taktil-kinestetik terhadap perkembangan perilaku neonatus pr

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI AUDITORI-VISUALTAKTIL-KINESTETIK TERHADAP PERKEMBANGAN
PERILAKU NEONATUS PREMATUR DI RUANG
PERINATOLOGI RS CIPTO MANGUNKUSUMO
JAKARTA
TESIS
LUCI FRANSISCA SITUMORANG
0806446473
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
DEPOK, JULI 2010
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI AUDITORI-VISUALTAKTIL-KINESTETIK TERHADAP PERKEMBANGAN
PERILAKU NEONATUS PREMATUR DI RUANG
PERINATOLOGI RS CIPTO MANGUNKUSUMO
JAKARTA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu
Keperawatan
LUCI FRANSISCA SITUMORANG
0806446473
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
DEPOK, JULI 2010
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Bapa di surga atas kasih dan penyertaanNya sehingga
saya dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh pemberian stimulasi
auditori-visual-taktil-kinestetik
terhadap
perkembangan
perilaku
neonatus
prematur di ruang perinatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta”.
Penyusunan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Magister Ilmu Keperawatan dengan kekhususan keperawatan
anak.
Saya menyadari bahwa banyak pihak telah terlibat dan membantu saya dalam
penyelesaian tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Krisna Yetti, S.Kp., M.App.Sc., selaku pembimbing pertama dan
sekaligus juga Ketua Program Studi Magister dan Spesialis, yang telah
memberikan waktu, tenaga dan pikirannya membimbing saya dalam
penyusunan tesis ini.
2. Ibu Dessie Wanda, S.Kp., MN, selaku pembimbing kedua yang
memberikan
arahan
dan
bimbingan
serta
memotivasi
saya
telah
untuk
menyelesaikan tesis ini dengan baik.
3. Ibu Nani Nurhaeni, S.Kp., MN, selaku pendamping pembimbing pertama
sekaligus juga pembimbing akademik saya, yang telah membantu saya
selama proses perkuliahan, berdiskusi dalam pemilihan topik penelitian serta
penyusunan tesis ini.
4. Ibu Yeni Rustina, S.Kp., M.App.Sc, Ph.D., sebagai narasumber untuk
validitas isi dari instrumen yang saya gunakan dalam penelitian ini.
5. Direktur RSUPN Cipto Mangunkusumo, Kepala Departemen Ilmu Kesehatan
Anak dan Kepala Divisi Perinatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta
yang telah memberikan ijin kepada saya untuk melakukan penelitian di
RSUPN Cipto Mangunkusumo.
v
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
6. Kepala ruang perinatologi serta para perawat di special care nursery 3 dan 4
RSUPN Cipto Mangunkusumo yang telah membantu saya selama proses
pengambilan data.
7. Suami, orang tua dan mertua saya, serta seluruh keluarga besar saya yang
senantiasa memberikan doa, semangat dan dukungan kepada saya.
8. Teman-teman kekhususan keperawatan anak, atas kebersamaan, pertemanan
dan dukungan selama proses perkuliahan.
9. Semua pihak yang namanya tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima
kasih atas bantuannya.
Semoga hasil penelitian saya yang tertulis dalam tesis ini dapat memberikan
manfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan anak.
Depok, Juli 2010
Penulis
vi
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini :
Nama
: Luci Fransisca Situmorang
NPM
: 0806446473
Program
: Pasca Sarjana Magister Ilmu Keperawatan
Kekhususan
: Keperawatan Anak
Fakultas
: Ilmu Keperawatan
Jenis Karya
: Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty-free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : “Pengaruh Pemberian
Stimulasi Auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap Perkembangan Perilaku
Neonatus Prematur di ruang Perinatologi RS Cipto Mangunkusumo Jakarta”
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas Royalti
Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 8 Juli 2010
Yang menyatakan
(Luci Fransisca Situmorang)
vii
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
PROGRAM PASCASARJANA – FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
Tesis, Juli 2010
Luci Fransisca Situmorang
Pengaruh Pemberian Stimulasi Auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap
Perkembangan Perilaku Neonatus Prematur di Ruang Perinatologi RS Cipto
Mangunkusumo Jakarta
xv + 61 hal + 15 tabel + 4 gambar + 2 skema + 8 lampiran
Abstrak
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian stimulasi auditorivisual-taktil-kinestetik terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur di
ruang perinatologi RSCM Jakarta. Penelitian ini adalah penelitian quasi
experiment dengan disain one group pre and post test. Sampel penelitian
berjumlah 18 responden. Hasil penelitian terdapat perbedaan yang signifikan
antara perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah diberi stimulasi (p =
0,0005). Hasil seleksi bivariat menunjukkan bahwa usia gestasi, berat badan lahir
dan jenis kelamin bukan merupakan faktor perancu pada perilaku neonatus
prematur setelah diberi stimulasi. Hipotesis berupa adanya pengaruh pemberian
stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap perkembangan perilaku
neonatus prematur dapat dibuktikan dalam penelitian ini.
Kata Kunci
: Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik, Perilaku, Neonatus
Prematur
Daftar Bacaan
: 43 (1995 – 2009)
ix
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
UNIVERSITY OF INDONESIA
MASTER PROGRAM IN NURSING SCIENCE
MAJORING IN PEDIATRIC NURSING
POST GRADUATE PROGRAM-FACULTY OF NURSING
Thesis, July 2010
Luci Fransisca Situmorang
Effect of Stimulation of Auditory-visual-tactile-kinesthetic to the development of
Premature Neonates Behavior in Perinatology of Cipto Mangunkusumo Hospital
Jakarta
xv + 61 p. + 15 tables + 4 + 2 scheme drawings + 8 attachments
Abstract
This thesis aims to investigate the influence of stimulation of auditory-visualtactile-kinesthetic to the behaviour development of premature neonate. This study
is a quasi-experimental research with one group pre and post test design. The
samples were 18 respondents. The results there are significant differences
between the behavior of preterm neonates before and after a given stimulation (p
= 0.0005). Bivariate selection results showed that gestational age, birth weight
and gender is not a confounding factor in the premature neonate behavior after a
given stimulation. The hypothesis of the existence of the effect of stimulation of
auditory-visual-kinesthetic-tactile to the development of a premature neonate
behavior could be demonstrated in this study.
Keywords
:
Auditory-visual-tactile-kinesthetic
Premature Neonates
Reading list
: 43 (1995 - 2009)
ix
stimulation,
Behavior,
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………………………….
ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN …………………………………………
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………………
v
KATA PENGANTAR ………………………………………………………
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ……………………….
vii
ABSTRAK …………………………………………………………………. viii
ABSTRACT ………………………………………………………………...
ix
DAFTAR ISI………………………………………………………………..
x
DAFTAR TABEL …………………………………………………………..
xii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………
xiii
DAFTAR SKEMA …………………………………………………………
xiv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….
xv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
BAB 2
Latar Belakang ……………………………………………….
Rumusan Masalah ……………………………………………
Tujuan Penelitian …………………………………………….
Manfaat Penelitian ……………………………………………
1
6
7
7
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
2.2.
2.3.
2.4.
2.5.
Neonatus Prematur ………………………………………….
Konsep Perkembangan ………………………………………
Teori Perkembangan Anak ………………………………….
Model Sistem Perilaku Johnson ……………………………..
Intervensi Keperawatan Perkembangan : Stimulasi
“Auditori-visual-taktil-kinestetik”……………………………
2.6. Kerangka Teori ………………………………………………
x
9
12
13
19
22
27
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI
OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep ……………………………………………. 28
3.2. Hipotesis …………………………………………………….. 29
3.3. Definisi Operasional ………………………………………… 29
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian ………………………………………..
4.2 Populasi dan Sampel …………………………………………
4.3 Tempat Penelitian ……………………………………………
4.4 Waktu Penelitian …………………………………………….
4.5 Etika Penelitian ……………………………………………...
4.6 Alat Pengumpulan Data ……………………………………..
4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas ………………………………..
4.8 Prosedur Pengumpulan Data ………………………………..
4.9 Pengolahan Data …………………………………………….
4.10 Rencana Analisis Data ………………………………………
BAB 5
31
32
34
34
34
36
37
38
39
40
HASIL PENELITIAN
5.1. Analisis Multivariat …………………………………………. 42
5.2. Analisis Bivariat …………………………………………….. 46
5.3. Analisis Multivariat …………………………………………. 47
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1.
6.2.
6.3.
6.4.
BAB 7
Perilaku Neonatus Prematur ………………………………….
Alat Ukur Perilaku Neonatus Prematur ……………………..
Implikasi Keperawatan ……………………………………….
Keterbatasan Penelitian
32
55
57
58
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Rancangan Penelitian ………………………………………… 60
7.2. Populasi dan Sampel …………………………………………. 60
DAFTAR REFERENSI
x
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tahap perkembangan psikoseksual dan psikososial pada anak …...
14
Tabel 2.2 Perkembangan psikoseksual pada anak ……………………………
15
Tabel 2.3 Perkembangan psikososial pada anak ……………………………..
16
Tabel 2.4 Tahap perkembangan kognitif pada anak …………………………
17
Tabel 2.5 Tahap perkembangan sensorimotorik pada anak …………………
18
Tabel 2.6 Perkembangan daya lihat pada bayi ………………………….....
23
Tabel 2.7 Prosedur stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik pada neonatus..
25
Tabel 4.1 Analisis data ……………………………………………..
41
Tabel 5.1 Karakteristik responden
43
Tabel 5.2. Perilaku neonatus sebelum dan setelah stimulasi auditori-visualtaktil-kinestetik
44
Tabel 5.3 Uji normalitas data
46
Tabel 5.4 Perbedaan perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah
dilakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik
47
Tabel 5.5 Korelasi usia gestasi dengan perilaku neonatus prematur setelah
stimulasi
48
Tabel 5.6 Korelasi berat badan lahir dengan perilaku neonatus prematur
setelah stimulasi
48
Tabel 5.7 Korelasi jenis kelamin dengan perilaku neonatus prematur
setelah stimulasi
49
xii
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Model sistem perilaku Dorothy E. Johnson ……………………
21
Gambar 4.1 Disain penelitian ……………………………………………….
31
Gambar 5.1. Gambaran perilaku neonatus prematur sebelum stimulasi
auditori-visual-taktil-kinestetik ………………………………...
45
Gambar 5.2. Gambaran perilaku neonatus prematur setelah stimulasi
auditori-visual-taktil-kinestetik ………………………………...
45
xiii
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1. Kerangka teori ………………………………………………..
27
Skema 3.1
28
Kerangka konsep ……………………………………………..
xiv
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar pengkajian perilaku neonatus prematur
Lampiran 2 Prosedur stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik
Lampiran 3 Lembar permintaan menjadi responden penelitian
Lampiran 4 Lembar persetujuan menjadi responden penelitian
Lampiran 5 Keterangan lolos kaji etik
Lampiran 6 Permohonan ijin penelitian dan uji instrument penelitian
Lampiran 7 Ijin penelitian/pengambilan data dari bagian penelitian RSCM
Lampiran 8 Persetujuan penelitian dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSCM
xv
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian.
1.1. Latar Belakang
Neonatus merupakan istilah yang digunakan untuk bayi baru lahir sampai
berusia 28 hari. Neonatus prematur adalah bayi yang lahir dengan usia
gestasi kurang dari 37 minggu dihitung dari periode menstruasi terakhir
(Cloherty, Eichenwald & Stark, 2008).
Usia gestasi yang belum cukup mengakibatkan sistem organ tubuh pada
neonatus masih belum sempurna sehingga neonatus akan mengalami
kesulitan beradaptasi terhadap kehidupan di luar uterin. Bayi lahir prematur
sangat berisiko untuk mengalami permasalahan kardiopulmonal, respiratori,
gastrointestinal, otak, hiperbilirubinemia dan imunitas (Medoff-Cooper et al,
2005; Raju et al, 2006 dalam Winchester et al, 2009) yang mengakibatkan
rentan mortalitas. Kondisi tidak stabil ini membutuhkan perawatan stabilisasi
dan resusitasi di Neonatal Intensive Care Unit (NICU). Perawatan di NICU
mengakibatkan bayi mengalami berbagai tindakan invasif, rawat inkubasi
dan perpisahan sementara dengan orang tua terutama ibunya yang
mengakibatkan ikatan kasih sayang ibu – anak terganggu (Sanders &
Buckner, 2006). Lingkungan luar uterin pertama yang dialami neonatus
prematur adalah NICU, yang sangat berbeda dengan lingkungan neonatus
cukup bulan.
Interaksi yang terjadi secara terus menerus antara anak dan lingkungannya,
akan menentukan perkembangan perilaku anak (Bowden, Dickey &
Greenberg, 1998). Menjalani perawatan di NICU, mendapatkan tindakan
invasif, serta mengalami perpisahan dengan ibu merupakan stressor yang
cukup besar bagi neonatus prematur dan memiliki dampak jangka panjang
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
2
terhadap penurunan kesehatan, sensorik dan kognitif (Lucas-Thompson et al,
2009). Terbatasnya interaksi neonatus dengan ibu karena neonatus dirawat di
NICU dapat mengakibatkan kurangnya ikatan kasih sayang antara neonatus
dan ibu, keterlambatan perkembangan dan sindrom gagal tumbuh (Leitch,
1999; Lowdermilk & Perry, 2000; Nelson, 2003; Kennel & Klauss, 1998;
Schenk, Kelley & Schenk, 2005 dalam Sanders & Buckner, 2006).
Nyeri karena tindakan invasif yang dialami oleh bayi prematur sejak lahir
ternyata juga berkontribusi terhadap perubahan perkembangan sistem nyeri,
perilaku, kognisi dan pembelajaran saat di masa kanak-kanak nanti (Grunau,
Weinberg & Whitfield, 2004). Penelitian jangka panjang pada anak dengan
riwayat lahir prematur menunjukkan terdapat risiko lebih besar menderita
penyakit kronis; cerebral palsy; gangguan perkembangan motorik, visual
dan auditori serta gangguan perkembangan perilaku dan kognitif, yang dapat
mempengaruhi kemampuan akademik mereka saat usia sekolah dan remaja
(Reijneveld et al, 2006). Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Hawthorne
(2005), bahwa bayi yang lahir sangat prematur akan mengalami gangguan
sosial; kognitif; linguistik dan perilaku; serta penurunan auditori, visual dan
perkembangan neurologi.
Proses perkembangan perilaku merujuk pada perubahan kualitatif individu
dalam hal komunikasi, proses berpikir dan kemampuan mengembangkan
hubungan sosial sehingga terbentuk kepribadian yang unik. Istilah
perkembangan pada anak merupakan aspek perubahan bentuk atau fungsi
pematangan organ atau pun individu, termasuk perubahan aspek sosial atau
emosional akibat pengaruh lingkungan (Markum, 2002).
Perilaku neonatus risiko tinggi berbeda dengan neonatus cukup bulan yang
sehat dan perbedaan ini mempengaruhi proses interaksi bayi dengan
pengasuhnya (Brazelton & Nugent, 1995). Neonatus yang lahir cukup bulan
dan sehat akan mampu beradaptasi dengan lingkungan di luar uterin, relatif
cepat membentuk kontrol perilaku dan status fisiologis tubuh setelah proses
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
3
kelahiran (D’Apolito, 1991 dalam Brazelton & Nugent, 1995). Selain itu
neonatus cukup bulan juga menunjukkan pergerakan yang baik, status tidur
dan bangun yang jelas serta memiliki energi yang cukup untuk melakukan
interaksi. Sedangkan neonatus prematur belum memiliki kemampuan fungsi
fisiologis dan perilaku yang sesuai. Neonatus prematur sangat mudah
terstimulasi secara berlebihan sementara isyarat perilaku yang mereka
berikan sulit dimengerti oleh pengasuhnya. Neonatus ini kesulitan untuk
beradaptasi
terhadap
stimulus
lingkungannya
dengan
menunjukkan
disorganisasi fisiologis seperti perubahan warna kulit, peningkatan usaha
nafas, regulasi suhu tubuh yang buruk, belum sempurnanya fungsi digestif
dan organ tubuh, kondisi tidur yang buruk, kesulitan membentuk suatu
kebiasaan, serta bermasalah dalam mempertahankan postur tubuh dan
suasana relaks.
Ketidakstabilan perilaku neonatus prematur yang teridentifikasi setelah
dilakukan pengkajian perilaku, menunjukkan bahwa neonatus tersebut
membutuhkan intervensi keperawatan berupa pengasuhan, proteksi dan
stimulus (Johnson, 1980 dalam Tomey & Alligood, 2006). Pengkajian
perilaku dalam praktik klinik dilakukan untuk mengetahui kebutuhan akan
suatu intervensi dan mengevaluasi keefektifan suatu perlakuan (Blount &
Loiselle, 2009). Melalui proses pengkajian perilaku, perawat anak dapat
menentukan apakah perkembangan neonatus normal atau ada deviasi yang
kelak
memungkinkan
terjadinya
penelantaran
anak,
keterlambatan
perkembangan atau sindrom gagal tumbuh kembang. Hawthorne (2005)
mengatakan bahwa memahami perilaku bayi merupakan bagian vital dari
perawatan neonatus. Perawat berkontribusi dalam memfasilitasi keefektifan
fungsi perilaku pasien pada saat sebelum, selama dan sesudah sakit
(Johnson, 1980 dalam Tomey & Alligood, 2006). Perawatan perkembangan
neonatus ditujukan untuk membantu regulasi diri neonatus supaya
mendapatkan hasil kesehatan yang lebih baik (Als et al, 2003; Als et al, 1994
dalam Lucas-Thompson et al, 2008). Oleh karena itu intervensi dini yang
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
4
dapat meningkatkan perkembangan perilaku perlu dilakukan sejak bayi baru
lahir (Reijneveld et al, 2006).
