawat di ruang SCN 3 dan 4, tidak sedang mendapatkan terapi intravena, terapi oksigen, pemberian makan lewat lambung atau rawat inkubasi. f. Orang tua menandatangani lembar persetujuan menjadi responden penelitian. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah neonatus yang mengalami kondisi tidak stabil secara medis saat proses penelitian. Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Notoatmodjo, 2005): 1 N N d Keterangan : N = besarnya populasi n = besarnya sampel d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,05) Maka besarnya sampel adalah : 1 N N d 1 66 66 0,05 56,4 ~ 56 orang Untuk mengantisipasi terjadinya pengurangan sampel pada saat pengambilan data, maka jumlah sampel ditambah 10% menjadi total 62 orang. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 34 Jumlah responden yang berhasil ditemukan untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah 18 orang. Besar sampel ini lebih sedikit dibandingkan jumlah sampel berdasarkan penghitungan dengan menggunakan rumus diatas, tetapi besar sampel ini memenuhi jumlah sampel minimal untuk penelitian eksperimen, yaitu 15 subyek per grup (Kasjono & Yasril, 2009). 4.5. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SCN 3 dan 4 ruang perinatologi rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan nasional dimana angka kelahiran neonatus prematur cukup tinggi. 4.6. Waktu Penelitian Keseluruhan penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2010. Khusus untuk pengambilan data dilakukan pada bulan Mei – Juni 2010. 4.7. Etika Penelitian Penelitian intervensi yang berhubungan dengan manusia berkaitan erat dengan keselamatan individu sebagai subyek penelitian, dalam arti individu tidak dirugikan baik mereka sadari maupun tidak disadari (Pratiknya, 2007). Cara yang dilakukan peneliti untuk mengurangi kerugian pada responden adalah dengan memberikan informasi tentang tujuan dan manfaat penelitian. Setiap responden diberikan kebebasan untuk memberikan persetujuan atau menolak untuk menjadi subjek penelitian dengan cara menandatangani informed consent atau surat pernyataan kesediaan (lampiran 4) yang telah disiapkan oleh peneliti. Prinsip etik penelitian yang harus dipenuhi menurut Burns & Grove (2003) adalah : 4.7.1. Right to self - determination Responden mempunyai hak otonomi untuk berpartisipasi atau tidak berpartisipasi dalam penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 35 responden adalah neonatus prematur, yang tidak mungkin dapat memberikan persetujuan sendiri untuk ikut serta menjadi responden. Maka peneliti/asisten peneliti meminta persetujuan untuk menjadi responden kepada orang tua neonatus. Sebelumnya peneliti/asisten peneliti memberikan penjelasan yang berisi tentang prosedur penelitian, manfaat dan risiko yang mungkin terjadi kepada para orang tua neonatus yang dijadikan responden. Orang tua juga diperkenankan untuk membatalkan keikutsertaan bayinya dalam penelitian ini tanpa ada konsekuensi apa pun. Total 27 orang tua yang dimintai persetujuannya menyatakan setuju untuk mengikutsertakan bayinya sebagai responden dalam penelitian ini. Tetapi selama proses pemberian stimulasi terdapat 9 orang tua yang membatalkan keikutsertaan bayinya sebagai responden dalam penelitian ini. Hal tersebut dikarenakan orang tua membawa pulang paksa bayinya dari perawatan di ruang perinatologi RSCM atau bayi tersebut memang sudah diperbolehkan pulang dari perawatan di ruang perinatologi RSCM. Maka tersisa 18 responden yang tetap menjadi sampel dalam penelitian ini. 4.7.2. Right to privacy and dignity Peneliti melindungi privasi dan martabat responden. Pelaksanaan pengkajian perilaku serta stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik pada neonatus prematur dilakukan sendiri oleh peneliti di ruang rawat neonatus. Asisten peneliti terlibat dalam melakukan penilaian perilaku neonatus. Keterlibatan orang lain sangat diminimalkan, tetapi orang tua diperbolehkan untuk mengikuti proses pemberian stimulasi. 4.7.3. Right to anonymity and confindentialiy Kerahasiaan identitas responden dijamin oleh peneliti. Setiap responden diberi kode yang hanya diketahui oleh peneliti. Identitas responden pada lembar pengkajian perilaku ditulis dengan kode angka 1-18 dan inisial bayi. Selama pengolahan data, analisis dan publikasi hasil penelitian, identitas responden tetap dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 36 4.7.4. Right to fair treatment Penelitian ini menggunakan desain one group pre and post test, dimana responden penelitian ini hanya terdiri dari satu kelompok intervensi. Seluruh responden dalam penelitian ini mendapatkan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik selama 5 hari berturut-turut sebanyak 1 kali dalam sehari. 4.7.5. Right to protection from discomfort and harm Keamanan dan kenyamanan responden dalam penelitian ini sangat diperhatikan. Intervensi serta pengkajian perkembangan perilaku neonatus dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi neonatus. Jika kondisi neonatus tidak memungkinkan untuk tetap menjadi responden sampai proses penelitian selesai, maka neonatus tersebut dikeluarkan dari sampel. Semua neonatus yang menjadi responden dalam penelitian ini berada dalam kondisi stabil sehingga bisa mengikuti proses pemberian stimulasi dan pengkajian perilaku sampai selesai. Tidak ada responden yang dieksklusikan karena kondisi yang tidak stabil secara medis. 4.8. Alat Pengumpulan Data Instrumen penelitian yang digunakan adalah Lembar Pengkajian Perilaku Neonatus Prematur (lampiran 1), yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan Neonatal Behaviour Assessment Scale (Brazelton & Nugent, 1995), Infant Stimulation Program (Almli, 2005) dan Neonatal reflexes (Schott & Rossor, 2003; Plaster, 2007). Lembar Pengkajian Perilaku Neonatus Prematur ini terdiri dari : 4.8.1. Kuesioner Mengkaji data karakteristik neonatus prematur yang berupa identitas, jenis kelamin, usia gestasi, usia saat pengkajian dan berat badan lahir. 4.8.2. Lembar pengkajian Perilaku Neonatus Prematur Untuk mengkaji perkembangan perilaku neonatus prematur. Pengkajian perilaku neonatus prematur terdiri dari 20 kriteria, yaitu respon terhadap cahaya, respon terhadap bunyi, respon terhadap Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 37 stimulasi taktil di kaki, refleks Babinski, tonic neck reflex, refleks Moro, rooting reflex, refleks menghisap, refleks menggenggam, refleks glabella, pull-to-sit, refleks berdiri, refleks berjalan, refleks merangkak, gerakan defensif, orientasi visual-auditori terhadap kerincingan, orientasi visual-auditori terhadap wajah dan suara, iritabilitas, upaya saat neonatus menangis dan warna kulit. Masingmasing kriteria dinilai dengan skala 0 – 3 (4 skala). 4.9. Uji Validitas dan Realibilitas 4.9.1. Validitas Validitas merupakan pernyataan tentang sejauh mana alat ukur (pengukuran, tes, instrumen) mengukur apa yang memang sesungguhnya hendak diukur (Murti, 2003; Danim, 2003). Validitas isi merujuk pada sejauh mana sebuah instrumen penelitian memuat rumusan-rumusan sesuai dengan isi yang dikehendaki menurut tujuan tertentu (Danim, 2003). Instrumen dalam penelitian ini yaitu Lembar Pengkajian Perilaku Neonatus Prematur, dilakukan uji validitas isi berdasarkan hasil konsultasi dengan pakar dalam bidang keperawatan neonatus. Pakar yang dimintai pendapatnya adalah Ibu Yeni Rustina, PhD. dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Pendapat pakar tersebut menyatakan bahwa Lembar Pengkajian Perilaku Neonatus Prematur yang dirancang oleh peneliti dapat digunakan dalam penelitian ini. 4.9.2. Reliabilitas Reliabilitas adalah tingkat konsistensi hasil yang dicapai oleh sebuah alat ukur, meskipun digunakan secara berulang-ulang pada subyek yang sama atau berbeda (Danim, 2003). Untuk mengetahui reliabilitas suatu alat ukur dilakukan uji Cronbach Alpha. Bila Cronbach alpha lebih besar daripada r tabel berarti variabel tersebut reliabel. