TINJAUAN PUSTAKA Infertilitas Pria Akibat Kerja Sugih Firman Jakarta, Indonesia ABSTRAK Berbagai kelainan mulai dari gangguan hormonal, masalah fisik hingga masalah psikologis diketahui bisa menyebabkan infertilitas pada pria. Meskipun banyak pilihan pengobatan namun banyak kasus tidak dapat diatasi. Kebanyakan kasus infertilitas pria disebabkan oleh kerusakan testis yang berujung pada ketidakmampuan testis untuk memproduksi sperma. Pajanan fisik, kimia, dan psikologis di tempat kerja dapat berujung pada infertilitas pria akibat kerja dengan menyebabkan kelainan pada kualitas dan/atau jumlah sperma. Diagnosis sulit ditegakkan karena dapat baru disadari berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun kemudian antara lain karena status pekerja belum menikah sehingga sulit menilai status kesuburannya. Dalam penatalaksanaan, kemajuan teknologi dapat mengatasi keadaan yang dulu dianggap sudah tidak mungkin diatasi, misalnya pada azoospermia non-obstruktif. Kendati demikian masih ada beberapa keadaan yang memang ireversibel. Pencegahan primer lebih penting. Juga perlu regulasi yang dapat berupa sanksi atas pelanggaran pola kerja atau jika tidak menggunakan APD karena alasan-alasan klasik, seperti tidak nyaman, tidak terbiasa, atau menjadi ‘kurang lincah’ dalam bekerja. Kata kunci: infertilitas, pria, pajanan, sperma, APD ABSTRACT Various disorders, ranging from hormonal disorders, physical problems, psychological problems, are known to cause infertility in men. Exposure to physical, chemical, and psychological hazard in the workplace can lead to male occupational infertility by causing abnormalities in the quality and/or the number of sperm. Diagnosis of occupational infertility can be difficult. In terms of management, technological progress can overcome the situation which was once considered impossible. Nevertheless, there are still some circumstances that are irreversible. Primary prevention is more important. It also needs regulations that may include sanctions for violations of work patterns or if not using PPE for classic reasons, such as discomfort, not familiar or not mobile at work. Sugih Firman. Male Occupational Infertility. Key words: infertility, male, exposure, sperm, PPE DEFINISI Infertilitas dapat dimengerti sebagai ketidakmampuan sepasang suami istri untuk mendapatkan keturunan setelah satu tahun menikah dengan hubungan seks normal tanpa menggunakan metode kontrasepsi apapun atau setelah enam bulan menikah bila usia istri di atas 35 tahun.1 Infertilitas pria akibat kerja dapat diartikan sebagai infertilitas bersumber dari suami yang didapat karena adanya pajanan suatu bahan di lingkungan kerja. Ada dua tipe infertilitas. Tipe pertama (tipe primer) adalah jika sepasang suami istri belum pernah memiliki satu anak pun dari pernikahannya, sementara tipe lain (tipe sekunder) adalah jika pasangan tersebut sulit memiliki keturunan, namun salah satu pasangannya pernah memiliki anak.2 ETIOLOGI Berbagai kelainan mulai dari gangguan hormonal, masalah fisik hingga masalah psikolo- 508 CDK-195_vol39_no7_th2012 ok.indd 508 gis diketahui bisa menyebabkan infertilitas pada pria. Meskipun banyak pilihan pengobatan namun banyak kasus tidak dapat diatasi. Kebanyakan kasus infertilitas pria disebabkan oleh kerusakan testis yang berujung pada ketidakmampuan testis untuk memproduksi sperma. Sekali rusak, testis tidak akan dapat mengembalikan kemampuannya untuk memproduksi sperma.3 Selain pengobatan medikamentosa yang sering gagal, pengobatan lain mungkin berhasil. Kerusakan testis bukan satu-satunya penyebab utama infertilitas pria, rendahnya jumlah produksi sperma dan buruknya kualitas sperma juga memegang peranan. Secara umum, kesuburan