Intervensi keperawatan berupa pengasuhan, proteksi dan stimulus sudah
menjadi
asuhan
keperawatan
standar
terhadap
neonatus.
Tetapi
perkembangan perilaku neonatus prematur perlu dipacu dengan memberikan
stimulasi tambahan yang bervariasi dan sesuai tahap tumbuh kembang,
diluar asuhan keperawatan standar untuk neonatus. Stimulasi tambahan
memberikan efek positif pada perkembangan, misalnya mengurangi apnea,
kondisi lebih stabil, meningkatkan berat badan, mengurangi gerak refleks
yang abnormal, keterampilan motorik dan sensorik yang superior saat
dilakukan pengkajian perilaku, serta pengurangan lama rawat inap
(Symington & Pinelli, 2000; Field, 1988 dalam Dieter & Emory, 1996).
Salah satu intervensi keperawatan perkembangan neonatus yang dapat
diberikan adalah stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik. Stimulasi ini
berupa rangkaian stimulus yang memberikan pengalaman sensorik dan
motorik pada neonatus sehingga neonatus dapat menunjukkan perilaku yang
sesuai dengan tahap tumbuh kembangnya.
Stimulasi ini bersumber pada teori kognitif Piaget, yang menyatakan bahwa
neonatus berada pada tahap sensorimotorik sehingga stimulus yang diberikan
seharusnya
berfungsi
untuk
memacu
perkembangan
sensorimotorik
neonatus. Pada tahap ini neonatus mempelajari diri sendiri dan lingkungan
melalui aktivitas sensorik dan motorik (Papalia, Olds & Feldman, 2002).
Pretorius, Naud & Van Vuuren (2002) menyatakan bahwa kematangan dan
perkembangan kognitif yang optimal tergantung pada persepsi auditori,
visual dan taktil-kinestetik. Stimulasi auditori dan visual akan membantu
meningkatkan akurasi koordinasi auditori-visual pada neonatus (Santrock,
1998). Stimulasi auditori dan visual membentuk persepsi sensori yang akan
membantu neonatus mempelajari lingkungannya sehingga neonatus dapat
mengeksplorasi lingkungan. Sedangkan stimulasi taktil-kinestetik terbukti
dapat memfasilitasi pertumbuhan dan pengaturan perilaku neonatus, bahkan
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
5
pada neonatus prematur sangat kecil sekalipun (Mathai et al, 2001;
Symington & Pinelli, 2000). Stimulasi taktil-kinestetik akan merangsang
pergerakan neonatus baik motorik kasar maupun motorik halus. Pengalaman
motorik akan mempertajam dan memodifikasi persepsi neonatus terhadap
apa yang akan terjadi jika neonatus bergerak dengan cara tertentu (Papalia,
Olds & Feldman, 2002). Symington dan Pinelli (2000) menyatakan bahwa
stimulasi auditori, visual, taktil dan vestibular dapat menurunkan kecepatan
pernafasan dan nadi serta meningkatkan kemampuan makan dan status
perilaku neonatus.
Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik akan diberikan kepada neonatus
lahir prematur (usia gestasi < 37 minggu) dengan berat badan lahir < 2500
gram. Stimulasi ini berlangsung selama ± 20 menit, diberikan minimal 45
menit setelah neonatus makan (Golchin et al, 2004), dilakukan sebanyak 1
kali per hari dan dilaksanakan secara serial selama 5 hari (Dieter et al, 2003;
Mathai et al, 2001; Kesharvarz, Babaee & Dieter, 2009). Intervensi yang
dilakukan serial dapat menunjukkan bagaimana sistem-sistem dalam tubuh
neonatus terintegrasi dari waktu ke waktu dan bagaimana sistem tersebut
terpengaruh oleh faktor-faktor lingkungan neonatus (Brazelton & Nugent,
1995). Selanjutnya pengaruh stimulasi ini terhadap perkembangan perilaku
neonatus prematur akan dilihat berdasarkan hasil pengkajian perilaku
neonatus tersebut.
Stimulasi
auditori-visual-taktil-kinestetik
merupakan
suatu
rangkaian
stimulus yang dapat digunakan dalam perawatan perkembangan neonatus di
Indonesia. Penelitian tentang stimulasi ini dilakukan di rumah sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada bulan Mei sampai Juni 2010. RSCM
merupakan rumah sakit rujukan nasional di Indonesia dan jumlah neonatus
yang dirawat di bagian perinatologi RSCM juga cukup tinggi. Pada tahun
2007 sebanyak 3.320 bayi lahir di RSCM dimana 27% dari jumlah tersebut
(897 bayi) memerlukan perawatan di NICU dan sekitar 25-30%
bayi
tersebut lahir prematur. Perincian kelahiran bayi prematur pada tahun 2007
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
6
adalah sebagai berikut : bayi dengan gestasi < 28 minggu sebanyak 1%,
gestasi 28-30 minggu sebanyak 2%, gestasi 31-32 minggu sebanyak 3%,
gestasi 33-34 minggu sebanyak 5% dan gestasi 35-36 minggu sebanyak 9%.
Pada bulan Juli 2008 sampai Juli 2009 terdapat 2.595 bayi yang lahir di
RSCM dimana 3,04% dari jumlah itu (790 bayi) lahir prematur (Roeslani,
2009). Peneliti belum menemukan adanya penelitian di Indonesia tentang
pengaruh stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap perkembangan
perilaku neonatus. Peneliti juga belum menemukan data tentang penerapan
stimulasi ini sebagai bagian dari asuhan keperawatan neonatus di berbagai
rumah sakit di Indonesia. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti
pengaruh pemberian stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap
perkembangan perilaku neonatus prematur di RSCM Jakarta.
1.2. Rumusan Masalah
Neonatus lahir prematur memiliki perilaku dan fungsi fisiologis yang
berbeda dengan neonatus cukup bulan. Bayi prematur memiliki fungsi organ
yang belum sempurna sehingga berpengaruh terhadap kemampuannya dalam
beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan di luar uterin. Untuk
memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan, bayi tersebut dirawat di
NICU dan sementara mengalami perpisahan dengan orang tuanya, terutama
ibu. Proses hospitalisasi yang dijalani oleh bayi prematur memiliki dampak
jangka panjang terhadap perkembangan perilakunya.
Intervensi keperawatan berupa pengasuhan, proteksi dan stimulus dapat
membantu mengoptimalkan proses perkembangan perilaku neonatus
prematur. Pemberian stimulasi sebagai bagian intervensi keperawatan
perkembangan neonatus dapat diberikan untuk memacu perkembangan
neonatus. Terdapat berbagai variasi stimulasi yang dapat digunakan untuk
memacu perkembangan perilaku neonatus prematur sehingga neonatus dapat
beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan ekstrauterin sesuai tahap
tumbuh kembangnya.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
7
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik
terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur di ruang
perinatologi RS Cipto Mangunkusumo.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Untuk mengetahui karakteristik neonatus prematur di ruang
perinatologi
RSCM (usia gestasi, berat badan lahir, jenis
kelamin dan usia saat pengkajian).
1.3.2.2. Untuk mengetahui perilaku neonatus prematur sebelum dan
setelah dilakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik di
ruang perinatologi RSCM.
1.3.2.3. Untuk
mengetahui
perbedaan
perkembangan
perilaku
neonatus prematur sebelum dan setelah dilakukan stimulasi
auditori-visual-taktil-kinestetik di ruang perinatologi RSCM.
1.3.2.4. Untuk mengetahui hubungan usia gestasi, berat badan lahir
dan jenis kelamin terhadap perkembangan perilaku neonatus
prematur.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Divisi Perinatologi RS Cipto Mangunkusumo
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
membuat pedoman pelayanan perawatan neonatal yang komprehensif
(memperhatikan dan memfasilitasi proses tumbuh dan kembang
neonatus) di ruang perinatologi RSCM Jakarta.
1.4.2. Masyarakat
Penelitian ini memberikan pengetahuan kepada masyarakat, terutama
orang tua dengan neonatus yang dirawat di rumah sakit, bahwa
neonatus menunjukkan respon terhadap berbagai stimulus yang
memungkinkan
neonatus
berinteraksi
dengan
lingkungannya,
termasuk dengan orang tua.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
8
1.4.3. Ilmu Keperawatan Anak
Penelitian ini dapat memberikan sumbangsih untuk memperkaya ilmu
keperawatan anak dalam hal tumbuh kembang anak. Hasil penelitian
ini dapat menjadi dasar bagi para perawat anak untuk memodifikasi
intervensi keperawatan yang diberikan pada neonatus sesuai dengan
karakteristik dan perkembangan perilaku neonatus sehingga pelayanan
keperawatan yang diberikan dapat meningkatkan proses tumbuh
kembang neonatus secara optimal.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang konsep neonatus prematur, konsep perkembangan dan
faktor-faktor yang mempengaruhi, teori perkembangan anak, model sistem
perilaku Johnson, intervensi keperawatan berupa stimulasi auditori-visual-taktilkinestetik dan kerangka teori.
2.1. Neonatus Prematur
Neonatus adalah bayi baru lahir sampai berumur 4 minggu (Markum, 2002;
Papalia, Olds & Feldman, 2002). World Health Organization (WHO)
menetapkan bayi yang lahir hidup sebelum 37 minggu kehamilan (dihitung
dari hari pertama haid terakhir) sebagai bayi prematur (Markum, 2002;
Cloherty, Eichenwald & Stark, 2008). Jika masa gestasi kurang dari 37
minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi itu
disebut neonatus kurang bulan – sesuai dengan masa kehamilan (Staf
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2005).
Neonatus prematur dapat diklasifikasikan berdasarkan usia gestasinya.
Cloherty, Eichenwald & Stark (2008) menyebutkan neonatus dengan usia
gestasi
antara 34-38 minggu disebut late preterm. Tetapi beberapa
penelitian mengklasifikasikannya secara berbeda-beda, misalnya usia gestasi
32-34 minggu disebut moderate preterm dan usia gestasi 34-36 mingu
disebut late preterm (Winchester et al, 2009). Grunau, Weinberg &
Whitfield (2004) mengklasifikasikannya menjadi extremely low gestational
age (≤ 28 minggu), very low gestational age (29-32 minggu) dan low
gestational age (33-< 37 minggu).
Neonatus prematur akan mengalami kesulitan tumbuh kembang karena
belum matangnya fungsi metabolisme, ginjal, hati, imunologik dan
hematologik. Sistem saraf juga masih imatur sehingga tidak memungkinkan
neonatus melakukan fungsi dasar untuk bertahan hidup, seperti refleks
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
10
menghisap. Nilai Appearance, Pulse, Grimace, Activity dan Respiration
effort (APGAR) yang rendah pada neonatus prematur merupakan indikasi
kuat neonatus risiko tinggi dan perlu perawatan intensif (Weinberger et al,
2000 dalam Papalia, Olds & Feldman, 2002). Selain itu berat badan lahir
(BBL) juga berpengaruh saat menentukan neonatus tersebut berisiko tinggi
atau tidak, karena semakin rendah BBL akan semakin tinggi risiko neonatus
prematur tersebut (McIntire et al, 1999 dalam Papalia, Olds & Feldman,
2002). Istilah yang digunakan untuk menyebut BBL kurang dari 2.500 gram
adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Istilah Berat Lahir Sangat Rendah
(BBLSR) digunakan pada bayi yang berat lahirnya kurang dari 1.500 gram
dan Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) digunakan untuk
berat lahir kurang dari 1.000 gram (Indrasanto et al, 2008; Cloherty,
Eichenwald & Stark, 2008).
Neonatus dengan BBL 1000-1500 gram cenderung mempunyai kepala yang
relatif lebih bulat dan lebih besar dibandingkan dengan ukuran tubuhnya;
kulitnya lebih mengkilat, secara sepintas tampak lemah, atonik atau
hipotonik, gerakan ekstremitas sangat minimal dan bunyi suara sangat
lemah. Refleks genggam, moro dan hisap neonatus prematur juga lemah;
reaksinya terhadap keadaan lapar sangat kurang. Pada neonatus ini sulit
untuk menentukan status bangun dan tidur, meskipun sebenarnya masih
dapat distimulasi dengan rangsangan yang lebih kuat (Markum, 2002).
Neonatus prematur yang mempunyai BBL 1500-2000 gram terlihat lebih
aktif, kulit mengandung lebih banyak jaringan subkutan, ukuran kepala tidak
terlampau besar, tonus otot cukup baik, refleks genggam dan moro lebih
nyata, serta dengan mudah dapat diperkirakan pola tidurnya. Bayi mampu
memfiksasi pandangannya terhadap suatu obyek dan yang terpenting adalah
kemampuannya untuk menetek, karena refleks hisapnya cukup kuat
(Markum, 2002).
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
11
Neonatus dengan BBL 2000-2500 gram umumnya mempunyai penampilan
seperti bayi cukup bulan dalam ukuran yang lebih kecil, karena dari aspek
perkembangannya sukar dibedakan. Bayi ini mempunyai tonus otot yang
baik dan menangis cukup keras (Markum, 2002).
Kenaikan berat badan rata-rata neonatus prematur dalam 1 tahun pertama
sama dengan neonatus cukup bulan, yaitu 6-7 kg. Meskipun pada waktu lahir
neonatus prematur memperlihatkan penampilan yang lebih hidup dan aktif
dari neonatus cukup bulan, namun dalam kurun waktu sampai umur 1 tahun,
bayi tersebut akan tetap tertinggal dalam tingkat perkembangannya oleh bayi
cukup bulan. Kesenjangan ini berkaitan dengan derajat prematuritasnya dan
biasanya akan menghilang setelah umur 2 tahun bila tidak ada pengaruh
negatif lainnya (Markum, 2002).
Kelahiran prematur dapat disebabkan oleh faktor ibu dan faktor janin (Staf
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2005). Faktor ibu berupa penyakit,
usia ibu dan keadaan sosial ekonomi. Penyakit yang dapat menyebabkan
prematuritas adalah penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan,
misalnya toksemia gravidarum dan perdarahan antepartum, ataupun penyakit
lain seperti diabetes melitus, infeksi akut atau adanya tindakan operasi saat
hamil. Angka kejadian prematuritas tertinggi terjadi pada ibu yang berusia
dibawah 20 tahun dan pada multigravida yang jarak antar kelahirannya
terlalu dekat. Kejadian prematuritas terendah adalah pada ibu usia 26-35
tahun. Keadaan sosial ekonomi juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya
prematuritas, dimana kejadian tertinggi terjadi pada golongan sosialekonomi rendah. Sedangkan faktor janin dapat berupa kehamilan
hidramnion, yang selain mengakibatkan prematuritas juga mengakibatkan
berat badan lahir rendah.
Kelainan perkembangan lebih sering ditemukan pada bayi lahir prematur
daripada bayi lahir cukup bulan, yang biasanya meliputi kelainan fungsi
intelektual atau motorik. Selanjutnya pada masa neonatal, bayi tersebut lebih
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
12
rentan terhadap kelainan rangsang sensorik atau sosial, yang disebabkan oleh
lamanya masa isolasi dan terbatasnya hubungan dengan lingkungan selama
perawatan. Atas dasar ini dalam perawatan neonatus prematur sekecil apa
pun dianjurkan partisipasi ibu, sejauh aspek perawatan memungkinkannya
(Markum, 2002).
2.2. Konsep Perkembangan
Perkembangan adalah pola perubahan yang dimulai sejak masa konsepsi dan
terus berlangsung di sepanjang rentang kehidupan (Santrock, 1998).
Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat
dengan organ yang dipengaruhinya, sehingga terjadi pertambahan struktur
dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak
halus, bicara, bahasa, sosialisasi dan kemandirian (Depkes, RI, 2006).
Pola perkembangan merupakan sesuatu yang kompleks karena melibatkan
berbagai proses, yaitu proses biologis, kognitif dan sosioemosional
(Santrock, 1998). Proses biologis meliputi perubahan alami pada fisik setiap
individu. Proses kognitif meliputi perubahan pada cara pikir, kecerdasan, dan
bahasa. Proses sosioemosional meliputi perubahan individu dalam hal
berinteraksi dengan orang lain, perubahan emosi dan perubahan kepribadian.
Tahapan perkembangan anak terdiri dari 5 periode, yaitu periode pranatal,
periode bayi, periode kanak-kanak awal, periode kanak-kanak pertengahan
dan periode kanak-kanak akhir (Hockenbery & Wilson, 2009; Bowden,
Dickey & Greenberg, 1998). Masa pranatal dimulai dari sejak terjadinya
konsepsi sampai kelahiran. Neonatus baru lahir sampai usia 1 tahun
merupakan periode bayi. Masa kanak-kanak awal berlangsung saat anak
berusia 1 tahun sampai 6 tahun, terbagi menjadi tahap todler (1-3 tahun) dan
tahap prasekolah (3-6 tahun). Selanjutnya anak memasuki periode kanakkanak pertengahan, yang berlangsung pada usia 6-11 atau 12 tahun. Periode
kanak-kanak pertengahan dikenal juga sebagai tahap usia sekolah. Periode
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
13
yang terakhir adalah masa kanak-kanak akhir (usia 11-18 tahun) yang terbagi
menjadi masa prapubertas (10-13 tahun) dan masa remaja (13-18 tahun).
