EVALUASI KESESUAIAN ALAHAN UNTUK TANAMAN TEMBAKAU (Nicotianae Tabacum L.) PADA LAHAN KARST DI KEC. LENGKONG KABUPATEN NGANJUK Septianisa Anggun Perwitasari Jurusan Geografi, Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang E-mail: [email protected] Abstrak Kesesuaian lahan pada daerah penelitian menunjukkan kelas tidak sesuai untuk budidaya tanaman tembakau, dengan faktor pembatas yang cukup berat. Faktor pembatas tersebut antara lain ketersediaan air, dan retensi hara yang hampir sama pada setiap unit lahan. Sedangkan untuk faktor pembatas retensi hara, dapat diatasi dengan penambahan pupuk sesuai kebutuhan. Kelas kesesuaian lahan tidak sesuai (N) dengan faktor pembatas ketersediaan air, sesuai marginal (S 3) dengan faktor pembatas pH dan C-Organik pada lahan 2.Si.a. Sedangkan kelas unit lahan 2.Si.b memiliki kelas kesesuaian lahan tidak sesuai (N). 4.Si.a dengan kelas tidak sesuai (N), faktor pembatas ketersediaan air, dan pH. Unit lahan 4.Si.b memiliki kelas kesesuaian N. Semua unit lahan memiliki fator pembatas yang sangat berat yakni ketersediaan air, pengadaan fasilitas irigasi tidak bisa meningkatkan kelas kesesuaian lahan dari N (tidak sesuai) menjadi S3 (sesuai marginal). Perlu biaya yang cukup besar untuk mengatasi faktor pembatas dari semua unit lahan, oleh karenanya perlu pertimbangan secara matang untuk membudidayakan tanaman tembakau pada lahan seperti daerah penelitian. Kata kunci: evaluasi kesesuaian lahan, tembakau, karst Abstract Land suitability classes for karst land are not suitable for the cultivation of tobacco, the limiting factor is quite heavy. The limiting factor, among others, the availability of water and nutrient retention were almost the same in every land unit. While limiting factor for nutrient retention, can be overcome with the addition of fertilizer as needed. Incompatible land suitability classes (N) by a factor limiting the availability of water, according to the marginal (S3) with a pH limiting factor and C-Organic on 2.Si.a. While the class of units of land 2.Si.b have incompatible land suitability classes (N). 4.Si.a the class is not suitable (N), the factors limiting the availability of water, and the pH. Land unit suitability of 4.Si.b is not suitable. All land units have a very heavy fator limiting the availability of water, provision of irrigation facilities can not increase the land suitability classes of N (not appropriate) to S3 (marginally suitable). It should be a considerable cost to overcome the limiting factors of all units of land, therefore need to be carefully considered to cultivate tobacco plants on land such as the research area Key words: Suitability evaluation of land, tobacco, karst 1 2 PENDAHULUAN Evaluasi kesesuaian lahan pada dasarnya adalah menilai kesesuaian lahan untuk suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan. Evaluasi lahan adalah lahan dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam penggunaan, misalnya untuk perkebunan, pertanian tanaman pangan, holtikultura, cagar alam, dan sebagainya. Manfaat yang mendasar dari evaluasi kesesuaian lahan untuk menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan. Untuk mengkaji lahan potensi tanaman pertanian tertentu maka metode evaluasi kesesuaian lahan sangat tepat untuk lahan yang berhubungan dengan evaluasi penggunaan tertentu seperti untuk tanaman tembakau. Salah satu komoditas pertanian di Kabupaten Nganjuk adalah tembakau. Tembakau di Kabupaten Nganjuk di budidayakan di Nganjuk bagian utara, yangmana daerah ini berada di kaki Igir Kendeng Utara. Daerah penghasil tembakau di Kabupaten Nganjuk dalah Kecamatan Lengkong. Lahan yang di gunakan untuk tembakau di kawasan ini adalah 887 Ha. Tembakau yang ditanam di Kecamatan Lengkong adalah Tembakau Jawa. Jenis tembakau ini di usahakan sejak tahun 1990, sedang sebelumnya jenis tembakau yang dihasilkan adalah tembakau jenis Virginia. Di kecamatan ini terdapat 3 pabrik rokok lokal yang berdiri sejak tahun 1990, namun pabrik ini jadi terbengkalai karena berkurangnya tembakau lokal dari daerah setempat. Banyak petani yang takut mengalami gagal panen tembakau sehingga beralih kepada pertanian buah semangka, garbis dan melon. Seiring berjalannya waktu tanaman tembakau semakin sedikit ditanam. Secara geografis Lengkong berada pada bentuk lahan perbukitan dan dataran Karst Pegunungan Kendeng Utara. Seperti halnya pada daerah Pegunungan Kendeng Utara lainnya, yakni Bojonegoro yang merupakan daerah yang terkenal sebagai sentra penghasil tembakau, Kecamatan Lengkong ini di rencanakan sebagai sentra produksi tembakau di Kabupaten Nganjuk. Oleh karena untuk pengembangan ini perlu di lakukan evaluasi kesesuaian lahannya. Apabila dibandingkan dengan daerah penghasil tembakau terdekat, 3 seperti Bojonegoro, kualitas yang dihasilkan tembakau dari Kecamatan Lengkong ini jauh berbeda. Tembakau yang dihasilkan di Bojonegoro memiliki kualitas baik, sedangkan tembakau yang dihasilkan di Kecamatan Lengkong saat ini memiliki kualitas sedang. Daun yang dihasilkan panjang, lebar dan tidak keriting. Berbagai upaya