Infertilitas Pria Akibat Kerja

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Infertilitas Pria Akibat Kerja
Sugih Firman
Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Berbagai kelainan mulai dari gangguan hormonal, masalah fisik hingga masalah psikologis diketahui bisa menyebabkan infertilitas pada pria.
Meskipun banyak pilihan pengobatan namun banyak kasus tidak dapat diatasi. Kebanyakan kasus infertilitas pria disebabkan oleh kerusakan
testis yang berujung pada ketidakmampuan testis untuk memproduksi sperma. Pajanan fisik, kimia, dan psikologis di tempat kerja dapat berujung pada infertilitas pria akibat kerja dengan menyebabkan kelainan pada kualitas dan/atau jumlah sperma. Diagnosis sulit ditegakkan karena
dapat baru disadari berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun kemudian antara lain karena status pekerja belum menikah sehingga sulit
menilai status kesuburannya. Dalam penatalaksanaan, kemajuan teknologi dapat mengatasi keadaan yang dulu dianggap sudah tidak mungkin diatasi, misalnya pada azoospermia non-obstruktif. Kendati demikian masih ada beberapa keadaan yang memang ireversibel. Pencegahan
primer lebih penting. Juga perlu regulasi yang dapat berupa sanksi atas pelanggaran pola kerja atau jika tidak menggunakan APD karena
alasan-alasan klasik, seperti tidak nyaman, tidak terbiasa, atau menjadi ‘kurang lincah’ dalam bekerja.
Kata kunci: infertilitas, pria, pajanan, sperma, APD
ABSTRACT
Various disorders, ranging from hormonal disorders, physical problems, psychological problems, are known to cause infertility in men. Exposure to physical, chemical, and psychological hazard in the workplace can lead to male occupational infertility by causing abnormalities in the
quality and/or the number of sperm. Diagnosis of occupational infertility can be difficult. In terms of management, technological progress can
overcome the situation which was once considered impossible. Nevertheless, there are still some circumstances that are irreversible. Primary
prevention is more important. It also needs regulations that may include sanctions for violations of work patterns or if not using PPE for classic
reasons, such as discomfort, not familiar or not mobile at work. Sugih Firman. Male Occupational Infertility.
Key words: infertility, male, exposure, sperm, PPE
DEFINISI
Infertilitas dapat dimengerti sebagai ketidakmampuan sepasang suami istri untuk mendapatkan keturunan setelah satu tahun menikah
dengan hubungan seks normal tanpa menggunakan metode kontrasepsi apapun atau
setelah enam bulan menikah bila usia istri
di atas 35 tahun.1 Infertilitas pria akibat kerja
dapat diartikan sebagai infertilitas bersumber
dari suami yang didapat karena adanya pajanan suatu bahan di lingkungan kerja.
Ada dua tipe infertilitas. Tipe pertama (tipe
primer) adalah jika sepasang suami istri belum
pernah memiliki satu anak pun dari pernikahannya, sementara tipe lain (tipe sekunder)
adalah jika pasangan tersebut sulit memiliki
keturunan, namun salah satu pasangannya
pernah memiliki anak.2
ETIOLOGI
Berbagai kelainan mulai dari gangguan hormonal, masalah fisik hingga masalah psikolo-
508
CDK-195_vol39_no7_th2012 ok.indd 508
gis diketahui bisa menyebabkan infertilitas
pada pria. Meskipun banyak pilihan pengobatan namun banyak kasus tidak dapat diatasi.
Kebanyakan kasus infertilitas pria disebabkan
oleh kerusakan testis yang berujung pada
ketidakmampuan testis untuk memproduksi
sperma. Sekali rusak, testis tidak akan dapat mengembalikan kemampuannya untuk
memproduksi sperma.3
Selain pengobatan medikamentosa yang
sering gagal, pengobatan lain mungkin berhasil. Kerusakan testis bukan satu-satunya
penyebab utama infertilitas pria, rendahnya
jumlah produksi sperma dan buruknya kualitas sperma juga memegang peranan.
Secara umum, kesuburan mencerminkan status kesehatan seseorang. Orang yang bergaya
hidup sehat lebih memiliki produksi sperma
yang sehat. Daftar berikut menyoroti beberapa gaya hidup yang berimbas negatif terhadap kesuburan pria:4,5
• Merokok – secara signifikan menurunkan
jumlah sperma dan motilitas sperma
• Penggunaan marijuana berkepanjangan
• Peminum alkohol kronis
• Penggunaan steroid anabolikum
• Olahraga berlebihan – menghasilkan
hormon adrenalin berlebihan menyebabkan
defisiensi testosteron yang berujung pada infertilitas.