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 38 Sedangkan jika Cronbach alpha lebih kecil dari r tabel maka variabel tersebut tidak reliabel (Hastono, 2007). Hasil uji realibilitas didapatkan bahwa cronbach alpha = 1,707. Sementara itu pada tingkat kemaknaan 5% didapat angka r tabel menurut Pearson product moment untuk degree of freedom (df) = 3 adalah 0,878. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa instrumen lembar pengkajian perilaku neonatus prematur adalah reliabel, karena cronbach alpha > r tabel. Selanjutnya akan dilakukan uji interrater reliability untuk menyamakan persepsi peneliti dengan asisten peneliti. Alat yang digunakan untuk uji interrater reliability adalah uji statistik Kappa (Hastono, 2007). Jika p value lebih besar daripada alpha (0,05) maka berarti hasil uji Kappa tidak signifikan/bermakna. Tetapi jika p value lebih kecil daripada alpha maka hasil uji Kappa signifikan, yang berarti tidak ada perbedaan persepsi mengenai aspek yang diamati antara peneliti dengan asisten peneliti. Hasil uji Interrater reliability didapatkan koefisien Kappa sebesar 0,397 dan p value sebesar 0,029. Dengan hasil ini berarti p value < alpha, berarti hasil uji Kappa bermakna dan kesimpulannya tidak ada perbedaan persepsi mengenai aspek yang diamati antara peneliti dengan asisten peneliti. 4.10. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu : 4.10.1. Persiapan Sebelum pelaksanaan penelitian diperlukan surat ijin pengambilan data penelitian (lampiran 5) dan surat lulus kaji etik (lampiran 6) dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Kemudian Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 39 surat beserta proposal diserahkan kepada bagian penelitian RSCM untuk ditindaklanjuti sesuai prosedur di RSCM (lampiran 7 dan 8). 4.10.2. Asisten peneliti Asisten peneliti diperlukan dalam penelitian ini untuk melakukan observasi dan penilaian perilaku neonatus prematur pada saat dilakukan pengkaijan sesuai Lembar Pengkajian Perilaku Neonatus Prematur oleh peneliti. Selain itu asisten peneliti juga membantu peneliti dalam memberikan informed consent kepada orang tua neonatus. Asisten peneliti terdiri dari 1 orang yang merupakan perawat ruang perinatologi dengan pendidikan D3 keperawatan dan pengalaman kerja di ruang perinatologi selama 6 tahun. 4.10.3. Pelaksanaan 4.10.3.1. Peneliti memilih responden sesuai kriteria inklusi. 4.10.3.2. Peneliti/asisten peneliti memberikan lembar persetujuan sebagai tanda setuju untuk diikutsertakan dalam penelitian kepada orang tua neonatus yang dipilih sebagai sampel. 4.10.3.3. Stimulasi dilakukan oleh peneliti, sedangkan asisten peneliti melakukan observasi dan memberikan penilaian saat pengkajian perilaku neonatus dilakukan. 4.10.3.4. Pengkajian perilaku neonatus prematur dilakukan pada hari pertama sejak neonatus tersebut ditetapkan sebagai sampel penelitian. Pengkajian yang ke-2 dilakukan pada hari ke-5 setelah pengkajian yang pertama. 4.10.3.5. Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik diberikan selama 5 hari berturut-turut sebanyak 1 kali setiap harinya. Jeda waktu antara pemberian stimulasi dengan pengkajian perilaku neonatus adalah 3 jam. Waktu 3 jam dipilih untuk memberikan neonatus kesempatan beristirahat dan mencegah neonatus tersebut terstimulasi secara berlebihan. 4.11. Pengolahan Data Setelah semua data didapatkan, dilakukan tahap pengolahan data berikut : Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 40 4.11.1. Editing Dilakukan untuk memastikan bahwa data yang diperoleh telah terisi semua dengan lengkap, jelas, sesuai, konsisten dan relevan. 4.11.2. Coding Data yang diperoleh diperiksa kelengkapannya dan kemudian dilakukan pemberian kode untuk masing-masing variabel penelitian. Proses ini berguna untuk memudahkan proses analisis dan mempercepat entry data. 4.11.3. Processing Setelah semua isian kuesioner lengkap dan benar serta telah dilakukan pengkodean, selanjutnya data diproses dengan cara memasukkan nilai-nilai yang sudah diperoleh ke dalam program komputer. 4.11.4. Cleaning Merupakan kegiatan pembersihan data yang telah dimasukkan dengan cara mengecek ulang. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengetahui adanya data yang hilang, variasi data dan konsistensi data. 4.12. Analisis Data 4.12.1. Analisis Univariat Tujuan analisis ini adalah untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dengan ukuran persentase dan proporsi dari masingmasing variabel. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan usia neonatus saat pengkajian, jenis kelamin, usia gestasi, berat badan lahir. Selanjutnya untuk data perkembangan perilaku neonatus sebelum dan setelah dilakukan stimulasi ditampilkan dalam bentuk mean, nilai minimal dan maksimal, standar deviasi serta nilai interval kepercayaan. 4.12.2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara kedua variabel. Perbedaan perilaku sebelum dan setelah dilakukan Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 41 stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik pada neonatus prematur dilakukan dengan menggunakan uji t dependen (paired t-test). 4.12.3. Analisis Multivariat Analisis multivariat bertujuan untuk melihat hubungan beberapa (lebih dari 1) variabel independen dengan satu atau beberapa variabel dependen pada waktu yang bersamaan (Hastono, 2007). Analisis multivariat yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah uji linear ganda karena variabel dependen berupa numerik. Sebelum dilakukan analisis multivariat terlebih dahulu dilakukan seleksi bivariat dari variabel perancu terhadap variabel dependen. Korelasi usia gestasi dan berat badan lahir dengan perilaku neonatus prematur dilakukan dengan menggunakan uji ANOVA. Sedangkan korelasi jenis kelamin dengan perilaku neonatus prematur dilakukan dengan menggunakan uji T independen. Tabel 4.1. Analisis data No Variabel Independen Variabel Dependen Analisis 1 - Perbedaan perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah diberikan stimulasi. Uji t dependen 2 Usia gestasi Perilaku neonatus prematur Uji Anova 3 Berat badan lahir Perilaku neonatus prematur Uji Anova 4 Jenis kelamin Perilaku neonatus Prematur Uji t independen 5 Usia gestasi, berat badan lahir & jenis kelamin Perkembangan perilaku neonatus prematur Regresi Linear Ganda Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 42 BAB 5 HASIL PENELITIAN Bab ini membahas tentang hasil penelitian setelah dilakukan analisis untuk mengetahui karakteristik responden, perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah stimulasi, perbedaan perkembangan perilaku neonatus antara sebelum dan setelah stimulasi serta hubungan usia gestasi, jenis kelamin dan berat badan lahir terhadap perkembangan perilaku neonatus. 5.1. Analisis Univariat 5.1.1. Karakteristik responden Karakteristik responden berupa jenis kelamin, usia gestasi, usia bayi saat pengkajian dan berat badan lahir ditampilkan dalam bentuk persentase dan proporsi seperti tampak pada tabel 5.1. 5.1.2. Jenis Kelamin Hasil analisis univariat untuk data variabel jenis kelamin neonatus prematur yang dirawat di ruang perinatologi RSCM menunjukkan proporsi jenis kelamin laki-laki lebih besar (66,7%) daripada perempuan (33,3%) seperti terlihat pada tabel 5.1. 5.1.3. Usia gestasi Hasil analisis univariat untuk data variabel usia gestasi neonatus prematur yang dirawat di ruang perinatologi RSCM menunjukkan bahwa sebagian responden (50%) lahir pada usia gestasi 33 - < 37 minggu. Proporsi responden yang lahir pada usia gestasi 29–32 minggu adalah sebesar 38,9% dan responden yang lahir pada usia gestasi ≤ 28 minggu sebesar 11,1% seperti terlihat pada tabel 5.1. 5.1.4. Usia responden saat pengkajian Hasil analisis univariat untuk data usia responden pada saat dilakukan pengkajian perilaku yang pertama menunjukkan bahwa usia responden yang paling tua adalah 44 minggu paskakonsepsi (5,6%) dan usia yang paling muda adalah 32 minggu paskakonsepsi (38,9%) seperti terlihat pada tabel 5.1. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 43 5.1.5. Berat badan lahir Hasis analisis univariat untuk variabel berat badan lahir menunjukkan bahwa berat badan lahir tertinggi adalah 2200 gram (11,1%) dan berat badan lahir terendah adalah 1000 gram (5,6%). Selanjutnya berat badan lahir dikategorikan menjadi 4 kelompok, yaitu 2000 - < 2500 gram, 1500 - < 2000 gram, 1000 - < 1500 gram dan < 1000 gram. Hasil analisis univariat menunjukkan sebagian (50%) responden berada pada rentang berat badan lahir 1000 - < 1500 gram. Kemudian sebanyak 33,3% responden berat lahirnya berada pada rentang 1500 < 2000 gram dan sisanya (16,7%) berada pada rentang 2000 - < 2500 gram seperti terlihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1. Karakteristik responden Karakteristik Neonatus Prematur Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Usia Gestasi 33 - < 37 minggu 29 – 32 minggu ≤ 28 minggu Usia responden saat pengkajian 32 minggu paskakonsepsi 33 minggu paskakonsepsi 34 minggu paskakonsepsi 35 minggu paskakonsepsi 36 minggu paskakonsepsi 37 minggu paskakonsepsi 38 minggu paskakonsepsi 44 minggu paskakonsepsi Berat badan Lahir 2000 - < 2500 gram 1500 - < 2000 gram 1000 - < 1500 gram Total n = 18 % 12 6 66,7 33,3 9 7 2 50 38,9 11,1 1 1 3 1 7 3 1 1 5,6 5,6 16,6 5,6 38,8 16,6 5,6 5,6 3 6 9 16,7 33,3 50 Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 44 5.1.6. Perilaku neonatus prematur pada saat sebelum dan setelah dilakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik Hasil pengkajian perilaku neonatus prematur pada saat sebelum dan setelah stimulasi ditampilkan dalam tabel 5.2. dalam bentuk mean, standar deviasi, nilai minimal dan maksimal serta nilai interval kepercayaan. Tabel 5.2 Perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah stimulasi auditorivisual-taktil-kinestetik Variabel Mean Standar Deviasi Minimal Maksimal 95% CI Perilaku Neonatus sebelum stimulasi Perilaku neonatus setelah stimulasi 36,11 2,988 32 – 44 34,63 – 37,60 47,61 5,135 39 – 59 45,06 – 50,16 Hasil analisis menunjukkan rata-rata nilai pengkajian perilaku neonatus prematur sebelum dilakukan stimulasi auditori-visual-taktilkinestetik adalah 36,11 (95% CI : 34,63 – 37,60), dengan standar deviasi 2,988. Nilai terendah adalah 32 dan nilai tertinggi adalah 44. Selanjutnya rata-rata nilai pengkajian perilaku neonatus prematur setelah dilakukan stimulasi adalah 47,61 (95% CI : 45,06 – 50,16) dengan standar deviasi 5,135. Nilai terendah adalah 39 dan nilai tertinggi adalah 59. Selanjutnya nilai perilaku neonatus prematur dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu baik jika nilai 46-60, cukup jika nilai 30-45, serta kurang jika nilai < 30. Gambar 5.1. menunjukkan perilaku neonatus prematur sebelum dilakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 45 Cukup 100 0% Gaambar 5.1 p seebelum stim mulasi audito oriGambarran perilakuu neonatus prematur visual-taaktil-kinesteetik Gambar 5.1 5 menunjuukkan bahw wa perilaku neonatus prrematur seb belum dilakukann stimulasi auditori-v visual-taktil--kinestetik adalah cukup c (100%). Setelah neoonatus prem matur menddapatkan stiimulasi aud ditorivisual-takktil-kinestetiik, terdapatt perubahann perilaku. Neonatus yang perilakunyya berubaah menjad di kategorii baik seebanyak 72,2% sedangkann sisanya (27,8%) kategori k cuukup. Peruubahan perrilaku tersebut teerlihat padaa gambar 5.2 2. BAIK (72,2%) CUKUP (27,8%) Gaambar 5.2 Unive ersitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 46 Gambaran perilaku neonatus prematur setelah stimulasi auditorivisual-taktil-kinestetik 5.2. Analisis bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat perbedaan perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah diberi stimulasi auditori-visual-taktilkinestetik. Sebelumnya terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan data secara analitis, yaitu uji Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk. Dalam penelitian ini uji normalitas data yang digunakan adalah Shapiro-Wilk karena jumlah sampel ≤ 50. Data yang digunakan untuk uji normalitas data berupa data numerik dari perilaku neonatus prematur. Hasil uji normalitas data ditunjukkan dalam tabel 5.3 berikut ini. Tabel 5.3. Uji Normalitas Data Kolmogorov-Smirnov Perilaku neonatus sebelum stimulasi Perilaku neonatus setelah stimulasi Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. .021 18 .054 .901 18 .059 .099 18 .200 .977 18 .919 Pada tabel 5.3 tampak nilai p untuk perilaku neonatus sebelum dan setelah stimulasi lebih besar dari 0,05, yaitu 0,059 dan 0,919. Hal ini menunjukkan data berdistribusi normal. Selanjutnya analisis bivariat untuk melihat perbedaan perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik dilakukan dengan menggunakan uji t dependen (pairedtT-test) karena data yang diuji adalah data dependen (berpasangan), berdistribusi normal dan merupakan data numerik. Hasil uji ditunjukkan oleh tabel 5.4 berikut ini. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 47 Tabel 5.4 Perbedaan perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah dilakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik Perilaku Neonatus Prematur Sebelum Stimulasi Setelah Stimulasi Mean SD SE p value N 36,11 47,61 2,988 5,135 0,714 1,210 0,0005 18 Rata-rata nilai pengkajian perilaku neonatus prematur sebelum stimulasi adalah 36,11 dengan standar deviasi 2,988. Pada pengkajian perilaku setelah stimulasi didapat nilai rata-rata 47,61 dengan standar deviasi 5,135. Terlihat nilai mean perbedaan antara sebelum dan setelah stimulasi adalah 11,50 dengan standar deviasi 2,147. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,0005, maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah stimulasi auditori-visual-taktilkinestetik. Berdasarkan data diatas dapat ditentukan bahwa H0 ditolak, yang artinya ada pengaruh stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur. 5.3. Analisis multivariat Analisis multivariat dilakukan untuk melihat pengaruh variabel perancu usia gestasi, jenis kelamin dan berat badan lahir terhadap variabel dependen perilaku neonatus prematur. Sebelum melakukan analisis multivariat terlebih dahulu dilakukan seleksi bivariat variabel perancu terhadap variabel dependen. Variabel perancu yang dapat dilakukan analisis multivariat adalah variabel yang analisis bivariatnya mempunyai nilai p < 0,25. 5.3.1. Korelasi usia gestasi dengan perilaku neonatus prematur. Analisis bivariat yang digunakan adalah uji ANOVA karena variabel usia gestasi berupa kategorik dan dikelompokkan menjadi 3 kelompok, sedangkan variabel perilaku neonatus prematur berupa numerik. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 48 Tabel 5.5 Korelasi usia gestasi dengan perilaku neonatus prematur setelah stimulasi Variabel Usia Gestasi 33 - < 37 minggu 29 - 32 minggu ≤ 28 minggu Mean SD 95% CI p value 46 50 46,50 4,500 6,055 0,707 42,54 – 49,46 44,40 – 55,6 40,15 – 52,85 0,304 Neonatus yang lahir pada usia gestasi 33 - < 37 minggu memiliki nilai rata-rata perilaku 46 dengan standar deviasi 4,500. Pada neonatus dengan usia gestasi 29 – 32 minggu, nilai rata-rata perilakunya adalah 50 dengan standar deviasi 6,055. Sedangkan neonatus lahir dengan usia gestasi ≤ 28 minggu memiliki nilai rata-rata perilaku 46,50 dengan standar deviasi 0,707. Hasil uji statistik didapat nilai p = 0,304, yang berarti pada α = 5% dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang bermakna diantara kelompok usia gestasi terhadap perilaku neonatus prematur. Hasil uji ini menunjukkan tidak ada hubungan antara usia gestasi dengan perkembangan perilaku neonatus prematur. 5.3.2. Korelasi Berat Badan Lahir dengan Perilaku Neonatus Prematur. Analisis bivariat yang digunakan adalah uji ANOVA karena variabel berat badan lahir berupa kategorik dan dikelompokkan menjadi 3 kelompok, sedangkan variabel perilaku neonatus prematur berupa numerik. Tabel 5.6 Korelasi berat badan lahir dengan perilaku neonatus prematur setelah stimulasi Variabel Berat Badan Lahir 2000 – < 2500 gr 1500 – < 2000 gr 1000 – < 1500 gr Mean SD 95% CI p value 47 48,33 47,33 5,196 3,559 6,384 34,09 – 59,91 44,60 – 52,07 42,43 – 52,24 0,920 Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 49 Neonatus yang lahir dengan berat badan 2000 - < 2500 gram memiliki nilai rata-rata perilaku 47 dengan standar deviasi 5,196. Pada neonatus dengan berat badan lahir 1500 - < 2000 gram, nilai rata-rata perilakunya adalah 48,33 dengan standar deviasi 3,559. Sedangkan neonatus yang lahir dengan berat badan 1000 - < 1500 gram memiliki nilai rata-rata perilaku 47,33 dengan standar deviasi 6,384. Hasil uij statistik didapat nilai p = 0,920, yang berarti pada α = 5% dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang bermakna diantara kelompok berat badan lahir terhadap perilaku neonatus prematur. Hasil uji ini menunjukkan tidak ada hubungan antara berat badan lahir dengan perkembangan perilaku neonatus prematur setelah stimulasi. 