telah dilakukan oleh petani untuk meningkatkan kualitas tembakau di Lengkong ini agar mampu bersaing di pasar, namun kualitas yang dihasilkan tembakau tetap pada kualitas sedang. Produktivitas tembakau di Kecamatan Lengkong lebih rendah di banding dengan daerah penghasil tembakau lainnya. Produksi tembakau di Lengkong pada tahun 2010 adalah 487,2 Ton, dengan angka produktivitas 7,5 Ton/Ha/th (Penyuluhan Pertanian Lengkong,2010) . Angka ini sangat jauh di bandingkan dengn produktivitas tembakau di Bojonegoro yang mana produktivitas untuk tembakau jawa mencapai 844 ton pada tahun yang sama. Maka untuk mengetahui apakah daerah tersebut cocok untuk pengembangan tanaman budidaya tembakau, dan untuk melihat apakah karakteristik lahan di wilayah tersebut sesuai untuk tanaman tembakau, maka perlu adanya evaluasi lahan untuk mendukung perencanaan penggunaan lahan yang mantap dengan evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman produksi yang maksimal, sesuai syarat tumbuh dan kondisi fisik lahan. METODE Penelitian ini menggunakan metode survei yaitu dengan cara mengumpulkan data karakteristik tanah meliputi tekstur tanah, bahan kasar, kedalaman tanah, pH (Derajat Keasaman), KTK (Kapasitas Tukar Kation), COrganik, Kejenuhan Basa, bahaya erosi pada masing-masing unit lahan penelitian. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui apakah daerah penelitian sesuai untuk budidaya tanaman tembakau dengan cara membandingkan dengan syarat tumbuh tanaman tembakau yang dibuat oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Badan Pengembangan Tanaman Pertanian Tahun 2000, serta mengetahui sebaran kelas kesesuaian lahan untuk tamanan tembakau di Kecamatan Lengkong. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan dan hasil uji laboratorium. Hasil 4 pengukuran di lapangan meliputi kedalaman tanah, bahan kasar dan kemiringan lereng, sedangkan hasil uji laboratorium meliputi kandungan pH, kejenuhan basa, KTK, C-Organik. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari instansi diluar peneliti. Pengukuran dilakukan berdasarkan pada pengambilan sampel secara purposive sampling. Purposive sampling digunakan untuk pengambilan sampel tanah pada masing-masing unit lahan denngan kakteristik tertentu. Purposive Sampling didasarkan pada hasil tumpang susuun (overlay) tiga peta, yaitu; peta jenis tanah, peta penggunaan lahan dan peta kemiringan lereng Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif evaluatif. Analisis deskriptif evaluatif digunakan untuk mendeskripsikan secara sistematis mengenai karakteristik lahan di daerah penelitian sesuai parameter syarat tumbuh tanaman tembakau. Selain itu penelitian mengevaluasi karakteristik lahan berdasarkan kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman budidaya tembakau pada lahan karst. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik dan Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Tembakau Tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman tembakau ini menggunakan kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian tahun 2000. Analisis data pada masing-masing unit lahan menggunakan metode matching (perbandingan) antara karakteristik lahan dengan syarat tumbuh. Hasil matching antara karakteristik lahan dengan syarat tumbuh tanaman tembakau dapat di lihat pada Tabel 5.13. 5 Tabel 5.13 Hasil Matching Antara Karakteristik Lahan Daerah Penelitian Kecamatan Lengkong Kabupaten Nganjuk Dengan Syarat Tumbuh Tanaman Tembakau Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Temperatur (tc) - Temperatur rerata (oC) Ketersediaan air (wa) - Curah hujan (mm) pada masa pertumbuhan Media perakaran (rc) - Tekstur - Bahan kasar (%) - Kedalaman tanah (cm) Retensi Hara (nr) - KTK liat (cmol) - kejenuhan basa (%) - pH H2O - C-Organik (%) Sodisitas (xn) Alkalinitas /ESP (%) Lereng (%) Kelas Kesesuaian Lahan Nilai/kelas Kelas Kesesuaian Lahan Karakteristik Lahan S1 S2 S3 N Nilai 2.Si.a Kelas 22 – 28 20 – 22 28 – 30 15 – 20 30 – 34 < 15 > 34 27,46 S1 27,46 S1 27,46 < 400 397 N 397 N 600 – 1200 1200 – 1400 >1400 500 – 600 400 – 500 Nilai 4.Si.b Kelas S1 27,46 S1 397 N 397 N Nilai 4.Si.a Kelas ak, s, ah, h < 15 > 75 ak, s, ah, h 15 – 35 50 – 75 k 35 – 55 30 – 50 k > 55 < 30 h < 15 > 75 S1 S1 S1 h < 15 > 75 S1 S1 S1 h < 15 > 75 S1 S1 S1 h < 15 > 75 S1 S1 S1 > 16 > 35 5,5 – 6,2 > 1,2 ≤ 16 20 – 35 5,2 – 5,5 6,2 – 6,8 0,8 – 1,2 < 20 < 5,2 > 6,8 <0,8 - 62, 15 66, 73 7, 1 S1 S1 S3 61, 80 66, 12 7,0 S1 S1 S3 49, 54 95, 36 7,5 S1 S1 S3 50, 24 98, 10 7,5 S1 S1 S3 0,60 S3 0,73 S3 1,43 S1 0,53 S3 < 10 < 10 – 15 15 - 20 > 20 0,772 S1 0,777 S1 0,950 S1 0,954 S1 <8 8 – 16 16 – 30 > 30 <8 S1 8 - 16 S1 <8 S1 8 - 16 S1 Sub Kelas Kesesuaian Unit Kesesuaian Ket : N : tidak sesuai S1 : sangat sesuai S2 : cukup sesuai S3 : sesuai marginal Nilai 2.Si.b Kelas c : faktor pembatas iklim a : faktor pembatas retensi hara N N N N-c, S3-a N-c, S3-a N-c, S3-a N-c1, S3-a3, N-c1, S3-a3, N-c1, S3-a3 S3-a4 S3-a4 c1 : faktor pembatas iklim curah hujan a3: faktor pembatas retensi hara pH a4 : faktor pembatas retensi hara C-Organik N N-c, S3-a N-c1, S3a3, S3-a4 g : faktor pembatas lereng sd : faktor pembatas kedalaman tanah 5 6 Faktor pembatas merupakan parameter dari setiap unit lahan yang mempunyai kelas kesesuaian lahan selain sangat sesuai (S1). Evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman tembakau pada lahan karst di Kecamatan Lengkong memiliki faktor pembatas yang dapat dilihat pada pada Tabel 5.14. Tabel 5.14 Sebaran Kelas Kesesuaian Lahan Berdasarkan Faktor Pembatas pada Masingmasing Satuan Lahan Kecamata Lengkong Tahun 2012 No. Unit Kelas Faktor Pembatas Lahan Kesesuaian Lahan 1. 