mencerminkan status kesehatan seseorang. Orang yang bergaya hidup sehat lebih memiliki produksi sperma yang sehat. Daftar berikut menyoroti beberapa gaya hidup yang berimbas negatif terhadap kesuburan pria:4,5 • Merokok – secara signifikan menurunkan jumlah sperma dan motilitas sperma • Penggunaan marijuana berkepanjangan • Peminum alkohol kronis • Penggunaan steroid anabolikum • Olahraga berlebihan – menghasilkan hormon adrenalin berlebihan menyebabkan defisiensi testosteron yang berujung pada infertilitas. • Asupan vitamin C dan Zinc tidak adekuat • Pakaian dalam ketat - meningkatkan suhu skrotum • Terpajan hazard dan toksin lingkungan seperti pestisida, timah hitam, cat, radiasi, zat-zat radioaktif, merkuri, benzene, boron dan logam berat. • Malnutrisi dan anemia • Stres berat; modifikasi gaya hidup dan kebiasaan dapat meningkatkan status kesuburan seseorang. Penyebab infertilitas akibat kerja dapat dilihat pada tabel 1:6 CDK-195/ vol. 39 no. 7, th. 2012 7/8/2012 12:17:28 PM TINJAUAN PUSTAKA som diobservasi dari sel induk yang bertahan setelah radiasi. Tabel 1 Pajanan dan Efek yang Mungkin Ditimbulkan6 PAJANAN EFEK YANG MUNGKIN TIMBUL Panas Berkurangnya jumlah sperma, motilitas dan perubahan morfologi Azoospermia Radiasi Pengion Radiasi Non Pengion • Microwave • Medan Elektromagnetik Logam Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Cadmium (Cd), Boron(Bo) Estrogen Sintetis (Diethylstilbestrol) Dietary (lignans, mycoestrogens, phytoestrogens) Pestisida Dibromochlorpropane, Ethylene dibromide, Chlordecone Pelarut Karbon disulfide, Glycol Berkurangnya jumlah sperma dan motilitas (sementara) Berkurangnya jumlah sperma dan motilitas Perubahan morfologi, jumlah, motilitas sperma dan penurunan volume semen Penurunan konsentrasi hormon, Ginekomastia, penurunan libido, impotensi Berkurangnya jumlah sperma Perubahan morfologi sperma, penurunan jumlah sperma, impotensi, ketidakseimbangan hormonal Perubahan morfologi sperma, penurunan jumlah sperma, impotensi, ketidakseimbangan hormonal Tabel 2 Tabel Pajanan di Tempat Kerja dan Efek yang Mungkin Ditimbulkan Dosis (cGy) 15 – 20 20 – 50 50 – 100 100 – 200 > 200 Efek yang timbul Sedikit berpengaruh Azoospermia (20-60%) Azoospermia (50 – 80%) Azoospermia (90 – 100%) Azoospermia (100%) PATOFISIOLOGI Toksin mungkin menyebabkan kematian sel, kerusakan sel subletal atau perubahan genetis. Kematian sel epitelium dapat terjadi karena nekrosis atau apoptosis. Bukti terakhir menunjukkan bahwa apoptosis adalah mekanisme utama kerja toksin. Kerusakan sel induk non letal akan menyebabkan dua kemungkinan: diperbaiki atau dibiarkan memiliki efek permanen pada struktur atau fungsi spermatozoa, termasuk kemungkinan memiliki defek genetis. Reversibilitas 6 – 8 bulan 8 – 14 bulan 12 – 24 bulan >24 bulan bat akhir perubahan spermatogenesis. Belum diketahui ada toksin sel Sertoli sampai saat ini. Radiasi pengion dan alkylating agents (seperti nitrogen mustard, vincristine, procarbazine, prednison) diketahui memiliki efek toksik pada sel induk manusia. Sel yang paling sensitif adalah sel spermatogonia. Kerusakan spermatogonia A0 non proliferasi akan berujung pada kerusakan spermatogonia yang irreversibel, namun spermatogonia yang berproliferasi dapat digantikan oleh stem cell. Pajanan okupasi terhadap steroid seperti estrogen dapat meningkatkan negative biofeedback pada sekresi FSH, mengakibatkan berkurangnya produksi sperma, disfungsi seksual, ginekomastia dan hypogonadotropic hypogonadism dan berpotensial menjadi kanker testis. Pajanan estrogen pada masa prenatal dapat berpotensi menghambat sekresi gonadotropin fetus dan menurunkan proliferasi sel sertoli. Beberapa komponen diketahui memiliki aktivitas