5.3.3. Korelasi Jenis Kelamin dengan Perilaku Neonatus Prematur. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji t independen (independent t-test) karena variabel jenis kelamin berupa kategorik yang dikotom, sedangkan variabel perilaku neonatus prematur berupa numerik. Tabel 5.7 Korelasi jenis kelamin dengan perilaku neonatus prematur setelah stimulasi Variabel Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Mean SD SE p value N 48,42 46,00 5,401 4,561 1,559 1,862 0,362 18 Neonatus dengan jenis kelamin laki-laki memiliki nilai rata-rata perilaku 48,42 dengan standar deviasi 5,401. Sedangkan pada neonatus dengan jenis kelamin perempuan, nilai rata-rata perilakunya adalah 46,00 dengan standar deviasi 4,561. Hasil uji statistik didapat nilai p = 0,362, yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna diantara kelompok jenis kelamin terhadap perilaku neonatus prematur. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 50 Hasil uji ini menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan perkembangan perilaku neonatus prematur. Pada tabel 5.5 dapat dilihat bahwa nilai p untuk variabel perancu usia gestasi adalah 0,304 yang artinya variabel ini tidak dapat masuk dalam analisis multivariat. Tabel 5.6 menunjukkan nilai p untuk variabel berat badan lahir adalan 0,920, yang artinya juga variabel ini tidak dapat dianalisis multivariat. Tabel 5.7 menunjukkan nilai p untuk variabel jenis kelamin adalah 0,362, yang artinya variabel ini juga tidak dapat masuk analisis multivariat. Hasil seleksi bivariat menunjukkan semua variabel perancu, yaitu usia gestasi, jenis kelamin dan berat badan lahir, bukanlah merupakan faktor perancu untuk perkembangan perilaku neonatus prematur. Ketiga variabel tersebut memiliki nilai p > 0,25 sehingga tidak dapat dilakukan analisis multivariat. Secara statistik berdasarkan analisis bivariat dapat disimpulkan bahwa stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik memiliki pengaruh terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur, walaupun terdapat perbedaan pada usia gestasi, jenis kelamin dan berat badan lahir neonatus. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 51 BAB 6 PEMBAHASAN Bab ini membahas tentang perkembangan perilaku neonatus prematur berdasarkan hasil analisis, alat ukur yang digunakan untuk menilai perilaku neonatus prematur, implikasi hasil penelitian ini dalam keperawatan serta keterbatasan penelitian. 6.1. Perilaku Neonatus Prematur Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa sebelum dilakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik, perilaku seluruh responden berada pada kategori cukup. Setelah dilakukan stimulasi selama 5 hari berturut-turut terjadi perubahan perilaku neonatus prematur, yaitu 72,2% responden berada pada kategori baik dan sisanya berada pada kategori cukup. Hasil analisis bivariat yang dilakukan untuk mengukur perbedaan perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah stimulasi auditori-visual-taktilkinestetik menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0,005) antara perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah stimulasi. Hal ini menunjukkan bahwa stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik memiliki pengaruh terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur. Hasil penelitian diatas menunjukkan telah terjadi peningkatan perilaku pada neonatus prematur dan sekaligus juga menunjukkan bahwa tujuan pemberian stimulasi tercapai. Dieter dan Emory (1997) menyatakan bahwa tujuan pemberian stimulasi tambahan pada neonatus prematur adalah (1) meningkatkan regulasi diri neonatus, (2) memfasilitasi hubungan neonatus dengan lingkungan dan (3) meningkatkan perkembangan perilaku neonatus secara umum. Hasil penelitian diatas juga selaras dengan hasil penelitian Mathai et al (2001) yang berjudul ”Effects of tactile-kinesthetic stimulation in preterm: Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 52 A controlled trial”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek stimulasi taktil-kinestetik terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur. Perilaku neonatus prematur diukur dengan menggunakan Brazelton Neurobehavior Assessment Scale dan hasilnya adalah peningkatan skor yang signifikan pada beberapa kriteria perilaku neonatus. Hal ini menunjukkan bahwa stimulasi taktil-kinestetik memiliki pengaruh terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur. Demikian juga dengan penelitian Symington dan Pinelli (2000) yang berjudul ”Review : certain types of developmental care result in some benefits for preterm infants”. Data diambil dari berbagai sumber literatur/artikel baik elektronik maupun cetak yang berasal dari tahun 1966 sampai 2000. Penelitian ini menyatakan bahwa stimulus eksternal berupa auditori, visual, taktil dan vestibular memiliki manfaat berupa peningkatan status perilaku neonatus. Neonatus prematur yang diberi stimulasi mengalami suatu proses perkembangan. Perkembangan perilaku yang dialami oleh neonatus merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat terhadap organ yang dipengaruhinya sehingga terjadi pertambahan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara, sosialisasi dan kemandirian (Depkes RI, 2006). Adanya perbedaan perilaku antara sebelum dan setelah stimulasi auditori-visual-taktilkinestetik menunjukkan bahwa neonatus prematur tersebut dapat berfungsi dengan baik karena menunjukkan perilaku yang dapat diobservasi. Perilaku yang ditunjukkan oleh neonatus tersebut menurut Johnson (Tomey & Alligood, 2006) merupakan hasil dari struktur intraorganismik yang berproses secara koordinasi dan artikulasi serta berespon terhadap perubahan stimulus sensorik. Stimulus yang diberikan pada responden penelitian ini adalah stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik. Stimulasi ini sebagai suatu intervensi Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 53 terapeutik dengan memberikan rangsangan sensoris tambahan dalam bentuk auditori-visual-taktil-kinestetik kepada bayi (Amli, 2005), telah disesuaikan dengan kebutuhan tumbuh kembang neonatus. Piaget dalam teorinya menyatakan bahwa pada usia perkembangan 0-2 tahun, anak-anak mengalami tahap perkembangan sensorimotorik. Oleh karena itu pemberian stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik tepat untuk diberikan pada neonatus untuk mengoptimalkan tumbuh kembang neonatus tersebut. Depkes RI (2006) menyatakan bahwa stimulasi merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi kualitas tumbuh kembang anak. Stimulasi auditori-visual melibatkan organ mata dan telinga pada neonatus diberikan untuk membentuk koordinasi auditori-visual yang lebih akurat pada neonatus (Santrock, 1998). Dengan memberikan rangsangan auditori dan visual diharapkan dapat membantu neonatus beradaptasi dengan lingkungannya (Papalia, Olds & Feldman, 2002; Dieter & Emory, 1997) sehingga tercipta interaksi sosial yang baik antara neonatus dengan orang tua, perawat dan lingkungan sekitarnya. Penelitian ini menggunakan kerincingan serta wajah dan suara peneliti dalam melakukan stimulasi auditori-visual. Stimulasi taktil-kinestetik memberikan rangsangan secara sensorik dan motorik pada neonatus. Taktil (sentuhan) memberikan rangsangan sensorik pada kulit neonatus dan kinestetik (gerakan ekstensi dan fleksi secara pasif pada ekstremitas) merangsang pergerakan ekstremitas neonatus dengan tujuan neonatus mampu menunjukkan kemampuan motorik yang optimal. Perilaku neonatus sebelum diberikan stimulasi sangat dipengaruhi oleh kondisi neonatus saat lahir. Neonatus menunjukkan perilaku yang berbedabeda saat dilakukan pengkajian pertama dan hal ini dipengaruhi oleh faktor usia gestasi (Depkes RI, 2006), berat badan lahir (Markum, 2002) dan jenis kelamin (Depkes RI, 2006; Foreman, Thomas & Blackburn, 2008) neonatus tersebut. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 54 Grunau, Weinberg & Whitfield (2004) mengklasifikasikan usia gestasi menjadi 3 kelompok yaitu usia gestasi 33 - < 37 minggu (low gestational age), usia gestasi 29 – 32 minggu (very low gestational age) dan usia gestasi ≤ 28 minggu (extremely low gestational age). Perilaku yang muncul pada neonatus tergantung pada usia gestasinya. Semakin kecil usia gestasi neonatus tersebut maka perilaku yang muncul juga menunjukkan neonatus tersebut berisiko tinggi. Neonatus mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan di luar uterin dan melakukan fungsi dasar untuk bertahan hidup. Usia gestasi merupakan salah satu faktor internal yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Selain usia gestasi, faktor internal lain yang mempengaruhi kualitas tumbuh kembang anak adalah jenis kelamin (Depkes RI, 2006). Foreman, Thomas & Blackburn (2008) menyatakan bahwa jenis kelamin merupakan karakteristik individu yang diasosiasikan dengan perilaku pengaturan diri pada neonatus prematur. Penelitian Boatella-Costaa et al (2006) menunjukkan perbedaan perilaku neonatus perempuan dengan laki-laki secara lebih spesifik, yaitu neonatus perempuan lebih unggul dalam hal orientasi auditori, kewaspadaan dan regulasi diri dibandingkan neonatus laki-laki, sementara neonatus laki-laki lebih peka rangsang dibandingkan neonatus perempuan. Perbedaan ini terlihat saat neonatus berespons terhadap setiap stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitarnya. Tetapi secara hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur setelah diberikan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik (p = 0,362). Hal ini berarti stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik berpengaruh terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur tanpa memperhatikan jenis kelamin neonatus tersebut. Baik neonatus laki-laki maupun neonatus perempuan mengalami peningkatan perilaku setelah diberi stimulasi. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 55 Usia gestasi yang rendah umumnya juga diikuti oleh berat badan lahir yang renadah dan perilaku neonatus prematur juga dapat dipengaruhi oleh berat badan lahir. Berat badan lahir berpengaruh dalam menentukan risiko neonatus, semakin rendah berat badan lahir maka akan semakin tinggi risiko neonatus tersebut (McIntire et al, 1999 dalam Papalia, Olds & Feldman, 2002). Tetapi setelah diberi stimulasi terjadi peningkatan perilaku neonatus prematur. Perilaku neonatus yang lahir dengan berat badan 2000 - < 2500 gram setelah diberi stimulasi adalah rata-rata 47 (kategori baik), neonatus dengan berat badan lahir 1500 - < 2000 gram memiliki nilai rata-rata perilaku adalah 48,33 (kategori baik), sedangkan neonatus yang lahir dengan berat badan 1000 - < 1500 gram memiliki nilai rata-rata perilaku 47,33 (kategori baik). Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada perbedaan antar kelompok berat badan lahir terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur setelah diberi stimulasi. Hal ini menunjukkan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik mampu meningkatkan perilaku neonatus prematur tanpa dipengaruhi berat badan lahirnya. Secara keseluruhan hasil analisis bivariat yang dilakukan untuk menguji pengaruh usia gestasi, berat badan lahir dan jenis kelamin terhadap perilaku neonatus prematur menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antar kelompok usia gestasi, berat badan lahir dan jenis kelamin terhadap perkembangan perilaku neonatus setelah diberi stimulasi. Hal ini berarti stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik mampu meningkatkan perilaku neonatus prematur walaupun terdapat perbedaan pada usia gestasi, berat badan lahir dan jenis kelamin neonatus tersebut. 6.2. Alat ukur perilaku neonatus prematur Alat ukur (instrumen) yang digunakan untuk mengkaji perilaku neonatus prematur dalam penelitian ini adalah Lembar Pengkajian Perilaku Neonatus Prematur. Instrumen ini dikembangkan sendiri oleh peneliti dari berbagai Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 56 sumber dan hanya mengukur 20 kriteria perilaku neonatus dengan skala ukur 0-3. Peneliti hanya memilih 20 perilaku neonatus yang paling mudah ditemukan dan dikaji oleh perawat perinatologi. Skala pengukuran juga hanya terdiri dari skala 0 sampai 3 yang tujuannya adalah untuk memudahkan para perawat dalam menilai perilaku neonatus. Kelemahan dari skala 0-3 ini adalah tidak cukup akurat mengukur perilaku neonatus prematur. Alat ukur perilaku yang sudah ada, misalnya Brazelton Neonatal Behaviour Assessment Scale menggunakan skala 0-9 untuk menilai perilaku neonatus. Rentang penilaian yang besar memungkinkan untuk menilai perubahan perilaku secara lebih akurat sehingga pengkajian perilaku yang dilakukan memberikan gambaran perkembangan perilaku neonatus dengan benar. Alat ukur perilaku neonatus prematur ini masih sederhana. Hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan peneliti dalam hal perilaku neonatus prematur sehingga mempengaruhi proses pembuatan alat ukur perilaku tersebut. Dasar peneliti dalam merancang instrumen ini adalah stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik, sehingga kriteria perilaku yang muncul pada instrumen ini adalah untuk mengkaji respon neonatus jika diberi stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik. Kriteria perilaku yang digunakan dalam instrumen ini untuk mengkaji respon neonatus terhadap stimulasi auditori dan visual adalah respon terhadap cahaya, respon terhadap bunyi, orientasi visual/auditori terhadap kerincingan, orientasi visual/auditori terhadap wajah dan suara serta upaya saat neonatus menangis. Respon neonatus terhadap stimulasi taktil dan kinestetik dikaji dengan kriteria respon terhadap stimulasi taktil di kaki, refleks Babinski, tonic neck reflex, refleks moro, rooting reflex, refleks menghisap, refleks menggenggam, refleks glabella, pull-to-sit, refleks berdiri, refleks berjalan, refleks merangkak dan gerakan defensif. Sedangkan kriteria iritabilitas dan warna kulit neonatus saat pengkajian menunjukkan regulasi diri neonatus dalam menghadapi kondisi stres. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 57 6.3. Implikasi keperawatan Keperawatan menurut Dorothy E. Johnson adalah suatu kekuatan eksternal yang bertindak untuk memelihara pengaturan perilaku pasien (Tomey & Alligood, 2006). Oleh karena itu keperawatan memiliki kontribusi untuk memfasilitasi fungsi perilaku yang efektif pada saat sebelum, selama dan setelah sakit. Salah satu intervensi yang bisa dilakukan perawat untuk memfasilitasi fungsi perilaku neonatus prematur adalah dengan memberikan stimulasi tambahan. Para perawat yang bertugas di ruang perinatologi perlu mempelajari ulang tentang pemberian stimulasi tambahan, khususnya stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik, sehingga mampu memberikan stimulasi yang sesuai kebutuhan neonatus. Stimulasi auditori-visual-taktilkinestetik merupakan salah satu intervensi keperawatan yang bertujuan untuk memacu perkembangan perilaku neonatus prematur dengan hospitalisasi. Stimulasi ini telah terbukti mampu meningkatkan perilaku neonatus menjadi lebih baik dibandingkan sebelum dilakukan stimulasi. Untuk mengetahui kebutuhan neonatus akan stimulasi yang tepat, maka perawat perlu melakukan pengkajian perilaku neonatus. Selama ini pengkajian perilaku atau pengkajian perkembangan belum dilakukan secara maksimal. Format pengkajian untuk mengkaji perilaku atau perkembangan secara umum juga belum ada yang baku. Maka perlu dibuat format pengkajian perilaku yang valid dan reliabel untuk digunakan oleh semua perawat dengan berbagai latar belakang pendidikan keperawatan. Prosedur atau tata cara pelaksanaan stimulasi auditori-visual-juga taktilkinestetik perlu ditetapkan secara jelas supaya para perawat perinatologi memiliki panduan yang tepat. Dengan adanya prosedur yang jelas dan didukung oleh alat ukur yang tepat, maka pengkajian perilaku dapat menjadi suatu intervensi yang rutin dilaksanakan di ruang perinatologi. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 58 6.4. Keterbatasan penelitian 6.4.1. Desain penelitian Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment. Pada awalnya peneliti membagi sampel menjadi 2 kelompok yaitu, kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Tetapi kenyataan di lapangan ditemukan sampel banyak yang drop out dikarenakan orang tua membawa pulang paksa bayinya dari ruang perinatologi atau neonatus tersebut sudah diperbolehkan pulang dari perawatan di ruang perinatologi karena sembuh dan berat badan minimal 1800 gram. Akhirnya peneliti memutuskan mengubah desain penelitian menjadi disain one group pre and post test. Desain ini hanya terdiri dari 1 kelompok, yaitu kelompok intervensi sehingga semua responden mendapatkan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik. 6.4.2. Sampel penelitian Sampel dalam penelitian ini berjumlah 18 responden dan semuanya mendapatkan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik. Besar sampel ini tidak sesuai dengan perhitungan sampel penelitian berdasarkan rumus, yaitu 62 responden. Tetapi jumlah sampel ini masih memenuhi jumlah sampel minimal untuk penelitian eksperimen, yaitu 15 subyek per grup (Kasjono & Yasril, 2009). 6.4.3. Validitas penelitian Penilaian perilaku neonatus prematur pada penelitian ini menggunakan Lembar Pengkajian Perilaku Neonatus Prematur yang dikembangkan sendiri oleh peneliti berdasarkan berbagai literatur. Untuk mengetahui sejauh mana instrumen Lembar Pengkajian Perilaku Neonatus Prematur tersebut mampu meliput semua substansi-substansi penting dari domain yang hendak diukur, peneliti melakukan uji validitas isi dengan berkonsultasi kepada pakar keperawatan neonatus dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Hasil penilaian pakar menunjukkan Lembar Pengkajian Perilaku Neonatus Prematur dapat digunakan sebagai instrumen dalam penelitian ini. Peneliti selanjutnya tidak melakukan uji Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 59 validitas secara statistik. Seluruh kriteria perilaku yang tercantum dalam lembar pengkajian perilaku neonatus prematur digunakan untuk mengukur perilaku neonatus prematur. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 60 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan membahas kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian. 7.1. Kesimpulan Responden dalam penelitian ini berjumlah 18 orang, sebagian besar adalah neonatus laki-laki, sebagian responden lahir pada usia gestasi 33 - < 37 minggu dan memiliki berat badan lahir 1000 - < 1500 gram. Perilaku seluruh responden sebelum dilakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik adalah cukup, tetapi terjadi perkembangan perilaku pada neonatus setelah dilakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik menjadi baik pada sebagian besar responden. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah dilakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik. Usia gestasi, jenis kelamin dan berat badan lahir tidak memberikan pengaruh pada perkembangan perilaku neonatus prematur setelah dilakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik. Kesimpulan penelitian ini adalah pemberian stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik berpengaruh terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur. 7.2. Saran Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik dapat diterapkan di ruang perinatologi sebagai salah satu intervensi keperawatan untuk meningkatkan tumbuh kembang neonatus. Supaya para perawat dapat melaksanakan stimulasi ini dengan baik maka perlu dibuat prosedur yang jelas tentang tata cara pemberian stimulasi ini. Stimulasi ini masih perlu dikembangkan melalui penelitian-penelitian. Penggunaan sampel yang besar, adanya kelompok kontrol sebagai pembanding bagi kelompok intervensi, frekuensi stimulasi lebih dari 1 kali per hari, penetapan kriteria inklusi serta pemberian stimulasi > 5 hari perlu Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 61 dipertimbangkan saat melakukan penelitian selanjutnya tentang stimulusi auditori-visual-taktil-kinestetik. Alat ukur yang digunakan untuk mengkaji perilaku neonatus prematur juga perlu diteliti lebih lanjut supaya terbentuk alat ukur yang valid dan reliabel serta dapat digunakan oleh seluruh perawat walaupun latar belakang pendidikan keperawatannya berbeda-beda. Alat ukur tersebut juga harus mampu mengukur perilaku neonatus prematur secara akurat. Stimulasi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Bentuk yang tepat untuk merangsang tumbuh kembang neonatus bisa diperoleh melalui penelitian. Penelitian selanjutnya perlu dilakukan untuk mencari bentuk stimulasi yang yang paling berpengaruh terhadap peningkatan tumbuh kembang neonatus. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 DAFTAR REFERENSI Almli, C.R. (2005). Infant stimulation program. 7 April 2010. Sage Publications. http://www.sage-ereference.com/disability/Article_n455.html Blount, R.L., & Loiselle, K.A. (2009, 1 Januari). Behavioural assessment of pediatric pain. Pain Research & Management, 14 (1), 47 – 52. 4 Februari 2010.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2706564/pdf/prm14044 7.pdf/?tool=pmcentrez Boatella-Costaa, E., Costas-Moragasa, C., Botet-Mussonsb, F., Fornieles-Deuc, A., & De Caceres-Zuritad, M.L. (2006). Behavioral gender differences in the neonatal period according to the Brazelton scale. Journal of Early Human Development, 83 (2), 91 – 97. 10 Februari 2010. http://www. earlyhumandevelopment.com/article/S0378-3782%2806%2900151-4/abstract Bowden, V.R., Dickey, S.B., & Greenberg, C.S. (1998). Children and their families: The continuum of care. Philadelphia: W.B. Saunders Company. Brazelton, T.B., & Nugent, J.K. (1995). Neonatal behavioral assessment scale (3rd edition). London: Mac Keith Press. Burns, N. & Grove, S.K. (2003). Understanding nursing research (3rd edition). Philadelphia: W.B. Saunders Company. Cloherty, J.P., Eichenwald, E.C., & Stark, A.R. (2008). Manual of neonatal care (6th edition). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Dahlan, S.M. (2008). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Danim, S. (2003). Riset keperawatan: Sejarah dan metodologi. Jakarta: EGC. Depkes RI. (2006). Pedoman pelaksanaan: Stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak di tingkat pelayanan kesehatan dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 Dieter, J.N.I., & Emory, E.K. (1997). Supplemental stimulation of premature infants: A treatment model. Journal of Pediatric Psychology, 22 (3), 281 – 295. 30 Maret 2010.http://jpepsy.oxfordjournals.org/cgi/reprint/22/3/2381.pdf Dieter, J., Field, T., Hernandez-Reif, M., Emory, E., & Redzepi, M. (2003). Stable preterm infants gain more weight and sleep less after five days of massage therapy. Journal of Pediatric Psychology, 28 (6), 403 – 411. 30 Maret 2010. http://www.sacredmotherdoula.com/pdfs/Web%20IM%20 Research%20for%20Preterm%20infants.pdf Foreman, S.W., Thomas, K.A., & Blackburn, S.T. (2008). Preterm infant state development: Individual and gender differences matter. Journal of Obstetry Gynecology and Neonatal Nursing, 37 (6), 657 – 665. 9 Februari 2010. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2765199/pdf/nihms80781.pdf /? tool=pmcentrez Golchin, M., Rafati, P., Taheri, P., & Nahavandinejad, S. (2004). The effect of superficial tactile-kinesthetic stimulation method on weight gain of low-birthweight infants. Iranian Journal of Nursing and Midwifery Research, 9 (2). 30 Maret 2010. http://journals.mui.ac.ir/index.php/ijnmr/article/viewArticle/4912 Grunau, R.E., Weinberg, J., & Whitfield, M.F. (2004, Juli). Neonatal procedural pain and preterm infant cortisol response to novelty at 8 months. Pediatrics, 114 (1), e77 – e84. 10 Februari 2010. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pmc/articles/PMC1351380/pdf/nihms4618.pdf/?tool=pmcentrez Hastono, S.P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Hawthorne, J. (2005). Using the neonatal behavioural assessment scale to support parent-infant relationships. Infant, 1 (6), 213 – 218. 7 Februari 2010. http://www.infatgrapevine.co.uk/pdf/inf_006_irs.pdf Hockenberry, M.J., &Wilson, D. (2009). Wong’s essentials of pediatric nursing (8th edition). St. Louis: Mosby Inc. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 Indrasanto, E., Dharmasetiawani, N., Rohsiswatmo, R., & Kaban, R.K. (2008). Paket pelatihan pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK), Asuhan neonatal esensial. Jakarta: Kerjasama Jaringan Nasional Klinik-Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI) dengan dukungan dari USAID Indonesia – Health Service Program. Kail, R.V. (2001). Children & their development (2nd edition). New Jersey: Prentice – Hall, Inc. Kasjono, H.S., & Yasril. (2009). Teknik sampling untuk penelitian kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Keshavarz, M., Babaee, G.R., & Dieter J. (2009). Effect of tactile-kinesthetic stimulation in weight gaining of preterm infants hospitalized in intensive care unit. Teheran University Medical Journal, 67 (5), 347 – 352. 30 Maret 2010. http://journals.tums.ac.ir/abs.aspx?org_id=59&culture_var=en&journal_id=9&issue _id=1651&manuscrip_id=14119&segment=fa Lucas-Thompson et al. (2008, 18 Juli). Developmental changes in the response of preterm infants to a painful stressor. Infant Behavior & Development, 31, 614-623. 4 Februari 2010. http://www.dech.umn.edu/cnbd/academic/ document/08 collaborative Pubs/Lucas-Thompson.pdf Markum, A.H. (2002). Buku ajar ilmu kesehatan anak (Jilid 1). Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Mathai, S., Fernandez, A., Mondkar, J., & Kanbur, W. (2001). Effects of tactilekinesthetic stimulation in preterms: A controlled trial. 30 Maret 2010. http://indianpediatrics.net/oct2001/oct-1091-1098.htm Murti, B. (2003). Prinsip dan metode riset epidemiologi (Jilid 1). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D. (2002). A child’s world, infancy through adolescence (9th edition). New York: The McGraw – Hill Companies, Inc. Plaster, C. (2007). Neonatal reflexes. 28 Maret 2010. http://people.umass.edu/ mva/pdf/Neonatal_Reflexes_07.pdf Pratiknya, A.W. (2007). Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Pretorius, E., Naud, H., & Van Vuuren, C.J. (2002, April). Can cultural behavior have a negative impact on the development of visual integration pathways ? Early Child Development and Care, 172, 173 – 181. 30 Maret 2010. http://www.informaworld.com/smpp/content~content=a713714745&db=all Reijneveld et al. (2006, 28 Juli). Behavioural and emotional problems in very preterm and very low birthweight infants at age 5 years. Archives of Disease in Childhood Fetal and Neonatal Edition, 91, F423 – F428. 10 Februari 2010. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2672756/pdf/F423.pdf/ ?tool=pmcentrez Roeslani, R.D. (2009). Pengalaman pelaksanaan perawatan metode kangguru di RS Cipto Mangunkusumo. 2 Februari 2010. http://www.konas10perinasia. com/donlot/dr.Rosalina D Roeslani-Pengalaman RSUPN RSCM dlm Perawatan Metode Kangguru (7 Nov simposium).pdf Sanders, L. W., & Buckner, E.B. (2006). The newborn behavioural observations system as a nursing intervention to enhance engagement in first time mothers: feasibility and desirability. Pediatric Nursing, September – Oktober 2006. 10 Februari 2010. http://findarticles.com/p/articles/mi_m0FSZ/is_5_32 /ai_n17215 518/ Santrock, J. W. (1998). Child development (8th edition). New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. Sastroasmoro, S. (2008). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis (Edisi Kedua). Jakarta: Sagung Seto. Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 Schott, J.M., & Rossor, M.N. (2003). The grasp and other primitive reflexes. Journal of Neurology & Neurosurgery Psychiatry, 74, 558 – 560. 28 Maret 2010. http://jnnp.bmj.com/content/74/5/558.full.pdf Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (2005). Buku kuliah 3, ilmu kesehatan anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Symington A., & Pinelli, J. (2000, Juli). Review: Certain types of developmental care result in some benefits for preterm infants. Cochrane Database Systematic Review 2000 (4). 30 Maret 2010. http://ebn.bmj.com/content /4/3/75.full.pdf Tim Pascasarjana FIK-UI. (2008). Pedoman penulisan tesis. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Tomey, A.M., & Alligood, M.R. (2006). Nursing theorist and their work (6th edition). St. Louis: Mosby, Inc. Universitas Indonesia. (2008). Pedoman teknis penulisan tugas akhir mahasiswa Universitas Indonesia. Depok: Universitas Indonesia. Winchester, S.B., Sullivan, M.C., Marks, A.K., Doyle, T., DePalma, J., & McGrath, M.M. (2009, November). Academic, social and behavioral outcomes at age 12 of infants born preterm. Western Journal of Nursing Research, 31 (7), 853 – 871. 10 Februari 2010. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pmc/articles/PMC2808204/pdf/nihms161427.pdf/?tool=pmcentrez Universitas Indonesia Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 Lampiran 2 : Prosedur Stimulasi Auditori-visual-taktil-kinestetik PROSEDUR STIMULASI AUDITORI-VISUAL-TAKTIL-KINESTETIK Persiapan alat : 1. Kursi untuk peneliti saat memberikan stimulasi auditori – visual 2. Matras bayi untuk melakukan stimulasi taktil – kinestetik 3. Kerincingan berwarna terang Persiapan neonatus : 1. Neonatus dalam keadaan bangun dan tidak menangis. 2. Neonatus telah mendapatkan makanan minimal 45 menit sebelum stimulasi. 3. Pakaian neonatus dibuka dan hanya mengenakan pampers saat akan dilakukan stimulasi taktil – kinestetik. Urutan kerja : 1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan pencahayaan yang baik sebelum melakukan stimulasi. 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh neonatus pada saat melakukan stimulasi. 3. Stimulasi auditori – visual dilakukan peneliti sambil duduk dan neonatus diletakkan di pangkuan peneliti. 4. Neonatus dibaringkan pada matras saat melakukan stimulasi taktil – kinestetik 5. Hentikan stimulasi jika neonatus menunjukkan tanda-tanda stres atau menangis. 6. Stimulasi dilakukan berurutan dari auditori – visual kemudian taktil – kinestetik seperti yang tertera dalam tabel di bawah ini. No Stimulus Prosedur Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 Keterangan Lampiran 2 : Prosedur Stimulasi Auditori-visual-taktil-kinestetik a. Peneliti dalam keadaan duduk. Auditori – Visual 1 terhadap benda mati a. Stimulus diberi- b. Pegang neonatus dalam posisi wajah berhadapan (en kan maksimal 2 kali face) dengan peneliti pada sudut 45° b. Usahakan wajah dan jarak 20 – 30 cm. c. Gerakkan kerincingan sesuai peneliti tidak berada pada dengan lapang pandang neonatus, lapang pandang kerincingan sambil dibunyikan. neonatus a. Peneliti dalam keadaan duduk. b. Pegang bayi dalam posisi wajah berhadapan (en face) dengan a. Stimulus diberi- Auditori – Visual 2 terhadap benda hidup peneliti pada sudut 45° dan jarak kan maksimal 2 20 - 30 cm. kali c. Gerakkan neonatus secara b. Penting diperha- horisontal dan tetap dalam posisi tikan bahwa tu- wajah mengajak berhadapan sambil buh dan kepala neonatus bicara. bayi Selanjutnya gerakkan neonatus dengan secara vertikal. mal d. Gerakkan neonatus disangga maksisehingga secara bayi merasa a- horisontal dan vertikal pada sudut man saat dilaku- 180°. kan intervensi Posisi wajah tetap berhadapan dan ajak neonatus bicara. a. Neonatus dalam posisi prone. b. Kedua telapak tangan peneliti saling digosokkan sebelum dilakukan sentuhan. 