2.Si.a Tidak Sesuai Ketersediaan air, pH H2O, C-Organik 2. 2.Si.b Tidak Sesuai Ketersediaan air, pH H2O, C-Organik 3. 4.Si.a Tidak Sesuai Ketersediaan air, pH H2O 4. 4.Si.b Tidak Sesuai Ketersediaan air, pH H2O, C-Organik Sumber : Analisis Data Tahun 2012 B. Pembahasan Berdasarkan Tabel 5.14 menunjukkan hasil akhir evaluasi unit-unit lahan, unit-unit tersebut memiliki tingkat klasifikasi kesesuaian kelas sesuai marginal (S3) dan tidak sesuai (N). Kelas kesesuaian lahan tersebut dipengaruhi faktor pembatas, antara lain: ketersediaan air, dan retensi hara. Berikut akan dijelaskan secara rinci kelas kesesuaian lahan untuk tanaman tembakau di daerah penelitian: 1. Kelas Tidak Sesuai (N) Faktor pembatas terberat pada penelitian ini adalah kelas kesesuaian lahan tidak sesuai (N) dengan faktor pembatas ketersediaan air (N-c1). Ketersediaan air pada parameter ini adalah ketersediaan air alami yakni curah hujan. a. Curah Hujan (Mm) Pada Masa Tanam Unsur iklim yang sangat berpengaruh terhadap tanaman adalah ketersediaan air. Ketersediaan air yang secara alami berupa curah hujan, akan mempengaruhi kemampuan tanah. Ketersediaan air diperoleh dari rerata curah hujan pada masa tanam. Dari hasil yang diperoleh, curah hujan pada unit lahan di daerah penelitian adalah sebesar 397 mm pada masa tanam. Sedangakn curah hujan efektif sesuai dengan kelas kesesuaian lahan adalah berkisar 600- 1400 (Djaenuddin, 2000:227). Curah hujan 397 mm pada masa tanam menunjukkan ketersediaan air yang 7 kurang untuk tanaman tembakau. Curah hujan menentukan kualitas dan produktivitas tembakau. Curah hujan yang terlalu kering ini akan mengakibatkan gejala – gejala menurunnya kualitas dan produktifitas tanaman tembakau. Gejalagejala yang timbul akibat kekeringan adalah, daun – daun menjadi ciut dan tebal (Departemen Pertanian, 1995:55). Dengan besar curah hujan 397 mm pada masa tanam, maka pada unit lahan 2.Si.a, 2.Si.b, 4.Si.a, 4.Si.b termasuk kedalam kelas kesesuaian tidak sesuai (N). Dengan hasil matching yang demikian maka curah hujan menjadikan kelas kesesuaian lahan untuk lahan ini menjadi tidak sesuai. Ketidak sesuaian dengan faktor pembatas ini disinyalir karena adanya keterbatasan data ketersediaan air alami (curah hujan) yang diperoleh peneliti. Terdapat beberapa keganjalan pada data ketersediaan air alami yang diperoleh peneliti. Namun, setelah melakukan interpolasi data ketersediaan air alami (curah hujan) dengan stasiun pengukur terdekat ditemukan kondisi data yang hampir serupa, sehingga peneliti mengambil kesimpulan bahwa data yang diperoleh peneliti benar adanya dan terhindar dari penyimpangan akibat human eror dan dimungkinkan karena faktor anomali iklim. Ketidak sesesuaian ini menjadikan faktor penghambat yang cukup berat untuk dikembangkan tanaman tembakau. Meskipun demikian, namun faktor pembatas yang ada dapat diklasifikasikan menjadi faktor pembatas yang mampu diatasi. Minimnya curah hujan di unit lahan dapat diatasi dengan pembangunan dan penggunaan fasilitas irigasi sehingga kebutuhan air untuk tanaman tembakau dapat terpenuhi. Kelas kemampuan lahan pada suatu areal dapat berubah jika proyek reklamasi besar yang dilakukan secara permanen dengan merubah pembatas atau mengurangi ancaman kerusakan atau resiko kerusakan tanah atau tanaman dalam jangka panjang, seperti pembangunan fasilitas drainase, irigasi. 2. Kelas Sesuai Marginal (S3) Unit lahan penelitian yang memiliki kelas kesesuaian lahan sesuai marginal (S3) adalah unit lahan dengan faktor pembatas retensi hara.. Faktor pembatas retensi hara adalah pH H2O dan kandungan C-Organik dalam tanah. 8 a. pH H2O Faktor pembatas pertama pada kelas kesesuaian sesuai marginal (S3)adalah pH. pH sangat berkaitan erat dengan unsur retensi hara yang lain yaitu kejenuhan basa. pH tinggi akan menunjukkan kejenuhan basa yang tinggi pula. pH tanah yang efektif untuk tanaman tembakau adalah berkisar 5,5 – 6,8, dengan besar pH untuk kelas kesesuaian Sangat sesuai (S1) 5,5 – 6,2. Untuk unit lahan 2.Si.a memiliki pH 7,1, sedangkan pada unit lahan 2.Si.b memiliki pH 7,0. Meskipun nilai pH 7,1 dan 7,0 ini tergolong pada pH netral, tetapi dari hasil matching nilai pH tersebut termasuk dalam kelas kesesuian sesuai marginal (S3). Sedangkan pada unit lahan 4.Si.a dan 4.Si.b yang memiliki nilai kejenuhan basa yang lebih tinggi dari unit lahan 2.Si.a, dan 2.Si.b pH pada kedua unit lahan ini jauh lebih tinggi yakni 7,5. Sehingga keempat unit lahan pada daerah penelitian memiliki kelas kesesuaian lahan sesuai marginal (S3). Perlu