• Asupan vitamin C dan Zinc tidak adekuat
• Pakaian dalam ketat - meningkatkan suhu
skrotum
• Terpajan hazard dan toksin lingkungan
seperti pestisida, timah hitam, cat, radiasi,
zat-zat radioaktif, merkuri, benzene, boron dan
logam berat.
• Malnutrisi dan anemia
• Stres berat; modifikasi gaya hidup dan kebiasaan dapat meningkatkan status kesuburan seseorang.
Penyebab infertilitas akibat kerja dapat dilihat
pada tabel 1:6
CDK-195/ vol. 39 no. 7, th. 2012
7/8/2012 12:17:28 PM
TINJAUAN PUSTAKA
som diobservasi dari sel induk yang bertahan
setelah radiasi.
Tabel 1 Pajanan dan Efek yang Mungkin Ditimbulkan6
PAJANAN
EFEK YANG MUNGKIN TIMBUL
Panas
Berkurangnya jumlah sperma, motilitas dan perubahan
morfologi
Azoospermia
Radiasi Pengion
Radiasi Non Pengion
• Microwave
• Medan Elektromagnetik
Logam
Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Cadmium
(Cd), Boron(Bo)
Estrogen
Sintetis (Diethylstilbestrol)
Dietary (lignans, mycoestrogens,
phytoestrogens)
Pestisida
Dibromochlorpropane, Ethylene
dibromide, Chlordecone
Pelarut
Karbon disulfide, Glycol
Berkurangnya jumlah sperma dan motilitas (sementara)
Berkurangnya jumlah sperma dan motilitas
Perubahan morfologi, jumlah, motilitas sperma dan
penurunan volume semen
Penurunan konsentrasi hormon,
Ginekomastia, penurunan libido, impotensi
Berkurangnya jumlah sperma
Perubahan morfologi sperma, penurunan jumlah sperma,
impotensi, ketidakseimbangan hormonal
Perubahan morfologi sperma, penurunan jumlah sperma,
impotensi, ketidakseimbangan hormonal
Tabel 2 Tabel Pajanan di Tempat Kerja dan Efek yang Mungkin Ditimbulkan
Dosis (cGy)
15 – 20
20 – 50
50 – 100
100 – 200
> 200
Efek yang timbul
Sedikit berpengaruh
Azoospermia (20-60%)
Azoospermia (50 – 80%)
Azoospermia (90 – 100%)
Azoospermia (100%)
PATOFISIOLOGI
Toksin mungkin menyebabkan kematian sel,
kerusakan sel subletal atau perubahan genetis. Kematian sel epitelium dapat terjadi
karena nekrosis atau apoptosis. Bukti terakhir
menunjukkan bahwa apoptosis adalah mekanisme utama kerja toksin. Kerusakan sel induk
non letal akan menyebabkan dua kemungkinan: diperbaiki atau dibiarkan memiliki efek
permanen pada struktur atau fungsi spermatozoa, termasuk kemungkinan memiliki defek
genetis.
Reversibilitas
6 – 8 bulan
8 – 14 bulan
12 – 24 bulan
>24 bulan
bat akhir perubahan spermatogenesis. Belum
diketahui ada toksin sel Sertoli sampai saat ini.
Radiasi pengion dan alkylating agents (seperti
nitrogen mustard, vincristine, procarbazine, prednison) diketahui memiliki efek toksik pada sel
induk manusia. Sel yang paling sensitif adalah
sel spermatogonia. Kerusakan spermatogonia
A0 non proliferasi akan berujung pada kerusakan spermatogonia yang irreversibel, namun
spermatogonia yang berproliferasi dapat digantikan oleh stem cell.
Pajanan okupasi terhadap steroid seperti
estrogen dapat meningkatkan negative biofeedback pada sekresi FSH, mengakibatkan
berkurangnya produksi sperma, disfungsi seksual, ginekomastia dan hypogonadotropic hypogonadism dan berpotensial menjadi kanker
testis. Pajanan estrogen pada masa prenatal
dapat berpotensi menghambat sekresi gonadotropin fetus dan menurunkan proliferasi
sel sertoli. Beberapa komponen diketahui
memiliki aktivitas antiandrogen seperti 9,10
Dihydrophenanthrene, Linuron, Vincozolin,
DDT/DDE dan Flutamide.