antiandrogen seperti 9,10 Dihydrophenanthrene, Linuron, Vincozolin, DDT/DDE dan Flutamide. Meskipun mutasi menetap DNA sel induk dapat menyebabkan perubahan genetis sperma yang persisten, beberapa kerusakan kromosom tidak ditranslasi menjadi malformasi kongenital yang parah atau karsinogen. Obat adrenolytic seperti guanethidine atau methoxamine bisa mengakibatkan stasis sperma di dalam epididimis. Gossipol mempengaruhi epitelium epididimis dan bercampur dengan ekskresi getah epididimis. Gossipol mempengaruhi struktur mitokondria spermatozoa di dalam testis dan struktur lainnya ketika spermatozoa bermigrasi ke dalam epididimis atau selama pematangan di dalam epididimis ini.7 Pemajanan langsung pada testis berpotensi memisahkan jenis-jenis sel testis dengan aki- Spermatogonia berproliferasi merupakan elemen yang paling sensitif. Kerusakan kromo- CDK-195/ vol. 39 no. 7, th. 2012 CDK-195_vol39_no7_th2012 ok.indd 509 DIAGNOSIS Diagnosis infertilitas akibat kerja ditegakkan dengan tujuh langkah diagnosis8: 1. Diagnosis klinis9 Ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan khusus. Anamnesis mencakup pertanyaan tentang riwayat penyakit sekarang dan dahulu, riwayat pekerjaan sekarang dan dulu. Usia pasangan, lamanya pernikahan tanpa kontrasepsi dan kehamilan serta pengobatan sebelumnya harus diperhatikan. Harus ditanyakan frekuensi dan saat hubungan suami-istri dan juga siklus menstruasi istri. Mengingat sperma dapat hidup 48 jam di dalam organ reproduksi wanita, waktu optimal untuk melakukan aktivitas seksual adalah setiap hari atau dua hari sekali selama masa subur. Disfungsi seksual harus dicari dan diobati. Disfungsi ereksi dan disfungsi ejakulasi dapat menjadi tanda adanya penyakit yang mendasari, seperti penyakit vaskular atau diabetes melitus. Evaluasi lebih lanjut keadaan ini dikerjakan sesuai indikasi. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mencari penyakit yang mendasari. Derajat virilisasi dan penyebaran bulu badan dapat mencerminkan adanya kelainan endokrin, seperti defisiensi androgen. Pemeriksaan kepala dan leher, jantung dan paru penting dilakukan. Jaringan parut bekas operasi abdomen atau inguinal merupakan petunjuk penting untuk membantu menilai keadaan umum pasien. Fokus utama pemeriksaan infertilitas adalah pemeriksaan sistem genitourinaria.10 Ukuran dan letak meatus uretra penting diperhatikan karena hipospadia berat dapat mempengaruhi ejakulasi yang menyulitkan sperma masuk ke vagina. Besar dan konsistensi testis juga perlu dianalisis. Testis normal setidaknya berukuran 20 ml. Ukuran yang sangat kecil atau sangat lembut menandakan adanya atrofi testis. Pemeriksaan varicocele sebaiknya dikerjakan pada posisi berdiri. Tali sperma harus diperiksa apakah teraba atau terlihat membesar. Varicocele dibagi dalam beberapa tingkat berdasarkan distensinya: tingkat 1 (teraba hanya 509 7/8/2012 12:17:28 PM TINJAUAN PUSTAKA dengan Valsalva maneuver), tingkat 2 (teraba tanpa Valsalva maneuver) dan tingkat 3 (terlihat dari kulit).11,12 Keberadaan vas deferens juga perlu dikonfirmasi. Jika tidak ditemukan baik satu apalagi keduanya, perlu pemeriksaan lebih lanjut. Abnormalitas epididimis seperti adanya indurasi atau terasa penuh dapat memberikan petunjuk penting adanya obstruksi yang mengancam. Kelainan prostat perlu dievaluasi dengan transrectal ultrasound (TRUS) dan biopsi untuk menyingkirkan adanya kanker prostat. Pembesaran vesika seminalis dapat dipalpasi pada pemeriksaan rektal. Pemeriksaan paling penting pada infertilitas pria adalah analisis semen. Satu atau dua spesimen harus dikumpulkan di tempat nonspermatoksik melalui cara masturbasi setelah 2 sampai 3 hari tidak melakukan hubungan seks dan segera dianalisis