Kualitas tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Yang
merupakan faktor internal adalah ras/etnik, keluarga, umur, jenis kelamin,
genetik dan kelainan kromosom (Depkes RI, 2006). Jenis kelamin
merupakan karakteristik individu yang diasosiasikan dengan perilaku
pengaturan diri pada neonatus prematur (Foreman, Thomas & Blackburn,
2008). Penelitian Boatella-Costaa et al (2006) menunjukkan bahwa neonatus
perempuan lebih tinggi dalam hal orientasi auditori, kewaspadaan dan
regulasi diri dibandingkan neonatus laki-laki. Sementara itu neonatus lakilaki lebih peka rangsang (iritabilitas) dibandingkan dengan neonatus
perempuan.
Faktor eksternal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak dibagi menjadi
faktor pranatal, faktor persalinan dan faktor paskasalin. Menurut Depkes RI
(2006) yang termasuk dalam faktor pranatal adalah gizi ibu, posisi fetal,
endokrin, radiasi, infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio dan status
psikologi ibu. Sedangkan faktor persalinan terjadi jika pada saat proses
persalinan ada komplikasi persalinan pada bayi, misalnya trauma kepala atau
asfiksia. Faktor paskasalin terdiri dari gizi bayi, penyakit kronis/kelainan
kongenital, lingkungan fisis dan kimia, psikologis anak, endokrin, sosioekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi dan obat-obatan (Depkes RI,
2006).
2.3. Teori-teori perkembangan anak
Para pakar perkembangan telah mengembangkan berbagai teori tentang
perkembangan
anak,
diantaranya
adalah
teori
psikoanalitik
(teori
psikoseksual Freud dan teori psikososial Erikson) dan teori kognitif Piaget.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
14
2.3.1. Teori Psikoanalitik
Perspektif psikoanalitik memandang perkembangan sebagai sesuatu
yang dibentuk oleh kekuatan bawah sadar, yang memotivasi perilaku
manusia (Papalia, Olds & Feldman, 2002). Teori psikoanalitik yang
paling sering digunakan ada 2, yaitu teori psikoseksual Freud dan teori
psikososial Erikson yang secara ringkas ditampilkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1.
Tahap perkembangan psikoseksual dan psikososial pada anak
No
Periode
Perkembangan
Psikoseksual
(Freud)
1
Bayi
Oral
2
Batita (Todler)
Anal
3
4
5
Prasekolah
Usia sekolah
Remaja
Falik
Latensi
Genital
Psikososial
(Erikson)
Percaya vs Tidak percaya
Otonomi vs Rasa malu &
ragu
Inisiatif vs Rasa bersalah
Industri vs Inferioritas
Identitas vs Difusi peran
2.3.1.1.Teori Psikoseksual
Teori psikoseksual dikembangkan oleh Sigmund Freud (18561939), seorang dokter spesialis neurologi. Freud berpendapat
bahwa manusia ingin mengalami kesenangan fisik sejak dari
lahir.
Freud juga berkeyakinan bahwa setiap orang lahir
dengan tuntutan biologis yang harus diarahkan supaya orang
tersebut
bisa
ketidakseimbangan
hidup
dalam
emosional
masyarakat.
individu
terletak
Sumber
pada
pengalaman traumatis masa kanak-kanak. Freud mengatakan
bahwa kepribadian dibentuk pada masa kanak-kanak, dimana
anak-anak menghadapi berbagai konflik antara dorongan
naluri dengan tuntutan hidup bermasyarakat (Papalia, Olds &
Feldman, 2002).
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
15
Konflik yang dialami anak-anak tampak pada 5 tahap
perkembangan dalam teori psikoseksual Freud dimana setiap
tahap dikarakteristikkan dengan sensitivitas bagian tubuh
tertentu atau yang disebut area erogen (Kail, 2001). Tiga tahap
pertama, yaitu tahap oral, anal dan falik, merupakan tahap
yang krusial karena stimulus yang anak-anak terima pada ke-3
tahap awal ini akan melekat dalam diri mereka dan akan
berpengaruh terhadap kepribadian saat dewasa (Papalia, Olds
& Feldman, 2002). Menurut Freud, perkembangan akan
berlangsung pesat jika kebutuhan anak dapat dipenuhi sesuai
tahap perkembangannya.
Tabel 2.2
Perkembangan psikoseksual pada anak
No
Tahap
Perkembangan
1
Oral
Kesenangan anak berpusat pada area sekitar
mulut, misalnya : menghisap, menggigit,
mengunyah.
Tindakan-tindakan
ini
mengurangi ketegangan pada anak.
2
Anal
Kesenangan anak terkait dengan anus atau
fungsi eliminasi terkait anus. Gerakan melatih
otot anus mengurangi ketegangan pada anak.
3
Falik
Kesenangan anak berfokus pada area genital
dimana anak menemukan suatu manipulasi
diri yang menyenangkan.
4
Anak menekan semua ketertarikan akan
Latensi seksualitas dan mulai mengembangkan
keterampilan sosial dan intelektual.
5
Ketertarikan seksual anak muncul kembali
tetapi sumbernya berasal dari seseorang di luar
keluarga. Jika anak remaja mampu
menyelesaikan konflik dengan orang tuanya,
Genital
maka remaja tersebut akan mampu
mengembangkan hubungan percintaan yang
matang dan dapat berfungsi sebagai orang
dewasa yang mandiri.
Sumber : Santrock (1998). Child development, 8th edition.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
16
2.3.2.2.Teori Psikososial
Teori psikososial dikembangkan oleh Erik Erikson (19021994). Teori ini menekankan bahwa aspek perkembangan
psikologis dan sosial lebih penting daripada aspek fisik dan
biologis (Kail, 2001). Erikson mengemukakan 5 tahap
perkembangan anak dimana setiap tahapan memiliki tugas
perkembangan tertentu yang menghadapkan individu pada
suatu krisis. Perkembangan yang sehat terjadi jika anak
mampu
menyelesaikan
krisis
dengan
baik.
Erikson
menyatakan bahwa tahap awal perkembangan psikososial
adalah pondasi bagi perkembangan selanjutnya.
Tabel 2.3
Perkembangan psikososial pada anak
No
Tahap
Tantangan Perkembangan
1
Percaya vs
Tidak Percaya
Mengembangkan
rasa
bahwa
lingkungan aman, merupakan tempat
yang baik.
2
Otonomi vs
Rasa malu dan
ragu
Menyadari bahwa seseorang adalah
individu yang independen, yang dapat
membuat keputusan sendiri.
3
Inisiatif vs
Rasa bersalah
Mengembangkan keinginan untuk
mencoba sesuatu yang baru dan
mengatasi kegagalan.
4
Industri vs
inferioritas
Mempelajari
keterampilanketerampilan dasar dan bekerja sama
dengan orang lain.
5
Identitas vs
difusi peran
Mengembangkan rasa percaya diri
yang mantap dan terintegrasi.
Sumber : Kail (2001). Children and their development, 2nd edition.
Resolusi masalah yang baik membutuhkan keseimbangan
antara perkembangan yang positif dan negatif. Perkembangan
positif memang harus lebih dominan, tetapi perkembangan
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
17
negatif juga diperlukan oleh anak. Misalnya pada tahap
perkembangan awal (percaya versus tidak percaya), tugas
perkembangan anak bertujuan supaya anak mempercayai
lingkungannya. Tetapi anak juga perlu belajar tidak percaya
terhadap lingkungannya supaya anak dapat melindungi diri
dari bahaya (Papalia, Olds & Feldman, 2002).
2.3.2. Teori Kognitif
Teori ini dikembangkan oleh Jean Piaget (1896-1980), seorang
psikolog Swiss. Perspektif teori ini berfokus pada bagaimana anakanak berpikir dan bagaimana pikiran mereka berubah dari waktu ke
waktu (Kail, 2001) serta perilaku yang muncul dari proses pikir ini
(Papalia, Olds & Feldman, 2002). Piaget menekankan bahwa anakanak secara aktif mengembangkan area kognitifnya sendiri, bukan
hanya karena lingkungan yang memasukkan informasi ke dalam
pikiran anak-anak (Santrock, 1998).
Tabel 2.4
Tahap perkembangan kognitif pada anak
No
1
2
3
4
5
Usia perkembangan
0-2 tahun
2-4 tahun
4-7 tahun
7-11 tahun
11-15 tahun
Kognitif (Piaget)
Sensorimotorik
Praoperasional : fase prakonseptual
Praoperasional : fase intuitif
Operasional konkret
Operasional formal
Dalam setiap tahap pikiran anak mengembangkan cara-cara baru
untuk berperilaku. Tahapan perkembangan ini berdasarkan 3 prinsip
yang saling berhubungan yaitu pengaturan (organization), adaptasi
(adaptation)
dan
keseimbangan
(equilibrium).
Organization
merupakan kecenderungan untuk terus menciptakan struktur kognitif
yang kompleks : sistem pengetahuan atau cara berpikir. Adaptasi
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
18
merupakan istilah Piaget tentang bagaimana anak-anak mengatasi
perbedaan antara hal-hal baru yang diterimanya dengan hal-hal yang
sebelumnya telah diketahuinya. Sedangkan keseimbangan adalah
usaha konstan untuk keseimbangan yang stabil.
Pada tahap sensorimotorik, anak mempelajari diri sendiri dan
lingkungan melalui perkembangan aktivitas sensorik dan motorik.
Tahap sensorimotorik terdiri dari 6 tahap seperti tampak pada tabel
2.5. Selama proses 5 tahap pertama, anak belajar mengkoordinasikan
input yang diperoleh indra dan kemudian mengatur aktivitas sesuai
dengan lingkungan. Sedangkan pada tahap terakhir, anak berkembang
dari pembelajaran berdasarkan trial-and-error menjadi pembelajaran
dengan menggunakan simbol dan konsep
untuk memecahkan
masalah
awal
sederhana.
Proses
perkembangan
kognitif
ini
kebanyakan berlangsung melalui reaksi sirkular, dimana anak belajar
untuk menciptakan kembali kejadian-kejadian yang menyenangkan
yang tanpa sengaja ditemukannya (Papalia, Olds & Feldman, 2002).
Tabel 2.5
Tahap perkembangan sensorimotorik pada anak
Tahap
Usia
Perkembangan
Gerak
refleks
0-1
bulan
Neonatus mempelajari gerak refleks untuk
memperoleh kontrol atas gerak refleks ini.
Neonatus
menunjukkan
suatu
perilaku
walaupun stimulus sebenarnya tidak tampak.
1-4
bulan
Bayi mengulangi perilaku menyenangkan yang
ditemukannya pertama kali (misal : menghisap
tangan). Aktivitas berfokus pada tubuh bayi.
Bayi membuat adaptasi pertama, yaitu
menghisap berbagai benda. Bayi mulai
mengkoordinasikan berbagai informasi sensori
(penglihatan dan pendengaran) dan mulai
menggenggam benda.
Reaksi
sirkular
pertama
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
19
Tahap
Reaksi
sirkular
kedua
Koordinasi
kedua
skema
Reaksi
sirkular
ketiga
Kombinasi
mental
Usia
Perkembangan
4-8
bulan
Bayi lebih tertarik pada lingkungan. Bayi
mengulangi
tindakan-tindakan
yang
memberikan pengalaman menyenangkan
(misal : menggoyangkan kerincingan).
8-12
bulan
Perilaku mulai ada tujuan dan lebih
dipikirkan, bayi mengkoordinasikan skema
yang telah dipelajarinya (misal : melihat dan
menggenggam kerincingan) untuk mencapai
tujuan
tertentu
(merangkak
untuk
mengambil mainan). Bayi juga sudah mulai
mengantisipasi suatu kejadian.
12-18
bulan
Batita menunjukkan rasa ingin tahu dan
eksperimen. Batita memodifikasi tindakan
untuk melihat hasil yang berbeda-beda
(misal : menggoyangkan kerincingan yang
berbeda-beda untuk mendengar perbedaan
suara). Batita mencoba aktivitas baru dan
menggunakan
trial-and-errorr
untuk
memecahkan masalah.
1,5-2
tahun
Batita mulai menggunakan symbol dan
konsep, serta mulai mendemonstrasikan
pengertian yang mendalam. Batita mulai
berpikir tentang suatu kejadian dan
mengantisipasi konsekuensi.
Sumber : Papalia, Olds & Feldman (2002). A child’s world, Infancy through
adolescence, 9th edition.
2.4. Model Sistem Perilaku Johnson
Model keperawatan ini dikembangkan oleh Dorothy E. Johnson (19191999). Johnson (1992) berpendapat bahwa ilmu dan seni keperawatan harus
berfokus pada pasien sebagai individu dan bukan kepada keberadaan
penyakit
yang
spesifik
(Tomey
&
Alligood,
2006).
Johnson
mengkonseptualisasikan manusia sebagai sebuah sistem perilaku dimana
hasil akhir yang menunjukkan bahwa manusia tersebut berfungsi adalah
perilaku yang dapat diobservasi. Oleh karena itu keperawatan berkontribusi
untuk memfasilitasi fungsi perilaku yang efektif pada saat sebelum, selama
dan sesudah pasien sakit.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
20
Model sistem perilaku Johnson terdiri dari 4 asumsi mayor, yaitu
keperawatan; manusia; kesehatan dan lingkungan. Keperawatan menurut
Johnson adalah sebuah kekuatan eksternal yang bertindak untuk
memelihara pengaturan perilaku pasien dengan memberikan penekanan
pada mekanisme regulatori atau penyediaan sumber daya jika pasien berada
dalam kondisi stres (Loveland-Chery & Wilkerson, 1983 dalam Tomey &
Alligood, 2006). Johnson memandang manusia sebagai sebuah sistem
perilaku dimana perilaku tersebut memiliki pola, berulang dan mempunyai
tujuan,
serta
dapat
menghubungkan
manusia
tersebut
dengan
lingkungannya. Sedangkan kesehatan adalah sesuatu yang elusif, sebuah
status dinamis yang dipengaruhi oleh faktor biologis, psikologis dan sosial.
Dalam teori Johnson, lingkungan terdiri dari semua faktor yang bukan
bagian dari sistem perilaku individu, tetapi dapat mempengaruhi sistem
tersebut.
Pengertian perilaku dalam model Johnson ini adalah hasil dari struktur
intraorganismik yang berproses secara koordinasi dan artikulasi serta
berespon terhadap perubahan stimulus sensorik. Sistem menurut Johnson
adalah semua hal yang berfungsi sebagai suatu kesatuan dari setiap bagian
yang saling tergantung. Maka sistem perilaku menekankan cara perilaku
yang memiliki pola, berulang dan mempunyai tujuan. Sistem perilaku ini
memiliki 7 subsistem yang saling berhubungan, yaitu (1) attachment –
affiliative, (2) dependency, (3) ingestive, ( 4) eliminative, (5) sexual, (6)
achievement, dan (7) aggressive – protective.
Setiap subsistem dapat dijelaskan dan dianalisis sesuai dengan tuntutan
struktur dan fungsional. Ada 4 elemen struktur yang teridentifikasi, yaitu
(1) tujuan, (2) latar belakang tindakan, (3) alternatif tindakan dan (4)
perilaku. Dan setiap subsistem juga memiliki 3 tuntutan fungsional, yaitu
(1) proteksi, (2) pengasuhan dan (3) stimulasi. Respon dari subsistem ini
dibentuk melalui motivasi, pengalaman dan pembelajaran serta dipengaruhi
oleh faktor biologis, psikologis dan sosial.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
21
Sumber : Tomey & Alligood [2006]. Nursing Theorists and Their Work
Gambar 2.1
Model sistem perilaku Dorothy E. Johnson
Sistem perilaku berusaha mencapai keseimbangan dengan beradaptasi
terhadap stimulus internal dan lingkungan. Status ketidakstabilan sistem
perilaku menunjukkan kebutuhan akan intervensi keperawatan. Dengan
mengidentifikasi sumber masalah dalam sistem akan menetapkan tindakan
keperawatan yang tepat sehingga hasilnya adalah mempertahankan atau
memulihkan keseimbangan sistem perilaku. Keperawatan dipandang
sebagai kekuatan regulatori eksternal yang bertindak untuk mengembalikan
keseimbangan sistem perilaku.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
22
2.5. Intervensi keperawatan perkembangan : Stimulasi auditori-visualtaktil-kinestetik
Stimulasi merupakan suatu proses memberikan rangsangan sensoris
tambahan dalam berbagai bentuk (visual, auditori, taktil, vestibular,
olfaktori) kepada bayi sebagai suatu intervensi terapeutik (Almli, 2005).
Stimulasi harus disesuaikan dengan kebutuhan neonatus, yang merupakan
pertimbangan perawat dalam merencanakan suatu intervensi (Thoman,
Ingersoll & Acebo, 1991 dalam Dieter & Emory, 1997). Pembagian spesifik
dan durasi setiap komponen stimulasi disesuaikan dengan status neonatus
dan reaksinya terhadap setiap stimulus (diukur dengan menggunakan
pengkajian perilaku). Tujuan pemberian stimulasi tambahan pada neonatus
prematur adalah (1) meningkatkan regulasi diri neonatus, (2) memfasilitasi
hubungan
neonatus
dengan
lingkungan,
dan
(3)
meningkatkan
perkembangan perilaku neonatus secara umum (Dieter & Emory, 1997).