adanya perbaikan kondisi retensi hara yang ditunjukkan dengan munculnya pembatas pada kelas kesesuaian lahan Sesuai marginal (S3), yang dalam hal ini adalah pH tanah. pH tanah pada unit lahan ini memiliki kemasaman tanah yang lebih tinggi yang cenderung lebih tinggi dari kebutuhan tanaman tembakau. Tingginya pH dalam tanah pada sekuruh satuan unit lahan diduga karena lahan dibudidayakan terus menerus tanap ada pemulihan hara Pengelolaan yang diusulkan untuk menurunkan kemasaman tanah (pH) adalah dengan pemberian belerang kedalam tanah hingga kemasaman optimum untuk tembakau (pH 5,5 – 6,2). Pemberian belerang ke dalam tanah harus mempertimbangkan dosis yang tepat dan pemasaman tanah awal untuk menghindari perubahan pH yang ekstrem. Penambahan belerang kedalam tanah sekitar 3,3 ton/Ha akan menurunkan pH tanah rata-rata dari 7,5 menjadi 5,5-6,2. Pertimbangan kemasaman tanah awal dimaksudkan bahwa dosis pemberian belerang tersebut berbeda pada masing-masing sub kelas kesesuaian lahan. Selain pemberian belerang penurunan keasaman tanah dapat dilakukan dengan penambahan pupuk anorganik yang besifat asam seperti pupuk urea dan juga pupuk organik. Pemberian pupuk organik berupa pupuk kandang atau kompos sekitar 5,2 toh/Ha diharapkan mampu menurunkan pH tanah dan meningkatkan ketersediaaan bahan organik dalam tanah (Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan 9 Serat, 2011:51). Dengan penambahan bahan organik dalam jangka panjang pada lahan marginal tersebut diharapkan akan meningkatkan kelas kesesuaian lahan dari sesuai marginal (S3) menjadi cukup sesuai (S2) sehingga dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman tembakau. b. C-Organik (%) Tanah sebagai media tanam dikatakan ideal jika mempunyai komposisi bahan padatan 45% bahan mineral, 5% bahan organik, 25% cairan, dan 25% udara. Komposisi padatan organik yang hanya 5% dari seluruh tubuh tidak bisa diabaikan begitu saja. Bahan organik dalam tanah berasal dari sisa-sisa tanaman dan hewan atau binatang atau bahan lain yang sudah digunakan (Sulistijorini dalam Purwadi, 2008:152). Kadar C-Organik mencermikan jumlah bahan organik dan mikroba yang ada dalam tanah hasil pengembalian sisa-sisa tanam setelah panen. C-Organik menjadi faktor pembatas yang cukup berat pada unit lahan 2.Si.a, 2.Si.b, dan 4.Si.b. Kebutuhan C-Organik pada tanaman tembakau menghendaki kadar C-Organik > 1,2 %. Pada ketiga unit lahan tersebut memiliki kandungan C-Organik < 1,2%, sehingga hal ini menjadi faktor pembatas bagi lahan tersebut untuk dikermbangkan tanaman tembakau. Kandungan C-Organik yang sangat rendah pada ketiga unit lahan, menjadikan faktor pembatas ini memerlukan penanganan yang intensif guna mencapai produksi yang optimal. Kandungan pada unit lahan 2.Si.a adalah 0, 60 %, 2.Si.b 0,73 %, 4.Si.b 0,53. Kandungan C-Organik pada unit lahan ini masih jauh dari cukup dan termasuk kedalam kelas kesesuaian sesuai marginal (S3) dan tingkat kesuburan rendah sampai sedang. Kandungan C-Organik mencermikan jumlah bahan organik dan mikroba yang ada dalam tanah hasil pengembalian sisa-sisa tanam setelah panen (Sulistijorini, 2006). Dengan kenyataan inni menunjukkan bahwa daerah penelitian kurang sekali usaha-usaha pengembalian sisa-sisa tanaman dan bahan organik lain setelah panen kedalam tanah utamanya pada unit lahan 4.Si.b. Bila kejadian ini dibiarkan terus menerus bisa berakibat terjadi perubahan fisik dan kimia tanah secara drastis (Sulistijorini dalam Purwadi, 2008:155). Lain halnya dengan unit lahan 4.Si.a, unit lahan ini memiliki kandungan C-Organik yang lebih tinggi di bandingkan dengan unit lahan yang lain. 10 Kandungan C-Organik pada unit lahan ini adalah 1,43 %. Kandungan yang lebih tinggi ini diduga karena ada pengembalian sisa-sisa tanaman dari tanaman sebelumnya baik dari dedaunan yang gugur atau sisa-sisa tunggul atau akar tanaman dalam tanah. Faktor pembatas retensi hara memiliki kategori kelas sesuai marginal (S3) akibat nilai C-organik yang sangat rendah. Nilai C-organik menunjukkan kandungan bahan organik dalam tanah. Bahan organik berperan menyediakan sumber makanan bagi hewan dan mikroorganisme di dalam tanah. Nilai COrganik dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan organik melalui pupuk hijau, kompos atau pupuk kandang. Pupuk hijau merupakan pupuk yang berasal dari tanaman yang bersimbiosis mutualisme dengan bakteri pengikat nitrogen. Tanaman tersebut berasal dari famili leguminosa (pepolongan) atau gramineae. Selain pupuk hijau, penambahan bahan organik juga dapat dilakukan melalui pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kompos berasal dari hasil pengolahan sisa-sisa tanaman yang mengandung banyak mikroorganisme. Sementara pupuk kandang berasal dari hasil pengolahan kotoran hewan. Pupuk kandang yang dibutuhkan untuk dapat meningkatkan nilai Corganik dari kelas sesuai marginal (S3) ke dalam kelas cukup sesuai (S2) adalah 20ton/ha dari kotoran ayam. Berdasarkan penelitian Purwadi 2008 bahwa pupuk kandang dari kotoran ayam 20ton/ha dapat meningkatkan nilai C-organik 0,43%. Dengan demikian nilai C-organik unit lahan 2Si.a, 2.Si.b dan 4.Si.b dapat meningkat menjadi 1, 03 %, 1,16 %, 0,956%. Maka dengan adanya penambahan bahan organik tanah melalui penambahan pupuk kompos, pupuk kandang atau pupuk organik lainnya. Penambahan bahan organik ini diharapkan akan meningkatkan daya sangga tanah pada perilaku fisik, kimia, dan biologi tanah. 