paling lama satu jam setelah terkumpul. Analisis semen bukanlah pemeriksaan kesuburan namun lebih ke arah pemeriksaan potensi kesuburan. Pemeriksaan lengkap direkomendasikan jika dari pemeriksaan awal terungkap adanya riwayat reproduksi atau analisis semen abnormal. Parameter yang biasa diperiksa meliputi volume semen, pH semen, konsentrasi, motilitas dan morfologi. Pemeriksaan tambahan bisa meliputi viabilitas dan assay untuk leukosit dan antisperm antibody. Hasil analisis ‘normal’ tidak identik dengan ‘fertil (subur)’ dan ‘abnormal’ tidak identik dengan ‘infertil (tidak subur)’. Jika seseorang memiliki sperma yang motil dalam semennya, maka ia potensial subur. Secara umum, kesempatan hamil berkorelasi dengan jumlah total sperma yang motil.13 Jika ditemukan azoospermia, langkah berikutnya adalah sentrifugasi dan resuspensi sediaan diikuti pemeriksaan mikroskopik berturutturut. Jika melalui tes sederhana ini ditemukan sperma, obstruksi total ductus dapat disingkirkan. Jika ditemukan azoospermia dan volume semennya kurang dari 1 mL, sampel urin pasca ejakulasi perlu diperiksa. Jika ditemukan sperma, seharusnya juga dapat ditemukan sperma pada sampel ejakulat antegrade-nya. Leukositospermia, adanya leukosit di dalam semen, masih kontroversial. Sel bulat, dapat leukosit atau sperma yang belum matang, dapat ditemukan dalam analisis semen.14 510 CDK-195_vol39_no7_th2012 ok.indd 510 Pewarnaan khusus seperti myeloperoksidase atau Endtz dibutuhkan untuk membedakannya. Jika ditemukan lebih dari satu juta leukosit per mililiter, diperlukan pengobatan infeksi sistem genital menggunakan doksisiklin (100 mg bid) atau kuinolon selama dua minggu; selain itu, lebih sering berejakulasi akan membantu mengurangi leukositospermia.15,16 Alasan rasional pengobatan adalah karena leukosit dapat menghasilkan reactive oxygen species (ROS) yang dapat memperburuk fungsi sperma; banyak dokter lebih memilih melakukan inseminasi bila menemukan leukosit. Sebaliknya, adanya leukosit dapat kebetulan dan jumlahnya mungkin masih dalam batas normal dan memang dibutuhkan dalam fungsi sperma. Harus diingat ada pria leukositospermia yang asimtomatik, tidak mengidap infeksi sistem genital dan dapat sembuh sendiri. Analisis semen hanya menilai sebagian fungsi sperma. Hasil dan interpretasi dapat berlainan antar laboratorium tergantung expertise dengan cara pemeriksaan berbeda. Indikasi pemeriksaan fungsi sperma bervariasi namun termasuk di dalamnya infertilitas dengan analisis semen ‘normal’ atau untuk memprediksi fertilisasi in vitro. Beberapa pemeriksaan fungsi sperma yang umum meliputi mannose-binding test, hemizona assay, sperm penetration assay dan acrosome reaction test.17 Tujuan utama mannose-binding assay adalah menilai pola pengikatan manosa oleh sperma. Manosa penting untuk dapat mengenali zona pelusida oosit. Sperma di’cuci’ dengan fluorescein isothiocyanate-conjugated mannosylated bovine serum albumin untuk menilai pola ikatan manosanya. Hasilnya ditampilkan dengan persentase dan dibandingkan dengan donor yang sudah diketahui subur. Dalam hemizona assay, sperma pasien dan donor diinkubasi terpisah dengan bisected human oocytes. Hemizona index didapat dengan membagi jumlah bound sperma pasien dengan jumlah kontrol sperm bound x 100. Sperma Penetration Assay dilakukan dengan menginkubasi sperma dengan oosit hamster yang zonafree. Persentase oosit yang dipenetrasi dihitung. Secara teori, lebih banyak oosit akan dipenetrasi oleh sperma atau lebih banyak sperma akan mempenetrasi tiap oosit pada keadaan normal dibandingkan keadaan infertil. Acrosome test merupakan pewarnaan khusus. 