Stimulasi sensoris, berupa auditori-visual-taktil-kinestetik melibatkan organ
sensoris pada neonatus, yaitu mata, telinga dan kulit. Telinga mulai
terbentuk pada kehamilan 5 minggu dan bentuknya menjadi lengkap pada
akhir trimester pertama (Bowden, Dickey & Greenberg, 1998). Pada usia
gestasi 26 minggu, fetus sudah memberikan respon terhadap suara. Pada
saat lahir, neonatus mampu membeda-bedakan suara dan
mampu
membedakan suara ibunya dari suara orang lain pada usia 12 jam setelah
lahir (Bowden, Dickey & Greenberg, 1998).
Perkembangan pembentukan mata pada akhir kehamilan 28 minggu adalah
mata mulai membuka dan pupil berespon terhadap cahaya. Fungsi visual
pada saat baru lahir terbatas, tetapi meningkat pesat pada usia selanjutnya
bersamaan dengan berkembangnya struktur mata (Bowden, Dickey &
Greenberg, 1998). Refleks berkedip muncul pada neonatus normal.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
23
Tabel 2.6
Perkembangan daya lihat pada bayi
No
1
Umur
0 – 2 minggu
a.
b.
c.
d.
e.
2
3
4
2 – 4 minggu
a. Mata dan kepala mengikuti benda sampai
sudut 90°
b. Kurang memperhatikan stimulus pada jarak
60 cm
c. Berkedip
merupakan
tanda
neonatus
mengenali suatu benda
6 – 12 minggu
a. Sadar akan benda bergerak
b. Kepala dan mata mengikuti benda pada sudut
180°
c. Tertarik pada benda berwarna terang
d. Kelenjar air mata berespon terhadap emosi
e. Neonatus mengenali tangannya sendiri
f. Mulai ada koordinasi motorik-visual
16 – 20 minggu
a. Ketajaman penglihatan 20/200
b. Tertarik pada stimulus dengan jarak lebih dari
90 cm
5
20 – 28 minggu
6
36 – 44 minggu
7
Perkembangan
Ketajaman penglihatan 20/300
Tampak nistagmus
Sadar terhadap stimulus visual pada jarak 2030 cm
Pupil membesar
Kelenjar air mata mulai berfungsi
1 tahun
a.
b.
c.
d.
e.
Lebih suka warna merah dan kuning terang
Mulai ada koordinasi mata-tangan
Muncul berkedip yang sebenarnya
Otot siliaris mulai berfungsi
Refleks akomodasi dan konvergen mulai
muncul
a. Ketajaman penglihatan 20/200
b. Mengenali dan mengikuti benda bergerak
dengan menggerakkan mata secara horisontal
dan vertikal
a.
b.
c.
d.
Diameter pupil terus meningkat
Ukuran kornea sama dengan dewasa (12 mm)
Ketajaman penglihatan 20/100
Mampu membedakan bentuk geometris
Sumber : Bowden, Dickey & Greenberg (1998). Children and Their Families.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
24
Stimulasi taktil (sentuhan dari kepala sampai kaki) dan kinestetik (gerak
ekstensi dan fleksi secara pasif pada ekstremitas) merupakan gabungan
rangsangan sensorik dan motorik. Taktil memberikan rangsangan sensorik
terhadap kulit. Sedangkan kinestetik merangsang pergerakan ekstremitas
sehingga neonatus dapat menunjukkan kemampuan motorik sesuai tahap
tumbuh kembangnya. Penelitian Moyer-Mileur et al (1995) menunjukkan
bahwa prosedur kinestetik yang dilakukan selama 4 minggu dapat
meningkatkan kadar mineral dan ketebalan tulang (Dieter & Emory, 1997).
Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik berdasarkan pada tahap tumbuh
kembang neonatus menurut Piaget dalam teori kognitif, yaitu tahap
sensorimotorik.
Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik diharapkan juga dapat memenuhi
tahap tumbuh kembang neonatus menurut Freud dan Erikson. Freud dalam
teori psikoseksual menyatakan bahwa neonatus berada pada tahap oral,
sedangkan Erikson dalam teori psikososial menyatakan bahwa neonatus
berada pada tahap percaya versus tidak percaya. Neonatus prematur belum
memiliki kemampuan menghisap yang memadai sehingga untuk pemenuhan
nutrisi dilakukan melalui selang (orogastric tube/nasogastric tube). Sehingga
tahap tumbuh kembang menurut Freud, yaitu tahap oral, belum dapat
dipenuhi karena neonatus tidak mendapat kepuasan dari mulutnya. Sementara
itu perawatan di NICU atau rawat inkubasi membatasi interaksi neonatus
dengan ibu atau orang tuanya, sehingga neonatus akan mengalami gangguan
dalam usaha mempercayai lingkungan sekitarnya. Maka dengan melakukan
stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik diharapkan dapat meningkatkan
interaksi sosial neonatus dengan lingkungannya sekaligus juga dapat
merangsang kemampuan oral neonatus.
Stimulus auditori dan visual akan membantu meningkatkan akurasi
koordinasi auditori-visual pada neonatus (Santrock, 1998). Persepsi sensori
neonatus akan membantu neonatus mempelajari lingkungannya sehingga
neonatus dapat beradaptasi dengan lingkungan (Papalia, Olds & Feldman,
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
25
2002; Dieter & Emory, 1996). Stimulasi taktil (sentuhan) dan kinestetik
(gerak ekstensi dan fleksi secara pasif pada ekstremitas) terbukti dapat
memfasilitasi pertumbuhan dan pengaturan perilaku neonatus, bahkan pada
neonatus prematur sangat kecil sekalipun (Mathai et al, 2001; Symington &
Pinelli, 2002). Pengalaman motorik akan mempertajam dan memodifikasi
persepsi neonatus terhadap apa yang akan terjadi jika neonatus bergerak
dengan cara tertentu (Papalia, Olds & Feldman, 2002).
Pelaksanaan stimulasi ini akan membutuhkan waktu ± 30 menit, dengan
perincian 5 menit untuk stimulasi auditori-visual dan 15 menit untuk
stimulasi taktil-kinestetik. Stimulasi ini akan dilaksanakan selama 5 hari
berturut-turut berdasarkan beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa
stimulasi taktil-kinestetik memberikan efek positif pada neonatus setelah 5
hari intervensi. Stimulasi dilakukan 45 menit setelah neonatus mendapatkan
makanandan pemberian stimulasi hanya dilakukan satu (1) kali setiap
harinya.
Tabel 2.7
Prosedur stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik pada neonatus
No
Stimulus
Prosedur
Keterangan
a. Peneliti dalam keadaan duduk. a. Stimulus
b. Pegang neonatus dalam posisi
dilakukan
wajah berhadapan (en face)
maksimal 2 kali
dengan peneliti pada sudut 45° b. Usahakan wajah
dan jarak 20-30 cm.
peneliti
tidak
c. Gerakkan kerincingan sesuai
berada
pada
dengan
lapang
pandang
lapang pandang
neonatus, kerincingan sambil
neonatus
dibunyikan.
1
AuditoriVisual
terhadap
benda mati
2
a. Peneliti dalam keadaan duduk. a. Stimulus
b. Pegang bayi dalam posisi
dilakukan
Auditoriwajah berhadapan (en face)
maksimal 2 kali
Visual
dengan peneliti pada sudut 45° b. Penting
terhadap
dan jarak 20-30 cm.
diperhatikan
benda hidup c. Gerakkan neonatus secara
bahwa tubuh dan
horisontal dan tetap dalam
kepala
bayi
posisi wajah berhadapan
disangga dengan
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
26
No
Stimulus
Prosedur
d.
a.
b.
c.
3
Taktil
a.
b.
4
Kinestetik
c.
a.
b.
c.
5
Taktil
Keterangan
sambil mengajak neonatus
bicara. Selanjutnya gerakkan
neonatus secara vertikal.
Gerakkan neonatus secara
horisontal dan vertikal pada
sudut 180°. Posisi wajah tetap
berhadapan dan ajak neonatus
bicara.
Neonatus diletakkan dalam
posisi prone.
Kedua telapak tangan peneliti
saling digosokkan sebelum
dilakukan sentuhan.
Dengan menggunakan kedua
telapak
tangan,
sentuhan
dimulai dari puncak kepala ke
leher dan bahu. Kemudian dari
punggung atas menuju ke
panggul terus sampai kedua
kaki. Selanjutnya sentuhan dari
bahu menuju kedua tangan
neonatus.
Neonatus diletakkan dalam
posisi supine.
Kedua
tangan
neonatus
digerakkan fleksi dan ekstensi,
masing-masing sebanyak 6
kali.
Kedua
kaki
neonatus
digerakkan fleksi dan ekstensi,
masing-masing sebanyak 6
kali.
Neonatus diletakkan dalam
posisi prone.
Kedua telapak tangan saling
digosokkan sebelum dilakukan
sentuhan.
Dengan menggunakan kedua
telapak
tangan,
sentuhan
dimulai dari puncak kepala ke
leher dan bahu. Kemudian dari
punggung atas menuju ke
panggul terus sampai kedua
kaki. Selanjutnya sentuhan dari
bahu menuju kedua tangan
neonatus.
maksimal
sehingga bayi merasa aman saat
dilakukan intervensi
a. Waktu 5 menit
b. Sentuhan
tanpa
menggunakan
minyak
Waktu 5 menit
a. Waktu 5 menit
b. Sentuhan
tanpa
menggunakan
minyak
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
27
Skema 2.1
Kerangka teori
Faktor Internal
a. Ras/etnik
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Genetik
e. Kelainan kromosom
Faktor Eksternal
a. Pranatal
• Gizi ibu
• Posisi fetal
• Endokrin
• Radiasi
• Infeksi
• Kelainan imunologi
• Anoksia embrio
• Psikologi ibu
b. Persalinan
c. Paskasalin
• Gizi bayi
• Penyakit kronis / kelainan
kongenital
• Psikologi anak
• Endokrin
• Sosio – ekonomi
• Ling. Pengasuhan
• Stimulasi
• Obat-obatan
Faktor Ibu
Faktor Janin
a. Penyakit saat hamil
b. Usia ibu
c. Sosial – ekonomi
a. Hidramnion
Neonatus lahir prematur (< 37 minggu)
Perkembangan
Tahap Sensorimotorik
Tahap Oral
Tahap Percaya versus
Tidak percaya
Perilaku Neonatus
Intervensi Keperawatan
Nurturance
Protection
Stimulasi auditori –
visual – taktil –
kinestetik
Stimulation
Sumber : Cloherty, Eichenwald & Stark (2008), Markum (2002), Depkes RI (2006), Tomey & Alligood (2006), Papalia, Olds & Feldman (2002), Kail (2001), Santrock
(1998)
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
28
BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
Bab ini akan membahas tentang kerangka konsep, hipotesis dan definisi
operasional yang digunakan dalam penelitian ini.
3.1. Kerangka Konsep
Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal
khusus. Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara
konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur (Notoatmodjo, 2005). Konsep
hanya dapat diamati atau diukur melalui bentuk variabel. Dalam penelitian
ini yang menjadi variabel independen (bebas) adalah stimulasi auditorivisual-taktil-kinestetik, variabel dependen adalah perilaku neonatus prematur
dan yang menjadi variabel perancu adalah usia gestasi, jenis kelamin dan
berat badan lahir. Hubungan berbagai variabel tersebut dapat dilihat pada
skema 3.1.
Skema 3.1.
Kerangka Konsep
Variabel Independen
Stimulasi auditorivisual-taktilkinestetik
Variabel Dependen
Perkembangan
perilaku neonatus
Neonatus lahir
prematur
Variabel Perancu
Usia gestasi, berat badan lahir
jenis kelamin
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
29
3.2. Hipotesis
3.2.1. Hipotesis Null (H0)
Tidak ada pengaruh pemberian stimulasi auditori-visual-taktilkinestetik terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur.
3.2.2. Hipotesis Kerja (Ha)
Ada pengaruh pemberian stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik
terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur.
3.3. Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi
Operasional
Cara Ukur
Hasil ukur
Observasi
Stimulasi 1x
sehari, 5 hari
berturut-turut
Skala
Independen
1
Stimulasi
auditorivisualtaktilkinestetik
Pemberian stimulus auditorivisual-taktilkinestetik untuk
merangsang perkembangan perilaku neonatus
Dependen
2
Perilaku
neonatus
Respon neonatus terhadap berbagai stimulus
Nilai absolut
Lembar
pengkajian
1 = Baik, nilai
perilaku
46-60
neonatus
2 = Cukup,
prematur,
nilai 30rentang
45
nilai 0-60
3= Kurang,
nilai < 30
Rasio
Ordinal
Perancu
3
Usia Gestasi Usia kehamilan
saat
neonatus
lahir
Kuesioner
1 = 33 - < 37
mg
2 = 29 - 32 mg
3 = ≤ 28 mg
Ordinal
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
30
No
Variabel
Definisi
Operasional
4
Berat badan Berat badan neolahir
natus saat lahir
5
Jenis
kelamin
Cara Ukur
Hasil ukur
Skala
Kuesioner
1 = 2000 –
< 2500 gr
2 = 1500 –
< 2000 gr
3 = 1000 –
< 1500 gr
4 = < 1000 gr
Ordinal
1 = Laki-laki
2 =Perempuan
Nominal
Karakteristik
Kuesioner
gender neonatus
saat lahir
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
31
BAB 4
METODE PENELITIAN
Bab ini membahas tentang rancangan penelitian, populasi dan sampel penelitian,
tempat penelitian, waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpulan data, uji
validitas dan reliabilitas, prosedur pengumpulan data, pengolahan data dan
analisis data.
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen-semu (quasi experiment),
yaitu studi eksperimental yang dalam mengontrol situasi penelitian
menggunakan cara non-randomisasi (Last, 2001 dalam Murti, 2003). Metode
ini dipilih karena keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau
memanipulasi semua variabel yang relevan (Danim, 2003).
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah one group pre and post
test design. Desain ini merupakan eksperimen kuasi dimana masing-masing
unit eksperimentasi (subyek ataupun kelompok) berfungsi sebagai kontrol
bagi dirinya sendiri, dan pengamatan variabel hasil dilakukan sebelum dan
sesudah perlakuan (Murti, 2003).
Gambar 4.1.
Disain penelitian
X3
X1
Intervensi
X2
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
32
Keterangan :
X1 : Perilaku neonatus prematur sebelum dilakukan intervensi
X2 : Perilaku neonatus prematur setelah dilakukan intervensi
X3 : Perbedaan perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah dilakukan
intervensi (X2 dibandingkan dengan X1)
4.2. Populasi dan Sampel
4.2.1. Populasi
Populasi adalah sekelompok subyek atau data dengan karakteristik
tertentu (Sastroasmoro, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh neonatus yang lahir prematur dan dirawat di ruang
perinatologi RS Cipto Mangunkusumo Jakarta.
4.2.2. Sampel
Sampel adalah elemen-elemen populasi yang dipilih atas dasar
kemampuan mewakilinya (Danim, 2003). Sampel pada penelitian ini
adalah neonatus yang lahir prematur dan dirawat di special care
nursery (SCN) 3 dan 4 ruang perinatologi RSCM Jakarta. Sampel
ditentukan dengan cara purposive sampling, yang merupakan salah
satu cara pengambilan sampel dengan metode non-probabilitas.
Kriteria sampel ditemukan atau ditentukan sendiri oleh peneliti sesuai
dengan masalah dan hipotesis penelitian, atau sampel bisa juga
ditentukan oleh pertimbangan pakar (Danim, 2003; Murti, 2003).
Sampel yang diambil harus memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:
a. Usia gestasi < 37 minggu
b. Berat badan lahir < 2500 gram
c. Usia neonatus saat penelitian maksimal 48 minggu paskakonsepsi
d. Neonatus pernah dirawat di NICU, mendapat terapi intravena,
terapi oksigen, pemberian makan lewat lambung atau rawat
inkubasi.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
33
e. Neonatus dirawat di ruang SCN 3 dan 4, tidak sedang mendapatkan
terapi intravena, terapi oksigen, pemberian makan lewat lambung
atau rawat inkubasi.
f. Orang tua menandatangani lembar persetujuan menjadi responden
penelitian.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah neonatus yang
mengalami kondisi tidak stabil secara medis saat proses penelitian.
Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut (Notoatmodjo, 2005):
1
N
N d
Keterangan :
N = besarnya populasi
n
= besarnya sampel
d
= tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,05)
Maka besarnya sampel adalah :
1
N
N d
1
66
66 0,05
56,4 ~ 56 orang
Untuk mengantisipasi terjadinya pengurangan sampel pada saat
pengambilan data, maka jumlah sampel ditambah 10% menjadi total
62 orang.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
34
Jumlah responden yang berhasil ditemukan untuk dijadikan sampel
dalam penelitian ini adalah 18 orang. Besar sampel ini lebih sedikit
dibandingkan jumlah sampel berdasarkan penghitungan dengan
menggunakan rumus diatas, tetapi besar sampel ini memenuhi jumlah
sampel minimal untuk penelitian eksperimen, yaitu 15 subyek per
grup (Kasjono & Yasril, 2009).
4.5. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SCN 3 dan 4 ruang perinatologi rumah sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan
nasional dimana angka kelahiran neonatus prematur cukup tinggi.