3. Kelas Kesesuaian Sangat Sesuai (S1) Kelas kesesuaian lahan sangat sesuai (S1) merupakan faktor yang sangat menunjang pertumbuhan tembakau yang perlu dipertimbangkan keberadaannya sehingga apabila pengembang hendak mengatasi faktor pembatas maka tidak akan mengganggu kelas kesesuaian yang sudah sangat sesuai sebelumnya. Berikut 11 adalah parameter kelas kesesuaian lahan yang termasuk kedalam kelas kesesuaian sangat sesuai. a. Temperatur (Temperatur Rerata pada Masa Pertumbuhan) Salah satu faktor pembentuk tanah adalah iklim. Unsur iklim diantaranya suhu, curah hujan dan kelembapan. Dalam kesesuaian lahan untuk tanaman tembakau, suhu atau temperatur rata- rata yang efektid untuk penanaman tembakau adalah berkisar 22o – 30o C pada masa tanam. Unit lahan pada daerah penelitian, 2.Si.a, 2.Si.b, 4.Si.a, 4.Si.b memiliki temperatur 27,46 oC. Temperatur ini merupakan temperatur yang efektif untuk pertumbuhan tanaman. Temperatur yang tidak terlalu tinggi ini akan berpengaruh terhadap kelembapan udara dan akan mempengaruhi jenis pertumbuhan tanaman yang bisa diusahakan. Suhu optimum untuk tanaman tembakau adalah 33oC (Matnawi, 15:1997). Jika suhu optimum ini dibandingkan dengan suhu pada semua unit lahan penelitian, maka suhu pada unit lahan daerah penelitian termasuk kedalam suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman tembakau. Pada suhu 27,46 oC tanaman tembakau tidak akan terganggu pertumbuhannya, karena tidak ada peningkatan daya evapotranspirasi, namun bila suhu meningkat, peningkatan evapotranspirasi dapat di atasi dengan penaunngan khusus untuk menurunkan suhu. Pada suhu 27, 46oC di semua unit lahan tingkat kemasakan penuh akan dicapai pada 100 – 120 hari sesudah penanaman, sedangkan pada suhu rata-rata 27 oC tingkat kemasakan akan lebih cepat yakni 80 – 95 hari sesduah tanam. Temperatur juga akan mempengaruhi keadaan kelembapan udara pada daerah tersebut sehingga memperngaruhi proses yang terjadi pada tanah, baik kimia maupun biologi tanah di pengaruhi oleh keadaan suhu dan udaranya. Temeperatur pada masing-masing unit lahan jika di matching kan dengan syarat tumbuh tanaman tembakau akan termasuk kedalam kelas kesesuaian sangat sesuai (S1). Dengan kelas yang demikian, maka daerah pada unit lahan 2.Si.a, 2.Si.b, 4.Si.a, 4.Si.b , memeliki temperatur yang kondusif untuk pengembangan budidaya tanaman tembakau. b. Tekstur Tanah Selain iklim, salah satu faktor penting dalam evaluasi lahan adalah media perakaran, yang mana didalamnya terdapat berbagai unsur yakni tektur, bahan 12 kasar, dan kedalaman tanah. Tekstur tanah adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi kapasitas tanah untuk menahan air dan permeabilitas tanah serta berbagai sifat fisik dan kimia tanah lainnya. Tekstur tanah menunjukkan perbandingan pasir, debu, dan liat. Tekstur yang dimaksud disini adalah tekstur atas (top soil) dimana pada tanah-tanah yang belum terganggu adalah horison A sedang pada tanah-tanah yang telah diolah adalah sampai kedalaman lapisan olah (15 – 25 cm) Pada umumnya tekstur tanah bisa ditentukan di lapangan, namun untuk tanah – tanah yang sulit dikenal teksturnya (unusual soil) kadang-kadang perlu dianalisa laboratorium. Dari hasil laboratorium unit lahan 2.Si.a ini memiliki tekstur liat, dengan prosentase kandungan pasir 9 %, debu 19%, dan liat 72%. Tekstur tanah ini digolongkan menurut sistim USDA, yakni untuk t ekstur liat (clay), tekstur ini mengandung 40% atau lebih liat, kurang dari 45% pasir dan kurang dari 40% debu. Liat tergolong kedalam tekstur halus, sehingga pada unit lahan ini untuk tektur memiliki kelas kesesuian lahan sangat sesuai (S1). Jadi pada unit lahan ini, untuk tekstur tanah tidak memiliki faktor pembatas yang berarti atau nyata, sehingga tidak memerlukan perlakuan khusus karena tidak ada faktor pembatas yang berarti. Tekstur yang sudah sesuai ini dapat menjadi modal yang baik dalam pembudidayaan tanaman tembakau. Kelas kesesuaian yang sama ditunjukka oleh unit lahan 2.Si.b. Unit lahan ini menunjukkan komposisi tekstur tanah di unit lahan 2.Si.b antara lain 9% Pasir, 29 % Debu, dan 62% liat. Sesuai dengan diagram segitiga tekstur tanah, tanah pada unit lahan ini tergolong kedalam tekstur liat, yang memiliki tekstur halus. Dari tekstur ini maka unit lahan ini tergolong kedalam kelas klasifikasi lahan sangat sesuai (S1). Liat pada unit lahan ini mengandung monmorilonit, terlihat dari rekahan tanah yang begitu lebar pada tanah yang kering Tektur liat juga dimiliki oleh unit unit lahan 4.Si., dengan prosentase pasir 9%, debu 19%, dan 72% liat. Tekstur tanah adalah satu faktor penting yang mempengaruhi kapasitas tanah untuk menahan air dan permeabilitas tanah serta berbagai sifat fisik dan kimia tanah lainnya. Tekstur