3 Taktil c. Dengan menggunakan kedua a. Waktu 5 menit b. Sentuhan tanpa telapak tangan, sentuhan dimulai dari puncak kepala ke leher dan bahu. Kemudian dari punggung atas menuju ke pinggul dan terus Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 menggunakan minyak Lampiran 2 : Prosedur Stimulasi Auditori-visual-taktil-kinestetik sampai kedua kaki. Selanjutnya sentuhan dari bahu menuju kedua tangan neonatus. No Stimulus Prosedur Keterangan a. Neonatus diletakkan dalam posisi supin. b. Kedua 4 Kinestetik tangan neonatus digerakkan fleksi dan ekstensi, Waktu 5 menit masing-masing sebanyak 6 kali. c. Kedua kaki neonatus digerakkan fleksi dan ekstensi, masing- masing sebanyak 6 kali. a. Neonatus diletakkan dalam posisi prone. b. Kedua telapak tangan saling digosokkan sebelum dilakukan sentuhan. c. Dengan 5 Taktil menggunakan kedua telapak tangan, sentuhan dimulai a. Waktu 5 menit b. Sentuhan tanpa dari puncak kepala ke leher dan bahu. Kemudian dari punggung atas menuju ke pinggul dan terus sampai kedua kaki. Selanjutnya sentuhan dari bahu menuju kedua tangan neonatus. Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 menggunakan minyak Lampiran 2 : Prosedur Stimulasi Auditori-visual-taktil-kinestetik Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 Lampiran 1 LEMBAR PENGKAJIAN PERILAKU NEONATUS PREMATUR Nama : Jenis Kelamin : Usia gestasi : BBL : Tanggal lahir : Berat badan sekarang : Usia sekarang : NO 1 2 3 PERILAKU Respon terhadap cahaya Respon terhadap bunyi Respon terhadap stimulasi taktil di kaki INDIKATOR NILAI NILAI 0 : Tidak dapat dilakukan 1 : Neonatus bergerakgerak gelisah 2 : Neonatus tenang, memicingkan mata setelah 4 – 5 kali stimulus 3 : Neonatus tenang, memicingkan mata setelah 1- 3 x stimulus 0 : Tidak dapat dilakukan 1 : Neonatus bergerakgerak gelisah 2 : Neonatus tenang, memicingkan mata setelah 4 – 5 kali stimulus 3 : Neonatus tenang, memicingkan mata setelah 1- 3 x stimulus 0 : Tidak dapat dilakukan 1 : Kaki yang distimulasi tidak berespon, neonatus gelisah. 2 : Kaki yang distimulasi berespon, neonatus agak gelisah 3 : Ujung kaki yang distimulasi berespon, kondisi neonatus tetap tenang Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 KET Neonatus dalam kondisi tidur Lampiran 1 NO PERILAKU 4 Refleks Babinski 5 Tonic neck reflex 6 Refleks Moro 7 Rooting reflex INDIKATOR NILAI NILAI 0 : Tidak dapat dilakukan 1 : Kaki fleksi lemah dan singkat 2 : kaki fleksi ke arah dorsal dan jari tampak menyebar 3 : kaki fleksi ke arah dorsal, jari tampak menyebar dan bertahan lama 0 : Tidak dapat dilakukan 1 : tangan dan kaki tetap fleksi pada sisi yang ditoleh neonatus 2 : hanya tangan atau hanya kaki saja yang ekstensi terhadap sisi yang ditoleh bayi 3 : tangan & kaki ekstensi pada sisi yang ditoleh neonatus, tetapi fleksi pada arah sebaliknya. 0 : Tidak dapat dilakukan 1 : Respon neonatus sangat minimal 2 : terjadi ekstensi yang singkat pada tangan dan kaki 3 : Tangan, lutut/kaki, pinggul dan badan neonatus tampak ekstensi 0 : Tidak dapat dilakukan 1 : Menoleh lemah atau membuka mulut lemah 2 : Menoleh ke sisi yang distimulasi 3 : Mencari sumber stimulasi, pergerakan mulut, wajah menyeringai Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 KET Neonatus boleh dalam kondisi tidur atau bangun Lampiran 1 NO 8 9 10 11 12 PERILAKU Refleks menghisap Refleks menggenggam Refleks Glabella Pull-to-sit Refleks berdiri INDIKATOR NILAI NILAI 0 : Tidak dapat dilakukan 1 : Hisapan lemah 2 : Irama hisapan terasa 3 : Hisapan kuat dan iramanya terasa jelas. 0 : Tidak dapat dilakukan 1 : Menggenggam lemah dan singkat 2 : Menggenggam kuat tetapi bisa dilepaskan 3 : Menggenggam kuat, sulit untuk dilepaskan 0 : Tidak dapat dilakukan 1 : Usaha menutup mata lemah sekali 2 : Respon menutup mata ada tetapi terlambat 3 : Mata segera menutup cepat, wajah tampak menyeringai 0 : Tidak dapat dilakukan 1 : Kepala terkulai ke depan saat didudukkan. 2 : Kepala belum seirama dengan badan tapi ada usaha memposisikan kepala di garis tengah beberapa kali. 3 : Kepala seirama dengan badan saat ditarik duduk. Mampu mempertahankan posisi kepala di garis tengah. 0 : Tidak dapat dilakukan 1 : Tampak usaha yang minimal 2 : Berdiri dengan ekstensi pada kaki minimal 5 detik 3 : Berdiri dengan hiperekstensi pada tungkai Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 KET Neonatus boleh dalam kondisi tidur atau bangun Neonatus dalam kondisi bangun Lampiran 1 NO PERILAKU 13 Refleks berjalan 14 Refleks merangkak 15 Gerakan Defensif 16 Orientasi visual/auditori terhadap kerincingan INDIKATOR NILAI NILAI 0 : Tidak dapat dilakukan 1 : Tampak usaha melangkah minimal 2 : Berjalan singkat, lutut dan pinggul fleksi 3 : Mampu berjalan dengan fleksi pada lutut dan pinggul, pergelangan kaki ekstensi 0 : Tidak dapat dilakukan 1 : Usaha minimal 2 : menunjukkan gerakan merangkak singkat 3 : Gerak merangkak terkoordinasi, mampu mengangkat kepala, punggung melengkung 0 : Tidak dapat dilakukan 1 : Tidak berespon terhadap penutup mata 2 : Tubuh tampak meregang, kepala menoleh ke samping 3 : Neonatus tampak berusaha melepaskan kain penutup mata dan bahkan bisa melepaskannya. 0 : Tidak dapat dilakukan 1 : Tampak tertarik dan mengikuti stimulus sampai sudut 30° tapi singkat. 2 : kepala dan mata dapat mengikuti stimulus, horisontal & vertikal pada sudut 30 - 60° 3 : kepala dan mata dapat mengikuti stimulus, horisontal & vertikal sampai sudut 180° Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 KET Neonatus dalam kondisi bangun Lampiran 1 NO PERILAKU 17 Orientasi visual/auditori terhadap wajah & suara 18 Iritabilitas 19 Upaya saat neonatus menangis 20 Warna kulit neonatus saat pengkajian INDIKATOR NILAI NILAI 0 : Tidak dapat dilakukan 1 : Tampak tertarik dan mengikuti stimulus sampai sudut 30° tapi singkat. 2 : kepala dan mata dapat mengikuti stimulus, horisontal & vertikal pada sudut 30 - 60° 3 : kepala dan mata dapat mengikuti stimulus, horisontal & vertikal sampai sudut 180° 0 : Neonatus rewel & menangis sepanjang pengkajian 1 : Neonatus menangis selama 75% pengkajian 2 : Neonatus menangis selama 50% pengkajian 3 : Neonatus menangis selama 25% pengkajian 0 : Neonatus harus dipeluk dan digendong 1 : Neonatus diam saat tangan diletakkan di perutnya, melihat wajah dan suara 2 : Neonatus diam saat melihat wajah & suara 3 : Neonatus melakukan hand-to-mouth, menghisap jari atau punggung tangannya. 0 : Sianosis 1 : Pucat 2 : Merah jambu 3 : Tampak memerah TOTAL NILAI Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 KET Lampiran 3 LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : LUCI FRANSISCA SITUMORANG NPM : 0806446473 Status : Mahasiswa Program Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Meminta kesediaan Bapak/Ibu sebagai orang tua dari bayi yang dirawat di ruang perinatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, untuk mengijinkan bayinya dijadikan peserta (responden) dalam penelitian saya yang berjudul “Pengaruh Pemberian Stimulasi auditori – visual – taktil – kinestetik terhadap Perkembangan Perilaku Neonatus Prematur di ruang Perinatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta”. Sebagai bahan pertimbangan Bapak/Ibu dalam membuat persetujuan, saya akan memberikan imformasi dan penjelasan tentang prosedur dan manfaat penelitian serta resiko yang mungkin terjadi dalam penelitian ini. Bapak/Ibu memiliki hak dan kebebasan untuk menentukan berpartisipasi atau tidak dalam penelitian. Atas kesediaan Bapak/ibu untuk mengijinkan bayinya menjadi responden dalam penelitian ini, saya ucapkan terima kasih. Jakarta, 2010 Luci Fransisca Situmorang Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010 Lampiran 3 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : ………………………….. Umur : ………………………….. Alamat : …………………………... Orang tua dari : by. ……………………… Menyatakan setuju untuk mengikutsertakan bayi saya dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Pemberian Stimulasi auditori – visual – taktil – kinestetik terhadap Perkembangan Perilaku Neonatus Prematur di ruang Perinatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta”. Saya memberikan persetujuan atas kehendak sendiri dan tanpa paksaan dari pihak lain. Sebagai bahan pertimbangan dalam membuat persetujuan, saya telah mendapatkan informasi dan penjelasan dari peneliti tentang prosedur dan manfaat penelitian serta resiko yang mungkin terjadi saat penelitian. Maka saya menyatakan sudah memahami informasi dan penjelasan yang diberikan oleh peneliti. Jakarta, 2010 --------------------------------------- Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010