4.6. Waktu Penelitian
Keseluruhan penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli
2010. Khusus untuk pengambilan data dilakukan pada bulan Mei – Juni
2010.
4.7. Etika Penelitian
Penelitian intervensi yang berhubungan dengan manusia berkaitan erat
dengan keselamatan individu sebagai subyek penelitian, dalam arti individu
tidak dirugikan baik mereka sadari maupun tidak disadari (Pratiknya, 2007).
Cara yang dilakukan peneliti untuk mengurangi kerugian pada responden
adalah dengan memberikan informasi tentang tujuan dan manfaat penelitian.
Setiap responden diberikan kebebasan untuk memberikan persetujuan atau
menolak untuk menjadi subjek penelitian dengan cara menandatangani
informed consent atau surat pernyataan kesediaan (lampiran 4) yang telah
disiapkan oleh peneliti. Prinsip etik penelitian yang harus dipenuhi menurut
Burns & Grove (2003) adalah :
4.7.1. Right to self - determination
Responden mempunyai hak otonomi untuk berpartisipasi atau tidak
berpartisipasi dalam penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
35
responden adalah neonatus prematur, yang tidak mungkin dapat
memberikan persetujuan sendiri untuk ikut serta menjadi responden.
Maka peneliti/asisten peneliti meminta persetujuan untuk menjadi
responden kepada orang tua neonatus. Sebelumnya peneliti/asisten
peneliti memberikan penjelasan yang berisi tentang prosedur
penelitian, manfaat dan risiko yang mungkin terjadi kepada para orang
tua neonatus yang dijadikan responden. Orang tua juga diperkenankan
untuk membatalkan keikutsertaan bayinya dalam penelitian ini tanpa
ada konsekuensi apa pun. Total 27 orang tua yang dimintai
persetujuannya menyatakan setuju untuk mengikutsertakan bayinya
sebagai responden dalam penelitian ini. Tetapi selama proses
pemberian stimulasi terdapat 9 orang tua yang membatalkan
keikutsertaan bayinya sebagai responden dalam penelitian ini. Hal
tersebut dikarenakan orang tua membawa pulang paksa bayinya dari
perawatan di ruang perinatologi RSCM atau bayi tersebut memang
sudah diperbolehkan pulang dari perawatan di ruang perinatologi
RSCM. Maka tersisa 18 responden yang tetap menjadi sampel dalam
penelitian ini.
4.7.2. Right to privacy and dignity
Peneliti melindungi privasi dan martabat responden. Pelaksanaan
pengkajian perilaku serta stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik
pada neonatus prematur dilakukan sendiri oleh peneliti di ruang rawat
neonatus. Asisten peneliti terlibat dalam melakukan penilaian perilaku
neonatus. Keterlibatan orang lain sangat diminimalkan, tetapi orang
tua diperbolehkan untuk mengikuti proses pemberian stimulasi.
4.7.3. Right to anonymity and confindentialiy
Kerahasiaan identitas responden dijamin oleh peneliti. Setiap
responden diberi kode yang hanya diketahui oleh peneliti. Identitas
responden pada lembar pengkajian perilaku ditulis dengan kode angka
1-18 dan inisial bayi. Selama pengolahan data, analisis dan publikasi
hasil penelitian, identitas responden tetap dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
36
4.7.4. Right to fair treatment
Penelitian ini menggunakan desain one group pre and post test,
dimana responden penelitian ini hanya terdiri dari satu kelompok
intervensi. Seluruh responden dalam penelitian ini mendapatkan
stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik selama 5 hari berturut-turut
sebanyak 1 kali dalam sehari.
4.7.5. Right to protection from discomfort and harm
Keamanan dan kenyamanan responden dalam penelitian ini sangat
diperhatikan. Intervensi serta pengkajian perkembangan perilaku
neonatus dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi neonatus. Jika
kondisi neonatus tidak memungkinkan untuk tetap menjadi responden
sampai proses penelitian selesai, maka neonatus tersebut dikeluarkan
dari sampel. Semua neonatus yang menjadi responden dalam
penelitian ini berada dalam kondisi stabil sehingga bisa mengikuti
proses pemberian stimulasi dan pengkajian perilaku sampai selesai.
Tidak ada responden yang dieksklusikan karena kondisi yang tidak
stabil secara medis.
4.8. Alat Pengumpulan Data
Instrumen penelitian yang digunakan adalah Lembar Pengkajian Perilaku
Neonatus Prematur (lampiran 1), yang dikembangkan oleh peneliti
berdasarkan Neonatal Behaviour Assessment Scale (Brazelton & Nugent,
1995), Infant Stimulation Program (Almli, 2005) dan Neonatal reflexes
(Schott & Rossor, 2003; Plaster, 2007).
Lembar Pengkajian Perilaku Neonatus Prematur ini terdiri dari :
4.8.1. Kuesioner
Mengkaji data karakteristik neonatus prematur yang berupa identitas,
jenis kelamin, usia gestasi, usia saat pengkajian dan berat badan lahir.
4.8.2. Lembar pengkajian Perilaku Neonatus Prematur
Untuk
mengkaji
perkembangan
perilaku
neonatus
prematur.
Pengkajian perilaku neonatus prematur terdiri dari 20 kriteria, yaitu
respon terhadap cahaya, respon terhadap bunyi, respon terhadap
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
37
stimulasi taktil di kaki, refleks Babinski, tonic neck reflex, refleks
Moro, rooting reflex, refleks menghisap, refleks menggenggam,
refleks glabella, pull-to-sit, refleks berdiri, refleks berjalan, refleks
merangkak, gerakan defensif, orientasi visual-auditori terhadap
kerincingan, orientasi visual-auditori terhadap wajah dan suara,
iritabilitas, upaya saat neonatus menangis dan warna kulit. Masingmasing kriteria dinilai dengan skala 0 – 3 (4 skala).
4.9. Uji Validitas dan Realibilitas
4.9.1. Validitas
Validitas merupakan pernyataan tentang sejauh mana alat ukur
(pengukuran,
tes,
instrumen)
mengukur
apa
yang
memang
sesungguhnya hendak diukur (Murti, 2003; Danim, 2003). Validitas
isi merujuk pada sejauh mana sebuah instrumen penelitian memuat
rumusan-rumusan sesuai dengan isi yang dikehendaki menurut tujuan
tertentu (Danim, 2003).
Instrumen dalam penelitian ini yaitu Lembar Pengkajian Perilaku
Neonatus Prematur, dilakukan uji validitas isi berdasarkan hasil
konsultasi dengan pakar dalam bidang keperawatan neonatus. Pakar
yang dimintai pendapatnya adalah Ibu Yeni Rustina, PhD. dari
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Pendapat pakar
tersebut menyatakan bahwa Lembar Pengkajian Perilaku Neonatus
Prematur yang dirancang oleh peneliti dapat digunakan dalam
penelitian ini.
4.9.2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah tingkat konsistensi hasil yang dicapai oleh sebuah
alat ukur, meskipun digunakan secara berulang-ulang pada subyek
yang sama atau berbeda (Danim, 2003). Untuk mengetahui reliabilitas
suatu alat ukur dilakukan uji Cronbach Alpha. Bila Cronbach alpha
lebih besar daripada r tabel berarti variabel tersebut reliabel.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
38
Sedangkan jika Cronbach alpha lebih kecil dari r tabel maka variabel
tersebut tidak reliabel (Hastono, 2007).
Hasil uji realibilitas didapatkan bahwa cronbach alpha = 1,707.
Sementara itu pada tingkat kemaknaan 5% didapat angka r tabel
menurut Pearson product moment untuk degree of freedom (df) = 3
adalah 0,878. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa instrumen
lembar pengkajian perilaku neonatus prematur adalah reliabel, karena
cronbach alpha > r tabel.
Selanjutnya
akan
dilakukan
uji
interrater
reliability
untuk
menyamakan persepsi peneliti dengan asisten peneliti. Alat yang
digunakan untuk uji interrater reliability adalah uji statistik Kappa
(Hastono, 2007). Jika p value lebih besar daripada alpha (0,05) maka
berarti hasil uji Kappa tidak signifikan/bermakna. Tetapi jika p value
lebih kecil daripada alpha maka hasil uji Kappa signifikan, yang
berarti tidak ada perbedaan persepsi mengenai aspek yang diamati
antara peneliti dengan asisten peneliti.
Hasil uji Interrater reliability didapatkan koefisien Kappa sebesar
0,397 dan p value sebesar 0,029. Dengan hasil ini berarti p value <
alpha, berarti hasil uji Kappa bermakna dan kesimpulannya tidak ada
perbedaan persepsi mengenai aspek yang diamati antara peneliti
dengan asisten peneliti.
4.10. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu :
4.10.1. Persiapan
Sebelum pelaksanaan penelitian diperlukan surat ijin pengambilan
data penelitian (lampiran 5) dan surat lulus kaji etik (lampiran 6)
dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Kemudian
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
39
surat beserta proposal diserahkan kepada bagian penelitian RSCM
untuk ditindaklanjuti sesuai prosedur di RSCM (lampiran 7 dan 8).
4.10.2. Asisten peneliti
Asisten peneliti diperlukan dalam penelitian ini untuk melakukan
observasi dan penilaian perilaku neonatus prematur pada saat
dilakukan pengkaijan sesuai Lembar Pengkajian Perilaku Neonatus
Prematur oleh peneliti. Selain itu asisten peneliti juga membantu
peneliti dalam memberikan informed consent kepada orang tua
neonatus. Asisten peneliti terdiri dari 1 orang yang merupakan
perawat ruang perinatologi dengan pendidikan D3 keperawatan dan
pengalaman kerja di ruang perinatologi selama 6 tahun.
4.10.3. Pelaksanaan
4.10.3.1. Peneliti memilih responden sesuai kriteria inklusi.
4.10.3.2. Peneliti/asisten peneliti memberikan lembar persetujuan
sebagai tanda setuju untuk diikutsertakan dalam penelitian
kepada orang tua neonatus yang dipilih sebagai sampel.
4.10.3.3. Stimulasi dilakukan oleh peneliti, sedangkan asisten
peneliti melakukan observasi dan memberikan penilaian
saat pengkajian perilaku neonatus dilakukan.
4.10.3.4. Pengkajian perilaku neonatus prematur dilakukan pada hari
pertama sejak neonatus tersebut ditetapkan sebagai sampel
penelitian. Pengkajian yang ke-2 dilakukan pada hari ke-5
setelah pengkajian yang pertama.
4.10.3.5. Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik diberikan selama
5 hari berturut-turut sebanyak 1 kali setiap harinya. Jeda
waktu antara pemberian stimulasi dengan pengkajian
perilaku neonatus adalah 3 jam. Waktu 3 jam dipilih untuk
memberikan
neonatus
kesempatan
beristirahat
dan
mencegah neonatus tersebut terstimulasi secara berlebihan.
4.11. Pengolahan Data
Setelah semua data didapatkan, dilakukan tahap pengolahan data berikut :
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
40
4.11.1. Editing
Dilakukan untuk memastikan bahwa data yang diperoleh telah terisi
semua dengan lengkap, jelas, sesuai, konsisten dan relevan.
4.11.2. Coding
Data yang diperoleh diperiksa kelengkapannya dan kemudian
dilakukan pemberian kode untuk masing-masing variabel penelitian.
Proses ini berguna untuk memudahkan proses analisis dan
mempercepat entry data.
4.11.3. Processing
Setelah semua isian kuesioner lengkap dan benar serta telah
dilakukan pengkodean, selanjutnya data diproses dengan cara
memasukkan nilai-nilai yang sudah diperoleh ke dalam program
komputer.
4.11.4. Cleaning
Merupakan kegiatan pembersihan data yang telah dimasukkan
dengan cara mengecek ulang. Tujuan kegiatan ini adalah untuk
mengetahui adanya data yang hilang, variasi data dan konsistensi
data.
4.12. Analisis Data
4.12.1. Analisis Univariat
Tujuan analisis ini adalah untuk melihat gambaran distribusi
frekuensi dengan ukuran persentase dan proporsi dari masingmasing variabel. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan usia
neonatus saat pengkajian, jenis kelamin, usia gestasi, berat badan
lahir. Selanjutnya untuk data perkembangan perilaku neonatus
sebelum dan setelah dilakukan stimulasi ditampilkan dalam bentuk
mean, nilai minimal dan maksimal, standar deviasi serta nilai
interval kepercayaan.
4.12.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara
kedua variabel. Perbedaan perilaku sebelum dan setelah dilakukan
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
41
stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik pada neonatus prematur
dilakukan dengan menggunakan uji t dependen (paired t-test).
4.12.3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat bertujuan untuk melihat hubungan beberapa
(lebih dari 1) variabel independen dengan satu atau beberapa
variabel dependen pada waktu yang bersamaan (Hastono, 2007).
Analisis multivariat yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah
uji linear ganda karena variabel dependen berupa numerik. Sebelum
dilakukan analisis multivariat terlebih dahulu dilakukan seleksi
bivariat dari variabel perancu terhadap variabel dependen. Korelasi
usia gestasi dan berat badan lahir dengan perilaku neonatus
prematur dilakukan dengan menggunakan uji ANOVA. Sedangkan
korelasi jenis kelamin dengan perilaku neonatus prematur dilakukan
dengan menggunakan uji T independen.
Tabel 4.1.
Analisis data
No
Variabel
Independen
Variabel Dependen
Analisis
1
-
Perbedaan perilaku neonatus prematur sebelum dan
setelah diberikan stimulasi.
Uji t dependen
2
Usia gestasi
Perilaku neonatus prematur
Uji Anova
3
Berat badan
lahir
Perilaku neonatus prematur
Uji Anova
4
Jenis kelamin
Perilaku neonatus Prematur
Uji t
independen
5
Usia gestasi,
berat badan
lahir & jenis
kelamin
Perkembangan perilaku
neonatus prematur
Regresi Linear
Ganda
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
42
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Bab ini membahas tentang hasil penelitian setelah dilakukan analisis untuk
mengetahui karakteristik responden, perilaku neonatus prematur sebelum dan
setelah stimulasi, perbedaan perkembangan perilaku neonatus antara sebelum dan
setelah stimulasi serta hubungan usia gestasi, jenis kelamin dan berat badan lahir
terhadap perkembangan perilaku neonatus.
5.1. Analisis Univariat
5.1.1. Karakteristik responden
Karakteristik responden berupa jenis kelamin, usia gestasi, usia bayi
saat pengkajian dan berat badan lahir ditampilkan dalam bentuk
persentase dan proporsi seperti tampak pada tabel 5.1.
5.1.2. Jenis Kelamin
Hasil analisis univariat untuk data variabel jenis kelamin neonatus
prematur yang dirawat di ruang perinatologi RSCM menunjukkan
proporsi jenis kelamin laki-laki lebih besar (66,7%) daripada
perempuan (33,3%) seperti terlihat pada tabel 5.1.
5.1.3. Usia gestasi
Hasil analisis univariat untuk data variabel usia gestasi neonatus
prematur yang dirawat di ruang perinatologi RSCM menunjukkan
bahwa sebagian responden (50%) lahir pada usia gestasi 33 - < 37
minggu. Proporsi responden yang lahir pada usia gestasi 29–32
minggu adalah sebesar 38,9% dan responden yang lahir pada usia
gestasi ≤ 28 minggu sebesar 11,1% seperti terlihat pada tabel 5.1.
5.1.4. Usia responden saat pengkajian
Hasil analisis univariat untuk data usia responden pada saat dilakukan
pengkajian perilaku yang pertama menunjukkan bahwa usia
responden yang paling tua adalah 44 minggu paskakonsepsi (5,6%)
dan usia yang paling muda adalah 32 minggu paskakonsepsi (38,9%)
seperti terlihat pada tabel 5.1.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
43
5.1.5. Berat badan lahir
Hasis analisis univariat untuk variabel berat badan lahir menunjukkan
bahwa berat badan lahir tertinggi adalah 2200 gram (11,1%) dan berat
badan lahir terendah adalah 1000 gram (5,6%). Selanjutnya berat
badan lahir dikategorikan menjadi 4 kelompok, yaitu 2000 - < 2500
gram, 1500 - < 2000 gram, 1000 - < 1500 gram dan < 1000 gram.
Hasil analisis univariat menunjukkan sebagian (50%) responden
berada pada rentang berat badan lahir 1000 - < 1500 gram. Kemudian
sebanyak 33,3% responden berat lahirnya berada pada rentang 1500 < 2000 gram dan sisanya (16,7%) berada pada rentang 2000 - < 2500
gram seperti terlihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1.
Karakteristik responden
Karakteristik Neonatus Prematur
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Usia Gestasi
33 - < 37 minggu
29 – 32 minggu
≤ 28 minggu
Usia responden saat pengkajian
32 minggu paskakonsepsi
33 minggu paskakonsepsi
34 minggu paskakonsepsi
35 minggu paskakonsepsi
36 minggu paskakonsepsi
37 minggu paskakonsepsi
38 minggu paskakonsepsi
44 minggu paskakonsepsi
Berat badan Lahir
2000 - < 2500 gram
1500 - < 2000 gram
1000 - < 1500 gram
Total
n = 18
%
12
6
66,7
33,3
9
7
2
50
38,9
11,1
1
1
3
1
7
3
1
1
5,6
5,6
16,6
5,6
38,8
16,6
5,6
5,6
3
6
9
16,7
33,3
50
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
44
5.1.6. Perilaku neonatus prematur pada saat sebelum dan setelah dilakukan
stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik
Hasil pengkajian perilaku neonatus prematur pada saat sebelum dan
setelah stimulasi ditampilkan dalam tabel 5.2. dalam bentuk mean,
standar deviasi, nilai minimal dan maksimal serta nilai interval
kepercayaan.