Meskipun mutasi menetap DNA sel induk dapat menyebabkan perubahan genetis sperma
yang persisten, beberapa kerusakan kromosom tidak ditranslasi menjadi malformasi
kongenital yang parah atau karsinogen. Obat
adrenolytic seperti guanethidine atau methoxamine bisa mengakibatkan stasis sperma di
dalam epididimis. Gossipol mempengaruhi
epitelium epididimis dan bercampur dengan
ekskresi getah epididimis. Gossipol mempengaruhi struktur mitokondria spermatozoa di
dalam testis dan struktur lainnya ketika spermatozoa bermigrasi ke dalam epididimis atau
selama pematangan di dalam epididimis ini.7
Pemajanan langsung pada testis berpotensi
memisahkan jenis-jenis sel testis dengan aki-
Spermatogonia berproliferasi merupakan elemen yang paling sensitif. Kerusakan kromo-
CDK-195/ vol. 39 no. 7, th. 2012
CDK-195_vol39_no7_th2012 ok.indd 509
DIAGNOSIS
Diagnosis infertilitas akibat kerja ditegakkan
dengan tujuh langkah diagnosis8:
1. Diagnosis klinis9
Ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan khusus. Anamnesis mencakup pertanyaan tentang riwayat penyakit sekarang dan
dahulu, riwayat pekerjaan sekarang dan dulu.
Usia pasangan, lamanya pernikahan tanpa
kontrasepsi dan kehamilan serta pengobatan sebelumnya harus diperhatikan. Harus
ditanyakan frekuensi dan saat hubungan
suami-istri dan juga siklus menstruasi istri.
Mengingat sperma dapat hidup 48 jam di
dalam organ reproduksi wanita, waktu optimal untuk melakukan aktivitas seksual adalah
setiap hari atau dua hari sekali selama masa
subur. Disfungsi seksual harus dicari dan diobati. Disfungsi ereksi dan disfungsi ejakulasi
dapat menjadi tanda adanya penyakit yang
mendasari, seperti penyakit vaskular atau diabetes melitus. Evaluasi lebih lanjut keadaan ini
dikerjakan sesuai indikasi.
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mencari
penyakit yang mendasari. Derajat virilisasi
dan penyebaran bulu badan dapat mencerminkan adanya kelainan endokrin, seperti
defisiensi androgen. Pemeriksaan kepala dan
leher, jantung dan paru penting dilakukan.
Jaringan parut bekas operasi abdomen atau
inguinal merupakan petunjuk penting untuk
membantu menilai keadaan umum pasien.
Fokus utama pemeriksaan infertilitas adalah
pemeriksaan sistem genitourinaria.10 Ukuran
dan letak meatus uretra penting diperhatikan
karena hipospadia berat dapat mempengaruhi ejakulasi yang menyulitkan sperma
masuk ke vagina. Besar dan konsistensi testis
juga perlu dianalisis. Testis normal setidaknya
berukuran 20 ml. Ukuran yang sangat kecil
atau sangat lembut menandakan adanya
atrofi testis.
Pemeriksaan varicocele sebaiknya dikerjakan
pada posisi berdiri. Tali sperma harus diperiksa apakah teraba atau terlihat membesar.
Varicocele dibagi dalam beberapa tingkat berdasarkan distensinya: tingkat 1 (teraba hanya
509
7/8/2012 12:17:28 PM
TINJAUAN PUSTAKA
dengan Valsalva maneuver), tingkat 2 (teraba
tanpa Valsalva maneuver) dan tingkat 3 (terlihat dari kulit).11,12
Keberadaan vas deferens juga perlu dikonfirmasi. Jika tidak ditemukan baik satu apalagi
keduanya, perlu pemeriksaan lebih lanjut. Abnormalitas epididimis seperti adanya indurasi
atau terasa penuh dapat memberikan petunjuk penting adanya obstruksi yang mengancam. Kelainan prostat perlu dievaluasi dengan
transrectal ultrasound (TRUS) dan biopsi untuk
menyingkirkan adanya kanker prostat. Pembesaran vesika seminalis dapat dipalpasi pada
pemeriksaan rektal.
Pemeriksaan paling penting pada infertilitas pria adalah analisis semen. Satu atau dua
spesimen harus dikumpulkan di tempat nonspermatoksik melalui cara masturbasi setelah
2 sampai 3 hari tidak melakukan hubungan
seks dan segera dianalisis paling lama satu
jam setelah terkumpul. Analisis semen bukanlah pemeriksaan kesuburan namun lebih ke
arah pemeriksaan potensi kesuburan. Pemeriksaan lengkap direkomendasikan jika dari
pemeriksaan awal terungkap adanya riwayat
reproduksi atau analisis semen abnormal.