2. Pajanan yang dialami Semua jenis pajanan di lingkungan kerja harus didaftar karena satu pajanan dapat menyebabkan banyak penyakit dan atau satu penyakit bisa disebabkan banyak pajanan. Alur poduksi atau cara kerja juga penting diketahui. 3. Hubungan pajanan dengan penyakit Pajanan yang telah didapat didata untuk dicari hubungannya dengan keluhan pasien. 4. Jumlah pajanan Pajanan yang sesuai keluhan adakalanya jumlahnya masih di bawah ambang batas; faktor akumulasi dapat berperan dalam menimbulkan penyakit. 5. Faktor individu Penting diketahui adanya faktor individu yang berperan, seperti penyakit kronis, penyakit dalam keluarga. Higiene perorangan juga penting diketahui. 6. Faktor lain Faktor lain di luar pekerjaan termasuk kebiasaan hidup sehari-hari, pekerjaan sampingan, atau hobby yang dijalankan. 7. Menentukan diagnosis PAK dengan menganalisis semua hal di atas berdasarkan bukti dan referensi yang ada. PENATALAKSANAAN Secara umum, penyebab infertilitas yang dapat dikoreksi harus segera diatasi. Penatalaksanaan dibagi dua bagian, yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan okupasi. Pada infertilitas akibat pajanan bahan-bahan di tempat kerja, yang umum mengalami kelainan adalah kualitas dan jumlah sperma (tabel 1 dan tabel 2). Sebelum ditemukannya sistem testicular sperm extraction (TESE) dan intracytoplasmic sperm injection (ICSI), pria azoospermia nonobstruktif mustahil dapat memiliki anak biologis. TESE dikerjakan dengan ekstraksi sperma dari jaringan testis baik melalui operasi terbuka atau biopsi per kutaneus. Secara umum, perbaikan jumlah sperma lebih baik dengan teknik biopsi terbuka karena sampling yang lebih baik. Prediksi keberhasilan sperm retrieval sulit dan tidak tergantung dari ukuran testis dan kadar FSH. Kehamilan setelah TESE/ICSI dilaporkan berhasil pada pasangan laki-laki penderita CDK-195/ vol. 39 no. 7, th. 2012 7/8/2012 12:17:29 PM TINJAUAN PUSTAKA sindrom Klinefelter nonmosaik. Dua teknik inovasi yang dapat memperbaiki keberhasilan perbaikan sperma adalah microdissection dan fine-needle mapping.18,19 masih berpandangan bahwa ketidaksuburan hanya ‘monopoli’ wanita juga menghambat pekerja pria mencari pengobatan yang berujung pada lambatnya penegakan diagnosis. Pengobatan okupasi meliputi pencegahan primer hingga pencegahan tersier, yaitu mulai dari penyuluhan tentang efek pajanan terhadap tubuh, cara menghindari pajanan, pemakaian APD hingga pemindahan/penggiliran tempat kerja. Penelitian National Survey on Family Growth20 di Amerika Serikat (1995) mendapatkan kurang lebih 7,1% pasangan suami istri memiliki masalah infertilitas. Dari jumlah tersebut, 40% diidap oleh pria, 40% yang lain menyerang wanita, sekitar 10% mengenai kedua pasangan, sisanya tidak diketahui penyebabnya. Infertilitas menjangkiti satu dari 25 pria di Amerika Serikat. Lebih dari 90% kasus karena rendahnya jumlah sperma, rendahnya kualitas sperma atau keduanya. PEMBAHASAN Berbagai pajanan di tempat kerja berpotensi menyebabkan infertilitas. Namun diagnosis sulit ditegakkan karena dapat baru disadari berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun kemudian antara lain karena status pekerja belum menikah sehingga sulit menilai status kesuburannya. Pola pikir masyarakat yang Penegakan diagnosis PAK dilaksanakan dengan cara tujuh langkah diagnosis. Dengan cara ini dapat diketahui pajanan yang diterima, apakah dari tempat kerja atau dari tempat lain. Dalam hal penatalaksanaan, kemajuan teknologi dapat mengatasi keadaan yang dulu dianggap sudah tidak mungkin diatasi, misalnya pada azoospermi non-obstruktif.21 Kendati demikian masih ada beberapa keadaan yang memang irreversibel. Mengingat selang waktu timbulnya keluhan sejak pertama kali terpajan, pencegahan primer lebih penting, yaitu berupa penyuluhan tentang cara kerja yang baik, pajanan yang sedang dihadapi, cara mengantisipasinya, penggunaan APD (alat pelindung diri), membuka pola pikir pekerja. Juga perlu regulasi yang dapat berupa sanksi atas pelanggaran pola kerja atau jika tidak menggunakan APD karena alasan-alasan klasik, seperti tidak nyaman, tidak terbiasa atau menjadi ‘kurang lincah’ dalam bekerja. DAFTAR PUSTAKA 1. Gnoth C, Godehardt E, Frank-Herrmann P, Friol1 K, Tigges J, Freundl G. Definition and prevalence of subfertility and infertility. Hum. Reprod. Mar 2005; Vol 20(5):1144-7. 