Tabel 5.2
Perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah stimulasi auditorivisual-taktil-kinestetik
Variabel
Mean
Standar
Deviasi
Minimal Maksimal
95% CI
Perilaku Neonatus
sebelum stimulasi
Perilaku neonatus
setelah stimulasi
36,11
2,988
32 – 44
34,63 – 37,60
47,61
5,135
39 – 59
45,06 – 50,16
Hasil analisis menunjukkan rata-rata nilai pengkajian perilaku
neonatus prematur sebelum dilakukan stimulasi auditori-visual-taktilkinestetik adalah 36,11 (95% CI : 34,63 – 37,60), dengan standar
deviasi 2,988. Nilai terendah adalah 32 dan nilai tertinggi adalah 44.
Selanjutnya rata-rata nilai pengkajian perilaku neonatus prematur
setelah dilakukan stimulasi adalah 47,61 (95% CI : 45,06 – 50,16)
dengan standar deviasi 5,135. Nilai terendah adalah 39 dan nilai
tertinggi adalah 59.
Selanjutnya nilai perilaku neonatus prematur dikategorikan menjadi 3
kelompok yaitu baik jika nilai 46-60, cukup jika nilai 30-45, serta
kurang jika nilai < 30. Gambar 5.1. menunjukkan perilaku neonatus
prematur sebelum dilakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
45
Cukup
100
0%
Gaambar 5.1
p
seebelum stim
mulasi audito
oriGambarran perilakuu neonatus prematur
visual-taaktil-kinesteetik
Gambar 5.1
5 menunjuukkan bahw
wa perilaku neonatus prrematur seb
belum
dilakukann stimulasi auditori-v
visual-taktil--kinestetik adalah
cukup
c
(100%). Setelah neoonatus prem
matur menddapatkan stiimulasi aud
ditorivisual-takktil-kinestetiik, terdapatt perubahann perilaku. Neonatus yang
perilakunyya berubaah menjad
di kategorii baik seebanyak 72,2%
sedangkann sisanya (27,8%) kategori
k
cuukup. Peruubahan perrilaku
tersebut teerlihat padaa gambar 5.2
2.
BAIK
(72,2%)
CUKUP
(27,8%)
Gaambar 5.2
Unive
ersitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
46
Gambaran perilaku neonatus prematur setelah stimulasi auditorivisual-taktil-kinestetik
5.2. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat perbedaan perilaku neonatus
prematur sebelum dan setelah diberi stimulasi auditori-visual-taktilkinestetik. Sebelumnya terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan data secara
analitis, yaitu uji Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk. Dalam penelitian
ini uji normalitas data yang digunakan adalah Shapiro-Wilk karena jumlah
sampel ≤ 50. Data yang digunakan untuk uji normalitas data berupa data
numerik dari perilaku neonatus prematur. Hasil uji normalitas data
ditunjukkan dalam tabel 5.3 berikut ini.
Tabel 5.3.
Uji Normalitas Data
Kolmogorov-Smirnov
Perilaku neonatus
sebelum stimulasi
Perilaku neonatus
setelah stimulasi
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
.021
18
.054
.901
18
.059
.099
18
.200
.977
18
.919
Pada tabel 5.3 tampak nilai p untuk perilaku neonatus sebelum dan setelah
stimulasi lebih besar dari 0,05, yaitu 0,059 dan 0,919. Hal ini menunjukkan
data berdistribusi normal.
Selanjutnya analisis bivariat untuk melihat perbedaan perilaku neonatus
prematur sebelum dan setelah stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik
dilakukan dengan menggunakan uji t dependen (pairedtT-test) karena data
yang diuji adalah data dependen (berpasangan), berdistribusi normal dan
merupakan data numerik. Hasil uji ditunjukkan oleh tabel 5.4 berikut ini.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
47
Tabel 5.4
Perbedaan perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah
dilakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik
Perilaku Neonatus
Prematur
Sebelum Stimulasi
Setelah Stimulasi
Mean
SD
SE
p value
N
36,11
47,61
2,988
5,135
0,714
1,210
0,0005
18
Rata-rata nilai pengkajian perilaku neonatus prematur sebelum stimulasi
adalah 36,11 dengan standar deviasi 2,988. Pada pengkajian perilaku setelah
stimulasi didapat nilai rata-rata 47,61 dengan standar deviasi 5,135. Terlihat
nilai mean perbedaan antara sebelum dan setelah stimulasi adalah 11,50
dengan standar deviasi 2,147. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,0005,
maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara perilaku
neonatus prematur sebelum dan setelah stimulasi auditori-visual-taktilkinestetik. Berdasarkan data diatas dapat ditentukan bahwa H0 ditolak, yang
artinya ada pengaruh stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap
perkembangan perilaku neonatus prematur.
5.3. Analisis multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk melihat pengaruh variabel perancu usia
gestasi, jenis kelamin dan berat badan lahir terhadap variabel dependen
perilaku neonatus prematur. Sebelum melakukan analisis multivariat terlebih
dahulu dilakukan seleksi bivariat variabel perancu terhadap variabel
dependen. Variabel perancu yang dapat dilakukan
analisis multivariat
adalah variabel yang analisis bivariatnya mempunyai nilai p < 0,25.
5.3.1. Korelasi usia gestasi dengan perilaku neonatus prematur.
Analisis bivariat yang digunakan adalah uji ANOVA karena variabel
usia gestasi berupa kategorik dan dikelompokkan menjadi 3
kelompok, sedangkan variabel perilaku neonatus prematur berupa
numerik.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
48
Tabel 5.5
Korelasi usia gestasi dengan perilaku neonatus prematur setelah
stimulasi
Variabel
Usia Gestasi
33 - < 37 minggu
29 - 32 minggu
≤ 28 minggu
Mean
SD
95% CI
p value
46
50
46,50
4,500
6,055
0,707
42,54 – 49,46
44,40 – 55,6
40,15 – 52,85
0,304
Neonatus yang lahir pada usia gestasi 33 - < 37 minggu memiliki nilai
rata-rata perilaku 46 dengan standar deviasi 4,500. Pada neonatus
dengan usia gestasi 29 – 32 minggu, nilai rata-rata perilakunya adalah
50 dengan standar deviasi 6,055. Sedangkan neonatus lahir dengan
usia gestasi ≤ 28 minggu memiliki nilai rata-rata perilaku 46,50
dengan standar deviasi 0,707. Hasil uji statistik didapat nilai p =
0,304, yang berarti pada α = 5% dapat disimpulkan tidak ada
perbedaan yang bermakna diantara kelompok usia gestasi terhadap
perilaku neonatus prematur. Hasil uji ini menunjukkan tidak ada
hubungan antara usia gestasi dengan perkembangan perilaku neonatus
prematur.
5.3.2. Korelasi Berat Badan Lahir dengan Perilaku Neonatus Prematur.
Analisis bivariat yang digunakan adalah uji ANOVA karena variabel
berat badan lahir berupa kategorik dan dikelompokkan menjadi 3
kelompok, sedangkan variabel perilaku neonatus prematur berupa
numerik.
Tabel 5.6
Korelasi berat badan lahir dengan perilaku neonatus prematur setelah
stimulasi
Variabel
Berat Badan Lahir
2000 – < 2500 gr
1500 – < 2000 gr
1000 – < 1500 gr
Mean
SD
95% CI
p value
47
48,33
47,33
5,196
3,559
6,384
34,09 – 59,91
44,60 – 52,07
42,43 – 52,24
0,920
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
49
Neonatus yang lahir dengan berat badan 2000 - < 2500 gram memiliki
nilai rata-rata perilaku 47 dengan standar deviasi 5,196. Pada neonatus
dengan berat badan lahir 1500 - < 2000 gram, nilai rata-rata
perilakunya adalah 48,33 dengan standar deviasi 3,559. Sedangkan
neonatus yang lahir dengan berat badan 1000 - < 1500 gram memiliki
nilai rata-rata perilaku 47,33 dengan standar deviasi 6,384. Hasil uij
statistik didapat nilai p = 0,920, yang berarti pada α = 5% dapat
disimpulkan tidak ada perbedaan yang bermakna diantara kelompok
berat badan lahir terhadap perilaku neonatus prematur. Hasil uji ini
menunjukkan tidak ada hubungan antara berat badan lahir dengan
perkembangan perilaku neonatus prematur setelah stimulasi.
5.3.3. Korelasi Jenis Kelamin dengan Perilaku Neonatus Prematur.
Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji t independen
(independent t-test) karena variabel jenis kelamin berupa kategorik
yang dikotom, sedangkan variabel perilaku neonatus prematur berupa
numerik.
Tabel 5.7
Korelasi jenis kelamin dengan perilaku neonatus prematur setelah
stimulasi
Variabel
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Mean
SD
SE
p value
N
48,42
46,00
5,401
4,561
1,559
1,862
0,362
18
Neonatus dengan jenis kelamin laki-laki memiliki nilai rata-rata
perilaku 48,42
dengan standar deviasi 5,401. Sedangkan pada
neonatus dengan jenis kelamin perempuan, nilai rata-rata perilakunya
adalah 46,00 dengan standar deviasi 4,561. Hasil uji statistik didapat
nilai p = 0,362, yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna
diantara kelompok jenis kelamin terhadap perilaku neonatus prematur.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
50
Hasil uji ini menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin
dengan perkembangan perilaku neonatus prematur.
Pada tabel 5.5 dapat dilihat bahwa nilai p untuk variabel perancu usia gestasi
adalah 0,304 yang artinya variabel ini tidak dapat masuk dalam analisis
multivariat. Tabel 5.6 menunjukkan nilai p untuk variabel berat badan lahir
adalan 0,920, yang artinya juga variabel ini tidak dapat dianalisis multivariat.
Tabel 5.7 menunjukkan nilai p untuk variabel jenis kelamin adalah 0,362,
yang artinya variabel ini juga tidak dapat masuk analisis multivariat.
Hasil seleksi bivariat menunjukkan semua variabel perancu, yaitu usia
gestasi, jenis kelamin dan berat badan lahir, bukanlah merupakan faktor
perancu untuk perkembangan perilaku neonatus prematur. Ketiga variabel
tersebut memiliki nilai p > 0,25 sehingga tidak dapat dilakukan analisis
multivariat. Secara statistik berdasarkan analisis bivariat dapat disimpulkan
bahwa stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik memiliki pengaruh terhadap
perkembangan perilaku neonatus prematur, walaupun terdapat perbedaan
pada usia gestasi, jenis kelamin dan berat badan lahir neonatus.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
51
BAB 6
PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang perkembangan perilaku neonatus prematur
berdasarkan hasil analisis, alat ukur yang digunakan untuk menilai perilaku
neonatus prematur, implikasi hasil penelitian ini dalam keperawatan serta
keterbatasan penelitian.
6.1. Perilaku Neonatus Prematur
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa sebelum dilakukan stimulasi
auditori-visual-taktil-kinestetik, perilaku seluruh responden berada pada
kategori cukup. Setelah dilakukan stimulasi selama 5 hari berturut-turut
terjadi perubahan perilaku neonatus prematur, yaitu 72,2% responden
berada pada kategori baik dan sisanya berada pada kategori cukup.
Hasil analisis bivariat yang dilakukan untuk mengukur perbedaan perilaku
neonatus prematur sebelum dan setelah stimulasi auditori-visual-taktilkinestetik menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0,005)
antara perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah stimulasi. Hal ini
menunjukkan bahwa stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik memiliki
pengaruh terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur.
Hasil penelitian diatas menunjukkan telah terjadi peningkatan perilaku pada
neonatus prematur dan sekaligus juga menunjukkan bahwa tujuan
pemberian stimulasi tercapai. Dieter dan Emory (1997) menyatakan bahwa
tujuan pemberian stimulasi tambahan pada neonatus prematur adalah (1)
meningkatkan regulasi diri neonatus, (2) memfasilitasi hubungan neonatus
dengan lingkungan dan (3) meningkatkan perkembangan perilaku neonatus
secara umum.
Hasil penelitian diatas juga selaras dengan hasil penelitian Mathai et al
(2001) yang berjudul ”Effects of tactile-kinesthetic stimulation in preterm:
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
52
A controlled trial”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek stimulasi
taktil-kinestetik terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur.
Perilaku neonatus prematur diukur dengan menggunakan Brazelton Neurobehavior Assessment Scale dan hasilnya adalah peningkatan skor yang
signifikan pada beberapa kriteria perilaku neonatus. Hal ini menunjukkan
bahwa
stimulasi
taktil-kinestetik
memiliki
pengaruh
terhadap
perkembangan perilaku neonatus prematur.
Demikian juga dengan penelitian Symington dan Pinelli (2000) yang
berjudul ”Review : certain types of developmental care result in some
benefits for preterm infants”. Data diambil dari berbagai sumber
literatur/artikel baik elektronik maupun cetak yang berasal dari tahun 1966
sampai 2000. Penelitian ini menyatakan bahwa stimulus eksternal berupa
auditori, visual, taktil dan vestibular memiliki manfaat berupa peningkatan
status perilaku neonatus.
Neonatus prematur yang diberi stimulasi mengalami suatu proses
perkembangan. Perkembangan perilaku yang dialami oleh neonatus
merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat terhadap organ
yang dipengaruhinya sehingga terjadi pertambahan struktur dan fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus,
bicara, sosialisasi dan kemandirian (Depkes RI, 2006). Adanya perbedaan
perilaku antara sebelum dan setelah stimulasi auditori-visual-taktilkinestetik menunjukkan bahwa neonatus prematur tersebut dapat berfungsi
dengan baik karena menunjukkan perilaku yang dapat diobservasi. Perilaku
yang ditunjukkan oleh neonatus tersebut menurut Johnson (Tomey &
Alligood, 2006) merupakan hasil dari struktur intraorganismik yang
berproses secara koordinasi dan artikulasi serta berespon terhadap
perubahan stimulus sensorik.
Stimulus yang diberikan pada responden penelitian ini adalah stimulasi
auditori-visual-taktil-kinestetik. Stimulasi ini sebagai suatu intervensi
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
53
terapeutik dengan memberikan rangsangan sensoris tambahan dalam bentuk
auditori-visual-taktil-kinestetik kepada bayi (Amli, 2005), telah disesuaikan
dengan kebutuhan tumbuh kembang neonatus. Piaget dalam teorinya
menyatakan bahwa pada usia perkembangan 0-2 tahun, anak-anak
mengalami tahap perkembangan sensorimotorik. Oleh karena itu pemberian
stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik tepat untuk diberikan pada
neonatus untuk mengoptimalkan tumbuh kembang neonatus tersebut.
Depkes RI (2006) menyatakan bahwa stimulasi merupakan salah satu faktor
eksternal yang mempengaruhi kualitas tumbuh kembang anak.
Stimulasi auditori-visual melibatkan organ mata dan telinga pada neonatus
diberikan untuk membentuk koordinasi auditori-visual yang lebih akurat
pada neonatus (Santrock, 1998). Dengan memberikan rangsangan auditori
dan visual diharapkan dapat membantu neonatus beradaptasi dengan
lingkungannya (Papalia, Olds & Feldman, 2002; Dieter & Emory, 1997)
sehingga tercipta interaksi sosial yang baik antara neonatus dengan orang
tua, perawat dan lingkungan sekitarnya. Penelitian ini menggunakan
kerincingan serta wajah dan suara peneliti dalam melakukan stimulasi
auditori-visual.
Stimulasi taktil-kinestetik memberikan rangsangan secara sensorik dan
motorik pada neonatus. Taktil (sentuhan) memberikan rangsangan sensorik
pada kulit neonatus dan kinestetik (gerakan ekstensi dan fleksi secara pasif
pada ekstremitas) merangsang pergerakan ekstremitas neonatus dengan
tujuan neonatus mampu menunjukkan kemampuan motorik yang optimal.
Perilaku neonatus sebelum diberikan stimulasi sangat dipengaruhi oleh
kondisi neonatus saat lahir. Neonatus menunjukkan perilaku yang berbedabeda saat dilakukan pengkajian pertama dan hal ini dipengaruhi oleh faktor
usia gestasi (Depkes RI, 2006), berat badan lahir (Markum, 2002) dan jenis
kelamin (Depkes RI, 2006; Foreman, Thomas & Blackburn, 2008) neonatus
tersebut.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
54
Grunau, Weinberg & Whitfield (2004) mengklasifikasikan usia gestasi
menjadi 3 kelompok yaitu usia gestasi 33 - < 37 minggu (low gestational
age), usia gestasi 29 – 32 minggu (very low gestational age) dan usia
gestasi ≤ 28 minggu (extremely low gestational age). Perilaku yang muncul
pada neonatus tergantung pada usia gestasinya. Semakin kecil usia gestasi
neonatus tersebut maka perilaku yang muncul juga menunjukkan neonatus
tersebut berisiko tinggi. Neonatus mengalami kesulitan untuk beradaptasi
dengan lingkungan di luar uterin dan melakukan fungsi dasar untuk
bertahan hidup. Usia gestasi merupakan salah satu faktor internal yang
berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak.