yang dimaksud disini adalah tekstur atas (top soil) dimana pada tanah-tanah yang belum terganggu adalah horison A sedang pada tanah-tanah yang telah diolah adalah sampai kedalaman 13 lapisan olah (15 – 25 cm). Pada umumnya tekstur tanah bisa ditentukan di lapangan, namun untuk tanah – tanah yang sulit dikenal teksturnya (unusual soil) kadang-kadang perlu dianalisa laboratorium. Tekstur yang dimiliki unit lahan ini, tergolong kedalam tekstur yang dikehendaki oleh syarat tumbuh tanaman tembakau yakni tekstur agak kasar, sedang, agak halus, halus. Unit lahan ini termasuk kedalam kelas sangat sesuai (S1), sehingga untuk tekstur, bukanlah faktir penghambat yang berarti untuk pertumbuhan tanaman tembakau. Pada unit lahan 4.Si.b yang memiliki jenis tanah yang sama dengan unit lahan 4.Si.a yakni Ustropepts, Tropaquepts, Chromusterts, memiliki kelas kesesuaian lahan yang sama yakni sangat sesuai (S1). Tekstur tanah pada unit lahan 4.Si.b ini adalah liat (halus) dengan persentase pasir 13%, debu 26%, dan liat 61%. Diantara unit lahan lain, unit lahan ini yang paling memiliki prosentase pasir lebih banyak, namun persentase pasir ini masih termasuk kedalam golongan tanah yang liat sehingga bertekstur halus dan masuk dalam kelas kesesuaian lahan sangat sesuai (S1). Tanah pada unit lahan 2.Si.a, 2.Si.b, 4.Si.a, 4.Si.b, adalah bertekstur liat. Tanah liat memiliki rasa berat, sehingga tanah semua lahan ini akan menghasilkan tembakau yang berdaun tebal. Tanah liat tersebut lapisan subsoilnya cukup dapat menampung tanpa gangguan sistem perakaran, yang dapat mencapai kedalaman sejauh 120 cm. c. Bahan Kasar (%) Kriteria kesesuaian lahan yang termasuk kedalam media perakaran lainnya adalah bahan kasar. Bahan kasar diukur dengan cara membuat petak berukuran 1x1 m pada unit lahan kemuadian dihitung prosentase bahan kasar yang ada dipermukaan. Pada unit lahan 2.Si.a bahan kasar < 15 %, prosentase kerikil, kerakal, dan batuan lain sedikit jumlahnya di permukaan. Prosentase tersebut memberikan unit lahan ini kelas kesesuaian S1 atau sangat sesuai. Dengan demikian untuk prosentase bahan kasar di permukaan yang sedikit, akan lebih menunjang media perakaran tanaman tembakau pada unit lahan ini Unit lahan 2.Si.b memiliki prosentase bahan kasar < 15 %, prosentase kerikil, kerakal, dan batuan lain sedikit jumlahnya di permukaan. Prosentase 14 tersebut memberikan unit lahan ini kelas kesesuaian S1 atau sangat sesuai. Dengan demikian untuk prosentase bahan kasar di permukaan yang sedikit, akan lebih menunjang media perakaran tanaman tembakau. Unit lahan 4.Si.a dan 4.Si.b memiliki prosentase bahan kasar < 15 %, prosentase kerikil, kerakal, dan batuan lain sedikit jumlahnya di permukaan. Prosentase tersebut memberikan unit lahan ini kelas kesesuaian S1 atau sangat sesuai. Dengan demikian untuk prosentase bahan kasar di permukaan yang sedikit, akan lebih menunjang media perakaran tanaman tembakau dan tidak memerlukan perlakuan khusus untuk mengatasi prosentase bahan kasar dipermukaan yang banyak. d. Media Perakaran Media perakaran tanaman yang baik harus ditunjang dengan kedalaman tanah yang efektif sehingga akar tanaman dapat berkembang maksimal. Unit lahan 2.Si.a, 2.Si.b, 4.Si.a, 4.Si.b memiliki kedalaman tanah > 75 cm. Kedalaman tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus oleh akar tanaman. Lapisan yang tidak dapat ditembus oleh tanaman dapat berupa lapisan keras, liat, padas rapuh atau lapisan phintite (Taryana, 1995:34). Sesuai dengan kelas klasifikasi lahan, kedalaman > 75 cm termasuk dalam kelas kesesuaian sangat sesuai (S1). Dengan kedalaman yang demikian, akan sangat menunjang pertumbuhan dan pembudidayaan tanaman tembakau. Tanaman tembakau memiliki akar tunggang, jenis akar tunggang pada tanaman tembakau yang subur terkadang dapat tumbuh sepanjang 0,75 m. Selain akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut dan bulu-bulu akar. Pertumbuhan akar yang lurus, berlekuk baik pada akar tunggang maupun pada akar serabut. Banyak sedikitnya perakaran tergantung pada berbagai macam faktor. Bila pengolahan tanah baik maka akar adventif terdapar pada kedalaman 1-30 cm. Akar tumbuh terbanyak pada kedalaman lapisan tanah 15-20 cm dari permukaan tanah atas (top soil) (Matnawi, 1998). Kedalaman tanah pada semua unit lahan yang > 75 cm ini, akan menunjang pertumbuhan perakaran tanaman tembakau. Dengan pertumbuhan perkaran yang baik, maka pertumbuhan tanaman tembakau akan optimal sehingga menghasilkan kualitas dan produksi yang baik. 15 e. KTK Liat (cmol) Unsur retensi hara yang pertaman adalah KTK liat. KTK atau kapasitas tukar kation menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan kation – kation dan mempertukarkan kation-kation tersebut. KTK penting untuk kesuburan tanah maupun untuk genesis tanah. KTK liat atau kapastitas tukar kation liat menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan kation-kation dan mempetukarkan kation-kation tersebut. KTK dalam tanah sangat mempengaruhi kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman. Unit lahan 2.Si.a memiliki nilai KTK liat 62,15 