2. Infertility. MedlinePlus. Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001191.htm 3. Irvine DS. Epidemiology and aetiology of male infertility. Hum. Reprod. 1998;Vol 13(1):33-44. 4. Sharpe RM. Lifestyle and environmental contribution to male infertility. Br Med Bull. 2000;56 (3):630-42. 5. Sinclair S. Male infertility: nutritional and environmental considerations. Altern Med Rev. 2000 Feb;5(1):28-38. 6. Cherry N, Moore H, McNamee R, Pacey A, Burgess G, Clyma JA, et al. Occupation and male infertility: glycol ethers and other exposures. Occup Environ Med. 2008;65:708-14. 7. Zhi-ping GU, Shu-Dong Z, chin-chuan C. Morphological changes in testes and epididymides of rats after gossypol. Acta Pharmacol Sin. 1983 Mar;4(1):40-5. 8. Balai K3 Bandung. Langkah diagnosis penyakit akibat kerja (PAK). Kesehatan Kerja. Available from: http://hiperkes.wordpress.com/2008/04/04/langkah-diagnosis-penyakit-akibat-kerja/ 9. Infertility – diagnosis. [internet]. NHS. [cited 2012 Apr 25]. Available from: http://www.nhs.uk/Conditions/Infertility/Pages/Diagnosis.aspx 10. Kobayashi H, Nagao K, Nakajima K. Focus Issue on Male Infertility. Adv Urol. Vol. 2012; 2012. p.1-6. 11. The influence of varicocele on parameters of fertility in a large group of men presenting to infertility clinics. World Health Organization. Fertil Steril. 1992 Jun;57(6):1289-93. 12. Zucchi A, Mearini L, Mearini E, Fioretti F, Bini V, Porena M. Varicocele and fertility: relationship between testicular volume and seminal parameters before and after treatment. J Androl. 2006 Jul-Aug;27(4):548-51. 13. Semen analysis. WebMD. Available from: http://www.webmd.com/infertility-and-reproduction/guide/semen-analysis 14. Rodin DM, Larone D, Goldstein M. Relationship between semen cultures, leukospermia, and semen analysis in men undergoing fertility evaluation. Fertil Steril. 2003 Jun;79 Suppl 3:1555-8. 15. Flint M. Relationship between semen viscosity and male genital tract infections. Department of Obstetrics and Gynecology – Faculty of Health Sciences. 2012 March. 16. Hungerhuber E, Stief CG, Siebels M Urogenital infections in the male and their implications on fertility. J Reprod Contracept. 2004.15(4):193-200. 17. Silverberg KM, Turner T. [internet]. Evaluation of sperm. [cited 2012 May 03]. Available from: http://txfertility.com/forms/12%20Chapter%20Gardner-Ch-04%20Elavuation%20of%20Sperm. pdf 18. Schlegel PN. Testicular sperm extraction: microdissection improves sperm yield with minimal tissue excision. Hum Reprod. 1999 Jan;14(1):131-5. 19. Van Steirteghem AC, Nagy Z, Joris H, Liu J, Staessen C, Smitz J, et al. High fertilization and implantation rates after intracytoplasmic sperm injection. Hum Reprod. 1993 Jul;8(7):1061-6. 20. Hawkins JL. Separating fact from fiction: mandated insurance coverage of infertility treatments. Journal of Law and Policy. 2007;Vol 23:203-27. 21. Tournaye H, Camus M, Goossens A, Liu J, Nagy P, Silber S, et al. Recent concepts in the management of infertility because of non-obstructive azoospermia. Hum Reprod. 1995 Oct;10 Suppl 1:115-9. CDK-195/ vol. 39 no. 7, th. 2012 CDK-195_vol39_no7_th2012 ok.indd 511 511 7/8/2012 12:17:45 PM