Selain usia gestasi, faktor internal lain yang mempengaruhi kualitas tumbuh
kembang anak adalah jenis kelamin (Depkes RI, 2006). Foreman, Thomas
& Blackburn (2008) menyatakan bahwa jenis kelamin merupakan
karakteristik individu yang diasosiasikan dengan perilaku pengaturan diri
pada neonatus prematur. Penelitian Boatella-Costaa et al (2006)
menunjukkan perbedaan perilaku neonatus perempuan dengan laki-laki
secara lebih spesifik, yaitu neonatus perempuan lebih unggul dalam hal
orientasi auditori, kewaspadaan dan regulasi diri dibandingkan neonatus
laki-laki, sementara neonatus laki-laki lebih peka rangsang dibandingkan
neonatus perempuan. Perbedaan ini terlihat saat neonatus berespons
terhadap setiap stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitarnya.
Tetapi secara hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak
berpengaruh terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur setelah
diberikan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik (p = 0,362). Hal ini
berarti stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik berpengaruh terhadap
perkembangan perilaku neonatus prematur tanpa memperhatikan jenis
kelamin neonatus tersebut. Baik neonatus laki-laki maupun neonatus
perempuan mengalami peningkatan perilaku setelah diberi stimulasi.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
55
Usia gestasi yang rendah umumnya juga diikuti oleh berat badan lahir yang
renadah dan perilaku neonatus prematur juga dapat dipengaruhi oleh berat
badan lahir. Berat badan lahir berpengaruh dalam menentukan risiko
neonatus, semakin rendah berat badan lahir maka akan semakin tinggi
risiko neonatus tersebut (McIntire et al, 1999 dalam Papalia, Olds &
Feldman, 2002).
Tetapi setelah diberi stimulasi terjadi peningkatan perilaku neonatus
prematur. Perilaku neonatus yang lahir dengan berat badan 2000 - < 2500
gram setelah diberi stimulasi adalah rata-rata 47 (kategori baik), neonatus
dengan berat badan lahir 1500 - < 2000 gram memiliki nilai rata-rata
perilaku adalah 48,33 (kategori baik), sedangkan neonatus yang lahir
dengan berat badan 1000 - < 1500 gram memiliki nilai rata-rata perilaku
47,33 (kategori baik). Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada
perbedaan antar kelompok berat badan lahir terhadap perkembangan
perilaku neonatus prematur setelah diberi stimulasi. Hal ini menunjukkan
stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik mampu meningkatkan perilaku
neonatus prematur tanpa dipengaruhi berat badan lahirnya.
Secara keseluruhan hasil analisis bivariat yang dilakukan untuk menguji
pengaruh usia gestasi, berat badan lahir dan jenis kelamin terhadap perilaku
neonatus prematur menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antar
kelompok usia gestasi, berat badan lahir dan jenis kelamin terhadap
perkembangan perilaku neonatus setelah diberi stimulasi. Hal ini berarti
stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik mampu meningkatkan perilaku
neonatus prematur walaupun terdapat perbedaan pada usia gestasi, berat
badan lahir dan jenis kelamin neonatus tersebut.
6.2. Alat ukur perilaku neonatus prematur
Alat ukur (instrumen) yang digunakan untuk mengkaji perilaku neonatus
prematur dalam penelitian ini adalah Lembar Pengkajian Perilaku Neonatus
Prematur. Instrumen ini dikembangkan sendiri oleh peneliti dari berbagai
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
56
sumber dan hanya mengukur 20 kriteria perilaku neonatus dengan skala
ukur 0-3. Peneliti hanya memilih 20 perilaku neonatus yang paling mudah
ditemukan dan dikaji oleh perawat perinatologi. Skala pengukuran juga
hanya terdiri dari skala 0 sampai 3 yang tujuannya adalah untuk
memudahkan para perawat dalam menilai perilaku neonatus. Kelemahan
dari skala 0-3 ini adalah tidak cukup akurat mengukur perilaku neonatus
prematur. Alat ukur perilaku yang sudah ada, misalnya Brazelton Neonatal
Behaviour Assessment Scale
menggunakan skala 0-9 untuk menilai
perilaku neonatus. Rentang penilaian yang besar memungkinkan untuk
menilai perubahan perilaku secara lebih akurat sehingga pengkajian
perilaku yang dilakukan memberikan gambaran perkembangan perilaku
neonatus dengan benar.
Alat ukur perilaku neonatus prematur ini masih sederhana. Hal ini
disebabkan karena keterbatasan pengetahuan peneliti dalam hal perilaku
neonatus prematur sehingga mempengaruhi proses pembuatan alat ukur
perilaku tersebut. Dasar peneliti dalam merancang instrumen ini adalah
stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik, sehingga kriteria perilaku yang
muncul pada instrumen ini adalah untuk mengkaji respon neonatus jika
diberi stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik.
Kriteria perilaku yang digunakan dalam instrumen ini untuk mengkaji
respon neonatus terhadap stimulasi auditori dan visual adalah respon
terhadap cahaya, respon terhadap bunyi, orientasi visual/auditori terhadap
kerincingan, orientasi visual/auditori terhadap wajah dan suara serta upaya
saat neonatus menangis. Respon neonatus terhadap stimulasi taktil dan
kinestetik dikaji dengan kriteria respon terhadap stimulasi taktil di kaki,
refleks Babinski, tonic neck reflex, refleks moro, rooting reflex, refleks
menghisap, refleks menggenggam, refleks glabella, pull-to-sit, refleks
berdiri, refleks berjalan, refleks merangkak dan gerakan defensif.
Sedangkan kriteria iritabilitas dan warna kulit neonatus saat pengkajian
menunjukkan regulasi diri neonatus dalam menghadapi kondisi stres.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
57
6.3. Implikasi keperawatan
Keperawatan menurut Dorothy E. Johnson adalah suatu kekuatan eksternal
yang bertindak untuk memelihara pengaturan perilaku pasien (Tomey &
Alligood, 2006). Oleh karena itu keperawatan memiliki kontribusi untuk
memfasilitasi fungsi perilaku yang efektif pada saat sebelum, selama dan
setelah sakit.
Salah satu intervensi yang bisa dilakukan perawat untuk memfasilitasi
fungsi perilaku neonatus prematur adalah dengan memberikan stimulasi
tambahan. Para perawat yang bertugas di ruang perinatologi perlu
mempelajari ulang tentang pemberian stimulasi tambahan, khususnya
stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik, sehingga mampu memberikan
stimulasi yang sesuai kebutuhan neonatus. Stimulasi auditori-visual-taktilkinestetik merupakan salah satu intervensi keperawatan yang bertujuan
untuk memacu perkembangan perilaku neonatus prematur dengan
hospitalisasi. Stimulasi ini telah terbukti mampu meningkatkan perilaku
neonatus menjadi lebih baik dibandingkan sebelum dilakukan stimulasi.
Untuk mengetahui kebutuhan neonatus akan stimulasi yang tepat, maka
perawat perlu melakukan pengkajian perilaku neonatus. Selama ini
pengkajian perilaku atau pengkajian perkembangan belum dilakukan secara
maksimal. Format pengkajian untuk mengkaji perilaku atau perkembangan
secara umum juga belum ada yang baku. Maka perlu dibuat format
pengkajian perilaku yang valid dan reliabel untuk digunakan oleh semua
perawat dengan berbagai latar belakang pendidikan keperawatan.
Prosedur atau tata cara pelaksanaan stimulasi auditori-visual-juga taktilkinestetik perlu ditetapkan secara jelas supaya para perawat perinatologi
memiliki panduan yang tepat. Dengan adanya prosedur yang jelas dan
didukung oleh alat ukur yang tepat, maka pengkajian perilaku dapat
menjadi suatu intervensi yang rutin dilaksanakan di ruang perinatologi.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
58
6.4. Keterbatasan penelitian
6.4.1. Desain penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment. Pada awalnya
peneliti membagi sampel menjadi 2 kelompok yaitu, kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Tetapi kenyataan di lapangan
ditemukan sampel banyak yang drop out
dikarenakan orang tua
membawa pulang paksa bayinya dari ruang perinatologi atau
neonatus tersebut sudah diperbolehkan pulang dari perawatan di
ruang perinatologi karena sembuh dan berat badan minimal 1800
gram. Akhirnya peneliti memutuskan mengubah desain penelitian
menjadi disain one group pre and post test. Desain ini hanya terdiri
dari 1 kelompok, yaitu kelompok intervensi sehingga semua
responden mendapatkan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik.
6.4.2. Sampel penelitian
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 18 responden dan semuanya
mendapatkan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik. Besar sampel
ini tidak sesuai dengan perhitungan sampel penelitian berdasarkan
rumus, yaitu 62 responden. Tetapi jumlah sampel ini masih
memenuhi jumlah sampel minimal untuk penelitian eksperimen,
yaitu 15 subyek per grup (Kasjono & Yasril, 2009).
6.4.3. Validitas penelitian
Penilaian
perilaku
neonatus
prematur
pada
penelitian
ini
menggunakan Lembar Pengkajian Perilaku Neonatus Prematur yang
dikembangkan sendiri oleh peneliti berdasarkan berbagai literatur.
Untuk mengetahui sejauh mana instrumen Lembar Pengkajian
Perilaku Neonatus Prematur tersebut mampu meliput semua
substansi-substansi penting dari domain yang hendak diukur, peneliti
melakukan uji validitas isi dengan berkonsultasi kepada pakar
keperawatan neonatus dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia. Hasil penilaian pakar menunjukkan Lembar Pengkajian
Perilaku Neonatus Prematur dapat digunakan sebagai instrumen
dalam penelitian ini. Peneliti selanjutnya tidak melakukan uji
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
59
validitas secara statistik. Seluruh kriteria perilaku yang tercantum
dalam lembar pengkajian perilaku neonatus prematur digunakan
untuk mengukur perilaku neonatus prematur.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
60
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan membahas kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian.
7.1. Kesimpulan
Responden dalam penelitian ini berjumlah 18 orang, sebagian besar adalah
neonatus laki-laki, sebagian responden lahir pada usia gestasi 33 - < 37
minggu dan memiliki berat badan lahir 1000 - < 1500 gram. Perilaku seluruh
responden sebelum dilakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik
adalah cukup, tetapi terjadi perkembangan perilaku pada neonatus setelah
dilakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik menjadi baik pada
sebagian besar responden. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara perilaku neonatus prematur
sebelum dan setelah dilakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik.
Usia gestasi, jenis kelamin dan berat badan lahir tidak memberikan pengaruh
pada perkembangan perilaku neonatus prematur setelah dilakukan stimulasi
auditori-visual-taktil-kinestetik. Kesimpulan penelitian ini adalah pemberian
stimulasi
auditori-visual-taktil-kinestetik
berpengaruh
terhadap
perkembangan perilaku neonatus prematur.
7.2. Saran
Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik dapat diterapkan di ruang
perinatologi sebagai salah satu intervensi keperawatan untuk meningkatkan
tumbuh kembang neonatus. Supaya para perawat dapat melaksanakan
stimulasi ini dengan baik maka perlu dibuat prosedur yang jelas tentang tata
cara pemberian stimulasi ini.
Stimulasi ini masih perlu dikembangkan melalui penelitian-penelitian.
Penggunaan sampel yang besar, adanya kelompok kontrol sebagai
pembanding bagi kelompok intervensi, frekuensi stimulasi lebih dari 1 kali
per hari, penetapan kriteria inklusi serta pemberian stimulasi > 5 hari perlu
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
61
dipertimbangkan saat melakukan penelitian selanjutnya tentang stimulusi
auditori-visual-taktil-kinestetik.
Alat ukur yang digunakan untuk mengkaji perilaku neonatus prematur juga
perlu diteliti lebih lanjut supaya terbentuk alat ukur yang valid dan reliabel
serta dapat digunakan oleh seluruh perawat walaupun latar belakang
pendidikan keperawatannya berbeda-beda. Alat ukur tersebut juga harus
mampu mengukur perilaku neonatus prematur secara akurat.
Stimulasi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Bentuk yang tepat untuk
merangsang tumbuh kembang neonatus bisa diperoleh melalui penelitian.
Penelitian selanjutnya perlu dilakukan untuk mencari bentuk stimulasi yang
yang paling berpengaruh terhadap peningkatan tumbuh kembang neonatus.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
DAFTAR REFERENSI
Almli, C.R. (2005). Infant stimulation program. 7 April 2010. Sage Publications.
http://www.sage-ereference.com/disability/Article_n455.html
Blount, R.L., & Loiselle, K.A. (2009, 1 Januari). Behavioural assessment of
pediatric pain. Pain Research & Management, 14 (1), 47 – 52. 4 Februari
2010.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2706564/pdf/prm14044
7.pdf/?tool=pmcentrez
Boatella-Costaa, E., Costas-Moragasa, C., Botet-Mussonsb, F., Fornieles-Deuc,
A., & De Caceres-Zuritad, M.L. (2006). Behavioral gender differences in the
neonatal period according to the Brazelton scale. Journal of Early Human
Development,
83
(2),
91
–
97.
10
Februari
2010.
http://www.
earlyhumandevelopment.com/article/S0378-3782%2806%2900151-4/abstract
Bowden, V.R., Dickey, S.B., & Greenberg, C.S. (1998). Children and their
families: The continuum of care. Philadelphia: W.B. Saunders Company.
Brazelton, T.B., & Nugent, J.K. (1995). Neonatal behavioral assessment scale
(3rd edition). London: Mac Keith Press.
Burns, N. & Grove, S.K. (2003). Understanding nursing research (3rd edition).
Philadelphia: W.B. Saunders Company.
Cloherty, J.P., Eichenwald, E.C., & Stark, A.R. (2008). Manual of neonatal care
(6th edition). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Dahlan, S.M. (2008). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Danim, S. (2003). Riset keperawatan: Sejarah dan metodologi. Jakarta: EGC.
Depkes RI. (2006). Pedoman pelaksanaan: Stimulasi, deteksi dan intervensi dini
tumbuh kembang anak di tingkat pelayanan kesehatan dasar. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
Dieter, J.N.I., & Emory, E.K. (1997). Supplemental stimulation of premature
infants: A treatment model. Journal of Pediatric Psychology, 22 (3), 281 –
295. 30 Maret 2010.http://jpepsy.oxfordjournals.org/cgi/reprint/22/3/2381.pdf
Dieter, J., Field, T., Hernandez-Reif, M., Emory, E., & Redzepi, M. (2003).
Stable preterm infants gain more weight and sleep less after five days of
massage therapy. Journal of Pediatric Psychology, 28 (6), 403 – 411. 30
Maret
2010.
http://www.sacredmotherdoula.com/pdfs/Web%20IM%20
Research%20for%20Preterm%20infants.pdf
Foreman, S.W., Thomas, K.A., & Blackburn, S.T. (2008). Preterm infant state
development: Individual and gender differences matter. Journal of Obstetry
Gynecology and Neonatal Nursing, 37 (6), 657 – 665. 9 Februari 2010.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2765199/pdf/nihms80781.pdf
/? tool=pmcentrez
Golchin, M., Rafati, P., Taheri, P., & Nahavandinejad, S. (2004). The effect of
superficial tactile-kinesthetic stimulation method on weight gain of low-birthweight infants. Iranian Journal of Nursing and Midwifery Research, 9 (2). 30
Maret 2010. http://journals.mui.ac.ir/index.php/ijnmr/article/viewArticle/4912
Grunau, R.E., Weinberg, J., & Whitfield, M.F. (2004, Juli). Neonatal procedural
pain and preterm infant cortisol response to novelty at 8 months. Pediatrics,
114 (1), e77 – e84. 10 Februari 2010. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pmc/articles/PMC1351380/pdf/nihms4618.pdf/?tool=pmcentrez
Hastono, S.P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Hawthorne, J. (2005). Using the neonatal behavioural assessment scale to support
parent-infant relationships. Infant, 1 (6), 213 – 218. 7 Februari 2010.
http://www.infatgrapevine.co.uk/pdf/inf_006_irs.pdf
Hockenberry, M.J., &Wilson, D. (2009). Wong’s essentials of pediatric nursing
(8th edition). St. Louis: Mosby Inc.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
Indrasanto, E., Dharmasetiawani, N., Rohsiswatmo, R., & Kaban, R.K. (2008).
Paket pelatihan pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi komprehensif
(PONEK), Asuhan neonatal esensial. Jakarta: Kerjasama Jaringan Nasional
Klinik-Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR), Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) dan Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI) dengan
dukungan dari USAID Indonesia – Health Service Program.
Kail, R.V. (2001). Children & their development (2nd edition). New Jersey: Prentice –
Hall, Inc.
Kasjono, H.S., & Yasril. (2009). Teknik sampling untuk penelitian kesehatan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Keshavarz, M., Babaee, G.R., & Dieter J. (2009). Effect of tactile-kinesthetic stimulation
in weight gaining of preterm infants hospitalized in intensive care unit. Teheran
University
Medical
Journal,
67
(5),
347
–
352.