Parameter yang biasa diperiksa meliputi volume semen, pH semen, konsentrasi, motilitas
dan morfologi. Pemeriksaan tambahan bisa
meliputi viabilitas dan assay untuk leukosit
dan antisperm antibody. Hasil analisis ‘normal’
tidak identik dengan ‘fertil (subur)’ dan ‘abnormal’ tidak identik dengan ‘infertil (tidak subur)’.
Jika seseorang memiliki sperma yang motil
dalam semennya, maka ia potensial subur.
Secara umum, kesempatan hamil berkorelasi
dengan jumlah total sperma yang motil.13
Jika ditemukan azoospermia, langkah berikutnya adalah sentrifugasi dan resuspensi sediaan
diikuti pemeriksaan mikroskopik berturutturut. Jika melalui tes sederhana ini ditemukan
sperma, obstruksi total ductus dapat disingkirkan. Jika ditemukan azoospermia dan volume
semennya kurang dari 1 mL, sampel urin pasca
ejakulasi perlu diperiksa. Jika ditemukan sperma, seharusnya juga dapat ditemukan sperma
pada sampel ejakulat antegrade-nya.
Leukositospermia, adanya leukosit di dalam
semen, masih kontroversial. Sel bulat, dapat
leukosit atau sperma yang belum matang,
dapat ditemukan dalam analisis semen.14
510
CDK-195_vol39_no7_th2012 ok.indd 510
Pewarnaan khusus seperti myeloperoksidase atau Endtz dibutuhkan untuk membedakannya. Jika ditemukan lebih dari satu
juta leukosit per mililiter, diperlukan pengobatan infeksi sistem genital menggunakan doksisiklin (100 mg bid) atau kuinolon
selama dua minggu; selain itu, lebih sering
berejakulasi akan membantu mengurangi
leukositospermia.15,16 Alasan rasional pengobatan adalah karena leukosit dapat menghasilkan reactive oxygen species (ROS) yang
dapat memperburuk fungsi sperma; banyak
dokter lebih memilih melakukan inseminasi
bila menemukan leukosit. Sebaliknya, adanya leukosit dapat kebetulan dan jumlahnya
mungkin masih dalam batas normal dan
memang dibutuhkan dalam fungsi sperma.
Harus diingat ada pria leukositospermia yang
asimtomatik, tidak mengidap infeksi sistem
genital dan dapat sembuh sendiri.
Analisis semen hanya menilai sebagian fungsi
sperma. Hasil dan interpretasi dapat berlainan
antar laboratorium tergantung expertise dengan cara pemeriksaan berbeda. Indikasi pemeriksaan fungsi sperma bervariasi namun
termasuk di dalamnya infertilitas dengan analisis semen ‘normal’ atau untuk memprediksi
fertilisasi in vitro.
Beberapa pemeriksaan fungsi sperma yang
umum meliputi mannose-binding test, hemizona assay, sperm penetration assay dan acrosome
reaction test.17 Tujuan utama mannose-binding
assay adalah menilai pola pengikatan manosa
oleh sperma. Manosa penting untuk dapat
mengenali zona pelusida oosit. Sperma di’cuci’
dengan fluorescein isothiocyanate-conjugated
mannosylated bovine serum albumin untuk
menilai pola ikatan manosanya. Hasilnya ditampilkan dengan persentase dan dibandingkan
dengan donor yang sudah diketahui subur.
Dalam hemizona assay, sperma pasien dan
donor diinkubasi terpisah dengan bisected
human oocytes. Hemizona index didapat dengan membagi jumlah bound sperma pasien
dengan jumlah kontrol sperm bound x 100.
Sperma Penetration Assay dilakukan dengan
menginkubasi sperma dengan oosit hamster
yang zonafree. Persentase oosit yang dipenetrasi dihitung. Secara teori, lebih banyak
oosit akan dipenetrasi oleh sperma atau lebih
banyak sperma akan mempenetrasi tiap oosit
pada keadaan normal dibandingkan keadaan
infertil. Acrosome test merupakan pewarnaan
khusus.