cmol, unit lahan 2.Si.b adalah 61,80 cmol, Nilai KTK pada unit lahan 4.Si.a adalah 49,54, KTK 4.Si.b adalah 50,34 cmol. Nilai ini termasuk kedalam kelas kesesuaian lahan sangat sesuai (S1). Nilai KTK diatas digunakan sebagai petunjuk tingkat pelapukan tanah. Tanah muda umumnya memiliki nilai KTK yang rendah. Sesuai dengan niali KTK hasil uji laboratorium, maka tanah pada unit lahan 2.Si. a dan 2. Si. B yakni Haplustults, Dystropepts, Haplortox lebih tua dan memiliki pelapukan yang lebih lanjut dibanding tanah pada lahan 4.Si.a dan 4.Si.b yakni Ustropept, Tropaquept, Chromustert . KTK akan meningkat dengan dengan meningkatnya pelapukan, tetapi KTK akan menjadi rendah pada tanah dengan tingkat pelapukan lanjut (Hardjowigeno, 1993:44). KTK pada semua unit lahan tergolong tinggi. Batas KTK tinggi dan rendah adalah 16 cmol (Hardjowigeno, 1993:44). Tanah dengan KTK yang tinggi mempunyai daya penyimpanan unsur hara yang tinggi, sehingga tanah pada semua unit lahan sangat baik bagi pertumbuhan tanaman. Meskipun demikian, tanah tersebut banyak mengandung Al yang dapat dipertukarkan yang mungkin bisa berbahaya bagi tanaman KTK juga dapat dikaitkan dengan tekstur, makin halus tekstur tanah makin tinggi KTK. Tanah pada unit lahan ini bertekstur halus, hal ini tentunya mempengaruhi besar KTK dalam tanah.KTK yang tinggi pada semua unit lahan mengindikasikan tanah pada unit lahan memiliki tekstur yang halus, hal ini di buktikan dengan hasil laboratorium tekstur tanah pada semua unit lahan adalan liat yang bertekstur halus. Nilai KTK pada semua unit lahan termasuk dalam kelas kesesuaian lahan 16 Sangat sesuai (S1). KTK tergantung pH, hal ini terjadi karena meningkatnya ionisasi gugus-gugus fungsional dari bahan organik dan gugus-gugus OH dari patahan mineral liat atau hidroksida Fe dan Al, akibat naiknya pH tanah. KTK yang sangat sesuai ini menunjukkan bahwa tanah sudah cukup baik dalam menyediakan tempat untuk pertukaran unsur hara yang mendukung pertumbuhan tanaman tembakau. f. Kejenuhan Basa (%) KTK juga dapat digunakan untuk menghitung kejenuhan basa dalam tanah. Kejenuhan basa adalah unsur hara yang diperlukan tanaman. Kejenuhan basa merupakan perbandingan jumlah basa dalam tanah dengan KTK. Jumlah basa dan KTK didapat dengan cara uji laboratorium. Nilai kejenuhan basa pada unit lahan 2.Si.a adalah 66, 73%, sedangkan 2.Si.b adalah 66,21% Kejenuhan basa menunjukkan tingkat pencucian. Kejenuhan basa bisa pula digunakan untuk membedakan tanah-tanah ordo Ultisol dengan Alfisol. Tanah sangat sesuai untuk budidaya tanaman tembakau jika memiliki kejenuhan basa > 35%. Hal ini menandakan bahwa unit lahan 2.Si.a, 2.Si.b sangat sesuai (S1) untuk usaha budidaya tanaman tembakau. Tingginya presentase kejenuhan basa ini menunjukkan bahwa tanah pada unit lahan ini mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi. Namun karena pengelolaan lahan yang kurang baik pada saat ditanami tembakau atau tanaman lain sebagai rotasi, menyebabkan lahan di daerah penelitian kurang bisa berproduksi maksimal. Kejenuhan basa pada unit lahan 4.Si.a dan 4.Si.b ini tergolong sangat besar (> 70%) yakni senilai 95,36% dan 98, 10% termasuk kedalam kelas kesesuaian Sangat sesuai (S1). Seperti halnya unit lahan 2.Si.a dan 2.Si.b unit lahan 4.Si.a dan 4.Si.b memiliki kesuburan tanah yang tinggi sehingga sangat cocok untuk budidaya tanaman tembakau. g. Alkalinitas/ ESP (%) Unit lahan 2.Si.a, 2.Si.b, 4.Si.a, 4.Si.b memiliki nilai alkalinitas 0,772% , 0,777%, 0,950%, 0,954% . Nilai ini termasuk kedalam batas kelas kesesuaian lahan sangat sesuai (S1) yangmana memiliki batas prosentase kandungan alkali tanah <10%. Nilai ini merupakan nilai aman untuk penanaman tanaman tembakau, kandungan alkali yang rendah akan membantu dan mendukung 17 kesesuaian lahan untuk tanaman tembakau. h. Lereng (%) Syarat tumbuh yang perlu diperhatikan dalam penanaman tembakau mauapun tanaman lainnya, perlu dipertimbangkan kecuraman lereng, sehingga untuk pembudidayaan ini akan efektif dan terbebas dari bahaya erosi. Erosi dapat mengakibatkan kehilangan unsur hara yang berpengaruh terhadap berkurangnya tingkat produksi. Kecuraman lereng, panjang lereng, dan bentuk lereng akan memperngaruhi besarnya erosi dan aliran permukaan. Kecuraman ini dapat diketahui dari peta. Pada unit lahan 2.Si.b dan 4.Si.b ini memiliki kemiringan <8 % sehingga tergolong kedalam lereng datar sampai landai atau berombak. Meskipun topografi unit lahan ini tergolong kedalam unit lahan yang bertopografi lebih bergelombang dari pada unit lahan 2.Si.a, 4.Si.a namun kemiringan pada unit lahan 2.Si b dan 4.Si.b hanya berkisar 6-8 % dari analisis peta. Besar lereng yang demikian, maka untuk bahaya erosi akan sangat ringan karena lereng tidak curam. Dari hasil pengamatan yang ada kerusakan erosi yang ada di lapangan dapat dikatakan hampir tidak ada erosi sampai pada erosi percik, dengan lereng datar sampai landai, sehingga kondisi ini efektif untuk dikembangkan tanaman tembakau. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Seluruh unit lahan pada daerah penelitian memiliki kelas kesesuaian lahan N tidak sesuai. Unit lahan 2.Si.a, 2.Si.b, 4.Si.a, 4.Si.b memiliki sub kelas kesesuaian lahan N-c (tidak sesuai dengan faktor pembatas iklim), S3-a (sesuai marginal dengan faktor pembatas retensi hara. 2. Unit lahan 2.Si.a memiliki unit kesesuaian lahan N-c1, S3-a3, S3-a4, meliputi daerah sebagian Desa Banjardowo, Lengkong, Jatipungkur, Ketandan dan sebagian kecil Desa Sumbersono, dengan luas 475,38 Ha. Unit lahan 2.Si.b memiliki unit kesesuaian lahan N-c1, S3-a3, S3-a4 meliputi daerah yang sangat sempit yakni di Desa Sumbersono denga luias 23,2 Ha. Unit lahan 4.Si.a memiliki unit kesesuaian lahan N-c1, S3-a3 meliputi Desa Banjardowo 18 sebelah timur, sebagian besar Desa Lengkong, seluruh Desa Jegreg, Kedung Mlaten, Balongasem, Sawahan, Ngringin, sebagian kecil Desa Ketandan, dan Desa Prayungan, dengan total luas 1078,38 Ha. Unit lahan 4.Si.b memiliki unit kesesuaian lahan N-c1, S3-a3, S3-a4 yang persebarannya meliputi sebagian kecil Desa Prayungan dengan luas 1,62 Ha. 3. Curah hujan yang rendah menjadi faktor pembatas bagi semua unit lahan. Retensi hara yang menjadi faktor pembatas bagi unit lahan 2.Si.a, 2.Si.b, dan 4.Si.b adalah pH yang terlalu tinggi dan kadar C-Organik yang terlalu rendah. Sedangkan retensi hara yang menjadi pembatas bagi unit lahan 4.Si.a adalah pH yang terlalu tinggi. . DAFTAR RUJUKAN Abdullah, 1978. Budidaya Tanaman Tembakau. Swadaya.Yogyakarta. Arsyad, Sitanala.1989. Konservasi Tanah dan Air.Jurusan Tanah Universitas Brawijaya. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian Versi 3 September 2000 Oleh Djaenuddin dkk..Pusat Peneliti dan Pengembangan Pertanian. Badan Peneliti dan Pengembangan Pertanian Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat. 2010. Tembakau Virginia. Dirjen Perkebunan. Malang BAPPEDA Kabupaten Nganjuk. 2009. Rencana Pembangunan Jangka Pendek Wilayah Kabupaten Nganjuk 2009-2013. Nganjuk: BAPPEDA. BAPPEDA Kabupaten Pacitan. 2003. Inventarisasi Geologi Lingkungan Kawasan Karst Kabupaten Pacitan, Propinsi Jawa Timur;Kajian Geologi Lingkungan Untuk Menunjang perencanaan Tata Ruang Wilayah Kawasan Karst. Laporan Tidak Diterbitkan. Bandung;Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan. Bowles, Joseph E.1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah.Jakarta:Penerbit Erlangga. Badan Pusat Statistik.2010. Kabupaten Nganjuk Dalam Angka Tahun 2010. BPS Kabupaten Nganjuk Departemen Pertanian, 1974. Pedoman Bercocok Tanam Tanaman Tembakau. Direktorat Jendral Perkebunan. Depertemen Pertanian.1974. Pedoman Bercocok Tanaman Tembakau Virgina. Direktoran Jenderal Perkebunan Dinas Pertanian Daerah Kecamatan Lengkong. 2010. Program Penyuluhan PertanianKecamatan Lengkong Kabupaten Nganjuk Tahun 2011.Tidak diterbitkan. Lengkong Dinas Pertanian Daerah Kecamatan Lengkong Kabupaten Nganjuk. 2010. Profil Pertanian Kecamatan Lengkong. Tidak diterbitkan. Lengkong Dirjen Pertanian, 1995. Budidaya Tembakau II. Tidak diterbitkan. Jakarta 19 Djaenuddin, 1997. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Jakarta : Buli Aksara. Djaenuddin, dkk. 1994. Evaluasi Lahan Untuk Daerah Permukiman. (Part C Laporan Teknis No 10). Second Land Resource Evaluation and Planning Project. Departemen Pertanian Bogor. Djaenuddin, dkk. 1997 Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian (versi I Juni 1997). Pusat Penelitian Tanah dan Agroliat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Djaenuddin dkk. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian (versi 3 September 2000). Pusat Penelitian Tanah dan Agroliat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian Hardjowigeno, Sarwono. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta:PT. Mediyatma Sarana Perkasa. Hardjowigeno, Sarwono.1993.Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: Akademi Presindo. Haryono, Eko. 2010. Geomorfologi dan Hidrologi Karst. (http://scribd.co/doc/82118542/Geomorfologi-dan-Hidrologi-Karst, diakses Tanggal 26 Juli 2012)/ Jamulya, dan Tukidal. 1991. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta Kursus Angkatan 2. Fakultas Geografi UGM. Matnawi, Hudi. 1997. Budidaya Tanaman Tembakau Bawah Naungan.. Kanisius, Yogyakarta Purwadi.2008. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Pertanian Teori dan Aplikasi.UPN Press. Surabaya. Oktaviany, Yuke, dan Suwarto. 2010. Budidaya Tanaman Perkebunan Unggulan.Jakarta. Penebar Swadaya Rayes, M. Luthfi.2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Sitorus, Santun. R. P. 1985. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Bandung: Tarsito. Soedarmanto, Hadi. 1978. Budidaya Tembakau Jawa. Departemen Pertanian. Direktorat Jendral Pertanian Soil Survey Staf. 1992. Kunci Taksonomi Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Taryana, Didik. 1999. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Untuk Bidang Pertanian. Tidak Diterbitkan. Universitas Negeri Malang. Tika, Pabundu. 1996. Metode Penelitian Geografi. Yogyakarta: Bumi Aksara. Utomo, Wani Hadi.1989. Konservasi Tanah di Indonesia: Suatu Rekaman dan Analisa. Jakarta: Penerbit Rajawali. 20