30
Maret
2010.
http://journals.tums.ac.ir/abs.aspx?org_id=59&culture_var=en&journal_id=9&issue
_id=1651&manuscrip_id=14119&segment=fa
Lucas-Thompson et al. (2008, 18 Juli). Developmental changes in the response
of preterm infants to a painful stressor. Infant Behavior & Development,
31, 614-623. 4 Februari 2010. http://www.dech.umn.edu/cnbd/academic/
document/08 collaborative Pubs/Lucas-Thompson.pdf
Markum, A.H. (2002). Buku ajar ilmu kesehatan anak (Jilid 1). Jakarta: Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Mathai, S., Fernandez, A., Mondkar, J., & Kanbur, W. (2001). Effects of tactilekinesthetic stimulation in preterms: A controlled trial. 30 Maret 2010.
http://indianpediatrics.net/oct2001/oct-1091-1098.htm
Murti, B. (2003). Prinsip dan metode riset epidemiologi (Jilid 1). Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D. (2002). A child’s world, infancy
through adolescence (9th edition). New York: The McGraw – Hill
Companies, Inc.
Plaster, C. (2007). Neonatal reflexes. 28 Maret 2010. http://people.umass.edu/
mva/pdf/Neonatal_Reflexes_07.pdf
Pratiknya, A.W. (2007). Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran dan
kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Pretorius, E., Naud, H., & Van Vuuren, C.J. (2002, April). Can cultural behavior
have a negative impact on the development of visual integration pathways ?
Early Child Development and Care, 172, 173 – 181. 30 Maret 2010.
http://www.informaworld.com/smpp/content~content=a713714745&db=all
Reijneveld et al. (2006, 28 Juli). Behavioural and emotional problems in very
preterm and very low birthweight infants at age 5 years. Archives of Disease
in Childhood Fetal and Neonatal Edition, 91, F423 – F428. 10 Februari
2010. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2672756/pdf/F423.pdf/
?tool=pmcentrez
Roeslani, R.D. (2009). Pengalaman pelaksanaan perawatan metode kangguru di
RS Cipto Mangunkusumo. 2 Februari 2010. http://www.konas10perinasia.
com/donlot/dr.Rosalina D Roeslani-Pengalaman RSUPN RSCM dlm
Perawatan Metode Kangguru (7 Nov simposium).pdf
Sanders, L. W., & Buckner, E.B. (2006). The newborn behavioural observations
system as a nursing intervention to enhance engagement in first time mothers:
feasibility and desirability. Pediatric Nursing, September – Oktober 2006. 10
Februari
2010.
http://findarticles.com/p/articles/mi_m0FSZ/is_5_32
/ai_n17215 518/
Santrock, J. W. (1998). Child development (8th edition). New York: The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Sastroasmoro, S. (2008). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis (Edisi Kedua).
Jakarta: Sagung Seto.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
Schott, J.M., & Rossor, M.N. (2003). The grasp and other primitive reflexes. Journal of
Neurology & Neurosurgery Psychiatry, 74, 558 – 560. 28 Maret 2010.
http://jnnp.bmj.com/content/74/5/558.full.pdf
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (2005). Buku kuliah 3, ilmu kesehatan
anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Symington A., & Pinelli, J. (2000, Juli). Review: Certain types of developmental
care result in some benefits for preterm infants. Cochrane Database
Systematic Review 2000 (4). 30 Maret 2010. http://ebn.bmj.com/content
/4/3/75.full.pdf
Tim Pascasarjana FIK-UI. (2008). Pedoman penulisan tesis. Depok: Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Tomey, A.M., & Alligood, M.R. (2006). Nursing theorist and their work (6th
edition). St. Louis: Mosby, Inc.
Universitas Indonesia. (2008). Pedoman teknis penulisan tugas akhir mahasiswa
Universitas Indonesia. Depok: Universitas Indonesia.
Winchester, S.B., Sullivan, M.C., Marks, A.K., Doyle, T., DePalma, J., &
McGrath, M.M. (2009, November). Academic, social and behavioral
outcomes at age 12 of infants born preterm. Western Journal of Nursing
Research, 31 (7), 853 – 871. 10 Februari 2010. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pmc/articles/PMC2808204/pdf/nihms161427.pdf/?tool=pmcentrez
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
Lampiran 2 : Prosedur Stimulasi Auditori-visual-taktil-kinestetik
PROSEDUR
STIMULASI AUDITORI-VISUAL-TAKTIL-KINESTETIK
Persiapan alat :
1. Kursi untuk peneliti saat memberikan stimulasi auditori – visual
2. Matras bayi untuk melakukan stimulasi taktil – kinestetik
3. Kerincingan berwarna terang
Persiapan neonatus :
1. Neonatus dalam keadaan bangun dan tidak menangis.
2. Neonatus telah mendapatkan makanan minimal 45 menit sebelum stimulasi.
3. Pakaian neonatus dibuka dan hanya mengenakan pampers saat akan
dilakukan stimulasi taktil – kinestetik.
Urutan kerja :
1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan pencahayaan yang baik sebelum
melakukan stimulasi.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh neonatus pada saat melakukan
stimulasi.
3. Stimulasi auditori – visual dilakukan peneliti sambil duduk dan neonatus
diletakkan di pangkuan peneliti.
4. Neonatus dibaringkan pada matras saat melakukan stimulasi taktil –
kinestetik
5. Hentikan stimulasi jika neonatus menunjukkan tanda-tanda stres atau
menangis.
6. Stimulasi dilakukan berurutan dari auditori – visual kemudian taktil –
kinestetik seperti yang tertera dalam tabel di bawah ini.
No
Stimulus
Prosedur
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
Keterangan
Lampiran 2 : Prosedur Stimulasi Auditori-visual-taktil-kinestetik
a. Peneliti dalam keadaan duduk.
Auditori –
Visual
1
terhadap
benda
mati
a. Stimulus diberi-
b. Pegang neonatus dalam posisi
wajah
berhadapan
(en
kan maksimal 2
kali
face)
dengan peneliti pada sudut 45° b. Usahakan wajah
dan jarak 20 – 30 cm.
c. Gerakkan
kerincingan
sesuai
peneliti
tidak
berada
pada
dengan lapang pandang neonatus,
lapang pandang
kerincingan sambil dibunyikan.
neonatus
a. Peneliti dalam keadaan duduk.
b. Pegang bayi dalam posisi wajah
berhadapan (en face) dengan a. Stimulus diberi-
Auditori –
Visual
2
terhadap
benda
hidup
peneliti pada sudut 45° dan jarak
kan maksimal 2
20 - 30 cm.
kali
c. Gerakkan
neonatus
secara b. Penting diperha-
horisontal dan tetap dalam posisi
tikan bahwa tu-
wajah
mengajak
berhadapan
sambil
buh dan kepala
neonatus
bicara.
bayi
Selanjutnya gerakkan neonatus
dengan
secara vertikal.
mal
d. Gerakkan
neonatus
disangga
maksisehingga
secara
bayi merasa a-
horisontal dan vertikal pada sudut
man saat dilaku-
180°.
kan intervensi
Posisi
wajah
tetap
berhadapan dan ajak neonatus
bicara.
a. Neonatus dalam posisi prone.
b. Kedua telapak tangan peneliti
saling
digosokkan
sebelum
dilakukan sentuhan.
3
Taktil
c. Dengan
menggunakan
kedua
a. Waktu 5 menit
b. Sentuhan tanpa
telapak tangan, sentuhan dimulai
dari puncak kepala ke leher dan
bahu. Kemudian dari punggung
atas menuju ke pinggul dan terus
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
menggunakan
minyak
Lampiran 2 : Prosedur Stimulasi Auditori-visual-taktil-kinestetik
sampai kedua kaki. Selanjutnya
sentuhan dari bahu menuju kedua
tangan neonatus.
No
Stimulus
Prosedur
Keterangan
a. Neonatus diletakkan dalam posisi
supin.
b. Kedua
4
Kinestetik
tangan
neonatus
digerakkan fleksi dan ekstensi,
Waktu 5 menit
masing-masing sebanyak 6 kali.
c. Kedua kaki neonatus digerakkan
fleksi
dan
ekstensi,
masing-
masing sebanyak 6 kali.
a. Neonatus diletakkan dalam posisi
prone.
b. Kedua
telapak
tangan
saling
digosokkan sebelum dilakukan
sentuhan.
c. Dengan
5
Taktil
menggunakan
kedua
telapak tangan, sentuhan dimulai
a. Waktu 5 menit
b. Sentuhan tanpa
dari puncak kepala ke leher dan
bahu. Kemudian dari punggung
atas menuju ke pinggul dan terus
sampai kedua kaki. Selanjutnya
sentuhan dari bahu menuju kedua
tangan neonatus.
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
menggunakan
minyak
Lampiran 2 : Prosedur Stimulasi Auditori-visual-taktil-kinestetik
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
Lampiran 1
LEMBAR PENGKAJIAN PERILAKU
NEONATUS PREMATUR
Nama
:
Jenis Kelamin
:
Usia gestasi
:
BBL
:
Tanggal lahir
:
Berat badan sekarang :
Usia sekarang :
NO
1
2
3
PERILAKU
Respon terhadap cahaya
Respon terhadap bunyi
Respon terhadap
stimulasi taktil di kaki
INDIKATOR NILAI
NILAI
0 : Tidak dapat dilakukan
1 : Neonatus bergerakgerak gelisah
2 : Neonatus tenang, memicingkan mata setelah
4 – 5 kali stimulus
3 : Neonatus tenang,
memicingkan mata
setelah 1- 3 x stimulus
0 : Tidak dapat dilakukan
1 : Neonatus bergerakgerak gelisah
2 : Neonatus tenang, memicingkan mata setelah
4 – 5 kali stimulus
3 : Neonatus tenang,
memicingkan mata
setelah 1- 3 x stimulus
0 : Tidak dapat dilakukan
1 : Kaki yang distimulasi
tidak berespon,
neonatus gelisah.
2 : Kaki yang distimulasi
berespon, neonatus
agak gelisah
3 : Ujung kaki yang
distimulasi berespon,
kondisi neonatus tetap
tenang
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
KET
Neonatus
dalam
kondisi
tidur
Lampiran 1
NO
PERILAKU
4
Refleks Babinski
5
Tonic neck reflex
6
Refleks Moro
7
Rooting reflex
INDIKATOR NILAI
NILAI
0 : Tidak dapat dilakukan
1 : Kaki fleksi lemah dan
singkat
2 : kaki fleksi ke arah
dorsal dan jari tampak
menyebar
3 : kaki fleksi ke arah
dorsal, jari tampak
menyebar dan bertahan
lama
0 : Tidak dapat dilakukan
1 : tangan dan kaki tetap
fleksi pada sisi yang
ditoleh neonatus
2 : hanya tangan atau
hanya kaki saja yang
ekstensi terhadap sisi
yang ditoleh bayi
3 : tangan & kaki ekstensi
pada sisi yang ditoleh
neonatus, tetapi fleksi
pada arah sebaliknya.
0 : Tidak dapat dilakukan
1 : Respon neonatus sangat
minimal
2 : terjadi ekstensi yang
singkat pada tangan dan
kaki
3 : Tangan, lutut/kaki,
pinggul dan badan
neonatus tampak
ekstensi
0 : Tidak dapat dilakukan
1 : Menoleh lemah atau
membuka mulut lemah
2 : Menoleh ke sisi yang
distimulasi
3 : Mencari sumber stimulasi, pergerakan mulut,
wajah menyeringai
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
KET
Neonatus
boleh
dalam
kondisi
tidur atau
bangun
Lampiran 1
NO
8
9
10
11
12
PERILAKU
Refleks menghisap
Refleks menggenggam
Refleks Glabella
Pull-to-sit
Refleks berdiri
INDIKATOR NILAI
NILAI
0 : Tidak dapat dilakukan
1 : Hisapan lemah
2 : Irama hisapan terasa
3 : Hisapan kuat dan
iramanya terasa jelas.
0 : Tidak dapat dilakukan
1 : Menggenggam lemah
dan singkat
2 : Menggenggam kuat
tetapi bisa dilepaskan
3 : Menggenggam kuat,
sulit untuk dilepaskan
0 : Tidak dapat dilakukan
1 : Usaha menutup mata
lemah sekali
2 : Respon menutup mata
ada tetapi terlambat
3 : Mata segera menutup
cepat, wajah tampak
menyeringai
0 : Tidak dapat dilakukan
1 : Kepala terkulai ke
depan saat didudukkan.
2 : Kepala belum seirama
dengan badan tapi ada
usaha memposisikan
kepala di garis tengah
beberapa kali.
3 : Kepala seirama dengan
badan saat ditarik
duduk. Mampu
mempertahankan posisi
kepala di garis tengah.
0 : Tidak dapat dilakukan
1 : Tampak usaha yang
minimal
2 : Berdiri dengan ekstensi
pada kaki minimal 5
detik
3 : Berdiri dengan hiperekstensi pada tungkai
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
KET
Neonatus
boleh
dalam
kondisi
tidur atau
bangun
Neonatus
dalam
kondisi
bangun
Lampiran 1
NO
PERILAKU
13
Refleks berjalan
14
Refleks merangkak
15
Gerakan Defensif
16
Orientasi visual/auditori
terhadap kerincingan
INDIKATOR NILAI
NILAI
0 : Tidak dapat dilakukan
1 : Tampak usaha
melangkah minimal
2 : Berjalan singkat, lutut
dan pinggul fleksi
3 : Mampu berjalan dengan
fleksi pada lutut dan
pinggul, pergelangan
kaki ekstensi
0 : Tidak dapat dilakukan
1 : Usaha minimal
2 : menunjukkan gerakan
merangkak singkat
3 : Gerak merangkak
terkoordinasi, mampu
mengangkat kepala,
punggung melengkung
0 : Tidak dapat dilakukan
1 : Tidak berespon
terhadap penutup mata
2 : Tubuh tampak
meregang, kepala
menoleh ke samping
3 : Neonatus tampak berusaha melepaskan kain
penutup mata dan
bahkan bisa melepaskannya.
0 : Tidak dapat dilakukan
1 : Tampak tertarik dan
mengikuti stimulus
sampai sudut 30° tapi
singkat.
2 : kepala dan mata dapat
mengikuti stimulus,
horisontal & vertikal
pada sudut 30 - 60°
3 : kepala dan mata dapat
mengikuti stimulus,
horisontal & vertikal
sampai sudut 180°
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
KET
Neonatus
dalam
kondisi
bangun
Lampiran 1
NO
PERILAKU
17
Orientasi visual/auditori
terhadap wajah & suara
18
Iritabilitas
19
Upaya saat neonatus
menangis
20
Warna kulit neonatus
saat pengkajian
INDIKATOR NILAI
NILAI
0 : Tidak dapat dilakukan
1 : Tampak tertarik dan
mengikuti stimulus
sampai sudut 30° tapi
singkat.
2 : kepala dan mata dapat
mengikuti stimulus,
horisontal & vertikal
pada sudut 30 - 60°
3 : kepala dan mata dapat
mengikuti stimulus,
horisontal & vertikal
sampai sudut 180°
0 : Neonatus rewel & menangis sepanjang
pengkajian
1 : Neonatus menangis
selama 75% pengkajian
2 : Neonatus menangis
selama 50% pengkajian
3 : Neonatus menangis
selama 25% pengkajian
0 : Neonatus harus dipeluk
dan digendong
1 : Neonatus diam saat
tangan diletakkan di
perutnya, melihat wajah
dan suara
2 : Neonatus diam saat
melihat wajah & suara
3 : Neonatus melakukan
hand-to-mouth,
menghisap jari atau
punggung tangannya.
0 : Sianosis
1 : Pucat
2 : Merah jambu
3 : Tampak memerah
TOTAL NILAI
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
KET
Lampiran 3
LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN
PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: LUCI FRANSISCA SITUMORANG
NPM
: 0806446473
Status
: Mahasiswa Program Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Anak
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Meminta kesediaan Bapak/Ibu sebagai orang tua dari bayi yang dirawat di ruang
perinatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, untuk mengijinkan bayinya
dijadikan peserta (responden) dalam penelitian saya yang berjudul
“Pengaruh
Pemberian Stimulasi auditori – visual – taktil – kinestetik terhadap
Perkembangan Perilaku Neonatus Prematur di ruang Perinatologi RSUPN
Cipto Mangunkusumo Jakarta”.
Sebagai bahan pertimbangan Bapak/Ibu dalam membuat persetujuan, saya akan
memberikan imformasi dan penjelasan tentang prosedur dan manfaat penelitian serta
resiko yang mungkin terjadi dalam penelitian ini. Bapak/Ibu memiliki hak dan
kebebasan untuk menentukan berpartisipasi atau tidak dalam penelitian.
Atas kesediaan Bapak/ibu untuk mengijinkan bayinya menjadi responden dalam
penelitian ini, saya ucapkan terima kasih.
Jakarta,
2010
Luci Fransisca Situmorang
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
Lampiran 3
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama
: …………………………..
Umur
: …………………………..
Alamat
: …………………………...
Orang tua dari : by. ………………………
Menyatakan setuju untuk mengikutsertakan bayi saya dalam penelitian yang
berjudul “Pengaruh Pemberian Stimulasi auditori – visual – taktil – kinestetik
terhadap Perkembangan Perilaku Neonatus Prematur di ruang Perinatologi
RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta”.
Saya memberikan persetujuan atas kehendak sendiri dan tanpa paksaan dari pihak
lain. Sebagai bahan pertimbangan dalam membuat persetujuan, saya telah
mendapatkan informasi dan penjelasan dari peneliti tentang prosedur dan manfaat
penelitian serta resiko yang mungkin terjadi saat penelitian. Maka saya menyatakan
sudah memahami informasi dan penjelasan yang diberikan oleh peneliti.
Jakarta,
2010
---------------------------------------
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
Download