2. Pajanan yang dialami
Semua jenis pajanan di lingkungan kerja harus
didaftar karena satu pajanan dapat menyebabkan banyak penyakit dan atau satu penyakit
bisa disebabkan banyak pajanan. Alur poduksi
atau cara kerja juga penting diketahui.
3. Hubungan pajanan dengan
penyakit
Pajanan yang telah didapat didata untuk dicari
hubungannya dengan keluhan pasien.
4. Jumlah pajanan
Pajanan yang sesuai keluhan adakalanya jumlahnya masih di bawah ambang batas; faktor
akumulasi dapat berperan dalam menimbulkan penyakit.
5. Faktor individu
Penting diketahui adanya faktor individu yang
berperan, seperti penyakit kronis, penyakit dalam keluarga. Higiene perorangan juga penting diketahui.
6. Faktor lain
Faktor lain di luar pekerjaan termasuk kebiasaan hidup sehari-hari, pekerjaan sampingan, atau hobby yang dijalankan.
7. Menentukan diagnosis PAK
dengan menganalisis semua hal di atas
berdasarkan bukti dan referensi yang ada.
PENATALAKSANAAN
Secara umum, penyebab infertilitas yang dapat dikoreksi harus segera diatasi. Penatalaksanaan dibagi dua bagian, yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan okupasi.
Pada infertilitas akibat pajanan bahan-bahan
di tempat kerja, yang umum mengalami kelainan adalah kualitas dan jumlah sperma (tabel 1 dan tabel 2).
Sebelum ditemukannya sistem testicular sperm
extraction (TESE) dan intracytoplasmic sperm
injection (ICSI), pria azoospermia nonobstruktif
mustahil dapat memiliki anak biologis. TESE
dikerjakan dengan ekstraksi sperma dari jaringan testis baik melalui operasi terbuka atau
biopsi per kutaneus. Secara umum, perbaikan
jumlah sperma lebih baik dengan teknik biopsi terbuka karena sampling yang lebih baik.
Prediksi keberhasilan sperm retrieval sulit dan
tidak tergantung dari ukuran testis dan kadar
FSH. Kehamilan setelah TESE/ICSI dilaporkan
berhasil pada pasangan laki-laki penderita
CDK-195/ vol. 39 no. 7, th. 2012
7/8/2012 12:17:29 PM
TINJAUAN PUSTAKA
sindrom Klinefelter nonmosaik. Dua teknik inovasi yang dapat memperbaiki keberhasilan
perbaikan sperma adalah microdissection dan
fine-needle mapping.18,19
masih berpandangan bahwa ketidaksuburan
hanya ‘monopoli’ wanita juga menghambat
pekerja pria mencari pengobatan yang berujung pada lambatnya penegakan diagnosis.
Pengobatan okupasi meliputi pencegahan
primer hingga pencegahan tersier, yaitu mulai dari penyuluhan tentang efek pajanan
terhadap tubuh, cara menghindari pajanan,
pemakaian APD hingga pemindahan/penggiliran tempat kerja.
Penelitian National Survey on Family Growth20
di Amerika Serikat (1995) mendapatkan
kurang lebih 7,1% pasangan suami istri memiliki masalah infertilitas. Dari jumlah tersebut,
40% diidap oleh pria, 40% yang lain menyerang wanita, sekitar 10% mengenai kedua
pasangan, sisanya tidak diketahui penyebabnya. Infertilitas menjangkiti satu dari 25 pria di
Amerika Serikat. Lebih dari 90% kasus karena
rendahnya jumlah sperma, rendahnya kualitas
sperma atau keduanya.
PEMBAHASAN
Berbagai pajanan di tempat kerja berpotensi
menyebabkan infertilitas. Namun diagnosis
sulit ditegakkan karena dapat baru disadari
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun
kemudian antara lain karena status pekerja
belum menikah sehingga sulit menilai status
kesuburannya. Pola pikir masyarakat yang
Penegakan diagnosis PAK dilaksanakan dengan
cara tujuh langkah diagnosis. Dengan cara ini
dapat diketahui pajanan yang diterima, apakah
dari tempat kerja atau dari tempat lain.
Dalam hal penatalaksanaan, kemajuan
teknologi dapat mengatasi keadaan yang dulu
dianggap sudah tidak mungkin diatasi, misalnya pada azoospermi non-obstruktif.21 Kendati demikian masih ada beberapa keadaan
yang memang irreversibel.
Mengingat selang waktu timbulnya keluhan
sejak pertama kali terpajan, pencegahan primer
lebih penting, yaitu berupa penyuluhan tentang
cara kerja yang baik, pajanan yang sedang dihadapi, cara mengantisipasinya, penggunaan
APD (alat pelindung diri), membuka pola pikir
pekerja. Juga perlu regulasi yang dapat berupa
sanksi atas pelanggaran pola kerja atau jika
tidak menggunakan APD karena alasan-alasan
klasik, seperti tidak nyaman, tidak terbiasa atau
menjadi ‘kurang lincah’ dalam bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Gnoth C, Godehardt E, Frank-Herrmann P, Friol1 K, Tigges J, Freundl G. Definition and prevalence of subfertility and infertility. Hum. Reprod. Mar 2005; Vol 20(5):1144-7.
2.
Infertility. MedlinePlus. Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001191.htm
3.
Irvine DS. Epidemiology and aetiology of male infertility. Hum. Reprod. 1998;Vol 13(1):33-44.
4.
Sharpe RM. Lifestyle and environmental contribution to male infertility. Br Med Bull. 2000;56 (3):630-42.
5.
Sinclair S. Male infertility: nutritional and environmental considerations. Altern Med Rev. 2000 Feb;5(1):28-38.
6.
Cherry N, Moore H, McNamee R, Pacey A, Burgess G, Clyma JA, et al. Occupation and male infertility: glycol ethers and other exposures. Occup Environ Med. 2008;65:708-14.
7.
Zhi-ping GU, Shu-Dong Z, chin-chuan C. Morphological changes in testes and epididymides of rats after gossypol. Acta Pharmacol Sin. 1983 Mar;4(1):40-5.
8.
Balai K3 Bandung. Langkah diagnosis penyakit akibat kerja (PAK). Kesehatan Kerja. Available from: http://hiperkes.wordpress.com/2008/04/04/langkah-diagnosis-penyakit-akibat-kerja/
9.
Infertility – diagnosis. [internet]. NHS. [cited 2012 Apr 25]. Available from: http://www.nhs.uk/Conditions/Infertility/Pages/Diagnosis.aspx
10. Kobayashi H, Nagao K, Nakajima K. Focus Issue on Male Infertility. Adv Urol. Vol. 2012; 2012. p.1-6.
11. The influence of varicocele on parameters of fertility in a large group of men presenting to infertility clinics. World Health Organization. Fertil Steril. 1992 Jun;57(6):1289-93.
12. Zucchi A, Mearini L, Mearini E, Fioretti F, Bini V, Porena M. Varicocele and fertility: relationship between testicular volume and seminal parameters before and after treatment. J Androl. 2006
Jul-Aug;27(4):548-51.
13. Semen analysis. WebMD. Available from: http://www.webmd.com/infertility-and-reproduction/guide/semen-analysis
14. Rodin DM, Larone D, Goldstein M. Relationship between semen cultures, leukospermia, and semen analysis in men undergoing fertility evaluation. Fertil Steril. 2003 Jun;79 Suppl
3:1555-8.
15. Flint M. Relationship between semen viscosity and male genital tract infections. Department of Obstetrics and Gynecology – Faculty of Health Sciences. 2012 March.
16. Hungerhuber E, Stief CG, Siebels M Urogenital infections in the male and their implications on fertility. J Reprod Contracept. 2004.15(4):193-200.
17. Silverberg KM, Turner T. [internet]. Evaluation of sperm. [cited 2012 May 03]. Available from: http://txfertility.com/forms/12%20Chapter%20Gardner-Ch-04%20Elavuation%20of%20Sperm.
pdf
18. Schlegel PN. Testicular sperm extraction: microdissection improves sperm yield with minimal tissue excision. Hum Reprod. 1999 Jan;14(1):131-5.
19. Van Steirteghem AC, Nagy Z, Joris H, Liu J, Staessen C, Smitz J, et al. High fertilization and implantation rates after intracytoplasmic sperm injection. Hum Reprod. 1993 Jul;8(7):1061-6.
20. Hawkins JL. Separating fact from fiction: mandated insurance coverage of infertility treatments. Journal of Law and Policy. 2007;Vol 23:203-27.
21. Tournaye H, Camus M, Goossens A, Liu J, Nagy P, Silber S, et al. Recent concepts in the management of infertility because of non-obstructive azoospermia. Hum Reprod. 1995 Oct;10 Suppl
1:115-9.
CDK-195/ vol. 39 no. 7, th. 2012
CDK-195_vol39_no7_th2012 ok.indd 511
511
7/8/2012 12:17:45 PM
Download